PEMBUKAAN Bertualang Sejuta Kisah adalah sebuah buku elektronik yang berisikan hasil karya-karya biografi dari kami keluarga murid X IPA 3. Arti dari Bertualang Sejuta Kisah sendiri, memiliki makna eksperimen menjelajahi berbagai cerita dan sudut pandang dari banyaknya tokoh yang kami tampilkan dalam setiap halaman di buku elektronik ini. Dalam buku elektronik ini, terdapat kumpulan hasil tugas biografi seluruh murid X IPA 3 dari absen 1 - 29 dengan narasumbernya masing-masing. Latar belakang dari para narasumber kami pun berbeda-beda, ada yang mengenai teman sebaya, teman di luar sekolah, keluarga, saudara, dan masih banyak lagi. Tentu kami semua bersyukur, dengan adanya tugas ini kami sekelas bisa mendapat pengetahuan dan pengalaman baru, serta belajar bersinergi sebagai keluarga satu kelas. Buku elektronik ini, kami semua, seluruh keluarga X IPA 3 persembahkan kepada Ibu Ely selaku guru pelajaran bahasa Indonesia serta para pembaca sekalian dari buku elektronik ini. Kami harap, dengan semua hasil kerja keras kami satu kelas, hasil dari tugas buku elektronik ini dapat memuaskan dan sesuai harapan kita semua. Sekian dari kami, mohon maaf jika ada kesalahan. Kami ucapkan selamat menikmati dan terima kasih.
DAFTAR ISI PEMBUKAAN ii Munandar Arif - Agatha Leticia 4 Biografi Nadine Manuella Louise Saragih - Alexandra Novita Dewi Kusumaningrum 6 Yohanes Samuel Wojtyla - Aloysius Gonzaga Sefano Albert Adyatma 9 BIOGRAFI IRENE LARISSA NATHANIEL TELAUMBANUA - Beata Princessa Bilyado 10 Gabriel Maynarzio Sondakh - Brian Alexander Leonard Sabran 11 Ajeng si Anak Gaul - Brigitta Natania Abeta 12 Anandra Prakoso Putranto - Chava Kacaya Chantiqua 15 FRANSISCUS XAVERIUS SARJUNO - Daniel Tadeo Evantiyasa 18 Bu Wati, Tante dengan Karier Berkesinambungan - Davin Kresna Endhiko 23 BIOGRAFI CHAROLINA SEPTIAYUKA - Dominica Joya Natalia 25 Edenia Ayu Kinanty - Edrico Dimas Kevanno 26 Ronny Boudewijn Pelafoe - Eugenia Rachel Verlina Pelafoe 28 Brian Alexander Leonard Sabran - Gabriel Maynarzio Sondakh 31 HYANGAYU DEDARI DHUMARANANG - Hyangi Kamulan Dhumaranang 32 Beata Princessa dan Kehidupannya yang Menginspirasi - Irene Larissa Nathaniel Telaumbanua34 Alaira Pemimpin yang Cerdas - Johanes Paulus Giovanni Wishnuputra 36 Charla Kania Putrisantosa - Jonathan Shevchenko Ebenhaezar Penpada 39 Noventino Vinno Deca - Karel Amadeus Effendi 41 Garna Sobhara Swara - Kennisha Aiko Garnaswara 45 I Kadek Yan Adi - Leonardo Amessi Raja Panonggor Lubis 47 Agatha Leticia - Maria Kinara Widyajovita 49 Karel berhasil menempuh jalan yang sesuai dengan cita-citanya - Mariska Abigail Keintjem 50 I Made Budhi Purnama Artha - Ni Luh Made Pramagita Purnamadewi 52 Anna Maria Keisha Vallerie Ketting Olivier - Putri Aurelia Romauli Pasaribu 55 Biografi Roderikus Orvin Nevanto - Raphael Harris Abhipraya 56 Raphael Harris Abhipraya - Roderikus Orvin Nevanto 57 Radit dan Puluhan Pengalaman - Tobias Manuel Marisi Situmeang 58 Christian Fabio Kurnia - Yohanes Samuel Wojtyla 62
Tobias Manuel Marisi Situmeang - Yustinus Raditya Ariwirasta 64 Kesan Pesan Menulis Biografi 67 Daftar Pengurus Koordinator : Raditya/29 Cover dan Background : Beata/04 dan Mariska/22 Pengumpulan : Putri/24 dan Aiko/19 Daftar Isi : Alexa/02 Kesan dan Pesan : Leon/20, Johan/16, Joya/10, dan Letty/01 Nikmati sore diatas genteng Makannya roti minumnya kelapa Eh kamu yang cantik dan ganteng Semoga suka dan selamat membaca
Munandar Arif Munandar Arif, atau kerap disapa juga dengan panggilan Pak Arif/Bapak Arif ialah sosok seorang ayah dari dua anak perempuan. Saat ini, Bapak Arif tinggal bersama istri, ibu mertua, dan anak bungsunya di kota Jakarta Selatan, tepatnya daerah Jln. Haji Jian No. 45, Kelurahan Cipete Utara, Kecamatan Kebayoran Baru. Anak sulungnya tidak tinggal bersama beliau karena sedang berkuliah di Bandung. Seorang ayah berumur 49 tahun ini lahir di Lampung pada tanggal 21 Juni 1972 dan beliau lahir dari keluarga beretnis Hakka/Khek, yaitu etnis yang berasal dari Tionghoa. Karena memiliki keturunan dari etnis di Tionghoa, Bapak Arif juga memiliki nama panggilan bernama Kian Nie. Sebelum menikah, keluarga inti Bapak Arif terdiri dari ayahnya yang bernama Arif Soegiarto, ibunya yang bernama Monica Arif, serta kelima saudaranya. Bapak Arif adalah anak ketiga dari keluarga inti tersebut. Jenjang pendidikan yang ditempuh oleh Bapak Arif terdiri dari jenjang TK di TK Kristen Penabur, SD di SD Kristen Penabur, SMP di SMP Negeri 01 Kebumen, SMA di SMA Negeri 01 Yogyakarta, hingga kuliah di Institut Teknologi Bandung. Bapak Arif adalah pribadi yang rajin, tangguh, cerdas, mandiri, kompeten, serta memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Namun, beliau juga mempunyai sense of humor seperti bapak-bapak pada umumnya yang kadang terdengar receh/garing tetapi tetap menggelitik. Saat masih kecil, Bapak Arif besar di Kebumen, Jawa Tengah. Jika ingin makan, beliau akan membeli makanan sendiri di warung sambil naik sepeda. Belajar juga sendiri bersama teman-teman, tidak dibantu diajarkan oleh orang yang lebih tua. Setelah memasuki jenjang SMA pun, Bapak Arif memilih untuk melanjutkan pendidikan menengah atasnya di Yogyakarta sambil tinggal di indekos. Gaya hidupnya semasa muda inilah yang menumbuhkan sifat rajin dan mandirinya.
Selain memiliki sifat rajin dan mandiri, kecerdasan Bapak Arif dibuktikan dengan dirinya yang selalu mendapat nilai-nilai memuaskan saat masih bersekolah. Namun, Bapak Arif juga memiliki masa di mana nilai-nilainya mengalami penurunan drastis saat kelas 10. Penurunan nilai tersebut disebabkan karena teman-teman sepergaulannya yang tidak memberi pengaruh baik khususnya dalam belajar. Selain itu, penurunan nilai dialami oleh Bapak Arif kala itu karena cara belajarnya yang masih kurang tepat, yaitu tidak punya jadwal belajar yang tertib dan disiplin, belajar hanya saat sehari sebelum ulangan. Hal ini akhirnya menyebabkan beliau mendapat peringkat 19 dari 45 siswa. Peristiwa turunnya nilai-nilai yang telah dialami saat kelas 10 menyadarkan Bapak Arif untuk mengubah gaya belajarnya di kelas 11. Beliau mulai belajar setiap hari dengan jadwal belajar yang terstruktur, mengulang materi yang telah diajarkan, serta mempelajari materi yang akan diajarkan keesokan harinya. Alhasil, Bapak Arif mampu meningkatkan nilai-nilainya dan setelah lulus SMA, beliau diterima di salah satu institut ternama Indonesia. 4 tahun sesudah mengenyam pendidikan di jenjang kuliah, Bapak Arif lulus dengan penghargaan cumlaude. Tibalah saatnya Bapak Arif terjun ke dunia kerja dan kemudian menikah. Sehabis menikah, Bapak Arif memiliki anak pertamanya di tahun 2000 lalu memiliki anak keduanya di tahun 2006. Bapak Arif sungguh mendalami perannya sebagai tulang punggung keluarga. Dalam bekerja, beliau mengerjakan apa yang menjadi tugas/pekerjaannya dengan maksimal dan sepenuh hati, bahkan saat ditugaskan untuk melakukan pekerjaan di bidang yang tidak diminati. Berkat ketekunan dan kepenuhan hatinya dalam bekerja, Bapak Arif mampu menghidupi keluarganya selama bertahun-tahun dan membiayai kedua anak perempuannya sarana pendidikan yang layak dan memadai, dari jenjang TK hingga kuliah. Penulis : Agatha Leticia 01
Biografi Nadine Manuella Louise Saragih Nadine Manuella Louise Saragih, 15 tahun yang lalu ia dilahirkan. Ia memiliki nama kecil Nadine alias Nay alias Ella. Ia lahir di Jakarta, 2 Oktober 2006. Ayahnya, Yanwarinson Parulian yang bekerja sebagai Pengacara. Dan ibunya, Anita Manuella dengan profesi sebagai Notaris dan PPAT. Ia merupakan seorang anak tunggal di keluarganya. Semasa TK, Ia bersekolah di TK Strada Indriyasana. Pada awal mulanya, saat umur hampir 3 tahun ingin bersekolah. Karena di rumahnya ia suka membawa atau menggendong tas ransel bergambar dora dengan isi minuman dan kue kering. Dan akhirnya keinginannya terkabul, Ia sangat senang sekali saat bersekolah disana. Karena di sekolah tersebut ada playground yang ada banyak sekali permainannya dan guru-gurunya sangat baik, sabar dan penuh perhatian. Di TK Ia diajarkan untuk bernyanyi, berkreasi, dll. Sudah saatnya ia lanjut ke Sekolah Dasar. Semasa Sekolah Dasar, ia bersekolah di SD Strada Wiyatasana pada Tahun 2012. Semenjak di Sekolah Dasar, ia menjadi lebih serius untuk belajar. Waktu ia kelas 5, ia pernah mengikuti lomba menulis puisi tingkat kecamatan. Ia senang sekali karena meraih juara 2 sehingga ia mendapatkan piala dan uang. Setelah ia lulus dari Sekolah Dasar, ia melanjutkan pendidikannya di SMP Strada Marga Mulia. Di masa Sekolah Menengah Pertama adalah masa-masa dimana mulai pembentukan jati diri. Disinilah ia semakin lebih serius dan fokus untuk belajar. Sewaktu SMP di mengikuti organisasi MPK (Majelis Perwakilan Kelas) dan Paduan Suara. Saat kelas 7 awal, ia mendaftar OSIS tapi tidak diterima. Tapi setelah itu ia dipanggil oleh ketua MPK pada saat itu untuk menawari ia untuk masuk MPK. Lalu ia dikasih tahu keuntungannya. Keesokan harinya ia setuju dan ikut proses wawancara dan akhirnya ia pun diterima. Ia merasa senang akhirnya diterima organisasi dan ia menjadi sekretaris 2 MPK. Di MPK ia merencanakan magma cup dan classmeeting. Ia juga menjadi salah satu kepanitiaan di bidang fotografi saat terdapat suatu event di SMP ia bersekolah, event tersebut adalah magma cup. Tapi di kelas 8 semester 2 akhir, ia berhenti karena nilai akademiknya menurun, dan pelajaran dan tugas lalai. Ia juga mengikuti ekskul Fotografi. Ia lumayan berprestasi di kelasnya. Ia sangat suka dunia Fotografi dan ia lumayan sering ikut lomba fotografi dan Paduan Suara. Karena ia dari kecil suka menyanyi dan saat ia masih Sekolah Dasar ia ingin sekali ikut Paduan Suara tapi tidak diperbolehkan sama ibunya karena kondisi kesehatan ia yang masih kurang stabil. Dan akhirnya ia mengikuti Paduan Suara di Sekolah Menengah Pertama. Pada waktu itu, ia diajakin oleh salah satu guru pembimbing untuk ikut Paduan Suara. Karena ia saat kecil suka menyanyi, ia mengikuti les vokal dan piano di umur 4 tahun. Ia menyukai dunia fotografi karena Setelah ia lulus dari SMP Strada Marga Mulia. Ia melanjutkan pendidikannya di SMA Kolese Gonzaga. Di masa SMA adalah masa masa dimana sudah dewasa di dalam berpikir dan bertindak dan disinilah ia mulai memikirkan masa depan nantinya dan bagaimana nanti setelah lulus SMA akan kuliah dimana dan memikirkan akan pekerjaan dan kehidupan selanjutnya yang akan ia jalankan untuk kedepannya.
Saat masih kecil, ia ingin sekali bisa main piano dengan lancar Tetapi, ia malas latihan piano. Sehingga ia iri dengan temannya yang sudah lancar piano. Akhirnya ia sadar saat kelas 9 SMP, klo mau lancar dan bisa main piano harus banyak latihan. Saat ia duduk di bangku kelas 9, ia ikut lomba musik saat classmeet dan tak terduga ia menang lomba tersebut. Semenjak itu ia mulai fokus latihan piano lagi. Dan ia sadar banyak waktu yang ia buang untuk bermalas-malasan. Ada peningkatan tapi tidak secara signifikan. Tapi, tidak apa-apa karena ia senang ia sekarang sudah sadar. Sekarang ia ingin mengimprovisasi dan lebih banyak latihan main piano. Ia memiliki masa up and down, yang biasanya suka muncul rasa malas dan terpuruk. Tapi iia termotivasi karena banyak teman dekat dan orang tuanya memberi motivasi dan kasih semangat ke ia dan diingatkan oleh ibunya untuk berdoa dan mengandalkan kuat kuasa roh kudus. Cara ia mengatur waktu belajar adalah setelah pulang sekolah kalau ada tugas yang mudah, ia langsung mengerjakan tugas itu. Kalau tugasnya mudah tapi ruwet, ia mengerjakan tugasnya malam. Kadang malam untuk mempersiapkan pelajaran untuk besoknya. Tapi terkadang ia melakukannya sesuai suasana hatinya. Peristiwa yang mengubah hidupnya adalah karena sudah mulai mengerti dan sadar akan kasih karunia Tuhan dalam hidup dan akan tujuan hidup dan kenapa ia lahir ke dunia. Ia pernah jualan dari kelas 1 hingga kelas 8. Saat kelas 1, ia jualan stiker di sekolah. Saat itu ia masih belum begitu mengerti tentang uang. Jadi, ketika temannya beli stiker yang dijual seharga Rp. 5.000. Temannya itu memberinya uang sebanyak Rp 10.000 dan ia tidak memberi kembalian ke temannya itu. Karena temannya itu langsung pergi, setelah banyak temannya beli dan ketika bayar langsung pergi. Orang tua temannya heran, kenapa uang 10.000 tidak dipakai untuk membeli bekal di kantin, tapi malah dipakai untuk membeli sticker. Lalu temannya mengatakan ia beli stiker dari Nadine. Lalu Orang tua temannya bertanya ke ibunya Nadine. Ibunya Nadine juga bingung. Akhirnya Nadine menceritakan temannya pergi setelah ia mencari temannya, ia kira uang yang dikasih temannya itu uang pas ternyata lebih. Setelah kejadian itu, Ibunya mengajari ia cara menghitung uang dan cara kelola uang dengan benar. Dulu, ia setelah dapat uang ia langsung beli barang yang ia suka. Saat kelas 2, ia masih jualan stiker dan jualan mainan. Ia cari ke tempat mainan untuk beli yang lusinan. Ia ditemani oleh ayahnya keliling dan akhirnya ketemu mainan yang dicari. Ia dikasih modal sama ayahnya sebesar 300.000 . Keuntungan yang didapatkan selama 2 tahun sebesar 700.000. Saat kelas 3, ia sedang istirahat makan nasi goreng pakai sosis. Lalu ada temannya cicipi. Kata temannya ia suka dan enak. Lalu temannya memanggil yang lain untuk cobain. Ternyata mereka suka. Lalu ia tiba-tiba kepikiran, kenapa ia tidak menjual nasi goreng. Lalu ia meminta ibunya untuk masak nasi goreng dan dikemas di tempat yang bagus dan higienis. Akhirnya ia jual nasi goreng dengan sosis dan timun dengan harga 13.000. Lalu jualannya laku, ia menawarkan jualannya ke luar kelas. Eh ternyata banyak yang beli, termasuk kakak kelas juga membeli jualannya. Waktu itu ia dibantu temannya untuk promosi jualannya itu. Kata ibunya, kenapa temannya tidak dijadikan reseller. Saat itu ia belum tau apa itu reseller. Orang tuanya menjelaskan apa itu reseller. Dan akhirnya ia jadikan temannya sebagai reseller. Setelah itu ia fokus ke bisnis bareng temannya. Tiba-tiba nilainya turun, sehingga ia dimarahi ibunya karena tidak bisa membagi waktu. Saat kelas 4, ia memutuskan untuk berhenti bisnis dan fokus belajar. Lalu ia diajarkan cara membagi waktu oleh ibunya. Akhirnya ia mulai bisa membagi waktu. Saat kelas 5, ia lanjut bisnis lagi. Slimenya ada yang ia beli dari tempat lain dan ada yang ia bikin sendiri. Waktu itu ia jualan slime dan ternyata sangat laku. Awalnya, tidak ada yang beli karena harganya terlalu mahal dan ia kurang di bagian pemasaran. Akhirnya ia pasarin dan promosinya lebih banyak. Ia hitung lagi untuk harga yang
pas untuk dijual tapi ia juga harus untung. Dan setelah itu banyak yang beli. Ia promosinya lewat instagram. Saat kelas 6, ia tidak diperbolehkan untuk jualan karena harus mempersiapkan Ujian Nasional (UN) dan Ujian Sekolah (US) kala itu. Hasil nilai UN nya lumayan buruk, hanya nilai IPA yang bagus. Tetapi nilai US nya bagus. Ia sedih karena ia sudah belajar giat untuk mempersiapkan UN. Waktu itu temannya menyemangati ia. Lalu ia dijemput oleh Ayahnya, bukannya memperbaiki suasana melainkan memperburuk suasana. Ia juga sedih ia sudah berhenti jualan dan berhenti les piano karena untuk mempersiapkan UN dan US. Sesampainya di rumah, ia tidak mau makan dan mengunci diri. Pamannya menyemangati ia, akhirnya suasananya mulai membaik. Pamannya menyemangati ia dengan cara membandingkan nilai UN pamannya dengan nilai UN Nadine. Karena nilai UN pamannya jelek. Ibunya pelan-pelan menyemangati dan merayu Nadine. Untuk memperbaiki suasana, ibunya mengajak ia makan di restoran kesukaannya. Saat kelas 7, ia menjadi reseller minuman jelly dan jualan hoodie bareng temannya. Minuman jelly nya lebih laku daripada hoodie. Karena kurang promosi, lalu ia promosi ke semua orang dan ia juga mencari yang mau jadi reseller. Akhirnya ada teman gerejanya yang mau jadi reseller dan hoodienya laku. Ia jualan sampai kelas 8 dan ia berhenti jualan saat kelas 9 karena mempersiapkan Ujian Sekolah karena kala itu Ujian Nasional sudah dihapus. Ia mendapatkan keuntungan sebesar 6 juta rupiah. Penulis : Alexandra Novita Dewi Kusumaningrum 02
Yohanes Samuel Wojtyla Seorang seminaris Wacana Bhakti sekaligus murid SMA Kolese Gonzaga kelas X IPA 3. Dia anak pertama dari dua bersaudara yang lahir di kota Salatiga pada tanggal 3 April 2005, yang suka membaca buku pada waktu luangnya. Di kota kelahirannya tersebut, Sam menyukai pemandangan Alun-Alun Salatiga dan selasar Kartini dan makanan favoritnya adalah gado gado yang banyak ditemukan di kota itu. Sam adalah orang yang tidak menyukai sanjungan/ pujian berlebihan terutama yang tidak sesuai dengan realita. Sewaktu SD Sam memiliki keinginan untuk menjadi Romo, karena melihat dampak positif dari Peran Romo bagi lingkungan gereja. Salah satunya yaitu toleransi Romo Salatiga dengan lingkungan gereja yang baik dan mudah mengayomi. Pada saat dia mengutarakan keinginannya itu, orang tuanya sempat mengira bahwa Sam hanya bercanda. Mereka mengajaknya berdoa ke Goa Maria, sampai pada waktu Sam memiliki adik, orang tua nya mulai mendukung Sam masuk seminari untuk mencapai keinginannya menjadi Romo. Walaupun Sam adalah Seminaris, untuk pendidikan umumnya bergabung dengan siswa awam di SMA Kolese Gonzaga. Pandangan Sam mengenai fasilitas SMA Gonzaga sejauh ini yaitu nyaman karena fasilitas nya yang lengkap dan materi yang diberikan oleh Bapak dan Ibu Guru mudah dipahami. Sam menyukai pelajaran Bahasa Inggris karena merupakan Bahasa Internasional sekaligus berguna bagi aktivitasnya sehari - hari di bidang komputer. Selain itu, mampu berkomunikasi dengan Bahasa Inggris membantunya memperluas pertemanan di media sosial antar negara. Sam juga menyukai pelajaran matematika karena merasa tertantang pada soal - soal yang berat dan sudah menyukai nya sejak SD karena ajaran dari guru yang menarik. Sam pernah terinfeksi virus Covid-19 saat pandemi dan harus menjalankan isolasi mandiri. Selama isoman itu Sam merasa kurang nyaman dengan rutinitas baru dan menjadi kurang bersemangat karena tidak dapat bertemu dengan teman-teman sekolah. Selain rindu untuk bertemu dengan teman - temannya, Sam juga rindu untuk bisa segera beraktivitas normal di Seminari Wacana Bhakti dan berpartisipasi dalam berbagai macam kegiatan di sekolah. Di seminari Wacana Bhakti Sam juga memiliki pengalaman indah yaitu bisa merayakan Paskah dan Natal dengan seminaris lainnya untuk memperkuat tali pertemanannya. Dalam perjalanan nya untuk menjadi Romo, Sam memotivasi dirinya dengan keinginan nya untuk menjadi imam yang mampu melayani sesama sebaik mungkin. Sam memang orang yang ramah, tidak sombong sehingga mau bergaul dengan siapapun tanpa memandang fisik, status sosial maupun prestasi. Tetap semangat Sam!! Raih cita - cita muliamu. Penulis: Aloysius Gonzaga Sefano 03
BIOGRAFI IRENE LARISSA NATHANIEL TELAUMBANUA Irene Larissa Nathaniel Telaumbanua atau kerap dipanggil Irene, perempuan yang dikenal oleh semua orang akan prestasinya dan keaktifannya dalam berorganisasi. Memiliki julukan “kesayangan guru” sudah sangatlah biasa bagi Irene. Saat ini, Ia menjabat menjadi wakorbid ticketing untuk closing Gonzaga Lustrum Festival. Saat ini juga, ia sedang bekerja keras mempersiapkan olimpiade KSN Fisika yang akan ia lakukan tidak lama lagi. Perempuan kelahiran 20 Januari 2006 asal Bandung yang saat ini berumur 16 tahun ini memiliki hobi mendengarkan musik dan bermain media sosial. Walaupun hobi yang ia miliki ini terkesan berbanding terbalik dengan prestasi yang ia peroleh, Irene memiliki keahlian dalam membagi waktunya dengan baik sehingga waktu belajar dan waktu untuk melakukan hal lainnya terbagi dengan seimbang. Prestasi menggunung yang telah Irene peroleh tidak luput dari didikan kedua orang tuanya juga dukungan dari seluruh keluarganya. Irene adalah anak dari ayah yang bernama Emmanuel Telaumbanua dan seorang ibu yang bernama Natalia Pudjiastuti. Ia memiliki adik laki-laki yang bernama Darren Nathaniel Telaumbanua. Pendidikannya diawali dengan memasuki TK Sekolah Kristen Ketapang III, ia melanjutkan pendidikan SD nya tetap di sekolah yang sama. Setelah lulus SD, ia melanjutkan pendidikannya ke SMPK Penabur Kota Wisata. Dan saat memasuki jenjang SMA, ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di SMA Kolese Gonzaga. Berbagai penghargaan telah diraih olehnya. Irene memiliki beragam piala dan piagam yang terpajang rapih dirumahnya. Piala dan piagam yang telah ia raih mencapai 20 lebih. Beberapa dari bentuk penghargaan tersebut memuat juara lomba paduan suara, fashion show, design, dan piagam akademik. Saat masih kecil, Irene mahir dalam menari dan mengikuti sanggar tari Bali hingga ia mendapatkan berbagai sertifikat tari bali dari dinas kebudayaan. Ia juga tertarik dalam olahraga renang dan berhasil mendapatkan sertifikat ujian renang. Irene memiliki keunggulan di bagian akademik. Saat di jenjang SD dari kelas 2-6, Irene selalu menjadi juara umum satu angkatan antara juara 1-3. Saat kelulusan pun Irene menjadi siswa dengan nem tertinggi di satu angkatan dan nilai UN MTK 100. Lalu, saat SMP Ia juga menjadi juara dalam lomba biologi dan saat kelulusan Irene menjadi juara 1 kelas, serta juara umum satu angkatan. Dan di masa SMA ini Irene menjadi peraih peringkat satu di kelas dan juara paralel satu angkatan.
Prestasi yang dapat Irene raih ini tak luput dari didikan orang tua saya dan sifat ambisius. Irene mengakui bahwa ia bukanlah orang yang gemar dan rajin belajar. Ia termasuk orang yang santai, fokusnya saat di kelas pun sangat gampang untuk terdistraksi, banyak main, dan tidak memperbanyak porsi belajarnya. Ia merasa bahwa ia merupakan orang yang cepat belajar dan sudah menemukan gaya belajar yang cocok bagi dirinya. Sehingga hal-hal tersebut mempermudahkan Irene dalam mencapai nilai yang baik meskipun dengan sistem kebut semalam. Semua itu juga merupakan kuasa dan anugerah dari Tuhan. Selain akademik, ia juga aktif mengikuti organisasi. Saat SMP, ia menjadi BPH OSIS bidang bendahara dan merancang berbagai kegiatan, serta mengatur anggaran kegiatan. Saat SMA, Irene menjadi panitia Gonzfest bidang Gonzcart, lalu ia juga mengikuti LKI sehingga ia tergabung dalam panitia Gonz Xi Fa Cai bagian Wakorbid dana. Irene juga termasuk kedalam komunitas Campus Ministry. Selain itu, Irene menjadi panitia Gonzfest 2020 bagian Wakorbid ticketing untuk closing Gonzaga Lustrum Festival. Irene sangatlah aktif dalam kegiatan-kegiatan kecil seperti Gonzteach dan penanggung jawab Gonzgive XIPA3. Tak lupa, Irene juga dipercaya oleh Gonzaga untuk menjadi perwakilan dalam KSN Fisika. Irene merasa bahwa pencapaiannya ini juga tak luput dari dukungan orang tua dan teman-temannya. Tak jarang, Irene terinspirasi oleh teman-temannya untuk terus berjuang dan sukses. Irene merasa bahwa tidak ada motivasi dari luar sama sekali yang berperan sehingga ia dapat menjadi orang hebat sampai saat ini. Semua motivasinya murni berasal dari dirinya sendiri, hanyalah motivasi intrinsik yang berperan dalam kesuksesan akademik yang telah ia raih. Semua yang Irene lakukan saat ini adalah untuk masa depan dan orang tuanya. Namun, Irene memiliki orang yang ia kagumi. Ia kagum dengan Maudy Ayunda karena segudang prestasi yang ia miliki. Beliau merupakan artis, penyanyi, kuliah S1 dan S2 di universitas internasional yang terkenal, dan banyak hal lain lagi yang sangat menginspirasi darinyal. Irene terinspirasi untuk menjadi diri yang mandiri, berprestasi, dan menginspirasi banyak orang. Penulis : Beata Princessa Bilyado 04
Gabriel Maynarzio Sondakh Gabriel Maynarzio Sondakh sering dipanggil Maynard, lahir di Bekasi pada 10 Mei 2006 dan merupakan anak kedua di keluarganya. Sekarang dia berumur 15 tahun dan tinggal di Bekasi bersama orang tuanya. Beliau merupakan sebuah siswa di SMA Kolese Gonzaga di kelas X IPA 3. Dia merupakan teman saya di kelas dan juga salah satu teman yang saya buat pertama kali ketika pindah ke Gonzaga. Sejak dia kecil sampai sekarang, dia telah belajar banyak hal dari hidupnya. Hal-hal yang dipelajari selama dia tumbuh terus sampai dewasa itu banyak, seperti menjadi orang yang lebih baik, belajar cara menghargai orang di sekitarnya, selalu mengamalkan nilai-nilai yang baik, dan juga membuang hal-hal yang buruk dari masa lalu. Selama dia hidup, dia juga mengalami hal-hal yang dia banggakan, seperti selama SD selalu mendapatkan peringkat tinggi di kelasnya dan juga dia pernah mendapat peringkat satu di kelasnya waktu SD. Beliau juga merasa bangga karena dia telah bisa menjadi orang yang berguna bagi lingkungan sekitar dia maupun itu kepada temannya atau juga keluarganya. Walaupun dia pernah merasakan hal-hal yang bangga dan senang, juga sama seperti orang-orang disekitarnya dimana kita merasakan sesuatu yang buruk. Contohnya itu ada dimana kesulitan dia saat merubah kebiasaan belajar saat masa sekolah online di pandemi untuk kembali menjadi cara belajar yang biasa secara offline atau tatap muka. Dari wawancara ini, saya bisa melihat bahwa dia dari kecil sampai sekarang telah merasakan hal-hal yang senang maupun juga yang menyedihkan. Beliau bisa dilihat bahwa dia telah berkembang sebagai manusia dan juga mau berubah. Maynard itu bisa dilihat sebagai orang yang baik dan juga peduli terhadap lingkungannya dan juga orang-orang sekitar dia. Penulis : Brian Alexander Leonard Sabran 05
Ajeng si Anak Gaul Nilai yang pas-pasan dan kadang tidak ada motivasi belajar tidak menghambat Maria Ajeng Kusumahastuti yang akrab dipanggil Ajeng untuk berprestasi dan menjadi Ketua DPM. Ajeng merupakan mahasiswa berusia 20 tahun, di Universitas Pertamina jurusan Hubungan Internasional. Ajeng lahir pada 10 Agustus 2002 kira-kira pukul 23.56 di RSPP, Kec. Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Anak terakhir dari pasangan Fredericus Dwi Julianto dan Retnoharti. Memiliki seorang kakak laki-laki dan satu-satunya saudara kandung Ajeng yang biasa dipanggil Bayu. Ajeng kecil sangat menyukai apapun yang berhubungan dengan musik dan irama. Mulai dari suka menari, mendengarkan lagu, dan juga memainkan alat musik. Ketertarikan itu Ia bawa sampai masuk jenjang SD yaitu SD Pangudi Luhur. Di kelas 1-2 Ajeng mengikuti ekstrakulikuler tari tradisional. Naik kelas 3 Ajeng mencoba melakukan hal baru yaitu mengikuti ekstrakurikuler pemandu sorak (cheers). Awalnya hanya coba-coba saja, hingga mengikuti banyak kompetisi dan berhasil memenangkannya 3 kali. Tim cheers mereka diakui hingga pernah di casting untuk tampil buat biskuat dan oreo. Di kelas 4 Ajeng mencoba hal baru lagi dengan mengikuti ekskul padus atau paduan suara. Selama SMP, Ajeng mulai lebih fokus ke cheers, hingga masuk kejuaraan daerah, nasional, dan internasional. Semua itu berkat pengorbanan waktu, tenaga, dan latihan terus-menerus tiap pulang sekolah. Ia juga sempat mengikuti ujian piano sampai grade 3 ABRSM. Ajeng anak yang lebih fokus ke nilai non akademis daripada nilai akademiknya. Walau begitu, sampai kelas 9 nilainya tetap aman. Ajeng memutuskan untuk mendaftar jalur prestasi SMA Negeri tapi tidak diterima karena nem nya tidak mencukupi. Ia juga sempat ikut tes masuk Gonzaga tapi tidak keterima juga. Akhirnya dia memilih untuk ke Tarakanita, dan Puji Tuhan di terima. Sama seperti di SMP, di SMA, Ajeng tidak begitu fokus ke akademis tapi lebih ke sosialisasi, networking, dan mengikuti organisasi-organisasi yang tidak bisa diikuti saat SMP. Ajeng termasuk anak yang suka berorganisasi, orangnya mudah akrab dengan siapa saja atau extrovert. Namun, karena terlalu sibuk bersosialisasi, nilai Ajeng turun hingga hampir tidak naik di kelas 11. Ajeng sempat kehilangan motivasi belajar dan suka kabur-kaburan. Ia bilang sendiri bahwa “paling benci pas kelas 11.” Namun, Ia tidak bisa menyerah begitu saja, untuk mempersiapkan segala macam ujian dan try out Ajeng tobat di kelas 12 dan mulai belajar dengan lebih giat lagi. Pada masa sebelum kuliah, Ajeng mendaftar banyak sekali universitas. Pilihan pertama Ajeng adalah UI, kesejahteraan sosial lewat SBMPTN, namun sayangnya tidak diterima. Pilihan kedua adalah UNJ, pendidikan bisnis. Karena tidak yakin dengan hasilnya, Ajeng mendaftar ke
universitas swasta untuk cadangan. Setelah itu Ajeng diterima di banyak universitas dan mendapatkan beasiswa juga tapi karena satu dan lain hal beasiswa itu tidak diambil. Pilihan terakhir adalah Universitas Pertamina. Namun di gelombang pertama sempat ditolak karena daftar hanya dengan nilai. Di gelombang kedua mencoba mendaftar lagi dan diterima dengan rapor dan sertifikat di jurusan hubungan internasional. Pada semester pertama Ajeng berhasil mendapatkan IPK diatas 3,5 dan menetapkan IPK diatas 3,5 hingga semester 4. Pada semester 1 Ajeng mengikuti organisasi di luar kampus bernama CREEW OFFICIAL menjadi content creator dan mengikuti UKM dance. Pada semester 2 Ia ikut kepanitiaan menjadi mentor OSPEK, dan dipilih menjadi anggota DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa) hingga semester 3. Kemudian di semester 4 terpilih menjadi Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa. Memang menjadi Ketua DPM merupakan tanggung jawab yang besar, tapi Ajeng senang melakukannya, diambil positif nya saja. Cita-cita Ajeng adalah menjadi seorang konselor internasional. Kini Ia tengah sibuk berorganisasi, bersosialisasi, mengerjakan tugasnya sebagai mahasiswa dan Ketua DPM, serta tentu saja menikmati masa-masa kuliahnya. Untuk menjadi konselor internasional yang Ia dambakan. Penulis: Brigitta Natania Abeta 06
Anandra Prakoso Putranto “Alway respect others if you want them to respect you back. However, don't get yourself pushed over by people, always stand your ground, and still flow like water in a river that you create.” - Anandra Prakoso Putrato Anandra Prakoso Putrato, putra pertama dari Bapak Arsono Putranto dan A. Kasandra Putranto. Ia memiliki 2 adik yang bernama Anjasmara Pradigdo Putranto, dan Allequa Perucha Putranto. Anandra lahir pada 29 Agustus 1996. Masa kecil Anandra bisa di anggap seperti masa kecil pada umumnya. Terdapat waktu dimana ia memiliki teman, ada juga waktu dimana ia tidak memiliki teman. Pada tahap SD ia bersekolah di SD Al Azhar lalu kemudian pindah ke SD Pangudi Luhur karena terletak lebih dekat dengan rumah dan jam pulangnya “lebih cepat.” Ia juga melanjutkan pendidikannya di SMP Pangudi Luhur. Pada masanya di SMP ini ia tidak terlalu memiliki teman. Pada saat itu ia tidak rendah hati dan bukanlah anak yang baik. Bahkan ia mengatakan jika ia memiliki teman seperti dirinya pada saat SMP, dia akan tidak mau berteman dengannya. Ia yang dulu pemarah, selalu menganggap semuanya salah, dan selalu negatif. Yang membuatnya sadar dan berubah adalah suatu saat temannya ngomong, “Ndra ini makanya gw males temenan sama lu, masa main game kalah lu langsung marah-marah.” Pada saat itu ia sadar mengapa ia tidak terlalu disukai oleh teman-temannya. Oleh karena itu pada SMP kelas 3 ia berubah, untuk menjadi lebih ramah dan rendah hati. Bahkan salah satu temannya mengatakan bahwa ia berbeda dari cerita-cerita yang ia dengar tentangnya pada saat kelas 1 & 2, ia lebih positif dari sebelumnya. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di SMA Kolese Gonzaga. Alasan ia bersekolah di sekolah ini dikarenakan oleh sepupunya, Dabita yang terlebih dahulu sekolah disini. Ia menjadi bagian dari angkatan 25 di SMA Kolese Gonzaga. Dahulu pada saat kelas 10 ia terpilih menjadi bagian dari Paskibra (Pasukan Pengibar Bendera), ia bahkan masuk ke dalam pasukan inti dan menjadi pembawa bendera. Selain menjadi bagian dari paskibra, Andra juga suka main bola dan futsal. Mengenai proses belajarnya saat ditanyakan anandra menjawab dengan, “kalo urusan belajar, ya jujur gw ga belajar.” Ibunya mengatakan, “kelas 1 main-main aja, kelas 2 sedikit di seriusin, kelas 3 serius banget.” Jadi pada saat ia berada di kelas 1 SMA, banyak waktunya digunakan untuk bermain-main bersama teman-temannya, dan ia mendapatkan nilai-nilai yang pas KKM dan dianggap cukup dengan rata 78an. Walaupun ia tidak memfokuskan seluruhnya kepada pendidikan dalam kelas 1, ia masih melakukan hal-hal lain diluar pendidikannya, seperti paskibra, bola, futsal, kepanitiaan, dan lainnya. Pada kelas 2 ia lebih tekun lagi dalam kegiatan belajarnya. Selain belajar Anandra tetap fokus dengan hobinya
yang bermain bola. Pada kelas 3 ia mengurangi bermain bolanya dan lebih fokus lagi ke dalam pendidikannya. Dari rata-rata sebelumnya yang 78, ia menaikan nilai rata-ratanya menjadi 88. Setelah SMA ia melanjutkan studinya ke Universitas Indonesia. Sebelumnya ia ingin langsung melanjutkan studinya di salah satu universitas di London. Namun bapaknya menyarankan untuk masuk ke Universitas di dalam negeri terlebih dahulu. Ia masuk ke dalam Universitas Indonesia, Fakultas Ekonomi, dan mengambil Management. Keputusan ini sudah ia tetapkan sejak kelas 11. Dulu ia sering bermain sepak bola, futsal, dan basket bersama fakultasnya. Kemudian ia juga menjadi bagian dari tim sepak bola dan futsal universitas. Selain bermain bola, ia juga mengikuti beberapa kepanitiaan seperti FEB UI CUP, kepanitian acara-acara dalam fakultas, dan juga ICMSS (Indonesia Capital Market Student Studies.) Pada tahun terakhir ia mencoba mencalonkan diri menjadi Presiden dari Economic International Society, yaitu semacam himpunan untuk fakultas ekonomi internasional UI. Namun sayangnya ia tidak terpilih menjadi Presidennya, melainkan menjadi wakil presiden dari Economic International Society. Untuk niat belajarnya di Universitas ini ia berubah, dulunya Anandra santai di awal-awal dan niat di akhir, namun sekarang ia serius dan niat di awal kemudian lebih santai pada akhirnya. Alasan ia melakukan ini adalah karena lebih mudah untuk mendapatkan nilai di awal kampus dibandingkan pada akhir-akhir. Pada tahun awalnya ia mencoba mendapatkan nilai setinggi mungkin. Ia melalui 4 semester di UI dengan nilai rata-rata 3,6 dari nilai maksimal 4.Iia mendapatkan penghargaan cumlaude, dari penghargaan cumlaude itu ia mendapatkan beasiswa pada saat ia “ke luar.” Setelah melalui 4 semesternya di UI, ia melanjutkan pendidikannya di University of Melbourne, Australia. Untuk masuk ke universitas tersebut ia harus menyiapkan nilai di atas IPK 3.2, Nilai IELTS, dan cover letter. Juga untuk mempertahankan beasiswanya ia harus mendapatkan nilai di atas 65 atau 70 dari 100. Selain memprioritaskan pendidikannya, Anandra juga meneruskan hobinya yaitu bermain bola. Di Melbourne ia mendapatkan banyak teman dari bermain futsal dan sepak bola. Ia bahkan mendapatkan banyak teman dari berbagai Universitas. Bahkan ia menjadi starter di Melbourne Uni Futsal Team. Ia juga mendapatkan beberapa pekerjaan menjadi wasit dari hobinya ini. Namun sayangnya karirnya dalam bermain sepak bola terpaksa berhenti karena ia mengalami cedera ACL. Ia tidak bisa bermain bola selama 8 bulan. Setelah lulus dari UI dan University of Melbourne ia tetap berada di Melbourne untuk mencoba mendapatkan beberapa pekerjaan. Namun setelah 3 bulan ia hanya mendapatkan pekerjaan-pekerjaan yang ringan seperti menjadi wasit, membagi-bagikan flyer, barista, dan lainnya. Setelah itu ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya. Ia menjalankan pendidikannya di University of New South Wales, Sydney. Pada tahap S2 ini ia mengambil Finance, Investment Banking, Mergers and Acquisition. Setelah lulus dari S2 ia berlibur ke Bali dan balik ke Jakarta untuk ketemu keluarga, pada saat ia ingin kembali ke Australia Pandemi Covid-19 menyebar dan akhirnya ia terjebak di Indonesia. Ia memutuskan untuk beristirahat selama 1 bulan, setelah itu ia mulai mencari pekerjaan-pekerjaan lagi. Ia pertama mulai bekerja di perusahaan Urban Higher. Ia bekerja di
perusahaan tersebut selama 3 bulan, dikarenakan Covid yang mulai menyebar luas dan berdampak kepada perusahaan tersebut. Sekarang ia bekerja di Bank OCBC, management trainee. Pada divisi pertama ia masuk ke dalam Marketing, mengurus komunitas. Setelah 4 bulan ia masuk ke dalam Customer Service, mengurus call center. Setelah 6 bulan ia pindah dan masuk ke dalam Credit Financing, dimana akhirnya ia merasa yang ia pelajari selama kuliah dapat digunakan dalam pekerjaannya. Namun sekarang ia pindah lagi ke dalam Retail Proposition, dimana ia mengurus produk, pelayanan, dan juga benefit yang diberikan kepada masyarakat luas. Penulis : Chava Kacaya Chantiqua 07
FRANSISCUS XAVERIUS SARJUNO Sebuah perjuangan dan pelajaran hidup Dia orang biasa saja, seorang anak desa yang perjalanan hidupnya penuh liku. Dia bukan seorang pahlawan perang di zaman kemerdekaan, bukan pula seorang pengusaha sukses apalagi cendekiawan dengan gelar berderet. Dia dilahirkan dengan nama Sarjuno, sebuah nama yang terdengar sangat Jawa. Lahir pada pertengahan tahun 1955, dalam sebuah keluarga yang sangat sederhana. Ayahnya adalah seorang abdi dalem keraton Yogyakarta yang usianya sudah setengah abad, sedangkan ibunya seorang ibu rumah tangga berusia dua puluhan yang berasal dari sebuah desa di pinggir kota Yogyakarta. Ayahnya berperawakan kurus-tinggi dan ibunya berkulit putih bersih. Hidup bersama orang tuanya dalam kesederhanaan di sebuah desa hanya berlangsung hingga kelas dua Sekolah Dasar. Suatu hari sepulang sekolah, sudah banyak orang berkumpul di rumahnya. Para tetangga berkumpul menyambut kepulangannya dengan pelukan dan tangisan. Juno kecil tidak tahu apa yang terjadi. Dia melihat ibunya duduk bersimpuh di depan jasad ayahnya yang telah terbujur kaku. Di usianya yang masih delapan tahun, Juno kecil telah menjadi seorang yatim. Ayahnya meninggal mendadak karena serangan jantung. Bagai kapal tanpa nahkoda, kepergian ayahnya membuat kondisi keluarga menjadi kacau. Juno menjadi lebih pendiam, keceriaan tidak lagi nampak di raut wajahnya. Ibunya yang saat itu tidak bekerja terpaksa pindah ke rumah saudaranya dan bekerja membantu di rumah saudaranya itu untuk dapat bertahan hidup. Setiap pulang sekolah, Juno membantu saudaranya melakukan pekerjaan di sawah. Suatu hari ibunya memintanya untuk berhenti sekolah dan bekerja di sawah saja. Tentu saja permintaan ibunya membuatnya merasa sedih. Keinginannya untuk tetap bisa bersekolah tidak mendapat dukungan. Akhirnya, Juno memberontak. Dengan tekad bulat, ia terpaksa membuat keputusan penting demi masa depannya. Ibunya sudah tidak bisa melarangnya, namun dia juga tak bisa mendukung secara finansial keputusan anaknya. Segala konsekuensi keputusannya harus ditanggung sendiri oleh Juno. Keputusan yang diambil itu tergolong nekat untuk seorang anak kecil yang tidak memiliki apapun. Hanya impian untuk hidup dengan layak di masa depan yang terlintas di pikirannya. Juno memutuskan pergi dari desa untuk tinggal di kota demi melanjutkan sekolah. Dengan diantar ibunya, mereka pergi dan meminta tolong pada beberapa kerabat almarhum ayahnya yang tinggal di tengah kota Yogyakarta. Juno hendak dititipkan pada mereka. Ada tiga keluarga kerabat ayahnya yang bersedia membantu. Mereka memutuskan berbagi peran : ada
yang membantu biaya pendidikan, ada yang membantu kebutuhan pakaian, dan satu keluarga tempat Juno akan tinggal membantu kebutuhan makanan. Setelah ibunya kembali ke desa, Juno mengurus sendiri kepindahan sekolahnya. Zaman itu, persyaratan pindah sekolah tidak terlalu rumit. Karena tidak membawa dokumen kelahiran, dia salah menuliskan tanggal dan bulan kelahirannya. Dia baru menyadari kesalahannya setelah lulus SMA dan menemukan dokumen kelahirannya. Namun dia tidak berniat mengubah dokumennya di ijazah karena merasa sudah terlambat. Sendiri tanpa orang tua di usia yang masih belia dan menumpang hidup di rumah kerabat membuat Juno terbiasa prihatin. Dia tumbuh menjadi anak yang mandiri dan cepat beradaptasi. Tidak mendapat perlakuan yang hangat dari saudara-saudara angkatnya dan orang tua angkatnya, membuatnya menyadari satu hal. Bahwa dia harus kuat dan tidak boleh mengeluh dengan keadaan. Setiap hari, dia melakukan banyak pekerjaan yang tidak biasa dilakukan oleh anak seusianya. Hal menyedihkan yang dialaminya pada waktu itu adalah tidak bisa bebas bermain layaknya teman-teman sebayanya. Dia harus membantu kerabatnya yang sudah menjadi orang tua angkatnya itu untuk menjaga warung sembako dan melayani para pembeli. Warung sembako milik orang tua angkatnya yang cukup besar itu berada di samping rumah utama. Disamping itu, setiap hari dia juga harus melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya seperti menanak nasi, mencuci piring dan membuat teh waktu pagi untuk seluruh anggota keluarga. Di rumah keluarga orang tua angkatnya ini tinggal juga seorang anak kandung yang sudah berkeluarga dan dua orang anak angkat serta seorang saudara dari kerabat ibu angkatnya. Kadang dia merasa iri karena tidak bisa bebas bermain seperti anak angkat lainnya. Bahkan seorang anak angkatnya yang senang berkelahi di sekolah juga suka mengganggunya. Perlakuan kurang menyenangkan oleh saudara-saudara angkatnya dan ketidakadilan yang dilakukan oleh orang tua angkatnya kepadanya termasuk dalam hal makan. Hal ini membuat Juno merasa sangat sedih. Banyak tugas rumah yang dibebankan kepadanya. Padahal secara fisik, dia justru yang paling kecil diantara penghuni rumah itu. Tak heran di sekolah dia susah fokus dalam belajar karena sering merasa kelelahan. Sejak pindah sekolah, Juno kecil tertarik untuk pergi ke gereja. Wajar karena sekolah barunya adalah sebuah sekolah swasta Katolik yang terletak di dekat rumahnya. Setiap hari Minggu, dia diam-diam ke gereja mengikuti keluarga kerabat yang lain yang membantu biaya sekolahnya. Dia bahkan ingin di baptis dan ikut pelajaran agama di gereja. Akhirnya dengan di temani kerabatnya itu, dia menemui orang tua angkatnya untuk menyampaikan maksud hatinya. Akhirnya setahun kemudian dia dibaptis dengan nama Fransiscus Xaverius. Saat SMP, dia mulai disuruh membantu ibu angkatnya untuk memasak. Semakin lama tugasnya melakukan pekerjaan rumah terasa semakin berat. Dia harus bangun paling pagi untuk menyiapkan teh, menanak nasi dan mengisi bak mandi yang sangat besar dengan air yang harus ditimba dari sumur sebelum dia berangkat ke sekolah. Aktivitasnya saat pagi itu harus dilakukan tanpa menimbulkan suara berisik yang bisa membangunkan anggota keluarganya. Meski rasanya sangat melelahkan dan tertekan namun dia tidak bisa mengeluh. Dia merasa makin sedih saat ibunya tidak pernah datang mengunjunginya. Di saat dia membutuhkan dukungan dari orang
terdekatnya, dia hanya bisa memendam semua kerinduan itu. Masa kecilnya dilalui tanpa kasih sayang orang tuanya. Dia kemudian menyadari bahwa dia tidak bisa mengandalkan orang lain. Dia harus bisa mengatasi situasinya sendiri. Dia tidak ingin seperti unta yang menyimpan pengalaman menyedihkan dan traumatis seumur hidupnya dan sulit beranjak sendiri karena merasa hidupnya terjebak. Juno bertekad menguatkan hati dan menyulut semangat untuk menyongsong masa depannya. Sewaktu SMA, tugas baru ditambahkan pada Juno. Sebelum berangkat ke sekolah, ibu angkatnya akan menitipkan sederet daftar belanjaan sembako yang harus dibawakannya saat pulang dari sekolah. Jadi sebelum sampai sekolah, dia akan mengeluarkan kain bekas kantong terigu berukuran besar untuk mampir berbelanja ke pasar Beringharjo yang letaknya di ujung selatan kawasan Malioboro. Setelah itu dia akan menitipkan semua barang belanjaannya pada salah satu pedagang yang dia kenal. Sepulang sekolah, dia akan mengambil semua barang belanjaan itu untuk dibawa pulang. Dia harus berjalan dan memanggul barang belanjaan yang berat itu seorang diri dengan berjalan kaki, menempuh jarak yang cukup jauh dari pasar sampai ke rumahnya. Sol sepatunya yang sudah makin menipis dan sedikit berlubang hanya mampu ditutup dengan kain seadanya dan dijahitnya sendiri. Pernah saat dia merasa lelah sepulang sekolah dan memutuskan naik becak dengan barang belanjaannya, ibu angkatnya marah karena dia menuduh Juno mengambil uang belanjaannya agar bisa naik becak. Sedih rasanya saat dia merasa tidak dipercaya oleh orang yang dikenalnya. Suatu hari sepulang sekolah, pedagang langganannya di pasar memberi tahu kalau barang dagangan yang dititipkan Juno padanya telah dicuri orang. Padahal ada banyak belanjaan seperti beras, bawang, tepung dan gula. Dia tahu ibu angkatnya akan marah besar kalau ia pulang tanpa membawa belanjaan. Juno terpaksa membeli lagi semua barang di daftar belanjaan dan berhutang kepada pedagang di pasar. Tergerak oleh rasa kasihan, pedagang itu mengabulkan keinginannya. Juno berjanji untuk membayarnya hutangnya secara bertahap saat dia punya uang. Beruntung dia mempunyai teman SMA yang pamannya bekerja di Kedaulatan Rakyat, sebuah surat kabar harian lokal yang cukup terkenal di Yogyakarta saat itu. Dari hobinya membuat puisi, karikatur dan cerpen yang dilakukannya saat menjaga warung, dia berkenalan dengan paman temannya yang tinggal dekat rumahnya. Melihat hasil karya Juno saat itu, paman tersebut menyarankan untuk mencoba mengirimkannya ke redaksi surat kabar yang beralamat di Jalan Mangkubumi. Begitulah caranya Juno mendapatkan uang. Untuk setiap karya yang berhasil dimuat di surat kabar, dia akan mendapatkan uang yang biasanya akan diambilnya sebulan sekali di kantor surat kabar itu. Uang itulah yang juga dipakainya untuk membayar hutang belanjaan pada pedagang tadi selain untuk uang jajannya di sekolah. Selama bersekolah, memang hanya dia yang tidak pernah mendapatkan jatah uang saku dari orang tua angkatnya. Oleh karena itu, dia harus berjalan kaki berangkat dan pulang sekolah. Beruntung ketika masih SD dan SMP, jarak rumah ke sekolah tidak terlalu jauh. Saat SMA, meski jarak rumah ke sekolah cukup jauh, dia tetap berjalan kaki karena setiap hari harus mampir ke pasar untuk membeli barang kebutuhan warungnya. Warung ibu angkatnya memang cukup laris karena merupakan satu-satunya warung kelontong di kampung tersebut. Warungnya
menjual berbagai kebutuhan seperti sembako, bumbu dapur, minyak goreng dan minyak tanah serta sayuran. Selama sekolah, dia tidak punya banyak waktu untuk belajar kecuali disela-sela tugasnya menjaga warung. Prestasi belajarnya di sekolah termasuk biasa saja. Bahkan sesekali ia tertidur di kelas karena merasa sangat kelelahan. Namun ia bertekad bisa menamatkan sekolahnya dan ingin segera bekerja. Setelah lulus SMA, Juno langsung mencari pekerjaan. Tidak terlintas di pikirannya untuk kuliah karena tidak ada biaya. Beruntungnya, tak butuh waktu lama untuknya bisa mendapat pekerjaan. Awalnya dia diterima bekerja sebagai pegawai di Pemerintah Daerah (Pemda) Kota Yogyakarta. Setahun kemudian dia dikirim untuk bertugas membantu di Bank Pasar yang baru saja didirikan di suatu kawasan yang terletak di utara kota Yogyakarta. Dua tahun berikutnya, dia menikah di gereja dengan tata cara adat Jawa yang sederhana. Istrinya adalah adik kelasnya di SMA. Mereka sudah dekat saat masih SMA. Istrinya adalah murid yang sederhana namun berprestasi di sekolahnya. Dia mendapat beasiswa penuh selama SMA. Istrinya tinggal hanya dengan ibunya dan adiknya karena ayahnya sudah lama meninggal. Sejak menikah, Juno pindah ke rumah keluarga istrinya karena belum memiliki cukup modal untuk membeli rumah. Uang hasil tabungan hasil bekerja digunakannya untuk membeli sebuah sepeda yang digunakan untuk pergi bekerja. Atas kinerjanya yang baik di kantor, dua tahun setelah menikah, dia direkrut menjadi pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) - saat itu masih bernama Dinas Agraria. Karena tidak pernah kuliah, dasar keilmuan untuk bidang pertanahan belum dimilikinya. Maka dia mengikuti kursus singkat yang diadakan oleh kantornya bersama dengan beberapa rekan kerjanya. Dengan semangat tinggi untuk mau maju dan belajar, akhirnya dia dengan cepat mampu menguasai ilmu yang terasa baru baginya. Dia bahkan menjadi karyawan yang sangat diandalkan di kantornya. Semangat dan kerja kerasnya pun mendapat apresiasi dari kepala kantornya. Banyak tawaran dari partner kerja untuk bekerja sama. Tuntutan kebutuhan dengan kehadiran anak pertama setahun setelah pernikahannya serta anak kedua di tahun berikutnya justru membuatnya semakin semangat untuk bekerja. Alhasil, sepulang kerja jam dua siang, dia akan melanjutkan aktivitasnya mencari tambahan penghasilan dengan pekerjaan sampingannya. Sampai di rumah sudah jam lima hingga enam sore, dia akan beristirahat sebentar lalu melanjutkan kembali pekerjaan yang bisa dibawanya pulang hingga jam sembilan malam. Kadang kala di akhir pekan, dia menerima tamu di rumah yang ingin berkonsultasi atau memberikan pekerjaan sampingan. Bertahun-tahun melalui kerja kerasnya, akhirnya dia bisa membeli kendaraan dan rumah sendiri. Dia mampu menyekolahkan anaknya, menghidupi keluarganya dengan layak dan membuat ibu serta orang tua angkatnya menjadi bangga. Ketika ibu angkatnya semakin tua dan sering sakit, Juno dan keluarganya selalu datang mengunjunginya. Saat itu ibu angkatnya tinggal dengan salah satu anak angkat yang sudah berkeluarga. Ayah angkatnya sudah meninggal waktu itu. Menjelang akhir hidupnya, ibu angkatnya ingin berada dekat dengan Juno dan memutuskan tinggal di rumah anak angkatnya itu karena dia merasa lebih nyaman dirawat oleh Juno dan keluarganya. Beberapa saat sebelum
menghembuskan nafas terakhirnya, sambil terbaring lemah di ranjang rumah sakit, ibu angkatnya menggenggam tangan Juno dan menitipkan kalung berlian kesayangannya dan perhiasan untuk istri Juno. Dengan berlinangan air mata, dia meminta maaf atas perlakuan tidak adilnya kepada anak angkatnya itu selama tinggal dengannya. Dengan rasa haru Juno memeluk ibu angkatnya yang sudah dianggapnya seperti ibu kandungnya sendiri. Dia mengucapkan terima kasih karena telah dirawat dan diperbolehkan tinggal saat itu. Dia tidak pernah merasa dendam pada orang tua angkat yang telah memberikan tempat baginya untuk berteduh. Mensyukuri setiap perjalanan hidup dan mampu memaknai pelajaran yang bisa dipetik untuk menjalani hidup dengan baik itulah yang menjadi pedoman Juno. Perjuangan berat dan kerja keras yang dilaluinya sejak kecil dengan ikhlas dan semangat menjadi pengalaman hidup berharga bagi Juno dalam mewujudkan impiannya. Penulis: Daniel Tadeo Evantiyasa 08
Bu Wati, Tante dengan Karier Berkesinambungan Dewi Kurniawati atau kerap dikenal dengan Bu Wati lahir pada 15 Oktober 1968 di Ciamis provinsi Jawa Barat. Ia adalah anak ketiga dari empat bersaudara, karena perempuan satu-satunya dari empat bersaudara, sering bermain dengan kakak dan adik laki-laki sehingga menjadi tomboy, sehari-hari bermain kelereng dan layangan. Selalu dijahili oleh kakak-kakaknya tapi membuat Bu Wati kuat. Hubungan dengan kakak dan adik sangat erat dan kompak hingga sekarang. Selama masa kecil Bu Wati sudah akrab dengan lingkungan seni, karena ibunya memiliki suara emas dan hobi menyanyi. Ibunya juga seorang penyiar radio. Sedang untuk bapaknya, beliau adalah seorang dosen dan juga PNS. Kakak pertama Bu Wati berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan kakak keduanya berprofesi sebagai musisi, disisi lain adiknya bekerja sebagai wiraswasta namun sudah meninggal pada tahun 2019. Dari kecil Bu Wati dibesarkan di Kota Bandung sejak awal pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Pendidikannya dimulai saat memasuki TK Pertiwi Bandung, lalu SD di SD Merdeka Bandung, SMP Negeri 5 Bandung, SMA 8 Bandung, dan akhirnya di Kuliah Fakultas Hukum UNPAR (Universitas Katolik Parahyangan) dengan tesis mengenai Intellectual Property rights khususnya hak ekonomi musisi. Selama jenjang pendidikan Bu Wati menggunakan waktunya untuk berteman dan bergaul dengan orang-orang sambil memperluas kenalan. Karena terlalu asyik bermain bersama teman Bu Wati tidak sempat untuk mengikuti kegiatan organisasi. Bu Wati pernah sempat mengikuti kegiatan organisasi saat kuliah, menjabat sebagai staff redaksi/distribusi di majalah FH UNPAR yang bernama Pro Justitia. Selama masa pendidikanya hal yang paling mengesankan bagi Bu Wati adalah saat mengikuti acara lulusan sekolah. Saat lulusan Bu Wati dan teman-temannya akan semprot-semprotan dan mencoret-coreti seragam sekolah. Kegiatan itu diakhiri dengan convoy bersama teman-teman sekeliling kota untuk merayakan kelulusan. Awal karier Bu Wati diawal saat diajak kerja oleh narasumber saat pembuatan skripsi, meskipun belum wisuda. Skripsi yang dibuat mengenai Intellectual Property rights khususnya hak ekonomi musisi. Bekerja pertama di Bali Music Publisher, perusahaan yang mengelola hak ekonomi pencipta lagu dari musisi-musisi Indonesia. Setelah itu bekerja di Lawfirm Ratna Wulan and Partners sebagai Lawyer selama beberapa tahun. Kemudian pindah menjadi legal officer di CIRI Production yang bergerak di bidang recording, production house dan advertising agency. Kemudian ke Starvision sebuah rumah produksi film dan sinetron yang saat itu sedang sangat berkembang. Setelah 4 tahun lalu pindah ke Sony Music Entertainment Indonesia, menangani legal, selama 9 tahun 7 bulan. Lalu tahun 2015 bekerja di Warner Music Indonesia hingga sekarang, juga menangani legal.
Dari semua kariernya, semua bekerja diperusahaan yang berkaitan dengan seni. Sangat beruntung bagi Bu Wati karena bisa berhubungan dengan para pekerja seni, musisi, artis, pemain sinetron/film, penyanyi/arranger, pencipta lagu, produser, dan pekerja seni lainnya. Karena sangatlah menarik menangani sisi hukum di dunia seni, penuh dengan tantangan. Disamping kegiatan karirnya Bu Wati juga memiliki hidup yang cukup baik dengan momen-momen menyenangkan dan menyedihkan. Berapa dari itu adalah saat menikah dengan paman saya, memiliki anak untuk pertama dan terakhirnya (sepupu saya), dan memiliki karier yang sesuai dengan bidang kuliah yang memiliki kesinambungan selama bekerja. Selain memiliki pekerjaan yang berkesinambungan Bu Wati juga menjadi ahli dalam bidangnya. Tambahan juga menjadi orang yang memiliki prinsip religi yang mendalam. Momen yang paling menyedihkan dan kegagalannya yang paling besar baginya adalah saat ketika ditinggal oleh ayahnya, suaminya, ibunya, dan mertua (meninggal) dan gagal untuk menua bersama dengan suaminya, karena suaminya telah berpulang pada tahun 2015. Agar dapat bangkit dari kegagalan Bu Wati berusaha untuk lebih mendekatkan diri pada Allah SWT, menyadari bahwa Allah memutuskan yang terbaik, dan ada anak yang menjadi sumber kekuatan untuk terus berjalan dan bangkit. Penulis : Davin Kresna Endhiko 09
BIOGRAFI CHAROLINA SEPTIAYUKA Charolina Septiayuka lahir di Jakarta tanggal 2 September 1996 dari pasangan Albertus Joko Sutarto dan Gliceria Yayuk Hertinawati. Charolina Septiayuka seringkali dipanggil Yuka. Ia adalah sarjana Psikologi dari sebuah universitas swasta di Yogyakarta, namun ia memulai karirnya sebagai Asisten Manajer Sales & Marketing di sebuah perusahaan FMCG terbesar di Indonesia. Hal itu sangat menarik perhatian karena Yuka memulai karir di bidang yang sangat bertolak belakang dengan jurusan saat dia berkuliah. Menurut Yuka, memulai suatu hal yang baru dan berbeda merupakan sebuah tantangan yang sangat menarik dan membuat dia belajar sesuatu hal yang baru. Pada awalnya dia merasa kesulitan karena dia melakukan sebuah pekerjaan yang berbeda dari apa yang sebelumnya dia pelajari. Akan tetapi, keluarga dan teman-temannya tetap memberi support sehingga ia dapat melalui tantangan tersebut dengan baik. Dalam perjalanan karirnya, Yuka menjelaskan bahwa banyak kendala dan masalah yang harus dia hadapi. Lingkungan kerjanya terdiri dari banyak sekali senior dan lawan jenis, bahkan Yuka merupakan satu-satunya perempuan di divisi pekerjaannya. Seringkali ia merasa kesulitan karena harus mengerti dan memahami maksud dari tim senior dan kliennya. Selain itu, banyak hal yang telah ia lakukan namun tidak mendapat apresiasi dari rekan kerja dan manajer atau atasannya yang membuat Yuka seringkali mempertanyakan kemampuan dirinya. Ketika menghadapi kesulitan tersebut, Yuka tidak sungkan untuk bercerita kepada teman dan tenaga profesional untuk membantunya melewati permasalahan tersebut. Hal itu dia lakukan agar dia mampu bertahan dan menjalani kehidupannya dengan baik. Setelah beberapa waktu dia berusaha untuk belajar, beradaptasi dan menerima kekurangan dan kelebihan dirinya, Yuka merasa bahwa dia bisa menjalani kehidupan terutama pekerjaanya dengan baik. Selama menjalani perjalanan yang cukup sulit di awal karir, Yuka dapat menghasilkan berbagai prestasi dalam karirnya. Yuka berhasil membantu bisnis klien yang sudah tidak memiliki modal bisnis, tidak menghasilkan profit dan omset yang buruk, berubah menjadi bisnis yang menghasilkan profit, mencapai target dan berhasil menjadi bisnis yang bertumbuh dibandingkan tahun 2020 dan 2021. Hal yang menginspirasi dari pengalaman Yuka adalah jika kita melakukan pekerjaan dengan maksimal dan mendapatkan hasil yang baik atau buruk, kita perlu merasa berterima kasih kepada diri sendiri karena telah bekerja keras. Kejadian tersebut memberikan pelajaran bagi Yuka bahwa penerimaan diri adalah hal yang paling penting dalam menjalani kehidupan terutama kehidupan di dunia kerja dan profesional. Yuka merasa tidak semua orang memiliki sikap yang sesuai dengan apa yang kita inginkan, sehingga kita perlu memiliki kemampuan untuk mengerti dan mampu menerima keadaan yang tidak sesuai dengan ekspektasi kita. Penulis : Dominica Joya Natalia 10
Edenia Ayu Kinanty Edenia Ayu Kinanty, biasa dipanggil kinanty atau kinan. Lahir di Jakarta pada hari Minggu, 4 April 1999. Sekarang sudah berumur 23. Kinan lahir saat Ibunya (Endah Dwi Afianty), dan Ayahnya (Edwin Ricardo) hendak pergi ke gereja, namun tiba-tiba perut ibunya sakit sehingga mereka pergi ke Rumah Sakit YPK, Menteng. Saat kecil, Kinan sempat tinggal di Kalibata Utara selama 2 - 3 tahun, tapi setelah itu Kinan dan kedua orangtuanya pindah rumah ke Kota Wisata, Cibubur hingga sekarang. Saat playgroup, Kinan bersekolah di Sekolah Bunda Hati Kudus, Kota Wisata hingga ia SMP. Kinan yang beragama Kristen sejak kecil sudah bersekolah di sekolah katolik sehingga ia sejak kecil sudah biasa mempelajari agama katolik. Saat Kinan berusia 4 tahun, adanya kelahiran adiknya yang pertama yang bernama Edwina Tanisha Kristanty. Ia sangat senang karena kehadiran adiknya ke dunia. Lalu saat Kinan berusia 7 tahun, lahirlah adiknya yang kedua yang bernama Edrico Dimas Kevanno. Dikarenakan sejak kecil Kinan sudah bersekolah di dalam komplek sehingga dekat dengan rumah, saat lulus SMP, Kinan ditawarkan untuk bersekolah di Jakarta. Saat itu, Kinan diberi 2 pilihan sekolah SMA, yaitu di SMAK Penabur Kota Wisata, dan di Kolese Gonzaga di Pejaten, Jakarta Selatan. Karena Kinan sejak kecil sudah bersekolah di dekat rumah, Ia akhirnya memutuskan untuk masuk ke sekolah yang jauh dari rumah, yaitu Kolese Gonzaga. Dengan bersekolah di Kolese Gonzaga, Kinan menjadi bisa mendapatkan banyak pengalaman jauh dari rumah, dan juga bisa mendapatkan banyak teman baru. Tahun 2017, Kinan lulus SMA dan saat itu ia sempat bingung mau mengambil jurusan kuliah, karena di Gonzaga ia mengambil jurusan IPA, ia sempat terpikir untuk mengambil jurusan teknik kimia atau teknik industri, tapi setelah banyak pertimbangan dan juga Kinan sempat mengikuti psikotes yang hasilnya ada jurusan psikologi, akhirnya Kinan memutuskan untuk kuliah mengambil jurusan Psikologi di Universitas Atmajaya. Di Atmajaya, mengambil peminatan psikologi industri dan organisasi, karena ia merasa tertarik dengan psikologi yang berfokus pada organisasi dan ingin mengambil pekerjaan Human Resource di perusahaan - perusahaan. Pada Juni tahun 2021, Kinan melakukan sidang skripsi, lalu pada bulan Juli, Kinan dinyatakan lulus kuliah dari Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atmajaya. Pada bulan Agustus awal, Kinan mulai mencari pekerjaan magang di berbagai perusahaan, lalu pada pertengahan bulan Agustus, Kinan mendapatkan pekerjaan sebagai magang talent acquisition. Talent acquisition adalah tim rekrutmen yang memproses seseorang yang mau masuk bekerja di suatu perusahaan. Kinan mendapat pekerjaan magang di perusahaan waresix atau PT Tibeka Logistik Indonesia. Waresix merupakan perusahaan startup
yang bekerja di bidang logistik. Awalnya Kinan hanya menjalankan kontrak magang selama 3 bulan, tapi saat di tengah masa magangnya, ada kebutuhan lowongan pekerjaan sebagai karyawan. Jadi pada bulan Oktober, Kinan di promote sebagai karyawan di perusahaan Waresix dan menjalani kontrak sebagai karyawan selama 6 bulan. Lalu setelah menjalani kontrak selama 6 bulan, Kinan sudah menjadi karyawan tetap di perusahaan Waresix. Hingga sekarang, Kinan sudah bekerja di Waresix selama 8 bulan. Penulis : Edrico Dimas Kevanno 11
Ronny Boudewijn Pelafoe Ronny Boudewijn Pelafoe yang kerap dipanggil Ronny merupakan sosok yang pantang menyerah, dengar-dengaran, dan taat. Beliau lahir pada tanggal 23 Agustus, tahun 1963 tepatnya di Kalijati. Beliau merupakan orang yang sederhana, tetapi dapat membuat orang-orang di sekitarnya bahagia. Dimulai dari masa kecilnya. Ia menghabiskan masa kecilnya di satu kota kecil, tepatnya di sebuah kompleks pangkalan udara yaitu, Pangkalan Udara Utama Kalijati. Beliau merupakan anak kedua dari 3 bersaudara, dan memiliki kakak perempuan dan adik perempuan. Sejak tahun 1971, beliau pindah ke Jakarta, tinggal di pangkalan udara juga tetapi berbeda yaitu, Pangkalan Udara Utama Halim Perdanakusuma. Hari-hari beliau diisi dengan aktivitas bermain, sekolah, dan menikmati hari layaknya anak kecil. Kegiatan yang sering beliau lakukan adalah bermain bola bersama teman-teman, dari mulai kecil hingga besar beliau senang sekali bermain bola, dan hal tersebut memberikan beliau suatu pengalaman dan juga kenangan yang indah. Beliau mulai pendidikan pada tahun 1968, beliau menduduki kelas TK pada tahun itu hingga tahun 1969. Lalu, melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1970 hingga tahun 1976, setelah menyelesaikan 6 tahun di tingkat Sekolah Dasar, beliau melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi di SMPN 128 Jakarta pada tahun 1976 hingga tahun 1979. Lalu, setelah lulus Sekolah Menengah pertama, beliau melanjutkan pendidikannya sebagai anak SMA di SMAN 42 pada tahun 1979 hingga tahun 1982. Setelah menamatkan Sekolah Menengah Atas dan dengan segala kemampuan akademik, beliau melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi lagi di Perguruan Tinggi Swasta yaitu di Universitas Krisnadwipayana. Beliau mengambil jurusan Ekonomi dengan spesifikasi Business Management. Selama kuliah, beliau aktif di dalam kegiatan olahraga sepakbola dan beliau juga mengikuti kegiatan sepakbola liga mahasiswa di kampusnya. Saat itu, beliau bermain kurang lebih 2 tahun di liga mahasiswa sebelum akhirnya tamat kuliah. Lalu, beliau juga aktif dalam berorganisasi, beliau aktif dalam organisasi kemahasiswaan dalam kegiatan yang berhubungan dengan kecintaan terhadap alam dan kecintaan dalam dunia olahraga. Beliau menamatkan pendidikan di Universitas Krisnadwipayana selama 5 tahun, dan akhirnya diwisuda pada tahun 1987. Setelah tamat kuliah, beliau bekerja untuk kali pertamanya pada tahun 1988, pada pekerjaan pertamanya, beliau bekerja sebagai Sales Consultant, beliau mendapatkan pekerjaan tersebut dikarenakan beliau banyak menawarkan jasa untuk event/pameran. Setelah itu pada tahun 1989, beliau melamar dan diterima bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pelayaran yaitu, Sealand yang berbasis di Amerika. Beliau bekerja di SeaLand
selama 4 tahun dari tahun 1989 hingga 1993. Setelah 4 tahun bekerja di perusahaan SeaLand, beliau pindah ke perusahaan lain yang bekerja dalam bidang yang sama yaitu bidang pelayaran, namun di perusahaan yang berbeda yaitu, OOCL (Orient Overseas Container Line). Beliau bekerja di OOCL mulai dari tahun 1993, selang bekerja beliau sempat melanjutkan kegiatan di Pelayaran Domestik, di perusahaan PT. Meratus Line pada tahun 2003 dan beliau melakukan kegiatannya hanya untuk 1,5 tahun. Lalu, pindah ke perusahaan domestik lainnya yaitu, PT. Tempuran Emas. Akhirnya, pada tahun 2006, beliau kembali lagi ke OOCL untuk melanjutkan pekerjaannya hingga pensiun pada Agustus 2021 kemarin. Dalam kegiatan bekerja, semua dilakukan berdasarkan proses, mengikuti semua tahapan-tahapan, mulai dari management trainee, staf, hingga akhirnya masuk kedalam jajaran management. Setelah beliau pensiun dari perusahaan OOCL, beliau tidak berhenti langsung begitu saja, beliau tetap melanjutkan pekerjaannya, masih dalam bidang yang sama yaitu bidang pelayaran. Beliau sekarang bekerja sebagai Operation & Business Development Director di PT. Intercon Terminal Indonesia. Atas kerja keras dan usaha yang sudah beliau lakukan, beliau memiliki 4 sertifikasi pencapaian yang benar-benar sangat memberikan kontribusi yang positif kepada kehidupan beliau. Pertama-tama, diberikan kesempatan pada tahun 1994, 1995, dan 1996 berturut-turut, yang dimana beliau mengikuti training mengenai memahami terhadap pengendalian operasi River Container. Tahun 1997, beliau mengikuti pertemuan besar yaitu Sales and Operation Meeting pada saat beliau bekerja di perusahaan OOCL, dan pertemuan besar tersebut diselenggarakan di Thailand, Bangkok. Tahun 2001, beliau diberikan kesempatan untuk mengikuti Operational Meeting South East Asia and Australia, dan beliau hadir untuk mewakili Indonesia, dan pada tahun 2010, beliau mengikuti program untuk bisa mencapai suatu pencapaian untuk pendidikan tahap tinggi yaitu IEDP (International Executive Development Program), dari mengikuti program tersebut beliau direkomendasikan untuk menjadi bagian dari management. Beliau menikah dengan Ernawati Sembiring Meliala pada tahun 1998, dan dikaruniai 4 anak. Anak pertama, Richard Efraim Herold Pelafoe, ia lahir tahun 1999 dan sudah bekerja sebagai pilot pada sebuah perusahaan air charter/ medical evacuation. Lalu, mereka dikaruniai anak kembar yang lahir pada tahun 2002, anak kembar pertama, Rinus Ezra Andries Pelafoe, sedang berkuliah mengambil jurusan Business Management di kota Seattle, Amerika Serikat. Kembar kedua, Reinhard Elia Julianus Pelafoe, sedang berkuliah mengambil jurusan teknik industri di Fachhochschule Aachen, dan anak terakhir, Eugenia Rachel Verlina Pelafoe, sedang duduk di bangku SMA kelas 10, di SMA Kolese Gonzaga. Selama beliau bekerja di SeaLand, beliau pernah berada di posisi bawah. Terjadi pada tahun 1992, saat itu operation managernya mengundurkan diri, dari situ banyak rumor yang beredar, salah satu rumornya adalah bahwa beliau akan menuju posisi tersebut (operation manager). Namun, di dalam prosesnya, beliau mengetahui bahwa posisi sebagai operation manager tersebut banyak diingini oleh orang-orang, sehingga dari rumor yang beredar, beliau sempat dijelek-jelekkan, difitnah, dan akhirnya, kenyataan yang paling pahit, fitnahan yang
dilakukan oleh orang tersebut membuat beliau sedih, karena beliau berpikir bahwa orang tersebut sampai melakukan “hal” tersebut (fitnah) hanya untuk mendapatkan jabatan tersebut. Dari sana, beliau belajar bahwa kita harus percaya diri dan tidak boleh patah semangat. Dari hal tersebut, Beliau memutuskan untuk pindah dari perusahaan SeaLand ke OOCL, dan karena sudah belajar dari hal tersebut, tahun ke tahun beliau berusaha keras sampai akhirnya beliau mencapai puncak tertinggi dalam management di suatu operation di OOCL, dan menurut beliau hal tersebut merupakan buah dari kesabaran dan pengalaman beliau, karena beliau mau menghormati, mendengar, serta mau belajar dari orang lain, sehingga beliau dapat mendapat apa yang beliau inginkan. Dari awalnya sulit bagi beliau, sampai dia sekarang mengerti bahwa semua indah pada waktunya. Selama beliau hidup, ada orang-orang yang bisa menjadi inspirasi beliau. Orang-orang tersebut pastinya orang tua dari beliau, beliau ingin memastikan bahwa mereka adalah orang yang sangat tangguh dan sangat kuat dalam kehidupan mereka, dalam kondisi sesulit apapun, beliau diajarkan untuk tidak takut, jangan pernah menyerah, dan diajarkan bahwa jika kita melakukan hal dengan baik dan benar, maka pasti akan ada buahnya di kemudian hari. Itulah yang membuat beliau menjadi seperti ini, karena orangtua beliau selalu menanamkan hal yang positif dan baik, bahkan diajarkan untuk selalu jujur dan selalu hormat dan taat kepada pimpinan. Dari sana beliau belajar dan dapat tumbuh hingga saat ini. Penulis : Eugenia Rachel Verlina Pelafoe 12
Brian Alexander Leonard Sabran Brian Alexander Leonard Sabran lahir di Jakarta, 2 November 2005, anak kedua dari dua bersaudara, yang sekarang merupakan seorang murid di SMA Kolese Gonzaga, adalah seseorang yang saat ini kita kenal sebagai Brian. Ia adalah seseorang yang mempunyai berbagai macam hobi. Ia pernah mengikuti lomba menggambar dan mendapatkan juara 2 ketika SD, tentunya ini membuat ia senang untuk melanjutkan lagi melakukan hobi hobinya. Tapi, ada juga masa dimana ia merasa dibawah ketika masa SD, yaitu ketika ia dipenuhi harinya dengan les les dan jadwal sekolah yang penuh, sehingga tidak mempunyai waktu untuk istirahat lagi dan membuat mentalnya menurun sehingga nilai-nilainya menjadi jatuh. Walaupun ia sedang dalam kondisi yang dibawah, itu tidak membuat hubungan dengan keluarganya memburuk. Brian memiliki kalimat yang bisa berguna untuk menyemangati dirinya dan juga orang lain yaitu, “beranilah mencoba untuk meraih sesuatu, jangan mudah menyerah, dan juga ingat bahwa keluarga kamu itu telah menjaga kamu sejak lahir sampai sekarang maka jangan mudah berantem dengan mereka terhadap hal-hal yang kecil.” Penulis: Gabriel Maynarzio S. 13
HYANGAYU DEDARI DHUMARANANG Dedari, lahir pada tanggal 1 May 2000 di Denpasar, Bali. Memiliki nama panjang Hyangayu Dedari Dhumaranang kini melanjutkan kuliah Kedokterannya di Universitas Udayana, Bali. Dedari adalah anak ke-2 dari 3 bersaudara. Mempunyai kakak lelaki bernama Hyangnawang Dhumaranang dan adik perempuan bernama Hyangi Kamulan Dhumaranang. Ayahnya berasal dari Tabanan, Bali sedangkan Ibunda nya berasal dari Negara, Bali. Hobinya adalah membaca buku, buku yang sering dibaca adalah buku novel berbahasa Inggris. Dedari adalah seorang yang baik hati dan suka berbagi, ia suka sekali belajar. Beliau suka menghadiahi diri sendiri sebagai rasa terimakasih terhadap diri sendiri karena telah berusaha. Pendidikannya diawali saat ia berumur 4 tahun memasuki Taman Kanak-Kanak di ABC Kids. Setelah lulus TK beliau melanjutkan SD nya di Global Mandiri cibubur. Setelah lulus SD, ia melanjutkan pendidikannya di SMP Labschool dan menetap sampai SMA dan melanjutkan kuliahnya di Universitas Udayana Bali. Selama sekolah beliau menggambarkan diri sendiri sebagai murid yang biasa saja, tidak terlalu pintar. Sejak SD beliau adalah seorang yang rajin. Pada 2018, beliau mencoba masuk SNMPTN tetapi tidak diterima, namun beliau tidak putus asa, ia melanjutkan untuk tes SBMPTN memilih masuk Kedokteran UI atau Kedokteran Udayana. Namun banyak pikiran-pikiran negatif yang membuatnya tidak pede dengan dirinya sendiri. Agar pikiran itu tidak menyerang beliau untuk masuk kuliah, ia mendaftar dan tes di Universitas Kristen Indonesia Jakarta untuk cadangan apabila beliau tidak keterima di universitas impiannya. Namun takdir berkata lain,“ Bener-bener speechless banget bisa keterima di kedokteran Udayana. Awalnya tidak yakin karena takut tidak diterima karena saya banyak kekurangan, tetapi dengan usaha yang cukup, semua terbayarkan! “Ujar Dedari. Namun apa yang dirasakan setelah masuk dan menjadi mahasiswi UNUD, pastinya banyak rintangan yang dilalui sepanjang pendidikan di Udayana. Dedari berkata, “ Karena ini pertama kali saya merantau ke Bali, jauh dari orangtua dan keluarga, pastinya ada rasa takut dan apa apa harus sendiri, jadi mandiri, namun saya merasa saya cepat beradaptasi. Saat kuliah juga pulang 3 kali setahun, pastinya ada rasa kangen dengan keluarga dan suasana Jakarta.
Untuk kuliahnya, pasti materinya susah dan banyak yang harus dihafal, banyak tantangan saat itu, tetapi tetap saya jalani semampu mungkin. Dan dengan kemampuan saya yang sangat baik, saat lulus saya dapat meraih IP yang lumayan tinggi, dan sekarang akan memasuki CO-ASS berharap bisa menjadi calon dokter yang baik untuk masa depan”. Untuk sekarang, Dedari berencana mengambil Spesialis penyakit dalam, dan sekarang sedang dalam proses dan melanjutkan kuliahnya untuk meraih cita-cita. Penulis : Hyangi Kamulan Dhumaranang 14
Beata Princessa dan Kehidupannya yang Menginspirasi Beata Princessa Bilyado, lahir 16 tahun silam pada 9 Maret 2006 di Bekasi. Perempuan yang memiliki nama panggilan Bea ini adalah anak pertama dari pasangan Billyado dan Yanthi Kusuma. Bea memiliki seorang adik perempuan bernama Jalena Ainbowra Bilyado. Sedari kecil, Beata memeluk agama muslim. Beata merupakan seseorang yang konsisten dalam melakukan sesuatu hingga mencapai tujuannya dan suka belajar banyak hal baru. Namun, Beata kesulitan dalam mencari keahlian dan passion hidupnya karena memiliki terlalu banyak hobi. Bea merupakan seseorang yang gemar memasak, menggambar, berolahraga, makan, dan nonton. Beata memiliki mimpi untuk menjadi pengusaha sukses di masa depan seperti ayahnya. Beata masuk ke Sekolah Kristen Anglo saat TK. Meskipun ia beragama muslim, tetapi keluarga dari ibunya memeluk agama Kristen Katolik. Beranjak usia, Beata masuk ke Sekolah Dian Harapan untuk menempuh pendidikan sekolah dasar. Sejak menduduki bangku SD, Beata adalah seorang anak kecil yang tidak menyukai belajar ataupun melakukan hal produktif lainnya. Hal produktif yang ia lakukan hanyalah menggambar dan melukis karena itu adalah hobinya. Dari pagi sampai malam, ia habiskan waktunya untuk menonton TV, Youtube, bermain dengan tetangga, dan sesekali menggambar ataupun melukis. Bea tidak pernah mengetahui cara untuk belajar, tujuan belajar, dan tidak pernah menemukan keseruan dalam belajar maupun sekolah. Ditambah lagi karena perundungan yang ia alami di sekolah dasar yang membuat Bea semakin tidak termotivasi untuk sekolah. Kedua orang tua Bea bekerja dari pagi hingga malam sehingga tidak ada seorang pun yang mengawasi kebiasaan bermalas-malasannya saat itu. Mereka juga hanya sesekali mengajarkan materi-materi sekolah yang belum Bea pahami. Disamping kebiasaan buruk tersebut, saat SD Bea juga mendapatkan penghargaan pertamanya sebagai juara lomba melukis. Sejak saat itu, Bea mengetahui hobi dan kegemarannya dalam seni lukis dan menggambar. Tamat SD, Bea memutuskan untuk masuk ke SMP Presiden. Semester pertama memasuki SMP, nilai Bea masih belum juga naik. Sampai suatu ketika saat gurunya memberi tugas yang akan dikerjakan semampu Bea. Nilai tugas tersebut ditampilkan di mading yang tertempel di tembok koridor yang dapat dilihat oleh semua orang yang sedang berjalan melaluinya. Bea sangat malu saat mengetahui nilainya merupakan salah satu yang terendah di angkatan. Mengetahui itu, kedua orang tua Bea marah melihat nilai yang anaknya peroleh. “Apakah aku sebodoh ini?” Bea mulai menanyakan hal tersebut pada dirinya sendiri. Saat itu, Bea yakin ia bisa berubah dan sedikit demi sedikit mulai belajar memperbaiki diri. Banyak hal yang Bea perbaiki, tidak hanya soal akademis namun juga penampilan. Rasa percaya terhadap diri sendiri
membawanya mencapai tujuan. Pada akhirnya, nilai Bea pun mulai naik dan kebiasaan-kebiasaan buruk ia tinggalkan, serta menjadikan kegagalannya sebagai pelajaran untuk maju. Hal tersebut secara konsisten Bea pertahankan. Perubahan yang dapat dibilang drastis ini membuat Bea semakin penasaran akan banyak hal yang dapat menambah pengetahuan serta pengalamannya. Sejak keluar dari kebiasaan buruknya, ia mulai mengasah skill dan mulai mengikuti lebih banyak lagi perlombaan. Banyak organisasi dan komunitas yang ia ikuti untuk menambah keterampilan serta pengalaman. Memiliki ayah yang menyukai olahraga bulutangkis membuat ia penasaran akan olahraga tersebut. Bea mulai mempelajari olahraga bulutangkis dan memperdalam skillnya. Ketekunannya dalam belajar bulu tangkis membawanya menjadi juara 2 dalam perlombaan bulu tangkis. Walaupun lomba tersebut bukan perlombaan tingkat tinggi, Bea tetap bangga terhadap dirinya dan pencapaiannya. Melihat prestasinya dalam berolahraga bulutangkis, Bea terpilih untuk menjadi bagian dari OSIS dan menempati bidang olahraga di bangku SMP. Bea juga menjadi ketua panitia classmeeting dan perayaan imlek, serta panitia acara malam budaya. Bea juga terpilih untuk mewakili lomba tari tradisional di sekolahnya dan berhasil mendapatkan juara 3. Saat kelas 8, ia juga terpilih untuk mewakili sekolah dalam perlombaan paskibra, saat itu Bea sangat bangga karena terpilih menjadi baki atau pembawa bendera. Tim Bea berhasil membanggakan sekolah dengan mendapatkan juara 2. Bea juga pernah mewakili sekolah dalam mengikuti OSN tahun 2019. Bea berhasil lulus SMP dengan peringkat 5 paralel, walaupun tidak yang terbaik di angkatan, Bea tetap bangga terhadap dirinya sendiri. Progres dan perubahan yang baik membawa Bea menjadi pribadi yang terus berkembang. Bea masuk ke SMA Kolese Gonzaga dan menempuh pendidikan di sana. Di SMA, banyak organisasi, komunitas, dan kepanitiaan yang ia ikuti. Bea menjadi bagian dari medgonz, dan menjadi wakor bidang design tahun 2022-2023. Nilai Bea saat SMA juga bisa dibilang baik hingga ia dapat memperoleh peringkat 2 di kelas dan mendapatkan beasiswa. Bea merasa bahwa kejadian yang dialaminya saat SD mengubah hidupnya. Mungkin tanpa kejadian itu ia tidak akan termotivasi untuk belajar giat dan mencapai tujuannya. Rasa penasaran akan banyak hal mungkin juga tidak akan muncul di pikiran Bea. Perjuangan hidup Bea ini juga tak luput dari perjuangan orang tuanya. Mendengar cerita perjuangan dan kisah hidup orang tuanya yang penuh dengan kerja keras sangat menginspirasi Bea dalam terus berusaha mencapai cita-citanya. Cerita-cerita mereka sangat memotivasi Bea untuk melakukan hal yang dapat membuat mereka bangga terhadap anaknya. Selain itu, melihat prestasi dan tingkat pendidikan dari influencer seperti Maudy Ayunda, Zhafira Aqyla, Nadhira Nuraini Afifa, dan Jerome Polin sangat menginspirasi Bea dalam belajar tekun dan melakukan banyak hal produktif lainnya. Dan saat SMA Bea bertemu dengan teman-teman yang sangat menginspirasinya untuk bekerja keras dan sukses bersama. Penulis : Irene Larissa Nathaniel Telaumbanua 15
Alaira Pemimpin yang Cerdas Alaira Shadya Wiranatakusumah atau yang sering dikenal dengan Alaira, adalah perempuan yang lahir di Jakarta di mana ia lahir 16 tahun lalu pada 19 Juli pada tahun 2006. Alaira merupakan anak kedua atau anak bungsu dari 2 bersaudara. Ia memiliki kepribadian yang berkebalikan dengan kakaknya yaitu Alaira adalah orang yang sangat aktif, selalu gembira, dan juga murah senyum atau yang sering disebut juga dengan extrovert. Di balik itu, perempuan yang berumur 15 tahun itu memiliki hobi yaitu gemar bermain golf dan gemar bermain alat musik gitar. Ia juga memiliki kegemaran untuk belajar biologi dan matematika yang membuatnya bercita-cita menjadi ilmuwan. Di samping itu semua, Alaira adalah orang yang baik hati, murah senyum, dan pengertian, sikap-sikap itulah yang membuat semua orang mau berteman dengan Alaira. Alaira juga adalah pendengar yang baik, di mana semua temannya mau bercerita dan terbuka sekali dengan Alaira karena setiap semua cerita yang diceritakan oleh semua temannya pasti Alaira senang dan sangat antusias dalam mendengarkan cerita dan memberikan nasihat. Alaira juga adalah pribadi yang bertanggung jawab, disiplin, mandiri, dan rajin, yang membuat Alaira menjadi orang yang teratur dan disiplin serta mempunyai hidup yang tidak berantakan. Tepat waktu adalah yang disukai oleh Alaira, ia tidak pernah terlambat dalam melakukan apapun termasuk mengumpulkan tugas. Dan ada satu hal yang membuat Alaira dikenal oleh banyak temannya yaitu, Alaira tidak pernah puas dengan apa yang ia miliki sehingga ia mau mencoba banyak hal baru sampai hal itu membuatnya puas. Alaira juga memiliki salah satu jenis gangguan yaitu OCD (Obsessive-Compulsive Disorder) yang berarti orang yang memiliki gangguan ini tidak suka jika suatu barang atau ruangan atau tempat atau pakaian yang tidak rapi, di mana Alaira tidak suka yang berantakan, yang membuat ia selalu berpenampilan rapi supaya gangguan OCD tersebut tidak keluar. Menginjak pada umur 3-4 tahun, Alaira memulai pendidikan di TK Sunshine, di sana ia dikenal menjadi anak yang sangat aktif dan yang selalu bahagia. Tidak hanya itu, perempuan yang memiliki kepribadian extrovert itu memiliki teman pertama dan teman yang ia mulai untuk bersosialisasi, bernama Syaura. Mereka adalah teman yang sangat dekat daripada pertemanan yang lain. Relasi mereka berdua adalah seperti saudara pada masa itu, melakukan semua sesuatu bersama pada masa itu. Bahkan sampai sekarang umur 15 tahun pada tahun 2022, mereka masih
sering mengobrol dan pertemanan mereka sangat erat bahkan mereka masih saling bercerita, baik Alaira ataupun Syaura. Mulai masuk dan duduk di bangku Sekolah Dasar serta memulai pendidikan di SD Mentari, ada banyak sekali kisah mulai dari suka dan duka. Sesaat setelah memulai pendidikan di bangku sekolah dasar tepatnya pada kelas 1 SD, Alaira memiliki pengalaman yang berdampak sampai sekarang yaitu perceraian kedua orang tua Alaira. Pada saat itu Alaira masih belum menyadari bahwa kedua orang tuanya berpisah dan bercerai. Meskipun begitu, ia masih mempunyai relasi dengan ayahnya, dan memiliki relasi yang sangat erat dengan ibunya dan kakaknya. Semasa Alaira duduk di bangku Sekolah Dasar, ia mudah untuk menambah teman dan bersosialisasi karena Alaira adalah anak yang extrovert dan pintar dalam bersosialisasi. Saat dipertengahan kelas 2 SD, Alaira dibawa Bunda ke rumah kakek dan neneknya. Ia mendapatkan kabar bahwa akan menginap di rumah tersebut dalam jangka waktu yang lama. Ia merasa sangat bingung mengapa harus meninggalkan rumah yang merupakan masa kecilnya. Ia juga sangat bingung mengapa Ayah tinggal sendiri di rumah yang berbeda. Bunda-pun menjelaskan secara sederhana ke Alaira mengapa hal tersebut terjadi. Namun, ia kurang memahaminya. Waktupun berjalan dan membuat Alaira mengerti bahwa orang tuanya telah memilih untuk berpisah. Ia menerimanya dengan tulus walaupun pastinya ada perasaan nyesek dan sedih. Namun, ia selalu mengingat bahwa pilihan yang telah disepakati adalah jalan yang terbaik. Alaira menjalani hidup seperti biasa, hanya harus membagi waktu antara bertemu dengan Ayah dan Bunda. Hal tersebut tidak membebani Alaira sedikitpun. Ia merasa sangat lega karena walaupun kedua orangtuanya cerai, mereka tetap menciptakan suasana yang harmonis untuk kedua anaknya. Mereka juga tidak pernah berantem terkait berbagi waktu bersama anak-anaknya. Tentunya, karena Alaira dan kakaknya tinggal bersama Bunda, mereka lebih banyak menghabiskan waktu bersama Bunda. Namun, mereka bertemu dengan Ayah setiap hari sabtu dan minggu. Ayah selalu berusaha dekat dengan Alaira dan kakaknya walaupun beda rumah. Alaira sangat mengapresiasi usaha dan semangat Ayah. Dampak positif yang didapatkan dari keputusan cerai adalah, Alaira bisa lebih dekat dengan kakek dan neneknya dari keluarga Bunda. Bunda sebagai single mom tentunya sangat sibuk, maka yang mendampingi Alaira saat awal-awal menyesuaikan dengan lingkungan baru adalah kakek dan neneknya. Alaira sangat senang menghabiskan waktu dengan mereka walaupun keduanya sangat tegas dan memiliki ekspektasi yang sangat tinggi. Terkadang Alaira merasa tertekan dengan kemauan kakek dan neneknya. Namun, Alaira mengetahui bahwa ketegasan kakek dan nenek adalah demi kebaikan diri sendiri. Mulai menginjak di tingkat Sekolah Menengah Pertama, Alaira sering sekali mencoba hal-hal baru termasuk berorganisasi. Bahkan karena sering ikut organisasi Alaira sudah memiliki banyak sekali pengalaman tentang berorganisasi. Karena Alaira adalah anak yang pintar sekali bersosialisasi dan pintar dalam menambah relasi, di kehidupan berorganisasi Alaira mudah mendapatkan teman dan bisa bergaul dengan semua temannya. Tidak lupa juga, di dalam pendidikan belajar Alaira juga bisa menyeimbangi atau bahkan melebihi semua temannya,
padahal sudah disibukkan dengan organisasi tetapi masih bisa mempunyai nilai yang melebihi semua temannya. Alaira suka menjadi tempat di mana semua temannya bertanya tentang pelajaran. Itu karena, Alaira mempunyai kemampuan di setiap pelajaran yang ada di sekolahnya pada saat itu. Pada masa sekarang di mana Alaira sudah menginjak dan duduk di bangku SMA, dan masuk di sekolah SMA Kolese Gonzaga, Alaira sudah meningkatkan semua nilai yang ada di asal SMP yang sudah bagus menjadi lebih bagus lagi di masa SMA ini. Tidak lupa juga, Alaira adalah orang yang mudah bergaul dan mudah menambah teman, jadi di masa SMA ini Alaira memiliki banyak teman baru yang seru, menyenangkan, dan sering membantunya mulai di pendidikan sampai membantunya di kehidupan personal Alaira. DI bangku SMA juga, Alaira sering sekali mengikuti banyak komunitas dan banyak organisasi di setiap kegiatan yang ada di sekolahnya. Semua organisasi sudah diikuti oleh Alaira dimulai dari komunitas di SMA Kolese Gonzaga dan bahkan lomba-lomba yang diselenggarakan oleh sekolahnya. Ada banyak sekali prestasi yang telah didapatkan oleh Alaira sampai di umur 15 tahun ini. Semua prestasi yang didapatkan oleh Alaira antara lain, peringkat 1 US SMP, peringkat 1 ujian praktik SMP, peringkat 5 nilai rapor SMP, dan peringkat 5 nilai rapor dan US SMP. Selama saya mengenal Beliau, saya mengalami banyak perubahan-perubahan baik, dimulai dari mulai rajin dan semakin terdorong untuk mulai aktif dalam kegiatan berorganisasi. Juga Beliau mengajarkan untuk kuat dalam menjalani hidup. Penulis: Johanes paulus Giovani Wishnuputra 16
Charla Kania Putrisantosa Charla Kania Putrisantosa atau yang biasa dikenal oleh orang sekitar dengan nama Charla. Ia lahir di Jakarta pada tanggal 19 April 2006. Ia lahir dari sepasang suami istri yaitu F.X Cahya Santosa dan Lydia Silvanna Djaman. Ayahnya berasal dari keluarga yang sederhana. Ibunya berasal dari keluarga yang berprofesi hukum. Selain itu Charla merupakan anak ke-2 dari 2 bersaudara ia mempunyai kakak perempuan yang bernama Caroline Vania Putrisantosa. Selain itu ia mempunyai hobi yaitu membaca buku. Pendidikannya diawali dengan masuk SD Strada Wiyatasana. Setelah lulus SD, ia kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Strada Marga Mulia. Setelah lulus SMP, ia melanjutkan pendidikan ke SMA Kolese Gonzaga. Masa kecil Charla Kania Putrisantosa dari kecil sudah dituntut oleh orang tuanya untuk selalu mendapatkan nilai sempurna. Maka dari itu sampai menginjak usia remaja pun ia cukup merasa tertekan karena tuntutan orangtuanya. Karena orangtuanya sudah menuntut semenjak dari SD. Orangtuanya ingin anaknya mendapat nilai selalu diatas 90, karena jika dibawah 90 orangtuanya akan marah. Sehingga di masa kecilnya ini ia selalu berjuang untuk menyesuaikan diri dengan ekspektasi orangtuanya. Memasuki usia remaja pun, orangtuanya masih ada ekspektasi untuk mendapatkan nilai sempurna saat SMP, dan harus sesuai dengan standar dan ekspektasi orang tuanya. Dan selain itu orang tuanya jarang sekali memperbolehkannya untuk keluar bertemu teman temannya diluar jam sekolah. Di masa SMP nya ia bertemu dengan teman yang baik sekali dan ia juga percaya sekali kepadanya di awal sekolah. Tetapi seiring berjalannya waktu, kenyataannya teman yang ia percayai itu tiba-tiba berbalik arah menjadi suka membully orang dan mulai menjauh dari nya dan bahkan teman-teman lamanya yang ia sudah kenal lama pun ikut menjadi korban bully oleh teman yang ia percayai itu. Karena kejadian ini, perasaannya menjadi sedih, takut, dan tidak ada motivasi yang muncul di dalam dirinya. Setelah berjalannya waktu akhirnya ia memberanikan diri untuk melawan temannya yang suka menyindir dia dan yang suka membullynya. Dan pada akhirnya setelah kejadian kelam yang menimpanya ia menemukan teman-teman baru yang lebih baik dan suportif daripada teman-temannya yang di awal dan ia menjadi bahagia kembali menjalani masa remajanya seperti semula karena banyaknya dukungan dari teman-teman di sekitarnya dan teman-teman yang selalu memberikan motivasi sehingga membuat ia nyaman. Tetapi sayangnya, masa pertemanan yang sudah ia bangun selama SMP ini terpecah karena adanya pandemi yang melanda ini. Teman-temannya yang awalnya dekat sekali sekarang menjadi terpisah-pisah dan menjadi sudah tidak dekat lagi.
Setelah melewati masa SMP nya. Ia melanjutkan pendidikannya ke tingkat SMA. Ia merasa senang dan gembira sekali karena ia masuk ke SMA impian yang sudah ia impikan dan menjadi pencapaian yang sudah ia nantikan sejak SMP. Dan di masa SMA nya saat ini ia rasa tekanan muntuk mendapatkan nilai sempurna dari orangtuanya sudah tidak terlalu berasa. Di masa ini ia merasa lebih bebas dari sebelumnya tetapi tetap saja ia mempunyai ekspetasi yang tinggi bagi dirinya sendiri tapi ia merasa susah untuk mengubahnya menjadi realita. Dan sekarang pun karena ia sudah merasa lebih bebas dari sebelumnya, ia pun sudah diperbolehkan untuk bertemu dengan teman teman diluar jam sekolah. Sejak masuk SMA ia memberanikan diri untuk berubah dari masa lalunya dengan lebih aktif berkegiatan di sekolah. Sehingga untuk memenuhi keberaniannya ia mencoba dengan mendaftarkan diri untuk mengikuti lomba inggris. Kemudian pun ia lolos dan masuk ke dalam tim english debate untuk mengikuti lomba. Saat perlombaan ia merasa bingung karena belum ada pengalaman di bidang ini namun takdir berkata lain ia menang meraih juara 1 di english debate.Dan sekaligus menjadi pencapaian terbesarnya. Ia menang dengan hasil kerja kerasnya dan tim nya yang berlomba. Setelah itu pun ia merasa senang sekali, ia merasa masa SMA nya benar benar berbeda sekali dari masa SMP nya. Awalnya di SMP nya ia cuek sebagai murid dan tidak pernah untuk berusaha berinterkatif atau bersosialisasi kepada orang lain. Selain itu ia merasa di masa SMA ini ia agak tertekan dalam belajar karena materi materi pembelajaran yang bisa dibilang lumayan sulit dibandingkan SMP. Tetapi dengan usaha kerja kerasnya yang penuh dengan totalitas pada akhirnya dapat menyesuaikan diri. Semasa hidupnya pasti banyak sekali hambatan-hambatan yang ia miliki, terutama di masa SMA ini. Ia suka mengeluh dengan tugas dan sekolahnya sehingga tidak ada motivasi yang muncul dalam dirinya. Tetapi ia mempunyai cara sendiri untuk mengatasi hambatan itu. Cara yang ia lakukan ialah dengan beristirahat sejenak dan sambil memikirkan kembali target-target yang sudah dibuat agar lebih bersemangat lagi karena awalnya memang sulit tetapi di masa depan pasti hasilnya bagus dan bisa bahagia kembali. Penulis : Jonathan Shevchenko E. Penpada 17
Noventino Vinno Deca Manado, 30 November 2002, lahirlah seorang bayi laki-laki bernama Noventino Vinno Deca. Bayi tersebut berambut hitam dengan bola mata coklat. Ia memiliki golongan darah A. Bayi tersebut akrab dipanggil Deca, ia tumbuh besar menjadi seorang remaja yang suka membaca buku, bermain musik mulai dari organ hingga biola, dan menekuni bidang fotografi.. Deca memiliki seorang kakak perempuan yang lahir di Papua 3 tahun sebelum Deca. Saat ini kakaknya menempuh S1 hukum perdata di Universitas Mulawarman, Samarinda. Saat ini Deca sudah setinggi 174 cm dan seberat 88,7 kg. Deca berasal dari keluarga yang sederhana, Kedua orangtuanya merupakan karyawan swasta yang sering pindah-pindah kota untuk bekerja. Selama masa kecilnya, ia telah berpindah ke berbagai kota, mulai dari Palembang Pekanbaru, Makassar, Samarinda, Balik papan, Manado, hingga Papua karena pekerjaan orangtuanya. Deca memulai jenjang pendidikannya di TK Santo Yosep, Samarinda. Ia kemudian melanjutkan SD di Santo Fransiskus Asisi, Samarinda untuk beberapa tahun sebelum ia pindah ke SD Marsudirini, Bekasi. Ia melanjutkan SMP di tempat yang sama sebelum ia memutuskan untuk masuk Seminari Menengah Wacana Bhakti dan bersekolah di SMA Gonzaga. Kisah panggilan Deca bermula saat ia menempuh kelas 2 SD. Saat itu ia merayakan Ekaristi Paskah di Gereja Santo Tomas, Samarinda. Setelah misa berakhir, ia melihat sosok seorang imam paroki yang dekat dengan anak-anak kecil dan bermain dengan mereka. Ia pun terpikat oleh sosok seorang imam dan sejak saat itu, benih-benih panggilan mulai tumbuh dalam dirinya. Pada tahun 2012, keluarganya pindah ke Jakarta, dan ia pun aktif di Gereja sebagai misdinar di parokinya. Suatu pengalaman yang sangat menyentuh Deca adalah ketika ia berada di kelas 5. Saat itu ia sedang bertugas sebagai misdinar dalam Misa Natal. Sebagai seorang anak, ia menginginkan sebuah barang untuk menjadi hadiah natalnya. Maka dalam Ekaristi tersebut ia berdoa kepada Tuhan untuk mengabulkannya. Dalam perjalanannya pulang ke rumah setelah bertugas, Ia memberanikan diri untuk meminta hadiah tersebut kepada orangtuanya. Tak disangka! Keinginannya langsung dikabulkan oleh orangtuanya dan mereka langsung membelikan hadiah tersebut untuk Deca. Deca mulai menyadari bahwa iman tanpa perbuatan pada dasarnya mati. Ora et Labora. Doa dan iman pada Tuhan tidak boleh menjadi alasan untuk berpasrah dan menyerah. Berserah memang penting namun tetapi harus dibarengi dengan perbuatan dan usaha. Jika tidak maka semua itu sia-sia. Maka Deca tumbuh menjadi pribadi yang berani mengutarakan pendapat dan apa yang diinginkannya. Tidak peduli apakah apa yang disampaikannya didengar orang atau dikabulkan, yang terutama adalah adanya usaha dan iman.
12 Juli 2018, hari bersejarah yang membentuk Deca menjadi Deca yang dikenal oleh orang-orang pada hari ini. Pagi itu, Deca berpamitan dengan orangtua dan melangkah maju, menapakkan kakinya di Seminari Menengah Wacana Bhakti untuk memulai sebuah perjalanan yang sama sekali baru dan asing. Tiga bulan pertama merupakan masa-masa yang sungguh berat baginya sebab selama itu ia tidak diperbolehkan untuk mengontak siapapun yang berada di luar tembok seminari. Seolah belum cukup penderitaannya, ia juga mengalami senioritas. Hari-hari ia dicaci-maki. Belum sempat beradaptasi dengan suasana baru yang dihadapinya, Deca sudah merasa tidak nyaman dan ingin keluar. “Mungkin ini bukan jalanku,” pikirnya. Sebagai seorang anak yang dekat dengan Tuhan, Deca memutuskan untuk berdoa di hadapan Tuhan dan Bunda Maria. Ia menceritakan semua kesulitan yang ia alami bahkan keraguan akan panggilan imamat yang muncul dalam benaknya. Setelah berdoa dan merenungkan semua itu, Deca mendapat sebuah pencerahan dari Tuhan. Ia menyadari bahwa alasan keberadaannya di seminari adalah untuk menjadi imam, bukan untuk mencari teman. Ia ingin melayani Tuhan, bukan mendapatkan kehidupan yang nyaman dan lurus-lurus saja. Ia sampai pada kesimpulan bahwa seharusnya jika tidak memiliki teman dan malah dirundung, maka hal itu tidak apa sebab panggilan imamat yang ia miliki tidak tergantung pada teman tetapi pada Tuhan yang pertama kali memanggilnya ketika ia kelas 2 SD. Tidak terasa, satu tahun telah berlalu dan ia masih bertahan di seminari. Sekarang ia telah memasuki tahun keduanya di seminari dan melanjutkan pendidikan SMA di Gonzaga. Ia mulai disibukkan dengan kegiatan dan tugas-tugas dari Gonzaga sehingga mulai abai dengan panggilan. Kenyamanan yang ia rasakan di Gonzaga membuat aspek kerohaniannya mulai menurun. Tiba-tiba Pandemi Covid-19 menghantam dunia. Indonesia mulai merasakan dampaknya sehingga sekolah-sekolah ditutup dan semua pembelajaran diadakan secara online. Seminari pun merasakan dampak ini, semua seminaris dipulangkan dan menjalani formasi di rumah. Saat berada di rumah, Deca merasa menjadi beban bagi orangtuanya sebab mereka sibuk bekerja bahkan harus ke luar kota dari Jakarta, Kalimantan, hingga Bali dan masih harus mengurus Deca yang berada di rumah. 15 Juli 2020, Deca mendapat kabar bahwa KPP angkatan 34 telah masuk ke Seminari Wacana Bhakti dan menjalani formasi di seminari. 17 Agustus 2020, Kelas 3 angkatan 31 juga kembali ke seminari. Deca mulai berdiskresi dan merasa bahwa keputusan paling bijak adalah kembali ke seminari karena dengan demikian ia dapat mengurangi beban keluarga. Orangtuanya dapat bekerja dengan lebih bebas tanpa harus mengurus Deca yang berada di rumah. Selain itu, ia telah memasuki tahun ketiganya di seminari dan pada akhir tahun ia akan menjalani retret electio untuk memutuskan apakah ia akan melanjutkan jalan panggilannya atau ia akan menjalani jalan awam. Menurutnya, menjalani formasi di seminari dapat membuatnya lebih siap menghadapi retret tersebut dan ia juga dapat belajar menjadi kakak kelas yang baik. Memberi teladan bagi adik-adik kelasnya dan menghapus rantai senioritas yang pernah dialaminya 2 tahun silam. Atas persetujuan Pater Pamong Umum dan Pater Rektor, Ia pun kembali ke seminari. Ketika bergabung kembali ke komunitas Wacana Bhakti setelah beberapa bulan di rumah, Deca merasa gelisah. Tidak pernah ia merasakan komunitas sesepi ini sebelumnya. Karena hanya ada dua angkatan, keheningan menyelimuti seluruh seminari. Hari
berganti minggu dan minggu berganti bulan. Deca yang awalnya gelisah menemukan kenyamanan dalam keheningan. Sebelumnya ia telah dikenalkan dengan 2 buku inspiratif yaitu The Cloud of unknowing dan Mengikuti Jejak Kristus. Perlahan namun pasti, Deca kembali membangun keintimannya dengan Kristus dalam keheningan yang sempat renggang ketika ia masuk Gonzaga. Ia mulai menyadari bahwa kekuatan yang Tuhan anugerahkan kepadanya adalah doa. Keinginannya menjadi imam pun mulai berubah haluan. Ia tidak lagi ingin menjadi imam melainkan seorang rahib. Selama retret electio, Deca menyadari bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini. Ia mulai bertanya-tanya untuk apa ia melakukan semua ini? Kenapa menjadi seorang rahib? Mengapa tidak “menikmati” masa mudanya? Semua pertanyaan itu berhamburan dalam benaknya. Pengalaman-pengalaman yang telah ia lalui mengajarkan bahwa pilihan menjadi rahib membantunya untuk mengurangi keterikatan pada dunia ini. Ia belajar tidak tergantung pada sebuah tempat maupun seseorang Karena semua itu hanya dapat memberikannya kesenangan semu yang akan habis. Jika ia pindah tempat atau berpisah, maka semua kebahagiaan itu akan hilang. Padahal kebahagiaan tidak seharusnya terikat oleh tempat atau orang. Bertemu akan berpisah. Jika ia terikat pada seseorang atau sesuatu, mungkin hal itu dapat memberikan kesenangan atau kemudahan baginya tetapi saat berpisah ia tidak dapat melakukan apa-apa. Dari situ Deca menyadari bahwa ia harus lepas-bebas. Bukan menjauhi semua itu, namun tidak terikat padanya. Keputusannya pun bulat: Ia memutuskan untuk melanjutkan formasi di Wacana Bhakti. Dengan demikian, ia menyelesaikan tahun ketiganya dan mempersiapkan diri untuk tahun terakhir di Wacana Bhakti. Tahun keempat tidak membuat semua hal menjadi lebih mudah. Ia harus menjalani retret confirmatio yang sungguh penting karena akan sangat menentukan masa depannya. Apa yang telah ia pelajari selama tahun ketiga, dipertahankannya dan terus ia tekuni. Ia menekuni berbagai macam latihan doa dan dikenalkan dengan sebuah ordo bernama OCSO yang dapat membantunya menjadi seorang rahib. Dengan ketakutan dan keraguan yang mengguncangnya, Deca nekat untuk memilih lanjut ke OCSO. Meskipun aneh bagi seorang pemuda seusianya untuk memilih hidup kontemplatif, namun tujuannya sudah jelas. Pada suatu titik teman-temannya yang lain telah mendaftar dan solisitasi di keuskupan tertentu tetapi ia belum. Ia merasa ditelantarkan karena teman-temannya yang lain dibantu proses pendaftaran namun ia tidak. Deca tidak berkecil hati, ia memutuskan untuk mencari-cari informasi dan melamar ke OCSO sendiri. Saat-saat yang ditunggu pun tiba, Deca harus pergi ke Rawaseneng untuk solisitasi. Selama sembilan hari di sana, ia menemukan berbagai hal baru dalam hidupnya. Ia harus bangun jam 3 pagi dan tidur pada jam 8 dan beribadat 7 kali sehari. Semua itu ia lakukan dengan gembira. Di sana ia bertemu dengan seorang suster yang mengajarkan satu kalimat yang sangat berarti baginya: “Semakin kita merasa nyaman, seharusnya kita semakin berani untuk mengatakan tidak.” Ia kembali mengingat pengalamannya saat electio dan menyadari bahwa kenyamanan dapat menciptakan keterikatan dan keterkaitan tersebut menciptakan ketergantungan akan seseorang atau sesuatu sehingga kebahagian yang bersumber dari Allah
