lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Adapun yang dimaksud tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan (Lihat Pasal 1ayat 6 dan 7 UU RI No. 20 tahun 2003). Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 terdapat enam pasal yang mengatur tentang pendidik dan tenaga kependidikan yaitu: pasal 39, 40, 41, 42, 43, dan 44. Pasal 39: (1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. (2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Pasal 40: (1) Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh: a. penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai; b. penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; c. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas; d. perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual; e. kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas. (2) Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban: a. menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis. 101
b. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan c. memberi keteladan dan menjaga nama baik lembaga,profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Pasal 41: (1) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah. (2) Pengangkatan, penempatan, dan penyebaran pendidik dan tenaga kependidikan diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal. (3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu. (4) Ketentuan mengenai pendidik dan tenaga kependidikansebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Pasal 42: (1) Pendidik harus mempunyai kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (2) Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi. (3) Ketentuan mengenai kualifikasi pendidik sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Pasal 43: (1) Promosi dan penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan. (2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. 102
(3) Ketentuan mengenai promosi, penghargaan, dan sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Pasal 44: (1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. (2) Penyelenggara pendidikan oleh masyarakat berkewajiban membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakannya. (3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh masyarakat. 3) Sarana dan Prasarana, Pendanaan, Pengelolaan Pendidikan, dan Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan Sarana dan Prasarana Pendidikan. Tentang sarana dan prasarana pendidikan dinyatakan pada Pasal 45 UU RI No. 20 Tahun 2003, yaitu: (1) Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik. (2) Ketentuan mengenai penyediaan sarana dan prasarana pendidikan pada semua satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Pendanaan Pendidikan. Dalam UU RI No. 20 tahun 2003, tentang pendanaan pendidikan dinyatakan pada Pasal 46 sampai dengan Pasal 49. 103
Pasal 46: (1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. (2) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (3) Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Pasal 47: (1) Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan. (2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Ketentuan mengenai sumber dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah . Pasal 48: (1) Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. (2) Ketentuan mengenai pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh peraturan pemerintah. Pasal 49: (1) Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). (2) Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 104
(3) Dana pendidikan dari Pemerintah dan pemerintah daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Dana pendidikan dari Pemerintah kepada pemerintah daerah diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (5) Ketentuan menganai pengalokasian dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Pengelolaan Pendidikan Dalam UU RI No. 20 tahun 2003 mengenai pengelolaan pendidikan dinyatakan pada Pasal 50 sampai dengan Pasal 52. Pasal 50: (1) Pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab menteri. (2) Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional. (3) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyeleng garakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. (4) Pemerintah daerah provinsi melakukan koordinasiatas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupaten/kota untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah. (5) Pemerintah kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal. (6) Perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan di lembaganya. 105
(7) ketentuan mengenai pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Pasal 51: (1) Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. (2) Pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan. (3) Ketentuan mengenai pengelolaan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Pasal 52: (1) Pengeloaan satuan pendidikan nonformal dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. (2) Ketentuan mengenai pengelolaan satuan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan. Mengenai peran serta masyarakat dalam pendidikan dinyatakan dalam Pasal 54 sampai dengan 56 UU RI No. 20 Tahun 2003. Berikut ini beberapa pasal dan ayat mengenai peran masyarakat dalam pendidikan. Peran masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (Pasal 50 ayat 2). Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat (Pasal 55 ayat 1). Penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan 106
melaksanakan kurikulumdan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan (Pasal 55 ayat 2). Dewan Pendidikan Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah (Pasal 56 ayat 1 UU RI No. 20 Tahun 2003). Dewan pendidikan sebagai lembaga madiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis (Pasal 56 ayat 2 UU RI No. 20 Tahun 2003). Komite sekolah/Madrasah. Komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan (Pasal 56 ayat 3 UU RI No. 20 Tahun 2003). 4) Evaluasi, Akreditasi, Sertifikasi, dan Standar Nasional Pendidikan. Evaluasi. Pasal 57 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan: (1) Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. (2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan. Selanjutnya Pasal 58 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan: 107
(1) Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. (2) Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dansistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan (Pasal 58 ayat 2). Akreditasi. Pasal 60 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan: (1) Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. (2) Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik. (3) Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka. Sertifikasi. Pasal 61 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan: (1) Sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi. (2) Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulusujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi. (3) Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan pada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi. 5) Standar Nasional Pendidikan. Pasal 35 UU RI No. 20 Tahun 2004 menyatakan bahwa: 108
(1) Standar nasional Pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. (2) Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. (3) Pengembangan standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standarisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan. (4) Ketentuan mengenai standar nasional pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 5. STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN SD/MI DAN GURU SEBAGAI PENDIDIK PROFESIONAL Kegiatan belajar ini menyajikan dua hal pokok, yaitu: (1) Standar Nasional Pendidikan SD/MI menurut Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan; dan (2) mengenai guru sebagai pendidik profesional menurut UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Do sen. Dengan mempelajari kegiatan belajar ini Anda akan dapat menjelaskan la ndasan yuridis tentang standar nasional pendidikan SD/MI yang meliputi: standar isi; standar proses; standar kompetensi lulusan; standar pendidik dan tenaga kependidikan; standar sarana dan prasarana; standar pengelolaan; standar pembiayaan; dan standar penilaian pendidikan. Selain itu Anda juga akan dapat menjelaskan landasan yuridis tentang guru sebagai pendidik profesional yang meliputi: kedudukan, fungsi dan tujuan; prinsip pro fesionalitas; kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi; hak dan kewajiban; pengangkatan, penempatan, dan pemberhentian; pembinaan dan pengembangan; penghargaan dan perlindungan; cuti; organisasi profesi dan kode etik guru. 109
1. Standar Nasional Pendidikan SD/MI Kajilah secara teliti tentang Standar Nasional Pendidikan berkenaan dengan pendidikan untuk SD/MI, yang termaktub pada PP RI No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana disajikan berikut ini. 1) Pengertian. Lingkup, fungsi, dan Tujuan Standar Nasional Pendidikan Pengertian dan Lingkup. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1 ayat 1). Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi: a. standar isi; b. standar proses; c. standar kompetensi lulusan; d. standar pendidik dan tenaga kependidikan; e. standar sarana dan prasarana pendidikan; f. standar pengelolaan; g. standar pembiayaan; dan h. (1) standar penilaian pendidikan (Pasal 2 ayat (1)). Fungsi dan Tujuan. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikandalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu (Pasal3). Standar Pendidikan Nasional bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (Pasal 4). (2) Standar Isi Pasal 5 (1) Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan /akademik. Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Pasal 6 (1) Kurikulum untuk pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: a.kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; b.kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; c.kelompok mata pelajaran ilmu 110
pengertahuan dan teknologi; d.kelompok mata pelajaran estetika; e.kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan. Setiap kelompok mata pelajaran dilaksanakan secara holistik sehingga pembelajaran masing-masing kelompok mata pelajaran mempengaruhi pemahaman dan/atau penghayatan peserta didik. Semua kelompok mata pelajaran sama pentingnya dalam menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah. Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung, serta kemampuan berkomunikasi. Pasal 7 (1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia padaSD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan. (2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani. (3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pegetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal yang relevan. Kelompok mata pelajaran estetika pada SD/MI/SD LB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk 111
lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang relevan. Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pendidikan jasmani, olah raga, pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan. Pasal 8 (1) Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi pada setiap tingkat dan/atau semester sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. (2) Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar. (3) Ketentuan mengenai kedalaman muatan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Beban Belajar Pasal 10 Beban belajar untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat menggunakan jam pembelajaran setiap minggu setiap semester dengan sistem tatap muka, penugasan terstruktut, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur, sesuai kebutuhan dan ciri khas masing-masing. MI/MTs/MA atau bentuk lain yang sederajat dapat menambahkan beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian sesuai dengan kebutuhan dan ciri khasnya. Ketentuan mengenai beban belajar, jam pembelajaran,waktu efektif tatap muka, dan persentase beban belajar setiap kelompok mata pelajaran ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP. 112
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Pasal 16 (1) Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP. Pasal 17 Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetrensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK. Kalender Pendidikan/Akademik Pasal 18 Kalender pendidikan/akademik mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif, dan hari libur. Hari libur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk jeda tengah semester selama-lamanya satu minggu dan jeda antar semester. Kalender pendidikan/akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk setiap satuan pendidikan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. (3) Standar Proses. Pasal 19 Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diseleng garakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. 113
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Pasal 20 Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kuranya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. Pasal 21 Pelaksanaan proses pembelajaran sebagimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) harus memperhatikan jumlah maksimal peserta didik per kelas dan beban mengajar maksimum per pendidik, rasio maksimal buku teks pelajaran se tiap peserta didik, dan rasio maksimal jumlah peserta didik setiap pendidik. Pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan budaya membaca dan menulis. Pasal 22 Penilaian hasil pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai. Teknik penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa tes tertulis, observasi, tes praktek, dan penugasan perseorangan atau kelompok. Untuk mata pelajaran selain kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada jenjang pendidkan dasar dan menengah, teknik penilaian observasi secara individual sekurang-kurangnya dilaksnakan satu kali dalam satu semester. 114
Pasal 23 Pengawasan proses pembelajaran sebagaimana dilmaksud dalam Pasal 19 ayat (3) meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan. Pasal 24 Standar perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembalajaran dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. (4) Standar Kompetensi Lulusan Pasal 25 Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Standar kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran dan mata kuliah atau kelompok mata kuliah. Kompetensi lulusan untuk mata pelajaran bahasa menekankan pada kemampuan membaca dan menulis yang sesuai dengan jenjang pendidikan. Kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pasal 26 Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Pasal 27 Standar kompetensi lulusan pendidikan dasar dan menengah dan pendidikan nonformal dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peratu ran Menteri. 115
(5) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidik Pasal 28 Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat(1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: a. kompetensi pedagogik; b.kompetensi kepribadian; c.kompetensi profesional; d.kompetensi sosial. Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan. Kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan oleh B SNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Pasal 29 Pendidik pada SD/MI, atau bentuk lain yang sederajat memiliki: a. kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1); b. latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan SD/MI, kependidikan lain, atau psikologi ; dan sertifikat profesi guru untuk SD/MI. .... Pasal 30 Pendidik pada SD/MI sekurang-kurangnya terdiri atas guru kelas dan guru mata pelajaran yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan 116
pendidikan sesuai keperluan. Guru mata pelajaran sebagaiman dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangya mencakup guru kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta guru kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan. Pendidik pada SDLB, SMPLB, dan SMALB terdiri atas guru mata peljaran dan pembimbing yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan. Pasal 32 Pendidik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar sebagaimana diatur dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 31. Pasal 34 Rasio pendidik terhadap peserta didik ditetapkan dalam peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP. Tenaga Kependidikan Pasal 35 Tenaga kependidikan pada: 1) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah. SDLB atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah, tenaga admisistrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, tenaga kebersihan sekolah, teknisi sumber belajar, psikolog, pekerja sosial, dan terapis.(2) Standar untuk setiap jenis tenaga kependidikan sebagimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Pasal 38 Kriteria untuk menjadi kepala SD/MI meliputi: a. Berstatus sebagai guru SD/MI; b. Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku; 117
c. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di SD/MI; dan d. Memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang pendidikan. Sebagaimana termaktub pada Pasal 38 ayat (5) bahwa kriteria kepala satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Pasal 39 Pengawasaan pada pendidikan formal dilakukan oleh pengawas satuan pendidikan. Kriteria untukmenjadi pengawas satuan pendidikan meliputi: a. Berstatus sebagai guru sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun atau kepala sekolah sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan satuan pendidikan yang diawasu; b. Memiliki sertifikat pendidikan fungsional sebagai pengawas satuan pendidikan; c. Lulus seleksi sebagai pengawas satuan pendidikan. Kriteria pengawas suatu satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Pasal 41 Setiap satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan inklusif harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus. Kriteria penyelenggaraan pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. (6) Standar Sarana dan Prasarana Pasal 42 Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang 118
proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkelkerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Pasal 48 Standar sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 sampai dengan 47 dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. (7) Standar Pengelolaan Standar pengelolaan pendidikan meliputi standar pengelolaan oleh Satuan Pendidikan (Pasal 49 s.d. 58), oleh Pemerintah Daerah (Pasal 59), dan oleh Pemerintah (Pasal 60-61). Namun dalam kesempatan ini yang akan Anda kaji hanya berkenaan dengan pengelolaan oleh satuan pendidikan SD/MI. Standar Pengelolaan Oleh satuan Pendidikan Pasal 49 Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian , kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Pasal 50 Setiap satuan pendidikan dipimpin oleh seorang kepala satuan pendidikan sebagai penanggungjawab pengelolaan pendidikan. Pasal 51 Pengambilan keputusn pada satuan pendidikan dasar dan menengah di bidang akademik dilakukan oleh rapat Dewan Pendidik yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan. Pengambilan keputusan pada satuan pendidikan dasar dan menengah di bidang non-akademik dilakukan oleh komite sekolah/madrasah yang dihadiri oleh kepala satuan pendidikan. 119
Rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah dilaksanakan atas dasar prinsip musyawarah mufakat yang berorientasi pada peningkatan mutu satuan pendidikan. Pasal 52 Setiap satuan pendidikan harus mempunyai pedoman yang mengatur tentang: a. Kurikulum tingkat satuian pendidikan dan silabus; b. Kalender pendidikan/akademik, yang menunjukkan seluruh kategori aktivitas satuan pendidikan selama satu tahun dan dirinci secara semesteran, bulanan, dan mingguan; c. Struktur organisasi satuan pendidikan; d. Pembagian tugas diantara pendidik; e. Pembagian tugas diantara tenaga kependidikan; f. Peraturan akademik; g. Tata tertib satuan pendidikan, yang minimal meliputi tata tertib pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik, serta penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasana; h. Kode etik hubungan antara sesama warga di dalam lingkungan satuan pendidikan dan hubungan antara warga satuan pendidikan dengan masyarakat; Biaya operasional pendidikan. Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a,b, d, e, f, dan h diputuskan oleh rapat dewan pendidik dan ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan. Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir c dan i diputuskan oleh komite sekolah/madrasah dan ditetapkan oleh pimpinan satuan pendidikan. Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir g ditetapkan oleh pimpinan satuan pendidikan setelah mempertimbangkan masukan dari rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah. Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir e ditetapkan oleh pimpinan satuan pendidikan. 120
Pasal 53 Setiap satuan pendidikan dikelola atas dasar rencana kerja tahunan yang merupakan penjabaran rinci dari rencana kerja jangka menengah satuan pendidikan yang meliputi masa 4 (empat) tahun. Rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kalender pendidikan/akademik yang meliputi jadwal pembelajaran, ulangan, ujian, kegiatan ekstra kurikuler, dan hari libur; b. jadwal penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk tahun ajaran berikutnya; c. mata pelajaran atau mata kuliah yang ditawarkan pada semester gasal, semester genap, dan semester pendek bila ada; d. penugasan pendidik pada mata pelajaran atau mata kuliah dan kegiatan lainnya; e. buku teks pelajaran yang dipakai pada masing-masingmata pelajaran; f. jadwal penggunaan dan pemeliharaan sara dan prasarana pembelajaran; g. pengadaan, penggunaan, dan persediaan minimal bahanhabis pakai; h. program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan yang meliputi sekurang-kurangnya jenis, durasi, peserta, dan penyelenggara program; i. jadwal rapat Dewan Pendidik, rapat konsultasi satuan pendidikan dengan orang tua/wali peserta didik, dan rapat satuan pendidikan dengan komite sekolah/madrasah, untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah; j. rencana anggaran pendapatan dan belanja satuanpendidikan untuk masa kerja satu tahun; k. jadwal penyusunan laporan akuntabilitas dan kinerja satuan pendidikan untuk satu tahun terakhir. Untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) harus disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah/Madrasah. 121
Pasal 54 Pengelolaaan satuan pendidikan dilaksanakan secara mandiri, efisien, efektif, dan akuntabel. Pelaksanaan pengelolaan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dipertanggungjawakan oleh kepala satuan pendidikan kepada rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah. Pasal 55 Pengawasan satuan pendidikan meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan. Pasal 56 Pemantauan dilakukan oleh pimpinan satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah atau bentuk lain dari lembaga perwakilan pihak-pihak yang berkepentingan secara teratur dan berkesinambungan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas satuan pendidikan. Pasal 57 Supervisi yang meliputi supervisi manajerial dan akademik dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan dan kepala satuan pendidikan. Pasal 58 Pelaporan dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, dan pengawas atau penilik satuan pendidikan. Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah laporan oleh pendidik ditujukan kepada pimpinan satuan pendidikan dan orang tua/wali peserta didik berisi hasil evaluasi dan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap akhir semester. Laporan oleh tenaga kependidikan ditujukan kepada pimpinan satuan pendidikan, berisi pelaksanaan teknis dari tugas masing-masing dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap akhir semester. Untuk pendidikan dasar dan menengah, laporan oleh pimpinan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada yat (1) ditujukan kepada komite sekolah/madrasah dan pihak-pihak lain 122
yang berkepentingan, yang berisi hasil evaluasi dan dilakukan sekurangkurangnya setiap akhir semester. Untuk pendidikan dasar, menengah, dan nonformal laporan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan ditujukan kepada Bupati/Wali kotamelalui Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan dan satuan pendidikan yang bersangkutran. Untuk pendidikan dasar dan menengah keagamaan, laporan oleh pengawas satuan pendidikan ditujukan kepada Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota dan satuan pendidikan yang bersangkutan. Setiap pihak yang menrima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (7) wajib menindaklanjuti laporan tersebut untuk meningkatkan mutu satuan pendidikan, termasuk memberikan sanksi atas pelanggaran yang ditemukannya. (8) Standar Pembiayaan Pasal 62 Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 1) gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji; 2) bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan 3) biaya operasi pendidikan tk langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peratuaran Menteri berdasarkan usulan BSNP. 123
(9) Standar Penilaian Pendidikan Pasal 63 Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: 1) penilaian hasil belajar oleh pendidik; 2) penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan 3)penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik Pasal 64 Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 pada ayat (1) butir a dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk: 1) menilai pencapaian kompetensi peserta didik; 2) bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan 3) memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegraan dan kepribadian dilakukan melalui: 1) pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik; serta 2) ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi diukur melalui ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilaiperkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan dilakukan melalui: 1) pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan psikomotorik dan afeksi peserta didik; dan 2) ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik. 124
Untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah BSNP menerbitkan panduan penilaian untuk: 1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; 2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; 3) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; 4) kelompok mata pelajaran estetika; 5) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan. Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan Pasal 65 Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) butir b bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran. Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk semua mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan merupakan penilaian akhir untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Penilaian akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64. Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk semua mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui ujian sekolah/madrasah untuk menentukan kelulusan pesertadidik dari satuan pendidikan. Untuk dapat mengikuti ujian sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), peserta didik harus mendapatkan nilai yang sama atau lebih besar dari nilai batas ambang kompetensi yang dirumuskan oleh BSNP, pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kk,elompok mata pelajaran estetika, serta kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan. 125
Ketentuan mengenai penilaian akhir dan ujian sekolah/madrasah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP. Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah Pasal 66 Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) butir c bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional. Ujian nasional dilakukan secara objektif, berkeadilan, dan akuntabel. Ujian nasional diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun pelajaran. Pasal 67 Pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan ujian nasional yang diikuti peserta didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan jalur nonformal kesetaraan. Dalam menyelenggarakan ujian nasional BSNP bekerjasama dengan instansi terkait di lingkungan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan satuan pendidikan. Ketentuan mengenai ujian nasional diatur lebih lanjut dengan Peraturan Mentyeri. Pasal 68 Hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk: a. pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan; b. dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; c. penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan; d. pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan. 126
Pasal 69 Setiap peserta didik jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan pendidikan jalur nonformal kesetaraan berhak mengikuti ujian nasional dan berhak mengulanginya sepanjang belum dinyatakan lulus dari satuan pendidikan. Setiap peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengikuti satu kali ujian nasional tanpa dipungut biaya. Peserta didik pendidikan informal dapat mengikuti ujian nasional setelah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh BSNP. Peserta ujian nasional memperoleh surat keterangan hasil ujian nasional yang diterbitkan oleh satuan pendidikan penyelenggara Ujian Nasional. Pasal 70 Pada jenjang SD/MI/SDLB, atau bentuk lain yang sederajat, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pada program Paket A, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Kewarganegaraan. Pasal 71 Kriteria kelulusan ujian nasional dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Kelulusan Pasal 72 Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah: a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran; b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan. c. Lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan 127
d. Lulus Ujian Nasional. Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Dalam rangka pengembangan, pemantauan, dan pelaporan pencapaian standar nasional pendidikan, dengan Peraturan Pemerintah ini dibentuk Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Adapun untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai Standar Nasional Pendidikan dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi. 6. GURU SEBAGAI PENDIDIK PROFESIONAL Anda dipersilakan mengkaji secara teliti pasal-pasal tentang guru yang ermaktub pada Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen sebagaimana disajikan berikut ini. 1) Guru, Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utamamendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Pasal 1 ayat 1). Berikut ini deskripsi kedudukan, fungsi, dan tujuan guru: Pasal 2 Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga professional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Pengakuan kedudukam guru sebagai tenaga profesionalsebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Pasal 4 Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru 128
sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pasal 6 Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga professional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, madiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. 2) Prinsip Profesionalitas Pasal 7 Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut: a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,ketakwaan, dan akhlak mulia; c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidik sesuai dengan bidang tugas; d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokraris, 129
berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi. 3) Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi Pasal 8 Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal 9 Kualifikasi akademi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. Pasal 10 Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 11 Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruantinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah. Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntable.Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksu pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 12 Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu. 130
Pasal 13 Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 4) Hak dan Kewajiban Pasal 14 Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak: a) memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial; b) mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; c) memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual; d) memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi; e) memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan; f) memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang- undangan; g) memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas; h) memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi; i) memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan; 131
j) memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau k) memperoleh pelatihan dan pengembangan perofesi dalam bidangnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai hak guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 15 Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagai mana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang dise lenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Pasal 16 Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah memiliki serifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Tunjangan profesi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah 132
(APBN). Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 17 Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang d iangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tunjangan fungsional sebagimana dimaksud pada ayat (1) dan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Pasal 18 Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang bertugas di daerah khusus. Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 19 Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dala pasal 1 5 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjanganpendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi 133
guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 20 Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban: a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademikdan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangs 5) Wajib Kerja dan Ikatan Dinas Pasal 21 Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada guru dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru didaerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai guru dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 134
Pasal 22 Pemerintah dan pemerintah daerah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon guru untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional atau kepentingan pembangunan daerah. Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 23 Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama di lembaga pendidikan tenaga kependidikan untuk menjamin efisiensi dan mutu pendidikan. Kurikulum pendidikan guru pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan nasional. Pendidikan bertaraf internasional, dan pendidikan berbasis keunggulan local. 1) Guru yang bertugas di daerah khusus memperoleh hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin secara otomatis, kenaikan pangakat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan dalam pelaksanaan tugas. 2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menandatangani pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun. 3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang telah bertugas selama 2 (dua) tahun atau lebih di daerah khusus berhak pindah tugas setelah tersedia guru pengganti. 4) Dalam hal terjadi kekosongan guru, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menyediakan guru pengganti untuk menjamin keberlangsungan proses pembelajaran pada satuan pendidikan yang bersangkutan. 5) Ketentuan lebih lanjut mengenai guru yang bertugas di daerah khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 135
Pasal 30 Guru dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatannya sebagai guru karena: a. meninggal dunia; b. mencapai batas usia pensiun; c. atas permintaan sendiri; d. sakit jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan; atau e. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerjabersama antara guru dan penyelenggara pendidikan. Guru dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena: a. melanggar sumpah dan janji jabatan; b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus. d. Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. e. Pemberhentian guru karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 60 (enam puluh) tahun. f. Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang diberhentikan dari jabatan sebagai guru, kecuali sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil. Pasal 31 Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal a 30 ayat (2) dapat dilakukan setelah guru yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri. Guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri 136
memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesempatan kerja bersama. 6) Pembinaan dan Pengembangan Pasal 32 Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier. Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jabatan fungsional. Pembinaan dan pengembangan karier guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Pasal 33 Kebijakan strategi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Mentri. Pasal 34 Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Pasal 35 Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan. 137
Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang- kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu. Ketentukan lebih lanjut mengenai beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 7) Penghargaan Pasal 36 Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan. Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Pasal 37 Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan. Penghargaan dapat diberikan pada tingkat sekolah, tingkat desa/kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional. Penghargaan kepada guru dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain. Penghargaan kepada guru dapat diberikan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan,hari pendidikan nasional, hari guru nasional, dan/atau hari besar lain. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 38 Pemerintah dapat menetapkan hari guru nasional sebagai penghargaan kepada guru yang diatur dengan peraturan perundang-undangan. Perlindungan Pasal 39 (1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru 138
dalam pelaksanaan tugas. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuandiskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuaidengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebaga imana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatanlingkungan kerja, dan/atau resiko lain. 8) Cuti Guru memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Guru dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetapmemperoleh hak gaji penuh. Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 9) Organisasi Profesi dan Kode Etik Pasal 41 Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat independen. Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat. Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi. Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasi 139
litasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru. Pasal 42 Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan: a. menetapkan dan menegakan kode etik guru; b. memberikan bantuan hukum kepada guru; c. memberikan perlindungan profesi guru; d. melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan e. memajukan pendidikan nasional. Pasal 43 Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik. Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisinorma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan. Pasal 44 Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru. Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru. Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik duru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru. Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan. Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3). 10) Sanksi Pasal 77 Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanki 140
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sanki sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a) teguran; b) peringatan tertulis; c) penundaan pemberian hak guru; d) penurunan pangkat; e) pemberhentian dengan hormat; atau pemberhentian tidak dengan hormat. Guru yang berstatus ikatan Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan Dinas. Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenakan sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Guru yang melakukan pelanggaran kode etik dikenakansanksi oleh organisasi profesi. Guru yang dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) mempunyai hak membela diri. Pasal 79 Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasa l 34, Pasal 39, Pasal 63 ayat (4), Pasal 71, dan Pasal 75 diberi sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sanksi bagi penyelenggara pendidikan berupa: a. teguran; b. peringatan tertulis; c. pembatasan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan; atau d. pembekuan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan. 141
11) Ketentuan Peralihan Pasal 80 Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini: guru yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau guru yang bersakutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik; Tunjangan fungsional dan maslahat tambahan bagi guru dan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Pasal 81 Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan guru dan dosen tetap berlaku sepanjang tidak bertantangan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini. 12) Ketentuan Penutup Pasal 82 Pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama dalam waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini. Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak berla kunya Undang-Undang ini. RANGKUMAN UUD 1945 dan UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan dua bentuk landasan yuridis pendidikan nasional. Pasal 31 UUD 1945 menjamin hak setiap warga negara untuk Pendapat pendidikan, mewajibkan setiap warga negara untuk mengikuti pendidikan dasar dan 142
mewajibkan pemerintah untuk membiayaninya. Pasal 31 UUD 1945 juga mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional, memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang- kuranya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, serta memajukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Landasan yuridis pendidikan yang bersumber dari UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional - yang dikaji dalam kegiatan pembelajaran ini - antara lain meliputi: Pasal 1 Ketentuan Umum; Penjelasan mengenai visi, misi, dan strategi pendidikan nasional; Pasal 2 mengenai dasar pendidikan nasional; Pasal 3 mengenai fungsi dan tujuan pendidikan nasional; Pasal 4 mengenai prinsip penyelenggaraan pendidikan; Pasal 5 s.d.Pasal 11 mengenai hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat dan pemerintah; Pasal32 mengenai Pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus; serta Pasal 34 mengenai wajib belajar. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 dalam sistem pendidikan nasional, terdapat tiga jalur pendidikan, yaitu pendidikan formal, nonformal, daninformal. Pada jalur pendidikan formal terdapat tiga jenjang pendidikan, yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Penyelenggara dan/atau pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk adan hukum pendidikan. Adapun jenis pendidikannya terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan akademik, pendidikan profesi, pendidikan vokasi, pendidikan keagamaan, dan pendidikan khusus. Dalam sistem pendidikan nasional diselenggarakan pula pendidikan anak usia dini, pendidikan keagamaan, pendidikan kedinasan, pendidikan jarak jauh, pendidikan khusus, dan pendidikan layanan khusus. Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah. Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite 143
sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan nasional. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan, dan/atau keterampilan tertentu. Pendidik harus mempunyai kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pendidik dan tenaga kependidikan mempunyai tugas, hak dan kewajiban tertentu. Terdapat pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan pendidikan. Pengelolaan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. Sedangkan pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi aku ntabilitas, jaminan mutu dan evaluasi yang transparan. Peran masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat. Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan ukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkatnasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis. 144
Komite sekolah/madrasah, sebagai lembagamandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi. Kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan R I mengacu pada Standar Nasional Pendidik an. Standar Nasional Pendidikan SD/MI – sebagai bahan kajian dalam kegiatan pembelajaran ini – mengacu pada PP RI No. 19 Tahun2005 Tentang tandar Nasional Pendidikan. Lingkupnya meliputi: standar isi; standar proses; standar kompetensi lulusan; standar pendidik dan tenaga kependidikan; standar sarana dan prasarana pendidikan; standar pengelolaan; standar pembiayaan; dan standar penilaian pendidikan. UU RI No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen merupakan salah satu landasan yuridis tentang guru sebagai tenaga profesional. Di dalamnya antara lain menetapkan tentang kedudukan, fungsi dan tujuan guru; prinsip profesionalitas; kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi guru; hak dan kewajiban guru; pengangkatan, penempatan, dan pemberhentian guru; pembinaan dan pengembangan guru; penghargaan dan perlindungan terhadap guru; cuti; organisasi profesi dan kode etik guru. EVALUASI 1. Amanat apakah yang terkandung dalam Pasal 31 ayat 3 UUD 1945 ? 2. Menurut Pasal 2 UU RI No. 20 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, apakah dasar pendidikan nasional Indonesia? 3. Apa peran dari komite sekolah/madrasah adalah 4. Menurut UU RI No. 14 Tahun 2005, harus dibuktikan dengan apakah agar guru diakui berkedudukan sebagai tenaga profesional? 5. Apakah fungsi kedudukan guru sebagai tenaga profesional? 145
DAFTAR PUSTAKA Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 Tentang “Standar Nasional Pendidikan” Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional”. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang “Guru dan Dosen”. 146
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146