Ahmad Sarwat, Lc Fiqih Thaharah Buat beliau kaidah seperti ini tidak bisa dijadikan dasar untuk mengharamkan atau menghalalkan sesuatu. c. Al-Imam Asy-Syafi`i Beliau berpendapat bahwa semua jenis su’ru hewan itu halal dan hanya su’ru anjing dan babi saja yang haram. Dalil yang digunakan oleh mazhab beliau adalah bahwa pada dasarnya Islam tidak memberatkan para pemeluknya. Kecuali bila benar-benar sharih dan kuat dalilnya berdasarkan Al-Quran Al-Kariem dan sunnah. Sebab Allah SWT telah berfirman dalam Al- Quran Al-Kariem : ﻢ ِﺘِﻟﻴ ﻭﻛﹸﻢﻬﺮ ﻴ ﹶﻄِ ﻟﻳﺮِﻳﺪ ﻭﹶﻟ ِﻜﻦ ٍﺝﺮﻦ ﺣ ِﻢ ﻣ ﻴ ﹸﻜﹶﻠﻌ ﹶﻞ ﻋﺠ ﻟِﻴ ﺍﻟﻠﱠﻪﻳﺮِﻳﺪ ﺎﻣ ﻌﻠﱠﻜﹸﻢ ﻟﹶ ﹸﻜﻢﻋﻠﹶﻴ ﻪﻤﺘ ِﻧﻌ Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni`mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Maidah : 6) ٍﺝﺣﺮ ﻦ ِﻳ ِﻦ ﻣﻢ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪ ﻴ ﹸﻜﻋﹶﻠ ﻞﹶﺟﻌ ﺎﻭﻣ Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (QS. Al-Hajj : 78) 101
Bab 5 Istinja’ 1. Pengertian secara bahasa kata istinja’ ( )اﺳﻨﺘﺠﺎءyang berasal dari bahasa Arab ini bermakna : menghilangkan kotoran. Sedangkan secara istilah ilmu fiqih, kata istinja' ini punya beberapa makna, antara lain : menghilangkan najis dengan air. menguranginya dengan semacam batu. penggunaan air atau batu. menghilangkan najis yang keluar dari qubul (kemaluan) dan dubur (pantat).
Fiqih Thaharah Ahmad Sarwat, Lc Selain istilah istinja' ada dua istilah lain yang mirip dan terkait erat, yaitu istijmar ( )اﺳﺘﺠﻤﺎرdan istibra' ()اﺳﺘﺒﺮاء. Istijmar adalah menghilangkan sisa buang air dengan menggunakan batu atau benda-benda yang semisalnya. Sedangkan istibra` bermakna menghabiskan sisa kotoran atau air kencing hingga yakin sudah benar- benar keluar semua. 2. Hukum Istinja’ Para ulama berbeda pendapat tentang hukum istinja’ menjadi dua hukum. 2.1. Wajib Mereka berpendapat bahwa istinja’ itu hukumnya wajib ketika ada sebabnya. Dan sebabnya adalah adanya sesuatu yang keluar dari tubuh lewat dua lubang (anus atau kemaluan). Pendapat ini didukung oleh Al-Malikiyah, Asy- Syafi`iyah dan Al-Hanabilah. Sedangkan dalil yang mereka gunakan adalah hadits Rasulullah SAW berikut ini : ﻫﺐ ﺇِﺫﹶﺍ ﺫﹶ: ﻗﹶﺎﻝﹶs ﹶﺔ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻬﺎ ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲﺎﺋِﺸﻦ ﻋ ﻋ . ﻪﻨﻋ ﺠﺰِﻱ ﻬﺎ ﺗ ﻧِﺠﺎ ٍﺭ ﹶﻓﺈ ِﺑﹶﺜﻼﹶﺛﹶِﺔ ﹶﺃﺣﺘ ِﻄﺐﺴﻐﺎِﺋ ﹶﻂ ﻓﹶﹾﻠﻴﻢ ِﺇﱃﹶ ﺍﻟ ﺪﻛﹸ ﹶﺃﺣ ﺭﻭﺍﻩ ﺃﲪﺪ ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ ﻭﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﻭﺍﻟﺪﺍﺭﻗﻄﲏ Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,\"Bila 104
Ahmad Sarwat, Lc Fiqih Thaharah kamu pergi ke tempat buang air, maka bawalah tiga batu untuk membersihkan. Dan cukuplah batu itu untuk membersihkan.(HR. Ahmad, Nasai, Abu Daud, Ad- Daaruquthuni)٥٤. Hadits ini bentuknya amr atau perintah dan konsekuensinya adalah kewajiban. ﻜﹸﻢﻧﺒِﻴ ﻤ ﹸﻜﻢ ﻋﱠﻠ : ﺎﻥﺴﻠﹾﻤ ﻴ ﹶﻞ ِﻟ ِﻗ: ﺰِﻳﺪ ﻗﹶﺎ ﹶﻝﺑﻦِ ﻳ ﻦﻤﺮﺣ ﺒ ِﺪ ﺍﻟ ﻋﻦﻋ ﻘﹾِﺒ ﹶﻞﻧﺴﺘ ﺎ ﺃﹶ ﹾﻥﺎﻧﻬ ﹾﻞ ﻧ ﹶﺃﺟ: ﻤﺎﻥ ﻠﹾﺍﺀَﺓ ﹶﻓﻘﹶﺎﻝﹶ ﺳﺘﻰ ﺍ ِﳋﺮﺣ ٍﻲﺀ ﺷ ﹸﻛﻞﱠ ﻨﺠِﻲﺘﻳﺴ ﻭ ﹶﺃﻥﹾ ﻴ ِﻤﲔ ﹶﺃﺠِﻲ ِﺑﺎﻟﺘﻨﺴ ﻭ ﹶﺃ ﹾﻥ ﻧ ﻮﻝٍ ﹶﺃ ﺑ ﻭ ﻐﺎِﺋﻂٍ ﺃﹶِﹶﻠﹶﺔ ﺑﺍﻟﻘِﺒ . ٍﻌﻈﹶﻢِ ﺑﻴ ٍﻊ ﺃﹶﻭِﺮﺟ ِﻲ ﺑ ِﻨﺠﺘﺴﻭ ﺃﹶﻥﹾ ﻳ ﺎ ٍﺭ ﺃﹶﺣﺠ ﺛﹶ ﹶﻼﺛﹶﺔﹶ ﺃﹶﺎ ِﺑﹶﺄﹶﻗ ﱢﻞ ِﻣﻦﺪﻧ ﺣ ﹶﺃ ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ ﻭﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﻭﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ Dari Abdirrahman bin Yazid ra berkata bahwa telah dikatakan kepada Salman,\"Nabimu telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu\". Salman berkata,\"Benar, beliau telah melarang kita untuk menghadap kiblat ketika berak atau kencing. Juga melarang istinja' dengan tangan kanan dan istinja dengan batu yang jumlahnya kurang dari tiba buah. Dan beristinja' dengan tahi atau tulang. (HR. Muslim, Abu Daud dan Tirmizy) 2.2. Sunnah Pendapat ini didukung oleh Al-Hanafiyah dan sebagian riwayat dari Al-Malikiyah. Maksudnya adalah beristinja’ dengan menggunakan air itu hukumnya bukan wajib tetapi sunnah. Yang penting najis bekas buang air itu sudah bisa dihilangkan meskipun dengan batu atau dengan ber-istijmar. 54 Ad-Daruruquthuni mengatakan isnadnya shahih 105
Fiqih Thaharah Ahmad Sarwat, Lc Dasar yang digunakan Al-Imam Abu Hanifah dalam masalah kesunnahan istinja’ ini adalah hadits berikut : Siapa yang beristijmar maka ganjilkanlah bilangannya. Siapa yang melakukannya maka telah berbuat ihsan. Namun bila tidak maka tidak ada keberatan. (HR. Abu Daud). Selain itu beliau berpendapat bahwa najis yang ada karena sisa buang air itu termasuk najis yang sedikit. Dan menurut mazhab beliau, najis yang sedikit itu dimaafkan. Di dalam kitab Sirajul Wahhab milik kalangan mazhab Al-Hanafiyah, istinja’ itu ada 5 macam, 4 diantaranya wajib dan 1 diantaranya sunnah. Yang 4 itu adalah istinja’ dari haidh, nifas, janabah dan bila najis keluar dari lubangnya dan melebihi besarnya lubang keluarnya. Sedangkan yang hukumnya sunnah adalah bila najis keluar dari lubangnya namun besarnya tidak melebihi besar lubang itu. Mengomentari hal ini, Ibnu Najim mengatakan bahwa yang empat itu bukan istinja’ melainkan menghilangkan hadats, sedangkan yang istinja` itu hanyalah yang terakhir saja, yaitu najis yang besarnya sebesar lubang keluarnya najis. Dan itu hukumnya sunnah. Sehingga istinja’ dalam mazhab Al-Hanafiyah hukumnya sunnah. 3. Praktek Istinja’ dan adabnya Mulai dengan mengambil air dengan tangan kiri dan mencuci kemaluan, yaitu pada lubang tempat keluarnya air kencing. Atau seluruh kemaluan bila 106
Ahmad Sarwat, Lc Fiqih Thaharah sehabis keluar mazi. Kemudian mencuci dubur dan disirami dengan air dengan mengosok-gosoknya dengan tangan kiri. Sedangkan yang termasuk adab- adab istinja’ antara lain : a. Tangan Kiri Disunnahkan dalam beristinja' menggunakan tangan kiri. Dengan istinja' dengan tangan kanan hukumnya makruh. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW : ﺪﻛﹸﻢ ﺣ ﺃﹶﻤﺴِﻜﹶﻦ ﻻ ﻳs ِﻮ ﹸﻝ ﺍﹶﻟﻠﱠﻪﺭﺳ ﹶﻗﺎﻝﹶ:ﹶﺓ ﻗﹶﺎﻝﹶﺘﺎﺩ ﹶﺃﺑِﻲ ﹶﻗﻋﻦ ﺲ ﻨﻔﱠﺘﻭﻻ ﻳ ﻴ ِﻤﻴِﻨِﻪِ ﹶﻼﺀِ ﺑﻦ ﹶﺍﻟﹾﺨ ﺢ ِﻣ ﺴ ﻤ ﺘﻳ ﻭﻻ ﻮﻝﹸﻳﺒ ﻮ ﻫ ِﻤﻴﻨِِﻪ ﻭ ﺑِﻴﺮﻩ ﹶﺫﻛﹶ ﺴِﻠﻢ ﻭﺍﻟﻠﱠﻔﹾﻆﹸ ﻟِﻤ ِﻪﻋﹶﻠﻴ ﻖ ﻔﹶﻣﺘ ﺎِﺀﻓِﻲ ﺍﹶﻹِﻧ Dari Abi Qatadah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,\"Bila kamu kencing maka jangan menyentuh kemaluannya dengan tangan kanan. Bila buang air besar jangan cebok dengan tangan kanan. Dan jangan minum dengan sekali nafas\".(HR. Muttafaq 'alaihi). b. Istitar Maksudnya adalah memakai tabir atau penghalang, agar tidak terlihat orang lain. Di zaman kita sekarang ini tentu bertabir atau berpenghalang ini sudah terpenuhi dengan masuk ke dalam kamar mandi yang tertutup pintunya. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW : \"Bila kamu buang air hendaklah beristitar (menutup tabir). Bila tidak ada tabir maka menghadaplah ke belakang.(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah) 107
Fiqih Thaharah Ahmad Sarwat, Lc c. Tidak Membaca Allah Tidak membaca tulisan yang mengandung nama Allah SWT. Juga nama yang diagungkan seperti nama para malaikat. Atau nama nabi SAW. Dalilnya adalah apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW bila masuk ke tempat buang hajat, beliau melepas cincinnya. Sebab di cincin itu terukir kata \"Muhammad Rasulullah\" yang mengandung lafdzul Jalalah atau nama Allah SWT . َﺨﻼﺀ ﺧﻞﹶ ﹶﺍﻟﹾ ﺩ ﺇِﺫﹶﺍs ﻮﻝﹸ ﹶﺍﻟﱠﻠِﻪﺳ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺭ:ﻣﺎِﻟﻚٍ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺑ ِﻦ ﻧ ِﺲﻦ ﹶﺃ ﻋ ﻪﺗﻤﺎ ﺧﺿﻊ ﻭ Dari Anas bin Malik ra berkata bahwa Rasulullah SAW bila masuk ke WC meletakkan cincinnya. (HR. Arba'ah) Namun hadits ini dianggap ma'lul oleh sebagian ulama. d. Tidak Menghadap Kiblat. Dalilnya adalah hadits Rasulullah SAW, ﻢ ﻛﹸﺣﺪ ﺃﹶﹶﻠﺲ ِﺇ ﹶﺫﺍ ﺟ: ﹶﻗﺎ ﹶﻝs ﻮ ِﻝ ﺍﷲﺳﻦ ﺭ ﻋ ﺓﹶﻳﺮﺮ ﻫ ﺃﹶ ِﰊﻋﻦ ﺎ ﺭﻭﺍﻩ ﺃﲪﺪ ﻭﻣﺴﻠﻢﺮﻫ ِﺪﺑ ﺘﻳﺴ ﻻﹶﻠﹶﹶﺔ ﻭ ﹾﻘﺒِﻞﹸ ﺍﻟﻘِﺒﺴﺘ ﻳ ﺟﺘِِﻪ ﹶﻓﻼﹶ ﺎِﻟﺤ Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,\"Bila kamu mendatangi tempat buang air, janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya. \"(HR. Bukhari dan Muslim) ﻮ ٍﻝ ﺑ ﻭﻻ ﺎﺋِ ٍﻂﹶﻠﹶﺔ ﺑِﻐﻘﹾﺒِﹸﻠﻮﺍ ﺍﹶﻟﹾِﻘﺒﺴﺘ ﻪ ﻻ ﺗﻨ ﺍﷲُ ﻋﺿِﻲ ﺭﻮﺏ ﺃِﺑﻲ ﺃﹶﻳﻋﻦ 108
Ahmad Sarwat, Lc Fiqih Thaharah ﻮﺍﺑﻭ ﹶﻏﺮ ﹸﻗﻮﺍ ﺃﹶﺮﻦ ﺷ ﻟﹶ ِﻜﻭ Dari Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu,\"Janganlah menghadap kiblat saat kencing atau buang hajat, tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat\" (HR. Sab’ah) Posisi kiblat di Madinah adalah menghadap ke Selatan, sedangkan membelakangi kiblat berarti menghadap ke Utara. Sedangkan menghadap ke Barat dan Timur, artinya tidak menghadap kiblat dan juga tidak membelakanginya. Tempat buang air di masa lalu bukan berbentuk kamar mandi yang tertutup melainkan tempat terbuka yang sepi tidak dilalui orang-orang. Sedangkan bila tempatnya tertutup seperti kamar mandi di zaman kita sekarang ini, tidak dilarang bila sampai menghadap kiblat atau membelakanginya. Dasarnya adalah hadits berikut ini. Dari Jabir ra berkata bahwa Nabi SAW melarang kita menghadap kiblat saat kencing. Namun aku melihatnya setahun sebelum kematiannya menghadap kiblat. (HR.Tirmizy). Kemungkinan saat itu beliau SAW buang air di ruang yang tertutup yang khusus dibuat untuk buang air. e. Istibra` Istibra` adalah menghabiskan sisa kotoran atau air kencing hingga yakin sudah benar-benar keluar semua. f. Kaki Kiri dan Kanan Disunnahkan untuk masuk ke tempat buang air 109
Fiqih Thaharah Ahmad Sarwat, Lc dengan menggunakan kaki kiri. Sedangkan ketika keluar dengan menggunakan kaki kanan. Serta disunnahkan ketika masuk membaca doa : ِﺇ ﹶﺫﺍs ﻮ ﹸﻝ ﹶﺍﻟﻠﱠِﻪﺭﺳ ﹶﻗﺎ ﹶﻝ ﻛﹶﺎﻥﹶﻨﻪﻲ ﺍﷲُ ﻋ ﺭ ِﺿ ٍﺎِﻟﻚﻦِ ﻣﺲِ ﺑﻦ ﺃﹶﻧ ﻋ \"ِﺎﺋِﺚﺒﺍﹾﻟﺨﺚِ ﻭﺒﻦ ﹶﺍﻟﹾﺨ ﻚ ِﻣ ِﻮ ﹸﺫ ﺑﻲ ﹶﺃﻋ ﺇِﻧﻬﻢ \"ﹶﺍﻟﻠﱠ:ﺨ ﹶﻼﺀَ ﹶﻗﺎ ﹶﻝ ﹶﻞ ﺍﹶﹾﻟﺩﺧ ﺔﺒﻌ ﺍﹶﻟﺴﺟﻪ ﺮﺃﹶﺧ Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah SAW bila masuk ke tempat buang hajat, beliau mengucap,”Dengan nama Allah, aku berlindung kepada-Mu dari syetan laki dan syetan perempuan. (HR. Sab’ah) Ketika keluar disunnahkan untuk membaca lafaz : ﻦ ِﺝ ﻣ ﺮ ﺧ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺇِ ﹶﺫﺍs ﺒِﻲﺎ ﺃﹶﻥﱠ ﺍﹶﻟﻨﻬﻋﻨ ﻲ ﹶﺍﻟﻠﱠﻪ ِﺿﹶﺔ ﺭﺎﺋِﺸﻦ ﻋ ﻋ ﺴﺔﹸ ﻤﻪ ﹶﺍﹾﻟﺨﺟﺮ\" ﺃﹶﺧﻚﺮﺍﻧ \" ﹸﻏﻔﹾ:ﻐﺎِﺋﻂِ ﹶﻗﺎﻝﹶﹶﺍﻟﹾ Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi SAW bila keluar dari tempat buang hajat berkata,”ghufranak”. (HR. Khamsah) g. Tidak Sambil Berbicara Berbicara ketika buang air adalah hal yang dilarang atau dimakruhkan. Apalagi ngobrol dengan sesama orang yang sedang buang air. Dasar larangannya adalah hadits berikut ini : ﺍﺭﻮﺘﺟ ﹶﻼ ِﻥ ﹶﻓﹾﻠﻴ ﺮ ﹶﻁ ﹶﺍﻟﻐﻮﺗ ِﺇ ﹶﺫﺍs ِﻮﻝﹸ ﺍﹶﻟﱠﻠﻪﺳﹶﻗﺎﻝﹶ ﺭ: ﺟﺎِﺑﺮٍ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻦ ﻋ ﻭ ﻠﹶﻰﺖ ﻋ ﹸﻘﻤﻪ ﻳ ﹶﻓﺈِ ﱠﻥ ﺍﹶﻟﱠﻠ.ﹶﺛﺎﺤﺪ ﻳﺘ ﻭﻻ ِﺻﺎ ِﺣﺒِﻪ ﻦ ﺎ ﻋﻬﻤ ﺍﺣِ ٍﺪ ﻣِﻨﻛﹸ ﱡﻞ ﻭ 110
Ahmad Sarwat, Lc Fiqih Thaharah ُﻚ ﺫﹶِﻟ Dari Jabir bin Abdillah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,\"Bila dua orang diantara kamu buang air, hendaklah saling membelakangi dan jangan berbicara. Karena sesunguhnya Allah murka akan hal itu. 4. Istijmar Istijmar sebagaimana disebutkan di muka, arinya adalah beristinja’ bukan dengan air tapi dengan menggunakan batu atau benda lain selain air sering disebut dengan istijmar. Ada tiga buah batu yang berbeda yang digunakan untuk membersihkan bekas-bekas yang menempel saat buang air. Dasarnya adalah hadits Rasulullah SAW : Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Siapa yang beristijmar (bersuci dengan batu) maka hendaklah berwitir (menggunakan batu sebanyak bilangan ganjil). Siapa yang melaksanakannya maka dia telah berbuat ihsan dan siapa yang tidak melakukannya tidak ada masalah`. (HR. Abu Daud, Ibju Majah, Ahmad, Baihaqi dan Ibnu Hibban). Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Bila seorang kamu datang ke WC maka bawalah tiga buah batu, karena itu sudah cukup untuk menggantikannya`. (HR. Abu Daud, Baihaqi dan Syafi`i) `Janganlah salah seorang kamu beristinja’ kecuali dengan tiga buah batu`. (HR. Muslim) Tentang ketentuan apakah memang mutlak harus tiga batu atau tidak, para ulama sedirkit berbeda pendapat. 111
Fiqih Thaharah Ahmad Sarwat, Lc Pertama, mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah mengatakan bahwa jumlah tiga batu itu bukan kewajiban tetapi hanya mustahab (sunnah). Dan bila tidak sampai tiga kali sudah bersih maka sudah cukup. Sedangkan mazhab Asy-Syafi`iyyah dan Al- Hanabilah mengatakan tetap diwajibkan untuk menggunakan batu tiga kali dan harus suci dan bersih. Bila tiga kali masih belum bersih, maka harus diteruskan menjadi empat, lima dan seterusnya. Sedangkan selain batu, yang bisa digunakan adalah semua benda yang memang memenuhi ketentuan dan tidak keluar dari batas yang disebutkan : 1. Benda itu bisa untuk membersihkan bekas najis. 2. Benda itu tidak kasar seperti batu bata dan juga tidak licin seperti batu akik, karena tujuannya agar bisa menghilangkan najis. 3. Benda itu bukan sesuatu yang bernilai atau terhormat seperti emas, perak atau permata. Juga termasuk tidak boleh menggunakan sutera atau bahan pakaian tertentu, karena tindakan itu merupakan pemborosan. 4. Bendai itu bukan sesuatu yang bisa mengotori seperti arang, abu, debu atau pasir. 5. Benda itu tidak melukai manusia seperti potongan kaca beling, kawat, logam yang tajam, paku. 6. Jumhur ulama mensyaratkan harus benda yang padat bukan benda cair. Namun ulama Al- Hanafiyah membolehkan dengan benda cair 112
Ahmad Sarwat, Lc Fiqih Thaharah lainnya selain air seperti air mawar atau cuka. 7. Benda itu harus suci, sehingga beristijmar dengan menggunakan tahi / kotoran binatang tidak diperkenankan. Tidak boleh juga menggunakan tulang, makanan atau roti, kerena merupakan penghinaan. Bila mengacu kepada ketentuan para ulama, maka kertas tissue termasuk yang bisa digunakan untuk istijmar. Namun para ulama mengatakan bahwa sebaiknya selain batu atau benda yang memenuhi kriteria, gunakan juga air. Agar istinja’ itu menjadi sempurna dan bersih. 113
Bab 6 Wudhu` 1. Pengertian Kata wudhu' ( )اﻟ ُﻮﺿﻮءdalam bahasa Arab berasal dari kata al-wadha'ah ( )اﻟﻮَﺿَﺎءَةyang bermakna al- hasan ()اﻟﺤﺴﻦ, yaitu kebaikan. Dan juga sekaligus bermakna an-andzafah ()اﻟﻨﻈﺎﻓﺔ, yaitu kebersihan. Sementara menurut istilah fiqih, para ulama mazhab mendefinisikan wudhu menjadi beberapa pengertian, antara lain : Al-Hanafiyah mendefiniskan pengertian wudhu
Fiqih Thaharah Ahmad Sarwat, Lc sebagai ﺍﻟﻐﺴﻞ ﻭﺍﳌﺴﺢ ﻋﻠﻰ ﺃﻋﻀﺎﺀ ﳐﺼﻮﺻﺔ: ﺍﻟﻮﺿﻮﺀ Wudhu adalah : membasuh dan menyapu dengan air pada anggota badan tertentu.55 Al-Malikiyah mendefinisikannya sebagai : ﻭﻫﻲ ﺃﻋﺾﺀ- ﻃﻬﺎﺭﺓ ﻣﺎﺋﻴﺔ ﺗﺘﻌﻠﻖ ﺑﺄﻋﻀﺎﺀ ﳐﺼﻮﺻﺔ: ﺍﻟﻮﺿﻮﺀ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻪ ﳐﺼﻮﺹ-ﺃﺭﺑﻌﺔ Wudhu' adalah thaharah dengan menggunakan air yang mencakup anggota badan tertentu, yaitu empat anggota badan, dengan tata cara tertentu. 56 Asy-Syafi'iyah mendefiniskannya sebagai : ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻝ ﺍﳌﺎﺀ ﰲ ﺃﻋﻀﺎﺀ ﳐﺼﻮﺻﺔ ﻣﻔﺘﺘﺤﺎ ﺑﺎﻟﻨﻴﺔ: ﺍﻟﻮﺿﻮﺀ Wudhu' adalah penggunaan air pada anggota badan tertentu dimulai dengan niat.57 Hanabilah mendefinisaknnya sebagai : ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻝ ﻣﺎﺀ ﻃﻬﻮﺭ ﰲ ﺃﻋﻀﺎﺀ ﺃﺭﺑﻌﺔ )ﻭﻫﻲ ﺍﻟﻮﺟﻪ: ﺍﻟﻮﺿﻮﺀ ﻭﺍﻟﻴﺪﺍﻥ ﻭﺍﻟﺮﺃﺱ ﻭﺍﻟﺮﺟﻼﻥ( ﻋﻠﻰ ﺻﻔﺔ ﳐﺼﻮﺻﺔ ﰲ ﺍﻟﺸﺮﻉ ﺑﺄﻥ ﺎ ﻣﺮﺗﺒﺔ ﻣﻊ ﺑﺎﻗﻲ ﺍﻟﻔﺮﻭﺽ ﻳﺄﰐ Wudhu' adalah : penggunaan air yang suci pada keempat anggota tubuh yaitu wajah, kedua tangan, kepala dan kedua kaki, dengan tata cara tertentu 55 Al-Ikhtiar jilid 1 halaman 7 56 Asy-Syarhushshaghir wal hasyiatu alaihi jilid 1 halaman 104 57 Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halaman 47 116
Ahmad Sarwat, Lc Fiqih Thaharah seusai dengan syariah, yang dilakukan secara berurutan dengan sisa furudh.58 Sedangkan kata wadhuu' ( )اﻟ َﻮﺿﻮءbermakna air yang digunakan untuk berwudhu'. Wudhu' adalah sebuah ibadah ritual untuk mensucikan diri dari hadats kecil dengan menggunakan media air. Yaitu dengan cara membasuh atau mengusap beberapa bagian anggota tubuh menggunakan air sambil berniat di dalam hati dan dilakukan sebagai sebuah ritual khas atau peribadatan. Bukan sekedar bertujuan untuk membersihkan secara fisik atas kotoran, melainkan sebuah pola ibadah yang telah ditetapkan tata aturannya lewat wahyu dari langit dari Allah SWT. 2. Masyru'iyah Wudhu sudah disyariatkan sejak awal mula turunnya Islam, bersamaan waktunya dengan diwajibkannya shalat di Mekkah, jauh sebelum masa isra' miraj ke langit. Malaikat Jibril alaihissalam mengajarkan Nabi SAW gerakan shalat, dan sebelumnya dia mengajarkan tata cara wudhu terlebih dahulu. Kewajiban wudhu' didasarkan pada Al-Quran Al- Kariem, Sunnah An-nabawiyah dan juga ijma' para ulama. ﻜﹸﻢﻮﻫﺟﻼِﺓ ﻓﺎ ﹾﻏﺴِﻠﹸﻮﺍﹾ ﻭﻢ ِﺇﹶﻟﻰ ﺍﻟﺼ ﺘﻨﻮﹾﺍ ﺇِﺫﹶﺍ ﻗﹸﻤﻣﻦ ﺁ ﺎ ﺍﱠﻟﺬِﻳﻳﻬﺎ ﹶﺃﻳ 58 Kasysyaf Al-Qinna jilid 1 halaman 82 117
Fiqih Thaharah Ahmad Sarwat, Lc ﺇِﻟﹶﻰﻠﹶﻜﹸﻢﺭﺟ ﺃﹶﻢ ﻭ ﺅﻭﺳِ ﹸﻜ ﺮ ِﺤﻮﹾﺍ ﺑ ﻣﺴ ﺍﺍِﻓ ِﻖ ﻭﺮ ﺇِﻟﹶﻰ ﺍﹾﻟﻤﻜﹸﻢﻳﺪِﻳﹶﺃﻭ ﲔﻌﺒ ﺍﹾﻟ ﹶﻜ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki... (QS. Al-Maidah : 6) Sedangkan dari As-Sunnah An-Nabawiyah, salah satu yang jadi landasan masyruiyah wudhu adalah hadits berikut ini : ﻭﻻﹶ ﻪﻮﺀَ ﻟﹶ ﻭﺿ ﹶﻻﺻﻼﹶﺓﹶ ِﳌَﻦ ﹶﻻ: ﹶﻗﺎ ﹶﻝs ﺒِﻲﻋ ِﻦ ﺍﻟﻨ ﺓﹶﻳﺮﺮ ﻫ ﺃﹶ ِﰊﻋﻦ ﺭﻭﺍﻩ ﺃﲪﺪ ﻭﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﻭﺍﺑﻦ. ِﻴﻪﻠﹶ ﺍﷲِ ﻋﻢﺬﹾ ﹸﻛﺮ ﺍﺳﻦ ﹶﻻ ﻳ َِﻮَﺀ ﳌ ﻭﺿ ﻣﺎﺟﻪ Dari Abi Hurairah ra bahwa Nabi SAW bersabda,\"Tidak ada shalat kecuali dengan wudhu'. Dan tidak ada wudhu' bagi yang tidak menyebut nama Allah. (HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah) Dan para ulama seluruhnya telah berijma' atas disyariatkannya wudhu buat orang yang akan mengerjakan shalat bilamana dia berhadats. 3. Hukum Wudhu Hukum wudhu` bisa wajib dan bisa sunnah, tergantung konteks untuk apa kita berwudhu`. 3.1. Fardhu / Wajib Hukum wudhu` menjadi fardhu atau wajib 118
Ahmad Sarwat, Lc Fiqih Thaharah manakala seseorang akan melakukan hal-hal berikut ini : a. Melakukan Shalat Untuk melakukan shalat diwajibkan berwudhu', baik untuk shalat wajib maupun shalat sunnah. Termasuk juga di dalamnya sujud tilawah. Dalilnya adalah ayat Al-Quran Al-Kariem berikut ini : ﻫﻜﹸﻢ ﺟﻮ ﻼِﺓ ﻓﺎﻏﹾﺴِﻠﹸﻮﺍﹾ ﻭﻢ ﺇِﻟﹶﻰ ﺍﻟﺼ ﺘﻮﹾﺍ ﺇِﺫﹶﺍ ﹸﻗﻤﻨﻦ ﺁﻣ ﺎ ﺍﻟﱠ ِﺬﻳﻬﻳﺎ ﺃﹶﻳ ِﺇﹶﻟﻰﺟﹶﻠ ﹸﻜﻢ ﻭﹶﺃﺭ ﻢ ﻭ ِﺳﻜﹸﺮﺅ ِﺤﻮﹾﺍ ﺑ ﺴﻭﺍﻣ ﺮﺍِﻓ ِﻖ ِﺇﹶﻟﻰ ﺍﹾﻟﻤ ﹸﻜﻢﺪِﻳﹶﺃﻳﻭ ﲔﻌﺒ ﺍﻟﹾﻜﹶ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki... (QS. Al-Maidah : 6) Juga hadits Rasulullah SAW berikut ini : ﹶﻻ ﻭﻮَﺀ ﹶﻟﻪ ﺿ ﹶﻻ ﻭﺻﻼﹶﹶﺓ ﳌَِﻦ ﹶﻻ: ﹶﻗﺎ ﹶﻝs ِﺒﻲﻋ ِﻦ ﺍﻟﻨ ﹶﺓﺮﺮﻳ ﻦ ﺃﹶﰊِ ﻫ ﻋ ﺭﻭﺍﻩ ﺃﲪﺪ ﻭﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﻭﺍﺑﻦ. ِﻪﻋﹶﻠﻴ ﺍ ِﷲﻢﺬﹾﻛﹸﺮ ﺍﺳ ﹶﻻ ﻳﺀَ َِﳌﻦﻮﻭﺿ ﻣﺎﺟﻪ Dari Abi Hurairah ra bahwa Nabi SAW bersabda,\"Tidak ada shalat kecuali dengan wudhu'. Dan tidak ada wudhu' bagi yang tidak menyebut nama Allah. (HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah) Shalat kalian tidak akan diterima tanpa kesucian (berwudhu`) (HR. Bukhari dan Muslim) 119
Fiqih Thaharah Ahmad Sarwat, Lc b. Menyentuh Mushaf Jumhur ulama umumnya menyatakan bahwa diharamkan menyentuh mushaf Al-Quran bila seseorang dalam keadaan hadats kecil, atau dalam kata lain bila tidak punya wudhu'. Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah mengatakan bahwa haram bagi orang yang dalam keadaan hadats kecil untuk menyentuh mushaf meski pun dengan alas atau batang lidi. Sedangkan Al-Hanafiyah meski mengharamkan sentuhan langsung, namun bila dengan menggunakan alas atau batang lidi, hukumnya boleh. Syaratnya, alas atau batang lidi itu suci tidak mengandung najis. ﻭﻥﺮﻪ ِﺇ ﱠﻻ ﺍﳌﹸﻄﹶﻬﺴ ﻳﻤ ﻻﹶ Tidak ada yang menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci. (QS. Al-Waqi`ah : 79) Serta hadits Rasulullah SAW berikut ini : ﺒﻪﺘﺎﺏِ ﹶﺍﱠﻟ ِﺬﻱ ﻛﹶﺘِ ﺃﹶﻥﱠ ِﻓﻲ ﹶﺍﻟﹾﻜﻪ ﹶﺍﻟﻠﱠﻪﺭ ِﺣﻤ ﺑ ﹾﻜ ٍﺮ ﻦِ ﹶﺃﺑِﻲﺒﺪِ ﺍﹶﻟﻠﱠﻪِ ﺑﻋ ﻦ ﻋ ﺲ ﻤ ﺃﹶﻥﹾ ﹶﻻ ﻳ:ٍﺰﻡ ﺑ ِﻦ ﺣ ِﺮﻭﻌﻤِ ﻟﺳﻠﱠﻢ َِﻴِﻪ ﻭﻠﹶﺻﱠﻠﻰ ﺍ ُﷲ ﻋ ﺳﻮ ﹸﻝ ﺍﹶﻟﱠﻠِﻪ ﺭ ﺮﺁﻥﹶ ﺇِ ﱠﻻ ﹶﻃﺎﻫِﺮ ﺍﹶﻟﹾﻘﹸ Dari Abdullah bin Abi Bakar bahwa dalam surat yang ditulis oleh Rasulullah SAW kepada ‘Amr bin Hazm tertulis : Janganlah seseorang menyentuh Al-Quran kecuali orang yang 120
Ahmad Sarwat, Lc Fiqih Thaharah suci”.(HR. Malik).59 Keharaman menyentuh mushaf bagi orang yang berhadats kecil ini sudah menjadi ijma' para ulama yang didukung 4 mazhab utama. 60 Sedangkan pendapat yang mengatakan tidak haram, yaitu pendapat mazhab Daud Ad-Dzahiri. Dalam pandangan mazhab ini, yang diharamkan menyentuh mushaf hanyalah orang yang berhadats besar, sedangkan yang berhadats kecil tidak diharamkan. Pendapat senada datang dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu. c. Tawaf di Seputar Ka`bah Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum berwudhu` untuk tawaf di ka`bah adalah fardhu. Kecuali Al-Hanafiyah. Hal itu didasari oleh hadits Rasulullah SAW yang berbunyi : Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Tawaf di Ka`bah itu adalah shalat, kecuali Allah telah membolehkannya untuk berbicara saat tawaf. Siapa yang mau bicara saat tawaf, maka bicaralah yang baik-baik.(HR. Ibnu Hibban, Al-Hakim dan Tirmizy) 3.2. Sunnah Sedangkan yang bersifat sunnah adalah bila akan mengerjakan hal-hal berikut ini : a. Mengulangi wudhu` untuk tiap shalat 59 Malik meriwayatkan hadits ini secara mursal, namun An-Nasa’i dan Ibnu Hibban mengatakan bahwa hadits ini tersambung. Setidaknya hadits ini ma’lul (punya cacat) 60 Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, Wahbah Az-Zuhaili, jilid 1 halaman 398 121
Fiqih Thaharah Ahmad Sarwat, Lc Hal itu didasarkan atas hadits Rasulullah SAW yang menyunnahkan setiap akan shalat untuk memperbaharui wudhu` meskipun belum batal wudhu`nya. Dalilnya adalah hadits berikut ini : ﺘِﻲﻋﹶﻠﻰ ﹸﺃﻣ ﻖ ﻻ ﹶﺃ ﹾﻥ ﺃﹶﺷ ﻟﹶﻮ: ﹶﻗﺎﻝﹶs ﻲ ِﻨﺒ ﺍﻟﻦﺮﹶﺓ ﻋ ﻳﺮ ﻦ ﺃﹶِﺑﻲ ﻫ ﻋ ﺍﻩﻭﺍ ٍﻙ ﺭﻮٍﺀ ِﺑ ِﺴﻮﺿﻊ ﻛﹸ ﱢﻞ ﻭ ﻭﻣ , ٍﺿﻮﺀ ﻮ ِﺻﻼٍﺓ ﺑ ﺪ ﹸﻛ ﱢﻞ ﻨﻢ ِﻋ ﺮ َﻷﻣ ﺤِﻴ ٍﺢﺎ ٍﺩ ﺻﻨﺪ ِﺑﺈِﺳ ﻤﺃﹶﺣ Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Seandainya tidak memberatkan ummatku, pastilah aku akan perintahkan untuk berwudhu pada tiap mau shalat. Dan wudhu itu dengan bersiwak. (HR. Ahmad dengan isnad yang shahih) Selain itu disunnah bagi tiap muslim untuk selalu tampil dalam keadaan berwudhu` pada setiap kondisinya, bila memungkinkan. Ini bukan keharusan melainkah sunnah yang baik untuk diamalkan. ﺆﻣِﻦ ﻮِﺀ ﺇِ ﱠﻻ ﺍﳌﹸﺿﻋﹶﻠﻰ ﺍﻟﻮ ﺎﻓِﻆﻳﺤ ﻭﹶﻟﻦ Dari Tsauban bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Tidaklah menjaga wudhu` kecuali orang yang beriman`. (HR. Ibnu Majah, Al-Hakim, Ahmad dan Al-Baihaqi) b. Menyentuh Kitab-kitab Syar`iyah Seperti kitab tafsir, hadits, aqidah, fiqih dan lainnya. Namun bila di dalamnya lebih dominan ayat Al-Quran Al-Kariem, maka hukumnya menjadi 122
Ahmad Sarwat, Lc Fiqih Thaharah wajib.61 c. Ketika Akan Tidur Al-Hanafiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah menyatakan bahwa berwuhu ketika akan tidur adalah sunnah, sehingga seorang muslim tidur dalam keadaan suci. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW : ﹶﻠﻰﻊ ﻋ ﹶﻄ ِﺠ ﺍﺿﺼ ﹶﻼِﺓ ﹸﺛﻢ ﻟِﻠﺿﻮﺀَﻙ ﻭ ﺿﺄ ﻮﻚ ﹶﻓﺘ ﺠﻌ ﻀ ﻣﻴﺖﺗِﺇ ﹶﺫﺍ ﹶﺃ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻭ ﻣﺴﻠﻢ- ﻤﻦ ﻳَﻚ ﺍﻷ ﺷﻘﱢ Dari Al-Barra` bin Azib bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Bila kamu naik ranjang untuk tidur, maka berwudhu`lah sebagaimana kamu berwudhu` untuk shalat. Dan tidurlah dengan posisi di atas sisi kananmu . (HR. Bukhari dan Muslim). Al-Malikiyah menyatakan bahwa wudhu sebelum tidur hukumnya mustahab. Dan dalam salah satu qaul dalam mazhab itu disebutkan bahwa wudhu' junub disunnahkan sebelum tidur. Sedangkan Al-Baghawi dari kalangan Asy- Syafi'iyah mengatakan bahwa wudhu menjelang tidur bukan merupakan sesuatu yang mustahab. 62 d. Sebelum Mandi Janabah Sebelum mandi janabat disunnahkan untuk berwudhu` terlebih dahulu. Demikian juga disunnahkan berwudhu` bila seorang yang dalam 61 Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, Wahbah Az-Zuhaili, jilid 1 halaman 362 62 Al-Majmu' jilid 1 halaman 324 123
Fiqih Thaharah Ahmad Sarwat, Lc keaaan junub mau makan, minum, tidur atau mengulangi berjimak lagi. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW : Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bila dalam keadaan junub dan ingin makan atau tidur, beliau berwudhu` terlebih dahulu. (HR. Ahmad dan Muslim) Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bila ingin tidur dalam keadaan junub, beliau mencuci kemaluannya dan berwudhu` terlebih dahulu seperti wudhu` untuk shalat. (HR. Jamaah) Dan dasar tentang sunnahnya berwuhdu bagi suami istri yang ingin mengulangi hubungan seksual adalah hadits berikut ini : Dari Abi Said al-Khudhri bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Bila kamu berhubungan seksual dengan istrimu dan ingin mengulanginya lagi, maka hendaklah berwuhdu terlebih dahulu.(HR. Jamaah kecuali Bukhari) e. Ketika Marah Untuk meredakan marah, ada dalil perintah dari Rasulullah SAW untuk meredakannya dengan membasuh muka dan berwudhu`. Bila kamu marah, hendaklah kamu berwudhu`. (HR. Ahmad dalam musnadnya) f. Ketika Membaca Al-Quran Hukum berwudhu ketika membaca Al-Quran Al- Kariem adalah sunnah, bukan wajib. Berbeda dengan menyentuh mushaf menurut jumhur. Demikian juga hukumnya sunnah bila akan membaca hadits Rasulullah SAW serta membaca 124
Ahmad Sarwat, Lc Fiqih Thaharah kitab-kitab syariah. 63 Diriwayatkan bahwa Imam Malik ketika mengimla`kan pelajaran hadits kepada murid- muridnya, beliau selalu berwudhu` terlebih dahulu sebagai takzim kepada hadits Rasulullah SAW. g. Ketika Melantunkan Azan dan Iqamat Para ulama sepakat disunnahkannya wudhu untuk orang yang melakukan adzan. Namun mereka berbeda pendapat bila dilakukan oleh orang yang mengumandangkan iqamat. 64 h. Dzikir Keempat mazhab yaitu Al-Hanafiyah, Al- Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah sepakat disunnahkannya wudhu ketika berdzikir.65 i. Khutbah Jumhur ulama mengatakan bahwa wudhu untuk khutbah hukumnya mustahab. Lantaran Nabi SAW tiap selesai khutbah, langsung melakukan shalat tanpa berwudhu' lagi. Setidaknya, hukumnya menjadi sunnah. Sedangkan dalam pandangan mazhab Al- Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah, berwudhu pada khutbah Jumat merupakan syarat sah. 66 j. Ziarah Ke Makam Nabi SAW 63 Al-Hawi lil Mawardi jilid 1 halaman 111 64 Mawahibul Jalil jilid 1 halaman 181 65 Al-Futuhat Ar-Rabbaniyah jilid 1 halaman 396 66 Al-Mughni jilid 1 halaman 307 125
Fiqih Thaharah Ahmad Sarwat, Lc Para ulama menyepakati bahwa ketika seseorang berziarah ke makam Nabi SAW, maka disunnahkan atasnya untuk berwudhu. Berwudhu yang dilakukan itu merupakan bentuk pentakdzhiman atas diri Rasulullah SAW. Selain itu karena letaknya hari ini yang berada di dalam masjid, maka secara otomatis, memang sudah disunnahkan untuk berwudhu sebelumnya. 67 4. Wudhu’ Rasulullah SAW Ada pun tata cara wudhu yang dicontohkan Rasulullah SAW, bisa kita baca dari hadits berikut ini : ﻴِﻪﺴﻞﹶ ﹶﻛﱠﻔ ﹶﻓﻐ,ﺿﻮٍﺀ ﺎ ِﺑﻮﻋ ﺩﻪﻋﻨ ﺍ ُﷲﺭ ِﺿﻲ ﺎﻥﹶﺜﹾﻤﺍﻥﹶ ﺃﹶ ﱠﻥ ﻋﻤﺮ ﻦ ﺣ ﻋ ﻪﻬﺟﻞﹶ ﻭ ﹶﻏﺴ ﺛﹸﻢ,ﻨﹶﺜﺮﺘﺍﺳ ﻭ,ﻖ ﻨﺸﺘﺳ ﺍ ﻭ,ﺾ ﻤ ﻣﻀ ﺛﹸﻢ,ٍﺍﺕﻣﺮ ﹶﺛ ﹶﻼﺙﹶ ﻢ ﹸﺛ,ٍﺍﺕﺮﺮﻓﹶﻖِ ﹶﺛﻼ ﹶﺙ ﻣ ِﻨﻰ ِﺇﹶﻟﻰ ﹶﺍﹾﻟﻤﻤ ﻩ ﺍﹶﻟﹾﻴﺪ ﻳ ﹶﻞﻢ ﻏﹶﺴ ﹸﺛ,ﺮﺍ ٍﺕ ﺛﹶﻼﺙﹶ ﻣ ﻨﻰ ﺇِﹶﻟﻰﻤ ﻪ ﺍﹶﻟﹾﻴﹶﻠﻞﹶ ﺭِﺟﻢ ﹶﻏﺴ ﺛﹸ,ِﺮﹾﺃ ِﺳﻪ ِﺑﺴﺢ ﻣ ﺛﹸﻢ,ﻚ ِﺮﻯ ِﻣﺜﹾ ﹶﻞ ﺫﹶﻟ ﻴﺴﺍﹶﹾﻟ ﻳﺖﺭﹶﺃ : ﹶﻗﺎ ﹶﻝ ﹸﺛﻢ,ﻚ ِﻯ ِﻣﺜﹾﻞﹶ ﹶﺫﻟﺴﺮ ﻴ ﺍﹶﻟﹾ ﺛﹸﻢ,ٍﺮﺍﺕ ﻣ ﻴ ِﻦ ﺛﹶﻼ ﹶﺙﺒﻌ ﺍﹶﹾﻟﻜﹶ ﻪﹶﻠﻴﻖ ﻋ ﺘﻔﹶ ﻣ- ﻫ ﹶﺬﺍ ﺿﻮﺋِﻲ ﻭﻮﻧﺤ ﺿﹶﺄ ﻮ ﺗ s ِﻮﻝﹶ ﹶﺍﻟﻠﱠﻪﺭﺳ Dari Humran bahwa Utsman radhiyallahu ‘anhu meminta seember air, kemudian beliau mencuci kedua tapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur, memasukkan air ke hidung dan mengeluarkannya. Kemudian beliau membasuh wajarnya tiga kali, membasuh tanggan kanannya hingga siku tiga kali, kemudian 67 Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halaman 63 126
Ahmad Sarwat, Lc Fiqih Thaharah membasuh tanggan kirinya hingga siku tiga kali, kemudian beliau mengusap kepalanya, kemudian beliau membasuh kaki kanannya hingga mata kaki tiga kali, begitu juga yang kiri. Kemudian beliau berkata,”Aku telah melihat Rasulullah SAW berwudhu seperti wudhuku ini. (HR. Bukhari dan Muslim) Namun kalau dilihat sekilas, hadits ini tentu saja belum merinci tentang rukun wudhu, wajib dan sunnahnya. Semua dikerjakan begitu saja, tanpa dijelaskan detail rincian hukumnya masing-masing. Untuk mengetahuinya, para ulama butuh mengumpulkan ratusan bahkan ribuan hadits lainnya yang terkait dengan wudhu juga, sehingga akhirnya didapat kesimpulan-kesimpulan, baik terkait dengan rukun, wajib, sunnnah dan hal-hal yang membatalkan wudhu. 5. Rukun Wudhu` Para ulama berbeda pendapat ketika menyebutkan rukun wudhu. Ada yang menyebutkan 4 saja sebagaimana yang tercantum dalam ayat Quran, namun ada juga yang menambahinya dengan berdasarkan dalil dari Sunnah. Mazhab Hanafi Menurut Al-Hanafiyah mengatakan bahwa rukun wudhu itu hanya ada 4 sebagaimana yang disebutkan dalam nash Quran Mazhab Maliki Menurut Al-Malikiyah rukun wudhu’ itu ada 127
Fiqih Thaharah Ahmad Sarwat, Lc delapan, yaitu dengan menambahkan dengan keharusan niat, ad-dalk yaitu menggosok anggota wudhu`. Sebab menurut beliau sekedar mengguyur anggota wudhu` dengan air masih belum bermakna mencuci atau membasuh. Juga beliau menambahkan kewajiban muwalat. Mazhab Syafi’i Menurut As-Syafi`iyah rukun wudhu itu ada 6 perkara. Mazhab ini menambahi keempat hal dalam ayat Al-Quran dengan niat dan tertib yaitu kewajiban untuk melakukannya pembasuhan dan usapan dengan urut, tidak boleh terbolak balik. Istilah yang beliau gunakan adalah harus tertib Mazhab Hambali Menurut mazhab Al-Hanabilah jumlah rukun wudhu ada 7 perkara, yaitu dengan menambahkan niat, tertib dan muwalat, yaitu berkesinambungan. Maka tidak boleh terjadi jeda antara satu anggota dengan anggota yang lain yang sampai membuatnya kering dari basahnya air bekas wudhu`. Rukun Hanafi Maliki Syafi`i Hanbali 1. Niat x 2. Membasuh wajah 3. Membasuh tangan 4. Mengusap kepala 5. Membasuh kaki 6. Tertib 7. Muwalat x x 8. Ad-dalk x x x x x Jumlah 4 8 6 7 5. 1. Niat Dalam Hati 128
Ahmad Sarwat, Lc Fiqih Thaharah Niat wudhu' adalah ketetapan di dalam hati seseorang untuk melakukan serangkaian ritual yang bernama wudhu' sesuai dengan apa yang ajarkan oleh Rasulullah SAW dengan maksud ibadah. Sehingga niat ini membedakan antara seorang yang sedang memperagakan wudhu' dengan orang yang sedang melakukan wudhu'. Kalau sekedar memperagakan, tidak ada niat untuk melakukannya sebagai ritual ibadah. Sebaliknya, ketika seorang berwudhu', dia harus memastikan di dalam hatinya bahwa yang sedang dilakukannya ini adalah ritual ibadah berdasar petunjuk nabi SAW untuk tujuan tertentu. 5.2. Membasuh Wajah Para ulama menetapkan bahwa batasan wajah seseorang itu adalah tempat tumbuhnya rambut (manabit asy-sya'ri) hingga ke dagu dan dari batas telinga kanan hingga batas telinga kiri. 5.3. Membasuh kedua tangan hingga siku Secara jelas disebutkan tentang keharusan membasuh tangan hingga ke siku. Dan para ulama mengatakan bahwa yang dimaksud adalah bahwa siku harus ikut dibasahi. Sebab kata ( )إﻟﻰdalam ayat itu adalah lintihail ghayah. Selain itu karena yang disebut dengan tangan adalah termasuk juga sikunya. Selain itu juga diwajibkan untuk membahasi sela- sela jari dan juga apa yang ada di balik kuku jari. Para ulama juga mengharuskan untuk menghapus kotoran yang ada di kuku bila dikhawatirkan akan 129
Fiqih Thaharah Ahmad Sarwat, Lc menghalangi sampainya air. Jumhur ulama juga mewajibkan untuk menggerak-gerakkan cincin bila seorang memakai cincin ketika berwudhu, agar air bisa sampai ke sela- sela cincin dan jari. Namun Al-Malikiyah tidak mengharuskan hal itu. 5.4. Mengusap Kepala Yang dimaksud dengan mengusap adalah meraba atau menjalankan tangan ke bagian yang diusap dengan membasahi tangan sebelumnya dengan air. Sedangkan yang disebut kepala adalah mulai dari batas tumbuhnya rambut di bagian depan (dahi) ke arah belakang hingga ke bagian belakang kepala. Al-Hanafiyah mengatakan bahwa yang wajib untuk diusap tidak semua bagian kepala, melainkan sekadar sebagian kepala. Yaitu mulai ubun-ubun dan di atas telinga. Sedangkan Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah mengatakan bahwa yang diwajib diusap pada bagian kepala adalah seluruh bagian kepala. Bahkan Al-Hanabilah mewajibkan untuk membasuh juga kedua telinga baik belakang maupun depannya. Sebab menurut mereka kedua telinga itu bagian dari kepala juga. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah : Dua telinga itu bagian dari kepala. Namun yang wajib hanya sekali saja, tidak tiga kali. Adapun Asy-Syafi`iyyah mengatakan bahwa yang wajib diusap dengan air hanyalah sebagian dari kepala, meskipun hanya satu rambut saja. Dalil yang digunakan beliau adalah hadits Al-Mughirah : 130
Ahmad Sarwat, Lc Fiqih Thaharah Bahwa Rasulullah SAW ketika berwudhu` mengusap ubun- ubunnya dan imamahnya (sorban yang melingkari kepala). 5.5. Mencuci Kaki Hingga Mata Kaki Menurut jumhur ulama, yang dimaksud dengan hingga mata kaki adalah membasahi mata kakinya itu juga. Sebagaimana dalam masalah membahasi siku tangan. Secara khusus Rasulullah SAW mengatakan tentang orang yang tidak membasahi kedua mata kakinya dengan sebutan celaka. Celakalah kedua mata kaki dari neraka. 5.6. Tartib Yang dimaksud dengan tartib adalah mensucikan anggota wudhu secara berurutan mulai dari yang awal hingga yang akhir. Maka membasahi anggota wudhu secara acak akan menyalawi aturan wudhu. Urutannya sebagaimana yang disebutan dalam nash Quran, yaitu wajah, tangan, kepala dan kaki. Namun Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah tidak merupakan bagian dari fardhu wudhu`, melainkan hanya sunnah muakkadah. Akan halnya urutan yang disebutkan di dalam Al-Quran, hal itu bagi mereka tidaklah mengisyaratkan kewajiban urut- urutan. Sebab kata penghubunganya bukan tsumma (ّ )ﺛﻢyang bermakna : ‘kemudian’ atau ‘setelah itu’. Selain itu ada dalil dari Ali bin Abi Thalib yang diriwayatkan : Aku tidak peduli dari mana aku mulai. (HR. Ad- Daruquthuny) 131
Fiqih Thaharah Ahmad Sarwat, Lc Juga dari Ibnu Abbas : Tidak mengapa memulai dengan dua kaki sebelum kedua tangan. (HR. Ad-Daruquthuny) Namun As-Syafi`i dan Al-Hanabilah bersikeras mengatakan bahwa tertib urutan anggota yang dibasuh merupakan bagian dari fardhu dalam wudhu`. Sebab demikianlah selalu datangnya perintah dan contoh praktek wudhu`nya Rasulullah SAW. Tidak pernah diriwayatkan bahwa beliau berwudhu` dengan terbalik-balik urutannya. Dan membasuh anggota dengan cara sekaligus semua dibasahi tidak dianggap syah. 5.7. Al-Muwalat (Tidak Terputus) Maksud al-muwalat adalah tidak adanya jeda yang lama ketika berpindah dari membasuh satu anggota wudhu` ke anggota wudhu` yang lainnya. Ukurannya menurut para ulama selama belum sampai mengering air wudhu`nya itu. Kasus ini bisa terjadi manakala seseorang berwudhu lalu ternyata setelah selesai wudhu`nya, barulah dia tersadar masih ada bagian yang belum sepenuhnya basah oleh air wudhu. Maka menurut yang mewajibkan al-muwalat ini, tidak syah bila hanya membasuh bagian yang belum sempat terbasahkan. Sebaliknya, bagi yang tidak mewajibkannya, hal itu bisa saja terjadi. 5.8. Ad-Dalk Yang dimaksud dengan ad-dalk adalah mengosokkan tangan ke atas anggota wudhu setelah 132
Ahmad Sarwat, Lc Fiqih Thaharah dibasahi dengan air dan sebelum sempat kering. Hal ini tidak menjadi kewajiban menurut jumhur ulama, namun khusus Al-Malikiyah mewajibkannya. Sebab sekedar menguyurkan air ke atas anggota tubuh tidak bisa dikatakan membasuh seperti yang dimaksud dalam Al-Quran. 6. Sunnah-sunnah Wudhu` Ada pun yang termasuk perbuatan yang sunnah dalam rangkaian ibadah wudhu antara lain : 6.1. Mencuci kedua tangan Mencuci kedua tangan hingga pergelangan tangan sebelum mencelupkan tangan ke dalam wadah air. ِﻬﺎ ﰲ ﺪ ِﺧﹶﻠ ﺒ ﹶﻞ ﺃﹶﻥﹾ ﻳ ﻗﹶﻩﻳﺪ ﻐﺴِ ﹾﻞ ﻣِﻪِ ﹶﻓﻠﹾﻴﻧﻮ ﻦ ِ ﻣ ﹸﻛﻢﺪﻘﹶﻆﹶ ﹶﺃﺣﺘﻴﺳ ﺇ ﹶﺫﺍ ﺍ ﻩﻳﺪ ﺖ ﺎﺗﻦ ﺑ ﺪﺭِﻱ ﺃﹶﻳ ﻳ ﻢ ﹶﻻ ﺪ ﹸﻛ ﺣ ﻧﺎِﺀ ﻓﹶِﺈﻥﱠ ﺃﹶﺍ ِﻹ Bila salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya, hendaklah dia mencuci kedua tangannya sebelum memasukkannya ke dalam wadah air. Karena kalian tidak tahu dimana tangannya semalam. (HR. Bukhari Muslim Ahmad Nasai Ibnu Majah Abu Daud) Dalam riwayat lain disebutkan ﻬﺎ ﺛﹶ ﹶﻼﹰﺛﺎ ِﺴﹶﻠﻐﻰ ﻳﺘﺣ Hingga dia mencuci tangannya tiga kali. Menurut pendapat yang lebih kuat, tidak harus sampai mencuci tangannya tiga kali. 133
Fiqih Thaharah Ahmad Sarwat, Lc Namun kalau menurut pendapat Al-Hanabilah, urusan mencuci kedua tangan ini menjadi wajib hukumnya, yaitu buat mereka berwudhu dan baru bangun dari tidur di malam hari. Sedangkan bila wudhu yang bukan bangun dari tidur di malam hari, mencuci kedua tangan tiga kali hukumnya sunnah. 6.2. Membaca basmalah sebelum berwudhu` Dasarnya adalah hadits berikut ini : ﺃﹶﻗﹾﻄﹶﻊ:ِﻴﻢِﺣ ِﻦ ﺍﻟﺮﺣﻤ ﺴ ِﻢ ﺍﷲِ ﺍﻟﺮ ﻴﻪِ ﺑِِﺒﺃﹸ ِﻓﺒﺪﻳ ﺑﺎ ٍﻝ ﹶﻻ ٍﺮ ِﺫﻱﻛﹸﻞﱡ ﺃﹶﻣ Segala urusan yang tidak dimulai di dalamnya dengan bismillahirramanirrahim, maka utusan itu terputus.68 6.3. Berkumur dan Istinsyaq Berkumur adalah memasukkan air ke dalam mulut dan dikeluarkan lagi. Sedangkan istilah istinsyaq adalah memasukkan air ke hidung dengan tujuan membersihkannya. Mengeluarkannya lagi disebut dengan istilah istinstar. Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah mengatakan bahwa hukum berkumur dalam wudhu adalah sunnah bukan wajib. Juga sunnah dalam rangkaian mandi janabah. Dasarnya bahwa berkumur itu bukan wajib tetapi sunnah adalah hadits berikut : ﺍﻟﻠﱠﻪﺮﻙ ﻤﺎ ﹶﺃﻣ ﹾﺄ ﻛﹶﺿﺗﻮ Berwudhu'lah kamu sebagaimana Allah perintahkan. (HR. At- 68 Hadits yang dhaif 134
Ahmad Sarwat, Lc Fiqih Thaharah Tirmizy)69 Hadits ini berlatar-belakang ada seorang dusun yang tidak bisa shalat dan wudhu'. Lantas Rasulullah Saw mengajarkannya dengan singkat tanpa berkumur, kemudian beliau SAW memerintahkan baginya untuk berwudhu seperti itu, yaitu tanpa berkumur. Selain itu juga karena ayat tentang wudhu yang menyebutkan kewajiban membasuh wajah, dimana isi mulut bukan bagian dari wajah. Sehingga tidak termasuk yang wajib untuk dilakukan. Al-Hanabilah mengatakan bahwa hukum berkumur dalam wudhu adalah wajib. ﺔﹸﻤﻀ ﻀ ﺍﻟﹾﻤ: ﹶﻗﺎﻝ ﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﱠِﻪ ﺭ ﺎ ﹶﺃ ﱠﻥﻬﻋﻨ ﻪ ﺍﻟﻠﱠﺿِﻲﺸﹶﺔ ﺭ ِﺎﺋ ﻋﻋﻦ ﻨﻪﺪ ِﻣ ﺿﻮﺀِ ﺍﱠﻟﺬِﻱ ﹶﻻ ﺑ ﺍﹾﻟﻮﻕ ﻣِﻦ ﺸﺎ ﻨِﺳﺘ ِﻭﺍﻻ Dari Aisyah radhiyallahuanha bahwa Rasulullah SAW bersabda,\"Berkumur dan istinsyaq pada wudhu adalah yang harus dilakukan. (HR. Ad-Daruquthny) Selain itu mazhab ini berdalil bahwa dari semua riwayat hadits yang menceritakan teknis wudhu'nya beliau SAW, semuanya selalu disertai dengan berkumur dan istinsyaq. Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah dalam salah satu pendapatnya mengatakan bahwa berkumur itu wajib untuk mandi janabah tapi sunnah untuk wudhu. 69 Al-Imam An-Nawawi mengatakan bahwa hadits ini adalah dalil yang kuat tentang kesunnahan wudhu. 135
Fiqih Thaharah Ahmad Sarwat, Lc 6.4. Bersiwak Bersiwak artinya membersihkan gigi atau menggosoknya. Bila dilakukan pada rangkaian wudhu', hukumnya sunnah bahkan sebagian ulama mengatakan hukumnya sunnah muakkadah. Di antara dalil yang masyhur tentang kesunnahan berwudhu dengan menggosok gigi adalah hadits berikut ini : ٍﺿﻮﺀ ﹸﻛﻞ ﻭﻣﻊ ِﻮﺍﻙ ِﺑﺎﻟﺴﻢﺗﻬﺮ ﻣﺘِﻲ ﻷَﻣﻠﹶﻰ ﺃﹸﻖ ﻋ ﺷ ﹶﻻ ﺃﹶ ﱠﻥ ﺃﹶﻟﹶﻮ Seandainya Aku tidak memberatkan ummatku pastilah aku perintahkan mereka untuk menggosok gigi setiap berwudhu'. (HR. Ahmad) 6.5. Meresapkan Air ke Jenggot ٍﺎﺀ ﻣﻔﺎ ِﻣﻦﺧ ﹶﺬ ﹶﻛ ﺿﹶﺄ ﺃﹶ ﻮ ﹶﻛﺎﻥﹶ ﺇِ ﹶﺫﺍ ﺗ ﻲ ِﺒ ﹶﺃﻥﱠ ﺍﻟﻨﻨﻪ ﻋ ٍﻧﺲ ﹶﺃﻋﻦ ِّﰊ ِﱐ ﺭﺮﻫﻜﹶﺬﹶﺍ ﺃﹶﻣ ﹶﻗﺎ ﹶﻝﻪ ﻭﺘﻴﱠﻠﻞ ِﺑﻪِ ﻟِﺤ ِﻜﻪِ ﹶﻓﺨﺣﻨ ﺖ ﺤﺗ Dari Anas radhiyallahuanhu bahwa Nabi SAW bila berwudhu mengambil secukupnya dari air ke bawah dagunya dan mesesapkan air ke jenggotnya. Beliau bersabda,\"Beginilah Tuhanku memerintahkanku. (HR. Abu Daud) 6.6. Membasuh Tiga Kali Selain mengusap kepala, disunnahkan untuk membasuh masing-masing anggota wudhu' sebanyak tiga kali. Dalilnya adalah ketika Rasulullah SAW berwudhu dan membasuh masing-masing anggota wudhu' sekali, beliau mengatakan, 136
Ahmad Sarwat, Lc Fiqih Thaharah \"Ini adalah amal yang Allah SWT tidak akan menerimanya kecuali dengan cara ini\". Kemudian beliau wudhu dengan membasuh anggota wudhu masing-masing dua kali dan bersabda : \"Ini yang membuat Allah melipatgandakan amal dua kali lipat\" Kemudian beliau membasuh masing-masing tiga kali dan bersabda : ﻠِﻲﻦ ﹶﻗﺒ ﺎَﺀ ِﻣﺒِﻴﺿﻮﺀُ ﺍﻷَﻧ ﻭ ﻮِﺋﻲ ﻭﻭﺿ ﹶﺬﺍﻫ Ini adalah wudhu'ku dan wudhu'nya para nabi sebelumku.(HR. Ad-Daruquthuny) Sedangkan untuk mengusap kepala tidak disunnahkan melakukannya tiga kali, dengan dasar hadits berikut ini : ﺪﹰﺓ ِﺍﺣﹰﺓ ﻭﺮﺃﹾ ِﺳﻪِ ﻣﺢ ﺑِﺮ ﺴﻣﺿﹶﺄ ﻭ ﻮ ﺗ ﻪﹶﺃﻧ Beliau SAW berwudhu dan mengusap kepalanya sekali saja (HR. At-Tirmizy) 6.7. Membasahi seluruh kepala dengan air Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi'iyah mengatakan bahwa disunnahkan untuk mengusap seluruh bagian kepala dengan air, bukan mengguyurnya. Sedangkan Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah mewajibkan untuk meratakan seluruh kepala ketika mengusapnya. Cara mengusap atau meratakan usapan ke seluruh kepada dengan meletakkan kedua tangan di 137
Fiqih Thaharah Ahmad Sarwat, Lc depan wajah, sambil menempelkan kedua jari telunjuk dan meletakkan ibu jari pada pelipis. Lalu kedua tangan itu digerakkan mundur ke arah atas dan belakang kepala. Setelah itu arah gerakan kedua tangan itu dikembalikan lagi ke arah semula. 6.8. Membasuh dua telinga Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah mengatakan bahwa disunnahkan untuk membasuh daun telinga luar dan dalam dengan air yang baru. Hal itu karena Rasulullah SAW mempraktekkannya. 6.9. Mendahulukan Kanan Dalilnya adalah hadits yang shahih sebagai berikut : ﻢ ﺎﻣِﻨِ ﹸﻜﺪﺀُﻭﺍ ﺑِﹶﺄﻳ ﻓﹶﺎﺑﻢﺿﺄﹾﺗ ﺗﻮ ﺇِ ﹶﺫﺍ Bila kalian berwudhu maka mulailah dari bagian-bagian kananmu. (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi) ِﻭﰲ ﺭِِﻩﻬﻮ ﻃﹶﺟﻠِﻪِ ﻭ ﺗﺮﻌِﻠﻪِ ﻭﻨﺗ ِﻦ ﰲ ﻴﺎﻣﺐ ﺍﻟﺘ ِﺤ ﻳ ِﻮ ﹸﻝ ﺍﷲﺳﹶﻛﺎﻥﹶ ﺭ ِﺷﹾﺄِﻧِﻪ ﹸﻛﻠِّﻪ Rasulullah SAW itu suka mendahulukan bagian kanan ketika memakai sendal, menyisir rambut dan bersuci bahkan dalam semua kesempatan. (HR. Bukhari Muslim) 6.10. Takhlil Yang dimaksud dengan takhlil adalah takhlilul- ashabi', yaitu membasahi sela-sela jari dengan air. Dalilnya adalah hadits berikut ini : 138
Ahmad Sarwat, Lc Fiqih Thaharah ِﺻﺎِﺑﻊ ﺍ َْﻷﻦﺑﻴ ﻠﱢﻞﺧﺿﻮﺀَ ﻭ ﻮ ﺳﺒِ ِﻎ ﺍﹾﻟ ﺃﹶ Ratakanlah wudhu dan basahi sela-sela jari dengan air. (HR. At-Tirmizy) 7. Batalnya Wudhu' Hal-hal yang bisa membatalkan wudhu' ada 5 perkara. 7.1. Keluarnya Sesuatu Lewat Kemaluan. Yang dimaksud kemaluan itu termasuk bagian depan dan belakang. Dan yang keluar itu bisa apa saja termasuk benda cair seperti air kencing, mani, wadi, mazi atau apapun yang cair. Juga berupa benda padat seperti kotoran, batu ginjal, cacing atau lainny. Pendeknya apapun juga benda gas seperti kentut. Kesemuanya itu bila keluar lewat dua lubang qubul dan dubur, membuat wudhu' yang bersangkutan menjadi batal. 7.2. Tidur Tidur yang bukan dalam posisi tamakkun (tetap) di atas bumi. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW . ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﻭﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﺔ- ﺿﺄ ﻮ ﺘﻴﻡ ﹶﻓﹾﻠﻧﺎ ﻦ ﻣ Siapa yang tidur maka hendaklah dia berwudhu' (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah) Tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur yang membuat hilangnya kesadaran seseorang. Termasuk juga tidur dengan berbaring atau 139
Fiqih Thaharah Ahmad Sarwat, Lc bersandar pada dinding. Sedangkan tidur sambil duduk yang tidak bersandar kecuali pada tubuhnya sendiri, tidak termasuk yang membatalkan wudhu' sebagaimana hadits berikut : ﻣﻮﻥﹶﻨﺎﻳsﺳﻮ ِﻝ ﺍﷲ ﺭ ﺤﺎﺏ ﺻ ﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺃﹶﻧ ٍﺲ ﺭﻦ ﹶﺃ ﻋ ﻰﺣﺘ : ﻭﺯﺍﺩ ﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ- ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ- ﻥﹶﺆﻮﺿ ﺘﻭﻻﹶ ﻳ ﱡﻠﻮﻥﹶﻳﺼ ﻢ ﹸﺛ ﺳﻮﻝِ ﺍ ِﷲ ﺭ ِﺪﻬﻋﻠﹶﻰ ﻋ ﻚ ِﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﺫﹶﻟﻢ ﻭﻬﺅﺳ ﺭ ﻔﹶﻖﺗﺨ Dari Anas ra berkata bahwa para shahabat Rasulullah SAW tidur kemudian shalat tanpa berwudhu' (HR. Muslim) - Abu Daud menambahkan : Hingga kepala mereka terkulai dan itu terjadi di masa Rasulullah SAW. 7.3. Hilang Akal Hilang akal baik karena mabuk atau sakit. Seorang yang minum khamar dan hilang akalnya karena mabuk, maka wudhu' nya batal. Demikian juga orang yang sempat pingsan tidak sadarkan diri, juga batal wudhu'nya. Demikian juga orang yang sempat kesurupan atau menderita penyakit ayan, dimana kesadarannya sempat hilang beberapa waktu, wudhu'nya batal. Kalau mau shalat harus mengulangi wudhu'nya. 7.4. Menyentuh Kemaluan Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW : ﺭﻭﺍﻩ ﺃﲪﺪ ﻭﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ- ﺿﺄ ﻮ ﺘ ﻓﹶﹾﻠﻴﻩ ﺫﹶﻛﹶﺮﺲﻦ ﻣ ﻣ 140
Ahmad Sarwat, Lc Fiqih Thaharah Siapa yang menyentuh kemaluannya maka harus berwudhu (HR. Ahmad dan At-Tirmizy)70 Para ulama kemudian menetapkan dari hadits ini bahwa segala tindakan yang masuk dalam kriteria menyentuh kemaluan mengakibatkan batalnya wudhu. Baik menyentuh kemaluannya sendiri atau pun kemaluan orang lain. Baik kemaluan laki-laki maupun kemaluan wanita. Baik kemaluan manusia yang masih hidup atau pun kemauan manusia yang telah mati (mayat). Baik kemaluan orang dewasa maupun kemaluan anak kecil. Bahkan para ulama memasukkan dubur sebagai bagian dari yang jika tersentuh membatalkan wudhu. Namun para ulama mengecualikan bila menyentuh kemaluan dengan bagian luar dari telapak tangan, dimana hal itu tidak membatalkan wudhu'. 7.5. Menyentuh kulit lawan jenis Menyentuh kulit lawan jenis yang bukan mahram (mazhab As-Syafi'iyah) termasuk hal yang membatalkan wudhu. Di dalam mazhab Asy-Syafi'iyah, menyentuh kulit lawan jenis yang bukan mahram termasuk yang membatalkan wudhu'. Namun hal ini memang sebuah bentuk khilaf di antara para ulama. Sebagian mereka tidak memandang demikian. Sebab perbedaan pendapat mereka didasarkan 70 Al-Bukhari mengomentari hadits ini sebagai hadits yang paling shahih dalam masalah ini. Dan Al-Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih berdasarkan syarat dari Bukhari dan Muslim 141
Fiqih Thaharah Ahmad Sarwat, Lc pada penafsiran ayat Al-Quran yaitu : ﻢ ﺗﻜﹸﺎﻤﻋ ﻭﻜﹸﻢﻮﺍﺗ ﺧ ﺃﹶ ﻭﺗ ﹸﻜﻢﺎﻨﺑ ﻭﺗﻜﹸﻢﻬﺎ ﻣ ﹸﺃﻜﹸﻢﻋﻠﹶﻴ ﺖ ﻣﺮ ﺣ ﻢ ﺍﻟ ﱠﻼِﺗﻲ ﺗ ﹸﻜﺎﻣﻬﹸﺃﺧﺖِ ﻭ ﺕ ﺍ ُﻷ ﺎﺑﻨ ﺍﻷَ ِﺥ ﻭﺎﺕﺑﻨﻭ ﹸﻜﻢﺎ ﹶﻻﺗﺧﻭ ﺒ ﹸﻜﻢِﺑﺎﺋﻭﺭ ﻢ ﺂﺋِﻜﹸ ﻧِﺴﺎﺕﻬﺃﹸﻣﻋِﺔ ﻭ ﺿﺎ ﺍﻟﺮﻦﺗ ﹸﻜﻢ ﻣﻮﺍ ﺃﹶﺧ ﻭﻨ ﹸﻜﻢﻌﺭﺿ ﹶﺃ ﻦ ﹶﻓِﺈﻥ ﱠﻟﻢ ِﺘﻢ ِﺑﻬﻠﹾﺩﺧ ﻢ ﺍﻟﻼﱠِﺗﻲ ﺂﺋِ ﹸﻜﻧﺴ ﻣﻦ ﻮ ِﺭﻛﹸﻢﺣﺠ ﺍﻟﻼﱠِﺗﻲ ﻓِﻲ ﻣِﻦ ﺍﱠﻟ ِﺬﻳﻦﻨﺎﺋِ ﹸﻜﻢﺑﻼﹶﺋِ ﹸﻞ ﹶﺃﻭﺣ ﻢ ﻜﹸﻋﹶﻠﻴ ﺡ ﻨﺎﺟ ﻦ ﻓﹶﻼﹶ ﻢ ﺑِ ِﻬﹾﻠﺘﺩﺧ ﻧﻮﹾﺍﺗﻜﹸﻮ ﻪ ﻛﹶﺎ ﹶﻥﻒ ﺇِ ﱠﻥ ﺍﻟﻠﹼ ﹶﻠﺪ ﺳ ﻣﺎ ﹶﻗ ِﻦ ﺇﹶﻻﱠﺘﻴﺧ ﻦ ﺍ ُﻷ ﻴﺑ ﻌﻮﹾﺍﻤﺗﺠ ﻭﺃﹶﻥ ﻼﹶﺑِ ﹸﻜﻢﺃﹶﺻ ﺎﺭ ِﺣﻴﻤ ﺭﺍ ﻏﹶﻔﹸﻮ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, sedang kamu dalam keadaan junub , terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik ; sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun. (QS. An-Nisa : 23) a. Pendapat Yang Membatalkan Sebagian ulama mengartikan kata ‘menyentuh’ sebagai kiasan yang maksudnya adalah jima` (hubungan seksual). Sehingga bila hanya sekedar bersentuhan kulit, tidak membatalkan wuhu`. Ulama kalangan As-Syafi`iyah cenderung mengartikan kata ‘menyntuh’ secara harfiyah, sehingga menurut mereka sentuhan kulit antara laki- 142
Ahmad Sarwat, Lc Fiqih Thaharah laki dan wanita yang bukan mahram itu membatalkan wudhu`. Menurut mereka, bila ada kata yang mengandung dua makna antara makna hakiki dengan makna kiasan, maka yang harus didahulukan adalah makna hakikinya. Kecuali ada dalil lain yang menunjukkan perlunya menggunakan penafsiran secara kiasan. Dan Imam Asy-Syafi`i nampaknya tidak menerima hadits Ma`bad bin Nabatah dalam masalah mencium. Namun bila ditinjau lebih dalam pendapat- pendapat di kalangan ulama Syafi`iyah, maka kita juga menemukan beberapa perbedaan. Misalnya, sebagian mereka mengatakan bahwa yang batal wudhu`nya adalah yang sengaja menyentuh, sedangkan yang tersentuh tapi tidak sengaja menyentuh, maka tidak batal wudhu`nya. Juga ada pendapat yang membedakan antara sentuhan dengan lawan jenis non mahram dengan pasangan (suami istri). Menurut sebagian mereka, bila sentuhan itu antara suami istri tidak membatalkan wudhu`. b. Pendapat Yang Tidak Membatalkan Dan sebagian ulama lainnya lagi memaknainya secara harfiyah, sehingga menyentuh atau bersentuhan kulit dalam arti fisik adalah termasuk hal yang membatalkan wudhu`. Pendapat ini didukung oleh Al-Hanafiyah dan juga semua salaf dari kalangan shahabat. Sedangkan Al-Malikiyah dan jumhur pendukungnya mengatakan hal sama kecuali bila 143
Fiqih Thaharah Ahmad Sarwat, Lc sentuhan itu dibarengi dengan syahwat (lazzah), maka barulah sentuhan itu membatalkan wudhu`. Pendapat mereka dikuatkan dengan adanya hadits yang memberikan keterangan bahwa Rasulullah SAW pernah menyentuh para istrinya dan langsung mengerjakan shalat tanpa berwudhu` lagi. Dari Habib bin Abi Tsabit dari Urwah dari Aisyah ra dari Nabi SAW bahwa Rasulullah SAW mencium sebagian istrinya kemudian keluar untuk shalat tanpa berwudhu`”. Lalu ditanya kepada Aisyah,”Siapakah istri yang dimaksud kecuali anda ?”. Lalu Aisyah tertawa.( HR. Turmuzi Abu Daud, An-Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad). 144
Bab 7 Tayammum 1. Pengertian Secara bahasa, tayammum itu maknanya adalah ( )اﻟﻘﺼﺪal-qashdu, yaitu bermaksud. Sedangkan secara syar`i maknanya adalah bermaksud kepada tanah atau penggunaan tanah untuk bersuci dari hadats kecil maupun hadats besar. Caranya dengan menepuk-nepuk kedua tapak tangan ke atas tanah lalu diusapkan ke wajah dan kedua tangan dengan niat untuk bersuci dari hadats.
Fiqih Thaharah Ahmad Sarwat, Lc Tayammum berfungsi sebagai pengganti wudhu` dan mandi janabah sekaligus. Dan itu terjadi pada saat air tidak ditemukan atau pada kondisi-kondisi lainnya yang akan kami sebutkan. Maka bila ada seseorang yang terkena janabah, tidak perlu bergulingan di atas tanah, melainkan cukup baginya untuk bertayammum saja. Karena tayammum bisa menggantikan dua hal sekaligus, yaitu hadats kecil dan hadats besar. 2. Masyru`iyah Syariat Tayammum dilandasi oleh dalil-dalil syar`i baik dari Al-Quran, Sunnah dan Ijma`. 2.1. Dalil Al-Quran Allah SWT telah berfirman di dalam Al-Quran Al- Kariem tentang kebolehan bertayammum pada kondisi tertentu bagi umat Islam. ﻮﹾﺍﹶﻠﻤﺗﻌ ﻰ ﺣﺘ ﺭﻯ ﺳ ﹶﻜﺎ ﻢﻭﺃﹶﻧﺘ ﺼﻼﹶﺓﹶ ﺑﻮﹾﺍ ﺍﻟﺮ ﻘﹾﻨﻮﺍﹾ ﻻﹶ ﺗﻣ ﺁﻬﺎ ﺍﱠﻟ ِﺬﻳﻦ ﻳﻳﺎ ﺃﹶ ﺘﻢﺇِﻥ ﻛﹸﻨﺘ ِﺴﹸﻠﻮﺍﹾ ﻭﻐ ﺗ ﻰ ﺣﺘ ٍِﺒﻴﻞﻋﺎِﺑﺮِﻱ ﺳ ﺎ ِﺇﻻﱠﻨﺒﻭﻻﹶ ﺟ ﺗﹸﻘﻮﹸﻟﻮﻥﹶ ﺎﻣ ﺘﻢﺴ ﻣ ﻻﹶﻐﺂِﺋ ِﻂ ﺃﹶﻭﻦ ﺍﻟﹾﻣﻨ ﹸﻜﻢ ﻣ ﺪ ﺣ ﺟﺎﺀ ﹶﺃ ﻔﹶ ٍﺮ ﺃﹶﻭﻠﹶﻰ ﺳ ﻋﻰ ﺃﹶﻭﺿﻣﺮ ﺟﻮﻫِ ﹸﻜﻢ ﻮ ِﻮﹾﺍ ﺑﺤﺴﺎ ﹶﻓﺎﻣﻴﺒﺪﺍ ﹶﻃ ﺻِﻌﻴ ﻮﹾﺍﻤﻤ ﻴﻣﺎﺀ ﻓﹶﺘ ﺪﻭﺍﹾ ِﺠﻢ ﺗ ﺴﺎﺀ ﻓﹶﹶﻠ ﺍﻟﻨ ﺭﺍ ﻮﺍ ﹶﻏﻔﹸﻮ ﻋﻔﹸ ﹶﻛﺎﻥﹶ ِﺇ ﱠﻥ ﺍﻟﻠﹼﻪ ِﺪﻳﻜﹸﻢﹶﺃﻳﻭ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, sedang kamu dalam keadaan junub , terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit 146
Ahmad Sarwat, Lc Fiqih Thaharah atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik ; sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema`af lagi Maha Pengampun.(QS. An-Nisa : 43) 2.2. Dalil Sunnah Selain dari Al-Quran Al-Kariem, ada juga landasan syariah berdasarkan sunnah Rasulullah SAW yang menjelaskan tentang pensyariatan tayammum ini. ﻬﺎ ِﱄ ﺽ ﹸﻛﱡﻠ ﺍ َﻷﺭﺟﻌِﻠﹶﺖ : ﻗﹶﺎﻝﹶs ﺳﻮ ﹶﻝ ﺍﷲ ﺭ ﺔﹶ ﺃﹶﻥﱠﺎﻣ ﺃﹶ ِﰊ ﺃﹸﻣﻦﻋ ﻣﺘِﻲﻦ ﹸﺃ ﺟﻼﹰ ِﻣ ﺖ ﺭ ﺭ ﹶﻛ ﻤﺎ ﺃﹶﺩ ﻳﻨ ﻓﹶﹶﺄ، ﺍﻬﻮﺭ ﻃﹶﺪﺍ ﻭ ِﺠﺴِﺘﻲ ﻣ ُِﻷﻣﻭ ﺭﻭﺍﳘﺎ ﺃﲪﺪ- ﺭﻩ ﻮﻩ ﻃﹶﻬﻭﻋِﻨﺪ ﻩ ِﺠﺪﺴ ﻣﺪﻩ ﻨﺼ ﹶﻼﹸﺓ ﻓﹶِﻌ ﺍﻟ Dari Abi Umamah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,\"Telah dijadikan tanah seluruhnya untukkku dan ummatku sebagai masjid dan pensuci. Dimanapun shalat menemukan seseorang dari umatku, maka dia punya masjid dan media untuk bersci. (HR. Ahmad 5 : 248) 2.3. Ijma` Selain Al-Quran dan Sunnah, tayammum juga dikuatkan dengan landasan ijma` para ulama muslimin yang seluruhnya bersepakat atas adanya masyru`iyah tayammum sebagai pengganti wudhu`. 3. Tayammum Khusus Milik Umat Muhammad SAW Salah satu kekhususan umat Nabi Muhammad SAW dibandingkan dengan umat lainnya adalah 147
Fiqih Thaharah Ahmad Sarwat, Lc disyariatkannya tayammum sebagai pengganti wudhu` dalam kondisi tidak ada air atau tidak mungkin bersentuhan dengan air. Di dalam agama samawi lainnya, tidak pernah Allah SWT mensyariatkan tayammum. Jadi tayammum adalah salah satu ciri agama Islam yang unik dan tidak ditemukan bandingannya di dalam Nasrani atau Yahudi. : ﻗﹶﺎ ﹶﻝs ﻲ ِﻨﺒﺎ ﺃﹶﻥﱠ ﺍﹶﻟﻬﻤ ﻨﻪ ﻋﻲ ﹶﺍﻟﻠﱠ ِﺭﺿ ﺪِ ﺍﹶﻟﱠﻠِﻪﻋﺒ ِﻦﺟﺎِﺑﺮِ ﺑ ﻋﻦ ﹶﺓﺴِﲑ ِﺐ ﻣﺮﻋ ﺕ ﺑِﺎﻟ ﺮ ِﺼ ﻧ:ﺒﻠِﻲ ﹶﻗﺪﻦ ﺃﹶﺣ ﻄﹶﻬﻌ ﻳﺴﺎ ﹶﻟﻢ ﻤ ﺧﻋﻄِﻴﺖ ﹸﺃ ﻪﺭﻛﹶﺘ ﻞٍ ﹶﺃﺩﺟﺎ ﺭﻤ ﻓﹶﹶﺄﻳ,ﺍﻬﻮﺭ ﻭﻃﹶ ﺍﺴ ِﺠﺪ ﻣ ﺽ ﺖ ِﻟﻲ ﺍﹶ َﻷﺭ ﺟﻌِﻠﹶ ﻬﺮٍ ﻭ ﺷ ﱢﻞ– ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻭﻣﺴﻠﻢﺼﻼﹸﺓ ﹶﻓﻠﹾﻴﹶﺍﻟﺼ Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi SAW bersabda,”Aku diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada seorang nabi sebelumku : Aku ditolong dengan dimasukkan rasa takut sebulan sebelumnya, dijadikan tanah sebagai masjid dan media bersuci, sehingga dimanapun waktu shalat menemukan seseorang, dia bisa melakukannya. (HR. Bukhari dan Muslim) 4. Hal-hal Yang Membolehkan Tayammum 4.1. Tidak Adanya Air Dalam kondisi tidak ada air untuk berwudhu` atau mandi, seseorang bisa melakukan tayammum dengan tanah. Namun ketiadaan air itu harus dipastikan terlebih dahulu dengan cara mengusahakannya. Baik dengan cara mencarinya 148
Ahmad Sarwat, Lc Fiqih Thaharah atau membelinya. Dan sebagaimana yang telah dibahas pada bab air, ada banyak jenis air yang bisa digunakan untuk bersuci termasuk air hujan, embun, es, mata air, air laut, air sungai dan lain-lainnya. Dan di zaman sekarang ini, ada banyak air kemasan dalam botol yang dijual di pinggir jalan, semua itu membuat ketiadaan air menjadi gugur. Bila sudah diusahakan dengan berbagai cara untuk mendapatkan semua jenis air itu namun tetap tidak berhasil, barulah tayammum dengan tanah dibolehkan. Dalil yang menyebutkan bahwa ketiadaan air itu membolehkan tayammum adalah hadits Rasulullah SAW berikut ini : ﺼﻠﱠﻰ ﹶﻔ ٍﺮ ﻓﹶ ﰲِ ﺳs ﺳﻮ ِﻝ ﺍﷲ ﺭ ﻊ ﻣ ﺎﻛﹸﻨ: ﻴﻦٍ ﹶﻗﺎﻝﹶﺼﺑﻦِ ﺣ ﺍﻥﹶﻤﺮ ﻦ ﻋ ﻋ ﻲ ؟ ﹶﻗﺎ ﹶﻝ ﻠﺼﻚ ﺃﹶ ﹾﻥ ﺗ ﻌﻨﺎ ﻣ ﻣ: ﺘ ِﺰﻝٍ ﹶﻓﹶﻘﺎ ﹶﻝﻌ ﻞٍ ﻣﺮﺟ ِﺑﻮﻨﺎ ِﺱ ﹶﻓِﺈ ﹶﺫﺍ ﻫِﺑﺎﻟ - ﻚ ﻳﻜﹾِﻔﻴ ﻪﻧﻌِﻴ ِﺪ ﻓﹶِﺈﻚ ﺑﺎِﻟﺼ ﻴﻋﻠ : ﻗﹶﺎ ﹶﻝ، ﺎﺀﻭ ﹶﻻ ﻣ ﺑﺔﹸﻨﹶﺎﺘﻨِﻲ ﺟﺎﺑ ﺃﹶﺻ: ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ Dari Imran bin Hushain ra berkata bahwa kami pernah bersama Rasulullah SAW dalam sebuah perjalanan. Belaiu lalu shalat bersama orang-orang. Tiba-tiba ada seorang yang memencilkan diri (tidak ikut shalat). Beliau bertanya,\"Apa yang menghalangimu shalat ?\". Orang itu menjawab,\"Aku terkena janabah\". Beliau menjawab,\"Gunakanlah tanah untuk tayammum dan itu sudah cukup\". (HR. Bukhari 344 Muslim 682) Bahkan ada sebuah hadits yang menyatakan 149
Fiqih Thaharah Ahmad Sarwat, Lc bahwa selama seseorang tidak mendapatkan air, maka selama itu pula dia boleh tetap bertayammum, meskipun dalam jangka waktu yang lama dan terus menerus. ٍﺑِِﺈﺑِﻞs ﺳﻮ ﹸﻝ ﺍﷲ ﺮَ ِﱄ ﺭﺔَﹶﻓﹶﺄﻣﻳﻨِ ﺍﳌﹶﺪﻳﺖﻮ ﺟﺘ ِﺍ: ﺭ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﺃﹶﰊِ ﺫﹶﻋﻦ ﻣﺎ : ﹶﻗﺎ ﹶﻝ، ﻮ ﺫﹶﺭﻚ ﹶﺃﺑ ﻠﹶ ﻫ: ﹶﻓﻘﹸْﻠﹾﺖs ﻨِﺒﻲﺖ ﺍﻟ ﺗﻴ ﻓﹶﺄﹶ، ﻬﺎ ﺖ ِﻓﻴ ﹶﻓ ﹸﻜﻨ : ﻓﹶﻘﹶﺎ ﹶﻝ، ﻣﺎﺀ ِﰊ ﻗﹸﺮﻴﺲﹶﻟﺑﺔﹶ ﻭﺎﻨﺽ ﻟِﻠﺠ ﺮﺗﻌﺖ ﺃﹶ ﹸﻛﻨ: ﻚ ؟ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺎﹸﻟﺣ ﺭﻭﺍﻩ ﺃﲪﺪ ﻭﺃﺑﻮ- ﻦﺮ ﺳِﻨِﻴ ﺸ ﺍﹶﳌﺎﺀَ ﻋ ِﺠﺪﻢ ﻳ ﹶﻟﻤﻦ ِﺭ ﻟ ﻮ ﻬ ﻃﹶﺪﻌِﻴﺇِ ﱠﻥ ﺍﻟﺼ ﺩﺍﻭﺩ ﻭﺍﻷﺛﺮﻡ ﻭﻫﺬﺍ ﻟﻔﻈﻪ Dari Abi Dzar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,\"Tanah itu mensucikan bagi orang yang tidak mendapatkan air meski selama 10 tahun\". (HR. Abu Daud, Tirmizi, Nasa`i, Ahmad). 4.2. Sakit Kondisi yang lainnya yang membolehkan seseorang bertayammum sebagai penggati wudhu` adalah bila seseorang terkena penyakit yang membuatnya tidak boleh terkena air. Baik sakit dalam bentuk luka atau pun jenis penyakit lainnya. Tidak boleh terkena air itu karena ditakutnya akan semakin parah sakitnya atau terlambat kesembuhannya oleh sebab air itu. Baik atas dasar pengalaman pribadi maupun atas advis dari dokter atau ahli dalam masalah penyakit itu. Maka pada saat itu boleh baginya untuk bertayammum. Dalilnya adalah hadits Rasulullah SAW berikut ini : 150
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222