Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore JIK3-1

JIK3-1

Published by aprilinad, 2016-10-19 23:59:03

Description: JIK3-1

Search

Read the Text Version

Menertawakan Kejelataan Kita2: Transgresi Batas-Batas Marginalitas dalam Sinetron Komedi Bajaj Bajuri Budi Irawanto3 Abstract: Political transition in Indonesia since 1998 has created uncertain situation for most Indonesian people. Moreover, the hard economic condition has multiplied the number of people living below the poverty line. In these circumstances, the light entertainments such as situation comedy, which blends the portrait of ordinary people and their quaint life style, occupied the prime time of television programming in Indonesia. This paper discusses the popularity of the situation comedy Bajaj Bajuri (bajaj literally means “two-passenger pedicab motor with scooter machine”) in contemporary Indonesia. This series is about the daily life of Bajuri’s (bajaj’s driver) family and their lower class neighbours in the edge of metropolitan Jakarta (the capital city of Indonesia). Therefore, this paper focuses on the representation of the marginalised people and how television constructed the boundary of marginality. This paper argues that situation comedy is not only reinforcing stereotype of the lower class group but also transgressing the stereotypical image of the lower class by parodying and abusing popular discourse. Key words: transgression, parody, marginalization, comedy film  2 Tulisan ini semula adalah makalah disampaikan dalam Seminar “Fisipol Update” dalam rangkaDies Natalis ke-50 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, RuangSeminar Fisipol UGM, 13 September 2005. Untuk keperluan pemuatan dalam jurnal ini telahdilakukan penambahan seperlunya.3 Budi Irawanto adalah dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gajah MadaYogyakarta 49

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1, JUNI 2006: 49 - 62ILMU KOMUNIKASI Ketidakpastian ekonomi dan politik yang mengiringi proses reformasitidak membuat sinetron komedi kehilangan pamornya. Beratnya beban hidupyang mesti ditanggung telah menjadikan banyak orang menghabiskan waktunyadi depan pesawat televisi sebagai cara melepaskan kepenatan hidup sertakejenuhan dibombardir oleh berita-berita politik atau kriminalitas. Di sinilahsinetron komedi menemukan tempatnya yang dengan cerdik meramu hiburanringan dengan potret dunia sehari-hari kaum jelata. Salah satu sinetron komediyang popular dan menempati jam tayang utama itu adalah Bajaj Bajuri yangdisiarkan oleh stasiun televisi TransTV sejak 2002 hingga sekarang. Kisahdalam Bajaj Bajuri berkisar pada kehidupan sehari-hari keluarga Bajuri, yangterdiri dari Bajuri, Oneng, Emak (mertua Bajuri), serta tetangga dekatnya yangtinggal di wilayah pemukiman padat kelas bawah di Jakarta. Popularitas sinetron komedi Bajaj Bajuri bahkan telah menggerakkanmajalah berita prestisius Tempo memilih trio penulis skenario Bajaj Bajuri,Hardi, Aris Nugraha, dan Chairul Rijal, sebagai “Tokoh 2004 Pilihan Tempo”(Tempo Edisi Khusus, 27 Desember 2004). Forum Film Bandung (FFB), yangdiprakarsai para pengamat, akademisi dan pecinta film di Bandung, mengganjarBajaj Bajuri sebagai “Sinetron Komedi Terpuji 2004.” Di samping itu,pemeran pembantu dalam Bajaj Bajuri artis senior Nani Wijaya meraihpenghargaan “Artis Pendukung Sinetron Terpuji.” (Kompas, 17 Apil 2005).Tak kurang sutradara film Indonesia terkemuka Garin Nugroho menyebutsinetron komedi Bajaj Bajuri sebagai “sastra rakyat hari ini” (Tempo, 24 April2005). Yakni, sastra yang tak semata terungkap dalam tradisi lisan, melainkandalam tradisi bertutur yang dilantunkan secara audiovisual di ruang-ruangkeluarga. Tulisan ringkas ini pada dasarnya merupakan bagian dari studi sayatentang problem marginalitas yang dimediasi oleh media audiovisual.4 Selamaini problem marginaltas (dalam bentuknya yang popular isu “kemiskinan”)lebih banyak didekati lewat perspektif sosiologis dan antropologis. Dalamperspektif sosiologis, juga politis, marginalitas lebih banyak dilihat sebagai  4 Studi pertama saya tentang problem marginalitas merupakan projek penulisan tesis S-2(Masters) dalam bidang kajian media (media studies) di Curtin University of Technologybertajuk “Negotiating Localised Identity in Betawi Television Serials” (2004). Dalam studitersebut saya mengeksplorasi bagaimana sinetron Betawi, terutama yang diproduksi komedianBetawi Mandra Naih, yang secara cerdik mengapropriasi ikon-ikon budaya popular global untukmengungkapkan marginalitas etnis Betawi. Saat ini saya juga tengah melakukan studi tentangmarginalitas anak-anak jalanan di Yogyakarta melalui analisa tekstual terhadap film dokumenteryang mereka produksi sendiri. Dalam studi ini saya hendak melihat bagaimana anak-anak jalananmenegosiasikan identias mereka serta mengkaji dinamika ruang pinggiran (marginalised space)di perkotaan.50

Irawanto, Menertawakan Kejelatan Kita: Transgresi Batas-Batas Marginalitas dalam ....akibat dari ketimpangan struktural yang lahir dari kebijakan pembangunan yanglebih menomorsatukan pertumbuhan ketimbang pemerataan. Sementara itu,dalam perspektif antroplogis yang menjadi perhatian utamanya lebih padatumbuhnya “kultur”, atau persisnya “subkultur,” dari kondisi marginalitasketimbang mencari sebab-musabab mengapa marginalitas itu lahir. Dalamstudi ini saya hendak mengeksplorasi representasi kaum pinggiran danbagaimana sinetron komedi menciptakan batas-batas marginalitas. Data dalamstudi ini dihimpun dari rekaman program Bajaj Bajuri, skenario (TV script),surat elektronis penonton di website TransTV dan berbagai pemberitaan mediamassa tentang Bajaj Bajuri. Karena itu, studi ini bersandar sepenuhnya padaanalisa tekstual. Argumen yang hendak dibangun oleh tulisan ini adalah Bajaj Bajuritidak hanya memperkuat batas-batas marginalitas, tapi pada saat yang samamentransgresi batas-batas itu dengan memparodikan dan membalik wacanayang popular tentang kaum pinggiran. Untuk mengelaborasi argumen di atas,tulisan ini akan dipilah ke dalam beberapa bagian. Bagian pertamamendeskripsikan pertumbuhan industri sinetron di Indonesia yang menjadikonteks lahirnya sinetron komedi. Bagian kedua menukik ke dalam imaji danimajinasi yang lazimnya dibangun oleh sinetron Indonesia. Bagian ketigasecara khusus mendikusikan marginalitas dikonstruksikan dan representasikaum pinggiran dalam sinetron komedi Bajaj Bajuri. Bagian keempatmendiskusikan proses transgresi batas-batas marginalitas melalui parody dalamBajaj Bajuri.SNAPSHOT PERTUMBUHAN SINETRON INDONESIA Jauh sebelum sinetron menjadi primadona acara di televisi swasta saatini, cikal bakal sinetron lahir dari Televisi Republik Indonesia (TVRI) sejaksiaran rutin pertamanya pada 24 Agustus 1962. Istilah “sinetron” (akronim dari“sinema” dan “elektronik”) konon berasal dari penulis Arswendo Atmowilotodan pengajar film Institut Kesenian Jakarta (IKJ) Soemardjono untuk menyebutfilm yang diproduksi secara elekronis di atas pita magnetik. Kini sinetrondigunakan secara generik untuk menyebut program film televisi yang terdiridari beragam genre (drama, legenda, misteri, remaja dan sebagainya) danberagam format (seri, serial, sinetron lepas, telesinema). Menurut dokumentasi TVRI, sinetron pertama (saat itu masih disebutdengan TV play) yang diproduksi pada 31 Desember 1962 berjudul SebuahJendela ditulis oleh Alex Leo Zulkarnain (Radio Televisi dan Film dalam Era50 Tahun Indonesia Merdeka, 1995, hal.320). Gerhana merupakan sinetron 51

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1, JUNI 2006: 49 - 62ILMU KOMUNIKASIyang pertama kali syuting di luar studio, disertai dengan kilas balik film,diproduksi pada 7 April 1963. Tidak ada catatan mengenai cerita keduasinetron itu. Akan tetapi, jika kita simak tujuan TVRI, menurut pasal 4Keputusan Presiden No.215 tahun 1963, adalah “menjadikan alat hubunganmasyarakat (mass-communication media) dalam melaksanakan pembangunanmental/spiritual dan fisik bangsa dan negara Indonesia serta pembentukanmanusia sosialis Indonesia pada khususnya”, maka sulit membayangkansinetron-sinetron itu tak membawa “pesan pemerintah”apalagi mereka lahir darirahim televisi pemerintah. Dalam masa Orde Baru sinetron produksi TVRI senantiasa membawa“pesan pembangunan” atau mengangkat apa yang dikonstruksikan sebagai“kebudayaan nasional.” Sebagaimana disampaikan oleh Menteri PeneranganBudiarjo pada ulang tahun TVRI ke-10, “TVRI bekerja dengan landasanfalsafah setiap informasi yang berasal dari pemerintah harus merangsangpotensi yang dimiliki masyarakat untuk berpartisipasi dalam setiap programnasional serta kegiatan lain yang memotivasi masyarakat melalui pendidikandan persuasi” (Direktorat Televisi, 1972, hal.17). Sinetron Keluarga Rahmatdan Rumah Masa Depan, misalnya, ikut menyebarluaskan pesan programKeluarga Berencana (KB) dan transmigrasi. Industri sinetron mengalami pertumbuhan yang pesat awal tahun 1990-an sebagai respon atas maraknya stasiun televisi swasta serta mati surinyaindustri perfilman di Indonesia. Pada pertengahan 1992 hanya ada 12 filmyang mampu diproduksi dibandingkan 118 film pada tahun sebelumnya. Untukmemenuhi kebutuhan pasokan program lokal pada stasiun televisi swasta,hampir sebagian besar perusahaan film mengubah dirinya menjadi rumahproduksi (production house). PT.Parkit Film, misalnya, yang dimiliki RaamPunjabi kini berubah menjadi PT. Tripar Multivision Plus dan menjadi salahsatu rumah produksi yang paling mendominasi. Perubahan perusahaan filmmenjadi rumah produksi, tak pelak, dikuti ramai-ramai pindahnya para pekerjafilm ke rumah produksi. “Realistis saja, perfilman Indonesia sedang suram.Sinetron merupakan alternatif yang terbaik, “ kata Ratno Timur, ketuaPersatuan Artis Fim Indonesia (PARFI) (Tempo, 20 Juni 1992). Dalam nadayang sama, penulis skenario terkemuka Asrul Sani mengatakan, “ Pesaing filmIndonesia sekarang bukan hanya film impor, tapi juga sinetron. Sinetron telahmenjadi primadona hiburan di rumah-rumah” (Tempo, 20 Juni 1992). Sinetron lantas menjadi episentrum persaingan program bukan hanyaantar stasiun televisi swasta, tapi juga antara TVRI dan stasiun televisi swasta.Pada 1992, misalnya, TVRI menargetkan bakal menayangkan tak kurang 322sinetron, padahal anggaran TVRI hanya 3,2 miliar per tahun. Ini karena bagi52

Irawanto, Menertawakan Kejelatan Kita: Transgresi Batas-Batas Marginalitas dalam ....pengelola TVRI, sinetron merupakan kekuatan dan keahlian TVRI(mengingat TVRI-lah yang pertama kali melahirkan sinetron) dalammenghadapi gempuran program asing ber-rating tinggi yang ditayangkan olehsejumlah stasiun televisi swasta (Kitley, 2000:104). Untuk memberi tempatyang luas bagi penayangan sinetron, TVRI secara rutin membesut programyang bertajuk “Sepekan Sinetron” dengan variasi tematik, seperti “SepekanSinetron Remaja, “ “Sepekan Sinetron Anak-Anak” dan sebagainya.Sementara itu, salah satu stasiun televisi swasta, Televisi Pendidikan Indonesia(TPI), menurut manajer program Sam Haesy, menayangkan tujuh sinetronsetiap minggunya atau 468 sinetron setahunnya (Tempo, 20 Juni 1992). Jika ditilik dari sisi rating dan muatannya, sesungguhnya industrisinetron di Indonesia amat rentan terhadap krisis ekonomi dan perubahanpolitik. Misalnya, terjadi penurunan produksi yang cukup tajam (40 persen)pada akhir 1998 akibat krisis moneter yang bergulir sejak 1997 yang diikutioleh merosotnya belanja iklan. Atas dasar alasan ekonomis, stasiun televisiswasta lebih memilih menyiarkan program yang murah seperti variety shows,talk shows atau menyiarkan ulang (rerun) program lama ketimbang membeliprogram sinetron yang saat itu harganya Rp 93-125 juta per episodenya.Sementara itu waktu siaran yang meningkat dari 2.781 jam pada 1996 menjadi3.719 jam pada 1998, turun menjadi 2.939 jam (61 jam per minggu) pada1998. Begitu pula yang terjadi ada PT. Mulivision Plus mengalami penurunanproduksi dari 15 judul per tahun pada 1996, 22 judul per tahun pada 1997,menjadi hanya 12 judul per tahun pada 1998. Kedatipun pemulihan ekonomi makro akibat krisis moneter berjalanlambat, perkembangan industri hiburan (sinetron) agaknya justru sebaliknya.Sebagaimana diungkapkan oleh manajer poduksi Genta Buana Pitaloka, SinduDarma, “Pada masa krisis ini pun orang [ternyata] tetap butuh hiburan. Makasampai saat ini pun kami tetap berproduksi, karena memang ada permintaan.Dan, itu berlangsung sampai sekarang.” (Kompas, 4 Agustus 2002). Dalamseminggu pada 2002 tak kurang 70 jam siaran diisi oleh tayangan sinetronpada jam tayang utama (pukul 19.00-21.00). Menurut survai AC Nielsen padapertengahan Februari 2002, 10 program televisi yang memiliki rating di atas12 didominasi oleh sinetron (Kontan, 11 Maret 2002). Dari seluruh tayangansinetron itu rumah produksi PT. Multivision Plus mengisi 16 jam siaran atausekitar 15 judul dalam seminggu yang ditayangkan oleh empat stasiun televisiswasta setiap hari, kecuali hari Sabtu. Sementara rumah produksi lain, PTPrima Entertainment, mengisi 14 jam siaran dalam seminggu (Kompas, 4Agustus, 2002). 53

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1, JUNI 2006: 49 - 62ILMU KOMUNIKASIMIMPI DAN IMAJI DALAM SINETRON INDONESIA Sejak sebermula televisi di Indonesia sejatinya memang medium yangmenyebarkan “mimpi.” Inilah yang juga dilakukan oleh TVRI pada era 1970-anketika Indonesia mabuk oleh program pembangunan. Menurut, antropologPatrick Guiness (1994), “Imaji (image) tentang Indonesia modern yangdipromosikan lewat televisi dan media penyiaran pemerintah serta diperkuatoleh para pejabat pemerintah adalah gaya hidup kelas menengah kota danterdidik.’ (Guiness, 1994:285). Mimpi yang lain adalah televisi mampumenihilkan (atau “mengintegrasikan”) perbedaan masyarakat Indonesiasebagaimana misi penting peluncuran satelit Palapa dan secara jelas terukirdalam semboyan TVRI “menjalin persatuan dan kesatuan.” Bagaimanapun, peran televisi atau media penyiaran dalam membentukrasa kebangsaan sesungguhnya bukanlah gejala khas Indonesia (lihat, misalnyaServaes, 1998; Morley, 2000). Ini agaknya sekadar menggarisbawahi diktumklasik Benedict Anderson (1991) : bangsa adalah “komunitas yangterbayang” (imagined community) yang antara lain dibentuk lewat mediamassa. Televisi barangkali yang memvisualkan apa yang “terbayang” itu.Tidak aneh, jika pada masa kejayaan rejim Orde Baru, pemerintahmenyediakan sejumlah pesawat televisi di desa-desa Timor Timur (kiniRepublik Timor Leste) agar masyarakat bisa menangkap siaran televisi nasionaldan cepat “terintegrasi” ke dalam bangsa Indonesia (Guiness, 1994:284).Dengan kata lain, televisi pada era Orde Baru, terutama televisi pemerintah(TVRI), terlibat dalam menciptakan dan membentuk “mimpi” sebagai keluargabesar bangsa. Studi kasus yang dilakukan oleh Philip Kitley (2000) terhadapsinetron Keluarga Rahmat mengindikasikan betapa mimpi tentang komunitasIndonesia yang ideal dikonstruksi. Menurut sutradaranya Fritz G. Schadt,Keluarga Rahmat hendak menunjukkan “warna khas” Indonesia yang berbedadengan kebanyakan serial televisi Amerika yang menekankan nilaiindividualisme (Kitley, 2000:147). Dalam sinetron komunitas idealdiimajinasikan ke dalam empat wacana utama : pentingnya nilai kekeluargaan,kerukunan, hidup sederhana dan wawasan nusantara. Ketika posisi TVRI kian menyurut, televisi swasta berlomba-lombamenciptakan “mimpi” tentang penonton sebagai konsumen yang berdaulat(Kitley, 2000). Dilihat dari sisi citra yang disebarluaskan oleh televisi swasta,terutama program sinetron, sesungguhnya tidak terlampau berbeda. Maka,benarlah apa yang dinyatakan oleh David T. Hill dan Krishna Sen (2000)bahwa kemunculan televisi swasta bukan pertanda terjadinya “pergeseranparadigma” dalam sistem komunikasi di Indonesia. Ini karena tidak hanyapemilik stasiun televisi swasta itu berasal dari lingkungan dekat Soeharto, tapi54

Irawanto, Menertawakan Kejelatan Kita: Transgresi Batas-Batas Marginalitas dalam ....juga dasar pendirian stasiun televisi itu “dimotivasi oleh kepentingan kekuasaandalam meregulasi masuknya layanan dan program televisi asing yang kianpopular pada pertengahan 1980-an” (Kitley, 2000:331). Ketika jumlah stasiun televisi swasta (komersial) di Indonesia terusbertambah, memang imaji yang dibangun tetap saja kehidupan kelasmenengah, urban dan modern yang tinggal di Jakarta atau kota besar diIndonesia. Imaji ini sesungguhnya tak jauh berbeda dengan umumnya filmIndonesia. Ini tentu saja bukan hal yang kebetulan mengingat bahwa paraproduser sinetron, juga para pekerja kreatifnya, sebelumnya bergelut di duniaperfilman Indonesia. Karena itu, gerutuan bahwa sinetron “hanya menjualmimpi” hanyalah pengulangan gerutuan yang pernah dialamatkan pada filmIndonesia. Meski demikian, tak semua sinetron Indonesia menciptakan imajigemerlap kelas menengah perkotaan. Kehidupan etnis Betawi yang sederhanaberhadapan dengan modernitas Jakarta juga menjadi imaji yang ditawarkanoleh sinetron Indonesia bahkan sukses secara komersial. Bersinarnya sinetronBetawi tidak bisa dilepaskan dari kian popularnya program lokal dibandingkandengan program impor. Berdasarkan analisisnya terhadap sumber program dariTop 100 Program antara 1995-1997, Tuen-Yu Lan (1999) menyatakan, “Trendpenting dalam televisi Indonesia adalah kian meningkatnya popularitas programlokal dan merosotnya popularitas program asing.” Misalnya, ketika pada awalpendiriannya stasiun televisi RCTI sangat bergantung pada pasokan programterutama dari Amerika meski pemerintah menetapkan 70 persen program lokaldan 30 persen program asing (impor). Situasi ini pada tahun 2001 telahmengalamai pembalikan di mana program lokal menguasai 63,06 persensisanya 36,94 persen terbagi ke dalam Barat (20,19 %), Cina (3,9 %), India(4,70%), Jepang (3,56%), Amerika Latin (3,08%), Arab (0,68%) Asia lainnya(0,79%). Sukses komersial Si Doel Anak Sekolahan yang disutradarai Rano Karnosesungguhnya membuka kemungkinan bagi program lokal (sinetron)mengokupasi jam-jam utama televisi. Sukses Si Doel telah menjungkirbalikkananggapan bahwa kisah tentang kehidupan mewah kelas menengah Jakartamenjadi resep sinetron yang berhasil. Bahkan dalam Festival Sineron Indonesia(FSI) 1998 – acara tahunan yang menggantikan Festival Film Indonesia yangmati suri sejak 1993 – tiga drama Betawi (Mat Angin, Fatima, Angkot HajiImron II) dinominasikan dalam pelbagai kategori. Sinetron Betawi terus melejit sebagai program televisi yang suksesterutama sejak Mandragade dan Tarzan Betawi yang masuk dalam Top 10program sinetron 2001. Sementara itu, Top 10 program per 11-17 Mei 2003 55

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1, JUNI 2006: 49 - 62ILMU KOMUNIKASIdari AC Nielsen menempatkan posisi tiga sinetron Betawi (Kecil-Kecil JadiManten, Jadi Pocong 2 dan Julia Anak Gedongan) dibandingkan denganprogram televisi lainnya. Bahkan, sepanjang tahun 2003, media cetakmengisyaratkan popularitas sinetron Betawi atau yang mengangkat duniamasyarakat bawah sebagaimana tampak dari beragam judul, seperti “WarnaKultur Lokal Dominasi Sinetron 2003” (Media Indonesia, 19 Januari 2003),“Betawi Kagak Ada Matinye” (Tempo, 26 Januari 2003), “Sinetron BertemaOrang Pinggiran: Kalangan Bawah Menggusur Sinetron Mewah,” Citra, 20Mei 2003), “Jualan Kultur Betawi Televisi Panen Iklan” (Media Indonesia, 1Juni 203). Sebagian besar sinetron Betawi yang diacu oleh judul-judul itumempunyai bentuk dan gaya yang relatif serupa. Oleh karena itu, dalamkonteks popularitas sinetron yang mengusung tema Betawi dan orang-orangpinggiran berikut gaya hidupnya ini, sinetron komedi Bajaj Bajuri mustiditempatkan.MENCIPTAKAN BATAS MARGINALITAS DALAM BAJAJBAJURI Sejak ditayangkan pertama kali pada 2002, episode Bajaj Bajuri terusdiperpanjang hingga sekarang. Pada 2005 sinetron komedi ini bahkanditayangkan 6 hari berturut-turut selama satu minggu. Bahkan, kini BajajBajuri muncul dalam dua versi yang berbeda yakni Bajaj Bajuri Baru dan BajajBajuri Edisi Salon Oneng. Meski beberapa episode yang ditayangkan hanyalahrerun (penayangan-ulang) program sebelumnya, popularitas Bajaj Bajuriagaknya belum sepenuhnya surut di mata penonton. Menurut sineas GarinNugroho, sukses Bajaj Bajuri tidak dapat dilepaskan dari ”kemampuannyamenempatkan nilai kelokalan dalam memburu rating” (Tempo, 24 April 2005).Nilai kelokalan dalam Bajaj Bajuri itu tampak dalam berbagai aspek, sepertiwajah, setting tempat, situasi yang muncul, nama hingga bahasa. Meski warnalokal sangat kental dalam Bajaj Bajuri, semua itu tetap dibahasakan dalamgrammar televisi global. Yang membedakan Bajaj Bajuri dengan sinetronkomedi Betawi lainnya, adalah sepenuhnya bertumpu pada naskah ketimbangimprovisasi para pemainnya. Kisah dalam Bajaj Bajuri berkutat di sekitar Bajuri (sebagai penarikbajaj), istrinya Oneng (yang memiliki usahan salon kampung) dan Emak (ibuOneng). Masing-masing tokoh utama ini memiliki karakter yang beragam,khas dan unik. Bajuri yang tinggal di rumah mertua selalu sial dan sangat takutpada Emak (mertuanya), Oneng yang sedikit bego-bego pintar namun tulus, danEmak yang mata duitan, sok tahu serta cenderung seenaknya. Karakter utama56

Irawanto, Menertawakan Kejelatan Kita: Transgresi Batas-Batas Marginalitas dalam ....ini masih ditambah lagi dengan para tetangga Bajuri yang memiliki karakterberwarna seperti Ucup (penarik ojek yang memimpikan punya pacar yangcantik), Said (keturunan Arab yang pandai berbisnis), Mpok Hindun (istri supirtruk yang genit), Pak Yanto (supir truk yang mata keranjang), Mpok Minah(janda beranak satu yang selalu takut salah dan menyakiti hati orang lain) ,Mpok Leha (pemilik warung yang punya banyak piutang pada pelanggannya),Mila (mahasiswi pondokan yang hobi bersolek dan bergosip), Sahili (anakMpok Minah yang tengah tumbuh menjadi ”anak baru gede”), Pak RT (yangkorup dan sering memanipulasi warganya) dan belakangan muncul karakter ibuBajuri Nyak Ipah (yang senang ikut campur urusan rumah tangga anaknya). Daya tarik dan kekuatan cerita dalam Bajaj Bajuri, harus diakui, adadalam kemampuannya melahirkan karakter yang unik tersebut. Ini juga diakuisendiri oleh penggagas dan penulis skenario Bajaj Bajuri Aris Nugroho, “ Sayamemang memerinci setiap karakter secara detail. Setiap karakter saya uraikanhingga lima halaman supaya setiap pemeran tahu betul siapa si Oneng dan siapasi Ucup tanpa kesulitan berarti. Setiap tokoh sudah baku sehinga siapa punsutradaranya tidak akan mengubah sedikit pun karakter tokoh-tokoh BajajBajuri “ (Suara Merdeka, 8 Desember 2004). Dalam kenyataannya, sutradaraBajaj Bajuri kadangkala berbeda dari satu episode ke episode, namun penontontetap berhadapan dengan karakter yang sama dan tak berubah. Inilah yangmembedakan Bajaj Bajuri dengan sinetron komedi Betawi lainnya: kisah ankelucuannya sepenuhnya bertumpu pada naskah ketimbang improvisasi parapemainnya. Sebagaimana dikatakan Aris Nugraha, “ Jadi pemain harus patuhpada scenario dan dilarang berimprovisasi. Inilah yang saya sebut 90 %pekerjaan selesai di atas meja. Sebab sebuah cerita seharusnya dibangun darinaskah, bukan imajinasi yang liar. Di sini, yang saya butuhkan adalah aktor”(Suara Merdeka, 8 Desember 2004). Tipologi karakter, atau bisa juga disebutkarakter yang stereotipikal, memang formula program televisi yang mengambilformat seri atau serial. Di sinilah acapkali tercipta relasi yang bersifatemosional antara penonton dengan karakter-karakter dalam seri atau serial ditelevisi. Penanda dari marginalitas dalam Bajaj Bajuri tampak dari setting dimana seluruh cerita itu berlangsung. Rumah yang didiami tokoh-tokoh dalamBajaj Bajuri tampak saling berimpit dindingnya satu dengan yang lain. Salonkampung sebagai usaha (bisnis) Oneng, misalnya, berada di ruang tamu yangdipakai sebagai ruang tunggu pelanggan sekaligus untuk menerima tamu.Kesempitan ruang yang didiami keluarga Bajuri, yang merupakanrepresentasi kalangan pinggiran itu, tercermin dalam setting adegan yangterbatas: ruang tamu dan kamar tidur. Penanda ruang marginalitas lainnyaadalah warung makan dan pangkalan ojek. Warung makan merupakan usaha 57

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1, JUNI 2006: 49 - 62ILMU KOMUNIKASIsektor informal yang menunjukkan keuletan kalangan bawah mensiasatisempitnya bidang usaha. Warung makan juga menjadi tempat bertemunya(meeting point) kalangan masyarakat bawah memperbincangkan Sementaraitu, pangkalan ojek kini menjadi tempat pertemuan warga kampung disamping pos ronda. Pekerjaan menarik ojek sendiri adalah bidang usaha yangdipilih oleh kebanyakan orang Betawi yang menjadi korban penggusuran danterus tersisih oleh warga pendatang. Dalam Bajaj Bajuri amat gampang kita menemukan ragam pekerjaanyang digeluti oleh kaum pinggiran. Ragam pekerjaan itu antara lain : sopirbajaj (Bajuri), penarik ojek (Ucup), sopir truk (Pak Yanto), tukang sayur(Bejo), pembantu rumah tangga (Parti) dan seterusnya. Penghasilan dari sektorinformal semacam itu tentu saja tak mencukupi kebutuhan sehingga utangmenjadi pilihan untuk bertahan hidup. Tokoh Emak (mertua Bajuri) adalahseorang pengutang yang piawai sampai akhirnya dijauhi oleh tukang sayur.Mpok Leha yang membuka usaha warung makan harus merelakan diutangoelh para pelanggannya. Tak jarang karena kekurangan uang mereka terjebakoleh lintah darat. Dalam salah satu episode yang berjudul “Bajuri FriedChicken” dikisahkan ketika Bajuri dililit utang lintah darat yang keturunanArab, ia mencoba ikut lomba makan bakmi di restoran Mie Betawi Sedapmeski ia kalah. Kendatipun kadangkala pecah konflik-konflik kecil di antara keluargaBajuri dan tetangga, solidaritas di antara mereka tak pernah pupus. Dalambeberapa episode acara peringatan kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustussering menjadi saat menunjukkan solidaritas warga yang menyelenggarakansecara gotong-royong. Menariknya, muncul sindiran terhadap ulah Pak RTyang mengkorup dana yang dihimpun dari masyarakat. Begitu pula dalamsalah satu episode, Pak RT menipu masyarakat yang menarik iuran warga untukkepentingan pribadi. Ini jelas hal yang biasa kita temui dalam keseharian kitadi mana korupsi telah merambah sampai di tingkat bawah. Solidaritas yangtulus kalangan bawah dengan gampang dikhianati oleh birokrat yang korup.MELAMPAUI MARGINALITAS Tak bisa dimungkiri salah satu kunci sukses Bajaj Bajuri adalah pilihankehidupan kaum pinggiran (jelata) sebagai sumber kelucuan yang dibangun.Sebagaimana dinyatakan oleh Aris Nugraha, “Mungkin Bajuri diterima karenakita semua dapat menertawakan kejelataan di sekitar kita sendiri” (Tempo, 2Januari 2005). Dalam nada yang serupa Garin Nugroho menyatakan suksesBajaj Bajuri “karena peristiwa yang lahir adalah kejeliaan menangkap58

Irawanto, Menertawakan Kejelatan Kita: Transgresi Batas-Batas Marginalitas dalam ....kehidupan sehari-hari yang mampu menjadi olok-olok bagi pemirsa televisi itusendiri” (Tempo, 24 April 2005). Dunia sehari-hari kaum pinggiran yangtinggal di Jakarta agaknya tidak bisa dilepaskan dari latar belakang penuliscerita Bajaj Bajuri yang tinggal di pnngiran Jakarta. Aris Nugraha, misalnya,tinggal di perkampungan pada di Halim, Jakarta Timur. Sementara itu, ChairulRijal, asal Beawi asli, berdiam di kawasan Buncit, Jakarta Selatan. “Olok-olok” atau “kemampuan menertawakan” adalah sebetuk caramelampaui batas-batas identitas yang acapkali keras membatu. Inilah yangdisebut dengan istilah “transgresi” yakni tindakan melampau batas-batas jugaotoritas yang telah ditetapkan sebelumnya serta oposisi terhadap batas yangtelah dikonstruksikan. Karena itulah, untuk mengenali nilai-nilai simbolik yangberlaku dalam masyarakat, “transgresi” bisa dijadikan petunjuk yang berharga(Braendlin & Braendlin, 1996, hal. 1) Dalam Bajaj Bajuri proses transgresiterjadi tepat di jantung narasi yang menjadikan dunia kaum bawah sebagaibahan olok-olok. Dengan menjadikan hal-hal yang tengah berlangsung dalammasyarakat sebagai bahan olok-olok sebagaimana tercermin dalam judulbeberapa episode, seperti: “Demam PS (Play Station)” dan “Bajuri FriedChicken.” Dalam episode tersebut, usaha “fried chicken” yang dilakukanBajuri secara kakilima menuai penggusuran dan bukan lagi menu yang biasadisantap kelas menengah perkotaan. Tempat bermain playstation juga menjadipara orang tua (dewasa) menghabiskan wktu dan berbohong dengan istrinya. Hampir semua hal yang selama ini dianggap wajar dan biasa menjadisumber olok-olok. Dalam salah satu episode perkawinan antara Ucup (Yusupbin Sanusi) dan Parti menjadi taruhan antara Said dan Tatang. Perkawinan taklagi menjadi sesuatu yang sakral tapi dipenuhi oleh banyak tipu muslihat.Begitu pula, muslihat Parti yang mengaku “telah hamil” agar bisa dikawinkandengan Ucup. Imaji tentang batas marginalitas dalam Bajaj Bajuri kian sulitdipertahankan ketika salah satu pemainnya Mat Solar (pemeran Bajuri) ikutdalam kampanye yang mendukung kenaikan bahan bakar minyak (BBM),sementara pemain lainnya Rieke Diah Pitaloa (pemeran Oneng) melakukankampanye anti-kenaikan BBM. Dalam salah sebuah mailing list keikutsertaanBajuri dalam kampanye mendukung kenaikan BBM disebut sebagai“pembodohan ala Bajuri” karena memanfaatkan popularitas sinetron itu danwatak populisnya untuk mengelabui masyarakat bawah. 59

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1, JUNI 2006: 49 - 62ILMU KOMUNIKASIPENUTUP Di tengah arus besar sinetron Indonesia yang mengusung imaji tenangkelas menengah perkotaan yang serba gemerlap, menyeruak sinetron yangmemotret ehidupan kaum pinggiran dan gaya hidupnya. Ini membalik anggapanselama ini bahwa sinetron entang kaum pinggiran akan menarik penonton danmemperoleh rating yang bagus. Kehadiran Si Doel Anak Sekolahan merupakanpembuka jalan bagi sinetron kaum pinggiran hingga kemunculan sinetronkomedi Bajaj Bajuri yang ditayangkan sejak 2002 hingga sekarang. Berbeda dengan umumnya film Indonesia atau sinetron arus utama,marginalitas (kejelataan) dalam Bajaj Bajuri tidaklah menjadi sumberdramatisasi untuk menguras air mata penonton atau membangkitkan rasa iba.Kejelataan dalam Bajaj Bajuri adalah siasat melakukan parodi terhadapmarginalitas dan sekaligus melakukan sindiran terhadap wacana yangdominan. Dalam Bajaj Bajuri kita menemukan Pak RT yang korup, suami (PakYanto) yang selalu berselingkuh dengan dalih pergi bekerja, sosok ibu (Emak)yang materilistis dan culas. Hampir tidak ada karakter dengan sisi yangsempurna dan ideal. Di samping itu, hal-hal yang tengah berlangsung dalammasyarakat seperti play station, fried chicken, pertandingan sepak boladijadikan bahan olok-olok sekaligus menyindir perilaku masyarakat secaraumum.  DAFTAR PUSTAKAAnderson, Benedict . (1983). Imagined Communities: Reflections on the Origin and Spread of Nationalism. London: Verso.Braendlin, Bonnie & Braendlin, Hans . (1996). Authority ad Transgression in Literature and Film. Gaenesville: Universiy Press of Florida.Guiness, Patrick. (1994). “Local Culture.” Dalam Hall Hill (Ed.). Indonesia’s New Order. Singapore: ISEAS.Kitley, Philip. (2000). Television, Nation and Culture in Indonesia. Southeast Asia Series No.104. Athens: Ohio Center for International Studies.60

Irawanto, Menertawakan Kejelatan Kita: Transgresi Batas-Batas Marginalitas dalam ....Lau, Tuen-Yuan. 1999. “Deregulation and Commercialisation of the Broadcast Media: Their Implicates for Public Service Broadcasters – the case of Indonesia.” In AMIC Compilation. Public service broadcasting in Asia: Surviving in the new information age. Singapore: AMIC. Hal. 72-86.Morley, David. (2000). Home Territories: Media, Mobility and Identity. London: Routledge.Sen, Krishna & Hill, David T. (2000). Media, Culture and Politics in Indonesia. South Melbourne: Oxford University Press.Servaes, Jan. (1998). “Media and Cultural Identity.” Dalam Anura Goonasekara & P.S.N. Lee (Eds.). TV Without Borders; Asia Speaks Out. Singapore: AMIC.Surat Kabar, MajalahKompas, 4 Agustus 2002Kompas, 17 Apil 2005Kontan, 11 Maret 2002Tempo, 20 Juni 1992Tempo, 24 April 2005Tempo Edisi Khusus, 27 Desember 2004 61

JurnalILMU KOMUNIKASI 62

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Program Kampanye Sosial Ike Devi Sulistyaningtyas Abstract:Corporate social responsibility as a paradigm establish and became an importantc roles of business entities. Corporate social responsibility activities is placed and mixing between organization’s goal and social conditions. Attitude of social responsibility have purposes to build the organization’s reputation. Some ways is used to reach attitude of social responsibility, one of them was doing from the social campaigns. Campaign programs agenda is used to empower public as well as organizational member itself. Key Words: Corporate social responsibility, organizational reputation, social campaign, public Topik mengenai corporate social responsibility (CSR) sedang banyakdibicarakan sebagai bagian dalam perjalanan kehidupan sebuah organisasi.Tulisan ini akan diawali dengan memaparkan berbagai macam faktor yangmenjadi penyebab mengapa tanggung jawab sosial menjadi begitu pentingdalam lingkup organisasi, diantaranya adalah: (1) Adanya arus globalisasi, yangmemberikan gambaran tentang hilangnya garis pembatas diantara berbagaiwilayah di dunia sehingga menhadirkan universalitas. Dengan demikianmenjadi sangat mungkin perusahaan multinasional dapat berkembang dimanasaja sebagai mata rantai globalisasi.; (2) Konsumen dan investor sebagai publikprimer organisasi profit membutuhkan gambaran mengenai tanggung jawaborganisasi terhadap isu sosial dan lingkungannya; (3) Sebagai bagian dalametika berorganisasi, maka dibutuhkan tanggung jawab organisasi untuk dapatmengelola organisasi dengan baik (lebih layak dikenal dengan good corporategovernance); (4) Masyarakat pada beberapa negara menganggap bahwaorganisasi sudah memenuhi standard etika berorganisasi, ketika organisasitersebut peduli pada lingkungan dan masalah social; (5) Tanggung jawab sosial 63

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1, JUNI 2006: 63-76ILMU KOMUNIKASIsetidaknya dapat mereduksi krisis yang berpotensi terjadi pada organisasi; (6)Tanggung jawab sosial dianggap dapat meningkatkan reputasi organisasi Beberapa faktor tersebut, memunculkan kesadaran pentingnyamemikirkan persoalan sosial dan kemasyarakatan. Upaya ini bukan saja upayamenunjukkan kepedulian sebuah organiasasi pada persoalan sosial danlingkungan , namun juga dapat menjadi pendukung terwujudnya pembangunanyang berkesinambungan dengan menyeimbangan aspek ekonomi danpembangunan sosial yang didukung dengan perlindungan lingkungan hidupTANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN AGENDA GLOBALORGANISASI Wacana tentang keberadaan sebuah organisasi pada masa kini (dalamtulisan ini khususnya bagi organisasi profit) dirasakan menjadi kian kompleks.Kondisi ini pula yang memacu organisasi untuk bertindak dan berperilakuuntuk kepentingan yang lebih luas, dengan melihat segala sesuatunya sebagaisatu kesatuan yang holistik, sehingga setiap peristiwa yang dialami oleh sebuahorganisasi tidak hanya disebabkan oleh sekelumit atau sebahagian hal saja,namun tiap bagian tersebut akan saling berpengaruh dan mempengaruhi. Berangkat dari kompleksitas tersebut, maka pertaruhan nama baik sebuahorganisasi atau lebih dikenal dengan istilah reputasi, tidak hanya pada sisikekuatan finansial dan manajerial saja. Dalam perkembangannya, perhatiankhalayak sudah mulai menyentuh pada aspek sumbangan dan laporanorganisasi terhadap perilaku tanggung jawab sosialnya (corporate socialresponsibility). Dalam agenda global organisasi, aktivitas tanggung jawab sosial dapatdiartikan secara luas, yaitu sebagai tata kelola (good governance) yang baikdengan melaksanakan operasi organisasi yang jujur, transparan dan adil.Tanggung jawab sosial yang diberikan oleh organisasi tidak lagi berpijak padaparadigma tanggung jawab kepada investor saja, melainkan kepada publik yanglebih luas lagi. Sebagai sebuah konsep pengertian tanggung jawab sosial, dapatdimaknai sebagai komitmen organisasi untuk berperilaku etik dan memberikankontribusi bagi pembangunan ekonomi, kualitas hidup yang dihadapi dilingkungan pekerjaan, keluarga, sebagaimana yang ada pada komunitas danmasyarakat sosial yang lebih besar. Untuk memahami skema besarperkembangan perhatian organisasi terhadap perilaku tanggung jawab sosial,maka dapat dilihat pada bagan dibawah ini :64

Sulistyaningtyas, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Program Kampanye ... •    •   •     •    Gambar 1 : Bagan Piraminda Tanggungjawab Sosial Penjelasan dari bagan di atas adalah sebagai berikut: (1) Tanggungjawab sosial filantropy merupakan upaya sebuah organisasi untuk dapatmenjadi bagian warga organisasi yang baik (good corporate citizen), sehinggaorganisasi memiliki kontribusi untuk memperbaiki kualitas hidup dilingkungankomunitasnya. Ide filantropi tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwasegala permasalahan yang terjadi baik dari segi sosial, lingkungan dankemasyarakatan bukan hanya menjadi tanggung jawab negara. Ketika sebuahorganisme hidup dalam sebuah kehidupan, maka perlu juga untuk memikirkanpermasalahan disekelilingnya; (2) Tanggung jawab etik menunjukkan perilakuyang benar dan adil sesuai dengan norma yang harus diemban oleh sebuahorganisasi yang peduli terhadap lingkungannya. Etika menjadi pedoman yangnormatif terhadap sebuah kebebasan yang dimiliki oleh organiasme tertentu; (3)Tanggung jawab legal meniscayakan bahwa hukum merupakan kodifikasiterhadap baik atau buruknya aturan main sebuah organisasi. Dengan adanyapelegalan maka menjadi jelas imbalan (reward) ataupun ganjarannya(punishment); (4) Tanggung jawab ekonomi menempatkan sebuah organisasibisnis pada rel pencari keuntungan, untuk kemudian keuntungan itudiberdayakan bagi kepentingan masyarakat melalui berbagai bantuanpendanaan.DISAIN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIALRESPONSIBILITY Tidak ada satu ukuran yang sahih untuk menyatakan aktivitas tanggungjawab sosial yang benar. Sebab realitas yang terjadi adalah bahwa setiap 65

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1, JUNI 2006: 63-76ILMU KOMUNIKASIorganisasi memiliki karakteristik dan keunikan yang khas dimana didalamnyatentu tertuang aspek tanggung jawab sosial menurut pemahamannya sendiri. CSR dalam sebuah aktivitas menjadi sebuah rangkaian yang sistematikyang diturunkan dari visi dan misi organiasasi, sensitivitas budaya organiasasi,lingkungan dan perasionalisasi organiasasi. Dimana kesemuanya itu dalamkerangka menciptakan harmonisasi antara aspek manajerial dan publik yangterlibat dengan organisasi tersebut. Aspek yang mendasari terwujudnyaaktivitas CSR adalah inti dari organisasi yaitu pembuat kebijakan, strategi,proses manajemen dan aktivitas yang komprehensif. Kerangka dari implementasi CSR idealnya diejawantahkan dalamsebuah perencanaan yang strategis dan dipahami oleh berbagai pihak diorganisasi (familiar), kemudian dipetakan dalam berbagai program, padaakhirnya dilaksanakan dengan strategi komunikasi yang tepat agar sesuaidengan tujuan program CSR tersebut. Pada sisi yang lain, diharapkan agar tidakpernah melewatkan tahap monitoring dan evaluasi. Sebab pada tahap inilahorganisasi dapat melihat sejauh mana efektivitas program CSR. Disain yang ideal bagi terwujudnya program CSR pada organisasi profitadalah integrasi antara organisasi dengan pihak pengambil kebijakan padamasalah ekonomi, sosial dan lingkungan, sebab ketiga hal ini yang biasanyasaling terkait dalam sebuah wacana tata kelola organisasi. Sedangkan dalamorganisasi sendiri dari jajaran top manajemen hingga petugas ofisial di gardadepan menjadi satu kesatuan mata rantai yang tidak terpisahkan. Sebuahorganisasi dapat memaksimalkan keuntungan baik bagi organisasi itu sendiriataupun bagi publiknya, dengan berbagai kegiatan yang memungkinkan untukdilaksanankan. Investor, karyawan, pemerintah, komunitas dan berbagai publik lain yangmenjadi bagian penting organisasi membutuhkan keterbukaan dan transparansidari organisasi. Disamping itu perlu juga diperhatikan standarisasi tata kelolaorganiasi yang harus berasaskan pada etika dan norma yang berlaku tidakhanya dalam organiasasi tersebut, namun juga yang berlaku di lingkungan.Dalam kaitanya dengan kegiatan organisasi, maka berbagai aspek yang telahdisebutkan setidaknya dapat diimplementasikan dalam program CSR.Kepekaan terhadap program CSR ini harus dimiliki oleh pembuat kebijakandalam organisasi untuk menunjukkan kepedulian terhadap masalah sosialsehingga efek dari kegiatan tersebut menjadi performa organisasi dan membuatinteraksi organisasi dengan publiknya menjadi lebih luwes.66

Sulistyaningtyas, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Program Kampanye ...KAMPANYE SOSIAL: SEBUAH UPAYA PENGEJAWANTAHANAKTIVITAS CSR Pada saat organisasi menyadari bahwa dinamika organisasi akan terusmengalami perubahan dari masa kemasa dan generasi ke generasi, pada saatitulah pemahaman tentang keberlanjutan organisasi (life long corporation)menjadi sarat makna. Sebuah organisasi ketika disentuh dalam perspektifsosial, dapat mengkombinasikan pandangan tradisional dan manajemen sertateknologi paling modern sekalipun. Apapun pandangan yang disertakan dalamevolusi organisasi, kesemuanya mengarah pada tujuan yang sama yaitukeberhasilan organisasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa tanggung jawabsosial juga merupakan bagian dari dinamika perubahan lingkungan. Para pekerja yang berkecimpung untuk menangani tanggung jawab sosialpada sebuah organiasasi juga ditantang untuk selalu peka terhadap isu-isu sosialdan beradaptasi dengan lingkungan namun tanpa mengorbankan prinsiporganisasi. Implikasinya adalah bahwa pekerjaan organisasi tidak hanya padamenyeleksi inisiatif yang berhubungan dengan isu-isu sosial saja, namun jugamengembangkan dan mengimplementasikan rencana program danmengevaluasi pelaksanaannya. Berkaitan dengan isu sosial tersebut, jika kita mau sedikit berpaling padakondisi sosial yang mengitari kita saat ini, maka betapa tampak berbagai isu,seperti isu teroris yang mengemuka diseluruh dunia, belum lagi bencana alamterjadi disetiap negara dan wabah flu burung yang diindikasikan dapat menularantar manusia. Menjadi tidak mustahil ketika berada dibawah situasi yang terusmenerus berubah, tidak ada pilihan lain kecuali menciptakan strategi adaptifyang mampu membuat organisasi tetap relevan dan kompetitif. Bahkan bisajadi kondisi perubahan sosial dan pergeseran paradigma justru menjadipenggerak perubahan itu sendiri. Pada organisasi bisnis, pergeseran dari era ekonomi industri menuju erainformasi merubah orientasi persaingan pada percepatan dalam meluncurkaninovasi-inovasinya yang berpangkal dari peredaran informasi. Semakin cepatbergerak maka semakin banyak pula organisasi yang bergerak di sektor bisnismenangkap peluang masa depan. Agar berhasil, organisasi bisnis belajarmelalui kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan berbeda-beda.Namun dibalik itu semua, masyarakat yang berada pada masa kini terdiri dariberbagai pengaruh yang kuat, dan kelompok yang berbeda-beda ini dimotivasioleh kepentingan pribadi. 67

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1, JUNI 2006: 63-76ILMU KOMUNIKASI Sementara itu kelompok masyarakat di Indonesia merupakan kelompokmasyarakat yang pluralistik. Dalam masyarakat tersebut terdapat banyak pusatkekuasaan dengan tingkat kebebasan tertentu, dan organisasi memiliki suatutanggung jawab untuk mencapai hubungan kemasyarakatan yang dapatditerima. Dalam organisasi bisnis hubungan antara produsen dan konsumen lebihluas dari hanya sekedar hubungan bisnis. Hubungan bisnis berkembang danberubah menjadi hubungan kepercayaan. Kepercayaan adalah puncak yangingin dicapai dalam hubungan antara produsen dan konsumen. Dalam rangka merespon perubahan dan menciptakan hubungankepercayaan, maka upaya yang kini dilaksanakan oleh organisasi (khususnyaorganisasi bisnis) adalah merancang dan mengembangkan serangkaian programyang mengarah pada bentuk tanggung jawab sosial. Program ini menjadiparameter kepedulian organisasi dengan mengembangkan sayap sosial kepadapublik. Kepedulian dan pengembangan sayap ini bukan dalam kerangkamembagi-bagi “harta” sehingga dapat menyenangkan banyak pihak, tetapi lebihpada bagaimana memberdayakan masyarakat, agar bersama-sama denganorganisasi dapat peduli terhadap ranah sosial. Praktek tanggung jawab sosial organisasi yang terintegrasi denganmanajemen organisasi dan publiknya, tidak cukup hanya dengan melakukankegiatan filantropis, melainkan melangkah lebih maju dengan penyadaran danpengembangan publik untuk terus bersentuhan dan terlibat dalam isu-isu sosial.Praktek semacam ini bisa berlangsung baik dalam sebuah organisasi, melaluiaktivitas kampanye sosial. Kampanye itu sendiri diartikan sebagai keinginan seseorang atausekelompok orang untuk mempengaruhi kepercayaan dan tingkah laku oranglain dengan daya tarik yang komunikatif, dengan tujuan menciptakanperubahan atau perbaikan dalam masyarakat. Esensi komunikasi dalam sebuahprogram kampanye, dapat dijabarkan dalam berbagai alasan untuk diperhatikan(Argenti,1998:31), antara lain: (1) kita hidup dalam era komunikasi, dimanainformasi berjalan begitu cepat dengan adanya teknologi; (2) masyarakat(publik) menjadi begitu skeptik dan berpendidikan; (3) informasi pada masakini dapat dikemas menjadi lebih baik dan indah, dan (4) permasalahan padaorganisasi telah demikian kompleksnya, sehingga dengan komunikasiorganisasi diharapkan tiap-tiap masalah mendapatkan satu pengertian (mutualunderstanding).68

Sulistyaningtyas, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Program Kampanye ...PROGRAM KAMPANYE SOSIAL DAN PUBLIK ORGANISASI Praktek penyelenggaraan program kampanye sosial merupakanrangkaian dari program strategik sebuah organiasasi. Sedangkan kegiatantanggung jawab sosial adalah bagian integral dari manajemen strategik.Program kampanye sosial diarahkan untuk membentuk dan mengajak perilakusosial masyarakat, namun untuk merubah seseorang atau masyarakat kearahperilaku “sosial“ ternyata tidaklah mudah. Konstruksi sosial yang sudahsampai pada tahap budaya, bahkan diyakini sebagai sebagai sebuah kebenaran,bisa merupakan kekuatan atau hambatan dalam proses kampanye. Mempelajaridengan seksama seperti melakukan penjajakan pada kelompok yang akan ditujumerupakan prasyarat utama. Memahami kelompok atau dalam hal ini adalah publik menjadi tidakterelakkan. Agar dapat memahami publik secara spesifik, Grunigmemperkenalkan program segmentasi dalam konsep segmentasi nest,sebagaimana bagan dibawah ini. Gambar 2 : Konsep Segmentasi Nested                        (Sumber: Grunig, 1992 :133) 69

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1, JUNI 2006: 63-76ILMU KOMUNIKASI Dalam gambar 2, Grunig menekankan bahwa nest yang berada disekitarpusat jala sebagai segmen mikro dan yang berada di lapisan luar nest adalahsegmen makro. Semakin menjauh dari pusat nest, maka semakin bersifat umumdan kurang berpengaruh. Bagi Grunig segmentasi yang terbaik dilakukan padlapisan kedua sebelah dalam yaitu publik. Robinson (dalam Goldhaber,1990:89) mendefinisikan publik sebagai sekelompok orang yang memilikikepentingan yang sama. Sementara pesan publik adalah yang ditujukan untukmencapai banyak orang atau yang berpotensi mencapai banyak orang. Organisasi dijelaskan sebagai sebuah sistem terbuka yang membutuhkanenergi sebagai input, mengubahnya menjadi output dan menyalurkannyakembali kepada lingkungannya. Model sistem terbuka menuntut adanyainteraksi antara organisasi dan lingkungannya. Tushman dan Scanlan menyebutorang-orang yang membawa informasi kedalam sebuah organisasi danmenyebarkannya sebagai “individu-individu yang melebarkan batas”. Merekamenyatakan bahwa pelebaran batas terjadi dalam sebuah proses dua langkaholeh individu-individu yang mampu untuk mengumpulkan informasi dari areaeksternal dan menyebarkan informasi tersebut kepada rekan-rekannya.Individu-individu utama ini dipandang sebagai individu yang paling kompetendalam unitnya, dan mereka memiliki karakteristik spesial untuk memfasilitasikomunikasi dengan area eksternal tertentu. Kehidupan sebuah organisasi selalu dipengaruhi oleh lingkungan, dengandemikian organisasi tersebut sudah semestinya dapat beradaptasi ataumenyesuaikan diri terhadap lingkungan. Berangkat dari kenyataan tersebut,maka dapat dikatakan bahwa organisasi merupakan suatu sub dari sistem yangbesar, namun dapat juga diterjemahkan bahwa organisasi merupakan sistemyang memiliki sub sistem didalamnya. Dengan menempatkan organisasisebagai sebuah sub sistem, maka menjadi perlu untuk melihat lingkunganinternal dan eksternal dari suatu organisasi yang menjadi faktor utama danmempengaruhi efektifitas organisasi, dengan demikian organisasi punyakonsekuensi terhadap lingkungan atau publik, sebaliknya lingkungan danpublik yang punya konsekuensi terhadap suatu organisasi, seperti yangdiungkapkan oleh Grunig, J.E & Hunt, T. (1992: 59). Grunig dan Hunt membagi publik ke dalam tipe-tipe publik: (1) LatentPublic, yaitu kelompok orang yang menghadapi suatu masalah yang diciptakanoleh konsekuensi organisasi, tetapi mereka tidak mengetahui adanya masalahtersebut; (2) Aware public, yaitu sekelompok orang yang menghadapi masalahyang sama dan mereka menyadari adanya masalah tersebut; (3) Active public,kelompok orang atau anggota komunitas yang mengorganisir diri untukmendiskusikan dan melakukan sesuatu dengan masalah tersebut.70

Sulistyaningtyas, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Program Kampanye ... Efek dari publik aktif akan lebih terasa dari pada publik yang pasif,karena mereka dapat menunjukkan perilakunya secara langsung terhadapkonsekuensi atas tindakan organisasi. Mereka mungkin dapat memboikotproduk, mendukung aturan pemerintah dan menentang tarif yang diberikan.Publik aktif lainnya dapat pula mendukung misi organisasi dengan membeliproduk, mendukung kebijakan pemerintah, memberi uang atau mengadopsiperilaku yang disarankan oleh organisasi. Mereka juga bergabung dengankelompok aktivis untuk menekan organisasi atau memutuskan permasalahan. Publik yang aktif dapat dikelompokkan dalam tiga kategori berikut: (1)Publik semua masalah (all issue public) sangat aktif terhadap semua masalahyang mempengaruhi organisasi. Misalnya, publik mungkin akan menentangprinsip-prinsip organisasi dan mencoba untuk mengganggu kegiatan organisasitersebut; (2) Publik masalah tunggal (single-issue public) sangat aktif terhadapsatu masalah atau sekelompok kecil masalah, Sebenarnya secara umummungkin mereka mendukung organisasi, tetapi tidak setuju dengan salah satuaktivitas organisasi tersebut; (3) Publik pada isu tunggal (hot issue public)adalah mereka yang telibat dalam suatu masalah yang memiliki dukunganpublik luas dan biasanya mendapatkan liputan khusus dari media, dan (4)Publik yang apatis, yaitu publik yang tidak peduli dengan segala masalah dantentunya sama sekali tidak dapaat digolongkan sebagai publik. Namun beberapapenyusun teori berargumentasi bahwa publik ini adalah kelompok yang harusdiperhatikan oleh praktisi public relations—setiap orang berpotensi untukmenjadi tertarik terhadap suatu masalah. Tanggapan terhadap suatu permasalahan sangat tergantung pada kondisiyang mengelilingi individu-individu yang terlibat. Grunig memberikanbeberapa penjelasan mengenai kapan dan bagaimana manusia berkomunikasiserta kapan komunikasi efektif untuk dilaksanakan. Terdapat 3 faktor utamayang perlu dipertimbangkan, yaitu: (1) Mengenali masalah, pada dasarnya,manusia tidak akan berpikir tentang suatu situasi kecuali jika mereka percayabahwa mereka perlu melakukan sesuatu terhadap situasi tersebut, atau ketikamereka menghadapi suatu masalah; (2) Mengenal adanya hambatan, terdapatsuatu hal yang menghambat kemampuan mereka untuk melakukan tindakanyang mereka inginkan; (3) Tingkat Keterlibatan, seberapa jauh seseorangmerasa terlibat dalam suatu situasi. Berdasarkan 3 faktor tersebut, publik dapat didefinisikan dari dua sudutpandang, yaitu: (1) Dengan mempertimbangkan secara cermat siapa yang akanterpengaruh dengan kebijakan dan kegiatan organisasi; (2) Dengan memantaulingkungan, publik yang menunjukkan minat tertentu terhadap suatupermasalahan dapat diidentifikasikan. 71

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1, JUNI 2006: 63-76ILMU KOMUNIKASI Pembagian publik kedalam berbagai tipe menimbulkan perspektifkomunikasi yang sangat kuat dan membantu penyusunan prioritas atas tindakankomunikator.PEMBENTUKAN PERSEPSI PUBLIK TERHADAP PROGRAMKAMPANYE SOSIAL DAN KEBERADAAN ORGANISASI Terkait dengan aspirasi publik, sebuah organisasi harus lebih dulumengubah pandangan lama yang mengganggap publik butuh organisasi,menjadi pandangan baru bahwa organisasi membutuhkan publik. Denganpijakan pandangan baru tersebut maka faktor aspirasi publik menjadi pentingdalam wacana ini, bahkan mampu memelihara citra positif dan reputasi yangbaik di mata publik. Aspirasi ini dapat dibedakan menjadi dua hal yaituaspirasi yang dibutuhkan (need) dan yang diharapkan (want). Berbagai program yang didisain oleh organisasi termasuk programkampanye sosial, menjadi aset untuk membentuk reputasi. Kegiatan ini sepertidisebutkan pada bagian sebelumnya, bertujuan untuk merubah perilakumasyarakat dan berakar dari isu-isu sosial yang ada di masyarakat. Penajamanperhatian pada keberhasilan program kampanye sosial dapat ditinjau dariberbagai hal, antara lain: (1) Input , lebih melihat pada bagaimana “produk”kampanye tersbut didistribusikan; (2) Output, bagaimana “produk” tersebutdipergunakan; (3) Outcome , melibatkan pengukuran efek akhir darikomunikasi. Pengukurannya adalah kognitif (perubahan pada tingkat pemikiranatau kesadaran), afektif (perubahan dalam sikap dan opini), dan konatif(perubahan dalam perilaku). Ketika organisasi berupaya untuk mengetahui persepsi publik, makaterdapat beberapa faktor yang turut menentukan adanya persepsi, yaitu: Latarbelakang budaya, Pengalaman masa lalu, Nilai-nilai yang dianut, dan Berita-berita yang berkembang. Ramuan dari keempat hal diatas, dapat disimpulkan bahwa persepsipublik terhadap program kampanye sosial yang akhirnya berimplikasi padaorganisasi pembuat “produk“ kampanye tersebut, tidak didasarkan pada pesanprogram kampanye itu saja, namun lebih kepada proses yang melibatkan segalaunsur yang dimiliki oleh objek tersebut. Untuk mengetahui bagaimana persepsi publik terhadap programkampanye sosial dari suatu organisasi, dibutuhkan beberapa perspektif riset(VasQuez, 2000 :141), yaitu: (1) Perspektif massa. Publik sebagai keseluruhanentitas dari seluruh masyarakat yang memiliki kewajiban sipil sampai72

Sulistyaningtyas, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Program Kampanye ...partisipasi pada seluruh masalah sipil. Publik dalam perspektif ini bertanggungjawab untuk mengidentifikasi perhatiannya pada masalah sipil, mencariinformasi dan debat yang merupakan artikulasi penilaian terhadap kerjapemerintah. Riset yang dapat dilakukan dalam perspektif massa misalnya risetpada saat pemilu, untuk mengetahui apa yang ada dibenak publik mengenaipemilu; (2) Persektif situasional. Berangkat dari perspektif psikologi sosialmelihat publik sebagai bentuk perilaku kerumunan yang spontan sepertidemonstrasi, yang berada pada wilayah sosiologi dan memiliki perhatianterhadap hubungan manusia dan perubahan sosial. Jenis penelitiannya seringdigunakan pada ranah periklanan dan public relations untuk mengidentifikasidan segmentasi perilaku konsumen; (3) Perspektif Pembentukan Agenda.Berangkat dari kegagalan teori demokrasi tradisional, yang melihat publik daripendekatan isu dan partisipasi publik. Dimana dari isu tersebut akan dihasilkanagenda tertentu. Persepsi publik terhadap suatu organisasi dimasa depan juga amatbergantung bagaimana informasi yang diperoleh mengenai organisasi, ataupunbagaimana publik menyampaikan apa yang dirasa mengenai organisasi. Dengandemikian yang perlu diperhatikan adalah bagaimana naluri organisasi ini dalammemperhatikan penilaian publiknya yang berpengaruh terhadap reputasiorganisasi. Intinya adalah bagaimana relasi yang telah dibangun oleh organisasiterhadap publiknya.AKTIVITAS CSR DAN PEMBENTUKAN REPUTASIORGANISASI Bentuk-bentuk tanggungjawab sosial yang ideal tentunya bukan hanyamuncul semata-mata untuk mencari nama baik sehingga bisa membangunreputasi, namun justru sudah muncul sejak sebuah organisasi berdiri. Sehinggaturut pula tertuang dalam visi, misi dan tujuan organisasi. Sehingga sepertisudah diungkapkan pada bagian sebelumnya bahwa pada akhirnya aktivitastanggung jawab sosial adalah bagian integral dari manajemen stratejik. Dengan turut ambil bagian dalam isu sosial, maka organisasimenunjukkan cerminan dari realitas organisasi yang peduli terhadap fenomenasosial. Sebuah organisasi dalam menjalankan aktivitas tanggungjawab sosial,sudah pasti akan melibatkan publiknya. Dengan demikian harmonisasi darisebuah hubungan yang dibina oleh organisasi memperoleh wujud nyata yangakan memberikan manfaat bukan hanya bagi nama baik organiasi namun jugakepada masyarakat secara luas. 73

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1, JUNI 2006: 63-76ILMU KOMUNIKASI Keberhasilan organisasi dalam menjalankan tanggung jawab sosial akanmemberikan efek “domino” bagi organisasi lain, artinya ada pengaruh yangpositif yang akan dipetik oleh organisasi lain untuk melakukan hal yang sama.Komitmen untuk melakukan tanggung jawab sosial bukan semata-mata untukinvestasi sebuah organisasi, namun sudah merasuk pada nafas kehidupan dankeberlanjutan organisasi. Untuk itu setidaknya terwujud setiap keputusanpenting dan operasi organisasi, sehingga menjadi bagian dari setiap jenjangdalam organisasi. Pada akhirnya wacana tanggung jawab sosial akan menjadipemikat bagi semua pihak untuk mewujudkanya secara konkrit dalam tindaknyata.  DAFTAR PUSTAKAArgenti, Paul A. (1998). Corporate Communication. Boston : Irwin McGrawHill Co.Goldhaber, Gerald M. (1990) Organizational Commmunication 5th ed. Dubuge, IA : Wm C Brown PublisherGregory, Anne. (2002) Perencanaan dan Manajemen Kampanye Public Relations. Jakarta : ErlanggaGrunig, J.E. and Hunt, T. (1992) Exelence Public Relations & Communication Management. Hillsdale, NJ : Lawrence Erlbaum Associate Inc.VasQuez, Gabriel M. (2000). Research Perspective on “ the Public”. Chapter 10 dalam Heat, Robert L. (2000). Handbook of Public Relations, Thousand Oak. California : Sage Publications Inc.Leitch, Shirley; David Neilson. (2000) Bringing Public Into Public Relations, New Theoritical Frameworks for Practice. Chapter 9 dalam Heat, Robert L. (2000). Handbook of Public Relations, Thousand Oak. California : Sage Publications Inc.74

Sulistyaningtyas, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Program Kampanye ...TesisSulistyaningtyas, Ike. D (2005). Reputasi Organisasi Yang Dibentuk Oleh Media Cetak. Jakarta : Tesis pada Program Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia 75

JurnalILMU KOMUNIKASI 76

Tuntutan Kemahiran Komunikasi Antarpribadidalam Profesi: Perspektif Hongkong dan Indonesia Tjipta Lesmana5 Abstract: Hong Kong is widely acknowledged as one of the busiest financial and economic center in the world. Hundreds of world-class companies establish their representative offices in this former British colony. For the effectiveness of their operations, the companies, using newspaper advertisement, actively recruits intelligent and smart employees. Current research was designed to investigate how companies appreciate interpersonal communication skills when hiring new employees announced in the advertisements. Content of weekend edition of South China Morning Post, called “Classified Post” (about 100 pages), was scrutinized. To gain a little insight of the same phenomenon in Indonesia some editions of “Klasika” section of daily Kompas was analyzed. It was found that awareness of interpersonal communication skill, in general, was fairly high in the case of Hong Kong (38.2%), but only 9.83% for Indonesia. The top two professions in Hong Kong requiring this skill was public relations official (38.1%) and sale persons (32%). In the case of Indonesia, it was secretary and finance officials. Key words: interpersonal communication skill, ranking, Baik Julia Wood (2004) maupun Brent D. Ruben (1992) sama-samamengemukakan bahwa kita mempelajari ilmu komunikasi karena ada 3 (tiga)values yang bisa dipetik sekaligus. Ketiga nilai atau manfaat itu adalah (a)academic value, (b) professional value, dan (c) personal value.  5 Tjipta Lesmana adalah staf pengajar program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP-Universitas PelitaHarapan, Jakarta 77

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1,JUNI 2005: 77-90ILMU KOMUNIKASI Academic value mengandung arti bahwa ilmu komunikasi dipakai olehbanyak ilmu lain–khususnya ilmu-ilmu sosial – dalam pengembangannya. Lagipula diakui bahwa komunikasi sebagai suatu disiplin ilmu sebenarnya termasukyang tertua. Aristotle (384-322 SM) sudah mengajarkan retorika di sekolahyang didirikannya, Lyceum, pada tahun 335 SM. Retorika kemudian diakuisebagai cikal-bakal ilmu komunikasi. Tullius Cicero, salah satu pembantu dekatJulius Ceasar (100–44 SM) juga sudah menerapkan prinsip-prinsip propagandauntuk menetralisir lawan-lawan Kaisar (Grant, 1975). Komunikasi, menurutRuben (1992), “functioning as the glue in the development of every socialscience discipline”. Dengan mempelajari ilmu komunikasi, masih menurutRuben, kita memperoleh kesempatan “to study a single discipline that combinesthe liberal arts and professional tradition.” Kemahiran atau keterampilan berkomunikasi akan sangat menunjangpelaksanaaan profesi seseorang. Apakah Anda seorang dokter, insinyur,eksekutif bank, manajer operasi dari sebuah manufaktur, apalagi seorang dosen,jurnalis atau pelaksana hubungan masyarakat, kemahiran berkomunikasi,khususnya komunikasi antar-pribadi (interpersonal communication) tampaknyaberguna sekali. Itulah yang dimaksud dengan professional value ilmukomunikasi. Suatu penelitian mengungkapkan bahwa seorang dokter yang“mau” diajak berkomunikasi atau selalu siap menjawab pertanyaan-pertanyaanpasien tentang penyakit yang dideritanya, kerapkali, mempunyai pasien yanglebih banyak daripada dokter yang enggan berkomunikasi, apalagi dokter yangtidak senang jika pasien terlalu banyak bertanya (Moffic, 1997). Semakin ketat persaingan dalam dunia bisnis, professional value dariilmu komunikasi tampaknya, semakin tinggi pula. Human approach dalamberbisnis atau menjalin relasi bisnis dirasakan lebih efektif daripadatechnological atau mechanical approach. Mungkin karena fakta inilah jurusanilmu komunikasi selalu mempunyai peminat yang besar dari calon mahasiswa.Di Indonesia pun semakin banyak universitas yang menawarkan programkomunikasi, entah sebagai satu fakultas atau satu jurusan. Bukan itu saja,jumlah universitas yang membuka program S2 ilmu komunikasi pun akhir-akhirini memperlihatkan kecenderungan meningkat. Tidak sedikit eksekutif yangpendidikan strata satunya bukan Ilmu Komunikasi kemudian melanjutkanstudinya di bidang komunikasi untuk strata dua (Magister). Pertanyaan yang menarik untuk dikaji adalah: Apakah semua profesimenuntut kemahiran berkomunikasi? Apakah antara satu dan lain profesiterdapat gradasi perbedaan kemahiran berkomunikasi? Tulisan ini merujuk pada penelitian yang mengambil obyek penelitiankoran yang diterbitkan di Hongkong dan di Indonesia. Hongkong adalah salah78

Lesmana, Tuntutan Kemahiran Komunikasi Antarpribadi dalam Profesi: Perspektif ....satu eks koloni Inggris. Sejak pertengahan 1997 wilayah ini dikembalikankepada pemerintah RRC, namun Hongkong tetap diizinkan melaksanakansistem pemerintahan yang sudah berlangsung selama satu abad. Sebagai ekskoloni Inggris, selama puluhan tahun Hongkong menjadi salah satu pusatperdagangan dunia, khususnya di Asia. Hampir semua perusahaan raksasa kelasdunia mempunyai perwakilan di sana. Hongkong juga menjadi kantor pusatratusan perusahaan multi-nasional yang beraktivitas di kawasan Asia. Hongkong menjadi salah satu kawasan terpadat di dunia dengan tingkatkegiatan bisnis yang sangat tinggi. Sebagian besar perusahaan raksasa kelasdunia mempunyai kantor perwakilan di eks koloni Inggris ini. Aktivitas bisnisyang demikian tinggi dengan sendirinya membutuhkan human resources yangbanyak dan berkualitas. Hal ini dapat dilihat dari iklan lowongan kerja yangsetiap hari membanjiri koran-koran terbitan Hongkong, khususnya South ChinaMorning Post (SCMP), harian dengan tiras terbesar di Hongkong. Bahkansetiap akhir pekan SCMP menerbitkan edisi khusus berisikan iklan sematasetebal kurang-lebih 100 halaman yang diberikan nama ”Classified Post”. Edisikhusus itu, 90% berisi iklan lowongan kerja. Tampaknya, sebagian besar linibisnis yang ada di Hongkong beramai-ramai mencari calon pegawai yangdibutuhkannya melalui koran tersebut. Menarik untuk diamati bahwa dari ratusan lowongan kerja yangditawarkan SCMP edisi khusus, tidak sedikit yang mensyaratkan kemahiranberkomunikasi antarpribadi bagi calon yang berminat. Istilah yang dipakai didalam iklan memang beragam, seperti “Good interpersonal skills”, “Goodinterpersonal and communication skills”, “Excellent communication andinterpersonal skills”, “Strong communicator”, “Motivational and interpersonalskills”, atau “Good negotiation and presentation skills”. Melalui penelitian ini, peneliti bermaksud melihat kaitan antara tuntutankemahiran berkomunikasi, khususnya komunikasi antarpribadi, dengan profesi.Profesi yang dimaksud adalah profesi yang diiklankan oleh perusahaan-perusahaan di SCMP; sedang kemahiran berkomunikasi diketahui berdasarkanpersyaratan yang dicantumkan secara eksplisit di dalam iklan. Tulisan ini jugadilengkapi deskripsi dari penelitian serupa pada harian Kompas, khususnyaiklan-iklan yang dimuat dalam lembaran “Klasika” (terjemahan dari istilah“classified”) yang sebagian isinya memuat lowongan kerja. Tulisan ini akan menjelaskan tentang (1) bagaimana peringkat profesi diHongkong yang mensyaratkan kemahiran berkomunikasi antarpribadi? (2)bagaimana pula peringkat profesi di Indonesia yang mensyaratkan kemahiranberkomunikasi antarpribadi? Tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat(1) Untuk memperkuat indikasi bahwa komunikasi antarpribadi semakin lama 79

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1,JUNI 2005: 77-90ILMU KOMUNIKASIsemakin penting perannya, khususnya dalam pelaksanaan profesi seseorang; (2)Studi banding antara Hongkong dan Indonesia diharapkan dapat memotivasimahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi UPH untuk lebih tekun dalam studi;setidaknya mereka menyadari bahwa di negara yang sudah maju, tuntutasnpenguasaan ilmu komunikasi semakin besar. Bukan tidak mustahil, tuntutantersebut juga mulai menjadi kecenderungan di Indonesia, dan (3) secaraakademis, untuk lebih memahami teori naratif Walter Fisher.a. Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi (KAP) merupakan salah satu konteks atautataran komunikasi. Menurut West (2004:28-31), ada 6 tataran komunikasi,yaitu komunikasi intrapribadi, antarpribadi, komunikasi kelompok, organisasi,komunikasi publik, dan komunikasi massa. Para ahli komunikasi, tampaknya, tidak mempunyai pandangan yangseragam tentang apa itu komunikasi antarpribadi. Maka, lahir pula macam-macam definisi. Namun, aneka ragam pandangan itu dapat “diperas” menjadi 2(dua) kelompok, yakni antara mereka yang menganut contextual view danmereka yang melihat komunikasi antarpribadi dari sudut developmental view.Menurut pandangan kontekstual (West & Turner, 2000:26): Interpersonal communication differs from other forms of communication in that there are few participants involved, the interactants are in close physical proximity to each other, there are many sensory channels used, and feedback is immediate. It doesn’t take into account the relationship between the interactants”. Salah satu definisi KAP menurut pandangan ini adalah: “Interpersonalcommunication refers to face-to-face communication between people” (West &Turner, 200:26). Yang lebih unik lagi adalah definisi yang berikut:“Interpersonal communication refers to communication with another person.This kind of communication is subdivided into dyadic communication, publiccommunication, and small-group communication”. Dengan demikian,komunikasi dua orang (dyadic communication), komunikasi kelompok kecil dankomunikasi public, semua, dikategorikan KAP. Onong Uchyana Effendi, mungkin, seorang ahli komunikasi penganutpandangan kontekstual. Sebab menurut Effendi (1993:57), komunikasi pribaditerdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu (a) komunikasi intrapribadi, dan (b) komunikasi80

Lesmana, Tuntutan Kemahiran Komunikasi Antarpribadi dalam Profesi: Perspektif ....antarpribadi. Selanjutnya, Effendi (1993:57) mengutip definisi Devito bahwa,“Komunikasi antarpribadi dapat berlangsung antara dua orang yang memangsudah berdua-duan seperti suami-isteri yang sedang bercakap-cakap atau antaradua orang dalam satu pertemuan, misalnya antara penyaji makalah dengan salahseorang peserta suatu seminar”. DeVito seperti dikutip oleh Onong (1993:57) dengan tegasmengemukakan bahwa “Interpersonal communication is the process of sendingand receiving messages between two persons, or among a small group ofpersons with some effect and some immediate feedback.” Namun, pendapatDevito di kemudian hari mengalami perubahan secara signifikan. Dapat dirangkumkan bahwa hakikat KAP, menurut pandangankontekstual, adalah (a) jumlah pesertanya sedikit, (b) ada keterdekatan fisikantara para pelaku komunikasi, (c) menggunakan panca indera sebagaimedianya dan (d) umpan balik bersifat langsung. KAP tidakmempermasalahkan sifat relasi dari para interaktan: apakah kedua orang itusudah mempunyai hubungan yang dekat atau tidak. Berbeda dengan pandangan kontekstual, pandangan pengembangan(developmental) melihat KAP sebagai komunikasi antar-individu yang sudahmengenal satu sama lain untuk jangka waktu tertentu. Mereka memandang satusama lain sebagai individu yang unik, “not as people who are simply acting outsocial situations”. Di atas sudah dikemukakan bahwa pandangan Devito tentang KAPkemudian berubah. Dalam bukunya yang diterbitkan tahun 1995, Devitomenulis “Interpersonal communication is communication that takes placebetween two persons who have an established relationship; the people are insome way connected” (1995:7). Dari definisi ini, bisa dikatakan bahwa Devitosesungguhnya kini menganut pandangan pengembangan. Komunikasi yangterjadi antara dua orang yang sebelumnya telah memiliki hubungan yang mapan(established). Dengan demikian, jika dua orang itu baru kenal, atau komunikasiantara dua orang yang hanya berlangsung sesekali (occasional), tidak dapatdikategorikan sebagai komunikasi antarpribadi. Sementara itu, Stewart danLogan (1998:56) memberikan penjelasan tentang KAP sebagai berikut: We use the term “interpersonal” to label the kind of communication thathappens when the people involved talk and listen in ways that maximize thepresence of the personal. When communicators give and receive or talk andlisten in ways that emphasize their uniqueness, unmeasurability,responsiveness, reflectiveness, and addressability, then the communicationbetween them is interpersonal. 81

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1,JUNI 2005: 77-90ILMU KOMUNIKASI Ciri khusus dari KAP, menurut Stewart dan Logan adalah bahwa yangberbicara dalam komunikasi tsb. merupakan pribadi-pribadi interaktan. Hal ituberarti mereka sudah harus saling kenal, bahkan kenal secara dekat. KAPmerupakan proses untuk lebih mendekatkan pribadi-pribadi itu. Sedikit berbeda, tapi masih dalam kubu “developmental view”, adalahpendapat Gerald Miller yang mengemukakan bahwa apakah komunikasi dapatdikatakan interpersonal atau non-interpersonal, sangat tergantung pada sifat datayang dipakai untuk memprediksi hasil komunikasi. Jika prediksi hasilkomunikasi terutama didasarkan atas data sosiologis atau kultural, makakomunikasi dikatakan non-interpersonal. Namun, jika data psikologis yangdiandalkan untuk memprediksi hasil komunikasi, komunikasi itu baru dikatakaninterpersonal (Miller: 1975:20-23). Analisis hasil komunikasi dengan datapsikologis menunjukkan bahwa komunikator maupun komunikan sama-samadipandang sebagai insan yang unik dan sudah memiliki hubungan pribadi dalamtingkat tertentu. Sedang fungsi utama KAP ialah “to serve personal growth and thedevelopment of self-concept” (Giffin & Patton, 1971). Melalui proses KAP yangterus-menerus, diharapkan pertumbuhan diri dan pengembangan konsep diriseseorang dapat dicapai. Agar fungsi tadi bisa direalisir, KAP menuntutbeberapa kompetensi, yaitu motivasi, pengetahuan dan keterampilan (Littlejohn,1992). Littlejohn membedakan knowledge dengan skill. Pengetahuanmerupakan “sense of how to accomplish an objective“; sedang ketrampilan(skill) adalah kemampuan seseorang untuk merealisir sasaran yang sudahdirencanakan itu.b. Paradigma Naratif Walter Fisher Menurut Fisher seperti dikutip oleh West (2004:345-359), manusia padahakikatnya adalah storyteller. Dunia tempat kita hidup tidak lebih forumterjadinya rangkaian cerita (set of stories). Tiap-tiap orang harus pandai-pandaimemilih dan memanfaatkan cerita-cerita yang ada di sekitarnya, kemudianberupaya menyempurnakannya atau menciptakan yang baru sesuai kebutuhanhidupnya. Perspektif naratif, sebetulnya, mempunyai banyak persamaan denganteori retorika Aristotle yang terkenal dengan tema “ethos, pathos dan logos”dalam berkomunikasi. Sama dengan Aristotle, Fisher juga menekankankemampuan individu untuk memikat komunikan dalam berkomunikasi, tidak82

Lesmana, Tuntutan Kemahiran Komunikasi Antarpribadi dalam Profesi: Perspektif ....terkecuali dalam komunikasi antarpribadi. Elemen “pathos” – kemampuankomunikator membangkitkan emosi komunikan – sesungguhnya juga menjadisatu kunci keberhasilan komunikasi antarpribadi.METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode analisis isi(content analysis), menggunakan pendekatan kuantitatif. Data yang ditelitiiklan-iklan yang dimuat dalam harian South China Morning Post (SCMP)terbitan Hongkong. Lebih konkret lagi, SCMP edisi khusus – yang disebut“Classified Post” -- hari Sabtu, 4 Juni 2005 yang 90% berisikan iklan. SetiapSabtu, koran ini memang menerbitkan “Classified Post” berisi sekitar 100halaman, terbagi atas 5 bagian (sections). Hal ini peneliti ketahui daripembicaraan dengan penjaga kios di terminal penyeberangan Ferry di HarborView, Hongkong. Yang diteliti hanya satu edisi, yaitu edisi 4 Juni 2005. Ketikaitu, peneliti melakukan kunjungan 3 (tiga) hari di Hongkong dalam perjalananpulang dari Republik Korea untuk memberikan ceramah di 3 (tiga) universitasnegeri tersebut. Dengan demikian, unit analisis penelitian adalah teks, yakni isi iklansecara keseluruhan. Sebanyak 745 iklan lowongan kerja (berisi 814 pekerjaanyang dicari) yang dipublikasikan dalam “Classified Post” SCMP edisi 4 Juni2005 diteliti satu per satu. Yang diteliti adalah iklan reguler, sedang iklan baristidak. Proses koleksi data dan analisis data sebagai berikut: (1) Mencatat semualowongan kerja (profesi) yang diiklankan; (2) Kategorisasi profesi (akuntan, stafkeuangan, pemasaran, pembelian, pendidikan/guru, public relations officer,human resources manager/staff dan lain-lain) berdasarkan frekuensi munculnyaiklan yang mencari calon yang memiliki profesi itu; (3) Dilihat ada tidaknyasyarat kemahiran komunikasi antarpribadi untuk profesi tersebut; (4) Komputasiberapa yang mensyaratkan kemahiran komunikasi antarpribadi dan berapa yangtidak untuk tiap-tiap profesi; (5) Dibuat peringkat profesi yang terkait dengankemahiran berkomunikasi antarpribadi, dilihat dari total iklan yangmensyaratkan kemahiran itu pada profesi yang bersangkutan. Berdasarkan frekuensi pemunculan iklan, maka kategorisasi pekerjaandilakukan sebagai berikut: keuangan, pemasaran, penjualan, akuntansi, HRD,produksi, PR (termasuk costumer relation), pendidikan (termasuk dosen/guru),teknik (engineering), IT/komputer, administrasi, supervisi/pengawas,media/pers, sekretariat (sekretaris direksi), business development, dan lain-lain. Sebagai pembanding, penelitian juga dilakukan pada harian Kompas,khusus lembaran “Klasika“-nya. Seperti diketahui, sejak ulang tahunnya yang 83

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1,JUNI 2005: 77-90ILMU KOMUNIKASIke-40 pada 28 Juni 2006, Kompas mengubah “wajah“ dan formatnya. Salah satubentuk perubahan formatnya terletak pada penerbitan “Klasika“, bagian(section) yang khusus berisikan iklan-iklan. Di dalamnya juga dimuat rubrik“Karier“, yakni iklan-iklan tentang lowongan kerja. Memang tidak semua iklanlowongan kerja dimuat dalam “Karier“. Sebagian iklan itu juga tersebar dihalaman-halaman lain. Namun, agar ”matching“ dengan sumber data dari SouthChina Morning Post, yaitu “Classified Post”, maka penulis hanya mengambilbagian “Klasika” harian Kompas. Yang diteliti sebanyak 7 edisi “Klasika”terbitan tanggal 24 hingga 30 September 2005. Penentuan ke-7 edisi tersebutsemata-mata dengan pertimbangan pragmatis. Prosedur yang sama juga ditempuh untuk koleksi data dan analisis datayang bersumber dari ”Klasika“ harian Kompas. Iklan lowongan kerja di 7(tujuh) edisi “Klasika” yang diteliti berjumlah 221. Kategorisasi profesi yangdibuat agak berbeda, disesuaikan dengan kenyataan (artinya, yang terdapat padaiklan-iklan). Konsep utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1)Komunikasi antarpribadi: Mengikuti definisi Devito (1995:7), yaitu komunikasiyang terjadi antara 2 (dua) orang yang telah menjalin relasi, sehingga merekapada tingkat tertentu sudah “connected” satu sama lain; (2) Profesi: pekerjaanyang (a) membutuhkan pendidikan/latihan khusus, (b) terikat oleh kode etikyang dibuat oleh (c) masyarakat/asosiasi yang terdiri atas sesame anggota yangmenjalankan pekerjaan itu, dan (d) terkait dengan kepentingan umum; (3)Kemahiran komunikasi antarpribadi: Kompetensi dalam hal (a) communicationskills, (b) interpersonal, (c) negosiasi, dan (d) presentasi.HASIL PENELITIAN Tabel 1 memperlihatkan distibusi lowongan pekerjaan yang diiklankandalam lembaran “Classified Post” SMCP edisi 4 Juni 2005.84

Lesmana, Tuntutan Kemahiran Komunikasi Antarpribadi dalam Profesi: Perspektif ....Tabel 1. Distribusi pekerjaan yang diiklankan dan syarat kemahiran KAP pada “Classified Post“ harian South China Morning Post, 4 Juni 2005 (N = 814)            (   (        -,   -%& '*- *'%  %'& %' '*( %%- *'*  -& '( '&$ ), *,$ ,) '% '+& )( *&,  ,% &* (%% )) ),- +, &- *** (- ''( +' '$ &&( (' ++*  (, '& ($% %* )--  '& + &-& &) +$, &+ %% ',% %* *%-  &( + *(+ %+ &)' &% , ($$ %' *$$ %+ %% &$$ * ,$$  %$ ( *&) * '+) %$ & '(& , *), , ) ' #%  +* &* % )$ %! $# \" %     $ % &  ' ( ) !*   85

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1,JUNI 2005: 77-90ILMU KOMUNIKASI Dari tabel ini diketahui bahwa: Pertama, iklan mencari pekerja bagianteknik (engineering) -- baik mekanik, elektro dan sebagainya – paling banyak,hingga berjumlah 132. Hampir semua sektor usaha, apakah itu property,manufaktur, perbankan, sekolah, garment, bahkan asuransi, semuamembutuhkan orang-orang teknik. Kedua, di bawah teknik kita menemukan bagian akuntansi. Bagian inipun rupanya diperlukan oleh semua sektor bisnis; disusul oleh businessdevelopment, pemasaran, penjualan, keuangan dan seterusnya. Ada sejumlahprofesi yang tidak dicantumkan dalam tabel di atas, dengan pertimbangankarena lowongan yang diiklankan sedikit jumlahnya, misalnya sopir, bagiankeamanan, atau administrator pabrik. Semua itu dimasukkan dalam kategori”dan lain-lain”. Ketiga, Secara total, syarat kemahiran KAP yang dicantumkan dalamiklan lowongan kerja kiranya cukup besar, yaitu 38,2%. Prosentase untukmasing-masing profesi sangat variatif. Keempat, prosentase tertinggi bagi persyaratan kemahiran KAP adalahpekerjaan di bagian HRD, yakni 66,6%, disusul oleh bagian produksi (64,7%),sekretaris (62,5%), keuangan (41,1%), media/pers (40%) dan penjualan(37,2%). Terendah adalah mereka yang bekerja sebagai pengawas (supervisor).Bagaimana dengan Indonesia? Tabel 2 memberikan ilustrasi itu. Tabel 2.Distribusi pekerjaan yang diiklankan dan syarat KAP padalembaran “Klasika“ harian Kompas, 24 s/d 30 September 2005 (N = 266)                   \"          $       \" !      #     \"          ! !      \"    # $ # #  $    ## $     $       86

Lesmana, Tuntutan Kemahiran Komunikasi Antarpribadi dalam Profesi: Perspektif ....        %!#        %  ! # $%!            \"   \" !       \"     ! ! $  %!  \"\"  %$  ! % Ternyata, perusahaan kita umumnya masih tidak mensyaratkankemahiran KAP bagi stafnya di hampir semua lini profesi. Secara keseluruhan,tidak sampai 10% dari 266 pekerjaan yang diteliti (dalam iklan Kompas) yangmensyaratkan kemahiran KAP. Sekretaris dan bagian keuangan mendudukiperingkat tertinggi. Namun, karena N sangat kecil, masing-masing hanya 5,prosentase ini kiranya belum bisa menggambarkan sesuatu yang sifnifikan.PEMBAHASAN Kegiatan bisnis, umumnya, untuk meraih keuntungan materi. Upayauntuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, tampaknya, sudahmenjadi prinsip dagang di mana-mana. Profit diperoleh dari selisih harga jualproduk (apakah barang atau jasa) dengan total biaya produksi dan biayainvestasi. Beberapa profesi memainkan peran yang besar dalam hal ini, yaknibagian P.R., penjualan, pemasaran. Mereka inilah yang sehari-hari bertugasmembujuk dan memikat calon pembeli. Jika KAP dilihat dari sudut-pandangdevelopmental, para petugas di bidang P.R., penjualan dan pemasaran pentingmemahami, bahkan menguasai KAP. Maka, logis kalau perusahaanmensyaratkan kemahiran KAP ketika mencari orang-orang untuk mendudukiposisi-posisi itu. Tapi, data dalam Tabel 1 menunjukkan hanya 38,1% perusahaan yangmensyaratkan kemahiran KAP untuk posisi PR, 37,2% untuk bagian penjualandan 32% untuk pemasaran. Sebaliknya, untuk profesi yang kegiatannya lebih kedalam – artinya berinteraksi dengan sesama pekerja di perusahaan -- sepertibagian produksi, keuangan dan akuntan, angkanya lebih tinggi, masing-masingsebesar 64,7%, 41,1% dan 36,9%. Mengapa orang-orang yang terlibat dalamproduksi membutuhkan KAP, ini mungkin suatu pertanyaan yang menarikuntuk diteliti. Hasil penelitian ini cukup mengejutkan, mengingat staf PR,pemasaran atau penjualan perlu menampilkan kemahirannya dalamberkomunikasi atau bernegosiasi atau presentasi; paling tidak, perlu kemahiran 87

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1,JUNI 2005: 77-90ILMU KOMUNIKASIstorytelling seperti dikatakan oleh Fisher. Tapi, kenapa bagian produksi,keuangan dan akuntasi dituntut kemahiran KAP yang tinggi? Bisa saja hal itukarena mereka sehari-hari memang sangat intensif terlibat dalam interaksidengan berbagai bagian yang menopang proses produksi. Mengapa pula bagiankeuangan dan akuntansi? Di Indonesia kerap kita amati bahwa orang-orangyang bekerja di bagian keuangan, apalagi akuntasi, lebih banyak diam dalammelaksanakan tugasnya. Hal ini didukung pula oleh data dalam Tabel 2. Hanya3 dari 20 iklan mencari akuntan yang mensyaratkan kemahiran KAP. Namun, dibagian keuangan, angkanya cukup baik, yaitu 2 dari 5 perusahaan yang mencaritenaga keuangan meminta syarat KAP. Yang juga layak diteliti lebih dalam ialah rendahnya di Hongkongprosentase KAP yang diperoleh di bidang pendidikan (29.2%) Seorang guruyang baik bukan hanya bertugas mengajarkan murid-muridnya, tapi yang lebihpenting adalah mendidik mereka. Untuk itu, kemahiran KAP mestinya penting. Untuk jabatan sekretaris, angka 64,7% tampaknya tidak terlampaumengejutkan. Seorang sekretaris sehari-hari memang sangat intensifberkomunikasi dengan atasannya, sedemikian rupa sehingga ia dituntut untukcepat menangkap meaning setiap ucapan dan tindakan atasannya, maka, merekabutuh KAP. Kesamaan pandang, rupanya, juga ada pada perusahaan diIndonesia. Dua dari 5 iklan mencari sekretaris meminta persyaratan kemampuanKAP. Begitu juga orang-orang yang duduk di bagan HRD (66,6%). Ke dalammereka terus-menerus membina dan meningkatkan moril karyawan; ke luarmereka pun menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, misalnya untukmerekrut tenaga baru yang kapabel serta melakukan pelatihan eksternal bagikaryawannya. Tapi, untuk Indonesia, hanya 2 dari 19 iklan mencari tenaga HRD yangmeminta kemampuan KAP. Mungkinkah pengusaha atau pimpinan perusahaandi Indonesia kurang memahami KAP, atau apresiasi mereka terhadap KAPmasih rendah ? Di Indonesia, syarat yang umum dicantumkan ketika perusahaanmencari tenaga kerja adalah syarat berpengalaman dan kemahiran berbahasaInggris. Di Hongkong, syarat mampu berbicara dalam “potung hwa“ (bahasasehari-hari) atau bahasa “konghu“ juga banyak dicantumkan dalam iklanlowongan kerja. Namun, untuk “jabatan-jabatan serius“ seperti direktur ataumanajer keuangan, akuntasi, HRD, fund manager dan sebagainya, syarat“excellent interpersonal skill“ atau “interpesonal and communication skill“kerap diminta. Untuk Indonesia, persyaratan kecakapan KAP untuk suatu profesiumumnya diminta oleh perusahaan asing atau kantor perwakilan perusahanasing di Jakarta.88

Lesmana, Tuntutan Kemahiran Komunikasi Antarpribadi dalam Profesi: Perspektif .... Penelitian ini diakui jauh dari lengkap, apalagi sempurna. Penyebabnya,karena cukup banyak keterbatasan yang dihadapi peneliti. Data yang hanyabersumber dari satu edisi koran SCMP seolah-olah mengasumsikan bahwabagian isi “Classified“ edisi-edisi akhir pekan SCMP yang lain kurang-lebihsama. Toh, jumlah iklan yang diteliti, yaitu mencapai 745, kiranya jugamenguras waktu dan tenaga. Itu kira-kira identik dengan survai yang dilakukanatas “745 sampel“ yang dipilih berdasarkan teknik purposive sampling. Tambahan penelitian atas suplemen “Klasika“ harian Kompas diharapkandapat memperkecil kelemahan penelitian; setidak-tidaknya pembaca disajikangambaran komparatif antara kasus Hongkong dan Indonesia, jika apa yangdimuat dalam “Classified“ SCMP dan “Klasika“ harian Kompas masing-masingdapat diasumsikan mewakili kedua negara. Kekurangan lain dari penelitian ini, peneliti hanya sampai pada sasaranmembuat peringkat profesi yang memerlukan kemahiran KAP. Aspek “why“dari hasil penelitian sama sekali tidak disentuh.KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa 5 (lima) peringkat terbesar dariprofesi yang dituntut kemahiran KAP untuk Hongkong adalah: (1) HRD(66,6%); (2) Produksi (54,7%); (3.) Sekretaris (62,5%); (4) Keuangan (41,1%)dan (5) Media/pers (40%). Di Indonesia, berdasarkan hasil penelitian pada lembaran “Klasika“harian Kompas 24 sampai 30 September, 5 (lima) peringkat terbesar itu adalah:(1) Keuangan (40%); (2) Sekretaris (40%); (3). IT (20%); (4). Administrasi(18,2%), dan (5). Akuntan (15%) Namun, secara keseluruhan, angka yang diperoleh untuk kasus Indonesiasangat rendah. Di hampir semua jenis pekerjaan umumnya tidak dituntutpersyaratan kemahiran KAP. Apa sebabnya, hal ini mungkin menarik untukditeliti lebih lanjut. Juga, jika kita cermati pengertian KAP dari developmentalview, hasil penelitian pada kasus Hongkong juga menarik untuk diteliti, yakniuntuk mencari jawaban atas pertanyaan “Mengapa demikian?“  89

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1,JUNI 2005: 77-90ILMU KOMUNIKASI DAFTAR PUSKATABorchers, Tim. “Definition of Interpersonal Communication”. www.abacon.comDevito, Joseph A. The Interpersonal Communication Book. 7th edition. New York: Harper Collins College Publishers, 1995.Effendi, Onong Uchyana. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1993.Giffin, Kim, Bobby R. Patton. Fundamentals of Interpersonal Communications. New York: Harper & Row, 1971.Grant, Michael. The Twelve Ceasars. New York: Barnes and Noble, 1975.Littlejohn, Stephen W. Theories of Human Communication. Belmont, CA: Wadsworth Publishing Company, 1992.Miller, Gerald R. & Mark Steinberg. A New Analysis of Interpersonal Communication. Chicago: Science Research Associates, Inc., 1975Moffic, H. Steven. The Ethical Way. Challenges and Solutions for Managed Behavioral Healthcare. San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1997.Ruben, Brent D. Communication and Human Behavior. New Jersey: Prentice Hall, 1992.Stewart, John, Carole Logan. Communicating Interpersonally. 5th edition. Boston: McGraw Hill, 1998.West, Richard, Lynn H. Turner. Introducing Communication Theory.Mountain View, CA: Mayfield Publishing Company, 2000.Introducing Communication Theory. 2nd ed. Boston: McGraw Hill, Inc., 2004.90

Semiotika Desain Oblong Dagadu Djokdja Sumbo Tinarbuko6) Abstract: In the name of fun and being made without any burden the product of Dagadu Djokdja freely rockets in the air, and yet keep staying on the earth. The uniqueness as well as the strength of this product is, firstly, that it gives aesthetic to the daily subject, simple, even trivial, and sometimes, forgotten already. For that reason the design section counts on the graphic design aspect as its deadly weapon in order to convey and to reveal the approved themes. Secondly, it emphasizes the aspect of specific graphic design by joining the localism, humor, and the sense on fun into the pop art world in order to create attractiveness as the selling point of the product. Thirdly, it chooses the manufacture image instead of craft, both by material and by any other graphic design element. Fourthly, the distinctiveness as well the characteristic of all T-shirt designs of Dagadu Djokdja are the use of poster approach (poster style). Key Words: poster style, localism, plesetan, graphic design. Apa yang akan Anda katakan ketika melihat goresan garis elips denganlingkaran bulat di tengahnya, kemudian bagian atas dari obyek tersebut dihiasenam goresan garis ekspresif yang menengadah ke atas, sedangkan bagianbawah ditutup dengan garis lengkung sejajar torehan garis elips?Bagi Andamasyarakat Yogyakarta, warga di luar pagar nagari NgayogyakartaHadiningrat, atau setidaknya pernah bertandang ke kota pelajar dengan sertamerta akan mengatakan, ‘’Dagadu Djokdja’’. Jawaban seperti itu memangbenar-benar betul dan betul-betul benar. Mengapa? Karena gambar lingkaran  6 Sumbo Tinarbuko, Konsultan Desain LSKdeskomvis, Dosen Program Studi DesainKomunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Program Pascasarjana ISI Yogyakarta 91

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1,JUNI 2006: 79-94ILMU KOMUNIKASIelips yang membentuk ikon mata semacam itu dikenal khalayak luas sebagailogo sekaligus merek dagang perusahaan kaos oblong milik PT. Aseli DagaduDjokdja Menurut risalah ‘Dagadu Djokdja: Perjalanan Empat Tahun’ disebutkanbahwa nama Dagadu Djokdja digunakan sebagai merek dagang sekaligusnama produsennya. Dagadu dalam bahasa walikan (slank) anak mudaYogyakarta berarti ‘matamu’. Filosofi idealnya, dalam wacana rancang grafis,ikon mata adalah idiom yang berkait erat dengan citra kreativitas. DagaduDjokdja yang dipresentasikan melalui logo berbentuk dasar mata diharapkandapat mewakili pandangan kelompok yang selalu berusaha menempatkankreativitas sebagai aspek utama dalam setiap kegiatannya. (Dagadu Djokdja,l997: 1-2)DAGADU DJOKDJA DAN FENOMENA PERDAGANGAN KAOSOBLONG Membicarakan perihal Dagadu Djokdja, berarti kita harusmemperbincangkan sebuah fenomena. Mengapa? Karena Dagadu Djokdjaadalah fenomena dagang kaos oblong dengan pendekatan budaya yang berhasilmengangkat ikon-ikon visual yang ada di seantero kota Yogyakarta sebagailabel bisnisnya. Dengan semangat bermain-main, iseng-iseng menghasilkan,dan dikerjakan tanpa beban, maka keberadaan produk Dagadu Djokdja melejitlepas, bebas mengawang namun tetap terkontrol dan membumi. Keunikan sekaligus kekuatan dari produk ini, pertama, ia selalu memberibingkai estetika pada hal-hal yang bersifat keseharian, selalu menekankankesederhanaan, bahkan remeh temeh (sangat biasa, fenomena keseharian) yangterkadang sudah dilupakan orang. Untuk tetap mengedepankan hal tersebutmaka departemen desain mengambil kendali dengan mengandalkan aspekdesain grafis sebagai senjata pamungkas guna mengangkat dan mengungkaptema yang telah disepakati bersama. Kedua, karena desain grafis maupun desain produk merupakan aspekyang sangat diutamakan, maka pengadaan desain secara konsisten danberkesinambungan amatlah penting. Uniknya, penciptaan desain untuk produk-produk Dagadu tidak dipandang sebagai ekspresi individual melainkan justrudiupayakan muncul dan berkembang sebagai hasil karya kolektif berdasarkansemangat kerja kolektif pula. Kolektivitas ini menyangkut pemunculan gagasanhingga pengembangan rancangan awal atau preliminary design. Sementara92

Tinarbuko, Semiotika Desain Oblong Dagadu Djokdjapengembangan rancangan lebih lanjut hingga penyelesaian akhir merupakantugas para desainer. Ketiga, secara teknis visual senantiasa menekankan aspek desain grafisyang spesifik dengan menggabungkan unsur lokal, kedaerahan, humor, plesetanyang diramu semangat eksperimen dalam konteks seni dan budaya populer.Strategi semacam itu dilakukan agar tercipta unsur attractiveness sebagai titikjual produk. Keempat, dengan kesadaran tinggi memilih citra fabrikan ketimbangcraft, baik melalui material yang selama ini digunakan atau lewat unsur-unsurdesain grafis lainnya. Kelima, karakteristik desain yang sekaligus menjadi ciri khas semuakarya Dagadu Djokdja adalah menggunakan pendekatan poster alias bergaya’moster’ Memilih tipografi dari keluarga sans serif (tidak berkaki) dan biasanyamenggunakan jenis huruf Futura. Karakter huruf Bold. Banyak mengunakanwarna populer yang disusun dengan teknik blok, kontras namun manis. Ilustrasimenggunakan pendekatan idiom estetik dekoratif. Setiap obyek visual darielemen desain grafis selalu didampingi dengan garis kontur bahkan sangattergantung pada outline. Posisi desain kebanyakan disusun secara vertikaldengan komposisi simetris.DAGADU DJOKDJA DAN FENOMENA PARODI BERGAYAPOSTER Jika diamati secara komprehensif, maka desain kaos oblong DagaduDjokdja dapat dipilah dalam dua kelompok besar. Kategori pertama, desaindengan dominasi huruf dan tipografi sebagai kekuatan teks. Dalam hal inisusunan teks bisa dibaca sebagai sebuah ilustrasi. Kategori kedua, desain yangmengedepankan unsur tipografi dan ilustrasi sebagai kekuatan daya ungkapkaos oblong anggitan Dagadu Djokdja. Kedua kelompok desain tersebut selalu mengedepankan unsur humor,parodi, plesetan sebagai unique selling preposition dari produk kaos oblongDagadu Djokdja. Sementara itu, parodi menurut The Oxford English Dictionaryseperti dikutip Yasraf A. Piliang (l999:154), didefinisikan sebagai sebuahkomposisi dalam prosa atau puisi yang di dalamnya kecenderungan-kecenderungan pemikiran dan ungkapan karakteristik dalam diri seorangpengarang atau kelompok pengarang diimitasi sedemikian rupa untukmembuatnya absurd, khususnya dengan melibatkan subyek-subyek lucu danjanggal, imitasi dari sebuah karya yang dibuat modelnya kurang lebih 93

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1,JUNI 2006: 79-94ILMU KOMUNIKASImendekati aslinya, akan tetapi disimpangkan arahnya, sehingga menghasilkanefek-efek kelucuan. Terkait dengan itu Linda Hutcheon dalam tulisannya berjuluk A Theoryof Parody, seperti disitir Yasraf A. Piliang (l999: 155), mengungkapkan parodisebagai sebuah relasi formal atau struktur antara dua teks. Dijelaskannya,sebuah teks baru diciptakan sebagai hasil dari sebuah sindiran, plesetan atauunsur lelucon dari bentuk, format atau struktur dari teks rujukan. Artinya,sebuah teks atau karya parodi biasanya lebih menekankan aspek penyimpanganatau plesetan dari teks atau karya rujukan yang biasanya bersifat serius. Dengan demikian, parodi adalah salah satu bentuk representasi. Uniknya,representasi tersebut selalu ditandai dengan sifat pelencengan, penyimpangan,dan plesetan makna, atau jamak disebut dengan representasi palsu. Sedangkan sifat dan metode yang digunakan untuk menghasilkanpelencengan makna dan lelucon tersebut, menurut konsep Mikhail Bakhtin(l981:52) dalam risalahnya berjudul The Dialogic Imagination, sangat kaya danberagam. Ditegaskan Bakhtin bahwa parodi adalah suatu bentuk dialogismetekstual. Artinya, dua teks atau lebih bertemu dan berinteraksi antara yang satudengan lainnya dalam bentuk dialog. Dalam perspektif Hutcheon (l985:6),dialog bisa berwujud kritik serius, polemik, sindiran, lelucon atau hanyasekadar permainan dari bentuk yang sudah ada. Selain menggunakanpendekatan humor, parodi, dan plesetan, sebagai verbalisasi ungkapan teks,kaos oblong Dagadu Djokdja secara visual dirancang, dikemas, dan dihadirkandengan tampilan desain poster atau lebih merakyat dengan sebutan gayamoster. Hornby (l974:799) mengartikan poster sebagai plakat atau tempelanpengumuman yang dipasang di tempat umum. Bisa juga dikatakan sebagaisebuah pemberitahuan untuk khalayak ramai yang berbentuk gambar.Sedangkan unsur yang ditekankan dalam pengertian poster di sini adalah pesanatau pemberitahuan. Karena poster mengemban tugas untuk menyampaikanpesan verbal maupun visual, maka keberadaannya harus dikemas sedemikianrupa agar menarik dan mampu membangkitkan rasa tertarik pribadi, sehinggadapat menimbulkan stimulus dan reaksi untuk memberikan keputusan. Untukitu, pesan verbal maupun visual yang ditampilkan dalam desain poster harusdinyatakan dalam bahasa yang sederhana dan benar. Hal ini menjadi pentingagar pesan-pesan tersebut mudah dimengerti oleh pembaca tanpa ada kesalahaninterpretasi makna dari pesan tersebut. Pendeknya, poster adalah salah satumedia komunikasi visual berbentuk dua dimensi. Kehadirannya bertujuanmenyampaikan suatu keinginan, mengumumkan sesuatu agar diketahuimasyarakat dan mengingatkan mereka tentang hal-hal yang dianggap penting.94

Tinarbuko, Semiotika Desain Oblong Dagadu Djokdja Sebagai media komunikasi visual, maka keberadaan poster menjadimedia yang sangat efektif. Artinya, poster bisa membawa masyarakat untukberkomunikasi dengan cara timbal balik, selanjutnya mengadakan suatutindakan atas pengaruh komunikasi tersebut. Hal itu terjadi karena ditunjangoleh unsur-unsur poster yang menjadi faktor terpenting dalam mencapaikeberhasilan dari poster tersebut sebagai media komunikasi visual. Dalam perencanaan sebuah poster yang baik, peran desainer sangatlahpenting dan menentukan dalam merencanakan penempatan kombinasi warnadan komposisi bidang. Selain itu, desainer harus memperhatikan masalah titikpusat, garis perspektif, penempatan horison, dan white space atau ruangkosong. Jadi, secara umum poster merupakan salah satu media publikasimengandung tujuan: (1) Memberitahukan suatu keinginan, seperti: inginmenjual, ingin membeli, dan ingin mendapatkan sesuatu baik barang ataupunjasa; (2) Mengumumkan sesuatu hal yng dianggap penting agar diketahui olehmasyarakat luas; (3) Mengingatkan masyarakat tentang hal-hal yang pentingbagi masyarakat itu sendiri; (4) Memberikan informasi yang positif kepadaseluruh lapisan masyarakat dalam waktu yang relatif singkat dan tepat padasasarannya. Dalam perkembangannya, keberadaan poster bermetamorfosa menjadisebuah bentuk komunikasi visual yang dirancang sangat simpel. Sederhanadalam konteks desain komunikasi visual menurut Mawardi dan Nizar berartitidak ruwet, jelas atau mungkin yang disederhanakan dalam garis-garis, bentuk-bentuk dan warna-warna yang sedikit mungkin. Agar unsur tersebut dapatmenggambarkan suatu arti kepada yang melihat dalam sekilas pandang, unsur-unsur tersebut jangan sampai hilang dalam suatu liku-liku penggambaran yangtidak mengena dan tidak perlu, sehingga terciptanya saling hubungan yang satudengan yang lainnya (Mawardi dan Nizar, l972:3). Hal itu terjadi karena apresiasi masyarakat semakin meningkat dan postersendiri mengemban fungsi sebagai medium komunikasi yang dilengkapi unsurilustrasi, teks, dan warna mencolok sebagai visualisasi dan daya tarik daripesan yang akan disosialisasikan. Dengan meminjam idiom parodi, humor danplesetan yang dikemas lewat pendekatan desain poster bergaya idiom estetikdekoratif ini, karya kaos oblong Dagadu Djokdja mampu menempati posisiorbit yang cukup terhormat di antara pesaing sejenis yang bermain pada pasaryang sama. 95

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1,JUNI 2006: 79-94ILMU KOMUNIKASIDAGADU DJOKDJA DAN FENOMENA DESAIN DENGANDOMINASI TIPOGRAFI Melirik rancangan oblong Dagadu Djokdja pada kategori pertama, yaknidesain dengan dominasi huruf dan tipografi sebagai kekuatan teks, terlihat diantaranya pada tema ’Malio-Boro Malio-Boros’. Desain kaos oblong—yanglayout dan kemasan visualnya menggunakan pendekatan poster—ini ditatadalam posisi vertikal. Kata Malioboro dan Malioboros dipenggal menjadi dua bagian. Masing-masing berbunyi ‘Malio-Boro’ (secara visual menggunakan warna coklat,memakai huruf kapital, masing-masing huruf diberi bayangan hitam dan outlinekuning) dan ’Malio-Boros’ (huruf kapital, warna biru tua, bayangan hitam dankontur kuning). Di sela-sela kata ‘Malio-Boro’ dan ‘Malio-Boros’ terselip teks’berangkat naik andong, belanja pernak-pernik, jajan lesehan, mBORONGOBLONG!!, pulang kecopetan’. Masing-masing teks tersebut dimasukkandalam sebuah lingkaran berbentuk elips warna biru muda dengan bayanganhitam dan garis kuning sebagai outlinenya. Warna teks, putih. backgrounddesain secara keseluruhan berwarna putih dengan clossing ASELI BIKINANDAGADU DJOKDJA yang dihiasi titik-titik kuning membentuk garis vertikal,berujung pada anak panah untuk menunjukkan nama produsen kaos oblongtersebut. Pada karya desain dengan tema ’Malio-Boro Malio-Boros’ terlihat jelasupaya bermain-main dengan keisengan kreatif sambil mencoba memberikanaksentuasi dan penambahan huruf ’s’ pada kata ‘Malioboro’ yang bermuaraperbedaan makna sangat signifikan. Konotasi kata ‘Malioboro’ plus huruf ‘s’menjadi bermakna negatif dan kenegatifan ‘Malioboro’ ini sengaja dieksploitasidan dijual oleh PT. Aseli Dagadu Djokdja demi menangguk rupia Dalam pandangan ide pihak Dagadu Djokdja, tema ‘Malio-Boro Malio-Boros’ dimaksudkan bahwa belanja di kawasan Malioboro itu marai(menyebabkan) boros. Lewat pendekatan poster, para desainer Dagadumencoba menyampaikan uneg-uneg kolektifnya untuk menyampaikan suatukeinginan sekaligus mengingatkan kepada kita betapa borosnya belanja di kakilima sepanjang kawasan Malioboro. Pedagang lesehan yang menjualdagangannya tanpa memasang harga tarif secara wajar, ditambah pula denganperilaku penjaja cinderamata yang menawarkan harga sangat tinggi. Belum lagicopet yang siap menggerayangi dompet kita. Teks di antara kata ‘Malio-Boro Malio-Boros’ mengacu pada konsepparodi dari Bakhtin, bertujuan untuk mengekspresikan perasaan tidak puas,kurang nyaman dengan kondisi sosial budaya di sekitar Malioboro. Dalam96

Tinarbuko, Semiotika Desain Oblong Dagadu Djokdjakonteks ini, desain kaos oblong Dagadu Djokdja mencoba membentuksemacam oposisi binner atau memunculkan kekontrasan di antara berbagaiteks yang ada. Hal itu terlihat dari keberadaan teks ’Malio-Boro’ dibenturkandengan kata’Malio-Boros’. Makna yang ingin dimunculkan adalah maknadengan semangat menyindir sekaligus membuat lelucon tentang fenomena’Malioboro’ yang semakin sumpek, kotor, macet, bikin pusing dan bising. Dibalik semuanya itu, yang pasti kawasan Malioboro adalah aset dan sampaisekarang masih menjadi primadona para wisatawan yang berkunjung keYogyakarta. Bahkan sampai muncul mitos, serasa belum sampai Yogyakartakalau belum menginjakkan kaki dan menghirup udara Malioboro. Dengandemikian, meski pun Malioboro dibenci dan dicaci maki, tetapi keberadaannyatetap dirindukan. Karya lain dengan tema ’As You Wish! As Yo Wis! TerSeRah!’. Desainyang disusun vertikal, berlatar warna kuning gading, dan dibungkus dengankomposisi simetris ini juga menggunakan pendekatan desain poster. Pada kata‘’s You Wish!’ dikemas dalam ramuan warna kuning. Background teksberbentuk elips yang dirancang seperti balon dialog dari sebuah adegan komikdan dibalut goresan ekspresif warna coklat. Hal yang sama dilakukan pada kata‘As Yo Wis!’, namun warna balon berbeda, yakni warna hijau muda ngadunngora. Sedangkan kata ‘Ter-SeRah!’ berwarna coklat. Clossing bagian bawahtertulis aseli bikinan Dagadu Djokdja dalam kemasan huruf kapital. Menyimak desain ini, ternyata sarat dengan plesetan makna akibat darikesamaan pelafalan bunyi dari sebuah teks. Hal itu terjadi karena faktorkecenderungan dari sebuah idiom parodi. Dalam konteks ini, bahasa yangpertama, ‘As You Wish!’ mengontrol bahasa kedua, ’As Yo Wis!’. Menurut Yasraf A Piliang, mengutip pendapat Bakhtin, adalah sifat darisetiap parodi untuk menukartempatkan nilai-nilai gaya yang menjadi sasaranparodi, menyorot elemen-elemen tertentu, sementara membiarkan elemen-elemen lain di dalam bayang-bayang. Parodi selalu di-pleset-kan ke berbagaiarah dan plesetan itu didiktekan oleh sifat bahasa parodi, sistem logatnya danstrukturnya pun jauh berbeda. Dalam konteks ini, kata ’As You Wish!’ karena sistem logat dan bunyipelafalannya ditukartempatkan pada kata ‘As Yo Wis!’ mempunyai maknakonotasi: ketimbang terus repot berdebat mending tidak terlibat atau melibatkandiri sama sekali. Prinsip semacam itu menjadi sikap hidup orang Yogyakartadalam bermasyarakat dengan tetap mengutamakan asas keharmonisan. Mengamati desain kategori pertama yang mengutamakan huruf dantipografi sebagai kekuatan utama verbalisasi teks mengingatkan kita pada 97

Jurnal VOLUME 3, NOMOR 1,JUNI 2006: 79-94ILMU KOMUNIKASIdesain bergaya populer. Desain bergaya populer itu ditandai dengan warnapopuler yang cenderung bersandar pada kecerahan atau sifat cerah dari padakelembutan atau hal-hal yang bersifat lembut. Bentuk desainnya dirancangsecara sederhana dengan warna menyala dan datar serta dipisahkan oleh outlinewarna hitam tebal. Kesan populer biasanya berkonotasi dengan citra anak muda danberkesan hiburan alias santai riang gembira. Kombinasi warna populer bercirikurang ajar, slengekan, nakal, dan humor tercermin pada warna merah, oranye,kuning, hijau, biru, dan ungu yang dipisahkan, ditegaskan, dan dikunci gariskontur warna hitam. Tipografi gaya populer umumnya lebar dan gemuk, umumnya berjenisFutura dan Gothic yang ditebalkan (bold) dengan warna kuat beroutline hitam,keberadaannya akan tampak terpisah dari latar berwarna kuat.DAGADU DJOKDJA DAN FENOMENA KODE BAHASAESTETIK POST-MODERNISME Kategori kedua, bisa kita saksikan berbagai karya desain yang lebihmengedepankan unsur tipografi dan ilustrasi sebagai kekuatan daya ungkaprancangan kaos oblong Dagadu Djokdja. Gambar pertama (lihat gambar 1) dengan tema ’DJOK DJA, DJOKSADJA more tea, please’ menggambarkan ikon sebuah cangkir dengangantungan kemasan teh celup dalam keadaan panas mengepul. Di bawahnyatertera teks ‘DJOK DJA’ (warna coklat bata dengan kontur garis hitam tebaldan dikontur lagi dalam bauran warna abu-abu), pada huruf ’o’ dalam kata’DJOK DJA’ dihias dengan pendekatan dramatisasi huruf bergambar ikon pocitempat menyedu teh, diberi label ‘Tjap JAHE’ dan diisi warna hitam. Bagianbawah dari kata ‘DJOK DJA’ dituliskan kata ’DJOK SADJA’ dan bagianpaling bawah digoreskan kata ‘more tea, please’ warna hijau. Desain oblong ini dikemas dengan gaya poster. Visualisasi desainoblong ini sangat sederhana. Ilustrasi desain ini menggunakan idiom estetikdekoratif. Tanda visualnya, hanya menampilkan ikon cangkir, poci, gantunganteh celup dan lingkaran asap yang digambarkan dengan gaya dekoratif.Kekuatan desain ini terletak dari pemanfaatan ruang lebar (white space) sisadari ilustrasi dan tipografi yang secara global berbentuk segitiga sama sisi.Tipografi diambil dari keluarga huruf sans serif yang ditebalkan (bold). Cirihuruf ini, garis tubuhnya sama-sama tebal, tidak berkaki dan memiliki karakterlugas, kokoh, dan kuat.98


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook