KUMPULAN CERPEN “SENJA TAK LAGI INDAH” Tim Penulis: Yeni Oktarina, Rani Siska, Yopa Windarti,Catur Wulandari,Felsa Dwi Anggraini, Ditha Bella, Audra Anaya, Reval Pratama Putra, Aidhil Napta Fachrizal, Ria Rahmadani, Didi Revaldi, Reli Rehan Dhiva, M. Farrel Saputra, Keysa Azzahra Putri, Yuni Syakilla, Ferditridiansyah, Meisya Wijayanti, Laura Nosi, Fauzi Ibnu Sabil Alfitara, Lutfiyah Nadira Zahra, Naurah Syakira Kanisyah, Aulia Janever Charolin, Saskia Ayu Lestari, Septia Ramadani, Perta Amelia, Vivi Marchelia Putri, Silvana Maristy Ramsyah Marpaung, Barel Carado, Intan Mahasari
SENJA TAK LAGI INDAH copyright@November 2022 Penulis : Yeni Oktarina, Rani Siska, Yopa Windarti, Catur Wulandari, dkk. Editor Setting dan Layout : Yeni Oktarina Desain Cover : : Silvana Maristy Ramsyah Marpaung Hak Penerbitan ada pada@Bening media Publishing 2022 Anggota IKAPI No.019/SMS/20 Hakcipta@2022 pada penulis Isi diluar tanggung jawab percetakan Ukuran 21 cm x 29,7 cm Halaman : v+110 hlm Hak cipta dilindungi Undang-undang DIalarang mengutip, memperbanyak dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Bening media Publishing Cetakan 1, November 2022 Jl. Padat Karya Palembang-Indonesia Telp.082372008910 E-mail: [email protected] Website: www.bening.mediapublishing.com ISBN : 978-623-5854-20-5
DAFTAR ISI 1.Anugrah Dari Limbah.................................................................................... 2.Desa Asap ...................................................................................................... 3.Desa Kecilku .................................................................................................. 4.Gotong Royong Dikompleks GPE .................................................................. 5.Gotong Royong Semua Tertolong .................................................................. 6. Alam Itu Milik Kita ....................................................................................... 7.Hutanku Yang Malang ................................................................................... 8.Kaleng Jamur Untuk Nayla ............................................................................ 9.Menangisnya Air Laut .................................................................................... 10.Maju Bersama Tanpa Sampah ...................................................................... 11.Monster Bumi .............................................................................................. 12.Mendaki Gunung Dempo ............................................................................. 13.Monster Lingkungan .................................................................................... 14.Penyelamat Darat ......................................................................................... 15.Pohon Disekitar Desaku ............................................................................... 16.Plastik Warna Warni .................................................................................... 17.Reihan Si Tukang Asap ................................................................................ 18.Sungai Bersih Banjirpun Pergi...................................................................... 19.Sedikit Cerita Dijalanan................................................................................ 20.Sang Penyelamat Laut .................................................................................. 21.Sulap Sampah Plastik ................................................................................... 22.Senja Tak Lagi Indah.................................................................................... 23.Tanah Yang Tidak Subur.............................................................................. 24.Upah Dan Sampah ....................................................................................... 25.Warna Warni Sungai Pelangi........................................................................
Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang Maha Esa. Berkat karunianya kami dapat menyelesaikan penulisan kumpulan-kumpulan cerpen yang merupakan produk aksi nyata dari Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Kami juga sangat berterima kasih kepada kepala SMA Negeri 7 Prabumulih, Bapak Leonardi Jaye Putra,M.Pd, Waka. kurikulum Ibu Rita Ekasari,S.Si, Koordinator Projek Ibu Yeni Oktarina,M.Pd, Tim Fasilisator Ibu Rani Siska,S.Pd, Ibu Yopa Windarti,S.Pd, dan Ibu Catur Wulandari S.Pd dan semua pihak – pihak yang membantu kami selama penulisan dan penyusun cerpen ini. Dalam penyusunan kumpulan cerpen kami para penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan sebagai manusia biasa tidak pernah luput dari kesalahan dan kekhilafan. Kami juga menyadari tanpa arahan dari guru pembimbing beserta masukan- masukan dari berbagai pihak kumpulan cerpen dibuat sedemikian rupa semata-mata untuk membangkitkan kembali minat baca siswa/i dan motivasi dalam berkarya khususnya seperti karya tulis. Demikian semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi dan para pembaca umum lainnya Prabumulih, 11 November 2022 Penulis
ANUGRAH DARI LIMBAH (Felsa Dwi Anggraini) Di pagi hari yang cerah ada tiga anak yang sedang berdiskusi, ketiga anak itu yaitu Dina, Nabila dan Yuda. Ketiga anak itu mendiskusikan tentang limbah-limbah yang berserakan di belakang sekolah. Pada jam pelajaran pertama Dina, Nabila dan Yuda masih mengikuti pelajaran, ketiga anak itu sudah berencana bahwa saat jam istirahat mereka akan meminta pada guru untuk mengizinkan mereka untuk membersihkan limbah-limbah di belakang sekolah. \"Permisi buu, kami anggota bang sampah ingin meminta izin untuk membersihkan limbah di belakang sekolah,\" Kata Dina. \"Iya nak silahkan masuk\". Selesai mereka meminta izin, ketiga anak itu pun langsung mengikuti jam pelarajan ke dua. Sehabis jam pelajaran, berbunyi lah bel istirahat ketiga anak itu langsung mengarah ke arah belakang sekolah, ketiga anak itu pun terkejut karena melihat limbah-limbah sampah tersebut begitu banyak dan berserakan. \"APAA!!! limbah-limbah ini seperti yg tak ku bayangkan, aku mengira limbah tersebut tidak sebanyak ini,\" Kata Nabila. Yuda pun langsung mengarah ke tempat pembuangan botol-botol bekas, ia berfikir bahwa limbah tersebut bisa menghasilkan kerajinan /bisa di daur ulang. \"Guys aku rasa botol-botol bekas ini bisa kita jadikan bahan kerajinan dehh,\" Kata Yuda. Mereka pun membedakan antara botol bekas dengan dedaunan, Nabila melihat sosok dompet yang bewarna kecoklatan yang tepatnya berada di tempat tumpukan botol-botol itu. \"dihhhh apa nihh warna coklat,\" Kata Dina. Dompet yang bewarna kecoklatan itu pun di ambilnya dan di buka. \"Wah segitu banyak uang di dalam dompet ini , Yaa Allah terima kasih atas rezeki nya Ya Allah,\" kata Dina. Suatu ketika terkumpulnya botol-botol yang di kumpulkan tadi menjadi satu tumpukan,sesudah itu mereka pun melanjutkan pembersihan ke tempat berikutnya yaitu tempat limbah dedaunan yang berada di tengah-tengah antara sampah plastik dan kresek. \"Gimana kalo kito bakar saja dedaunan ini,\" Kata Yuda. Dina, dan Nabila pun mengikuti saran dari Yuda, mereka pun mulai membakar dedaunan. Tiba-tiba ada seorang lelaki yang berusia sekitar 40 tahun yang sedang berjalan menuju TPA, orang tersebut ialah kepala sekolah. Dia melihat betapa bagusnya pekerjaan ke tiga anak itu.
Pekerjaan ketiga anak itu sangat bagus sampai-sampai kepala sekolah pun ikut senang dengan pekerjaan nya. Dina, Nabila dan Yuda pun beristirahat di bawah pohon dan menyantap makanan dan minuman yang di belikan oleh kepala sekolah. Di siang harii itu ketiga anak itu pun menyantap makanan dan minuman tadi, Mereka pun kembali bersemangat karena sudah beristirahat. Pembakaran dedaunan belum terselesaikan karena istirahat tdi, mereka pun melanjutkan nya dengan senang hati. Dina pun berkata \"setelah beristirahat aku terasa sangat bersemangat,\" Tumpukan limbah-limbah dedaunan tinggal tersisa setengah, tinggal ada satu lagi limbah sampah yang harus mereka bersihkan yaitu limbah sampah kresek. Tiba-tiba di pertengahan pembersihan limbah-limbah ada seorang laki-laki yang bertubuh tinggi dan memakai seragam sekolah yang membuangkn sampah sembarangan seperti tidak ada aturan. \"heiii sopan-sopan dong kalo buang sampah,\" Kata Nabila. Anak satu ini sangat marah atas perlakuan seorang lelaki itu tadi. Dina, dan yuda cuman menggeleng kan kepala atas perlakuan lelaki licik yang tidak mempunyai sopan santun. \"Biarkan saja nanti juga ada balasan,\" kata Yuda. Ketiga anak itu pun melanjutkan pembersihan limbah dedaunan yang hampir selesai dan pembakaran yang telah berlanjut. Tiba-tiba ada angin kencang dan badai angin yang tidak terhenti sehingga dedaunan yang berada di atas pohon kembali terjatuh dan menjadi berserakan lagi. Ketiga anak itu hanya bisa menghembuskan nafas dan timbulah keluhan. \"sudah-sudah jangan mengeluh tetap semangat,\" kata Yuda sambil senyum. Anak itu selalu bisa menyemangati orang ketika lagi kesusahan atau pun lagi mengeluh. Di pertengahan pembersihan sampah, kepala sekolah menyuruh untuk ketiga siswa-siswi itu untuk pulang, tetapi ketiga anak itu tidak mau ia ingin sampah itu cepat bersih dan tidak berserakan lagi. Mereka pun masih membersihkan sampah dedaunan yang tadi berserakan karena angin kencang, Yuda membakar dedaunan sedangkan Dina dan Nabila menyapui dedaunan yang begitu banyak dan berserakan di bawah pohon. Setelah berjalan nya waktu ketiga anak itu terlihat sangat kelelahan dan kepanasan. \" aku rasa kita lanjut besok aja dehh soalnya masih ada limbah sampah kresek, kan tidak mungkin kita bersihkan sekali gus,\" kata Dina. \"Iya dehh menurut saran aku mending kita lanjut besok,\" saran dari Yuda. Selesai lah ketiga anak tadi membersihkan dedaunan, ketiga anak itu bergegas untuk pulang karena waktu tidak mencukupi pekerjaan mereka, hari pun mulai gelap, ketiga
anak itu masih duduk sekejap dan tiba-tiba berdiri \"guys ayo kita pulang, pembersihan nya bisa kita lanjut besok, hari mulai gelap,\" kata Nabila. Mereka pun langsung berjalan menuju ke arah gerbang. Yuda pun menutup pintu gerbang, karena ketiga anak itu orang yang terakhir berpulang sekolah jadi mereka yang mengunci gerbang sekolah, ketiga anak itu berjalan menuju ke arah rumah masing-masing dan beristirahat dengan tenang, tiba la malam Nabila menginap kerumah Dina untuk pergi sekolah barang dengan dia, tidurlah dengan nyenyak tak terasa hari sudah pagi mereka berdua pun bergegas untuk mandi dan berangkat ke sekolah barengan. Sesampai di sekolah Dina dan Nabila bertemu dengan Yuda, kedua anak itu pun berjalan menuju ke arah Yuda sambil menyapa. \"haii yud hari ini jadikan kita membersihkan limbah kresek?,\" kata Dina dan Nabila. Yuda pun berkata \"iya pasti kita lanjutin sampai limbah tersebut bersih,\". berkumpul lah ketiga anak tadi dan berjalan menuju ruang kelas. Sesampainya di kelas bel masuk pun berbunyi \"kringggg,\" itu pertanda bahwa seluruh siswa-siswi di suruh masuk kelas dan memulai pelajaran pertama. Waktu pun terus berjalan jam pelaran pertama hampir selesai, siswa di kelas pun di suruh guru mapel untuk mengumpulkan tugas yang dia berikan, tibalah waktu istirahat peserta bang sampah yaitu Yuda, Dina, dan Nabila pun berjalan ke arah TPA untuk melihat kondisi limbah sampah di sana, tiba-tiba mereka bertiga melihat limbah yang begitu banyak dari limbah kemarin yang mereka bersihkan. \"Astagfirullah mengapa limbah nya tambah semakin banyak,\" kata Dina. Ke tiga anak itu pun mulai mendekat dan mengambil alat pembersih, tugas mereka cuman menyapu. Mereka memulai pekerjaan itu, kepala sekolah mengatakan bahwa limbah tersebut bisa menghasilkan uang. Mereka membedakan antara canting bekas dan botol- botol yang di kumpulkan tadi. Dua tempat limbah tersebut sudah bersih mereka tinggal membersihkan limbah kresek yang tidak begitu banyak, tiba-tiba ada sebuah mobil pengangkut sampah yang memasuki gerbang sekolah, truk tersebut mengambil limbah-limbah yang berupa bekas sisa-sisa makanan atau bekas cemilan. Siang hari yang cerah seluruh siswa-siswi sudah memasuki kelas sedangkan tiga anak itu sudah meminta izin untuk membersihkan TPA di belakang sekolah, pembersihan pun sudah selesai mereka bertiga langsung menuju pulang karena sudah di beri izin oleh kepala sekolah, tiba -tiba Yuda kepikiran untuk menjual limbah yang
berupa botol dan lainya, karena dia berfikir bahwa limbah tersebut bisa menghasilkan uang. Limbah pun terjual uang hasil penjualan tersebut di bagi untuk tiga orang dan ketiga anak itu berjalan menuju rumah masing-masing dan beristirahat karena terlalu kelelahan pembersihan pun selesai. Jangan pernah membuang sampah sembarangan buanglah sampah pada tempatnya.
DESA ASAP (Ditha Bella) Namaku Jeje seorang wanita kelahiran tahun 1000 an.Aku hidup di desa yang jauh dari perkotaan, tempat aku di lahirkan dan dibesarkan.Setiap hari aku habiskan waktu untuk menempuh sekolah ku dan membantu kedua orangtua ku. Tentunya hidup sebagai rakyat desa merupakan sebuah anugerah tersendiri bagi ku di mana aku hidup dalam ke sederhanaan memang sudah baik. Di hari baik ini aku memulai awal dengan bersekolah di sebuah sekolah Negeri, di mana aku di ajarkan tentang pengetahuan umum, dan ilmu pengetahuan agama juga. Bangun pagi sekitar jam 03:00 aku bangun dari tempat tidur beranjak ke dalam kandang hewan ternak milik orangtua ku. Aku mulai mengambil air, mengambil makanan buat hewan ternak beginilah aku setiap hari tanpa rasa bosan cukup dengan hidup layak. Setelah memberi makan hewan ternak sejenak mendekatkan diri kepada Tuhan kita dengan menunaikan sholat subuh bersama keluarga. Karena sholat merupakan wujud syukur kita kepada Tuhan kita. Sehabis sholat aku habiskan waktu dengan belajar lalu berangkat ke sekolah.Di sekolah mulai masuk jam 07:00 pagi aku berangkat dengan penuh semangat menyapa teman-teman sekolah ketika sampai di gerbang sekolah, sekolah pun dimulai dengan apel pagi dan guru-guru mempersiapkan beberapa materi yang akan di sampaikan. Sepulang sekolah banyak hal yang aku kerjakan dari mencari makanan untuk hewan ternak sampai bersih-bersih kandang dan rumah. Ibu memanggil ku “Jeje tolong belikan sayuran ke toko sebelah” aku “iya Bu”tanpa membantah aku pun lalu pergi meninggalkan rumah karena di perintahkan membeli sayuran oleh ibu ku. Setelah nya di rumah aku “ini Bu sayuran nya” ibu ku “terimakasih nak” dengan senang hati aku menjalani hari-hari dengan apa adanya. Desa kami memang tidak terlalu luas, tetapi petak-petak sawah di san sudah mampu menghidupi seluruh penduduk desa dan kota, dari bulan kebulan. Persediaan beras selalu berhasil di sediakan setiap saat ke kota bukan karena petani di sana punya teknologi maju untuk menanam padi, bukan pula karena bibit padi terpilih dan berkualitas terbaik yang mereka tanam. Cinta para petani terhadap sawah nya terus bertahan, meski tubuh sudah bersatu dengan tanah.
Saat ini suasana desa yang subur dengan penghasilan kebun yang melimpah, orang-orang penduduk desa yang penuh rama tama dan sopan santun yang baik. Padi- padi hijau ranau pada petakan sawah-sawah milik penduduk asli desa menjadi hiasan mata bagaikan negeri yang penuh berkah dan terhindar dari bencana. Terlihat dari kejauhan mata memandang kebun-kebun petani yang subur dengan beragam macam jenis tanaman pangan, seperti tanaman padi, gandum, jagung, buah-buahan dan sayur- sayuran yang sangat menggembirakan hati bila di bandingkan melihat gedung-gedung dan ruko-ruko yang menjulang tinggi di perkotaan penuh dengan polusi. Setiap hari orang-orang penduduk desa bekerja di perkebunan milik mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka. Biasanya mereka pergi pagi-pagi sekali seusai sholat subuh dan sebelum matahari terbit di upuk timur mereka sudah ramai di jalan- jalan menuju perkebunan milik mereka itu, sambil berbincang-bincang mereka dengan semangatnya bergegas tanpa Jedah berjalan menuju ke hidupan di perkebunan. Bila siang datang suasana desa pun sepi dan sunyi tanpa penghuni hingga mereka kembali. Suasana cuaca yang stabil kadang hujan kadang panas yang juga menimbulkan masalah bagi penduduk desa kami. Dengan cuaca yang tidak menentu kadang merugikan petani desa untuk panen hasil perkebunan mereka. Jika hujan terlalu sering maka tanaman sangat subur tapi, penduduk sulit untuk berjalan menempuh perkebunan yang di tempuh setiap hari karena bila air hujan turun maka tanah akan becek dan berair sehingga akses jalan rusak dan dapat membuat mereka terlambat sampai ke kebun mereka sehingga hama-hama tanaman pun sudah lebih dahulu sampai di kebun dan memakan tanaman isi kebun milik petani. Hal ini tentu membuat petani resah dan gelisa sepanjang musim hujan meski tanaman yang mereka tanam sangat subur kala itu. Bila kemarau pun tiba matahari sangat menyengat sampai ketulang jalan-jalan pun berdebu dan angin bertiup kencang serta bergulung-gulung bersama debu-debu bagaikan di Padang pasir di negara Mesir. Di desa yang dekat perairan dan perhutan nan ini telah membuatku senang dan bahagia. Aku berenang setiap hari di sungai bersama teman-teman ku. Mereka selalu ceria dan sangat piawai dalam berenang di sungai. Anak-anak penduduk desa sangat kreatif sekali mereka bisa memanfaatkan alam yang ada di sekitar mereka untuk bermain dan olahraga seperti bermain bola api pada malam hari dengan menggunakan buah kelapa. Mereka berolahraga renang di sungai yang sangat menantang. Karena kadang-kadang di sungai pemangsa daging seperti buaya,ular
dan anakonda, semuanya itu tentu sangat menakutkan bagi orang-orang yang tidak memiliki keberanian yang tinggi dan bernyali besar. Sering kali seekor buaya terlihat oleh penduduk memakan itik yang sedang berenang mencari makan di sungai milik penduduk setempat dan terkadang angsa pun habis.Suatu hari aku berjalan bersama teman-teman di pinggir sungai, tiba-tiba ada suara itik yabg menjerit kesakitan “Wek,wek,wek” seekor itik yang sedang dalam mangsaan buaya sungai kami pun ikut merinding. Pelan-pelan kami melangkah kaki menuju suara seekor itik yang kesakitan di mangsa buaya. “Klepak-klepak” seekor buaya turun ke air setelah memakan seekor itik penduduk desa. Tubuhku gemetar, bibirku kaku, wajahku pucat, bagaikan di setrum arus listrik atau seperti saat malaikat mencabut ruh dari tubuh. Aku takut dan terkejut malaikat mencabut ruh dari tubuh. Aku takut dan terkejut melihat seekor buaya yang sangat besar usai memangsa itik milik penduduk desa. Namun ketakutan itu tidak berlangsung lama. “Ah melihat buaya saja takut, bagaimana kalau buaya nya memakan kamu ? “ Ujar salah seorang dari teman ku yang sudah terbiasa melihat kejadian itu. Aku pun jadi gengsi dengan mereka yang sangat berani dan setia menemani dalam keadaan apapun. Hati demi hari kami lalui bersama di desa kami tapi tak berangsur lama keindahan desa kami tapi tak berangsur lama keindahan desa kami tidak lagi indah dan damai seperti dulu. Di suatu hari Kepala Desa mengumpulkan semua penduduk desa untuk berkumpul di balai desa untuk membahas, mengenai pembangunan pabrik. Kepala Desa membicarakan bahwa sebagian ladang milik warga akan di gusur untuk lapangan pembangunan pabrik. Namun ada beberapa warga tidak setuju mengenai pembangunan pabrik tersebut karena mereka merasa di rugikan karena ladang mereka akan di gusur, ladang adalah sumber penghasilan bagi seluruh penduduk desa. Namun, setelah ada pemaparan lebih detail atas manfaat pabrik yang akan di bangun, maka masyarakat mulai menyetujui dengan pembanguanan ini. Kepala Desa langsung membangun pabrik yang terletak di ujung desa tersebut, pembangunan pada saat ini berjalan dengan lancar tanpa masalah. Pabrik yang di bangun sudah hampir selesai. Beberapa bulan kemudian pabrik itu sudah selesai. Namun pabrik yang belum lama di dirikan itu mulai berdampak yang membuat warga resah karena cerobong pabrik, yang mengeluarkan asap yang membuat lingkungan rusak. Berkurang nya kesuburan tanah karena zat-zat berbahaya yang di sebabkan oleh cerobong asap pabrik. Hal tersebut akan menyebabkan penurunan
produktivitas penduduk desa kami, seperti tanah,tanah yang akan digunakan untuk berkebun. Kesehatan penduduk desa mulai terganggu. Karena udara yang di hirup membawa penyakit bagi penduduk desa. Penduduk desa mulai resah dengan munculnya berbagai penyakit seperti batuk, asma, radang, paru-paru, dan serangan jantung. Dengan berdiri nya pabrik ini desa yang dulu indah, dan damai sudah tidak ada lagi karena cerobong asap pabrik yang memenuhi permukaan desa membuat polisi yang sangat parah dan bisa menyebabkan kerusakan lingkungan sehat.
DESA KECILKU (Audra Anaya) Saat malam hari yang gelap disertai badai hujan yang sangat deras, terdengar suara orang yang berteriak, “BANJIIIIIIRRRRRR,” Aku yang mendengar itu segera memanggil Ibuku, ”IBU ADA BANJIR,” kataku kepada Ibu. Ibuku yang mendengar itu segera berkata padaku, ”APAA ADA BANJIR’ KAMU TIDAK BOHONG KAN RANI, ” teriak Ibu kepadaku. Aku pun menjawab, ”Tidak Ibu, “untuk apa Aku berbohong,” setelah mendengar itu Ibuku segera menghampir ku dan berkata, ”Cepat ambil barang-barangmu dan kemasi ke dalam koper ini” Aku pun menjawab ibuku dengan berkata ”Baik bu,“,jawab ku. Aku dan Ibu pun segera berkemas dan keluar dari rumah. Saat di perjalanan kami mendengar seseorang memanggil namaku, ”RANIIII, “ panggilnya kepadaku, Aku pun menoleh dan melihat siapa yang memanggil nama ku ternyata itu adalah Pak RT. Saat Pak RT menghampir kami, Ibuku pun berkata, ”Ada apa Pak?,” tanya ibuku ke Pak RT, Pak RT pun berkata ”Kalian mau kemana,” tanya Pak RT ke kami berdua, Akupun menjawab, ”kami mau pergi ke tempat yang lebih tinggi Pak, soalnya kami takut banjir makin tinggi, ini aja tinggi hampir selutut aku Pak,” sahutku ke Pak RT. Pak RT pun menjawab, ”Lebih baik kalian ikut Aku, ” kata Pak RT ke kami. Ibuku pun menjawab, ”Mau kemana Pak RT”, kata Ibuku ke Pak RT, pak RT pun menjawab Ibuku dengan berkata, ”Aku dan para warga lagi cari tempat yang aman takut nanti banjir nya makin tinggi bu”, kata Pak RT ke Ibuku. Akhirnya kami pergi mencari tempat yang aman, aku dan ibuku membantu para warga mencari tempat yang aman. Saat di perjalanan mencari tempat yang aman Ibuku berkata, ”Apa yang terjadi sekarang ini adalah kesalahan kita,” kata Ibuku, Aku hanya bingung dengan perkataan Ibu, setelah Ibuku berkata itu, kami segara pergi untuk mencari tempat aman, setelah melakukan perjalanan yang jauh, tetapi Aku dan Ibuku belum juga menemukan tempat yang aman dan hari sudah mulai gelap akhir kami memutuskan untuk beristirahat sambil menunggu pagi hari yang cerah di malam hari yang gelap Aku dan Ibuku sedang duduk di kayu tergeletak di tanah, Aku memulai perbicaraan dengan berkata, “Apa maksud
perkataan Ibu siang tadi, “ kata ku ke Ibuku, Ibu hanya diam saja tak menjawab, ku kebingungan akan tingkah laku Ibu yang aneh, Aku pun bertanya kembali kepada Ibuku, “Ibu apa maksud perkataan mu tadi siang, “ kataku sekali lagi untuk ibuku, tetapi ibuku hanya diam tak menjawab, Aku merasa bersalah akan pertanyaan ku ke Ibuku, mungkin Ibu belum mau menjawab pertanyaan ku. Malam hari yang sunyi telah berlalu, tetapi Ibuku belum menjawab pertanyaan ku, Aku bingung kenapa Ibu tidak mau menjawab pertanyaan, akhir kami melanjutkan perjalanan kami untuk mencari tempat yang aman dari banjir, selama perjalanan Aku bisa melihat banjir sudah menghancurkan desa kami, Aku sedih tetapi Aku tidak bisa berbuat apa apa, aku merasa saat ini adalah saat buruk dalam hidup, Aku melihat hancurnya desa, rumahku, semua kenangang bersama Ayah, bersama Ibu, kini semaunya telah hancur, Aku merasa sangat sedih. Tiba tiba, hujan yang deras datang kami sangat panik, kami segara berlindung. Aku merasa sangat lelah akan semua hal yang telah terjadi. Setelah cukup lama menunggu hujan berhenti, akhirnya hujan telah berhenti, kami pun melanjutkan perjalan kami mencari tempat yang aman, setelah sekian lama mencari kami menemukan tempat aman untuk berlindung, Aku sangat senang, akhir kami menemukan tempat berlindung dari banjir, Aku sangat suka dengan baru yang kami temukan, tempat ini sangat lah indah. Aku melihat Pak RT yang sedang memandang desa yang sudah hancur dikarenakan banjir semakin tinggi, “Pak RT, “ kata ku memanggil Pak RT, Pak RT pun menjawab, “Ada apa nak, “ kata Pak RT, “Pak RT sedang apa, “ kataku ke Pak RT, Pak RT pun menjawab, “Pak RT sedang melihat desa kita nak, “ kata Pak RT untuk Aku, Aku pun menjawab, “Oh, Pak RT kapan semau ini berakhir, “ Tanya ku ke Pak RT, Pak RT pun menjawab, “Pak RT juga kurang tau nak, “ kata Pak RT menjawab pertanyaan ku ke Pak RT. Setelah pembicaraan antara Aku dan Pak RT. Aku segera menemui Ibuku, “Ibu, “ kataku ke Ibu, Ibuku pun menjawab, “Ada apa nak, “ kata Ibuku, Aku pun menjawab, “Ibu sedang apa, “ kataku ke Ibuku, Ibu pun menjawab, “Oh, Ibu sedang membuat makan malam nak, “ kata Ibuku ke ku, Aku pun manjawab, “Oh, boleh aku bantu bu, “ Tanya ku ke Ibu, Ibu pun menjawab, “Oh, kamu mau bantu ya, boleh kok, “ kata Ibuku ke Aku, Aku pun menjawab, “Benarkah, yey makasih bu, “ kataku ke Ibuku, Aku dan
Ibuku akhirnya membuat makan malam bersama, setelah membuat makan malam, Aku dan Ibuku makan malam bersama, setelah makan malam Aku dan Ibuku segera beristirahat. Setelah beberapa hari kami tinggal ditempat itu, dan air banjir didesa kami telah surut, kami dan para warga turun ke desa kami, Aku merasa sangat bahagia, “Akhirnya banjir telah pergi, “ kataku yang merasa lega akan semua yang terjadi, setelah itu Ibuku memanggil ku untuk membantu para warga membersihkan desa kami, setelah membersihkan selama sebulan lebih sebenarnya ga selama itu cuman ada beberapa rumah hancur jadi sedikit lebih lama, desa kami pun telah bersih, dan kami hidup seperti semula, seperti sebelum ada nya banjir.
GOTONG ROYONG DI KOMPLEK PERUMAHAN GPE (Reval Pratama Putra) Hari minggu pagi. Pagi yang cerah telah terlihat jelas ketika keluarga Surya membuka jendela. Dihirupnya oksigen yang dapat menyejukan hati serta raga. Terlintas teringat bahwa hari Minggu adalah hari yang khusus untuk gotong royong. Hal yang biasa dilakukan oleh warga perumahan Gpe adalah Kerja Bakti. Kerja bakti tersebut diantaranya membersihkan selokan sekitar, mencabut rumput, membersihkan jalan, memangkas ranting tanaman yang sudah tinggi dan besar, seta membersihkan mushola ataupun masjid. Surya selaku kepala keluarga di rumahnya. Ia menemui istrinya yang bernama Lia.“Bu, setelah mandi, masak dan sarapan tolong sampaikan pada anak-anak untukikut acara kerja bakti dengan warga”. Usul sang ayah kepada istrinya. “Baik yah kalau begitu” jawab ibu. Waktu menunjukkan pukul 05.45, ibu Lia sudah selesai mandi dan sedang menyelesaikan masak. Hanya dengan waktu 10 menit sudah dapat tersedia menu masakan balado terong, ikan nila goreng, sambal tomat dan kerupuk. Kemudian sang ayah memanggil kedua anaknya untuk mengajak sarapan bersama. Anak dari keluarga bapak Surya dan Ibu Lia adalah Adesta dan Nata. Adesta anak laki-laki yang memiliki karakter rajin, penuh sopan santun, dan penurut. Tak kalah juga, adiknya yang perempuan adalah Nata, memiliki sikap yang sopan, baik dan penurut. Tidak lama kemudian anggota keluarga Surya sudah selesai sarapan. “Adesta dan Nata, sekarang sudah pukul 06.35 WIB, ayok kita kerja bakti bersama warga sekitar” ajak sang ayah.“baik yah… asyikkk kita mauuu…” tanggapan dari kedua anaknya yang penuh semangat.“Yah, nanti ibu akan siapkan pisang goreng dan air minuman untuk warga yang kerja bakti “ ibu menyampaikan pada ayah.“Bagus bu kalua begitu. Jadi semakin semangat dong” jawab ayah sambi tertawa
Ayah, Adesta, dan Nata segera bergegas keluar rumah. Sudah tampak banyak warga sekitar yang semangat untuk melaksanakan kerja bakti bersama. Anak-anak muda membantu mencabuti rumput dan mengumpulkan sampah yangberserakan serta membuangnya ke tempat sampah. Di lain sisi untuk bapak- bapak membersihkan selokan, membersihkan mushola dan memangkas tanaman yang sudah terlalu tinggi dan rimbun. Warga komplek perumahan Gpe Nampak bersemangat dan sangat memperdulikan lingkungan. Air yang tergenang juga dibuang dan dibersihkan agar tidak timbul adanya jentik nyamuk. Ibu-ibu juga tak kalah semangatnya dengan anak muda dan bapak-bapak. Selain mereka mempersiapkan makanan, mereka juga ada yang membantu untuk menyapu tepi jalan, membuang sampah dan menyiapkan alat kebersihan yang dibutuhkan. Kegiatan kerja bakti berlangsung dari pukul 06.30 sampai jam 10.00 WIB. Terlihat di setiap sudut komplek perumahan Gpe sudah lebih bersih dan indah. Biasanya kerja bakti ini dilakukan pada hari minggu setiap 1 minggu sekali. Pak RT dan RW tetap melakukan kerja bakti juga, agar warganya semakin semangat. Seperti biasanya, setelah selesai kegiatan kerja bakti, para warga berkumPul di balai RW untuk menikmati makanan yang sudah disajikan oleh ibu-ibu Gpe. Hidangan yang tersedia antara lain, teh hangat, es teh, kopi,air mineral, pisang goreng, bakwan, tape ketan dan kue bolu kukus. Warga komplek perumahan Gpe tidak hanya terlihat akur ketika kegiatan kerja bakti. Pada saat berpapasan di jalan maupun saat berada di depan rumah mereka tetap bertegur sapa. Oleh karena itu tidak nampak jelas bahwa dengan kesibukan mereka akan membuat lupa dengan tetangga sekitar. Setelah semua hidangan dinikmati maka saatnya ibu-ibu membereskan semuanya. Kemudia warga kembali ke rumah masing-masing dan melanjutkan kegiatan yang lain. Selasa Malam, di rumah bapak Surya.
Bapak Surya adalah warga perumahan Gpe yang berprofesi sebagai guru di SMP Negeri 1 Semarang. Malam hari ketika bapak Hardy sedang menonton acara berita bersama istri dan anaknya, tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk. Kemudian pak hardy beregegas untuk ke depan dan membuka pintu. Ternyata yang datang adalah bapak Winarno selaku ketua RT 1 di komplek perumahan Gpe.“Selamat malam pak Hardy, mohon maaf pak saya ingin menyampaikan terkait adanya rencana renovasi mushola Al-Ikhlas, apakah bapak berkenan untuk ikut membantu kegiatan tersebut di hari Minggu besok?” Tanya pak RT “Baik pak, tidak masalah, terimkasih pak atas undangannya” “Sama-sama pak, saya justru yang berterima kasih, saya pamit dulu ya pak Hardy?”“Baik pak, hati-hati” Setelah pintu depan kembali di tutup kemudian sang ayah menceritakan pada istrinya tentang kedatangan pak RT tadi. Bu Lia sangat setuju dengan apa yang disampaikan pak Winarno. Kemudian pada saat jam sudah menunjukkan pukul 11.00 keluarga Surya memasuki kamar masing-masing untuk beristirahat. Keesokan harinya, seperti biasanya ibu Lia sudah selesai mandi danmenyiapkan sarapan untuk keluarga kecil mereka. Adesta dan Nata sudah siap di meja makan. Begitu pula dengan ayah dan ibu mereka. Ayah biasanya berangkat bersama Adesta dan Nata menggunakan mobil. Ketika mobil mereka sudah berada di gerbang perumahan terlihat Siska dan Mela yaitu tetangganya. Pak Hardy membuka kaca mobilnya. “Mela… Siska… ayok kita brangkat bareng kami saja” pak Hardy menawarimereka “Kami menunggu angkot saja tidak apa-apa pak” jawab Mela dengan tersenyum “Daripada terlmbat ayok bareng kita aja, kan kita satu sekolah mel” ajak Adesta “Baik pak, terimakasih atas pertolongannya” jawab siska sambal terlihat bahagia. Mobil melaju dengan penuh kehati-hatian. Di dalam mobil, pak Hardy bertanya mengapa mereka tidak diantar ayahnya. Lalu Mela dan Siska bercerita kalau ayahnya sedang sakit. Karena Mela dan Siska adalah saudara kembar maka
mereka berangkat sekolah berdua dengan naik angkot. Ayah mereka sejak hari senin Selasa pagi dirawat di rumah sakit karena keluhannya sering sakit kepala dan kekurangan darah merah. Setelah mendengar cerita itu pak Hardy, Adesta dan Nata merasa iba. Pak Hardy berencana untuk menyampaikan kepada pak Winarno selaku ketua RT untuk menghimbau warga yang lain menjenguk ayah mela. 15 menit kemudian, anak-anak sudah sampai di sekolahnya dan pak Hardy melanjutkan perjalanannya menuju SMP N 1 Semarang. Sore hari di perumahan Gpe. Pak Hardy sengaja menemui pak Winardo di rumahnya. Kemudia pak Hardy menceritakan bahwa ayah Mela sedang dirawat di Rumah Sakit. Kemudian pak RT mengumpulkan warganya untuk bermusyawarah menjenguk ayahnya Mela. Setiap warga memberikan uang seikhlasnya untuk menjenguk ayah Mela. Pada hari Rabu ketika malam hari warga sekitar bersama-sama menjenguk ayah Mela dan membawakan buah, roti dan susu untuk asupan tamabahan ayah Mela ketika masih di rumah sakit. Para warga dan keluarga Mela berdoa bersama-sama untuk kesembuhan ayah Mela. Setelah 4 hari di rawat di rumah sakit, kemudian para warga mendnegar kabar baik bahwa ayah Mela sudah sembuh. Karena kondisinya sudah baik maka ayah Mela sudah bisa pulang. Ceria dan bahagia sangat terlihat jelas di wajah warga perumahan Gpe dan tentunya dirasakan oleh keluarga Mela.
GOTONG ROYONG SEMUA TERTOLONG (Aidhil Napta Fachrizal) Aku terbangun dari kasur akibat suara ribut, dengan keadaan masih tertidur aku berusaha untuk menuju sumber suara dan melihat orang tuaku berlarian akibat banjir yang sudah naik teras, lantas saja aku langsung panik untuk menyelamatkan barang-barang berharga ku dikamar, dengan perasaan cemas aku melihat barang ku yang sudah terlebih dahulu diselamatkan oleh orang tua ku, karena barang ku sudah diamankan jadi aku berinisiatif untuk menolong orang tua ku menyelamatkan barang yang sekiranya berharga. Pada siang nya aku dan orang tua ku pergi untuk bermusyawarah di balai desa untuk mencari cara agar desa tempat kami tinggal tidak mengalami banjir lagi, sesampainya dibalai desa kami mengikuti musyarawah tersebut yang membahas berbagai hal untuk mengatasi banjir ini, dengan masalah utama sampah bekas makanan dan minuman yang berserakan dimana-dimana hasil dari sikap warga yang tidak memikirkan lingkungan, dengan begitu kami warga desa sepakat untuk melakukan gotong royong membersihkan lingkungan. Pada saat kegiatan gotong royong dilaksanakan, aku membantu ayah ku untuk membersihkan selokan di bagian depan rumah. Aku pun bertanya kepada ayah ku tentang sikap warga sekitar yang membuang sampah sembarangan,\"ayah kenapa warga sekitar sini sering membuang sampah?\"tanyaku \"yah anak ku itu karena warga sini kurang memiliki rasa empati, dan juga warga sini juga belum memikirkan hasil dari perbuatan mereka yang berefek kelingkungan.\"jawab ayahku \"jadi kita harus menjaga lingkungan yah?\"\"iya dong untuk menjaga lingkungan sekitar kita tidak boleh buang sampah sembarangan.\" Setelah membersihkan selokan kami lanjut membersihkan teras rumah, terdapat berbagai macam sampah, ada sampah plastik, ranting kayu, dll. Kemudian kami kembali dikumpulkan dibalai desa untuk menikmati makanan
yang telah disiapkan para ibu-ibu. Ketika sedang menikmati makanan tiba-tiba ada pohon yang roboh \"AWAS!!\"teriak ayahku, pohon tersebut hampir menimpa seorang warga yang sedang istirahat dibawahnya,\"bapak tidak apa-apa?\"tanyaku \"tidak apa-apa nak\" jawab bapak tersebut dengan nada yang sedikit gemetar. Tidak lama kemudian warga berkumpul dan bergotong royong mengangkat pohon yang roboh tersebut. Tak terasa hari sudah mau sore aku bersama warga desa masih melakukan gotong royong, aku mendapatkan tugas untuk menanam pohon karena para warga sedang memotong pohon yang roboh tadi, dibawah sinar matahari aku memikirkan penyebab terjadinya banjir dan dampak dari banjir, banjir bisa terjadi karena penebangan hutan secara liar dan curah hujan yang tinggi, hutan yang gundul tidak dapat menyerap air dengan baik. Dampak banjir mengakibatkan rusaknya rumah dan fasilitas umum dan para warga akan kesusahan dalam bekerja. Setelah menanam pohon aku mencuci tangan dan beristirahat sejenak sambil makan gorengan yang sudah disediakan, aku melihat desaku sudah bersih dari sampah rasanya enak kalau melihat desa yang bersih, tak terasa hari sudah sore dan semua warga sudah pulang kerumah masing-masing aku dan orang tuaku juga pulang kerumah karena kegiatan gotong royongnya sudah selesai, hari ini adalah hari yang panjang dimulai dari terbangun dari bangun tidur, bermusyawarah dibalai desa, membersihkan selokan dan teras rumah, menanam pohon, dan makan gorengan, kegiatan gotong royong hari ini berakhir. Ketika sampai rumah aku langsung mandi dan membereskan barang-barang yang berantakan, semua barang berhargaku kusimpan di dalam lemari, lalu aku menutup pintu kamar mematikan lampu dan tidur.
ALAM ITU MILIK KITA (Ria Rahmadani) Hai perkenalkan namaku Rianaa Sucipto. Pagi hari ini aku sedang berjalan di desaku yang sejuk dan asri. Ketika aku sedang asyik bermain dengan ponselku ‘brakkkk’ badanku seketika terjatuh menyentuh tanah, lalu aku mengangkat kepalaku. Ternyata aku bertabrakan dengan anak dari tetanggaku yang bernama Pak Ujikk, beliau adalah seorang petani. Anak itu bernama Revadhil, selain menjadi anak dari tetanggaku dia juga adik kelasku di sekolah. Revadhil hendak menggambil ponsel ku yang terjatuh, lalu dia mengulurkan tangannya untuk menolongku lalu akupun menerima uluran tangannya. “maaf kak aku tidak sengaja” ujar Revadhil sambil menunduk “iya tidak mengapa”balasku. Kemudian aku pulang ke rumah. Keesokan harinya Rianaa pergi kesekolah dengan tidak bersemangat karna hari ini mereka akan mempelajari tentang alam di lingkungan sekolah, Rianaa sangat tidak suka jika harus berhadapan langsung dengan alam padahal jika dipikir pikir selama ini yang dia komsumsi berasal dari alam tetapi Rianaa tetap membenci alam dengan alasan tidak menyukai sayuran. “hari yang membosankan memangnya apa bagusnya alam itu menjijikan sekali “celetuk Rianaa malas, dan celetukan itu terdengar oleh gurunya Rianaa dimarahi oleh gurunya karena dianggap tidak menghargai beliau yang sedang mengajar, karena bosan Rianaa pun berniat bolos sekolah tetapi saat melihat lihat sekitar Rianaa melihat Revadhil yang sedang dibully siswa lain karna kasihan akhirnya Rianaa memutuskan untuk menolong anak dari tetangganya itu. “Hei kalian apa yang sedang kalian lakukan berhenti sekarang juga atau kalian akan ku laporkan kepada guru!!!” ancam Rianaa kepada anak anak itu karna merasa takut akhirnya mereka pergi dari sana.
“Terimakasih kak karna sudah menolongku”ujar Revadhil sambal tersenyum tulus tetapi Rianna tidak menggubris perkataan Revadhil dan hendak pergi meninggalkannya Tetapi agaknya Revadhil tidak akan membiarkan itu terjadi saat Rianaa hendak pergi Revadhil segera menahan tangan Rianaa karna kaget Rianaa spontan menghempaskan tangan Revadhil dan menyebabkan bocah tersebut terjatuh bukannya sombong tetapi Rianaa sangat tidak suka jika ada yang memegang tangannya. Seakan sadar apa yang telah dilakukannya Rianaa sangat merasa bersalah dan membantu Revadhil berdiri lalu meminta maaf kepada Revadhil. “Maafkan aku, aku tidak sengaja ada apa kau memanggilku?” heran Rianaa pada tetangganya itu. “Iya tidak mengapa kak aku juga minta maaf karna sembarangan memegang tangan kakak, aku hanya ingin mengajak kakak ke sawah ayahku pada akhir pekan nanti” ujar Revadhil ramah, sontak perkataan anak tersebut membuat Rianaa terkejut sebab semua orang tau jika ia sangat membenci semua hal tentang alam tetapi anak ini malah menggajaknya pergi ke sawah ayahnya, “bukannya kau tau aku tidak menyukai hal hal yang bersangkutan dengan alam?” heran Rianaa lalu jawaban Revadhil tambah membuatnya terkejut “aku mengetahuinya tetapi apa salahnya mencoba berdamai dengan alam, jika kakak bersedia akhir pekan nanti aku akan menjemput kak Rianaa agar kita bisa pergi bersama sama ke sawah ayahku” ucap Revadhil, awalnnya Rianaa menolak mentah mentah ajakan tetangganya itu tetapi setelah dipikirkan ucapan tetangga sekaligus adik kelasnya itu ada benarnya juga dan akhirnya ia memutuskan untuk mengikuti ajakan bocah tersebut. Akhir pekan pun tiba sesuai janjinya Revadhil menjemput Rianaa ke rumahnya, mereka pun pergi ke sawah Pak Ujikk, setibanya di sawah Rianaa sontak merasa jijik melihat banyaknya lumpur di sawah seolah paham Revadhil segera menggajak Rianaa menemui ayahnya Pak Ujikk “ayah ini kak Rianaa
yang waktu itu aku ceritakan” ujar Revadhil pada ayahnya “oh yasudah kita mulai saja menanam nya” Riana sangat terkejut saat mendengar perkataan Pak Ujikk “loh apa ini kok jadi menanam sih bukannya kau waktu itu berkata hanya untuk berkunjung ya?” tanya Rianaa pada Revadhil keheranan pasalnya bocah itu tidak pernah berkata untuk bertanam tanam di ladang Pak Ujikk dan hal ini membuat Rianaa sangat marah pada Revadhil ia sangat membenci semua itu tapi ia tidak bisa menunjukkan kemarahannya di depan Pak Ujikk “maafkan aku kak, aku lupa memberi tau kak Rianaa kalau kita tidak hanya sekedar berkunjung di sini hehehe” ujar Revadhil dengan tampang watadosnya. Rianaa yang merasa jijik menatap tanah yang berlumpur itu tapi setelahnya ia mulai terbiasa tetapi ia terlihat kebingungan karna ia tidak tau sama sekali cara menanam sayuran hijau tersebut karna peka Pak Ujikk mulai menjelaskan cara menanam kangkung. “Pertama tama kita harus mencangkul tempat untuk menanam kangkungnya, lalu tanam benih dan beri campuran pupuk dengan tanah.” Jelas Pak Ujikk sembari tersenyum karna melihat kebingungan Rianaa “maaf pak tapi berapakah jangka waktu dari penanaman kangkung lalu dipanen?” tanya Rianaa penasaran Pak Ujikk hanya tersenyum “sepertinya nak Rianaa sudah mulai tertarik dengan kangkung” ujar Pak Ujikk sambil tersenyum Rianaa menjadi salah tingkah karna awalnya ia sangat menentang tawaran Revadhil “biasanya kangkung darat dapat kita panen saat umur 30-45 hari sejak masa tanam benih” jelas Pak Ujikk kepada Rianaa. “Sekarang saya ingin bertanya kenapa nak Rianaa tidak menyukai alam padahal semua mahkluk hidup sangat bergantung pada alam” tanya Pak Ujikk keheranan. “Saya sangat tidak menyukai alam kalau bukan karna bencana alam adik saya masih ada disini bersama saya” ujar Rianaa mengebu-gebu “kita sebagai mahkluk hidup tidak bisa bertahan hidup tanpa alam coba nak Rianaa pikirkan kalua tidak ada alam apa yang harus kita lakukan nak Rianaa semua terjadi karna takdir allah kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi kedepannyaa mulai sekarang nak Rianaa harus ihklas dan cobalah untuk mencintai alam
memang terasa sulit pada awalnya tetapi apa salahnya mencoba?” nasehat Pak Ujikk pada Rianaa ucapan Pak Ujikk membuat Rianaa tersadar dan mulai saat itu Rianaa sangat menyukai alam dan sudah mengihklaskan kepergian adiknya.
Hutanku yang Malang (Didi Revaldi) Pagi yang cerah yang sangat tenang dan damai. Dimana burung berkicau dengan suka cita dan pepohonan sedang bermain dengan angin menari-nari kesana kemari hingga menghasilkan gerakan yang sangat indah. Sehingga Aku terbangun dari tidur ketika Aku keluar Aku menghirup udara segar yang sejuk sudah itu Aku melihat temanku yaitu Yono dan Doni yang lewat di depan rumah ku. Aku pun langsung berteriak hey temenku mau kemana. “Kami mau jalan jalan untuk melihat suasana Desa” . Ujar temenku. Dengan sesenang hati Aku pun menerima tersebut. Kamipun jalan-jalan menelusuri Desa kami yang indah dan udara yang segar dengan pemandangan pohon-pohon yang hijau. Dan tidak jauh dari rumah ku Kami melihat dari kejauhan tugu Desa sebelah yang bernama Desa Jeme. Kamipun menghampiri Desa tersebut. Kami melihat seorang Kakek yang menunggu pos di Desa Jeme. Dia sedang tertidur pulas. Ketika kami menghampiri si Kakek. Si Kakek langsung terbangun dari tidur dia menanyakan kami si Kakek berkata. ’’Kalian mau kemana’’ . Kami menjawab kami ini bermain ketika kami melihat tugu ini kami langsung penasaran dengan Desa ini. Si Kakek berkata oooo. Kami langsung menanyakan berapa jauh untuk menempuh Desa ini. Si Kakek berkata tidak jauh lagi telusuri saja jalan nanti ada Desa Jeme. Kamipun langsung menuju Desa tersebut. Kami melihat setiap jalan tersebut banyak sepotong kayu yang berserakan. Kami bertiga langsung mengambili pohon yang berserakan dijalan dan kami menikmati berjalan untuk menuju Desa Jeme. Kamipun melihat seorang penebang hutan memasuki kawasan hutan Desa Jeme. Di tangannya telah terdapat gergaji atau pemotong kayu. Ia tersenyum licik saat menemui pohon jati yang masih muda. Ia siap memotong kayu itu. Saat kayu itu telah terpotong. Sang penebang pohon membawa hasilnya dan lari keluar hutan. Kamipun membiarkan orang tersebut pergi melarikan ke hutan. Kamipun melanjutkan berjalan kami. Tak jauh kami pergi kami melihat orang orang yang berlomba-lomba menebang hutan.
Kamipun melihat sekumpulan manusia yang menebang hutan sehingga hutan tersebut terlihat gundul. Kami menghampiri orang-orang tersebut. ’’Hey kalian hentikan perbuatan itu’’ . Teriak kami kepada segerombolan penebang kayu itu. Tetapi, para penebang kayu di dalam hutan itu tidak menggubris sedikit pun teriakan kami. Kami mendekati lebih dekat segerombolan mereka. Merekapun menghentikan penebangan tersebut dengan berdiri didekat gergaji mesin itu. ’’Apa yang kau lakukan anak kecil” . Apa kau mau mencari mati. Teriak salah seorang diantara mereka. Para penebang pohon yang merasa terganggu dengan kehadiran kami bertiga kami merasa kesal. Bahkan mereka membawa kami dengan paksa untuk menjauhi lokasi tersebut. Pohon yang mereka tebangi merupakan kawasan hutan yang berada di Desa Jeme. Hutan tersebut pada mulanya sangat asri. Tetapi semenjak kehadiran perusahaan kertas di Desa Jeme. Banyak orang berbondong- bondong menebang kayu untuk dijual. Kamipun sangat kecewa karena untuk apa menebang pohon. kamipun melanjutkan berjalanan menuju ke Desa. Ketika sedang diperjalanan kami tidak terasa sudah sampai ke Desa Jeme kami memberitahukan penebang-penebang pohon liar kepada warga dan memberitahu akan bahaya menebang pohon akan mengakibatkan longsor dan bisa hewan tidak tempat tinggal. Kami lansung mengelilingi Desa Jeme yang sangat asri dan sejuk warga nya sangat ramah. Tetapi pepohonannya sangat sedikit dilihat dan banyak pembangunan dimana-mana. Sesudah kami keliling kami langsung pulang dan mengingat kejadian di Desa Jeme. Dan sampai ditugu Desa Jeme kami melihat lagi si Kakek yang kami lihat tadi. Kami menceritakan hutan di Desa Jeme. Si Kakek sudah tahu keadaan hutan Desa Jeme. Si Kakek sudah mencegah perusahaan ini tapi di marahi oleh perusahaan. kata si Kakek. Kakek pun bercerita Kakek sudah pernah di pukuli oleh mereka dan juga pernah mau di usir oleh mereka, Kami bertiga langsung menanyakan perusahaan apa ini kata kami. Kakek menjawab, ini perusahaan kertas kalo menjual kayu harus dijual disini. Kami langsung membayangkan pasti masyarakat disana mencari nafkah pasti menjual kayu. Kami langsung
berpikir untuk memuat program penghijauan atau menanami pohon kembali dan kami pulang kerumah untuk membuat program penghijauan. Hari esok pagi yang cerah kami pun bergegas untuk membuat program yang kami rencanakan. Saya mengajak teman-teman saya untuk program ini kami langsung berangkat ke Desa Jeme kami langsung pergi kerumah RT/RW di Desa Jeme dan Lurah untuk menghijaukan hutan di Desa Jeme. Ketika kami dan Lurah dan RT/RW untuk menanami pohon yang ditebangi kami tidak melihat segerombolan orang yg kami lihat kemari. Dan kami menanami bibit-bibit pohon. Lurah dan RT/RW sangat tercengang ketika begitu banyak orang menebangi hutan sehingga membuat pohon tidak ada lagi terlihat. Waktu pun berlalu hari semakin mau malam kami pun melanjutkan pekerjaan hari esok nanti. Banyak yang sudah lelah sedangkan perusahaan kertas masih beroperasi. Dan kami bertiga pulang kerumah untuk beristirahat. Dan kami berpikir untuk mengajak Desa kami yaitu Desa Benet untuk membantu Desa sebelah dan kami mengumpulkan dana untuk memulihkan hutan Desa Jeme. Hari pun silih berganti kamipun melanjutkan kembali pekerjaan kami. Desa kami sangat mendukung pekerjaan kami. Kami melihat pohon yang kami tanami sudah tumbuh. Orang penebang pohon pun tidak terlihat lagi. Masyarakat pun gotong royong membersihkan jalan jalan yang banyak pohon. Dan menanami sudah selesai kami langsung memberi sanksi apa bila ada penebang. Yono pun sangat sedih karena apa. ‘’Hey Yono kenapa kau sangat sedih orang disini sangat bergembira bisa melihat Desa Jeme dengan pepohonan yang banyak'' . Ujar saya. Saya sedih karena Nenek saya dulu meninggal dikarenakan orang orang yang suka menebang pohon dan mengakibatkan longsor sehingga rumah kami dulu di timpa tanah'' , kata Yono. Kata Aku. ''Jangan sedih ikhlaskan saja peristiwa kan sudah berlalu tidak akan kembali” . Dan kami pulang dengan gembira sudah bisa melihat pohon yang hijau di Desa jeme. Hari semakin berlalu Aku pun langsung mengajak temen ku yaitu Doni dan Yono untuk melihat apakah sudah tumbuh pohon yang kami tanami. Kami sangat rindu Kakek yang menunggu tugu Desa
Jeme. Dan kami langsung bejalan pergi ke Desa Jeme ketika kami sampai Kakek sudah tidak ada lagi dan digantikan orang lain kami bertiga langsung menanyakan kemana Kakek yang menunggu tugu ini dulu. Orang yang menunggu pun berkata. ''Dia sudah lama meninggal dikarenakan sakit jantung” . Dan kami sangat sedih ketika mendengar itu. Kami bertiga langsung pergi untuk melihat pohon yang kami tanami ketika kami sampai kami melihat segerombolan penebang mau siap-siap menebang hutan yang kami tanami. Aku pun langsung menelepon polisi untuk melaporkan penebang hutan liar ini dan tak begitu lama terdengar sirine polisi mereka langsung panik dan tidak ada jalan untuk kabur dan mereka langsung diamankan dan menyesali perbuatan mereka. Dan polisi langsung menutup perusahaan kertas. Dan penebang pohon liar pun tidak ada lagi. “Mari kita jaga keasrian hutan biar bumi tak menangis” .
KALENG JAMUR UNTUK NAYLA (Reli Rehan Dhiva) Jakarta tahun 1055 “Korban tewas banjir dahsyat di Pakistan mencapai angka 1.500 jiwa. Banjir yang disebabkan oleh pencairan gletser di pegunungan utara telah menyapu tanah, rumah, peternakan dan tanaman dengan kerusakan sangat parah. Makanan, tenda dan obat-obatan menjadi kebutuhan utama para korban saat ini.” “Gagal panen yang terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia telah mengancam stabilitas pangan nasional. Musim kemarau yang berkepanjangan menyebabkan tanah kekeringan dan petani kekurangan pasokan air. Menteri Pertanian meyampaikan bahwa saat ini Indonesia sedang dihadapkan dengan kondisi darurat pangan.” “Wabah virus cacar burung dilaporkan telah meluas ke 11 negara di regional Eropa, Amerika dan Afrika. WHO selaku pemangku kebijakan di bidang kesehatan dunia memperingati masyarakat untuk waspada terhadap virus varian baru ini. Tercatat sebanyak 9.000 orang telah kehilangan nyawa dan lebih dari 50.000 jiwa terkonfirmasi tertular virus cacar burung yang mematikan.” Prang! Klentang! Suara kaleng terjatuh mengejutkan Fadli yang sedari tadi menyimak siaran berita dunia di televisi. Ia segera beranjak dari sofa bututnya sambil memanggil nama putri semata wayangnya. “Nayla!” Fadli kemudian menghela napas panjang ketika tiba di dapur dan mendapati anaknya sedang mengais remah-remah biskuit yang berserakan di lantai. “Maafin Nayla, Ayah. Biskuitnya jadi berantakan,” ucap anak perempuan berusia lima tahunan. “Kenapa Nayla tidak minta bantuan Ayah?” Fadli menghampiri anaknya dan ikut membereskan biskuit di lantai. Fadli memasukan kembali biskuit ke dalam kaleng sampai puing-puing terkecilnya dan hanya menyisakan serbuk- serbuk kecil yang susah diambil lalu meletakkannya di samping tempat sampah. “Ayah tidak marah, kan?” Gadis itu terlihat menyesal. “Tidak. Nayla lapar?” tanya Ayah kepada Nayla Nayla mengangguk. “Ini persediaan makanan terakhir kita tapi Nayla malah menjatuhkannya.” Fadli terkejut mendengar ucapan gadis kecil itu. Ia segera berdiri dan memeriksa rak-rak makanan yang ada di dapur. Ternyata benar, di rumahnya
sudah tidak ada lagi makanan. “Aduh!” gumam Fadli sambil menepuk jidatnya. Bisa-bisanya ia lengah. Fadli terdiam beberapa saat; memikirkan kondisi di luar sana. Sudah satu bulan Fadli bersama anaknya tidak ke mana-mana. Kondisi mencekam yang terjadi di ibu kota setelah demo besar-besaran membuat mereka harus mengamankan diri di rumah. Kini pasokan makanan sudah habis. Mau tidak mau Fadli harus mencari makanan keluar. “Nayla, tidak apa-apa kan ayah tinggal dulu sebentar.?” Gadis itu nampak kebingungan dan ketakutan. “Tidak lama, kok. Ayah hanya pergi ke supermarket. Nayla tunggu, ya!” Gadis itu belum sempat menjawab namun Fadli sudah mengambil jaketnya dan bergegas keluar. Di depan pintu rumah ia melihat sepeda motornya teronggok dan berdebu. Bahkan dibiarkan di luar pun tak ada maling yang berminat. Sejak BBM langka, makanan menjadi sesuatu yang jauh lebih berharga. Benda elektronik, pakaian, mesin-mesin jadi tidak laku. Fadli pun jadi terbiasa jalan kaki ke mana-mana. Panas, gersang, berdebu adalah kondisi ibu kota saat ini. Bau asap masih berseliweran berkat aksi pembakaran oleh para demonstran yang kecewa dengan kinerja pemerintah. Langit pekat mencekam, banyak bangunan hancur, perkantoran dan sekolah sudah lama diliburkan. Fadli berjalan melewati kekacauan itu menuju sebuah supermarket yang tak jauh dari rumahnya. Fadli bingung ketika tiba di depan supermarket. Tak ada satpam yang berjaga seperti biasa. Supermarket nampak sepi padahal di luar banyak mobil dan motor terparkir. Ketika masuk Fadli lebih terkejut lagi. Kondisi di dalam supermarket sangat berantakan, sementara rak-rak yang biasa berisi makanan kosong semua. Fadli tak habis pikir, bagaimana ia mencari makanan. Segala transaksi yang menggunakan teknologi online sudah tidak berguna lagi semenjak negara kehabisan energi. Toko-toko pinggir jalan telah tutup sejak lama. Mau mencari ke supermarket lain jaraknya sangat jauh. Ia juga tidak bertemu dengan siapa pun sejak keluar rumah tadi. Fadli tahu betul, orang-orang saat ini hanya memikirkan kelangsungan hidup dirinya masing-masing sehingga sulit dimintai bantuan. Fadli memutuskan untuk berkeliling di dalam supermarket, memeriksa ulang rak-rak, barang kali masih ada beberapa makanan tersisa. Fadli hampir putus asa, namun tiba-tiba tak sengaja ia menendang sesuatu. Sebuah jamur kaleng. Seketika wajah Fadli sumringah begitu melihatnya. Tapi itu hanya berlangsung sesaat, sebab di detik berikutnya kaleng itu mengenai kaki seorang pria setelah menggelinding karena tertendang tadi. Fadli dan pria itu saling
beradu pandang. Tatapan mereka menyiratkan hal yang sama, yaitu sama-sama menginginkannya. Fadli menelan ludah, lalu dengan gerakan secepat kilat Fadli mengambil kaleng itu. Sialnya pria itu tak kalah gesit dari Fadli, ia juga berusaha mengambilnya. Terjadilah perebutan kaleng berisi jamur. Baik Fadli maupun pria itu, sama-sama tak mau kalah. Mereka berusaha mati-matian untuk mendapatkan makanan yang mungkin menjadi satu-satunya makanan yang tersisa di kota itu. Baku hantam pun terjadi. Dalam benak Fadli hanya terbayang wajah anaknya, Nayla, yang sedang menunggunya dalam kondisi lapar. Ia akan sangat menyesal jika tidak bisa membawa makanan saat pulang. Karena itulah ia tidak peduli meski wajahnya babak belur dihajar pria itu. Beberapa menit berlangsung. Fadli mulai kelelahan, napasnya sudah tidak beraturan. Tapi ia belum akan menyerah. Begitu pun pria itu, sama-sama tak mau mengalah. Hingga sesuatu yang mengerikan terjadi. Pria itu tiba-tiba batuk tanpa henti. Kemudian tubuhnya menggelinjang tak terkendali seperti kuda ngamuk. Pria itu berteriak histeris, “Panas! Panas!” Fadli terperanjat. Apa yang terjadi dengan pria itu persis seperti gejala virus cacar burung yang diberitakan di televisi. Fadli sangat ketakutan, tubuhnya gemetaran. Walau bagaimana pun ia mesti mendapatkan kaleng makanan itu yang tergeletak di dekat si pria yang kini terkapar di lantai. Akhirnya dengan segenap keberanian, Fadli mengambil kaleng itu. Fadli berlari secepat yang ia bisa dengan tenaganya yang sudah banyak terkuras. Peluh membanjiri tubuhnya. Bajunya koyak di sana sini. Ia pun terjatuh beberapa kali. Kemudian saat ia bersandar di sebuah mobil untuk beristirahat sejenak, ia melihat mayat di dalamnya dengan kondisi seperti korban wabah cacar burung. Fadli buru-buru menjauh. Tiba di rumah. Fadli segera menuju kamar mandi. Ia tak menjawab panggilan anaknya. Ia hendak mandi tapi ketika ia membuka keran, tidak ada air keluar. Ternyata telah terjadi pemadaman aliran air hari itu. Fadli panik karena takut tertular virus mematikan itu. “Ayah!” Nayla kembali memanggil. “Nayla, boleh minta tolong ambilkan air minum untuk ayah. Tuangkan ke dalam baskom dan bawa ke sini.” “ Baik, Ayah.” Sambil menunggu anaknya Fadli berusaha mengendalikan tubuhnya yang masih gemetaran. Ia benar-benar takut virus itu akan menyerangnya. Ia memikirkan nasib anaknya yang akan hidup sebatang kara jika ia mati. “Ayah kenapa?” tanya Nayla ketika melihat wajah ayahnya yang berdarah.
“Jangan dekat-dekat! Simpan baskomnya di situ, terus ambilkan capitan gorengan!” Meski dipenuhi berbagai macam pertanyaan, gadis kecil itu menuruti perintah ayahnya. “Ini buat Nayla, makanlah,” ucap Fadli setelah mencuci kaleng itu. “Ayo, makan bareng!” ucap Nayla “Tidak, buat Nayla saja, Ayah sudah makan.” Gadis itu terdiam. “Ayo, makan! Nayla bawa saja makanannya ke ruang tengah atau ke kamar. Ayah mau beres-beres di dapur.” Nayla mengangguk. Ia membawa kaleng berisi jamur itu dengan sangat hati-hati. Ia tidak mau menjatuhkan makanan lagi. Setelah anak perempuannya pergi, perlahan Fadli berjalan ke arah tempat sampah. Ia mengambil kaleng biskuit yang tadi ia simpan di sampingnya. Sambil berurai air mata, Fadli memakan biskuit itu. Ia tak pernah menyangka masa depannya akan setragis ini. Dunia telah hancur. Negara Indonesia yang dulu sangat makmur dan damai sekarang kacau balau. Manusia semua kini menderita. Bahkan untuk mencari makan saja susah. Bencana di mana-mana, wabah-wabah aneh melanda, energi habis, semua karena pemanasan global dan perubahan iklim yang disebabkan perilaku manusia dahulu. Dulu, untuk makan saja ia mengandalkan ojek online. Padahal ia bisa membeli makanan ke warteg di sekitar rumah, selain hemat biaya, ia juga bisa mengurangi sampah kemasan. Sekalinya keluar pasti menggunakan motor walaupun jaraknya hanya beberapa meter. Ia juga sering lupa mematikan keran sampai airnya meleber ke mana-mana. Setiap saat scroll media sosial demi melihat hal-hal yang kebanyakan tidak penting. Ia menyesal telah menghabiskan banyak energi dengan sia-sia. Fadli kemudian berangan-angan, seandainya ia bisa kembali ke masa lalu, ia ingin menghilangkan semua kebiasaan buruknya itu. Bahkan ia ingin mengajak semua orang di sekitarnya untuk peduli pada lingkungan dan menghemat energi. Fadli yakin, dengan semakin banyaknya orang yang sadar akan lingkungan, maka bencana-bencana ini bisa dihindari. Segala kekacauan ini mungkin tak akan pernah terjadi.
MENANGISNYA AIR LAUT (M. Farrel Saputra) Angin berhembus kencang mengarah ke utara laut. Air laut yang sedang pasang surut membuat sampah-sampah yang sebelumnya menggenang di laut lepas terbawa oleh arus air ke tepi laut. Berbagai macam sampah mengotori tepi laut hingga membentuk sebuah tumpukan sampah. Ikan-ikan yang terkena lilitan plastik-pun ikut terdampar dengan keadaan yang mengenaskan. “Ayah! Kenapa banyak sekali sampah-sampah disana?” tanya seorang anak laki- laki dengan rambut hitam yang sudah panjang hingga lehernya. “Akash, lihatlah ke arah ikan tuna yang terkena lilitan plastik itu.” Kedua mata coklat Akash terarah ke ikan tuna yang mati dengan badannya yang terlilit plastik. “Ikan itu mati karena ulah siapa? Akash terdiam sejenak sambil memandangi ikan itu dari kejauhan, “Manusia?” “Benar. Ikan itu mati karena ulah manusia,” ujar ayah Akash sembari mengajak anaknya ke ikan tuna tadi agar dapat melihatnya dengan jelas. “Manusia yang membuang sampah sembarangan seperti plastik dan botol-botol membuat ikan kecil lahir dengan keadaan cacat,” lanjut ayah Akash yang jongkok di sebelah anaknya yang menunjuk-nunjuk kearah ikan tuna tadi. Akash yang sejak kecil menyukai ikan menitikkan air matanya karena tidak tega melihat ikan yang ada dihadapannya itu tersiksa karena ulah manusia. Ia kira manusia-lah yang melestarikan laut, ternyata manusia juga bisa merusak laut. “Ayah, manusia yang membuang sampah ke laut jahat ya.. bukankah ikan-ikan itu tersiksa karena ulah mereka.” Akash menangis tersedu-sedu melihat keadaan ikan itu hingga ingusnya yang tertahan di hidung. “Akash tidak mau jadi mereka. Akash janji akan selalu melestarikan laut dan lingkungan. Akash tidak tega melihat ikan lucu tersiksa,” lanjutnya sembari memeluk ayahnya yang sedari tadi tersenyum melihat kelakuaan anaknya itu. “Benarkah?”
“Iya! Jika bisa, Akash mau jadi pahlawan bagi ikan-ikan itu,” teriak Akash dengan lantang yang membuat ayahnya tertawa terbahak-bahak di sampingnya. “Loh, ayah kenapa ketawa?” Dielusnya kepala kecil Akash seraya berkata, “Akash pasti bisa.” Senyum lebar terbit dari bibir kecil Akash yang menampakkan gigi kelincinya yang hilang. Selama impian itu mulia tidak akan ada kata menyerah di dalam diri Akash. Tekadnya untuk melestarikan laut akan membuatnya dikenal sebagai Pahlawan Laut Sejati. Sepuluh tahun kemudian.. “Akash! Bangun eh!” Suara ibunya menggelegar bagai alarm di siang hari. Bau gosong yang menusuk indra penciumannya seketika membuat Akash segera bangun dari sofa ruang tengah. Kakinya yang bergerak lincah seketika berhenti saat kedua matanya melihat ikan gorengannya sudah berubah menjadi hitam, sehitam arang. Bau gosong memenuhi dapur kesayangan ibunya. Sedangkan sang ibu sudah memulai nasihatnya untuk Akash yang teledor. Kedua mata Akash yang sejak tadi berkedip membuat ibunya kesal. “Ya ampun, Akash. Itu kan untuk makan malam nanti!” Akash yang melangkah mendekati kompor tersenyum meminta maaf ke ibunya yang sudah berkacak pinggang. “Ibundaku tercinta, maafin Akash ya?” lirihnya sembari mendekati ibunya. Tangannya mengusap lengan sang ibu dengan mata yang berkedip-kedip. “Kan tadi Akash kecapekan, jadi ketiduran deh,” lanjutnya sembari senyum menampilkan giginya yang ternyata terselip kulit cabai di sela-sela gigi putihnya. “Lah, kok ada cabai di gigimu?” ucap ibunya yang mengernyitkan dahi melihat wajah menjengkelkan Akash. “Fix, kamu nanti tidur di luar ya?” setelah mengatakan itu ibunya yang kesal hanya mendiamkan Akash yang memohon- mohon kepadanya sembari membersihkan keadaan dapur yang sangat kacau. Akash yang sudah pasrah dengan nasibnya hari ini memilih pergi keluar melihat pemandangan matahari terbenam di pinggir pantai dekat dengan
rumahnya. Sembribit angin mengelus rambut hitam Akash yang sudah tumbuh sepanjang lehernya. Kaki tanpa alas terasa dingin saat terkena air laut. Dari arah belakang, terdengar teriakan seorang laki-laki yang ia kenal. “Akash!” teriak seorang laki-laki berbadan kurus dengan kulit sawo matang yang sedang berlari ke arah Akash. “Ada berita baik!” Akash yang mendengarnya menoleh ke arah temannya yang sedang membungkukkan badan dengan tangan memegang lutut. “Eh, ada apa? Hmm.. Jangan-jangan.. karya kita.. diterima?!” tebak Akash dengan kedua tangan memegangi bahu temannya. Anggukan kepala dari temannya yang sedang mengatur napas membuat Akash melompat kesenangan. Senyum lebarnya sedari tadi tidak luntur karena berita baik itu. Moza—sahabat Akash hanya bisa tersenyum melihat sikap Akash yang kegirangan. “Moza, mimpi bukan sih ini?” ucap Akash yang meletakkan telapak tangannya di pipi kanan kirinya. Tanpa banyak bicara, Moza menampar pipi kanan yang memberikan bekas kemerahan di pipi Akash. “Tuh, sakit nggak?” Akash yang terkejut dengan perilaku Moza hanya tertawa sembari mengelus pipi kanannya yang terasa panas dan sedikit perih. Ini nyata, batin Akash senang. enam hari berlalu.. Karya milik Akash dan kedua temannya yang bernama Si Lupin berhasil memenangkan lomba teknologi karya anak bangsa dengan tema pelestarian laut. Si Lupin yang mendapat juara 3 adalah sebuah robot pembersih dan pendeteksi sampah di lautan. Bahkan robot itu bisa menghindari sebuah bahaya yang mungkin datang di suatu saat dan membahayakannya. Projek itu sudah direncanakan Akash sekitar 1 tahun lalu setelah ia terinspirasi dari sebuah film. Hari ini, Akash dan kedua teman-temannya, Moza juga Dhana akan mendatangi sebuah perusahaan teknologi yang terkenal. Inotech adalah perusahaan teknologi asal Indonesia yang sudah berkali-kali melahirkan karya anak bangsa yang sangat bermanfaat bagi orang-orang.
“Eh yaampun, kenapa jantungku jedug-jedug terus ya?” celetuk Akash yang memegangi dada bagian kirinya. “Ah elah, Kash. Perasaan kamu udah ngomong itu dari tadi.” Dhana yang sedang memasukkan kertas-kertas putih ke tasnya sebal melihat sahabatnya itu berkali- kali mengoceh. “Lah iya kah?” Tawa Akash yang kencang membuat Dhana dan Moza ikutan tertawa. Jam menunjukkan jarum pendek di angka 7 dan jarum panjang di angka 5 membuat ketiga laki-laki itu segera berangkat ke Kantor Inotech untuk melakukan serangkaian wawancara terkait Si Lupin. Karena keadaan jalan raya yang saat itu padat, waktu tiba di kantor juga sedikit terlambat. Setelah sampai disana tanpa basa-basi, mereka berlari kecil menaiki lift menuju lantai 6. “Semangat kan para sobatku?” ucap Akash dengan kedua lengannya berada di atas pundak kedua sahabatnya. “Semangat dong, say!” Suasana tegang di ruang Pak Bram membuat detak jantung Akash berpacu dengan cepat. Beberapa menit lalu, seorang laki-laki berbicara dengan Akash bahwa yang bisa masuk ke ruangan hanya satu orang, al hasil hanya Akash yang bisa masuk. Akash belum bertemu Pak Bram selaku direkttur disana. Sebuah suara pintu terbuka membuat Akash menengok ke arah suara. Seorang laki-laki paruh baya dengan jas hitam menatap anak muda di depannya dengan wajah datar. “Akash?” Akash yang berdiri dari duduknya sedikit menundukkan kepala dengan sopan. “Ehm, Akash, betul?” ulang Pak Bram yang duduk di sofa dengan berkas-berkas putih di tangannya. “Betul, pak.\" Mereka berbincang-bincang tentang karya-karya milik Inotech juga Si Lupin. Hampir 30 menit sudah mereka lewati, Akash menyimpulkan bahwa Pak Bram tidak sesangar wajahnya. Ternyata Pak Bram orangnya santai dan menyenangkan.
“Dengan Si Lupin, saya berharap lautan di segala penjuru Indonesia akan kembali bebas dari sampah-sampah yang saat ini masih ada. Keanekaragaman lautpun akan tetap lestari dengan adanya Si Lupin ini.” Mendengar hal itu, Pak Bram mengangguk-anggukan kepalanya dengan mantap. “Bagaimana kok bisa Akash mendapat ide karya seperti itu?” “Saya mendapatkan ide ini dari televisi, Pak. Berita-berita di televisi yang menayangkan betapa hancurnya laut menggugah saya untuk membuat karya ini.” 5 tahun kemudian.. “Perusahaan Lupinz meliris sebuah teknologi baru yang berguna untuk melestarikan lautan di Indonesia. Baik, mari kita berbicara langsung dengan Bapak Akash selaku pendiri Perusahaan Lupinz…” Seorang wanita dengan pakaian presenter televisi menghadapkan badannya ke seorang lelaki berambut hitam rapi, penemu Lupin—Akash. Lima tahun lalu, perusahaan Inotech mengalami krisis tiba-tiba karena salah satu karyawan disana berkhianat. Di tahun yang sama, Inotech bangkrut dan menutup perusahaan itu. Setelah berita Inotech muncul, Akash dan kedua temannya tiba-tiba dihubungi oleh Pak Bram. Beliau meminta maaf kepada Akash dan kedua temannya karena perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan membuat karya mereka tidak jadi dirilis oleh Inotech. Beliau juga menyarankan agar Akash tetap membuat penemuan-penemuan anak bangsa yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Itulah yang membuat Akash tetap semangat demi keadaan laut Indonesia yang lebih bersih dan terawat. Akhirnya, Akash bersama kedua temannya mencoba untuk membuat perusahaan rintisan. Usaha keras yang dilakukan oleh mereka akhirnya menghasilkan hasil yang indah. “… Saya akan terus menghasilkan karya-karya ramah lingkungan buatan anak bangsa untuk lingkungan yang bersih dan nyaman. Dan untuk anak bangsa yang mungkin sedang menonton tayangan ini, pesan saya untuk kalian.. Mari kita hasilkan karya-karya buatan anak Indonesia yang berguna bagi lingkungan sekitarnya!”
Selesai melakukan sesi wawancara, Akash bertemu dengan Moza yang memasang wajah sedih. Perasaan tidak enak Akash muncul. “Ada apa?” “Kash..” “Apaan dah?!” tanya Akash yang sudah penasaran dengan sesuatu yang Moza ingin bicarakan. Wajah Akash yang pucat dengan dahi yang mengerut membuat Moza tertawa kencang hingga membuat orang-orang disana menatapnya heran. Merasa malu dengan tatapan orang-orang disana, terlebih tatapan mengerikan Akash membuatnya terdiam sejenak sebelum berbicara. “Jadi gini..” lirih Moza dengan senyum menyeringai. “Karya kita masuk 3 besar karya terbaik di lomba karya teknologi Anak bangsa!” Akash yang mendengarnya hanya terdiam karena tidak percaya dengan perkataan Moza. “Hah? Jadi, karya kita akan dikembangkan lagi di luar negeri?” Impian Akash untuk menjaga laut akhirnya tercapai. Baginya laut adalah sumber kehidupan dan harapan. Bumi tidak akan pernah sama, jika lautan kita tidak akan di sana. Waktunya telah tiba untuk melindungi lautan dan menjaga keasriannya. Sebagai generasi muda yang cerdas, kita harus bisa bijak untuk menjaga laut demi keberlangsungan makhluk hidup di Bumi.
MAJU BERSAMA TANPA SAMPAH (Keysa Azzahra Putri) Minggu lalu,disebuah desa kecil yang terletak dikota Prabumulih.aku dan temanku mendapatkan tugas dari guru disekolah untuk mencari tahu tentang desa kecil tersebut yang berada dikota Prabumulih dan kami disuruh membuat laporan hasil observasi didesa tersebut. Disini eca akan memperkenalkan teman kelompok eca yang beranggotakan dua orang yaitu Eca dan Devan. Eca dan Devan berteman sudah cukup lama mereka berteman dari kecil. Eca dan devan pergi kemana- mana selalu bersama, sampai teman kelas mereka pun pada mengira kalau mereka pacaran. Tepat di hari minggu Eca dan Devan pergi berangkat kedesa itu untuk mengamati desa tersebut menggunakkan kendaraan pribadi milik devan. Sesampai didesa tersebut Eca dan Devan bergegas turun dari mobil, Disana Aku melihat lingkungan didesa tersebut sangatlah memprihatinkan, aku melihat banyak sekali sampah yang berserakkan dimana- mana aku dan Devan pun mendiskusikan rencana kedepannya untuk melakukan kegiatan menjaga kebersihan desa ini. Selanjutnya aku dan devan pun bergegas meninggalkan tempat tersebut untuk mencari tempat penginapan karena sementara waktu kami akan tinggal didesa ini untuk mengetahui rencana kedepannya dan memantau perkembangan desa tersebut. Sesampai ditempat penginapan aku dan devan pun mulai mendiskusikan rencana kami tadi. “ Van, gimana rencana kedepannya untuk desa ini , apakah kamu punya saran ?” Tanyaku kepada devan dan sedikit menoleh kearahnya untuk mendengarkan saran darinya. Devan pun menjawab “emm bagaimana jika kita melakukan kegiatan gotong royong dengan mengajak seluruh masyarakat didesa untuk ikut serta?” Aku berpikir sejenak “ emm boleh juga van aku setuju saran dari kamu. “Bagaimana jika kita menyusun jadwal kegiatan yang akan kita lakukan nanti mulai besok?” tanya ku lagi pada devan, devan pun menjawab “iyaa boleh
caa,sekalian nanti besok pagi kita kerumah pak RT untuk mendiskusikannya lagi” Eca hanya mengangguk, “Cringggg … Cringggg .. Cringg” bunyi alarm Eca menunjukkan pagi pukul 06.10 WIB. Eca pun bangun dari tempat tidurnya dan keluar untuk mencari sarapan pagi, sedangkan Devan ia masih tertidur dikamar. Eca membeli nasi gemuk dan roti untuk disantapnya bersama devan sesudah membeli sarapan pagi Ecan pun bergegas pulang ke kost untuk menyiapi makanan sesampai ditempat kost Eca melihat devan yang sedang membuat dua gelas susu untuk mereka, sambil menyantap makan dan minum Devan dan Eca kembali membicarakan tentang kegiatan untuk Bergotong royong “oh iya hari ini jadikan kita mau kerumah pak RT?” tanya devan kepada Eca “Iyaa van jadi kok, nanti kita kerumah pak Rt sekitar jam 9 aja” jawabku. Aku dan devan pun bergegas untuk membersihkan rumah “Akhirnya kelar juga ni beres-beres haha, cukup menguras energi” ucap devan “aelahh, lebay lu perasaan lu tadi cuma nyapu doang van” ucap Eca sambil smirk “dih ni anak masih mending gw mau nyapu jarang –jarang loh anak cowok nyapu, yaa lah gw kan anak rajian yaa” ucap Devan sambil ngeledek Eca “yayayaa serah lu dah asal lu senang” Eca pun pergi meninggalkan devan dan bersiap siap mandi untuk kerumah pak Rt, begitu pun devan ia juga bergegas untuk bersiap siap pergi kerumah pak Rt. Eca dan Devan pun pergi kerumah pak Rt untuk membicarakan mengenai gotong royong nanti. Sesampai dirumah pak rt Eca dan Devan mengetuk pintu rumah pak rt “TOKK … TOKKK .. TOKK, permisi assalamua’laikum pak” ucap Eca dan devan memanggil pak rt. tak lama kemudian,pak rt pun keluar “wa’alaikumsalam, iya ada perlu apa nak?, sini masuk silahkan duduk” Devan dan Eca pun menjawab “iya pak, terima kasih” Devan dan Eca pun masuk dan duduk diruang tamu, Devan pun mulai membicarakkan mengenai kegiatan untuk mengajak semua masyarakat untuk melaksanak Gotong -royong didesa ini agar terbebas dari sampah “maaf pak sebelumnya saya Devan dan teman saya Eca kami dari kota mendapatkan tugas dari sekolah untuk mengamati suatu desa dan membuat laporaan hasil observasi tentang desa kecil ni kedatangan kami disini ingin mengajak semua masyarakat
didesa ini untuk bergotong- royong membersihkan sampah yang menumpuk dan berserakkan dilapangan dan disekitaran sungai, bagaimana menurut bapak” ucap Devan berdiskusi dengan pak rt “ owalah kalian ini pelajar yaa, bapak setuju aja bagus ide kalian makasih ya sebelumnya buat Devan dan Eca udah berpartisipasi untuk mengajak semua masyarakat didesa untuk Bergotong – royong, emang belakangan ini pelaksanaan gotong royong jarang sekal i terlaksanakan makanya sampah didesa ini tidak terkontrol dengan baik” ucap pak rt “nah makanya kedatangan kami disini ingin meminta izin kepada pak rt untuk membuat jadwal kegiatan Gotong- royong didesa ini setiap hari minggu, gimana pak?” ucap Eca kepada pak rt “iyaa nak ecaa nanti kita umumkan sama masyarakat didesa ini” balas pak rt “baiklah pak kita berdua hanya ingin mendiskusikan ini aja makasih yaa pak sebelumnya, maaf jika mengganggu jam istirahatnya kami pamit dulu ya pak assalamu’alaikum” ucap Devan dan Eca berpamit “ iyaa nak bapak juga ya berterima kasih sama kalian, wa’alaikumsalam hati-hati yaa” ucap pak rt kepada Devan dan Eca. Mereka pun pergi meninggalkan rumah pak rt dan pulang ke kostan untuk beristirahat sesampai dirumah devan dan eca pun masuk ke dalam rumah untuk beristirahat. Keesokkan harinya pak rt mengajak masyarakat didesa untuk melaksanakan Gotong-royong secara bersama setiap hari minggu “ini untuk desa kita agar terbebas dari sampah dan penyakit, supaya desa kita menjadi nyaman dan asri jadi kita mulai pembersihannya besok yaa Bapak/ibu desa Dumai saya harap Bapak/ibu bisa ikut berpartisipasi dalam kegiatan Gotong-royong desa kita , terima kasih.Tiba dihari minggu pagi Eca dan Devan pergi Bergotong –royong bersama masyarakat didesa Dumai dari pukul 08.15 – 10.10 WIB, Selesai bergotong-royong Aku,Devan, dan warga desa dumai beristirahat dan menikmati makanan dan minuman yang telah disediakan oleh ibu-ibu desa dumai. Kini desa tersebut kelihatan bersih dan nyaman dan tidak ada sampah yang berserakkan dimanapun. Masyarakat desa Dumai pun sekarang Bergotong- royong setiap hari minggu untuk menjaga kebersihan desa mereka.
MONSTER BUMI (Yuni Syakilla) “Aku kesal dengan manusia,” ujar matahari mengadu pakeda langit. tubuhnya memancarkan sinar yang amat terang, menyinari penghuni bumi hingga membuat mereka merasakan terik yang amat sangat. langit yang berwarna biru bergradasi putih itu membalas “Kenapa Kau kesal dengan manusia?” tanyanya. matahari semakin memperkuat sinarnya, bila ia membayangkannya selalu saja, matahari akan merasa kesal dan sedih secara bersamaan. Perasaan itu selalu saja menggerogotinya, menyuruhnya mengeluarkan sinar terik sebagai bentuk ketidakterimaannya. “manusia, mereka makhluk jahat dan egois. Mereka hanya mementingkan diri sendiri tanpa memikirkan makhluk lain yang ada di sekitar mereka,” matahari mencoba menahan emosi dalam dirinya tapi tak bisa, perasaan marah itu meluap-luap, sinar teriknya semakin kuat dan berhasil membuat makhuk yang sedang dibicarakannya menyeka keringat yang terus keluar dari dalam tubuh mereka. langit terdiam, menunggu kelanjutan pembicaraan sang baskara bumi. Sejujurnya, langit juga kesal dengan manusia. Makhluk yang mempunyai otak namun bagaikan hewan yang tak diberi otak oleh Sang Kuasa. Bahkan menurut langit, hewan dan tumbuhan lebih baik daripada manusia. Setidaknya hewan juga tumbuhan tidak merusak, kedua makhluk hidup itu malah memberi manfaat pada satu makhluk yang egois. Sedangkan manusia, seperti yang telah dikatakan oleh Sang Baskara tadi. “Mereka memperlakukan bumi dengan semena-mena, bahkan hewan, tumbuhan, juga Kau langit. Aku tak bisa menerimanya, Aku ingin sekali berhenti menyinari mereka, namun tak bisa sudah tugasku untuk menyinari mereka dan menghangatkan bumi. Aku selalu terbit dari ufuk timur sebelum mereka bangun dari alam mimpi. Sinarku menerobos celah-celah jendela rumah mereka,
menyuruh mereka bangun untuk melaksanakan ibadah wajib kepada Sang Penguasa namun makhluk egois itu malah mengabaikannya, tak mengubrisnya sama sekali. Sungguh, Aku sangat kesal langit!” Lagi dan lagi matahari menambah suhu panasnya. Dalam diamnya, langit setuju dengan apa yang dikatakan matahari tentang manusia. Manusia memang makhluk hidup egois yang hanya bisa merusak, mereka tak bersyukur dengan nikmat yang diberikan Sang Penguasa. Bukan menjaga dan merawatnya dengan baik, mereka malah merusaknya. Dan setelah rusak serta hancur berkeping-keping, manusia tak ada niatan untuk memperbaikinya mereka malah meninggalkan dengan raut ekspresi seolah-olah tak penah terjadi apapun, tanpa rasa bersalah sedikit pun di benak mereka. Matahari kembali melanjutkan curhatannya setelah jeda yang cukup lama, mungkin Sang Baskara itu tengah berusaha menahan kemarahan dalam dirinya “Di sisi lain, Aku sedih melihat bumi yang semakin hancur dan rusak karena ulah manusia. Kenapa bumi harus dihuni oleh mahkluk egois dan jahat layaknya iblis berkedok sebagai manusia?” Sinar teriknya perlahan meredup. “Aku tidak sanggup menyaksikannya langit, Kau dan bumi terkena dampak dari ulah mahkluk egois itu. Sebagai pusat alam semesta, Aku menyaksikan semuanya. Sinarku yang sangat panas ini memantul ke bumi dikarenakan Atmosfernya yang semakin menipis. Menembus pertahanan bumi, Aku tak bisa menghentikannya. Efek rumah kaca, global warning, pembakaran hutan tanpa disertai reboisasi dan lainnya semua itu gara-gara manusia. Mereka sering kali berulah tanpa memikirkan bagaimana Bumi di masa depan nantinya dan Bagaimana nasib mereka kelak kalau Bumi hancur. Mungkin, generasi manusia di masa depan kelak tidak akan menjumpai yang namanya hewan dan tumbuhan asli. Mereka akan mudah menciptakan tiruan tumbuhan dan hewan dengan teknologi canggih pada masa itu. Namun, daripada yang palsu lebih baik yang asli kan?” matahari sudah tak lagi mengeluarkan sinar teriknya, perlahan tertutup oleh segerombolan awan kelabu yang memenuhi langit.
“langit, bukan cuma bumi yang terkena dampaknya. Kau juga terkena. asap-asap kendaraan, pembakaran, cerobong industri berkumpul mengunjungimu. udara, tanah, air semua tercemar. Aku tahu, manusia itu juga kena imbas atas perbuatan mereka. Tetapi, Aku heran dengan makhluk egois itu, kenapa mereka tetap mengulangi perbuatan keji mereka padahal tahu akibat yang akan mereka dapat nantinya?” tanya matahari dan tentunya tak mendapat balasan dari langit yang sedari tadi mendengarkan dengan cermat. Segerombolan awan kelabu gelap menghalangi matahari “Sudah waktunya, Aku pamit langit. Terimakasih karena telah bersedia mendengarkan cercaanku tentang manusia. Sampai jumpa lagi, langit!” matahari menghilang dengan senyum khasnya tertutup oleh segerombolan awan yang menyelimuti bumi. langit termenung, ia berusaha tetap membendung kristal bening yang ada di segerombolan awan kelabu gelap itu. Namun, setelah mengingat curhatan matahari tentang manusia, langit tak bisa lagi menahan butiran air itu turun. Seketika, bumi menjadi basah. Rintik air hujan turun secara serentak menimpa atap-atap rumah penghuni bumi. daun-daun tersiram, terkena air hujan yang meluncur turun. langit menangis, ia mengeluarkan air matanya atau yang biasa manusia sebut sebagai hujan. Ia menangis sambil meraung, suara gemuruh terdengar sampai di telinga penghuni bumi. Kilatan-kilatan putih itu terlukis di permukaan langit. Perasaannya campur aduk, antara sedih dan marah tercampur menjadi satu. “matahari, Aku juga merasakan hal yang sama sepertimu. Bedanya, Kau mengeluarkan sinar terik sebagai bentuk ketidakterimaan. Sedangkan, Aku menurunkan hujan disertai petir dengan izin Sang Penguasa untuk para makhluk egois itu. Hujan bisa menyebabkan banjir, sinar terik bisa membuat kemarau. Tanpa kita sadari, kita telah membuat kekacauan untuk makhluk egois itu. Namun tanpa air, manusia, hewan dan tumbuhan akan kesulitan. Begitupun dengan sinarmu, tanpa sinarmu tumbuhan tidak akan bisa melakukan
fotosintesis. Kalau tumbuhan layu atau mati, hewan dan manusia tidak akan menerima oksigen. Setiap hal pasti ada dampak dan manfaatnya masing-masing. Tanpa hujan manusia akan kesulitan dan tanpa sinarmu manusia tidak akan bisa meghirup oksigen. Tapi, makhluk egois itu seringkali menyalahkan hujan juga sinar terik atas banjir dan kemarau yang menimpa mereka. Mereka tak berpikir bahwa setiap hal pasti memiliki plus dan minusnya masing-masing,” langit berkata panjang lebar membalas curhatan matahari tadi, tak peduli sekalipun matahari telah menghilang. langit tetap menangis sambil berujar “Aku bosan dengan cuaca yang terjadi di bumi. Saat siang sangat terik, sedangkan saat sore malah turun hujan. Sampai kapan bumi mengalami cuaca ekstrem seperti ini, matahari?” langit pasti bisa menebak cuaca yang terjadi di bumi, sangat mudah baginya untuk menebak itu semua. Pancaran sinar terik yang di keluarkan matahari membuat air laut mengalami penguapan melebihi batas bahkan tumbuhan juga. Siklus terjadinya hujan seakan tak pernah absen di bumi. Evaporasi, kondensasi, transpirasi, juga presipitasi setiap harinya selalu hadir. Setelah puas meluapkan emosinya, langit memanggil matahari menyuruhnya untuk segera menampakkan diri karena sebentar lagi matahari akan tukar posisi dengan bulan. Sang Baskara itu akan tenggelam dari ufuk barat sambil membawa sinar teriknya dan memberi para penghuni bumi pemandangan sore yang indah. langit sekarang berwarna jingga bercampur merah pertanda bahwa senja telah tiba. “Hi, langit! Kita berjumpa lagi walau hanya tersisa beberapa waktu,” sapa matahari. Meskipun tadi matahari menghilang, matahari tetap bisa mendengarkan suara langit. langit tersenyum ke arah matahari. “Aku baik-baik saja, terimakasih karena telah menjadi teman yang selalu ada untukku.” Dia yang matahari dan langit tunggu akhirnya bersuara, bumi sang planet tempat makhluk hidup tinggal.
matahari malas mendengarkan jawaban dari bumi yang selalu mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja padahal nyatanya kondisinya tidak baik-baik. “Berhenti bilang bahwa Kau baik-baik saja bumi! Kami tahu Kau tidak dalam kondisi baik, jadi tak ada gunanya membohongi Kami. “Aku tahu Kalian marah atas perbuatan yang telah dilakukan manusia. Tapi, Aku senang bisa menjadi planet yang dapat dihuni. Teman-teman planetku tidak ada yang bisa dihuni, mungkin kecuali mars. Jangan khawatir kan Aku. Aku bahagia bisa bermanfaat bagi makhluk lain.” bumi tersenyum tulus. langit tak paham dengan maksud kata ‘Bahagia’ yang dituturkan bumi “Apa maksud kata Bahagia yang Kau tuturkan itu Bumi?” Ia bertanya. bumi tetap tersenyum “Bahagia itu sederhana, kalimat itu sering terucap oleh para manusia. Memang benar bahwa Bahagia itu sederhana. Kita bisa menemukan bahagia dengan cara sendiri tak perlu meniru yang lain. Seperti rembulan yang bisa bahagia meski di tengah gelap, akar yang tetap bahagia walau tersembunyi dalam tanah, dan karang laut yang tetap bahagia meski dihantam ombak berkali-kali. Sedangkan Aku tetap bahagia meski dirusak terus menerus. Sedangkan kalian, Aku tahu sebenarnya kalian juga bahagia. matahari, Kau tetap bahagia meski harus terbit dikala makhluk hidup masih dialam mimpi. Semua perkataan yang kau ucapkan tadi hanyalah bentuk kekesalanmu pada manusia. langit, Kau bahagia walau hanya bisa melihat dari atas.” “Sejujurnya Aku juga kesal dengan tingkah manusia. Aku marah sampai seringkali tanpa sadar melampiaskan kemarahnanku. Gempa, longsor, dan bencana lain itu semua terjadi karena ulahku yang diizinkan oleh Sang Penguasa. Tapi, Aku sadar bahwa manusia ada beragam-ragam sifatnya. Tidak semua manusia melakukan perbuatan merusak, ada yang malah berusaha memperbaiki alam seperti sebelumnya walau terasa sangat begitu sulit. Maafkanlah para manusia-manusia egois dan jahat itu. Ikhlaskanlah karena tak ada gunanya kita untuk menyimpan dendam. Biarkan Sang Penguasa yang memberi mereka pelajaran berharga,” sambungnya seperti biasa diakhiri dengan senyuman tulus.
matahari juga langit sama-sama termenung, memikirkan semua perkataan bumi. Mereka akui bahwa semua yang diucapkan bumi benar. Mereka tenggelam dalam lamunan saking tenggelamnya mereka tak sadar bahwa hari semakin sore. “Benar apa yang Kau katakan bumi. Aku melupakan hal itu. Terimakasih karena telah mengingatkan hal penting itu kembali. Aku salut denganmu bumi, walau sudah dirusak berkali-kali Kau tetap bisa tersenyum dan memberikan manfaat bagi makhluk yang sudah merusakmu. Aku juga kagum denganmu langit, Kau tetap tegar meski Kau tak sadar. Sampai jumpa kembali, Kawan!” matahari telah terbenam. Onggokan-onggokan jingga di langit barat membawa malam.
MENDAKI GUNUNG DEMPO (Ferditridiansyah) Pada hari sabtu aku dan kedua temen ku yang bernama Thoma,dan Aldi untuk menuju gunung Dempo sambil menunggu mobil. Berapa lama nunggu akhirnya mobil pun sampai kami pun berangkat.. Setelah sampai ternyata banyak sekali sampah-sampah yang berserakan yang sehabis melakukan upacara bendera kemerdekaan Indonesia.Kami pun membersihkan sampah-sampah tersebut. Setelah itu kami berjalan menuju pos 1. Di pos 1kami duduk dan sambil cerita tentang banyak sekali sampah.”heyyy lu liat nggak banyak sekali sampah” Ucap si Thomas.”iyaa.. banyak banget sampah yang berserakan..Dasar orang-orang bisanya buang sampah sembarangan saja”Ucap si Aldi. Aku pun menjawab”Yokk.. lanjut pos 1 jangan banyak bicara ntar kelama’an di pos 1”. Kami pun lanjut ke pos 1. Pas sampe di pos 1 ramai orang-orang membersihkan kami pun ikut membantu untuk membersihkan sampah. Setelah selesai kami pun duduk karna sudah lelah karna membantu orang-orang membersihkan sampah.”Wahh…banyak bangett sampah di pos 1 kira-kira dipos selanjutnya banyak gak yah sampah”Ucap si Thomas sambil mengelap muka yang penuh keringat.”Iniii kita bukan naik gunung untuk lihat sunset… tapii lihat sampah hehehe…”Ucap si Aldi sambil tertawa.”Yok… lanjut ke pos 3”Jawab ku. Kami pun pergi menuju pos 3 Di pos 3 kami liat banyak sampah yang berbahan plastik tapi sudah dibersihkan menjadi satu oleh warga kamipun lanjut ke pos 4. Setelah sampai kami liat sampah di pos 4 sangat sedikit yang bisa di ambil karna sudah bersih setelah liat sekitar kamipun lanjut ke pos 5 karna dipos 4 sedikit sampah yang bisa meneruskan perjalanan. Saat sampai di pos 5 ternyata sampah disana sangat banyak sehingga membuat kami kesal.” Arghhhhh banyak sekali sampah yang berserakan kalo kek gini terus kapan bisa liat pemandangan yang sangat bagus ” Ucap si Thomas.” Iya nihh banyak sekali sampah yang ber serakan jadi kesal aja dehh” Jawab si Aldi sambil marah. Aku pun bergegas turun ke bawah untuk
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110