OBSESSIVE-COMPULSIVE DISORDER (OCD) Makalah Kesehatan Mental Dosen Pengampu: Prof. Dr. Asrowi, M.Pd Disusun oleh: (K3121022) (K3121033) 1. De’witri Fitrya Ningtyas 2. Ersa Aulia Rizki PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIERSITAS SEBELAS MARET 2022
KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan Karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Kesehatan Mental dengan topik Gangguan Psikologis Obsessive-Compulsive Disorder (OCD). Makalah ini dibuat sedemikian rupa agar pembaca dapat dengan mudah mempelajari dan memahami terkait topik yang dibahas. Ucapan terima kasih penyusun ucapkan kepada rekan yang telah bekerja sama mempersiapkan, melaksanakan, dan menyelesaikan penulisan makalah ini hingga selesai tepat pada waktunya. Segala upaya telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini, namun tidak mustahil apabila dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang Kesehatan Mental dengan topik Gangguan Psikologis Obsessive-Compulsive Disorder (OCD). Jangan segan bertanya jika pembaca menemui kesulitan. Semoga keberhasilan selalu berpihak pada kita semua. Surakarta, 24 Maret 2022 Penyusun 2
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………………….. 1 KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………… 2 DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………...3 BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………...1 1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………. 1 1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………2 1.3 Tujuan…………………………………………………………………………………….. 2 1.4 Manfaat……………………………………………………………………………………2 BAB II ISI………………………………………………………………………………………...3 2.1 Definisi…………………………………………………………………………………….3 2.2 Kriteria Gangguan Obsesif Kompulsif…………………………………………………… 5 2.3 Bentuk-bentuk OCD……………………………………………………………………… 5 2.4 Faktor Penyebab Gangguan Obsesif Kompulsif…………………………………………..6 2.5 Etiologi gangguan Obsesif Kompulsif…………………………………………………….9 2.6 Pengobatan Untuk Penderita OCD……………………………………………………… 11 2.7 Pencegahan OCD………………………………………………………………………... 13 BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………..14 3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………… 14 3.2 Saran…………………………………………………………………………………….. 14 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………... 15 ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa dewasa merupakan saat dimana berakhirnya masa remaja yang ditandai dengan adanya perubahan baru seperti minat, peran dan perilaku. Masa dewasa dibagi menjadi tiga yaitu masa dewasa dini, dewasa madya dan dewasa lanjut (usia lanjut). Pada masa dewasa dini terjadi penyesuaian pada kehidupan baru yang diikuti oleh permasalahan dan harapan sosial seperti kemampuan untuk memainkan peran sebagai orangtua, suami atau istri dan lainnya. Disamping adanya harapan yang muncul, permasalahan yang timbul sering kali tidak teratasi dengan baik karena kurangnya penyesuaian diri pada masa dewasa dini. Penyesuaian ini dikarenakan individu yang baru saja berkembang belum mampu mengatasi persoalan baru tanpa bergantung dengan orang lain, sehingga tidak jarang invidu akan merasa cemas. Kecemasan yang biasanya dialami oleh individu juga terjadi pada mahasiswa. Mahasiswa perguruan tinggi rata-rata telah memasuki masa dewasa dini. Mereka cenderung untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya dan mengikuti apa yang terjadi disekitar, seperti kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi membuat masyarakat terutama mahasiswa tidak lepas dari gadget. Mereka mengikuti setiap perkembangan yang terjadi disekitar seperti halnya media sosial. Media sosial memiliki pengaruh bagi kalangan mahasiswa, sebab mereka dapat mengekspresikan pikiran mereka, berbisnis, mencari relasi baru ataupun hanya untuk kesenangan. Psikolog Emil Hodzic (dalam Sasongko 2012) mengungkapkan bahwa 70% kliennya adalah anak-anak dan remaja yang mengaku kesulitan untuk tidak mengakses internet. Gejala dari kecanduan teknologi antara lain, lupa waktu, menarik diri, kebutuhan akan peralatan komputer yang lebih baik, menutup diri, rendah kepercayaan diri dan kecemasan. Kecemasan yang ditimbulkan akibat ketergantungan teknologi menyebabkan adanya berkeinginan untuk selalu membuka internet setiap waktu, sehingga hal ini akan menimbulkan pola baru dan menjadi perilaku berulang bagi mereka. Dalam kecemasan ini subjek memiliki kecenderungan mengalami obsessive compulsive disorder. Obsessive Compulsive Disorder merupakan suatu gangguan neurotik. Gangguan ini dikelompokkan dalam gangguan neurotik, gangguan somatoform dan gangguan terkait stres. Berdasarkan penelitian dari The International OCD Foundation, Menunjukkan bahwa obsessive compulsive disorder melibatkan masalah dalam komunikasi antara bagian depan otak dan struktur otak yang lebih dalam. Struktur otak ini menggunakan neotrotransmitter yang sebut serotonin. Beberapa ahli berfikir bahwa obsessive compulsive disorder yang dimulai pada masa kanak-kanak mungkin berbeda dengan obsessive compulsive disorder yang dimulai pada masa dewasa. kecemasan yang ditandai dengan ada nya obsesi dan kompulsi. 1
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah dinamika psikologis penderita obsessive compulsive disorder (OCD)? 2. Berdasarkan penjabaran permasalahan diatas, peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara kepercayaan diri dengan obsessive-compulsive disorder 1.3 Tujuan Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk menjelaskan tentang gangguan obsesif-kompulsif agar bermanfaat bagi pembaca dalam menangani penyakit ini dan untuk mengetahui secara mendalam mengenai dinamika psikologis penderita OCD. 1.4 Manfaat 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi lebih lanjut pada bidang psikologi terutama psikologi klinis. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat menjadi referensi untuk membantu mencari usaha mengurangi atau mengatasi obsessive-compulsive disorder dalam kaitan dengan kepercayaan diri. 2
BAB II ISI 2.1 Definisi Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, ide atau sensasi yang mengganggu (intrusif). Suatu kompulsif adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan atau menghindari. Obsesi meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan melakukan kompulsi menurunkan kecemasan seseorang. Tetapi, jika seseorang memaksa untuk melakukan suatu kompulsi, kecemasan semakin meningkat. Suatu kompulsi (compulsion) adalah tingkah laku yang repetitive (seperti mencuci tangan atau memeriksa kunci pintu atau gembok) atau tindakan mental repetitive (seperti berdoa, mengulang-ulang kata-kata tertentu, atau menghitung) yang dirasakan oleh seseorang sebagai suatu keharusan atau dorongan yang harus dilakukan. Kompulsi sering terjadi sebagai jawaban terhadap pikiran obsesif dan muncul dengan cukup sering serta kuat sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari atau menyebabkan distress yang signifikan. Penyakit Obsesif-Kompulsif ditandai dengan adanya obsesi dan kompulsi. Obsesi adalah peristiwa kognitif repetitif, tidak diinginkan, dan intrusive yang bisa berbentuk pikiran atau bayangan dalam pikiran atau hasrat (dorongan). Mereka menerobos tiba-tiba ke dalan keadaran dan mengakibatkan peningkatan dalam kecemasan subjektif (Oltmanns & Emery, 2013). Menurut de silva dan Rachman, 2004 (dalam Oltmanns & Emery, 2013.195) Pikiran obsesif dapat dibedakan dengan kekhawatiran dalam dua hal utama, yaitu: 1. Obsesi biasanya dialami oleh orang itu sebagai sesuatu yang dipicu oleh masalah dalam kehidupan sehari-hari 2. Isi obsesi paling sering melibatkan tema yang dipersepsikan tidak dapat diterima atau mengerikan secara sosial, seperti seks, kekerasan, dan penyakit/kontaminasi Sementara itu isi kekhawatiran cenderung terpusat di sekitar kekhawatiran yang lebih lazim dan dapat diterima, seperti uang dan pekerjaan. Kompulsi adalah perilaku atau tindakan mental repetitive yang digunakan untuk mengurangi kecemasan (Oltmanns & Emery, 2013). Contohnya termasuk memeriksa beberapa kali untuk memastikan bahwa pintunya telah terkunci atau mengulangi doa dalam hati berulang-ulang Tindakan ini biasanya dianggap tidak masuk akal oleh orang yang melakukannya. Orang itu berusaha untuk menolak melakukan kompulsi itu tetapi tidak mampu untuk itu. DSM IV-TR juga mendefinisikan OCD dalam kaitannya dengan obsesi atau kompulsi. Kebanyakan orang yang mempengaruhi kriteria untuk ganguan ini benar-benar memperlihatkan kedua simtom ini. Orang itu harus mangakui bahwa obsesi atau kompulsi itu eksesif atau tidak 3
masuk akal Definisi DSM IV-TR itu juga mensyaratkan bahwa orang itu harus berusaha untuk mengabaikan, menekan, atau menetralisasikan pikiran atau impuls yang tidak diinginkan. Gangguan Obsesif-kompulsif (obsessive-compulsive disorder, OCD) adalah kondisi dimana individu tidak mampu mengontrol dari pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang sebenarnya tidak diharapkannya dan mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat mengontrol pikirannya tersebut untuk menurunkan tingkat kecemasannya. Gangguan obsesif-kompuisif merupakan gangguan kecemasan dimana dalam kehidupan individu didominasi oleh repetatif pikiran-pikiran (obsesi) yang ditindaklanjuti dengan perbuatan secara berulang-ulang kompulsi untuk menurunkan kecemasannya. Obsessive Compulsive Disorder atau OCD adalah sebuah gangguan psikologi yang terbentuk dari dua sikap yakni obsesif dan kompulsif. Obsesif merupakan pemikiran yang muncul secara berulang yang menyebabkan kecemasan pada individu tanpa dapat dikendalikan. Sedangkan kompulsif adalah keinginan yang tidak bisa ditahan dari individu untuk melakukan sesuatu. Gangguan mental ini merupakan gejala kegelisahan yang luar biasa. Penyandang gangguan ini akan menampakkan gejala berupa sikap berlebihan dalam kehidupan sehari-hari. Secara garis besar gangguan Obsessive Compulsive Disorder dibagi menjadi tipe-tipe yang didasari dari tindakan dan obsesi dari penderita. Beberapa tipe gangguan Obsessive Compulsive Disorder antara lain : tipe checking ditunjukan dengan obsesi penderita untuk selalu memeriksa keadaan dari suatu benda secara berulang-ulang, tipe washing ditunjukan dengan obsesi penderita untuk selalu membersihkan diri dan lingkungannya secara berlebihan, tipe hoarding ditandai dengan obsesi penderita untuk selalu mengumpulkan dan menyimpan barang yang dimiliki, tipe symmetry orderliness ditandai dengan obsesi penderita untuk selalu mengatur posisi dari suatu benda hingga sejajar, urut dan simetris. Gejala obsesif kompulsif ini juga termanifestasi sekunder pada penderita skizofrenia, sindroma Tourette, nerosa fobik, depresi dan gangguan mental organik. Penyebabnya tidak diketahui Gangguan obsesif-kompulsif tidak ada kaitan dengan bentuk karakteristik kepribadian seseorang. pada individu yang memiliki kepribadian obsesif-kompulsif cenderung untuk bangga dengan ketelitian, kerapian dan perhatian terhadap hal-hal kecil, sebaliknya pada gangguan obsesif-kompulsif, individu merasa tertekan dengan kemunculan perilakunya yang tidak dapat dikontrol Mereka merasa malu bila perilaku perilaku tersebut dipertanyakan oleh orang yang melihatnya karena melakukan pekerjaan yang secara berulang-ulang Mereka berusaha mati-matian untuk menghilangkan kebiasaan tersebut. 4
2.2 Kriteria Gangguan Obsesif Kompulsif a. Salah satu obsesi atau kompulsi. b. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang telah menyadari bahwa obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan (tidak berlaku pada anak-anak). c. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas, menghabiskan waktu (menghabiskan lebih dari satu jam sehari); atau secara bermakna mengganggu rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik). atau aktivitas atau hubungan social yang biasanya. d. Jika terdapat gangguan aksis I dan lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas padanya (misalnya, preokupasi dengan makanan jika terdapat gangguan makan menarik rambut jika terdapat trikotilomania; permasalahan penampilan jika terdapat dismorfik ubah. preokupasi dengan obat jika terdapat suatu gangguan penggunaan zat, preokupasi dengan mendenia suatu penyakit serius jika terdapat hipokondraars preokupas dengan dorongan atau fantasi seksual jika terdapat parafilia ala perenungan bersalah jika terdapat gangguan depresif berati. e. Tidak disesbabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum. 2.3 Bentuk-bentuk OCD Kompulsi yang paling umum terjadi melibatkan pengulangan perilaku yang spesifik, seperti mencuci dan membersihkan, menghitung, meletakkan benda sesuai dengan urutan, memeriksa atau memastikan sesuatu titik kompulsi lainnya yang telah mencuri perhatian para ahli di bidang ini melibatkan penimbunan barang (Steketee & Frost, 2003 dalam Halgin, 2010: 216) yang membuat individu menyimpan benda-benda yang tidak berguna. Sara umum, tampaknya terdapat empat dimensi utama dari simtom OCD, yaitu obsesi yang diasosiasikan dengan kompulsi memeriksa sesuatu, kebutuhan akan simetri dan meletakkan sesuatu sesuai dengan urutan, obsesi akan kebersihan yang diasosiasikan dengan komposisi untuk membersihkan, dan perilaku untuk menumpuk barang (Mataix-Cols, do Rosario-Campos, & Leckman, 2005, dalam Halgin, 2010:217). Kebanyakan kompulsi jatuh ke dalam dua kategori: ritual pengecekan (checking) dan ritual bersih-bersih (cleaning) (Nevid, dkk, 2003). Mencuci tangan sedikitnya 40 atau 50 kali berturut-turut setiap kali menyentuh gagang pintu di tempat umum pencuci tangan yang secara kompulsif mungkin merasakan sedikit kelegaan dari kecemasan yang dimunculkan oleh pikiran obsesif bahwa kuman-kuman atau kotoran masih bermukim di lipatan lipatan kulit. 5
Berdasarkan berbagai pendapat di atas terdapat berbagai bentuk OCD, yaitu: a. Washer or cleaner Orang yang memiliki kekuatan irasional terkontaminasi kuman, sehingga secara kompulsif akan berusaha menghindarkan diri dari kontaminasi tersebut, misalnya selalu membersihkan diri titik walaupun sudah berkali-kali mencuci ia tak kunjung merasa aman b. Checkers Orang yang terobsesi untuk selalu memeriksa titik penyebabnya adalah kecemasan yang irasional. misalnya, bila ia tidak mengecek berulang kali (oven dimatikan, pintu terkunci, dll) dia merasa bahaya mengintai setiap saat dan bisa mencelakai diri dan sekelilingnya. Jika hal buruk tersebut terjadi maka ia menganggap dialah orang yang pertama harus disalahkan. c. Doubters and Sinners Merupakan orang yang memiliki perasaan obsesif dan induktif, bahkan terkadang menakutkan jika dirinya tidak melakukannya maka akan mengakibatkan kemalangan atau kecelakaan. d. Orderers Merupakan orang yang fokusnya mengatur segala sesuatu agar tepat pada tempatnya. mereka akan menjadi sangat tertekan apabila benda-benda tersebut dipindahkan, dipegang, atau ditata dengan orang lain. Mereka mungkin memiliki tahayul tentang angka tertentu, warna, atau pengaturan. e. Hoarders Merupakan orang yang senang mengumpulkan barang-barang yang tidak berharga. 2.4 Faktor Penyebab Gangguan Obsesif Kompulsif 1) Faktor Biologis Davison dan Neale (2012) menjelaskan bahwa salah satu penjelasan yang mungkin tentang gangguan obsesif-kompulsif adalah keterlibatan neurotransmitter di otak, khususnya kurangnya jumlah serotonin. Keterlibatan serotonin ini belum sebagai penyebab individu mengalami gangguan obsesif kompulsif, melainkan sebagai pembentuk dari gangguan ini. Fungsi serotonin di otak ditentukan oleh lokasi system proyeksinya. Proyeksi pada konteks frontal diperlukan untuk pengaturan mood, proyeksi pada ganglia basalis bertanggung jawab pada gangguan obsesi kompulsi. 2) Faktor Psikologis 6
Klien-klien OCD menyetarakan pikiran dengan tindakan atau aktifitas tertentu yang dipresentasikan oleh pikiran tersebut. Ini disebut “thought-action fusion” (fusi pikiran dan tindakan). Fusi antara pikiran dan tindakan ini dapat disebabkan oleh sikap-sikap tanggung jawab yang berlebih-lebihan yang menyebabkan timbulnya rasa bersalah seperti yang berkembang selama masa kanak-kanak, dimana pikiran jahat diasosiasikan dengan niat jahat (Durand & Barlow, 2006). 3) Faktor Psikososial Menurut Freud, 1997 (dalam Kaplan, 1997:43), gangguan obsesif- kompulsif bisa disebabkan karena regresi dari fase anal dalam perkembangannya. Mekanisme pertahanan psikologis mungkin memegang peranan pada beberapa manifestasi pada gangguan obsesif-kompulsif. Represi perasaan marah terhadap seseorang mungkin menjadi alasan timbulnya pikiran berulang untuk menyakiti orang tersebut. Seperti misalnya yang paling memengaruhi adalah lingkungan hidup yang tidak mendukung perkembangan psikis pengidap sewaktu kecil, yaitu ketika anak sering direndahkan atau diejek karena ketidaksempurnaannya. Hal tersebut dapat menimbulkan perasaan timbal balik ingin melakukan hal yang sempurna. Gangguan obsesif-kompulsif tidak ada kaitan dengan bentuk karakteristik kepribadian seseorang, pada individu yang memiliki kepribadian obsesif- kompulsif cenderung untuk bangga dengan ketelitian, kerapian dan perhatian terhadap hal-hal kecil, sebaliknya pada gangguan obsesif-kompulsif, individu merasa tertekan dengan kemunculan perilakunya yang tidak dapat dikontrol. Mereka merasa malu bila perilaku-perilaku tersebut dipertanyakan oleh orang yang melihatnya karena melakukan pekerjaan yang secara berulang-ulang. Mereka berusaha mati-matian untuk menghilangkan kebiasaan tersebut. Berikut adalah penyebab gangguan Obsesif kompusilf (Oltmanns & Emery,2012): 1. Genetik - (Keturunan). Mereka yang mempunyai anggota keluarga yang mempunyai sejarah penyakit ini kemungkinan beresiko mengalami OCD (Obsesif Compulsive Disorder). 2. Organik – Masalah organik seperti terjadi masalah neurologi dibagian - bagian tertentu otak juga merupakan satu faktor bagi OCD. Kelainan saraf seperti yang disebabkan oleh meningitis dan ensefalitis juga adalah salah satu penyebab OCD. 3. Kepribadian - Mereka yang mempunyai kepribadian obsesif lebih cenderung mendapat gangguan OCD. Ciri-ciri mereka yang memiliki kepribadian ini ialah seperti keterlaluan mementingkan aspek kebersihan, seseorang yang terlalu patuh pada peraturan, cerewet, sulit bekerja sama dan tidak mudah mengalah. 4. Pengalaman masa lalu - Pengalaman masa lalu/lampau juga mudah mencorakkan cara seseorang menangani masalah di antaranya dengan menunjukkan gejala OCD. 7
5. Gangguan obsesif-kompulsif erat kaitan dengan depresi atau riwayat kecemasan sebelumnya. Beberapa gejala penderita obsesif-kompulsif seringkali juga menunjukkan 6. Konflik - Mereka yang mengalami gangguan ini biasanya menghadapi konflik jiwa yang berasal dari masalah hidup. Contohnya hubungan antara suami-istri, di tempat kerja, keyakinan diri. Individu yang beresiko mengalami gangguan obsesif-kompulsif adalah (Oltmanns & Emery, 2012); a. Individu yang mengalami permasalahan dalam keluarga dari broken home, kesalahan atau kehilangan masa kanak-kanaknya. (teori ini masih dianggap lemah namun masih dapat diperhitungkan) b. Faktor neurobilogi dapat berupa kerusakan pada lobus frontalis, ganglia basalis dan singulum. c. Individu yang memilki intensitas stress yang tinggi d. Riwayat gangguan kecemasan e. Depresi f. Individu yang mengalami gangguan seksual Simptom dari Obsesif Kompulsif ditandai dengan pengulangan (repetatif) pikiran dan tindakan sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu selanjutnya (PPDGJ III, 20031). Gejala utama obsesi-kompulsif harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh individu atau didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri. Individu juga menyadari bahwa perilakunya itu tidak rasional, namun tetap dilakukan untuk mengurangi kecemasan. 2. Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh individu dan berusaha melawan kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut sekuat tenaga, namun tidak berhasil. 3. Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa puas atau kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir secara berlebihan dan mengurangi stres yang dirasakannya. 4. Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang secara terus-menerus dalam beberapa kali setiap harinya. 5. Obsesi dan kompulsi menyebabkan terjadinya tekanan dalam diri penderita dan menghabiskan waktu (lebih dari satu jam sehari) atau secara signifikan mengganggu fungsi normal seseorang, atau kegiatan sosial atau suatu hubungan dengan orang lain. 6. Penderita merasa terdorong untuk melakukan ritual, yaitu tindakan berulang seperti mencuci tangan & melakukan pengecekan dengan maksud tertentu. 8
2.5 Etiologi gangguan Obsesif Kompulsif 1. Teori Psikoanalisis Dalam teori psikoanalisis, obsesi dan kompulsi dipandang sebagai hal yang sama, yang disebabkan oleh dorongan instingtual, seksual, atau agresif yang tidak dapat dikendalikan karena toilet training yang terlalu keras. Yang bersangkutan kemudian terfiksasi pada tahap anal. Simtom- simtom yang muncul dianggap mencerminkan hasil perjuangan antara id dan mekanisme pertahanan diri. Disini, insting agresif id mendominasi dan kadangkala mekanisme pertahanan yang mendominasi. Sebagai contoh, ketika pikiran obsesif untuk membunuh muncul, saat itu dorongan id mendominasi. Akan tetapi lebih sering simtom-simtom yang muncul mencerminkan bekerjanya salah satu mekanisme pertahanan yang hanya separuh berhasil. Sebagai contoh, seseorang yang terfiksasi pada tahap anal dapat melalui formasi fiksasi, menahan dorongan untuk berkotor- kotor dan secara kompulsif menjadi bersih, rapi dan teratur (Davidson dkk, 2012) Alfred Adler, ((1931) dalam Davidson dkk, 2012:207) memandang gangguan obsesif kompulsif sebagai akibat dari rasa tidak kompeten. Dia percaya bahwa ketika anak-anak tidak didorong untuk mengembangkan suatu perasaan kompeten oleh orang tua yang terlalu memanjakan atau sangat dominan, mereka mengalami kompleks inferioritas dan secara tidak sadardapat melakukan ritual kompulsif untuk menciptakan suatu wilayah di mana mereka dapat menggunakan kendali dan merasa terampil. Adler berpendapat bahwa tindakan kompulsif memungkinkan seseorang sangat terampil dalam suatu hal, bahkan jika suatu hal itu hanya berupa posisi menulis di meja. Sigmund freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan psikologis utama yang menentukan bentuk, kualitas gejala dan sifat karakter obsesif kompulsif, yaitu: isolasi, meruntuhkan (undoing) dan pembentukan reaksi (Kaplan, 1997). 1) Isolasi Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Pada umumnya seseorang secara sadar mengalami afek dan khayalan dari suatu gagasan yang mengandung emosi (emotion-laden), terlepas apakah ini berupa fantasia atau ingatan terhadap suatu peristiwa. Jika terjadi isolasi, afek dan impuls yang didapatkan darinya adalah dipisahkan dari komponen irasional dan dikeluarkan dari kesadaran. Jika isolasi berhasil sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya menyadari gagasan yang tidak memiliki afek yang berhubungan dengannya. 2) Meruntuhkan (Undoing) 9
Adanya ancaman yang terus menerus bahwa impuls mungkin dapat lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi pertahanan sekunder adalah diperlukan untuk melawan impuls dan menenangkan kecemasan yang mengancam keluar ke kesadaran. Tindakan kompulsif menyumbangkan manifestasi permukaan operasi defensif yang ditujukan untuk menurunkan kecemasan dan mengendalikan impuls dasar yang belum diatasai secara memadai oleh isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang cukup penting adalah mekanisme meruntuhkan (undoing). Meruntuhkan adalah suatu tindakan kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau meruntuhkan akibat yang secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls obsessional yang menakutkan. 3) Pembentukam Reaksi (Reaction Formation) Baik isolasi maupun meruntukan adalah tindakan pertahanan yang terlibat erat dalam menghasilkan gejala klinis. Pembentukan gejala menyebabkan pembentukan sifat karakter, bukannya gejala. Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan impuls dasar. Seringkali pola yang terlihat oleh pengamat adalah sangat dilebih- lebihkan dan tidak sesuai. 2. Teori Behavioral dan Kognitif Teori behavioral menganggap kompulsi sebagai perilaku yang dipelajari yang dikuatkan oleh reduksi rasa takut (Meyer & Chesser, 1970). Sebagai contoh, mencuci tangan secara kompulsif dipandang sebagai respons pelarian operant yang mengurangi kekhawatiran obsessional dan ketakutan terhadap kontaminasi oleh kotoran dan kuman. Sejalan dengan itu, pengecekan secara kompusif dapat mengurangi kecemasan terhadap apapun bencana yang diantisipasi pasien jika ritual pengecekan tersebut tidak dilakukan. Respons-respons psikofisiologis memang dapat dikurangi dengan perilaku kompulsif semacam itu. Tindakan kompulsif sering muncul karena stimuli yang menimbulkan kecemasan sulit disadari. Sebagai contoh, sulit untuk mengetahui kapan kuman muncul dan kapan kuman tersebut telah dihilangkan oleh ritual pembersihan (Mineka & Zimbarg, 1996 (dalam Davison dkk, 2012:217). Pemikiran lain mengenai pengecekan secara kompulsif adalah bahwa hal itu disebabkan oleh defisit memori. Ketidakmampuan untuk mengingat suatu tindakan secara akurat (seperti mematikan kompor) atau membedakan antara perilaku actual dan perilaku yang dibayangkan dapat menyebabkan seseorang berulangkali melakukan penegcekan (Davidson dkk, 2012). 10
Namun demikian, sebagian besar studi menemukan bahwa penderita OCD tidak menunjukkan defisit memori. Sebagai contoh, salah satu study membandingkan pasien penderita OCD, gangguan panic, dan orang-orang normal pada tes mengenai informasi umum. Tidak ada perbedaan diantara ketiga kelompok dalam jumlah jawaban benar. Tetapi para pasien penderita OCD kurang yakin dengan jawaban mereka dibanding kelompok normal. Obsesi pasien penderita gangguan obsesif kompulsif biasanya membuat mereka cemas (Rabavilas & Boulougouris, 1974), sama halnya dengan pikiran yang agak mengganggu pada orang-orang normal tentang stimuli yang penuh stress, misalnya film menakutkan (Horowitz, 1975 (dalam Davidson & Neale, 2012:218). Orang-orang dengan gangguan obsesif kompulsif secara aktif mungkin mencoba menekan pikiran-pikiran yang menganggu tersebut, namun seringkali dengan konsekuensinya yang tidak mengenakkan (Davidson & Neale, 2012). 2.6 Pengobatan Untuk Penderita OCD Sayangnya, OCD tidak bisa disembuhkan. Namun, pengidap bisa meredakan gejala yang mengganggu aktivitas mereka dengan menjalani beberapa perawatan. Pengobatan OCD terdiri dari obat-obatan, psikoterapi, atau kombinasi keduanya. Meskipun sebagian besar pengidap OCD membaik setelah mendapatkan pengobatan, tetapi beberapa pengidap lainnya terus mengalami gejala. Kadang-kadang orang dengan OCD juga ditemukan memiliki gangguan mental lainnya, seperti kecemasan, depresi, dan gangguan dismorfik tubuh (gangguan saat seseorang memiliki anggapan keliru bahwa bagian dari tubuh mereka tidak normal). Penting untuk mempertimbangkan gangguan lain ini ketika menentukan pilihan perawatan. SRI dan SSRIs adalah dua jenis obat yang digunakan untuk membantu mengurangi gejala OCD. Selain itu, beberapa obat lain yang juga terbukti efektif mengatasi OCD pada orang dewasa dan anak-anak adalah obat antidepresan trisiklik, yang merupakan anggota dari kelas yang lebih tua dari \"tricyclic\" antidepresan, dan beberapa obat SSRI yang lebih baru. Jika gejala tidak membaik dengan jenis obat ini, penelitian menunjukkan beberapa pasien dapat merespons dengan baik terhadap obat antipsikotik. Selain obat-obatan, psikoterapi juga efektif untuk mengatasi OCD pada orang dewasa dan anak-anak. Penelitian menunjukkan bahwa jenis psikoterapi tertentu, termasuk terapi dapat sama efektifnya dengan obat bagi banyak individu. Terapi tersebut adalah : 1. Farmakoteraphy 11
Kemajuan farmakoterapi dalam gangguan obsesif ompulsif telah dibuktikan dalam banyak uji coba klinis. Data yang tersedia menyatakan bahwa efek obat biasanya terlihat setelah 4-6 minggu pengobatan, meskipun biasanya diperlukan waktu 8-16 minggu untuk mendapatkan manfaat teraupetik yang maksimum. Walaupun pengobatan dengan obat antidepresan adalah masih controversial, sebagian penderita OCD mengalami relaps jika terapi obat dihentikan (Kaplan, 2010: 66). Sejauh ini treatmen dengan klomipramina (clomipramine) atau pengobatan yang berfungsi menghambat serotonin, seperti fluoxetin (Prozac) atau sertraline (Zoloft) telah terbukti sebagai pengobatan biologis yang paling efektif yang tersedia bagi gangguan obsesif kompulsif (Halgin, 2010: 219). Clomipramine merupakan obat standar untuk pengobatan OCD. Suatu obat trisiklik spesifik serotonin yang juga digunakan untuk pengobatan gangguan depresif. Kemanjuran clomipramine dalam gangguan obsesfi kompulsif didukung oleh banyak uji coba klinis. Obat ini memiliki efek samping yaitu sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping antikolinergik (misalnya mulut keringat). Namun sebagian besar klinisi merekomendasikan intervensi psikologis dibandingkan dengan pemakaian obat atau sebagai pelengkap treatmen (Foster & Eilser, 2001, dalam Halgin, 2010: 219). 2. Cognitif Behavior Therapy (CBT) Walaupun beberapa perbandingan telah dilakukan, terapi peilaku adalah sama efektifnya dengan farmakoterapi (Kaplan, 2010: 67). Beberapa data menyatakan bahwa efek terapi perilaku adalah berlangsung lama. Terapi perilaku dapat dilakukan pada situasi rawat inap maupun rawat jalan. Dalam terapi perilaku, pasien harus benar-benar menjalankannya untuk mendapatkan perbaikan. Berdasarkan pada perspektif kognitif dan perilaku, teknik yang umumnya diterapkan untuk mengatasi gangguan obsesif- kompulsif adalah exposure with response prevention (Abel, dalam Holmes, 1997). Klien dihadapkan pada situasi dimana ia memiliki keyakinan bahwa ia harus melakukan tingkah laku ritual yang biasa dilakukannya namun mereka cegah untuk tidak melakukan ritual itu. Jika klien dapat mencegah untuk tidak melakukan ritual tersebut dan ternyata sesuatu yang mengerikannya tidak terjadi, hal ini dapat membantu dalam mengubah keyakinan individu akan tingkah laku ritual. Teknik exposure with response prevention dalam penerapannya biasanya disertai dengan restrukturisasi kognitif, latihan relaksasi dan modeling (Hoeksema, 2003). Selain itu, terapi kelompok juga berguna sebagai system pendukung bagi beberapa pasien (Kaplan, 2010: 67). Menurut Westwood Institute for Anxiety Disorders terdapat 4 cara untuk membantu mengurangi gejala OCD, yaitu: 12
a. Relabel Mengakui bahwa pikiran obsesif mengganggu dan mendesak, yang dirasakan adalah hasil dari OCD. Misalnya melatih diri untuk mengatakan “Saya tidak berpikir atau merasa bahwa tangan saya kotor. Saya mengalami obsesi bahwa tangan saya kotor” atau “Saya tidak merasa bahwa saya memiliki kebutuhan untuk mencuci tangan, saya mengalami dorongan kompulsif untuk melakukan paksaan mencuci tangan” b. Reattribute Menyadari bahwa intensitas dan campur tangan dari pikiran atau dorongan disebabkan oleh OCD, itu mungkin berhubungan dengan ketidak seimbangan biokimia di otak. Katakan pada diri sendiri, “Itu bukan aku, itu OCD-ku,” untuk mengingatkan bahwa OCD adalah pikiran mendesak tidak bermakna, dan merupakan pesan yang salah dari otak. c. Refocus Memfokuskan perhatian pada sesuatu yang lain, setidaknya untuk beberapa menit ketika sedang mengalami gejala OCD. Lakukan hal lain yang berguna. Katakan kepada diri sendiri “Aku mengalami gejala OCD. Saya perlu melakukan hal lain.” d. Revalue Tidak mengambil serius OCD yang sedang dialami. Mengatakan pada diri sendiri, “Itu hanya obsesi saya. Itu hanya otak saya. Tidak perlu untuk memberi perhatian berlebih padanya.” 2.7 Pencegahan OCD Tidak ada cara yang pasti untuk mencegah gangguan obsesif-kompulsif. Namun, mendapatkan pengobatan sesegera mungkin bisa membantu mencegah OCD memburuk dan mengganggu kegiatan dan rutinitas pengidap sehari-hari. 13
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Obsessive Compulsive Disorder atau OCD adalah sebuah gangguan psikologi yang terbentuk dari dua sikap yakni obsesif dan kompulsif. Obsesif merupakan pemikiran yang muncul secara berulang yang menyebabkan kecemasan pada individu tanpa dapat dikendalikan. Sedangkan kompulsif adalah keinginan yang tidak bisa ditahan dari individu untuk melakukan sesuatu. Gangguan obsesif-kompuisif merupakan gangguan kecemasan dimana dalam kehidupan individu didominasi oleh repetatif pikiran-pikiran (obsesi) yang ditindaklanjuti dengan perbuatan secara berulang-ulang kompulsi untuk menurunkan kecemasannya. Gangguan mental OCD terlihat dimana ketika individu tidak mampu mengontrol dari pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang tidak diharapkan dan mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat mengontrol pikirannya tersebut untuk menurunkan tingkat kecemasan. Faktor penyebab gangguan OCD meliputi faktor biologis, psikologis, dan psikososial. Meskipun OCD tidak dapat disembuhkan. Akan tetapi, penderita bisa meredakan gejala yang mengganggu aktivitas dengan menjalani beberapa perawatan medis dan mengikuti terapi 3.2 Saran Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang Kesehatan Mental dengan topik Gangguan Psikologis Obsessive-Compulsive Disorder (OCD). Tentunya penulis menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih banyak kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik serta saran mengenai pembahasan makalah di atas. Diharapkan kepada pembaca untuk lebih bijak dalam menerima informasi mengenai kesehatan mental, oleh karena itu apabila pembaca memiliki kecenderungan gangguan mental segera berkonsultasi pada seseorang yang ahli di bidangnya, dan tidak sembarangan mendiagnosa. 14
DAFTAR PUSTAKA Ikhsan, H. Z., Nurhayati, O. D., & Windarto, Y. E. (2019). SISTEM PAKAR MENDETEKSI GANGGUAN OBSESSIVE COMPULSIVE DISORDER MENGGUNAKAN METODE BACKWARD CHAINING. Jurnal Transformatika, 17(1), 10-17. Azizah, N. (2014). Dinamika psikologis penderita obsessive compulsif disorder (OCD) (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim). Safitri, Indah (2017) Obsessive- Compulsive Disorder (Gangguan Obsesif-Kompulsif ), Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta http://digilib.uinsby.ac.id/3477/5/Bab%202.pdf https://www.halodoc.com/kesehatan/ocd 15
Search
Read the Text Version
- 1 - 18
Pages: