Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore JIK3-1

JIK3-1

Published by aprilinad, 2016-10-19 23:59:03

Description: JIK3-1

Search

Read the Text Version

Tinarbuko, Semiotika Desain Oblong Dagadu Djokdja Secara visual, desain kaos oblong ini meminjam berbagai kode. MenurutUmberto Eco dalam bukunya berjudul Theory of Semiotics, kode adalahseperangkat aturan yang menjadikan tanda sebagai tampilan yang konkretdalam sistem komunikasi (Eco, l976:2). Dengan demikian, kode merupakancara pengkombinasian tanda yang disepakati secara sosial untukmemungkinkan satu pesan disampaikan dari seseorang kepada orang lain.Dalam konteks ini, kode yang digunakan antara lain kode narasi (proairetik)yang oleh Roland Barthes dalam bukunya S/Z dikatakan sebagai sebuah kodeyang mengandung cerita atau narasi ( Barthes, l974:17-26). Desain dengan tema ‘DJOK DJA’ ini membeberkan cerita perihalseduhan teh kental dalam sebuah poci, yang dioplos dalam aroma tehnasgithel (panas, legi tur kenthel) yang disruput hangat kicot-kicot memberikannuansa kehangatan, kedamaian, dan kenikmatan sambil ditingkahi obrolansantai dalam komunitas wedangan warung angkring atau warung koboi. Gambar 1. Desain ‘Djok Dja. more tea, please’ Selain kode narasi, visualisasi kaos oblong bertemakan ‘’DJOK DJA’’juga menggunakan kode kultural atau kode kebudayaan, khususnya aspeksejarah dan mitos. Kode kebudayaan yang dimaksudkan oleh Roland Barthes disini adalah pada pemaknaan kata ‘Djokdja’ yang berarti sebutan singkat darisebuah kota yang bernama Yogyakarta. Kota pelajar milik Sri SultanHamengkubuwono IX, raja dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat inimempunyai peran sejarah yang amat penting terkait dengan keberadaan negaraRepublik Indonesia melawan penjajah. 99

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1,JUNI 2006: 79-94ILMU KOMUNIKASI Sementara itu ’DJOK DJA’ di mata desainer Dagadu Djokdjamempunyai makna konotasi yang sangat sederhana. Dalam imajinasi mereka,kata ’DJOK DJA’– meminjam konsep kirata basa atau mengacu pada ilmugothak-gathuk mathuk - maka kata ‘DJOK DJA’ diartikan dengan di-jok saja(‘DJOK’=di-jok, ‘DJA’=saja) atau dalam frame bahasa Indonesia dimaknakansebagai ‘ditambah lagi’. Tambah lagi wedang teh nasgithel-nya, wedang tehpanas legi (gula batu) tur kenthel. Fenomena wedangan teh nasgithel lengkap dengan gula batu dankepulan rokok kretek ini sudah menjadi rahasia umum bagi kalangan kaum priayang suka nongkrong, begadang, ngobrol, melepas lelah dalam suasana santaidi warung angkring atau warung koboi sambil menunggu lingsir wengi. Secara umum desain kaos oblong Dagadu Djokdja dengan tema ’DJOKDJA’ ini menarik perhatian secara visual. Terjemahan kata-kata di dalamsusunan teks membuat orang mengulum senyum. Sayangnya, dalam kontekswedang teh nasgithel, desainer Dagadu Djokdja kurang jeli dalammemvisualkan seduhan (com-coman) teh kenthel, yang digambarkan justrucom-coman teh celup. Atau ‘kekeliruan’ itu sengaja dihadirkan denganpertimbangan mengejar aspek artistik agar terlihat bahwa cangkir itu berisi tehhangat kicot-kicot. Gambar 2. Desain ‘RID: Rest in DJOKDJA100

Tinarbuko, Semiotika Desain Oblong Dagadu Djokdja Gambar kedua bisa kita lihat pada karya lucu dengan tema ‘RID: Rest inDJOKDJA’. Ilustrasi dari desain oblong ini menggunakan idiom estetikdekoratif. Tanda visualnya berupa ikon laki-laki berkumis yang sudah purnatugas alias pensiunan, menggenakan busana kejawen lengkap dengan blangkon,jarik dan surjan, duduk terkantuk-kantuk di kursi goyang sambil menikmatihidup. Saking nikmatnya bergoyang-goyang di kursi goyang, sampai-sampaisandal selopnya njepat meloncat dari ujung kaki sang ikon laki-laki tersebut. Tampilan desain ‘RID: Rest in DJOKDJA’ ini menggunakan kodeseperti yang diungkapkan Roland Barthes dalam bukunya S/Z di antaranyakode hermeneutik, kode simbolik, kode narasi atau proairetik dan kodekultural. Pada kode hermeneutik ini mengandung makna provokatif. Hal initerlihat pada argumentasi konsep desain yang menyebutkan, ‘kembali ke Djodjasiapa takut?’ Sekian tahun menjadi mahasiswa di Djokdja, mencari pekerjaan dibelantara ibukota, saat Lebaran mudik ke Yogya. Menjelang usia senja, lagi-lagi ke Djokdja bermukimnya. Mengapa begitu? Tingkat harapan hidup diDjokdja lebih lama dari kota lain menjadi daya tarik utama bagi para pensiunanuntuk menetap di Yogya. Kode simbolik terlihat pada ikon kursi goyang yang mempunyai konotasisantai, sembari mengedepankan kenikmatan badani dan jiwani. Sedangkankode narasi atau proairetik berisi cerita sebuah obsesi sementara orang yangpernah mencicipi nikmatnya hidup di kota Yogyakarta. Bahwa kembali keYogyakarta dan menikmati hari tua di kota budaya ini selalu menjadi buahimpian dan cita-cita mereka yang pernah singgah di kalbu kota Yogyakarta. Dalam kode narasi dan kode kultural disinggung pula informasi gayamasa lampau dengan mengedepankan makna nostalgia dan aspek sejarah kotaYogyakarta. Sedangkan teks ‘RID: Rest in DJOKDJA’ adalah sebuah ekspresibentuk parodi dan plesetan makna dari kata ’RIP: Rest in Peace’, beristirahatlahdalam damai. Di mata tim kreatif Dagadu Djokdja, kata ’damai’ itu identik danselaras dengan keberadaan kota ‘Yogyakarta yang berhati nyaman’ Sebuah kotayang tenang, damai, inspiratif, inovatif, dan kreatif. Menilik karya desain kaos oblong Dagadu Djokdja yang dikategorikandalam kelompok kedua, yakni lebih mengedepankan unsur tipografi danilustrasi sebagai kekuatan daya ungkap, lebih banyak mengacu pada pendekatandesain modern. Bentuk desain modern ini senantiasa mengedepankan unsurkesederhanaan dengan white space yang luas, sehingga memberikan kesankeseimbangan yang terkontrol. Penekanannya pada bentuk horisontal, vertikal,dan diagonal. Pola modern bercirikan keteraturan, sederhana, dan kerapian 101

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1,JUNI 2006: 79-94ILMU KOMUNIKASIgeometri. Desain ini menunjukkan perpaduan yang seimbang antara elemenlatar belakang dan latar depan, dengan warna, bentuk ilustrasi dan tipografi. Ilustrasi yang diposisikan sebagai aspek penjelas ungkapan pesan daridesain kaos oblong Dagadu Djokdja ini menggunakan bentuk idiom estetikdekoratif. Idiom estetik yang dimaksudkan di sini adalah suatu cara tertentudalam mengkomposisikan elemen-elemen bentuk (ilustrasi, tipografi, layoutdan bidang) dengan menghasilkan bentuk-bentuk tertentu. Sedangkan idiomestetik dalam konteks ini adalah gaya pengungkapan ilustrasi sebagaivisualisasi tanda visual. Dengan demikian, idiom estetik dekoratif adalahsebuah istilah yang ditujukan pada perwujudan karya seni rupa dan desain yangmenonjolkan segi hiasannya. Pada ilustrasi yang bercorak dekoratif, seperti terlihat pada karya kaosoblong Dagadu Djokdja bertema ’DJOK DJA’ dan ’RID: Rest in DJOKDJA’,bentuk obyek yang digambarkan sering dideformasikan dalam bentuk-bentukyang bersifat hias, disesuaikan dengan segi fungsinya sehingga akan dapatdijumpai beberapa tingkatan deformasi bentuk, mulai dari mendekati realistisdengan kesan-kesan plastisitas dan volume, sampai bentuk yang jauh dari sifatrealis, yakni bentuk yang mempunyai kesan datar. Agaknya, desainer DagaduDjokdja memilih pilihan terakhir, yakni mengangkat idiom estetik dekoratifyang jauh dari sifat realis dengan merekayasa bentuk ikon sehingga mempunyaikesan yang datar-datar saja. Dengan memilih idiom estetik dekoratif dalam visualisasi berbagaiilustrasi desain, maka posisi karya desain tersebut menjadi sangat aman dantenteram. Hal semacam itu disadari sepenuhnya oleh tim kreatif DagaduDjokdja, karena sejak awal melempar karya desain di pasar oblong bebas, niatluhurnya menggunakan semangat parodi, semangat nyindir dan semangatngenyek. Pemilihan idiom estetik dekoratif menjadi sangat semanak manakalaDagadu melontarkan guyonan pari keno. Artinya, berupaya melakukan sindirantetapi tidak melukai perasaan sang sasaran tembak. Dan apalah jadinya jika timkreatif memilih idiom estetik realis. Bisa dipastikan akan bermunculan berbagaisomasi atau tuntutan akibat side effect dari karya desain tersebut.PENUTUP Mengamati sekian banyak desain kaos oblong Dagadu Djokdja yangdalam perkembangan terakhir juga diaplikasikan pada media kartu pos,kalender, gantungan kunci, gelas mug, ternyata sarat dengan tanda-tanda visual.Tanda yang dimaksud di sini adalah unsur dasar dalam semiotika dankomunikasi, yaitu segala sesuatu yang mengandung makna, yang mempunyai102

Tinarbuko, Semiotika Desain Oblong Dagadu Djokdjadua unsur penanda (bentuk) dan petanda (makna). Pierce membedakan jenistanda menjadi tiga kategori, yakni: ikon, indeks, dan simbol. Pada desain kaos oblong Dagadu Djokdja ini ketiga jenis tanda tersebutdigunakan secara maksimal. Tetapi jenis tanda tertentu – dalam hal ini ikon dansimbol – hampir secara keseluruhan dimanfaatkan, karena ikon adalah tandayang menyerupai obyek (benda) yang diwakilinya atau suatu tanda yangmenggunakan kesamaan atau ciri-ciri yang sama dengan apa yangdimaksudkan. Hal itu terlihat pada ikon cangkir, gantungan teh celup, asapmengepul yang divisualkan pada desain bertema ’DJOK DJA’. Hal yang samaterlihat pula pada ikon laki-laki tua, duduk dikursi goyang, mengenakan busanakejawen lengkap dengan surjan, blangkon, jarik, dan sandal selop.Penggambaran ikon tersebut bisa kita saksikan pada desain kaos oblong dengantema ‘RID: Rest in DJOKDJA’ Semua ikon yang dimanfaatkan oleh desainer dan tim kreatif DagaduDjokdja ini mengandung idiom estetik dekoratif sebagai gaya ilustrasinya danidiom estetik naratif sebagai gaya ungkap pesan verbal. Kerabat kerja PT. AseliDagadu Djokdja ternyata juga cukup konsisten dalam melakukan eksperimenkreatif dengan mengolah tanda dan simbol melalui medium desain grafis.Lewat tangan ‘jahil’ desainer dan tim kreatif kaos oblong Dagadu Djokdjaberhasil memunculkan trend penggunaan huruf sans serif yang ditebalkan(bold). Mereka sukses mengemas desain poster yang diejawantahkan dalamsebidang kaos oblong dengan meminjam idiom estetik dekoratif sebagai gayaungkap bentuk ilustrasinya. Garis outline tebal menjadi ciri utama desain iniyang diposisikan untuk membungkus obyek ilustrasi maupun tipografi. Lewat wacana parodi pada setiap teks verbal maupun visual yangdigelembungkan oleh tim kreatif Dagadu Djokdja, diyakini mampu menambahperbendaharaan dan memperkaya kosa kata plesetan di tengah carut-marutperkembangan bahasa Indonesia yang ’tidak baik dan tidak benar’ dalamkonteks bahasa gaul. Hal ini terjadi karena kelenturan relasi pertandaan danberbagai kode yang dipinjam oleh pemikir-pemikir Dagadu dalammenggambarkan seni post-modernisme sebagai suatu karya terbuka yangmembuka pintu lebar-lebar bagi kombinasi dialog dan permainan tanda, kode,dan idiom-idiom yang tidak terbatas namun mampu menembus batas. Selain itu, karya desain kaos oblong Dagadu Djokdja berikut pernak-pernik aplikasinya berhasil memberikan sentuhan dan aksentuasi baru bagipengembangan disiplin ilmu desain komunikasi visual atau desain grafis.Artinya, desain Dagadu Djokdja sudah memasuki sebuah wacana yang siapuntuk dikaji, diperdebatkan, dibongkar, diuji dan kemudian didokumentasikansebagai sebuah teori. Sebab sebuah karya desain komunikasi visual dan kajian 103

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1,JUNI 2006: 79-94ILMU KOMUNIKASIteori desain grafis sulit berkembang jika tidak ditemukan karya-karyaeksperimen yang dibidani oleh praktisi-praktisi yang kreatif, inovatif, dan ‘agakgila’ dalam konteks menggali hal-hal baru dari yang paling baru.  DAFTAR PUSTAKABakhtin, Mikhail. l981. The Dialogic Imagination. Massachussets: Harvard University Press.‘Dagadu Djokdja: Perjalanan Empat Tahun Pertama’. l997. Yogyakarta: PT Aseli Dagadu Djokdja.Eco, Umberto. l976. Theory of Semiotics. Bloomington: Indiana University Press. Barthes, Roland. l974. S/Z. New York: Hill & Wang.Hornby, A.E. (ed). l974. Oxford Advanced Learner Dictionary. London: Oxford University Press.Hutcheon, Linda. l985. A Theory of Parody, The Teaching of Twentieth Century Art Form. Methuen.Piliang, Yasraf Amir. l999. Hiper-Realitas Kebudayaan. Yogyakarta: LKiS.Nizar, M dan Mawardi. l972. Saduran Basic Design. Yogyakarta: STSRI ‘’ASRI’’.104

PETUNJUK PENULISAN ARTIKEL ILMIAH1. Artikel merupakan hasil penelitian atau yang setara dengan hasil penelitian (artikelkonseptual) di bidang ilmu komunikasi.2. Artikel ditulis dengan bahasa Inggris/Indonesia sepanjang 20 halaman kuarto spasiganda dilengkapi dengan abstrak Bahasa Inggris (75-100 kata) dan kata-kata kuncidalam Bahasa Inggris juga.3. Penulisan kutipan dengan catatan perut yang memuat nama belakang pengarangtahun dan halaman dan ditulis dalam kurung.ContohSatu Penulis : (Littlejohn, 2000:12)Lebih dari satu penulis : (Severin, dkk, 1998:25)4. Penulisan daftar pustaka dengan menggunakan model: Nama Belakang, NamaDepan. Tahun Penerbitan. Judul Buku (cetak miring). Kota: Penerbit.ContohDominik, Josep R. 2002. The Dynamics of Mass Communication, Media inDigital Age. New York, McGraw Hill.5. Biodata singkat penulis dan identitas penelitian dicantumkan sebagai catatan kakidalam halaman pertama naskah.6. Artikel juga dapat dikirimkan dalam bentuk softcopy dalam Microsoft Word denganformat RTF menggunakan jenis huruf Times New Roman, font 12.7. Artikel hasil penelitian memuat: (1) Judul, (2) Nama penulis (tanpa gelar), (3)Abstrak (dalam bahasa Inggris), (4) Kata kunci (dalam Bahasa Inggris), (5)Pendahuluan (tanpa sub judul, memuat latar belakang masalah, dan sedikit tinjauanpustaka serta tujuan penelitian), (6) Metodologi Penelitian, (7) Hasil Penelitian, (8)Pembahasan, (9) Kesimpulan dan Saran, (10) Daftar Pustaka (hanya memuatpustaka yang dirujuk dalam artikel).8. Artikel konseptual memuat: (1) Judul, (2) Nama penulis (tanpa gelar), (3) Abstrak(dalam bahasa Inggris), (4) Kata kunci (dalam Bahasa Inggris), (5) Pendahuluan(tanpa sub judul), (6) Subjudul-subjudul (sesuai kebutuhan), (7) Penutup, (8) DaftarPustaka (hanya memuat pustaka yang dirujuk dalam artikel).9. Print-out artikel dan softcopy dikirimkan paling lambat 1 bulan sebelum penerbitankepada: Jurnal Ilmu Komunikasi d.a. Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jl. Babarsari No. 6 Yogyakarta 55281 Telp. (0274) 487711 ext 3124, Fax. (0274) 487748 Email: [email protected]. Kepastian pemuatan atau penolakan akan diberitahukansecara tertulis. Penulis yang artikelnya dimuat akan mendapat imbalan berupa nomor bukti pemuatan sebanyak lima eksemplar. Artikel yang dimuat, tidak akan dikembalikan, kecuali atas permintaan penulis.

JurnalILMU KOMUNIKASI


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook