Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah). 2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
PENGAJARAN BAHASA INDONESIA UNTUK PENUTUR ASING (BIPA) Daya Tarik Budaya Jawa Tengah Pada Pembelajaran BIPA Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
PENGAJARAN BAHASA INDONESIA UNTUK PENUTUR ASING (BIPA) Daya Tarik Budaya Jawa Tengah Pada Pembelajaran BIPA Diterbitkan pertama kali oleh CV Amerta Media Hak cipta dilindungi oleh undang-undang All Rights Reserved Hak penerbitan pada Penerbit Amerta Media Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin tertulis dari Penerbit Anggota IKAPI Cetakan Pertama: September 2021 15 cm x 23 cm ISBN: 978-623-6385-89-0 Penulis: Dr. Laily Nurlina,M.Pd. Editor: Aan Herdiana, M.Sos Desain Cover: Adji Azizurrachman Tata Letak: Ladifa Nanda Diterbitkan Oleh: CV. Amerta Media NIB. 0220002381476 Jl. Raya Sidakangen, RT 001 RW 003, Kel, Kebanggan, Kec. Sumbang, Banyumas 53183, Jawa Tengah. Telp. 081-356-3333-24 Email: [email protected] Website: www.penerbitbuku.id Whatsapp : 081-356-3333-24 Isi di luar tanggung jawab penerbit Amerta Media
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan curahan hidayah dan kemudahanNya sehingga selesai sudah ikhtiar menyusun buku Pengajaran BIPA dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Buku ini disusun untuk memudahkan dosen mengajar melalui tatap muka maupun daring sehingga mencapai tujuan perkuliahan yang ditargetkan. Bagi mahasiswa, buku ini dapat memudahkan mereka belajar secara mandiri. Buku ini berisi hal-ihwal BIPA, pengajaran BIPA dan pengembangan bahan ajarnya sehingga dapat memenuhi informasi yang memadai bagi pembaca pada umumnya dan mahasiswa peminatan BIPA pada khususnya. Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu selesainya buku ini .Akhir kata, semoga modul ini bermanfaat dan menjadi amal jariah bagi penyusun, penyunting dan pembuat lay out. Semoga Allah swt meridhoi upaya yang kita lakukan, amin ya robbal alamin. Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) || v
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ----------------------------------------------- i TENTANG BUKU------------------------------------------------- iv KATA PENGANTAR --------------------------------------------- v DAFTAR ISI --------------------------------------------------------- vi UNIT 1 Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) di Indonesia ------------------------------------------------------------ 1 UNIT 2 Pengembangan Bahan Ajar Bipa ----------------------------------- 9 UNIT 3 Bahan Ajar Cetak ----------------------------------------------------- 15 UNIT 4 Teori Pengembangan Bahan Ajar Bipa --------------------------- 23 UNIT 5 Bahan Ajar Menyimak dan Berbicara ----------------------------- 29 UNIT 6 Pembelajaran Bipa ---------------------------------------------------- 39 UNIT 7 Mahasiswa Bipa ------------------------------------------------------- 55 UNIT 8 Bahasa Dan Budaya dalam Pembelajaran Bipa ------------------ 61 UNIT 9 Kemampuan Berbicara ---------------------------------------------- 71 vi || Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
DAFTAR PUSTAKA----------------------------------------------- 75 INDEKS -------------------------------------------------------------- 83 PROFIL PENULIS ------------------------------------------------ 85 Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) || vii
viii || Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
unit 1 BAHASA INDONESIA UNTUK PENUTUR ASING (BIPA) DI INDONESIA Indonesia mempunyai beragam budaya yang menarik minat orang-orang dari negara lain untuk datang dan belajar banyak hal. Jumlah mahasiswa internasional yang belajar di Jawa Tengah semakin banyak dan bervariasi dilihat dari negara asal mereka. Mereka secara umum belajar di Indonesia melalui tiga cara yaitu bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi, melalui seni budaya untuk mengetahui bagaimana kebiasaan dan melalui kehidupan sosial dan sosiokultural untuk memahami masyarakat Indonesia (Ardika, 2001: 52). Ketiga hal ini dapat dikemas melalui pembelajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing (selanjutnya ditulis BIPA) yang mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal di setiap daerah sehingga memudahkan proses pemahaman budaya sesuai kebutuhan. Banyak lembaga pendidikan BIPA mengenalkan budaya dengan cara berkunjung ke tempat pariwisata atau tempat bersejarah. Hal ini sudah sangat bagus, tetapi terdapat kelemahan yaitu mahasiswa pembelajar BIPA tidak memahami budaya lokal dan tidak dapat berkomunikasi sesuai kebiasaan yang ada di daerah tersebut. Kenyataannya, masyarakat Indonesia merasa semedhulur (menganggap saudara, sangat dekat) ketika berhadapan dengan orang asing yang berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dan mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar tanpa menjaga jarak. Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) || 1
Tujuan mahasiswa internasional datang ke Indonesia antara lain untuk mempelajari budaya Indonesia (90%), melakukan apa yang telah dipelajari (90%) dan mempelajari bahasa Indonesia (89%) (Johnson, 2014). Pemahaman yang baik tentang Indonesia baik dari bahasa maupun budaya akan membuat mereka merasa nyaman untuk belajar dalam jangka waktu yang lama. Cara yang paling tepat untuk memahami Indonesia dan budaya lokal adalah dengan belajar bahasa Indonesia. Mahasiswa pembelajar BIPA mempelajari bahasa Indonesia dengan tujuan yang sangat bervariasi antara mahasiswa pembelajar satu dengan lainnya. Sehingga lembaga pendidikan BIPA perlu mengakomodasi kepentingan mereka. Beberapa tujuan belajar bahasa Indonesia antara lain untuk berkomunikasi sederhana, bahasa pengantar untuk melanjutkan pendidikan, memenuhi persyaratan kerja di Indonesia, kemampuan komunikasi antara staf dan atasan dan tujuan yang lebih bersifat pribadi seperti bercakap– cakap dengan pembantu, berbelanja di pasar tradisional, berkomunikasi dengan tukang kebun, memerintah sopir, dan lain– lain. Banyak orang mempelajari bahasa Indonesia dimulai tahun 1795 ketika sebuah institusi Perancis mengadakan kelas belajar bahasa Indonesia untuk pertama kalinya (Alwi, 2011: 257). Saat ini lebih dari 45 negara melaksanakan pengajaran bahasa Indonesia melalui pendidikan formal di perguruan tinggi ataupun kursus– kursus formal dan informal. Negara–negara lain telah memasukkan bahasa Indonesia sebagai bagian dari mata kuliah yang diajarkan seperti Amerika Serikat (9 Universitas), Jerman (6 Universitas), Jepang (28 Universitas) dan Australia (13 Universitas dan 500 sekolah menengah). Kepala Badan Pengembangan dan Kebudayaan, Mahsun, menyatakan ada 45 negara menjadi peserta BIPA dengan 174 tempat pelaksanaan pembelajaran BIPA (www.edukasi.kompas.com). Bahkan, negara Vietnam menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar kedua yang digunakan di sana (Liputan 6.com, 2019). Perkembangan bahasa Indonesia bagi penutur asing di berbagai negara begitu cepat dan pengiriman 793 pengajar ke luar 2 || Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
negara menunjukkan begitu penting peran Bahasa Indonesia (CNN Indonesia.com., 2020). Berkembangnya pembelajaran BIPA di Indonesia maupun di negara lain menuntut lembaga pendidikan BIPA mempersiapkan bahan ajar sebaik-baiknya dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan pembelajar. Mahasiswa pembelajar BIPA mempunyai standar tinggi dalam menilai kualitas pendidikan sehingga pengajar BIPA harus mempunyai standar mutu bahan ajar dan kualitasnya diakui setidaknya oleh lembaga jaminan mutu di perguruan tinggi yang bersangkutan. Pemilihan materi bahan ajar BIPA harus cermat dan hati-hati karena setiap mahasiswa pembelajar BIPA memiliki tujuan belajar yang berbeda-beda. Hasil observasi awal menunjukkan masalah–masalah yang muncul di pembelajaran BIPA antara lain: 1) bahan ajar yang tersedia belum distandarisasi antara satu lembaga pendidikan BIPA dengan lainnya karena tergantung pada kekhasan dan keunggulan pelayanan masing–masing, 2) pengenalan budaya terpisah dengan pengajaran bahasa, 3) pembelajaran berbicara bersifat teoretis sehingga mahasiswa pembelajar BIPA kesulitan ketika berdialog di lingkungan masyarakat, dan 4) pembelajaran menyimak masih belum maksimal dengan kurangnya audio menyimak yang memadai dan fasilitas yang mendukung. Penelitian Judith dan Suderman (2005: 47) menemukan metode mengajar bahasa kedua yang didasarkan pada gagasan menghambat kegiatan bahasa pertama yang dimiliki pembelajar. Pengajar bahasa Spanyol di kelas penutur asli Meksiko mensimulasikan oasis budaya Spanyol dan berusaha keras untuk mempertahankan bahasa Spanyol di kelas setiap saat. Mereka menggunakan berbagai teknik dengan menghindari bahasa pertama pembelajar dalam mengajar kosa kata. Pengajar lebih sering menggunakan gambar, konteks, miming, dan suasana untuk meningkatkan hubungan \"bentuk-makna\" untuk pembelajar bahasa kedua. Proses membuat koneksi makna-bentuk inilah yang oleh Terrell (Judith dan Suderman, 2005: 214) disebut mengikat yaitu proses mental kognitif dan afektif yang terjadi ketika seorang pengajar bersikeras bahwa kata baru dikaitkan langsung dengan maknanya dan bukan menterjemahkan. Penulis menganggap Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) || 3
penggunaan bahasa pertama dianggap merugikan bagi proses pembelajaran bahasa kedua. Banyak lembaga pendidikan BIPA di Jawa Tengah menggunakan kurikulum yang terintegrasi karena menyesuaikan dengan kebutuhan pembelajarnya. Ada tiga kurikulum yang biasa digunakan yaitu the Common European Framework of Reference (CEFR), Standar Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebahasaan (PPSDK), dan kurikulum Balai Bahasa. Beberapa lembaga pendidikan BIPA di Jawa Tengah telah melaksanakan proses pembelajaran dengan sumber bahan ajar yang berbeda– beda kondisinya. Para pengajar BIPA di Universitas Muhammadiyah Purwokerto belum mempunyai bahan ajar sendiri sehingga masih menggunakan dari lembaga pendidikan BIPA lain seperti Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Pendidikan Indonesia dan Universitas Indonesia. Kondisi yang sama juga di Universitas Muhammadiyah Surakarta yang belum mempunyai bahan ajar buatan sendiri terutama untuk keterampilan menyimak dan berbicara. Pengajar mempertahankan penggunaan bahasa Indonesia setiap saat dan menjaga peserta didik dalam suasana Indonesia merupakan komponen penting di kelas BIPA. Pengajar BIPA mengenalkan budaya dengan cara datang ke tempat pariwisata dan tempat bersejarah untuk menambah pengetahuan mahasiswa pembelajar BIPA. Lembaga BIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta menggunakan bahan ajar Keren dan dilengkapi dengan materi tambahan yang dibuat oleh para pengajar BIPA. Tiga lembaga pendidikan BIPA ini menggunakan bahan ajar yang terpisah dengan materi pengenalan budaya lokal. Kelemahan bahan ajar menyimak dan berbicara BIPA yang terpisah dengan muatan budaya lokal adalah pengajar BIPA membutuhkan waktu khusus untuk mengenalkan budaya. Mahasiswa pembelajar BIPA mengalami kendala ketika berkunjung ke tempat wisata atau tempat bersejarah. Mereka cenderung pasif dan tidak dapat berkomunikasi aktif ketika kunjungan pariwisata itu karena kurangnya bekal pemahaman kosakata dan pengetahuan budaya lokal. Mahasiswa pembelajar BIPA dapat berkomunikasi bahasa Indonesia dengan lancar apabila mereka mampu menyimak dan menangkap pesan yang ada. 4 || Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
Kemampuan menyimak menentukan kemampuan dan kelancaran para mahasiswa pembelajar BIPA dalam berkomunikasi dengan orang lain. Harmer (2012: 187) menekankan pentingnya menyimak karena kegiatan menyimak merupakan kesempatan bagi siswa menyerap informasi dari pengajar dan menyampaikan pesan kepada orang lain melalui kegiatan berbicara. Zeng (2014: 140) menunjukkan hasil penelitiannya bahwa sebagian besar murid China menganggap menyimak adalah kegiatan yang lebih sulit dari membaca, menulis, dan berbicara. Kemampuan menyimak mempengaruhi kemampuan berbicara mahasiswa internasional dan kedua keterampilan ini saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Mahasiswa pembelajar BIPA membutuhkan bahan ajar menyimak dan berbicara untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi. Materi menyimak dalam buku teks berisi teori-teori sehingga menjauhkan mahasiswa pembelajar BIPA dari kegiatan menyimak sesungguhnya dalam kehidupan sehari–hari. Penulis mengembangkan bahan ajar bermuatan nilai-nilai budaya lokal dan persilangan budaya yang mempermudah mahasiswa pembelajar BIPA beradaptasi dengan lingkungan. Pemahaman silang budaya antara budaya lokal Jawa Tengah dan budaya asing menjembatani kesulitan adaptasi yang dapat dialami mahasiswa pembelajar BIPA ketika mereka tinggal di Indonesia. Pengajar BIPA mengenalkan multikultural yang ada di Jawa Tengah sehingga mahasiswa pembelajar BIPA memahami budaya Indonesia secara utuh. Penelitian Arumdyahsari dkk (2013: 102) menunjukkan bahwa mahasiswa pembelajar BIPA tingkat madya mengharapkan suatu bahan ajar yang menarik baik desain maupun isi, materi mudah dipahami, materi bisa dipraktikkan langsung, memuat banyak latihan, adanya gambar ilustrasi, dan terdapat pembelajaran budaya. Saddhono (2015: 19) mendukung hal ini dengan mengatakan bahwa aspek budaya harus diintegrasikan secara sistematis sehingga mahasiswa pembelajar BIPA dapat belajar dan menghargai kebiasaan dan nilai-nilai sosial budaya yang berlaku di masyarakat Indonesia. Hal-hal di atas memperlihatkan kebutuhan untuk mengembangkan bahan ajar menyimak dan berbicara bermuatan budaya lokal untuk menjembatani kebutuhan pengenalan budaya Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) || 5
dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi pada mahasiswa pembelajar BIPA. Pembelajaran bahasa Indonesia yang sistematis dan terencana membuat mahasiswa pembelajar BIPA lebih siap dan mampu menerima perkuliahan lebih baik. Mereka umumnya sangat membutuhkan kemampuan menyimak dan menyerap informasi/materi kuliah dalam proses perkuliahan. Mahasiswa pembelajar BIPA yang kuliah di Indonesia harus mampu mengembangkan kemampuan menyimak dan merespon (berbicara) dengan lawan bicaranya sehingga dapat bercakap–cakap dengan lancar sesuai konteks. Pengajar BIPA melatihkan proses ini dalam pembelajaran BIPA dengan menangkap informasi dan merespon secara lisan sehingga keterampilan menyimak dan berbicara akan berkembang sesuai dengan tahapan yang ditargetkan. Temuan Blyth (Magnan, 2003: 174) menyatakan pembelajar cenderung berpikir bahwa pembelajaran bahasa kedua semakin tidak relevan dan tidak sesuai dengan perkembangan jaman kecuali jika pengajar menemukan cara untuk mengatasi keragaman budaya dan bahasa yang berkembang di dalam dan di luar ruang kelas mereka. Tujuan mengajar budaya melalui bahasa bukan untuk membuat peran bahasa menjadi kecil tetapi untuk memberikan pemahaman mengapa penutur bahasa kedua dapat bertindak berbeda dibandingkan penutur asli. Pada akhirnya, pembelajar bahasa kedua dapat memutuskan bagaimana mereka memahami budaya dan bertanggung-jawab sebagai bagian dari kesadaran sosial Kramsch (Magnan, 2003: 27). Lembaga pendidikan BIPA sudah saatnya menata kembali lingkungan dan suasana kelas BIPA supaya para mahasiswa pembelajar BIPA dapat beradaptasi di daerah- daerah yang multibahasa. Menyimak dan berbicara ini merupakan dua kemampuan dasar yang harus dimiliki mahasiswa pembelajar BIPA sehingga dapat berkomunikasi dengan masyarakat Indonesia. Menyimak termasuk receptive skill yang artinya proses diserap dari wacana dan berbicara termasuk productive skill yang artinya pembelajar memproduksi bahasa sendiri (Harmer, 2012). Kemampuan berkomunikasi mahasiswa pembelajar BIPA sangat tergantung pada penguasaan menyimak dan berbicara sehingga bahan ajar kedua keterampilan ini harus dibuat dengan matang dan terstandar. 6 || Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
Mereka dapat berbicara dengan lancar apabila ia mampu menyimak apa yang disampaikan lawan bicaranya. Bahan ajar menyimak yang bermuatan budaya lokal melatih mahasiswa pembelajar BIPA untuk terbiasa mendengarkan hal–hal yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan bahan ajar berbicara mendukung kemampuan berkomunikasi mereka dengan banyak praktik di dalam kelas. Jawa Tengah mempunyai beragam budaya berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya sehingga sangat menarik untuk dikaji, diteliti, dan dikembangkan. Pengembangan materi budaya Jawa Tengah dalam bahan ajar dikhususkan pada budaya lokal Banyumas yang terkenal dengan bahasa ngapak, budaya Solo yang dekat dengan budaya keraton dan bahasanya yang halus serta Semarang dengan budaya pesisir pantai yang terbiasa dengan bahasanya berintonasi keras khas Pantura. Ketiga wilayah ini tidak hanya mewakili bahasa lokal yang berbeda tetapi lebih dari itu budaya yang muncul juga berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Keunikan ketiga daerah ini memperkaya proses adaptasi mahasiswa pembelajar BIPA selama tinggal di Jawa Tengah. Pengajaran bahasa Indonesia tidak dapat mengabaikan pengenalan kekayaan budaya Indonesia yang beragam. Pengajar BIPA menjadi agen perantara budaya yang dipenuhi dengan nilai–nilai simbolik, menjadi intercultural speaker dilandasi filosofi kritis pendidikan (Bryam, 2008), sehingga pembelajar BIPA lebih paham dan menghargai Indonesia. Untuk itulah, pengembangan bahan ajar menyimak dan berbicara bermuatan budaya lokal bagi mahasiswa pembelajar BIPA di Jawa Tengah penting dilaksanakan.[] Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) || 7
8 || Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
unit 2 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BIPA Bahan ajar merupakan bagian dari sumber belajar. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. Berdasarkan pengertian dari Pendidikan Menengah Kejuruan (Dikmenjur) dikemukakan pengertian bahwa bahan ajar merupakan seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran. Siswa dapat mempelajari suatu kompetensi dasar secara runtut dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu. Pengembangan bahan ajar harus dapat menjawab atau memecahkan masalah ataupun kesulitan dalam belajar. Terdapat sejumlah materi pembelajaran yang seringkali siswa sulit untuk memahaminya ataupun guru sulit menjelaskannya. Kesulitan tersebut dapat saja terjadi karena materi abstrak, rumit, asing, dsb. Untuk mengatasi kesulitan ini maka perlu dikembangkan bahan ajar yang tepat. Apabila materi pembelajaran akan disampaikan bersifat abstrak, maka bahan ajar harus mampu membantu siswa menggambarkan sesuatu yang abstrak tersebut. Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) || 9
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. MANFAAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR Guru mengembangkan bahan ajar sendiri akan memperoleh beberapa manfaat antara lain: pertama, diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan kebutuhan siswa; kedua, tidak lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit diperoleh; ketiga, bahan ajar menjadi lebih kaya karena dikembangkan dengan menggunakan berbagai referensi; keempat, menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis bahan ajar; kelima, bahan ajar akan mampu membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru dengan siswa karena siswa akan merasa lebih percaya pada gurunya. Guru juga dapat memperoleh manfaat lain, misalnya tulisan tersebut dapat dilanjutkan untuk menambah angka kredit, ataupun dikumpulkan menjadi buku dan diterbitkan. Dengan tersedianya bahan ajar yang bervariasi, maka siswa akan mendapatkan manfaat yaitu kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik. Siswa akan lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran guru. Siswa juga akan mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus dikuasainya. Bahan ajar disusun dengan tujuan : 1. Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa, yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial siswa. 10 || Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
2. Membantu siswa dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh. 3. Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran. 1. Pedoman bagi guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada siswa. 2. Pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari/dikuasainya. 3. Alat evaluasi pencapaian/penguasaan hasil pembelajaran. Berdasarkan teknologi yang digunakan, bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu bahan cetak (printed) seperti handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket. Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, film. Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI (Computer Assisted Instruction), compact disc (CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan bahan ajar BIPA, yaitu: 1. Mulai dari yang mudah ke sulit, dari kongkret ke abstrak Siswa akan lebih mudah untuk memahami sebuah konsep tertentu apabila penjelasan dimulai dari yang mudah atau sesuatu yang kongkret, sesuatu yang nyata ada di lingkungan siswa. Misalnya untuk menjelaskan konsep pasar, maka siswa diajak berdiskusi tentang pasar yang dekat dengan rumah Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) || 11
mereka. Setelah itu barulah berdiskusi tentang jenis pasar lainnya seperti pasar tradisional dan pasar modern. 2. Pengulangan Dalam pembelajaran, pengulangan sangat diperlukan agar siswa lebih memahami suatu konsep. Kita sering mendengar pepatah yang mengatakan bahwa 5x2 lebih baik daripada 2x5. Artinya, walaupun sama, suatu informasi diulang-ulang akan lebih membekas di ingatan siswa. Namun pengulangan dalam penulisan bahan ajar atas informasi yang sama harus disajikan secara tepat dan bervariasi sehingga tidak membosankan dan memunculkan rasa ingin tahu siswa. 3. Umpan Positif Seringkali kita menganggap enteng dengan memberikan respon yang sekedarnya atas hasil kerja siswa. Padahal respon yang diberikan guru akan menjadi penguatan bagi siswa. Perkataan seorang guru seperti “Ya benar...Pintar...Benar, tetapi akan lebih baik kalau...Hebat...” akan menimbulkan kepercayaan diri pada siswa bahwa ia telah menjawab atau melakukan suatu kegiatan dengan benar. Sebaliknya, respon negatif akan melemahkan motivasi siswa dan mematahkan semangat untuk mencoba. Untuk itu, jangan lupa memberikan umpan balik positif terhadap hasil kerja siswa. 4. Motivasi Seorang siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan lebih berhasil dalam belajar. Untuk itu, maka salah satu tugas guru dalam melaksanakan pembelajaran adalah memberikan dorongan (motivasi) agar siswa mau belajar. Banyak cara untuk memberikan motivasi, antara lain dengan memuji, memberikan harapan, memperjelas tujuan dan manfaat, memberi contoh, ataupun menceritakan sesuatu yang membuat siswa senang belajar, dan lain-lain. 5. Setahap demi Setahap 12 || Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
Pembelajaran adalah suatu proses yang bertahap dan berkelanjutan. Untuk mencapai suatu standar kompetensi yang tinggi, perlu dibuatkan tujuan antara. Ibarat anak tangga, semakin lebar anak tangga semakin sulit kita melangkah, namun juga anak tangga yang terlalu kecil terlampau mudah melewatinya. Guru semestinya menyusun anak tangga tujuan pembelajaran dengan tepat, sesuai karakteristik siswa. Dalam bahan ajar, anak tangga dirumuskan dalam bentuk indikator- indikator kompetensi. 6. Mengetahui Hasil Belajar Ibarat menempuh perjalanan jauh, untuk mencapai kota tujuan, sepanjang perjalanan kita akan melewati kota-kota lain. Kita akan senang apabila pemandu perjalanan memberitahukan setiap kota yang dilewati sehingga kita menjadi tahu sudah sampai dimana dan berapa jauh lagi kita akan berjalan. Begitu pula dalam proses pembelajaran, guru ibarat pemandu perjalanan. Pemandu yang baik akan memberitahukan kota tujuan yang akan dicapai, bagaimana cara mencapainya, kota apa saja yang akan dilewati, dan memberitahukan sudah sampai mana dan berapa jauh lagi perjalanan akan ditempuh. Dengan demikian, semua peserta dapat mencapai kota tujuan dengan selamat. Dalam pembelajaran, setiap anak akan mencapai tujuan tersebut dengan kecepatannya sendiri, namun mereka semua akan sampai kepada tujuan dengan waktu yang berbeda-beda.[] Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) || 13
14 || Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
unit 3 BAHAN AJAR CETAK Bahan ajar cetak (printed) adalah sejumlah bahan yang disiapkan dalam kertas, yang dapat berfungsi untuk keperluan pembelajaran atau penyampaian informasi. Handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model atau maket, merupakan beberapa jenis bahan cetak. Menurut Peter Ballsteadt, bahan cetak yang tersusun dengan baik akan memberikan keuntungan sebagai berikut : 1. Bahan tertulis biasanya menampilkan daftar isi sehingga memudahkan guru untuk menunjukkan kepada siswa bagian mana yang sedang dipelajari. 2. Biaya relatif murah untuk membuatnya. 3. Bahan tertulis cepat digunakan dan mudah didistribusikan. 4. Memberikan kemudahan kreativitas bagi individu. 5. Bahan tertulis relatif ringan dan dapat dibaca dimana saja. 6. Bahan ajar yang baik akan memotivasi pembaca untuk melakukan aktivitas, seperti: menandai, mencatat, dan membuat sketsa. 7. Bahan tertulis dapat dinikmati sebagai sebuah dokumen yang bernilai besar. 8. Pembaca dapat mengatur tempo secara mandiri. Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) || 15
1. Mencetak bahan ajar cetak memakan waktu cukup lama, tergantung kompleksnya pesan yang dicetak dan keadaan alat percetakan setempat. 2. Mencetak gambar atau berwarna memerlukan biaya mahal. 3. Sulit menampilkan gerak di bahan ajar cetak. 4. Pelajaran yang terlalu banyak disajikan di media cetak cenderung mematikan minat dan menyebabkan kebosanan. 5. Tanpa perawatan yang baik, bahan ajar cetak cepat rusak, hilang, atau musnah. Menurut Steffen–Peter Ballstaed ada 6 hal yang harus diperhatikan dalam menyusun bahan ajar cetak, yaitu: 1. Susunan tampilan, urutan mudah difahami, judul singkat, ada daftar isi, dan kalimat tidak terlalu panjang. 2. Bahasa mudah difahami, berkaitan dengan mengalirnya kosakata, kalimat yang jelas, dan hubungan antar kalimat. 3. Menguji pemahaman berkaitan dengan menilai melalui orang dan checklist untuk pemahaman. 4. Stimulan, berkaitan dengan enak tidaknya dilihat, tulisan yang mendorong pembaca untuk berpikir, dan menguji stimulan. 5. Kemudahan dibaca berkaitan dengan keramahan terhadap mata (huruf yang digunakan tidak terlalu kecil dan enak dibaca), urutan eks terstruktur, dan mudah dibaca. 6. Materi instruksional berkaitan dengan pemilihan teks, bahan kajian, dan lembar kerja (worksheet). Sementara itu, dalam pembuatan bahan ajar cetak terdapat 4 hal teknis penataan halaman (komposisi), yaitu: 1. Keragaman (variety). Penataan halaman hendaknya menggunakan variasi antara narasi deskriptif dan ilustrasi (foto atau gambar kartun atau bagan) sehingga dapat mempertahankan perhatian siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. 2. Keseimbangan (balance). Keseimbangan formal yang ditandai adanya garis tak terlihat di tengah halaman. Penataan seperti ini 16 || Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
akan menghasilkan “gambar kaca” yakni, satu sisi halaman terlihat sama dengan sisi lainnya. 3. Kesederhanaan (simplicity). Ada 3 cara yaitu: gunakan huruf yang bersih, jelas, dan rata kegelapannya (ketebalannya), gunakan foto cetak yang bersih, jelas, dan tajam (sedapat mungkin foto hitam putih yang mengkilap) dan jika perlu gunakan gambar dan satu warna. 4. Ada tiga hal yang dilarang, yaitu: menjejali halaman dengan gaya huruf berbagai jenis dengan banyak gambar (sisakan ruang kosong secukupnya), mencampuradukkan gaya huruf kecuali untuk tujuan penekanan dan membuat judul terlalu tebal sehingga mengalahkan isi naskah. Handout Pengertian handout seperti dijelaskan Echols dan Shadily adalah sesuatu yang diberikan secara gratis. Sementara itu, Mohammad berpendapat handout merupakan selembar (beberapa lembar) kertas berisi tugas atau tes yang diebrikan pendidik kepada siswa. Dalam literatur lain dijelaskan bahwa handout adalah bahan pembelajaran yang sangat ringkas bersumber dari berbagai literatur yang relevan terhadap kompetensi dasar dan materi pokok yang diajarkan kepada siswa. Fungsi handout antara lain membantu siswa agar tidak mencatat, pendamping penjelasan guru, bahan rujukan siswa, memotivasi siswa lebih giat belajar, pengingat pokok–pokok materi yang diajarkan, memberi umpan balik dan untuk menilai hasil belajar. Sedangkan tujuan pembuatan handout adalah memperlancar dan memberikan bantuan informasi atau materi pembelajaran sebagai pegangan siswa, memperkaya pengetahuan siswa, dan mendukung bahan ajar lainnya atau penjelasan guru. Manfaat pengembangan handout dalam pembelajaran memudahkan siswa saat mengikuti proses pembelajaran dan Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) || 17
melengkapi kekurangan materi, baik materi dalam buku ajar maupun materi yang diberikan secara lisan oleh pendidik. Pada umumnya handout berhubungan dengan materi yang diajarkan pendidik. Biasanya handout terdiri dari catatan (baik lengkap maupun kerangkanya saja), tabel, diagram, peta, dan materi tambahan lainnya. Sementara itu, unsur – unsur handout (struktur), yaitu: a. Identitas: nama sekolah, kelas, nama mata pelajaran, pertemuan ke-, handout ke -, jumlah halaman, dan mulai berlakunya handout. b. Materi pokok atau materi pendukung pembelajaran yang akan disampaikan. Bagan di bawah ini menjelaskan jenis handout dilihat dari sudut pandang mata pelajaran dan ketergantungannya dengan bahan ajar lain. Untuk lebih jelasnya, digambarkan di bawah ini. Bagan 3.1. Jenis-jenis handout Bedasarkan bagan 3.1 di atas, susunan handout praktik, antara lain : 1) Materi pokok kegiatan praktik, di dalamnya terdiri dari: langkah–langkah kegiatan/proses yang harus dilakukan siswa, langkah demi langkah dalam memilih alat, merangkai dan menggunakan alat atau instrumen yang akan digunakan atau dipasangkan dalam unit atau rangkaian kegiatan praktik. 2) Pembelajaran dengan melakukan praktik ini berbeda dengan pembelajaran teori, pengalaman dan keterampilan siswa sangat diharapkan dalam penggunaan alat atau instrumen praktik (harus mutlak benar), salah dalam merangkai atau 18 || Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
menggunakan akan berakibat fatal, kerusakan atau bahkan kecelakaan. 3) Perlu atau seringkali dilakukan pretest terlebih dahulu, sebelum siswa memasuki ruangan laboratorium atau bengkel, untuk mengetahui sejauhmana siswa telah siap dengan segala apa yang akan dilakukan praktik tersebut. 4) Penggunaan alat evaluasi (reported sheet) sangat diperlukan untuk umpan balik dan untuk melihat tingkat ketercapaian tujuan, serta kompetensi yang harus dikuasai dan dicapai oleh setiap siswa. 5) Keselamatan kerja di laboratorium bengkel perlu dibudayakan dalam kegiatan praktik, baik praktik di lab maupun di bengkel. 6) Format identitasnya sama dengan penjelasan di atas, isi handout disesuaikan dengan kekhususan materinya. 7) Susunan handout nonpraktik mengacu pada SAP (Satuan Acara Pembelajaran). Dalam langkah teknisnya, berikut dijelaskan langkah–langkah dalam pembuatan handout : a. Lakukan analisis kurikulum. b. Menentukan jumlah handout dan sesuaikanlah dengan kompetensi dasar dan materi pokok yang akan dicapai. c. Mengumpulkan referensi sebagai bahan penulisan. d. Gunakan kalimat yang tidak terlalu panjang. e. Mengevaluasi hasil tulisan dengan cara dibaca ulang, bila perlu dibaca orang lain terlebih dahulu untuk mendapatkan masukan. f. Memperbaiki handout sesuai dengan kekurangan yang ditemukan. Modul Menurut Abdul Majid, modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar siswa dapat belajar mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru. Pendapat lain, modul dimaknai sebagai seperangkat bahan ajar yang disajikan secara sistematis sehingga penggunaannya dapat belajar dengan dan atau seorang fasilitator atau guru. Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) || 19
Sedangkan Vembiarto mengatakan modul adalah satu unit program kegiatan belajar mengajar terkecil yang secara terperinci menggariskan tentang pertama, tujuan instruksional umum yang akan ditunjang pencapaiannya, kedua, topik yang akan dijadikan pangkah proses belajar mengajar, ketiga, tujuan instruksional khusus yang akan dicapai siswa, keempat, pokok–pokok materi yang akan dipelajari dan diajarkan, kelima, kedudukan dan fungsi satuan (modul) dalam kesatuan program yang lebih luas, keenam, peranan guru di dalam proses belajar mengajar, ketujuh, alat – alat dan sumber yang akan dipakai, kedelapan, kegiatan belajar yang harus dilakukan dan dihayati murid secara berurutan, kesembilan, lembaran kerja yang harus diisi anak dan kesepuluh, program evaluasi yang akan dilaksanakan selama berjalannya proses belajar ini. Sementara itu, pendapat lainnya menjelaskkan modul adalah satuan program pembelajaran yang terkecil dan dapat dipelajari oleh siswa sendiri (self-instructional) setelah siswa menyelesaikan satu satuan dalam modul, selanjutnya siswa dapat melangkah maju dan mempelajari satuan modul berikutnya. Fungsi modul adalah sebagai bahan ajar mandiri, pengganti fungsi pendidik, alat evaluasi, dan sebagai bahan rujukan bagi siswa. Sedangkan tujuan dari modul itu sendiri antara lain siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau bimbingan pendidik, peran pendidik tidak terlalu dominan dan otoriter dalam kegiatan pembelajaran, melatih kejujuran siswa, mengakomodasi berbagai tingkat dan kecepatan belajar siswa, dan siswa mampu mengukur sendiri tingkat penguasaan materi yang telah dipelajarinya. Kegunaan modul adalah sebagai penyedia informasi dasar karena dalam modul disajikan berbagai materi pokok yang masih bisa dikembangkan, sebagai bahan instruksi atau petunjuk bagi siswa, sebagai bahan pelengkap dengan ilustrasi dan foto yang komunikatif. dan modul bisa menjadi petunjuk mengajar yang efektif bagi pendidik dan menjadi bahan untuk berlatih siswa dalam melakukan penilaian sendiri (self-assessment). 20 || Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
Bagan 3.2 Jenis-jenis modul Modul inti merupakan modul yang disusun dari kurikulum dasar, tuntutan pendidikan dasar umum yang diperlukan oleh seluruh warga negara Indonesia,hasil penyusunan dari unit – unit program. Modul pengayaan adalah salah satu bentuk modul yang merupakan hasil penyusunan unit–unit program pengayaan yang berasal dari program pengayaan bersifat memperluas (dimensi horisontal) dan mendalam (dimensi vertikal) untuk mengakomodasi siswa yang telah menyelesaikan dengan baik program pendidikan dasarnya mendahului teman – temannya. Secara teknis, modul tersusun dalam empat unsur yaitu: a. Judul modul, berisi nama modul dari mata kuliah/ mata pelajaran tertentu. b. Petunjuk umum, penjelasan tentang langkah – langkah yang akan ditempuh dalam pembelajaran: (1) kompetensi dasar, (2) pokok bahasan, (3) indikator pencapaian, (4) referensi, (5) strategi pembelajaran, (6) menjelaskan pendekatan, metode, langkah yang digunakan dalam pembelajaran, (7) lembar kegiatan pembelajaran, (8) petunjuk bagi mahasiswa untuk memahami langkah – langkah dan materi perkuliahan dan (9) evaluasi. Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) || 21
c. Materi modul berisi penjelasan secara rinci tentang materi yang dikuliahkan pada setiap pertemuan. d. Evaluasi semester untuk mengukur kompetensi mahasiswa sesuai mata kuliah yang diberikan. Sementara itu, di bawah ini dijelaskan langkah–langkah dalam pembuatan modul, yaitu: a. Analisis kurikulum: menentukan materi, standar kompetensi,kompetensi dasar, indikator,dan tema. b. Menentukan judul modul. c. Pemberian kode modul. d. Penulisan modul berisi: 1) Perumusan kompetensi dasar yang harus dikuasai 2) Menentukan alat evaluasi atau penilaian 3) Penyusunan materi. 4) Urutan pengajaran. 5) Struktur bahan ajar modul. 22 || Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
unit 4 TEORI PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BIPA Seorang pengajar bahasa terutama pengajar BIPA, membutuhkan bahan ajar yang tepat untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien. Salah satu unsur pertama dan utama untuk meningkatkan mutu pengajaran BIPA berdasarkan amanat Kongres Bahasa Indonesia 1993 adalah bahan pengajaran terutama yang berupa buku (Alwi, 2011:266). Tomlinson (2008: xi) mendefinisikan bahan ajar sebagai segala sesuatu yang digunakan untuk membantu mengajar pembelajar bahasa dapat berupa buku teks, buku kerja siswa, kaset, CD Rom, video, fotokopian handout, surat kabar, paragraf yang ditulis di papan tulis: segala sesuatu yang mempresentasikan atau menginformasikan tentang bahasa yang dipelajari. Bahan ajar sebaiknya memberikan dampak pada pembelajar menjadi lebih ingin tahu, tertarik dan perhatian pada materi yang diajarkan. Berbeda dengan Tomlinson, Dick dan Carey (2005: 229) berpendapat bahwa bahan ajar adalah seperangkat materi atau substansi pelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan bahan ajar adalah (1) motivasi belajar yang diinginkan, (2) kesesuaian materi yang Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) || 23
diberikan, (3) mengikuti urutan yang benar, (4) berisi informasi yang dibutuhkan, (5) ada latihan praktik, (6) dapat memberi umpan balik, (7) tersedia tes yang sesuai dengan materi yang diberikan, (8) tersedia petunjuk bagi peserta didik untuk tahap – tahap aktivitas yang dilakukan dan (9) dapat diingat dan ditransfer. Sementara Rusman (2014: 175) mendefinisikan bahan ajar adalah materi atau isi pokok bahasan yang harus spesifik dan erat hubungannya dengan tujuan yang telah ditetapkan. Bahan ajar yang diajarkan hendaknya memiliki hubungan dengan kebutuhan mahasiswa pembelajar BIPA sehingga akan mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan oleh pengajar BIPA. Majid (2008: 56) melengkapi pengertian bahan ajar merupakan informasi, alat atau teks yang diperlukan pengajar untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Cakupan bahan ajar antara lain (1) petunjuk belajar, (2) kompetensi yang akan dicapai, (3) informasi pendukung, (4) latihan-latihan, (5) pentunjuk kerja dapat berupa lembar kerja dan (6) evaluasi. Selain itu, Amri dan Ahmadi (2010: 105) berpendapat bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu pengajar dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Bahan ajar adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dipelajari pembelajar dalam rangka mecapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Amri menyatakan bahwa (2010: 112) tujuan dikembangkannya bahan ajar adalah (1) untuk menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan pembelajar, (2) membantu pembelajar dalam memperoleh akternatif bahan ajar, dan (3) mempermudah pengajar dalam melaksanakan pembelajaran. Dari beberapa definisi di atas maka penulis mengambil kesimpulan bahwa bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis, menampilkan kompetensi yang akan dikuasai mahasiswa penutur BIPA dapat berupa buku teks, buku kerja siswa, CD room, video, fotokopian handout, surat kabar dan lain sebagainya, yang harus spesifik dan erat hubungannya dengan kebutuhan mahasiswa internasional dalam belajar bahasa Indonesia. 24 || Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
Salah satu cara meningkatkan kualitas pengajaran adalah melalui penggunaan bahan ajar yang dikembangkan yang memuat penemuan teori-teori terbaru dan penelitian mutakhir (Howerdew dan Miller, 2005). Perkembangan bahan ajar telah terjadi selama beberapa dekade, pengajaran berbicara pada pengguna bahasa kedua berkembang menyesuaikan temuan-temuan terbaru dan kebutuhan para penggunanya. Tomlinson (2008) berpandangan bahwa materi pengajaran bahasa kedua dikembangkan tidak hanya oleh penulis tetapi juga melibatkan pengajar dan pembelajar dan proses kreatif ini melibatkan kondisi kelas yang nyata. Buku pegangan pembelajar BIPA dan buku panduan pengajar BIPA bermuatan budaya lokal merupakan bahan ajar yang lebih fokus pada tema-tema, topik- topik bermakna global, dan sesuai dengan konteks penggunanya. Buku sebagai bahan ajar merupakan hasil analisis terhadap kurikulum dalam bentuk tertulis, bisa dikatakan sebagai hasil karya seorang penulis atau tim penulis yang disusun berdasarkan kurikulum atau tafsiran atas kurikulum yang berlaku (Majid, 2008; Nasution, 1987). Pengembangan bahan ajar BIPA menjadi sebuah suatu upaya untuk menjawab atau memecahkan masalah atau kesulitan dalam belajar bahasa Indonesia bagi mahasiswa pembelajar BIPA. Pengajar BIPA kadang-kadang mengalami kesulitan menjelaskan sejumlah materi yang abstrak atau rumit sehingga mahasiswa pembelajar BIPA memerlukan materi yang tepat untuk menggambarkannya. Pengembangan bahan ajar memerlukan langkah-langkah sistematik yang saling terkait untuk menghasilkan bahan ajar yang berkualitas. Menurut Rowntree (Sadjati, 2002: 124) ada lima langkah prosedur pengembangan bahan ajar, antara lain: Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) || 25
Gambar 4.1. Prosedur pengembangan bahan ajar Gambar 4.1 tersebut mendeskripsikan bagaimana pengembangan bahan ajar dilakukan oleh pengajar atau pengembang materi pembelajaran. Pengajar mengidentifikasi kondisi pembelajar yang berkaitan dengan tingkat penguasaan atau kemampuan dari materi di tahap analisis. Informasi mengenai perilaku awal dan karakteristik awal pembelajar sangat bermanfaat ketika pengajar menentukan jenis bahan ajar yang akan dikembangkan dan pemilihan strategi penyampaian materi bahan ajar. Kemudian, tahap berikutnya adalah perancangan bahan ajar dengan merumuskan tujuan pembelajaran dengan melengkapi komponen antara lain audience (siapa yang memanfaatkan bahan ajar), behavior (perilaku hasil belajar yang seperti apa yang dituntut kompetensi), condition (kondisi, sarana, dan prasarana yang seperti apa untuk mengukur tercapainya kompetensi) dan degree (tingkat kompetensi yang dicapai). Persiapan dan perancangan bahan ajar membutuhkan waktu yang cukup untuk memulai tahap pengembangan. Tahap berikutnya adalah evaluasi dan revisi bahan ajar. Evaluasi merupakan proses untuk memperoleh beragam reaksi (masukan) dari berbagai pihak terhadap bahan ajar yang dikembangkan. Evaluasi sangat diperlukan untuk melihat efektivitas bahan ajar yang dikembangkan. Apakah bahan ajar yang 26 || Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
dikembangkan memang dapat digunakan untuk belajar dapat dimengerti, dapat dibaca dengan baik, dan dapat membelajarkan pembelajar? Di samping itu, evaluasi juga diperlukan untuk memperbaiki (revisi) bahan ajar Anda sehingga menjadi bahan ajar yang baik. Secara umum bahan ajar dibedakan menjadi dua yaitu bahan ajar cetak dan bahan ajar non cetak. Pengembangan bahan ajar menyimak dan berbicara bermuatan budaya lokal terdiri dari buku pegangan pembelajar BIPA (cetak), buku panduan pengajar BIPA (cetak), audio menyimak (non cetak), dan video percakapan bermuatan budaya lokal (non cetak).[] Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) || 27
28 || Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
unit 5 BAHAN AJAR MENYIMAK DAN BERBICARA Buku teks adalah buku pelajaran dalam bidang studi tertentu, yang merupakan buku standar, yang disusun oleh para pakar dalam bidang itu untuk maksud-maksud dan tujuan instruksional, yang diperlengkapi dengan sarana pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainya di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi sehingga dapat menunjang sesuatu program pengajaran (Tarigan dan Tarigan, dalam Prastowo, 2014: 59). Bahan ajar berbicara adalah kumpulan materi yang dapat digunakan untuk pembelajaran berbicara yang mampu memberikan pengalaman menyenangkan bagi mahasiswa pembelajar BIPA (Komalasari, Ita dkk:2018). Materi-materi yang ada disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa pembelajar BIPA sehingga mereka dapat mempraktikkan sehari-hari. Penelitian ini mengembangkan bahan ajar berbicara berupa buku dan video yang berisi dialog- dialog bermuatan budaya lokal Jawa Tengah. Bahan ajar berbicara yang dikembangkan ini berupa buku pegangan pembelajar BIPA, buku panduan pengajar BIPA, dan video berisi percakapan bermuatan budaya lokal Jawa Tengah. Pengembangan buku BIPA mempunyai beberapa tujuan yaitu memudahkan pengajar BIPA dalam menyampaikan materi berbicara, memberi kesempatan pada pembelajar BIPA untuk Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) || 29
mengulangi atau mempelajari materi baru, dan menyediakan materi yang menarik bagi pembelajar BIPA (Nasution, 1987). Prastowo (2014: 243) membedakan buku menjadi empat jenis yaitu buku sumber, buku bacaan, buku pegangan, dan buku bahan ajar. Buku sumber adalah buku yang dijadikan rujukan, referensi dan sumber untuk kajian tertentu membahas kajian ilmu dengan lengkap. Buku bacaan adalah buku yang berfungsi sebagai bahan bacaan saja. Buku pegangan adalah buku yang bisa dijadikan pegangan guru atau pengajar dalam melaksanakan proses pengajaran dan buku bahan ajar adalah buku yang disusun untuk proses pembelajaran berisi bahan-bahan atau materi yang akan diajarkan. Pengembangan bahan ajar bermuatan budaya lokal ini ditujukan untuk pembelajaran menyimak dan berbicara bagi mahasiswa pembelajar BIPA sehingga bentuk yang dibuat adalah buku pegangan atau buku panduan pengajar BIPA dan buku ajar mahasiswa pembelajar BIPA. Buku ajar masih dianggap bahan ajar paling utama dan banyak digunakan di setiap tingkatan pendidikan. Tujuan pengembangan buku ini adalah memudahkan pengajar BIPA untuk menyampaikan materi berbicara dan materi menyimak, mahasiswa pembelajar BIPA dapat mengulangi materi atau mempelajari materi lebih dulu sebelum belajar di kelas, memberi kesempatan pada pengembang bahan ajar untuk kreatif dalam membuat bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum, kebutuhan dan target pembelajaran, dan memaksimalkan kemampuan mahasiswa pembelajar BIPA untuk belajar bahasa Indonesia sesuai konteks lingkungan. Selanjutnya, Prastowo (2014: 248) menyebutkan ada empat kaidah umum yang krusial dan perlu diperhatikan dalam pengembangan buku. Keempat kaidah tersebut adalah tidak mengganggu ketenteraman sosial, tidak mengandung SARA, tidak menjadi pro-kontra, dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Buku-buku yang dikembangkan ini mempunyai tiga standar penilaian yaitu materi, penyajian, dan bahasa atau keterbacaan. Pakar bahasa dan pakar BIPA menilai hasil pengembangan buku ini dengan melihat ketiga hal tersebut: 30 || Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
1) Standar materi ada sembilan meliputi (a) kelengkapan materi, (b) keakuratan materi, (c) kegiatan yang mendukung materi, (d) kemutakhiran materi, (e) upaya untuk meningkatkan kompetensi siswa, (f) pengorganisasian materi mengikuti sistematika keilmuan, (g) materi mengembangkan keterampilan dan kemampuan berpikir, (h) materi merangsang pembelajar untuk melakukan inquiry, dan (i) penggunaan notasi, simbol dan satuan. 2) Standar penyajian meliputi 11 yaitu (a) organisasi penyajian umum, (b) organisasi penyajian per bab, (c) penyajian mempertimbangkan kebermaknaan dan kebermanfaatan, (d) melibatkan siswa secara aktif, (e) mengembangkan proses pembentukan pengetahuan, (f) tampilan umum, (g) variasi dalam cara penyampaian informasi, (h) meningkatkan kualitas pembelajaran, (i) anatomi buku pelajaran, (j) memerhatikan kode etik dan hak cipta, dan (k) memerhatikan kesetaraan gender dan kepedulian terhadap lingkungan. 3) Standar bahasa/keterbacaan meliputi lima yaitu (a) menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, (b) peristilahan mematuhi PUEBI, (c) kejelasan bahasa yang digunakan, (d) kesesuaian bahasa, dan (e) kemudahan untuk dibaca. Ketiga standar di atas dijabarkan dalam tabel penilaian pakar untuk mempertimbangkan kelayakan buku panduan guru dan buku pegangan mahasiswa pembelajar BIPA digunakan dalam pembelajaran BIPA. Format penilaian pakar terhadap pengembangan buku ini dengan memberi tanda pada skala Lichter dengan 1 (sangat tidak setuju), 2 (tidak setuju), 3 (setuju), dan 4 (sangat setuju). Ada 18 pernyataan yang memerlukan penilaian pakar yaitu (a) kesesuaian materi dengan kompetensi yang harus dikuasai mahasiswa pembelajar BIPA, (b) relevansi tugas dengan kemampuan mahasiswa pembelajar BIPA, (c) kelengkapan materi, (d) kesesuaian materi dengan perkembangan mutakhir, (e) kesesuaian dengan kebutuhan budaya lokal, (f) kemasan materi, (g) kesesuaian kemasan materi dengan memperhatikan prinsip materi sederhana ke materi kompleks, (h) materi memotivasi mahasiswa Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) || 31
pembelajar BIPA untuk berkomunikasi, (i)materi mendukung interaksi antar mahasiswa pembelajar BIPA, (j) ketepatan materi budaya lokal dengan kompetensi mahasiswa pembelajar BIPA, (k) kemudahan materi,(l) tema-tema menarik, (m) kesesuaian dengan PUEBI, (n) ketepatan kegiatan, (o) kesesuaian Panjang kalimat, (p) bahasa yang digunakan komunikatif, (q) ketepatan penggunaan ilustrasi, gambar, foto, dan tata letak buku, dan (r) tampilan sampul, penjilidan, kualitas kertas, dan pencetakan buku. Proses pembuatan buku dimulai dengan pertama menganalisis kurikulum menyimak dan berbicara BIPA tingkat Madya (B1) dan budaya-budaya lokal Jawa Tengah apa saja yang bisa diintegrasikan dalam tema-tema. Kedua, menentukan judul buku yaitu Menyimak dan Berbicara Bahasa Indonesia Bermuatan Budaya Lokal untuk Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. Judul ini sesuai dengan materi-materi yang dibuat dalam buku pengajar BIPA dan buku mahasiswa pembelajar BIPA. Ketiga, merancang garis besar buku supaya mencakup aspek kompetensi yang harus dikuasai mahasiswa pembelajar BIPA. Keempat, mengumpulkan referensi sebagai bahan penulisan buku yang berasal dari berbagai sumber seperti buku, artikel internet, dongeng-dongeng rakyat, dan masukan-masukan dari pengajar BIPA. Kelima, menulis buku dengan memerhatikan penggunaan kalimat-kalimat dan pilihan kata yang dapat dipahami mahasiswa pembelajar BIPA dengan mudah. Keenam, mengevaluasi hasil tulisan dengan membaca ulang dan menyuntingnya. Ketujuh, memberi ilustrasi gambar, tabel, contoh nyata tiket kereta, potongan artkel atau lainnya, yang ditambahkan secara proporsional sehingga mendukung penjelasan materi. Langkah-langkah ini memudahkan pengembangan buku menyimak dan berbicara bermuata budaya lokal bagi mahasiswa pembelajar BIPA di Jawa Tengah. 32 || Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
Bahan ajar menyimak yang baik dan menarik sangat berpengaruh pada proses dan hasil belajar mahasiswa pembelajar BIPA (Sugiyono, 2014). Pengembangan bahan ajar menyimak harus disesuaikan dengan tingkat berpikir mahasiswa pembelajar BIPA. Menyimak merupakan pembelajaran yang terkait erat dengan pendengaran sehingga bahan ajar yang ideal berbentuk audio, audio visual atau multimedia. Materi simakan jangan terlalu panjang sehingga mahasiswa pembelajar BIPA lebih terpusat dan mudah mengingat materi yang disimak. Selain itu, materi simakan juga harus disesuaikan dengan karakteristik mahasiswa pembelajar BIPA, mudah dicerna dan memanfaatkan teknologi yang ada di Indonesia sehingga lebih mudah digunakan dan lebih menarik perhatian. Bahan ajar audio merupakan salah satu jenis bahan ajar noncetak yang mengandung suatu sistem menggunakan sinyal radio yang dapat diperdengarkan kepada mahasiswa internasional untuk membantu mereka menguasai kompetensi tertentu (Sadjati, Ida Malati:2003). Ada sembilan karakteristik bahan ajar menyimak dalam hal ini adalah audio antara lain: pertama, mengandung pesan dalam bentuk auditif menurut Wijaya, Cece dkk( Prastowo, 2014:312), baik verbal seperti bahasa lisan atau kata-kata maupun nonverbal seperti bunyi-bunyian dan vokalisasi, seperti gerutuan, guman, dan musik (Munadi, Yudhi: 2008); kedua, mendorong pemusatan perhatian dan mempertahankan pemusatan perhatian; ketiga, instruksi mudah dipahami; keempat, melatih daya analisis mahasiswa internasional apa yang mereka dengar; kelima, menambah arti dari suatu konteks; keenam, bahan ajar audio dapat untuk melatih memisahkan kata atau informasi yang relevan dan yang tidak relevan; ketujuh, bahan ajar audio meningkatkan kemampuan mengingat dan mengemukakan kembali ide atau bagian-bagian cerita (materi) yang mereka dengar (Sudjana,Nana&Rivai,Ahmad: 2005), kedelapan, bahan ajar audio memberi hasil belajar optimal dalam tugas-tugas mempelajari signal, rangkaian (chaining), serta diskriminasi ganda, yang melibatkan keterampilan berbahasa dan musik; dan kesembilan, bahan ajar audio berguna untuk belajar keterampilan diagnostik yang melibatkan bunyi dan pola bunyi. Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) || 33
Kelebihan bahan ajar audio adalah (1) materi sudah tetap, terpateri, dan direproduksi menurut Anderson, RH (Prastowo,2014: 312), (2) produksi dan reproduksi sangat ekonomis dan mudah didistribusikan, (3) peralatan program audio termasuk paling murah dibandingkan media lain, (4) bentuk- bentuk pengajaran terprogram dapat digunakan untuk pengajaran mandiri, memungkinkan setiap pembelajar belajar sesuai kecepatan masing-masing, dan (5) audio dapat dinyalakan dan dihentikan sesuai kebutuhan mahasiswa internasional ketika belajar mandiri. Beberapa keterbatasan bahan ajar audio yang perlu diperhatikan antara lain harus memperhatikan durasi audio karena mahasiswa pembelajar BIPA masih belajar sehingga apabila durasinya lebih dari 15 menit membuat mereka bosan, pengembangan bahan ajar audio membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit apalagi apabila ada perbaikan-perbaikan, dan perlu berkali-kali diujicobakan pada mahasiswa pembelajar BIPA sehingga sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan belajar mereka. Secara umum langkah-langkah pengembangan bahan ajar audio menyimak bermuatan budaya lokal adalah pertama menentukan judul audio menyimak yang diturunkan dari standar kompetensi mahasiswa pembelajar BIPA, kedua membuat petunjuk penggunaan audio menyimak yang ditulis di buku panduan pengajar BIPA, ketiga menyiapkan naskah yang akan direkam audionya dan mengecek kembali konsep naskah itu, Keempat proses rekaman naskah dengan meminta orang lain melakukannya supaya pengembang lebih objektif, Kelima putar rekaman audio menyimak dan perbaiki apabila ada kesalahan-kesalahan. Keenam mengujicoba audio menyimak ke pengajar BIPA dan mahasiswa pembelajar BIPA. Keenam memperbaiki audio menyimak dengan mempertimbangkan masukan-masukan dari pengajar BIPA dan mahasiswa pembelajar BIPA dan ketujuh, memproduksi audio menyimak bermuatan budaya lokal bagi mahasiswa pembelajar BIPA. Penelitian ini mengembangkan audio menyimak yang berisi dialog-dialog dan monolog untuk memperkuat pemahaman mahasiswa pembelajar BIPA dalam berkomunikasi sesuai konteksnya (budaya lokal dimana mereka tinggal) selaras dengan ketujuh langkah tersebut. 34 || Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
Selain berbentuk buku, bahan ajar berbicara bagi pembelajar BIPA dikembangkan dalam bentuk video yang dapat dimanfaatkan secara maksimal karena video dapat menghadirkan materi secara langsung dan menarik. Pembelajar dapat melihat gambar-gambar bergerak disertai suara dan membawa mereka ke situasi nyata. Pengajar BIPA dapat menciptakan pembelajaran yang lebih berkualitas dan efektif karena video melibatkan dua panca indra yaitu indra penglihatan dan indra pendengaran. Anderson (Pratowo, 2014:345) memetakan ranah tujuan pembelajaran menggunakan video yaitu kognitif, psikomotor, dan afektif. Kegunaan video secara kognitif antara lain memahami isi, mengajarkan berbagai materi rumit dengan sederhana, berdiskusi tentang hal-hal yang kurang baik di dalam tayangan video, dan memberikan contoh yang baik dalam berkomunikasi di masyarakat. Secara psikomotorik, mahasiswa pembelajar BIPA dapat langsung mempraktikkan dialog-dialog sesuai tayangan dan mereka dapat memberikan umpan balik tentang materi yang diberikan (afektif). Video termasuk dalam bahan ajar audio visual mengkombinasikan dua materi yaitu visual dan auditif. Materi visual memotivasi mahasiswa pembelajar BIPA untuk mudah memahami materi dan materi auditif merangsang indra pendengaran mereka sehingga terbiasa mendengarkan dialog-dialog sesuai konteks. Kombinasi kedua materi ini membuat pembelajaran BIPA lebih menarik dan berkualitas. Belawati, T. dkk, (2003: 343) menjelaskan beberapa manfaat bahan ajar video antara lain (1) memberikan pengalaman bagi mahasiswa pembelajar BIPA, (2) memperlihatkan secara nyata sesuatu yang sulit dijelaskan dengan kata-kata, misalnya berbagai istilah dengan kata amplop dapat dijelaskan dengan adegan-adegan yang menggambarkan perbedaan kata amplop, (3) dapat mendemonstrasikan sesuatu dari waktu ke waktu misalnya perubahan alat transportasi, perubahan uang dan lainnya, (4) menampilkan kasus-kasus sederhana sehingga dapat didiskusikan antar mahasiswa pembelajar BIPA, (5) dapat digunakan untuk Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) || 35
menunjukkan prosedur melakukan sesuatu misalnya memasak makanan tradisional, cara naik angkot, dan lain-lain, dan (6) dapat digunakan untuk memberi pengalaman kepada mahasiswa pembelajar BIPA berkunjung ke suatu tempat, misalnya video liburan ke Banyumas. Ada beberapa kelemahan pengembangan video bermuatan budaya lokal antara lain pertama kecocokan antara sistem video dengan laptop atau komputer yang digunakan, kedua menyusun atau membuat skenario video memerlukan waktu apalagi dengan penambahan budaya lokal Jawa Tengah, ketiga biaya pembuatan video tidak sedikit karena berkaitan dengan pemeran skenario, pakar suara, kamerawan, penyunting video, dan sutradara video dan keempat perlu waktu hingga video betul-betul dapat diterima pengajar BIPA dan mahasiswa pembelajar BIPA. Langkah-langkah pembuatan video bermuatan budaya lokal adalah (1) menentukan isi video apakah film documenter, presentasi-presentasi atau dialog-dialog yang berisi percakapan bermuatan budaya lokal, (2) membuat judul video yang sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dicapai mahasiswa pembelajar BIPA, (3) membuat skenario isi video dan skrip (naskah), (4) melengkapi naskah dengan budaya-budaya lokal yang sesuai dengan tema yang dibicarakan, (5) merekam video dibantu kamerawan, (6) menyunting hasil rekaman oleh penyunting video, dan (7) mengecek kembali hasil rekaman apabila masih ada kekurang diperbaiki lagi. Ketiga bahan ajar dikembangkan untuk pembelajaran menyimak dan berbicara bagi mahasiswa pembelajar BIPA tingkat Madya. Pengembangan ini berfungsi untuk memberi dampak pada mahasiswa pembelajar BIPA belajar bahasa, membantu mahasiswa pembelajar BIPA untuk belajar lebih mudah, bermanfaat, memfasilitasi untuk belajar mandiri, memaksimalkan penggunaan sumber belajar otentik, memberi kesempatan mahasiswa pembelajar BIPA untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai tujuan komunikatif, memberi kesempatan belajar pada mahasiswa pembelajar BIPA yang mempunyai gaya belajar berbeda, memaksimalkan potensi intelektual, estetik, emosional yang terlibat baik pada otak kanan maupun otak kiri, dan tidak terlalu banyak 36 || Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
mengontrol mahasiswa pembelajar BIPA sesuai teori Tomlinson (2008: 102). Bahan ajar memberi beberapa dampak antara lain yaitu novelty (topik yang tidak biasa, ilustrasi dan kegiatan–kegiatan), variety (kegiatan yang tidak disangka – sangka; menggunakan tipe teks yang berbeda–beda; menggunakan sejumlah suara instruktor yang berbeda pada kaset), attractive presentation (menggunakan warna yang menarik, banyak ruang berwarna putih, menggunakan foto – foto atau gambar – gambar ), appealing content (topik yang menarik, baru, cerita yang memikat; tema universal; rujukan lokal) (Tomlinson, 2003: 7). Pembelajar dapat fokus dan tertarik mempelajari bahasa Indonesia ketika mempunyai materi siap dan mampu menciptakan situasi belajar yang dibutuhkan mereka. Materi-materi dalam bahan ajar bermuatan budaya lokal dapat memaksimalkan hal-hal otentik yang ada dalam masyarakat Jawa Tengah, misalnya penggunaan istilah-istilah khusus di Banyumas, perintah-perintah yang biasa digunakan di Solo atau kegiatan-kegiatan yang khas dan hanya ada di daerah Semarang sebagai daerah pesisir. Mahasiswa pembelajar BIPA di kelas harus menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sebenarnya di kehidupan sehari–hari dibandingkan mempraktikkan dalam situasi yang terkontrol oleh guru. Interaksi dapat dicapai melalui kegiatan yang berisi kesenjangan informasi atau kesenjangan pendapat sehingga pembelajar berkomunikasi dengan yang lain, kegiatan post menyimak sehingga pembelajar menggunakan informasi dari teks dengan berkomunikasi, kegiatan menulis kreatif atau berbicara kreatif dan instruksi formal yang diberikan dalam bahasa target (bahasa Indonesia). Lembaga Pendidikan BIPA memantau lingkungan mahasiswa pembelajar BIPA dan menghindari mereka tinggal dengan teman-teman satu negara. Mahasiswa pembelajar BIPA mampu berbicara dalam bahasa Indonesia lebih cepat apabila mereka tinggal di lingkungan dan berbaur dengan masyarakat sekitar. Pengajar BIPA harus menyiapkan bahan ajar yang sesuai, sistematis, dan tepat guna sehingga mahasiswa pembelajar BIPA dapat belajar bahasa Indonesia sesuai dengan kebutuhan mereka. Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) || 37
Bahan ajar menyimak dan berbicara bagi mahasiswa pembelajar BIPA akan meningkatkan kemampuan berkomunikasi mereka sehingga sangat penting dikembangkan dan disesuaikan dengan perkembangan bahasa Indonesia. Muatan budaya lokal dapat berfungsi sebagai informasi pengenalan budaya dan digunakan sebagai pengembangan kosakata sehingga pembelajar BIPA tidak hanya mengenal kosakata baku di kelas. Kosakata popular bermuatan budaya dapat dijadikan bekal berkomunikasi di lingkungan yang sebenarnya.[] 38 || Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
unit 6 PEMBELAJARAN BIPA Pembelajaran bahasa Indonesia adalah sebuah proses mengajarkan empat keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis yang erat kaitanya dengan kemampuan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan. Seorang pengajar harus memahami strategi pembelajaran dan mengembangkan bahan ajar. Bahan ajar ini berisi materi yang sesuai dengan tingkatan peserta didiknya sehingga lebih mudah mencapai tujuan pembelajaran. Sesuai teori Ellis (House, 2007: 6) pemerolehan bahasa kedua merupakan studi yang mempelajari bagaimana pembelajar belajar bahasa tambahan setelah mereka menguasai bahasa ibu. Penguasaan bahasa kedua merujuk pada seluruh aspek bahasa yang harus dikuasai pembelajar. Ada tujuh teori pemerolehan bahasa kedua yaitu model akulturasi, teori akomodasi, teori discourse, model monitor, model kemampuan variabel, hipotesis universal, dan teori neurofungsional. Pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan bahan ajar bermuatan budaya lokal bagi mahasiswa pembelajar BIPA masuk pada teori yang pertama yaitu model akulturasi. Brown (House, 2007: 102) mendefinisikan akulturasi sebagai proses beradaptasi pada budaya baru. Mahasiswa pembelajar BIPA yang mempelajari bahasa Indonesia pasti akan mempelajari budaya lokal lingkungan mereka. Akulturasi menjadi aspek penting bagi mereka karena bahasa merupakan ekspresi budaya yang terlihat Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) || 39
dan kunci komunikasi adalah penguasaan bahasa Indonesia yang terikat dengan masyarakat penggunanya. Perbedaan antara istilah acquisition digunakan merujuk pada mengambil bahasa kedua melalui eksposure sementara kata learning merujuk pada belajar kedua secara sadar. Pembelajaran bahasa Indonesia bagi pembelajar BIPA masuk pada definisi learning yang pengajarannya sama dengan pengajaran pada mahasiswa Indonesia. Perbedaannya terletak pada strategi, metode, dan bahan ajar yang digunakan karena disesuaikan dengan kebutuhan pembelajar BIPA. Pembelajaran bahasa Indonesia pada mahasiswa pembelajar BIPA di sebuah lembaga formal menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Bagi orang asing bahasa Indonesia bisa jadi merupakan bahasa kedua, ketiga dan seterusnya tergantung kemampuan bahasa apa yang telah miliki sebelumnya. Suryana (2015) berpendapat bahwa mahasiswa pembelajar BIPA mempelajari bahasa Indonesia dengan tujuan bermacam– macam dari sekedar berkomunikasi untuk keperluan sehari–hari seperti berbicara pada sopir, tawar-menawar sampai penguasaan bahasa Indonesia yang bersifat resmi seperti mengikuti kuliah, presentasi di forum resmi atau mengajar bahasa Indonesia. Mereka dimudahkan karena masuk pada sebuah laboratorium nyata yang sesungguhnya yaitu berinteraksi dengan masyarakat Indonesia. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi sehingga dapat terhubung antara satu dengan yang lain. Ketika seorang mahasiswa pembelajar BIPA menuntut ilmu di Indonesia maka ada dua pilihan yang dapat ia gunakan untuk berkomunikasi. Pilihannya adalah berbicara dengan bahasa Indonesia artinya mereka harus menguasai bahasa Indonesia atau selalu menggunakan jasa penterjemah dalam setiap percakapan. Mereka telah mempunyai sistem bahasa sendiri ketika belajar bahasa Indonesia sehingga harus beradaptasi dengan budaya Indonesia dan berkomunikasi secara kontekstual. Bahasa Indonesia mempunyai ciri khas yang membedakan dengan bahasa asing atau bahasa daerah (Muslich, 2010: 30-33), antara lain bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk menyatakan jenis kelamin (manusia dinyatakan dengan laki-laki atau perempuan, hewan dinyatakan dengan betina atau 40 || Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
jantan), bahasa Indonesia menggunakan kata-kata tertentu (segala, seluruh, para, semua, sebagian, beberapa dan kata bilangan) untuk menunjukkan bentuk jamak dan tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk menyatakan jamak, bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk menyatakan waktu tetapi cukup ditambahkan keterangan waktu seperti kemarin, seminggu yang lalu, hari ini, tahun ini, besok lusa, bulan depan, dan sebagainya, susunan kelompok kata dalam bahasa Indonesia biasanya menggunakan hukum DM (diterangkan-menerangkan) yaitu kata yang diterangkan (D) di muka yang menerangkan (M) dan bahasa Indonesia mengenal lafal baku yaitu lafal yang tidak dipengaruhi oleh lafal asing dan lafal daerah. Seorang pengajar BIPA harus memahami kelima ciri khas ini sehingga dapat mengajarkan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Tujuan pengajaran bahasa Indonesia antara lain: (1) memperluas pengalaman mahasiswa melalui media massa serta menyenanginya, (2) membantu mahasiswa agar mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia secara efektif sesuai dengan potensi masing-masing, (3) memperkenalkan kepada mahasiswa karya sastra yang bernilai sehingga mereka terdorong dan tertarik membacanya, (4) membantu dan membimbing mahasiswa agar memperoleh kemampuan dalam menyimak, berbicara, membaca dan menulis, (5) merangsang perhatian mahasiswa terhadap bahasa nasional serta menumbuhkan apresiasi yang baik dan mempunyai rasa tanggungjawab sehingga mempercepat keterampilan mereka dalam berbahasa Indonesia, (6) membantu mahasiswa mengenai aturan bahasa Indonesia yang baik serta mempunyai kemauan menggunakannya dalam berbahasa baik ucapan maupun lisan, (7) membimbing mahasiswa agar mempunyai keberanian untuk menyatakan pendapat serta memiliki kepercayaan pada diri sendiri sehingga mampu berkomunikasi dengan baik dan benar dalam berbagai situasi dan (8) terampil menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan kondisi dan juga kemampuan mengapresiasikan sastra yang baik (Andayani,2009: 104). Kedelapan hal tersebut di atas akan lebih bermanfaat dan berdaya guna apabila dapat diterapkan pada pembelajaran bahasa Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) || 41
Indonesia bagi mahasiswa pembelajar BIPA. Mahasiswa internasional yang belajar di Indonesia wajib mempelajari bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi sehari-hari baik di lingkungan rumahnya apalagi di lingkungan kampus. Mereka akan menghadapi berbagai tugas yang menuntut kemampuan berbahasa Indonesia baik lisan maupun tulisan. Proses belajar bahasa Indonesia memerlukan latihan yang terus-menerus sehingga mahasiswa dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan tempat tinggal dan di lingkungan kampus tempat mereka belajar. Pembelajaran BIPA bertujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi mahasiswa pembelajarnya sehingga harus diintegrasikan dengan budaya dan silang budaya. Pengetahuan umum tentang sastra dan seni disatukan menjadi bagian pengajaran bahasa karena harus menjadi pengetahuan dasar (Murcia, 2007:41- 57). Materi pengajaran BIPA memasukkan struktur sosial budaya seperti keluarga, hubungan kekerabatan, cara membesarkan anak, pacarana dan menikah, aturan gender terutama apabila mahasiswa pembelajar BIPA mempunyai latar belakang budaya yang berbeda dengan budaya Indonesia. Hal lain yang perlu diperkenalkan adalah sistem politik dan sistem pendidikan, mayoritas agama, perbedaan liburan, perayaan dan kebiasaan penting di Indonesia. BIPA merupakan upaya pengajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing atau bahasa kedua bagi mahasiswa pembelajar BIPA tergantung tempat mereka belajar. Apabila mereka belajar di Indonesia maka mereka mempelajari sebagai bahasa kedua karena mereka akan langsung menggunakannya dalam kehidupan sehari- hari. Beberapa kendala yang umum dihadapi oleh mahasiswa pembelajar BIPA antara lain perbedaan pelafalan, perbedaan makna, kontekstual dan termasuk di dalamnya perbedaan budaya. Para mahasiswa pembelajar BIPA diharapkan mampu menggunakan bahasa Indonesia baik lisan maupun tertulis dengan lancar dan sekaligus dapat mengerti bahasa yang digunakan penutur aslinya (Wojowasito, 1977:1). Mereka secara langsung akan berhadapan dengan masyarakat Indonesia sehingga memudahkan proses belajar bahasa dan memahami budaya lokal dibandingkan penutur asing belajar bahasa 42 || Dr. Laily Nurlina,M.Pd.
Search