seolah-olah datang dari keterikatan tersebut. Ia juga belajar untuk berdamai dengan emosi alih-alih dilawan. Ia menyadari bahwa ketika ia dapat berdamai dengan emosi maka ia akan lebih mengenal dirinya sendiri. Kekuatan dan kelemahannya akan semakin jelas. Saat ia bosan studi ia menyadari bahwa mungkin studinya sedang kurang. Saat ia malas untuk ibadat, mungkin ia sedang kurang fokus terhadap hidup rohaninya. Ketika masa solisitasi-nya berakhir, ia mencoba mempraktekkan semua hal yang ia pelajari dalam kehidupannya. Sekarang Deca telah menyelesaikan 4 tahun formasinya di Seminari Menengah Wacana Bhakti. Ia sedang mempersiapkan diri untuk melangkah menuju Pertapaan Santa Maria Rawaseneng, Desember mendatang. Formasinya masih jauh dari selesai, ada banyak hal yang perlu dipelajari dan benahi. Ia telah memutuskan untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan dalam keheningan, maka Tuhanlah yang akan merawatnya dalam keheningan kasih-Nya. Penulis : Karel Amadeus Effendi 18
Garna Sobhara Swara Garna Sobhara Swara atau yang akrab dipanggil Garna merupakan seorang pria yang berdarah Sunda. Ia lahir di Jakarta, 30 Januari 1978. Garna merupakan anak ke 8 dari 11 bersaudara. Selama hidupnya, ia beberapa kali pindah tempat karena pekerjaan ayahnya sehingga ia sering berpindah sekolah juga. Ia mengenyam pendidikan di SMA 16 Jakarta, kemudian melanjutkan studinya di IMI International Management Institute, Switzerland di benua Eropa. Di IMI, ia mengambil jurusan hospitality dan perhotelan. Saat ia menjalankan pendidikannya di Swiss, Indonesia mengalami krisis moneter yang menyebabkan ia harus mencari pekerjaan sembari tetap menjalankan kuliahnya. Ia harus mencari pekerjaan agar bisa menambah sedikit pemasukan dan melanjutkan pendidikannya. Di sana, ia sempat bekerja di sebuah restoran untuk melanjutkan keberlangsungan pendidikannya. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia membuat orang tua Garna harus mengeluarkan dana darurat yang selama ini telah dipersiapkan. Sehingga ia tetap bisa menjalani kuliahnya sampai akhir. Pahitnya kehidupan merantau di negara lain menjadikannya harus mandiri, termasuk mencari uang tambahan. Dari situ Garna terbentuk menjadi seorang pekerja keras. Pada tahun 200, ia kembali ke Tanah Air. Awalnya ia sempat kesulitan mencari pekerjaan, bahkan sempat menganggur selama satu tahun karena kondisi negara yang saat itu belum stabil setelah serangan bom WTC di Amerika tahun 2001 silam. Namun setelah keadaan membaik, akhirnya ia mendapat pekerjaan di salah satu hotel bintang lima di Jakarta sebagai supervisor. Ia berada di posisi tersebut selama kurang lebih 3 tahun. Akhirnya, ia memutuskan untuk menantang dirinya dan mencari pengalaman baru. Ia kemudian memutuskan pindah ke hotel bintang lima lain masih di kawasan Jakarta. Perhitungannya pun sungguh tepat, di hotel itu kariernya kian bersinar, hampir setiap tahun ia mendapat promosi jabatan. Targetnya dalam pekerjaan adalah ia harus naik jabatan setiap tahunnya. Saat usianya masih 26 tahun, ia masih menjadi supervisor. Ia memiliki target di usia 30 ia harus menjadi manajer, namun kenyataannya sebelum usia 30 ia sudah menempati posisi director of housekeeping yang artinya ia sudah melampaui target yang dia tentukan. Dari situ ia pun melanglang buana mencari pengalaman demi pengalaman, dari hotel ke hotel dan dari kota ke kota, seperti di Bandung, Bali, dan Pontianak. Di Kota Khatulistiwa inilah level baru dalam hidup Garna dimulai. Untuk pertama kalinya ia diberi amanah menjabat sebagai pucuk pimpinan tertinggi dalam sebuah hotel: General Manager (GM).
Namun, saat ia bekerja di Pontianak ia harus berpisah dengan keluarganya selama 2 tahun lebih. Karena, pada saat itu keluarganya tinggal di Kota Bandung. Ia hanya bisa bertemu istri dan anak-anaknya kurang lebih setiap 3 atau 4 bulan sekali. Setelah ia merasa cukup mencari pengalaman di Pontianak, akhirnya ia memutuskan pindah ke Jakarta. Anak dan istrinya pun ikut pindah dari Bandung ke Jakarta agar mereka bisa berkumpul menjadi keluarga yang utuh kembali. Di Jakarta, ia memimpin sebuah hotel di Jakarta Dharmawangsa dengan posisi yang sama seperti di Pontianak. Hotel tersebut tentu sudah menjadi hotel pilihan di kawasan Jakarta Selatan. Namun, justru itulah yang menjadi tantangan Garna saat kali pertama ia memimpin. Ia mencari cara bagaimana membuat hotel ini yang sudah bagus menjadi lebih bersinar lagi. Kerja kerasnya membuahkan hasil. Apa yang telah dilakukannya selama dua tahun ini tak sia-sia. Di bawah kepemimpinannya, hotel tersebut berhasil meraih pencapaian membanggakan, antara lain penghargaan bergengsi dari salah satu Online Travel Agent, keberhasilan meraih sertifikasi Hotel Bintang Empat, hingga peringkat Trip Advisor yang mengalami peningkatan, dari awalnya peringkat 110 pada 2017 kini meningkat menjadi peringkat 64. Karena sifatnya yang pekerja keras, berjiwa kepemimpinan tinggi dan berwibawa, ia pun dipercaya sebagai ketua dari asosiasi General Manager Hotel se-Jakarta. Penulis : Kennisha Aiko Garnaswara 19
I Kadek Yan Adi I Kadek Yan Adi lahir di kota Negara, Bali, Kabupaten Jembrana pada tanggal 22 Januari 1993. Beliau merupakan anak kedua dari dua bersaudara yang kini berprofesi sebagai aparatur sipil negara dengan lulusan sarjana. Sesuai dengan namanya, “Kadek” merupakan bahasa Bali yang berarti anak kedua. Tetapi beliau sering dijuluki nama “Toink” oleh teman-temannya semenjak duduk di bangku SMA, karena “Toink” merupakan karakter utama di dalam suatu pertunjukkan seni yang diyakini oleh teman-temannya, sifatnya karakter “Toink” ini sangat mencerminkan sifat beliau. Beliau merupakan pribadi yang pantang menyerah dan selalu berbakti kepada orang tua. Semenjak SMP, beliau memiliki hobi berolahraga sepeda dan sempat menjadi juara di ajang kompetisi balap sepeda tingkat provinsi dan mampu menghasilkan uang dari hobi tersebut. Selain bersepeda, beliau juga gemar membaca-baca buku novel, koran, dan artikel-artikel yang menarik. Saat duduk di bangku SMP itu juga, beliau memiliki cita-cita untuk menjadi seorang astronot. Di kelas, beliau merupakan murid yang terampil dan trengginas dalam berprestasi. Diyakini juga oleh teman-temannya, bahwa beliau merupakan pribadi yang sangat santai ketika dihadapi dengan tugas-tugas sekolah yang banyak, menghadapi masalah-masalah, menyelesaikan masalah, dan lain-lain. Walaupun beliau menyikapi situasi-situasi tersebut dengan santai, justru hal itu sangat membantu beliau untuk berpikir lebih jernih dan mampu menyelesaikan konflik ataupun tugas-tugas secara efisien dan bebas dari beban pikiran. Pada awalnya setelah lulus SMA, I Kadek Yan Adi melanjutkan studi di salah satu universitas di Denpasar mengambil jurusan mata kuliah kimia. Setelah menjalankan studi selama kurang lebih 6 semester, beliau ditegur oleh kakak perempuan beliau menanyakan bagaimana pekerjaan beliau nanti setelah lulus, sebab pada saat itu prospek pekerjaan lulusan kimia sangat minim. Kakak perempuan beliau pun menyarankan agar beliau mendaftarkan diri menjadi anggota aparatur sipil negara yang terjamin karirnya dan kerjanya. Dari teguran dan saran kakak beliau tersebut, beliau berdiskresi dan berpikir. Sehingga, beliau akhirnya sadar dan mengikuti saran dari kakak tersebut. Beliau akhirnya berhenti kuliah dan mendaftarkan diri mengikuti tes dan menjalankan tes dengan lancar tanpa ada hambatan apapun dan melewati semua tahapan proses seleksi dengan baik sehingga lulus diterima untuk melaksanakan pendidikan. Setelah
pendidikan usai, beliau telah resmi menjadi anggota aparatur sipil negara sesuai dengan keinginan dan saran sang kakak perempuan. I Kadek Yan Adi merupakan sosok yang sangat berbakti kepada orang tua beserta keluarganya. Pencapaian terbesar yang telah diraih dalam hidup menurut beliau adalah mampu menafkahi dan memberi gaji kepada orang tua. Beliau meyakini bahwa sudah saatnya beliau yang merawat, melindungi, dan memberi uang kepada orang tua, sebab orang tua lah sosok-sosok yang sudah membesarkan dan merawat I Kadek Yan Adi sejak kecil. Beliau memiliki keinginan besar untuk membalas budi kedua orang tua dan hal tersebut merupakan hal yang wajib dilakukan menurutnya. Beliau juga mencerminkan kepribadian yang patut dicontohi yaitu sifat kemandirian dan motif untuk tidak membebani orang tua sedikit pun. Hal ini ditunjukkan ketika beliau mengikuti tes seleksi ASN yang pendaftaran ataupun biaya pendidikannya tidak dipungut sepeser pun. Juga terdapat saatnya ketika beliau terjatuh sakit, beliau memutuskan untuk tidak memberitahu orang tua, karena beliau mengetahui bahwa hal tersebut hanya akan membebani pikiran orang tua. Singkat cerita ketika tengah menjalankan tugas, beliau mendapatkan telepon dari ayah dan ayah menyampaikan bahwa almarhum ibu beliau telah meninggal. Beliau sangat tergerus akan berita tersebut. Akan tetapi, beliau mulai membangkitkan kembali semangat dan motivasi untuk terus maju dan berusaha kepada orang tua yang masih hidup. Beliau menyikapi peristiwa tersebut dengan cara menerima kenyataan, mengumpulkan motivasi, dan terus berusaha berjalan menuju masa yang akan datang. Menurut beliau, hambatan terbesar yang dialaminya adalah ketika tidak dapat meluangkan waktu kepada almarhum ibu yang sedang sakit. Beliau mempercayai bahwa ketika kita mendapat kesempatan, kesempatan itu tidak boleh disia-siakan dan harus cepat diambil, baik di dalam dunia karir, keluarga, sosial dan lain-lain. Kini beliau sudah menjadi orang yang sukses, berprestasi, dan mampu menafkahi orang tua yang masih ada dan keluarga. Beliau kini berdinas dan menetap di Jakarta guna melaksanakan tugas dan kewajibannya. Beliau berpesan kepada seluruh orang-orang yang sedang berjuang, baik dalam masalah kehidupan, karir, keluarga, keuangan, sosial, dan lain-lain untuk selalu semangat dan berusaha walaupun kegagalan menghampiri diri kita. Sebab beliau percaya bahwa dari kegagalan tersebut akan menciptakan suatu benih yang akan bertumbuh menjadi lebih banyak dan lebih baik lagi. Penulis: Leonardo Lubis 20
Agatha Leticia Agatha Leticia , atau lebih sering dikenal sebagai Letty, adalah seorang siswa di Gonzaga. Dengan senyumnya yang manis dan sikap energik, baik PJJ maupun PTM, tak akan ada kelas yang membosankan saat ia ada. Lahir pada 4 November tahun 2006 di Jakarta, Letty tinggal di Hajijian, Cipete Utara. Sejak kecil, ia sudah suka menggambar. Walaupun Letty belum mempunyai rencana atau impian tetap untuk kedepannya selain menjadi mahasiswa, tetapi ia sudah kepikiran untuk menjadi ilustrator digital. Harapan Letty untuk masa depan adalah bagi ia untuk tetap mempertahankan pertemanan yang dipunyainya sekarang. Ia mempunyai akun Instagram yang dipakai untuk posting ilustrasi buatannya, dengan username bur00o. Dari bangku SD sampai SMP, Letty bersekolah di Panghudi Luhur. Pada tahun 2021, ia pindah ke SMA Gonzaga. Mata pelajaran favorit Letty adalah matematika, kimia, dan seni. Meskipun ia mahir pada IPA, tetapi Letty tidak terlalu menyukai mata pelajaran tersebut. Selama menjalani edukasinya sebagai siswa, Letty pernah menjalani hubungan. Setelah putus dengan pacarnya, ia menemukan hiburan dalam suatu karakter yang bernama Jonathan Joestar. Karakter tersebut dari salah satu seri animasi Jepang kesukaan Letty, yaitu JoJo’s Bizarre Adventure. Selain menganggap tinggi orang tuanya, ia juga memandang penulis JoJo’s Bizarre Adventure (Hirohiko Araki) sederajat. Setelah membaca komiknya, Letty dapat menggambar lebih baik. Selain menggambar, ia suka bermain sosmed seperti Instagram dan TikTok pada waktu luang. Saat jalan-jalan keluar, Letty lebih memilih untuk bepergian ke arah perkotaan seperti Jakarta daripada tempat-tempat yang berbau alam. Sekarang di masa pandemi, Letty berpendapat bahwa lebih baik bagi ia dan semua orang untuk tetap dirumah dan kurangi jalan-jalan. Penulis : Maria Kinara Widyajovita 21
Search