Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore ASHYLA (Luctor Et Emergo)

ASHYLA (Luctor Et Emergo)

Published by Hamidah Nurrochmah, 2022-06-19 09:43:40

Description: Novel By Hamidah Nurrochmah

Search

Read the Text Version

1 Optimis atau Pesimis? Dibawah sinar bulan yang terang malam ini, seorang gadis menatap sang bulan dengan penuh harapan. Berandai doanya bisa didengar oleh Tuhan melalui bulan tersebut. Suara ramai yang diciptakan oleh makhluk- makhluk kecil disekitarnya ia hiraukan. Bagaikan sihir, ia hanya fokus pada satu objek di indera penglihatannya, berharap apa yang diinginkannya benar-benar tercapai. Namun, fokusnya hilang ketika sang Ibu menghampirinya. “Ashyla..sedang apa kamu di balkon malam-malam?” Sang Ibu bertanya dengan nada lembutnya. “Aah Ibu..tidak apa-apa Bu, hanya bosan.” Jelas sang anak, Ashyla. “Sayang…ada apa hm?” Tanya Ibu untuk kedua kalinya dengan membelai lembut rambut panjang Ashyla. “Bu…Ashyla..sangat gugup untuk pertandingan nanti Bu..perasaan Ashyla selalu negatif akhir-akhir ini..” Jelas Ashyla menatap Ibunya dengan mata berkaca-kaca. Sang Ibu yang awalnya terkejut karena perkataan Ashyla pun akhirnya memeluk Ashyla dengan erat. Sang Ibu sadar, bahwa anaknya merasakan hal yang sama sepertinya. Namun, ia juga sadar bahwa ia harus menjadi sosok Ibu yang bisa memberikan semangat untuk anak-anaknya. “Ashyla Laksamana Putri. Dari namamu saja sudah terlihat bahwa kamu itu anak yang berani dan bisa melakukan apa yang kamu mau sayang. Anak Ibu tidak boleh dong pesimis seperti itu. Katakan pada dirimu sendiri, nak. Aku bisa. Aku pasti bisa. Lakukanlah untuk dirimu sendiri, Nak. Bukan untuk Ayah, Ibu, ataupun Kakak-Kakakmu. Believe in yourself, sweetheart..” Jelas sang Ibu dengan senyum lembutnya. Perkataan sang Ibu membuat Ashyla tersenyum dalam tangisnya selama mendengarkan nasihat Ibunya. Ashyla sangat bersyukur memiliki Ibu yang dapat menyemangatinya saat dirinya down seperti ini. Ia sangat kagum akan sosok Ibu yang menurutnya sangat mengerti perasaan anaknya. Sungguh, ia sangat menyayangi ibunya. 2

“Terima kasih banyak, Ibu. Ibu benar, aku tidak boleh pesimis dan harus tetap optimis. Aku pasti bisa melakukannya dengan baik, hehehe..” Kata Ashyla dengan sedikit tertawa. Sang Ibu yang menatapnya pun tersenyum dan mengecup kening anaknya dengan penuh kasih sayang. Akhirnya ia bisa meyakinkan anak bungsunya dengan baik. Hatinya juga merasa hangat akan ekspresi anaknya saat ini. Rasa hangat selalu muncul di hatinya ketika melihat anak- anaknya tersenyum bahagia. “Nah, begitu dong. Ini baru anak Ibu hahaha” Canda sang Ibu. “Loh, jadi tadi Ashyla bukan anak Ibu? Hmm yasudah.” Kata Ashyla sambil menyilangkan tangannya. “Maksud Ibu bukan begitu Ashyla..” Kata Ibu. “Hahahaha iya, iya.. Ashyla hanya bercanda Bu..” Jelas Ashyla dengan tawanya. Sang Ibu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia merasa heran akan anak bungsunya ini. Baru saja menangis, tapi sudah bisa tertawa secepat itu. “Hahh..kamu ini. Lancar sekali bercandanya.” Kata Ibu pasrah. “Iyadong hehehe. Masa Ashyla sedih terus sih, Bu.” Balas Ashyla sambil berdiri dari duduknya. “Hmm memang benar si katamu hahaha..” Kata Ibu setuju. Akhirnya mereka meninggalkan balkon dan masuk ke kamar Ashyla untuk tidur. “Bu.. Tidur bareng aku yaa?” Tanya Ashyla ketika duduk ditepi tempat tidurnya. “Loh? Kenapa sayang? Jarang-jarang kamu seperti ini.” Balas Ibu keheranan. “Hmmm aku hanya ingin, Bu.” Jawab Ashyla singkat. Sang Ibu yang keheranan akan permintaan anaknya itupun akhirnya menyetujuinya karena jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Selain itu, Ashyla besok harus bangun pagi dan pergi ke bandara untuk terbang ke China. 3

2 Keributan di Pagi Hari. “Lala! Bangun oiii!” Teriak seorang wanita dari arah pintu kamar. Melihat orang yang diteriakinya tidak kunjung bangun, ia pun mendekat dan menggoyang-goyangkan tubuh orang itu. “Ya ampun Lala! Bangunn ini udah siaaangg!” Teriaknya lagi. Akhirnya, orang itupun terusik dari tidur nyenyaknya. Sungguh, mendengar teriakan di pagi hari itu sangat tidak mengenakan indera pendengarannya. “Apasih ya ampun…Lala siapa cobaa?” Kata orang yang dipanggil Lala tersebut dengan nada kantuk dan kesalnya. “Astaghfirullah…punya adek gini amat..” Monolog wanita itu dengan helaan napas yang berat. Wanita itupun akhirnya berjalan menuju kamar mandi yang ada di kamar tersebut dan mengambil sedikit air dari bak mandi dengan gayung. Lalu ia pun kembali ke tempat tidur Lala, adik wanita itu dan mengguyurnya tepat di atas wajah adiknya. Byurrr “Uaaaa! Apaan ini! Dinginnnn!” Teriak sang Adik. Terdengar suara tertawa lantang dari kamar tersebut. Sang kakak merasa puas saat itu untuk kesekian kalinya. Pasalnya, ia sudah cukup sering melakukan “penyiraman” itu kepada adik bungsunya ini. “Ahahahahaha makanya Ashylaaa..bangun kalau dipanggil atuh..” Kata sang Kakak sambil memegang perutnya karena lelah tertawa. “Ish Kak Sandraaaaa! Lagian manggilnya Lala sih. Dikira aku anggota teletubbies apa?!” Balas sang Adik, Ashyla kesal. “Iyaaa..iyaaa maaf yaa Ashylaaa sayanggg.. ututututu” Jawab Sandra dengan senyum meledek Ashyla. “Ga ikhlas ih maafnya. Ga aku terima ya..” Kata Ashyla sambil meraba-raba rambutnya yang basah karena kakaknya itu. 4

“Ya ampoonn baperan dehh.. udah kelas dua belas aja masih ngambekan hahaha” Ejek Sandra dengan tawa menyebalkannya. “Apasih, Kak? Mana ada baper-baperan di kamus seorang Ashyla. By the way sekarang jam berapa?” Tanya Ashyla. “Jam delapan tuh.” Jawab Sandra sambil menunjuk jam disebelah tempat tidur Ashyla dengan gerakan matanya. “YA AMPUN KAK SANDRAAA!! KENAPA GA BILANG DARI TADI SIHHH!” Teriak Ashyla sambil terburu-buru turun dari tempat tidurnya dan langsung masuk ke kamar mandi. Sandra tidak membalas teriakan Ashyla. Ia sudah terbiasa akan sang Adik yang seperti itu. Sandra sebenarnya cukup kesal dengan Ashyla. Bagaimana tidak? Ia sudah membangunkannya dan malah dibalas dengan teriakkan memekakkan telinga bukannya kata terima kasih. “Huft.. Dasar anak remaja.” Kata Sandra singkat dan berjalan menjauh dari kamar Ashyla.  Setelah sepuluh menit Ashyla membersihkan diri di kamar mandi, ia pun mulai memakai pakaian yang sudah ia siapkan dari kamarin untuk terbang ke China nanti pukul 10:00 AM. Sebenarnya ia tadi sempat bingung karena Ibunya tidak ada di kamarnya saat Kak Sandra membangunkannya. Namun, akhirnya ia ingat tadi saat di kamar mandi kalau Ibunya tidak kembali tidur setelah sholat Subuh bersamanya. Ia merutuki dirinya yang pelupa itu padahal masih muda. “Haduhhhh adaaaa aja pagi-pagi.” Monolog Ashyla sambil membawa kopernya ke ruang keluarga. Ashyla pun berjalan dengan hati-hati menuruni banyaknya anak tangga didepannya. Kan sangat bahaya jika nanti ia terjatuh dan terkilir. Membayangkannya saja sudah membuatnya bergidik ngeri. Hingga saat ia sampai di pertangahan tangga, ia disapa oleh seseorang yang sudah tidak asing lagi baginya karena sudah berkali-kali menginap di rumahnya ini. “Oi La! Sini gue bantu.” Seru orang itu sambil berjalan ke arah Ashyla. “Hilih.. sok cool lo.” Balas Ashyla singkat. “Dih! Seriusan. Gamau nih gue bantu? Yaudah.” Jawab orang itu. 5

Ashyla yang tadinya hanya bercanda pun menjadi panik. Mana bisa dia menyia-nyiakan bantuan dari orang itu. Selain itu, ia sudah lelah membawa kopernya yang cukup besar. “Tunggu ya ampun. Tolong bawain ini dong..” Pinta Ashyla sambil menunjuk koper besar di tangannya. Orang itu yang sudah berjalan melewati Ashyla pun berbalik dan menatap Ashyla sejenak. Terpikirkan ide jahil dikepalanya untuk mengerjai Ashyla. “Mintanya yang sopan dong..” Pinta orang itu sambil menaik-naikkan alisnya. “Dih...Yaudah. Revan.. tolongin gue bawain ni koper dong..” Ucap Ashyla dengan senyumnya. “Heh La. Gue lebih tua dari lo ye.. Panggil Kak kek..” Balas orang itu, Revan. Ashyla yang sudah merasa terlalu lama di tangga pun menjadi kesal dan akhirnya menuruni tangga tanpa menjawab perkataan Revan tadi. Tapi, belum sempat melanjutkan langkahnya, kopernya dirampas dengan tidak etisnya oleh Revan. Ashyla yang makin kesal pun hanya bisa menahannya dan ikut menuruni tangga sambil berlari. “Lo apa-apansih? Main rebut-rebut aja. Kak Zahennnnn ini orang kenapa sering banget nginep disini sih? Bikin darah tinggi mulu.” Omel Ashyla setelah sampai di ruang keluarga Laksamana itu. “Apasih, Dek? Kan kamu tau sendiri kalo Revan teman Kakak dari SMP.” Balas sang Kakak, Zahen. “Yaaa aku tauuu. Tapi kan…” Belum sempat melanjutkan argumennya, perkataan Ashyla dipotong oleh sang Ayah, kepala keluarga Laksamana. “Ashyla.. Ga sopan loh kayak gitu ke teman Kakakmu. Udah gitu Nak Revan kan udh sering kesini. Jadi sudah seperti keluarga loh..” Jelas Ayah sambil menyeruput kopi hitamnya. “Sudah-sudah! Ashyla sini bantuin Ibu bawa sarapan dan camilan!” Teriak Ibu dari arah dapur. Lagi dan lagi, belum sempat melangkah, ia diberhentikan oleh kakaknya, Zahen yang mengingatkannya untuk berterima kasih kepada temannya itu. Ashyla yang awalnya masih merasa kesal pun akhirnya mengatakan rasa terima kasihnya. Mau bagaimanapun, mengucapkan terima kasih setelah mendapat bantuan itu wajib bukan? 6

“Makasih ya, Van.” Ucap Ashyla dengan nada sedikit bergetar. Bukannya apa, ia sedang menahan-nahan amarahnya agar tidak timbul lagi. “Okee sama-sama, Dek?” Balas Revan dengan senyum meledeknya. Ashyla yang melihat itu pun makin kesal dan akhirnya terpaksa mengabaikannya karena sang Ibu sudah memanggilnya untuk kedua kalinya. “Ibu.. mana yang harus Ashyla bawa?” Tanya Ashyla setelah sampai di dapur. “Nah nyampe juga kamu. Itu bawain lauk-lauk sama biskuitnya yaa..” Pinta Ibu dengan senyuman lembutnya. “Okay Buuuu.” Jawab Ashyla dengan senyum cantiknya. Kalau ditanya mengapa Ashyla menjadi lembut seperti ini ketika bersama Ibunya, ia tidak tahu. Ya, ia sama sekali tidak tahu apa alasannya dan ia pun tidak peduli akan hal itu. Yang pasti, sang Ibu adalah zona ternyamannya. Ashyla dan Ibu yang sudah selesai menyiapkan sarapan dan camilan di pagi hari pun akhirnya menuju ke ruang makan untuk ikut menyantap makanan-makanan enak buatan sang Ibu. Disana sudah ada Ayah, Sandra, Zahen, dan Revan yang siap untuk sarapan bersama sebelum ke bandara. Lima belas menit mereka habiskan untuk sarapan bersama di rumah. Dan kini mereka sedang memasuk-masukkan koper dan barang-barang lainnya di bagasi mobil. Ashyla yang baru keluar dari rumah pun mendekati mereka yang sedang berdiri di dekat mobil. “Loh? Kalian ikut ke China semua?” Tanya heran Ashyla. “Hah? Engga dong.. Kan yang ikut cuma Ibu sama Ayah. Kakak kan masih harus kerja.” Jelas Sandra dengan tenang. “Iya La, kan kakak juga masih ada jam kuliah nanti sama Revan juga.” Sambung Zahen. “Hmmm okedeh. Tapi kalian ikut nganterin sampai bandara kan?” Tanya Ashyla dengan senyumnya. “IYA DONG.” Jawab mereka bersamaan. 7

3 Bandara. Suasana ramai bandara Soekarno-Hatta pun menjadi pemandangan yang cukup memusingkan bagi Ashyla. Padahal ia baru saja sampai sepuluh menit yang lalu. Memperhatikan orang-orang berlalu lalang dihadapannya itu bukan karena dirinya bosan atau tidak ada kerjaan, melainkan sedang mencari sosok sahabatnya yang katanya akan ke bandara juga. “Dek, Kayla belum sampai?” Tanya Zahen sambil membenarkan tali sepatunya yang lepas. “Iyanih Kak.. masa udah dari tadi belum sampai juga.” Jawab Ashyla dengan kerutan di dahinya. Zahen tidak membalas jawaban Ashyla dan malah pergi dengan Revan tidak tahu kemana. Ashyla pun masih memperhatikan orang-orang sambil sesekali melihat layar smartphone miliknya untuk mengecek apakah ada balasan dari sahabatnya, Kayla itu. Namun, sayangnya tidak ada sama sekali respon dari Kayla. Ashyla pun mulai berpikir bahwa kemungkinan sahabatnya itu tidak bisa datang ke bandara. Hal itu membuat Ashyla termenung dan sibuk dengan pikirannya sendiri. Hingga pikirannya seketika kosong karena ia tiba-tiba mendapat pelukan dari seseorang. “ASHYLAAAA!” Teriak orang itu tepat di samping telinga Ashyla. “Si-siapaaa lo?!” Balas Ashyla dengan nada sedikit diredamkan karena ia melihat orang-orang mulai fokus kepada dirinya dan orang yang memeluknya ini. Ashyla yang sangat terkejut belum juga menyadari siapa orang yang memeluknya itu. Kalau ingin diperjelas, Ashyla masih dalam mode blank. “Ini gue Kayla ampun dah lo.. masa lupa ama sahabat sendiri.” Seru orang itu, Kayla sambil melepaskan pelukannya dari Ashyla. “Lahhhh Kaylaaa? Siapa suruh lo tiba-tiba meluk gue kayak gitu.” Kata Ashyla dengan ekspresi sedikit tidak percaya. “Au ah, punya kawan gini amat ya hmm.” Keluh Kayla sambil memegang kepalanya. 8

“Makasih yaa Kak Zahen, Kak Revan udah mau jemput gue.” Lanjut Kayla berbalik badan mengarah ke tempat Zahen dan Revan berdiri. “Yoi santai Kay!” Jawab Revan sambil menggerakkan dagunya. “Iya sama-sama, Dek.” Jawab Zahen setelah menyenggol bahu Revano untuk tidak melakukan hal seperti tadi. Ashyla yang memperhatikan obrolan orang-orang di depannya pun akhirnya mengerti. Jadi, sahabatnya itu di jemput oleh Zahen dan Revan di luar. Tapi, berarti mereka berhubungan terlebih dahulu dong. “Kay.. Lo ada kuota internet?” Tanya Ashyla setelah berdiri sejajar dengan Kayla. “Eh.. udah sadar ni anak. Iya dong punyaaa..” Jawab Kayla dengan polosnya. “Terus… KENAPA LO NGGA NGERESPON CHAT SAMA CALL GUE?!” Pekik Ashyla membuat orang-orang mulai memperhatikannya. Lagi. Kayla yang sempat terkejut mendengar teriakan Ashyla pun bergegas menutup mulut Ashyla. Ia juga mulai membungkuk-bungkukkan badan sebagai tanda permohonan maaf kepada orang-orang yang mungkin terganggu. Ingin sekali dirinya mendorong Ashyla saat ini juga ke Danau Toba. Tapi sayang, tempatnya terlalu jauh dari bandara. “Berisik woiii! Teriakkan lo ngeganggu banget asli.” Kesal Kayla sambil melepaskan tangannya dari mulut Ashyla. “Ya lagian lo apa-apaansih. Ngehubungin mereka aja lo bisa, masa gue nggaaaa.” Balas Ashyla sambil menunjuk Zahen dan Revan yang mengalihkan pandangan mereka gugup. “Lo tau yang namanya surprise ga si?” Tanya Kayla sambil memegang kedua pundak Ashyla. “H-Hah?” Balas Ashyla singkat. “Haduuhhh gue cape huwaaa pensiun dah gue jadi sahabat lo.” Kata Kayla frustrasi.  Setelah acara keributan tadi, Ashyla, Ayah, dan Ibu pun melakukan check in untuk mendapatkan boarding pass atau kartu tanda pengenal 9

penumpang pesawat. Setelah itu, mereka pun mulai berpamitan dengan Sandra, Zahen, Revan, dan Kayla. “Wah.. La..Hati-hati ya disana..semoga balik-balik bawa medali yang lo inginkan yaa.” Ucap Kayla sambil memeluk Ashyla sekali lagi. “Iya Kay…Do’ain gue yaa.. Oiyaa lo jangan kelamaan disini. Ijin dari sekolah pasti waktunya terbatas kan?” Balas Ashyla yang ikut memeluk Kayla erat. “Iyaaa iyaaa tenang.. Kan gue pake nama lo hehehhe.” Ucap Kayla dengan tawa renyahnya. “Aish enak banget lo yaaa bambang!” Seru Ashyla sambil menjitak pelan kepala Kayla yang lebih pendek darinya. Jujur saja, saat ini Ashyla sedang merasa tidak enak. Tidak tahu mengapa dirinya selalu dihampiri perasaan-perasaan tidak mengenakan seperti ini. Namun, untuk sekian kalinya, ia menghiraukan hal ini dan menganggap bahwa perasaannya saat ini hanya karena akan berpisah sementara waktu dengan sahabatnya, Kayla. “Oy Ashyla! Hati-hati ye lo disana. Semoga menang dah..” Seru Revan dengan nada sok cool-nya seperti biasa. “Iyaaa. Makasih ya, Kak.” Jawab Ashyla dengan senyumnya. “Widihhh tumben manggil gitu hahaha.” Balas Revan dengan tawa tak lucunya itu. “Jangan mulai deh, Van. Ashylaaa.. Adik kakak yang cantik.. Baik- baik ya disanaa. Ayah sama Ibu juga, jaga kesehatan yaa.” Ucap Sandra sambil memeluk Ayah, Ibu, dan Ashyla bergantian. “Ya ampunn udah berasa kayak mau ditinggal kemana aja.” Balas Ashyla dengan helaan napasnya. “Yeuu inikan bentuk perhatian aku, La.” Balas Sandra sambil menampilkan ekspresi sedih yang dibuat-buat. “Aktingnya ga bagus ih. Masa ekspresi sedih aja gabisaa..” Ucap Ashyla dengan juluran lidahnya. Ayah dan Ibu yang memperhatikan mereka pun hanya tersenyum menanggapinya. Walau sesekali mereka menepuk kepala Ashyla untuk tidak jahil kepada mereka. “Hushh.. sudah yaa ributnya. Ini sudah mau berangkat loh. Itu pelatih kamu dan antek-anteknya udah nunggu loh, La.” Seru Ibu dari belakang Ashyla. 10

“Iyanih, sudah mau berangkat. Untuk Nak Revan sama Nak Kayla, makasih ya sudah ikut mengantarkan Ashyla dengan senang hati. Dan untuk Sandra sama Zahen, kalian jaga baik-baik rumah yaaa. Jangan sampe kemalingan loh hahaha.” Jelas Ayah panjang lebar. “Iya, Ayah. Ashyla.. Kakak cuma mau bilang, good luck ya. Jaga kesehatan disana dan selalu optimis ya.” Kata Zahen dengan suara baritonnya. “Ini kenapa jadi kayak perpisahan di sekolah si. Ceria dong! Tapi makasih ya semua atas berbagai doa yang diberikan. Aku pasti bakal bawa medalinya kok!” Ucap Ashyla dengan senyuman lebarnya. Dan akhirnya, mereka pun berpisah. Ayah, Ibu, dan Ashyla pergi ke China dan Sandra, Zahen, Revan, dan Kayla pergi ke tujuannya masing- masing. Saat hal itu terjadi, Ashyla sempat melihat ke mereka yang sudah tak bisa dilihat. Ia hanya bisa mengucapkan berkali-kali maaf di dalam hatinya. “Maaf, Maafkan aku yang sudah menjanjikan hal yang tidak pasti.” Ashyla itu memang terkenal akan energi positifnya, baik di lingkungan sekolah maupun keluarga. Namun, terkadang ia juga menjadi melankolis seperti ini. Cukup disesalkan karena Ashyla tidak menganggap ini bukan hal yang serius. Yang ia pikirkan hanyalah bagaimana ia bisa mendapatkan medali dari pertandingan figure skating ini. Tiba di dalam pesawat, Ashyla duduk tepat di sebelah jendela. Ia memang sangat menyukai tempat itu. Dirinya merasa lebih tenang jika duduk di samping jendela pesawat karena ia bisa melupakan sejenak permasalahan dalam dirinya itu. “Ashyla.. Tenang yaa.. Ada Ayah dan Ibu disini.” Kata Ibu secara tiba-tiba membuat Ashyla terkejut. Untuk kesekian kalinya, Ibunya mengerti dirinya. “Iya, Bu. Terima kasih banyak ya Bu..” Balas Ashyla tanpa menoleh ke arah Ibunya karena ia tidak ingin memperlihatkan bagaimana rapuhnya ia sekarang. Pesawat pun mulai take off dan setelahnya, Ashyla mengunjungi dunia mimpi yang diharapkannya bisa menenangkan kegundahan yang melanda dirinya. 11

4 Black Swan. Cermin rias di ruangan itu memperlihatkan seorang gadis yang terlihat sangat elok untuk dipandang. Ia menggunakan sambungan kain- kain yang dijahit dengan rapihnya menjadi sebuah pakaian yang sangat indah. Dia terlihat seperti angsa hitam yang walaupun berwarna hitam, sangat cantik untuk dilihat. Kepalanya dihiasi sebuah perhiasan yang menguntai dengan eloknya dan membuatnya semakin terlihat indah dan cantik. Bentuk wajah yang oval dengan dagu yang sedikit lancip dan rahang yang cukup tercetak membuatnya terlihat sangat cocok memakai pakaian tersebut. “Ashyla.. Sudah siap?” Tanya seorang wanita yang terlihat sudah sedikit tua. “Ya, Coach. Saya sudah siap..” Jawab Ashyla yang terlihat masih cukup gugup. “Apa kamu sudah menemui Ayah dan Ibumu?” Tanya wanita itu lagi dengan nada yang terdengar lebih lembut. Wanita itu berusaha agar Ashyla tidak merasa tertekan saat ini. “Ahh belum, Coach. Apakah mereka sudah berada di tribun penonton?” Ucap Ashyla menengok ke arah coach-nya. “Belum kok. Mereka ada di luar ruangan ini. Temuilah sekarang..” Kata sang Coach lembut. “Baiklah.. Terima kasih, Coach.” Jawab Ashyila dan ditanggapi dengan senyuman oleh sang Coach. Sebenarnya kemarin malam setelah landing, Ashyla sedikit menjadi lebih diam tidak seperti biasanya. Dan tentu saja hal itu membuat khawatir Ayah dan Ibunya. Ditanyai pun Ashyla hanya menjawab seadanya dan tidak ada candaan seperti biasanya. Saat itu juga, sang Ibu menelepon Coach- nya dan mengatakan apa yang terjadi. Awalnya sang Coach cukup terkejut. Namun, akhirnya ia bisa mengetahui permasalahan anak didiknya itu saat pemilihan kostum untuk perlombaan. Memang sulit untuk membuka kegundahan yang ada pada remaja. Terkadang kata-kata yang dilontarkan oleh orang lain terdengar sensitif untuknya. Dan beruntunglah sang Coach bisa mengatasinya. 12

“Ayah..Ibu..” Seru Ashyla pelan. “Ashyla!” Jawab Ayah dan Ibu bersamaan. Tanpa mengatakan sepatah kata lagi, mereka berpelukan di depan ruangan yang merupakan tempat untuk peserta pertandingan Figure Skating. Untuk kali pertama, ekspresi kekhawatiran terlihat dari ketiganya. Ashyla yang khawatir jika ia tidak bisa membawa pulang medali dan orang tuanya yang khawatir akan kondisi sang anak. Pelukan itu sudah cukup menjadi penyemangat bagi Ashyla. Selain itu, ia juga menerima berbagai kata-kata penyemangat dari teman-temannya di Indonesia dan juga saudara-saudaranya. Untuk kesekian kalinya, ia merasa sangat bersyukur akan hadirnya orang-orang disisinya. “Yah, Bu. Ashyla pasti bisa kok. Jangan khawatir lagi ya. Ashyla baik- baik aja kok hehehehe.” Kata Ashyla dengan senyuman yang seperti biasa, menghangatkan relung hati orang tuanya. “Iya, Sweetheart. Ibu dan Ayah percaya dan akan selalu mendukungmu.” Balas Ibu dengan mengusap kepala Ashyla lembut. “Itu benar. Kami percaya sama kamu, Nak.” Sambung Ayah ikut mengusap kepala Ashyla. “Terima kasih Ayah, Ibu.” Ucap Ashyla pelan dan memeluk orang tuanya lagi.  Tribun di lokasi pertandingan figure skating itu sudah mulai penuh oleh para pendukung dari atlet-atlet yang berpartisipasi. Mereka mengeluarkan berbagai sarana seperti slogan sebagai bentuk dukungan mereka kepada atlet favoritnya. Sang narator untuk pertandingan tersebut pun aktif berbicara dan membuat suasana stadion lebih hidup. Disana, banyak sekali dukungan dan doa yang dipanjatkan untuk atlet-atletnya. Disisi lain, Ashyla dan beberapa teman atletnya bersiap-siap di balik tirai untuk menuju ke lapangan es yang menjadi tempat mereka menunjukkan skill dan kehebatan mereka dalam menampilkan berbagai jenis gerakan dan juga kesesuaian yang diujikan. Ashyla pun mulai memakai sepatu es kesayangannya dengan tenang. Ia sudah tidak terlalu gugup seperti sebelumnya. Ia sekarang sudah bisa lebih optimis dan mengeluarkan senyum cerianya seperti biasa. “Hi, Ashyla! Are you nervous?” Tanya salah satu teman atlet Ashyla. “Oh..emm a little bit hahaha.” Jawab Ashyla dengan tawanya. 13

“Hei.. Do not think too much ok? We are nervous too.” Ucap teman atlet lainnya sambil menepuk-nepuk pundak Ashyla. “Ohh thank you so much for your support. And remember guys.. We can do this! No matter who will lose or win, we are still the one who love this kind of sport hahaha.” Balas Ashyla dengan senyum cerahnya dan candaannya yang membuat atlet-atlet disitu ikut tertawa. Tepat saat mereka berhenti tertawa, pengumuman untuk penyambutan setiap atlet pun dikumandangkan. Para atlet pun mulai keluar satu persatu dari balik tirai tersebut dan diiringi sorakan-sorakan meriah dari para pendukungnya. Mereka, para atlet tentu memiliki rasa ambisius untuk menang dan hal itu semakin terlihat ketika mereka melihat dan mendengar sorakan dari para pendukung di tribun. Satu persatu atlet pun menunjukkan keahlian mereka dalam pertandingan ini. Hingga tibalah saat dimana Ashyla keluar dari tirai untuk kedua kalinya sebagai salah satu atlet yang akan menunjukkan keahliannya dalam figure skating. Sorakan pun terdengar dari para pendukung Ashyla dan beberapa pendukung atlet lain. Ashyla sesekali memutari lapangan es itu sebelum lagu yang akan menjadi pengiringnya diputar. Hingga akhirnya suara peluit terdengar sebagai tanda bahwa lagu pengiring akan diputar dan penilaian pun akan dimulai. Ashyla pun menuju tengah-tengah lapangan yang merupakan titik dimana semua atlet memulai aksinya. Sepersekian detik setelahnya, lagu pengiring yang berjudul “You Are The Reason” milik Calum Scott pun diputar. Ashyla terlihat sangat indah saat ini. Penampilan yang ikut sesuai dengan tema lagu pengiring tersebut membuatnya lebih fokus dalam menghayati setiap gerakan yang ditunjukkannya. Awalnya ia melakukan gerakan toe loop jump yang merupakan gerakan termudah dalam figure skating. Bermacam-macam gerakan berhasil Ashyla lakukan. Hal itu pun membuatnya lebih optimis untuk lolos ke babak selanjutnya. Hingga pada saat ia akan melakukan triple axel jump, ia melakukan kesalahan dalam loncatannya dan membuatnya terjatuh. Mimpinya itu pun hilang. Bruk! “Aw! Why it’s so hurt? Oh my god, helpppp my left leg… I can’t move it!” Pekik Ashyla panik sambil memegang kaki kirinya. Seketika orang-orang yang awalnya menikmati penampilan Ashyla pun menjadi ricuh. Mereka bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Sedangkan disana, di lapangan es Ashyla menangis histeris saat tim kesehatan mendatanginya. Ashyla merasakan rasa sakit yang luar biasa di kaki kirinya. Ia tidak bisa berpikir jernih dan hanya bisa menangis meratapi kesakitannya saat ini. Bahkan ketika sang Ibu dan Ayah mendatanginya di 14

mobil ambulans, ia hanya mengatakan kata maaf berkali-kali karena sudah merusak kepercayaan mereka. “I-Ibu… kaki aku sakit banget, Bu. Maafin Ashyla, Bu.” Ucap Ashyla dengan lelehan air mata di wajahnya. “Nak, kenapa minta maaf? Sudah-sudah jangan menangis… You’re gonna be okay sweetheart..” Balas Ibu sambil memegang tangan gemetar Ashyla. Wajah Ashyla sekarang sudah pucat pasi dan tubuhnya pun gemetar. Air mata terus mengalir dan membuatnya lelah. Ashyla merasakan takut akan berbagai hal-hal terburuk yang akan terjadi. Dirinya hanya bisa berharap kepada Tuhan agar dirinya bisa menghadapinya nanti. Jauh di dalam lubuk Ashyla, ia merasa bersalah kepada saudara-sudara dan teman-temannya yang sudah mendukungnya selama ini. Ia sudah dipercaya dan didukung dengan begitu baiknya, tapi malah ia merusak kepercaayan mereka. “Ayah… Ashyla minta maaf..” Ucap Ashyla dengan suara lemahnya sebelum tidak sadarkan diri. Sang Ayah yang ikut panik seperti sang Ibu pun langsung menanyai kejelasan kepada dokter di mobil tersebut. Dan dokter tersebut berkata bahwa kemungkinan besar hal itu diakibatkan oleh benturan keras dari kepala Ashyla. Dan benar saja, perhiasan yang dipakai oleh Ashyla untuk pertandingan itu menunjukkan percikan darah yang cukup banyak karena insiden tadi. Mobil ambulans yang membawa Ashyla itu pun menjadi sepi karena hilangnya teriakan histeris Ashyla. Dan kini hanya dipenuhi oleh isak tangis kedua orang tuanya. Tidak ada yang lebih menakutkan dari melihat anak sendiri mengalami masa sulit dan kesakitan seperti itu. Sangat menyesakkan hati kedua orang tua Ashyla. Ashyla, atlet figure skating yang berpenampilan seperti angsa hitam malam ini, yang sangat elok di pandang itu pun akhirnya mengalami peristiwa black swan sesesungguhnya. Itu adalah hal-hal yang terjadi secara tiba-tiba, mengejutkan, dan berpengaruh besar bagi kehidupannya. Dibalik indahnya penampilan angsa hitam, terdapat makna yang menyakitkan bagi pengguna sebutan itu. Di tempat pertandingan, pertandingannya tetap dilanjutkan dan Ashyla pun dinyatakan mengundurkan diri dari pertandingan karena kesalahan dan cidera yang dideritanya. Hal itu dilakukan oleh sang Coach yang merasa hal ini tidak bisa dilakukan lagi. 15

5 Hilang Harapan. Suasana di salah satu ruang rawat inap sekarang cukup ramai. Hal ini sudah terjadi sejak dua hari lalu setelah pertandingan selesai. Para atlet sudah banyak yang datang ke ruangan itu. Namun, bola mata gadis itu, Ashyla tidak kunjung terbuka. Jika di ingat-ingat, hasil pemeriksaan kemarin membuat kedua orang tua Ashyla terkejut bukan main. “Yah, nanti bilang ke Ashylanya gimana ya?” Ucap Ibu sambil menundukkan kepalanya. “Ayah pun masih mencari berbagai cara, Bu. Ayah takut Ashyla menjadi stress dan menyerah pada impiannya itu.” Balas Ayah khawatir. Kedua orang tua itu termenung dalam diam hingga tidak menyadari ada pergerakan dari jemari sang anak. “I-Ibu.. A-Ayah..” Kedua orang tua Ashyla yang tadinya termenung pun terlonjak kaget mendengar suara itu. “Ya Allah! Ashylaa..” Pekik Ibu sambil berlari ke arah Ashyla. Sang Ayah yang mengikuti Ibu dari belakang juga ikut berlari kecil ke arah putrinya yang terbaring di ranjang tidak mengenakan itu. Ketika ia melihat jemari Ashyla yang bergerak, ia pun bergegas keluar dari ruangan untuk memanggil dokter yang merupakan orang Indonesia. “Dok! Dokter! Anak saya..” Ucap Ayah sambil mengontrol napasnya. Sang Dokter yang sadar akan hal itu pun akhirnya berlari kecil menuju ruangan bernomor 342 itu. “Ashylaa.. sudah lebih baik? Pelan-pelan ya buka matanya..” Kata Dokter tersebut dengan bahasa Indonesia yang fasih. “B-Baik..” Balas singkat Ashyla. Perlahan tapi pasti, Ashyla pun membuka matanya dengan bantuan aba-aba dari sang Dokter. Ashyla yang awalnya hanya melihat warna hitam saja, sekarang menampilkan pemandangan yang cukup membuat hati Ashyla campur aduk. Disana ada Ayah dan Ibunya yang menatapnya 16

dengan tatapan penuh kekhawatrian, suasana yang tidak terlalu ramai saat ini, dan juga keanehan pada kaki kirinya saat ia menggerakan beberapa bagian tubuh yang kaku. Sejenak ia teringat akan kejadian waktu itu. “Bu.. kaki kiri Ashyla ga bisa digerakin bu..” Seru Ashyla melihat Ayah, Ibu, dan Dokter bergantian. Ketiga orang diruangan tersebut terdiam mendengar perkataan Ashyla. Dibalik itu semua, mereka memikirkan bagaimana mereka akan mengatakannya pada Ashyla. “Kenapa pada diam? Ashyla beneran ga bisa gerakin kaki kiri Ashyla!” Tegas Ashyla sekali lagi membuat ketiga orang lainnya sadar dari pemikirannya masing-masing. “Ashyla.. “ Hanya itu yang keluar dari bibir sang Ibu. Ia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya kepada sang putri. Sang Dokter yang melihat keadaan kedua orang tua Ashyla pun akhirnya berjalan mendekati Ashyla. Ia duduk di sebelah kanan ranjang Ashyla dan berusaha mengatakan apa yang terjadi. “Ashyla? Bolehkah saya menjelaskannya terlebih dahulu? Tetapi tolong jangan memotong penjelasa saya terlebih dahulu ya?” Tanya Dokter itu dengan sopan. Ashyla yang mendengar itu hanya bisa menganggukan kepalanya. “Jadi, dua hari yang lalu Anda mengalami kecelakaan dalam pertandingan figure skating 2020 di Shanghai, China. Kedua kaki Anda melakukan kesalahan dalam melakukan teknik gerakan terakhir yaitu triple axel jump. Akibatnya kaki kiri Anda mengalami cidera karena kaki itu yang menjadi tumpuan jatuhnya Anda saat itu. Kaki Anda mengalami keretakan di bagian yang sayangnya harus membutuhkan waktu penyembuhan yang lama. Dan bagian kepala Anda mengalami benturan di lapangan es waktu itu dan perhiasan yang Anda pakai di kepala itu membuatnya parah. Untungnya pembawaan Anda ke Rumah Sakit Shanghai ini tepat waktu sehingga tidak terjadi kejadian yang diinginkan.” Jelas sang Dokter terdengar menggema di ruangan itu. Ashyla terdiam. Ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Pikirannya saat ini hanya tertuju pada kejadian waktu itu. Ia tidak menyangka akan separah ini. Apakah ini yang terakhir untuk dirinya melakukan hal yang ia sukai? “A-ah terima kasih atas p-penjelasannya, Dok. T-tapi.. saya masih bisa melakukan figure skating k-kan?” Tanya Ashyla dengan terbata-bata. Ia menatap sang Dokter dengan kedipan mata yang tidak beraturan. 17

“Untuk hal itu, maaf sekali. Sepertinya hal itu tidak bisa dilakukan lagi. Kaki Anda bisa kembali seperti semula. Tetapi tidak untuk melakukan kegiatan berat seperti itu. Jika Anda memaksa melakukannya, kemungkinan terburuknya adalah Anda bisa mengalami cidera kembali dan lumpuh.” Jawab Dokter dengan tegas. Jujur saja, sang Dokter pun merasakan hal yang tidak biasa untuk menjelaskan hal semacam ini. Namun, ia ingat bahwa ia haruslah professional dalam pekerjaannya. Setelah jawaban itu, Ashyla menatap kosong langit-langit di atasnya. Ia masih tidak percaya akan penjelasan sang Dokter. Itu tidak mungkin. Perlahan air yang terasa hangat keluar dari kedua mata indahnya. Ia menangis dalam diam. Terasa sakit sekali untuk mendengarkan hal seperti itu. “Bisakah kalian keluar?” Ucap Ashyla tanpa melihat ke orang-orang yang ada di ruangan itu. “Ashyla..” Seru Ayah dan Ibu pelan. Keduanya perlahan mendekati Ashyla. Namun, hal itu dihentikan oleh perkataan Ashyla yang membuat keduanya terhenyak. “Ashyla mohon…” Balas Ashyla dengan lelehan air mata yang sudah menghiasi wajah cantiknya itu. Mereka yang melihat hal tersebut pun akhirnya keluar dari ruangan itu dengan sang Ibu yang sudah menangis sejak penjelasan sang Dokter. Sebagai orang tua, ia merasa gagal untuk kesekian kalinya. Disaat anaknya terpuruk seperti ini, ia tidak bisa memeluknya dengan erat. Memberikan kasih sayang dan kata-kata penyemangat untuk anaknya. Sakit? Sangat. Setelah Ayah, Ibu, dan Dokter keluar dari ruangannya. Ashyla pun mengeluarkan segala rasa sakit dalam hatinya. Tangisnya semakin deras dan tangannya meremat kencang baju pasien yang menutupi dadanya. Sangat sakit dibandingkan luka yang mengeluarkan darah. Sangat sesak dibandingkan kekalahan tahun lalu. Harapan dan mimipinya kali ini hilang begitu saja karena satu kesalahan. Dirinya hanya bisa terus memohon kepada Tuhan di atas sana agar dirinya diberi kekuatan untuk hal seperti ini. Namun, di sisi lain ia juga merasakan hal ini tidak bisa terjadi padanya. Mau bagaimanapun, figure skating adalah passion yang ia miliki sejak tujuh tahun yang lalu. “Mimpi gue sekarang udah hilang..” Monolog Ashyla dalam tangisnya. Ia hanya merasakan hampa saat ini. Passion-nya pun hilang. 18

6 Diam. “Kak Sandra! Udah siap belum?!” Teriak Zahen dari bawah tangga. “Iya! Ini mau turun!” Balas Sandra sambil menuruni tangga dengan cepat. Keduanya sekarang akan menuju ke bandara Soekarno-Hatta untuk kedua kalinya. Mereka berdua juga sudah mengetahui apa yang terjadi pada adik kesayangan mereka. Untuk kali pertamanya mereka berdua menangis bersama dalam keheningan malam waktu itu. Mereka hanya bisa berdoa untuk adiknya saat itu. “Hen, Kakak belum siap ketemu Ashyla..” Ucap Sandra saat tengah menyetir mobil. “Sama kok, Kak. Tapi kan kita ga bisa dong sedih berlarut-larut gini. Kita harus menghibur dia Kak.” Balas Zahen yang tengah melihat pemandangan dari jendela mobil. “Kok kamu jadi lebih dewasa ya sekarang hahaha.” Seru Sandra diiringi tawanya. “Lah? Iya dong. Kan Zahen udh kuliah sekarang. Umur juga nambah tua masa pikiran malah jadi kayak anak kecil.” Ucap Zahen yang dihadiahi cubitan kecil di lengannya. “Kamu nyindir Kakak atau bagaimana?” Balas Sandra sedikit kesal. “Aduh! Sakit oiii. Loh kok Kakak yang panas? Berarti ngerasa dong? Hahahaha.” Seru Zahen sambil tertawa terbahak di sebelah Sandra. Sandra yang baru menyadari kebodohannya pun hanya bisa menahan kekesalannya. Dalam hatinya ia menyumpah serapahi adik lelakinya ini. Untung saja adik, kalau bukan mungkin sudah Sandra turunkan di tengah jalan. “Udah ketawanya ah. Dah nyampe nih..” Ucap Sandra singkat dan ditanggapi anggukan oleh adiknya itu. 19

Keduanya keluar dari mobil dan menuju ke tempat tunggu untuk menunggu Ayah, Ibu dan Ashyla. Saat mereka sampai di tempat tunggu tersebut, mereka langsung melihat ketiganya yang sudah ada di sana. “Ayah! Ibu! Ashyla!” Seru Sandra sambil berlari dan melambaikan tangan ke arah mereka yang diikuti oleh Zahen di belakangnya. Ayah dan Ibu pun tersenyum dan membalas lambaian tangan Sandra. Namun, berbeda dengan sosok Ashyla yang duduk di kursi rodanya. Ia hanya diam dan tidak menunjukkan ekspresi apapun. Wajahnya ia palingkan dari arah saudara-saudaranya itu. Hal itu membuat keheningan terjadi di antara mereka. “Yah, sini kopernya Ashyla sama Ibu biar Zahen yang bawa.” Ucap Zahen memecah keheningan itu. Zahen pun tengah gugup sebenarnya. Ia hanya tidak tahan akan keheningan yang tercipta. “O-Oh iyaa nih. Hati-hati ya bawanya.” Balas kikuk Ayah. Di pandangan orang-orang, mereka terlihat seperti keluarga lengkap yang hangat karena berjalan beriringan seperti itu dengan senyum mengembang. Namun, mereka tidak melihat sesosok gadis yang tengah menahan segala perasaan sesak di dadanya. Ashyla yang melihat tatapan- tatapan aneh dan kasihan dari orang-orang menjadi takut dan tanpa disadari ia meremat kencang ujung bajunya. Selama perjalanan, Ashyla tidak menyadari juga bahwa kedua saudaranya tengah memperhatikannya dan menahan rasa sedih dengan senyuman yang mengembang.  Selama di mobil tadi, mereka hanya membicarakan mengenai pekerjaan Sandra dan kuliah Zahen. Mereka tidak lagi menanyai Ashyla karena respon Ashyla yang hanya diam dan menatap ke luar jendela dengan tatapan kosongnya. Sampai di rumah, mereka pun mulai merapihkan hal-hal yang dibawa dari negara Tirai Bambu itu di ruang keluarga. Disaat mereka tengah merapihkan hal-hal tersebut, Ashyla pun akhirnya mengelurkan suaranya. “Yah…kamar.” Singkat, padat dan jelas. Ashyla hanya mengatakan hal itu kepada Ayahnya. Sang Ayah yang mendengar hal itu pun mengerti dan mengantarkan anaknya ke kamar Ibu. Ya, sampai Ashyla pulih, kamar Ibu akan menjadi kamarnya. Sandra dan Zahen yang awalnya ingin menegur sang Ayah yang kemungkinan salah arah pun akhirnya mengerti. Mereka tidak bisa menaruh resiko yang lebih besar untuk anak bungsu di keluarga Laksamana itu. 20

Setelah Ayah kembali ke ruang keluarga, Sandra pun menghampirinya dan meminta sang Ayah untuk menjelaskan mengapa Ashyla menjadi seperti itu. Awalnya sang Ayah menolak. Namun, Zahen pun ikut meminta penjelasan darinya. Lalu sang Ibu pun memberikan anggukan pada Ayah sebagai bentuk kata setuju. “Baiklah. Akan Ayah jelaskan.” Ucap Ayah diikuti helaan napas panjang. “Tetapi Ayah tidak tahu pasti apa yang di rasakan oleh adik kalian itu ya. Ayah hanya menjelaskan keadaannya saja.” Sambung Ayah menatap kedua anak tertuanya. Sandra dan Zahen pun menanggapinya dengan anggukan yang menandakan mereka baik-bak saja akan hal itu. “Jadi, Ashyla sudah seperti itu sejak kejadian dimana Dokter di sana yang merupakan orang Indonesia mengatakan apa yang terjadi pada Ashyla. Awalnya Ayah merasa kesal dengan Dokter itu. Namun, jika dipikir- pikir, kebenaran akan lebih baik diberi tahu secepatnya kan?. Yaaa walau resikonya menjadi seperti ini. Untuk kondisi medis, Ashyla sudah membaik. Namun untuk mentalnya, kemungkinan besar belum. Oleh karena itu, kita harus sering-sering menghiburnya dan mengajaknya berbicara. Tapi itu nanti, bukan sekarang. Untuk saat ini, biarkan ia menenangkan dirinya untuk dirinya sendiri. Kalian mengerti maksud Ayah kan?” Jelas Ayah panjang lebar sambil menatap serius ke Sandra dan Zahen. “Iya, Yah. Kita ngerti kok. Makasih banyak udah ngerjelasin ya, Yah.” Ucap Zahen mewakili Sandra yang masih terdiam di sebelahnya. “Iya, aku ngerti. Aku tidur duluan ya semua.” Ucap Sandra tiba-tiba berdiri dan pergi ke kamarnya. Siapapun pasti tahu kalau Sandra akan menangis di kamarnya, bukan tidur. Sandra berpamitan dengan mata yang sudah memerah menahan lelehan air hangat yang mulai mengganggu penglihatannya. Zahen dan Ayah pun menganggukan kepala dan sang Ibu yang awalnya ingin mengejar Sandra akhirnya tidak jadi karena larangan dari suaminya. Disisi lain, di kamar Ashyla sekarang, Ashyla mencoba untuk menidurkan dirinya sendiri agar dirinya bisa hilang sementara dari segala kerumitan dunia. Ia juga ingin menyudahi pemikiran kekanak-kanakannya selama ini. Ia berharap, hari esoknya akan menjadi hari yang baik untuk mengawali harinya dari semula. Semoga saja. 21

7 Hari Baru. Kicauan burung di pagi ini terdengar sangat jelas di telinga Ashyla dan membuatnya terbangun untuk kedua kalinya. Ingin sekali rasanya ia memarahi burung tersebut yang merupakan burung peliharaan sang Ayah. Namun, kaki kirinya masih belum pulih. “Ya ampunn itu burung berisik banget sih..” Monolog Ashyla mengusak-ngusak rambut panjangnya hingga menjadi berantakan. Saat dirinya masih sibuk mengeluarkan kekesalannya pada burung, tiba-tiba dikejutkan oleh Zahen yang masuk tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu. Zahen pun ikut terkejut melihat penampilan Ashyla yang berantakan seperti itu. “YA AMPUN ASHYLAAA! JANGAN GILA DULU! KAKAK BELUM PUAS NGERJAIN KAMU!” Histeris Zahen sambil mendekati Ashyla yang saat ini hanya menunjukkan wajah bertanya-tanya. “Hah? Gila? What?!” pekik Ashyla dalam hati. “APAAN SI KAK ZAHEN?! AKU GA GILA YA! NIH RASAIN!” Balas Ashyla sambil menghalau Zahen dengan kedua tangannya dan lemparan bantal-bantalnya. Keributan itu pun membuat seisi rumah terbangun dan mulai mendatangi sumber keributan tersebut. Ayah dan Ibu yang keluar dengan wajah paniknya itu terlihat cukup menyedihkan jika dilihat. Sedangkan Sandra yang berusaha fokus memperhatikan langkahnya saat menuruni tangga itu juga terlihat menyedihkan. Dirinya terlihat masih sangat mengantuk dengan kantung mata dan rambut yang juga sedikit berantakan. “Ashyla?! Ada apa? Ada apa?” Tanya Ibu bertubi-tubi dengan panik diikuti Ayah yang menunjukkan kepanikannya juga. “Iyanih ada apa pagi-pagi?!” Tanya Sandra sambil menguap. Oh sangat menyedihkan penampilannya. Kedua orang yang masih sibuk lempar-lemparan bantal pun akhirnya berhenti dan mengalihkan pandangan mereka ke arah pintu kamar. Seketika keduanya tertawa terbahak karena penampilan Ayah, Ibu, dan Sandra yang sangat lucu bagi mereka. Ketiga orang yang berada di pintu 22

itu menjadi diam dan mempertanyakan apa yang sedang mereka tertawakan. “Loh? Kok malah ketawa kalian?” Tanya Sandra mendekati kedua adiknya itu. “Ngaca deh, Kak. Hahahaha ya ampun kocak banget.” Jawab Ashyla diiringi tawa renyahnya. “Kak Sandra udah kayak panda kecebur got depan rumah hahahaha.” Sambung Zahen ikut tertawa terbahak. Sandra yang masih memproses apa yang terjadi pun akhirnya mendekatkan diri ke cermin di lemari kamar itu. Dan Sandra pun ikut terkejut akan penampilannya ini. Baru kali ini dirinya terlihat seperti ini. Kacau. Setelahnya, ia pun mendekati kedua adiknya dan mulai memberikan pembalasan kepada mereka yang berani menertawakan sebegitunya. Masih di pintu kamar, Ayah dan Ibu pun hanya menatap anak-anak mereka, terutama Ashyla yang dengan mengejutkannya bisa menjadi ceria secepat ini. Bukannya mereka tidak senang, mereka hanya masih saja terkejut akan sifat tiba-tiba anak bungsunya itu. Di dalam relung hati mereka pun akhirnya menghangat kembali setelah sekian lama. Mereka berdua melakukan kontak mata dan seketika merasa bersalah. Apapun itu, mereka hanya akan mementingkan kebahagiaan anak-anak mereka terlebih dahulu. “Haduh!” Seru Ashyla membuat gurauan dan lamunan dari orang- orang disitu pun tersadar. “Nah kan! Ashyla, mana yang sakit?” tanya Ayah mendekat ke arah Ashyla dan memeriksa apakah putrinya itu baik-baik saja. Sandra dan Zahen yang melihat itu pun mendekat ke arah Ashyla dengan khawatir. Sedangkan Ibu perlahan mendekat karena takut akan apa yang terjadi. “Bercanda doang kok! AHAHAHA.” Seru Ashyla diikuti suara tawanya yang menggelegar. Hal itu membuat orang-orang yang ada dalam kamar tersebut pun menghela napas lega karena tidak terjadi apa-apa pada Ashyla. Sebenarnya mereka merasa kesal. Tapi hal itu terkalahkan oleh perasaan lega mereka. “Kamu ini jangan suka bercanda seperti itu!” Ucap Ibu yang menjitak pelan kening Ashyla. 23

“Ehehehe Iya, Bu. Maaf yaaa hehehe.” Balas Ashyla sambil mengusap-ngusap lembut tangan Ibunya itu. “Emang ni Lala dasar huuuu!” Seru Sandra dari belakang Ibu. “Dibilang aku bukan Lala hih!” Kesal Ashyla kepada Sandra. “Udah-udah sana mandi kalian semua. Oiya Bu, nanti bantu Ashyla mandi ya.” Kata Ayah tegas dan langsung keluar kamar. “Lah.. Ayah kenapa?” Tanya Zahen dengan kerutan keningnya. “Tak tau juga aku, Kak.” Balas Ashyla berpose seperti sedang berpikir keras. “Haish! Udah sana kalian berdua mandi. Ayo Ashyla ke kamar mandi.” Seru Ibu berusaha mengalihkan perhatian mereka dari sikap suaminya yang membuat dirinya juga bertanya-tanya. “Iya, Bu. Iyaaaa.” Jawab Sandra dan Zahen bersamaan.  Seperti biasa, mereka pun melakukan sarapan bersama di pagi hari. Namun, kali ini Ashyla tidak duduk di tengah-tengah mereka seperti biasanya. Ia duduk di sofa depan televisi dengan alasan dirinya ingin menonton film kartun favoritnya, Spongebob. Padahal, ia hanya tidak ingin merasa sedih berada di antara mereka. Jujur saja, Ashyla belum terlalu siap untuk menghadapi keseharian barunya tanpa adanya latihan-latihan gerakan seperti hari-hari lalu. Namun, ia juga tidak bisa menyerah begitu saja pada hidupnya. Masih ada banyak yang kurang beruntung darinya di dunia ini. Hari ini Ashyla memutuskan untuk masuk sekolah. Tentu saja mendapat larangan keras dari Ayah, Ibu, Sandra, dan Zahen. Namun, akhirnya mereka mengizinkannya karena Ashyla memohon terus menerus dengan ancaman akan pergi sendiri ke sekolah. Licik memang. Tapi mau bagaimana lagi. Ashyla juga ingin bertemu dengan Kayla dan teman- temannya di sekolah. Seperti biasa, pesan dari Ashyla itu tidak dibalas oleh Kayla sejak dua hari yang lalu. Hal itu membuatnya bertanya-tanya ada apa gerangan. “Yah, nanti anter Ashyla ya?” Tanya Ashyla setelah berhenti memikirkan Kayla. “Hmm.. sepertinya Ayah tidak bisa mengantarkanmu hari ini. Ada kolega Ayah yang ingin bertemu sebelum jam tujuh pagi ini.” Jelas Ayah dengan nada menyesalnya. 24

“Yahhh terus Ashyla sama siapa?” Tanya Ashyla lagi dengan wajah sedihnya. “Sama gue, La!” Seru seseorang dari arah pintu masuk rumah. Ashyla yang merasa tidak asing akan suara itu pun memutarkan kepalanya ke arah sumber suara. Dan benar saja. Seperti dugaannya, orang itu adalah Revan, teman kakaknya. “Idih! Apasih muncul-muncul dah sok keren gitu hiii.” Balas Ashyla sedikit memelankan suaranya. “Gue denger loh, La. Gimana keadaan lo by the way?” Tanya Revan setelah bersalaman dengan kepala keluarga Laksamana. “Bisa dilihat. Gue baik-baik aja kok.” Jawab Ashyla sedikit tersenyum. “Yakin?” Ucap Revan dengan ekspresi seriusnya. Hal itu membuat Ashyla mengerutkan dahinya. Ia bertanya-tanya apa maksud dari Revan yang mengatakan hal seperti itu padanya dengan mode seriusnya. Namun, belum sempat Ashyla bertanya, Revan sudah berjalan terlebih dahulu ke arah Zahen. “Bro! Kapan selesai sarapannya oi.” Sapa Revan dengan tepukan mautnya ke arah pundak Zahen. “Heh! Santai dong. Sabar dua suap lagi. Lo ga mau ikut makan dulu?” Balas Zahen sambil menunjuk beberapa lauk di depannya. “Iyanih, Nak. Ga mau sarapan bareng dulu?” Tawar Ibu dengan lembut. “Ngga deh, Bu. Udah makan tadi di rumah. Makasih banyak udah nawarin ya, Bu.” Jawab Revan sopan. Ashyla yang memperhatikan kejadin tersebut secara tidak sadar tersenyum. Tidak tahu mengapa, rasa hangat melingkupi dirinya. Memang benar kata-kata pepatah yang berbunyi jangan menilai orang dari luarnya saja. Hal itu terbukti pada Revan, teman kakaknya. Penampilan terlihat seperti anak-anak nakal di luaran. Dengan kalung peraknya yang menggantung di lehernya menghiasi baju hitam polosnya yang di baluti dengan jaket kulit hitam. Terlihat cool untuk orang-orang seusianya. Tapi sayangnya Ashyla tidak menganggap itu cool. Ia menganggap Revan hanya sok cool. “Ayok, La. Bareng gue sama Zahen.” Ucap Revan tegas. “I-Iyaa..” Balas Ashyla salah tingkah. 25

8 Ekspetasi Tidak Sesuai Realita. “Ayo gue bantu.” Kata Revan sambil memberikan tangannya sebagai tumpuan untuk membantu Ashyla keluar dari mobilnya. “Heh! Apaan lo. Mau modus jangan sama adek gue.” Seru Zahen tepat sebelum Ashyla menyentuh tangan Revan. “Ayok, biar Kakak aja.” Ucap Zahen mendekati Ashyla dan mendapatkan dengusan kesal dari Revan. Ashyla yang melihat hal tersebut hanya bisa tersenyum. Bukan karna perkelahian mereka yang kekanak-kanakan, melainkan karena betapa nyamannya mereka satu sama lain. Ashyla menjadi iri dengan persahabatan kakaknya dengan Revan itu yang sudah bertahun-tahun lamanya. Tapi akhirnya Ashyla mengingat Kayla sebagai satu-satunya teman dekat selama tiga tahun terakhir ini. Ashyla sudah menganggap Kayla sebagai sahabatnya dan akan mempertahankannya apapun yang terjadi. Kini Ashyla, Zahen, dan Revan sudah berada di kelas Ashyla. Sepanjang perjalanan ke kelas tadi banyak yang melihat kagum ke arah Zahen dan Revan. Zahen yang memakai hoodie hitamnya dan kacamata yang bertengger indah di hidungnya yang tinggi itu membuatnya terlihat sangat tampan dan mempesona. Sedangkan Revan yang memakai pakaian ala-ala badboy dengan rahang tegasnya membuat beberapa kaum hawa setia menatapnya. Namun, sekali lagi. Anggapan itu sama sekali bukan dari Ashyla. Menurut Ashyla, mereka hanya orang yang sangat menyebalkan dengan segala candaan yang menurut mereka lucu. Ya, menurut mereka. “Kalian tu sengaja ya pake pakean kayak gini?” Tanya Ashyla setelah duduk di kursinya dan merasa risih akan tatapan-tatapan yang diberikan oleh teman-temannya. “Loh? Emang kenapa? Ganteng ya?” Tanya Revan dengan percaya diri. “Hahaha..serah lu dah.” Jawab Ashyla dengan tawa hambarnya. “Udah sana ih. Pulang!” Lanjut Ashyla sambil menggerak-gerakan tangannya seolah mengusir. 26

“Dih gitu ya, Dek. Kakak kan udah nganterin kamu. Makasihnya mana?” Pinta Zahen dengan gerakan tangan meminta. “Lah? Kan aku ga minta di anterin ke kelas tadi. Lagian juga Ashyla udah bisa pake tongkat kali.” Jawab Ashyla yang terheran-heran. Memang tadi setelah acara perebutan antara Zahen dan Revan untuk membantu Ashyla, mereka bersikeras untuk mengantarkan Ashyla ke kelasnya. Tentu saja Ashyla tidak mau. Tapi ya namanya juga Zahen. Apalagi ada teman seperkutuannya. Kalah sudah Ashyla. “Iyadeh.. Iyaa.. Yaudah kita balik ya. Hati-hati di sekolah. Ngomong- ngomong Kayla belum keliatan nih.” Balas Zahen sambil menepuk-nepuk pelan kepala Ashyla. “Hmm.. mungkin belum nyampe, Kak. Makasih ya!” Ucap Ashyla cepat. “Iya masama.” Balas Zahen dan Revan.  Sekarang adalah jam istirahat pertama dan Ashyla sedang mencari kemana Kayla pergi. Tadi pagi ia baru melihat Kayla yang terlambat datang. Kayla terlihat terkejut dan sama sekali tidak mendekat ke dirinya. hal itu membuatnya bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya terjadi selama ia tidak masuk sekolah. “Eh.. kalian liat Kayla ga?” Tanya Ashyla kepada salah satu temannya di kelas. “Lah mana gue tau. Cari aja sendiri.” Jawaban mengejutkan keluar dari bibir temannya itu. “Hah?” Seru Ashyla yang masih tidak percaya akan respon temannya itu. “Hah heh hoh! Oiya kan kaki lo pincang sebelah ya? Susah ya nyari Kayla si miskin?” Seru temannya yang lain. “Kalian kenapa jadi kayak gini?” Tanya Ashyla tidak percaya. “Lah kok nanya? Emang kita kayak gimana dulu? Baik? Ngaco lo!” Jawab temannya lagi. Ashyla yang masih terkejut akan hal itu bersusah payah untuk keluar dari ruangan kelas itu. Ia ingin cepat-cepat bertemu dengan Kayla. Ada 27

yang aneh dengan teman-temannya ini. Mengapa mereka menjadi jahat seperti ini?. Sungguh aneh. Aneh sekali. Ashyla terus mencari Kayla di lantai tiga sekolahnya itu. Dirinya pun akhirnya berhenti di depan kamar mandi perempuan karena ia mendengar suara Kayla dari sana. Ashyla pun berusaha membuka pintu yang cukup sulit untuk di buka itu. “Kayla?!” Panggil Ashyla setelah pintu itu terbuka. Dan betapa terkejutnya ketika Ashyla melihat Kayla yang tengah meringkuk di pojok kamar mandi dengan suara tangisan yang cukup kencang. Ashyla pun mengahampiri Kayla dengan tertatih. “Kay..Lo gapapa?” Ucap Ashyla yang langsung merutuki dirinya sendiri atas pertanyaan bodohnya itu. Tentu saja Kayla tidak baik-baik saja. Kayla yang mendengar suara Ashyla pun akhirnya mendongakkan kepalanya untuk memastikan bahwa itu Ashyla. Keadaan tubuhnya yang basah kuyup dan berbau membuatnya sedikit meringis dan menggigil karena kedinginan. Ashyla yang sudah semakin dekat dengannya pun ia hentikan dengan gerakan tangannya yang gemetar mengarah ke Ashyla. “Lo. Berhenti disitu. Jangan deketin gue.” Ucap Kayla dengan suara seraknya. “Maksud lo apa, Kay?” Balas Ashyla yang merasa kebingungan saat ini. “BISA GA? UNTUK KALI INI AJA LO JANGAN LOLA SAMA OMONGAN GUE?! GUE BILANG JANGAN NGEDEKET YA JANGAN DEKETIN!” Pekik Kayla menggema di kamar mandi itu. Tubuh Ashyla terhentak sekejap karena rasa terkejutnya. Jujur, Ashyla ingin manangis saat itu juga. Tapi, ia harus menahannya. Dia sudah janji kepada dirinya sendiri untuk lebih kuat. Walaupun itu sulit. “Kay.. Lo kenapa? Please gue gapaham sama keadaan saat ini. Kenapa anak-anak yang lain jadi kayak gitu?” Ucap Ashyla dengan mata berkaca-kacanya menatap sahabatnya yang tengah menunduk itu. “Hahaha Ashyla.. Ashyla.. Bangun dari mimpi lo, La! Apa lo ga sadar dari awal masuk SMA, mereka tu cuma pura-pura baik sama lo?! Mereka sengaja begitu biar dapet nama baik dari lo yang jadi atlet nasional, La!. Dan apa lo ga sadar kalo setiap gue sama lo deketan mereka itu ngetawain remeh ke kita?! Please, La. Mau sampe kapan lo mau bermimpi hal yang ga sesuai sama kenyataan?! Ini udah hampir tiga tahun..” Jelas Kayla menatap Ashyla dengan tatapan hopeless-nya. 28

Ashyla yang mendengarkan hal tersebut tidak merasa terkejut sama sekali. Sebenarnya, Ashyla sudah sadar sejak awal. Namun, dirinya selalu berusaha menutupi segala perasaannya agar Kayla dan keluarganya tidak curiga. Ashyla tidak sebodoh itu untuk tidak menyadari hal-hal yang sangat jelas terlihat untuknya. Oleh karena itu, saat Ashyla mendengar cacian dari teman-teman kelasnya, ia hanya bersikap seolah-olah tidak tahu dan terkejut. Hal itu ia lakukan karena ia takut jika dirinya melawan nanti akan menimbulkan masalah yang tidak penting. Namun, yang membuatnya terkejut, mengapa Kayla ada di kamar mandi dengan keadaan seperti itu. Apakah tidak ada orang yang mau menolongnya? Bahkan guru sekalipun? “Gue tau kok, Kay. Gue udah sadar dari awal. Tapi menurut gue itu ga penting. Jadi ya gue abaikan aja. Gue ikutin aja alurnya kayak biasa.” Jawab Ashyla yang mulai mendudukkan dirinya di lantai kamar mandi yang kering. “Kalo lo udh tau, kenapa lo ga bilang ke gue, La? Apa lo jangan- jangan juga udah tau gue dirundung sejak kelas 10 karena kondisi ekonomi gue yang ga sesuai sama anak-anak yang sekolah disini, termasuk lo? Karena gue yang cuma anak keluarga miskin yang masuk ke sekolah ini dengan beasiswa? Ternyata lo sama aja ya sama yang lain. Sama-sama ga punya hati. Orang miskin kayak gue juga manusia yang masih ada hak buat hidup dan mendapatkan kebaikan!” Balas Kayla yang sudah berdiri dan bersiap untuk keluar dari kamar mandi itu. “Hah? Kay.. bukan gitu. Gue gatau, Kay. Sumpah gue gatau.” Ucap Ashyla berusaha menghalau Kayla untuk pergi. “Udah. Gue udah cukup sama semua ini, La. Makasih udah mau pura-pura tulus jadi temen gue. Maaf, tapi gue kecewa sama lo.” Ujar Kayla tanpa melihat Ashyla yang tengah menghalanginya untuk pergi. Lalu, Kayla pun pergi meninggalkan Ashyla yang sekarang menggapai tongkatnya dan berusaha untuk berdiri. Ingin sekali Ashyla mengejar Kayla. Namun, kaki kirinya terasa sedikit nyeri karena posisi duduknya tadi. Akhirnya, dirinya hanya bisa terdiam dalam heningnya kamar mandi itu. Ia bahkan tidak menyadari bahwa bel masuk sudah berbunyi sejak ia berdebat dengan Kayla. “Ujung-ujungnya gue sakit lagi.” Monolog Ashyla dengan air mata yang menetes semakin deras. Ashyla hanya merasa dirinya sangat menyedihkan sekarang. Setelah kehilangan mimpinya, ia kehilangan sahabat satu-satunya selama ini. Ashyla membutuhkan bantuan saat ini. Namun, itu semua tidak akan terjadi. Ashyla sudah terbiasa sekarang akan hilangnya harapan di hidupnya. Dan untuk sekian kalinya, ia hanya menangis dalam diam. 29

9 30

Lelah. “Assalamu’alaikum, Bu. Ashyla pulang..” Seru Ashyla sambil jalan perlahan ke arah Ibunya di ruang tengah. “Loh kok sudah pulang? Kenapa tadi ga minta jemput? Tadi naik apa? Kaki kamu ga kenapa-kenapa kan?” Tanya Ibu beruntun dengan ekspresi ingin tahunya. “Ehehehe satu persatu dong Bu nanyanya. Jadi, Ashyla pulang duluan karena tadi kaki kiri Ashyla sempet nyeri ehehehe. Ga minta jemput karena Ayah, Kak Zahen, Kak Sandra pasti sibuk dong. Ashyla tadi naik bajai kok, tenang aja. Dan alhamdulillahnya, kaki Ashyla udah mendingan sekarang hehehe.” Jawab Ashyla beruntun mengikuti Ibunya. “Kenapa ga minta jemput Ibu? Dan kenapa ga pakai taksi aja tadi?” Tanya Ibu lagi. “Kan Ibu masih belum berani ngendarain mobil ish. Ashyla pengin nyoba aja Bu naik bajai. Ternyata nyaman-nyaman aja tuh.” Balas Ashyla sambil mendudukkan dirinya di samping sang Ibu. “Eh? Oiyaa Ibu lupa hehehe. Hmm yasudah deh alhamdulillah kalo gitu.” Ucap Ibu dengan tawa singkatnya. Setelah itu, Ashyla pun menidurkan kepalanya ke pundak Ibunya yang fokus menonton acara televise favoritnya. Sang Ibu yang tadinya fokus menjadi mengalihkan perhatiannya kepada putrid bungsunya itu. “Kamu kenapa?” Tanya Ibu setelah menurunkan volume televise. “Ashyla cuma ngerasa cape, Bu. Biasaaa hehehe belajar bikin lelah otak dan pikiran.” Balas Ashyla dengan cengiran khasnya. “Bener nih?” Tanya Ibu lagi dengan kedua mata yang memicing menatap putrinya. “Lah beneran atuh, Bu. Suer dah suer.” Ujar Ashyla dengan yakin. “Hmm.. kan itu sudah jadi kewajibanmu jadi seorang pelajar. Semangat dong.. kan udah mau ujian akhir.” Balas Ibu dengan nasihatnya sepeti biasa. 31

“Iyaaaa Ashyla tau kok. Ibu juga udh berapa kali ngomong gitu sama Ashyla. Kak Sandra sama Kak Zahen juga ibu nasihatin begitu.” Seru Ashyla dengan ekspresi jengahnya. Hal itu memang benar. Setiap Ashyla, Sandra, dan Zahen mengeluh kelelahan dalam belajar, sang Ibu selalu menasihati mereka seperti itu. Memang benar itu tugas anak sekolahan. Tapi terkadang mereka jengah saja akan nasihat Ibu yang berujuang seperti itu. “Ashyla ke kamar dulu ya, Bu. Ingin tidur hehehe.” Ucap Ashyla setelah berdiri dan berjalan menuju kamarnya. Sang Ibu hanya berdehem dan melanjutkan acara menontonnya itu. Sedangkan Ashyla yang sekarang berada di dalam kamar mulai memikirkan cara agar dirinya bisa bertemu dengan Kayla dan membicarakan semuanya secara baik-baik. Tapi sepertinya cara baik-baik akan hilang nantinya. Bisa dipastikan aka nada teriakan-teriakan seperti tadi. “Samangat Ashyla! Lo bisa selesaiin semua ini!” Monolog Ashyla diikuti helaan napas yang berat. Sebenarnya Ashyla ingin cerita mengenai permasalahannya saat ini kepada Ibunya. Namun, hal itu tidak terjadi karena Ashyla takut menambah pikiran sang Ibu. Terkesan labil memang. Tapi menurut Ashyla, itu adalah pilihan terbaik. Hal itu juga berlaku untuk siapa saja yang ada didekatnya. Ashyla benar-benar ingin menyelesaikannya sendiri kali ini. Tanpa bantuan siapapun. “Udahlah gue pasti bisa lakuin ini. Gue pasti bisa.” Monolog Ashyla lagi. Ashyla pun mengganti baju sekolahnya dengan baju hariannya. Ia merasa sangat lelah hari ini. Mau menangis pun tidak akan bisa. Air matanya sudah sulit untuk keluar. Hanya pikirannya saja yang terpenuhi oleh ide-ide yang entah datang dari mana. Jika diingat-ingat lagi, Ashyla benar-benar tidak mengetahui bahwa Kayla sampai dirundung seperti itu. Ashyla juga tidak tahu mengapa Kayla menganggap dirinya sama dengan yang lain. Dan apa maksud dari beasiswa yang Kayla katakan tadi. Sungguh ide-ide yang muncul tadi sudah tergantikan oleh banyaknya pertanyaan untuk Kayla. Ashyla perlahan menidurkan dirinya di kasur dan menatap langit- langit kamarnya. Ashyla merasa sepertinya dirinya sulit untuk tidur. Oleh karena itu, Ashyla pun mengambil headphone yang ada di meja sebelah kasurnya dan memasangnya di smartphone miliknya. Jarinya dengan lincah mencari lagu yang “Complicated” milik Avril Lavigne. Setelah lagu itu terputar, Ashyla pun mulai memejamkan kedua matanya. 32

10 Hari Ulang Tahun. Terhitung sudah satu bulan berlalu dari kejadian itu dan sampai saat ini Ashyla dan Kayla belum menemukan cara yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan mereka. Tapi sepertinya Ashyla sedikit putus asa akan hal tersebut. Setiap Ashyla mendekati Kayla di kelas, Kayla langsung menjauh dan berpur-pura tidak kenal. Selain itu, ketika Ashyla melihat perlakuan teman-teman kelasnya ke Kayla, ia langsung melaporkannya kepada guru. Namun, hal itu tidak ditanggapi oleh para guru. Ashyla sebenarnya tidak habis pikir dengan para guru di sekolahnya. Bagaimana bisa mengabaikan tindakan seperti itu. Apakah karena kekuasaan? Bisa jadi. Hari ini adalah hari ulang tahun Ashyla. Untuk pertama kalinya Kayla tidak datang. Biasanya mereka berdua akan pergi berdua ke pantai setiap hari ulang tahun mereka. Sedikit aneh memang. Apalagi mereka datang saat malam-malam. Menurut Ashyla dan Kayla, hal itu dilakukan sebagai penutupan hari ulang tahun mereka. “Huwaa jadi kangen Kayla..” Keluh Ashyla di dalam kamar. “Kenapa lo?” Ujar Revan yang melihat Ashyla dari pintu kamarnya yang terbuka dengan tatapan anehnya. “Kepo!” Balas Ashyla singkat dan langsung berlari kecil ke arah meja makan. “Yeee hati-hati woe larinya! Mentang-mentang udah dilepas gipsnya.” Ucap Revan sambil ikut berjalan di belakang Ashyla. “Iya iyaa.. Bawel lo.” Balas Ashyla tanpa menengok ke belakang. Ashyla memang sudah melepas gipsnya sejak tiga hari yang lalu. Awalnya ia teringat akan kecelakaan waktu itu. Tapi, ia mengingatkan dirinya sendiri bahwa dirinya sekarang bukanlah atlet lagi dan harus belajar menerima keadaannya sendiri. Ashyla merasa bersyukur masih bisa berlari-lari seperti ini. “Ashyla… Ga sopan bilang kayak gitu loh.” Ujar Ayah yang mendengar perbincangan putrinya dengan Revan. 33

“Ya ampun, Yah. Udah biasa Ashyla kayak gini sama Revan.” Balas Ashyla sambil menunjuk Revan. Sang Ayah pun tidak menanggapi perkataan Ashyla lagi karena ia tahu hal itu akan terus berlanjut. Ashyla yang melihat tidak ada balasan dari sang Ayah pun akhirnya kesal dan pergi ke Ibunya yang ada di dapur. “Ibuuuu! Udah siap kuenya?” Tanya Ashyla penasaran. “Yahh.. sepertinya kalian harus beli deh. Masa hangus gini, La.” Jawab Ibu dengan nada sedihnya. “Ya ampun hahahaha. Kok bisa hangus gitu sih, Bu?” Balas Ashyila diiringi tawanya. “Ibu lupa tadi, ya ampun. Kan Ibu juga lagi buat lauk untuk makan nanti.” Jelas Ibu sambil membersihkan kekacauan yang dibuatnya. “Yaudah gapapa kali, Bu. Maafin Ashyla yang tadi tidak sempat membantu Ibu yaa.” Ucap Ashyla memeluk Ibunya. “Iyaa tidak apa-apa.” Balas sang Ibu mengusap lembut rambut Ashyla. Setelah itu, Ashyla pun ikut membantu membereskan kekacauan itu dan setelahnya, ia kembali ke ruang tengah untuk mengajak Sandra membeli kue bersamanya. “Kak! Temenin beli kue yuk?” Ajak Ashyla dengan langkah kecilnya mendekati Sandra. “Loh? Katanya Ibu lagi bikin…” Balas Sandra balik bertanya. “Itu gosong tuh hahahaha. Katanya kelupaan tadi pas manggang.” Jelas Ashyla yang membuat Sandra menggeleng-gelengkann kepalanya. “Udah yang keberapa kali nih?” Seru Zahen ikut menimbrung perbincangan Sandra dan Ashyla. “Emmm kalo diitung-itung dari Ayah sama Ibu deket si mungkin belasan kali?” Ujar sang Ayah sambil menghitung dengan jarinya. “Lah? Malah mengumbar kebersamaan kalian pas muda!” Seru Sandra dengan lantangnya sampai sang Ibu mendatanginya ke ruang tengah. “Ada apa teriak-teriak?” Tanya Ibu dengan tangannya yang memegang pastula. “Tuh si Ayah, Bu. Mengumbar kemesraan kalian saat muda.” Kata Sandra yang selanjutnya dihadiahi tepukan oleh Revan. 34

“Hah? Emang bikin kue gosong itu romantis ya?” Tanya Revan dengan polosnya. Semua orang yang ada disana melihat kea rah Revan dengan pandangan yang berbeda-beda. Ada yang memandangnya dengan kegeraman, kemarahan, kekesalan, kelucuan, dan penasaran. Revan yang dipandang seperti itu menjadi sedikit mundur dari posisinya. Ia merasakan akan adanya baku hantam antara dirinya dengan Sandra. “Lo ye! Kelewat polos apa emang lola?!” Seru Sandra yang sudah siap menghajar Revan. “Laah gimana? Kan gue nanya, Kak.” Balas Revan dengan ekspresi paniknya. Senakal-nakalnya Revan sekarang, ia masih sangat takut pada Sandra. Hal itu karena dulu, saat dirinya dan Zahen menginjak SMA, ada kejadian dimana Revan mengajak Zahen untuk merokok saat di teras rumah. Dan hal itu tidak sengaja terdengar oleh Sandra. Sandra yang merasa Revan akan mengajari hal-hal yang tidak baik pada adiknya pun memarahi Revan tanpa ampun hingga mendapatkan bogeman maut dari Sandra di wajahnya. Namun, akhirnya Sandra meminta maaf setelah mengetahui bahwa itu semua hanya bercanda. Walaupun mereka sudah berbaikan, mereka masih memiliki percikan-percikan api ketika bertemu. Seperti sekarang ini, mereka hanya saling menggertak dan membuat kesal satu sama lain. Ashyla yang menonton kejadian itu dari tadi pun menghela napasnya. Ia beralih menatap ke arah Ayah dan Ibunya yang juga sedang mendebatkan hal tidak penting. Kenapa malam ini banyak yang bertindak tidak jelas seperti ini. Hingga akhirnya kedua matanya bertemu dengan Zahen. “Dahlah. Keluar yuk.” Ajak Zahen yang sudah jengah juga melihat keadaan saat ini. “Ayoklah, Kak.” Balas Ashyla sambil berjalan mengikuti Zahen. Sandra dan Revan yang melihat Ashyla dan Zahen pergi pun akhirnya berlari ke arah mereka yang sudah akan menaiki mobil. “Heh! Ikutttt!” Seru Sandra ditengah larinya. “Gue juga weh. Jangan ditinggal napa.” Ujar Revan yang berada di belakang Sandra. Ashyla dan Zahen yang mendengar hal itu pun hanya bisa bertatapan dan mengehela napas untuk kesekian kalinya. 35

“Yaudah. Ayo masuk.” Ucap Zahen pasrah. “E-ehh, Kak! Sebentar..” Seru Ashyla ketika Sandra dan Revan sudah akan masuk ke dalam mobil. “Ada apa, La?” Tanya Zahen penasaran karena Ashyla terlihat tengah mencari sesuatu di tasnya. “Smartphone Ashyla ketinggalan di kamar hehehe. Ashyla ambil dulu ya?” Jawab Ashyla sambil menuruni mobil dan pergi untuk mengambil smartphone miliknya. “Kenapa tuh?” Tanya Revan kepada Zahen yang tengah memainkan stir mobil. “Smartphone-nya ketinggalan tu.” Jawab Zahen sambil mengalihkan pandangannya kea rah Revan yang belum naik ke mobil. “Ga naik, Van?” Tanya Zahen singkat. “Nanti dah. Nunggu Ashyla dulu.” Jawab Revan yang mendapatkan lemparan pengharum mobil dari Zahen. Ashyla pun masuk ke dalam rumah dengan langkah kecilnya sehingga tidak ada yang mendengar. Ashyla hanya ingin melakukan hal tersebut tanpa alasan. Sampai di kamarnya, ia mencari smartphone miliknya didalam tas sekolahnya. Setelah memakan waktu setengah menit, Ashyla berhasil menemukan smartphone-nya yang terselip di buku-buku pelajaran yang tebal. Ashyla pun beranjak keluar dari kamarnya. Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar pembicaraan sang Ibu dan Ayah yang mengejutkannya. “Mas David, bagaimana perceraian yang kita pertimbangkan waktu itu?” Tanya Ibu dengan mode seriusnya. “Mira. Apa harus membicarakan hal itu sekarang?” Jawab Ayah tak kalah serius. “Kita harus memperjelas keputusan kita, Mas. Aku tidak ingin membohongi anak-anak lagi.” Jelas Ibu dengan suara bergetarnya. “Saat itu kan aku sudah bilang kalau-“ Brak! Perkataan Ayah pun terputus begitu saja karena adanya suara benda yang terjatuh dari arah kamar Ashyla. Ayah dan Ibu pun berjalan mendekat ke arah kamar Ashyla dan mendapati Ashyla yang tengah merapihkan buku-bukunya yang jatuh. Keduanya sangat terkejut akan 36

keberadaan Ashyla di didalam kamar. Mereka kira, Ashyla sudah pergi keluar bersama yang lain untuk membeli kue. “A-Ashylaa?” Panggil Ibu dengan suara lirihnya. “Yah.. Bu.. Kenapa kalian ngelakuin hal itu? Apa harus banget cerai? Apa kalian tidak memikirkan kami sebagai anak-anak kalian?” Seru Ashyla setelah berdiri dan menatap Ayah dan Ibunya bergantian. “Nak.. Bukan begitu maksud kita..” Balas Ayah dengan ekspresi bingungnya. “Yah, Bu! Apa kalian harus seegois ini dalam menyelesaikan permasalahan di antara kalian? Apa kalian tidak memikirkan apa yang akan terjadi pada kami nantinya? Apa aku harus menerima hukuman lagi dari Tuhan setelah musnahnya harapan-harapanku dan sahabatku satu- satunya? Apa aku harus menerima cacian lagi dari teman-teman sekolah? Tepat hari ini aku memantapkan untuk berharap lagi. Dan harapan itu adalah membuat keluargaku selalu utuh dan bahagia. Namun, tepat hari ini juga semua itu musnah. Lagi dan lagi harapanku musnah! Dan kali ini, gara- gara Ayah dan Ibu!” Ucap Ashyla panjang lebar dengan menahan air matanya. Setelah mengatakan hal tersebut, Ashyla pun berlari keluar rumah dengan cepat. Saat dirinya sudah dekat dengan mobil Zahen, ia mulai mengubah pikirannya dan langsung menhampiri Revan yang ada di luar mobil. “Van. Bawa gue ke pantai sekarang. Please?” Pinta Ashyla yang membuat Revan terkejut bukan main. Revan yang melihat Ashyla yang sudah menangis sesegukkan itu pun menarik tangan Ashyla untuk menaiki motor gedenya. Lalu Revan pun langsung menyalakan mesin dan dengan cepat pergi dari tempat itu tanpa mengindahkan panggilan Zahen dan Sandra yang sudah keluar dari mobil. “HOII REVAN! LO MAU APAIN ADEK GUE WOI!” Teriak Zahen berusaha mengejar motor sobatnya itu. “AWAS AJE LO YE APA APAIN ADEK GUE!” Sambung Sandra di samping Zahen. “Itu kenapa si? Ngeselin banget si Revan. Ashyla juga ngapain tadi nyamperin si Revan, bukannya lagsung masuk ke mobil.” Ucap Zahen dengan kesal. “Lah? Ashyla nyamperin Revan duluan?” Tanya Sandra menatap Zahen yang sedang mengatur napasnya. 37

“Iya, Kak.” Jawab Zahen singkat. Setelah itu, mereka pun berjalan kembali ke arah rumah dan mulai memasuki ruang tengah. Mereka dibuat bertanya-tanya akan keadaan disana. Terlihat Ibu mereka yang sedang menangis dan Ayah yang sedang menenangkannya. “Ada apa, Yah?” Tanya Zahen to the point. “Ashyla mana, Hen?” Tanya balik Ayah yang membuat Zahen dan Sandra semakin bingung. “Tadi dia pergi sama Revan. Ada apa si, Yah?” Jawab Sandra bersamaan dengan rasa penasarannya. Sejenak sang Ayah hanya diam dan berpindah tempat duduk di sebelah kanan isterinya dan meminta keduanya duduk terlebih dahulu. “Duduk dulu sini.” Pinta Ayah dengan suara lirihnya. Sandra dan Zahen pun menurut. Mereka sudah terlalu penasaran akan apa yang telah terjadi di rumah ini. Apalagi sampai membuat Ibu menangis seperti itu. “Jadi, tadi Ashyla denger Ayah sama Ibu yang lagi ngomongin masalah perceraian.” Ucap Ayah sambil menatap Sandra dan Zahen bergantian. “HAH?!” Seru Sandra dan Zahen bersamaan. “Maksudnya gimana? Ayah sama Ibu mau cerai? Kok? Kenapa?” Pertanyaan bertubi pun keluar dari bibir Sandra. “Iyanih apaan si. Ga lucu Yah bercandanya.” Lanjut Zahen kesal. “Yang bilang bercanda siapa? Disini Ayah sama Ibu juga lagi bicara serius sama kalian. Mau dengerin dulu atau mau marah-marah dulu?” Tanya Ayah yang juga sedikit tersulut emosi karena respon Zahen. “Dengerin dulu, Yah.” Jawab Sandra yang lalu menendang kaki Zahen untuk menjawab pertanyaan Ayah. Namun, Zahen hanya menjawabnya dengan anggukan saja. Ayah pun menjelaskan semuanya kepada Sandra dan Zahen yang akhirnya membuat keduanya menggeleng-gelengkan kepala. 38

11 Percaya. Di perjalanan menuju pantai, Ashyla hanya menatap kosong pada pemandangan malam di jalan. Revan yang melihat Ashyla dari kaca spionnya pun merasa khawatir. Sebenarnya Revan ingin menanyakan apa yang terjadi pada Ashyla. Namun, ia juga tahu kalau saat ini bukan waktu yang tepat. Akhirnya, Revan hanya fokus menyetir dengan sesekali melihat Ashyla dari kaca spionnya. Sesampainya di pantai yang Ashyla inginkan, Ashyla pun langsung turun dari motor dan berjalan ke arah ombak laut. Revan yang melihat itu pun panik dan segera menyusul Ashyla. Dipikirannya sudah terpenuhi bayangan-bayangan mengerikan yang kemungkinan akan terjadi. “LA! JANGAN LAKUIN HAL KAYAK GITU LA! HOII.” Teriak Revan dari belakang Ashyla. Ashyla hanya menengok sebentar kebelakang dan kembali melanjutkan langkahnya itu. Revan pun akhirnya berlari berusaha menghentikan Ashyla yang sudah terkena ombak. “LA! BERHENTI LA! BUKAN GINI CARANYA!” Teriak Revan kembali. Lengan Ashyla pun tergapai oleh Revan dan hal itu membuat Ashyla menghadap ke arahnya. “Apaansi, Van?” Tanya Ashyla sambil mengerutkan dahinya. “Lo yang apaansi! Lo ngapain mau ngelakuin hal gila kayak gini hah?!” Marah Revan ke Ashyla membuat Ashyla bingung. “Maksud lo?” Tanya Ashyla sambil berusaha melepas genggaman tangan Revan di lengannya. “Astaghfirullah, La. Lo ngapain mau bunuh diri kayak gitu?” Jelas Revan yang selanjutnya mendapatkan jitakan di kepalanya. 39

“HEH! Gue ga sependek itu dalam berpikir ye! Enak aja lo.” Ucap Ashyla yang buru-buru melepas genggaman Revan. “Aduh! Sakit woi! Terus lo ngapain si nyamperin ombak kayak tadi? Ini malem loh. Kalo kesambet gimana?” Seru Revan sambil melihat kanan kirinya. “Yaelah… Gue mau ngambil kulit kerang woi! Buat nambahin koleksi gue.” Balas Ashyla sambil menunjuk beberapa kulit kerang di bawah kakinya. “Ga penting banget si. Ngapain coba?” Kritik Revan mendekat ke Ashyla. “Ya bagi lo ga penting. Bagi gue ini penting. Lo kan tau gue hari ini ulang tahun. Nah biasanya gue kesini sama Kayla pas kita berdua ulang tahun terus ngambilin kulit kerang gitu deh.” Jelas Ashyla sambil berjalan ke area yang lebih aman dengan senyum sedihnya. “Ohh..terus Kayla mana sekarang?” Tanya Revan yang ikut berjalan mengikuti Ashyla. “Emmm.. Gue sama Kayla udah ga kontakan dari sebulan yang lalu hahaha.” Jawab Ashyla dengan tawa hambarnya. “Hah? Kenapa? Ada masalah?” Tanya Revan, lagi. Sebelum menjawab, Ashyla pun mendudukan diri di atas pasir sambil memandangi ombak lautan yang menurutnya sangat menenangkan. Hal itu pun di ikuti oleh Revan yang sudah seperti anak itik yang selalu mengikuti kemanapun induknya pergi. “Apa lo bisa gue percaya?” Tanya Ashyla ke Revan. “Emm kalo itu sih, gue ga maksa yaa. Kalo emang lo butuh cerita ke gue ya cerita aja. Gue bakal dengerin kok. Dan gue pun males banget ngebuat masalah sama orang.” Jawab Revan yang ikut memandangi ombak lautan di depannya. Sejenak Ashyla berpikir. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk bercerita kepada Revan. Dirinya hanya ingin menceritakan sesuatu kepada seseorang agar dirinya merasa lebih lega. Jika ada Kayla, ia pasti akan cerita ke Kayla saat ini. Namun, dirinya dan Kayla belum bisa berbaikan hingga saat ini. 40

“Yaudah… Jadi gini, gue jelasin secara singkat deh ya. Pas lo sama Kak Zahen anterin gue ke sekolah waktu itu, gue dapet cacian dari temen- temen kelas gue pas gue nanya keberadaan Kayla. Gue sih pura-pura kaget aja gitu, soalanya gue udah tau gimana mereka sebenernya dari kelas 10. Sakit sih sebenernya. Tapi gue udah biasa nutupin itu hehehe. Nah gue kan akhirnya terus nyari Kayla kan dan dia ketemu di kamar mandi perempuan. Gue tau karna gue denger suara Kayla yang kayak lagi minta tolong sambil nangis gitu. Akhirnya gue cek kan. Dan bener aja itu Kayla. Tau ga? Kayla ternyata udah di bully sejak kelas 10. Gue juga kaget dan ngerasa bersalah banget karna gatau hal itu. Dan gue juga gatau kalo Kayla tu anak yang masuk lewat jalur beasiswa sekolah. Terus terjadilah perdebatan di kamar mandi itu yang akhirnya dia bilang dia kecewa sama gue.” Jelas Ashyla sambil memainkan pasir-pasir di depannya. “La..secara ga langsung, lo juga di bully dong? Terus, apa ga ada niatan buat nyelesaiin masalah ini baik-baik sama Kayla?” Tanya Revan. “Tentu ada. Tapi gue udah agak putus asa. Setiap gue deketin Kayla, dianya langsung ngejauh gitu. Makanya gue gagal terus.” Jawab Ashyla dengan helaan napasnya. “Nanti deh. Coba gue bantu lo ketemu sama Kayla. Jangan terlalu dipikirin ya? Kalo emang Tuhan menghendaki, lo pasti bisa selesaiin masalah lo ini.” Ucap Revan yakin. “Iya, Kak. Makasih ya?” Balas Ashyla dengan senyum yang Revan yakini menyiratkan kesedihan. “Sama-sama, Dek. Ga ada lagi yang mau lo ceritain, La?” Ujar Revan yang masih saja memfokuskan penglihatannya kepada ombak-ombak di depannya. “Ayah sama Ibu mau cerai, Kak.” Ucap Ashyla menatap Revan yang terkejut akan perkataanya. “Jadi itu tadi yang ngebuat lo nangis?” Balas Revan menatap balik Ashyla. Hanya anggukan yang diberikan oleh Ashyla. Revan tidak mau bertanya lebih jauh akan hal itu. Karena ia tahu bahwa itu adalah hal yang menyakitkan. Dilihatnya, Ashyla yang menangis dalam diam sambil memfokuskan kedua matanya ke arah lautan di depannya. 41

12 Dia Kembali. Ashyla dan Revan kini tengah berjalan menjauh dari tempat yang mereka duduki tadi. Keheningan menemani mereka setelah perkataan terakhir Ashyla. Di tengah perjalanan mereka menuju motor Revan, mereka berpapasan dengan orang yang sempat dibicarakan oleh Ashyla tadi. Namun, yang sadar akan hal itu hanya Revan karena keadaan Ashyla yang tengah menunduk. “Loh? Kayla?” Ujar Revan dengan jarinya yang menunjuk orang di belakangnya. “Kak Revan?” Balas Kayla dengan ekspresi terkejutnya. Ashyla yang mendengar hal tersebut pun berbalik dan melihat Kayla benar-benar berada disana. Ashyla juga sama terkejutnya melihat Kayla. Ia menerka-nerka apa yang dilakukan Kayla disini. Apakah karena hari ini ulang tahunnya? “Kay?” Panggil Ashyla memecah keheningan yang sempat tercipta. Kayla yang sadar akan hal itu pun kembali berbalik dan ingin berjalan menjauh. Namun, langkahnya terhenti karena ucapan Ashyla. “JANGAN NGANGGEP DIRI LO INI ORANG YANG PALING MENYEDIHKAN, KAY! GUE DISINI JUGA MENYEDIHKAN ASAL LO TAU!” Pekik Ashyla berhasil membuat Kayla dan Revan terdiam di tempat. Kayla pun berbalik lagi dan menatap Ashyla yang kini menangis. Jauh di hati kecilnya, Kayla ingin sekali memeluk Ashyla. Namun, dirinya masih gengsi untuk melakukan hal itu. “Gue perlu lo, Kay. Apa lo gatau gue nyembunyiin masalah waktu itu karena gue peduli sama lo? Gue kira kalo ga gue tanggepin, lo bakal aman dari mereka. Dan gue tu ga sama kayak mereka, Kay! Ga semua orang kaya punya sifat buruk kayak gitu. Jangan sama ratain hal yang belum tentu semuanya setara! Waktu gue berhenti jadi atlet, gue perlu lo buat ada 42

nyemangatin gue. Tapi lo malah ga bales semua pesan gue. Gue emang ceria, Kay! Tapi gue ga sekuat yang lo pikir. Gue sakit, tapi gue bertahan!” Jelas Ashyla yang akhirnya terjatuh dengan tangisan pilunya. Kayla yang mendengarkan semua perkataan Ashyla pun akhirnya menghampiri Ashyla untuk memeluknya dan mengucapkan kata maaf berulang kali. Sedangkan Revan, ia sudah mengalihkan pandangannya dari Ashyla sejak tadi. Ia tidak tahan melihat Ashyla yang terus mengeluarkan air matanya. “Maafin gue, La. Maafin gue. Gue ga bermaksud ga bales pesan- pesan lo waktu itu. Lo tau kan, gue bukan orang berada, La. Gue waktu itu lagi bener-bener dalam kondisi terpuruk. Gue harus bantuin Ibu gue jualan, La. Maaf banget gue ga bisa selalu ada buat lo..” Ucap Kayla yang masih setia memeluk erat tubuh Ashyla yang bergetar. “Gue.. Maafin gue juga Kay..” Balas Ashyla dengan suara bergetarnya. Mereka berdua berpelukan cukup lama untuk menenangkan diri mereka masing-masing. Setelah itu, Kayla dan Ashyla pun saling berbincang disana meninggalkan Revan yang setia menunggu di motor kesayangannya. “Huft.. Kita ditinggal nih.” Monolog Revan di atas motornya.  “Jadi, gimana kondisi kaki lo, La?” Tanya Kayla sambil menyentuh kaki kiri Ashyla. “Ya.. Alhamdulillah udah pulih sih. Cuma ya, gue gabisa main figure skating lagi.” Jawab Ashyla tersenyum. “Sakit ya?” Tanya Kayla menatap Ashyla yang tersenyum. “Banget, Kay.” Jawab Ashyla dengan senyum yang perlahan menghilang. “Maaf banget ya, La. Gue ga becus jadi sahabat lo. Lo kesakitan kayak gitu aja gue gatau…” Ujar Kayla menyesal. 43

“Bukan lo doang kok. Gue juga. Maafin gue yang gatau sama semua kesulitan lo. Lain kali kita harus ngadain secret time nih hahaha.” Ucap Ashyla diikuti tawanya. “Hah? Buat cerita-cerita gitu?” Tanya Kayla penasaran. “Yoi! Mau ga? Itung-itung mulai terbuka lagi hehehe.” Balas Ashyla sambil menunjukkan ibu jarinya. “Mau kok.. Tapi gue belum tentu bisa datang ya? Soalnya gue harus bantuin jualan Ibu gue.” Ucap Kayla sedikit merasa bersalah. “Loh? Iya gapapa kok. Tenang aja, Kay. Pasti kita akan lebih dekat kok.” Balas Ashyla dengan yakin. Keduanya saling melemparkan senyum yang sudah lama tidak mereka lihat. Terkadang, dalam persahabatan memang ada kesalahpahaman seperti ini. Dan hal itu kembali pada diri mereka masing- masing yang akan menyelesaikan permasalahan itu. Jika memang tidak bisa untuk bersama lagi, janganlah meninggalkan luka pada mereka. Usahakanlah untuk berpisah dengan cara yang baik dan saling memaafkan. Setelah Ashyla dan Kayla selesai bercerita, mereka pun kembali ke tempat dimana Revan berada. Keduanya sempat tertawa melihat Revan dan tertidur di atas motornya itu. “Kak! Kak Revan!” Panggil Kayla sambil menggerak-gerakan lengan Revan. Revan yang mendengar suara panggilan itu pun bangun dari tidurnya. Ia berusaha memperjelas pandangannya ke depan. “Siapa?” Tanya Revan dengan wajah kantuknya. “Hahahahaha! Kayla, Kak!” Jawab Kayla sambil menertawakan Revan. “Ohhh Ashyla mana?” Tanya Revan yang membuat Kayla tersenyum misterius. “Ciee ciee.. Kak Revan suka ya sama Ashyla?” Ledek Kayla dengan senyuman anehnya itu. Ashyla yang dari tadi berada di belakang Revan pun akhirnya menghampiri Kayla dan menjitak kepalanya. 44

“Aduh! Sakit Laaa!” Keluh Kayla. “Lagian nanyanya ga jelas gitu. Mana ada suka-sukaan!” Ucap Ashyla yang secara tidak sengaja membuat terkejut Revan. “Lah? Lo ga suka sama gue, La?” Tanya Revan dengan sifat percaya dirinya yang kembali muncul. “Mana ada! Jangan halu deh.” Balas Ashyla sambil menepuk bagian belakang kepala Revan dengan cukup keras. “Aw! Ampun dah di anak. Jadi sasaran mulu gue.” Keluh Revan sambil mengusap-usap bagian belakang kepalanya. “Tau nih Ashyla. Sakit tau jitakan lo!” Sambung Kayla yang masih mengusap kepalanya. “Eh seriusan?” Tanya Ashyla. Pertanyaan itu pun mendapat anggukan dari Kayla. Ashyla yang merasa bersalah pun mendekati Kayla lagi dan meniup-niup bekas jitakannya tadi. Hal itu membuat Kayla memikirkan ide jahil lagi. “Iri kan lo, Kak? Hahaha.” Seru Kayla kepada Revan yang memperhatikan dirinya dan Ashyla. Sebelum Revan menjawab, Ashyla yang kesal pun menjitak kembali kepala Kayla. Ashyla langsung menatap Revan dan memintanya untuk pulang. “Ayo pulang, Van!” Ajak Ashyla yang sudah duduk di belakang Revan. “Ih balik lagi manggil gitu. Tapi yaudah deh, yok.” Balas Revan yang kemudian menyalakan motornya. Kayla pun hanya bisa tersenyum dan berkata kepada Ashyla untuk selalu kuat dan semangat, begitu pula Ashyla. Ashyla sudah menceritakan kejadian di rumah tadi kepada Kayla dan berhasil membuatnya terkejut. Dan setelah itu, Kayla memberikan nasihat dan penyemangat untuknya. “Kayla sudah kembali..” Ucap Ashyla dalam hati. 45

13 Harapan Baru. Sesampainya Ashyla dan Revan di depan rumah keluarga Laksamana, Revan langsung berpamitan kepada Ashyla untuk pulang. Ashyla yang mengetahui alasan Revan langsung pamit pulang karena takut akan amukan Sandra pun hanya tertawa. Setelah Revan menghilang dari pandangannya, Ashla pun berjalan dengan perlahan menuju pintu yang tinggi didepannya. Ia merasa ragu untuk sekedar membuka pintu tersebut. Ia takut keadaa di dalam rumah itu sudah tidak seperti dulu. Ia takut mendapati keadaan dimana kedua orang tuanya sudah berpisah sebelum Ashyla pulang. Setelah Ashyla pikirkan dengan baik, perkataan yang ia sampaikan kepada kedua orang tuanya sangat tidak sopan. Rasa bersalah pun sekarang menguasai diri Ashyla. “Loh? Baru pulang, La?” Seru Sandra yang membuka pintu dan membuyarkan pikiran Ashyla. “E-eh..Kak Sandra? Belum tidur, Kak?” Balas Ashyla dengan senyuman bodohnya. “Kan baru jam sembilan, La. Sejak kapan aku tidur jam segini hahaha.” Ucap Sandra sambil tertawa karena tidak tahan melihat ekspresi Ashyla yang seperti takut dimarahi itu. “Ayo masuk. Ga akan dimarahin kok.” Ujar Sandra menarik tangan Ashyla untuk masuk ke dalam rumah. Hal pertama yang dilihat oleh Ashyla adalah ekspresi khawatir dari wajah Ibu. Hal itu sudah cukup membuat Ashyla merasa gugup dan semakin tidak siap menghadap Ayah dan Ibunya. “Sini, La. Ikut duduk sama Zahen.” Ucap Sandra yang lagi-lagi membuat pemikirannya buyar. Ashyla pun menurut dan sekarang dirinya sudah duduk disamping Zahen. Ia masih menunduk dan tidak berani menatap Ayah dan Ibunya. 46

Rasa takut akan perpisahan mereka memang ada. Namun, rasa bersalah Ashyla lebih mendominasi perasaannya. “Jadi, sekarang kita ngapain?” Tanya Zahen ditengah keheningan di ruang tengah itu. “Dengerin penjelasan Ayah lagi lah. Kamu gimana sih?” Jawab Sandra menatap Zahen dengan ekspresi kesalnya. Ashyla yang duduk di sebelah Zahen pun total di buat bingung oleh pembicaraan mereka. “Penjelasan? Penjelasan apa?” Tanya Ashyla dalam hati. Sang Ayah yang awalnya hanya memperhatikan keributan di depannya akhirnya menghentikannya. Cukup sulit memang mengendalikan kedua anak tertuanya itu. Sang Ibu pun hanya tersenyum kecil dan kembali menatap Ashyla yang terus menunduk. “Sandra, Zahen, sudah. Berhenti ributnya.” Ucap Ayah tegas. “Ashyla.. dengerin penjelasan Ayah dan Ibu dulu ya?” Tanya Ibu dengan suara lembutnya. “I-Iya, Bu..” Jawab Ashyla yang secara tidak sadar membuat orang- orang disana tersenyum. “Jadi, Ashyla. Apa yang kamu dengar tadi itu belum selesai, Nak.” Ujar Ibu dengan senyumnya. “Ibumu betul. Sebenarnya tadi Ayah ingin menegaskan bahwa tidak ada lagi yang namanya perceraian. Memang dulu Ayah dan Ibumu sempat bertengkar hebat tanpa sepengetahuan kalian dan berujung pada surat perceraian yang dibuat oleh Ibumu. Awalnya Ayah sangat marah akan tindakan Ibumu yang gegabah. Namun, setelah Ayah memikirkan pertengkaran dengan Ibumu itu, Ayah sadar bahwa Ayah mengeluarkan kata-kata yang seharusnya tidak Ayah keluarkan. Ayah pun terus meminta maaf akan apa yang telah diucapkan kepada Ibumu. Cukup sulit memang. Apalagi sambil menutupi semua itu dari kalian semua. Hingga akhirnya Ibumu memaafkan Ayah dan surat perceraian itu terlupakan begitu saja. Oleh karena itu, tadi Ayah dan Ibumu ini membicarakan hal tersebut agar tidak ada lagi beban yang menggantung di pundak Ayah dan Ibumu ini.” Jelas Ayah panjang lebar. 47

Ashyla yang sedari tadi mendengarkan penjelasan Ayahnya akhirnya bisa mengehela napas lega. Ia sangat senang akan kebenaran yang terungkap ini. Harapan barunya mulai terbuka kembali. “Jadi, kalian tidak akan berpisah kan?” Tanya Ashyla kepada Ayah dan Ibunya. “Tidak.” Jawab Ayah dan Ibu bersamaan. “Syukurlah. Oh iya Yah, Bu. Maafkan Ashyla yang sudah mengatakan hal-hal seperti tadi ya..” Balas Ashyla dengan senyum terharunya. “Tidak apa-apa, Nak. Ayah dan Ibu pun minta maaf yaa.” Jawab Ibu yang mendapatkan senyuman dan anggukan dari Ashyla. Sandra dan Zahen yang ikut mendengarkan penjelasan kedua Ayahnya itu ikut senang lagi. Awalnya, saat Sandra dan Zahen mendengar penjelasan pertama, mereka tidak menyangka kedua orang tuanya sempat berpikir untuk berpisah. Namun, mereka pun akhirnya hanya menggeleng- gelengkan kepala karena kecerobohan sang Ayah dalam berkata-kata. “Nah! Sudah selesai kan?” Tanya Sandra sambil berdiri dari tempat duduknya dan mendapatkan anggukan dari Ayah dan Ibunya. Setelah mendapat persetujuan dari Ayah dan Ibu, Sandra pun berlari ke arah dapur dan kembali dengan kue ditangannya. “Hen! Ambilin korek sama lilinnya dong di meja dapur. Kakak lupa hehehe.” Seru Sandra kepada Zahen yang tengah duduk bersantai di kursinya. “Iya, bentar.” Balas Zahen singkat. Setelah Zahen kembali membawa barang yang diminta oleh Sandra, mereka pun mulai menyanyikan lagu selamat ulang tahun kepada Ashyla. Ashyla merasa seperti diberi kejutan oleh keluarganya. Ia merasa senang dan bersyukur akan kejadian malam ini. Tidak ada tangisan dan rasa sakit lagi untuk malam ini. Keluarga Laksamana itu akhirnya menghabiskan malam itu dengan makan bersama di ruang keluarga. 48

14 Lingkungan Baru. “Ashyla! Bangun, La!” Ucap seseorang dari arah pintu kamar Ashyla. “Loh? Kayla?” Balas Ashyla yang terbangun karena suara Kayla. “Yoi! Siap-siap sana lo. Biar nanti ga kesiangan.” Ujar Kayla sambil menarik kedua tangan Ashyla untuk bangun dan mendorongnya pelan ke arah kamar mandinya. “Iyaaa, Kay. Lima belas menit juga selesai ih.” Ucap Ashyla yang mulai memasuki kamar mandinya dengan wajah kantuknya itu. Kayla pun tidak menanggapi ucapan Ashyla dan keluar dari kamar Ashyla. Dirinya pun menuju ke lantai bawah karena di panggil oleh Ibu Ashyla. “Ada apa, Tante?” Tanya Kayla setelah sampai di lantai bawah. “Kan sudah Ibu bilang. Panggil Ibu saja, Nak Kayla.” Balas Ibu Ashyla kepada Kayla. “E-eh Iya, Bu hehehehe. Ada apa?” Tanya Kayla mengulang pertanyaan tadi. “Sini kamu sarapan duluan saja. Ashyla pasti lama bersiap-siapnya.” Kata Ibu sambil menyiapkan beberapa bekal untuk Ashyla dan Kayla. “Tidak usah, Bu. Tadi Kayla sudah sarapan di rumah hehehe.” Balas Kayla dengan suara lirihnya. “Hmm kalau begitu, bawa ini sebagai bekal kamu dan Ashyla ya?” Ucap Ibu sambil menyerahkan dua kotak bekal untuk Ashyla dan Kayla. “Baiklah, Bu. Terima kasih banyak, Bu.” Balas Kayla sambil menerima kedua kotak bekal tersebut. Setelah itu, Kayla pun pergi ke kamar Ashyla lagi dan mendapati Ashyla yang tengah merapihkan buku pelajarannya. Terhitung sudah satu 49

minggu setelah kejadian di malam penutup hari ulang tahun Ashyla. Setelah kejadian itu, dirinya dan Ashyla menjadi lebih dekat dari biasanya. Mereka sering berbagi candaan yang tidak tahu mengapa mereka menganggap itu sangat lucu. Sejak saat itu juga, Ashyla terkadang ikut membantu dirinya berjualan dengan sang Ibu. “Oi Kay! Kok malah melamun sih?” Tanya Ashyla yang terlihat sudah siap untuk berangkat ke sekolah. “Eh?! Iya, iya maaf. Oiya nih bekal dari Ibu lo. Jangan sampe ga lo bawa ye.” Ucap Kayla member peringatan kepada Ashyla. “Huwaa padahal kan kita udah SMA. Masa masih bawa-bawa begini si?” Tanya Ashyla dengan menunjukkan tangis palsunya pada Kayla. “Lah? Apa masalahnya? Justru jadi bisa menghemat uang jajan dong? Lagian kan lo nanti makannya juga sama gue. Nih gue juga dibawain kok.” Jawab Kayla membuat Ashyla pun kembali semangat. “Okay deh! Ayok, Kay. Kita harus bisa menyesuaikan diri kita dengan lingkungan baru ini ya?” Ucap Ashyla menatap Kayla. “Iya, La. Tenang aja. Gue kalo sampe di rundung lagi bakal gue lawan kok hehehe.” Balas Kayla diiringi dengan tawanya. “Heh! Jangan sampe lah. Kalaupun itu terjadi, gue bakal lindungin lo, Kay.” Ujar Ashyla yang berhasil mebuat Kayla terharu mendengarnya. “Terima kasih banyak ya, La? Karena lo, gue bisa keluar dari lingkungan toxic sekolah lama kita. Terima kasih juga udah mau bantuin gue sama Ibu gue jualan. Terima kasih banyak intinya.” Ucap Kayla yang sekarang sudah memeluk Ashyla dengan senyumannya yang mengembang. “Sama-sama, Kay. Gue juga. Makasih banget buat lo yang mau jadi sahabat gue sampe sekarang. Makasih karena lo udah mau balik lagi ke gue dan maafin segala bentuk sikap buruk gue. Makasih banget.” Balas Ashyla yang ikut memeluk Kayla tidak kalah eratnya. “Heh! Jangan erat-erat. Susah napas gue. Suer dah.” Seru Kayla yang membuat Ashyla melonggarkan pelukannya. “Ehh sorry…” Balas Ashyla dengan suara lirihnya. 50


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook