Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore MODUL KEPERAWATAN JIWA

MODUL KEPERAWATAN JIWA

Published by mega khoirunnisa, 2021-01-25 11:41:27

Description: MODUL KEPERAWATAN JIWA

Search

Read the Text Version

Perawat mengulang pemikiran utama yang diekspresikan klien, misalnya ”Anda mengatakan bahwa ibu anda meninggalkan anda ketika anda masih berusisa 5 tahun”. Hal ini mengindikasikan bahwa perawat sedang mendengarkan dan memvalidasi, mendorong, atau mengundang perhatian pada sesuatu hal penting yang sudah dikatakannya. d. Klarifikasi Perawat mencoba merangkai kata-kata tentang ide atau pekiran klien yang tidak jelas untuk meningkatkan pemahaman perawat atau meminta klien untuk menjelaskan apa yang dimaksudkannya. Misalnya, ” Saya tidak tahu pasti apa yang anda maksudkan. Dapatkah anda jelaskan lagi hal tersebut pada saya?”. Hal ini membantu perawat meb[ngklarifikasi perasaan klien, ide, dan persepsi klien dan memberikan suatu hubungan yang eksplisit antara perawat dan tindakan klien. e. Refleksi Perawat mengarahkan klien ke belakang ide, perasaan, pertanyaan, atau konten. Misalnya, : anda merasa tegang dan cemas, hal ini berhubungan dengan pembicaraan anda dengan suami anda semalam?”. hal ini memvalidasi pemahaman perawat tentang apa yang dikatakan klien dan menunjukkan empati, rasa tertarik dan rasa hormat pada klien. f. Memfokuskan g. Identifikasi Tema h. Diam i. Humor j. Menginformasikan k. Menyarankan 3.3 Elemen Komunikasi Elemen-elemen yang harus diperhatikan oleh peawat dalam melakukan komunikasi terapeutik antara lain : a. Personal Qualities Kualitas personal merupakan salah satu kunci dari hubungan terapeutik Elemen-elemen dari kualitas personal antara lain :Kesadaran diri 44 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

b. Klarifikasi nilai c. Eksplorasi perasaan d. Role modeling e. Altruisme f. Etika dan tanggung jawab g. Facilitative communication Kemampuan perawat kesehatan jiwa untuk menggunakan bahasa verbal maupun non verbal akan menunjang hubungan terapeutik dengan klien. h. Dimensi Respon Dimensi respon merupakan elemen yang penting dalam membina hubungan saling percaya dengan klien. Elemen dari dimensi respon antara lain : Kesejatian Respek Empati Konkret i. Dimensi Tindakan Elemen dari dimensi tindakan antara lain : Konfrontasi Kesegeraan Membuka diri Emosional katarsis j. Hambatan dalam hubungan terapeutik Dalam menjalin hubungan terapeutik dengan klien tidak jarang terjadi hambatan yang mengakibatkan asuhan keperawatan menjadi tidak efektif dan tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Hal ini harus diantisipasi oleh perawat sehingga hambatan tidak terjadi atau dapat diatasi dengan baik. Adapun macam-macam hambatan dalam hubungan terapeutik antara lain : k. Resisten l. Transferen m. Countertransferen n. Pelanggaran batas 45 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

Apabila elemen-elemen komunikasi terapeutik di atas diterapkan dengan baik dan benar maka akan dihasilkan suatu hubungan yeng terapetuk antara perawat dan klien. 3.4 Fase hubungan perawat-klien 1. Fase Prainteraksi Pada fase pra-interaksi tugas awal perawat adalah eksplorasi diri, selain itu pengumpulan data tentang klien jika informasi tersedia dan merencanakan interaksi pertama dengan klien. Pada fase pra interaksi perawat belum bertemu dg klien, ada beberapa hal yang harus dikerjakan perawat dalam tahap ini : Mendapatkan informasi ttg klien (dr medical record/sumber lain) Mencari literatur yg berkaitan dg masalah yg dialami klien Mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri Menganalisis kekuatan dan kelemahan profesional diri Membuat rencana pertemuan dg klien Tipe spesifik data yg akan dicari/kegiatan yg akan dilakukan Metode yg tepat untuk kegiatan Setting ruangan/waktu yg tepat 2. Fase Orientasi Fase orientasi atau perkenalan dengan klien dimana tugas perawat pada fase ini adalah membina hubungan saling percaya, pengertian, penerimaan dan komunikasi terbuka, merumuskan kontrak dengan klien, menggali persepsi klien, pikiran, perasaan, dan tindakannya, mengidentifikasi masalah klien yang relevan, dan mengidentifikasi tujuan bersama yang spesifik dengan klien. Pada tahap orientasi perawat mulai bertemu dg klien. Hal-hal yang dilakukan perawat dalam tahap ini antara lain : a. Salam terapeutik, membangun iklim percaya, memahami penerimaan dan komunikasi terbuka b. Evaluasi dan validasi tanda dan gejala klien Evaluasi dan validasi kemampuan klien c. Memformulasikan kontrak dg klien, komponen kontrak : Nama perawat/klien (panggil klien dengan nama kesukaan). 46 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

Peran yg diharapkan dari perawat dan klien Tanggung jawab dari perawat dan klien Waktu akan dilakukan interaksi d. Tujuan Kerahasiaan Harapan Topik kegiatan 3. Fase Kerja Pada tahap kerja perawat memulai kegiatan yang sudah direncanakan sesuai dengan kondisi klien. Pada fase kerja, perawat dan klien menggali stressor dan meningkatkan penghayatan pada klien dengan mengaitkan persepsi, pikiran, dan perasaan dan tindakannya. Penghayatan ini harus diterjemahkan dalam tindakan dan perubahan perilaku. 4. Fase terminasi Pada fase terminasi, pembelajaran dimaksimalkan baik bagi klien maupun perawat dengan bertukar perasaan dan kenangan, serta mengevaluasi kemajuan klien dan pencapaian tujuan secara timbal balik. Tahap terminasi merupakan fase yg sulit tapi sangat penting dari hubungan terapeutik perawat-klien. Pada tahap ini perawat menghentikan interaksinya dg klien. Terminasi dapat merupakan terminasi sementara maupun terminasi akhir. Hal-hal yang dilakukan perawat pada tahap ini antara lain : a. Mengevaluasi kegiatan kerja yg telah dilakukan baik secara kognitif, psikomotor maupun afektif b. Merencanakan tindak lanjut dg klien c. Melakukan kontrak (waktu, tujuan, dan topic selanjutnya) d. Mengakhiri terminasi dg cara yg baik Setiap klien gangguan jiwa mempunyai respon yang berbeda-beda, sehingga perawat juga harus mempunyai strategi komunikasi yang berbeda juga pada setiap klien. 47 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

Keberhasilan perawat dalam bekerja dengan klien gangguan jiwa berhubungan dengan dasar pengetahuan, keterampilan klinis, dan kapasitas untuk introspeksi dan evaluasi diri. Penggunaan diri sendiri secara terapeutik melibatkan kepribadian perawat secara total, dan keterlibatan total ini tidaklah mudah. Penting bagi perawat untuk menyadari perasaan dan responnya serta menerima bimbingan dan dukungan yang diperlukan. Keperawatan Kesehatan jiwa merupakan suatu proses interpersonal yang dapat meningkatkan dan menyeimbangkan perilaku seseorang agar dapat berfungsi dengan baik dan berkontribusi pada fungsi integrative (Stuart, 2016) Lingkup dari keperawatan kesehatan jiwa antara lain individu, keluarga dan komunitas. Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat kesehatan jiwa menggunakan dirinya sendiri secara terapeutik sebagai alat untuk membantu meningkatkan fungsi klien. Sehingga kemampuan menggunakan komunikasi terapeutik sangat penting bagi perawat kesehatan jiwa. 1. Pada klien yang mengalami gangguan persepsi sensori halusinasi, strategi yang digunakan adalah dengan : a. Eksplorasi pengalaman klien terhadap halusinasinya b. Ungkapkan bahwa perawat mempercayai apa yang dialami oleh klien tetapi ungkapkan juga bahwa perawat tidak mengalami apa yang dialami oleh klien c. Hindari mendebat klien tentang validitas dari halusinasinya d. Apabila klien masing merasa ragu tentang apa yang dialami, ajak klien untuk menanyakan pada perawat lain e. Fokuskan klien pada topik pembicaraan. 2. Pada klien yang mengalami gangguan konsep diri harga diri rendah, strategi yang digunakan adalah : a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan perasaanya b. Beri support kepada klien untuk menggali eksistensi dirinya c. Beri reinforcement positif 3. Pada klien waham strategi yang digunakan adalah dengan : a. Eksplorasi pengalaman klien terhadap wahamnya b. Hindari berdebat dengan klien tentang isi dari wahamnya c. Ajak klien untuk melihat kenyataan yang ada 48 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

4. Pada klien dengan isolasi sosial strategi yang digunakan adalah dengan : a. Eksplorasi perasaan klien b. Ajak klien untuk secara bertahap mengenal lingkungan sekitarnya c. Beri reinforcement positif Skenario : Seorang wanita usia 30 tahun dirawat di ruang rawat inap sejak lima hari yang lalu. Dari hasil pengkajian didapatkan bahwa klien sering bicara dan menangis sendiri sejak kematian anaknya 6 bulan yang lalu. Bagaimana teknik komunikasi therapeutik pada klien? 49 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN Hari/Tanggal : _____________________ Pertemuan ke : _____________________ SP ke : _____________________ A. Proses Keperawatan 1. Kondisi klien _________________________________________________ _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ 2.Diagnosis keperawatan : _________________________________________ _______________________________________________________________ 3. Tujuan khusus : ________________________________________________ ________________________________________________ ________________________________________________ 4.Tindakan keperawatan : _____________________________________________ ________________________________________________________________ _________________________________________________________________ _________________________________________________________________ _________________________________________________________________ B. Proses Pelaksanaan Tindakan ORIENTASI 1. Salam terapeutik : _____________________________________________ 2. Evaluasi : ____________________________________________________ Validasi : ____________________________________________________ 3. Kontrak : Topik : ______________________________________________ Waktu : _____________________________________________ Tempat : ____________________________________________ Tujuan Interaksi : KERJA (langkah-langkah tindakan keperawatan) 50 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

1. ____________________________________________________________ 2. ____________________________________________________________ 3. ____________________________________________________________ 4. ____________________________________________________________ 5. ____________________________________________________________ dst. TERMINASI 1. Evaluasi respons klien terhadap tindakan keperawatan Evaluasi klien (subyektif) : _______________________________________ ____________________________________________________________ Evaluasi perawat (obyektif setelah reinforcement) ____________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ 2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil ________ tindakan yang telah dilakukan) : __________________________________ ____________________________________________________________ 3. Kontrak yang akan datang : ______________________________________ Topik: ______________________________________________________ Waktu: ________________________________________________________ Tempat: _______________________________________________________ 51 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

STRATEGI PELAKSANAAN (SP) TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HALUSINASI Hari/Tanggal : _______________ Pertemuan ke: 1 (satu) SP ke : 1 (satu) A. Proses Keperawatan 1. Kondisi klien 1.1 Data subjektif - Klien mengatakan mendengar suara laki-laki yang membisikkan orang tuanya ada di rumah sakit dan akan memukulnya - Klien mengatakan suara itu muncul pada waktu siang dan malam hari pada saat pasien sedang sendiri - Klien mengatakan merasa takut jika suara itu muncul - Klien mengatakan menanggapi suara tersebut dengan berbicara sendiri. 1.2 Data Objektif - klien tampak bingung - Bicara klien kacau sering berbicara sendiri - Klien kadang tiba-tiba marah dan mudah tersinggung - Klien terlihat marah-marah dan berbicara sendiri sekitar 5 menit sekali pada siang dan malam hari 2. Diagnosis Keperawatan Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran 3. Tujuan khusus a. Klien dapat membina hubungan saling percaya b. Klien dapat mengenal halusinasi c. Klien dapat mengontrol halusinasi 4. Tindakan Keperawatan 52 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

a. Bina hubungan saling percaya b. Identifikasi jenis halusinasi klien c. Identifikasi isi halusinasi klien d. Identifikasi waktu halusinasi klien e. Identifikasi frekuensi halusinasi klien f. Identifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi g. Identifikasi respon klien terhadap halusinasi h. Ajarkan klien menghardik halusinasi i. Anjurkan klien memasukan cara menghardik cara halusinasi dalam jadwal harian B. Strategi Komunikasi Orientasi 1. Salam terapeutik Assalamualaikum selamat pagi Bapak/Ibu, perkenalkan nama saya suster …… biasa dipanggil suter …….. Saya adalah mahasiswa Poltekkes Jakarta 1 yang sedang praktik di ruangan Melati RSJ Bisa Mandiri. Mulai hari ini saya yang akan merawat Bapak/Ibu. Sebelumnya saya boleh tau nama Bapak/Ibu siapa ? Bapak/Ibu lebih senang di panggil siapa ? 2. Evaluasi Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini? Semalam bisa tidur nyenyak? Apa yang mengganggu Bapak/Ibu sampai tidak bisa tidur? Apa yang dikatakan suara itu? 3. Validasi Lalu apa yang dilakukan biasanya untuk mengurangi suara-suara tersebut? Bagus sekali. Bisa berkurang suaranya? Baik kalau belum berhasil, nanti kita pelajari cara menguranginya ya. 4. Kontrak (topic, waktu, tempat) Setelah mendengar cerita Bapak/Ibu tadi, bagaimana kalau hari ini kita latihan cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi suara-suara tersebut? 53 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

Saya akan mengajarkan cara mengurangi suara-suara tersebut kurang lebih 30 menit, tempatnya diruangan ini saja ya Bapak/Ibu. Bagaimana? Bapak/Ibu mau? 5. Tujuan Tujuannya adalah agar dapat mengontrol suara-suara tersebut sehingga berkurang dan tidak mengganggu Bapak/Ibu lagi. . Kerja Baiklah, bisa diceritakan kapan Bapak/Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara tersebut? Apakah terus menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan Bapak/Ibu paling sering mendengar suara tersebut?berapa kali Bapak/Ibu alami dalam sehari? Pada saat itu Bapak/Ibu sedang dalam keadaan apa? Pada saat sendiri? Atau bagaimana? Lalu apa yang Bapak/Ibu rasakan pada saat mendengar suara-suara tersebut? Apa yang Bapak/Ibu lakukan pada saat mendengar suara tersebut? Apakah dengan cara itu bisa berhasil menghilangkan suara-suaranya? Baiklah, bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul? Ok baik. Saya coba jelaskan dulu ya, itu adalah suara halusinasi, ada suaranya, tetapi tidak ada wujudnya, tidak nyata, hanya Bapak/Ibu yang mendengarnya, saya tidak mendengarnya, suster lain juga tidak mendengarnya. Jadi ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama dengan cara menghardik suara tersebut. Kedua dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga dengan melakukan kegiatan yang sudah terjadwal. Dan yang keempat dengan cara minum obat secara teratur. Sekarang kita akan belajar satu cara dulu ya, dengarkan saya baik-baik dan perhatikan saya Bapak/Ibu.. Bapak/Ibu yakin saya bisa bantu ibu? Baik kalau begitu, apabila ibu mendengar suara bisikan itu, ibu bisa melakukan dengan cara mengusirnya, dengan cara 54 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

meletakan kedua tangan ibu ditelinga Bapak/Ibu rapat-rapat sambil mengatakan “pergi pergi kamu suara palsu, saya tidak mau mendengar suara kamu lagi”. Coba perhatikan saya ya? Begini caranya…(perawat mencontohkan). Nah sekarang kita bersama-sama lakukan ya.. (klien dan perawat melakukan secara bersama-sama). Nah, bagus sekali. Sekarang coba Bapak/Ibu lakukan sendiri. Bagus sekali. Bapak/Ibu bisa lakukan berulang kali ketika suara itu muncul. Sampai suara tersebut hilang atau tidak terdengar lagi. Apa ibu sudah mengerti penjelasan saya? Terminasi 4. Evaluasi subjetif Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita berlajar tentang cara mengontrol suara dengan menghardik suaranya ? 5. Evaluasi Objektif Coba tolong Bapak/Ibu ulangi dan jelaskan kembali tentang cara mengusir suara-suara yang telah saya ajarkan tadi. Wahh sudah bagus, ternyata Bapak/Ibu masih ingat apa yang saya ajarkan. 6. Rencana tindakan lanjut Bapak/Ibu, nanti jika suara itu datang lagi Bapak/Ibu bisa melakukan dengan cara mengusir untuk mengontrol suara-suara tersebut. Jangan lupa cara mengusir ini bisa ibu masukan kedalam jadwal harian ibu. Mau berapa kali Bapak/Ibu mau latihan menghardiknya? Mau dua kali pagi dan sore? Mari...kita masukkan dalam jadwal aktivitas harian. Nah tuliskan disini dan beri tanda dengan huruf M (mandiri) kalau dilakukan tanpa disuruh, B (bantuan) kalau diingatkan baru dilaku- kan dan T (tidak) tidak melakukan. 4. Kontrak yang akan datang Baikalah Bapak/Ibu, setelah kita melakukan cara mengusir suara-suara, besok kita akan bertemu lagi tentang cara mengontrol suara-suara aneh yang datang dengan cara bercakap-cakap. Mau jam berapa? Pagi-pagi sehabis makan? Jam 55 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

08.00 ya?Tempatnya di sini lagi saja. Kalau begitu suster pamit dulu ya, Bapak/Ibu. Assalamualaikum. 56 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

FORMAT EVALUASI STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK NO ASPEK YANG DINILAI POIN 12345 PROSES KEPERAWATAN 1. Kondisi klien (Pengkajian) A. 2 Diagnosis 3. Tujuan 4. Tindakan Keperawatan PERKENALAN/ ORIENTASI 1. Salam terapeutik 2. Evaluasi B I. 3. Validasi 4. Kontrak (topic, tempat, waktu) 5. Tujuan tindakan KERJA (langkah-langkah tindakan keperawatan) B 1. Teknik komunikasi terapeutik II 2. Sikap komunikasi terapeutik 3. Langkah-langkah tindakan keperawatan sesuai rencana TERMINASI 1. Evaluasi respons subjektif klien B 2. Evaluasi respons objektif klien III 3. Rencana tindak lanjut 4. Kontrak yang akan datang (topik, tempat, waktu) DOKUMENTASI IMPLEMENTASI C 1. Implementasi 2. Evaluasi (SOAP) TOTAL POIN TOTAL : _____ x 100 = _____ 1 = Sangat kurang 90 Keterangan 5 = sangat baik 4 = Baik 3 = Sedang 2 = Kurang 57 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

UNIT 3 ASUHAN KEPERAWATAN ANSIETAS Penyusun: Mega Lestari Khoirunnisa, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.J 1. Kompetensi 1.1 Mampu melakukan komunikasi terapeutik kepada klien 1.2 Mampu menerapkan aspek etik dan legal dalam praktik keperawatan 1.3 Mampu menerapkan terapi modalitas tarik napas dalam kepada klien dan keluarga 1.4 Mampu menerapkan terapi modalitas hypnosis lima jari dalam kepada klien dan keluarga 2. Tujuan 2.1 Mampu menerapkan asuhan keperawatan individu pada klien gangguan jiwa dan dengan diagnosis risiko 2.2 Mampu menggunakan komunikasi terapeutik dengan klien ansietas 2.3 Mampu menerapkan terapi modalitas tarik napas dalam kepada klien dan keluarga 2.4 Mampu menerapkan terapi modalitas hypnosis lima jari dalam kepada klien dan keluarga 58 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

1. Terapi Modalitas: Teknik Relaksasi Nafas Dalam 1.1 Definisi Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer dan Bare, 2002). Teknik relaksasi nafas dalam tidak saja menyebabkan efek yang menenangkan fisik tetapi juga menenangkan pikiran. Oleh karena itu beberapa teknik relaksasi seperti nafas dalam dapat membantu untuk meningkatkan kemampuan berkonsentrasi, kemampuan mengontrol diri, menurunkan emosi, dan depresi (Handoyo,2005). 1.2. Tujuan dan Manfaat Teknik Relaksasi Nafas Dalam Stuart (2013) juga menjelaskan perilaku kekerasan dapat terlihat pada wajah yang tegang, tidak bias diam, mengepalkan atau memukulkan tangan, rahang mengencang, peningkatan pernafasan dan kadang seperti kataton. Perasaan marah atau jengkel pada klien perilaku kekerasan merupakan respon terhadap kecemasan yang tidak terpenuhi dan dirasakan sebagai sebuah ancaman. Videback (2011) juga menjelaskan respon kemarahan dapat terjadi ketika individu mengalami frustasi, terluka, atau ketakutan dan jika individu mengalami kesulitan dalam mengekspresikan kemarahan maka ini sering dikaitkan dengan gangguan jiwa. Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu: mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa respon pada klien dengan risiko perilaku kekerasan yaitu adanya perubahan fisiologis pada organ-organ tubuh, seperti peningkatan denyut jantung dan frekuensi pernafasan, serta ketegangan otot. Hal tersebut diakibatkan karena jantung semakin kencang memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan juga peningkatan frekuensi pernafasan yang menyebabkan proses absorbsi oksigen menjadi singkat dan pemenuhan oksigen tidak terpenuhi. Oleh karena itu dibutuhkan teknik relaksasi tarik napas dalam untuk dapat memenuhi kebutuhan oksigen dalam oragan tubuh sehingga dapat menyebabkan tubuh menjadi rileks. 59 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

Menurut National Safety Council (2004), bahwa teknik relaksasi nafas dalam saat ini masih menjadi metode relaksasi yang termudah. Metode ini mudah dilakukan karena pernafasan itu sendiri merupakan tindakan yang dapat dilakukan secara normal tanpa perlu berfikir atau merasa ragu. Sementara Smeltzer dan Bare (2002) menyatakan bahwa tujuan dari teknik relaksasi nafas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan efisiensi batuk mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan. Sedangkan manfaat yang dapat dirasakan oleh klien setelah melakukan teknik relaksasi nafas dalam adalah dapat menghilangkan nyeri, ketenteraman hati, dan berkurangnya rasa cemas. Soekarno dan Pramudaningsih (2015) juga menjelaskan, efek relaksasi dari tarik napas dalam antara lain terjadinya penurunan denyut nadi, tekanan darah dan pernafasan, penurunan konsumsi oksigen, penurunan ketegangan otot dan ketegangan ekspresi, serta penurunan kecepatan metabolisme. Penelitian yang dilakukan oleh Kustamti dan Widodo (2008) juga menunjukkan bahwa ada pengaruh teknik relaksasi pada pasien dengan perilaku kekerasan. 1.3 Prosedur Teknik Relaksasi Nafas Dalam Bentuk pernafasan yang digunakan pada prosedur ini adalah pernafasan diafragma yang mengacu pada pendataran kubah diafragma selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan desakan udara masuk selama inspirasi (Priharjo, 2003). Lebih lanjut Priharjo (2003) menyatakan bahwa adapun langkah-langkah teknik relaksasi nafas dalam adalah sebagai berikut : a. Usahakan rileks dan tenang. b. Menarik nafas yang dalam melalui hidung dengan hitungan 1,2,3, kemudian tahan sekitar 3 detik atau semampunya. c. Hembuskan nafas melalui mulut secara perlahan-lahan. Usahakan lebih panjang 2x lipat dibandingkan menarik nafas. d. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskannya lagi melalui mulut secara perlahan-lahan. 60 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

e. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga marah atau cemas terasa berkurang. f. Ulangi sampai 3-5 kali, dengan selingi istirahat dengan nafas seperti biasa setiap 2-3 kali 61 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

FORMAT EVALUASI TARIK NAPAS DALAM NO DINILAI ASPEK YANG NILAI BOBOT YA TIDAK FASE ORIENTASI 5 1 Memberikan salam terapeutik dan kenalan : 5 a. Memberikan salam 5 5 b. Memperkenalkan diri dan menanyakan 5 nama klien 5 c. Memanggil nama panggilan yang disukai 5 5 d. Menyampaikan tujuan interaksi 5 2 Melakukan evaluasi dan validasi data : 5 b. Mengevaluasi kondisi tanda dan gejala 5 pasien b. Memvalidasi kemampuan pasien 5 5 3 Melakukan kontrak : 5 a. Waktu b. Tempat c. Topik FASE KERJA Mendemostrasikan bersama pasien teknik tarik napas dalam : Menarik nafas yang dalam melalui hidung 1 dengan hitungan 1,2,3, dengan orang yang dicintai) 2 kemudian tahan sekitar 3 detik atau semampunya. Hembuskan nafas melalui mulut secara 3 perlahan-lahan. Usahakan lebih panjang 2x lipat dibandingkan menarik nafas. d. Menarik nafas lagi melalui hidung dan 4 menghembuskannya lagi melalui mulut secara perlahan-lahan. Ulangi hingga 3-5 kali. 5 Memberikan reinforcement positive FASE TERMINASI 1 Mengevaluasi respon pasien terhadap tindakan : a.Respon subyektif b. Respon obyektif 2 Menyampaikan rencana tindak lanjut 62 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

3 Melakukan kontrak pertemuan selanjutnya : 5 a. Waktu 5 b. Tempat 5 c. Topik 5 SIKAP DAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK 5 Berhadapan dan mempertahankan kontak 5 1 mata Membungkuk ke arah pasien dengan 100 sikap terbuka dan rileks 2 Mempertahankan jarak terapeutik dan menjaga privasi 3 Menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti JUMLAH 63 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

2. Terapi Modalitas :Teknik Imajinasi terbimbing - Hipnosis Lima Jari Imajinasi terbimbing adalah sebuah teknik relaksasi yang bertujuan untuk mengurangi stress dan meningkatkan perasaan tenang dan damai. Imajinasi terbimbing atau imajinasi mental merupakan suatu teknik untuk mengkaji kekuatan pikiran saat sadar maupun tidak sadar untuk menciptakan bayangan gambar yang membawa ketenangan dan keheningan (National Safety Council, 2004). 2.1 Manfaat Imajinasi Terbimbing Imajinasi terbimbing merupakan salah satu jenis dari teknik relaksasi sehingga manfaat dari teknik ini pada umumnya sama dengan manfaat dari teknik relaksasi yang lain. Teknik ini dapat mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan dan membantu tubuh mengurangi berbagai macam penyakit seperti depresi, alergi dan asma (Holistic- online, 2006). Dalam imajinasi terbimbing klien menciptakan kesan dalam pikiran, berkonsentrasi pada kesan tersebut, sehingga secara bertahap mampu mengurangi ketegangan dan nyeri (Potter dan Perry, 2006). 2.2 Dasar Imajinasi Terbimbing Imajinasi merupakan bahasa yang digunakan oleh otak untuk berkomunikasi dengan tubuh. Segala sesuatu yang kita lakukan akan diproses oleh tubuh melalui bayangan. Imajinasi terbentuk melalui rangasangan yang diterima oleh berbagai indera seperti gambar, aroma, rasa, suara dan sentuhan (Holistic-online, 2006). Respon tersebut timbul karena otak tidak mengetahui perbedaan antara bayangan dan aktifitas nyata (Tusek, 2000 yang dikutip dalam anonim, 2008). 2.3 Proses Asosiasi Imajinasi Imajinasi terbimbing merupakan suatu teknik yang menuntut seseorang untuk membentuk sebuah bayangan/imajinasi tentang hal-hal yang disukai. Imajinasi yang terbentuk tersebut akan diterima sebagai rangsang oleh berbagai indra, kemudian rangsangan tersebut akan dijalankan ke batang otak menuju sensor thalamus. Ditalamus rangsang diformat sesuai dengan bahasa otak, sebagian kecil rangsangan itu ditransmisikan ke amigdala dan hipokampus sekitarnya dan sebagian besar lagi dikirim 64 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

ke korteks serebri, dikorteks serebri terjadi proses asosiasi pengindraan dimana rangsangan dianalisis, dipahami dan disusun menjadi sesuatu yang nyata sehingga otak mengenali objek dan arti kehadiran tersebut. Hipokampus berperan sebagai penentu sinyal sensorik dianggap penting atau tidak sehingga jika hipokampus memutuskan sinyal yang masuk adalah penting maka sinyal tersebut akan disimpan sebagai ingatan. Hal-hal yang disukai dianggap sebagai sinyal penting oleh hipokampus sehingga diproses menjadi memori. Ketika terdapat rangsangan berupa bayangan tentang hal-hal yang disukai tersebut, memori yang telah tersimpan akan muncul kembali dan menimbulkan suatu persepsi dari pengalaman sensasi yang sebenarnya, walaupun pengaruh/akibat yang timbul hanyalah suatu memori dari suatu sensasi (Guyton dan Hall, 2008). 2.4 Macam-Macam Teknik Imajinasi terbimbing Berdasarkan pada penggunaannya terdapat beberapa macam teknik imajinasi terbimbing (Holistic-Online, 2006) : a. Guided Walking Imagery Pada teknik ini pasien dianjurkan untuk mengimajinasikan pemandangan standar seperti padang rumput, pegunungan, pantai dll. kemudian imajinasi pasien dikaji untuk mengetahui sumber konflik. b. Autogenic Abeaction Dalam teknik ini pasien diminta untuk memilih sebuah perilaku negatif yang ada dalam pikirannya kemudian pasien mengungkapkan secara verbal tanpa batasan. Bila berhasil akan tampak perubahan dalam hal emosional dan raut muka pasien. c. Covert sensitization Teknik ini berdasar pada paradigma reinforcement yang menyimpulkan bahwa proses imajinasi dapat dimodifikasi berdasarkan pada prinsip yang sama dalam modifikasi perilaku. d. Covert Behaviour Rehearsal Teknik ini mengajak seseorang untuk mengimajinasikan perilaku koping yang dia inginkan. 65 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

2.5 Prosedur Hipnotis Lima Jari a. Menyentuh ibu jari dengan telunjuk (mengenang semua keadaan fisik yang menyenangkan) b. Menyentuh ibu jari dengan jari tengah(mengenang kenangan manis dengan orang yang dicintai) c. Menyentuh ibu jari dengan jari manis (mengenang semua keberhasilan dan prestasi) d. Menyentuh ibu jari dengan kelingking (mengenang tempat-tempat terindah yang pernah dikunjungi dan membayangkan berada disana) 66 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

FORMAT EVALUASI PROSEDUR : HIPNOSIS LIMA JARI NO DINILAI ASPEK YANG BOBOT NILAI YA TIDAK FASE ORIENTASI 1 Memberikan salam terapeutik dan kenalan : 5 a. Memberikan salam 5 5 b. Memperkenalkan diri dan menanyakan 5 nama klien 5 5 c. Memanggil nama panggilan yang disukai 5 d. Menyampaikan tujuan interaksi 5 5 2 Melakukan evaluasi dan validasi data : 5 5 b. Mengevaluasi kondisi tanda dan gejala pasien b. Memvalidasi kemampuan pasien 3 Melakukan kontrak : a. Waktu b. Tempat c. Topik FASE KERJA 1 Mendemostrasikan bersama pasien teknik hipnosis lima jari : a. Menyentuh ibu jari dengan telunjuk 2 (mengenang semua keadaan fisik yang menyenangkan) b. Menyentuh ibu jari dengan jari tengah 3 (mengenang kenangan manis dengan orang yang dicintai) 4 c. Menyentuh ibu jari dengan jari manis (mengenang semua keberhasilan dan prestasi) d. Menyentuh ibu jari dengan kelingking 5 (mengenang tempat-tempat terindah yang pernah dikunjungi dan membayangkan berada disana) 6 Memberikan reinforcement positive FASE TERMINASI 67 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

1 Mengevaluasi respon pasien terhadap tindakan : a.Respon subyektif 5 5 b. Respon obyektif 5 2 Menyampaikan rencana tindak lanjut 5 5 3 Melakukan kontrak pertemuan selanjutnya : 5 a. Waktu 5 b. Tempat 5 5 c. Topik 100 SIKAP DAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK Berhadapan dan mempertahankan kontak 1 mata Membungkuk ke arah pasien dengan sikap terbuka dan rileks 2 Mempertahankan jarak terapeutik dan menjaga privasi 3 Menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti JUMLAH 68 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

UNIT 4 ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI Penyusun: Mega Lestari Khoirunnisa, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.J Kompetensi a. Mampu melakukan komunikasi terapeutik keperawatan b. Mampu menerapkan aspek etik dan legal dalam praktik keperawatan c. Mampu menjalin hubungan interpersonal antara perawat dan klien secara Tujuan a. Mampu menerapkan asuhan keperawatan kelompok pada klien dengan diagnosis keperawatan gangguan persepsi sensori : halusinasi b. Mampu menggunakan komunikasi terapeutik dalam berkomunikasi dengan klien. 69 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

Teori Singkat Halusinasi Halusinasi merupakan kesalahan persepsi sensori tidak terkait dengan stimuli eksternal secara nyata. Halusinasi dapat melibatkan beberapa dari lima indera. (Townsend, 2009). Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana pasien mengalami perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara. Melihat bayangan orang atau sesuatu yang menakutkan padahal tidak ada bayangan tersebut. Membaui bau-bauan tertentu padahal orang lain tidak merasakan sensasi serupa. Merasakan mengecap sesuatu padahal tidak sedang makan apapun. Merasakan sensasi rabaan padahal tidak ada apapun dalam permukaan kulit. (BC- CMHN,2009). 1. Etiologi 1. Faktor predisposisi Biologis a. Latar belakang genetic b. Riwayat prenatal karena trauma, infeksi virus, intoksikasi obat, alcohol, penyakit, premature, malnutrisi Psikologis a. Riwayat konflik keluarga (Lapas, broken home) b. Kepribadian (mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri) c. Penolakan masa lalu yang buruk d. Gangguan konsep diri e. Riwayat kegagalan & kurang penghargaan f. Pertahanan psikologi rendah g. Riwayat tidak bisa mengontrol stimulus yang dating (suara, rabaan, penglihatan, penciuman, pengecapan, gerakan) Sosial budaya a. Tugas perkembangan yang tidak selesai b. Riwayat putus/ gagal sekolah c. Riwayat ketidakjelasan identitas & peran d. Pekerjaan stressfull 70 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

e. Kehidupan terisolasi f. Stigma masyarakat g. Riwayat tidak bisa menjalankan aktivitas keagamaan secara rutin h. Perubahan dalam kehidupan (bencana, kerusuhan, dll) i. Riwayat sulit mempertahankan hubungan interpersonal 2. Faktor presipitasi a. Semua factor biologis, psikologis dan social budaya yang ada pada factor predisposisi terjadi pada saat ini dan pada kondisi yang tidak tepat serta berulang b. Support system kurang c. Jumlah stressor dan kualitas stressor tinggi 2. Tahapan Halusinasi Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan Gejala klinis: a. Menyeringai/tertawa tidak sesuai b. Menggerakkan bibir tanpa bicara c. Gerakan mata cepat d. Bicara lambat e. Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan Tahap 2 : halusinasi bersifat menjijikkan Gejala klinis : cemas, konsentrasi menurun, ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan Gejala klinis : cenderung mengikuti halusinasi, kesulitan berhubungan dengan oranglain, perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah, kecemasan berat(berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk). Tahap 4 : halusinasi bersifat menaklukkan Gejala klinis : pasien mengikuti halusinasi, tidak mampu mengendalikan diri, tidakmamapu mengikuti perintah nyata, beresiko mencederai diri, orang lain danlingkungan. (Budi Anna Keliat, 1999). 71 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

3. Karakteristik Ada beberapa jenis halusinasi pada pasien gangguan jiwa. Kira-kira 70% halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi/dengar suara, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan. Mengkaji halusinasi dapat dilakukan dengan mengobservasi perilaku pasien dan menanyakan secara verbal apa yang sedang dialami oleh pasien. Berikut ini jenis-jenis halusinasi, data obyektif dan subyektifnya. Data objektif dapat Saudara kaji dengan cara mengobservasi perilaku pasien, sedangkan data subjektif dapat Saudara kaji dengan melakukan wawancara dengan pasien. Melalui data ini perawat dapat mengetahui isi halusinasi pasien. Jenis halusinasi Data Objektif Data Subjektif Halusinasi Dengar/suara Bicara atau tertawa sendiri Mendengar suara-suara Marah-marah tanpa sebab atau kegaduhan. Halusinasi Penglihatan Menyedengkan telinga ke Mendengar suara yang Halusinasi Penghidu arah tertentu mengajak bercakap-cakap. Halusinasi Pengecapan Menutup telinga Mendengar suara Halusinasi Perabaan menyuruh melakukan Menunjuk-nunjuk ke arah sesuatu yang berbahaya. tertentu Melihat bayangan, sinar, Ketakutan dengan pada bentuk geometris, bentuk sesuatu yang tidak jelas. kartoon, melihat hantu atau Menghidu seperti sedang monster membaui bau-bauan Membaui bau-bauan tertentu. seperti bau darah, urin, Menutup hidung. feses, kadang-kadang bau Sering meludah itu menyenangkan. Muntah Merasakan rasa seperti Menggaruk-garuk darah, urin atau feses permukaan kulit Mengatakan ada serangga di permukaan kulit Merasa seperti tersengat listrik 72 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

73 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

PEDOMAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HALUSINASI SP Tindakan Keperawatan Kepada Klien Tindakan Keperawatan Kepada Keluarga SP 1 1. Identifikasi halusinasi: isi, frekuensi, waktu 1. Diskusikan masalah yg terjadi, situasi pencetus, perasaan, respon dirasakan dalam merawat 2. Jelaskan cara mengontrol halusinasi: pasien hardik, obat, bercakap-cakap, melakukan 2. Jelaskan pengertian, tanda & kegiatan gejala, dan proses terjadinya 3. Latih cara mengontrol halusinasi dg halusinasi (gunakan booklet) menghardik 3. Jelaskan cara merawat 4. Masukan pada jadual kegiatan untuk halusinasi latihan menghardik 4. Latih cara merawat halusinasi: hardik SP 2 1. Evaluasi kegiatan menghardik. Beri pujian 1. Evaluasi kegiatan keluarga 2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan dalam merawat/melatih pasien minum obat (jelaskan 6 benar: jenis, guna, menghardik. Beri pujian dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum 2. Jelaskan 6 benar cara obat) memberikan obat 3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan 3. Latih cara memberikan/ menghardik dan minum obat membimbing minum obat 4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberi pujian 5. SP 3 1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik & 1. Evaluasi kegiatan keluarga obat. Beri pujian dalam merawat/melatih pasien 2. Latih cara mengontrol halusinasi dg menghardik dan memberikan bercakap-cakap saat terjadi halusinasi obat. Beri pujian 3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk 2. Jelaskan cara bercakap-cakap dan latihan menghardik, minum obat dan melakukan kegiatan untuk bercakap-cakap mengontrol halusinasi 3. Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan pasien terutama saat halusinasi 74 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian SP 4 1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik & 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam obat & bercakap-cakap. Beri pujian 2. merawat/melatih pasien Latih cara mengontrol halusinasi dg menghardik, memberikan obat & melakukan kegiatan harian (mulai bercakap-cakap. Beri pujian kegiatan) 2. Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, 2. Masukkan pada jadual kegiatan untuk tanda kambuh, rujukan latihan menghardik, minum obat, 3. Anjurkan membantu pasien sesuai bercakap-cakap dan kegiatan harian jadual dan memberikan pujian 75 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

FORMAT EVALUASI PROSEDUR : HALUSINASI NO DINILAI ASPEK YANG BOBOT NILAI 5 YA TIDAK FASE ORIENTASI 5 5 1 Memberikan salam terapeutik dan kenalan : 5 5 a. Memberikan salam 5 b. Memperkenalkan diri dan menanyakan 5 nama klien c. Memanggil nama panggilan yang disukai d. Menyampaikan tujuan interaksi 2 Melakukan evaluasi dan validasi data : b. Mengevaluasi kondisi tanda dan gejala pasien b. Memvalidasi kemampuan pasien 3 Melakukan kontrak : a. Waktu b. Tempat c. Topik FASE KERJA 1 Mengenal halusinasi yang dialami klien: isi, jenis, waktu, frekuensi, situasi, dan respon 2 Menjelaskan bahwa klien merasakan halusinasi tersebut, tetapi perawat tidak 3 Menjelaskan cara menghardik 5 5 4 Mendemonstrasikan cara menghardik (klien 5 mengamati) 5 5 Mendemonstrasikan secara bersama-sama cara menghardik 6 Memberikan reinforcement positive FASE TERMINASI 76 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

1 Mengevaluasi respon pasien terhadap tindakan : a.Respon subyektif 5 5 b. Respon obyektif 5 2 Menyampaikan rencana tindak lanjut 5 5 3 Melakukan kontrak pertemuan selanjutnya : 5 a. Waktu 5 b. Tempat 5 5 c. Topik 100 SIKAP DAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK Berhadapan dan mempertahankan kontak 1 mata Membungkuk ke arah pasien dengan sikap terbuka dan rileks 2 Mempertahankan jarak terapeutik dan menjaga privasi 3 Menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti JUMLAH 77 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

UNIT 5 ASUHAN KEPERAWATAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN Penyusun: Mega Lestari Khoirunnisa, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.J 2. Kompetensi 1.1 Mampu melakukan komunikasi terapeutik kepada klien 1.2 Mampu menerapkan aspek etik dan legal dalam praktik keperawatan 1.3 Mampu menerapkan terapi modalitas pada klien dengan masalah risiko perilaku kekerasan yaitu restrain kepada klien dengan gaduh gelisah 3. Tujuan 2.1 Mampu menerapkan asuhan keperawatan individu pada klien gangguan jiwa 2.2 Mampu menggunakan komunikasi terapeutik dengan klien 2.3 Mampu menerapkan terapi modalitas pada klien dengan masalah risiko perilaku kekerasan yaitu restrain kepada klien dengan gaduh gelisah 78 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

1. Terapi Modalitas: Restrain Pada Pasien Gaduh Gelisah Manajemen perilaku kekerasan merupakan hal penting dalam penatalaksanaan klien dengan perilaku kekerasan (Nijman, et al., 2005). Penatalaksanaan atau penanganan perilaku kekerasan sangat diperlukan dan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan isolasi dan atau restrain (menurut kebijakan institusi). Stuart (2013) menjelaskan bahwa klien dengan perilaku kekerasan dalam kondisi akut dapat dilakukan tindakan keperawatan sebagai bentuk strategi pengekangan adalah isolasi dan restrain. Terdapat tiga strategi dalam manajemen perilaku kekerasan yaitu: strategi pencegahan, strategi antisipasi dan strategi pengekangan. Sedangkan pengikatan (restrain) merupakan bagian dari strategi pengekangan (Sulistyowati dan Prihantini, 2014). Menurut Townsend (2009) tindakan mengisolasi klien merupakan tindakan pengurungan secara paksa terhadap klien seorang diri dalam suatu ruangan. Tindakan restrain juga merupakan suatu metode manual menggunakan perangkat fisik atau mekanik. Sedangkan Restrain adalah aplikasi langsung kekuatan fisik pada individu, tanpa ijin individu tersebut, untuk membatasi kebebasan geraknya. Kekuatan fisik ini dapat menggunakan tenaga manusia, alat mekanis atau kombinasi keduanya. Pengekangan fisik termasuk penggunaan pengekangan mekanik, seperti manset untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki, serta sprei pengekangan. Restrain dengan tenaga manusia terjadi ketika anggota staf secara fisik mengendalikan klien dan memindahkannya ke ruangan. Restrein mekanis adalah peralatan, biasanya restrein pada pergelangan tangan, kaki yang diikatkan ke tempat tidur untuk mengurangi agresi fisik klien, seperti memukul, menendang, menjambak rambut (Videbeck, 2008). Indikasi pengekangan meliputi perilaku amuk yang membahayakan diri dan orang lain, perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan, ancaman terhadap integritas fisik yang berhubungan dengan penolakan pasien untuk istirahat, makan, dan minum, permintaan pasien untuk pengendalian perilaku eksternal, pastikan bahwa tindakan ini telah dikaji dan berindikasi terapeutik (Videbeck, 2008). Peralatan yang dapat mengurangi kemampuan klien untuk menggerakkan lengan, kaki, badan, atau kepalanya secara bebas. Hal tersebut merupakan pilihan terakhir dari manajemen perilaku kekerasan yang dinilai berpotensi membahayakan 79 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

orang lain, diri sendiri, dan lingkungannya. Komplikasi yang dapat terjadi pada klien yang direstrain adalah terjadinya gangguan sirkulasi, gangguan integritas kulit, penurunan neurosensory, luka tekan dan kontraktur, pengurangan massa tulang dan otot, fraktur, gangguan nutrisi dan hidrasi, aspirasi dan kesulitan bernapas, dan inkontinensia. Oleh karena itu perlu diperhatikan oleh perawat terkait dengan kebutuhan klien selama dilakukan restrain. Pelaksanaan restrain pada orang dewasa tidak lebih dari 4 jam, pada anak-anak dan geriatric tidak lebih dari 2 jam, dan pada anak kurang dari 9 tahun tidak lebih dari 1 jam, selama klien dilakukan restrain perlu dimonitor setiap 15 menit dan tetap melakukan pemenuhan kebutuhan dasar klien seperti makan dan minum, eliminasi, latihan pergerakan harus terjamin selama dalam kondiri restrain. (Stuart, 2013). Restrain dalam psikiatrik, secara umum mengacu pada suatu bentuk tindakan menggunakan tali untuk mengekang atau membatasi gerakan ekstremitas individu yang berperilaku di luar kendali yang bertujuan untuk memberikan keamanan fisik dan psikologis individu. Didalam pelaksanaan prosedur ini di Rumah Sakit tentunya harus memiliki standarisasi demi kode etik dan legal dalam pelaksanaan prosedur pada pasien. 80 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

Dalam dunia pelayanan kesehatan standar tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu dikenal dengan istilah standard operating procedure (SOP) atau Standar Prosedur Operasional (SPO) (Perry dan Potter, 2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum yaitu sebesar 63,3% atau sebanyak 19 kali prosedur restrain tidak menimbulkan efek samping bagi pasien, 36,7% atau sebanyak 11 kali prosedur restrain memberikan efek samping bagi pasien. Walaupun sebagian besar tidak memberikan efek samping, namun masih ada prosedur restrain yang memberikan efek samping. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan mengenai prosedur tindakan restrain, sebagian besar efek samping yang ditimbulkan terjadi secara fisik. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 11 kali prosedur restrain, sebesar 68,75% pasien mengalami cedera secara fisik dan 31,5% pasien mengalami cedera secara psikologis. Sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa tindakan restrain yang dilakukan pada pasien dengan gangguan jiwa akan memberikan efek samping yang berupa efek secara fisik dan efek secara psikologis. b. Tujuan Restrain 2.1 Melindungi pasien dari cedera fisik 2.2 Memberikan lingkungan yang aman 2.3 Strategi untuk menurunkan agresifitas c. Peralatan Restrain Camisole (Jas Pengekang) Tali Pengikat 81 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

Segitiga pengikat 82 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

d. Prosedur Restrain Berbicara secara meyakinkan kepada pasien untuk menghentikan perilakunya & Ulangi penjelasan jika tidak menghentikan perilakunya akan dilakukan pengikatan. Tawarkan untuk menggunakan medikasi daripada dilakukan pengikatan. 1 (Jangan tawar menawar dengan pasien) Jangan membiarkan pasien berfikir tentang keraguan kita untuk 2 melakukan pengikatan Staf yang akan melakukan pengikatan harus sudah berada di tempat 3 (susunan tim 5-6 orang) a. Empat orang menahan masing-masing anggota gerak b. Satu orang mengawasi kepala c. Satu orang melakukan prosedur pengikatan d. Tiap anggota gerak 1 ikatan e. Ikatan pada posisi sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu aliran IV f. Posisi kepala lebih tinggi untuk menghindari aspirasi 4 Tempatkan pasien pada tempat yang mudah dilihat oleh staf 5 Manset / restrain diperiksa tiap 60 menit demi kenyamanan 6 Merubah posisi tiap 60 menit 7 Monitor tanda-tanda vital tiap 60 menit Kolaborasi dengan medis untuk medikasi antipsikotik potensi 8 tinggidengan interval 30-60 menit. (contoh: Haloperidol 5-10 mg, peroral/injeksi IM) Observasi gejala Ekstra Piramidal Sindrome (EPS) dalam 24 jam pertama, Pada umumnya berespon sebelum diberikan total dosis 9 50mg, bila EPS terapi Trihexyphenidil 2mg, dan diphenhydramin 50mg(IM/IV) Setelah pasien dapat dikendalikan, satu manset sekali waktu harus dilepas 10 dengan interval 5 menit, bergantian kiri dan kanan 83 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

Dua ikatan terakhir harus dilakukan bersama-sama (tidak menganjurkan 11 mengikat pasien dengan satu ikatan pada anggota gerak) Gambar 2. Pemasangan tali pengikat tampak belakang Gambar 3. Posisi perawat saat pemasangan restrain jika dilakukan satu orang 84 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

Gambar 4. Pemasangan Restrain Tampak Depan dan Belakang 85 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

FORMAT EVALUASI TINDAKAN RESTRAIN NO ASPEK YANG DINILAI BOBOT NILAI YA TIDAK FASE ORIENTASI 5 1 Memberikan salam terapeutik dan kenalan : a. Memberikan salam 5 b. Memperkenalkan diri dan menanyakan nama klien 5 c. Memanggil nama panggilan yang disukai d. Menyampaikan tujuan interaksi 5 2 Melakukan evaluasi dan validasi data : 5 b. Mengevaluasi kondisi tanda dan gejala pasien 5 b. Memvalidasi kemampuan pasien (Berbicara secara meyakinkan kepada pasien untuk menghentikan perilakunya & 2 Ulangi penjelasan jika tidak menghentikan perilakunya akan 5 dilakukan pengikatan) 3 Melakukan kontrak : 2 a. Waktu 2 b. Tempat 2 c. Topik 2 2 FASE KERJA 2 Tawarkan untuk menggunakan medikasi daripada dilakukan 1 pengikatan. (Jangan membiarkan pasien berfikir tentang keraguan kita untuk melakukan pengikatan) 2 Staf yang akan melakukan pengikatan harus sudah berada di tempat (susunan tim 5-6 orang) a. Empat orang menahan masing-masing anggota gerak b. Satu orang mengawasi kepala c. Satu orang melakukan prosedur pengikatan Ikatan pada posisi sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu 3 aliran IV (Tiap anggota gerak 1 ikatan &Posisi kepala lebih tinggi untuk menghindari aspirasi) 4 Tempatkan pasien pada tempat yang mudah dilihat oleh staf 5 Manset / restrain diperiksa tiap 60 menit demi kenyamanan 6 Merubah posisi tiap 60 menit 7 Monitor tanda-tanda vital tiap 60 menit Kolaborasi dengan medis untuk medikasi antipsikotik potensi 8 tinggidengan interval 30-60 menit. (contoh: Haloperidol 5-10 mg, peroral/injeksi IM) 86 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

Observasi gejala Ekstra Piramidal Sindrome (EPS) dalam 24 9 jam pertama, Pada umumnya berespon sebelum diberikan total 2 dosis 50mg, bila EPS terapi Trihexyphenidil 2mg, dan 2 diphenhydramin 50mg(IM/IV) 2 10 Setelah pasien dapat dikendalikan, satu manset sekali waktu harus dilepas dengan interval 5 menit, bergantian kiri dan kanan 5 5 Dua ikatan terakhir harus dilakukan bersama-sama (tidak 5 11 menganjurkan mengikat pasien dengan satu ikatan pada anggota 5 gerak) 5 5 FASE TERMINASI 5 1 Mengevaluasi respon pasien terhadap tindakan : 5 5 a.Respon subyektif 100 b. Respon obyektif 2 Menyampaikan rencana tindak lanjut 3 Melakukan kontrak pertemuan selanjutnya : a. Waktu b. Tempat c. Topik SIKAP DAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK 1 Berhadapan dan mempertahankan kontak mata Membungkuk ke arah pasien dengan sikap terbuka dan rileks 2 Mempertahankan jarak terapeutik dan menjaga privasi 3 Menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti JUMLAH 87 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

UNIT 6 TERAPI MODALITAS: TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK Penyusun: Mega Lestari Khoirunnisa, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.J 1. Kompetensi 1.1 Mampu melakukan komunikasi terapeutik dalam kelompok 1.2 Mampu menerapkan aspek etik dan legal dalam praktik keperawatan 1.3 Mampu menjalin hubungan interpersonal antara perawat dan klien secara dalam kelompok 2. Tujuan 2.1 Mampu menerapkan asuhan keperawatan kelompok pada klien gangguan jiwa 2.2 Mampu menggunakan komunikasi terapeutik dalam berkomunikasi dengan klien. 88 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

3 Teori Singkat Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) 1.1 Defenisi Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart, 2013). Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2008). Yosep (2008) juga menyebutkan Terapi kelompok sebagai terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal. Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu fokus terapi adalah membuat sadar diri (self-awareness). Peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan, atau ketiganya. Kelompok adalah suatu sistem sosial yang khas yang dapat didefinisikan dan dipelajari. Sebuah kelompok terdiri dari individu yang saling berinteraksi, interelasi, interdependensi dan saling membagikan norma social yang sama (Stuart, 2013). Penatalaksanaan keperawatan klien dengan gangguan jiwa adalah pemberian terapi modalitas yang salah satunya adalah Terapi Aktifitas Kelompok (TAK). Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat pada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktifitas digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan (Fortinash & Worret, 2004). Terapi aktivitas kelompok menurut Keliat (2014) merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan sebagi terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan. Perawat melakukan TAK sebagai bagian dari tindakan keperawatan kelompok, selain individu, dan keluarga. 89 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

1.2 Manfaat TAK Terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat : 1.2.1 Umum 3.1.1.1 Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain. 3.1.1.2 Membentuk sosialisasi 3.1.1.3 Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive (bertahan terhadap stress) dan adaptasi. 3.1.1.4 Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti kognitif dan afektif. 3.1.2 Khusus 3.1.2.1 Meningkatkan identitas diri 3.1.2.2 Menyalurkan emosi secara konstruktif. 3.1.2.3 Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari 3.1.2.4 Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya. 1.3 Macam Terapi Aktivitas Kelompok Terapi aktivitas kelompok (TAK) dibagi empat, yaitu : 1.3.1 Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yangmenggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2004).Fokus terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah membantu pasien yang mengalami kemunduran orientasi dengan karakteristik: pasien dengan gangguan persepsi; halusinasi, menarik diri dengan realitas, kurang inisiatif atau ide, kooperatif, sehat fisik, dan dapat berkomunikasi verbal (Yosep, 2007). 90 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

Adapun tujuan dari TAK stimulasi persepsi adalah pasien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya. Sementara, tujuan khususnya: pasien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat dan menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dialami (Darsana, 2007). Aktivitas mempersepsikan stimulus tidak nyata dan respon yang dialami dalam kehidupan, khususnya untuk pasien halusinasi. Aktivitas dibagi dalam empat sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu : 1) Sesi pertama : mengenal halusinasi 2) Sesi kedua : mengontrol halusinasi dan menghardik halusinasi 3) Sesi ketiga : menyusun jadwal kegiatan 4) Sesi keempat : cara minum obat yang benar 1.3.2 Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensori TAK stimulasi sensori adalah TAK yang diadakan dengan memberikan stimulus tertentu kepada klien sehingga terjadi perubhan perilaku. Bentuk stimulus : 1) Stimulus suara: musik 2) Stimulus visual: gambar 3) Stimulus gabungan visual dan suara: melihat televisi, video Tujuan dari TAK stimulasi sensori bertujuan agar klien mengalami : 1) Peningkatan kepekaan terhadap stimulus. 2) Peningkatan kemampuan merasakan keindahan 3) Peningkatan apresiasi terhadap lingkungan Jenis TAK yaitu : 1) TAK Stimulasi Suara 2) TAK Stimulasi Gambar 3) TAK Stimulasi Suara dan Gambar 91 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

1.3.3 Terapi Aktivitas Orientasi Realita Terapi Aktivitas Kelompok Oientasi Realita (TAK): orientasi realita adalah upaya untuk mengorientasikan keadaan nyata kepada klien, yaitu diri sendiri, orang lain, lingkungan/ tempat, dan waktu. Klien dengan gangguan jiwa psikotik, mengalami penurunan daya nilai realitas (reality testing ability). Klien tidak lagi mengenali tempat,waktu, dan orang- orang di sekitarnya. Hal ini dapat mengakibatkan klien merasa asing dan menjadi pencetus terjadinya ansietas pada klien. Untuk menanggulangi kendala ini, maka perlu ada aktivitas yang memberi stimulus secara konsisten kepada klien tentang realitas di sekitarnya. Stimulus tersebut meliputi stimulus tentang realitas lingkungan, yaitu diri sendiri, orang lain, waktu, dan tempat. Tujuan umum yaitu klien mampu mengenali orang, tempat, dan waktu sesuai dengan kenyataan, sedangkan tujuan khususnya adalah: 1) Klien mampu mengenal tempat ia berada dan pernah berada 2) Klien mengenal waktu dengan tepat. 3) Klien dapat mengenal diri sendiri dan orangorang di sekitarnya dengan tepat. Aktivitas yang dilakukan tiga sesi berupa aktivitas pengenalan orang, tempat, dan waktu. Klien yang mempunyai indikasi disorientasi realitas adalah klien halusinasi, dimensia, kebingungan, tidak kenal dirinya, salah mngenal orang lain, tempat, dan waktu. Tahapan kegiatan : 1) Sesi I : Orientasi Orang 2) Sesi II : Orientasi Tempat 3) Sesi III : Orientasi Waktu 92 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a

RENCANA TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK A. TOPIK : __________________________________________________ B. TUJUAN 1. Tujuan umum : ____________________________________________ 2. Tujuan khusus : a. ____________________________________________________ b. ____________________________________________________ c. ____________________________________________________ d. Dst C. LANDASAN TEORI (memberikan justifikasi bahwa TAK dibutuhkan pada kondisi klien yang akan dilibatkan) D. KLIEN 1. Karakteristik/kriteria 2. Proses seleksi E. PENGORGANISASIAN 1. Waktu : tanggal, hari, jam, waktu yang dibutuhkan untuk tiap langkahtindakan 2. Tim terapis : leader, co-leader, fasilitator, observer 3. Metoda dan media 93 | M o d u l K e p e r a w a t a n J i w a


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook