Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Prof Nikmah

Prof Nikmah

Published by wisataonline, 2021-09-02 01:02:27

Description: 62 Prof Nikmah

Search

Read the Text Version

b. Kejahatan tingkat sedang, perbuatan yang tergolong pada tingkat kejahatan sedang adalah tipekejahatan yang didalamnya terdapat kombinasi antara semua kondisiyang menjadi pertimbangan ketepatan untuk menyelesaiakannya apakahmelalui diversi atau tidak. c. Kejahatan tingkat berat, untuk kejahatan berat berat serperti kasus penyerangan seksual danpenyerangan fisik yang menimbulkan luka parah. Berdasarkan kategori diatas maka kejahatan/kenakalan tingkat ringan dan sedang dapat diselesaikan melalui diversi sedangkan dalam kasus kejahatan/kenakalan pada tingkat berat penyelesaiannya tidak bisa melalui diversi atau dengan kata lain diversi bukanlah suatu jalan penyelesaian. Selain beberapa pertimbangan di atas terdapat pula syarat-syarat untuk melakukan diversi terhadap anak nakal yang melakukan tindak pidana yakni: a. Pelaku anak yang baru pertama kali melakukan ti.ndak pidana b. Umur anak relatif masih muda c. Implementasi bentuk program-program diversi yang dikenakan pada d. anak mendapat persetujuan orangtua/ wali, maupun anak yangbersangkutan e. Kejahatan yang dilakukan dapat tindak pidana yang ringan ataupun yangberat (dalam kasus tertentu) f. Anak telah mengaku bersalah melakukan tindak pidana/kejahatan g. Masyarakat mendukung dan tidak keberatan, atas pengalihanpemeriksaan ini h. Jika pelaksanaan program diversi gagal, maka pelaku anak tersebutdikembalikan untuk diperiksa secara formal.42 Berkaitan dengan konsep diversi, undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai pengganti undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, memuat ketentuan pada pasal 7 undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang mewajibkan untuk 42 DS. Dewi. 2011. Mediasi Penal: Penerapan Restorative Justice Di Pengadilan Anak Indonesia. Depok: Indie Publishing.Hlm. 15. Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia | 41

mengupayakan penyelesaian perkara anak yang ancaman hukumannya dibawah 7 (tujuh) tahun penjara dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana, wajib diselesaikan melalui diversi sejak tahap penyidikan, penuntutan, dan proses peradilan. Konsep diversi ini sangat relevan dengan semangat keadilan restoratif (restorative justice). Bahkan ada yang secara tegas menyatakan, bahwa salah satu bentuk proses restorative adalah diversi (Achjani;2014). Restorarative justice bermaksud menggeser paradigma pemikiran yang berkembang selama ini dalam sistem peradilan pidana anak. Bahwa selama ini, pemidanaan didasarkan pada pemahaman yang bersifat pembalasan (retributif) (Sambas, 2010) sehingga difokuskan pada pelaku anak saja. Hukuman (pemidanaan) bagi seorang, bukan merupakan balas dendam, tetapi harus merupakan suatu bentuk pendidikan untuk mencegahnya melakukan kejahatan lagi di masa depan. Diversi juga merupakan salah satu bentuk mediasi penal dalam penyelesaian perkara pidana yang dilakukan oleh anak. Barda Nawawi Arif menjelaskan perkembangan dan latar belakangmunculnya ide mediasi penal sebagai pilihan penyelesaian perkara pidanayang terintegrasi dalam sistem peradilan pidana. Selanjutnya menurut Barda Nawawi Arif, mediasi penal bisa digunakanuntuk menangani perkara yang dilakukan orang dewasa maupun anak-anak.Metode ini melibatkan berbagai pihak yang bertemu dengan dihadiri olehmediator yang ditunjuk. Mediator dapat berasal dari pejabat formal, mediatorindependen, atau kombinasi. Mediasi ini dapat diadakan pada setiap tahapanproses, baik pada tahap kebijakan polisi, tahap penuntutan, tahap pemidanaan dipengadilan, atau setelah pemidanaan. Model ini ada yang diterapkan untuk semuatipe pelaku tindak pidana, atau khusus untuk anak.43 Penggunaan mediasi penalsebagai alternatif peradilan anak dalam penanganan anak yang berkonflik denganhukum terbilang baru, yang mana sudah diatur dalam Undang-Undang SistemPeradilan Pidana Anak, disebut dengan “diversi”. 43 DS. Dewi. 2011.Mediasi Penal: Penerapan Restorative Justice Di Pengadilan Anak Indonesia. Depok:Indie Publishing. Hlm. 79. 42 | Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia

Berkaitan dengan anak berkonflik dengan hukum, anak pelaku tindak pidana khususnya kekerasan masih menjadi persoalan saat ini Provinsi Lampung. Tahun 2019 tercatat 309 anak pelaku kekerasan di Provinsi Lampung, sebagaimana grafik di bawah ini: 60 55 50 40 32 26 19 30 18 24 25 8 30 20 18 20 11 10 13 10 0 0 Grafik 5. Anak pelaku kekerasan menurut Kab/Kota di Provinsi Lampung Tahun 2019 Membahas masalah anak yang berkonflik dengan hukum sungguh suatuhal atau cara yang sangat bertentangan jika diterapkan kepada anak melihat bahwatindakan anak memiliki motivasi dan karakteristik tertentu yang jelas berbeda dari pelaku orang dewasa. Seperti yang diungkapkan dalam konvensi hak-hak anak secara tegas menyatakan bahwa:“In all actions corcerning children, whetherundertaken by public or private social welfare institution, courts of law, administrative authorities or legislative bodies, the best interest of child shall be a primary consideran (dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial pemerintah atau swasta, lembaga peradilan, lembaga pemerintah atau badan legislatif, kepentingan terbaik anak akan merupakan pertimbangan utama)”.Berdasarkan pandangan-pandangan di atas diharapkan suatu cara baru khusus menangani perkara anak pelaku tindak pidana yang lebih memberikan manfaat bagi pertumbuhan jasmani dan rohani dengan memperhatikan faktor psikologis anak sehingga tercapainya kesejahteraan anak. Diversi merupakan satu-satunya Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia | 43

cara untuk menjawab segala tantangantangan diragukan di atas pada saat ini.44 3. Perlindungan terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana Perlindungan terhadap anak korban kejahatan sebagaimana diaturdalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 1 ayat (2) Perlindungan Anak adalah segala kegiatan yang menjamin dan melindungi anak dan hak- haknya agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi, secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta medapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Adapun tujuan perlindungan anak menurut undang-undang adalah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskrimisasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Perlindungan terhadap anak merupakan kewajiban dan tanggung jawab kita semua, anak korban harus mendapatkan perhatian dan perlindungan terhadap hak-haknya. Penanganan perkara anak yang berhadapan dengan hukum khususnya korban anak, harus ditangani secara khusus baik represif maupun tindakan preventif demi menciptakan masa depan anak yang baik dan sejahtera. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak membagi tiga bagian terhadap anak yang perkara dengan hukum, hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan bahwa: “Anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut sebagai anak korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun 44 Nandang Sambas. 2010. Pembaruan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hlm. 25. 44 | Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia

yang mengalami penderitaan fisik, mental dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.” Dari ketentuan Pasal 1 ayat (4) tersebut dapat kita ketahui bahwa yang dimaksud dengan anak korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami suatu tindak pidana. Kasus yang dialami oleh anak akhir-akhir ini cendrung mengalami peningkatan hal ini dapat kita lihat dari pemberitaan yang ada baik melalui media cetak maupun elektronik, melihat kondisi yang ada dibutuhkan suatu upaya yang serius dalam menanggulangi tindak kekerasan terhadap anak. Peran aktif dari para aparat penegak hukum dalam menanggulangi kejahatan terhadapanak sangat diperlukan sebagai suatu usaha yang rasional dari masyarakat.Dalam Undang-Undang disebutkan bentuk perlindungan yang diberikan kepada anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana yang tercantum dalam pasal 64 Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentangPerubahan atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak : a. Perlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuaidengan umurnya; b. Pemisahan dari orang dewasa; c. Pemberian bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif; d. Pemberlakuan kegiatan rekreasional; e. Pembebasan dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yangkejam, tidak manusiawi serta merendahkan martabat dan derajatnya; f. Penghindaran dari penjatuhan pidana mati dan/atau pidana seumurhidup; g. Penghindaran dari penangkapan, penahanan dan/atau penjara, kecualisebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat; h. Pemberian keadilan di muka pengadilan anak yang objektif, tidakmemihak dan dalam sidang yang tertutup untuk umum; i. Penghindaran publikasi atas identitasnya; j. Pemberian pendampingan orang tua/wali dan orang yang ddipercayaoleh anak; k. Pemberian advokasi sosial; Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia | 45

l. Pemberian kehidupan pribadi; m. Pemberian aksesibilitas, terutama bagi anak penyandang disabilitas; n. Pemberian pendidikan; o. Pemberian pelayanan kesehatan; dan p. Pemberian hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diatur perihal kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan lembaga negara lainya, untuk memberikan perindungan khusus kepada : a. Anak dalam situasi darurat; b. Anak yang berhadapan dengan hukum; c. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi; d. Anak tereksploitasi secara ekonomi dan atau atau seksual ; e. Anak yang diperdagangkan; f. Anak anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA); g. Anak korban penculikan, penjualan, dan perdagangan; h. Anak korban kekerasan, baik fisik dan atau atau mental; i. Anak yang menyandang cacat; dan j. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Pasal 90 ayat (1) menjelaskan bahwa Anak korban dan Anak saksi berhak atas“ upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga”. Yang dimaksud dengan rehabilitasi medis tersebut adalah proses kegiatan pengobatan secara terpadu dengan memulihkan kondisi fisik anak, anak korban dan atau anak saksi. Kemudian yang dimaksud dengan rehabilitasi sosial adalah proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar anak korban, dan atau anak saksi dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan di masyarakat.Selain hak-hak anak sebagai korban yang didapat berupa ganti kerugian, terdapat beberapa hak anak sebagai korban untuk mendapatkan bantuan medis dan bantuan rehabilitasi psiko-sosial. Bantuan rehabilitasi psikososial 46 | Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia

adalah bantuan yang diberikan oleh psikolog kepada korban yang menderita trauma atau masalah kejiwaan lainnya untuk memulihkan kembali kondisi kejiwaan korban. Tujuan dari kewajiban mengganti kerugian menurut Gelaway, yaitu: a. Meringankan penderitaan korban b. Sebagai unsur yang meringankan hukuman yang akandijatuhkan c. Sebagai salah satu cara merehabilitasi terpidana, dan d. Mempermudah proses peradilan.45 Proses peradilaan pidana selama ini lebih memperhatikan pelakutindak pidana dari pada perlindungan terhadap korban, sementara kita ketahui bahwa korbanlah yang mengalami kerugian akibat dari suatu tindak pidana, kerugian yang dialami tersebut berdampak sangat luas bagi korban tidak hanya mengalami kerugian materil saja akan tetapi juga kerugian immateriil, porporsi perlindungan yang tidak seimbang tersebut tentunya berdampak kepada ketidak adilaan yang diterima oleh korban walaupun pada dasarnya korban sudah diwakili oleh jaksa sebagai pengacara negara yang melindungi korban dari suatu tindak pidana. Dalam pelaksanaan perlindungan terhadap anak korban tindak pidana dari setiap tingkatan peradilan selama ini masih dirasakan belum memberikan rasa keadilan terhadap anak yang mengalami tindak pidana, korban masih diposisikan sebagai pemberi informasi dalam melengkapi berkas pemeriksaan/pembuktian tanpa adanya peran yang aktif dalam menyelesaiakan perkara/perbuatan yang dialaminya. Perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dalam hal ini anak korban tindak pidana mengalami perubahan yang mendasar dalam penyelesaiannya pembalasan bukan lagi dianggap cara yang efektifi dalam menyelesaikan perakara anak akan tetapi lebih difokuskan pada pemulihan keadaan dalam mengatasi permasalahan anak korban tindak pidana. Penyelesaian perkara anak tidak hanya dapat diselesaikan melalui proses peradilan akan tetapi dapat diselesaikan di luar proses peradilan (diversi) proses diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan pelaku orang 45 Chaerudin & Syarif Fadillah. 2004. Korban Kejahatan dalam Perspektif Viktimologi & Hukum Pidana Islam. Jakarta: Grhadhika Press.Hlm. 65. Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia | 47

tua/wali, korban orang tua/wali dan juga pembimbing kemasyarakatan dan pekerja profesional berdasarkan pendekatan keadilan restoratif. (Pasal 8 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).46 Adanya proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum di luar proses peradilan merupakan langkah maju dalam menyelesaikan perkara anak, pembalasan bukan lagi merupakan cara yang efektif dalam menyelesaikan perakara anak yang lebih penting adalah pemulihan keadaan dengan melibatkan semua pihak untuk duduk bersama dalam menyelesaikan perkara yang terjadi dengan harapan baik pelaku, korban mendapatkan keadilan yang memang sudah menjadi haknya. Disamping itu, dalam pemulihan terhadap korban anak peran keluarga sangat penting karena mereka merupakan orang-orang terdekat korban (anak) mempunyai andil besar dalam membantu memberikan pemulihan kepada korban. seluruh komponen masyarakat dengan ikut mengayomi dan melindungi korban dengan demikian diharapkan pemulihan terhadap korban dapat terwujud secara maksimal. 4. Perlindungan terhadap anak yang menjadi sanksi tindak pidana Keterangan saksi merupakan faktor penting dalam pelaksanaan proses peradilan pidana, kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim di persidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara yang dipanggil di persidangan. Subekti berpendapat bahwa saksi adalah orang yang didengar keterangannya di muka sidang pengadilan, yang mendapat tugas membantu pengadilan yang sedang perkara.47 Uraian di atas menunjukkan bahwa saksi adalah faktor penting dalam setiap tahap dalam proses peradilan pidana. Suryono Sutarto lebih luas mengemukakan bahwa saksi adalah orang yang memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, 46Dheni Wahyudhi, “Perlindungan Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Melalui Pendekatan Restoratif Justice”, Jurnal Ilmu Hukum, (2015), hlm. 154. 47 Subekti dan R. Tjitro Soedibia. 1976.Kamus Hukum. Jakarta: Pradya Paramita.Hlm. 83. 48 | Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia

ia lihatsendiri dan ia alami sendiri.48 Jika seseorang yang akan memberikan keterangan sabagai saksi adalah orang yang sudah dewasa menurut hukum dan telah memenuhi persyaratan untuk sahnya suatu keterangan saksi sebagai alat bukti sebagaimana diatur dalam KUHAP, maka hal ini tidak menimbulkan suatu permasalahan dalam pembuktian perkara pidana. Akan tetapi ada kalanya bahwa suatu perbuatan pidana atau tindak pidana yang diduga telah terjadi itu justru hanya disaksikan/dialami oleh seorang anak yang masih di bawah umur. Khusus terhadap seorang anak yang melihat, mendengar ataupun mengalami sendiri suatu tindak pidana dengan menyebutkan alasan dari pengetahuannya tentang tindak pidana yang sedang diperiksa, oleh undang-undang sebenarnya tidak dilarang untuk menjadi saksi pada pemeriksaan sidang pengadilan. Anak sebagai saksi sebagaimana yang disebutkandalam Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak “Anak yang menjadi saksi tindak pidana yang selanjutnya disebut anak saksi adalah anak yang belum berumur 18 tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri” Keberadaan anak saksi dalam sistem peradilan pidana anak yang ada dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang SistemPeradilan Pidana Anak diatur dalam Bab VII pada Pasal 89 s/d Pasal 91dalam ketentuan Pasal 89 disebutkan bahwa Anak Korban dan/atau Anak Saksi berhak atas semua perlindungan dan hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan. Selanjutnya dalam Pasal 90 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak juga menjelaskan hakAnak Korban dan/atau Anak Saksi yakni: a. Upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalamlembaga maupun di luar lembaga; b. Jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun sosial; dan c. Kemudahan dalam mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara. 48 Suryono Sutarto. 1982. Hukum Acara Pidana. Jilid I. Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Hlm. 42. Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia | 49

Hak anak untuk memberikan keterangan di pengadilan dilindungi oleh hukum. Sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 yang berbunyi: 1) Negara-negara Pihak harus menjamin bagi anak yang mampu membentuk pendapatnya sendiri, hak untuk mengutarakan pendapat-pendapat tersebut dengan bebas dalam semua masalah yang mempengaruhi anak itu, pendapat- pendapat anak itu diberi bobot yang semestinya sesuai dengan umur dan kematangan si anak. 2) Untuk tujuan ini, maka anak terutama harus diberi kesempatan untuk didengar pendapatnya dalam persidangan-persidangan pengadilan dan administratif yang mempengaruhi anak itu, baik secara langsung, atau melalui suatu perwakilan atau badan yang tepat, dalam s uatu cara yang sesuai dengan peraturan-peraturan prosedur hukum nasional. Perlindungan terhadap saksi anak dalam menyelesaikan perkaraanak sangat diperlukan sebagai jaminan akan perlindungan hak asasi anakdan pemenuhan akan hak-haknya, keterangan dan/atau informasi yangdiberikan oleh anak guna kepentingan penyidikan, penuntutan, danpengadilan tentang suatu perkara yang terjadi. Anak yang menjadi korbandan/atau saksi suatu tindak pidana bisa saja mengalami trauma yang begitumendalam sehingga untuk memberi suatu kesaksian mengenai tindakpidana yang terjadi sering mengalami kendala, dengan demikiandibutuhkan cara khusus agar anak lancar dalam memberikanketerangannya akan tetapi tidak jarang juga anak mengalami trauma yangmendalam akibat dari suatu tindak, peranan saksi anak yang mengalami,melihat dan/atau mendengar dapat membantu mengungkap kebenaran.Selanjutnya dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana(KUHAP) hanya sedikit sekali menyinggung tentang Anak, yaitu Pasal153 ayat (3), 153 (5), 171 sub a. Pasal 153 (3) KUHAP menetapkan“Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka sidang danmenyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenaikesusilaan atau terdakwa adalah anak-anak”. Keabsahan keterangan anak dibawah umur sebagai anak saksi dapat dilihat dalam Pasal 171 butir a KUHAP menyatakan : “yang 50 | Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia

boleh diperiksa untuk memberikan keterangan tanpa sumpah adalah anak yang umumnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin”. Penjelasan Pasal 171 KUHAP menjelaskan bahwa: “mengingat bahwa anak yang belum berumur lima belas tahun, demikian juga orang yang sakit ingatan, sakit jiwa, sakit gila meskipun hanya kadang-kadang saja, yang dalam ilmu penyakit jiwa disebut psychoopat, mereka ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna dalam hukum pidana maka mereka tidak dapat diambil sumpah atau janji dalam memberikan keterangan, karena itu keterangan mereka hanya dipakai sebagai petunjuk.”Keberadaan penjelasan Pasal 171 KUHAP ini secara materiil keterangan saksi anak dinilai bukan merupakan alat bukti yang sah dan hanya dapat dipakai sebagai petunjuk sehingga tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian. Hal ini sejalan dengan bunyi Pasal 185 ayat (7) KUHAPsebagai berikut:“keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.” Demikian pula dalam penjelasan Pasal 161 ayat (2) KUHAP dijelaskan bahwa “keterangan saksi atau ahli yang tidak disumpah atau mengucapkan janji, tidak dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah, tetapi hanyalah merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim.” Namun jika saksi yang dihadirkan dalam persidangan yang umurnya belum genap 15 tahun, di lihat dalam kedudukan anak sebagai saksi menurut KUHAP dianggap tidak sah sebagai alat bukti berdasarkan Pasal 171 KUHAP dan penjelasannya. Hal tersebut tentu akan menimbulkan suatu masalah apabila terjadi tindak pidana terhadap anak dimana anak berperan penting sebagai saksi (korban). Keterangan anak tersebut dianggap tidak sah sebagai alat bukti, sedangkan dilain pihak anak tersebut sebagai saksi korban yang memegang peran penting dalam proses pembuktian tindak pidana tersebut. Ketentuan KUHAP juga mengatur ketentuan yang tidakdapat menjadi saksi adalah: Ada batasan-batasan seseorang menjadi saksi. Pasal 168 KUHAP menyatakan: Kecuali ditentukan lain dalam Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia | 51

uindang-undang ini, maka tidakdapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi: 1. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau kebawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama- samasebagai terdakwa. Atau yang bersama-sama sebagai terdakwa. 2. Saudara dan terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa,saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyaihubungan karena perkawinan dari anak-anak saudara terdakwa sampaiderajat ketiga. 3. Suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yangbersama-sama sebagai terdakwa. Melihat dari batasan-batasan yang telah diatur, nyata bahwa secara materiil anak tidak dapat dijadikan sebagai saksi jika umur anak belum sampai lima belas tahun. Akan tetapi dalam praktek sehari-hari anak dapat dijadikan saksi selama dalam proses pemeriksaan baik sebagai saksi korban maupun sebagai saksi biasa. Pasal 171 KUHAP menyatakan bahwa yang boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah ialah : 1. Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernahkawin; 2. Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang- kadangingatannya baik kembali. Undang-Undang SPPA memberikan kemudahan bagi anak saksi atau anak korban dalam memberikan keterangan di pengadilan. Saksi/korban yang tidak dapat hadir untuk memberikan keterangan di depan sidang pengadilan dengan alasan apapun dapat memberikan keterangan di luar sidang pengadilan melalui perekaman elektronik yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan setempat, dengan dihadiri oleh Penyidik atau Penuntut Umum, dan Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya yang terlibat dalam perkara tersebut. Anak saksi/korban juga diperbolehkan memberikan keterangan melalui pemeriksaan jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi audiovisual. Pada saat memberikan keterangan dengan cara ini, anak harus didampingi 52 | Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia

oleh orang tua/Wali, Pembimbing Kemasyarakatan atau pendamping lainnya (lihat Pasal 58 ayat (3) Undang-Undang SPPA). Perlindungan hukum terhadap anak sebagai saksi diberikan padasetiap proses peradilan mulai dari pemeriksaan di tingkat kepolisian sampai tingkat pengadilan. Keterangan anak saksi biasa ataupun saksi korban sangat penting guna mengungkap sebuah peristiwa yang terjadi dan dialami oleh anak akibat dari suatu tindak pidana dalam mengungkap kebenaran di sidang pengadilan. Dari kenyataan yang terjadi di masyarakat, harus diakui bahwa sampai saat ini masih banyak hak-hak anak yang tidak terlindungi walaupun terhadap hal tersebut telah diatur dalam undang-undang. Sering didengar dan dapat dilihat adanya anak-anak yang menjadi korban tindak kekerasan baik fisik maupun psikis yang dilakukan oleh orang tuanya sendiri ataupun orang lain dan juga menjadi korban perdagangan (traf icing) yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak peduli terhadap masa depan anak. Pada kasus-kasus seperti itu maka anakyang menjadi korban itulah yang dapat mengungkapkan fakta yang sebenarnya dari tindak pidana yang didakwa telah dilakukan seorang terdakwa. Dengan demikian bahwa anak yang menjadi korban dari suatu tindak pidana juga menjadi saksi pula dalam mengungkapkan tindak pidana yang dialaminya. Keabsahan keterangan anak mempunyai nilai kekuatan pembuktian bagi hakim, kembali kepada penilaian hakim secara subjektif karena penilaian terhadap alat bukti saksi secara umum tidak mengikat, begitupun dengan keterangan anak saksi. Dapat dikatakan, alat bukti keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah adalah bersifat bebas dan tidak sempurna dan tidak menentukan atau mengikat. Hakim bebas untuk menilai kesempurnaan dan kebenarannya. Tidak ada keharusan bagi hakim untuk menerima kebenaran setiap keterangan saksi termasuk anak saksi.49 Anak yang dijadikan sebagai saksi yang melihat dan mendengarbelum mendapatkan perhatian yang penuh dari pemerintah, terlepas dari adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 49Hana Krisnamurti. https://media.neliti.com/media/publications/281791-kedudukan-saksi- anak-dalam-pembuktian-pe-d3a41345.pdf. Diakses pada tanggal 10 November 2019 Pukul 21:56 WIB. Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia | 53

2012 Tentang Sistem Peradilan Anak. Maidin Gultom dalam bukunya yang berjudul Pelindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana menulis hak-hak anak sebagai saksi yang dibagi atas: a. Sebelum Persidangan: 1) hak diperhatikan laporan yang disampaikannya dengan suatutindak lanjut yang tanggap/peka, tanpa mempersulit para pelapor; 2) hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yangmencurigakan penderitaan fisik, mental dan sosial dari siapa sajakarena kesaksiannya; 3) hak untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancarpemeriksaan sebagai saksi. b. Selama Persidangan: 1) hak untuk dapat fasilitas untuk menghadiri sidang sebagai saksi; 2) hak untuk mendapat penjelasan mengenai tata cara persidangan. c. Setelah Persidangan: Hak untuk mendapatkan perlindungan dari tindakan-tindakan mental, fisik dan sosial dari siapa saja. Selama ini Undang-undang yang ada sama sekali tidak memberikan suatu payung hukum yang jelas terhadap perlindungan bagi anak yang menjadi saksi. Undang-undang Perlindungan anak yangmenjadi pegangan dasar dalam melindungi anak menekankan anak hanya sebagai saksi korban. Pasal 58 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak. Dalam hal Anak Korban dan/atau Anak Saksi tidak dapat hadir untuk memberikan keterangan di depan sidang pengadilan, Hakim dapat memerintahkan Anak Korban dan/atau Anak Saksi didengar keterangannya: a. di luar sidang pengadilan melalui perekaman elektronik yangdilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan di daerah hukumsetempat dengan dihadiri oleh Penyidik atau Penuntut Umum danAdvokat atau pemberi bantuan hukum lainnya; atau 54 | Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia

b. melalui pemeriksaan langsung jarak jauh dengan alat komunikasiaudiovisual dengan didampingi oleh orang tua/Wali, PembimbingKemasyarakatan atau pendamping lainnya. Sebagaimana diketahui, saksi sangat berperan penting dalam membantu mengungkap kebenaran dari suatu tindak pidana. Termasuk pada anak-anak yang menjadi saksi. Akan tetapi, selama ini saksi anak belum mendapat perlindungan yang memadai. Perlindungan terhadap anak sebagai saksi sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Anak menunjukkan pentingnya perlindungan terhadap anak adanya pengaturan mengenai perekaman elektronik merupakan pelayanan saksi untuk mengurangi rasa “takut” dengan atribut-atribut peradilan secara formal disidang pengadilan. Dengan demikian si anak sebagai saksi dalam memberi keterangan akan lebih bebas dan leluasa disamping mereka didampingi oleh orang tua/wali maupun petugas pembimbing pemasyarakatan anak. Hal lain yang mengalami perubahan mendasar dalam perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum yakni adanya penyelesaian perkara di luar peradilan yang dikenal dengan diversi dalam pelaksanaannya melibatkan semua pihak untuk secara musyawarah menyelesaiakan perkara anak dengan menggunakan pendekatan keadilan restorative, artinya pembalasan bukan lagi merupakan cara yang terbaik dalam menyelesaiakan perkara anak yang berhadapan dengan hukum akan tetapi pemulihan keadaan yang harus diutamakan dengan menumbuhkan rasa tanggungjawab terhadap anak akibat dari suatu tindak pidana dengan demikian diharapkan dapat memberikan rasa keadilan bagi anak yang berhadapan dengan hukum. Proses sidang pada sistem peradilan pidana anak tidak mengharuskan bahwa anak korban dan atau anak saksi untuk selalu hadir di ruangan persidangan. Bilamana hakim melihat adanya pemisahan kepentingan pelindungan anak dimaksudkan untuk melindungi dan mengayomi anak yang berhadapan dengan hukum agar anak dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang serta memberi kesempatan kepada anak agar melalui pembinaan akan diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, dan berguna bagi diri sendiri, keluarga, Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia | 55

masyarakat, bangsa, dan negara. Pelindungan anak juga meliputi kegiatan yang bersifat langsung dan tidak langsung dari tindakan yang membahayakan anak secara fisik dan/atau psikis. Ketua Senat, Rektor beserta jajaran dan Hadirin yang saya hormati D. Penutup Lahirnya UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak memberi warna yang berbeda terkait dengan perlindungan hukum terhadap anak di Indonesia. Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ini menghadirkan konsep restorative justice yang bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap pelaku kejahatan, korban dan masyarakat pada umumnya sebagai sebuah bentuk penyelesaian perkara. Berdasarkan Pasal 1 angka 7 Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Restorative Justice merupakan proses penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak yang berkepentingan dengan tindak pidan yang terjadi dimulai dari korban, pelaku, keluarga pelaku & korban, masyarakat dan aparat penegak hukum atau unsur lain yang dianggap penting di dalamnya untuk terlibat menyelesaikan konflik (Pasal 1 angka 6 UU No. 11 Tahun). Restorative justice merupakan proses diversi yang bertujuan untuk pemulihan bukan untuk pembalasan, namun sistem retributif masih sangat kental digunakan oleh aparat penegak hukum. Melihat kenyataan yang ada, penyelesaian kasus yang dilakukan oleh anak masih sama dengan orang dewasa yaitu melalui proses peradilan. Hasilnya akan memberikan cap terhadap anak sebagai narapidana yang dikhawatirkan dengan keadaan tersebut akan memberikan dampak negatif yang dapat mempengaruhi mental dan jiwa si anak. Tujuan pemidanaan untuk memanusiakan manusia tidak akan tercapai lagi karena prosedur dan cara yang kurang tepat penggunaannya. Dalam menangani anak yang berkonflik dengan hukum, senantiasa harus memperhatikan kondisi anak yang berbeda dari orang dewasa. Sifat dasar anak sebagai pribadi yang masih labil, 56 | Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia

masa depan anak sebagai aset bangsa, dan kedudukan anak di masyarakat yang masih membutuhkan perlindungan dapat dijadikan dasar untuk mencari suatu solusi alternatif bagaimana menghindarkan anak dari suatu sistem peradilan pidana formal, penempatan anak dalam penjara, dan stigmatisasi terhadap kedudukan anak sebagai narapidana. Solusinya adalah Restorative justice. Diversi merupakan konsep baru dalam sistem peradilan pidana anak yang dianggap menjiwai nilai-nilai keadilan restoratif. Namun yang harus menjadi pemikiran kita bersama ialah sistem peradilan pidana anak dengan konsep diversi saat ini belum seutuhnya mengakomodir kepentingan terbaik bagi anak. Sistem peradilan pidana anak belum dapat menekan angka kejahatan anak, sistem peradilan pidana anak saat ini lebih mengedepankan perampasan kemerdekaan (penjara) terhadap anak pelaku tindak pidana, diskriminasi dalam penerapan diversi dimana hanya tindak pidana kategori tertentu saja yang dapat diupayakan diversi, dan pendekatan dalam sistem peradilan pidana anak saat ini terlalu legalistik. Sehingga muncul suatu pemikiran bahwa sistem peradilan pidana anak saat ini belum berhasil dalam memberikan keadilan bagi anak. Oleh karena itu, diperlukan penyempurnaan terhadap sistem peradilan pidana anak saat ini. Penyempurnaan tersebut meliputi (1) diversi wajib diupayakan bagi setiap tindak pidana yang dilakukan oleh anak, karena sebagaimana diuraikan diatas bahwa anak yang melakukan tindak pidana dipengaruhi oleh faktor ekstern atau bukan murni kehendaknya. Namun untuk kelancaran diversi dalam proses peradilan anak, tergantung dari kesungguhan para penegak hukum dari tingkat penyidikan, penuntutan, dan peradilan. Selanjutnya diversi yang menjiwai restoratif justice akan berhasil apabila ada kepedulian dari orangtua dan masyarakat. (2) sekalipun anak dijatuhi pidana, pemidanaan terhadap anak harus mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak, dalam hal ini lebih mengedepankan pembinaan (treatment) terhadap anak. (3) pemidanaan terhadap anak yang mengedepankan rehabilitasi, redukasi, dan resosialisasi, dan (4) pembentukan pengadilan khusus anak agar penyelesaian perkara anak mulai dari Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia | 57

tingkat penyidikan, penuntutan, dan peradilan tidak bercampur dengan penyelesaian perkara orang dewasa. Ketua Senat, Rektor beserta jajaran dan Hadirin yang saya hormati Untuk mengakhiri pidato pengukuhan ini, izinkanlah saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada para guru saya, dosen, pimpinan dan karyawan di Universitas Lampung, teman sejawat, keluarga,dan mahasiswa saya. Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada mereka, saya mohon maaf bahwa hanya sebagian kecil saja diantara mereka yang dapat disebutkan namanya dalam akhir pidato pengukuhan ini. Pada kesempatan yang sangat terhormat melalui mimbar ini, dengan tulus saya menyampaikan bahwa perjalanan memperoleh jabatan Profesor/Guru Besar sangat mungkin tidak akan tercapai mengingat keterbatasan kemampuan dan terbatasnya kesempatan yang saya miliki. Hanya berkat Ridho Allah SWT segalanya bisa terjadi, untuk itu terimalah sujud syukur hambaMU ya Allah Sang Malikul Qudus lagi Maliqul Ilmi yang telah begitu banyak memberikan limpahan kenikmatan kesehatan, limpahan kesempatan, limpahan ilmu dan iman juga kejernihan pikiran yang sungguh menjadi modal utama untuk mengemban jabatan sebagai Guru Besar. Dalam kesempatan yang mulia dan terhormat ini, saya menyampaikan terimakasih yang sebesarnya kepada semua pihak baik instansi pemerintah, penegak hukum dan perorangan yang telah mendukung dan memberikan inspirasi dalam mencapai jabatan akademik tertinggi ini, untuk itu ijinkan penulis untuk menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Pemerintah Republik Indonesia melalui Bapak Nadiem Anwar Makarim, BA., MBA, selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah memberikan legitimasi formal atas diri penulis melalui Surat Keputusan Nomor 147151/MPK/KP/2019 tanggal 1 Desember 2019 tentang Kenaikan Jabatan Akademik/Fungsional Dosen menjadi Profesor/Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Pidana; 58 | Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia

2. Terima kasih kepada Bapak Ali Ghufron Mukti sebagai Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas penetapan Kredit jabatan fungsional dosen Nomor 654/D2.1/KK.01.00/GB/2019; 3. Prof Dr. Karomani, M.Si selaku rektor Universitas Lampung yang telah memberikan kesempatan dan dukungannya dengan menyetujui dan memproses untuk memperoleh jabatan Profesor/Guru Besar; 4. Para Wakil Rektor 1, 2, 3, 4 Universitas Lampung, Senat Universitas Lampung, Guru Besar dan Dekan di Lingkungan Universitas Lampung yang telah memberikan perhatian, masukan dan teladan untuk menjaga kewibawaan keilmuan; 5. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P selaku Rektor Universitas Lampung periode 2015-2019; 6. Saya ucapkan terima kasih kepada yang maha terpelajarProf. Dr. Yos Johan Utama, S.H., M.Hum. Selaku Rektor Universitas Diponegoro. 7. Saya ucapkan terima kasih kepada Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D. Selaku Rektor Universitas Indonesia. 8. Terima kasih saya ucapkan kepada sahabat saya Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., LLM. Ph.D, Prof. Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H., dan Jenderal Dr. Wahyu, S.H., M.H. dkk alumni S2 Hukum Universitas Indonesia 1995 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu; 9. Terima kasih saya ucapkan kepada Prof Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H. selaku Guru Besar Fakultas Hukum Univeritas Sumatera Utara; 10. Secara khusus, saya menyampaikan terimakasih, kepada yang terhormat dan amat terpelajar Prof. Dr. Esmi Warassih, S.H., M.S. selaku Promotor; dan Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, S.H. selaku Co-Promotor yang dengan tulus, iklas dan penuh kesabaran memberikan bimbingan, arahan, pencerahan, dan dorongan semangat kepada saya untuk menyelesaikan pendidikan Doktor dan tiada hentinya terus mendorong dan Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia | 59

memotivasi untuk mendapat jabatan akademik tertinggi bidang Ilmu Hukum Pidana; 11. Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada Pimpinan dan Staf Pengajar di Program Doktor (S3) dan Program Magister (S2) Hukum Universitas Diponegoro Semarang, terutama kepada Prof. Dr. Muladi, S.H., dan Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, S.H.,M.H.; demikian pula kepada Civitas Akademika Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan dasar ilmu hukum dan pengetahuan hukum sebagai basis saya mencapai gelar akademik tertinggi; 12. Terima kasih kepada para sahabat alumni Program Doktor (S3) Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Prof. Dr. Lince Anna Marpaung, S.H., M.H., Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., Dr. Amnawati, S.H., M.H., Dr. Zainab Umpu Zaina, S.H., M.H., Dr. Bambang Hartono, S.H., M.H., Dr. Erlina, S.H., M.H., Dr. Tami Rusli, S.H., M.H., Dr. Sri Suatmiati, dan Dr. Sulastri serta sahabat lainnya, mohon maaf tidak bisa saya sebutkan satu persatu. 13. Terimakasih saya sampaikan kepada para Guru Besar di Fakultas Hukum Universitas Lampung, Prof. Dr. Kadri Husin, S.H., M.H. (Alm), Prof. Dr. Sanusi Husin, S.H., M.H., Prof. Dr. Sunarto, S.H., M.H., Prof. Dr. Maroni, S.H., M.Hum., Prof. Hilman Hadikusuma, S.H. (Alm), Prof. Rasyid M. Akrabi, S.H.,(Alm), Prof. Abdulkadir Muhamad, S.H., (Alm), Prof.Prof. Dr. I Gede AB Wiranata, S.H.,M. Prof. Dr. Yuswanto, S.H., M.H, Prof. Dr. Muhammad Akib, S.H., M.H.,Prof. Dr. Khaidir Anwar, S.H.,M.H., Prof. Dr. Heryandi S.H., M.S. dari beliau-beliau saya bercermin, belajar dan tidak malu untuk mencontoh yang baik sehingga saya termotivasi untuk mendapatkan gelar akademik saat ini. 14. Terima kasih saya ucapkan kepada Ananda Dr. Asri Agung Putra, S.H.,M.H. selaku Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, atas bantuan dan dukungannya kepada saya dalam memperoleh jabatan guru besar; 15. Terima Kasih kepada Abdullah Fadri, S.H. Selaku Ketua Alumni Fakultas Hukum Universitas Lampung, dan alumni-alumni lainnya mohon maaf tidak bisa saya sebutkan satu persatu; 60 | Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia

16. Saya ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan bagian hukum pidana: Prof. Dr. Maroni, S.H., M.Hum, Prof. Dr. Sanusi Husin, S.H., M.H., Prof. Dr. Sunarto. DM. S.H., M.H., Dr. Eddy Rifa’i, S.H., M.H., Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., Dr. Heni Siswanto, S.H., M.H., Damanhuri WN. S.H., M.H., Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H., Gunawan Jatmiko, S.H., M.H., Eko Raharjo, S.H., M.H., Tri Andrisman, S.H., M.H., Firganefi, S.H.,M.H., Maya Shafira, S.H., M.H., Dr. Irzal Fardiansyah, S.H., M.H., Rini Fathonah, S.H., M.H., Budi Rizki Husin, S.H., M.H., Rinaldy Amrullah, S.H., M.H., M. Farid, S.H., M.H., Dona Raisa Monica, S.H., M.H., Deni Achmad, S.H., M.H., Sri Riski, S.H., M.H., dan Aisyah Muda Cemerlang, S.H., M.H. 17. Terima kasih saya ucapkan kepada rekan-rekan bagian hukum perdata: Prof. Dr. I Gede AB Wiranata, S.H., M.H., Ratna Syamsiar, S.H., M.Hum., Dr. Amnawati, S.H., M.H., Wati Rahmi Ria, S.H., M.Hum., Dr. Dra. Nunung Rodliyah, M.A., Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., Kingkin Wahyuningdia, S.H., M.Hum., Dr. M. Fakih, S.H., M.S., Aprilianti, S.H., M.H., Nilla Nargis, S.H., M.Hum., Dr. Sunaryo, S.H., M.H., Rilda Murniati, S.H., M.Hum., Yennie Agustin M.R, S.H., M.H., Lindati Dwiatin, S.H., M.Hum., Dr. Hamzah., S.H., M.H., Elly Nurlaili, S.H., M.H., Torkis Lumban Tobing, S.H., M.S., Siti Nurhasanah, S.H., M.H., Dwi Pujo Prayitno, S.H., M.S., Depri Liber Sonata, S.H., M.H., Dita Febrianto, S.H., M.H., Dianne Eka Rusmawati, S.H., M.Hum., Kasmawati, S.H., M.Hum., Ahmad Zazili, S.H., M.H., Yulia Kusuma Wardani, S.H., LL.M., Wendy Trijaya, S.H., M.Hum., Sepriadi Adhan, S.H., M.H., Dewi Septiana, S.H., M.H., Selvia Oktaviana, S.H., M.H., Rohaini, S.H., M.H., Ph. D., 18. Terima kasih saya ucapkan kepada rekan-rekan bagian hukum tata negara: Dr. Yusnani Hasyim Zum, S.H., M.H., Yulia Neta, S.H., M.Si, M.H., Dr. Chandra Perbawati, S.H., M.H., Dr. Budiyono, S.H., M.H., Rudy, S.H., LL.M, LL.D., Yusdiyanto, S.H., M.H., Dr. Muhtadi, S.H., M.H., Martha Riananda, S.H., M.H., Ahmad Saleh, S.H., M.H., Dr. Zulkarnain Ridlwan, S.H., M.H., M. Iwan Satriawan, S.H., M.H., Ade Arif Firmansyah, S.H., M.H. Malicia, S.H., M.H. Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia | 61

19. Terima Kasih saya ucapkan kepada rekan-rekan bagian hukum administrasi negara: Prof. Dr. Yuswanto, S.H., M.H., Prof. Dr. Muhammad Akib, S.H., M.Hum., Charles Jackson, S.H., M.H., Dr. H.S Tisnanta, S.H., M.H., Dr. FX. Sumarja, S.H., M.Hum., Nurmayani, S.H., M.H., Upik Hamidah, S.H., M.H., Syamsir Syamsu, S.H., M.H., Sri Sulastuti, S.H., M.H., Elman Eddy Patra, S.H., M.H., Marlia Eka Putri, S.H., M.H., Eka Deviani, S.H., M.H., Ati Yuniati, S.H., M.H., Satria Prayoga, S.H., M.H., Dr. Agus Triono, S.H., M.H., Fathoni, S.H., M.H. Fenny Andriani, S.H., M.H. 20. Terima kasih saya ucapkan kepada rekan-rekan bagian hukum internasional: Melly Aida, S.H., M.H., Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., Abdul Mutholib Tahar, S.H., M.Hum., Naek Siregar, S.H., M.Hum., Rudi Natamiharja, S.H., M.H., DEA., Siti Azizah, S.H., M.H., Desy Churul Aini, S.H., M.H., Ria Wierma Putri, S.H., M.Hum., Rehulina, S.H., M.H., Bayu Sujadmiko, S.H., M.H., Ph.D. Ahmad Sofyan, S.H., M.H. Maya,S.H., M.H. 21. Terima kasih kepada Dr. Sopian Sitepu, S.H.,M.H.,M.Kn. 22. Terima kasih kepada para dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah mengirimkan tulisan di prosiding pengukuhan guru besar saya. 23. Terima kasih saya ucapkan kepada para sahabat saya saat kuliah Magister Hukum (S2) di Universitas Indonesia, Dr. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, S.H., M.H., Dr. Cice, S.H., M.H., Dr. Joko Sulistyo, S.H., M.H., Jenderal Wahyu, Prof. Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H., Dr. Reni S. Masu, S.H., M.H., Dr. Chairul Huda, S.H., M.H., Dr. Yuriko, S.H., M.H., Dr. Susiani, S.H., M.H., Dr. Winner Sitorus, S.H., M.H., Dr. Poltak Siringo Ringo, S.H., M.H., Dewi Ayu Widiani, S.H., M.H., Dr. Neng Zubaidah, S.H., M.H., Dr. Tristam P. Moeliono, S.H., M.H., LL.M., Dr. Edi, Dwi Ikrar Tiwi, S.H., M.H., Neti, S.H., M.H., M. Jamil, S.H., M.H., Dr. Zulkifli Taguan, S.H., M.H., Selamet S.H., M.H., Sintia Sidarta, S.H., M.H., Kapt. Wisnu Wardono, S.H., M.H. Serta teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. 24. Saya uacapkan terima kasih kepada Dr. Ino Susanti, S.H., M.H. 25. Secara khusus dan teristimewa, rasa terimakasih yang tak terhingga kepada Suamiku tercinta Syaifullah Sesunan, S.H., 62 | Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia

M.H. atas pengabdian, pengorbanan, dukungan, yang selalu memberi semangat dalam keadaan suka dan duka ketika mengikuti perjalanan menuntut ilmu di Jakarta dan Semarang; 26. Kepada putra dan putriku tercinta Soni Andriajaya Sesunan, S.E., M.M.,dr. Arfansyahfani Sesunan dan dr. Camelia, serta Sofina Handayani Sesunan, S.H.,M.H., dan Yunus Amreh, S.H., M.H. terimakasih atas segala pengorbanan, pengertian, perjuangan, kasih sayangnya, sehingga apa yang kalian cita- citakan dan dambakan dapat tercapai; 27. Ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada Orangtuaku Tercinta, atas kepercayaan Allah SWT. telah menghadirkan saya di dunia ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini ungkapan terimakasih yang mendalam dan takzim saya haturkan pada Orangtuaku almarhum Daeng Hi. Muhamad Husin Thoib dan Hj. Sofiah. 28. Terima kasih kepada keluarga besar Sesunan, khususnya Yunia Silvia Sesunan dan suami, serta cucunda Mas Mumammad Gibran Sesunan. 29. Terima kasih kepada ananda Rifandi Ritonga, S.H., M.H. 30. Ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada para guru saya di SDN. 9 Anyar Durian Payung, SMPN I Rawa Laut, dan SMAN 2Gotong Royong yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu; Terakhir, kepada hadirin yang mulia, terimakasih atas semua perhatian yang diberikan, semoga Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Kuasa senantiasa melimpahkan taufik dan hidayahnya kepada kita semua, Amin YRA. Wabillahi taufik walhidayah, Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia | 63

Daftar Pustaka A. Buku Adiguna,Imran dkk. “Penerapan Diversi Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana.” Makasar: FH UNHAS. Alicia K.S. Maya, Genoveva dan Erasmus A.T. Napitupulu. Anak dalam Ancaman Penjara: Potret Pelaksanaan UU SPPA 2018 (Riset putusan peradilan Anak se-DKI Jakarta 2018). Jakarta: Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). 2019. Arief, Barda Nawawi. 2009. Mediasi Penal Penyelesaian Perkara Di Luar Pengadilan. Semarang: Pustaka Magister. --------. 2008. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan KUHP Baru. Jakarta: Kencana. Atmasasmita, Romli. 1983. Problema Kenakalan Anak-Anak Remaja. Bandung: Armico. Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM. 2009.Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan tentang Rancangan Undang-Undang Pengadilan Anak. Jakarta. Chaerudin & Syarif Fadillah. 2004. Korban Kejahatan dalam Perspektif Viktimologi & Hukum Pidana Islam. Jakarta: Grhadhika Press. Dewi, DS. . 2011. Mediasi Penal: Penerapan Restorative Justice Di Pengadilan Anak Indonesia. Depok: Indie Publishing. Eglash, Albert.1977. Beyonde Restitution: Creative Restitution. Lexington: Massachusset-USA. Eza Tiara, Ayu dan M. Retza Biliansyah, Potret Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di Kepolisian (2013-2016). Jakarta: LBH Jakarta. Gultom, Maidin. 2008.Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Bandung:Refika Aditama. Joni, M. dan Zulchaina Z. Tanamas. 1999.Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam Perspektif Konvensi Hak Anak. Bandung: Citra Aditya Bakti. 64 | Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia

Manan, Bagir. 2008. Restoratif Justice (Suatu Perkenalan) Dalam Refleksi Dinamika Hukum Rangkaian Pemikiran Dalam Dekade Terakhir. Jakarta: Perum Percetakan Negara RI. Marlina. 2007. Peradilan Anak Indonesia. Bandung: Pustaka Abadi. --------. 2009. Peradilan Pidana Anak di di Indonesia. Bandung: Refika Aditama. --------.2009.Peradilan Pidana Anak di Indonesia : Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice. Bandung: Refika Aditama. --------.2010.Pengantar Konsep Diversi dan Resotative Justice. Medan: USU Press. --------. 2011.Hukum Penitensier. Bandung: Refika Aditama. Robert & Keith Haley. 2002.Introduction Criminal Justice. Callifornia-USA: Glencoe McGraw Hill. Rosidah, Nikmah. 2014. Budaya Hukum Hakim Anak Di Indonesia (Sebuah Pendekatan Hukum Progresif).Semarang: Pustaka Magister. Sambas, Nandang. 2010. Pembaharuan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia.Yogyakarta: Graha Ilmu. Saraswati, Rika. 2009. Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Soetodjo, Wagiati. 2006.Hukum Pidana Anak. Bandung: PT. Refika Aditama. Subekti dan R. Tjitro Soedibia. 1976.Kamus Hukum. Jakarta: Pradya Paramita. Sutarto, Suryono. 1982. Hukum Acara Pidana. Jilid I. Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Zebua, Rahmaeni. 2014. Analisis Diversi dan Restoratif Justice Dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Medan: FH USU. Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia | 65

B. Jurnal Harefa, Beniharmoni. “Diversi Sebagai Perlindungan Hukum Terhadap Hak Asasi Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia.” Jurnal Komunikasi Hukum, 3 (3). (2004). -------- “Diversi Sebagai Perlindungan Hukum Terhadap Hak Asasi Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia.” Jurnal Komunikasi Hukum. 1 (1). (2015). Herlina, Apong. “Restoratif Justice”. Jurnal Kriminologi Indonesia.” 3 (3). (2004). Purwastuti Yudaningsih, Lilik. “Penanganan Perkara Anak Melalui Restoratif Justice.” Jurnal Ilmu Hukum. (2014). Wahyudhi,Dheni. “Perlindungan Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Melalui Pendekatan Restoratif Justice”, Jurnal Ilmu Hukum, (2015). C. Internet M. Reza Sulaiman. https://www.suara.com/health/2019/07/23 /071000/anak-berhadapan-dengan-hukum-potret-buram- perlindungan-anak-di-indonesia?page=all. Diakses pada tanggal 4 November 2019 Pukul 21:31 WIB. Astri,Muthia,Rezky.https://kbr.id/nasional/012019/kasus_anak_t erjerat_hukum_meningkat__ini_yang_harus_dilakukan/98 656.html. Diakses pada tanggal 4 November 2019 Pukul 21:35 WIB. http://www/co.stearn.mn.us/1220.htm22-12-20017. Diakses pada tanggal 8 November 2019 pukul 21:53 WIB. Hana Krisnamurti. https://media.neliti.com/media/publications /281791-kedudukan-saksi-anak-dalam-pembuktian-pe- d3a41345.pdf. Diakses pada tanggal 10 November 2019 Pukul 21:56 WIB. 66 | Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia

Nama lengkap :P r o f . Dr. Nikmah Rosidah, S.H., M.H. NIP :195501061980032002 Tempat/tgl lahir :Tanjung Karang/6 Januari 1955 Jenis kelamin :Perempuan Kewarganegaraan :Indonesia Agama :Islam Pekerjaan :Dosen FakultasHukumUniversitasLampung Pendidikan :S3 Ilmu Hukum Tempattinggal :Jl. Angsana IV No. 8 Kemiling, Bandar Lampung Telp/HP :08127939762 Email :[email protected] Anggota : Syaifullah Sesunan, S.H., M.H. : 1. Soni Andriajaya Sesunan, S.E., M.M. Keluarga Suami Cucunda: Daanish Basel Sesunan dan M. Anak Savier Borneo Sesunan 2. dr. Arfansyahfan Sesunan Isteri : dr. Camelia Anak : M. Rashya Sesunan 3. Sofina Handayani Sesunan, S.H., M.H. Suami : Yunus Amreh, S.H., M.H. Anak : Achmad Kenzo Safaraz dan Abdullah Emir Dava Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia | 67

Riwayat Pendidikan a. Sekolah Dasar Negeri 9 Durian Payung,tamat tahun 1967 b. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Rawa Laut, tamat tahun 1970 c. Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Tanjung Karang, tamat tahun 1973 d. Pendidikan Strata1 Ilmu Hukumdi Fakultas Hukum UNILA, tamat tahun 1979 e. Pendidikan Strata2 Ilmu Hukum di Pascasarjana Universitas Indonesia, tamat tahun 1998 f. Pendidikan Strata 3 Ilmu Hukum di Pascasarjana Universitas Diponegoro, tamat tahun 2013. Riwayat Pekerjaan 1. Menjadi Dosen di Fakultas Hukum Universitas Lampung 1 Maret Tahun 1980 sampai sekarang; 2. Sebagai Sekretaris bagian hukum pidana dua periode Tahun 1980 sampai 1982; 3. Sebagai Ketua bagian hukum pidana dua periode Tahun 1990 sampai 1995; 4. Sebagai pembantu Dekan I sejak Tahun 1999 sampai 2008; 5. Pada 1995 melanjutkan studi S2 di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Tamat Tahun 1998; 6. Pada Tahun 2008 melanjutkan studi S3 di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, tamat Tahun 2013; 7. Sebagai Ketua program Kekhususan bagian pidana pada Program Magister Hukum Universitas Lampung sejak Tahun 2013 sampai sekarang; Penghargaan/Tanda Kehormatan Jenis Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya X Tahun No Dasar Hukum 1. Kepres No. 039/TK/1990 Tanggal Satyalancana Karya Satya XX Tahun 10 Agustus 1990 2. Kepres No. 018/TK/2005 Tanggal Satyalancana Karya Satya XXX Tahun 2 April 2005 3. Kepres No. 17/TK/2014 68 | Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia

Riwayat Penelitian Judul Skema Sumber Dana No. Tahun Penelitian Dasar Pemerintah- Dalam 2014 Analisis Terhadap Faktor Negeri 1 Anggota Penyebab Prostitusi Pada Anak DIPA Universitas 2 2015 Efektifitas Pemiskinan Bagi Lampung Ketua Koruptor Guna Menurunkan Penelitian Dasar Pemerintah- Dalam Angka Tindak Pidana Korupsi Negeri 2016 Analisis Kriminologi Kejahatan Penelitian Dasar Internal Perguruan 3 Ketua Pencabulan Terhadap Anak Tinggi-Dalam Negeri 2017 Hukuman Kebiri Terhadap Penelitian Dasar Internal Perguruan Ketua Pelaku Kekerasan Seksual Tinggi-Dalam Negeri 4 Pada Anak Dalam Perspektif Hak DIPA Universitas Lampung Azasi Manusia (HAM) Penelitian Dasar Mediasi Penal Oleh Kepala Desa Internal Perguruan Tinggi-Dalam Negeri Sebagai Model DIPA Universitas 5 2017 Penyelesaian Sengketa Yang Lampung Anggota Berkearifan Lokal PPS-PTM DIKTI 6 2017 Kekerasan Seksual Terhadap Ketua Anak: Kausalitas dan Upaya Penanggulangannya 2018 Penegakan Hukum Terhadap Ketua Pelaku Pedofilia di 7 Bandar Lampung 8 2018 Perlindungan Terhadap Anak Ketua Korban Kejahatan Seksual Di Bandar Lampung 9 2020 Implementasi Peradilan In Dosen Absensia Dalam Perkara Tindak Pembimbing Pidana Korupsi Untuk Anggota Menyelamatkan Keuangan Negara Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia | 69

Riwayat Pengabdian Kepada Masyarakat No. Tahun Judul Skema Sumber Dana 2014 Penyuluhan Hukum Tentang DIPA BLU Universitas 1 Ketua Bahaya Jajanan Sehari-Hari Lampung Yang Tercemar Zat Bahaya DIPA BLU Universitas Lampung Bagi Anak Di SD Baitul Jannah, DIPA BLU Universitas Kemiling Lampung 2 2015 Simulasi Model Pendidikan DIPA BLU Universitas Lampung Ketua Dini Anti Korupsi Dengan Permainan Ular Tangga Bagi Siswa Kelas 5 Permata Bunda 2016 Penyuluhan Hukum Terhadap 3 Ketua Bahaya Penyalahgunaan Narkotika Dan Sosialisasi Undang-Undang Peradilan Anak 2016 Penyuluhan Hukum Terhadap Ketua Bahaya Penyalahgunaan 4 Narkotika Dan Sosialisasi Undang-Undang Peradilan Anak Pada SMAN 7 Bandar Lampung Publikasi Dalam Buku Ajar Nama Penerbit Tahun Terbit Pustaka Magister 2011 No. Judul Karya Ilmiah 2011 1. Pertanggungjawaban Kejahatan Semarang 2013 Pustaka Magister 2014 Dalam Hukum Pidana Internasional 2. Asas-Asas Hukum Pidana Semarang 2016 Pustaka Magister 2017 3. Rekonstruksi Penanggulangan Perjudian Di Indonesia Semarang 2017 Pustaka Magister 2019 4. Budaya Hukum Hakim Anak Di 2019 Indonesia Sebuah Pendekatan Semarang 2019 Hukum Progresif Pustaka Magister 5. Konstruksi Penanggulangan Semarang Perjudian Di Indonesia Pustaka Magister 6. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Semarang (PPNS) (Sebuah Upaya Penegakan Peraturan Daerah) Zam-Zam Tower AURA 7. Hukum Peradilan Anak 8. Hukum Peradilan Militer Graha Ilmu 9. Percobaan, Penyertaan, dan AURA Gabungan Tindak Pidana 10. Sistem Peradilan Pidana Anak 70 | Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia

Riwayat Publikasi Ilmiah Dalam Jurnal Lokal No Judul Karya Ilmiah Vol/Nomor/Tahun Nama Jurnal Vol. 1 Jurnal Kompilasi 1. Pembaharuan Ide Diversi Dalam Implementasi Sistem Peradilan Vol. 6, No. 5, 2018 POENALE: Jurnal Anak Di Indonesia Bagian Hukum Vol. 7, No. 2, 2019 Pidana, P-ISSN: 2. Analisis Dasar Pertimbangan 2338-7386 Hukum Hakim Dalam POENALE: Jurnal Menjatuhkan Pidana Terhadap Bagian Hukum Pelaku Yang Membantu Pidana, P-ISSN: Melakukan Tindak Pidana 2338-7386 Penempatan Warga Negara POENALE: Jurnal Indonesia Untuk Bekerja Di Bagian Hukum Luar Negeri (Studi Putusan Pidana, P-ISSN: 2338-7386 Nomor: 2011/Pid.B/2016/Pn.Jkt. Brt) POENALE: Jurnal Bagian Hukum 3. Analisis Kriminalisasi Perbuatan Pidana, P-ISSN: Penghinaan Presiden dan Wakil 2338-7386 Presiden Konsep RKUHP 2015 4. Perbandingan Pembinaan Vo. 6, No. 5, 2018 Terhadap Narapidana Narkotika Vol. 7, No. 2,2019 Pada Lapas Umum Dengan Lapas Khusus Narkotika (Studi Pada Lapas Rajabasa Dengan Lapas Kelas Ii Way Hui) 5. Penegakan Hukum Oleh Kepolisian Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Anak Oleh Ibu Kandung (Studi Di Polres Pesawaran) Riwayat Publikasi Ilmiah Dalam Jurnal Nasional No Judul Karya Ilmiah Vol/Nomor/Tahun Nama Jurnal Vol. 1, No. 2, 2014 Jurnal Kebijakan dan 1. Kriminalisasi Gratifikasi Seks Sebagai Tindak Pidana Pembangunan Korupsi Di Indonesia Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia | 71

Riwayat Publikasi Dalam Jurnal Internasional No Judul Karya Ilmiah Vol/Nomor/Tahun Nama Jurnal International Journal Of 1. The Judge Judicial Vol. 13, Issue 4, Business, Economics And Independence In Making Legal Agustus 2017 Law (IJBEL) ISSN 2289-1552 Decision In The Court International Journal Of Innovation, Creativity And 2. Progressive Juvenile Court Vol. 5, Issue. 2, Change. ISSN: 2201-1323 Judges Reform Of The Juvenile Agustus 2019 (Scopus Q3) Criminal Justice System In International Journal Of Innovation, Creativity And Indonesia Through A Socio- Change. ISSN: 2201-1323 Legal Approach (Scopus Q3) 3. Does The Juvenile Justice Vol. 1, Issue 6, Journal Of Legal, Ethical And Regulatory Issues, System Protect Youth Supply Oktober 2019 Online ISSN: 1544-0044 Chain? Progressive Juvenile (Scopus Q2) Court Judges: Reform Of The Juvenile Criminal Justice System In Indonesia Thourgh A Socio-Legal Approach Supported By PLS-Structural Equation Modeling 4. The Crime Of Human Life’s Vol. 2, Issue 6, 2019 Termination In The Womb (Abortus Provocatus Criminalis) According To The Islamic Law And Criminal Law Of Indonesia Riwayat Publikasi Dalam Prosiding Nama Prosiding Prosiding pada the International No Judul Conference on Fundamental Rights 1. Misconception on The (I-Coffees)Tahun 2019 Implementation of Diversion Proceeding of International System within Child Criminal Conference 2nd SHIELD 2017 Bandar Justice System in Indonesia Lampung, September 18-20th 2017 2. The Implementation of Diversion in Child Criminal Justice System The International Conference And in Indonesia Call For Paper On Trade“A New 3. Construction Of Non-Penal Efforts To Prevent Cyber Crime Paradigm In Trade Governance To On E Commerce Increase DomesticEfficiency And To Strengthen Global Competitiveness”Jakarta, 5-6 September 2017 72 | Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia

Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia | 73



2 | Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Perkara Anak Di Indonesia


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook