Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore ENSIKLOPEDIA SEJARAH DAN KEBUDAYAAN BEKASI

ENSIKLOPEDIA SEJARAH DAN KEBUDAYAAN BEKASI

Published by nastain45bekasi, 2022-06-08 07:48:58

Description: ENSIKLOPEDIA SEJARAH DAN KEBUDAYAAN BEKASI

Keywords: ENSIKLOPEDIA SEJARAH DAN KEBUDAYAAN BEKASI,SEJARAH KOTA BEKASI

Search

Read the Text Version

Pada waktu meletus peperangan antara Raja Mataram dan tentara VOC di Jakarta, permainan ujungan menjadi ajang mengasah ketangkasan tentara Mataram. Melalui latihan ketangkasan ini tentara memiliki kualifikasi sebagai prajurit yang tangguh. Biasanya permainan ujungan dimainkan pada waktu terang bulan tanpa menggunakan lampu, di tengah sawah yang jauh dari kampung. Sengaja dipilih lokasi yang agak tersembunyi karena permainan ujungan dilarang oleh Belanda karema permainan ujungan mampu membina kekuatan rakyat dalam menghadapi Belanda. Mula-mula, beberapa orang berdatangan ke sawah dengan membawa alat-alat permainan ujungan berupa rotan berukuran besar maupun kecil. Dibawa pula alat bunyi-bunyian bernama sampyong., yaitu semacam gambang yang terbuat dari kayu sengon kering. Mata gambangnya berjumlah sembilan batang. Sebagai alas digunakan dua buah gedebong pisang, diletakkan di bawah mata-mata gambang tersebut. Alat pemukul bambu mirip dengan alat pemukul kentongan yang digunakan saat ronda. Instrumen itu dibunyikan bertalu-talu tanpa henti. Penggemar ujungan berdatangan secara berkelompok dari berbagai daerah, masing-masing dengan pemimpinnya. Di antara mereka ada yang membawa dukun patah dan tetua (pengilmu). Mereka berkumpul membuat lingkaran. Barisan depan berjongkok, bagian belakang berdiri. Mula-mula, rotan berukuran kecil dilemparkan ke tengah arena. Para remaja pun mulai turun gelanggang, mencari lawan untuk bertanding. Apabila bertemu lawan, masing-masing mengambil rotan diiringi tepukan tangan penonton. Kedua calon pemain lalu menari-nari, diiringi irama ujungan dengan hanya bercelana kolor. Setelah itu, keduanya maju sambil memegang erat-erat rotan masing-masing, dibimbing oleh beboto. Pertandingan pun dimulai. Setelah ujungan berkembang menjadi permainan yang mengutamakan ketangkasan dan kekuatan, orang berusaha memperkuat daya tahan tubuh, sekaligus berusaha menambah kekuatan pukulannya. Mereka pun menggunakan cara-cara magis, seperti mengusap rotan dengan pembacaan doa, mantra, dan amalan-amalan. Pemain ujungan sering mengamalkan puasa, menjauhi isteri, dan merenung seorang diri pada malam hari. Ada pemain yang menggunakan ikat pinggang terbuat dari kain putih dibelit pada pinggang berisi azimat, ada yang memakai benda buta-butaan, keong buta, dan sebagainya. Wayang Kulit Bekasi Wayang kulit Bekasi merupakan genre teater rakyat yang total di Jawa Barat, yang masih bertahan dengan identitas kesenian secara tradisi turun-temurun dan berfungsi sebagai media upacara tertentu serta hiburan di tengah generasi pewaris dan masyarakat pendukungnya. Wayang kulit di Bekasi memperlihatkan kecenderungan yang semakin lama semakin berkembang. Dari segi identitas, wayang kulit Bekasi merangkum tiga etnis budaya yang mempengaruhi pertunjukannya, yaitu: budaya Jawa, budaya Sunda, dan budaya Betawi. 84   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi

Pengaruh etnis budaya Jawa pada pertunjukan wayang kulit Bekasi terletak pada penggunaan boneka kulit dua dimensi dengan penerapan pentas secara Jawa. Pengaruh etnis budaya Sunda terlihat pada intonasi dan narasi yang terikat dalam struktur melodi yang nyaris sama dengan gaya pedalangan Sunda. Pertunjukan wayang kulit Bekasi diiringi oleh seni suara dan gending iringan Sunda yang berlaras salendro serta aksen-aksen berupa terompet, suling dan rebab. Pengaruh etnis budaya Betawi terletak pada bahasa pengantar yang menggunakan bahasa khas Betawi pinggiran. Wayang kulit Bekasi merupakan wayang hasil akulturasi atau wayang hasil percampuran budaya. Sebagai teater lokal, wayang kulit didukung oleh unsur-unsur seni yang saling mengait antara satu dengan yang lain, mewujudkan suatu jenis pertunjukan yang rumit namun terpadu. Beberapa unsur seni yang terdapat dalam pertunjukan wayang adalah seni drama, seni tari, sen rupa, seni sastra, seni suara, dan seni musik (karawitan). Semua unsur tersebut terjalin secara harmonis sehingga mewujudkan seuatu seni pertunjukan secara total. Wayang kulit Bekasi masih mampu mengambil tempat di hati masyarakat pendukungnya meskipun tidak dalam skala sebesar pada zaman keemasannya. Hal ini berhubungan erat dengan semakin maraknya budaya asing yang menerobos ke dalam celah kehidupan masyarakat Bekasi. Wayang kulit Bekasi digunakan sebagai sarana pelengkap upacara pada perputaran waktu, yaitu pada waktu musim turun nyambut (membajak) dan menjemput air, yang disebut hajat bumi. Juga sebagai pelengkap upacara peringatan tingkat hidup manusia seperti khitanan, perayaan empat puluh hari kelahiran anak (ngayun), perkawinan, dan gruatan, yaitu upacara ritual membebaskan manusia dari pengaruh kekuatan supranatural yang disebut Batara Kala serta pada upacara nazar yaitu syukuran atas keberkatan atau keselamatan dari marabahaya. Di samping berfungsi sebagai pelengkap upacara, wayang kulit Bekasi merupakan alat pendidikan anggota masyarakat, alat penebal perasaan solidaritas kolektif, media pengungkap protes terhadap ketidakadilan, dan sebagai tempat pelarian sementara dari kehidupan sehari-hari yang membosankan. Cerita (lakon) dalam pertunjukan wayang kulit Bekasi merupakan pelengkap pokok keseluruhan bentuk penyajian kesenian. Biasanya, cerita atau lakon tidak bersumber pada naskah tertulis. Ki Dalang mengembangkan sendiri dialog dalam pertunjukan secara spontan. Bahkan, kadang-kadang jalan cerita dikembangkan pada saat berlangsungnya pertunjukan. Hanya alur dan tema cerita ditentukan terlebih dahulu. Salah satu dalang terkenal wayang kulit Bekasi adalah Ki Naman Sanjaya Belentet Putra, yang sudah mendalang sejak tahun 1970. Ayahnya, Belentet, adalah tokoh wayang kulit Bekasi yang sekaligus merupakan gurunya. Bagian 3—Sosial dan Kebudayaan 85  

Pertunjukan wayang kulit Bekasi menggunakan boneka-boneka kulit du dimensi dengan penerapan pentas secara Jawa. Hal ini sebagai bukti penyebaran wayang kulit Jawa yang konon merupakan cikal bakal munculnya kesenian ini pada masa lalu. Wayang kulit yang digunakan Naman Sanjaya adalah wayang kulit buatan sendiri yang meniru wayang kulit Pandawa Lima sebagai warisan dari gurunya yang juga ayahnya (Belentet) dari Cirebon, wayang ini dikerjakan dengan teknik yang sangat sederhana baik pengolahan bahan maupun pengembangan ide-idenya. Hampir tidak kelihatan adanya sunggingan, wayang-wayangnya kebanyakan hanya di blok-blok seperti misalnya pada sayap hanya ada kesan yang bentuknya meruncing tanpa adanya usaha mengisinya dengan hiasan-hiasan, juga pada kain-kain atau baju wayang tidak dibuat sempurna artinya batik digambar ebagai batik saja atau baju juga hanya digambar motifnya. Kadang-kadang bagian penting seperti gelang kalung dihilangkan begitu saja hanya digambar dengan garis-garis yang mengesankan gelang atau kalung padahal bagian seperti ini sangat penting pada wayang kulit karena akan menunjukkan tingkatan di dalam masyarakatnya. Walaupun demikian, simbol-simbol warna tampak sangat diperhatikan. Wajah raksasa atau buta diberi warna merah bergaris-garis hitam yang berkesan seram; sedangkan tokoh kesastria diberi warna keemasan atau putih dengan garis-garis kontur yang halus menggambarkan kebijaksanaan, kejujuran, dan keagungan. Adapun wayangnya menggunakan cat minyak/cat kayu (cat dalam kaleng) bron dicampur dengan vernis. Dalam pertunjukannya, wayang kulit Bekasi tidak terdapat pembedaan tokoh-tokoh cerita atas wanda-wanda. Beberapa tokoh pewayangannya agak menyimpang dari bentuk Purwa Jawa-nya, bahkan lebih mendekati tokoh wayang golek Sunda, antara lain : Semar, Cepot, Udel, dan gareng, lalu Darma yang digambarkan berwajah kearab-araban dengan memakai topi haji, sedangkan Narada dimainkan dengan wayang yang lain sama sekali yakni dengan raksasa kerdil yang dalam wayang Purwa Jawa dinamakan Galiuk. Sementara Gunungan yang dipakai tidak jauh berbeda dengan gunungan yang umumnya digunakan yaitu bergambar realitis dan meninggalkan penggayaan (stilasi). Bila ditinjau dari gaya permainannya, wayang kulit Bekasi sangat mungkin mendapat pengaruh dari wayang golek Sunda. Pengaruh itu erlihat pada intonasi dan narasi yang terikat dalam struktur melodi yang nyaris sama dengan gaya pendalangan Sunda. Dalam pertunjukannya wayang ini diiringi seni suara dan gending iringan sunda yang berlaras salendro, serta aksen-aksen berupa : terompet, suling, dan rebab. 86   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi

Dalam pertunjukannya instrumen musik wayang ini memainkan lagu yang tidak berganti- ganti, hanya pada saat-saat adegan taluan/ngeraja dan adegan sabetan/perang dimainkannya dengan menggunakan terompet, sedangkan pada waktu adegan guyonan bisa diganti dengan rebab dan sinden, sementara suling digunakan pada waktu menjelang pagi. Adapun alat musik yang lainnya adalah ; tiga buah kendang, dua yang kecil berbentuk konis dan satu yang besar berbadan cembung yang kadang-kadang dipukul dengan tongkat pada bidang pukulnya yang kanan, dua buah gong satu yang kecil disebelah kiri dan satu yang besar disebelah kanan, gambang dengan dua puluh dua nada, kromong/bonang dengan dua belas nada, satu ketuk dengan tiga nada, kedemung/penerus dengan tujuh nada, dua saron dengan enam nada, satu kencer, satu kecrek, dan cempala untuk pemindahan adegan. Peralatan ini letaknya diatur sedemikian rupa. Misalnya saron I dan saron II letaknya berdekatan karena dimainkan dengan system imbal sehinggfa keduanya saling mengisi. Pemain kendang tidak boleh berjauhan dengan dalang karena pada adegan-adegan tertentu ia harus dapat menabuh sesuai dengan gerakan wayang. Jenis musik-musik atau komposisi yang dimainkan pada pertunjukan wayang kulit Bekasi dapat digolongkan dalam beberapa hal. Bramas Sumantri mengatakan bahwa penggolongan jenis musik-musik atau komposisi yang dimainkan pada pertunjukan wayang kulit terdiri dari : (1) musik pembuka, (2) musik wayangan, (3) musik perang, (4) musik hiburan, (5) musik respon, dan (6) musik penutup. Adapun penggolongan musik atau komposisi tersebut di atas akan penulis gunakan sebagai dasar pijakan untuk menjelaskan mengenai komposisi musik yang ada pada pertunjukan wayang kulit Bekasi. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Musik Pembuka Musik ini terdiri dari beberapa lagu yang terkadang dimainkan tanpa berhenti, yang lazim disebut bonangan. Pada umumnya lagu yang pertama-tama dimainkan adalah jiro yang berirama cepat, lalu kidung kulit (dipakai untuk ngejarah). 2. Musik Wayangan Jenis musik ini paling banyak digunakan setiap lagu musik wayangan umumnya berirama lambat, tetapi memiliki karakter yang berbeda-beda. Musik ini dapat berfungsi sebagai musik transisi adegan, ilustrasi dialog dan juga bisa berfungsi untuk memperkenalkan identitas karakter tokoh- tokoh wayang tertentu. 3. Musik Perang Jenis musik ini dimainkan pada adegan gara-gara untuk permintaan lagu dari tokoh-tokoh penawakan seperti, astrajingga/cepot, dawala/udel, dan gareng/nalagareng. Lagu-lagunya tidak terikat sepanjang para nayaga dapat memainkannya. Biasanya lagu-lagu yang dimainkan adalah lagu-lagu yang sudah populer dikalangan masyarakat pendukungnya. 4. Musik Respon Musik ini berfungsi untuk memberi respon terhadap kejadian di dalam adegan memiliki dua bentuk yang ketat seperti jenis musik tersebut di atas. Bagian 3—Sosial dan Kebudayaan 87  

5. Musik Penutup Musik penutup dalam pertunjukan wayang kulit Bekasi pada umumnya adalah musik jiro. Tetapi ada grup yang sesuadah memainkan musik jiro dilanjutkan dengan memainkan lagu gelang sipatu gelang. Dalam buku Program Pembangunan Daerah Kota Bekasi 2001-2005 yang diterbitkan oleh Bagian Humas & Protokol Bekerja sama dengan Tim Sosialisasi Visi dan Misi Kota Bekasi, Bab IV (“Indikasi dan Prioritas Program untuk Lima Tahun”) disebutkan, prioritas dalam bidang kepariwisataan meliputi: a. Pengembangan potensi penunjang pariwisata daerah b. Pembinaan potensi kepariwisataan. Wayang kulit Bekasi termasuk potensi penunjang pariwisata daerah sehingga upaya pelestarian, pembinaan dan pengembangannya perlu ditingkatkan. C. Upacara Tradisional Ari-Ari, Upacara Tanam Apabila dukun beranak telah selesai mengurus proses kelahiran sibayi dan merawat ibunya. Pekerjaan berikutnya dalah merawat ari-ari. Menanam ari-ari caranya: mula-mula ari-ari dicuci sampai bersih, sesudah itu dimasukkan ke dalam periuk yang terbuat dari tanah liat dan bagian dalamnya dialas daun waru. Setelah periuk dimasukan ari-ari barulah diberi beberapa sajian yang terdiri dari kembang boreh, kemenyan, garam, bawang merah, bawang putih, gula dan kelapa sedekit, jarum, benang, pensil, kertas bertuliskan huruf latin, arab. Semua barang-barang yang dimasukkan mengandung maksud tertentu. Jarum supaya anak itu cerdas, benang supaya panjang umurnya, pensil supaya pandai, huruf arab supaya menjadi anak soleh. Ada juga dilengkapi dengan beras, uang logam, bahkan adakalanya welat dan kunyit untuk memotong tali pusat. Selanjutnya, setelah periuk di isi dengan barang-barang sebagaimana dijelaskan diatas. Periuk ditutup dan diberi sedikit lobang untuk disambungkan pada batang bambu kecil atau batang daun pepaya kira-kira sepanjang 10 sampai 15 CM. Periuk kemudian ditanam basanya dilakukan oleh ayah si bayi, tetapi jika ayah si bayi berhalangan maka sebagai penggantinya dapat dilakukan orang lain tetapi harus orang laki-laki. Si ayah diharuskan mengenakan pakaian yang rapi saat menanam periuk tersebut. Periuk ditanam tidak boleh terlalu dalam karena jika terlalu dalam menurut kepercayaan bayi tersebut akan sukar bicara. Ukuran penimbunan tanah disisakan untuk bagian batang bambuo atau pepaya. Sambil membacakan doa selamat si ayah bayi menanamkan periuk tersebut. Kemudian timbunan tersebut dikelilingi pagar bambu atau kurungan ayam untuk menutup bagian atasnya. 88   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi

selanjutnya setiap malam dipasangkan lampu kecil (Bekasi :pelita) selama tujun hari atau ada juga yang hingga 35 hari berturut-turut. Hal ini dimaksdukan selain untuk menjaga gangguan binatang buas juga agar si bayi selalu dalam keadaan sadar dan sehat bugar. Ada beberapa ketentuan untk menanam ari-ari antara lain, apabila bayi laki-laki periuk berisi ari-ari di tanam disebelah kanan pintu, dan sebaliknya apabila bayi lahir perempuan maka ari-arinya ditanam disebelah kiri pintu rumah. Pada usia 40 hari, diadakan upacara potong rambut yang di isi dengan pembacaan mauludan. Pada saat itu nama anak baru diberikan. Upacara ini biasanya di kaitkan dengan upacara akekah. Motong kambing sebagai mana dianjurkan oleh agama Islam. Dua ekor kambing untuk akekah anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan. Kehamilan, Upacara Upacara mengenai lingkaran hidup masyarakat asli Bekasi secara umum sama dengan tradisi masyarakat Betawi. Pada masa lalu, anak-anak umumnya lahir dengan bantuan dukun beranak atau dukun paraji. Dua bulan sebelum kelahiran biasanya diadakan upacara nujuh bulanan, khusunya bagi kelahiran anak pertama. Pada acara nujuh bulanan disediakan rujak yang terbuat dari tujuh jenis buah-buahan yang ditumbuk jadi satu. Buah-buahan tersebut adalah mangga, delima, nanas, pepaya, kedongdong, jeruk bali dan bangkuang. Pada acara tersebut biasanya dibacakan ayat Al-Qur’an surat Yusuf dan surat Maryam. Selanjutnya dibacakan Maulud Nabi. Surat Yusuf dibaca dengan tujuan agar kelak jika yang lahir anak laki-laki diharapkan setampan Nabi Yusuf dan surat Maryam dibacakan agar kelak jika anak yang lahir perempuan akan secantik Siti Maryam. Di saat pembacaan surat Yusuf dan Maryam, biasanya disediakan segelas air yang direndam sejenis akar-akaran dari Arab yang disebut akar Fatimah. Selesai upacara nujuh bulanan air tersebut diminumkan kepada ibu yang hamil, sedangkan sebagian lagi dioleskan pada perut dan faraj atau kemaluannya dengan maksud untuk mempermudah proses kelahiran. Selanjutnya ibu yang hamil dibawa ke dukun beranak untuk diurut agar posisi peranakannya normal. Setelah anak lahir, langsung diazankan di bagian telinga sebelah kanan dan dikomatkan di bagian telinga sebelah kiri. Khusus bayi laki-laki ada juga dibacakan ayat-ayat tertentu sambi diusap sekujur tubuhnya, mulai dari muka, tangan, kepala, leher, badan, sampai kaki tanpa terputus. Hal dilakukan agar kelak anak tersebut tumbuh kuat dan sehat, baik lahir maupun bathin. Sementara dukun beranak membacakan mantera-mantera yang dilanjutkan dengan jampe- jampe : Ini mata jangan dipake seliat-liatnya Tangan jangan sepegang-pegangnya Mulut jangan sengomong-ngomongnya Bagian 3—Sosial dan Kebudayaan 89  

Kematian, Upacara Di kalangan masyarakat Bekasi, jika seseorang mendapat musibah kematian, baik anak, suami, istri maupun kerabat, cepat tersiar dari orang ke orang karena biasanya dengan segera orang menyampaikan berita tersebut. Dupa wangi dibakar di rumah yang mengalami musibah kematian. Tuan rumah menyiapkan satu buah baskom atau panci berisi beras. Setiap pelayat yang datang membaca shalawat kepada Nabi lalu memasukkan uang tanda berduka cita ke dalam baskom berisi beras. Ada pelayat yang menunggu sampai jenazah dimakamkan namun ada ada juga yang sehabis membaca shalawat lalu pulang. Upacara penguburan bagi penduduk yang beragama Islam dilakukan secara Islam. Sudah menjadi kelaziman, setiap ada kematian anak-anak muda sibuk membuat kurung batang dari bamboo. Kerajinan ini dulunya dianggap sebagai hal yang harus dipelajari oleh setiap anak muda karena kurung batang hanya dipergunakan untuk satu kali saja. Setiap selesai proses penguburan, kurung batang tersebut diletakkan di atas makam dan dibiarkan rusak dengan sendirinya. Namun, ketika pohon bambu sudah mulai menghilang, kerajinan tersebut tidak banyak lagi dimiliki anak- anak muda karena kurung batang kini diganti dengan kurung batang yang terbuat dari besi. Selesai proses penguburan, biasanya dibacakan doa dan dibacakan talqin untuk sang jenazah. Selanjutnya, di rumah orang yang kematian biasanya pada malam hari diadakan upacara arwahan atau tahlilan selama tujuh hari berturut-turut, dan kemudian dilanjutkan di hari yang empat puluh, hari ke seratus, dan hari ke seribu. Tahlilan diawali dengan pembacaan surat al-Ikhlas, yang pada malam ketujuh mencapai jumlah 100.000 kali, kemudian surat Yasin dilanjutkan dengan pembacaan tahlil (la ilaaha illallah) sebanyak 100 kali, tahmid (subhanallah) sebanyak 100 kali pada tiap-tiap pel;aksanaan tahlilan. Bacaan-bacaan itu ditujukan bagi jenazah agar arwahnya diterima Allah SWT. Setelah selesai upacara, tamu yang hadir memperoleh suguhan makanan dari tuan rumah. Selain itu, biasanya pada malam hari diadakan upacara ngaji kubur yang dilangsungkan di depan makam. Upacara ini juga diadakan hingga tujuh malam, walaupuin ada juga yang menyelenggarakannya hingga empat puluh hari secara berturut-turut. Tujuannya agar arwah yang meninggal dapat diterima dan mendapat ampunan dari Allah SWT. Beberapa anggota keluarga yang mendapat kematian, khususnya kaum wanita, mempersiapkan panganan bagi mereka yang melakukan upacara tersebut. Khitanan, Upacara Ketika sebuah keluarga dikaruniai anak laki-laki, bagi yang beragama Islam ada suatu kewajiban yang harus dipenuhi yaitu mengkhitan anak tersebut. Khitan dilakukan ketika sang anak telah siap. Rentang usia anak saat dikhitan adalah 6 sampai 12 tahun, namun ada juga yang di luar rentang usia tersebut. 90   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi

Satu hari sebelum penyelenggaraan khitanan, masyarakat Bekasi melakukan suatu prosesi yang dikenal dengan nama “hari mangkat” atau hari persiapan penyelenggaraan pesta. Pada pagi hari, pengantin sunat mengenakan baju gamis dilengkapi sorban tutup kepala, diarak sekeliling kampung. Setelah itu, pengantin sunat dinaikkan ke delman atau sado yang ditarik oleh seekor kuda. Arak-arakan ini bergerak dengan iringan musik kosidah yang syairnya berisi puji-pujian kepada Nabi Muhammad S.A.W atau syair lain yang menimbulkan perasaan haru. Iring-iringaan berangkat dari rumah hajat kemudian keluar dan masuk kampung. Sepanjang jalan masyarakat menyambut dengan berjajar di sepanjang jalan. Pada hari mangkat keluarga dekat dan tetangga membantu persiapan pesta dengan memasak beragam masakan khas Bekasi. Sementara itu, yang lain menyiapkan “tetep” yaitu semacam tenda dari bambu di depan rumah penyelenggara hajat. Di depan rumah disiapkan meja panjang untuk tamu undangan, di atasnya digantungkan buah pisang sebagai hidangan bagi para tamu. Sebelum pengantin sunat dikhitan pada dini hari, disiapkan peralatan berupa kain sarung, sabut kelapa, sapu lidi, seekor ayam jantan, dan bakul berisi satu sisir pisang, sebutir kelapa, beberapa liter beras, sejumlah uang dan beberapa jenis makanan. Selanjutnya pengantin sunat dengan diselimuti kain sarung menuju tempat yang telah disediakan untuk berkhitan. Pengantin sunat dipangku oleh orang tua atau keluarga terdekat. Bengkong pun melakukan tugasnya disaksikan kerabat dan tetangga terdekat. Setelah acara khitan selesai, bengkong menerima bingkisan sebakul berisi beras, pisang, satu ekor ayam jantan dan kue- kue serta sejumlah uang. Setiap tamu undangan disambut oleh tuan rumah atau pemilik hajat dengan ramah. Setelah memberikan ucapan selamat, para tamu biasanya memberikan sejumlah uang kepada pengantin sunat, selanjutnya menuju meja panjang tempat hidangan disajikan. Perkawinan, Upacara Secara umum, pola perkawinan masyarakat Bekasi zaman dulu sama halnya dengan masyarakat Betawi pada umumnya. Ada yang diawali dengan pacaran, namun ada pula yang tidak. Proses perkawinan dimulai denga peminangan atau lamaran oleh orang tua laki-laki kepada orang tua calon mempelai perempuan. Bila lamaran diterima, kepada pihak perempuan diberikan bingkisan berupa pakaian jadi atau cincin emas. Selang beberapa waktu kemudian, pihak keluarga laki-laki melakukan acara seserahan, yaitu memberikan hadiah bagi calon pengantin perempuan sekaligus bantuan uang untuk pesta pernikahan atau hajatan. Pihak kelurga laki-laki mendatangi rumah calon pengantin perempuan dengan cara berbaris atau biasa disebut ngebesan. Bawaan pada saat ngebesan di antaranya seperangkat alat tempat tidur, pakaian dalam perempuan, makanan, buah-buahan, sepasang roti buaya, dan mas kawin. Mas kawin dapat berupa seperangkat alat sholah berikut Al-qur’an atau emas beberapa gram. Bagian 3—Sosial dan Kebudayaan 91  

Dari pihak keluarga perempuan, prosesi penyambutan besan diawali dengan pemasangan petasan sebagai tanda bahwa rombongan besan telah datang. Bunyi petasan dapat juga berfungsi sebagai pemberitahuan pada tetangga. Sebelum rombongan besan dipersilahkan masuk, perwakilan dari keluarga perempuan bertanya kepada perwakilan rombongan besan “dari mana dan mau apa kemari ?” Wakil rombongan besan dengan lantang menjawab “saya kemari mau mengawinkan anak saya dengan anak perempuan bapak”. Di sini ada proses dialog yang intinya menegaskan kembali proses perkawinan yang akan dilangsungkan. Untuk meluluskan niat, rombongan besan menurunkan wakilnya untuk ngejabanin tarung menggunakan jurus-jurus silat dengan perwakilan dari pihak keluarga perempuan. Biasanya peristiwa ini dimenangkan oleh pihak laki-laki dan selanjutnya rombongan besan laki-laki dipersilahkan masuk dan menempati tempat yang telah disediakan. Sebelum barang-barang bawaan diserahkan, dilakukan pembacaan mauludan. Setelah acara maulud selesai para tamu dipersilahkan makan makanan yang telah disediakan. Tabu Sebagian besar penduduk asli Bekasi masih mempercayai adanya larangan/tabu yang menurut anggapan mereka harus diindahkan. Jika larangan/tabu itu dilanggar, akan berakibat buruk. Tabu-tabu atau larangan itu antara lain: (a) memotong padi pada hari Senin dan Jum’at, (b) menumbuk padi pada hari Senin dan Jum’at, (c) masuk ke pendaringan (bagi laki-laki), (d) bersiul di pendaringan di dekat beras atau padi, (e) bersiul pada waktu malam, (f) duduk di pelangkahan pintu, (g) menjahit di waktu malam, (h) mengayak (menyaring) beras, (i) memakan saji-sajian yang diberikan kepada dewi Sri baik di pendaringan maupun yang disediakan sebagai sesaji di sawah, (j) meninggalkan dapur pada saat memasak, (k) memasukkan/menulak kayu bakar atau kayu api di lubang dapur dengan kaki. Adat tersebut masih tetap dijalankan oleh kalangan petani tua. Mereka berkeyakinan, jika mereka melanggar, akan timbul malapetaka terutama kelaparan dan kekurangan makan. Namun, adat semacam itu kurang begitu dijalankan oleh generasi muda. D. Busana Tradisional Batik, Jenis Busana Betawi tidak terpisahkan dari batik. Ada beberapa jenis dan corak batik yang terdapat pada busana Betawi, termasuk busana tradisional masyarakat Bekasi. Berdasarkan desainnya, batik dibagi dalam dua bagian: 92   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi

a. Batik Klasik Pada motif batik ini banyak digambarkan bentuk pola-pola bani, kawung, ceplok, garis miring, nitik, motif bunga, daun, hewan, cimukiran dan isen b. Batik Pesisir Batik pesisir terdiri dari beberapa jenis, di antaranya: • batik Indo Eropa • batik pagi sore • batik okokai • batik sutera • batik cirebon Batik bermotif awan atau mega yang memperlihatkan pengaruh cina dan merupakan ciri khas Batik Ciorebon Batik pagi sore yang berhiasan bunga-bungaan dikombinasi garis miring, cirri khas Pekalongan Bagian 3—Sosial dan Kebudayaan 93  

Batik yang berhiasan Tumpal dikedua ujung kain panjang, dan merupakan ciri khas Pekalongan. Sering dilukiskan sebagai pembatas bagian kain yang akan dilukis Busana, Jenis Busana khas masyarakat Bekasi terdiri atas beragam jenis. Ada pakaian sehari-hari, pakaian kebesaran, pakaian adat, dan pakaian pengantin, beberapa di antaranya dilengkapi perhiasan. Pakaian khas Bekasi sedikit banyak dipengaruhi oleh pakaian Tionghoa, Arab, dan Melayu sehingga tampak semarak, unik dan menarik. Harian Pria, Busana Pakaian yang dikenakan pada saat bekerja di sawah yaitu celana panjang komprang (longgar), kaki celana lebar hingga betis, baju biasa dan kadang bersarung di pinggang. Sedangkan pakaian yang dipakai pada saat shalat adalah sarung, baju panjang, dan peci hitam. Harian Wanita, Busana Pakaian yang dikenakan pada saat bekerja di sawah adalah kain hingga ke betis, baju biasa, dan tudung (topi lebar), sedangkan yang dikenakan pada saat shalat adalah sarung dan mukena. 94   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi

Kalangan Jago, Busana Jenis pakaian kalangan jago tempo dulu adalah celana panjang berwarna kuning atau krem, jas tutup berwarna putih, bersarung ujung serang, peci hitam atau destar, kaki berterompah, dan golok disisipkan di pinggang tertutup jas. Sedangkan pada zaman sekarang adalah celana pangsi warna apa saja, baju gunting cina yang warnanya disesuaikan dengan warna celana, sarung diselempangkan atau disampaikan di pundak untuk salat atau menangkis serangan musuh, ikat pinggang besar dari kulit, peci hitam, terompah dari kulit, dan golok disisipkan di luar pada ikat pinggang. Pencak Silat, Busana Celana pangsi warna hitam, baju lengan panjang, sarung diikat di pinggang dari kulit yang lebar, topi les tancep, terompah dari kulit, dan golok disisipkan di pinggang. Pengantin, Busana 95   Pakaian yang dikenakan pada saat akad nikah adalah baju luar berupa jubah haji panjang, baju dalam kemeja putih, bagian bawah memakai sarung, dan alas kaki berupa selop atau sepatu pantopel, serta memakai topi terbus berwarna merah atau alfiah (topi putih) yang terlibat dengan sorban. Sedangkan pakaian yang Bagian 3—Sosial dan Kebudayaan

dikenakan pada saat ngunduh mantu (ketika pengantin laki-laki pulang ke rumah orang tuanya) adalah jas tutup, pakaian panjang, kain sarung, dan sepatu pantopel. Untuk pakaian kebesaran adalah baju kurung bertaburkan benang emas/perak dan berkancing ampok, kain songket, ikat pinggang berpending emas atau perak, memakai syangko (penutup muka berbentuk rumbai-rumbai), mahkota berkembang goyang sebagai penutup kepala, perhiasan kalung rantai tebar dan gelang, serta selop mancung. Pengantin Sunat, Busana Biasanya, anak laki-laki berusia tujuh sampai sembilan tahun sudah harus disunat. Bagi masyarakat Bekasi yang cukup mampu, pesta sunatan dilakukan secara meriah, dengan mengarak anak yang akan disunat dinaikkan ke atas seekor kuda, diikuti di belakangnya dengan ondel-ondel dan musik pengiring kendang pencak. Pada peristiwa ini, pengatin sunat mengenakan baju jubah panjang berwarna putih, merah, atau kuning, dengan pakaian dalam kemeja putih biasa, ikat pinggang besar, kembang berlingkar di leher, terbus putih yang dilibat dengan sorban di kepala, dan sepatu pantopel serta kaus kaki panjang berwarna putih. Pria-Wanita, Busana Resmi Pakaian resmi pria adalah pakaian sadariyah, yang terdiri Pakaian ini biasa dilihat pada dari baju koko sadariyah atau juga disebut baju gunting cina, lomba Abang None Bekasi terompah dan berpeci hitam atau merah. Selain itu, ada pakaian ujung serong, yang biasa dipakai oleh demang, dengan jas berkerah dan celana pantalon berhias rantai kuku macan. Sedangkan untuk wanita busana kebaya lengan panjang dan kain yang dipakai sampai ke mata kaki, alas kaki atau selop serta kerudung Stangan Stangan adalah ikat kepala khas Bekasi, yang jika diidentifikasikan dengan daerah lain maka stangan ini sama dengan Ikat di daerah Jawa Barat/Pasundan dan Udeng di daerah Jawa (timur dan Tengah). Jawara-jawara, tukang-tukang pukul atau centeng doeloe hampir merata memakai Stangan ini sebagai hiasan sehari-hari. Di samping sebagai hiasan kepala, stangan berfungsi sebagai alat pelindung kepala 96   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi

dari sengatan sinar matahari. Jawara-jawara umumnya mengenakan stangan berwarna gelap dan hitam. Apa sebabnya mereka memilih warna gelap, belum ada jawaban yang pasti. Yang jelas, warna hitam menyerap sinar matahari lebih banyak, jadi fungsi pelindung kepala dari sengatan terik matahari. Umumnya orang yang banyak kena sengatan sinar matahari mempunyai sifat yan lekas naik darah sedangkan jawara-jawara (yang alim) harus dapat mengendalikan luapan emosinya, mungkin itulah salah satu sebabnya mengapa dipilih warna gelap. Sebagai hiasan kepala stangan ini merupakan barang hiasan yang agak lux waktu itu, karena di samping coraknya yang menarik dan mentereng, harganya pun cukup mahal, terutama yang bercorak kembang batik. Stangan yang untuk hiasan kepala ini mempunyai corak batik tersendiri, motif-motifnya kebanyakan mengutip jenis-jenis flora yang tumbuh disekitar kota Betawi selain itu stangan jelas ini mempunyai warna yang khas pula, seperti warna ; merah dadu, biru gandaria, kuning kunyit, ijo lumut dan lain-lain. Baik corak maupun warnanya tampak sekali pengaruh warna-warna mandarin. E. Ragam Peralatan Alat Dapur ALU, alat yang digunakan untuk menumbuk padi terbuat dari kayu bulat memanjang diperkirakan panjangnya sebesar 1,5 cm berdiameter 5 cm. Alu ini terbuat dari berbagi jenis kayu dengan ukuran yang berbeda pula. BAKUL, terbuat dari anyaman bambu berbentuk bulat dengan kira-kira berdiameter 30-45 CM. Bakul umumnya digunakan untuk menyimpan beras yang akan dicuci untuk kemudian di masak menjadi aron. Bakul Bagian 3—Sosial dan Kebudayaan 97  

CENTONG, sejenis alat untuk aduk nasi atau sayur yang terbuat dari kayu bentuknya melingkar di bagian depan pipih dan bertangkai. COWET, sejenis tembikar yang terbuat dari tanah liat berdiameter 20 cm, biasanya alat ini dipergunakan untuk membuat sambal. DANDANG, alat dapur digunakan untuk menanak nasi biasanya dandang ini terbuat dari bahan kuningan bahkan ada juga yang terbuat dari kaleng. Dandang ini biasanya tidak bias digunakan secara sendiri selalu menggunakan pasangan yang dinamakan kukusan. DAPUR, tungku tempat menyalakan api untuk memasak. Dapur biasanya mempunyai dua lobang, satu lobang memiliki dua tempat meletakan bejana. 98   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi

Dapur dengan dua lubang GAYUNG, alat yang terbuat dari tempurung kelapa dan diberi tangkai kayu, untuk menyendok air dalam tempayan. KEKEB, alat menanak nasi yang terbuat dari anyaman bambu berfungsi untuk menutup. Kekeb ini merupakan pasangan dari kukusan yang berbentuk melingkar berdiameter 30 cm. KUKUSAN, alat untuk menanak nasi yang terbuat dari anyaman bambu yang dibentuk menyerupai kerucut, diameter permukaan kukusan melingkar diperkirakan 30 cm. Kukusan mempunyai alat tutup yang dinamakan kekeb. Kukusan 99   Bagian 3—Sosial dan Kebudayaan

LENJING, alat sejenis kayu difungsikan untuk menumbuk bumbu dapur biasanya ukuran panjangnya diperkirakan 30 cm dengan diameter 5 cm. Pasang untuk menggunakan alat ini adalah lumpang batu. LUMPANG BATU, alat yang terbuat dari bongkahan batu sedemikian rupa menyerupai lubang sebagai wadah untuk menumbuk bumbu dapur. Ukuran dari lumping batu ini beragam dari yang kecil sampai yang besar. PANE, alat untuk mendinginkan nasi setelah dimasak, terbuat dari bongkahan kayu yang menyerupai lubang. Pada saat digunakan mendinginkan nasi, dibantu dengan alat kipas. PASO, alat untuk membuat masakan sejenis sayur. Paso ini terbuat dari tanah liat yang menyerupai wadah sejenis tembikar. Paso ini sering juga difungsikan untuk menyimpan hasil masakan. Ukuran Paso berbagai jenis dari yang terkecil sampai terbesar diameternya antara 30 cm bahkan diperkirakan sampai 50 cm. 100   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi

PENGKI, alat yang terbuat dari anyaman bambu dengan berbagai jenis ukuran dari yang kecil sampai yang besar biasanya penggunaannya pun berbeda-beda bias juga digunakan untuk wadah sayuran bahkan tempat penampungan sampah. SENDOK SAYUR, alat yang terbuat dari tempurung kelapa yang diberi batang kayu digunakan untuk menyendok sayur TAMPAH, alat untuk mengayak beras, terbuat dari anyaman bambu yang berbentuk pipih dengan diameter 50 –60 CM, kadang tampah juga digunakan untuk menjemur kue-kue kering. TEMPAYAN, sejenis tembikar yang terbuat dari tanah liat sebagi tempat untuk menyimpan beras atau tempat menampung air. Jenis ukuran tempayan ini dari yang kecil sampai yang besar Bagian 3—Sosial dan Kebudayaan 101  

Alat Pencari Ikan ANCO, berfungsi sebagai alat perangkap ikan, bahan dari bambu dan kain. BUBU, berfungsi sebagai alat perangkap ikan, terbuat dari bambu, ada katup untuk melepaskan ikan. JALA, terbuat dari jalinan benang nilon atau benang kenur yang dilingkari ring besi. Panjangnya antara 2 hingga 3 depa (1 depa adalah panjang bentangan tangan kiri dan kanan. 102   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi

KORANG, tempat menyimpan ikan yang terbuat dari anyaman bambu. PANCING terbuat dari bambu diikat tali, di ujung tali dipasang kail yang diberi umpan. Alat Pertanian ANI-ANI, alat memotong padi yang terbuat dari kayu berukuran sekitar 10 cm dengan mata pisau di bagian bawah, ada alat pemegang terbuat dari bambu. Digunakan dengan cara menekankan mata pisau pada batang padi pada saat memanen. ARIT, alat potong padi atau rumput terbuat dari pelat besi yang dibuat pipih dan melengkung , tajam pada bagia dalam. Bagian 3—Sosial dan Kebudayaan 103  

GARU, alat yang terbuat dari kayu, terdapat jeruji seperti sisir berfungsi untuk meratakan tanah yang sudah gembur agar siap ditanami. GOLOK, alat dengan bentuk panjang kira-kira 30-35 CM dengan bagian bawah tajam. Alat ini biasa digunakan untuk memotong kayu dengan cara dibabat atau dipenggal. LUKU, alat untuk membajak sawah, alat ini terbuat dari kayu dan terdapat pisau di bagian bawah luku. Alat ini biasa digerakkan dengan ditarik seekor kerbau atau sapi, alat ini berfungsi untuk mengangkat bongkahan tanah agar menjadi gembur. LUMBUNG PADI, bangunan terbuat dari kayu dan bilik berfungsi sebagai tempat menyimpan padi pada saat musim panen. 104   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi

PACUL, alat untukmenggali atau membajak tanah PARANG, alat potong yang terbuat dari pelat besi pipih yanga panjang nya kira-kira 1,5 meter alat ini digunakan untuk memotong rumput atau menebas ilalang . SUNDUNG, rangkaian bambu berbentuk limas yang berfungsi sebagai tempat menampung potongan rumput atau hasil potongan padi setelah menuai padi. Untuk mengangkutnya digunakan pikul. Petani yang sedang membawa sundung F. Alat Transportasi Delman Jenis angkutan penumpang Bekasi tempo dulu di Bekasi mengenal sebutan delman atau sado. Berbeda dengan gerobak, alat angkutan ini khusus untuk mengangkut manusia. Delman adalah kendaraan penumpang yang digunakan sebagai sarana transportasi masyarakat Bekasi. Kendaraan ini ditarik oleh seekor kuda yang dikendalikan oleh seorang kusir. Kapasitas delman dan sado kurang lebih empat orang, namun bisa juga dipadatkan hingga menampung lima orang. Ukuran delman kurang lebih 120 cm 2, memiliki dua buah roda kayu berdiameter 100 cm. dengan poros di bagian tengah untuk menghasilkan kelenturan pada saat dikendarai. Bagian 3—Sosial dan Kebudayaan 105  

Pada masa kolonial Belanda, ada peraturan mengenai kelayakan jalan sebuah delman. Menurut ketentuan, seekor kuda boleh dijadikan kuda penarik bila usianya telah memasuki tiga tahun, kondisi badan kuda tidak luka, dan terawat baik mulai dari kepala hingga ujung kaki. Busana Kusir Delman Sekarang delman di Bekasi tinggal beberapa buah. Kendaraan yang tersisa ini dibuat pada zaman kolonial Belanda dengan label “dibuat di Batavia”. Dalam masa jayanya sekitar tahun enam-puluhan sampai dengan tahun tujuh puluhan, delman menjadi kendaraan favorit sebelum adanya becak dan jenis angkutan lain. Gerobak Bekasi tempo dulu merupakan daerah pertanian/persawahan dan daerah perkebunan yang cukup luas. Kondisi masyarakat yang agraris sangat kental dengan tradisi masyarakat yang agraris. kondisi masyarakat yang tradisional kerap kali dengan budaya tolong-menolong yang masih kental membuat kondisi harmonis dalam masyarkat terbangun dengan damainya. Gerobak merupakan sarana transportasi yang sangat efektif, mengingat kendaraan jenis ini dapat menjangkau medan yang baik maupun dalam kondisi jalan yang becek. Kendaraan 106   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi

transportasi ini terbuat dari kayu, berukuran kurang lebih 150 Cm2 dengan dua buah roda yang juga terbuat dari kayu dengan diameter 140 Cm dilapisi lempengan besi. Beberapa sambungan siku diperkuat dengan lempengan besi yang diikat dengan baut. Alat pengangkut barang ini ditarik oleh satu ekor atau dua ekor sapi, sangat efektif karena dapat masuk ke daerah- daerah perkebunan atau persawahan di samping relatif mudah perawatannya. Gerobak sering dipakai mengangkut barang dengan jarak berpuluh kilometer, dapat mengubungkan satu kampung dengan kampung lain. Jenis barang yang diangkut adalah gabah, sayur-mayur, buah- buahan seperti semangka, mangga, timun, tomat juga bambu dan balok kayu. Gerobak sering pula dikendarai pada waktu malam dengan menggantungkan sebuah pelita atau lampu konteng/ lampu minyak di bagian bawah. Pada malam hari, kendaraan ini dilengkapi atap dari terpal atau kain tebal untuk melindungi diri dari rasa dingin. Dalam menempuh perjalanan yang cukup jauh, jika sapi sudah cukup lelah, kendaraan berhenti untuk beristirahat. Sapi diberi makan rumput dan diberikan minum, sedangkan kusirnya turut makan bekal yang dibawa. Lori Lori adalah jenis kendaraan yang hanya dapat melintas di rel kereta api. Lori digunakan masyarakat Bekasi sebagai alat mengangkut hasil panen berupa sayuran, buah-buahan dan padi. Bentuknya seperti papan melebar yang diluncurkan di atas rel, didorong oleh beberapa orang. Setelah lori mulai melaju, orang yang mendorong meloncat ke atasnya. Lintasan yang pernah ada pada masa dahulu adalah lintasan dari Bulan-bulan melintasi Kampung Asem, Kampung Teluk Buyung, penggilingan, hingga ke Teluk Pucung. Dahulu daerah Teluk Pucung dikenal sebagai daerah perkebunan tebu. Selain itu, ada juga lori di lintasan kota Bekasi lainnya. G. Biografi Tokoh Amsar, Muhammad Muhajirin KH Mohammad Muhadjirin Amsar, panggilan akrab KH Muhadjirin atau Mat Jirin adalah ulama yang dikenal luas di kalangan masyarakat Bekasi, yang besar andilnya dalam upaya merebut dan mempertahankan kemerdekaan RI. Sebagai ilmuwan, ia dikenal tidak saja di lingkungan Bekasi tetapi juga di luar negeri, khususnya di Masjidil Haram. Sebagai salah seorang guru terbaik di Masjidil Haram, ia menerima penghargaan berupa sebuah jam tangan berlapis emas bertuliskan al Mamlakatussuudiyyah dari Raja Faisal. Bagian 3—Sosial dan Kebudayaan 107  

Pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan, KH Muhajirin aktif di organisasi Hizbullah, tetapi sebatas sebagai penjalin ukhuwah di kalangan pejuang dengan landasan patriotisme dan nasionalisme yang tinggi. KH Muhajirin lahir di Jakarta, 10 November 1921. Pendidikan formal ditempuhnya di Darul ‘Ulum Addiniyyah, Makkah Al-Mukarramah (1949-1955). Ia juga memperdalam ilmu melalui sejumlah jalur pendidikan nonformal, seperti Pesantren Mester (Jatinegara) Jakarta (1936-1946), beberapa pesantren di Jawa Barat (1942), pesantren di Jakarta Kota (1942), Pesantren Buntet Cirebon (1942-1945), Masjidil Haram, Mekkah (1947-1955), dan Masjid Nabawi, Madinah (1947-1955). Ia dikenal sebagai salah seorang staf pengajar di Darul Ulum Makkah al-Mukarromah. Di dalam negeri ia mengajar di Pesantren Bahagia bersama Kiai Abdur Rahman dan Kiai Noer Ali. Aktivitasnya tidak terbatas pada mengajar karena pada 1963 ia pun mendirikan Perguruan Annida Al-Islamy Bekasi, sekaligus menjadi pimpinannya. Karya tulisnya antara lain Misbah Al Zhulam Fi Syarhi Al Bulugh A Maram, 8 Jilid (fiqih hadist), Idhoh Al Maurud, 2 Jilid (ushul fiqih), Muhammad Rasulullah (tarikh), Mirah A Muslmin Fi Siroh Khulafa Al Rasyidin (tarikh), Al Muntakhab Min Tarikh Daulah Umayah (tarikh), Qowaid Al Khoms Al Bahiyyah (qowaid fiqih), al-Istidzkar (mustholah hadist/ushul hadits), Ta’liqot Ala Matini Al jauharoh 2 Jilid (tauhid), Mukhtaroh Al Balaghoh 2 Jilid (balaghah), Qowaid Al Nahwiyah 2 Jilid (nahwu/tata bahasa Arab), Al Qoul Al Hatsis Fi Mustholah Al Hadits (ushul fiqih), Taysir Al Ushul I Ilmi Al Ushul (ushul fiqih), Qowaid Al Mantiq 2 Jilid (mantiq), Mutholaah Mahfudzot, Takhrij Al Furu’ Ala Al Ushul, Tathbiq Al Ayat Bi Al Hadist, Tasawwuf, dan Faroid. Selain itu adalah mushaf yang belum sempat dicetak. Menurut KH Muhajirin, masyarakat Bekasi dapat meningkatkan kualitas hidup apabila memiliki niat dan mau bekerja keras. Namun, sayangnya, dewasa ini masih banyak orang Bekasi menjadi “penonton” dalam dinamika kemajuan daerah Bekasi dewasa ini. Pada masa dahulu masyarakat Bekasi memiliki rasa fanatisme kedaerahan yang tinggi namun cenderung membuta sehingga mereka tidak mampu melihat suatu permasalahan secara jernih. Agar efektif dan berdaya guna, fanatisme kedaerahan harus diartikulasikan secara proporsional agar masyarakat Bekasi tidak semakin tertinggal dari masyarakat di daerah lain. Demi tercapainya kemajuan masyarakat, pada masa mendatang penduduk Bekasi harus memiliki pandangan yang lebih cerdas dan lebih proporsional. Menurut KH Muhajirin, tingkat pendidikan yang masih belum merata merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan belum baiknya kapital sosial masyarakat Bekasi. Oleh karena itu, pemerataan pendidikan merupakan syarat mutlak, selain peningkatan etos kerja untuk mencapai kemajuan di berbagai sektor. KH Muhajirin meninggal dunia pada 31 Januari 2003 (27 Dzulqaidah 1423 H). Ia dikaruniai 9 orang putra. 108   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi

Darmawijaya, Wikanda Pada akhir tahun 1997, terjadi krisis moneter yang menimbulkan efek pada bidang politik, sosial budaya, maupun hukum. Akibat krisis tersebut, Presiden Soeharto mengundurkan diri dan digantikan oleh Presiden B.J. Habibie. Berakhirnya masa pemerintahan Presiden Soeharto menandai babak baru politik nasional yaitu orde reformasi, diikuti oleh perubahan format politik nasional secara radikal, dari sentralisasi menuju desentralisasi. Pada masa krisis ini di Kabupaten Bekasi terjadi penggantian kepemimpinan dari Bupati Moch. Djamhari kepada Bupati H. Wikanda Darmawijaya (periode 1999–2004). Sebelumnya, Moch. Djamhari menjabat Ketua DPRD Bekasi. Periode awal kepemimpinan Bupati Wikanda diwarnai oleh gejolak politik, baik di tingkat nasional maupun lokal. Kondisi ini menuntut pemerintah daerah meredifinisi format penyelenggaraan pemerintahan, yang semula didominasi oleh pemerintah dalam berbagai aspek kegiatan pembangunan menjadi lebih akomodatif terhadap tuntutan dan peran masyarakat. Menjelang tahun 2000, seiring dengan membaiknya indikator ekonomi nasional, iklim investasi di wilayah Kabupaten Bekasi mulai membaik. Hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi (LPE), dari 21.36 % pada tahun 1998 mengalami perubahan ke arah yang positif, yaitu sebesar 2,4 % pada akhir tahun 1999. Naiknya tingkat pertumbuhan ini dipacu oleh sektor industri yang masih memegang peranan penting dalam pembangunan wilayah Kabupaten Bekasi. Kabupaten Bekasi tetap menarik bagi pendatang sehingga terjadi peningkatan jumlah penduduk secara cepat. Pada tahun 1997 jumlah penduduk Kabupaten Bekasi tercatat 1.225.523 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata 8,077 % per tahun. Untuk lebih meningkatkan kinerjanya, Pemerintah Kabupaten Bekasi memindahkan sekretariat kantor pemerintah ke wilayah kota Cikarang. Pemindahan tersebut didasarkan pada peraturan pemerintah no. 82 tahun 1998 tanggal 28 Desember 1998. Salah satu dasar pertimbangan mengenai dipilihnya kota Cikarang adalah wilayah bagian timur Kabupaten Bekasi semakin berkembang dalam bidang industri, perdagangan, dan pemukiman. Dengan pemindahan tersebut, diharapkan pertumbuhan pembangunan wilayah bagian timur semakin cepat sehingga akan mewujudkan keseimbangan pembangunan antarwilayah. Djamhari, Mochammad Mochammad Djamhari adalah Bupati Bekasi yang menggantikan Bupati Suko Martono pada akhir tahun 1993. Pada masa akhir kepemimpinannya (tahun 1996) Kota administratif Bekasi ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya. Pembangunan pada periode Bupati Mochammad Djamhari menindaklanjuti pembangunan pada periode sebelumnya. Pembangunan Bekasi masih bertumpu pada pembangunan industri. Bagian 3—Sosial dan Kebudayaan 109  

Ia melemparkan konsep back to village (kembali ke desa) karena desa adalah salah satu kekuatan Kabupaten Bekasi sebagai daerah penyangga ibu kota. Namun, dalam perjalanannya, sektor industri lebih dominan. Seiring dengan pembangunan industri, sektor perumahan mengalami kenaikan cukup berarti. Pembangunan perumahan boleh dikatakan berbanding lurus dengan pembangunan prasarana fisik jalan dari penambahan sarana transportasi yang memudahkan akses mobilitas dari DKI Jakarta menuju Bekasi atau sebaliknya. Terjadi peningkatan yang cukup signifikan antara permintaan konsumen untuk memiliki rumah yang lebih murah dibandingkan dengan hunian di DKI Jakarta atau wilayah Bekasi yang langsung berbatasan dengan DKI. Pada masa akhir kepemimpinan Moch Djamhari tahun 1996 terjadi perubahan wilayah, Kotif Bekasi ditingkatkan statusnya menjadi kotamadya. Walikota pertama adalah H. Kailani AR. Fatah, Abdul Abdul Fatah adalah bupati yang menggantikan Soekat Soebandi pada 1973. Tokoh pertama yang menjabat selama dua periode (1973-1978 dan 1978-1983) ini dikenal memiliki visi pembangunan ke depan dengan ikhtiar kuat mewujudkan Bekasi sebagai daerah metropolitan yang bernuansa pertanian dan industri. Karena kiprah dan prestasinya dalam membangun Kota Bekasi, ia diakui banyak kalangan sebagai “Bapak Pembangunan Bekasi”. Abdul Fatah lahir di Bandung tanggal 23 September 1925. Jenjang pendidikan adalah HIS, MULO, Kogio Sukenzo, Pemuda Perjuangan, Tentara Rakyat Indonesia, dan Sekolah Persamaan Cimahi. Dalam memimpin beliu mampu melahirkan Master Plan Pembangunan Kabupaten Bekasi yang dirancang sebagai tindak lanjut lokakarya di Purwakarta. Pada itu dikenal konsep pembangunan Bekasi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Proses pembangunan di Kabupaten Bekasi terus berlanjut pada periode kedua kepemimpinan H. Abdul Fatah. Berbagai proyek pengembangan sarana fisik dilanjutkan, seperti pembangunan irigasi pengairan teknis waduk Jatiluhur. Untuk menanggulangi kekeringan saat musim kemarau dan banjir saat musim hujan, dibangun saluran pembuangan CBL (Cikarang Bekasi Laut). Sementara itu, untuk menghubungkan wilayah antarkecamatan se-kabupaten Bekasi, dibangun jalan baru dan dilakukan peningkatan kualitas jalan. Perubahan penting lain terjadi pada tahun 1976, ketika wilayah administratif kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi dimekarkan menjadi beberapa kecamatan dan desa. Sebelum tahun 1976 kabupaten Bekasi terdiri dari 4 kewedanan (pembantu bupati), 13 kecamatan, 2 perwakilan kecamatan dan 95 desa. Selanjutnya, berubah menjadi 1 kota administratif, 4 pembantu bupati, 20 kecamatan, 3 perwakilan kecamatan, 218 desa, dan 19 kelurahan. 110   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi

Pengembangan Bekasi menjadi daerah penyangga Jakarta dilakukan dengan menata kawasan Bekasi sebagai kawasan pemukiman dan kawasan industri. Cikarang, Cibitung dan Lemah abang yang dikenal sebagai daerah pertanian dan perkebunan dikembangkan menjadi kawasan industri, yang semakin pesat dengan dibangunnya jalan tol Cawang-Cikampek pada 1982. Sarana perekonomian dibenahi dengan memindahkan pasar tradisional Bekasi di Jl. Juanda ke areal bekas perkuburan yang dinamakan Pasar Baru, sedangkan areal Pasar lama digunakan untuk pusat pertokoan. Di samping itu, dilakukan penataan pertokoan di sepanjang jl. Juanda dengan menggunakan konsep superblok berlantai II yang sekarang dikenal dengan rumah toko. Pengembangan bidang pendidikan di masa Bupati H. Abul Fatah dilakukan melalui pembangunan beberapa sekolah menengah negeri dan sekolah dasar di seluruh desa yang tersebar. Pembangunan pendidikan tinggi dimulai tahun 1982 dengan pendirian Akademik Pembangunan Desa (APD) sebagai pencetak tenaga profesional di lingkungan Pemda Kabupaten Bekasi. Pada akhir masa jabatan Bupati Abdul Fatah, April 1982, kantor Pemda Kabupaten Bekasi di jalan Juanda no. 103 dipindahkan ke kompleks Pemda Kabupaten Bekasi, Jalan Ahmad Yani No.1. Pemindahan kantor tersebut bersamaan waktunya dengan pembangunan kompleks gelanggang olah raga di Rawa Tembaga. Jole Jole, atau lebih dikenal dengan nama Haji Jole, adalah sosok jawara atau “jagoan” yang dikenal luas di masyarakat, yang banyak kiprahnya pada masa perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan di wilayah Bekasi. Jasanya terutama terletak pada usaha mengamankan berbagai proses sidang pemerintahan dari gangguan berbagai kelompok, antara lain sidang-sidang DPRGS/ DPR MPR pada periode tahun 1950-an. H. Jole lebih dikenal sebagai tokoh jawara yang memiliki banyak pengikut. Di luar citranya sebagai tokoh jawara, Haji Jole juga dikenal sebagai kolektor dan pemelihara barang-barang antik dan bernilai sejarah. Bersama H. Husein Kamalie, H. Jole turut melestarikan dan mengembangakan tari “ujungan”, yaitu tarian menjelang panen, yang mempertarungkan orang dengan orang. Haji Jole meninggal dunia karena sakit yang dideritanya akibat kecelakaan ketika sedang menari di panggung “Keliningan”. Secara tak sengaja, kakinya menginjak paku. Demi kesembuhan, dokter yang merawat menyarankan agar kakinya yang luka diamputasi, namun pihak keluarga tidak mengizinkan. Hal ini mengakibatkan lukanya tidak dapat disembuhkan. Bagian 3—Sosial dan Kebudayaan 111  

Kailani Kailani, putra asli Palembang, dikenal sebagai walikota Bekasi yang pertama, juga perintis terbentuknya Kotamadya Bekasi. Pada saat pelantikannya sebagai Walikota Kotamadya Bekasi pada Maret 1997, Menteri Dalam Negeri, Yogie S. Memet, mengucapkan selamat atas keberhasilannya membina Kota administratif Bekasi dan menaikkan statusnya menjadi Kotamadya. Kailani dilahirkan di Palembang 18 November 1941, dan pertama kali menginjakkan kaki di bumi Parahiyangan pada tahun 1970 ketika berkuliah di Fakultas Sosial Politik Universitas Padjadjaran, Bandung. Pendidikan formal lainnya adalah Pelatihan Statistik (1974) dan Sespanas (1994). Kailani memulai karirnya sebagai Kepala Sosial Politik pemerintah Kabupaten Majalengka pada tahun 1972. Setelah memegang berbagai jabatan, pada 1990 ia diangkat sebagai Kepala Dispenda Kabupaten Majalengka. Setelah itu, dipindahkan ke Kabupaten Bekasi. Pada 1991 ia diangkat sebagai Walikota Kota Administratif Bekasi. Setelah Kotamadya Bekasia terbentuk pada 1996, ia menjabat sebagai Walikota yang pertama. H. Kailani memilki jiwa kepimpinan yang memberikan contoh kedisiplinan dan manajemen terbuka. Sebagai aparat, ia sering terjun ke masyarakat di pelosok-pelosok Bekasi untuk melihat sampai sejauh mana pelaksanaan dan implementasi seluruh program kerja. Visinya adalah menjadikan kota Bekasi sejajar dengan kota lain sebagai salah satu kota satelit Jakarta. Kamaly, Mohamad Husein Mohammad Husein Kamaly termasuk tokoh pejuang Bekasi dari empat zaman. Dari 2 Oktober 1956 sampai dengan 1 Oktober 1957 ia menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Peralihan (DPRDP). Selanjutnya, pada 1 November 1957 diangkat sebagai Ketua DPRD Swatantra Tingkat II Bekasi berdasarkan keputusan DPRD Swatantra Tingkat II Bekasi No. 2/DPRDP/1957. Pengangkatannya diikuti dengan pengangkatan Nausan sebagai kepala Daerah Swatantra Tingkat II Bekasi pada 27 Januari 1958. Masa jabatan Moh. Husein Kamaly sebagai Ketua DPRD berakhir pada 10 Maret 1960. Selanjutnya, ia menjabat DPRD Gotong Royong (DPRD-GR) sampai dengan 15 Januari 1967. Husein Kamaly memiliki perhatian besar terhadap sejarah kesenian dan kebudayaan Bekasi, antara lain ditunjukkan dengan penulisan karya berjudul Sejarah/Kebudayaan dan Permaslahan Daerah dalam Kabupaten Bekasi pada tahun 1973. 112   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi

Kolopaking, Sampurno Sampurno Kolopaking menggantikan Bupati Suhandan Umar yang diberhentikan pada 19 Oktober 1951. Pelantikannya dilakukan pada 19 November 1951 di Kantor Bupati Bekasi, Jatinegara. Masa jabatan Sampurno Kolopaking berakhir pada 1 Juni 1958 berdasarkan SK Mendagri no. 12-5-1958/8/71. Selanjutnya, untuk sementara jabatan Bupati Bekasi dipegang oleh RMKS Prawiradiningrat. Pada masa Bupati Sampuro Kolopaking dibangun bendungan pengairan Prisdo. Martono, Suko Suko Martono lahir di Madiun, Jawa Timur, 24 Juli 1941. Ia menggantikan Abdul Fatah sebagai Bupati Bekasi pada tahun 1983 dan memegang jabatan itu selama dua periode, hingga tahun 1993. Pada masa awal kepemimpinannya terjadi pergeseran paradigma pembangunan di wilayah Bekasi, dari penekanan pada sektor pertanian kepada pembangunan sektor industri. Pergeseran paradigma ini juga ditandai dengan dirumusannya konsep pembangunan dalam Wilayah Pembangunan I, II, dan III. Wilayah pembangunan I membentang di sebelah utara jalan pantura Bekasi–Karawang dengan luas wilayah 69.800 ha. Wilayah pembangunan II membentang di sebelah jalan pantura Bekasi- Karawang dengan luas wilayah 96.600 ha. Sementara itu, wilayah pembangunan III membentang di sebelah selatan jalan pantura Bekasi-Karawang dengan luas wilayah 39.037 ha. Pembanguanan wilayah indusri yang dilaksanakan sejak awal Pelita III berjalan seiring dengan pengembangan daerah pertanian dengan asumsi bahwa pembangunan irigasi tersier Tarum barat yang mengaliri lahan pertanian sebelah utara dan pembangunan irigasi Cipamingkis di Cibarusah dan Serang sudah dioptimalkan. Sehingga lahan kritis dan lahan pertanian yang tidak produktif di luar wilayah tersebut dijadikan pengembangan wilayah industri, baik industri berat, industri sedang maupun industri kecil. Selain pengembangan wilayah industri juga dikembangkan kawasan industri yang lebih intragate dalam satu daerah terbatas sehingga dapat dikelola dengan baik dan dilengkapi pengamanan yang sistematis. Maun Al Ismaun Maun Al Ismaun adalah Bupati Bekasi yang menggantikan pejabat sementara, RMKS Prawiradiningrat, berdasarkan SK Mendagri No. Up3/8/1960 tanggal 29 Januari 1960. Ia merupakan Bupati pertama Bekasi yang sekaligus menjabat Kepala daerah Swatantra Tingkat II Kabupaten Bekasi. Pada masa pemerintahan Bupati sebelumnya, kedua jabatan ini terpisah sehingga sering menimbulkan dualisme dalam kepemimpinan daerah. Di samping itu, Maun Al Ismaun juga menjabat sebagai Ketua DPRD-GR periode 1960-1967. Bagian 3—Sosial dan Kebudayaan 113  

Untuk membantu pelaksanaan tugas, Bupati Maun Al Ismaun membentuk Badan Pemerintahan Harian (BPH) yang terdiri atas wakil-wakil rakyat, di antaranya Slamet, Sutio Wiryodinoto, H. Masturo, Abas Junaedi, dan H. Mahadi. Pada masa kepemimpinannya banyak dilakukan pengembangan pertanian. Pada masa pemerintahannya, gedung Kantor Pemerintahan Daerah Kabupaten Bekasi dipindahkan dari Jl. Jatinegara ke Jl. Juanda 103, Bekasi, pada 2 April 1960. Muhammad, Mochtar Muchtar Muhammad adalah wakil Walikota Bekasi perode 2003- 2008. Pria kelahiran Gorontalo tahun 1964 ini menikah denan Sumiyati dan dikaruniai dua orang anak. Ia pernah menjadi anggota DPRD Kota Bekasi dari Partai membantu Demokrasi Indonsia Perjuangan untuk wilayah pemilihan Kecamatan Bantargebang (1999-2003). Sebagai wakil walikota ia berusaha menjalin komunikasi secara langsung dengan masyarakat agar segala program kerja Pemerinah Kota Bekasi dapat terimplementasi dengan baik dan dapat diterma oleh masyarakat. Secara terprogram ia mengunjungi berbagai kawasan permukiman di wilayah kota Bekasi dan ikut membantu pengembangan sarana fisik seperti membantu usaha perbaikan jalan lingkungan, program pembangunan gedung sekretariat RW di sejumlah keluahan dan kecamatan. Nausan, Mumammad Muhammad Nausan, atau yang akrab dipanggil Papi Nausan, adalah orang yang pertama menjabat sebagai kepala daerah, sejajar dengan Bupati, setelah Bekasi menjadi kabupaten sendiri, terpisah dari Kabupaten Jatinegara. Ia diangkat karena dianggap sebagai pejuang Bekasi yang cerdas. Karirnya dalam bidang politik banyak diwarnai badai. Setelah menjabat bupati sekitar 3 tahun, ia digantikan karena tingkat pendidikannya dinilai tidak memenuhi syarat. Kemudian diganti oleh Soekat Soebandi. Pada saat menjabat, ia pernah menjual tanah miliknya untuk membayar gaji para para karyawan sehingga pada saat menjadi Bupati ia justru bertambah miskin. Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai kepala daerah, ia menjabat Ketua HKTI (Himpunan Kerukunann Tani Indonesia). 114   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi

Noer Alie Kiai Noer Alie adalah tokoh ulama dan pejuang kemerdekaan asal Bekasi yang dikenal luas oleh masyarakat. Ia berjasa besar dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan dari gangguan fisik pihak musuh yang mencoba meruntuhkan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Meskipun dikenal sebagai sosok ulama, Kiai Noer Alie memiliki wawasan kebangsaan yang kuat, yang ikut membentuk dasar perjuangannya. Namun, di atas segalanya, dasar perjuangan Kiai Noer Alie semata-mata ibadah kepada Allah SWT demi mendapatkan ridha-Nya. K.H. Noer Alie memiliki jiwa pejuang, menguasiai ilmu-ilmu normatif dengan baik dengan wawasan luas dan jauh ke depan. Awalnya, Noer Alie belajar mengaji pada ustad Maksum. Setelah mampu membaca Al Qur’an dengan baik, ia melanjutkan pelajaran kepada K.H. Mu’ni, khususnya dalam ilmu–ilmu agama dan bahasa Arab. Jenjang berikutnya adalah belajar kepada K.H. Marzuki di Rawa Bebek, Cipinang Muara. Karena menguasai ilmu–ilmu agama dengan baik, oleh K.H. Marzuki ia diangkat sebagai asisten. Dua tahun kemudian, ia melanjutkan pelajaran ke Mekkah. Sewaktu belajar di Mekkah ia menjadi ketua Persatuan Pelajar Indonesia Melayu (PPM). Ia dikenal di kalangan pelajar Indonesia dan pelajar Malaysia sebagai orang yang cerdas, berjiwa pemimpin, dan memiliki semangat juang tinggi. Setelah 6 tahun belajar di Mekkah, ia dipanggil pulang oleh orang tuanya, dan ia mulai membangun kampungnya dengan menempuh profesi sebagai pengajar. Santri dan murinya berasal dari Bekasi, Karawang dan Jakarta. Dalam masa pengabdiannya sebagai guru, pecah Perang Dunia II. K.H. Noer Alie kemudian menempa para santri agar memiliki jiwa dan semangat perjuangan. Dalam masa perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan, K.H. Noer Alie menjadi pemimpin laskar pejuang Bekasi dan memerintahkan politik perang geriya . Selain sebagai pendidik dan pejuang, K.H.Noer Alie dikenal sebagai politikus yang konsisten. Ketika Partai Masumi dipecah belah dan para pemimpinnya dipenjarakan, ia terus berjuang di jalur partai ini dan berperan sebagai pemersatu. KH Noer Aliee meninggal dunia pada 1992. RMKS Prawiradiningrat RMKS Prawiradiningrat diangkat sebagai penjabat Bupati sementara Bekasi, menggantikan Sampurno Kolopaking, pada bulan Juni 1958. Dua tahun kemudian, 30 Januari 1960, ia diberhentikan dari jabatannya oleh Menteri Dalam Negeri Ipik Gandamana. Bersamaan dengan itu, diberhentikan pula M. Nausan dari jabatan Kepala Daerah Swatantra Tingkat II Kabupaten Bekasi sebagai upaya mengakhiri dualisme kepemimpinan daerah di Bekasi. Bagian 3—Sosial dan Kebudayaan 115  

Pada masa pemerintahan RMKS Prawiradiningrat dibangun Kantor Pemda di Jl. Juanda 103, daerah Bekasi Kaum. Soebandi, M. Soekat Soekat Soebandi adalah Bupati Bekasi yang menjabat pada awal pemerintahan Orde Baru (1967-1973), menggantikan Maun Al Ismaun yang habis masa jabatannya. Sama dengan bupati pendahulunya, selain sebagai Bupati, Soekat Soebandi menjabat Kepala Daerah Swatantra Tingkat II Bekasi. Pada masa kepemimpinannya, mulai dirintis berbagai sektor pembangunan, terutama sektor pertanian. Langkah ini diambil karena Bekasi memiliki lahan pertanian cukup luas dan dikenal sebagai “lumbung padi”. M. Soekat Soebandi juga dikenal sangat peduli terhadap pelacakan akar budaya dan sejarah Bekasi. Kepedulian tersebut dibuktikan lewat penulisan buku Sejarah Bekasi I yang merupakan dokumentasi sejarah yang cukup berharga. Soedjono Soedjono lahir di Kebumen, 15 September 1933. Walikota Kota Administratif Bekasi yang pertama ini meninggal dunia pada 7 November 2003. Soedjono adalah putra H. Abdul Salam, seorang petani, dan Sapurah. Sekolah Rakyat diselesaikan tahun 1946, kemudian SMP tahun 1950 dan SMA tahun 1954. Dalam keseharian, ia selalu memperhatikan perkembangan keluarga. Senantiasa berbincang dengan keluarga sebelum berangkat ke kantor karena komunikasi adalah bekal utama untuk mendekatkan diri dengan keluarga sehingga bersikap saling terbuka. Pola yang dibangun dalam keluarga adalah penegakan disiplin. Pembinaan rasa tanggung jawab dalam keluarga terkesan diterapkan dengan keras, namun semata- mata untuk mendidik anak-anaknya. Ia selalu menekankan perlunya bekerja keras karena ia memang berasal dari keluarga petani yang terbiasa bekerja ulet. 116   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi

Sonthanie, Nonon Nonon Sonthanie adalah walikota Bekasi periode 1998-2003.. Pada saat menjabat Walikota Bekasi ia melihat bahwa SDM di kota Bekasi masih kurang maka ia mengupayakan sejumlah langkah terpadu untuk memperbaikinya. Ia sendiri mencontohkan dengan tetap belajar, terus menuntut ilmu, dan rajin mencari informasi guna mencapai hasil kerja yang optimal demi kesejahteraan masyarakat banyak. Pada masa pemerintahannya sebagai walikota Bekasi, disahkan UU tentang otonomi daerah. Dengan UU otonomi ini masyarakat Bekasi memiliki peluang mengembangkan diri. Namun, pada sisi lain penerapan otonomi daerah bisa menumbuhkan primordialisme masyarakat asli Bekasi. Kemungkinan ini perlu disikapi dengan sikap profesional. Sesuai dengan falsafah hidup yang dianutnya, selama menjabat sebagai Walikota Bekasi ia berusaha menjalankan semua tugas dengan sebaik-baiknya, bersikap mandiri, dan tidak mau dipengaruhi oleh orang lain karena akan memberkan dampak buruk. Selama hati merasa yakin bahwa yang dilakukan itu benar, jangan pernah ragu-ragu, dan harus tetap konsisten. Umar, Suhandan Suhandan Umar adalah bupati pertama setelah terbentuk Kabupaten Bekasi pada tanggal 15 Agustus 1950. Sebelumnya, Bekasi adalah salah satu kawedanan dalam Kabupaten Jatinegara. Selain sebagai bupati, Suhandan Umar menjabat sebagai Ketua Dewan Pemerintahan Daerah Sementara (DPDS) yang berwewenang menjalankan pemerintahan sehari-hari. Pada masa pemerintahannya, anggota DPDS terdiri atas enam orang, termasuk ketua dan wakil ketua. KH Noer Alie menjabat sebagai wakil ketua DPDS. Masa ini ditandai oleh kurang harmonisnya hubungan antara Bupati Suhandan Umar dan DPRDS (Dewan Perwakilan Rakyat Sementara). Pada masa itu, DPRDS diketuai oleh M. Hasibuan. Konflik di antara keduanya terus meruncing sehingga berbagai pihak, termasuk KH Noer Ali, berusaha mendamaikannya. Mosi tidak percaya dari DPRDS terhadap Bupati Suhandan Umar diikuti oleh pemberhentiannya. Selanjutnya, berdasarkan SK Mendagri no. 6?16/21 tanggal 19 Oktober 1951 dinyatakan masa bakti Suhandan Umar berakhir. Bagian 3—Sosial dan Kebudayaan 117  

Zakaria Nama panggilan Jaka, lahir di Bekasi 17 Juli 1918. Ayah bernama H. Soin, kelahiran Bekasi, pekerjaan petani, sedangkan ibu Hj. Nafsiah, juga kelahiran Bekasi. Zakaria adalah tokoh pejuang kemerdekaan Bekasi yang hingga kini terus aktif berjuang mewujudkan kemajuan daerah dan meningkatkan kesadaran hidup bermasyarakat. Karena perjuangan dan perannya, oleh berbagai pihak ia sering kali dijadikan nara sumber bagi penulisan sejarah perjuangan bangsa Indonesia, khususnya di daerah Jakarta dan Bekasi. Zakaria pernah menjadi anggota TNI batalyon V (1945), Komandan Kompi Brigade III Divisi Siliwangi, Pemimpin Badan Keamanan Rakyat (BKR) Bekasi, dan Kepala Detasemen Polisi RI meliputi wilayah Jawa Barat dan Kebayoran Lama (1949-1950). Pada 9 September 1945, sebagai pemimpin BKR di wilayah Bekasi, ia memimpin pasukan pejuang mengalahkan pasukan Letnan Kolonel Takashita di Kali Bekasi. Peristiwa lain yang berkesan baginya adalah ketika pada 19 September 1945 memimpin pasukan pejuang dan rakyat Bekasi menuju Jakarta menghadiri rapat raksasa di Lapangan Ikada. Kini ia menjabat sebagai Ketua Umum Yayasan Pejuang Kemerdekaan RI, Ketua Legiun Veteran Republik Indonesia Kota Bekasi (tergabung dalam LVRI Kabupaten Bekasi) dan Ketua Badan Kontak BKR/ TKR kota/ Kabupaten Bekasi. Cita-citanya yang belum terwujud adalah mendirikan bangunan monumen peringatan di Kali Bekasi. Menurut pendapatnya, Kali Bekasi memiliki nilai sejarah dalam perjuangan masyarakat Bekasi mempertahankan kemerdekaan pada masa revolusi fisik sehingga layak dibangun monumen peringatan. Zurfaih, Ahmad Ahmad Zurfaih, kelahiran Bekasi pada 1 Agustus 1952, adalah walikota Bekasi periode 2004-2009. Ia pernah menjadi karyawan THL BRI Bekasi, anggota DPRD Kota Bekasi (1997-1999), anggota DPRD Kota Bekasi (1999-2003). Menikah engan Hj. Muslimah, Ahmad Zurfaih dikaruniai empat orang anak. Untuk menjalin komunikasi dengan warga masyarakat dan mendapatkan masukan secara langsung, Zurfaih sering menghadiri berbagai acara kemasyarakatan, termasuk secara rutin 118   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi

mengikuti shalat Subuh berjamaah di berbagai masjid di lingkungan kota Bekasi. Selain beribadah, keempatan itu digunakan oleh Zurfaih menjalin komunikasi secara langsung dengan masyarakat dan menampung segala keluhan dan harapan mereka. Pada masa kepemimpinan Zurfaih sebagai walikota, sempat muncul ketegangan antara Pemerinah Kota Bekasi dan Pemerintah Daerah DKI Jaya, khususnya berkaitan dengan program pembuangan sampah dari wilayah DKI Jakarta Raya ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Bantar Gebang, Bekasi. Meskipun sempat ditutup sementara waktu, akhirnya TPA Bantar Gebang difungsikan kembali. Sebagai walikota Bekasi, Zurfaih menginginkan agar Pemerintah Kota Bekasi mendapatkan kompensasi yang wajar dari Pemerintah DKI Jakarta Raya berkaitan dengan masalah tersebut. H. MONUMEN/ TEMPAT BERSEJARAH Gedung Papak Gedung Papak merupakan salah satu bangunan bersejarah yang menjadi saksi atas perjuangan rakyat Bekasi. Gedung ini terletak di Jalan Ir. Djuanda. Pada masa revolusi fisik, kawasan di sekitar Gedung Papak merupakan area pertempuran antara tentara RI dengan tentara Belanda yang berbekal sistem persenjataan modern. Dengan peralatan tempur sekadarnya, tentara RI berhasil memaksa pasukan Belanda mundur dari gedung ini dan memindahkan pasukan ke daerah Klender. Pada awalnya, Gedung Papak adalah milik seorang keturunan Tionghoa, Lee Guan Chin. Pengusaha ini memiliki banyak pabrik penggilingan beras di sekitar Bekasi dan Karawang. Karena loyalitasnya yang tinggi terhadap perjuangan rakyat di Bekasi dan hubungan baiknya dengan gerakan kerakyatan pimpinan K.H. Noer Alie, Guan Chin kemudian secara sukarela menyerahkan Gedung Papak untuk dijadikan markas perjuangan rakyat Bekasi. Kini Gedung Papak menjadi Kantor Bapeda dan Walikota Bekasi. Bagian 3—Sosial dan Kebudayaan 119  

Gedung Tinggi Gedung Tinggi terletak di Jalan Hasanudin No.5 Tambun-Bekasi. Pemilik pertama seorang Cina bernama Kouw Oen Huy (digelari Kapiteen), Tuan tanah yang menguasai tanah di daerah Tambun, Teluk Pucung dan Cakung, juga memiliki perkebunan karet. Gedung Tinggi dibangun secara bertahap. Pada tahap pertama, tahun 1906, dibangun gedung di sebelah timur. Pada tahap kedua, tahun 1925, dibangun gedung tinggi serta dua gedung di sebelah kanan dan kiri. Tuan Tanah Kouw Oen Huy berkuasa penuh atas tanah tersebut sampai dengan tahun 1942 saat gedung tersebut diambil alih pemerintahan Jepang. Setelah Jepang menyerah kepada sekutu, gedung diambil alih oleh pemerintah Indonesia dan dijadikan kantor Kabupaten Jatinegara. Pada masa perjuangan kemerdekaan Gedung Tinggi diambil alih oleh KNI (Komite Nasional Indonesia) dan dijadikan Kantor Kabupaten Jatinegara. Selain itu, juga berfungsi sebagai Pusat Komando Perjuangan Republlik Indonesia dalam menghadapi Tentara Sekutu/Tentara Belanda. Di gedung ini pernah diadakan perundingan dan pertukaran tawanan perang. Tawanan dan tahanan pejuang RI oleh Belanda dipulangkan ke Bekasi sedangkan tahanan/tawanan bangsa Belanda dipulangkan oleh RI ke Jakarta. Karena gedung ini dijadikan pusat komando perjuangan TI pada masa perjuangan fisik, selalu menjadi sasaran tembak pesawat udara dan meriam Belanda. Gedung ini perlu dimanfaatkan secara maksimal sebagai prototipe perjuangan rakyat Bekasi. Sehubungan dengan itu, menurut rencana, akan dibangun sebuah museum tempat menyimpan dokumentasi sejarah Bekasi. Islamic Centre Bekasi Salah seorang tokoh terkemuka, ulama besar dari Bekasi, pejuang kemerdekaan KH. Noer Alie dalam suatu pertemuan dengan bupati daerah Kabupaten Bekasi yang kala itu dijabat oleh H. Suko Martono dan disaksikan oleh ketua DPRD Bekasi H. Roesmin pada awal tahun 1990-an melontarkan sebuah ide pendirian Islamic Centre. Ide itu disampaikan oleh KH. Noer Alie dengan keprihatinan yang mendalam. Gagasan KH. Noer Alie ini mendapat respon berbagai pihak, termsuk Bupati H. Suko Martono. 120   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi

Gedung Islamic Centre yayasan Nurul Islam Bekasi bertujuan melayani kepentingan ummat islam tanpa melihat latar belakang golongan atau organisasinya. Segala bentuk kegiatan dalam rangka syi’ar islam dan peningkatan sumber daya, keimanan dan ketaqwaan ummat islam sudah tentu berhak atas pelayan islamic centre dalam bentuk kerjasama atau pemanfaatan fasilitas. Islamic Centre Bekasi yang dikelola oleh Yayasan Nurul islam merupakan institusi yang diperuntukkan bagi masyarakat muslim, khususnya yang berdomisili di Kabupaten dan kota Bekasi. Sebagai daerah penyangga sekaligus salah satu pintu masuk ibu kota negara RI, Bekasi (kabupaten dan kota) mempunyai penduduk yang berafiliasi pada beberapa organisasi Islam. Selain itu, sejak beberapa tahun terakhir, Bekasi mencatat pertumbuhan yang cukup pesat. Perkembangan yang demikian pesat itu niscaya tidak berakibat negatif apabila diimbangi oleh sumber daya manusia yang tawazun, yaitu seimbang antara aspek fisik dan mental -spritual. Heterogenitas pemahaman, praktek berislam dan perkembangan sumber daya manusia yang tawazun menuntut adanya Islam yang peduli dan memiliki rasa saling pengertian. Dengan demikian, tantangan sebesar apapun yang diakibatkan pesatnya pembangunan, keberagaman jalan dan cara berpikir niscaya dapat diantisipasi dan dicarikan solusinya. Berangkat dari latar belakang kelahiran dan tujuan didirikannya, visi Islamic Centre adalah ukhuwwah, wihdah dan syi’ar. Ukhuwah berarti persaudaraan umat Islam sebagaimana dinyatakan di dalam al-Qur’an dan sunnah Rasulullah. Karena itu islam tidak mengenal perbedaan manusia berdasarkan etnik, bahasa atau warna kulit dan perbedaan-perbedaan lain. Bahkan perbedaan mazhab sesungguhnya tidak lebih daripada perbedaan furu’iyah. Wihdah atau kesatuan menunjukkan, kebhinekaan umat Islam pada hakikatnya bersifat lahiriah. Umat Islam hanya menyembah Allah, memiliki kitab suci yang sama, nabi yang sama, menghadap kiblat yang sama. Sehubungan dengan itu, kebhinekaan umat Islam sangat mungkin dipelihara. Berangkat dari visi ukuwwah, wihdah, dan syi’ar, Islamic Cntre Bekasi mempunyai misi : 1. Mengupayakan pengamalan ajaran islam dalam bentuk kegiatannya. 2. Bertekad menjadi uswah hasanah di dalam menciptakan ukhuwah islamiyah. 3. Berupaya menghindari hal-hal yang bersifat khilafiyah di kalangan umat Ilam. 4. Mewujudkan terciptanya dan kesatuan umat Islam. Bagian 3—Sosial dan Kebudayaan 121  

5. Bahu-membahu bersama saudara seiman untuk mencapai kejayaan islam dan umatnya. 6. Menempatkan diri sebagai motor dan fasilitator kegiatan keislaman. Sesuai dengan anggaran dasarnya, Yayasan Nurul Islam Bekasi bertujuan: “menegakkan, melaksanakan dan mengembangkan ajaran Islam melalui pendidikan, pembangunan kesejahteraan, sosial dan kebudayaan guna mempertinggi kecerdasan dan kesejahteraan umat lahir batin untuk mencapai ridha Allah SWT dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya. Selanjutnya, untuk mencapai tujuan tersebut, yayasan berkewajiban melaksanakan kegiatan dan usaha : a. Membangun, menyelenggarakan dan mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan agama islam dan umum. b. Mengusahakan peningkatan kesejahteraan sosial. c. Menyelenggarakan perpustakaan dan penerbitan. d. Membantu menyelenggarakan program pemerintah dalam bidang urusan haji untuk wilayah bekasi. e. Menjalankan usaha-usaha lainnya yang dapat membawa manfaat dan berguna bagi kemajuan yayasan, dengan mengindahkan, ketentuan undang-undang dan peraturan pemerintah yang berlaku. Kali Bekasi Kali ini dibuat pada zaman kerajaan Mulawarman Pada masa revolusi merebut dan mempertahankan kemedekaan, kali Bekasi dijadikan pembuangan mayat tentara Jepang, tentara Sekutu, dan mata- mata. Dengan latar belakang sejarah penuh heroisme itu, cukup wajar jika kawasan Kali Bekasi dianalogikan dengan “jembatan merah”. Monumen Perjuangan Rakyat Bekasi Pembuatan monumen ini diprakarsai oleh pemerintah Kabupaten Bekasi dalam rangka memperingati HUT ke-10 RI dan HUT ke-5 Kabupaten Bekasi dan diresmikan pada 5 Juli 1955. Pembuatannya berkaitan dengan beberapa peristiwa yang terjadi di Bekasi, diantaranya peristiwa bulan Agustus 1945 dan peristiwa awal Februari 1950. Monumen ini berbentuk tugu segi lima dengan bahan batu bata, yang Tinggi tugu 5.08 cm, termasuk bagian dasar. Tugu dikelilingi pagar tembok setinggi 1 meter membentuk segi lima sebagai perlambang Pancasila. Peringatan peristiwa bersejarah yang berkaitan dengan monumen ini adalah: 122   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi

Peristiwa I Pada tanggal 16 Agustus 1945 beberapa pemuda pelopor dari Jakarta datang ke Bekasi mengabarkan tanggal 17 Agustus 1945 di lapangan Ikada Jakarta akan berlangsung peristiwa penting dan besar bagi bangsa Indonesia, yaitu rapat raksasa. Keesokan harinya sejumlah pemuda menuju ke Jakarta. Namun, setibanya di Jakarta mereka mendapat kabar bahwa rapat raksasa Lapangan Ikada tidak jadi dilaksanakan oleh karena adanya penjagaan ketat oleh tentara Jepang dan rapat akbar itu dialihkan ke Jalan Pegangsaan Timur no. 56 Jakarta. Pemuda Bekasi pergi ke Jakarta dan mereka mendapatkan kabar penting tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia. Setelah mengikuti rapat mereka kembali ke Bekasi dan menyebarluaskan berita proklamsi itu kepada masyarakat. Seiring dengan upaya menegakkan kemerdekaan, bersama pasukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang belum lama terbentuk, para pemuda Bekasi membangun pos-pos pertahanan di daerah Cakung, Talang Dua, Marunda, Pondok Gede, dan Stasiun Kereta Api. Mereka mengawasi lalu lintas masuk kereta api karena mendengar berita bahwa setelah kekalahan Jepang, pasukan Belanda dan Sekutu akan datang ke Indonesia. Pada bulan September 1945 tentara Sekutu datang ke Bekasi dari Jakarta bersama NICA. Selanjutnya, pada bulan Oktober 1945 pasukan Sekutu memasuki daerah Rawa Pasung, Kranji, kemudian desa Medan Satria. Untuk menghambat laju gerakan tentara Sekutu, rakyat dan pemuda Bekasi membuat barikade pertahanan dengan menutup jalur jalan kereta api. Peristiwa ini memicu pertempuran sehingga mengakibatkan gugurnya 6 orang pejuang dari pihak Bekasi dan sejumlah serdadu Sekutu. Dalam pertempuran tersebut pemuda Bekasi yang dibantu oleh Kesatuian Pencak Silat dari Subang. Peristiwa II Pada bulan November 1945, pasukan NICA dibantu oleh tentara Sekutu menyerang Desa Jaka Sampurna dari arah Pondok Gede lalu beralih ke sejumlah tempat. Mereka mengepung daerah Cikunir, Kampung Dua, dan Kranji lalu dari arah Klender bergerak melalui jalur rel kereta api ke Bojong Rangkong. Dari sebelah utara bergerak dari Warung Jengkol (Cakung) menuju Kranji. Di sebelah selatan daerah pertempuran meliputi Kebantenan, Jati Asih, perbatasan Pondok Gede, dan Kampung Pekayon. Serangan pasukan Sekutu ke kota Bekasi kembali terjadi pada tahun 1946 di sekitar alun- alun Bekasi. Akibat gempuran gencar pihak Sekutu, pejuang Bekasi mundur dan membentuk basis pertahanan di sebelah timur kali Bekasi. Untuk mencegah gerak maju tentara sekutu, mereka menghancurkan jembatan Bekasi. Pasukan Sekutu dan NICA terus menyerang beberapa daerah dengan mortir dan meriam, di antaranya daerah Kranji. Walaupun mendapat serangan bertubi-tubi, rakyat dan pemuda Bekasi tidak Bagian 3—Sosial dan Kebudayaan 123  

surut langkah mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Petempuran yang sengit terjadi berulang kali di sekitar alun-alun Bekasi. Bahkan, tentara RI (TKR) melakukan balasan terhadap pertahanan musuh. Peristiwa III Panitia Amanat Rakyat Bekasi, di antaranya KH Noer Alie. Rapat ini menghasilkan resolusi yang dinamakan “Resolusi Rakyat Bekasi”. Resolusi ini diteruskan oleh Kolonel Lukas Kustarjo dan Residen Jakarta Raya Moefreini Moekmin kepada Perdana Menteri Mohammad Hatta. Keinginan rakyat Bekasi akhirnya terwujud, yaitu melalui Undang-undang N0. 14 tahun 1950, Bekasi resmi ditetapkan sebagai sebuah Kabupaten. Didorong keinginan membentuk Kabupaten Bekasi, pada awal Februari 1950 rakyat Bekasi mengadakan rapat umum di sekitar alun-alun Bekasi. Dalam rapat ini hadir para tokoh masyarakat dan pejuang Bekasi yang tergabung dalam Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Pada tahun 1939 Daerah Bekasi masih merupakan daerah terpencil dan merupakan bagian dari Karesidenan Jatinegara dengan masih terbatasnya sarana transportasi. Kondisi sosial ekonomi dan kesehatan golongan bumiputra pada saat itu sangat memprihatinkan bila dibandingkan dengan kondisi bangsa Belanda dan golongan penduduk lainnya. Seorang tuan tanah di Bekasi terketuk hatinya menolong sesamanya dengan membangun Balai Kesehatan berukuran 6 X 18 meter di atas tanah seluas 400 m3, kemudian menghibahkannya bagi kepentingan umum. Sarana dan bangunan yang relatif sederhana ini ternyata banyak membantu masyarakat yang membutuhkan pertolongan. Pada tahun 1942, balai kesehatan ini mendapat perhatian dari pemerintah pendudukan Jepang dan dikenal sebagai Poliklinik Bekasi. Bangunan poliklinik diperluas dengan bangunan untuk perawatan, gudang, dan dapur. Pada akhir penjajahan Jepang, poliklinik Bekasi berperan penting sebagai tempat merawat para pejuang kemerdekaan ang terluka dalam peperangan. Pada saat itu poliklinik Bekasi dikelola oleh Djasam, patriot pejuang kemerdekaan yang bekerja sebagai juru rawat. 124   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi

Pada masa kemerdekaan, 24 Juli 1946, poliklinik Bekasi berubah statusnya menjadi Rumah Sakit Pembantu. Pada tahun 1956 Djasam digantikan oleh S. Widjaya, juru rawat pindahan dari Rumah Sakit Pembantu Banjaran Bandung. Pada awal kepemimpinan S. Widjaya, sekitar tahun 1956, status Rumah Sakit Pembantu berubah menjadi Rumah Sakit Umum Kabupaten Bekasi. Rumah sakit ini terus berkembang antara lain dengan penambahan ruang perawatan anak, bangunan perumahan untuk perawat dan bidan. Pada tahun 1960 S. Widjaya pensiun dan digantikan oleh H. Nadom Miyadi sebagai pimpinan pengelola RSU Kabupaten Bekasi. Pada masa itu bantuan pemerintah berupa penambahan sarana dan perlengkapan rumah sakit semakin nyata, sementara jumlah tenaga medis yang diperbantukan ke RSU Bekasi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, juga semakin meningkat. Sejak tahun 1973 RSUD Bekasi dipimpin oleh seorang dokter, dibantu oleh beberapa dokter, tenaga medis dan nonmedis. Organisasi RSUD Bekasi mulai terbentuk, demikian pula tatalaksana organisasinya. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Pengelolaan Rumah Sakit Umum Pemerintah No. 051/Menkes/SK/II/1979 RSUD Bekasi ditetapkan sebagai Rumah Sakit kelas C. Seiring dengan perkembangan zaman, dengan adanya pengembangan struktur Pemerintahan Daerah, pada tanggal 1 April 1999 RSUD Bekasi diserahkan oleh Pemda Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi kepada Pemda Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi. Pada tanggal 30 November 2000 dikeluarkan Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 12 tahun 2000 tentang Pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Non Pendidikan Pemerintah Kota Bekasi. Hal ini sesuai dengan undang- undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Selanjutnya dikeluarkan Peraturan Daerah Nomor 20 tahun 2001 tentang penetapan RSUD Kota Bekasi menjadi Unit Swadana Daerah dan peraturan Daerah Nomor 21 tahun 2001 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan RSUD. Tugu di Jalan KH. Agus Salim 125   Monumen ini berbentuk sebuah Tugu yang terbuat dari batu persegi empat, di bagian atas terdapat bagian puncak atau kepala. Bagian kepala dilengkapi pecahan peluru meriam, mortir, granat tangan, dan selongsong peluru 12,7 mm. Tinggi tugu sampai di bagian leher 150 cm, sedangkan tinggi bagian kepala 73 cm. Tinggi tegak lurus seluruhnya 205 cm dengan panjang dasar 200 cm. Lebar landasan 1,95 cm dan bagian landasan 1,05 cm. Pada pertengahan Desember 1945, pesawat terbang “Dakota” yang mengangkut tentara sekutu jatuh di tengah persawahan daerah Rawa Gatal, Cakung. Pesawat rusak parah, namun seluruh penumpang selamat, yang kemudian dijadikan tawanan. Panglima Tentara Sekutu Bagian 3—Sosial dan Kebudayaan

kemudian mengeluarkan ultimatum agar entara RI mengembalikan 26 orang serdadu India Syikh tersebut ke Jakarta. Bila ultimatum tersebut tidak diindahkan, kota Bekasi akan dibumihanguskan. Ultimatum itu tidak diindahkan, bahkan semua serdadu India Syikh tersebut dikenakan hukum revolusi (ditembak mati). Akibatnya, pada awal Desember 1945 tentara Sekutu mulai melancarkan serangan ke daerah Bekasi. Pada 13 Desember 1945 mereka melancarkan serangan ulang. Front pertahanan Bekasi di bombardir peluru meriam dan kota Bekasi kemudian dibakar habis. Pasukan RI akhirnya mundur dan bertahan di tapal batas. Pertempuran dengan pihak sekutu juga terjadi di daerah persawahan antara daerah Kali Abang Bungur, Desa Pejuang Bekasi – Gardu Cabang, Medan Satria, Sasak Kapuk, dan Kranji. Musuh menggunakan berbagai macam senjata, seperti meriam, mortir dan granat tangan. Tugu Perjuangan Rakyat Bekasi Monumen ini didirikan pada tahun 1975 pada masa pemerintahan Bupati Abdul Fatah dan diresmikan oleh Gubernur Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat. Pembangunannya dilatarbelakangi oleh niat mengenang perjuangan dan patriotisme seluruh rakyat Bekasi dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan RI. Monumen ini berdiri di areal Stadion Bekasi, berbentuk lima buah tugu dengan bagian puncak berbentuk meruncing, masing- masing saling berhadapan. Di bagian tengah dibuat kolam berbentuk segi lima yang melambangkan Pancasila. Di belakang monumen terdapat relief perjuangan rakyat Bekasi mulai dari zaman tuan tanah, zaman Belanda, zaman Jepang, zaman Kemerdekaan, sampai zaman pembangunan. Keseluruhan relief dipahat pada batu semen persegi panjang. Di bagian depan monumen diukir sebuah syair karya sastrawan Chairil Anwar yang menggambarkan perlawanan rakyat Bekasi terhadap pasukan musuh. Lima tugu tersebut berdiri di tengah kolam berbentuk persegi lima dan dilengkapi 17 buah air mancur. Kolam dan air menggambarkan akan nikmat Allah yang sangat besar. Relief pertama menggambarkan Bekasi pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Di bagian ini digambarkan seorang tuan tanah sedang memerintahkan rakyat membawa padi ke Lamporan sebagai bentuk cukai dan pungutan wajib bagi setiap petak sawah rakyat. 126   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi

Relief kedua menggambarkan Bekasi pada masa pendudukan Jepang. Pada bagian ini digambarkan seorang opsir Jepang sedang memerintahkan rakyat Bekasi menaikkan karung berisi beras ke atas truk yang telah disediakan, yang selanjutnya dibawa ke luar daerah Bekasi. Relief ketiga menggambarkan Bekasi pada masa Revolusi Kemerdekaan. Pada bagian ini terdapat diorama yang menggambarkan peristiwa penghadangan iring-iringan truk panser tentara sekutu yang memicu terjadinya pertempuran di pintu kereta api Rawapasung Kranji. Relief keempat menggambarkan Bekasi pada era pembangunan. Pada bagian ini digambarkan proyek pembangunan gedung, perumahan, pertanian dan program keluarga berencana di Bekasi. Universitas Islam ‘45 Universitas Islam “45” yang disingkat dengan UNISMA Bekasi, didirikan oleh Yayasan Pendidikan Islam “ 45” . Berawal dari semangat kejuangan Bapak H. Abdul Fatah dengan sejumlah tokoh masyarakat Bekasi seperti K.H. Noer Alie dan K.H. Arsyad Baedhowi untuk meneruskan cita-cita perjuangan para pahlawan yang terbaring antara antara Karawang dan Bekasi yang digambarkan melalu puisi seorang penyair besar Chairil Anwar “Antara Karawang – Bekasi” . terbentuklah Yayasan Pendidikan Islam ‘45” yang bertujuan membentuk sumber daya manusia yang unggul sebagai penggerak pembangunan. Yayasan itu pun mempunyai bentuk aktivitas berupa penyelenggaraan pendidikan dari tingkat taman kanak- kanak hingga perguruan Tinggi. Ide awal mendirikan UNISMA menurut K.H. Arsyad Baedhowi yang saat itu menjabat sebagai ketua DPRD bersama H.Abdul Fatah yang saat itu sedang menjabat Bupati Bekasi, memikirkan mengenai pendidikan di Bekasi. “Gerangan apa setelah dari tugas yang dapat kita lakukan sebagai muslim yang beriman, apapun jabatannya, profesinya, harus selalu memikirkan kemajuan pembangunan Islam”. Demikian ujarnya. Sebelum berdiri Universitas Islam “45” seperti saat ini, sebelunya berdiri Akademi Pemerintahan Desa di singkat APD pada tahun 1983. Karena adanya perubahan bentuk lembaga-lembaga pendidikan dilingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, maka pada tanggal 27 Desember nama APD diganti menjadi AkademiAdministrasi Pembangunan (AAP) dengan jenjang pendidikan sarjana muda. Setahun berikutnya AAP berubah menjadi Sekolah Tingggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) dengan status terdaftar berdasarkan SK Mendikbud Nomor 0475/0/1985 dan jenjang pendidikannya strata satu (S 1). Bagian 3—Sosial dan Kebudayaan 127  

Yayasan Pendidikan Islam “45” mengelola juga empat sekolah Tinggi lainnya, yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE), Sekolah Tinggi Ilmu Kegutruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP), Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) dan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT). Pada tahun 1985 tiga Sekolah Tinggi yang disebut di awal memperoleh izin operasional dari koordinator Kopertis Wilayah IV Jawa Barat. Sedangkan untuk STIT, didirikan berdasarkan izin operasional Kopertais Wilayah II Jawa Barat. Pada 21 Juli 1987 memperoleh status terdaftar untuk fakultas Tarbiyah dari Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI. Selanjutnya Yayasan Pendidikan Islam “45” berusaha membentuk Universitas, dengan memberikan mandat kepada APD berdasarkan surat keputusan Ketua Yayasan Pendidikan Islam “45” Bekasi, maka pada tanggal 15 Desember 1983, Ketua Umum YPI ‘45” membentuk panitia pendiri Universitas Islam “45” berdasarkan SK YPI “45” nomor 36/YPI/SK/XII/1983 dan diketuai oleh H.R. Supriadi. Gedung Rektoriat UNISMA Pada tanggal 2 Maret 1987, pihak Yayasan mengajukan surat permohonan kepada Koordinator Kopertis Wilayah IV Jawa Barat mengenai penggabungan sekolah-sekolah tinggi dilingkungan Yayasan Pendidikan Islam “45” Bekasi dalam satu wadah.Upaya tersebut diikuti dengan penetapan statuta Universitas Islam “45”. Akhirnya pada tahun 1987 UNISMA dinyatakan berdiri berdasarkan Surat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 0483/0/1987 tentang Pemberian Status Terdaftar kepada Fakultas/Jurusan/Program Studi di lingkungan Universitas Islam “45”. Dalam Keputusan itu disebutkan bahwa Unisma terdiri dari lima fakultas, yaitu : 128   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi

• Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, dengan program studi Ilmu Administrasi Negara dan Ilmu Pemerintahan. • Fakultas Ekonomi, dengan program studi Manajemen. • Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dengan program studi Pendidikan Geografi dan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan • Fakultas Pertanian, dengan program studi Sosial Ekonomi Pertanian • Fakultas Tarbiyah, dengan program studi Pendidikan Guru Agama Islam. Seiring dengan pertumbuhan masyarakat, Unisma pun turut mengembangkan diri dengan membuka fakultas dan program studi baru. Pada tahun 1992, berdiri fakultas Teknik dengan program studi Teknik Sipil. Setahun kemudian dibuka jurusan Teknik Informatika. Selanjutnya dibuka program diploma, yaitu Program studi diploma Teknik Elektro di bawah naungan Fakultas Teknik dan Program studi Diploma Manajemen Perpajakan di Fakultas Ekonomi. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, sejumlah program studi mengajukan peningkatan status. Pada 8 Juni 1992, program studi Manajemen memperoleh status diakui. Program studi Pendidikan Agama Islam pada tanggal 16 Juli 1993 memperoleh status diakui. Program studi Sosial Ekonomi Pertanian pada tanggal 23 Juli 2003 dan program studi Pendidikan Olahraga pada bulan Desember 1993. Adanya pengalihan induk organisasi dari Kopertais Wilayah II Jawa Barat ke Kopertais Wilayah I Jakarta berakibat pada berubahnya nama Fakultas Tarbiyah menjadi Fakultas Agama Islam. Pada tanggal 24 Juli 1994 di buka program studi baru dilingkungan fakultas Agama Islam, yaitu program studi Syari’ah. Untuk lebih meningkatkan daya saing dengan lembaga pendidikan lainnya, sejak tahun 1998 Unisma terus meningkatkan penataan administrasi dan akademik melalui keikutsertaan seluruh program studinya dalam Akriditasi Ban-PT, hingga Unisma kemudian membuka Program Pascasarjana dengan konsentrasi Manajemen Pendidikan dan telah memperoleh izin operasional dari Dirjen Binbaga Islam Nomor; E/148/2001. Sumber : 1. Buku selayang pandang UNISMA Bekasi 2. BISMA bulletin UNISMA , edisi 2 tahun 2004. Bagian 3—Sosial dan Kebudayaan 129  

130   Ensiklopedia—Sejarah dan Kebudayaan Bekasi


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook