Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Non Fiksi KPP - 35

Non Fiksi KPP - 35

Published by angkatan 35, 2022-06-01 14:21:00

Description: Non Fiksi KPP - 35

Search

Read the Text Version

Kata Pengantar Puji dan syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerah dan rahmat-Nya, kami bisa menyelesaikan cerita non fiksi dengan judul utama “Batinku Bergumul”. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Lusia Ely Rahmawati selaku guru pembimbing kami dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan cerita non fiksi ini. Tujuan kami membuat kumpulan cerita non fiksi berjudul “Batinku Bergumul” adalah untuk memenuhi tugas sebagai Ujian Akhir Semester II. Selain itu, kami ingin mengembangkan kemampuan menulis dan kreativitas dalam membuat cerita dengan penggunaan tata bahasa yang sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia. Kami sadar bahwa kumpulan cerita non fiksi berjudul “Batinku Bergumul” jauh dari kata sempurna. Maka, kami mohon maaf atas segala kekurangan dari kumpulan cerita ini. Kami juga meminta tanggapan dari pembaca berupa kritik dan saran yang membangun agar di kesempatan selanjutnya kami bisa semakin baik lagi dalam membuat cerita non fiksi. Jakarta, 23 Mei 2022 Penulis 1

Daftar Isi Ingin Mengerti Dirimu 3 Tetap Tabah 10 Bersyukur dan Merawat 16 Ketenangan Hati Dalam Pengaruh Lingkungan 21 Berat Rasanya 25 Bakat dari Tuhan 34 My Friend 40 De Imitatione Christi 44 2

Ingin Mengerti Dirimu Oleh: Vincentius Nicholas Langgeng Aku adalah Vincentius Nicholas Langgeng, salah seorang seminaris di Seminari Wacana Bhakti. Aku adalah bagian dari angkatan 35 yang bergabung pada tahun 2021. Itu saja latar belakang yang kalian para pembaca perlu ketahui, aku akan melanjutkan kisahku. Aku bergabung dengan Seminari Menengah Wacana Bhakti, spesifiknya pada 7 Juli 2021. Dengan persiapan baik secara materi dan secara mental, aku memasuki seminari tersebut. Di dalam seminari yang aku masuki ini, aku langsung menemui berbagai macam rintangan. Banyak sekali masalah yang aku ketemui, akan tetapi yang paling besar bagiku adalah salah satunya masalah bersosialisasi dengan orang-orang lain yang ada. Setelah lama tidak bertemu orang-orang di luar keluargaku selama kurang lebih setahun lebih, aku merasa kaku dan canggung untuk berbicara dengan 3

orang lain, jadi aku memaksakan membuat persona yang dimana aku orang yang mudah untuk bersosialisasi dan mudah untuk didekati sekalipun itu sangat sulit untuk dipertahankan untuk waktu yang lama. Karena lelah aku jadi kembali ke tempurungku yaitu duniaku sendiri di dalam pikiranku dan imajinasiku. Aku kembali tertutup selama semester pertamaku di seminari itu. Di saat yang bersamaan, aku fokus dalam membangun ritme kehidupan di seminari itu dan dan juga berusaha mengerti bagaimana kebiasaan di seminari itu dan mencari cara untuk bertumbuh dan berkembang. Aku tidak fokus dalam bersosialisasi dengan siapapun dan menjauhi semua orang karena rasa tidak percaya terhadap siapapun dan memang diriku adalah pribadi yang tertutup dan tidak pernah bercerita jujur sepenuhnya tentang diriku dan latar belakangku. Aku sering mencampurkan kebenaran dan kebohongan dalam cerita hidupku di saat aku bercerita kepada orang lain yang kurang aku percaya atau tidak aku percaya sama sekali. Di sinilah aku kesulitan untuk mengerti orang lain dan bersosialisasi dengan orang lain. Ini adalah 4

pergumulan batinku yang terbesar yaitu untuk mengerti dirimu, sesamaku. Setelah aku mampu untuk bertahan di seminari itu selama satu semester di dalam seminari itu, aku mendapat liburan selama kurang lebih dua Minggu untuk bertemu keluarga dan sahabat-sahabat serta teman-teman dekatku. Sebuah kesejukan yang memberi kehangatan bagiku, bisa mencium bau pekarangan rumahku, meski kamarku sedikit berubah menjadi tempat nostalgia yang aku tinggalkan dalam kondisi bersih sekarang didandani dengan debu lebih gendut berisikan dengan sampah, aku merasa senang bisa kembali ke dalam penjara dunia lamaku, sebuah zona nyaman yang menyakitkan dan penuh air mata yang sudah lama mengering, sebuah masalah lalu yang sebenarnya aku sedikit untuk temui, warna abu-abu monote tanpa kehidupan yang berarti. Aku sedikit membersihkan kamarku agar kembali untuk layak ditinggali selama kurang lebih dua Minggu. Aku sekarang ingat mengapa aku kesulitan untuk bisa membangun hubungan dengan orang-orang baru, aku sendiri tidak pernah mendapatkan teman dengan cara yang normal. Aku berteman dengan 5

orang-orang yang otentik dan eksentrik dan aku berteman serta bersahabat dengan mereka dengan cara yang aneh dan secara kebetulan, sebuah kisah yang menarik untuk setiap orang yang telah menjadi teman-temanku. Bukan berasal dari cerita classic yang semua orang biasa dengar melainkan kisah fantasi untuk setiap orang yang menjadi teman-temanku. Aku sangat mudah untuk bisa berteman dengan orang-orang yang disebut “Aneh” karena aku sendiri adalah orang “Aneh” dan diluar normal kadang-kadang. Sekalipun begitu, akan aku katakan bahwa orang-orang unik-unik ini lebih asyik untuk diajak berteman dan lebih banyak mengisi hidupku dengan warna-warna yang mencolok penuh kebahagiaan. Setelah menemukan bagaimana caraku berteman dulu, aku harus kembali ke tempat perjuanganku, sebuah tanah untuk maju ke depan dalam hidup bagiku. Dengan fakta aku tidak berteman dengan orang-orang secara sengaja dan dengan cara yang normal, aku tetap memperjuangkan untuk bisa berteman dengan orang-orang yang ada di seminari itu dengan cara apapun. Orang sering bilang cara terbaik untuk berteman 6

adalah munafik terlebih dahulu dan baru menunjukan diri yang asli nanti. AKU TIDAK BISA! Sudah kepribadianku untuk menunjukan diriku yang asli, aku hanya bisa paling jauh berlagak angkuh di depan orang yang tidak aku suka dan membuat mereka tidak nyaman sebagai sistem pertahananan. Setelah mempelajari pergaulan yang sama sekali beda dengan pergaulanku yang dulu. Demi kemajuan, aku harus berusaha dan memaksakan diriku secara maximal untuk bersosialisasi dengan orang-orang yang sama sekali tidak sefrekuensi denganku. Aku memasuki semester keduaku di Seminari Menengah Wacana Bhakti pada tanggal 4 Januari dengan semangat yang baru, dan tidak rasa tidak peduli lagi dengan apa halanganku, apapun yang menghadang, akan aku bakar dengan api semangat bagaikan amarah yang tidak bisa dihentikan oleh apapun atau siapapun. Tidak ada, TIDAK ADA yang bisa menghentikanku untuk menuju tujuanku yaitu menjadi pelayan Tuhan bahkan bukan pergumulan batin yang menggangguku ini. Karena Tuhan menyertaiku, semua masalahku pasti akan terselesaikan oleh bantuan-Nya, aku hanya perlu berusaha secara maximal. 7

Neeee, apa nyaa yang aku lakukan untuk bisa melewati batas-batas yang mengekang diriku sampai kesulitan bersosialisasi? Pertama pasti penyadaran yang sudah aku dapatkan saat liburan lalu semangat yang aku dapatkan dengan bertemu sahabat dan teman-teman lamaku. Dilanjutkan doa kepada Tuhan untuk kekuatan dan bantuan-Nya, dan yang aku akhiri dengan usaha-usaha yang aku lakukan. Setelah kembali aku langsung membawa perwatakan yang berbeda, aku sedikit membuka diri kepada para pamong terlebih dahulu. Setelah hubunganku dengan para pamong atau pengurus di sini sudah baik, aku lalu memperbaiki hubunganku dengan para staf dan komunitas yang berjalan dengan baik, aku dan entah bagaimana aku sampai bisa mendapatkan seorang abang dan bisa berteman dengan orang-orang unik yang eksentrik dari angkatan 32. Lalu aku bisa membangun koneksi yang baik dengan angkatan dibawahnya yaitu angkatan 33 dan 34. Untuk para staf, aku banyak membantu mereka dan berbagi cerita serta menjadi pendengar yang baik dan tanpa aku sadari aku dengan cepat berteman juga dengan para staf. Pada 8

akhirnya turun ke angkatanku. Pada saat aku selesai menuliskan novel ini aku sudah bisa berteman dengan setengah dari angkatku, aku bahkan sudah memiliki sahabat baru lagi. Aku sudah hampir menuntaskan pergumulan batinku dengan waktu yang relatif singkat. Sekarang bagaimana kabarku pada saat aku menuliskan kisahku ini kepada kalian para pembaca? Nyahahaha aku baik dan bergembira, aku maju terus kedepan menembus semua halangan dan tantangan, tidak peduli apa yang menjadi hambatanku dengan semangat yang penuh! Aku terus belajar tentang manusia sesamaku dan belajar untuk mengerti diriku sendiri, mengerti dia, mengerti mereka, mengerti dirimu. “Apapun pergumulan batinmu PASTI akan terselesaikan bila kau meminta bantuan dari Tuhan dan berusaha semaximal mungkin” ~Vincentius Nicholas Langgeng. 9

Tetap Tabah by: Bonaventura Hugo Hernowo Halo para pembaca, saya adalah Hugo. Nama lengkap saya adalah Bonaventura Hugo Hernowo. Sejak kecil saya dipanggil Hugo. Saya lahir di kota Jakarta, 06 Juni 2006. Saya memiliki dua saudara. Saya adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Tentu untuk menjadi anak pertama tidaklah mudah karena menjadi anak pertama haruslah menjadi teladan bagi para adik-adiknya, juga memiliki tanggung jawab yang besar. Sehingga tidak heran jika saya sering dinasehati. Tetapi itu bukanlah suatu penderitaan bagi saya. Itu merupakan latihan bagi saya ketika kelak saya dipercaya sebagai pemimpin atau penanggung jawab. 10

Karena saya memilih tema “Communitas”, salah satu pilar dari Seminari Wacana Bhakti, saya akan menuangkan pengalam-pengalaman pribadi saya terkait dengan kehidupan sosial saya di seminari ini. Saya datang ke seminari pada tanggal 30 Juli 2021, berbeda dengan teman-teman lainnya yang sudah datang terlebih dahulu. Saya datang terlambat karena saya pada saat itu sedang mengalami cedera kaki sehingga kedatangan saya harus ditunda. Ketika sudah menyelesaikan masa isolasi mandiri saya di Seminari Wacana Bhakti, saya dapat bertemu dengan teman-teman saya, bertemu dengan teman-teman komunitas, meskipun pada saat itu komunitas belum lengkap. Baru ketika angkatan 32 dan angkatan 33 sudah kembali ke Seminari Wacana Bhakti, saya mendapatkan banyak teman. Saya dapat 11

berkenalan dengan banyak teman-teman baru terutama kakak-kakak kelas. Saya sendiri merasa senang karena semenjak saya berada di seminari ini, saya dapat menambah teman. Tetapi salah satu pergumulan yang saya harus hadapi berkaitan dengan kehidupan sosial di seminari ini adalah, bagaimana saya harus menyesuaikan diri saya dengan teman-teman angkatan saya. Saya harus menghadapi sikap/sifat teman-teman saya yang mungkin berbeda dengan saya. Sudah hampir satu tahun, saya mengenal teman-teman angkatan saya. Awalnya saya sangat jengkel dengan sikap atau sifat mereka yang sombong, egois, ingin menjadi nomor satu di angkatan, yang suka caper, dan semacamnya. Bagi saya, sifat-sifat tersebut sangat tidak ideal bagi saya. Memang dapat di wajarkan bahwa sifat-sifat 12

individualisme tersebut dimiliki oleh setiap remaja yang sedang mencari jati diri nya. Tetapi bagi saya jika hal-hal tersebut dibiarkan terus, maka akan berbahaya bagi diri nya. Tetapi inilah proses awal pembentukkan di seminari. Proses awal memang tidak mengenakkan, tetapi hasil nya akan baik. Beberapa orang mengatakan bahwa proses awal pasti selalu dibarengi dengan konflik. Tetapi konflik-konflik itu lah yang mendewasakan kita. Secara tidak sadar, melalui pergumulan batin yang saya alami ini, dapat membentuk diri saya supaya menjadi lebih tangguh. Juga saya diajarkan untuk belajar mau menerima orang apa ada nya, mau menerima orang dengan segala kekurangannya, karena manusia adalah makhluk yang tak pernah luput dari kesalahan. Tidak ada manusia di dunia ini yang sempurna kecuali Yesus sendiri. Yesus 13

adalah sang Firman Allah, garam dunia, terang dunia, juruselamat manusia. Dalam Kolose 3:13, berbunyi, “Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.” Ayat ini sangat menyentuh hati saya, yang bisa menjadi pegangan saya ketika disposisi batin saya sedang tidak baik, atau sedang menahan amarah. Akhir kata, saya percaya pergumulan batin berkaitan dengan hidup berkomunitas ini dapat membuat saya semakin dewasa dan tangguh. Proses nya memang sangat tidak enak. Tetapi jangan putus harapan, ada Roh Kudus yang selalu bersama kita. Dan jangan lupa juga untuk berdoa agar kita dikuatkan 14

dalam menjalani dan menghadapi pergumulan-pergumulan di seminari ini. Mengambil cucian di rumah Ibu Ningsih, Cukup sekian dan terimakasih. 15

“Bersyukur Dan Merawat” Oleh: Alberto Anandio Chrisandityo. A Sanitas merupakan salah satu dari 4 pilar yang ada di seminari Menengah Wacana Bhakti.Sanitas ini merupakan pilar yang berkaitan dengan kebersihan.Dan pada kali ini penulis membawakan pergumulan batin yang penulis rasakan selama Ia jalani hidup diluar maupun didalam seminari Menengah Wacana Bhakti. Tuhan telah menyelesaikan ciptaan-Nya dan beristirahat pada hari ketujuh,Tuhan banyak menciptakan segala isi Dunia dari terang dan gelap hingga manusia,sehingga kita diciptakan disini dan Tuhan berpesan juga kepada kita untuk bisa merawat atas ciptaan yang diberikan oleh Dia.Maka dari itu saya sebagai salah satu ciptaan Tuhan yang paling sempurna harus juga bisa merawat serta mencintai. Bersyukur dan merawat sudah diajarkan oleh orang tua aku dari aku kecil,dengan hidup didunia ini aku diajarkan berbagai cara untuk merawat diriku serta lingkungan yang berada disekitar diriku.merawat diri 16

adalah salah satu perwujudan rasa syukur aku terhadap ciptaan yang sudah Tuhan berikan kepada diriku.Kebiasan-kebiasan ini menjadi suatu kebiasaan aku hingga sekarang dalam hal merawat kehidupan,Dan aku merasa bahwa kebiasan-kebiasan yang baik yang sudah ditanamkan oleh orang yang disekitarku kepada diriku sejak kecil menjadi manfaat bagi diriku di masa kini. Dan juga aku tidak hanya merawat diriku saja.Karena ibu ku suka sekali bercocok tanam aku diminta oleh ibuku untuk membantunya dalam bercocok tanam.Disuatu hari aku diminta oleh ibuku untuk menanam satu buah bibit,lalu aku memilih satu buah bibit yang kecil dari antara yang lain,karena saat saya melihat bibit yang kecil itu saya teringat oleh sebuah kutipan dari alkitab yaitu Matius 17:20,saya memilih bibit yang kecil ini supaya kelak Ia saya rawat dan tumbuh menjadi tanaman yang bisa menjadi banyak manfaat bagi semua orang dan tidak hanya oksigennya saja yang dihasilkan olehnya semoga ia juga menjadi tanaman yang dari semua bagiannya bermanfaat bagi semua orang. 17

Lalu aku sekarang melakukan formasi di seminari menengah Wacana Bhakti,disini aku juga diajarkan banyak sekali tentang bagaimana cara merawat kehidupan diri serta lingkungan dan juga d seminari ini pun memiliki pilar sanitas (kesehatan).aku diajari banyak cara untuk merawat diriku dan juga cara merawat lingkungan sekitar.Ada beberapa contoh yaitu opera (bersih-bersih).Dan lewat ajaran seminari ini saya jadi semakin paham dalam merawat diriku dan juga merawat lingkungan di sekitarku,aku merasa bahwa dalam merawat kehidupan diriku,aku harus dapat menumbuhkan rasa peka di dalam diriku,agar aku semakin tahu akan keadaan tubuhku serta keadaan lingkungan yang ada di sekitarku. Opera adalah kegiatan bersih-bersih lingkungan seminari dan juga bisa lingkungan kamar sendiri.Dalam tulisan aku ingin menceritakan sedikit tentang pengalaman diriku tentang opera,suatu hari aku sebelum jam opera,aku terlebih dahulu melakukan siesta (tidur 18

siang),tetapi pada hari itu aku malas sekali dari bangunku yang sangat nyaman ini walaupun bel untuk bangun dan opera sudah terdengar dikupingku.Lalu aku pun merenung sedikit saat diriku ini yang masih setengah sadar dari tidurku,aku merasa bahwa jika diriku malas dan aku ini tidak ikut opera,berarti aku ini belum bisa membantu dalam merawat kehidupan dan juga aku merasa jika aku tidak melakukan opera lingkungan di sekitarku akan menjadi kotor dan tidak terawat.Aku pun langsung melawan rasa malasku,dan langsung bangun dan menuju tempat operaku dan membersihkan tempat itu.Aku pun setelah melewati rasa malasku hari ini aku pun berbuat janjiku kepada diriku,walaupun aku malas aku akan melawannya dan akan melakukannya,mungkin aku melakukannya dengan sedikit kemalasan.Dan di hari berikutnya kau pun kembali males opera tetapi karena aku sudah memiliki niat yang kuat aku kembali melawan rasa malas ku dan malah aku asik mengikuti opera ini. Aku merasa bahwa belajar merawat kehidupan dari kecil yang sudah dibiasakan sangat bagus karena aku dimasa depan akan merasakan bahwa kebersihan merupakan sebagian dari iman.Dan merawat kehidupan 19

juga merupakan bentuk rasa syukur aku terhadap Tuhan atas hidup yang Tuhan berikan kepada diriku.Melawan kebiasaan yang buruk pun aku merasa berguna karena aku pun dapat melakukan hal positif yang berguna bagi diriku saat aku melawan rasa-rasan dan kebiasaan burukku.Aku pun merasa bersyukur bahwa diriku dari kecil sudah Tuhan berikan orang-orang yang peduli akan kehidupan.Kedepannya aku pun akan selalu bersyukur serta merawat kehidupan untuk diriku dan sesamaku dengan menjaga lingkungan di sekitarku tetap bersih. 20

Ketenangan Hati dalam Pengaruh Lingkungan Oleh: Jacobi Carlo \"Belajarlah untuk diam. Biarkan pikiran Anda mendengarkan dan menyerap.\" - Pythagoras Suasana hati berasal dari cerminan hati yang juga berasal dari lingkungan yang berada di sekitar. Jika lingkungan yang terciptakan ini bersih dan rapi, maka suasana hati baik dan terdapat ketenangan dalam hati. Begitu juga sebaliknya, jika lingkungan yang tercipta kotor dan berantakan, suasana hati akan ikut berantakan dan kotor serta tidak ada ketenangan dalam hati. Ketenangan merupakan hal yang amat sangat dibutuhkan oleh seseorang untuk merenung kembali atau merefleksikan apa yang kita sudah dilalui, Menyadari pergumulan yang sedang dihadapi, Mencari Tuhan dalam peristiwa yang sudah dilalui, dan mencari solusi untuk masalah tersebut. Merefleksikan diri sendiri, baik hal-hal yang baik ataupun hal-hal yang buruk agar hidup berkembang mengarah kepada hal yang baik. Sedangkan 21

bila tidak mendapatkan ketenangan, seseorang tidak akan bisa merefleksikan diri sendiri karena terfokus pada apa yang di luar dan tidak waktu atau tidak dapat untuk membenahi diri yang di dalam. Selain dengan kebersihan lingkungan dan juga ketenangan. Dibutuhkan juga keheningan batin. Keheningan batin. Dalam ketenangan, dibutuhkan juga keheningan batin. Keheningan batin ini memberikan rasa fokus di dalam batin kita yang membuat suatu ketenangan untuk bisa meresapi apa yang sudah terjadi pada hari ini. Untuk memberikan ketenangan, dibutuhkan keheningan internal dan ketenangan eksternal. Keheningan eksternal adalah sebuah keheningan suasana atau di lingkungan sekitar. Keheningan internal merupakan keheningan yang berasal dari dalam diri untuk bisa memfokuskan diri dalam batin. Ketenangan untuk dapat diraih dengan mendasar dari 2 keheningan tadi. Kedua keheningan harus stabil dan seimbang. Kalau salah satu berat sebelahnya, terdapat sebuah akibat atau ketenangan yang hanya akan 22

terjadi tidak utuh atau sesuai. Jika hanya ada keheningan internal, hati yang sudah siap untuk tenang namun terganggu dengan suara-suara luar yang riuh. Sedangkan jika hanya ada keheningan eksternal, hati yang belum siap untuk memunculkan perasaan tenang. Seseorang membutuhkan perasaan ketenangan untuk bisa melihat kehadiran Tuhan dalam semua aktivitas atau hal-hal yang telah dialami. Seperti yang pernah tertulis pada Injil Matius 6:6 “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.” Disitu diketahui juga untuk mengetahui dibutuhkan suasana yang hening dan tenang serta kefokusan hati atau batin untuk bisa melihat Tuhan di keseharian kita dan juga apa yang ingin Tuhan katakan dalam keseharian. 23

Ketenangan merupakan hal yang amat penting untuk bisa melihat Tuhan dalam keseharian. Ketenangan dapat diraih dengan suasana mendukung seperti, lingkungan yang bersih, suasana yang hening dan juga kesiapan hati. Maka dari itu Tuhan akan menampakkan dirinya kepada manusia. Jadi usahakanlah untuk mendapatkan tempat yang sesuai untuk bisa mendapatkan ketenangan. 24

BERAT RASANYA Oleh : Benedictus Singgih Triwiranto Memilih merupakan sebuah momen ketika kita sebagai manusia dihadapkan pada pilihan untuk meneruskan karya dalam melewati rintangan kehidupan seperti memilih antara udang atau indomie untuk makan malam ini. Lain halnya denganku, aku dituntut menentukan jalan hidupku selanjutnya sejak aku menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama atau SMP. Aku diminta memilih SMA umum atau asrama calon imam. Motivasi silih berganti datang padaku untuk memilih jalan hidup dengan melayani Tuhan, menyerahkan seluruh bagian perjalanan ini untuk mencari kemuliaan Tuhan. Aku sungguh tidak mengetahui apa maknanya untuk dapat menyerahkan diri 100% pada Tuhan. Saat itu, aku hanya diberi gambaran bahwa menjadi imam akan memiliki kehidupan yang terjamin kelak. Tak pernah terpikirkan olehku untuk menjadi 25

seorang imam dengan segala ketidaklayakan dan keterbatasanku yang masih terikat dengan materi-materi duniawi. Hingga suatu saat ada seorang imam yang mengatakan pada kakak saya yang kebetulan sudah memilih jalan panggilan imamat terlebih dahulu. “Bagaimana adikmu? apakah jadi masuk ke dalam seminari?” Tanya seorang romo pada kakak saya. “Belum tau romo, mama masih memusingkan pembiayaan untuk kedepannya.” Kakak saya menjawab dengan hati-hati. “Jangan takut untuk permasalahan ekonomi Soegiho, sampaikan pada mamamu untuk coba daftar saja dulu, jika memang dibutuhkan saya dapat membantu mencarikan donatur.” Jawab romo tersebut pada Soegiho. * “Ma, itu Singgih jadi masuk atau tidak? Tadi ditanya oleh romo Bene.” Tanya Soegiho pada mamanya ketika melakukan kunjungan virtual dikarenakan masa pandemi. “Belum tau nak, mama masih belum yakin akan kemampuan ekonomi keluarga kita.” Jawab Elis pada 26

anaknya dengan harap-harap cemas. “Ma tenang, romo Bene akan membantu, yang penting mama yakinkan terlebih dahulu apakah Singgih benar-benar memiliki keinginan masuk seminari.” Jawab Soegiho dengan harapan adiknya akan mengikuti jalannya menuju imamat suci. * “Singgih, ayo ikut mama ngeprint formulir pendaftaran ke seminari!” Tegas mama dalam suatu kesempatan ketika mencari makan malam. “Untuk apa ma? Siapa yang mau masuk seminari?” Jawab Singgih penasaran. “Ya untuk kamu dong! Ayo dipercepat, mulai besok kamu akan les untuk tes masuknya.” Jawab mama menggelora. “Aku ga mau ma! Jangan maksa gitu dong! Aku belum siap masuk ma, nanti ya lulus SMA.” Jawab Singgih dengan sedikit memberontak pada mamanya. “Tidak, tidak akan mama kasih! Jika kamu memasukinya saat lulus SMA, bisa saja panggilanmu hilang!” Jawab mama tidak ingin ada bantahan lagi. * 27

Dalam heningnya malam, Tuhan mendengarkan banyak doa yang serius dipanjatkan oleh orang banyak salah satunya adalah Singgih. “Tuhan bagaimana ini? Apakah aku harus meninggalkan segala kenyamanan ini? Apakah aku dapat menjalani pelajaran-pelajaran berat jika aku mengikuti Engkau? Tuhan Yesus, aku berjanji jika aku tidak diterima aku akan berbahagia walau mungkin mama akan kecewa namun, ketika aku diterima aku pun berjanji akan bersemangat menjalani apa yang Kau kehendaki.” Rintih Singgih ditengah-tengah sunyinya malam. * Waktu terus berjalan, tidak akan pernah bisa dihentikan, semua perjalanan mengisi formulir walau sudah gelombang dua, kemudian mengikuti les dengan sepenuhnya emosi karena Singgih merupakan orang yang berada di menengah kebawah dalam hal intelektual, harus menambah jam belajar, hingga momen yang dinantikan datang. Hari itu, di tengah bisingnya siang dengan segala aktivitas keseharian, notifikasi pun muncul pada pop up 28

layar hp Bu Elis. “Mas! Mama dapat surat cinta dari seminari nih.” Panggil mama pada Singgih dengan wajah khawatir. “Kenapa ma? Paling juga surat cinta pembayaran SPP.” Jawab Singgih menyepelekan surat yang dikirimkan. “MAS!!! Sini!!!” Suara mama memberat setelah membuka isi suratnya. “Iya iya ma, sebentar” Jawab Singgih menyadari perubahan suara mama. Sesampainya di ruang tamu dan Singgih bertemu dengan mama, lalu bertanya “Ada apa ma heboh banget dari tadi?” “Nak, kamu diterima di seminari!” Paksa mama bersuara dengan menitikkan air mata. Singgih pun hanya bisa berdiam diri merenungkan apa yang mama sampaikan. * “Tuhan apakah ini jalanMu? Apakah ini kehendakMu?” Gumul Singgih dalam hatinya, kelabu antara senang dan sedih. “Aku harus meninggalkan rumah, keluarga tercinta, teman-temanku, makanan-makanan yang selama ini menjadi kenyamananku Tuhan. Disana juga pasti akan berat 29

dengan segala pelajarannya ditambah tidak ada bantuan teknologi yang selama ini aku gunakan. Mengapa Engkau memintaku untuk keluar dari zona nyaman ini?” Sebal Singgih dalam hatinya pada Tuhan. Hari-hari terlewati setelah mendapat kabar diterima, Singgih berusaha mencari alasan untuk tidak masuk ke seminari melalui teman-temannya namun, rupanya teman-temannya berada dalam pihak Allah. Mereka memberi semangat pada Singgih untuk meneruskan perjalanan hidupnya dengan apa yang diusahakannya. “Ya Tuhan mengapa Engkau sedemikian tega padaku? Bahkan ketika aku menginginkan teman-temanku untuk menahanku tetap bersamanya, Engkau memberi pikiran mereka untuk menyemangatiku dalam jalan panggilanMu?”Sungut Singgih dalam hati. * Hari terus dilewati dengan harus berusaha “menikmati” masa terakhir bersama apapun yang Singgih miliki dalam kehidupannya. Singgih terus mengolah pergumulannya yang tidak siap meninggalkan 30

lingkaran nyamannya juga kekhawatiran pelajaran yang pasti akan lebih berat dan tidak ada bantuan teknologi. Singgih terus-terusan tidak memiliki semangat menjalani hari. Singgih sungguh merasa takut akan kehidupannya ketika harus serba mandiri, termasuk dalam pelajaran. Bahkan ketika menyiapkan barang-barang keperluan seminari, Singgih tidak ikut ambil bagian dan membiarkan mamanya yang menyiapkan segalanya untuknya. “Yah mas, sebentar lagi mama kehilangan kamu, teman ngobrol mama, teman jalan mama, bahkan teman mama ketika mama terpuruk.” Mama menunjukan betapa sedih dirinya akan ditinggal oleh anak kesayangannya. “Haha iya ma, jangan kangen ya!” Jawab Singgih menahan tangis yang mengucur deras di dada. * Hari berlalu, Singgih menghabiskan masa terakhirnya dengan memenuhi apa yang dia inginkan sebelum meninggalkannya. Kini tiba saatnya dengan penuh gelisah memasuki fase baru, hidup berasrama dan 31

jauh dari mamanya. 7 Juli 2021 Singgih diantar hingga pintu masuk seminari, dengan segala ketidak sediaannya, Singgih telah berjanji akan menjalani jalan kehendak Tuhan yang telah diberikan padanya. Di akhir pertemuan dengan mamanya, Singgih hanya berucap “Jangan suka marah-marah ya ma, kasihan adik-adik kalau mama terus memarahi mereka. Mama harus lebih sabar, jangan terlalu takut untuk Singgih ya ma, untuk pelajaran Singgih tau Singgih mungkin akan membutuhkan penyesuaian, mama harus bersabar menunggu Singgih untuk dapat menghasilkan nilai-nilai yang bagus ya! Singgih pasti akan membanggakan mama.” Tegas Singgih dalam kalimat perpisahan dengan mamanya. “Iya nak, yang betah ya nak jangan kepikiran dunia luar terus, kamu harus fokus, ingat pesan bapak bahwa kamu sudah berkomitmen ketika memilih jalan ini.” Jawab mama ketika memeluk anaknya untuk terakhir kalinya Perlahan, punggung Singgih mulai tidak terlihat, tertutup gerbang masuk seminari diantar oleh seorang frater dengan membantu membawakan barang-barang 32

bawaan. “Tuhan lindungilah anakku, sertailah ia senantiasa dalam panggilannya.” Satu doa terbesar dipanjatkan oleh Bu Elis untuk anak tercintanya. 33

BAKAT DARI TUHAN Oleh: F. Luis Menosa Mat 25:29 “Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil daripadanya.” Hai!, namaku Luis. Pada kesempatan kali ini, aku ingin menceritakan tentang “Bakat” aku. Aku lahir pada tanggal 12 Januari 2006, selama menjalani kehidupan. Aku sangat bangga dengan diri aku sendiri, mulai dari ketika aku duduk di bangku TK A, aku sangat suka menggambar dan bisa dikatakan gambar - gambar aku ketika di bangku TK A sangat - sangat bagus dan menarik. Menggambar pada saat itu, adalah bakat pertamaku yang kutemukan di dalam diriku. Sesampai dimana aku sudah duduk di bangku 1 SD, bakat 34

menggambarku sudah bukan menjadi bakat lagi. Tetapi aku menemukan bakat baruku, yaitu membaca dan bermain musik. Ketika aku duduk di bangku 1-2 SD, saya sangat suka pergi ke tempat perpustakaan sekolah lalu membaca buku - buku disana, seperti tentang Flora & Fauna, Fiksi, dan terutama buku yang berjudul “WHY?”. Bermain musik adalah hobiku, tidak hanya mengeluarkan suara - suara yang indah dan merdu, tetapi membuat saya tertantang untuk memainkan alat musik tersebut. 2 Tahun sudah berlalu, aku pindah sekolah dari Jakarta ke Bekasi. Ketika aku duduk dibangku 3 SD - 6 SD, aku menemukan bakat - bakat baru. Yaitu menari, menyanyi, bermain futsal, dan mengikuti drama. Selama 4 Tahun ini, aku mendapatkan banyak prestasi, mulai dari 2X Juara 1 Modern Dance, Juara 2 Lomba Futsal, Juara 2 Lomba Menyanyi, dan Juara Favorit Drama Terbaik. Setelah sudah 6 Tahun berlalu, akhirnya aku lulus dan masuk ke sekolah SMP. Aku mulai mengembangi 35

seni musik dan futsal, seiring berjalannya waktu aku menemukan bakat baruku lagi yaitu berbicara menggunakan Bahasa Inggris, Pencak Silat, dan Beatbox. Aku sangat bangga karena Tuhan memberikan aku semua bakat ini kepadaku. Terutama, Tuhan memanggilku untuk masuk ke Seminari. Ditempat ini, aku bisa mengembangkan lebih dalam bakat - bakat yang aku punyai. Tidak dikembangi saja, melainkan dapat menampilkan ke umat - umat untuk memuliakan nama Tuhan. Aku sangat bangga akan bakat seni musikku, aku bisa masuk PSCC dan bisa mengikuti WBSO karena aku mau/niat/serius dalam seni musik. Mungkin beda cerita, jika aku malas - malasan dan tidak menggunakan bakat seni musikku dan bakat - bakat lainnya dengan niat/serius. Bisa seperti bakat Menggambarku yang menghilang begitu saja, karena aku tidak serius dalam mengembangkan bakat menggambarku. Seperti pada bacaan Matius 25:14-30, perumpamaan tentang talenta. Jika aku sudah diberikan talenta oleh Tuhan, maka aku harus bisa memaksimalkan dan menggunakan bakat itu dengan baik. 36

Ketika Tuhan sudah memberikan aku talenta yang sesuai dan aku tidak memaksimalkannya, maka Tuhan akan mengambil talentaku dan diberikan kepada orang lain. Maka, disitulah aku membuat sebuah komitmen untuk diriku. Aku harus menggunakan bakat - bakat yang sudah diberikan oleh Tuhan kepadaku, untuk memuliakan Tuhan dan untuk sesama. Suatu saat, aku pernah menyombongkan hasil usaha kerasku ketika aku bisa bermain gitar. Disaat itu aku berkata “Gua pengen pamer skill gitar gua” lalu aku bermain dan mereka terpukau. Pada saat itu, aku langsung merasa bahwa aku jago di dalam seni musik dan mungkin aku bisa menggunakan hal ini untuk mencari perhatian. Seperti ketika ada lomba band, aku ikut, ketika koor gereja membutuhkan gitaris sebagai iringan, aku mengajukan diri, ketika Ujian Praktek Seni Musik, aku yang mengambil ahli untuk mengurus kelompok aku, dan masih banyak lagi. Hingga suatu saat, teman - teman aku sepertinya sudah “muak” dengan aku karena selalu mengambil kesempatan untuk teman - teman aku yang belum mendapat kesempatan tersebut. 37

Bahkan, ketika teman - temanku membutuhkan aku untuk mengajari cara memainkan alat musik atau cara bernyanyi. Aku tidak peduli dan aku tidak mau membantu, karena biarkan mereka latihan sendiri. Supaya aku bisa menjadi yang paling hebat di seni musik. Setelah beberapa tahun kemudian yang sudah kulewati, aku sadar. Bahwa selama ini, yang membuat teman - temanku kesal, muak, jarang meminta bantuan kepada aku. Karena, dari diriku sendiri sudah sombong, pelit, dan lain - lainnya. Seperti ketika teman - temanku membutuhkan bantuan untuk bagaimana cara memainkan alat musik, aku tidak mau membantu. Disitulah aku sadar bahwa ini salah, aku lebih mementingkan diriku sendiri untuk menjadi yang lebih baik dan ingin mencari perhatian. Aku lebih mementingkan itu daripada membantu atau memberikan kesempatan kepada teman - teman yang lain, sebab itulah yang membuat pertemananku kurang positif, melainkan menuju ke hal yang negatif. Membantu sesama adalah hal yang positif, karena tidak hanya aku saja yang bisa dan mempunyai ilmu itu sendiri, 38

melainkan teman - temanku yang lain juga mendapatkan hal - hal yang sama. Seperti yang Tuhan inginkan adalah membantu sesama. 39

My Friend Oleh: Y. K. Satrio Adi Bagaskara Selama bertahun - tahun aku hadir dan memiliki teman dirana komunitas seperti apapun aku belum pernah merasa bahwa diriku memiliki seorang sahabat yang sangat dekat denganku dan mengenal sangat satu sama lain. Mungkin diriku yang kurang terbuka atau apapun aku saat itu tidak mengerti. Menurutku definisi teman dan sahabat itu berbeda, teman itu adalah seorang yang menjadi objek relasi ku untuk belajar bersama dan menjalani hidup yang bersama. Jika sahabat itu menurutku seorang yang lebih dekat dengan kita walaupun terpaut jarak, dekatnya seorang sahabat itu dalam situasi apa saja, dan mungkin jika aku memiliki memiliki sahabat aku lebih berani untuk terbuka karena memang sudah mengenal betul seorang sahabat yang dapat dipercaya dan menceritakan cerita - cerita yang mungkin itu sangat bersifat bagi privasi ku. 40

Selama aku berpindah - pindah tempat tinggal dan sekolah aku sudah menemukan banyak teman yang memiliki sifat berbeda - beda, beda dari teman - teman yang lain diriku setelah lulus pasti tidak pernah dekat dengan teman - teman alumniku mungkin karena jauh. Saat masuk seminari pun begitu dengan teman - teman SMP ku aku pun tidak dekat lagi atau sudah mulai rengganglah. Mungkin faktor aku sampai sekarang tidak memiliki seorang sahabat, mungkin dengan orang yang lama - kelamaan menjauh, rasa kepercayaan terhadap orang lain ini mungkin pudar dan gampang untuk melupakan seseorang itu, dan mungkin juga usaha ku untuk kembali menjalani relasi ini nihil, sehingga dengan mudah aku kehilangan teman - teman yang sebenarnya pribadi nya aku percaya untuk tempat cerita. Mungkin ada orang yang menjadi sahabat di sekitarku tetapi aku tidak menjaganya. Setelah semua rasa kepercayaan yang selalu meliputiku kepada orang ini menguasai diriku saat di Seminari aku baru sadar jika selama ini ada seorang sahabat yang selalu menemaniku apapun keadaan nya, tapi aku selalu melupakanNya, Tuhan Yesus selama ini adalah sahabat yang tak 41

kusadari kehadirannya Ia selalu memberikan kebahagiaan saat aku bertarung dengan keegoisan dan emosi, dan Ia memberiku jalan keluar untuk masalah - masalah yang terjadi. Yesus sebagai seorang sahabat yang mengerti diriku karena memang pada dasarnya Yesus turun dengan jiwaNya sendiri untuk bersatu dengan komunitas manusia sebagai Mesias yang nyata dari Allah BAPA. Dalam kehidupan di Seminari aku perlahan - lahan mulai disadarkan dengan kehadiran Tuhan dalam hidupku dan Ia selalu bersama ku. Dalam menjalani persahabatan dengan Tuhan aku harus mulai percaya kepadaNya awal yang tepat adalah untuk jujur kepada Tuhan dalam doa, jujur dengan apa yang dirasakan hari ini, jujur tentang perasaan jatuh cinta atau rasa kesal yang dirasakan, jika diriku masih belum dapat jujur dengan Tuhan berarti diriku masih belum percaya Tuhan sebagai sahabat ku, kejujuran diriku biasanya diutarakan dengan doa yang sangat khusyuk dari situ aku dapat mengobrol dengan Tuhan dan mulai bercerita tentang yang kurasakan hari ini. 42

Semenjak aku mulai perlahan berjalan bersama Tuhan dan memiliki sebuah hubungan sahabat dengan Tuhan aku pelan - pelan dapat menjadi orang yang dapat mempercayai dan tidak meragukan orang lain. Sejauh ini saat diriku sudah bersahabat dan menjalani relasi rohani ini dengan Tuhan aku dapat menjadi seorang yang mulai terbuka dengan orang lain. Menjadi orang yang saat pertama acuh dengan sebuah relasi dengan teman dan sahabat sehingga saat aku menjalani relasiku dengan Tuhan awalnya pun aku belum bisa jujur seutuhnya tetapi sekarang dibantu dengan Tuhan sebagai sahabat kekal ku aku mencari lagi seorang sahabat yang hilang dan belajar lagi untuk membangun relasi kembali. Bersama Tuhan Yesus sebagai seorang sahabat Dia mengerti sahabat seperti apa yang aku butuhkan, jadi mungkin Tuhan membantuku melalui kriteria kemauan ku yang Ia pun sudah tau. Seorang sahabat yang menjadi tempat untuk bercerita dan menyelesaikan masalah ternyata selama ini ada di hati nurani ku tapi aku tidak menyadari kehadirannya, Dia seperti bagian yang hilang dari sebuah relasi dalam diriku. 43

DE IMITATIONE CHRISTI Oleh: Efrem Christian Nayaka Suryatama Saya saat ini menjalani masa pendidikan di Seminari Wacana Bhakti sebagai calon Imam Gereja Katolik Roma. Tentu, sangat bahagia saya menjalani masa pendidikan di Seminari ini. Sejak memasuki SD saya sangat ingin menjadi seorang Imam. Saya merasa terpanggil ketika saya melihat seorang Pastor paroki saya yang saya kagumi. Saya juga tiba-tiba ada pikiran dan imajinasi untuk menjadi seorang yang menjalankan misi. Saya mewartakan. Ini pertama kali saya merasa terpanggil. Saat SMP saya semakin teguh untuk menanggapi panggilan ini. Sehingga saya memutuskan untuk mendaftar ke seminari. Tuhan mengenalkan Seminari Wacana Bhakti pada saya melalui kakak kelas saya yang sudah menjalani pendidikan di seminari. 44

Pada 7 Juni merupakan hari dimana hari yang paling menggembirakan. Pertama kali saya menginjakan kaki di Seminari Wacana Bhakti. Saya dari dulu sudah membayangkan bagaimana hidup di Seminari ini? Saya mendengar saudara saya di seminari sungguh menyenangkan. Saya akhirnya bisa menjalani pendidikan sebagai calon imam di seminari. Banyak sekali hal yang membuat saya sangat gembira di seminari ini. Ada teman-teman yang beragam dan menghibur saya selama panggilan ini. Saya juga sangat terhibur di seminari ini karena saya bisa main basket bersama-sama dan bola bersama-sama. Di seminari juga saya dan teman-teman komunitas saya bersama-sama menjalani ibadat. Melalui kebersamaan di komunitas membuat saya menjadi gembira dalam menjalani panggilan ini. Seminari membuat saya gembira untuk menjalani panggilan ini. Mungkin banyak yang bertanya apakah di seminari semuanya menggembirakan? Saya juga berharap seperti itu. Menjalani panggilan ini dengan gembira. Tapi, saya sering mengalami kesulitan saat 45

menjalani panggilan ini. Saya ketika mendapat pengalaman ini membuat saya menjadi turun panggilan ini. Pengalaman desolasi memang sangat menyakitkan bagi para seminaris. Ketika saya memasuki pengalaman ini dan bergumul memang sangat menyakitkan. Saya selalu bertanya apakah Tuhan ada selalu disisi saya selama panggilan ini? Pertanyaan ini yang selalu terngiang di kepala saya. Selama di seminari pergumulan utama yang saya rasakan yaitu ketidakcocokan saya dalam menjalani hidup komunitas yang memiliki beragam sifat yang mewarnai hidup hidup panggilan ini. Namun, karena beragam sifat inilah yang membuat saya susah untuk beradaptasi dan menerimanya. Musuh kedua saya dalam menjalani panggilan yaitu kesulitan dalam studi. Selalu khawatir ketika banyak tugas yang diberikan kepada saya. Tugas juga banyak sekali yang menggunakan komputer. Tapi, jam komputer di seminari terbatas sekali. Saya kadang mengeluh mengapa sangat terbatas sekali jam komputer ini. Sehingga muncullah keirian saya kepada teman-teman saya yang di luar. Mereka masih bisa menikmati komputer yang tidak ada batasannya. 46

Setiap saat ada waktunya bergumul. Saya saat bergumul memendamkan semuanya. Memikirkan sendiri dan berusaha mengatasi pergumulan yang saya alami ini. Saya merasa jauh dengan Tuhan saat mengalami pergumulan ini. Saya merasa Tuhan jauh dari saya dan tidak disisi saya. Suatu ketika saya mengikuti jadwal komunitas di seminari yaitu “Bacaan Rohani.” Di waktu ini para seminaris membaca yang berhubungan dengan rohani supaya mengenal Tuhan lebih mendalam. Di waktu ini bisa membaca tentang santo dan santa. Kita bisa meneladani mereka supaya bisa lebih dekat dengan Tuhan. Saat itu saya membaca buku “Berdoa Dengan Jujur” karya William A Barry SJ. Buku yang sangat bagus bagi saya. Saya membaca dan buku ini membuat saya tersentuh. Saya diajak untuk secara terbuka jujur pada Tuhan. Membangun relasi yang baik dengan Tuhan seperti layaknya seorang sahabat. Dalam kesulitan cerita masalah itu. Selama pergumulan saya seringkali mengatasi pergumulan saya sendiri. Mungkin Tuhan bertanya kepada kita mengapa engkau tidak menceritakan kepada-Ku? Namun saya juga bertanya mengapa saya sudah doa kepada Dia namun kenapa 47

belum dijawab? Ini juga menjadi pertanyaan saya. Saya menyadari bahwa saat doa saya hanya menduga apa yang menjadi jawaban Tuhan. Seringkali hanya mereka-reka jawaban dari-Nya. Saya mengikuti untuk mau terbuka. Hiburan batin seketika saya dapatkan. Saya merasakan Tuhan menjawab dan mendengar segala pergumulan saya. Saya terhibur oleh-Nya. Saya merasakan kehangatan yang Dia beri. Saya menghadapi pergumulan menjadi lebih ringan. Saya juga menjadi kuat dan tangguh. Saya menyadari bahwa kadang pergumulan yang saya hadapi itu berasal dari kejenuhan dan ketidak tekunan saya. Saya lebih memilih untuk mencari hiburan saya sendiri. Hiburan yang memuaskan nafsu dan memuaskan diri sendiri. Saya terlarut dalam godaan. Saya harus menahan semua ini. Seperti buku yang pernah baca yaitu “Mengikuti Jejak Kristus” karya Thomas A Kempis. Ketika kita menuruti keinginan kita pasti akan menyesal. Saya merasakan betul penyesalan ini. Sehingga saya sangat bersyukur mendapatkan pergumulan ini yang saya hadapi. Penderitaan adalah suatu rahmat dari Tuhan juga. Dari penderitaan ini saya bisa belajar dan bertumbuh. 48

Saya telah menanggapi dan ingin mengikuti jejak Kristus. Saya menyadari salib yang saya panggul adalah tanggung jawab saya sebagai seorang pengikut Kristus yang ingin mengikuti jejak-Nya. Seperti ayat yang saya saya kagumi yaitu Lukas 9 ayat 23, “Kata-Nya kepada mereka semua: ”Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.” Saya harus berani menyangkal diri saya yang hanya mementingkan kesenangan yang dapat memuaskan saya. Saya harus berani melawan itu. Menyangkal kesenangan saya dan berani mengikuti kehendak Tuhan. Walau sulit tapi itu adalah salib yang saya pikul. Berani memikul salib untuk mau mengikuti Yesus. Ini adalah tanggung jawab saya. Pergumulan memang sulit tapi layak untuk dijalani. Dalam pergumulan saya bisa berelasi dengan Tuhan lebih dekat. Lebih berkembang dengan baik dari sebelumnya. Saya harus kembali dan dekat dengan Tuhan jika saya merasa adalah suatu masalah. Bukan menghindar dari-Nya. Seperti yang dikatakan dalam Injil 49