Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Flipbook Skripsi_Hanif Aulia Fikri_11160930000039

Flipbook Skripsi_Hanif Aulia Fikri_11160930000039

Published by Rusak Sanak, 2022-08-16 08:21:57

Description: Flipbook Skripsi_Hanif Aulia Fikri_11160930000039

Search

Read the Text Version

34 2.11 Metode Kuantitatif Menurut Hope Flack (2016), Metode kuantitatif adalah metode yang digunakan untuk melakukan pengujian terhadap teori-teori dengan meneliti hubungan antar variabel yang saling berkaitan. Variabel tersebut dianalisis secara ketat, dengan melakukan analisis statistik dengan pengukuran atau observasi (Viandari, 2021). Metode kuantitatif merupakan penelitian yang menggunakan desain penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk menjaring data kuantitatif dalam bentuk numeric dengan menggunakan instrument yang di validasi untuk mencerminkan dimensi dan indikator dari variabel (Sugiyono, 2014). Metode kuantitatif digunakan untuk penelitian fokus pada rancangan survei dan untuk melakukan eksperimen. Metode kuantitatif adalah metode tradisional, metode ini disebut sebagai metode yang ilmiah yang konkrit, rasional, empiris, objektif, terukur, dan sistematis. Metode ini disebut kuantitatif karena data penelitian berupa angka, dan analisisnya menggunakan statistik, metode kuantitatif juga merupakan metode dengan filsafat positivism untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu untuk pengambilan sampel, dan biasanya dilakukan secara random. Menurut Jhon W. Creswell , data di kumpulan dengan instrument penelitian analisis data untuk pengujian hipotesis yang sudah ditetapkan sebelumnya (Viandari, 2021). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa metode ini merupakan metode yang digunakan untuk melakukan pengujian dengan meneliti hubungan antar variabel yang saling berkaitan dan dihasilkan dalam bentuk angka (numeric). 2.12 Populasi dan Teknik Sampling 2.11.1 Populasi dan Sampel Menurut Sugiarto (2002) populasi merupakan himpunan semua elemen yang menjadi fokus utama penelitian. Sedangkan sampel merupakan himpunan bagian dari populasi (Wijaya, 2019). Populasi (Sugiyono, 2014) merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam

35 statistika populasi tidak hanya terbatas pada sekelompok orang, tetapi juga dapat dikategorikan menjadi lingkungan hidup, hewan, tumbuhan, dan hal-hal lainnya yang menjadi pusat perhatian kita. Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi, ataupun bagian kecil dari anggota populasi yang diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya. Sampel yang akan diambil dari populasi tersebut harus betul-betul representatif atau dapat mewakili (Siyoto & Sodik, 2015). Sampel yang baik merupakan sampel yang akurat dan tepat. Sampel yang akurat adalah sampel yang tidak bias, sedangkan sampel yang tepat adalah sampel yang mempunyai presisi yang tertinggi yang mempunyai kesalahan pengambilan sampel (sampling error) yang rendah. Menurut Mustakini (2008), Sampel yang tidak akurat dan tidak tepat akan memberikan kesimpulan riset yang tidak diharapkan atau dapat menghasilkan kesimpulan salah yang menyesatkan (Viandari, 2021). 2.11.2 Teknik Sampling Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Terdapat dua metode dasar dalam penarikan sampel seperti pada gambar 2.2: Gambar 2.2 Teknik Sampling (Guritno & Rahardja, 2011)

36 1. Probability Sampling Probability sampling atau sampel acak merupakan teknik pengambilan sampel yang semua elemen populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih. Dalam probability sampling pemilihan sampel tidak dilakukan secara subjektif, sehingga semua populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel (Sugiarto, 2002). Beberapa metode penarikan sampel probabilitas adalah sebagai berikut: i. Simple Random Sampling Simple random sampling merupakan teknik penarikan sampel secara sederhana, dimana setiap elemen populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel tanpa memperhatikan strata yang terdapat dalam populasi tersebut. ii. Stratified Random Sampling Stratified random sampling merupakan teknik pengambilan sampel dengan strata yang dilakukan dengan mengambil sampel secara acak dari setiap populasi yang sudah ditentukan terlebih dahulu, populasi yang sudah ada disekat-sekat menjadi grup yang disebut strata. Setiap strata memiliki elemen yang relatif homogen. iii. Cluster Sampling Cluster sampling merupakan pengambilan beberapa kelompok yang disebut cluster dari populasi secara acak, kemudian mengambil sebagian atau semua elemen dari setiap cluster untuk dijadikan sampel. Bila populasi tersebar luas maka penarikan sampel dengan teknik ini menjadi lebih efisien dalam hal biaya. 2. Nonprobability Sampling Nonprobability sampling atau penarikan sampel secara tak acak. Penarikan sampel pada teknik ini dilakukan secara subjektif oleh karena itu

37 pengetahuan kepercayaan, dan pengalaman seseorang seringkali dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan anggota populasi yang akan dipilih sebagai sampel, oleh karena itu probabilitas pemilihan elemen-elemen populasi tidak dapat ditentukan. Hal ini dikarenakan setiap elemen tidak memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Beberapa teknik pengambilan nonprobability sampling adalah sebagai berikut (Guritno & Rahardja, 2011) : i. Convenience Sampling Convenience sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang berdasarkan pada ketersediaan elemen dan kemudahan untuk mendapatkannya. Sampel diambil atau terpilih karena berada di tempat dan waktu yang tepat. Seperti pengambilan sampel pada siswa dalam satu kelas, atau pengunjung di sebuah toko. ii. Quota Sampling Quota sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang biasanya menggunakan data dari populasi yang berkaitan dengan kuota yang sudah ditentukan dan memiliki ciri-ciri tertentu, dalam pengambilan sampel dengan teknik ini dilakukan hingga sampel memenuhi jumlah kuota yang diinginkan. iii. Snowball Sampling Snowball sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang mula- mulanya dengan jumlah yang sedikit, lalu kemudian jumlah sampel nya menjadi membesar. Cara pengambilan sampel dengan teknik ini dilakukan secara berantai, jadi semakin lama sampel yang diambil akan semakin banyak. iv. Purposive Sampling Purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan berdasarkan pertimbangan atau kriteria tertentu. v. Accidental Sampling

38 Accidental sampling merupakan metode penarikan sampel dimana pemilihan anggota sampelnya dilakukan terhadap objek baik berupa orang ataupun benda yang kebetulan dijumpai. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa populasi merupakan wilayah penelitian yang di dalamnya terdapat subjek maupun objek yang digunakan oleh peneliti dalam mencari data atau sebagainya dan kemudian ditarik kesimpulan. Sedangkan sampel merupakan sebagian dari populasi yang diambil untuk mewakili populasi tersebut dalam penelitian. 2.13 Metode Perhitungan Sampel Untuk ukuran sampel atau besarnya sampel yang diambil dari populasi, merupakan salah satu faktor penentu tingkat kerepresentatifan sampel yang digunakan. Menurut Roscoe dalam Memon (2020) , cara menentukan sampel dalam penelitian yaitu: 1. Ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen. 2. Jika sampel dipecah lagi ke dalam sub sampel (laki/perempuan, SD/SLTP/ SMU, dsb), jumlah minimum sub sampel harus 30. 3. Pada penelitian multivariate (termasuk analisis regresi multivariate) ukuran sampel harus beberapa kali lebih besar (10 kali) dari jumlah variabel yang akan dianalisis. 4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian yang ketat, ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen. Pada penelitian ini untuk penentuan jumlah sampel yang representatif menggunakan teori menurut (J. Hair et al., 2010) yang telah digunakan oleh (Viandari, 2021; Wijaya, 2019) bahwa untuk mengukur ukuran sampel dihitung antara (5-10) × jumlah indikator, hal tersebut sesuai dengan, seperti berikut ini: Sampel = 10 x Jumlah Indikator

39 Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis data Structural Equation Modeling (SEM). Lebih jauh lagi dalam penelitian ini menggunakan SEM dengan jenis PLS, pada PLS-SEM, salah satu kriteria jumlah sampel minimum adalah lebih besar atau sama dengan dari sepuluh kali jumlah indikator terbanyak dari construct yang diukur invalid source specified. Penelitian ukuran sampel menurut Astohar & Setiawan dalam Viandri (2021) memiliki dua macam pendekatan yaitu: 1. Pendekatan statistika adalah pendekatan yang memiliki empat aspek di dalamnya, yaitu: a) Tujuan penelitian yaitu: dengan mengetahui bagaimana variabel penelitian akan diukur untuk mendapatkan nilai sesuai dengan tujuan penelitian. Oleh karena itu, dalam penentuan sampel bergantung pada metode yang akan dipakai untuk menyesuaikan dengan tujuan penelitian yang akan dicapai. b) Tingkat keandalan pendugaan yang diinginkan, yaitu: menetapkan nilai Z yang akan diambil pada tabel distribusi normal standar atau t dari tabel distribusi t, atau ������2 berdasarkan pada nilai α tertentu. c) Besar galat penduga yang akan ditolerir, yaitu: menentukan seberapa besar galat penduga memengaruhi atas apa yang akan diukur. Penentuan pengukuran sesuai dengan satuan yang akan dipakai. d) Kondisi keragaman populasi yang akan diteliti, yaitu: kondisi atas keragaman populasi yang bergantung pada skala pengukuran yang dipakai dalam penelitian. 2. Pendekatan non statistika, yaitu: pendekatan dimana subjek dari peneliti sangat besar. Dalam menentukan pengukuran sampel, ada beberapa metode yaitu: a) Rumus Slovin Rumus slovin merupakan rumus yang digunakan untuk menghitung sampel dalam jumlah populasi yang banyak sehingga dapat mewakili dari seluruh populasi dengan syarat perilaku pada populasi penelitian tidak diketahui

40 kepastiannya. Dalam konsepnya, rumus slovin sendiri dipakai hanya jika penelitian tersebut mempunyai tujuan untuk menduga proporsi populasi. Berikut adalah rumus slovin (Tejada et al., 2012): ������ ������ = 1 + ������������2 Secara matematis, rumus slovin ditulis dengan n = N / (1 + (N x e²)). Dalam rumus tersebut, terlihat unsur-unsur rumus seperti n, N, dan e. Berikut adalah penjelasannya: n adalah jumlah sampel yang dicari N adalah jumlah populasi e adalah margin error yang ditoleransi. b) Tabel Krejcie-Morgan Penentuan ukuran sampel jika penelitian bertujuan untuk menduga proporsi populasi. Tabel krejcie-morgan menggunakan asumsi tingkat keandalan 95% karena menggunakan nilai α=0.05 pada derajat bebas 1. Asumsi keragaman populasi yang ada di dalam perhitungan adalah P (1-P) dimana P=0,5. Perhitungan dalam tabel krejcie-morgan sudah ada daftar jumlah populasi (N) dan taraf signifikansi α=1%, 5%, dan 10%. Berdasarkan beberapa teori penentuan jumlah sampel di atas karena keterbatasannya waktu dan biaya, maka peneliti menggunakan teori yang sesuai dengan model penelitian yaitu: model SEM, atau teori dari (J. Hair et al., 2010) bahwa untuk mengukur ukuran sampel dihitung antara (5-10) × jumlah indikator, lalu alasan lain nya adalah teori tersebut sudah cukup mewakilkan jumlah sampel yang harus diambil dari populasi yang ada meskipun menghasilkan jumlah sampel paling sedikit dari teori sampel yang lain dengan perbandingan pada teori ini di dapatkan hasil minimum 200 sampel, rumus slovin dengan tingkat taraf signifikansi α = 5% di dapat kan hasil minimum 400 sampel dari populasi yang

41 ada, dan dengan tabel krejcie-morgan taraf signifikansi α = 5% dihasilkan minimum 960 sampel dari keseluruhan populasi penelitian. 2.14 Structure Equation Model (SEM) SEM (Structural Equation Modeling) adalah suatu teknik statistik yang mampu menganalisis pola hubungan antara construct laten dan indikatornya, construct laten yang satu dengan lainnya, serta kesalahan pengukuran secara langsung. SEM memungkinkan dilakukannya analisis di antara beberapa variabel dependen dan independen secara langsung (J. Hair et al., 2006). Teknik analisis data menggunakan Structural Equation Modeling (SEM), dilakukan untuk menjelaskan secara menyeluruh hubungan antar variabel yang ada dalam penelitian. SEM digunakan bukan untuk merancang suatu teori, tetapi lebih ditujukan untuk memeriksa dan membenarkan suatu model. Oleh karena itu, syarat utama menggunakan SEM adalah membangun suatu model hipotesis yang terdiri dari model struktural dan model pengukuran dalam bentuk diagram jalur yang berdasarkan justifikasi teori. SEM adalah merupakan sekumpulan teknik-teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan secara simultan. Hubungan itu dibangun antara satu atau beberapa variabel independen (Awang et al., 2015). SEM dapat dikategorikan menjadi 2 model yaitu: model struktural dan model pengukuran. Model struktural yaitu: model yang menggambarkan hubungan yang ada diantara variabel-variabel laten. Sedangkan model pengukuran menggambarkan tentang hubungan antara variabel yang diamati (juga disebut indikator) dengan variabel laten yang mendasarinya (J. Hair et al., 2006).

42 Gambar 2. 3 Klasifikasi Komponen Model Struktural (Hussein, 2015) Gambar 2.2 merupakan penjelasan dari tiap-tiap komponen yang ada pada model struktural menggunakan software SmartPLS 3.0. Penjelasan yang lebih rinci dapat dilihat di Tabel 2.2 sebagai berikut: Tabel 2.2 Keterangan Construct SmartPLS (Hussein, 2015) Istilah Pengertian Construct Eksogen Variabel yang tidak diprediksi oleh variabel- variabel yang lain yang terdapat dalam model. Construct Endogen Construct eksogen adalah construct yang dituju oleh garis dengan satu ujung anak panah. Merupakan faktor-faktor yang diprediksi oleh satu atau beberapa construct. Construct endogen dapat memprediksi satu atau beberapa construct endogen lain, tetapi construct endogen hanya

43 Latent Variabel dapat berhubungan kasual dengan construct Observed Variabel endogen. Variabel laten adalah variabel yang nilai kuantitatifnya tidak dapat diketahui secara tampak. Variabel manifest adalah variabel yang besaran kuantitatifnya dapat diketahui secara langsung, misalnya dari skor respons subjek terhadap instrument pengukuran. Pada tahun 1975, Wold menyelesaikan sebuah soft modeling untuk analisis hubungan antara beberapa blok dari variabel teramati pada unit statistik yang sama (Jaya & Sumertajaya, 2008). Metode ini dikenal sebagai pendekatan PLS ke SEM (SEM-PLS) atau PLS Path Modeling (PLSPM) yang merupakan metode SEM berbasis varian. PLS merupakan metode analisis yang powerful karena dapat diterapkan pada semua skala data, tidak membutuhkan banyak asumsi dan ukuran sampel tidak harus besar. PLS selain dapat digunakan sebagai konfirmasi teori, dapat juga digunakan untuk membangun hubungan yang belum tinjauan pustakanya atau untuk pengujian proposisi. PLS juga dapat digunakan untuk pemodelan struktural dengan indikator bersifat reflektif ataupun formatif (Jaya & Sumertajaya, 2008). Metode SEM-PLS sudah terdapat dalam program komputer seperti Lisrel, SmartPLS , Amos R, dan masih banyak lainnya. Selain itu SEM mampu menguji penelitian yang kompleks dan banyak variabel secara simultan, dapat menyelesaikan analisis dengan satu kali estimasi dimana yang lain diselesaikan dengan beberapa persamaan regresi, dan dapat melakukan analisis faktor, regresi dan jalur sekaligus. Hair et al, (2017) membagi metode analisis multivariate menjadi dua kelompok menurut waktu perkembangannya yaitu: teknik generasi pertama dan generasi kedua. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut:

44 Tabel 2. 3 Metode Analisis Multivariate (J. F. Hair et al., 2017) Tujuan Utama Eksplorasi Tujuan Utama Konfirmasi Generasi I a) Analisis Kluster Generasi II b) Exploratory factor a) Analysis of Variance analysis c) Multidimensional b) Regresi c) Korelasi Scaling a) Partial Least a) Covariance based b) Square/Variance SEM c) SEM (SEM-PLS) Dari Tabel 2.3 dapat dilihat bahwa ternyata terdapat dua SEM, yaitu: CBSEM dan VB-SEM/PLS. Namun kapan menggunakan CB-SEM atau SEM-PLS, berikut panduan singkat (rule of thumb) memilih CB-SEM atau SEM-PLS dapat dilihat pada Tabel 2.4: Tabel 2. 4 Rule of thumb CB-SEM dan SEM-PLS (J. F. Hair et al., 2017) CB-SEM PLS-SEM Tujuan Menguji teori, konfirmasi Bersifat eksploratori atau teori perluasan teori, Penelitian mengidentifikasi variabel Spesifikasi model Membandingkan berbagai Determinan utama atau pengukuran alternatif teori memprediksi construct tertentu Error term memerlukan Terdapat construct formatif spesifikasi tambahan (CB-SEM hanya reflektif) seperti covariation

45 Model Construct terdapat Tidak terdapat hubungan non Struktural; hubungan non recursive recursive (timbal balik) (timbal balik) Jika ukuran relatif kecil dan Karakteristik Data memenuhi asumsi- tidak memenuhi asumsi- Data dan asumsi CB-SEM seperti asumsi CB-SEM (spesifikasi Algoritma minimal ukuran sampel model, identifikasi, non dan distribusi normal convergence, distribusi data, dsb). Evaluasi Penelitian yang Model memerlukan index Tidak memerlukan index goodness of fit yang goodness of fit yang lengkap lengkap secara keseluruhan Karena terdapat dua jenis SEM, maka harus benar-benar memahami beberapa persyaratan dalam penggunaan jenis software SEM sehingga hasil pengolahan compatible dan akurat. Berikut jenis SEM dam software komputer yang cocok untuk digunakan: Tabel 2. 5 Jenis Software SEM (Joe F Hair et al., 2017) Covariance based (CB-SEM) Jenis Software yang sesuai Variance/Component based Amos, Lisrel, EQS, M-Plus SEM/PLS) (VB- Tetrad, GSCA, SmartPLS, WarpPLS Yamin (2009) mengemukakan bahwa di dalam SEM peneliti dapat melakukan tiga kegiatan sekaligus, yaitu pemeriksaan validitas dan reliabilitas instrumen (setara dengan analisis faktor confirmatory), pengujian model hubungan antar variabel laten

46 (setara dengan analisis path), dan mendapatkan model yang bermanfaat untuk prediksi (setara dengan model struktural atau analisis regresi). Dua alasan yang mendasari digunakannya SEM yaitu: (1) SEM mempunyai kemampuan untuk mengestimasikan hubungan antar variabel yang bersifat multiple relationship. Hubungan ini dibentuk dalam model struktural (hubungan antara construct dependen dan independen). (2) SEM mempunyai kemampuan untuk menggambarkan pola hubungan antara construct laten dan variabel manifes atau variabel indikator 2.15 Partial Least Square (PLS) Mustakini & Abdillah (2015), Analisis Partial Least Square (PLS) adalah teknik statistika multivariate yang melakukan perbandingan antara variabel dependen berganda dan variabel independen berganda. PLS adalah salah satu metode statistika SEM berbasis varian yang didesain untuk menyelesaikan regresi berganda ketika terjadi permasalahan spesifik pada data, seperti ukuran sampel penelitian kecil adanya data yang hilang (missing values) dan multikolinearitas. Multikolinearitas yang tinggi meningkatkan resiko secara theoretical penolakan hipotesis dalam pengujian model regresi. PLS adalah model persamaan Structural Equation Modeling (SEM) yang berbasis komponen atau varian. Menurut Ghozali dalam Oviani (2021), PLS merupakan pendekatan alternatif yang bergeser dari pendekatan SEM berbasis covariant menjadi berbasis varian. SEM yang berbasis covariant umumnya menguji kausalitas/teori sedangkan PLS lebih bersifat predictive model. PLS merupakan metode analisis yang powerful karena tidak didasarkan pada banyak asumsi. Misalnya, data harus terdistribusi normal, sampel tidak harus besar. Selain dapat digunakan untuk mengkonfirmasi teori, PLS juga dapat digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten. PLS dapat sekaligus menganalisis konstruksi yang dibentuk dengan indikator refleksi dan formatif.

47 Menurut Mustakini & Abdillah (2015) tujuan PLS adalah membantu penelitian untuk tujuan prediksi. Model normalnya mendefinisikan variabel laten adalah linear agregat dari indikator-indikatornya. Weight estimate untuk menciptakan komponen skor variabel laten didapat berdasarkan bagaimana inner model (model struktural yang menghubungkan antar variabel laten) dan outer model (model pengukuran yaitu: hubungan antara indikator dengan construct Nya) di spesifikasi. Hasilnya adalah residual variance dari variabel dependen. Estimasi parameter yang didapat dengan PLS dapat dikategorikan menjadi tiga. Pertama, adalah weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor variabel laten. Kedua, mencerminkan estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan variabel laten dan antar variabel laten dan indikator nya (loading). Ketiga, berkaitan dengan means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi) untuk indikator dan variabel laten. Untuk memperoleh ketiga estimasi ini, PLS menggunakan proses iterasi tiga tahap dan setiap tahap iterasi menghasilkan estimasi. Tahap pertama, menghasilkan eight estimate, tahap kedua menghasilkan estimasi untuk inner model dan outer model, dan tahap ketiga menghasilkan estimasi rata-rata (means) dan lokasi parameter (Mustakini & Abdillah, 2015). Tujuan PLS adalah memprediksi pengaruh variabel x terhadap y dan menjelaskan hubungan theoretical diantara kedua variabel. PLS adalah metode regresi yang dapat digunakan untuk identifikasi faktor yang merupakan kombinasi x sebagai penjelas dan variabel y sebagai variabel respon (Mustakini & Abdillah, 2009) 2.16 SmartPLS SmartPLS atau smart partial least square adalah software statistik yang dikembangkan oleh Institute of Hamburg Jerman dan sama tujuannya dengan Lisrel dan Amos yaitu: untuk menguji hubungan antara variabel, baik sesama variabel laten maupun dengan variabel indikator atau manifest. Penggunaan SmartPLS sangat dianjurkan ketika peneliti memiliki keterbatasan jumlah sampel sementara model yang dibangun kompleks, hal ini tidak dapat dilakukan

48 ketika peneliti menggunakan Lisrel dan Amos karena software tersebut membutuhkan kecukupan sampel. Kelebihan lainnya dari SmartPLS adalah kemampuannya mengolah data yang baik untuk model SEM formatif ataupun reflektif. Model SEM formatif memiliki ciri-ciri di antaranya adalah variabel laten atau construct yang dibangun variabel indikator, dimana panah mengarah dari variabel construct ke variabel indikator. Model SEM reflektif adalah model SEM dimana variabel construct merupakan refleksi dari variabel indikator, sehingga panahnya mengarah dari variabel indikator ke variabel laten. Secara statistik, konsekuensinya adalah tidak akan ada nilai error pada variabel indikator. PLS-SEM memiliki 4 alasan umum bagi para peneliti untuk dapat menggunakannya. Alasan pertama yaitu: algoritma PLS tidak terbatas hanya untuk hubungan indikator dengan construct latennya yang bersifat reflektif saja tetapi algoritma PLS dipakai juga untuk hubungan yang bersifat formatif. Alasan kedua, PLS dapat digunakan untuk model path dengan sample size yang kecil. Alasan ketiga, PLS-SEM dapat digunakan untuk model yang sangat kompleks dimana terdapat variabel laten yang banyak, tanpa mengalami masalah dalam estimasi data. Alasan keempat yaitu: PLS dapat digunakan ketika distribusi data miring (skew) (Sofyan & Kurniawan, 2011). Di dalam PLS terdapat dua model evaluasi yaitu: outer model atau model pengukuran dan evaluasi terhadap inner model atau model struktural (Joseph F Hair et al., 2017; Sofyan & Kurniawan, 2011; Wong, 2013) 2.16.1 Evaluasi Pengukuran Model (Outer Model) Model ini meliputi pemeriksaan individual item reliability, internal consistency atau construct reliability, average variance extracted. Ketiga pengukuran tersebut dikelompokkan dalam convergent validity, yaitu: mengukur besarnya korelasi antara construct dengan variabel laten. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan discriminant validity. Measurement model dilakukan untuk dapat mengetahui hubungan antara construct (variabel) dengan indikator-indikatornya (Sofyan & Kurniawan, 2011).

49 Pemeriksaan individual item reliability dapat melihat nilai standardizes loading factor. Nilai ini menggambarkan besarnya korelasi antara setiap item pengukuran (indikator) dengan Konstruknya. Nilai loading factor di atas 0,7 dapat dikatakan ideal, artinya bahwa indikator tersebut dikatakan valid sebagai indikator yang mengukur construct. Jika nilai loading factor antara 0,5-0,6 dikatakan cukup (Ghozali & Latan, 2015b), sedangkan untuk indikator dengan angka 0,4-0,5 dapat dipertimbangkan jika nilai composite reliability masih pada batas aman dan indikator dapat dihapus jika hal tersebut meningkatkan nilai composite reliability (Joe F. Hair et al., 2011). Selanjutnya melihat internal consistency reliability dari nilai composite reliability. Composite reliability lebih baik dalam mengukur internal consistency dibandingkan cronbach’s alpha dalam model SEM dikarenakan composite reliability tidak mengasumsikan kesamaan boot dari setiap indikator. Cronbach’s alpha cenderung menaksir lebih rendah construct reliability dibandingkan composite reliability. Nilai harus lebih besar dari 0,7 meskipun nilai 0,6 masih dapat diterima (Mustakini & Abdillah, 2015). Nilai batas 0,7 ke atas berarti dapat diterima dan di atas 0,8 dan 0,9 berarti sangat memuaskan (Sofyan & Kurniawan, 2011). Berikut adalah rumus untuk composite reliability (CR): CR = (∑λ������) 2 (∑λ������) 2 + ∑������������ Ukuran lain dari convergent validity adalah nilai Average Variance Extracted (AVE). Nilai ini menggambarkan besaran varian atau keragaman variabel manifes yang dapat dikandung oleh construct laten. Nilai AVE minimal 0,5 menunjukkan ukuran convergent validity yang baik (Ghozali & Latan, 2015b; Sofyan & Kurniawan, 2011). Artinya, variabel laten dapat menjelaskan rata-rata lebih dari setengah variance dari indikator-indikatornya. Nilai ini diperoleh dari penjumlahan kuadrat loading factor dibagi dengan error. Berikut ini rumus dari Average Variance Extracted (AVE):

50 AVE = (∑λ������) 2 (∑λ������) 2 + ∑������������ Discriminant validity dievaluasi melalui cross loading, kemudian membandingkan nilai AVE dengan kuadrat nilai korelasi antar construct. Ukuran cross loading adalah membandingkan korelasi indikator dengan Konstruknya dan construct blok lainnya. Bila korelasi antara indikator dengan Konstruknya lebih tinggi dari korelasi dengan construct blok lainnya, hal ini menunjukkan construct tersebut memprediksi ukuran pada blok mereka dengan lebih baik dari blok lainnya. Ukuran discriminant validity lainnya adalah bahwa nilai akar AVE harus lebih tinggi daripada korelasi antara construct dengan construct lainnya atau nilai AVE lebih tinggi dari kuadrat korelasi antara construct. Evaluasi outer model dalam penelitian ini dilakukan melalui dua tahap, yaitu: evaluasi pada construct first order ialah construct yang dibentuk oleh indikator-indikatornya dan evaluasi pada construct second order ialah construct yang dibentuk oleh construct first order yang menjadi dimensinya. 2.16.2 Evaluasi Struktural Model (Inner Model) Pengukuran struktural Model (Inner Model) dilakukan untuk dapat mengetahui hubungan antara construct yang dihipotesiskan oleh peneliti (Sofyan & Kurniawan, 2011). Dalam model ini terdapat enam tahap dalam melakukan evaluasinya. Tahap pertama adalah dengan melihat signifikansi hubungan antara construct. Hal ini dapat dilihat dari koefisien jalur (path coefficient) yang menggambarkan kekuatan hubungan antara construct. Pengukuran path coefficient (������) memilik nilai ambang batas di atas 0,1 hal ini untuk menyatakan bahwa jalur (path) yang dimaksud mempunyai pengaruh di dalam model. Tahap kedua adalah dengan mengevaluasi nilai ������ 2 (coefficient of determination).Hair J dalam (A’ang Subiyakto et al., 2015) nilai ini menjelaskan varian dari tiap target endogenous variabel dengan standar pengukuran sekitar

51 0,67 sebagai kuat, sekitar 0,33 moderat dan di bawah 0,19 menunjukkan tingkat varian yang lemah (A’ang Subiyakto et al., 2015). Tahap ketiga adalah dengan melihat nilai t-test dengan metode bootstrapping menggunakan uji two-tailed dengan tingkat signifikansi 5% untuk menguji hipotesis-hipotesis penelitian. Bila nilai t-test lebih besar dari 1,96 maka hipotesis penelitian yang dibuat dapat diterima. Tahap keempat, pengujian ������2 (effect size). Pengujian ini dilakukan untuk dapat memprediksi pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lainnya dalam struktur model dengan nilai ambang batas sekitar 0,02 untuk pengaruh kecil, 0,15 untuk pengaruh menengah dan 0,35 untuk pengaruh yang besar. Berikut adalah rumus untuk menghitung effect size atau ������2: ������2 = ���������2��������������������������������������������� − ���������2��������������������������������������� 1 − ���������2��������������������������������������������� Dimana: ���������2��������������������������������������������� = Nilai ������2 ketika predictor dimasukkan ke dalam model. ���������2��������������������������������������� = Nilai ������2 ketika predictor dikeluarkan dari model. Tahap kelima, pengujian ������2 (Predictive Relevance) dengan menggunakan metode blindfolding untuk dapat memberikan bukti bahwa variabel tertentu yang digunakan dalam suatu model yang dibuat mempunyai keterkaitan prediktif (predictive relevance) dengan variabel lainnya dalam model tersebut nilai ambang batas pengukuran di atas 0. Tahap keenam, pengujian ������2 (Relative Impact) dengan menggunakan metode blindfolding juga untuk dapat mengukur relatif pengaruh sebuah keterkaitan antara prediktif sebuah variabel tertentu dengan variabel lainnya yang memiliki nilai ambang batas sebesar 0,02 untuk pengaruh kecil, 0,15 untuk

52 pengaruh sedang, dan 0,35 untuk pengaruh besar. Berikut rumus yang digunakan dalam perhitungan ������2: ������2 = ���������2��������������������������������������������� − ���������2��������������������������������������� 1 − ���������2��������������������������������������������� Dimana: ���������2��������������������������������������������� = Nilai ������2 ketika prediktor dimasukkan ke dalam model. ���������2��������������������������������������� = Nilai ������2 ketika prediktor dikeluarkan dari model. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa PLS-SEM merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengelola SEM. Tujuannya adalah untuk mengukur ada atau tidaknya hubungan antara variabel dependen atau independen. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa SmartPLS adalah software statistik untuk menguji hubungan antara variabel, baik semua variabel laten maupun dengan variabel indikator tanpa ada keterbatasan jumlah sampel. 2.17 Construct Refleksif dan Formatif Pada umumnya prosedur pengembangan construct dalam berbagai literatur disarankan menggunakan construct dengan indikator reflektif karena diasumsikan mempunyai kesamaan domain konten walaupun sebenarnya dapat juga menggunakan construct dengan indikator formatif. Construct seperti personalitas atau sikap umumnya dipandang sebagai faktor yang menimbulkan sesuatu yang kita amati sehingga merupakan kombinasi penjelas dai indikator (seperti perubahan penduduk atau bauran pemasaran) yang ditentukan oleh kombinasi variabel maka indikatornya harus berbentuk formatif (Fornell & Bookstein, 1982). Seperti yang diketahui bahwa PLS-SEM dapat menangani construct dengan indikator refleksif maupun formatif. 1. Construct dengan Indikator Refleksif Construct dengan indikator refleksif mengasumsikan bahwa covariant di antara pengukuran model dijelaskan oleh varian yang merupakan manifestasi domain

53 Konstruknya. Arah indikatornya yaitu: dari construct ke indikator. Pada setiap indikatornya harus ditambah dengan error terms atau kesalahan pengukuran. Berikut diberikan contoh construct dengan indikator refleksif dapat dilihat pada Gambar 2.4. Gambar 2. 4 Contoh Construct dengan Indikator Refleksif (Ghozali & Latan, 2015b) 2. Konstruk dengan Indikator Formatif Construct dengan indikator formatif mengasumsikan bahwa setiap indikatornya mendefinisikan atau menjelaskan karakteristik domain Konstruknya. Arah indikatornya yaitu: dari indikator ke construct. Kesalahan pengukuran ditujukan pada construct bukan pada indikatornya sehingga pengujian validitas dan reliabilitas construct tidak diperlukan. Berikut contoh construct dengan indikator formatif dapat dilihat pada Gambar 2.5.

54 Gambar 2. 5 Contoh Construct dengan Indikator Formatif (Ghozali & Latan, 2015b) 3. Pedoman Menentukan Arah Indikator Construct Untuk melakukan pengukuran model (outer model), penting bagi seorang peneliti untuk mengetahui arah indikator suatu construct, apakah berbentuk refleksif atau formatif agar dapat mengevaluasi hubungan antara variabel laten dengan indikatornya. Pada kasus tertentu sering ditemukan bahwa peneliti menggunakan indikator formatif untuk melakukan operasionalisasi construct refleksif. Kesalahan penggunaan ini disebut dengan Type I Error. Dan sebaliknya jika peneliti menggunakan indikator refleksif untuk melakukan operasionalisasi construct formatif, maka kesalahan ini disebut dengan Type II Error. Berikut ringkasnya dapat dilihat pada tabel 2.6 di bawah ini. Tabel 2. 6 Kesalahan Pemilihan Indikator (Ghozali & Latan, 2015b) Kesalahan Pemilihan Reflective Formative Indikator Type I Error Correct Decision Reflective Correct Decision Formative Type II Error

55 Untuk mencegah terjadinya kesalahan Type I Error dan Type II Error, maka penting bagi peneliti untuk mengetahui arah indikator construct yang dibentuk. Jarvis dan MacKenzie dalam Djuhari (2019) memberikan suatu pedoman dalam menentukan apakah arah indikator suatu construct berbentuk refleksif ataukah formatif dengan melihat beberapa kriteria berikut. Tabel 2. 7 Pedoman Menentukan Arah Indikator Suatu Construct Kriteria Reflektif Formatif Arah Hubungan kausalitas Arah kausalitas dari Arah kausalitas dari 1 antara construct dan indikator construct ke indikator (items) ke dari definisi konseptual indikator (items) construct Apakah indikator (items) Indikator Indikator mendefinisikan karakteristik manifestasi terhadap mendefinisikan construct manifestasi terhadap construct karakteristik construct construct Apakah perubahan pada indikator Perubahan pada Perubahan pada mengakibatkan perubahan pada indikator tidak indikator menyebabkan construct ataukah tidak? perubahan pada mengakibatkan perubahan pada Apakah perubahan pada construct construct mengakibatkan perubahan pada Perubahan pada construct Perubahan pada indikator? construct construct tidak mengakibatkan menyebabkan perubahan pada perubahan pada indikator indikator Apakah indikator atau items Indikator dapat Indikator tidak 2 dipertukarkan dapat dipertukarkan dapat dipertukarkan? Haruskah indikator memiliki konten Indikator harus Indikator tidak yang sama? Atau indikator memiliki konten harus memiliki memiliki tema yang sama? yang sama dan konten yang sama

56 indikator perlu dan indikator tidak memiliki tema yang perlu memiliki sama tema yang sama Apakah dengan menghilangkan satu Menghilangkan satu Menghilangkan indikator akan mengubah makna indikator tidak akan satu indikator akan construct? mengubah makna mengubah makna construct construct Indikator Tidak perlu ada kovarian antar 3 Apakah terdapat kovarian antar diharapkan memiliki indikator indikator? kovarian satu sama lainnya Apakah perubahan satu indikator berhubungan dengan perubahan Tidak harus Ya indikator lainnya? Nomological dari indikator Nomological Nomological 4 indikator tidak harus construct indikator berbeda berbeda Indikator Indikator tidak Apakah indikator (items) disyaratkan disyaratkan diharapkan memiliki anteseden dan memiliki anteseden memiliki anteseden konsekuen yang sama? dan konsekuen yang dan konsekuen sama yang sama 2.18 Construct Unidimensional dan Multidimensional Dalam model persamaan struktural, penting bagi seorang peneliti untuk memahami dimensionalitas suatu construct. Secara teoritis, dimensi suatu construct dapat berbentuk unidimensional dan multidimensional. Perbedaan tersebut terjadi karena tiap construct memiliki level abstraksi yang berbeda sehingga menentukan perlakuan yang berbeda pula dalam pengujian statistiknya.

57 2.18.1 Construct Unidimensional Construct unidimensional adalah construct yang dibentuk langsung dari manifes variabelnya dengan arah indikatornya dapat berbentuk reflektif maupun formatif. Pada model struktural yang menggunakan construct unidimensional, analisis faktor konfirmatori untuk menguji validitas construct dapat dilakukan langsung melalui first order construct yaitu: construct laten yang direfleksikan oleh indikatornya. Berikut ini diberikan contoh construct unidimensional dan model struktural dengan construct unidimensional seperti tampak pada Gambar 2.6-2.8. Gambar 2. 6 Construct Unidimensional (Ghozali & Latan, 2015b) Gambar 2. 7 Model Struktural dengan Construct Unidimensional Refleksif (Ghozali & Latan, 2015b)

58 Gambar 2. 8 Model Struktural dengan Construct Unidimensional Formatif (Ghozali & Latan, 2015b) 2.18.2 Construct Multidimensional Construct multidimensional adalah construct yang dibentuk dari construct laten dimensi yang di dalamnya termasuk construct unidimensional dengan arah indikatornya dapat berbentuk reflektif maupun formatif. Pada model struktural yang menggunakan construct multidimensional, analisis faktor konfirmatori untuk menguji validitas construct dilakukan melalui dua tahap, yaitu: analisis pada first order construct ialah construct laten dimensi yang direfleksikan atau dibentuk oleh indikator-indikatornya dan analisis pada second order construct ialah construct yang direfleksikan atau dibentuk oleh construct laten dimensinya. Construct multidimensional dapat dibentuk menjadi empat tipe yaitu: reflective first order dan reflective second order, reflective first order dan formative second order, formative first order dan reflective second order, formative first order dan formative second order. Berikut ini diberikan contoh construct multidimensional dan model struktural menggunakan construct multidimensional seperti tampak pada Gambar 2.9- 2.13.

59 Gambar 2. 9 Construct Multidimensional (Ghozali & Latan, 2015b)

60 Gambar 2. 10 Struktural dengan Lower Order Construct Refleksif dan Higher Order Construct (Ghozali & Latan, 2015b) Gambar 2. 11 Model Struktural Lower dan Higher Order Construct Refleksif (Ghozali & Latan, 2015b) Gambar 2. 12 Model Struktural dengan Lower dan Higher Order Construct Formatif (Ghozali & Latan, 2015b)

61 Gambar 2. 13 Model Struktural dengan Lower Order Construct Formatif dan Higher Order Construct Reflektif (Ghozali & Latan, 2015b) 2.19 Second order confirmatory factor analysis Second order confirmatory factor analysis adalah bentuk model pengukuran dalam SEM yang terdiri dari 2 tingkat yang menunjukkan hubungan antara variabel-variabel laten pada tingkat pertama sebagai indikator-indikator dari sebuah variabel laten tingkat kedua. Second Order Construct (SOC) merupakan hubungan teoritis antara variabel laten atau construct higher order dengan dimensi construct di bawahnya. Hubungan construct higher order dengan dimensi construct dapat bersifat reflektif atau formatif (Mustakini & Abdillah, 2015). Untuk format multidimensional reflective construct, pengujian dapat dilakukan pada salah satu jenjang saja, apakah di higher order atau lower order construct reflective, bergantung pada teori dan tingkat abstraksi tujuan pengujian (Abdillah & Hartono, 2015). Construct multidimensional terbagi menjadi dua, yaitu construct multidimensional reflektif dan construct multidimensional formatif. Construct multidimensional yang memiliki construct di bawahnya yang bersifat reflektif terhadap construct intinya, maka pengujian pada jenjang higher order dapat dilakukan dengan mengomposisikan seluruh indikator yang ada di setiap construct dimensinya. Untuk format multidimensional

62 reflective construct, pengujian dapat dilakukan pada salah satu jenjang saja, apakah di higher order atau lower order construct reflective, bergantung pada teori dan tingkat abstraksi tujuan pengujian (Mustakini & Abdillah, 2015). Pada penelitian ini digunakan construct multidimensional reflektif. Secara statistik, pengujian construct multidimensional reflektif di jenjang higher order merupakan komposit dari seluruh construct di lower order (dimensi construct). Lalu untuk melakukan pengukuran atau evaluasi dilakukan pada construct First Order dan construct second order (Ghozali & Latan, 2015b). Berikut adalah gambar antara construct orde pertama dan kedua dalam penelitian ini. Gambar 2. 14 Diagram Jalur First Order dan Second Order 1. Evaluasi Construct First Order Evaluasi construct first order dalam penelitian ini digunakan untuk menguji validitas dan reliabilitas construct unidimensional yang memiliki arah indikator

63 berbentuk reflektif. Evaluasi construct first order dilakukan dengan menguji model yang telah dibuat. Menurut Latan dalam Ghozali (2015), outer model dengan indikator reflektif dievaluasi melalui validasi diskriminan (discriminant validity) dari indikator pembentuk construct, serta composite reliability (CR) dan cronbach’s alpha untuk blok indikatornya ditambah dengan uji signifikansi construct first order / t-Test dengan outer loading pada bootstrapping 2. Evaluasi construct Second Order Evaluasi contruct second Order dilakukan dari construct second order ke construct first order yang menjadi dimensinya. Menurut Wold (Ghozali & Latan, 2015b), evaluasi construct second order dapat dilakukan dengan metode repeated indicators approach atau disebut juga hierarchical component model. Evaluasi construct second order yang berbentuk reflektif dapat dilakukan dengan uji path coefficient dengan bootstrapping, dan juga ditambahkan dengan uji coefficient of determination (������2) seperti pada penelitian (Mustakini & Abdillah, 2009; Soekanto & Mustikarini, 2017; Viandari, 2021; Wijaya, 2019). 2.20 Statistical Product and Service Solution (SPSS) Statistical Product and Service Solution (SPSS) merupakan program aplikasi yang digunakan untuk membatu pengolahan, perhitungan, dan analisis data secara statistik menggunakan komputer. SPSS dipublikasikan oleh SPSS Inc. SPSS versi pertama dirilis pada tahun 1968, diciptakan oleh Norman Nie, seorang lulusan Fakultas Ilmu Politik dari Stanford University, yang sekarang menjadi Profesor Peneliti Fakultas Ilmu Politik di Stanford dan Profesor Emeritus Ilmu Politik di University of Chicago. SPSS mengalami perkembangan dari versi 6.0 hingga kini ada versi 25 dan mungkin akan terus berkembang lagi.

64 Gambar 2.15 Tampilan Lembar Kerja SPSS versi 25 2.21 Skala Likert Skala Likert menurut Djaali ialah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena pendidikan. Skala Likert adalah suatu skala psychometric yang umum digunakan dalam kuesioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa survei (Djaali, 2008). Nama skala ini diambil dari nama Rensis Likert, pendidik dan ahli psikolog Amerika Serikat. Rensis Likert telah mengembangkan sebuah skala untuk mengukur sikap masyarakat di tahun 1932. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan Skala Likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Skala Likert juga disebut summated rating scale, skala ini banyak digunakan karena memberikan peluang kepada responden untuk mengekspresikan perasaan mereka dalam bentuk persetujuan terhadap suatu pernyataan. Jumlah skala pilihan jawaban yang disediakan skala Likert bisa tiga, lima, tujuh, sembilan, yang jelas penggunaan skala harus ganjil.

65 Kelebihan skala Likert ialah mudah dalam pembuatannya, interval respons yang lebih besar yang membuat skala ini dapat memberi keterangan yang lebih nyata atau tegas mengenai pendapat atau sikap responden terhadap pertanyaan atau pernyataan yang diberikan, reliabilitas yang relative tinggi serta dapat memperhatikan beberapa respon alternatif bagi responden terhadap suatu karakteristik produk (sangat setuju, setuju, bimbang, tidak setuju, sangat tidak setuju) (Durianto et al., 2004). Selain memiliki kelebihan, skala Likert juga memiliki kekurangan yaitu Karena ukuran yang digunakan merupakan ukuran ordinal, skala Likert hanya dapat mengurutkan tingkat tanggapan individu ke dalam skala, tetapi tidak dapat dilakukan perbandingan berapa kali satu individu lebih baik dari individu lain. Terkadang skor total tidak memberi arti yang jelas karena banyak pola tanggapan terhadap beberapa item akan memberikan skor yang sama (Durianto et al., 2004). Skala Likert digunakan dalam penelitian survei kepada orang dengan menyatakan sikap atau tanggapan lain yang sehubungan dengan kategori tingkat ordinal seperti pendapat setuju atau tidak setuju. Tabel 2.8 berikut ini merupakan keterangan nilai atau skor dari skala Likert: Tabel 2. 8 Ketentuan Skala Likert Keterangan Singkatan Skor Positif Negatif Sangat Tidak Setuju STS Tidak Setuju TS 15 TT/N 24 Tidak Tahu/Netral S 33 Setuju SS 42 51 Sangat Setuju

66 2.22 Metode Perhitungan 2.22.1 Uji Validitas Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kehandalan dan kesahihan suatu instrumen (Suharsimi, 2010). Validitas dapat dibagi menjadi tiga bagian (Widiastuti, 2015) yaitu: 1) Validitas Isi (Content Validity) Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat profesional judgment. Validitas isi ini harus memuat isi yang relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur. Pengujian validitas dilakukan atas isinya untuk memastikan apakah butir tes hasil belajar mengukur secara tepat keadaan yang ingin diukur. Sebuah tes memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diinginkan (Suharsimi, 2010). Pengujian validitas isi dapat dilakukan menggunakan satu dari tiga metode yaitu menelaah butir instrumen, meminta pertimbangan ahli dan analisis korelasi butir soal. 2) Validitas Construct (Construct Validity) Secara etimologis, kata construct mengandung arti susunan, kerangka atau rekaan. Validitas construct berkaitan dengan konstruksi atau konsep bidang ilmu yang akan diuji validitas alat ukurnya. Validitas construct merujuk pada kesesuaian antara hasil alat ukur dengan kemampuan yang ingin diukur. Validitas construct dapat dilakukan dengan mengidentifikasi dan memasangkan butir-butir soal dengan tujuan-tujuan tertentu yang dimaksudkan untuk mengungkap tingkatan aspek kognitif tertentu. 3) Validitas berdasarkan kriteria (criterion related validity)

67 Prosedur pendekatan validitas berdasarkan kriteria menghendaki tersedianya kriteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor tes. Suatu kriteria adalah variabel prilaku yang akan diprediksi oleh skor tes atau berupa suatu ukuran lain yang relevan. Untuk melihat tingginya validitas berdasarkan kriteria dilakukan komputasi korelasi antara skor tes dengan skor kriteria. Koefisien ini merupakan koefisien validitas bagi tes yang bersangkutan, yaitu ������������������ dimana x melambangkan skor tes dan y melambangkan skor kriteria. Kriteria validasi suatu pertanyaan dapat ditentukan jika (Sugiyono, 2014; Suharsimi, 2010): a. r hitung > r tabel, maka pertanyaan yang diajukan valid. b. r hitung < r tabel, maka pertanyaan yang diajukan tidak valid. Teknik yang digunakan dalam menguji validitas kuesioner adalah teknik Product Moment Pearson (PMP), yaitu dengan mengkolerasi skor tiap butir pertanyaan dengan skor totalnya, jika nilai r hitung > nilai r tabel, maka item tersebut dapat dikatakan valid, dan sebaliknya. Korelasi PMP dilambangkan dengan (r). Apabila nilai r = -1 artinya korelasinya negative sempurna, apabila r = 0 maka tidak ada korelasi, dan apabila r = 1 berarti korelasinya sangat kuat (Sarwono, 2006; Sugiyono, 2014; Suharsimi, 2010). Rumus yang digunakan untuk mencari nilai r tabel adalah sebagai berikut: ������ ������tabel = √������������ + ������2 Keterangan: t = nilai t tabel df = derajat bebas (jumlah responden – 2 )

68 dalam MS. Excel untuk menemukan r tabel dapat digunakan rumus: t ➔ =TINV(tingkat signifikan, jumlah responden) rtabel ➔ =t/SQRT(df+t^2) Tingkat hubungan interval koefisien r (Sarwono, 2006) dijelaskan pada Tabel 2.8 sebagai berikut: Tabel 2. 9 Tingkat hubungan interval koefisien r (Sarwono, 2006) Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0.80 – 1.000 Sangat Kuat 0.60 – 0.799 Kuat 0.40 – 0.599 Cukup Kuat 0.20 – 0.339 Rendah 0.00 – 0.199 Sangat Rendah 2.22.1 Uji Reliabilitas Reliabilitas merupakan salah satu ciri atau karakter utama instrumen pengukuran yang baik. Reliabilitas memberikan gambaran sejauh mana suatu pengukuran dapat dipercaya, dalam arti sejauh mana skor hasil pengukuran terbebas dari kesalahan pengukuran. Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui apakah alat pengumpulan data pada dasarnya menunjukkan tingkat ketepatan, keakuratan, kestabilan, konsistensi alat tersebut dalam mengungkapkan gejala tertentu dari sekelompok individual, walaupun dilakukan pada waktu yang berbeda. Secara umum uji reliabilitas didefinisikan sebagai rangkaian uji lanjutan untuk menilai kehandalan dari item-item pertanyaan yang valid yang terlihat dari nilai Cronbach alpha yang dihasilkan >0.60 (Nasution, 2011). Rumus untuk menghitung besarnya koefisien Cronbach alpha adalah sebagai berikut:

69 ������ ∑ ������������2 ������ = ������ (������ − 1) {1 − ∑ ������������2 } ������������2 = ������������������ ������������������ ������ − ������2 ������������2 = ∑ ������������2 − ∑ ������������2 ������ ������2 Keterangan: ������ = Mean kuadran subjek ∑ ������������ 2 = Mean kuadran kesalahan ∑ ������������ 2 = Variasi total ������������������ = Jumlah kuadran keseluruhan skor item ������������������ = Jumlah kuadran subjek Jika seluruh item distandardisasi sehingga memiliki variasi yang sama, maka rumus yang digunakan dapat disederhanakan menjadi: ������������ ������ = 1 + (������ − 1)������ ������̅ = korelasi rata-rata antar item Menurut Suharsimi dalam Oviani (2021), penggunaan rumus ini akan menghasilkan koefisien korelasi yang memiliki nilai antara 0 dan 1. Jika nilainya semakin mendekati 1 maka kuesionernya makin reliable. Pada tabel 2.9 disebutkan kriteria reliabilitas menurut Fuinford (Wijaya, 2019) yaitu sebagai berikut: Tabel 2. 10 Kriteria Reliabilitas

70 Kriteria Koefisien Reliabilitas >0.9 Sangat Reliabel Reliabel 0.7 – 0.9 Cukup Reliabel 0.4 – 0.7 Kurang Reliabel 0.2 – 0.4 Tidak Reliabel < 0.2 2.22.2 Uji Hipotesis Hartono dalam Jogiyanto dan Abdillah (2009) menjelaskan bahwa ukuran signifikansi keterdukungan hipotesis dapat digunakan perbandingan nilai T tabel dan T statistik. Jika T statistik lebih tinggi dibandingkan nilai T-tabel, berarti hipotesis terdukung atau diterima. 2.22.3 Uji Paired Sampel T-test Uji Paired Sample t-Test dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata dua sampel (dua kelompok) yang berpasangan atau berhubungan (Spssindonesia, 2021). Uji paired sampel t-Test bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang sama. Jika nilai probabilitas atau Sig. (2-tailed) 0,05 maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan diantara keduanya 2.23 Teknik pengolahan Data 2.23.1 Analisis kesesuaian Analisis kesesuaian adalah hasil perbandingan persentase dari penilaian tingkat kinerja dengan penilaian tingkat harapan. Analisis kesesuaian digunakan untuk melihat apakah hasil kinerja aplikasi sesuai dengan harapan atau kepentingan penggunanya. Penilaian analisis kesesuaian nantinya akan menjadi

71 prioritas skala perbaikan pada analisis kuadran IPA (kuadran kartesius) dengan persamaan rumus sebagai berikut (Supranto, 2006): ������������������ ������������������ = ������������������ ������ 100% Keterangan: Tki = Tingkat kesesuaian responden Σxi = Skor penilaian kinerja ke-i Σyi = Skor penilaian kinerja ke-i Kriteria penilaian tingkat kesesuaian pengguna (Supranto, 2011): a) Tingkat kesesuaian pengguna >100% berarti kualitas layanan yang diberikan telah melebihi apa yang dianggap penting oleh pengguna. Dengan kata lain, pelayanan sangat puas. b) Tingkat kesesuaian pengguna =100% berarti kualitas layanan yang diberikan memenuhi apa yang dianggap penting oleh pengguna. Dengan kata lain, pelayanan telah memuaskan. c) Tingkat kesesuaian pengguna <100% berarti kualitas layanan yang diberikan kurang/tidak memenuhi apa yang dianggap penting oleh pengguna. Dengan kata lain, pelayanan belum memuaskan. 2.23.2 Analisis Gap (Kesenjangan) Analisis kesenjangan adalah perbandingan kinerja aktual dengan kinerja potensial atau kinerja yang diinginkan atau bisa disebut sebagai perbandingan kinerja saat ini (persepsi) dengan kinerja yang diharapkan (ekspektasi). Proses menentukan nilai kesenjangan dapat dihitung dengan melihat selisih nilai antara kualitas layanan aktual/saat ini (persepsi) dan kualitas layanan yang diharapkan (ekspektasi) seperti yang digambarkan pada rumus (Parasuraman et al., 1991):

72 ������ = ������ − ������ Keterangan: Q = Tingkat kesenjangan P = Nilai kualitas yang dirasakan saat ini E = Nilai kualitas yang diharapkan Kriteria penilaian tingkat kepuasan pengguna (Jayasundara, 2008): a. Tingkat kesenjangan = 0, maka hal ini menunjukkan bahwa layanan yang diberikan sesuai dengan harapan. b. Tingkat kesenjangan > 0, hal ini menunjukkan bahwa keputusan pengguna sangat tinggi terhadap layanan yang diberikan. c. Tingkat kesenjangan < 0, hal ini menunjukkan bahwa kualitas yang ada saat ini belum sesuai dengan kualitas yang diharapkan yang berarti bahwa pengguna belum puas terhadap kualitas layanan yang diberikan. 2.24 Pengukuran Kualitas Layanan Service quality secara luas digunakan sebagai indikator kunci dari keunggulan dalam service tradisional. Pengembangan konsep dimensi kualitas layanan dimulai oleh Sasser et al. dalam Yarimoglu (2014) dengan tujuh dimensi kualitas layanan meliputi: keamanan (security), konsistensi (consistency), sikap (attitude), kelengkapan (completeness), kondisi (condition), ketersediaan (availability), dan pelatihan (training). Pada dasarnya dimensi tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan kelompok kualitas aset fisik, keandalan layanan, dan kualitas dari proses penyampaian layanan. Selanjutnya Gronroos (1984) menyatakan tiga dimensi dalam kualitas fungsional terkait dengan proses (functional quality of process), dan citra perusahaan (corporate image). Dimensi- dimensi tersebut mencakup semua dimensi sebagaimana yang disampaikan oleh Sasser, bahkan juga ditambahkan dimensi citra atau reputasi perusahaan.

73 Ukuran kualitas layanan yang banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model SERVQUAL (Service Quality) (Parasuraman et al., 1991). SERVQUAL dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama yaitu: layanan yang dipersepsikan (perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan/diinginkan (expected service). Parasuraman dalam (Amanda, 2017) mengelompokkan dimensi kualitas layanan meliputi lima dimensi yaitu: 1. Tangibles, yakni berkaitan dengan hal-hal yang bersifat berwujud seperti sarana atau peralatan yang digunakan dalam proses penyampaian layanan. 2. Reliability, berkaitan dengan kehandalan atau kemampuan perusahaan memberikan layanan. 3. Responsiveness, berkaitan dengan respon atau daya tanggap perusahaan terhadap apa yang sesungguhnya diinginkan konsumen. 4. Assurance, berkaitan dengan jaminan yang diberikan perusahaan bahwa konsumen akan merasa aman selama menerima layanan. 5. Empathy, adalah perhatian perusahaan untuk ikut merasakan mengenai apa yang sesungguhnya dirasakan konsumen. Banyak peneliti lain kemudian menemukan bahwa kualitas e-service dipengaruhi oleh dimensi yang berbeda dari dimensi yang dikemukakan oleh parasuraman. Salah satu pengembangan dari SERVQUAL yang banyak digunakan adalah WebQual. WebQual adalah sebuah metode mengukur kualitas website berdasarkan persepsi pengguna akhir (Barnes & Vidgen, 2003). Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Stuart J.Barnes dan Richard T. Vidgen sejak 1988 digunakan untuk mengukur kualitas website portal sekolah bisnis berdasarkan faktor kemudahan penggunaan, pengalaman, informasi dan komunikasi, serta integrasi. Pengembangan model SERVQUAL khusus untuk sektor E-Government juga telah banyak dilakukan, diantaranya model E-GovQual (Papadomichelaki & Mentzas, 2012), STOPE Framework (Bakry et al., 2015), dan E-Government Assessment Framework (EAM) (Esteves & Joseph, 2008).

74 2.25 Metode Penilaian E-Government Beberapa metode telah dibangun untuk menganalisis dan melakukan penilaian atau pengukuran dengan memahami faktor-faktor yang memengaruhi kualitas layanan E- Government di antaranya sebagai berikut: a. E-GovQual (Electronic Government Quality) E-GovQual merupakan skala multi-item untuk mengukur kualitas layanan E- Government yang ada dan diberikan oleh pemerintah atau portal E-Government yang dilihat dari persepsi pengguna (Papadomichelaki & Mentzas, 2012). Konsep ini mulai dikembangkan oleh Papadomichelaki dan Mentzas sejak tahun 2011, mereka berpendapat bahwa isu e-service quality yang banyak digunakan khususnya elektronik tidak hanya berlaku pada lingkungan bisnis, namun juga pada sektor pemerintahan, khususnya untuk meningkatkan layanan E-Government kepada publik atau masyarakat. Model E-GovQual dibangun berdasarkan survei terhadap sejumlah besar literatur yang terkait dengan website quality dan e-service quality (Napitupulu, 2016). Hasil dari penelitian tersebut adalah pengembangan pengukuran yang memiliki kehandalan dan validitas. Pendekatan yang dilakukan meliputi kualitas website, kualitas portal, kualitas e-service, kualitas E-Government, dan ukuran kualitas (previously validated scales). Konsep awal E-GovQual memiliki 6 dimensi yaitu dimensi Ease of Use (kemudahan penggunaan), Trust (kepercayaan), Functionality of the Interaction Environment (fungsional dari interaksi lingkungan), Reliability (keandalan), Content and Appearance of Information (isi dan tampilan informasi), dan Citizen Support (Dukung Masyarakat). Dari keenam dimensi tersebut Papadomichelaki menurunkan nya ke dalam 4 dimensi final atau dasar akhir berupa variabel yang telah divalidasi berdasarkan konsep awal yang telah dikembangkan yaitu efficiency , trust, reliability, dan citizen support (Papadomichelaki & Mentzas, 2012). Penjelasan empat dimensi final E-GovQual adalah sebagai berikut (Papadomichelaki & Mentzas, 2012):

75 1. Efficiency (efisiensi) Pengertian efisiensi adalah sebagai adalah kemudahan menggunakan situs dan kualitas informasi yang menyediakan tujuh kriteria evaluasi. Tujuh kriteria evaluasi ini berupa struktur situs yang jelas dan mudah diikuti, keefektifan mesin pencari (search engine) pada situs, bagaimana pengaturan atau pemetaan situs terorganisir dengan baik, bagaimana situs disesuaikan untuk kebutuhan pengguna dengan baik, informasi yang dipasang pada situs terpampang secara detail, informasi yang diberikan selalu baru, nyata dan up to date, dan informasi yang diberikan dalam pengisian formulir data cukup baik. 2. Trust (Kepercayaan) Kepercayaan adalah sejauh mana masyarakat percaya pada situs tersebut aman dari gangguan dan melindungi informasi yang bersifat personal atau pribadi yang terdiri atas empat kriteria evaluasi. Empat kriteria evaluasi ini berupa penerimaan nama pengguna dan sandi pada situs tersebut itu aman, jumlah data pribadi yang diperlukan untuk pembuktian keaslian pada situs E-Government, apakah data yang diberikan oleh pengguna di situs tersebut telah diarsipkan dengan aman, dan apakah data yang diberikan oleh masyarakat hanya digunakan sesuai kebutuhan. 3. Reliability (Kehandalan) Kehandalan adalah kelayakan dan kecepatan mengakses, menggunakan dan menerima layanan dari situs yang memiliki enam kriteria evaluasi. Enam kriteria evaluasi tersebut berupa kecepatan mengunduh formulir dari situs E-Government, apakah situs tersebut selalu tersedia dan dapat diakses pada percobaan permintaan pertama, apakah layanan yang diberikan pada situs ini tepat waktu, seberapa cepat halaman situs di unduh (download), dan apakah situs E-Government bekerja dengan standar browser. 4. Citizen Support (Dukungan Masyarakat) Dukungan masyarakat kemampuan untuk mendapatkan bantuan yang dibutuhkan, yang terdiri atas empat kriteria evaluasi. Dukungan masyarakat ini berkaitan dengan interaksi masyarakat dengan karyawan atau admin pada saat mengalami kesulitan atau masalah pada interaksi mereka dengan situs E-Government. Empat

76 kriteria evaluasi terdiri berupa seberapa besar ketertarikan karyawan membantu menyelesaikan masalah-masalah yang dialami oleh masyarakat, apakah karyawan memberikan balasan yang cepat terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh pengguna, apakah karyawan memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk menjawab pertanyaan masyarakat, dan apakah karyawan mampu menyampaikan rasa kepercayaan dan keyakinan dalam pemberian informasi. Adapun model E-GovQual (Papadomichelaki & Mentzas, 2012) dengan empat model final dapat dilihat pada gambar 2.16. Gambar 2. 16 Model Final E-GovQual (Papadomichelaki & Mentzas, 2012) Berikut masing-masing atribut pada masing-masing dimensi, diuraikan pada tabel 2.10. Tabel 2. 11 Atribut Dimensi E-GovQual (Papadomichelaki & Mentzas, 2012) Dimension Attribute Efficiency This E-Government site’s structure is clear and easy to follow This E-Government site’s structure is clear and easy to follow

77 Trust This E-Government site’s site map is well organized Reliability This E-Government site is well customized to individual Citizen Support users’ needs The information displayed in this E-Government site is appropriate detailed The information displayed in this E-Government site is fresh Information about field’s completion in this E-Government site is enough Acquisition of username and password in this E- Government site is secure Only necessary personal data are provided for authentication on this E-Government site Data provided by users in this E-Government site are archived securely Data provided in this E-Government site are used only for the reason submitted Forms in this E-Government site are downloaded in short time This E-Government site is available and accessible whenever you need it This E-Government site performs the service successfully upon first request This E-Government site’s provides services in time E-Government site’s pages are downloaded quickly enough This E-Government site works properly with your default browser Employees showed a sincere interest in solving users’ s problem Employees give prompt replies to users’ s in inquiries Employees have the knowledge to answer users’ s questions

78 Employees have the ability to convey trust and confidence b. STOPE Framework Kerangka kerja STOPE yang terdiri atas (strategy, technology, organization, people, and environment) atau terdapat 5 domain, 17 sub-domain (isu), dan 146 sub-sub domain (faktor) diperkenalkan oleh Bakry et al., (2015). Kerangka kerja tersebut memiliki domain-domain yang merupakan integrasi dari berbagai faktor yang pernah dipakai pada berbagai penelitian untuk mengukur kesiapan. Framework tersebut juga telah dikembangkan dan dipakai untuk mengevaluasi berbagai permasalahan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), seperti perencanaan E-Government dan E-business maupun manajemen keamanan informasi. Pada bagian selanjutnya, STOPE digunakan untuk mengidentifikasi E- Government, dalam lingkup luas pengembangan menuju ekonomi digital. Ini menekankan proses dasar dan manfaat potensial. Dengan menggunakan STOPE, rekomendasi untuk memaksimalkan manfaat ini kemudian diperkenalkan. Akhirnya, pekerjaan masa depan yang spesifik berkaitan dengan pengembangan layanan E- Government khas berbasis STOPE diusulkan. c. E-Government Assessment Framework (EAM) EAM mencakup dua dimensi penilaian tambahan di luar kerangka STOPE yaitu: operasional dan layanan. Kerangka kerja (EAM) bersifat generik dan sebagian besar dimensi mencakup perspektif administratif (Esteves & Joseph, 2008). Namun, model ini tidak dapat dianggap sebagai kerangka evaluasi efektivitas E-services karena tidak memberikan indeks pengukuran spesifik. Kerangka penilaian E-Government yang diusulkan terdiri atas tiga komponen: tingkat kematangan E-Government, pemangku kepentingan E-Government, dan dimensi penilaian. Salah satu kritik utama model teoritis adalah penyederhanaannya yang berlebihan terhadap constructs dunia nyata.

79 Berdasarkan beberapa model pengukuran tersebut maka peneliti memilih untuk menggunakan model E-GovQual, hal ini dikarenakan sesuai dengan permasalahan yang ada, yakni penilaian terhadap layanan E-Government, yang di dalamnya sudah terdapat atribut di setiap dimensi penilaiannya yang mencakup faktor-faktor yang memengaruhi penilaian kualitas pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat sebagai pengguna akhir sistem (Wahono, 2017), kemudian juga banyak referensi atau penelitian sejenis yang peneliti temukan sehingga mempermudah proses penelitian ini 2.26 Penelitian Sejenis Penelitian sejenis merupakan telaah pustaka yang berasal dari penelitian-penelitian terdahulu sebelumnya. Penelitian sejenis berikut bersumber dari kumpulan jurnal dan skripsi. Dalam penelitian sejenis ini hasil-hasil penelitian yang didapatkan oleh peneliti terdahulu dan berhubungan dengan penelitian yang dilakukan saat ini dirangkum sehingga mudah dipahami. Adapun beberapa penelitian sejenis yang digunakan sebagai acuan penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 2.9.



80

Tabel 2. 12 No Penulis Judul Meto 1 (Sulaiman et al., Evaluasi Kualitas E-GovQu Layanan Website IPA 2018) Pemerintah Kota Batu Dengan Metode E- GovQual Dan Importance Performance Analysis (IPA) 2 (Napitupulu, 2016) Analysis Of E- E-GovQu Government Services IPA Quality Based On E-

81 2 Penelitian Sejenis ode Masalah Hasil ual, 1.Terdapat feedback Layanan website masih belum pengguna akan memenuhi harapan pengguna. ual & informasi yang Diberikan rekomendasi perbaikan kurang lengkap dan/atau pengembangan berdasarkan 2. Jumlah heuristic evaluation. pengunjung website dalam satu tahun Hasil penelitian menunjukkan bahwa terakhir mengalami kualitas sangat perlu untuk penurunan dikembangkan agar e-gov dapat lebih 3.Belum pernah diterima masyarakat dilakukan evaluasi 1. E-government yang dikembangkan hanya mengindikasikan


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook