Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! Strategi Cantik Membuat Siswa Tertarik Oleh: Epong Titin Rohaetin, S.Pd. – SMPN 1 Cisalak, Kabupaten Subang, Jawa Barat Untuk membangkitkan motivasi siswa belajar di rumah tidaklah mudah. Guru dituntut untuk bisa membuat strategi yang baik dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran sehingga tercipta pembelajaran jarak jauh yang menarik dan bermakna. Oleh karena itu, seorang guru harus banyak belajar. Membekali diri sebelum mengajar. Pada masa pandemi seperti ini, guru bisa menimba ilmu dengan cara mengikuti seminar daring, bimtek atau diklat. Banyak sekali seminar daring yang ditawarkan, baik yang berbayar maupun yang gratis. Saya biasanya memilih seminar daring yang gratis, yang penting ilmunya dapat tapi dompet tetap rapat. Tema yang saya pilih biasanya tentang penggunaan aplikasi dan tool untuk pembelajaran. Demikian juga dengan bimtek dan diklat yang saya ikuti yang gratis juga, seperti yang sedang diselenggarakan oleh Kemendikbud yaitu Program Guru Belajar Seri Pandemi COVID-19. Program tersebut sangat bermanfaat bagi guru seperti saya karena memberikan panduan tentang bagaimana pembelajaran jarak jauh yang seharusnya. Bila sudah dibekali dengan mengikuti kegiatan seperti itu, maka pada saat perencanaan kita bisa memilih strategi apa yang sesuai dengan karakteristik dan daya dukung yang dimiliki siswa. Walaupun banyak aplikasi dan tool yang menarik tetapi belum tentu bisa dipakai karena keterbatasan gawai pintar dan kuota siswa. Belum lagi sinyal yang tidak bersahabat karena siswa kami ada yang tinggal di kaki gunung. Kondisi seperti itu harus dipahami oleh seorang pendidik. Jadi, akhirnya kami memilih Whatsapp karena para siswa sudah terbiasa memakainya, dan Google Classroom untuk pemberian materi dan pengumpulan tugas-tugasnya. Adapun strategi pada kegiatan awal pembelajaran yang pernah saya lakukan adalah memberikan game yang simpel dalam bentuk pertanyaan melalui grup Whatsapp. Game tentu saja mempunyai daya tarik sendiri. Siswa berlomba untuk memberikan jawabannya dengan voice note. Yang pertama menjawab benar dialah pemenangnya. Sedangkan untuk mengetahui kondisi siswa, saya meminta siswa mengirimkan emoticon yang menggambarkan perasaan atau keadaan mereka saat itu. Selanjutnya, saat apersepsi pertanyaan yang dibuat menuntut jawaban yang beragam, misalnya pada materi Past Continuous Tense sebagai materi prasyarat untuk teks naratif, siswa diminta menyebutkan kegiatan orang tuanya pada saat mereka berangkat ke sekolah. Memasuki kegiatan inti, siswa mengamati video yang sebelumnya sudah saya unduh dengan save from net dari Youtube. Jadi kapasitasnya bisa diperkecil. Kemudian video tersebut dibagikan melalui Google Classroom dan grup Whatsapp. Selanjutnya siswa menjawab pertanyaan berdasarkan tayangan video pembelajaran tadi dan mendiskusikannya. Sementara untuk latihannya, saya bagikan tautan Liveworksheets yang isinya berupa pilihan ganda, menjodohkan dan isian singkat. Liveworksheets ini merupakan sejenis LKPD interaktif. Mereka berkomentar bahwa Liveworksheet menarik, bentuk soalnya bervariasi dan nilainya langsung muncul. Dan yang penting mereka senang mengerjakannya. Sedangkan pada tahap penugasan, siswa diminta membuat kalimat Past Continuous Tense yang ditulis pada foto kegiatan di rumah mereka masing-masing dan dikirimkan melalui Google Classroom atau Whatsapp. Hasilnya cukup memuaskan. Melalui foto yang mereka kirim, kita juga bisa mengenal karakteristik mereka melalui kebiasaannya di rumah. Jadi, membuat strategi yang cantik yang berupa rangkaian kegiatan yang menarik sangatlah penting dilakukan supaya menjadi daya tarik bagi siswanya. Sehingga, kompetensi yang diharapkan bisa tercapai dan pembelajaran yang bermakna bisa tergapai. 43
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! Inovasi Pembelajaran PJJ Oleh: Mimin Aminah, S.Pdl. - MTs Zakaria, Bandung, Jawa Barat Dari berbagai media yang penulis gunakan selama PJJ, media Whatsapp adalah media yang lebih digemari peserta didik untuk digunakan sebagai aplikasi pembelajaran, Mereka berpendapat bahwa aplikasi ini, memberikan berbagai kemudahan dan ramah kuota. . Berdasarkan kenyataan ini, penulis mulai bereksperimen dengan Whatsapp sebagai media pembelajaran baik cara penyajian materi, tanya jawab lewat voice note pribadi maupun video call dalam penugasan kelompok. Setelah penulis menggunakan Whatsapp sebagai media pembelajaran, penulis menemukan sedikit kendala pada bagian penyajian materi di ppt yang disajikannya, karena dirasa kurang memberi kenyamanan dan keindahan .Maka mulailah penulis mencari tahu aplikasi pendukung apa yang bisa menyolusikan kebutuhan ini. Dari pendekatan yang dilakukan , penulis menemukan fakta bahwa peserta didik yang berada dalam binaannya ternyata sedang tertarik pada dunia animasi. Hal ini mendorong penulis untuk mencoba menggunakan Powtoon karena selain aplikasi ini menyediakan animasi kartun dan tulisan tangan, aplikasi ini juga menyediakan efek transisi yang lebih hidup, tambahan musik pengiring yang menyenangkan untuk didengar, juga ada pengaturan timeline sehingga penulis bisa memperkirakan berapa lama durasi waktu yang digunakan. Dengan berbekal semangat ingin lebih baik, penulis coba pembuatan media belajar dengan aplikasi Powtoon. Mulailah penulis memilih animasi, melihat lihat fasilitas yang ada, lalu mulai merangkai pesan pesan materi pada slide slide yang tersedia. Setelah semuanya tuntas dan dirasa memadai sesuai harapan, penulis memberi nama file agar file siap digunakan. Untuk mengetahui keefektifan media ini dengan cepat sebagai bahan umpan balik selanjutnya,penulis menggunakan G-Form, hasilnya adalah media ini menyenangkan karena warnanya menarik, ada musik, animasinya lucu-lucu sehingga media dirasa tidak membosankan. Ada satu kendala di fasilitas Powtoon gratis ini, penulis sulit memasukkan film pendek yang diharapkan menambah optimalisasi pada hasil belajar, maka untuk mengantisipasi ini, penulis gabungkan aplikasi Powtoon dengan aplikasi Filmora. Hasilnya cukup baik, mewadahi apa yang penulis inginkan. Untuk evaluasi, penulis kembali gunakan G-Form. Dari isian G-form kembali penulis mendapat tanggapan positif pada media yang digunakan, menurut mereka Powtoon menarik, filmnya juga mudah dipahami dan menyentuh. Satu hal yang masih menjadi catatan untuk dioptimalkan adalah perlunya aplikasi yang dapat mewadahi tingkat kolaborasi peserta didik pada proses pembelajaran, di mana mereka bisa membagi informasi, bekerja sama, menyelesaikan masalah, menghargai teman, dan bertanggung jawab . Keingintahuan media proses kolaborasi ini, mulai terjawab ketika penulis menemukan aplikasi Pinup. Dalam aplikasi ini, peserta didik bisa menuliskan tanggapan, cerita pengalaman, cerita suasana hati, bertukar ide, saling memberi masukan, dan membuat kesimpulan. Sungguh suatu kolaborasi serasi antara powtoon, filmora dan pinup yang harus terus dioptimalkan penggunaannya karena selain mereka bisa menangkap materi sesuai harapan, mereka juga belajar saling menghargai buah pikiran orang lain, saling memahami satu sama lain, saling bekerja sama menyolusikan permasalahan hingga tercipta kekompakan di antara mereka walau saling terpisahkan. Dari pengalaman diatas, penulis menyadari bahwa seorang pendidik profesional diharapkan tidak bergantung pada satu aplikasi saja. Dalam upaya menumbuhkan minat belajar peserta didiknya. Dengan demikian pendidik profesional harus berani untuk selalu berinovasi dan terus belajar. 44
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! Daya Picu Aplikasi Digital Oleh: Leni Lesnawati, M.Pd. - SMP Negeri 1 Ciasem, Jawa Barat Awal surat pemberitahuan resmi bahwa PJJ akan diberlakukan akibat dari pandemi Covid-19 membuat guru-guru kaget bukan kepalang. Saya salah satunya. Bagai mimpi buruk yang memaksa kita terbangun dan harus keluar dari zona nyaman. Siap-siap beradaptasi dan mengadopsi praktik pembelajaran baik dari guru maupun sekolah lain. Siap-siap merapat ke Kemdikbud dan Disdik Kabupaten/Kota untuk menunggu informasi dan arahan agar tak salah jalan. Pemerintah melalui Kemdikbud mengeluarkan peraturan dan pedoman yang memayungi guru-guru untuk bertindak di sekolah. Persiapan segera dilakukan. Diskusi interaktif yang melibatkan kepala sekolah, orang tua, komite sekolah, stakeholder, guru dan tenaga administrasi sekolah dilaksanakan untuk meminta dukungan dan kolaborasi dari semua pihak yang berkepentingan. Keputusan diambil. Persiapan dilaksanakan. Jadwal ditentukan. Sarana prasarana disiapkan baik protokol kesehatan maupun mode/cara pembelajaran untuk PJJ. Sekolah mulai memberikan pelatihan, workshop, dan in house training bagi guru-guru untuk meningkatkan kompetensinya dalam penggunaan ICT bagi pengajaran. Guru-guru mulai mengikuti webinar dan workshop online. Guru-guru mulai mencoba berbagai aplikasi digital yang sebelumnya terdengar asing di telinga seperti: Google Classroom, Google Slides, Google Forms, Whatsapp group, Youtube, Kelas Pintar, Ruang Guru, Quipper, Kahoot, Edmodo, Padlet, Bitmoji, dan sebagainya. Saya pun turut serta dan berpartisipasi aktif dalam semua keseruan ini. Saya mulai mencoba membuat RPP PJJ dengan menambahkan ICT sebagai moda dan media pembelajaran. Selain workshop dan webinar saya mempelajari cara menggunakan aplikasi digital dari buku-buku yang diterbitkan oleh Tim Kelas Kreatif. Diawali dari aplikasi yang termudah dan terbiasa digunakan oleh siswa yaitu Whatsapp group. Respon siswa ternyata sungguh di luar dugaan. Mereka siap belajar. Pertemuan berikutnya saya tambahkan aplikasi digital lainnya seperti Google Classroom dan Google Forms. Kedua aplikasi ini pun segera dilahap siswa dengan cepat. Ternyata kecepatan penguasaan literasi digital siswa jauh melampaui gurunya. Pertemuan berikutnya, saya tambahkan lagi tantangannya yaitu dengan menambahkan aplikasi digital Bitmoji dan Padlet. Siswa merespon dengan baik meskipun sebagian dari mereka harus mencoba berulang-ulang. Cara untuk mengetahui keberhasilan mereka dalam menggunakan aplikasi tersebut adalah dengan mengirimkan foto avatar dirinya melalui WA ataupun Padlet kepada saya. Saya suka aplikasi Padlet karena siswa tidak perlu meng-install aplikasinya di smartphone mereka hingga tidak membebani penggunaan memori. Tantangan berikutnya bagi siswa yaitu mengerjakan tugas dengan menggunakan beberapa aplikasi digital tersebut ke dalam proses pembelajaran mereka. Dan sungguh di luar dugaan ternyata mereka dengan cepat dapat menguasainya. Ternyata keterampilan guru dalam menyajikan cara dan media pembelajaran yang baik akan men-trigger siswa untuk melakukan hal yang jauh melebihi kemampuan dan potensinya. ‘Guru-guru mulai mencoba berbagai aplikasi digital yang sebelumnya terdengar asing di telinga seperti: Google Classroom, Google Slides, Google Forms, Whatsapp Group, Youtube, Kelas Pintar, Ruang Guru, Quipper, Kahoot, Edmodo, Padlet, Bitmoji, dan sebagainya.’ 45
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! Asyiknya Belajar Daring Oleh: Yuliati Ningrat, S.Pd. – SMAN 9 Garut, Jawa Barat Pembelajaran jarak jauh secara daring (online) menjadi sebuah keharusan dan kebiasaan yang berlangsung tidak hanya di sekolah yang berada di kota besar saja, tetapi juga sampai ke sekolah yang berada di pelosok daerah. Tidak terkecuali sekolah saya. Para guru, termasuk saya, dituntut untuk mencari cara agar bisa menyampaikan materi pembelajaran tanpa harus bertatap muka dengan siswa di dalam kelas. Pembelajaran daring membutuhkan alat atau aplikasi yang bisa menghubungkan guru dan siswanya. Aplikasi pembelajaran daring yang familiar dan mudah digunakan oleh siswa dan guru adalah WhatsApp (WA). WA sudah biasa digunakan di sekolah sebagai alat untuk saling memberikan informasi. Sehingga tidak terlalu sulit ketika WA berubah menjadi alat utama dalam penyampaian materi pembelajaran. WA dipergunakan untuk membuat grup kelas, mengabsen, memberikan materi, mendapatkan umpan balik, asesmen, dan masih banyak lagi fungsinya. Ketika membuat grup kelas terjadi beberapa kali siswa salah masuk kelas, sehingga sering kali siswa keluar dan masuk grup. Tetapi tidak berlangsung lama. Setelah grup kelas kondusif dan tetap, saya memulai pembelajaran. Langkah pertama yang saya lakukan adalah ‘share’ video perkenalan diri yang disimpan di Youtube untuk memudahkan upload dan akses siswa ke video. Kemudian, saya meminta siswa memperkenalkan diri mereka dengan voice note. Untuk presensi, saya menggunakan daftar hadir di WA dengan cara mereka harus menuliskan nama masing-masing berdasarkan nomor urut absen ditambah emoticon yang sesuai dengan perasaan mereka saat itu. Saya menyampaikan materi pembelajaran dalam bentuk file ppt biasa yang di-share di WAG. Ternyata, banyak siswa yang bertanya di grup tentang materi ppt tersebut karena kurang paham dengan materi yang disampaikan. Sehingga saya berusaha menjelaskan ulang dengan voice note dan beberapa chat di setiap WAG kelas. Hal ini membuat saya kewalahan karena menangani 10 kelas dalam waktu yang bersamaan. Saya mencari ide lain karena saya ingin memberikan yang terbaik untuk para siswa meskipun dalam keadaan terbatas. Saya buka-buka fitur yang ada di PowerPoint laptop saya. Ternyata ada cara merekam dan membuat video. Saya cari informasi lain di Youtube tentang cara pembuatan video pembelajaran dengan PowerPoint. Saya ikuti tahap-tahapnya, sampai jadilah sebuah video pembelajaran. Hasilnya, saya unggah di saluran Youtube saya. Kemudian saya bagikan tautannya di grup WA kelas masing-masing. Ketika saya tanya tanggapan mereka tentang video pembelajaran yang baru mereka tonton, respon mereka positif. Mereka sangat senang menonton video yang di dalamnya ada materi, ada suara saya yang sedang menerangkan, kemudian ada contoh-contoh kalimat kontekstual yang saya tulis langsung di pptnya dengan menggunakan laptop pen, dan ada sedikit tambahan musik pengiring dari Youtube. Racikan tersebut membuat tayangan video pembelajaran menggunakan powerpoint terasa seperti di ruang kelas sesungguhnya yang bernuansa santai dan rileks. Mereka lebih merasa jadi siswa saya secara nyata dibanding ketika mereka diberi link video orang lain. Mereka rindu suara saya. Rindu nama-nama mereka saya tulis dan jadikan contoh kalimat. Meskipun video pembelajarannya sederhana, tetapi ikatan batin yang muncul lebih terasa. Apalagi kalau saya menggunakan PowerPoint versi terbaru, wajah saya bisa muncul di ppt tersebut. Mudah, simple, dan menarik. 46
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! Berdamai dengan Teknologi Oleh: Iis Syamsiah - MTs Negeri 1 Tasikmalaya Jawa Barat Dampak dari pandemi Covid-19 yaitu dengan dikeluarkan berbagai regulasi oleh pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19 di Indonesia. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah salah satunya dengan menerapkan imbauan kepada masyarakat agar melakukan physical distancing yaitu agar menjaga jarak diantara masyarakat, menjauhi aktivitas dalam segala bentuk kerumunan, perkumpulan, dan menghindari adanya pertemuan yang melibatkan banyak orang. Pendidikan di Indonesia pun menjadi salah satu bidang yang terdampak akibat adanya wabah ini. Dengan pembatasan interaksi, Kementerian Pendidikan Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan yaitu meliburkan sekolah dengan ketentuan proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tatap muka diganti dengan sistem online atau daring (dalam jaringan). Hal itu berdampak pula pada sekolah yang saya tempati. Sebagai pengajar di MTs Negeri 1 Tasikmalaya, saya menemukan berbagai kendala dalam melakukan pembelajaran secara daring. Pertama, 98 persen siswa tinggal di pesantren, dengan aturan tidak diperkenankan membawa gawai. Begitupun di sekolah, yang tidak memperkenankan siswa membawa atau menggunakan gawai. Keadaan demikian tentu saja menjadi salah satu masalah yang dihadapi. Akhirnya semua pimpinan sekolah yang ada di lingkungan pesantren mengajukan kepada Lembaga Kementrian Agama agar semua siswa belajar dengan cara tatap muka. Alhamdulillah pihak kementrian Agama menyetujui dengan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi terutama dalam menerapkan protokol kesehatan. Pada awal terjadinya pandemic Covid-19 di bulan April sampai Juni 2020 menjelang akhir tahun ajaran, sekolah mengadakan proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) secara daring. Semua siswa belajar di rumah. Sedangkan pada awal tahun ajaran baru 2020/2021 pembelajaran diadakan secara tatap muka dengan protokol Kesehatan yang sangat ketat. Dengan ketentuan siswa dibagi 2 sesi setiap 3 hari dalam seminggu. Selama masa Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) semua guru diwajibkan menggunakan pembelajaran online diantaranya bisa dengan Zoom, Google Classroom, E-learning atau Whatsapp. Awalnya saya menggunakan media sosial Whatsapp untuk memberikan pembelajaran dan tugas-tugas, namun sambil berjalannya waktu saya mencoba menggunakan Google Classroom. “Google Classroom adalah layanan web gratis, yang dikembangkan oleh Google untuk sekolah, yang bertujuan untuk menyederhanakan membuat, mendistribusikan, dan menilai tugas tanpa harus bertatap muka. Tujuan utama Google Classroom adalah untuk merampingkan proses berbagi file antara guru dan siswa.” (Wikipedia) Dalam pelaksanaannya, pertama saya membuat kelas dan membagikan kode kelas tersebut atau mengundang siswa. Setiap kelas membuat folder terpisah di drive masing-masing siswa, di mana siswa dapat mengirimkan pekerjaan untuk dinilai. Saya dapat memantau kemajuan untuk setiap siswa, dan setelah dinilai, saya dapat kembali bekerja bersama dengan komentar Tujuan utama Google Classroom adalah untuk merampingkan proses berbagi file antara guru dan siswa. Google Classroom menggabungkan Google Drive untuk pembuatan dan distribusi penugasan, Google Docs, Sheets, Slides untuk penulisan, G-mail untuk komunikasi, dan Google Calendar untuk penjadwalan. Siswa dapat diundang untuk bergabung dengan kelas melalui kode pribadi, atau secara otomatis diimpor dari domain sekolah. Namun banyak kendala yaitu siswa kurang paham dalam penggunaannya dan juga jaringan internet. Seiring berjalan waktu guru dan siswa terus belajar dan berdamai dengan teknologi sehingga sekarang berbagai aplikasi kami coba dan lakukan sehingga pembelajaran tetap berjalan dengan menyenangkan. 47
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! The Voice of the Voiceless Yuni Ifayati – SMP Islam Fitrah Al Fikri Depok, Jawa Barat “Miss, aku malu ngomongnya, yang lain dulu aja, Miss! Aku nggak pede ngomong Bahasa Inggris, Miss. Aku tulis di kolom chat aja ya?” Itulah beberapa alasan yang disampaikan oleh siswa ketika saya meminta mereka untuk berdiskusi, bercerita, atau menjelaskan ulang secara lisan sebuah teks yang telah dibahas bersama. Aksi tunjuk-menunjuk siapa yang mau menjawab lebih dulu dan durasi menunggu respon lisan, nyatanya menghabiskan waktu pelajaran sesi Zoom yang berdurasi 60 menit dalam sepekan. Saya merasa pertemuan ini tidak terlalu efektif. Sebagai guru Bahasa Inggris, hal ini menjadi sebuah problem di kelas karena salah satu indikator kemampuan berbahasa adalah keterampilan berbicara. Tentu, agar menjadi terampil, siswa perlu berlatih. Tak hanya sekali, namun terus menerus. Oleh karena itulah, saya merasa perlu mencari sebuah alternatif kegiatan pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk berinteraksi secara lisan di masa pandemi ini. Di awal semester ini, seorang sahabat memperkenalkan sebuah platform menarik, Flipgrid. Berani mengajar, harus berani belajar! Maka, begitu berkenalan dengan platform tersebut, saya menyisihkan waktu untuk belajar dan mengeksplorasinya. Dan, YES! Flipgrid benar-benar menjawab keresahan saya terkait bagaimana membantu siswa yang cenderung pemalu dan tidak percaya diri ketika berbicara dalam bahasa Inggris. Saya pun menggunakannya, hingga kini, sebagai aktualisasi para siswa berdiskusi dan mengerjakan proyek lisan. Flipgrid memfasilitasi interaksi antar siswa dan saya (sebagai guru) melalui video. Saya mengunggah pertanyaan atau topik tertentu untuk memulai diskusi, kemudian siswa merespon dengan cara merekam video mereka sendiri. Mereka bisa memberikan tanggapan terhadap respon teman sekelasnya, tentu dalam bentuk video juga. Mereka juga bisa melihat video yang diunggah oleh orang lain di seluruh dunia dan menanggapinya dengan cara yang sama, yakni mengunggah video pendek. Melalui aktivitas ini, siswa tidak punya pilihan lain selain mengunggah video mereka, dan di situlah mereka berlatih. Tampilan Flipgrid sangat ‘ramah' di mata. Video yang diunggah tersusun dalam bentuk grid sehingga memudahkan para siswa untuk saling merespon dan menanggapi terkait suatu topik video yang diunggah. Saat merekam video, fitur jeda (pause), cut, trim, dan paste dapat dimanfaatkan ketika tidak bisa merekam satu kali take. Flipgrid juga dilengkapi beberapa filter, stiker emoji, teks, dan gambar. Tak hanya siswa remaja yang menyukai fitur ini, saya pun suka. Selain itu, yang menarik dari Flipgrid adalah kita dapat menentukan durasi rekam video dan arsip video ini tidak masuk ke email kita, sehingga tidak memenuhi ruang penyimpanan. Semua tersimpan di Flipgrid. Beberapa proyek atau kegiatan yang telah saya lakukan dengan menggunakan Flipgrid antara lain: 1. It’s me. Proyek ini merupakan kegiatan awal di Flipgrid; siswa mendeskripsikan fun facts diri mereka sendiri. Saya memberikan panduan berupa pertanyaan apa saja yang perlu disampaikan dalam video mereka seperti: what’s unique about me? What’s on my bucket list? What’s my guilty pleasure? 2. Amazing People around me. Proyek ini adalah kegiatan lanjutan dari aktivitas menulis tentang orang terdekat siswa. Usai menulis, siswa menjelaskan apa yang telah ia tulis. Poin informasi sebagai panduan, antara lain menjelaskan kelebihan dan kekurangan orang tersebut disertai contohnya. 3. Tell a story. Proyek ini merupakan lanjutan aktivitas post reading. Setelah siswa membaca sebuah cerita narrative, mereka menceritakan kembali apa yang telah ia baca. Aktivitas ini semacam membuat ringkasan lisan terkait topik yang telah dipelajari. Melalui tiga proyek yang telah saya lakukan, setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi aktif. Pada akhirnya, semuanya ‘BERSUARA’. Saya pun tak khawatir ‘kehabisan’ waktu. Dan sungguh, platform ini menjadi favorit saya untuk berkolaborasi, berkomunikasi, memberi, dan menerima feedback dari siswa. 48
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! ‘Si’ Empat Mantra di Masa PJJ: Diskusi, Interaksi, Kolaborasi, Refleksi Oleh: Pipit Prihartanti Suharto, M.A. – Universitas Perjuangan Tasikmalaya, Jawa Barat Pertengahan Maret 2020 saya antusias memulai semester baru dan melanjutkan mata kuliah Teaching English to Young Learners yang saya ampu. BOOM! Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) terpaksa dimulai. Lalu, saya merasa percaya diri (baca: tega) memberikan penugasan di Google Classroom untuk dua pekan dengan judul melangit Let’s get the study juices flowing. Dua pekan kemudian, saya hampir tidak menemukan study juices flowing di kelas saya. Saya mendapat kabar dari mahasiswa bahwa materi yang mereka baca sulit untuk dipahami. Saya tidak percaya ini. Saya terpana (baca: terkejut) dengan ragam pertanyaan mahasiswa seperti “Color-coded itu apa ya, Ms?”, “Learning holistically tuh apa ya, Ms?”, “Logical deductive tuh apa ya, Ms?” atau “Apa yang dimaksud dengan implicit teaching?” Rasanya saya gagal. Saya perlu me-reset kelas saya. Saya kemudian paham bahwa pembelajaran tidak akan efektif jika hanya terkesan penugasan tanpa interaksi, diskusi, kolaborasi, dan refleksi. Sama sekali tidak ada negosiasi makna didalamnya. Saya memerlukan tool dan platform sebagai alternatif ruang kelas, susunan meja kursi yang menentukan kegiatan belajar apakah pair work atau group work, papan tulis atau proyektor, map presensi, media ajar, tuturan guru, serta interaksi warga kelas. Google Classroom, Padlet, dan Animoto atau kadang-kadang screen recorder kemudian saya jadikan andalan. Akhir dari setiap pertemuan biasanya diakhiri dengan kuis di Quizizz, KWL Chart di Padlet, dan ataupun berupa proyek. Hal mengesankan, setidaknya bagi saya, adalah diskusi kelas sangat efektif dan produktif terlaksana di Padlet dengan hint pertanyaan yang berangsur dari LOTS ke HOTS. Saya takjub melihat mahasiswa rela meluangkan waktu untuk berinteraksi daring disana. Terlebih mereka mampu menganalisis video ajar, mengidentifikasi prosedur dan teknik pembelajaran, hingga menyimpulkan seperti apa sesungguhnya praktik baik sebuah pembelajaran itu harus dilakukan. Sehingga, hasil pembelajaran rasanya berkebalikan dengan pendekatan yang saya lakukan ketika di awal PJJ. Untuk menilai kemajuan pemahaman mahasiswa, saya mengamatinya melalui KWL Chart. Saya modifikasi 10 pertanyaan dan instruksi di Padlet, diantaranya: Things you learned today, Things that made you say, \"WOW!\" (Something that makes you feel surprised or say \"Oh, I didn't know that!), What do you need to review tonight? What does your teacher need to reteach next week? Why? Lalu, diakhiri dengan pertanyaan HOTS yang berkaitan dengan topik diskusi. Pembelajaran berbasis proyek pun tak luput menjadi alternatif di kelas saya. Proyek individual yang dibuat berupa digital storytelling dengan menggunakan beberapa aplikasi dan tool. Sedangkan proyek kelompok berupa desain buku ajar. Saya sangat terkesan dengan karya-karya mahasiswa yang hasil akhirnya jauh lebih kreatif dibanding contoh yang saya buat. Penutup dari pembelajaran daring yang saya lakukan adalah esai reflektif yang memuat refleksi dan evaluasi mahasiswa selama pengerjaan proyek. Terkadang saya terlalu terpaku pada silabus dan mengesampingkan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengasah kemampuan metakognitifnya. Dengan melihat refleksi mahasiswa, saya pun terbantu untuk berefleksi. Saya tidak khawatir silabus tidak semua tercapai karena saya cukup puas dengan melihat mahasiswa bangga menampilkan karyanya dan mereka merasa “memiliki” pembelajaran yang mereka lalui selama masa-masa sulit ini. 49
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! Dua Cara Mudah Mencapai Keberhasilan Belajar Daring Oleh: Tutik Rachmawati, PhD - UNIKA Parahyangan Bandung, Jawa Barat “Jika belajar luring saja susah, bagaimana dengan belajar daring?” Pertanyaan ini menunjukkan keraguan bahwa belajar daring dapat sama suksesnya dengan belajar luring, bahkan lebih. Keraguan ini sebenarnya sudah terjawab dengan banyaknya tips dan strategi untuk menjalani pembelajaran dan mencapai hasil belajar daring yang sukses. Tips dan strategi ini mudah ditemukan dengan memanfaatkan internet, berselancar di dunia maya untuk menemukan sumber-sumber yang dapat diandalkan. Berikut ini adalah hasil temuan dengan menggunakan mesin pencari Google, (1) dengan kata kunci “successful online study,” Google menemukan 1.200.000.000 hasil hanya dalam waktu 0,51 detik, (2) dengan kata kunci “characteristics of successful online learners,” Google menemukan 26.800.000 entries dalam waktu 0,46 detik. Dari seluruh hasil pencarian, ditemukan 44 artikel dari berbagai halaman web yang isi tips-nya ternyata senada, hanya berbeda pilihan kata. Karakteristik dari pemelajar daring yang berhasil diidentifikasi dari berbagai sumber di atas diantaranya adalah memiliki kemampuan membaca kritis. Pelajar masa kini kebanyakan adalah generasi milenial yang terbiasa dengan gambar atau video, bukan kata-kata atau kalimat. Hal tersebut berpengaruh pada kemampuan membaca kritis. Padahal, kunci utama belajar daring adalah kemampuan mandiri untuk mencerna berbagai materi, sedangkan tidak semua materi belajar berupa video atau gambar. Kurangnya kemampuan membaca kritis mengakibatkan maraknya hoax. Pemelajar adalah pencari kebenaran, dan hoax bukan kebenaran. Untuk mencari kebenaran dan menghindari informasi hoax, kita memerlukan kemampuan membaca kritis yang baik. Kecenderungan pelajar saat ini adalah mudah terpecah konsentrasi karena godaan gawai, sehingga pada saat belajar tidak benar-benar mendengarkan penjelasan dari pengajar. Selain itu, budaya belajar di Indonesia yang menganggap bertanya itu memalukan dan bodoh membuat pelajar enggan untuk bertanya kepada pengajar bila ada sesuatu yang belum dipahami. Akibatnya, pelajar lebih memilih bertanya kepada teman. Kebiasaan ini mengakibatkan pelajar tidak memiliki kebiasaan membaca kritis karena mengandalkan ‘kata teman saya’ yang belum tentu benar. Karakteristik selanjutnya adalah memiliki kemampuan mengelola waktu yang baik. Pembelajaran daring sering dimaknai sebagai belajar dengan santai. Namun sebenarnya tidak demikian. Banyak sumber menyebutkan bahwa kelonggaran atau fleksibilitas itu justru dapat menjadi penghalang besar bagi pelajar yang tidak memiliki disiplin diri yang tinggi, pengelolaan waktu yang baik, rutinitas belajar, dan suka menunda-nunda pekerjaan. Beberapa tips yang dapat dipertimbangkan adalah: - Memperlakuan proses belajar daring seperti halnya belajar luring. Misalnya, kenakan baju seperti layaknya hendak belajar luring, blok waktu belajar daring hanya untuk belajar, buat jadwal belajar mandiri di luar pertemuan daring, manfaatkan metode pengaturan waktu belajar seperti Pomodoro. - Mempraktikkan manajemen resiko. Hal ini berarti pelajar harus dapat melakukan identifikasi resiko dan analisis resiko, lalu membuat strategi merespon resiko tersebut. Contohnya, resiko dari tidak bisa bangun pagi. Buatlah analisa mengapa tidak bisa bangun pagi, apa yang akan terjadi bila tidak bisa bangun pagi, dan apa yang bisa Anda lakukan supaya hal tersebut dapat dihindari? - Jadilah seperti ninja yang pintar menghadapi segala halangan. Latih kesabaran, kontrol diri, juga konsentrasi. Hindari berselancar di media sosial dan permainan-permainan daring. Jangan menunda-nunda pekerjaan. Gunakan beberapa pilihan website blocker seperti Freedom, KeepMeOut, atau Switcheroo untuk membantu mengontrol diri. Demikianlah dua tips mudah mencapai keberhasilan belajar daring. Semoga dapat menjadi masukan bagi pelajar maupun pengajar. 50
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! Aplikasi Lumrah untuk Pembelajaran yang Wah! Oleh: Asep Dedeh Permana,S.Pd. – SMKN 7 Bandung, Jawa Barat Pembelajaran jarak jauh (PJJ) mendorong para guru untuk terus mengembangkan potensinya. Menyelenggarakan pembelajaran tanpa tatap muka tapi tetap bermakna, interaktif dan menyenangkan adalah tantangan yang sekarang dihadapi. Penggunaan teknologi menjadi solusi terkini dalam proses pembelajaran. Memang banyak sekali aplikasi yang bisa dimanfaatkan untuk PJJ. Tapi tidak semua aplikasi bisa kita pakai. Akhirnya saya menggunakan Whatsapp untuk Synchronous teaching (waktu yang sama) dan Instagram untuk Asynchronous teaching (waktunya tidak bersamaan). Alasan utama menggunakan kedua aplikasi tersebut karena hasil survey yang saya lakukan kepada siswa SMKN 7 Bandung menunjukan bahwa kedua aplikasi tersebut paling banyak dipakai. Dengan begitu, siswa akan lebih akrab dalam pemakaiannya. Hampir semua guru, saya yakin, pernah menggunakan Whatsapp dalam PJJ ini. Tapi strategi dalam pelaksanaannya mungkin akan berbeda. Bagaimana menerapkan aplikasi tersebut menjadi menarik merupakan PR yang cukup menguras pikiran. Sebuah ide muncul dalam benak saya. Terinspirasi dari kebiasaan mengajar ketika tatap muka dimana saya selalu menstimulus siswa dengan beberapa gambar dan video. Saya pun mencoba mengaplikasikannya ke dalam Whatsapp untuk Synchronous teaching. Perencanaan sangatlah penting. Dalam persiapan mengajar, saya mencari beberapa gambar sesuai tema yang akan diangkat. Jumlah gambar yang disediakan disesuaikan dengan jumlah siswa dalam satu kelas. Setiap satu gambar saya alokasikan untuk 5 siswa. Tidak lupa juga untuk memberikan no di setiap gambar. Gambar 1 diberikan untuk siswa dengan no absen 1-5, gambar 2 untuk siswa no absen 6-10, begitupun dengan gambar berikutnya. Selanjutnya, membuat beberapa pertanyaan. Mulai dari pertanyaan yang tingkat berpikirnya rendah sampai level berpikir tingkat tinggi. Semua siswa akan menerima pertanyaan yang sama tapi dengan gambar yang berbeda. Ini saya lakukan untuk menghindari jawaban yang sama dari siswa. Setelah itu, memberikan instruksi yang jelas dan terperinci sangatlah penting untuk menghindari kebingungan siswa. Hal lain yang harus diperhatikan adalah format menjawab. Format harus disamakan untuk mempermudah guru mengidentifikasi identitas siswa. Siswa harus menjawab diawali dengan menyebutkan No Absen_Nama lengkap_No Gambar (dalam tulisan tebal). Cara lain yang saya lakukan yaitu meminta siswa menuliskan no absen dan nama lengkap di profil Whatsapp mereka. Lebih lanjut lagi, berikan waktu yang jelas berapa lama durasi yang mereka miliki untuk merespon pertanyaan. Aplikasi kedua yaitu Instagram untuk Asynchronous teaching. Saya membuat akun khusus untuk pembelajaran. Kemudian, semua siswa diwajibkan untuk follow akun tersebut. Aplikasi yang digandrungi oleh pengguna smartphone ini selalu memperbaharui fitur-fiturnya. Saya melihat ini sebagai peluang untuk dijadikan media pembelajaran. Hampir semua fitur yang ada bisa dimanfaatkan. Posting gambar atau video sering saya jadikan untuk diskusi bersama siswa. Ada juga quiz pilihan ganda dan pertanyaan terbuka yang diposting di story. Yang lebih menarik, kita bisa mengadakan permainan dengan Bingo template yang interaktif. Siswa merasa senang belajar melalui Whatsapp dan Instagram. Selain karena strategi yang dikemas mengajak agar terlibat aktif dalam proses pembelajaran, mereka juga menganggap pembelajar jadi lebih santai namun berarti. Pengalaman mengajar dengan Whatsapp dan Instagram ini menggambarkan bahwa aplikasi yang lumrah sekalipun ketika kita kemas dengan apik maka pembelajaran akan tetap menarik. Yang terpenting bukan aplikasinya tapi strategi yang dijalankan harus disiapkan dengan matang, instruksi yang diberikan mesti rinci dan waktu yang dikelola harus jelas. 51
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! PJJ: Saatnya Bapak Ibu Guru (juga) Belajar Oleh: Anis Widjiyanti -SMKN 1 Kota Sukabumi, Jawa Barat Masih segar dalam ingatan saya hari itu, Jum’at 13 Maret 2020. Saya menutup kelas dengan kabar gembira. Karena akan diadakan UNBK untuk jenjang SMK, maka siswa kelas X dan XI belajar di rumah. Dengan kata lain mereka akan libur minggu berikutnya. Saya juga menyempatkan diri melihat persiapan UNBK yang direncanakan dilaksanakan pada hari Senin, 16 Maret 2020. Komputer, yang sebagian baru telah rapi terpasang di enam ruangan yang lantainya telah dipel bersih dan meja proktor telah dipasang taplak dan diberi bunga. Everything and everyone was ready. Namun apa yang terjadi, UNBK dibatalkan dan para siswa tak kembali ke sekolah. Rasanya baru tujuh hari yang lalu. Tanpa terasa telah tujuh bulan berlalu. Saat diumumkan sekolah akan ditutup, sekolah membentuk gugus tugas yang terdiri dari para pendidik yang memiliki kemampuan IT lebih baik untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh. Pembelajaran pada minggu awal ditujukan untuk mengkomunikasikan tentang virus baru yang menyebabkan sekolah ditutup. Sekolah belum bersiap bahwa penutupan sekolah akan berlangsung lama. Namun, seiring berjalannya waktu, jelaslah bahwa pembelajaran jarak jauh bukanlah sebuah selingan namun harus dilaksanakan menggantikan pembelajaran konvensional. Tim kurikulum pun bersiap kembali untuk melatih semua guru untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh. Komputer yang telah disiapkan untuk UNBK digunakan untuk melatih para guru. Kegilaan menyerang pada minggu-minggu awal pembelajaran daring. Saya menyebutnya apps Frenzy. Semua aplikasi yang ditawarkan dicoba. Saya begitu bersemangat, demikian pula siswa saya. Akan tetapi, satu persatu siswa saya hilang ketika aplikasi yang digunakan semakin rumit dan ruangan dalam telepon pintar mereka semakin sempit. Saya pun mulai berfikir ”What am I doing? Am I teaching English or teaching my students new apps?” Kemudian saya belajar melepaskan sebagian ego saya sebagai guru yang biasa berada memimpin di depan kelas. Saya bertanya kepada siswa saya apa yang mereka harapkan dari pembelajaran Bahasa Inggris secara daring. Saya juga menanyakan bagaimana sebaiknya pelajaran disampaikan. Saya mendengarkan mereka dan mengakomodasi keinginan mereka selama bisa dilaksanakan. Dari siswa sayalah akhirnya saya belajar bahwa pembelajaran jarak jauh bukan hanya tentang menggunakan aplikasi yang terbaru dan tercanggih, namun lebih kepada bagaimana guru meramu dan menyajikannya kepada siswa. Setelah itu guru mundur untuk membiarkan siswa yang menentukan bagaimana mereka akan belajar. Seperti halnya banyak hal baru lainnya, pembelajaran jarak jauh menuai banyak kritik. Namun diakui atau tidak oleh masyarakat kita saat ini, pembelajaran jarak jauh yang dipaksakan untuk dilaksanakan karena pandemi ini adalah sebuah sneak peek pembelajaran di masa depan. Dalam beberapa dekade ke depan sekolah masih akan ada, profesi guru juga masih akan ada. Tetapi bagaimana sekolah beroperasi dan bagaimana guru berperan akan berubah. Untuk itu guru harus mau belajar untuk berubah. Di saat yang tak terduga seperti sekarang ini, guru dipaksa untuk belajar kembali sama keras dan giatnya dengan para siswa sehingga saat kembali ke kelas nanti telah siap dengan semua tantangan di masa depan. ‘Dari siswa sayalah akhirnya saya belajar bahwa pembelajaran jarak jauh bukan hanya tentang menggunakan aplikasi yang terbaru dan tercanggih, namun lebih kepada bagaimana guru meramu dan menyajikannya kepada siswa.’ 52
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! Proyek Seru, BDR Lebih Menyenangkan Oleh: Nia Kurnia – SMP Negeri 1 Tanjungsari, Jawa Barat Pembelajaran pada masa pandemi Covid-19 memberikan banyak tantangan baik bagi peserta didik orang tua dan guru. Peserta didik dituntut untuk lebih mandiri dan bertanggung jawab dalam belajar, sedangkan orang tua diharapkan dapat memberikan kontribusi lebih dalam membimbing dan mendampingi anaknya selama BDR. Bagi guru, diharapkan akan memacu semangat untuk senantiasa kreatif dan inovatif dalam menciptakan pembelajaran yang tetap menyenangkan walaupun mereka tidak secara langsung bertemu dengan anak didik. Sesuai dengan kebijakan Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang, sekolah tempat di mana saya mengajar, SMPN 1 Tanjungsari menerapkan Strategi Komplementer 7 Metode Pembelajaran. Strategi ini merupakan kombinasi metode pembelajaran daring dan luring yang bersifat komplementer, saling melengkapi satu sama lain yang mana pembobotannya berbeda tergantung karakteristik, situasi dan kondisi sekolah. Strategi Komplementer 7 Metode Pembelajaran tersebut yaitu, (1) pembelajaran virtual, (2) pembelajaran tematik terintegrasi berbasis proyek, (3) pembelajaran melalui modul/LKS, (4) home visit, (5) televisi/radio dan media lainnya, (6) grup media sosial, dan (7) penugasan berkala dan terukur. Hal yang menarik dari implementasi metode tersebut adalah ketika sekolah kami menerapkan pembelajaran tematik terintegrasi berbasis proyek. Pembelajaran ini merupakan kolaborasi beberapa mata pelajaran berdasarkan pada satu tema yang sama. Tema umum yang akan diangkat adalah mengenai Covid-19. Selain untuk memberikan pembelajaran bermakna, pembelajaran ini dimaksudkan untuk menanamkan kecakapan hidup (life skills). Dalam pembelajaran ini, peserta didik harus mengerjakan 4 proyek yang merupakan kolaborasi dari 4 kelompok mata pelajaran, yaitu (1) kelompok mapel I (IPA, Matematika, Bahasa Indonesia) dengan proyek membuat hand sanitizer dari bahan alami. (2) kelompok mapel II (IPS, Bahasa Inggris, PJOK) untuk proyek membuat makanan dari bahan singkong/ubi. (3) kelompok mapel III (PPPKn dan PABP) untuk proyek kerja bakti di era new normal, dan (4) kelompok mapel IV (Seni Budaya, Prakarya dan Bahasa Sunda). Setiap proyek dikerjakan dalam waktu satu minggu mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan presentasi. Dalam pengerjaan proyek tersebut, peserta didik mendapat pendampingan secara daring dari guru kelompok mapel. Tagihan peserta didik berupa Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang dikumpulkan oleh orang tua ke sekolah sesuai dengan jadwal yang ditentukan, dan dokumentasi proyek berupa video atau foto yang dikumpulkan di Kantung Tugas (Google Drive). Untuk menampung dokumentasi keempat proyek tersebut, disediakan 12 Kantung Tugas. Peserta didik sangat antusias dan enjoy mengerjakan setiap proyek baik secara individu maupun kelompok. Hasil proyek peserta didik cukup mengejutkan, di luar dugaan. Dokumentasi video/foto proyek yang terkumpul di Kantung Tugas mencapai 1283 video/foto, yang terdiri dari 587 dari kelas VII, 367 dari kelas VII, dan 329 dari kelas IX. Dari video/foto tersebut tergambar betapa kreatifnya mereka menggarap proyek ini, seolah berlomba untuk menampilkan yang terbaik. Penerapan pembelajaran ini tidak lepas dari masalah. Masalah yang muncul adalah kesulitan mengunggah karya video/foto ke Kantung Tugas, karena hal ini adalah baru bagi mereka. Namun, hal tersebut dapat diantisipasi dengan baik. Untuk memunculkan rasa peduli dan kerja sama, kami mengarahkan peserta didik untuk saling membantu dalam mengatasi kesulitan dalam pengerjaan BDR, termasuk mengunggah video/foto ke Kantung Tugas. Cara lain adalah mengirimkan video/foto via WA ke wali kelas atau kelompok guru mapel. Senangnya luar biasa, ketika peserta didik merasa senang dalam mengikuti pembelajaran, menunjukkan hasil terbaik, mendapatkan pelajaran bermakna bagi hidupnya. Dan itu nampak dari hasil belajar pembelajaran proyek ini. 53
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! Ketika Rekaman Bertemu Mr. M Oleh : Yeyet Nurhayati, S. Pd., M. Pd. – SMAN 1 Parung, Jawa Barat Menemukan sebuah aplikasi, platform, atau LMS (Learning Management System) yang tepat untuk melaksanakan KBM di masa pandemi ini adalah sebuah tantangan. Tantangan yang harus disikapi baik oleh guru maupun siswa. Berbagai pelatihan mengenal dan menggunakan aplikasi pun dilakukan. Banyak aplikasi ramah gawai yang bisa dimanfaatkan seperti Google Classroom, Padlet, Telegram, dan lain-lain. Salah satu sistem manajemen pembelajaran yang disiapkan oleh sekolah tempat saya bertugas adalah LMS berbasis MOODLE, dalam tulisan ini saya sebut sebagai Mr. M. Modular Object-Oriented Dynamic Learning Environment (MOODLE) adalah sebuah platform belajar berbasis web dimana seluruh kegiatan belajar dilakukan dengan mengakses website menggunakan browser. Hal yang membuat saya nyaman menggunakan MOODlE adalah karena saya dapat dengan mudah mengelola kegiatan belajar, dalam satu tempat. Penggunaan MOODLE untuk materi membaca dan menulis sangat membantu karena saya bisa menyimpan materi dan tugas dalam ruang yang sudah disiapkan dan siswa harus meresponnya dengan cara menyimpan hasil dari pekerjaan mereka. Tapi bagaimana dengan materi berbicara dan mendengarkan. Jika kedua kegiatan ini dilakukan pada Zoom Meeting, maka akan sangat lama dan tidak dapat mencakup semua siswa. Secara sederhana, kegiatan ini bisa dilakukan melalui voice note di Whatsapp tapi saya membayangkan kesulitan menampung semua voice note dari siswa. Suatu hari saya mengikuti Webinar RPP New Normal yang diadakan oleh MGMP Bahasa Inggris Provinsi Jawa Barat. Ibu Badriah, S. Pd., M. Pd. Salah satu narasumber menyampaikan tentang aplikasi Vocaroo. Vocaroo merupakan sebuah aplikasi berbasis web tool yang memungkinkan kita merekam atau mengunggah klip audio. Vocaroo tidak membutuhkan instalasi atau akun tertentu untuk menggunakannya. Hanya buka website-nya dan nikmati kemudahannya. Saya kemudian memutuskan untuk menggunakannya dan menyiapkan manual untuk siswa. Saya menggunakan Vocaroo ketika mempelajari KD menyampaikan pendapat, dan saya siapkan tugas di “Forum” pada MOODLE. Siswa harus mengirimkan link Vocaroo pada “Forum” di MOODLE agar dapat didengar oleh semua siswa di kelas maya. Jadi seperti layaknya kegiatan berbicara di kelas, seluruh siswa dapat dengan mudah mendengarkan pendapat siswa lain, dan setelah itu mereka bisa saling mengomentari dengan menyampaikan setuju atau tidak dengan pendapat temannya. Pada awalnya, siswa merasa malu ketika temannya mendengar suara mereka. Saya sampaikan bahwa Vocaroo yang disimpan dalam MOODLE adalah salah satu sarana mereka untuk secara bebas mempraktikkan keterampilan berbicara mereka yaitu pengucapan, intonasi, dan materi yang sesuai tanpa ada yang melihat, karena biasanya, siswa enggan berbicara karena malu dilihat oleh teman-temannya. Saya dengan mudah memberikan feedback baik melalui tulisan maupun dengan mengirim kembali suara melalui Vocaroo dan disimpan pada bagian submission comment di MOODLE, dan akhirnya saya memberi nilai. Memadukan Vocaroo dan MOODLE dalam pembelajaran adalah salah satu cara saya agar siswa tidak merasa bosan belajar hanya menggunakan satu aplikasi atau platform. Tentunya dengan tetap memperhatikan kesesuaian aplikasi dengan materi pembelajarannya. Siswa pun merasakan pengalaman baru yang menambah wawasan mereka. Jadi, memilih aplikasi yang tepat untuk belajar adalah sebuah keharusan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. 54
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! Refleksi para “Artis” Film Dokumenter Berjudul: Halusinasi menjadi Penyiar Radio Terkenal Oleh: Lesi Leo Puspitasari, S.Pd., Gr. – SMA Negeri 1 Cisarua, Kabupaten Bogor Jawa Barat Menurut saya, mengajar itu seperti membuat sebuah film dokumenter. Guru berperan multi talent yaitu sebagai sutradara, penulis naskah dan role model untuk menginspirasi para siswa (yang dalam hal ini sebagai artisnya) agar melakukan hal sama namun dengan memberi polesan dan style mereka masing-masing. Guru harus memiliki imajinasi tinggi agar mampu membayangkan simulasi kegiatan yang akan dilakukan siswa nanti, apakah akan menyenangkan, atau membosankan? sehingga tujuan kegiatan bermakna, berkelanjutan dan kebermanfaatan tinggi bagi siswa dapat sampai di titik finish, meninggalkan kesan inti pembelajaran yang melekat di pikiran mereka. Hal ini sejalan dengan prinsip pembelajaran Quantum Teaching dan Quantum Learning: “Menciptakan lingkungan tanpa stress dan menantang otak untuk berpikir jauh ke depan.” Untuk mendukung tema tulisan Refleksi Pembelajaran Masa Pandemi, saya melakukan survey pada 249 siswa kelas 12 SMAN 1 Cisarua Bogor melalui Whatsapp Group yang hasilnya hanya 57% atau 142 siswa berkontribusi. Saya meminta mereka flashback, mengenang dan memilih pembelajaran mana yang paling menantang dan seru pada PJJ semester 1 ini, dan 2 hasil suara tertingginya jatuh pada: News Item = 70 dan Caption = 67. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran News Item Text/Teks Berita-lah yang paling digemari. Pembelajaran News Item ini adalah paket komplit karena siswa belajar 3 skills sekaligus yaitu: mendengarkan, menulis, membaca. Prosedur yang dilakukan guru yaitu: 1). Mencari naskah berita pendek; 2). Merekam berita yang berisi: sapaan, nama penyiar, nama stasiun radio, isi berita, penutup - (Nama stasiun radio saya: TML Radio Station – nama yang sama dengan nama blog dan channel youtube saya: TML-The Maochill Lesileop). Lalu saya mengubah suara dengan aksen berbeda - American dan British - saat harus membacakan kutipan dari narasumber (Intinya: buatlah pendengar seolah-olah mendengar suara dari orang yang berbeda padahal masih tetap Anda yang melakukannya). Setelah itu file audio di unggah ke Google Drive kemudian link-nya dibagikan ke siswa. (Simak file audio saya di: https://drive.google.com/file/d/1xhTpYiNQn1yzZnlVJ9RawpR7vUI_aaCW/view?usp=sharing dan naskah lengkapnya pada: https://drive.google.com/file/d/1pFKzfxTcGf-NnvazLXFdm2BwOtlyvd82/view?usp=sharing) Adapun para siswa melakukan kegiatan berikut: 1). Mencatat setiap kata yang didengar dari link audio itu; 2). Menjawab serangkaian pertanyaan terkait berita tadi; 3) Membuat file audio rekaman dengan hanya membaca tulisan yang sudah dibuat dari hasil listening sebelumnya dengan gaya sendiri (nama stasiun dan penyiar dirubah sesuai keinginan siswa). Berikut contoh 2 hasil terbaiknya: 1.Destatama_12-MIPA.1: https://drive.google.com/file/d/1dj0n3TSjfN_as9zx2FA8NGoadF1h2c7W/view?usp=sharing ; 2.Daniel_12-MIPA.3: https://drive.google.com/file/d/1j4ePtHa0spELXqYVLy0i-GdAeXHI3tZ4/view?usp=sharing ; Saya juga sertakan rangkuman umpan balik dari para siswa: Tugasnya sederhana, menantang, menyenangkan, bikin nagih, melatih ketelitian membuat percaya diri, santai, termotivasi berbicara dengan berbagi aksen, mudah dimengerti, belajar 3 skill sekaligus: mendengarkan, menulis, membaca, melatih pengucapan, sulit namun seru; berkhayal seperti News Anchor. (Hasil survey lengkap pada: https://drive.google.com/file/d/1C5xUd1OLgUXqgGQmwPQGeDalbj9lkdUj/view?usp=sharing) Skenario ini dapat diterapkan, diadaptasi semua materi, misal untuk teks cerita, pengumuman, teks fungsional pendek: memuji, beropini, dll dengan menyesuaikan tingkat kesulitan yang dikehendaki dan bisa diterapkan pada mata pelajaran apapun. Demikian refleksi terbaik saya. Semoga bermanfaat, menginspirasi dan memberi pengalaman baru dan menyenangkan bagi para pembaca. 55
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! Home Visit di Masa Pembelajaran Daring Oleh: Ivan Sofyan - SMAN 1 Sukatani, Purwakarta, Jawa Barat Di saat pandemik banyak peserta didik yang tidak begitu peduli dengan pembelajaran daring. Banyak diantara mereka tidak mengikuti pembelajaran beralasan tidak memiliki paket data, gawai rusak, dan ketinggalan informasi. Selain itu mereka pun merasa bosan dengan pembelajaran daring karena merasa terbebani dengan banyaknya tugas, kegiatan pembelajaran yang monoton, ketidakpahaman akan materi, dan bisa juga karena lemahnya daya baca. Kasus-kasus yang mungkin dilakukan peserta didik diantaranya; tidak mengikuti pembelajaran, terlambat mengerjakan tugas, mengerjakan tugas asal jadi, dan menyontek pekerjaan teman. Home visit (Kunjungan Rumah) merupakan senjata wali kelas dan guru Bimbingan dan Konseling (BK) dalam mengatasi masalah belajar yang dialami peserta didik di masa pembelajaran daring. Home visit merupakan salah satu layanan pendukung untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya tentang peserta didik baik itu mengenai dirinya sendiri dan kondisi orang tuanya. Dengan home visit wali kelas / guru BK bisa melakukan konseling di rumah peserta didik secara langsung sehingga penanganan masalah cepat terselesaikan. Wali Kelas bersama-sama dengan guru mata pelajaran berkolaborasi memetakan peserta didik yang tidak aktif dalam proses pembelajaran daring. Kemudian dilakukan home visit untuk memperoleh informasi yang sebenarnya tentang peserta didik tersebut. Setelah diperoleh informasi alasan tidak ikut daring, guru BK harus memberikan layanan konseling. Metode home visit menjadi pilihan sebagian guru untuk memahami individu peserta didiknya. Metode ini memiliki manfaat sekaligus hambatan sehingga guru perlu melakukan telaah dengan cermat sebelum mengambil kesimpulan. Di antara manfaat dari metode home visit antara lain; pertama, menambah kelengkapan data/ informasi tentang peserta didik melalui wawancara dengan orang tua, dan hasil observasi suasana di rumah. Mendapatkan gambaran lebih utuh tentang kehidupan dan keseharian peserta didik di lingkungan keluarga dan sosial sekitar, dan bahkan tingkat religiusitasnya. Kedua, memberi penjelasan tentang keadaan peserta didik dalam pembelajaran daring kepada orang tua sehingga terbangun kerja sama antara sekolah dan rumah. Ketiga, mengembangkan tingkat kepedulian orang tua terhadap masalah anak. Guru dapat menggali informasi sekaligus mengukur tingkat komitmen mereka terhadap pendidikan anak mereka. Sehingga memungkinkan adanya sinergi yang dibutuhkan untuk mendukung kemajuan peserta didik. Mereka bisa diajak secara aktif memantau perkembangan peserta didik. Keempat, memecahkan persoalan dan hambatan yang dihadapi peserta didik secara lebih komprehensif. Guru akan mendapatkan informasi tentang kondisi belajar peserta didik selama di rumah. Sehingga memiliki solusi yang bisa ditawarkan kepada orang tua peserta didik. Meskipun begitu, metode memahami individu dengan cara home visit tidak luput dari hambatan, diantaranya ; Pertama, dari segi sumber daya, metode ini memerlukan waktu, biaya, dan tenaga yang lebih banyak ketimbang metode lain. Oleh karena itu home visit tidak perlu dilakukan untuk seluruh peserta didik, hanya untuk mereka yang permasalahannya cukup besar saja. Kedua, home visit melibatkan peran kedua belah pihak. Kesediaan guru dan kesediaan orang tua untuk menerima. Besar kemungkinan ada orang tua peserta didik yang enggan untuk dikunjungi entah karena kesibukan mereka atau faktor lain seperti alasan privasi. Ketiga, ada peluang orang tua tidak memberikan informasi penting tentang putra/i-nya sehingga tujuan yang diharapkan justru tidak bisa didapatkan. Sumber : Nazarudin. Manajemen Pembelajaran. Yogyakarta: Teras, 2007. Nurul Yaqien, “Esensialitas Home Visit dalam Pendidikan,” https://www.bimbingankonseling.web.id/2020/07/home-visit-bimbingan-konseling.html 56
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! Membangun Karakter Siswa Melalui Storytelling Oleh: Ratih Sundari - Bandung Independent School, Jawa Barat Pembelajaran jarak jauh dengan media utama teknologi dapat membuat siswa dan guru mudah lelah, seperti lelah karena menatap layar teknologi dan lelah secara mental karena kurang berinteraksi sosial. Untuk meminimalisir rasa lelah tersebut, terdapat banyak hal yang dapat dieksplorasi dan diterapkan oleh guru, sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan, siswa berinteraksi secara sosial, dan mencapai penguasaan materi pelajaran yang maksimal. Selain mencapai penguasaan materi pelajaran, guru juga tetap memiliki kewajiban untuk terus mendidik siswanya: yaitu membangun, membentuk, dan mempertahankan karakter baik siswa. Dalam konteks ini, banyak hal yang dapat dilakukan oleh guru, salah satunya adalah storytelling. Storytelling dapat dilakukan untuk tujuan pembentukan karakter dan juga sebagai bentuk pleasure moment bersama untuk mengurangi rasa lelah belajar. Dalam hal pembentukan karakter melalui storytelling, guru dapat membacakan cerita kepada siswa, mendiskusikan nilai positif dari cerita tersebut, dan penerapannya dalam kehidupan. Memang belum terlalu banyak studi yang membahas dampak positif storytelling terhadap karakter siswa, namun dalam artikel ini, saya akan menyampaikan pengalaman saya dalam melakukan storytelling dengan sumber cerita buku bacaan dan keluaran yang saya dapatkan dari kegiatan ini. Mengenai pemilihan cerita, guru dapat memilih cerita yang berkaitan dengan tema pembelajaran, hal-hal yang disukai siswa atau berdasarkan kebutuhan emosional mereka. Di balik itu semua, guru diharapkan memilih cerita yang menarik, memiliki nilai moral, tidak sulit dipahami, serta sesuai dengan tingkat pemahaman siswa. Panjangnya cerita juga disesuaikan dengan level siswa. Sebagai contoh, untuk siswa TK, saya memilih buku cerita yang tidak banyak memiliki tulisan, melainkan lebih banyak gambar. Untuk siswa dengan tingkat lebih tinggi, saya akan memilih buku yang lebih tebal dengan hanya membacakan kesimpulan dari suatu buku atau suatu bab, dan juga membacakan pesan-pesan utama dalam buku tersebut, seperti kutipan-kutipan penting. Berdasarkan pengalaman saya, storytelling akan lebih maksimal jika menggunakan Zoom Meeting, karena siswa dan guru dapat berinteraksi langsung. Sedangkan untuk mengetahui pemahaman siswa, kita dapat menggunakan Padlet, Kahoot, atau aplikasi lainnya yang mendukung. Di luar itu semua, diskusi langsung melalui Zoom juga sangat disarankan sebagai bentuk interaksi sosial, namun tetap menerapkan peraturan Zoom Meeting kelas. Saat diskusi melalui Zoom, jika jumlah siswa di dalam kelas sangat banyak, guru dapat memilih nama siswa menggunakan aplikasi pemilihan nama secara acak, siswa yang terpilih diharapkan menyampaikan nilai positif dari cerita tersebut. Selain itu, guru diharapkan meminta saran kepada siswa mengenai buku cerita yang akan didiskusikan di kemudian hari, sehingga siswa akan merasa dilibatkan dan memiliki sense of belonging. Kegiatan storytelling ini memiliki tantangan dan kekurangan. Salah satu tantangannya adalah kegiatan ini mungkin tidak terlalu cocok untuk siswa dengan gaya belajar kinestetik. Namun, guru dapat melibatkan mereka dalam sesi storytelling; seperti mengeluarkan suara tertentu untuk mendukung pembacaan cerita, ikut membacakan cerita, atau berperan sebagai salah satu karakter dalam cerita. Hal ini juga membutuhkan kerjasama dan persiapan yang cukup baik antara guru dan siswa. Salah satu keluaran yang saya dapatkan dari kegiatan ini adalah siswa senang setelah dibacakan cerita dan menggemari buku-buku bacaan dengan tema kebaikan. Saya juga melihat karakter positif mereka yang terefleksikan dalam kegiatan pembelajaran, seperti dalam interaksi dengan teman dan guru. 57
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! Bangkitkan Keseruan Literasi Selama Pandemi Oleh: Kuni Adiniyah, S.Pd – SMPN 2 Kandat, Jawa Timur Tahun 2020 ini merupakan tahun yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pandemi Covid-19 membuat seluruh elemen berbenah untuk bertahan diri. Dunia pendidikan yang selama ini masih sedikit menggunakan teknologi dalam pembelajaran, secara drastis berubah. Kreativitas guru semakin bermunculan seiring dengan tuntutan penggunaan teknologi untuk mendukung pembelajaran, terutama pembelajaran jarak jauh selama pandemi ini. Di sekolah tempat saya mengajar, guru diberikan kebebasan untuk memilih strategi mengajar untuk pembelajaran jarak jauh. Saya mengajar mata pelajaran Bahasa Inggris untuk kelas VIII sebanyak 6 kelas. Berdasarkan kesepakatan sekolah dan orang tua, aplikasi Whatsapp menjadi sarana utama untuk komunikasi dan kegiatan belajar mengajar. Penggunaan modul pembelajaran juga menjadi media pembelajaran bagi siswa yang disampaikan melalui grup WA kelas. Salah satu kegiatan pendahuluan dalam pembelajaran adalah kegiatan literasi. Peserta didik diberikan waktu 15 menit untuk membaca buku non-pelajaran. Sebagai alternatif, saya memberikan komik sebagai bahan bacaan. Komik disajikan dalam bentuk file PDF yang dibagikan melalui grup WA. Komik tersebut dibuat dengan menggunakan aplikasi Comiclife yang di-install pada laptop/komputer. Pembuatan komik pembelajaran ini saya dapatkan saat mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh SEAMOLEC. Proses pembuatan yang sederhana dan tidak memerlukan keahlian IT tinggi membuat saya semakin tertarik untuk menerapkannya. Percobaan saya menggunakan aplikasi ini adalah dengan meminta siswa saya untuk menjadi model dalam foto yang menjadi asset pembuatan komik. Sebelumnya, saya menentukan storyline atau alur cerita untuk mempermudah menggambarkan posisi foto dan percakapan yang akan ditampilkan dalam komik. Setelah storyline dan asset terkumpul, kemudian saya membuka aplikasi Comiclife yang terinstall di laptop. Ketersediaan template yang beragam membuat aplikasi ini semakin menarik. Pengguna tinggal memilih template sesuai dengan yang diinginkan. Materi yang saya masukkan ke dalam komik adalah greeting card (kartu ucapan). Meskipun materi ini merupakan materi inti pelajaran dengan penyajian berbentuk komik, namun kegiatan membaca saat literasi menjadi lebih menyenangkan. Hal ini terbukti dari respon siswa yang menyampaikan bahwa pada saat membaca komik, mereka dapat dengan mudah memahami isi atau materi yang disampaikan dengan tampilan yang menarik. Bahkan, siswa termotivasi untuk membuat komik serupa dengan isi yang berbeda. Akhirnya, saya memberi tantangan ke siswa untuk membuat komik serupa. Asset foto diambil menggunakan HP dengan model siswa sendiri. Laptop yang digunakan adalah milik sekolah secara bergantian dan terjadwal, karena hampir semua siswa belum memiliki laptop. Dengan pendampingan melalui WA selama kurang lebih 2 minggu, siswa pun berhasil membuat komik dengan storyline dan asset yang luar biasa kreatif sesuai dengan usia mereka. Hasil komik yang dibuat oleh siswa dibagikan melalui grup WA untuk dijadikan bahan bacaan saat kegiatan literasi. Siswa dalam grup WA diperkenankan memberikan kritik atau saran untuk perbaikan karya selanjutnya, sehingga kreatifitas semakin terasah. Hasil percobaan ini sudah saya diseminasikan ke rekan sejawat di sekolah tempat saya mengajar dan di MGMP Bahasa Inggris SMP Kabupaten Kediri. Antusiasme guru-guru luar biasa baik untuk menerapkan strategi literasi menggunakan aplikasi Comiclife ini. Kreativitas guru menggunakan teknologi juga menentukan keberhasilan strategi literasi demi keberhasilan Pendidikan. 58
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! Model Pembelajaran Kolaboratif di Masa Pandemi Oleh : Dr. Heni Maryani, M.Pd - SDN Cingambul II, Kab. Majalengka, Jawa Barat Wabah covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia memberikan dampak perubahan terhadap sistem pembelajaran di dunia pendidikan. Pembelajaran yang biasa dilakukan tatap muka harus dilakukan melalui sistem daring untuk memutus mata rantai penyebaran virus. Perubahan pola mengajar ini membuat pendidik mencari alternatif lain untuk bisa tetap memberikan pelayanan terbaik kepada siswa-siswinya. Misalnya dengan menggunakan berbagai tools pembelajaran yang tersedia. Tak dipungkiri keberadaan tools ini memudahkan guru untuk mengajar meskipun guru dituntut untuk terus meningkatkan kapasitas diri dalam penguasaan teknologi. Saya adalah seorang guru sekolah dasar yang bertugas di daerah. Awal masa pandemi merupakan masa terberat dalam mengajar. Bukan hanya dirasakan oleh saya sebagai guru tetapi juga oleh siswa dan orang tuanya. Sebagai guru yang mengajar di kelas satu sekolah dasar menggunakan berbagai tools pembelajaran daring merupakan keniscayaan. Ada beberapa hal yang tidak memungkinkan saya mengajar dengan menggunakan media pembelajaran daring selain Whatsapp. Itupun berbagai keluhan muncul karena tidak semua anak memiliki gawai sendiri atau bahkan orang tuanya tidak memiliki gawai dengan fitur Whatsapp sekalipun. Sehingga pada awal pembelajaran hanya beberapa siswa yang bisa mengikuti pembelajaran. Apalagi tidak semua siswa di kelas satu sudah lancar membaca. Beberapa tahun mengajar di kelas satu pasti saja menemukan anak yang belum bisa membaca karena ada yang memang tidak pernah duduk di bangku TK. Sehingga belajar di kelas satu adalah pengalaman yang benar-benar baru. Menyikapi hal ini, maka kami di sekolah menyiasati hal tersebut dengan cara membagi siswa ke dalam beberapa kelompok kecil. Dan kami sebagai gurunya berkeliling ke tiap kelompok di tempat yang sudah ditunjukkan. Karena pertemuan tatap muka juga sangat terbatas, maka saya menerapkan model pembelajaran kolaboratif dengan orang tua. Di sekolah diajarkan poin penting dari sebuah materi, kemudian diberikan contoh-contohnya dan selanjutnya dikembangkan lagi di rumah dengan orang tua. Hasil pembelajaran kolaboratif ini dilaporkan di grup kelas berupa foto-foto kegiatan. Untuk hasil pengerjaan siswa diperiksa langsung di pertemuan berikutnya untuk mencegah penuhnya memori gawai. Bagaimana jika orang tua belum paham? Saya selaku wali kelas mengadakan pertemuan khusus parenting class setiap minggu untuk memberikan pemahaman tentang pembelajaran yang akan dilakukan sekaligus memantau langsung perkembangan belajar anak-anaknya di rumah. Saat pertemuan itu didiskusikan apa kendala yang dihadapi oleh orang tua dan siswa sekaligus memberikan solusi dari setiap permasalahan yang muncul. Bagaimana hasil dari pembelajaran kolaboratif ini? Ternyata setelah ditelaah, kemajuan belajar peserta didik sangat baik bila dibandingkan dengan ketika pembelajaran full daring. Bonding antara guru dengan siswa dan orang tua pun sangat terasa sekali. Sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab untuk terus mendampingi anak-anak belajar di masa pandemi. Jika dulu ketika tatap muka full orang tua sering memasrahkan belajar anak-anaknya total kepada sekolah, maka ketika pandemi orang tua semakin sadar bahwa mendampingi anak belajar merupakan kewajiban orang tua juga. Orang tua juga memahami bahwa tugas guru di sekolah bukanlah pekerjaan mudah. Guru pun memiliki rasa keterikatan dengan murid, karena selama masa pandemi nyaris tak pernah bertatap muka. Sehingga timbul rasa rindu mengajar di depan kelas. 59
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! Insya Allah Barakah Oleh Diah Trisnamayanti, S.S - SMK MedikaCom Bandung, Jawa Barat “Bu, di mana?” chat Iwan pukul 06.58. “Di lantai 3, Nak” Mirna menjawab chat Iwan. Mirna sudah ada di sekolah bersama Ibu Husna dan Pak Tino di ruangan karena mereka terbiasa saling menyapa. Pada saat itu juga, ternyata Pak Adhi Karya sudah masuk ke pojok ruangan dan mulai membuka laman mencari internet connection lantai 3 Lab Komputer. Dia banyak membaca dari pesan-pesan teman di Kelas Kreatif, dia hanya ingin anak-anak di kelasnya senang belajar daring. Maka, salah satunya menggunakan tautan yang berisi permainan puzzle. Ia mengajak anak-anaknya masuk ke laman https://www.bookwidgets.com/play/QBLSDQF?teacher_id=5112597916418048 untuk anak-anak pada kelas X. Dia menyampaikan akan meminjam materi Ibu Diah tentang personal letter untuk kelas XI setelah berkonsultasi. Ibu Diah Pun memberikan izin untuk menggunakan laman widgets-nya. “Okay, Students. Before we learn Personal Letter more deeply, I would you to check this site : https://www.bookwidgets.com/play/MBNT8MP?teacher_id=6271782993526784 and what you can find there, please write down in chat collom!” Pak Adi Karya meminta siswanya untuk mengikuti situs Google meet. “Okay, Pak. I’ve done.” kata Arief setelah 2-3 menit Pak Adhi menunggu. “Done, Mr.” Angel merespon “Finished Mr.” Jelas Aysha. “Itu teh untuk apa, Pak?” komentar Perto Sianipar. “Itu adalah pembelajaran kosa kata dalam permainan.” “Kalau sudah, tuliskan kata apa saja yang muncul yang berhubungan dengan personal letter?” Pak Adhi Karya membaca kolom obrolan yang mulai banyak. Kata yang diberikan mudah, wajar saja; tetapi masih saja ada kecurangan. Walaupun seperti itu, ada saja yang membuatnya tertawa. “Mr. Aku engga bisa buka situsnya” ungkap chat Vega di Whatsapp “Mr. gawai akunya ngadat engga bisa masuk” “Niih Mr. Vega On Road, masuk tuh. Bagus, kan Mr?” Jelas Vega sambil memperlihatkan gawainya, kemudian. Tiba-tiba ngiiiiinggggg semua keluar dari Google meet. “Kamu, sih igh.. jadi wehh nge-lag koneksinya. Hahahaha” “Naha, Mr? Aku kan duduk, masuk ke Google meet. Mr yang keluar” “Sinyal kamu kuat, jadi ada bunyi ngiiing, kan sepertinya terpengaruh koneksinya karena terlalu kuat” “Atuh temen-temen, Vega on road minta maaf ya sudah buat ngiiing” Ibu Mirna memerhatikan Vega dan Irvan sambil tertawa kecil, menggeleng-gelengkan kepalanya. Setelah itu diamati penggunaan gawai Vega dan jawaban yang dibuat, terlihat dia senang mengerjakannya. “Sudah dapat belum jawabannya?” tanya Mirna “Acan, Bu. Nuju, dua soal kadeteksina” Jawab Irvan dan Vega berbarengan. “Ngomong-ngomong, Iwan datang henteu ke Ibu Ramahnia? “Aya tadi mah bu, sareng Guntur jeung Syahir. Aghh mereka memang suka begitu hehehehe” “Alhamdulillah, nya si Syahir, Guntur jeung Iwan diperhatikan ku Bu Mirna. Ari Vega heunteu, Bu. Iyeu teh tos berubah, Bu. Berkat Bu Mirna nya, Van..” ungkap Vega iri. “Heii, apanan Ibu geu perhatikeun Vega jeung Irvan. Makana Ibu kadieu. Ningali Vega kerjakeun tugas. Hehehe” “Insya Allah barakah ya, Nak. Mengerjakan tugas dan belajar bersikap positif” sambil mengusap pundak dan kepala siswanya yang subhanallah. Dia memiliki kesulitan fokus dalam belajar, karena latar belakang keluarga, dia baru mengetahui di usia remaja ini. Mirna berharap anak-anak didiknya bisa mengambil hikmah dari semua yang dialaminya. 60
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! Irama dan Nada Pembelajaran Jarak Jauh Oleh: Iis Sabiah - SMA Mekar Arum Bandung, Jawa Barat Irama belajar di masa pandemi COVID-19 memacu guru lebih proaktif dan kreatif, tantangan luar biasa bagi guru untuk terus berdendang memainkan perannya disertai nada-nada ketulusan demi meraih hati peserta didik dan demi eksistensi semangat yang tidak redup redam tanpa suara, tidak membisu dan tak membeku akan untaian melodi pengetahuan. Karena itu, guru harus bersemangat memainkan nada dan irama agar pembelajaran terus mewarnai harmonisasi pendidikan melalui pembelajaran jarak jauh. Penulis merasakan pengalaman sukses memainkan nada dan irama di masa pandemi ini, karena dukungan institusi mempersiapkan perlengkapan layaknya mempersiapkan instrumen musik sebelum para pendidik berdendang dan memainkan perannya dalam PJJ. Penulis belajar dan mengajar sebagai penyiar radio, public speaker, dan administrator yang mampu beradaptasi menggunakan teknologi. Pengalaman sukses ini memperoleh tepuk tangan meriah dari penontonnya yaitu para peserta didik, mereka memberikan feedback yang luar biasa positif terhadap institusi dan guru karena merasakan nada dan irama pembelajaran yang dirasa memiliki nilai kualitas positif untuk tetap semangat berinteraksi belajar dalam PJJ. Strategi untuk terus mencipta nada, melodi, dan irama belajar yang dilakukan diantaranya “Pembelajaran melalui Siaran Radio Pendidikan Barani 1116 AM” melalui streaming internet, di mana guru berkreasi lisan layaknya seorang penyiar radio, sebelum broadcast, guru terlebih dahulu mengirimkan materi atau modul pada aplikasi Whatsapp group sebagai langkah awal komunikasi pada siswa. Grup whatsapp ini dibuat dan dikelompokkan sesuai jenjang kelas dan sebelum mengajar melalui siaran radio, guru secara teratur (sesuai jadwal mengajar) bergantian memberikan pengumuman sesaat sebelum tampil menjadi penyiar pada kelas tersebut. Guru juga memberikan link absensi dan refleksi agar siswa langsung memberikan feedback dari hasil belajar yang didengarkan melalui radio. Instrumen pendukung yang kedua yang menjadi nada dan irama belajar adalah E-Learning melalui Program Siaran Mekar Arum TV (Youtube Live)” dengan melakukan pembelajaran ini, siswa tidak mudah bosan dan selalu merasa dekat dengan gurunya walaupun tidak bertatap muka. Tentunya tidak mudah bagi guru yang tidak terbiasa tampil di depan kamera, namun di awal pelaksanaan, sekolah memberikan persiapan demi menyukseskan program ini, yakni sekolah melakukan pelatihan kepada guru-guru tentang public speaking di depan kamera. Instrumen pendukung lain yang tidak kalah penting menjadi pengiring nada dan irama belajar yakni Pembelajaran melalui Google Classroom. Ketiganya berperan sebagai irama dalam proses pembelajaran serta dilakukan bergantian untuk semua tingkatan kelas yang berbeda. Aplikasi Google Classroom memungkinkan guru membuat area kelas secara online agar dapat mengelola semua dokumen yang dibutuhkan siswa dalam pembelajaran. Selain itu, guna memperkuat sentuhan karakter dan pembiasaan baik pada siswa, sekolah mempersiapkan pembuatan buku penghubung orang tua dengan tema “Deukeut, Deudeuh, Imeut” sebagai media komunikasi tidak langsung dalam rangka menyampaikan hal-hal penting menyangkut perkembangan siswa ketika belajar di rumah. Orang tua siswa dapat menyampaikan segala hal terkait siswa kepada sekolah, terutama dalam hal perkembangannya di rumah. Sungguh, situasi pandemi ini menempatkan guru dalam posisi harus menghadapi tantangan agar tidak terlena dalam zona nyaman. Tantangan guru zaman now yang dirasakan setiap guru tentunya berbeda beda dan memiliki keunikan tersendiri. Keunikan memiliki kelebihannya masing-masing, karenanya BERBAHAGIALAH WAHAI GURU, warnai lika liku duniamu, berikan pengalaman terbaik bagi siswa siswi generasi muda Indonesia. 61
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! Memilih untuk Memberikan Pilihan Oleh: Susie Kusumayanthi - STKIP Pasundan, Jawa Barat Pertengahan Maret 2020, tanpa mengetuk pintu, wabah virus corona telah teridentifikasi dan menyebar dengan cepat di dalam negeri. Beberapa kepala daerah kemudian mengumumkan ke khalayak bahwa sekolah diliburkan karena khawatir dengan penyebaran virus corona jenis baru atau COVID-19. Menanggapi hal tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan mendukung kebijakan pemerintah daerah. Pandemi COVID-19 mendorong perubahan tata kelola sekolah dan perguruan tinggi; dimana para pucuk pimpinan di sekolah dan perguruan tinggi harus merumuskan kembali pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Isu utamanya menyangkut tata kelola dan SDM. Tetapi tentu saja pendukung utamanya adalah ketersediaan platform pembelajaran daring yang ditunjang pelatihan dan peningkatan kapasitas bagi guru dan dosen untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar jarak jauh. Umumnya guru dan dosen memiliki tugas sebagai motivator dan fasilitator yang mengarahkan pembelajar agar tetap berada dalam koridor capaian pembelajaran meski di tengah pandemi COVID-19. Efektivitas dan kreativitas guru dan dosen dalam mengajar diharapkan dapat mendorong pembelajar terlibat aktif dan semangat dalam belajar. Menurut Black & Allen dalam bukunya Foster Intrinsic Motivation (2016), siswa yang terlibat aktif dan semangat dalam belajar biasanya memiliki pemahaman yang baik terhadap suatu mata pelajaran. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melibatkan siswa secara aktif adalah dengan menawarkan pilihan-pilihan. Dalam pembelajaran mandiri di tengah COVID-19, guru dan dosen sebaiknya menawarkan pilihan berupa tugas-tugas yang disesuaikan dengan minat siswa. Tugas yang sesuai dengan minat siswa akan menarik dan mudah dikerjakan. Tentu saja guru terus melakukan kontrol dan follow up melalui media online untuk dapat memastikan bahwa siswa melaksanakan tugas. Penting dicatat bahwa sebaiknya tugas diberikan dengan tenggat yang tidak sempit. Selanjutnya membuat rencana bersama siswa. Libatkan siswa saat kita merencanakan arah dan proses pembelajaran yang akan dilakukan. Juga dirasa penting untuk memberikan pilihan dalam pemanfaatan teknologi; mengingat tidak semua siswa memiliki akses internet. Apabila tidak memungkinkan penggunaan aplikasi yang bersifat high-tech seperti Zoom, Edpuzzle, atau Google Meet, maka pilihlah teknologi yang bersifat low-tech seperti Whatsapp group chat. Terakhir, mendiskusikan nilai. Misalnya, siswa dan guru sepakat agar menggunakan penilaian yang lebih fleksibel yang tidak hanya didapatkan dari instrumen pengerjaan soal ujian dan penyerahan tugas semata, namun bisa didapatkan dari pola penilaian berbasis forum. Penilaian berbasis forum ini digunakan untuk mengukur keterampilan siswa dalam menguraikan pendapat serta konstruksi argumentasi. Manfaat guru dan dosen menawarkan pilihan-pilihan pada siswa ujungnya tentu saja adalah tidak berkurangnya kualitas dan produktivitas masyarakat akademik di sekolah dan di perguruan tinggi, serta dapat teraihnya capaian pembelajaran. 62
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! Demi Pengajaran Terbaik di Masa Pandemi Fika Tresnawati-Bandung Independent School, Jawa Barat Awalnya, saya tidak yakin apakah saya bisa memberikan yang terbaik kepada para siswa jika harus mengajar secara online. Namun, seiring berjalannya waktu dan dengan semangat yang dihadirkan pula oleh teman-teman guru lainnya, saya yakin bisa melalui semua ini bersama-sama. Saya merasakan manfaat yang luar biasa dari mengikuti beberapa pelatihan yang diselenggarakan oleh Komunitas Kelas Kreatif sehingga bisa mempersiapkan materi pelajaran yang dapat digunakan saat ini bahkan nanti. Saya belajar dari beberapa teman yang sudah sangat berpengalaman dan memiliki banyak keahlian dalam memberikan pengajaran yang interaktif. Dimulai dari membuat rancangan pembelajaran sampai pada aktivitas yang menarik untuk dikerjakan oleh siswa. Membuat kelas virtual melalui aplikasi Bitmoji dan memadupadankan penggunaannya di Google Slide, membuat pembelajaran jarak jauh menjadi lebih mudah dan menyenangkan. Siswa dapat langsung mengetahui apa yang akan dikerjakan pada hari itu dan menelusuri semua kegiatan dengan baik. Ada beberapa siswa bertanya,”Ibu, bagaimana cara membuat slide seperti ini?”. Mendengar pertanyaan yang datang langsung dari anak-anak, membuat saya merasa senang karena mereka tertarik dengan kelas virtual yang saya buat dan mereka ingin mencoba untuk membuatnya sendiri. Hal ini membuat saya lebih termotivasi untuk menyajikan pembelajaran yang menarik dengan memberikan kegiatan yang lebih interaktif bagi siswa secara online. Menggunakan beberapa aplikasi di internet sangat membantu saya dalam menyampaikan materi pembelajaran. Jika disebutkan satu per satu akan membuat artikel ini menjadi panjang. Saya akan menyingkatnya dengan menyebutkan beberapa aplikasi yang sering saya gunakan. Pertama, aplikasi Mentimeter. Aplikasi ini memberi kesempatan kepada siswa untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan belajar ketika guru sedang menerangkan sehingga mereka tidak duduk diam di depan komputer dan tertidur, melainkan mereka harus tetap fokus terhadap apa yang sedang dijelaskan oleh guru sembari memberikan jawaban, komentar atau pendapat mereka. Aplikasi ini juga memiliki kesamaan dengan aplikasi ‘Pear Deck’. Pear Deck sangat berguna ketika kita ingin siswa ikut berpartisipasi dalam pembelajaran. Siswa harus menunggu guru untuk menuju ke slide selanjutnya dan menjawab pertanyaan. Respon dari siswa yang saya dapatkan ketika menggunakan metode ini sangat baik. Mereka tidak sabar untuk segera melihat slide selanjutnya dan hal apa yang akan mereka lakukan ketika harus menjawab pertanyaan dari guru. Saya menyisipkan kegiatan yang berbeda-beda di setiap slide-nya. Misalnya, siswa menjawab pertanyaan dengan mengetikkan kalimat, ada juga jawaban di mana mereka harus memindahkan pin ke jawaban yang benar yang mereka lihat di layar, kemudian ada pula jawaban di mana mereka harus menggambarkan sesuatu sesuai dengan pertanyaan yang diajukan dan banyak lagi. Kegiatan ini membuat para siswa menjadi lebih aktif ketika pembelajaran secara asynchronous dimulai. Dengan begitu, saya lebih bersemangat lagi untuk mempelajari aplikasi-aplikasi bermanfaat lainnya yang ada di internet agar dapat memberikan pengajaran yang lebih menarik, interaktif dan bermanfaat bagi siswa-siswi kita serta menyenangkan. ‘Membuat kelas virtual melalui aplikasi Bitmoji dan memadupadankan penggunaannya di google slide, membuat pembelajaran jarak jauh menjadi lebih mudah dan menyenangkan. Siswa dapat langsung mengetahui apa yang akan dikerjakan pada hari itu dan menelusuri semua kegiatan dengan baik.’ 63
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! Desain Pembelajaran TPACK, Solusi Pembelajaran di Masa Pandemi Oleh: Yani Srisusanti, S.Pd- SMP Negeri 5 Kota Sukabumi, Jawa Barat Saat pandemi Covid-19 muncul, seluruh aktivitas manusia dibatasi, termasuk kegiatan pembelajaran. Pembelajaran berubah dari pertemuan tatap muka (PTM) menjadi Belajar dari Rumah (BDR). Merespon kondisi tersebut, P4TK IPA mengadakan Diklat Daring DIDAMBA bagi guru. Salah satu temanya adalah desain pembelajaran di masa pandemi menggunakan kerangka kerja TPACK (TPACK Framework). Ternyata TPACK framework merupakan integrasi antara pengetahuan teknologi (Technological Knowledge), pengetahuan pedagogi (Pedagogy Knowledge), dan pengetahuan konten (Content Knowledge). Dengan kata lain, TPACK merupakan pengetahuan tentang bagaimana memfasilitasi proses pembelajaran dari konten tertentu melalui pendekatan pedagogi dan teknologi. TPACK sangat diperlukan untuk pembelajaran BDR saat ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi pandemi membuat proses pembelajaran tidak dapat seideal seperti pembelajaran tatap muka. Dengan program Belajar dari Rumah (BDR) secara daring, guru dituntut untuk dapat menguasai teknologi digital, menyamai kemampuan yang dimiliki peserta didik, dimana mereka merupakan generasi digital native. Mungkin inilah salah satu hikmah pandemi, dimana penguasaan teknologi informasi dan digital guru dan peserta didik meningkat dengan pesat karena adanya tuntutan keadaan. Penguasaan guru dan peserta didik terhadap teknologi dan pengoperasian aplikasi platform pendidikan, seperti Quipper School, Zoom Cloud Meeting, dll. bisa sangat mahir saat ini. Setidaknya itu yang saya dan rekan-rekan guru rasakan di SMP Negeri 5 Kota Sukabumi. Kini kami tidak hanya mahir menggunakan aplikasi Whatsapp, walaupun Whatsapp tetap menjadi yang paling diandalkan saat sinyal dan kuota kami sedang tidak bersahabat. Pembelajaran yang saya lakukan untuk BDR menggunakan Google Classroom dan Quipper School. Langkah pertama adalah membuat kelas di kedua aplikasi tersebut. Kemudian anak-anak diminta masuk kelas dengan diberikan kode kelas tertentu. Google Classroom saya gunakan untuk menyampaikan materi dan berkomunikasi dengan siswa. Aplikasi ini telah menyediakan fasilitas Learning Management System (LMS) untuk tugas, membagikan materi, bahkan asesmen. Asesmen dapat digunakan untuk melaksanakan penilaian formatif maupun penilaian sumatif. Google Classroom dapat dibuat jadwal sesuai jadwal yang dibuat di sekolah sehingga lebih praktis. Selain itu, di aplikasi tersebut kita dapat membagikan materi berupa PowerPoint, link Youtube, ataupun LKPD untuk peserta didik. Apabila saya ingin melaksanakan evaluasi dengan unsur “fun”, saya membuat soal di aplikasi Quizizz. Aplikasi ini menyediakan fasilitas laksana game online, cepat tepat secara daring. Kita hanya tinggal membuat soal di Quizizz, kemudian mengundang peserta didik untuk join pada waktu yang telah ditentukan. Adapun Quipper School, merupakan aplikasi yang bisa diakses secara gratis menggunakan kuota normal. Aplikasi ini sudah menyediakan materi serta latihan soal yang bisa digunakan guru untuk pembelajaran. sehingga dapat dijadikan ajang belajar mandiri. Dari pengalaman selama BDR, aplikasi ini yang paling diminati oleh siswa. Persentase pengumpulan tugas selalu maksimal. Bila diperlukan tatap muka, maka dilaksanakan pembelajaran melalui Google Meet, Webex Cisco, maupun Zoom meetings. Namun, penggunaan aplikasi ini terkendala dengan kuota yang harus lebih banyak dari biasanya, sementara kemampuan ekonomi peserta didik beragam. Oleh karena itu, penggunaan aplikasi ini jarang digunakan. Untuk menyiasatinya, saya menggunakan aplikasi Bandicam sehingga PowerPoint yang saya bagikan berubah menjadi video dimana dalam video tersebut saya menjelaskan secara online. 64
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! Belajar Mandiri Tetap Menyenangkan Oleh: Nonny Irayanti - Ummun wal Madrasatul Ula, Bandung, Jawa Barat Pandemi telah mengubah tatanan global hingga ke dunia pendidikan. Baik guru, siswa, maupun orang tua, semuanya memainkan peran baru, yaitu beradaptasi dengan cara belajar baru: belajar dari rumah (BDR). Guru berupaya tetap memberikan layanan pendidikan terbaik bagi anak didiknya. siswa-siswi belajar dengan suasana rumah yang lebih banyak godaan untuk main daripada belajar. Orang tua menjadi perantara antara guru dan peserta didik. Ketika berkomunikasi dengan guru, orang tua menjadi wakil anaknya sebagai peserta didik. Sementara pada saat di rumah, orang tua menjadi delegasi guru dalam mendampingi putra-putrinya menimba ilmu. Namun peranan-peranan ini tak mudah untuk dimainkan. Butuh kesungguhan dan tekad yang kuat untuk menciptakan pembelajaran yang ideal. Pada kenyataannya seringkali ditemui beberapa kendala. Seperti penyampaian materi yang tidak optimal dengan berbagai keterbatasan sarana misalnya. Hal ini dapat berimbas kepada mood anak dalam belajar. Dukungan orang tua sebagai wali guru di rumah menjadi sangat membantu. Masa pandemi sebenarnya mengembalikan fungsi pendidikan kembali kepada orang tua. Sekalipun sekolah memberikan serangkaian tugas untuk dikerjakan, namun peran orang tua cukup signifikan dalam mengawal terjadinya proses belajar mengajar ini. Sejauh mana orang tua ingin anaknya mengerti dan memahami suatu ilmu; sejauh mana hafalannya; sejauh mana anak dapat mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya dalam kehidupannya sehari-hari; sejauh mana akhlak dan nilai moral yang ingin ditanamkan pada anak; apakah ketika menyetorkan tugas anak kepada guru hanya sebatas menggugurkan kewajiban, atau dengan kata lain hanya untuk mendapatkan nilai; ataukah orang tua mampu memastikan tugas yang dikerjakan anak memang ajang evaluasi untuk menilai pemahaman anak. Semuanya dikembalikan kepada target yang distandarkan orang tua kepada anaknya. Seringkali kita (baca: saya) luput terhadap hal-hal ini. Pada akhirnya kami sebagai orang tua mengharapkan apa yang dipelajari anak mampu menjadi ilmu yang bermanfaat bagi dirinya. Karena itu kami memberikan anak beberapa opsi untuk belajar sesuai dengan apa yang menjadi minatnya. Ternyata sang anak lebih menyukai dan mendalami bidang kebahasaan. Kami pernah menggabungkannya dalam les bahasa arab secara online melalui Zoom pada saat sedang liburan sekolah. Walaupun hanya dua modul, karena liburan sekolah sudah selesai, tapi pelajarannya cukup berkesan. Di sana sang anak mulai mengenal Quizizz. Dibutuhkan kecermatan tinggi dalam menjawab tugas bahasa arab, karena salah mengetik spasi pun, jawaban dianggap keliru. Sang anak cukup bersemangat walaupun belajar sesudah sholat subuh. Disamping itu sang anak pun diberikan waktu untuk bermain Duolingo. Sambil belajar, sambil bermain bahasa-bahasa. Untuk melepas penatnya belajar, sang anak yang senang menulis kami berikan akses menggunakan komputer. Ia mulai belajar mengetik, mengoperasikan PowerPoint hingga membuat cerita dalam PowerPoint. Pandemi ini menyadarkan saya, bahwa tugas seorang guru tidaklah mudah. Seorang guru tidak sekedar mengajari peserta didik tentang mata pelajaran yang diampunya. Lebih jauh ia adalah pendidik generasi, arsitek peradaban. Melalui tangannya lah dicetak generasi harapan bangsa yang kelak memimpin negara ini menjadi negara yang maju dan bermartabat. Salute untuk para guru. Semoga segala pengetahuan yang diberikan, menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan kita semua di dunia dan akhirat. Selamat hari guru! 65
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! Publikasi Komunitas Pendidik Kelas Kreatif Indonesia *hampir semua e-book/ buku digital bisa diakses secara gratis di Google Folder Kelas Kreatif 65
Semangat Berbagi! Semangat Menginspirasi! Penerbit: Kelas Kreatif Indonesia Nata Endah A38 Kab. Bandung- Jawa Barat 022-27615026 E-mail: [email protected] IG: kelaskreatif_id
Search