Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore SevenTeen

SevenTeen

Published by lealiuleo, 2023-04-15 09:05:04

Description: Dear Ricardo,

Maafkan aku telah melanggar status kita sebagai teman, maafkan aku karena telah jatuh hati padamu terlalu dalam. Aku memang tidak bisa menentang takdir Tuhan. Tapi, jika kau mengizinkanku untuk melangitkan namamu di sepertiga malam ku, maka kau akan tahu, bahwa takdir dapat berubah. Kau akan bisa melihat doa ku beradu di atas sana menuju Sang Kuasa. Bahkan kau pun sendiri yang mengatakan dirimu "berbeda" itu, akan tetap bisa berubah sewaktu-waktu. Aku percaya akan adanya takdir, Dan aku juga percaya, bahwa aku akan bisa berdampingan dengan mu di kemudian hari sebagai sepasang kekasih, bahagia dunia dan akhirat.

Keywords: love,cinta,religion,agama,beda agama,sekolah,high school,college,kuliah,indonesia,pernikahan,married

Search

Read the Text Version

NOVEL YH Pengenalan Tokoh Tokoh utama : 1. Dila, sebagai Leavina 2. Ricardo, sebagai Reihard Tokoh pembantu : 1. Michelle, sebagai Celine - Calista 2. Nazarisma, sebagai Trisha - Ashabel 3. Irda, sebagai Izza – Vaneiza (Teman dekat Yudha) 4. Nila, sebagai Alin - Aileen 5. Dinda, sebagai Adin - Ad (Pacar Julio) 6. Ayunda, sebagai Mia - Maudy 7. Noval, sebagai Daniel - Nahesta (Pacar Alin) 8. Bryan, sebagai Yudha - Bastian (Pacar Trisha) 9. Dio sebagai, Julio - Davexio (Pacar Adin) 10. Arif sebagai, Arya – Adelard (Teman dekat Izza) 11. Orang tua (Pihak Lea & Rei)

{ opening } Rei. Sebuah nama yang disoraki oleh beberapa gadis di sekolahku ketika peluit pertama dibunyikan. Teriknya matahari tidak membuat mereka patah semangat untuk terus mengumandangkan nama tersebut. Mengapa? Apakah sosok Rei membuat kesalahan sehingga mereka menyoraki nya? Aku pun berfokus untuk mencari siapa orang dibalik nama itu. Aku menegangkan urat mataku agar bisa menyelesaikan misi konyol ini. Beberapa batang tubuh yang tengah sibuk memantulkan bola kesana kemari membuatku semakin kewalahan. Nama punggung mereka tidak lolos seleksi seperti apa yang aku mau. Hasilnya, nihil. Aku tidak akan berhenti sampai disini. Aku akan menemukanmu, Rei. *** {1} 06.40, tandanya kurang 5 menit lagi waktu yang bisa aku tempuh agar tidak terlambat ke sekolah. “Pak tolong ngebut ya, saya mau terlambat soalnya!” Teriakku pada seorang pria yang tengah sibuk mengarungi jalanan macet dan berusaha mencari celah untuk bisa sampai ke sekolahku tepat pada waktunya. Aku yang baru saja turun dari motor yang bisa dibilang baru itu langsung berlari secepat mungkin untuk menuju ke gerbang depan. Kring… belum sempat aku memasukinya bel pertanda masuk pun berbunyi. Aku melihat benda yang melingkar di pergelangan tanganku, sial, ternyata sudah menunjukkan pukul 06.47. “Yah.. pak lebih 2 menit doang, biarin saya masuk ya pak” Aku memasang wajah memelas agar satpam sekolahku bisa berubah pikiran untuk membiarkanku lolos “Waduh neng maaf, gabisa. Saya harus taat sama peraturan disini” Sautnya Aku mengatur nafasku dan hanya bisa pasrah dengan keadaan seperti ini. Tidak kusadari ternyata banyak siswa lain yang terlambat berbaris di belakangku, sampai pada akhirnya pak satpam membukakan pintu gerbang sekolah dan menyilahkan masuk serta menggiring kami menuju ke tengah lapangan. “Perhatian semuanya, kalian tetap berdiri disini sampai guru tatib datang. Jangan sampai ada yang berusaha untuk kabur!” Teriaknya tegas

Kami pun dibariskan seperti saat upacara. Aku disandingkan dengan anak lelaki yang cukup tinggi, tapi setidaknya dia bisa menutupiku dari sinar matahari pagi ini. Sinar UV, aku membencinya. Tak lama kemudian, 3 guru tatib pun datang sembari membawa buku yang berisi absen dan point siswa. “Karena kalian terlambat, hukuman kalian kali ini adalah mengambil sampah yang berserakan di seluruh area sekolah bersama pasangan yang bersanding dengan kalian. Saya akan memberikan 1 kantong plastik dan harus berisi sampah sampai penuh” Ucap salah satu guru tatib Anak lelaki tinggi yang berada di sebelahku pun mengajakku dan meraih kantong plastik dari guru tatib “Yuk” Aku yang masih berdiam diri pun segera mengikuti arahannya. Waktu 10 menit sudah kita berdua habiskan untuk mencari sampah di sekeliling sekolah. Usaha memang tidak akan menghianati hasil, isi kantong plastik kami sangat penuh dengan sampah. Dia pun duduk di depan lab fisika, berniat untuk istirahat, dilanjut dengan aku yang menyusulnya. Debu dan bisu berhasil merasuki kita berdua. Sampai pada akhirnya, dia melontarkan pertanyaan singkat. “Baru pertama kali lo?” “Pertama kali apa?” “Terlambat” “Oh.. iya” Yang disauti pun mengangguk sembari mengerucutkan bibir. Dia tengah menyibukkan diri untuk mengambil sesuatu dari saku celananya, dan berhasil, ternyata sebuah botol minum kecil. “Nih, siapa tau lo haus atau cape” Dia menawarkanku sebotol minuman dan menyodorkannya ke arahku Aku yang memang merasa haus sedari tadi, langsung meraih pemberiannya itu

“Wow makasih! Tau aja lo gue lagi haus” Dia mengembangkan senyuman ke arahku. Bola matanya yang berwarna coklat pun lenyap seketika, menghasilkan kelopak mata yang membentuk bulan sabit yang hampir sempurna. Setelah beristirahat cukup lama, kita berdua pun kembali menuju ke lapangan. Ternyata sudah banyak siswa yang di perbolehkan kembali ke ruang kelasnya. Aku pun menggendong tas ku dan membawa beberapa barang lain. Anak lelaki yang dihukum bersamaku tadi menghampiriku dan membantuku untuk membawa barang banyak seperti hasil mencopet ini menuju ke kelasku. “Sini gue bantuin. Kelas lo yang mana?” Tanya nya Aku menunjuk pada salah satu bangunan yang masih berada di lantai 1 agar dia bisa mengetahui nya. “Tuh, 12 MIPA 3” Dia dengan sigap berusaha membawa barangku, aku yang sedari tadi membuntutinya dari belakang merasa heran. Ini anak ngapain tiba-tiba bantuin, dari sekian banyaknya anak cowo yang terlambat kenapa dia doang yang care sama gue? Tapi gapapa deh Alhamdulillah gue jadi ga keberatan bawain barang banyak ini ke kelas. Batinku. “Gue langsung cabut ya” Ucapnya sembari meletakkan barangku di depan kelas. Belum sempat aku berterima kasih, dia langsung berlari menuju ke bangunan area kelas IPS. Sambil menyipitkan mata, dari kejauhan aku melihat papan yang bertuliskan 12 IPS 1 diatas sebuah pintu, lalu dia memasukinya. Aku yang sedari tadi tidak melihat sebuah nametag yang tertera di dadanya merasa bingung, bagaimana aku bisa berterima kasih kepadanya jika identitasnya saja aku tidak mengetahuinya. Aku pun memutuskan menyeret telapak kaki ku untuk memasuki ruang kelas “Assalamu’alaikum..” “Wa’alaikumsalam” Jawab mereka serentak Guru kimia yang tengah berada di depan pun berhenti menjelaskan materi, memberiku celah untuk masuk. Papan tulis yang menjadi fokus mereka pun kini teralihkan, pandangan mereka tertuju kepadaku.

Aku pun bersalaman dengannya. Guruku hanya membalas dengan senyuman, pertanda dia memang sudah mengetahui bahwa aku terlambat. Aku langsung menuju ke bangku ku, memposisikan duduk senyaman mungkin. “Udah gue bilangin kan, makanya jangan begadang wuu..” Ejek Celine, dia teman sebangku ku. Aku menghiraukan dia. Karena isi kepalaku saat ini adalah bagaimana cara agar aku bisa berterima kasih dengan anak lelaki yang berstatus jurusan IPS tadi. Aku harap aku bisa berterima kasih. Secepatnya. *** {2} Minggu pagiku disambut oleh gemercik suara hujan yang timbul pada jendela kamarku. Aroma khas yang mereka hasilkan berhasil membangunkanku dari gulungan selimut. Sebuah gelas berisi Hot Chocolate yang sudah berada di meja belajarku sejak tadi langsung ku teguk hingga tak ada sisa. Ntah siapa yang meletakkannya disana, mungkin bunda. Karena hanya dia yang kuperbolehkan masuk ke dalam kamarku. Tanganku menjelajahi sudut lemari mencari outfit yang cocok untuk bisa kupakai pergi hari ini. Aku memiliki janji dengan Alin dan temanku yang lain untuk mengerjakan tugas kelompok di salah satu cafe terdekat yang ada di kota ku. Drrt.. Drrt.. tak lama kemudian suara handphone ku berdering. “Halo halo, dimana lo? Udah siap?” “Wa’alaikumsalam. Kalau nelpon tuh dibiasain salam dulu, tau adab islam kan lo? Gue masih di rumah nunggu lo jemput” Gerutu ku padanya Sudah menjadi kebiasaan Alin setiap dia meneleponku langsung menuju ke inti topik, tanpa mengucapkan salam pembuka layaknya pidato. “Iya-iya maafin gue hehe, gini Le gue gabisa jemput lo nih soalnya gue nganterin nyokap ke pasar dulu dan jalannya ga searah sama rumah lo. Lo bisa nebeng sama siapa kek gitu? Atau naik angkot aja” Jawabnya padaku

“Kenapa lo ngabarin gue di waktu-waktu mepet kaya gini, haduh Alin. Okedeh gua jalan aja kabarin ke siapa pun kalau lo udah nyampe disana, gue bakalan telat” Aku yang mendengar hal itu pun langsung menuju ruangan depan untuk memakai alas kaki dan bergegas sesegera mungkin menuju cafe tersebut. 35 menit waktu yang bisa aku tempuh untuk bisa sampai dengan berjalan kaki. Keheningan yang menyertaiku beberapa menit yang lalu lenyap seketika. Gendang telingaku diisi penuh oleh sautan klakson di jalanan. Benda balok berjalan itu berlalu-lalang tanpa kabut, seperti ingin jalan bersanding denganku. Setelah menghabiskan waktu untuk workout aneh di jalanan, terpampang jelas sudah bangunan berwarna hijau melon yang berdiri kokoh tepat di depanku. Pintu yang bertuliskan “open“ kubuka dengan pelan. Lonceng yang menggantung tepat diatasnya berbunyi, aku berhasil mengambil alih mata para pengunjung yang masih menetap. Dengan perasaan canggung karena banyak yang melihatku, aku pun segera mencari meja yang bernomorkan 39. Sedikit susah untuk mencarinya karena kondisi cafe ini sangat ramai sekali, but i’ll try it, aku tidak akan menyerah. Tepat di area outdoor cafe tersebut tertera meja bernomor 39. Terdapat 5 orang gadis dan 3 lelaki disana yang tengah duduk berbincang. Tunggu, ada yang aneh. Kenapa terdapat 2 lelaki yang tidak aku kenal disana? Apakah mereka anggota kelompok ku yang baru? “Hai, sorry gue telat” Potongku pada pembicaraan asik mereka sambil menyunggingkan senyumku “Lama banget lo, habis meditasi di kamar mandi?” Saut alin Yang lain tertawa terpingkal mendengar perkataan alin itu. Aku tidak menggubrisnya. Langsung ku seduh segelas Americano yang sudah dingin, karena minuman tersebut sudah dipesan Trisha sejak 15 menit yang lalu. Tetapi untuk rasanya tetap enak ketika mendarat di lidahku. “Eh iya gue belum ngenalin ke lo nih. Ini pacar gue, namanya Yudha. Yang duduk di sebelahnya ini namanya…” Deg. Belum sempat mendengar lanjutannya mengoceh, aku sudah dibuat membeku saat memandangnya. Rambut undercut hitam pekat, bola mata yang berwarna cokelat, serta senyum merekah yang menghadirkan berkat mengarahkanku kepada seseorang yang tidak asing lagi. Aku membalas senyuman kepadanya. Melting. “Hey! Ngapain lo senyum-senyum sendiri” Celine membuyarkan lamunanku dengan tangannya yang sedang berusaha mengobrak-abrik badanku

“Eh gapapa kok gue keinget tadi sebelum berangkat, bunda bikinin gue Matcha latte enak banget, makannya gue terharu dikit sambil senyum-senyum hehe” “Siapa namanya? Gue lupa tadi” Sambungku dengan gagap Lelaki itu menjulurkan tangannya kepadaku. Ingin rasanya aku bergelantungan disana selama yang aku bisa. Aku membalas jabatannya. Hangat, hanya itu yang bisa aku rasakan. “Gue Rei. Yudha ngajak gue kesini katanya dia mau nemenin cewe nya nugas. Ya.. gue langsung tancap gas deh buat kesini. Btw nice to meet you again” “Again?” “Iya. Lo yang waktu itu terlambat kan? Terus gue bantuin ngangkat barang-barang lo. Maaf ya waktu itu gue langsung cabut, sebenernya disisi lain gue khawatir kalau lo dimarahin sama guru. Glad to know you in here” Ya Tuhan, mengapa memori itu terselip di otakku disaat yang tidak tepat. Aku merasa malu karena telah melupakan hal kecil yang ternyata sangat berharga baginya. “Oh iya gue baru inget hehe. Thanks a lot udah bantuin gue waktu itu, Rei” “My pleasure. Sorry, your name?” Jawabnya lembut “Oh.. Gue Leavina. Just call me Lea” Yang dijawab mengangguk. Setelah perkenalan singkat itu kami pun lanjut untuk mengerjakan tugas-tugas yang sudah dibagi. Tak terasa, sudah 3 jam lebih waktu yang kita habiskan untuk bertukar pikiran sembari bercanda, but mostly lebih ke gosipin orang. Akhirnya kita bersiap-siap untuk pergi pulang. “Le, lo pulang dijemput apa naik gojek apa nebeng bapak-bapak apa jalan kaya tadi?” Tanya Celine dengan sekali tarikan nafas, seperti Uncle Muthu dalam animasi Upin & Ipin. “Gue bakalan jalan kaki deh kayanya. Alin mah mana mau boncengin gue, habis pulang gini bakalan ke rumah cowonnya, kebiasaan” Sindirku Alin yang mendengar lontaranku pun melirikkan kedua bola matanya kepadaku dengan cemberut. Dia memasukkan bukunya satu-persatu dengan kasar. Aku menyadari bahwa dia sedang merasa kesal saat ini. Tapi tenang saja, ini tidak akan lama, mungkin nanti malam dia akan mengabariku untuk meminta contekan tugas dengan mengirimkan pap andalan dia, puppy eyes.

Kami pun berjalan beriringan menuju ke tempat parkiran di halaman depan cafe. Hanya ada aku, Celine, Alin, Izza, Adin, dan Julio. Ntah kemana Trisha and the gank berada sekarang. “Lea gue duluan ya! Lo hati-hati di jalan!” Teriak Izza saat melintas di depanku sembari melayangkan ciuman jauhnya. Aku pun terkejut kenapa dia berteriak, padahal jarak dia saat melintas di depanku hanya 2 meter saja. But that’s so cute isn’t it? Aku merasa senang karena diingatkan dengan himbauan kecil yang dikemas semanis itu. Karena posisi ku saat ini sudah sendiri, aku pun melanjutkan tour perjalanan ku untuk kembali pulang dengan berjalan kaki, lagi. Setelah langkah ke tujuh yang sudah aku ambil, tiba- tiba terdapat suara wanita yang memanggilku dari kejauhan. Aku melihat ke arah belakang, terdapat seorang perempuan yang tengah berlari kecil dengan membawa totebag berwarna biru tosca. Dapat ku tebak bahwa itu Trisha dan kawan-kawannya yang lain. Mereka menghampiriku. “Belum pulang lo? Udah gelap banget nih dunia, bentar lagi bakalan hujan” Tanyanya sembari memandang keatas pada langit yang berwarna abu-abu “ini gue mau pulang tapi lo manggil gue, makanya gue berhenti bentar” Aku melihat Rei bersama dengan mereka. Perasaan khawatir dapat ku lihat dari raut wajahnya. Kita melakukan kontak mata selama beberapa detik. “Rumah lo dimana? Mending bareng gue aja, ga lama lagi hujannya bakalan deres” Tawarnya sambil memberikan sebuah helm bogo berwarna krem kepadaku. “Eh.. gausah gapapa, gue bisa jalan aja kok, udah rutinitas. Nanti kalau hujan mungkin gue bakalan neduh di halte atau di toko pinggir jalan aja” Jawabku Tak lama setelah aku menolak tawaran Rei, hujan dengan skala sedang itu berhasil mengguyur badan kami. Awan berwarna abu pekat menutupi cahaya sang tirani. Suara kebisingan orang-orang yang berlomba-lomba untuk mendapatkan tempat berteduh, bersaing dengan rintikan hujan yang berusaha membungkus halaman cafe ini. Desakan orang-orang membuat badanku berdiri tepat di depan Rei. Ntah kenapa aku tesipu malu untuk menengadahkan kepalaku, alhasil aku terus menunduk, berpura-pura bahwa aku merasa kedinginan. Tiba-tiba Rei melepaskan sebuah jaket kulit yang dia kenakan sebelumnya, dan memakaikan nya kepadaku. “Kalau kedinginan lain kali bilang aja ya” Bisiknya lembut yang berhasil membuat bulu kudukku berdiri serentak.

Aku yang menyadarinya pun berusaha menolak pemberiannya. “Eh gausah rei, gue gapapa kok lagian udah pake hoodie tebel gini” Tolak ku sambil menunjukan hoodie yang aku kenakan. “Mending lo tetep pakai aja” Tambahku. Tak kusangka hujan mulai mereda. Trisha dan Yudha sudah berpamitan terlebih dahulu kepadaku. Kini hanya menyisakan aku dan Rei di tempat perteduhan yang semula sangat ramai. Aku mengambil totebag ku yang sengaja kuletakkan dibawah sejak hujan tadi. “Gue pulang duluan ya rei, lo hati-hati kalau bawa motor jangan ngebut, jalanan masih licin soalnya” Pamitku padanya. Aku terkejut saat aku hendak melangkah, tiba-tiba tubuh Rei berhasil menghadangku dari depan. Seakan-akan dia tidak mengizinkanku untuk pergi pulang. “Pertanyaan gue tadi belum lo jawab, rumah lo dimana. Oh iya plus satu lagi, lo seriusan nolak ajakan gue buat nganter lo pulang?” Tanyanya dengan sesekali menyigar rambut lebatnya ke belakang. Dia menatap tajam kearah dua bola mataku. “Rumah gue deket kok dari sini, and hello? Gue tadi udah jawab. Gue bisa jalan kaki buat pulang, kalau masalah hujan gue juga bakalan bisa neduh sesuka hati gue dimana. Udah gue jawab semua kan? Jadi gue pulang duluan ya. Inget, hati-hati” Percakapan kita berakhir disini dengan lambaian tangan yang ku tujukan padanya dari kejauhan. Aku bisa melihat Rei yang masih mematung disana, ntah hal apa yang telah terjadi padanya hari ini. Aku harap kita bisa berbincang lebih lama di lain waktu. *** (3) Aku bersinggah di perpustakaan sekolah, berusaha mencari sesuatu pada deretan buku yang bertengger pada rak berwarna pastel. I got it. Sebuah novel dengan sampul hardcover berwarna dominan hijau ini berhasil ku rengkuh dan membawanya ke tepian meja. Kebetulan hari ini ada jam kosong, jadi daripada merenung di kelas akan jauh lebih baik jika aku meluangkan waktu itu disini. Aku telah menghabiskan waktu 30 menit untuk duduk serta menggelindingkan bola mataku ke kanan dan ke kiri. Aku mendengar suara langkah kaki dari luar yang akan menuju ke tempat nyaman ku ini. Pintu berlapis kaca itu dibukanya. “Assalamu’alaikum bu Zeta” Sapa salah satu dari mereka dengan ramah

Terdapat dua orang yang masuk, mereka pun langsung melesatkan nama serta tanda tangan pada daftar buku hadir. Mataku tertuju kepada mereka. Ternyata mereka adalah Rei dan Arya. Rei mencoba menyapaku dengan senyuman terbaiknya. Dengan keadaan bibir bergetar, aku mencoba membalas senyumannya. “Eh, lo urusin dulu proyektornya. Gue mau ke dia bentar” Pesannya kepada Arya sembari menunjukkan jarinya ke arahku. Sebuah bayangan hitam yang tengah berdiri itu berhasil menghadangku dari pancaran cahaya lampu. “Hai Lea, sorry to disturb your time, lagi ngapain? Fokus banget kayaknya” Apa? Fokus? Tentu saja tidak Rei, fokus ku teralihkan sedari tadi karena kedatanganmu kesini. “Oh hai Rei, gue lagi baca-baca novel” Sautku seakan-akan baru menyadari bahwa dia datang kesini. Dia memperhatikan novel yang berada pada genggamanku. “Azzamine” ((((( ini kesel, sebelum gue pura –pura lupa dimana letaknya tong sampah, gue saranin lo pergi sekarang karena gue mau nimpuk lo sampai lupa ingatan )))))

Tanya nya. Dia Celine, teman sebangku ku. Aku yang sebenarnya lagi malas untuk diajak berbicara pun berusaha untuk membuka mulutku agar melontarkan sebuah kalimat. \"Gapapa, gua males pergi sekolah doang sih. Udah deh gua mau tidur bentaran, jangan ganggu ya lu\" Yang disauti terdiam, berusaha untuk berpikir keras agar seseorang yang sudah layu layaknya bayam rebus ini bisa tegak kembali. Alhasil dia meraih tanganku dan menarikku secara paksa \"Ayo ih lu tidur mulu, classmeet nya mau mulai tuh. Masa lu gamau lihat cogan main basket sih. Ih ayo...!\" Dia memaksaku untuk bangun, alhasil aku menurutinya. Kita mencari tempat duduk yang berada di tepian halaman. Dia sangat antusias setiap ada acara yang seperti ini, tapi bagiku sendiri sangat membosankan. ~ Peluit pertama dibunyikan, pertanda bahwa permainan basket sudah dimulai. Aku tetap duduk terpaku, mataku berkeliaran kemana-mana karena merasa bosan dengan pemandangan seperti ini. Sampai ketika pergantian pemain kelas tiba, para gadis di sekitarku mulai bersorak.

\"Ricardo!!! Semangat!!!\" \"Astaga ganteng banget woi Ricardo\" \"Ih sumpah kalau Ricardo ga foto sama gua rugi banget sih\" \"Ayang gua Ricardo tuh lagi otw main\" \"Kasih claps ke Ricar guys\" Ricardo? Siapa dia? Nama yang cukup keren, tapi terasa asing bagiku untuk mendengarnya. Pertandingan semakin memanas, dan sorakan mereka masih terus berlanjut. Ingin sekali rasanya aku membilas tenggorokan mereka dengan segelas air. Aku pun memberanikan diri untuk bertanya kepada Michelle, siapa tau dia berteman dengan sosok Ricardo itu \"Cel, Ricardo siapa sih? Mereka berisik banget sebut-sebut nama itu mulu\" Tanyaku sinis Michelle yang sedang meneguk air hampir setengah botol pun tersedak \"Hah?! Lu nanya pertanyaan kaya gini ke gua? \"Emang kenapa? Orang gua gatau dia yang mana\" Cetusku sembari memutarkan kedua bola mata karena tidak merasa puas dengan sautannya \"Dia terkenal banget loh. Udah cakep, tinggi, juga


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook