Inspirasi Gugum dari ketiga hal tersebut kemudian menghasilkan Tari Ronggeng Ketuk Tilu. Pada tahun 1979, Tari Ronggeng Ketuk Tilu berhasil dipentaskan di Hong Kong. Sebelum menjadi tari pertunjukan, tari ini merupakan tarian pasangan kemudian berkembang menjadi tari pergaulan masyarakat. Tari Ronggeng Ketuk Tilu mulai dikenal masyarakat dan ditampilkan dalam berbagai festival. Namun, Gugum sempat mengalami kesulitan karena nama Tari Ronggeng Ketuk Tilu tidak boleh digunakan. Tari Ketuk Tilu masih hidup sehingga tari kreasi Gugum harus diganti namanya. Pencarian nama untuk kreasi tarian Gugum bermula saat ia menonton pertunjukan Topeng Banjet Dewi Asmara yang dibawakan oleh Ijem dan Alishahban. Dalam pementasan, terdapat ucapan Jaipong, yaitu kata untuk meniru bunyi pukulan gendang yang terdengar seperti “blaktingpong”. Dari inspirasi tersebut lahir nama Jaipong yang dikenal hingga saat ini. Menurut buku Gugum Gumbira; Dari ChaCha ke Jaipongan, gerakan-gerakan Tari Jaipong dikenal dengan istilah 3G, yaitu singkatan dari Geol (gerakan pinggul memutar), Gitek (gerakan pinggul menghentak), dan Goyang (gerakan ayunan pinggul tanpa hentakan).
Orang-orang umumnya mengenali bahwa Jaipongan adalah tari Sunda yang memiliki gerak dinamis, atraktif dan sensual dengan iringan irama musik yang bernada riang sehingga mampu mengundang orang untuk ikut bergoyang. Gerakannya dianggap menggambarkan karakteristik perempuan Sunda masa kini. Misalnya, gerakan cinges, yaitu gerakan badan dan kaki yang menggambarkan sosok perempuan yang gesit untuk menghadapi setiap tantangan kehidupan dengan antusias.Lalu ada gerakan galeong, ciri khasnya berupa lirikan mata serta senyum genit yang menggambarkan karakter perempuan yang centil. Gerakan tangan dan kaki yang terbuka lebar menggambarkan perempuan Sunda masa kini memiliki karakter yang jujur dan kuat. Sedangkan liukan tubuh yang lentur dari ujung kepala hingga kaki menggambarkan karakter perempuan Sunda yang lembut dan tidak kaku. Pojok Baca Prapanca di Rutan Pajangan ……………………………………………. Pojok Baca Perpustakaan di Rumah Tahanan kelas IIb Bantul dibuka sejak tahun 2017 melalui penandatangan MoU antara kepala SMAN 2 Bantul dan kepala Rutan Bantul. MoU telah diperpanjang pada tahun bulan Maret 2022. Layanan yang diberikan adalah pembukaan pojok baca di Rutan dengan penggantian buku secara berkala setiap 2 bulan sekali. Layanan yang diterima oleh SMAN 2 Bantul berupa pendidikan karakter untuk siswa SMAN 2 Bantul. MoU dengan kepala Rutan untuk pembukaan Pojok Baca Perpustakaan Prapanca
Penyerahan buku secara simbolis dari kepala SMAN 2 Bantul kepada kepala Rutan Bantul pada penggantian buku secara berkala
Layanan Pojok baca Rutan Pajangan Koleksi Buku di Rutan Pajangan Bantul
Display Buku Baru berupa Gunungan Buku ……………………………………………… Gunungan merupakan struktur/karya berbentuk kerucut atau segitiga (bagian atas meruncing) yang terinspirasi dari bentuk gunung (api). Secara lebih khusus, pewayangan dan tradisi grebeg menggunakan istilah ini untuk dua hal yang berbeda. Pada acara grebeg, gunungan merupakan susunan berbagai bahan pangan dan makanan yang ditata berbentuk kerucut menyerupai gunung. Gunungan ini nantinya akan dirayah atau diperebutkan oleh penonton acara, umumnya sebagai tanda syukur. Gunungan menjadi penanda paling menonjol dalam upacara grebeg yang dilakukan pihak kraton Jawa, yaitu pada upacara grebeg (atau garebeg) Mulud (sebagai bagian rangkaian perayaan Sekaten), grebeg Sawal, dan grebe Besar. Terdapat beberapa macam gunungan dan penyertanya yang diarak pada upacara grebeg. Penyerta gunungan yang juga diarak adalah picisan, songgom, tebok angkring, dan keranjang berisi beras. Penyerta ini adalah persembahan yang akan diberikan kepada petugas upacara di masjid. Gunungan buku digunakan sebagai display buku baru menyimbolkan bahwa keilmuan yang berada di dalam buku itulh yang akan dirayah atau diperebutkan oleh pemustaka. Display Buku Baru dalam Gunungan Buku
KOMPONEN 6 KOMPONEN PENGUAT No. Aspek Penguat Pilihan Bukti Fisik Jawaban 6.2 Keunikan a. 6 buah atau - daftar buku Braille 2 Jenis keunikan (koleksi berkebutuhan lebih - daftar buku referensi budaya khusus , model layanan, lokasi - model layanan sudut baca perpustakaan, desain tata ruang, desain gedung, alat peraga, mainan, Rutan Pajangan alat-alat keterampilan, dll.) - daftar alat peraga budaya - daftar alat peraga pendidikan - daftar alat hasil penelitian - daftar alat permainan tradisional - daftar game edukasi - alat keterampilan membatik - alat sinematografi PERPUSTAKAAN PRAPANCA SMA NEGERI 2 BANTUL 2022
PERPUSTAKAAN PRAPANCA SMA NEGERI 2 BANTUL Jalan R.A. Kartini, Trirenggo, Bantul. Tlp. (0274) 367309. Faks. (0274) 367309 Laman: www.sman2bantul.sch.id. Email: [email protected]. Kode Pos 55714 KEUNIKAN KOLEKSI No Komponen Sub komponen Jumlah 1 Koleksi berkebutuhan Buku braille 14 eks khusus Buku – buku Referensi Budaya 146 judul 2 Model Layanan Data base tanaman dengan QR Code 1 unit Sudut Baca di Lapas Pajangan 1 unit 3 Lokasi Perpustakaan Gunungan buku 1 unit 4 Desain Tata Ruang Pojok Ngayogyakarta 1 unit 5 Alat Peraga Denah Lokasi 1 unit Desain Tata Ruang 1 unit 6 Mainan Anak Alat Peraga Budaya 37 macam 7 Alat-alat Keterampilan Alat Peraga Pendidikan 11 macam Pengembangan Hasil Penelitian 3 unit Alat Permainan Tradisional 2 macam Game Edukasi 2 macam Perlengkapan Membatik 1 set Alat Sinematografi 1 set Mengetahui, Bantul, April 2022 Kepala SMA Negeri 2 Bantul Kepala Perpustakaan ISTI FATIMAH, M.Pd. NUR KHABIBAH, S.Pd. NIP. 19660610 198811 2 003 NIP. 19770716 201406 2 005
DAFTAR KOLEKSI BERKEBUTUHAN KHUSUS 1. BUKU BRAILLE NO JUDUL BUKU JUMLAH KATERANGAN 6 1 Majalah Braille Indonesia Gema Braille Edisi Dewasa 6 2 Majalah Braille Indonesia Gema Braille Edisi 1 Anak dan Remaja 1 3 Belajar Baca Tulis Arab Braille 4 Susu & Yoghurt Kedelai Koleksi buku braille perpustakaan Prapanca SMAN 2 Bantul
2. DAFTAR BUKU REFERENSI BUDAYA NO JUDUL BUKU JUMLAH KATERANGAN 1 Agama Jawa 4 2 Aku Ini Binatang Jalang 5 3 Amangkurat 5 4 Amongraga dan Tembang Laras 5 5 Antologi Artikel Mengapa Tidak Bertanya 1 6 Antologi Cerita Cekak 5 7 Antologi Esai dan Puisi 1 8 Antologi Esai Sastra-Budaya Jawa 5 9 Antologi Geguritan Mangirit Gurit 5 10 Antologi Kritik/ Esai Bahasa dan Sastra Kerling 1 11 Antologi Macapat 2 12 Antologi Naskah Drama 1 13 Antologi Naskah Drama Surga Yang Aku 1 Nantikan 4 14 Antropologi Budaya 8 15 Arkeologi Majapahit 5 16 Babad Ki Ageng Mangir 4 17 Babad Walisongo 5 18 Bangunan Suci Sunda Kuno 1 19 Berpikir dan Menjadi Kaya 5 20 Bisma Dewabrata 5 21 Bisma Mahawira 1 22 Budaya Yogyakarta Menuju Peradaban Dunia 1 23 Budi Oetama 1 24 Centhini Jilid XI 1 25 Centhini Jilid XII 4 26 Di Balik Pilar-Pilar Museum 1 27 Ensiklopedi Sastra Jawa 3 28 Ensiklopedi Wayang 5 29 Etnis dan Perantauan di Aceh 5 30 Etnoarkeologi Gambar Tangan 2 31 Falsafah Kepemimpinan Jawa 1 32 Falsafah Kepemimpinan Jawa 13 33 Gambar Tangan Gua-Gua Prasejarah 5 34 Gamelan Digul 4 35 Gati Wicara 1 36 Geger Bumi Majapahit 2 37 Geger Bumi Mataram 5 38 Gita Wicara Jawi 3 39 Ilmu Jiwa Jawa 5 40 Indonesia: Tanda Yang Retak 5 41 Jawa-Islam-Cina 1 42 Jogja City Guide 5 43 Kalatidha 1 44 Kamus Baoesastra Djawa
NO JUDUL BUKU JUMLAH KATERANGAN 45 Kamus Dasanama 2 46 Kamus Istilah Karawitan 1 47 Kamus Jawa Kuna-Indonesia 3 48 Kamus Jawa-Kawi 2 49 Kamus Praktis Jawa-Indonesia 1 50 Karakter Batak 5 51 Kebebasan dan Kebudayaan 5 52 Ke-Indonesiaan Dalam Budaya 9 53 Ken Arok Ken Dedes 5 54 Kesetaraan Gender dalam Adat Inti Jagad 10 55 Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah 5 56 Kidung Tantri Kediri 3 57 Kitab Kritik Sastra 3 58 Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat 2 59 Kongres Bahasa Jawa VI 3 60 Korelasi Kebudayaan dan Pendidikan 4 61 Kraton Surakarta dan Yogyakarta 2 62 Krisis Budaya? 5 63 Kritik Teks 3 64 Kudeta 1 Oktober 1965 5 65 Kumpulan Naskah Sandiwara Radio 2 66 Legitimasi Kekuasaan pada Budaya Nias 2 67 Lelampahing Gesang 2 68 Literasi, Pendidikan, dan Karakter 1 69 Mahabharata 3 70 Majalah Djaka Lodhang 48/ tahun 71 Majalah Jawacana 36 72 Makna Historis Batu Nisan VOC di Batavia 5 73 Makna Sengkalan 5 74 Manunggaling Kawula Gusti 4 75 Manunggaling Kawula Gusti 1 76 Masjid-Masjid Kuno di Indonesia 1 77 Melayu Pesisir dan Batak Pegunungan 3 78 Memayu Hayuning Bawana 4 79 Membangun Di Atas Puing Integritas 4 80 Mentaok 1 81 Menulis Puncak Kemegahan 1 82 Merapi 2006 6 83 Mitra Satata Kajian Asia Tenggara Kuna 5 84 Musikalisasi Puisi 5 85 Musnahnya Sengkuni 1 86 Mutiara Wicara Jawa 3 87 Napak Tilas Perjalanan Mpu Prapanca 5 88 Nasionalisme Religius Kasultanan Mataram 3 89 Negara Kretagama 2 90 Ngelmu Iku Kalakone Kanthi Laku 1
NO JUDUL BUKU JUMLAH KATERANGAN 91 Ngoyak Ombak Segara Kidul 5 92 Pakubuwana X 4 93 Pararaton Alih Aksara dan Terjemahan 5 94 Pedoman Penanggalan Tahun Jawa Islam Sultan 2 Agungan 5 95 Pedoman Praktis MC dan Pidato 8 96 Pembelajaran Bahasa dan Sastra Daerah 4 97 Pengantar Filologi Jawa 3 98 Peribahasa Jawa 5 99 Peribahasa, Pantun dan Bahasa 3 100 Petruk Dadi Ratu 4 101 Pitutur Luhur Budaya Jawa 5 102 Podhang Ngisep Sari 3 103 Pranata Adicara 5 104 Pranatacara Populer 4 105 Prasejarah 5 106 Prau Layar ing Kali Opak 2 107 Prosiding Kongres Bahasa Jawa VI 5 108 Puisi Jawa 3 109 Puisi Rakyat Indonesia 5 110 Punakawan 3 111 Raffles 5 112 Revolusi Mental Budaya Jawa 5 113 Rona Bahasa dan Sastra Indonesia 4 114 Rona Budaya 2 115 Sabda Palon 5 116 Sampur Pambayun 5 117 Satrio Piningit 5 118 Sedhuwuring Geni Cerpen dan Puisi Daerah 3 119 Sejarah Kesultanan Melayu Sanggau 1 120 Sejarah Raja-Raja Jawa 2 121 Sejarah umat Manusia 5 122 Sekar Macapat 2 123 Senjakala 1 124 Sepertinya Malam Antologi Puisi 3 125 Serat Centhini 1 5 126 Serat Centhini 10 5 127 Serat Centhini 11 5 128 Serat Centhini 12 3 129 Serat Centhini 2 5 130 Serat Centhini 3 5 131 Serat Centhini 7 5 132 Situs-Situs Megalitik 3 133 Sosiologi Sastra 4 134 Sufisme Jawa 1 135 Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa
NO JUDUL BUKU JUMLAH KATERANGAN 136 Surabaya 1945 5 137 Syekh Siti Jenar 4 138 Tak Ada Kanal di Majapahit 5 139 Tatar Sunda Masa Silam 10 140 Tembikar Upacara di Candi-Candi Jawa Tengah 5 Abad Ke-8-10 5 141 Topeng Mentaok 10 142 Tradisi dan Inovasi 5 143 Tradisi Megalitik 3 144 Tuladha Prasaja 3 145 Upacara Garebek di Yogyakarta 1 146 Wacana Hortatori Dalam Bahasa Jawa
3. DATA BASE TANAMAN DENGAN QR CODE QR code adalah singkatan dari quick response code. Kode ini adalah barcode dua dimensi yang bisa memberikan beragam jenis informasi secara langsung. Untuk membukanya, dibutuhkan scan atau pemindaian dengan smartphone. QR code biasanya mampu menyimpan 2089 digit atau 4289 karakter, termasuk tanda baca dan karakter spesial. Hal ini membuat QR code mampu menampilkan teks pada pengguna, membuka URL, menyimpan kontak ke buku telepon, dan masih banyak lagi. QR code dinilai lebih praktis dibanding barcode karena mampu menyimpan lebih banyak data. QR code terdiri dari titik- titik hitam dan spasi putih yang disusun dalam bentuk kotak, dan setiap elemennya memiliki makna tersendiri. Hal tersebut membuatnya mampu di-scan oleh smartphone dan menampilkan data atau informasi yang dimuatnya. Penempatan QR Code pada tanaman di SMAN 2 Bantul Data base tanaman memuat data seluruh tanaman yang ada di SMAN 2 Bantul. Tanaman dikelompokkan menjadi tanaman hias, tanaman obat, tanaman khas Yogyakarta dan tanaman keras. Data identifikasi tanaman ditulis dalam bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan huruf Jawa.
Tampilan data identifikasi tanaman dalam bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan huruf Jawa Tampilan data tanaman pada web berbasis QR code
Penempatan QR Code pada tanaman di SMAN 2 Bantul
MODEL LAYANAN NO JENIS LAYANAN JUMLAH DESKRIPSI 1 Sudut Baca Rutan I Unit Layanan sudut baca di PL Pajangan untuk Pajangan memfasilitasi napi memperoleh bahan bacaan yang 113/SMA.02/KP/2017 bermutu, inspiratif dan memotivasi untuk lebih baik. Jumlah buku : 75 eks Siklus penggantian : 2 bulan 2 Gunungan buku 1 Unit Display buku baru berbentuk gunungan yang melambangkan buku sebagai sumber ilmu dapat dipelajari kapan pun oleh siapapun 3 Pojok Ngayogyakarta 1 Unit Miniatur tugu Yogyakarta sebagai symbol budaya, merupakan pusat barcoding system budaya Daerah Istimewa Yogyakarta yang dapat diakses dengan hp berbasis android.
1. Sudut Baca Rutan Pajangan Pojok Baca Perpustakaan di Rumah Tahanan kelas IIb Bantul dibuka sejak tahun 2017 melalui penandatangan MoU antara kepala SMAN 2 Bantul dan kepala Rutan Bantul. MoU telah diperpanjang pada tahun bulan Maret 2022. Layanan yang diberikan adalah pembukaan pojok baca di Rutan dengan penggantian buku secara berkala setiap 2 bulan sekali. Layanan yang diterima oleh SMAN 2 Bantul berupa pendidikan karakter untuk siswa SMAN 2 Bantul. Penyerahan buku secara simbolis dari kepala SMAN 2 Bantul kepada kepala Rutan Bantul pada penggantian buku secara berkala
Koleksi Buku di Rutan Pajangan Bantul Penandatanganan MoU antara SMAN 2 Bantul dan Rutan Pajangan
2. Gunungan Buku dan Pojok Ngayogyakarta Deskripsi Kata gunungan memiliki filosofi dan simbol dari kemakmuran yang kemudian dibagikan kepada rakyat. Gunungan merupakan symbol kemakmuran mewakili keberadaan manusia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Gunungan buku merupakan display buku baru yang dibuat dalam bentuk gunungan. Bagian atas atau mustaka bertuliskan Prapanca SMAN 2 Bantul. Mengambil filosofi gunungan, gunungan buku diharapkan memberi kemakmuran kepada pemustaka dengan intisari ilmu dari buku yang dipajang. Deskripsi Pojok Ngayogyakarta merupakan system informasi digital berbasis website. Dibuat dalam bentuk miniature tugu Pal Putih, di ke-empat sisinya dan bagian depan ditaruh QR Code yang memuat informasi kabupaten Bantul, Sleman, Kulon Progo, Gunung Kidul dan kota Yogyakarta. Dengan scan QR code, pemustaka akan mendapatkan informasi tentang budaya, kuliner, desa wisata, dan kekhasan masing-masing daerah.
LOKASI PERPUSTAKAAN Denah Lokasi Denah lokasi Perpustakaan Prapanca
DESAIN TATA RUANG NO DESAIN TATA RUANG JUMLAH KATERANGAN 1 Desain interior geometris 6 2 Desain pencahayaan dan tata lampu 6 3 Mural ruang baca anak 1 Desain interior geometris Perpustakaan Prapanca
Desain pencahayaan dan tata lampu Mural ruang baca anak
ALAT PERAGA 1. Alat Peraga Budaya Busana Tari NO NAMA BARANG JUMLAH DESKRIPSI 1 Busana Tari Angujiwat 5 Unit Tari ngujiwat merupakan tari klasik atau sering disebut tari tayub. Merupakan tari penyambutan yang sering digunakan menyambut tamu dan pesta perayaan. Busana tari angujiwat terdiri atas: 2 Busana Tari Sekar 5 unit Busana Tari Angujiwat terdiri atas Pudyastuti Tari Sekar Pujiastuti karya K.R.T. Sasmintadipura yang diciptakan pada tahun 1979. Tarian ini adalah salah satu jenis tarian klasik Yogyakarta. Tari Pudyastuti mengisahkan tentang rasa syukur dan ungkapan gembira. Tarian ini menampilkan paparan seorang gadis remaja yang beranjak dewasa dan sedang bersolek.
NO NAMA BARANG JUMLAH DESKRIPSI 3 Tari Gambyong 5 unit Tari gambyong muncul pada pemerintahan Pakubuwana IX (1861-1893), merupakan karya K.R.M.T. Wreksadiningrat dan dipertunjukkan di kalangan para bangsawan atau priyayi. Perubahan penting pada Tari Gambyong terjadi ketika pada tahun 1950, Nyi Bei Mintoraras, seorang pelatih tari dari Istana Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VIII, membuat versi gambyong yang \"dibakukan\", yang dikenal sebagai Gambyong Pareanom. Koreografi ini dipertunjukkan pertama kali pada upacara pernikahan Gusti Nurul, saudara perempuan Mangkunegara VIII, di tahun 1951. Makna Tari Gambyong diumpamakan seorang dewi padi (Dewi Sri) yang tengah menari. Pakaian yang digunakan bernuansa warna kuning dan warna hijau sebagai simbol kemakmuran dan kesuburan. Busana Tari Gambyong terdiri atas :
NO NAMA BARANG JUMLAH DESKRIPSI 4 Tari Ngangsu 7 unit Tari ngangsu merupakan tari kreasi baru yang menceritakan kisah ngangsu atau mencari air. Busana tari ini terdiri atas: 5 Tari Kreasi Baru 8 unit Tari kreasi baru nontradisi adalah tari kreasi yang garapannya melepaskan diri dari pola-pola tradisi baik dalam hal koreografi , musik, rias, dan busana maupun tata teknik pentasnya. Busana dan tata rias tari kreasi baru beragam, berkembang sesuai jaman. Busana tari kreasi baru koleksi perpustakaan Prapanca terdiri atas:
NO NAMA BARANG JUMLAH DESKRIPSI 6 Tari Golek Ayun-ayun 2 unit Tari Golek Ayun-Ayun adalah tari Jawa klasik gaya Yogyakarta. Tari ini diciptakan oleh KRT Sasmintadipura pada tahun 1976. Tari ini menggambarkan seorang gadis remaja yang tengah beranjak dewasa dan senang berias diri. Tari Golek Ayun-Ayun sangat kerap dipentaskan untuk menyambut tamu kehormatan dan biasanya ditarikan oleh dua orang penari, tetapi bisa juga hingga enam sampai delapan penari. Tari Golek Ayun-Ayun merupakan varian dari beksan (tari) Golek yang berbentuk tari tunggal, namun dalam penyajian tari Golek Ayun-Ayun bisa juga ditarikan secara berkelompok dengan mengolah komposisi dan pola lantainya 7 Tari Gegayuhan Tari ini merupakan tari kontemporer yang menceritakan proses perjuangan dalam mengejar cita-cita hingga berhasil lulus kuliah. Perlengkapan tari gegayuhan adalah:
NO NAMA BARANG JUMLAH FOTO 10 8 Ceplok Jebehan 3 Warna 9 Ceplok Jebehan Merah 2 2 10 Subang 11 Subang 5 12 Sariayu 5 13 5 Kalung Susun 14 Gelang Payet 10 pasang 15 1 pasang Gelang Logam 16 Sampur Cinde Kecil 10 25 17 Sampur Gombyok 29 Kecil 18 Sampur Gendalagiri warna Hijau, Merah,
NO NAMA BARANG JUMLAH FOTO Kuning, Ungu,Orange 19 Jarik Parang Klitik, 7 tidak bolak-balik 5 12 20 Sabuk Kuning Emas 19 21 2 2 Setagen 6 22 Kendil 41 23 Setang Sepeda 24 Tenggok 25 Buku Tari Ngudi Kawruh 26 Kipas Montro 27 Sanggul Tekuk 1 28 5 Sanggul Konde
NO NAMA BARANG JUMLAH FOTO 29 Baju Bergodo 12 30 Celana Bergodo 12 12 31 Jarik Kawung Sapit Urang 32 Blangkon 12 33 Kamus Renda 12 34 Keris Branggah 12
Bendera Bregada Keraton Yogyakarta NAMA BARANG DESKRIPSI Bendera Bregada Bugis Bregada Bugis Bregada Bugis dahulu berasal dari Bugis, Sulawesi. Dalam upacara Grebeg bertugas menjadi pengawal gunungan yang dibawa menuju Kepatihan. Panji-panji/ bendera/ klebet Prajurit Bugis adalah Wulan-dadari. Wulan berarti bulan. Dadari berarti mekar, muncul timbul. Wulan-dadari berarti pasukan yang selalu memberi penerangan dalam kegelapan. Panji-panji/ bendera/ klebet berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hitam, di tengah terdapat lingkaran dengan warna kuning emas. Senjata yang digunakan Bregada Prajurit Bugis adalah tombak (waos). Saat berjalan Bregada Prajurit Bugis diiringi Gendhing Sandung Liwung.
NAMA BARANG DESKRIPSI Bendera Bregada Surakarsa Bregada Surakarsa Bendera Bregada Ketanggungan Bregada Surakarsa berasal dari kata sura dan karsa. Kata sura berarti berani, sedangkan karsa berarti kehendak. Surakarsa berarti prajurit yang pemberani. Bregada Surakarsa bertugas menjaga keselamatan Adipati Anom (Putra Mahkota). Saat Grebeg, Bregada Surakarsa bertugas mengawal gunungan yang dibawa ke Masjid Gedhe. Klebet prajurit Surakarsa adalah Pareanom, berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hijau, di tengah terdapat lingkaran dengan warna kuning. Pareanom berasal dari kata pare dan kata anom yang berarti muda. Klebet ini berarti Surakarsa adalah pasukan yang bersemangat muda. Senjata yang digunakan Bregada Prajurit Surakarsa adalah tombak (waos). Saat berjalan Bregada Prajurit Surakarsa diiringi Gendhing Plangkenan. Bregada Ketanggung Bregada Ketanggung berasal dari kata tanggung yang mendapat awalan \"ke-\". Tanggung berarti beban atau berat. Sedangkan awalan \"ke-\" berarti sangat. Ketanggung berarti pasukan dengan tanggung jawab yang sangat berat. Klebet prajurit Ketanggung adalah Cakra-Swandana. Berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hitam, di tengahnya terdapat bintang persegi enam berwarna putih. Cakra berarti senjata berbentuk roda bergerigi. Swandana berarti kendaraan atau kereta. Klebet ini memiliki makna bahwa Ketanggung adalah pasukan yang membawa senjata dahsyat yang akan memporakporandakan musuh. Senjata yang digunakan Bregada Prajurit Ketanggung adalah tombak (waos) dan senapan. Saat berjalan cepat (mars), Bregada Ketanggung diiringi Gendhing Lintrikmas/Ricikanmas/Pragolamilir. Pada saat berjalan lambat (lampah macak) diiringi Gendhing Harjunamangsah dan Bimakurda.
NAMA BARANG DESKRIPSI Bendera Bregada Dhaeng Bregada Dhaeng Bendera Bregada Wirabraja Bregada Dhaeng pada awal berasal dari Makasar. Klebet prajurit Dhaeng adalah Bahningsari. Berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar putih, di tengah terdapat bintang segi delapan berwarna merah. Bahni berarti api, dan sari berarti indah. Klebet ini berarti bahwa Dhaeng adalah pasukan yang berani dan tidak pernah menyerah, sebagaimana semangat inti api yang tidak pernah kunjung padam. Senjata yang digunakan Bregada Prajurit Dhaeng adalah tombak (waos) dan senapan. Saat berjalan cepat (mars), Bregada Prajurit Dhaeng diiringi Gendhing Ondhal-Andhil. Ketika berjalan lambat (lampah macak) diiringi Gendhing Kenaba. Bregada Wirabraja Bregada Wirabraja berasal dari kata wira dan braja. Kata wira berarti berani, dan braja berarti tajam. Wirabraja berarti prajurit pemberani dan tajam panca inderanya. Bregada Wirabraja peka dengan keadaan, pantang menyerah dalam membela kebenaran, serta pantang mundur sebelum musuh dikalahkan. Klebet prajurit Wirabraja adalah Gula-klapa. Berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar putih, pada setiap sudut dihias dengan chentung berwarna merah seperti ujung cabai merah. Di tengah terdapat segi empat berwarna merah dan segi delapan berwarna putih pada bagian dalam. Gula-klapa berasal dari kata gula dan kelapa. Gula yang dimaksud adalah gula Jawa yang berwarna merah dan kelapa berwarna putih. Klebet ini berarti bahwa Wirabraja adalah pasukan yang berani membela kesucian dan kebenaran. Senjata yang digunakan Bregada Prajurit Wirabraja adalah tombak (waos) dan senapan. Saat berjalan cepat (mars) Bregada Prajurit Wirabraja diiringi Gendhing Dhayungan sedangkan saat berjalan lambat (lampah macak) diiringi Gendhing Reta Dhedhali.
NAMA BARANG DESKRIPSI Bendera Bregada Jagakarya Bregada Jagakarya Bendera Bregada Mantrijero Bregada Jagakarya berasal dari kata jaga dan karya. Kata jaga berarti menjaga dan karya berarti tugas. Jagakarya berarti prajurit yang mengemban tugas selalu menjaga dan mengamankan jalannya pelaksanaan pemerintahan dalam kerajaan. Klebet prajurit Jagakarya adalah Papasan. Berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar merah, ditengah terdapat lingkaran dengan warna hijau. Papasan berarti pasukan pemberani yang dapat menghancurkan musuh dengan teguh. Senjata yang digunakan Bregada Prajurit Jagakarya adalah tombak (waos) dan senapan. Saat berjalan cepat (mars), Bregada Prajurit Jagakarya diiringi Gendhing Tameng Madura. Ketika berjalan lambat (lampah macak) diiringi Gendhing Slahgendir. Bregada Mantrijero Bregada Mantrijero berasal dari kata mantri dan jero. Mantri berarti juru bicara, menteri, atau jabatan di atas bupati. Jero berarti dalam. Mantrijero berarti prajurit yang mempunyai wewenang ikut ambil bagian dalam memutuskan hal-hal dalam lingkungan kraton. Klebet prajurit Mantrijero adalah Purnamasidhi. Berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hitam, di tengahnya terdapat lingkaran warna putih. Purnama berarti bulan penuh dan sidhi berarti sempurna. Klebet ini berarti bahwa Mantrijero adalah pasukan yang diharapkan selalu memberikan cahaya dalam kegelapan. Senjata yang digunakan Bregada Prajurit Mantrijero adalah tombak (waos) dan senapan. Saat berjalan cepat (mars), Bregada Prajurit Mantrijero diiringi Gendhing Plangkenan/Mars Setok. ketika berjalan lambat (lampah macak) diiringi Gendhing Slagunder/ Restopelen.
NAMA BARANG DESKRIPSI Bendera Bregada Nyutra Bregada Nyutra Bregada Nyutra berasal dari kata dasar sutra yang mendapat awalan \"n\". Kata sutra berarti unggul atau ketajaman. Sedang dalam bahasa Jawa Baru mengacu pada kain sutra yang halus. Sedang tambahan awalan \"n\" memberi arti tindakan aktif sehubungan dengan sutra. Prajurit Nyutra merupakan pengawal pribadi Sultan. Secara filosofis Nyutra berarti prajurit yang sehalus sutra dan selalu mendampingi dan mejaga keamanan raja, tetapi memiliki ketajaman rasa dan keterampilan yang unggul. Klebet prajurit Nyutra adalah Podhang Ngingsep Sari dan Padma-Sri- Kresna. Podhang Ngingsep Sari untuk prajurit Nyutra Merah, berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar kuning, di tengah terdapat lingkaran dengan warna merah. Padma-Sri-Kresna untuk prajurit Nyutra Hitam, berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar kuning, di tengahnya terdapat lingkaran dengan warna hitam. Podhang berasal dari kata kepodang, burung dengan bulu warna kuning keemasan. Ngingsep berarti menghisap. Sari berarti inti. Klebet ini memiliki makna bahwa Nyutra Merah adalah pasukan yang selalu memegang teguh keluhuran. Padma berarti bunga teratai. Sri Kresna adalah tokoh pewayangan yang merupakan titisan Dewa Wisnu. Klebet ini memiliki makna bahwa Nyutra Hitam adalah pasukan yang selalu membasmi kejahatan. Senjata yang digunakan Bregada Prajurit Nyutra adalah tombak (waos), towok, tameng, panah dan senapan. Saat berjalan cepat (mars), Bregada Prajurit Nyutra diiringi Gendhing Surengprang sedangkan saat berjalan lambat (lampah macak) diiringi Gendhing Mbat- Mbat Penjalin/ Tamtama Balik.
NAMA BARANG DESKRIPSI Bendera Bregada Patangpuluh Bregada Patangpuluh Bendera Bregada Prawiratama Bregada Patangpuluh tidak ada berarti jumlah anggota bregada adalah 40 (empat puluh) orang. Klebet prajurit Patangpuluh adalah Cakragora. Berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hitam, ditengah terdapat bintang segi enam berwarna merah. Cakra adalah senjata berbentuk roda bergerigi, dan gora berarti dahsyat atau menakutkan. Klebet ini berarti bahwa Patangpuluh adalah pasukan yang mempunyai kekuatan yang sangat luar biasa, sehingga segala musuh seperti apapun bisa terkalahkan. Senjata yang digunakan Bregada Prajurit Patangpuluh adalah tombak (waos) dan senapan. Saat berjalan cepat (mars), Bregada Prajurit Patangpuluh diiringi Gendhing Bulu-Bulu. Ketika berjalan lambat (lampah macak) diiringi Gendhing Mars Gendera. Bregada Prawiratama Bregada Prawiratama berasal dari kata prawira dan tama. Kata prawira berarti berani. Kata tama dalam bahasa Sansekerta berarti utama. Prawiratama berarti prajurit yang pemberani dan pandai dalam setiap tindakan, selalu bijak dalam suasana perang. Klebet prajurit Prawiratama adalah Geniroga/Banteng Ketaton. Berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hitam, di tengah terdapat lingkaran dengan warna merah. Geni berarti api dan roga berarti sakit. Klebet ini berarti Prawiratama adalah pasukan yang diharapkan dapat selalu mengalahkan musuh dengan mudah. Senjata yang digunakan Bregada Prajurit Prawiratama adalah tombak (waos) dan senapan. Saat berjalan cepat (mars), Bregada Prajurit Prawiratama diiringi Gendhing Pandebrug. Ketika berjalan lambat (lampah macak) diiringi Gendhing Balang.
Wayang Kulit Gagrak Yogyakarta Dan Surakarta 1. Punakawan Punakawan gagrak Yogyakarta Punakawan gagrak Surakarta
Deskripsi Istilah punakawan berasal dari kata pana yang artinya paham, dan kawan yang artinya teman. Jika mencari tokoh Punakawan di naskah Mahabharata dan Ramayana, jangan heran jika tokoh Punakawan tidak ada di sana. Punakawan merupakan tokoh pewayangan yang diciptakan oleh seorang pujangga Jawa. Menurut Slamet Muljana, seorang sejarawan, tokoh Punakawan pertama kali muncul dalam karya sastra Ghatotkacasraya karangan Empu Panuluh pada zaman Kerajaan Kediri. Empat tokoh punakawan terdiri dari Semar dan ketiga anaknya, yaitu Gareng, Petruk, dan Bagong. Para Punakawan ditampilkan sebagai kelompok penceria dengan humor-humor khasnya untuk mencairkan suasana. Selain itu, Punakawan juga memiliki karakter masing- masing yang tentunya patut untuk diselami lebih dalam. No. Nama Wayang Deskripsi 1. Semar Salah satu tokoh yang selalu ada di Punakawan ini, dikisahkan sebagai abdi tokoh utama cerita Sahadewa dari keluarga Pandawa. Bukan hanya sebagai abdi, namun Semar juga kerap kali memberikan nasihat-nasihat bijaksananya untuk keluarga Pandawa. Semar digambarkan sebagai tokoh yang sabar dan bijaksana. Kepala dan pandangan Semar menghadap ke atas, menggambarkan kehidupan manusia agar selalu mengingat Sang Kuasa. Kain yang dipakai sebagai baju oleh Semar, yakni kain Semar Parangkusumorojo merupakan perwujudan agar memayuhayuning banowo atau menegakkan keadilan dan kebenaran di bumi. Di kalangan spiritual Jawa, Semar dianggap sebagai symbol ke-Esaan. 2. Gareng Dalam cerita pewayangan Jawa, diceritakan Nala Gareng adalah anak Gandarwa (sebangsa jin) yang diangkat anak oleh Semar. Pancalparnor adalah nama lain Gareng yang artinya menolak godaan duniawi. Gareng memiliki kaki pincang, hal ini mengajarkan agar selalu barhati-hati dalam bertindak. Dalam suatu cerita, Gareng dulunya adalah seorang raja, namun karena ia sombong, ia menantang setiap ksatria yang ia temui dan dalam suatu pertarungan, mereka seimbang. Tidak ada yang menang maupun kalah, namun dari pertarungan itu. Wajah Gareng yang awalnya rupawan menjadi buruk rupa. Gareng memiliki perawakan yang pendek dan selalu menunduk, hal ini menandakan kehati-hatian, meskipun sudah makmur, tetapi harus tetap waspada. Matanya juling yang menandakan ia tidak mau melihat hal-hal yang mengundang kejahatan. Tangannya melengkung, hal ini menggambarkan untuk tidak merampas hak orang lain. 3. Petruk Petruk digambarkan sebagai sosok yang gemar bercanda, baik melalui ucapan ataupun tingkah laku. Ia adalah anak ke dua yang diangkat oleh Semar. Nama lainnya yakni Kanthong Bolong, yang artinya suka berdema. Sebagai punakawan, ia adalah sosok yang bisa
4. Bagong mengasuh, merahasiakan masalah, pendengar yang baik, dan selalu membawa manfaat bagi orang lain. Bagong adalah anak ke tiga yang diangkat oleh Semar. Diceritakan, Bagong adalah manusia yang muncul dari bayangan. Suatu ketika, Gareng dan Petruk minta dicarika teman oleh Semar, kemudian Sang Hyang Tunggal berkata “Ketahuilah bahwa temanmu adalah bayanganmu sendiri” seketika, sosok Bagong muncul dari bayangan. Sosok Bagong digambarkan berbadan pendek, gemuk, tetapi mata dan mulutnya lebar, yang menggambarkan sifatnya yang lancang namun jujur dan sakti. Ia kerap kali melakukan sesuatu dengan tergesa-gesa. Dari sikap Baagong yang tergesa-gesa itu, justru mengajarkan untuk selalu memperhitungkan apa yang hendak dilakukan, agar tidak seperti Bagong. Tokoh pewayangan satu ini juga mengingatkan bahwa manusia di dunia memiliki berbagai watak dan perilaku. Tidak semuanya baik, sehingga setiap orang harus bisa memahami watak orang lain, toleran, dan bermasyarakat dengan baik. 2. Bilung gagrak Surakarta dan Yogyakarta
Bilung atau Sarawita adalah seorang tokoh pewayangan yang berwujud raksasa kecil dan berteman dengan para Punakawan. Dia adalah sahabat dari Togog dan ke mana pun pergi mereka selalu berdua. Bilung digambarkan sebagai tokoh dari luar Jawa yaitu Melayu. Bilung sering kali menggunakan bahasa campuran Jawa & Melayu. Setiap bertemu dengan Petruk, dia selalu menantang berkelahi dan mengeluarkan suara kokok seperti ayam jago. Tapi, sekali dipukul oleh Petruk, dia langsung kalah dan menangis. Dalam beberapa cerita wayang, Bilung yang memiliki nama lain Sarawita ini kadang-kadang berperan menjadi Punakawan yang memihak musuh. Biasanya, Bilung akan memberi masukan yang baik kepada majikannya. Tetapi, bila masukannya tidak didengarkan oleh majikannya, dia akan berbalik memberi berbagai masukan yang buruk. 3. Togog gagrak Surakarta dan Yogyakarta Togog adalah nama tokoh pewayangan Jawa. Ia dikisahkan sebagai putra dewa yang lahir sebelum Semar, tetapi karena tidak mampu mengayomi Bumi, maka Togog kembali ke asalnya. Dalam pewayangan Jawa, Togog anak dari pasangan Sang Hyang Tunggal dan Rekathawati. Togog memiliki dua adik bernama Bathara Guru dan Semar. Togog juga disebut cucu dari Sanghyang Wenang yang merupakan penguasa kahyangan.
4. Anoman gagrak Yogyakarta dan Surakarta Hanoman adalah salah satu dewa dalam kepercayaan agama hindu, sekaligus tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana yang paling terkenal. Ia adalah seekor kera putih dan merupakan putera Batara Bayu dan Anjani, keponakan dari Subali dan Sugriwa. Menurut kitab Serat Pedhalangan, tokoh Hanoman sebenarnya memang asli dari wiracarita Ramayana, namun dalam pengembangannya tokoh ini juga kadangkala muncul dalam serial Mahabharata, sehingga menjadi tokoh antar zaman. Di India, hanoman dipuja sebagai dewa pelindung dan beberapa kuil didedikasikan untuk memuja dirinya. Hanoman lahir pada masa Tretayuga sebagai putera Anjani, seekor wanara wanita. Dahulu Anjani sebetulnya merupakan bidadari, bernama Punjikastala. Namun karena suatu kutukan, ia terlahir ke dunia sebagai wanara wanita. Kutukan tersebut bisa berakhir apabila ia melahirkan seorang putera yang merupakan penitisan Siwa. Anjani menikah dengan Kesari, seekor wanara perkasa. Bersama dengan Kesari, Anjani melakukan tapa ke hadapan Siwa agar Siwa bersedia menjelma sebagi putera mereka. Karena Siwa terkesan dengan pemujaan yang dilakukan oleh Anjani dan Kesari, ia mengabulkan permohonan mereka dengan turun ke dunia sebagai Hanoman. Salah satu versi menceritakan bahwa ketika Anjani bertapa memuja Siwa, di tempat lain, Raja Dasarata melakukan Putrakama Yadnya untuk memperoleh keturunan. Hasilnya, ia menerima beberapa makanan untuk dibagikan kepada tiga istrinya, yang di kemudian hari melahirkan Rama, Laksamana, Bharata dan Satrugna. Atas kehendak dewata, seekor burung merenggut sepotong makanan tersebut, dan menjatuhkannya di atas hutan dimana Anjani sedang bertapa. Bayu, Sang dewa angin, mengantarkan makanan tersebut agar jatuh di tangan Anjani. Anjani memakan makanan tersebut, lalu lahirlah Hanoman. Salah satu versi mengatakan bahwa Hanoman lahir secara tidak sengaja karena hubungan antara Bayu dan Anjani. Diceritakan bahwa pada suatu hari, Dewa Bayu melihat kecantikan Anjani, kemudian ia memeluknya. Anjani marah karena merasa dilecehkan.
Namun Dewa Bayu menjawab bahwa Anjani tidak akan ternoda oleh sentuhan Bayu. Ia memeluk Anjani bukan di badannya, namun di dalam hatinya. Bayu juga berkata bahwa kelak Anjani akan melahirkan seorang putera yang kekuatannya setara dengan Bayu dan paling cerdas di antara para wanara. Sebagai putera Anjani, Hanoman dipanggil Anjaneya (diucapkan \"Aanjanèya\"), yang secara harfiah berarti \"lahir dari Anjani\" atau \"putera Anjani\". Di negara India yang didominasi oleh agama hindu, terdapat banyak kuil untuk memuja Hanoman, dan dimana pun ada gambar awatara Wisnu, selalu ada gambar Hanoman. Kuil Hanoman bisa ditemukan di banyak tempat di India dan konon daerah di sekeliling kuil itu terbebas dari raksasa atau kejahatan. 5. Antareja dan Antasena Anantaraja, atau yang lebih sering disingkat Antareja, adalah salah satu tokoh pewayangan Jawa. Antareja sering dikisahkan terlibat dengan tokoh- tokoh wiracarita Mahabharata, tetapi nama Antareja tidak terdapat dalam naskah Mahabharata karya Krishna Dwaipayana Byasa dari India, karena Antareja merupakan tokoh ciptaan para pujangga Jawa. Menurut pewayangan, ia merupakan putra sulung Werkudara atau Bimasena dari keluarga Pandawa, sedangkan tidak ada catatan kisah demikian dalam naskah Mahabharata berbahasa Sanskerta (terutama terjemahan Kisari Mohan Ganguli dan C. Rajagopalachari). Dalam pewayangan klasik versi Surakarta, Antareja merupakan nama lain dari Antasena, sedangkan versi Yogyakarta menyebut Antasena sebagai adik lain ibu Antareja, selain Gatutkaca. Sementara itu dalam pewayangan zaman sekarang (era modern) para dalang versi Surakarta umumnya juga mengisahkan Antareja dan Antasena sebagai dua orang tokoh yang berbeda.
Anantareja menjadi raja di negara Jangkarbumi bergelar Prabu Nagabaginda. Ia meninggal menjelang perang Bharatayuddha atas perintah Prabu Kresna dengan cara menjilat telapak kakinya sebagai tabuk tawur (tumbal atau korban untuk kemenangan) keluarga Pandawa dalam perang Bharatayuddha. Sebenarnya, kematian Antareja memang disengaja oleh para pujangga Jawa karena dalam Kakawin Bharatayuddha maupun naskah wiracarita Mahabharata tidak ada tokoh Antareja. Anantasena, atau sering disingkat Antasena adalah nama salah satu tokoh pewayangan Jawa. Tokoh ini merupakan ciptaan para pujangga Jawa yang disisipkan ke dalam kisah Mahabharata, suatu wiracarita kuno karya Krishna Dwaipayana Byasa dari India, yang sering diadaptasi menjadi cerita pewayangan. Nama Anantasena maupun Antasena tidak ditemukan dalam naskah asli Mahabharata berbahasa Sanskerta (diterjemahkan oleh Kisari Mohan Ganguli). 6. Kresna Waktu muda dikenal dengan nama Narayana. Ia adalah putra kedua Prabu Basudewa. Setelah jadi raja Narayana bergelar Sri Kresna atau Batara Kresna. Karena tidak cocok dengan kakaknya Kakrasana kelak kemudian bergelar Prabu Baladewa, ia pergi dari Kerajaan Mandura. Kresna muda pernah mengelana menjadi perampok membela kaum tertindas (seperti Sunan Kalijaga). Atas ketidakpuasan terhadap kakaknya dalam memerintah kerajaan Mandura. Ketika ketemu dengan Bisma, Kresna mendapat wejangan yang menyadarkan, sehingga Kresna bisa membuktikan dan menaklukkan raja raksasa Dwarawati Narasingha yang selalu menindas rakyatnya. Sehingga Narayana diangkat menjadi raja Dwarawati dan bergelar Prabu Sri Kresna. Sri Kresna atau Batara Kresna menjadi diplomat ulung, sekaligus menjadi ahli strategi yang mumpuni dan selalu mendampingi Pandawa Lima sampai Perang Bharatayuda. Batara Wisnu pun menyatu dengan Sri Kresna dan memberi senjata ampuh. Yaitu senjata Cakra
yang mampu menghancurkan gunung. Senjata Sekar Wijayakusuma yang mampu menyembuhkan orang sekarat. Serta ajian Brahalasewu yang bisa mengubah Kresna menjadi raksasa sebesar gunung anakan. 7. Puntadewa Puntadewa adalah putra tertua di antara kelima Pandawa dari pasangan Pandu dan Kunti, raja dan ratu Kerajaan Astina. Sebagai titisan Batara Dharma, Puntadewa memiliki kepribadian sabar, suka menolong, adil, dan jujur. Setelah Pandawa berhasil membangun Amarta di hutan Mertani, Puntadewa dinobatkan sebagai raja negara Amarta (Indraprastha) bergelar Prabu Darmakusuma. Ia juga bergelar Prabu Yudhistira karena dalam tubuhnya menunggal arwah Prabu Yudhistira, raja jin negara Mertani. Senjata pusakanya adalah jamus kalimasada, pusaka berwujud kitab dan merupakan benda yang sangat dikeramatkan di Kerajaan Amarta. Ia juga memiliki beberapa nama lain yaitu Prabu Samiaji, Prabu Kalimataya, Prabu Gunatalikrama, dll. Werkudara atau Bima adalah putra kedua Pandu yang berfisik sangat kuat, lengannya panjang, tubuhnya tinggi, dan berwajah paling sangar di antara saudara- saudaranya. Meski begitu, ia memiliki hati yang baik, teguh, berani, patuh dan jujur. Dalam pewayangan, ia juga digambarkan tidak pernah menggunakan bahasa halus (krama inggil) kepada lawan bicaranya karena ia menganggap semua orang sama derajatnya.
8. Werkudara Werkudara adalah tokoh wayang yang juga dikenal dengan nama Bima. Dalam bahasa alih aksara Sanskerta, Werkudara berasal dari vṛkodhara, artinya ialah \"perut serigala\", dan merujuk ke kegemarannya makan. Nama julukan yang lain adalah Bhīmasena yang berarti panglima perang. Sedangkan nama Bima berarti hebat, dahsyat, mengerikan. Dikutip dari buku Ensiklopedia Wayang Indonesia, Bima adalah bagian dari keluarga Pandawa. Ia adalah anak kedua Dewi Kunti dan sang ayah bernama Prabu Pandu Dewanta, raja Astina. Namun secara restu, Werkudara adalah anak Batara Bayu, dewa yang menjadi penguasa angin. Diceritakan saat Prabu Pandu Dewanta menikah dengan Dewi Kunti, ia dikutuk oleh Resi Kindama. Isi kutukannya adalah jika Prabu Pandu menjalankan tugasnya sebagai suami dan tidur seranjang dengan istrinya, maka saat itu ajalnya akan tiba. Namun karena ia butuh keturunan untuk pewaris tahta, ia mengizinkan sang istri menerapkan Aji Adityaherdaya ajaran yang bisa memanggil dewa. Dewa pertama yang dipanggil adalah Batara Darma dan sembilan bulan kemudian, Kunti melahirkan seorang putra yang diberi nama Puntadewa. Atas izin Pandu, Kunti memangil Batara Banyu, dewa penguasa angin. Ia kemudian hamil dan melahirkan Bima. Bima pun sering disebut Bayuputra, Bayusiwi, Bayusuta, atau Bayutanaya. Walaupun tak pernah berhubungan fisik, tubuh Batara Bayu dan Werkdara memiliki kemiripan. Saat lahir, ia terbungkus kulit yang tebal. Berbagai cara dilakukan untuk membuka lapisan yang membungkus Werkudara. Termasuk dengan senjata tajam. Senjatanya yang terkenal adalah Kuku Pancanaka dan Gada Rujakpala. Ia juga memiliki anak-anak yang gagah perkasa yaitu Gatotkaca, Antareja, dan Antasena.
9. Arjuna atau Janaka Janaka atau lebih dikenal dengan nama Arjuna adalah putra bungsu Pandu dengan Dewi Kunti yang digambarkan berparas tampan dan berhati lemah lembut. Nama kecilnya yaitu Permadi dan merupakan titisan dari Dewa Indra. Arjuna memiliki sifat cerdik dan pandai, pendiam, teliti, sopan-santun, berani dan suka melindungi yang lemah. Sewaktu mudanya, ia gemar berkelana, bertapa dan berguru. Meski berparas rupawan dan memiliki tubuh ramping, ia adalah petarung tanpa tanding di medan laga. Kemahirannya dalam siasat perang menjadikannya kunci sukses bagi para Pandawa saat memperoleh kemenangan dalam perang Bharatayudha. Ia juga memimpin Madukara, suatu Kadipaten dalam wilayah negara Amarta.
10. Nakula Nakula adalah putra dari Raja Pandu dan Dewi Madrim yang merupakan titisan dari Dewa Pengobatan yaitu Dewa Aswin. Nama kecilnya adalah Pinten dan memiliki saudara bernama Sadewa (keduanya kembar bersaudara). Nakula memiliki sifat jujur, setia, tahu balas budi, pandai menjaga rahasia dan taat kepada orang tua. Nakula digambarkan memiliki paras tampan dan mahir dalam menggunakan pedang. Selain itu, ia juga mahir dalam menunggang kuda dan pandai mempergunakan senjata panah dan lembing. Seusai perang Bharatayudha, Nakula diangkat menjadi raja negara Mandaraka sesuai amanat Prabu Salya, kakak dari ibunya, Dewi Madrim.
11. Sadewa Sadewa adalah saudara kembar Nakula, putra dari Raja Pandu dan Dewi Madrim yang juga merupakan titisan dari Dewa Aswin. Meskipun kembar, konon keduanya memiliki keistimewaan masing-masing. Nakula dikisahkan memiliki wajah lebih tampan daripada Sadewa, namun Sadewa dikisahkan lebih pandai daripada kembarannya. Nama kecil Sadewa adalah Tangsen, dan dikenal sebagai salah satu tokoh Pandawa yang rajin dan bijaksana. Bahkan Yudhistira pernah mengatakan bahwa Sadewa lebih bijak daripada Wrehaspati, guru para dewa. Sadewa juga menguasai ilmu-ilmu dalam bidang astronomi mengungguli saudara-saudaranya. Seperti kembarannya, Sadewa juga memiliki sifat pandai, jujur, pandai menjaga rahasia, tahu balas budi, dan taat kepada orang tua.
12. Srikandi Srikandi (Dewanagari: शिकण्; IAST: Śikhaṇḍī) adalah tokoh androgini dalam wiracarita dari India, yaitu Mahabharata. Dalam kisah, ia merupakan putri Raja Drupada dan Persati dari Kerajaan Panchala. Dalam kitab Mahabharata bagian Adiparwa dan Udyogaparwa dijelaskan bahwa ia merupakan reinkarnasi putri kerajaan Kasi bernama Amba, yang meninggal dengan hati penuh dendam kepada Bisma, pangeran Dinasti Kuru. Kemudian Amba terlahir kembali sebagai anak perempuan Drupada. Namun karena sabda dewata, ia diasuh sebagai laki-laki. Versi lain menceritakan bahwa ia bertukar kelamin dengan yaksa (makhluk gaib).
Busana Pengantin Paes Ageng Gaya Yogyakarta Busana Pengantin Paes Ageng Kanigaran Rias dan busana pengantin Paes Ageng Kanigaran merupakan salah satu corak yang khas di antara berbagai corak rias dan busana pengantin adat Jawa gaya Yogyakarta (Condronegoro, 2010:116). Pada corak busana adat Jawa yang lain, pengantin mengenakan baju tertutup di bagian atas dan mengenakan kain cinde atau batik biasa di bagian bawah. Sedangkan dalam Paes Ageng Kanigaran pengantin mengenakan baju tertutup namun mengenakan dodot/ kampuh di bagian bawah. Rias dan busana Paes Ageng Kebesaran, misalnya, pada bagian bawah mengenakan kain cinde yang kemudian dibalut dengan dodot sampai menutupi bagian dada (untuk kemben). Jadi, pengantin tidak mengenakan baju. Paes adalah tata rias wajah dan dahi khusus untuk pengantin wanita. Rias pengantin secara lengkap meliputi tata rias wajah, tata rias dahi, dan tata rias rambut. Tata rias wajah pada dasarnya adalah riasan atau make up wajah. Riasan ini bisa menggunakan bahanbahan tradisional yang diramu sendiri atau kosmetika yang sudah banyak tersedia di pasaran. Riasan pada mata diberi celah-celah yang disebut jahitan mata, agar mata tampak indah dan memberi kesan redup. Untuk menambah kecantikan, alis dibuat bercabang sehingga bentuknya mirip tanduk rusa (menjangan ranggah). Tata rias dahi adalah tata rias khas untuk pengantin adat Jawa yang lazim disebut paes. Pada rias pengantin wanita Paes Ageng Kanigaran ini, tata rias
dahi diawali dengan membuat cengkorongan (riasan berbentuk runcing pada dahi) yang kemudian dihitamkan dengan bahan yang disebut pidih. Selanjutnya, di bagian tepi cengkorongan diberi ketep (payet) berwarna emas serta serbuk emas yang disebut prada. Di bagian tengah cengkorongan diberi hiasan dari ketep dan prada yang berbentuk segitiga dan belah ketupat − ini disebut motif kinjengan atau capung. Di tengah-tengah dahi, di atas ketinggian kedua alis diberi hiasan berbentuk belah ketupat dari daun sirih yang disebut cithak. Tata rias rambut pengantin wanita Paes Ageng Kanigaran mengenakan sanggul yang berupa gelung bokor, terbuat dari irisan daun pandan yang ditutup dengan rangkaian bunga melati yang menyerupai rajut yang disebut teplok. Gelung bokor bentuknya bulat, sedikit memanjang ke kiri dan ke kanan sehingga bentuknya mirip jeruk satu sisir. Pada bagian bawah sanggul, kurang lebih satu jari ke kanan dari garis tengah dipasang gajah ngoling, yaitu irisan daun pandan yang dibungkus dengan rangkaian bunga melati berbentuk bulat panjang sekitar 55 cm. Di atas telinga kiri dan kanan diberi sumping pupus daun pepaya (daun pepaya muda) yang dibentuk seperti daun sirih yang kemudian diberi prada. Pengantin pria tidak perlu di-paes, hanya perlu sedikit dirias dengan tipis agar tidak tampak pucat. Riasannya berupa saputan bedak tipis, alis ditebalkan memakai pensil, pipi diberi pemerah samar, dan bibir dimerahkan dengan lipstick. Busana pengantin wanita Paes Ageng Kanigaran meliputi perhiasan dan pakaian. Perhiasan yang dikenakan pengantin wanita dalam Paes Ageng ini disebut Raja Keputren. Jenis perhiasan yang dikenakan tersebut ialah sepasang subang ronyok (berbentuk bumbung), sepasang centhung besar (dipakai pada kepala bagian depan), satu sisir gunungan (dipakai pada sanggul), lima buah cundhuk mentul (dipakai pada sanggul, di belakang sisir), satu kalung susun, sepasang gelang kana (dipakai pada pergelangan tangan kanan dan kiri), sepasang kelat bahu (dipakai pada lengan atas kanan dan kiri), sepasang cincin permata (dipakai pada jari manis tangan kanan dan kiri), tiga buah bros (dua dipakai pada sanggul dan satu pada jengil atau simpul selendang), dan satu slepe atau pending (dipakai sebagai ikat pinggang). Untuk kelengkapan pakaian yang dikenakan pengantin wanita Paes Ageng Kanigaran, digunakan sehelai kain cinde (corak kain yang khusus dipakai untuk Paes Ageng gaya Yogyakarta yaitu Slarak Kandang atau garis-garis di bagian tepi), disertai sehelai dodot/ kampuh (kain berukuran istimewa, lebarnya dua kali kain biasa dan panjangnya antara 3,5 m sampai 3,75 m). Selain itu, pakaian juga dilengkapi dengan udet cinde (selendang kecil) dan buntal (untaian daun dan bunga yang panjangnya kira-kira 2,5 m), serta selop bersulam benang emas sebagai alas kaki. Busana pengantin pria Paes Ageng Kanigaran adalah celana panjang cinde dan dodot yang warna dan coraknya sama dengan yang dikenakan pengantin wanita, lonthong (setagen) cinde, dan kamus timang (ikat pinggang). Untuk tutup kepala, digunakan kuluk berwarna hitam yang disebut dengan Kuluk Kanigara. Pengantin pria juga memakai selop yang sama dengan pengantin wanita. Rias dan busana pengantin Paes Ageng Kanigaran ini dipakai saat upacara panggih pengantin yang dikaitkan dengan acara pesta atau resepsi. Busana Pengantin Ksatriyan ada mulanya Busana Kasatriyan Ageng merupakan busana yang dikenakan Ngarsa Dalem Ingkang Sinuwun dan putra-putra pangeran pada tanggal 20 malam bulan maulud pada saat ke masjid untuk melaksanakan upacara udik-udik.
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194