“Strategi perusahaan dalam memberikan jaminan kesehatan berkualitas dan efisien di tengah JKN” WEBINAR ADAHealth “STRATEGI PENGELOLAAN BIAYA PEMELIHARAAN KESEHATAN TAMBAHAN BAGI KARYAWAN PERUSAHAAN DR. Soeprayitno.MBA.,MSc Ketua Komite Jaminan Sosial DPN APINDO Direktur Pusat Studi Apindo(ATC) 12 Oktober 2021
COVID 19 & KETAKUTAN KARYAWAN TERUS MENERUS (Constanly Fear Employee)
PERBEDAAN KEPENTINGAN SOSIAL & EKONOMI PENGUSAHA DAN PEKERJA Karyawan PENGUSAHA JOB SECURITY •PERFOR MANCE KEPASTIAN KEAMANAN INCOME SECURITY •WEALTH KEPASTIAN HUKUM SOCIAL SECURITY •SUSTAIN KEPASTIAN USAHA 4
Resiko Pasar kerja Perlindungan atas Resiko Sosio Ekonomi Tenaga Kerja & • Tujuan dari kebijakan perlindungan pekerja adalah untuk Penurunan tingkat kesejahteraan meminimalkan dampak negatif dari berbagai resiko pasar Pekerja kerja terhadap kesejahteraan pekerja dan keluarganya. • Apabila pekerja tidak dilindungi resiko-resiko ini • Kebijakan perlindungan pekerja dapat dikelompokkan ke bpeekrpeorjtaendsai nmkeenluuraurngkaannyat.ingkat kesejahteraan dalam pengaturan hubungan pekerjaan (employment • Ruteasmikao apdaaslaarhk:erja (labour market risks) yang relations ) dan penyediaan jaminan sosial (social security) 1. Resiko usia lanjut (old-age risks) 2. Resiko kesehatan (health risks) • Pencegahan dan Pengembangan (Kesehatan, keluarga 3. rRiesskisk)o kehilangan pekerjaan (unemployment berencana, pendidikan, kepemudaan, bantuan hukum, 4. Rriesskisk)o penurunan upah riil (declining wage keagamaan, organisasi kemasyarakatan) = Social Service. • Pemulihan dan Penyembuhan (bantuan bencana alam, lanjut usia, penyandang cacat) = Social Assistance • Pembinaan (perbaikan gizi, perumahan, lingkungan, air bersih, transmigrasi, perekonomian, masyarakat suku terasing) = Social Infrastructure • Perlindungan Ketenagakerjaan (melindungi segala resiko yang berkenaan dengan bidang ketenagakerjaan) = Social Insurance. 5
1 4 5 2 6 3 Sumber: Hasil olahan tim LPEM FEB UI
DASAR HUKUM URUN BIAYA Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan • Pasal 1 Urun Biaya adalah tambahan biaya yang dibayar Peserta pada saat memperoleh Manfaat pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan. • Pasal 80 (1) Untuk jenis pelayanan tertentu yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, Peserta dikenai Urun Biaya. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dan penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah. (3) Pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelayanan yang dipengaruhi selera dan perilaku Peserta. (4) Jenis pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) ditetapkan oleh Menteri.
Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional • Pasal 22 (1) Manfaat Jaminan Kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis pakai yang diperlukan. (2) Untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya. (3) Ketentuan mengenai pelayanan kesehatan dan urun biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden. Cost sharing in health insurance schemes is a crucial method that would influence both health care utilization and financial burden of the insured population.
a. Deductibles: Peserta membayar sejumlah tertentu biaya pelayanan kesehatan dalam waktu tertentu (biasanya 1 tahun) sebelum asuransi mulai menjamin biaya pelayanan kesehatan. b. Coinsurance : Peserta membayar sejumlah persentase tertentu dari biaya pelkes yang ditanggung oleh asuransi dalam episode perawatan tersebut. c. Copayment: Peserta membayar sejumlah tertentu setiap mendapatkan pelayanan kesehatan yang dijamin.
NEED TO IMPROVEMENT ( TOP 10 ) 1. Hilangnya Pengobatan TBC, HIV, Layanan Kehamilan dan Persalinan dari manfaat JKN menjadi ekses biaya bagi Pemberi kerja 2. Sosialisasi kelas standart rawat inap yang kurang menjadi”kegalauan” bagi peserta JKN 3. Kebijakan urun biaya ( co payment ) bagi peserta mandiri sesudah mereka pensiun dari perusahaan tidak mudah. 4. Pembatasan manfaat terhadap klaim penyakit penyakit katastropik menjadi momok tambah biaya bagi Perusahaan 5. Kebijakan Coordination of Benefit (CoB) dengan asuransi kesehatan swasta tdk teralisir dg baik. 6. Kebijakan penegakan kepatuhan terhadap masalah tunggakan iuran harusnya mengacu PP 86/2013 bukan kerjasama dengan Aparat Kejaksaan. 7. Petunjuk teknis utilisasi terhadap rujuk balik pasien perlu review karena mengganggu waktu produktifitas pekerja. 8. Penetapan kode diagnosis jenis penyakit pada pelayanan kesehatan nonspesialistik sehingga di lapangan tidak ada kerancuan. 9. Pemuktahiran data kepesertaan lebih sederhana. 10. Masalah tunggakan peserta yang berbelit belit dan berlaku surut perlu ada relaksasi
BOTTOM OF THE PYRAMID Tak ada Kerja Seharga Nyawa Mengacu ke piramida Maslow, masyarakat kini bergeser kebutuhannya dari “puncak piramida” yaitu untuk profesi aktualisasi diri & esteem ke “dasar piramida” yakni ; sebahaya apapun. makan, kesehatan, dan keamanan jiwa-raga. Namun jika kita lalai dan apatis maka akan membahayakan Nyawa sendiri maupun Nyawa orang lain.
Thank You Permata Kuningan Building, 10th Fl. Kuningan Mulia Kav. 9C Guntur – Setiabudi Jakarta 12980 – Indonesia Phone : (021) 8378 0824 Fax : (021) 8378 0823 / 8378 0746 Website : www.apindo.or.id Soeprayitno Direktur .PT.Pusat Studi Apindo ( ApindoTrainingCenter) Soeprayitno.trisakti @gmail.com
KEBIJAKAN JAMINAN SOSIAL BAGI KARYAWAN PERUSAHAAN DAN MANFAAT TAMBAHAN YANG DIMUNGKINKAN Dr. Mohammad Subuh, MPPM Jakarta, 12 Oktober 2021
DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL UU 40 TAHUN 2004 TENTANG SJSN ✓ Berfungsi merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan SJSN ✓ Bertugas : • Melakukan kajian & penelitian penyelenggaraan Jaminan Sosial (Jamsos) • Mengusulkan kebijakan investasi dana jaminan sosial • Mengusulkan anggaran Jamsos bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan anggaran operasional ✓ Wewenang: melakukan monitoring dan evaluasi (Monev) penyelenggaraan Jamsos UU 24 Tahun 2011 tentang BPJS ✓ DJSN menyampaikan hasil monitoring dan evaluasi SJSN setiap 6 bulan ✓ Mengusulkan Pergantian Antar Waktu (PAW) dan Pejabat Sementara Dewan Pengawas dan Direksi BPJS ✓ Menerima Laporan Pengelolaan Program dan Keuangan BPJS ✓ Memberikan konsultasi kepada BPJS tentang Bentuk dan Isi Laporan Pengelolaan Program ✓ DJSN sebagai pengawas eksternal (dalam rangka monev) -2-
1. LATAR BELAKANG 2. MANFAAT TAMBAHAN 3. KRIS 4. PENUTUP
LATAR BELAKANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL Amanat Pasal 28-H dan Pasal 34 UUD 1945: Program Negara untuk memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Diwujudkan melalui UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN 3 Asas, 9 Prinsip, 5 Program Melalui program ini setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang/berkurangnya pendapatan karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, dan memasuki usia lanjut atau pensiun -4-
TUJUAN, ASAS, DAN PRINSIP SJSN PARAGRAF 3 PENJELASAN UMUM UU 3 ASAS No. 40 TAHUN 2004 TENTANG SJSN KEMANUSIAAN MANFAAT “SJSN pada dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan memberi kepastian KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui 9 PRINSIP program ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup 1. Kegotong-royongan yang layak apabila terjadi hal-hal yang 2. Nirlaba dapat mengakibatkan hilang atau 3. Keterbukaan berkurangnya pendapatan, karena 4. Kehati-hatian menderita sakit, mengalami kecelakaan, 5. Akuntabilitas kehilangan pekerjaan, memasuki usia 6. Portabilitas lanjut, atau pensiun.” 7. Kepesertaan Bersifat Wajib 8. Dana Amanat 9. Hasil Pengelolaan Dana Digunakan Seluruhnya untuk Pengembangan Program dan Sebesar-besarnya untuk Kepentingan Peserta -5-
ARAH KEBIJAKAN UMUM PERBAIKAN EKOSISTEM JKN → Program Berkesinambungan, Berkualitas dan Berkeadilan PENGUATAN MENDORONG MANFAAT EVALUASI TARIF KAPITASI, IMPLEMENTASI PRINSIP YANG RASIONAL INA CBGS, DAN IURAN JKN ASURANSI SOSIAL • Kebutuhan Dasar Kesehatan (Kemenkes) • Metode Aktuaria yang Konsisten dan • Kepesertaan Wajib Akuntabel (Semesta) • Kelas Rawat Inap Standar (DJSN) • Mempertimbangkan Penyesuaian • Penegakan Kepatuhan manfaat (KDK dan KRIS), Kemampuan Peserta (kolektabilitas yang • Penguatan Koordinasi Antar Membayar iuran dan kapasitas fiskal tinggi) Badan Penyelenggara Jaminan Pemerintah, Inflasi Kesehatan, dan Kesehatan Perbaikan Tata Kelola JKN • PBI Didanai Dari APBN • Peran Pemda dalam • Perhitungan tarif INA CBGS (fairness) • Penyesuaian Kapitasi pendanaan PBPU Kelas III • Keseimbangan antara biaya dan iuran per orang per bulan (CPMPM = PPMPM) -6-
KERANGKA KONSEP PENYUSUNAN PETA JALAN Prinsip ekuitas UUD 45 UU 40/2004 Kesenjangan implementasi Implementasi Tujuan Kebijakan Penyelenggaraan prinsip ekuitas dalam Program JKN KRIS dan KDK program JKN 1. Artikulasi prinsip ekuitas yang adil dan pengaturan paket manfaat JKN Saat ini dalam pengaturan manfaat berkelanjutan medis maupun non medis 2. Pengaturan paket manfaat medis dengan memperhatikan pemenuhan hak dasar atas kesehatan Perpres 64/2020 Pengaturan Perpres 82/2018 Paket Manfaat JKN -7-
2. MANFAAT TAMBAHAN
PEMICU ADANYA DEMAND TERHADAP MANFAAT ASURANSI KESEHATAN TAMBAHAN Perspektif pengusaha dan pekerja ❖ Waktu tunggu pelayanan – JKN antre lama. Beberapa kondisi mengharuskan peserta datang di hari berikutnya sehingga pekerja harus izin kerja ❖ JKN mengharuskan adanya rujukan berjenjang ❖ Faktor kenyamanan pelayanan JKN dinilai kurang ❖ Stigma negative terhadap pelayanan JKN ❖ Anggaran untuk iuran JKN dapat dimanfaatkan untuk premi asuransi swasta
KENDALI MUTU DAN KENDALI BIAYA Ada 4 aspek kendali mutu dan URUN BIAYA KENDALI MUTU DAN biaya dalam pelaksanaan JKN (COST SHARING) KENDALI BIAYA SERTA (Pasal 82, Perpres 82 2018) SELISIH BIAYA TUJUAN PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN 1. penilaian teknologi KOORDINASI PELAYANAN DI FASILITAS kesehatan; ANTAR KESEHATAN DALAM PROGRAM JAMINAN 2. pertimbangan klinis; PENYELENGGARA 3. penghitungan standar tarif; JAMINAN KESEHATAN dan - 10 - 4. monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan Jaminan Kesehatan.
UTILISASI PELAYANAN 2014-AGUSTUS 2021 Utilisasi FKTP Utilisasi FKRTL 337,694,382 84,749,444 283,991,968 69,669,287 193,032,287 44,271,113 61,668,772 21,279,617 11,012,171 9,036,492 4,196,382 4,994,486 511,475 1,903,087 1,994,707 1,070,987 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Agst 2021 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Agst 2021 RJTP RITP RJTL RITL - 11 -
ASURANSI KESEHATAN TAMBAHAN DAN KOORDINASI ANTAR PENYELENGGARA JAMINAN (1) Pasal 23 ayat 4 UU No 40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 4 UU No 40 Tahun 2004 • Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di 1) Peserta dapat meningkatkan perawatan yang lebih tinggi dari haknya rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit termasuk rawat jalan eksekutif dengan mengikuti asuransi kesehatan diberikan berdasarkan kelas standar tambahan atau membayar selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan Penjelasan Pasal 23 ayat 4 UU No. 40 Tahun 2004 pelayanan. • Peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi dari pada 2) Selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya haknya (kelas standar), dapat meningkatkan haknya dengan akibat peningkatan pelayanan dapat dibayar oleh: mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar a. Peserta yang bersangkutan; sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh Badan b. Pemberi Kerja; atau Penyelenggara Jaminan Sosial dengan biaya yang harus dibayar c. asuransi kesehatan tambahan. akibat peningkatan kelas perawatan 3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi: a. PBI; b. Peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12; dan c. Peserta PPU yang mengalami PHK dan anggota keluarganya. - 12 -
ASURANSI KESEHATAN TAMBAHAN DAN KOORDINASI ANTAR PENYELENGGARA JAMINAN (2) Pasal 22 Permenkes No 71 Tahun 3 Pasal 5 Permenkeu No.141/PMK.02/2018 (1) Dalam hal ruang rawat inap yang 1) Dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan BPJS menjadi hak Peserta penuh, Kesehatan dapat berkoordinasi dengan Peserta dapat dirawat di kelas penyelenggara Jaminan selain BPJS Kesehatan perawatan satu tingkat lebih tinggi 2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan perjanjian kerja sama 3) Pemberian manfaat pelayanan kesehatan oleh Penyelenggara Jaminan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan - 13 -
ASURANSI KESEHATAN TAMBAHAN DAN KOORDINASI ANTAR PENYELENGGARA JAMINAN (3) Permenkes 51 Tahun 2018 PerBPJS Kesehatan No 4/2020 Peningkatan kelas rawat inap hanya dapat BPJS Kesehatan sebagai naik 1 kelas, yaitu dari kelas 3 ke kelas 2, dan penjamin dan pembayar dari kelas 2 ke kelas 1. Untuk peningkatan pertama, Asuransi Kesehatan kelas pelayanan rawat inap di atas kelas 1, Tambahan (AKT) sebagai harus membayar selisih biaya paling banyak penjamin dan pembayar kedua sebesar 75% dari Tarif INACBG kelas 1. Sementara rawat jalan eksekutif maksimal 400ribu/episode. - 14 -
ASURANSI KESEHATAN TAMBAHAN DAN KOORDINASI ANTAR PENYELENGGARA JAMINAN (4) Peserta Pemberi Kerja Asuransi Kesehatan Tambahan (AKT) Pihak lainnya (Belum ada di regulasi) Pasien datang sesuai • Rawat jalan poli eksekutif Selisih Biaya ketentuan JKN • Naik kelas dari KRI JKN ❖ BPJS Kesehatan berperan sebagai penjaminan dan pembayar pertama ❖ Terdapat selisih biaya dari yang dijaminkan sesuai hak peserta ❖ Prasyarat: terdapat peningkatan hak kelas/poli eksekutif yang menyebabkan adanya selisih biaya split billing menjadi instrumen yang perlu dibangun oleh RS - 15 -
PERUBAHAN STRUKTUR MANFAAT JKN DENGAN SKEMA URUN BIAYA Kondisi Saat Ini Perubahan Struktur Manfaat Manfaat Manfaat yang Diimplementasikan dalam Manfaat yang yang tidak dijamin mekanisme KAPJ yang tidak dijamin dijamin urun Layanan yang berlebihan/ dijamin sesuai sesuai biaya tidak diperlukan akan dikenakan sesuai perpres perpres perpres 82/2018 82/2018 Manfaat urun biaya 82/2018 tambahan - 16 -
DASAR HUKUM URUN BIAYA (1) UU No.40 Tahun 2004, Pasal 22 Ayat (2): “Untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya” PENJELASAN PASAL 22 AYAT (2) Jenis pelayanan yang dimaksud adalah pelayanan yang membuka peluang moral hazard (sangat dipengaruhi selera dan perilaku peserta), misalnya pemakaian obat-obat suplemen, pemeriksaan diagnostik, dan tindakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan medik. Urun biaya harus menjadi bagian upaya pengendalian, terutama upaya pengendalian dalam menerima pelayanan kesehatan. Penetapan urun biaya dapat berupa nilai nominal atau persentase tertentu dari biaya pelayanan, dan dibayarkan kepada fasilitas kesehatan pada saat peserta memperoleh pelayanan kesehatan. - 17 -
DASAR HUKUM URUN BIAYA (2) Permenkes No. 51 Tahun 2018 • Terhadap jenis pelayanan Kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan dalam program jaminan kesehatan dikenakan urun biaya • Pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan merupakan pelayanan yang dipengaruhi selera dan perilaku peserta • Dikecualikan bagi peserta PBI dan penduduk yang didaftarkan oleh Pemda • Jenis pelayanan Kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, harus disosialisasikan kepada masyarakat • Fasilitas Kesehatan wajib menginformasikan jenis pelayanan yang dikenai urun biaya dan estimasi besaran urun biaya kepada peserta sebelum dilaksanakan pemberian pelayanan kesehatan • Peserta membayar urun biaya ke Faskes setelah pelayanan diberikan • Besaran Urun Biaya: ➢ Rawat jalan: Nilai Nominal Tertentu untuk Pelayanan (Rp. 10.000 – Rp. 20.000, max Rp. 350.000) ➢ Rawat Inap: 10% dari tarif INA-CBG atau maksimal Rp. 30 Juta - 18 -
3. KELAS RAWAT INAP STANDAR ( KRIS )
KONSEPSI KRIS JKN PERTIMBANGAN RANCANGAN KONSEP PENERAPAN PERUMUSAN KRIS DEFINISI KRIS KRIS SEHARUSNYA 1. Penentuan Definisi dan Kriteria 1. Kelas layanan rawat 1. Mengutamakan keselamatan Kelas Rawat Inap Standar inap rumah sakit pada pasien (Standar SKP, PPI, AP, program JKN yang ARK, dan HPK (SNARS 1.1.) 2. Ketersediaan jumlah tempat ditanggung oleh BPJS tidur pada setiap kelas kesehatan; 2. Letak ruang inap berada di perawatan di Rumah Sakit saat lokasi yang tenang, aman, dan ini 2. Dimungkinkan naik nyaman kelas bagi peserta 3. Pertumbuhan jumlah Peserta selain PBI atas 3. Ruang rawat inap harus memiliki JKN pembiayaan sendiri akses yang mudah ke ruang atau asuransi penunjang pelayanan lainnya 4. Kemampuan fiskal negara dan tambahan; kemampuan masyarakat dalam 4. Ruang rawat inap harus membayar iuran dipisahkan berdasarkan jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit 5. Angka rasio utilisasi di tingkat Kabupaten/ Kota - 20 -
DRAFT KERANGKA STRATEGIS IMPLEMENTASI KRIS JKN - 21 -
KELAS RAWAT INAP STANDAR (KRIS) JKN Menjalankan Amanah Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN Pasal 19 ayat (1) : “Jaminan Kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas” Pasal 23 ayat (4) : “Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar” Perpres No 64/2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 54A: “untuk keberlangsungan pendanaan Jaminan Kesehatan Menteri bersama kementerian/lembaga terkait, organisasi profesi, dan asosiasi fasilitas kesehatan melakukan peninjauan Manfaat Jaminan Kesehatan sesuai kebutuhan dasar kesehatan dan rawat inap kelas standar paling lambat bulan Desember 2020”. Pasal 54B : “Manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54A diterapkan secara bertahap sampai dengan paling lambat tahun 2022 dan pelaksanaannya dilakukan secara berkesinambungan untuk meningkatkan tata kelola jamkes. - 22 -
KELAS RAWAT INAP STANDAR (KRIS) JKN Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan • Pasal 18 Jumlah tempat tidur rawat inap untuk pelayanan rawat inap kelas standar paling sedikit: a. 60% untuk RS pemerintah pusat dan daerah; dan b. 40% untuk RS swasta. • Pasal 84 huruf b Pelayanan rawat inap kelas standar diterapkan paling lambat 1 Januari 2023 DJSN sedang menyusun peta jalan KRIS JKN - 23 -
PENUTUP Peran dan keberadaan AKT di era JKN tidak dilarang karena dilindungi oleh Pasal 173 Ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan: “Alokasi pembiayaan kesehatan yang bersumber dari swasta dimobilisasi melalui sistem jaminan sosial nasional dan/atau asuransi kesehatan komersial” Terdapat 3 peran yang dapat dilakukan Asuransi Kesehatan Tambahan dengan pengaturan/regulasi saat ini, yaitu: 1. Paralel dengan JKN dengan menyasar pada segmen peserta ekonomi mampu; 2. Menjadi pembayar untuk menfaat suplemen 3. Menjadi pembayar untuk menfaat komplemen
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127