DI BAWAH NAUNGAN ISLAM HASMI (Himpunan Ahlussunnah Untuk Masyarakat Islami) Komp. Masjid Al-Marhamah Lantai.2 Jl.Raya Pemda No.4 Karadenan Cibinong Kab.Bogor Website : www.hasmi.org, E-mail : dpphasmi@ hasmi.org
DI BAWAH NAUNGAN ISLAM Penyusun : DPP HASMI Penerbit : HASMI (Himpunan Ahlussunnah Untuk Masyarakat Islami) Edisi : E-Book 2018 vi + 82 Hlm. ; 148 x 210 mm ; Souvenir Lt BT 11 pt Dicetak oleh : MARWAH INDO MEDIA Jl. Kapten Yusuf, Ds. Sukamantri, Kec. Tamansari No. 61 Bogor (Belakang Bogor Nirwana Residence) ii
KATA PENGANTAR DPP HASMI (DEWAN PIMPINAN PUSAT) HIMPUNAN AHLUSSUNNAH UNTUK MASYARAKAT ISLAMI Saudara-saudara kaum muslimin yang kami hormati dimanapun anda berada... Kebangkitan sejati adalah kebangkitan ruhani yang kuat dan menyeluruh, yaitu terwujudnya di masyarakat kita dominasi penitian Sirotulmustaqim, penitian jejak-jejak Rosululloh dan para sahabatnya. Kebangkitan ini terwujud dengan lenyapnya keterpurukan ruhani yang elemen-elemennya adalah: 1. Kepercayaan-kepercayaan dan amal-amal kesyirikan. 2. Kepercayaan-kepercayaan dan amal-amal bid’ah. 3. Kemaksiatan kolektif atau terbuka yang terbiarkan. 4. Kezholiman-kezholiman sesama yang tidak dicegah dan dihentikan. Jalan pelenyapan yang utama adalah pencerahan jiwa-jiwa dengan dakwah yang memadai. Dakwah kepada manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah, golongan yang selamat, manhaj Islam yang murni melalui suatu usaha yang terorganisir yang terus berkembang sampai menjadi lebih kuat dari tantangan dan rintangan yang ada. Jiwa-jiwa yang tercerahkan dengan dakwah yang benar akan bangkit dan bergerak meninggalkan semua elemen-elemen keterpurukan tadi serta akan menggantikannya dengan penitian Sirotulmustaqim secara menyeluruh di setiap lapangan kehidupan. Mereka yang bangkit adalah yang berakidah benar dan beramal benar! Merekalah yang benar-benar takut kepada Alloh dan siksa-Nya, sehingga akan teguh menjaga amanah dan tidak mengkhianatinya apa pun bentuk amanah itu. Mereka akan takut menzholimi sesama, jika terjadi kezholiman, mereka akan segera bertaubat. Mereka yang bangkit akan rindu kepada Alloh dan surga-Nya. Dengan demikian mereka akan berlomba-lomba untuk mengerjakan kebaikan. Semua ini sudah cukup untuk menjadi jaminan kemajuan duniawi di samping harapan keselamatan di akhirat. iii
Banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an yang menjanjikan kecemerlangan dunia, ketika kebangkitan ruhani terwujudkan. Diantaranya firman Alloh . ”Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatan mereka”. (QS. al-A’rof [7]: 96) Dengan risalah ini, kami saudara-saudara anda di Himpunan Ahlussunnah untuk Masyarakat Islami (HASMI), mengimbau anda semua untuk ikut bergabung dengan kami, sebagai bentuk partisipasi dan perjuangan anda dalam mewujudkan kebangkitan umat tercinta ini. Mewujudkan kebangkitan total, Yaa... itulah tujuan kami. Kebangkitan yang bermahkotakan berdirinya ”Masyarakat Islami”. Masyarakat yang dinaungi dan dituntun oleh norma-norma Islam, satu-satunya agama Alloh . Masyarakat yang secara kolektif atau orang perorangan, bertekad untuk bersungguh-sungguh dalam meniti sirotulmustaqim. Masyarakat yang didominasi oleh istiqomah, kejujuran, kebersihan ruhani dan saling kasih mengasihi. Mari bergabung bersama kami untuk mencapai tujuan ini dengan strategi para nabi dan rasul yaitu strategi dakwah. Mendakwahi saudara-saudara kita untuk bersama-sama beristiqomah. Bekerja dengan tenang melalui usaha-usaha sederhana, tentram dan terorganisir. Jangan anda berkecil hati untuk ikut berpartisipasi di dalam menuju tujuan yang sangat besar dan agung ini. Karena strategi tujuan utama pencapaian HASMI adalah terbentuknya jaringan orang-orang yang bertekad untuk meniti sirotulmustaqim! Karena jaringan seperti ini sangat luas dan terpupuk secara Islami terus menerus akan mampu mewarnai masyarakat dengan warna penitian sirotul- mustaqim, untuk kemudian mengkristalkan detil penitian itu secara bertahap dan selangkah demi selangkah, sampai terbentuk masyarakat yang Islami sebelum musuh-musuh Islam terbangun dari tidurnya. Kami akan berusaha membantu anda sebatas kemampuan untuk lebih memperjelas rambu-rambu Sirotulmustaqim di diri anda dan membantu dalam menitinya dengan cara kebersamaan kita. Yang terbesar adalah ”semoga anda tercatat di sisi Alloh sebagai pejuang Islam” walaupun hanya iv
dengan partisipasi seadanya. Karena sisi terberat suatu amal di dalam Islam adalah sisi keikhlasan niat dan tekad. Yang kedua... semoga Alloh mengkaruniakan anda kebangkitan jiwa yang besar dalam meniti sirotulmustaqim dan memudahkan penitian itu. Yang ketiga... perjuangan ini akan anda rasakan dalam bentuk penambahan keimanan anda dan juga akan dirasakan manfaatnya oleh anak keturunan anda. Wassalam Bogor, Januari 2015 v
DAFTAR ISI BAB I : Titik Mula Awal Sebuah Perjalanan.................. 1 BAB II : Tergoda dan Turun Ke Bumi............................. 3 BAB III : Pesan Digerbang Syurga.................................... 5 BAB IV : Amanat Besar .................................................... 7 BAB V : Tugas dan Tujuan .............................................. 9 BAB VI : Khalifah dan Khilafah .......................................11 BAB VII : Kemuliaan..........................................................16 BAB VIII : Keterpurukan .....................................................18 BAB IX : Hanya Islam.......................................................23 BAB X : Keterpurukan Menjelang Dewasa .....................26 BAB XI : Firqotunnajaiyah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ..32 BAB XII : Kebangkitan.......................................................39 BAB XIII : Gelombang Kebangkitan dan Keterpurukan Dalam Sejarah ...................................................44 BAB XIV : Keterpurukan Di Muara Sejarah........................47 BAB XV : Geliat Kebangkitan Di Pekatnya Malam ...........50 BAB XVI : Gerakan Kebangkitan Di Indonesia ..................52 BAB XVII : Strategi Kebangkitan .........................................54 BAB XVIII: Masyarakat Islami...............................................57 BAB XIX : Masyarakat Non Islami......................................60 BAB XX : Realita Masyarakat Kita ....................................67 BAB XXI : Penegakkan Syariat............................................70 BAB XXII : Landasan dan Strategi........................................73 BAB XXIII : Strategi Alternatif ..............................................77 BAB XXIV : Langkah-Langkah Menuju Tujuan ....................79 vi
BAB I TITIK MULA SEBUAH PERJALANAN Titik mula perjalanan ini adalah saat penciptaan manusia pertama, bapak seluruh manusia yaitu Nabi Adam yang diciptakan Alloh dari tanah dengan tangan-Nya sendiri. Kemudian ditiupkan padanya ruh dan diperintahkan kepada para malaikat untuk bersujud kepadanya. Para malaikat pun bersujud kepada Adam sebagai bukti ketaatan mereka kepada Alloh dan penghormatan mereka kepada Adam . Namun pada saat yang sama, terjadilah suatu kedurhakaan yang besar sekali berupa pembangkangan Iblis terhadap Alloh dengan menolak untuk bersujud kepada Adam seraya takabur atas dasar klaim bahwa bahan asal penciptaan dirinya, yaitu api yang dianggapnya lebih mulia dari bahan asal penciptaan Adam , yaitu tanah. Murkalah Alloh dan terkutuklah Iblis. Alloh berfirman: “(Ingatlah) ketika Robbmu berfirman kepada para malaikat: „Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah.‟ Maka apabila telah Ku-sempurnakan penciptaannya dan Ku-tiupkan kepadanya ruh (ciptaan)-Ku; maka hendaklah kalian bersujud kepadanya. Lalu seluruh malaikat pun bersujud semuanya, kecuali Iblis; dia menyombongkan diri dan jadilah dia termasuk orang-orang yang kafir. Alloh berfirman: „Hai Iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku? Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang- 1
orang yang (lebih) tinggi?‟ Iblis berkata: „Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.‟ Alloh berfirman: „Keluarlah kau dari surga! Sesungguhnya kau adalah makhluk yang terkutuk, sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan.” (QS. Shod [38]: 71-78) (Sumber : STH 3 Tugas dan Tujuan; Bab I) 2
BAB II TERGODA DAN TURUN KE BUMI Setelah Adam dianugerahi seorang istri yang Alloh ciptakan dari salah satu tulang rusuk Adam sendiri, mereka berdua pun dipersilahkan untuk menghuni surga dengan diberikan dua pesan yaitu agar berhati-hati jangan sampai musuh mereka Iblis menipu mereka dan mengeluarkan mereka dari surga dan pesan kedua agar tidak mendekati salah satu pohon surga. Tetapi pada kenyataannya, Adam terpedaya oleh tipuan Iblis yang membujuk dan merayunya. Maka didekatinya pohon itu bahkan kemudian mereka berdua mencicipi buahnya. Adam dan Hawa pun menyesal serta mengakui kesalahan mereka, lalu meminta ampun kepada Alloh dan Alloh pun mengampuni mereka. Kemudian Alloh memerintahkan mereka untuk keluar dari surga dan turun ke bumi. Alloh berfirman: “Dan Kami berfirman: „Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zholim‟.” (QS. al-Baqoroh [2]: 35) “Maka Kami berkata: „Hai Adam, sesungguhnya ini (Iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka‟.” (QS. Thoha [20]: 117) 3
“Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari aurat mereka dan setan berkata: „Robb kalian tidak melarang kalian untuk mendekati pohon ini, melainkan supaya kalian berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga).‟ Dan dia (setan) bersumpah kepada keduanya. „Sesungguhnya saya adalah seorang penasehat bagi kalian berdua.‟ Maka setan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah mencicipi buah pohon itu, nampaklah bagi keduanya aurat-aurat mereka, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Robb mereka menyeru mereka: „Bukankah Aku telah melarang kalian berdua dari pohon itu dan Aku katakan kepada kalian: „Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian berdua?” (QS. al-A'rof [7]: 20-22) Demikianlah godaan, bujukan dan rayuan Iblis kepada Adam dan istrinya Hawa, yang menyebabkan keduanya dikeluarkan dari surga dan diturunkan untuk mendiami bumi. (Sumber : STH 3 Tugas dan Tujuan; Bab II) 4
BAB III PESAN DI GERBANG SURGA Bersamaan dengan turunnya Adam dan Hawa dari surga ke bumi, Iblis pun diturunkan dari surga untuk kemudian tinggal di bumi yang sama dengan keduanya. Dalam pelepasan kedua jenis makhluk Alloh itu, Alloh pun memberi pesan terakhir kepada mereka sebelum menjalani kehidupan yang sangat berbeda dengan kehidupan yang sebelumnya, yaitu kehidupan dunia yang penuh dengan liku-liku kesedihan dan kesulitan. Kehidupan yang penuh cobaan dan pertarungan di antara kedua jenis makhluk itu. Alloh berfirman: “Turunlah kalian semua dari surga! Sebagian kalian menjadi musuh bagi sebagian lainnya. Jika datang kepada kalian petunjuk dari-Ku, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan sengsara. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit dan akan Kami kumpulkan mereka pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thoha [20]: 123-124) “Kami berfirman: „Turunlah kalian semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepada kalian, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.‟ Adapun orang-orang yang kafir dan 5
mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. al-Baqoroh [2]: 38-39) Turunlah Adam dan istrinya untuk menjalankan tugas yang memang telah ditentukan sebelumnya. (sumber : STH 3 Tugas dan Tujuan; Bab III) 6
BAB IV AMANAT BESAR Turunlah pasangan manusia pertama untuk menjalankan tujuan penciptaan dan tugas utamanya yaitu menunaikan amanat yang telah diterimanya dengan sukarela, padahal langit, bumi dan gunung-gunung menolak dan merasa ngeri untuk memikulnya. Alloh berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zholim dan amat bodoh.” (QS. al-Ahzab [33]: 72) Ibnu Katsir meriwayatkan bahwa Al Oufi (salah seorang murid Ibnu „Abbas ) meriwayatkan bahwasanya Ibnu Abbas berkata: “Yang dimaksud dengan amanat adalah “ketaatan”. Alloh telah menawarkan kepada makhluk-makhluk itu (yaitu langit, bumi dan gunung-gunung) sebelum menawarkannya kepada Adam . Maka Alloh berfirman kepada Adam : Aku telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, akan tetapi mereka tidak bersedia memikulnya. Apakah engkau siap memikulnya? Adam pun bertanya: “Wahai Robb, apakah kandungannya? Alloh pun berfirman: “Jika engkau berbuat baik maka engkau akan diganjar kebaikan sebaliknya jika engkau berbuat buruk, maka engkau akan dihukum (siksa)”, maka Adam pun menerima amanat itu.” Kita perhatikan ayat tersebut dengan seksama dan memperhatikan pula penafsiran Ibnu „Abbas tersebut dengan tidak dirinci isi dan konsekuensi amanat tersebut. Yang ada adalah penetapan status “perhitungan”. Tetapi Ibnu Katsir setelah meriwayatkan perkataan dari 7
beberapa ulama salaf yang kemudian beliau menyimpulkan bahwa amanat itu adalah “tugas, perintah-perintah dan larangan-larangan”. Pesan di gerbang surga pun mengandung janji bahwa Alloh akan menurunkan hidayah-Nya (petunjuk-Nya) dan menjanjikan ganjaran yang baik untuk mereka yang mengikuti petunjuk itu serta ancaman hukuman untuk mereka yang menolaknya. Petunjuk yang Alloh turunkan adalah Islam itu sendiri. Jadi amanat itu adalah ajaran-ajaran Islam. Yaitu, Islam yang murni bukan Islam yang dirasuki oleh kepalsuan-kepalsuan. al-Qur‟an telah menjelaskan dua hal yang menjadi cakupan amanat ini secara tersirat, yaitu tujuan hidup dan tugas (jabatan) manusia (kekhilafahan). Jadi amanat itu adalah penerapan Islam dalam pelaksanaan tujuan hidup dan penunaian tugasnya. (sumber STH 3 Tugas dan Tujuan; Bab IV) 8
BAB V TUGAS DAN TUJUAN 1. Tujuan Hidup Manusia. Alloh berfirman: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat [51]: 56) Ayat ini menjelaskan dengan gamblang namun masih bersifat global tentang tujuan hidup (penciptaan) manusia, yaitu “beribadah hanya kepada Alloh saja” dan yang demikian ini dinamakan tauhid (mengesakan Alloh ). 2. Tugas Manusia yaitu: Khilafah atau kekhilafahan (penguasaan dan kepengu-rusan) bumi. Setelah beriman dan bertauhid, manusia dituntut untuk menjadi penyelenggara penegakan tauhid di atas bumi dengan menerapkan hukum-hukum Alloh atas diri-diri mereka dan atas orang-orang yang tidak beriman serta makhluk-makhluk bumi selain manusia yang berada di bawah kekuasaannya. Yaitu bumi dan apa yang ada di atasnya. Itulah tugas kekhilafahan. Dengan demikian orang-orang yang beriman harus menjadi “polisi” bumi, tetapi tidak boleh sewenang-wenang. Mereka harus terikat oleh hukum-hukum Alloh dan bukan menuruti hawa nafsu dalam menghukum atau mengikuti hukum-hukum selain hukum Alloh . Selain tercakup dalam banyak ayat al-Qur‟an, tugas dan peranan ini pun dikandung oleh nama yang Alloh berikan bagi jenis manusia, yaitu khalifah. Alloh berfirman: ... 9
“Ingatlah ketika Robbmu berfirman kepada para malaikat: „Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi‟.\" … (QS. al-Baqoroh [2]: 30) Untuk lebih jelasnya tentang masalah khalifah dan khilafah, maka ikutilah dalam pembahasan selanjutnya. (sumber : STH 3 Tugas dan Tujuan; Bab V) 10
BAB VI KHALIFAH DAN KHILAFAH A. Khalifah Arti kata khalifah dapat diperjelas dengan uraian berikut: 1. Khalifah secara umum berarti penguasa yang dipertuan di muka bumi. Predikat ini untuk seluruh manusia atas makhluk-makhluk bumi lainnya. Manusia diberi Alloh akal dan semua kemampuan untuk itu. Kenyataan manusia di bumi yang dari hari ke hari bisa mengungguli makhluk-makhluk bumi lainnya dan mengatasi banyak kendala dan rintangan-rintangan hidupnya, membuktikan arti ini. Penafsiran penguasa, pengurus dan yang dipertuankan secara umum ini didukung pula oleh arti kedua dan ketiga dari kata khalifah ini. Dari ayat-ayat berikut kita juga bisa menangkap arti itu tersirat jelas di dalamnya. Alloh berfirman: ... “Ingatlah ketika Robbmu berfirman kepada para malaikat: „Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi‟.\" … (QS. al-Baqoroh [2]: 30) Dari ayat ini dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan kata “khalifah” adalah Adam dan keturunannya, yaitu jenis manusia. Alloh berfirman: “Dia-lah yang menjadikan kalian sebagai khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Robbnya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka.” (QS. Fathir [35]: 39) 11
Ayat ini lebih jelas lagi dari ayat sebelumnya bahwa yang dimaksud dengan “khalifah-khalifah” adalah jenis manusia, baik mu’min maupun kafir. Alloh berfirman: ... “Tidakkah kalian perhatikan, sesungguhnya Alloh telah menundukkan untuk (kepentingan) kalian apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untuk kalian nikmat-Nya lahir dan batin....” (QS. Luqman [31]: 20) Dalam ayat ini diterangkan betapa Alloh telah “menun- dukkan” semua yang ada di alam semesta untuk jenis manusia, makhluk yang dipertuankan. Rosululloh bersabda: “Sesungguhnya dunia itu manis dan indah, dan sesungguhnya Alloh menguasakan kepada kalian untuk mengelola apa yang ada di dalamnya, kemudian Alloh mengawasi apa yang kalian perbuat.” (HR. Muslim) Adapun tafsir kata khalifah dengan arti “kaum yang saling menggantikan generasi atas generasi sebelumnya” memang begitulah keadaan manusia. Akan tetapi hal ini bukan khusus untuk manusia, binatang pun demikian. 2. Khalifah dalam arti syar‟i adalah: makhluk penguasa bumi yang berperan sebagai penyelenggara tauhid. Hal ini hanya berlaku untuk orang-orang yang beriman agar menegakkan tauhid dan syariatnya serta berdakwah dan berjihad untuk memasukkan umat manusia ke dalam agama Alloh , juga untuk menegakkan syariah atas semua makhluk bumi. Ketika manusia dituntut untuk menunaikan sisi pertama dari amanat, tujuan dari penciptaannya (hidupnya), yaitu hanya 12
beribadah kepada Alloh saja, maka kata khalifah dalam arti pertama harus berjalan di atas syariat tauhid (syariat Islam). Ini berarti bahwa manusia-manusia yang tidak bertauhid, walaupun menyandang nama dan sifat kekhilafahan bukanlah khalifah-khalifah yang sebenarnya (seperti yang dituntut oleh al-Qur‟an). Demikian juga orang-orang Islam yang tidak ikut dalam usaha menegakkan syariat tauhid di muka bumi. Walaupun kedua golongan ini sangat berbeda dalam keterpurukan masing-masing. Alloh berfirman: “Dan Alloh telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang sholeh bahwa Dia sungguh-sungguh akan mengkhalifahkan mereka (menjadikan mereka berkuasa) di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai- Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan mengganti (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barang-siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang- orang yang fasik.” (QS. An-Nur [24]: 55) Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata: “Ini adalah janji Alloh kepada Rosul-Nya, yaitu akan menjadikan umat beliau sebagai pemimpin seluruh manusia, memperbaiki keadaan negeri-negeri, dan seluruh manusia pun tunduk kepada mereka.” 13
Ayat di atas dan tafsirnya sangat jelas dan selaras dengan arti kedua ini, dengan adanya kalimat-kalimat: Orang-orang yang beriman dan beramal soleh Berkuasa (khalifah) Keamanan Beribadah hanya kepada Alloh saja (tauhid). 3. Khalifah dalam arti “pelaksana hukum-hukum Alloh ” dalam memutuskan seluruh perkara yang terjadi di antara makhluk di bumi ini. Sebagaimana yang dikandung oleh arti ayat berikut. Alloh berfirman: “Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka putuskanlah (semua perkara) di antara manusia dengan adil (yang dimaksud dengan „adil‟ adalah hukum Alloh ) dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Alloh. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Alloh akan mendapat adzab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS. Shaad [38]: 26) Selain secara langsung mendukung arti ketiga ini, ayat ini pun mendukung arti kedua dengan mengaitkan kata “khalifah” dengan tugas (ingat, ayat ini berisi perintah) untuk menjalankan “hukum” di mana hal ini menuntut adanya kekuasaan. “Bil Haq” di sini adalah hukum Alloh . Ayat ini juga mengandung ancaman dahsyat untuk penguasa-penguasa yang tidak menerapkan hukum Alloh (dengan kata lain menerapkan hukum yang bukan syariat Islam). Kesimpulan: Arti pertama ada pada setiap jenis manusia baik mukmin ataupun kafir. Arti kedua adalah penyandang peranan penegakan penyelenggaraan tauhid melalui (pencapaian) kekuasaan. Peranan 14
ini bagi seluruh orang yang beriman. Mereka wajib melaksanakan peranan ini sebagai suatu kewajiban yang tercakup dalam amanat kubro dan dituntut oleh al-Qur‟an. Sedangkan arti ketiga adalah peran, hak dan kewajiban pemerintahan, pemimpin dan negara Islam. B. Khilafah Khilafah adalah sifat dari khalifah (pelaku khilafah). Jadi khilafah adalah kepenguasaan dan kepengurusan dan karena itu khilafah terbagi atas tiga macam. 1. Arti khilafah secara umum sejalan dengan arti khalifah secara umum, yaitu kesuperioritasan (hegemoni) manusia atas makhluk-makhluk bumi lainnya. 2. Arti khilafah secara khusus pun selaras dengan arti khalifah secara khusus, yaitu penyelenggaraan tauhid di bumi ini. 3. Khilafah dalam arti yang ketiga bisa juga dinamakan Khilafah Struktural dan artinya selaras dengan arti ketiga dari khalifah, yaitu pemerintahan atau negara Islam. Negara Islam dan pemerintahannya adalah penata, pemimpin, dan pengendali pelaksanaan tugas-tugas kekhilafahan. Walaupun tugas kekhilafahan tetap menjadi amanat untuk seluruh orang yang beriman, akan tetapi karena posisi pemerintah yang khusus, maka istilah ini disematkan kepada pemerintah dari sebuah negara Islam. (sumber : STH 3 Tugas dan Tujuan; Bab VI) 15
BAB VII KEMULIAAN Kemuliaan yang besar telah diberikan kepada jenis manusia sejak penciptaannya. Manusia pertama, walaupun diciptakan untuk bumi, tetapi penciptaannya berlangsung di atas langit dan disaksikan oleh para malaikat yang mulia. Tubuhnya dibentuk sebaik dan seindah-indahnya bentuk oleh tangan Alloh sendiri. Ruhnya pun ditiupkan ke dalam jasadnya oleh Alloh sendiri pula. Kemudian Alloh membekalinya dengan dasar-dasar seluruh ilmu, yaitu ilmu tentang nama-nama seluruh makhluk. Setelah itu para malaikat yang suci dan mulia diperintahkan untuk bersujud kepadanya. Jadi manusia sejak diciptakan adalah makhluk yang mulia dan bukan sama sekali bermula dari kera seperti yang dikatakan oleh Yahudi Darwin. Barangsiapa yang percaya pada teori Darwin ini, maka dia telah kafir. Setelah Adam terpuruk pun karena melanggar satu- satunya larangan pada waktu itu, Alloh segera mengilhaminya taubat dan mengajarkannya kata-kata yang harus diucapkannya agar taubatnya diterima dan bisa bangkit kembali dari keterpurukan itu. Taubatnya pun diterima dan Adam pun bangkit ke derajatnya semula. Inilah kisah keterpurukan dan kebangkitan pertama untuk jenis manusia. Jika Adam tidak bangkit waktu itu, maka dia dan keturunannya bisa jadi akan terpuruk selama-lamanya seperti halnya Iblis yang enggan untuk bangkit setelah keterpurukan yang dahsyat. Dia dan keturunannya pun diberikan ilmu yang menerangi perjalanan hidupnya dalam menuju kampung halaman tempat dia diciptakan untuk menemui dan memandang wajah penciptanya Yang Maha Indah sambil menjalani kehidupan surga abadi yang penuh dengan kelezatan dan kenikmatan yang tidak akan pernah putus, bertetangga dengan sang pencipta. Suatu kemuliaan yang luar biasa! Turunlah Adam ke bumi. Dia dan keturunannya memang dipersiapkan untuk menjadi penguasa dan pengurus bumi (khalifah). Alloh telah menciptakan tubuhnya dari tanah (bumi) sementara malaikat yang tubuhnya diciptakan dari cahaya dan jin yang jasadnya 16
diciptakan dari api, tidak terpilih untuk tugas ini. Walaupun mereka sudah ada sebelum Adam . Suatu kemuliaan yang besar sekali! Bumi pun telah dipersiapkan untuk menerima kedatangan sang khalifah. Semua yang ada di bumi telah ditundukkan dan diselaraskan dengan struktur tubuh dan jiwa sang khalifah. Seluruh komponen alam semesta yang ada di antara bumi dan langit diorbitkan untuk melayani makhluk baru ini dan menjadi pendukung bumi agar tetap kondusif untuk manusia. Pepohonan di atas bumi seakan-akan para pekerja pembuat makanan, minuman dan oksigen untuk manusia. Binatang- binatang ternak seakan-akan sebagai pengawet daging-daging yang menempel di tubuhnya sampai tiba waktunya bagi manusia untuk memakannya. Semua telah tersedia! Lagi-lagi kemuliaan yang tak tertandingi oleh makhluk-makhluk lainnya... Tak ada lagi alasan bagi manusia untuk tidak dapat menjalani tugas!! Tugas dan tujuan penciptaannya itulah dasar dari kemuliaannya. Kemuliaan demi kemuliaan itu hanya bisa diraih dan dipertahankan dengan cara konsisten menjalankan amanat, yaitu tauhid dan khilafah... Jika dia mengabaikannya, maka kemuliaan akan tergantikan dengan kehinaan! Na‟udzubillahi min dzalik! (sumber : STH 3 Tugas dan Tujuan; Bab VII) 17
BAB VIII KETERPURUKAN A. KETERPURUKAN PERTAMA Telah kita ketahui bahwasanya Iblis yang semula dimuliakan, hidup di alam ketinggian bersama para malaikat yang suci, dekat dengan Robbnya dan diberikan kesempatan mendengar suara Alloh serta berdialog dengan-Nya, terusir dari kedudukan itu dan tercampakkan dari kemuliaannya menjadi terkutuk selama-lamanya “hanya” karena satu kesalahan saja, enggan dan sombong melaksanakan suatu perintah yang dianggap merendahkan martabatnya. Adam pun telah dikeluarkan dari surga hanya karena pelanggaran satu larangan saja dan karenanya harus melakoni kehidupan dunia yang penuh tantangan dan kesulitan. Keduanya sama-sama terpuruk. Yang satu karena menolak satu perintah dan yang lainnya karena melanggar satu larangan. Dengan rahmat Alloh , Adam segera bangkit dengan taubat nasuha dan kembali meraih kemuliaannya walaupun harus meninggalkan surga. Sedangkan Iblis enggan untuk bertaubat dan terpuruklah dia ke dalam keterpurukan yang seburuk-buruknya. Ketika Adam ditegur oleh Alloh : “Bukankah Aku telah melarang kalian berdua dari pohon itu? Dan Aku katakan kepada kalian bahwa sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian? .” Maka Adam pun berkata: “Wahai Robb kami, kami telah menzholimi diri kami sendiri. Jika Engkau tak sudi mengampuni dan merahmati kami, pasti kami akan menjadi golongan orang-orang yang rugi! .” Pengakuan, perendahan diri... permohonan...itulah taubatan nasuha! Sedangkan Iblis, ketika Alloh berfirman “Apa yang mencegahmu untuk sujud, ketika Aku sudah memerintahkanmu?” Jawabannya adalah kesombongan dan penolakan! 18
Alloh berfirman: “Apa yang mencegahmu untuk sujud, ketika Aku sudah memerintahkanmu?” Maka Iblis menjawab, „Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah‟.” (QS. al-A‟roof [7]: 12) Jadi, keterpurukan yang sebenarnya adalah jatuhnya posisi atau derajat seseorang di sisi Alloh dan sebab keterpurukan adalah penyelisihan Sirotulmustaqim, baik dalam bentuk pengabaian perintah, pelanggaran larangan karena kelemahan atau yang lebih hebat yaitu pelanggaran dasar-dasar utama dari agama ini. Inilah sebenar-benarnya keterpurukan! Sedangkan kesu-litan- kesulitan dan kerendahan-kerendahan lainnya walaupun kita namakan sebagai sebuah keterpurukan, maka ia hanyalah buah dari keterpurukan sejati ini, yaitu keterpurukan ruhani. Adam telah melanggar larangan karena kelemahan. Alloh berfirman: “Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya keteguhan yang cukup.” (QS. Tohaa [20]: 115) Sedangkan Iblis telah menolak perintah, karena dia berprinsip bahwa perintah Alloh harus disaring terlebih dahulu! Yang mana bisa diterima oleh akal pikirannya dan mungkin dilaksanakan, sedangkan yang tidak bisa diterima oleh akal pikirannya akan ditolaknya! Adapun jalan kebangkitan adalah jalan yang ditempuh Adam , yaitu bertaubat dan kembali meniti jalan penyerahan. Bukan jalan yang ditempuh Iblis, yaitu tetap meneruskan kesalahan dan penyelisihan. 19
B. Macam-macam Keterpurukan: Mayoritas aktifis Islam di seluruh dunia bersepakat bahwa pada dewasa ini secara umum umat berada dalam keterpurukan. Akan tetapi terdapat perbedaan sudut pandang tentang arti atau yang dimaksud dengan keterpurukan itu sendiri. Kalau kita sepakati bahwa arti umum dan global dari keterpurukan adalah lawan dari arti kemuliaan dan kebahagiaan, maka akan lebih jelas rinciannya ketika kita membagi- bagi keterpurukan menurut jenis dan macam-macamnya. 1. Keterpurukan Ruhani: Yaitu keterpurukan yang berbentuk penyelisihan Sirotul- mustaqim. Penyelisihan ini adalah pengabaian atau kelemahan dalam menunaikan sisi pertama amanat yang dipikul oleh manusia, yaitu sisi pelaksanaan tujuan hidup, peribadatan hanya kepada Alloh saja, tauhid, sunnah dan syariat-Nya. Pada pasal sebelumnya telah kita dapati bahwa penunaian amanat ini adalah dasar utama untuk kemuliaan manusia. Ketika hal ini ditinggalkan atau diselewengkan atau diabaikan, terhinalah manusia dan inilah keterpurukan utama. Bukan hanya sampai di situ saja, akan tetapi jenis keterpurukan ini (keterpurukan ruhani) adalah induk semang yang akan melahirkan keterpurukan-keterpurukan yang lain. Demikian buruknya keterpurukan ruhani ini sehingga potret yang sebenarnya akan terproyeksikan di Jahannam nanti dalam bentuk siksaan-siksaan yang tak terperikan. 2. Keterpurukan Peran: Keterpurukan ini berbentuk pengabaian atau peninggalan atau melemahnya pelaksanaan sisi kedua dari al-amanat, yaitu peranan sebagai penyelenggara syariat tauhid atas semua makhluk yang ada di bumi dengan menegakkan syariat itu dan memperlakukan semua makhluk dengan kandungannya menurut jenis masing-masing makhluk. Keterpurukan ini dilahirkan oleh induk keterpurukan, yaitu keterpurukan ruhani. Tulang punggung sisi amanat yang satu ini adalah kekuasaan dan dasarnya adalah kebangkitan ruhani. 20
Alloh berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan umat-umat sebelum kalian, ketika mereka berbuat kezholiman padahal Rosul-Rosul mereka telah datang kepada mereka dengan membawa keterangan- keterangan yang nyata, tetapi mereka sekali-kali tidak mau beriman. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat dosa. Kemudian Kami jadikan kalian khalifah- khalifah di muka bumi sesudah mereka, dan Kami akan mengamati bagaimana kalian berbuat.” (QS. Yunus [10]: 13-14) Mereka yang dibinasakan di ayat ini adalah para khalifah di muka bumi yang terbinasakan karena keterpurukan ruhani (kezholiman dan tidak mau beriman) kemudian digantikan oleh umat Muhammad untuk kemudian hukuman yang sama bisa terjadi bila sebab-sebabnya terulang lagi. Ketika terjadi, keterpurukan peran ini akan melahirkan kekacauan kehidupan Islami dan menjadikan darah, harta, dan akidah kaum muslimin tidak terlindungi dengan semestinya serta menghancurkan sendi-sendi amar ma‟ruf nahi munkar. Dalam konteks poin yang terakhir ini, keterpurukan ini pun akan menjadi sebab dari kedua keterpurukan selanjutnya. 3. Keterpurukan Duniawi: Keterpurukan duniawi adalah musibah-musibah yang terjadi akibat dari kedua keterpurukan di atas. Baik dalam bentuk bencana- bencana alam, kemiskinan yang menyiksa, wabah penyakit, kehancuran generasi muda, kelemahan, penindasan dan lain-lain. 4. Keterpurukan Ukhrawi: Keterpurukan ini adalah keterpurukan yang maha dahsyat yang diakibatkan oleh keterpurukan ruhani dan juga bisa karena imbas dari keterpurukan peran. Keterpurukan ukhrawi sangat luar 21
biasa deritanya. Kehidupan penuh siksa dan kesengsaraan dalam lubang-lubang dan gumpalan-gumpalan api Jahannam yang panasnya 69 kali lebih panas dari api dunia, ditambah lagi dengan bermacam-macam siksaan dan penderitaan. Demi menghindari keterpurukan ukhrawi inilah gerakan- gerakan kebangkitan seharusnya berusaha sekuat-kuatnya mewujudkan kebangkitan ruhani. Adapun keterpurukan- keterpurukan lainnya akan dengan sendirinya teratasi, ketika kebangkitan ruhani telah terwujud. (sumber : STH 3 Tugas dan Tujuan; Bab IX) 22
BAB IX HANYA ISLAM Untuk beribadah kepada Alloh dan untuk mencapai keridoan-Nya, Alloh hanya menurunkan satu agama kepada hamba-hamba-Nya, sejak awal penciptaan manusia hingga hari kiamat kelak, yaitu agama Islam. Seluruh nabi, dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad , hanya membawa dan mendakwahkan agama Islam. Itulah sirotulmustaqim. “Sesungguhnya agama (yang diridoi) di sisi Alloh hanyalah Islam.” (QS. Ali „Imron [3]: 19) 1. Inti agama Islam adalah “berserah diri secara total kepada Alloh , mengesakan-Nya, mengagungkan-Nya dan mencintai-Nya dengan mengikuti wahyu dan syariat-Nya”. Hakikat sesuatu yang diajarkan oleh Islam tidak akan pernah berubah, sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad dan hingga hari kiamat. Adapun syariat yang diturunkan Alloh , yaitu cara beribadah, tempat dan kadar peribadatan serta peraturan kemasyarakatan, bahkan hukum halal dan haram, masih bisa berbeda antara satu rosul dengan yang lainnya. Oleh karena itu, walaupun berbeda dalam syariat di beberapa bagian detail atau rinciannya (mayoritas syari‟at global sama saja), namun aqidah para nabi dan ajaran mereka adalah sama, yaitu Islam. 2. Nabi Musa adalah nabi Islam, beragama Islam dan mendakwahkan Islam serta para pengikutnya adalah orang-orang Islam, bukan orang-orang Yahudi. Sedangkan agama Yahudi adalah agama batil yang dianut oleh orang-orang yang menyelisihi ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa . 23
“Musa Berkata: „Wahai kaum, jika kalian beriman kepada Alloh, maka bertawakkallah kepada-Nya saja, jika kalian benar-benar orang-orang Islam (muslimin).” (QS. Yunus [10]: 84) Demikian pula halnya dengan Nabi Isa dan para pengikutnya yang setia, mereka adalah kaum muslimin sedangkan para penyelisihnya yang dinamakan umat Kristiani dengan agama mereka (Kristen), mereka adalah kaum musyrikin. “Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail), ia berkata: „Siapakah yang siap menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Alloh?‟, para hawariyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: „Kamilah penolong-penolong (agama) Alloh, kami beriman kepada Alloh; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang- orang Islam.” (QS. Ali „Imron [3]: 52) “Dan (ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada pengikut Isa yang setia: „Berimanlah kalian kepada-Ku dan kepada rosul-Ku‟. Mereka menjawab: „Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rosul) bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang Islam (muslimun).” [QS. al- Ma‟idah (5): 111] 3. Pada waktu yang sama, Alloh menolak semua agama selain Islam, walaupun bertujuan atau ditujukan untuk mendapatkan keridoan-Nya. “Barangsiapa menganut agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali „Imron [3]: 85) 24
“…Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku ridoi Islam itu jadi agama kalian….” (QS. al-Ma‟idah [5]: 3) (sumber : STH 1 Terpecah..!! Yang Benar Hanya Satu; Bab I) 25
BAB X KETERPURUKAN MENJELANG DEWASA Terpecah..Yang Benar Hanya Satu Alloh adalah satu-satunya Robb (Tuhan) yang benar, dan Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Tetapi pada zaman kita sekarang ini, kita dapati “banyak Islam”. Berdasarkan prinsip asasi bahwa Islam yang benar hanyalah satu, maka di antara yang banyak itu, hanya satu Islam yang benar-benar Islam dan murni. Alloh telah menegaskan bahwa jalan-Nya hanyalah satu sirot, dan bukan subul (banyak jalan). “Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah sirotulmustaqim (jalan-Ku yang lurus), maka ikutilah jalan ini, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai- beraikan kalian dari jalannya. Demikianlah wasiat Alloh kepada kalian agar kalian bertakwa.” (QS. al-An‟am [6]: 153) Selain Islam yang benar lagi murni, maka tidak akan dapat menyampaikan kepada keridoan Alloh . Semakin bertambah kekurangmurnian Islam pada diri seseorang, maka semakin bertambah terancam pula tujuannya dalam mendapatkan keridoan Alloh yang mutlak. Semakin bertambah ketidakmurnian keislaman seseorang, maka semakin bertambah pula kejauhannya dari Alloh . Ini semua terjadi ketika kekurangmurnian keislaman seseorang masih dalam lingkaran umum Islam. Tetapi ketika ketidakmurnian terus melebar, hal ini bisa mengantarkan seseorang kepada kekafiran. Umat ini akan terpecah menjadi banyak golongan. Dan memang sudah terpecah! Namun hanya satu yang benar, dan yang lain salah! Hanya satu yang akan selamat dari api neraka, sedangkan yang lain akan memasuki neraka terlebih dahulu! 26
“Sesungguhnya umatku akan berpecah-belah menjadi 73 golongan. Satu golongan di dalam surga dan 72 golongan di dalam neraka. Ditanyakan kepada beliau: „Siapakah mereka (yang satu golongan) itu wahai Rosululloh?‟, maka beliau menjawab: „al-Jama‟ah.” (HR. Ibnu Majah, Ibnu Abi „Ashim dan al Lalika‟i) “Sesungguhnya Bani Israil telah berpecah-belah menjadi 72 kelompok keagamaan, dan umatku akan berpecah-belah menjadi 73 kelompok keagamaan. Seluruhnya berada di api neraka, kecuali satu kelompok. Mereka (para sahabat) bertanya: „Siapakah satu kelompok itu wahai Rosululloh?‟, maka beliau menjawab: „Mereka yang mengikuti jejakku dan jejak para sahabatku.” (HR. Tirmidzi, Hakim dan al Lalika‟i) Dari penjelasan tersebut di atas, gugurlah teori Pluralisme di dasar Jahannam yang paling dalam! Yang benar hanya satu! Maka sangat wajiblah bagi kita untuk mempelajari yang satu tersebut dan menghindar dari yang lainnya! A. Arti Iftiroq (perpecahan). Arti dari iftiroq atau perpecahan dalam konteks ini adalah meninggalkan garis lurus sirotulmustaqim dan mengikuti garis-garis sesat yang banyak dan bercabang-cabang. Dengan kata lain, iftiroq berarti memilih jalan-jalan lain (alternatif) dalam memahami dan menerapkan Islam, selain dari jalan Rosululloh dan para sahabatnya. Mereka “menolak”, baik sengaja ataupun tidak manhaj ittiba‟, yaitu jalan pengikutan kepada Rosululloh . 27
B. Sebab-Sebab Penyimpangan. Sebab utama dari perpecahan tersebut adalah karena hawa nafsu dan kejahilan (kebodohan) Pengikutan kepada hawa nafsu (terutama hawa nafsu berpendapat) dan kejahilan, telah menimbulkan sebab-sebab perpecahan lainnya yang banyak sekali. C. Sejarah Awal Perpecahan. Firoq dollah berarti golongan-golongan yang sesat, dalam arti salah memilih jalan dalam menempuh Islam. Kesesatan bisa berarti bid‟ah dan juga bisa berarti kekafiran. Tetapi dalam konteks ini, yang dimaksud dengan kesesatan adalah bid‟ah, yaitu salah memilih jalan dalam meniti Islam. Yang seharusnya mereka memilih jalan yang telah ditempuh oleh Rosululloh dan para sahabatnya, yaitu jalan Sunnah, tetapi mereka malah memilih jalan lainnya yang tercampur padanya hal-hal yang bukan berasal dari Sunnah Rosululloh . Adapun mereka yang sudah keluar dari Islam, maka walaupun mereka adalah golongan-golongan sesat pada umumnya, tetapi mereka bukanlah orang-orang yang dimaksud dalam pembahasan ini. Seperti yang dikabarkan oleh Rosululloh dalam hadits-hadits yang lalu, bahwa firqoh dollah tersebut akan bermunculan sampai bilangannya mencapai 72 (tujuh puluh dua) golongan. Begitulah yang mulai terjadi pada masa-masa terakhir khulafa‟urrosyidin (empat kholifah yang mendapat petunjuk). Walaupun bibit-bibit furqoh (perpecahan) dan firoq (kelompok- kelompok) sudah mulai bersemi sebelum kekhilafahan „Ali bin Abi Tolib , akan tetapi munculnya golongan sesat pertama yang mengkristal sebagai sebuah kelompok, baru terjadi pada zaman kekhilafahan beliau. „Ali bin Abi Tolib diangkat menjadi kholifah setelah terbunuhnya kholifah „Utsman bin „Affan di tangan segerombolan ahlul fitnah pada tahun 35 H. Ketika itu terjadilah perselisihan pendapat tentang cara penyelesaian bagi kasus pembunuhan tersebut, antara „Ali bin Abi Tolib sebagai kholifah dan Mu‟awiyah bin Abi Sufyan , yang pada waktu itu menjabat sebagai gubernur Syam (Syiria dan sekitarnya). Perselisihan tersebut bertambah runcing hingga terjadi peperangan di antara kedua pihak. 28
Manhaj Ahlus Sunnah dalam hal perselisihan di antara para sahabat adalah tidak mencampuri apa-apa yang terjadi di antara mereka, bahkan kita harus mendoakan kebaikan bagi mereka semua. Dalam suatu pertempuran antara pendukung „Ali bin Abi Tolib dan pendukung Mu‟awiyah , terjadi suatu kesepakatan untuk berunding menyelesaikan masalah tersebut dengan damai. Maka diangkatlah dari setiap pihak seorang hakim untuk menerapkan hukum Alloh dalam menyelesaikan masalah yang pelik ini. Di sinilah munculnya firqoh sesat pertama yang keluar dari jalan Sunnah dan keluar dari Jama‟ah kaum muslimin. Firqoh ini dinamakan Khowarij, yang berarti orang-orang yang keluar. Mereka keluar dari Sunnah dan Jama‟ah, tidak lagi sebagai bagian dari Ahlus Sunnah wal Jama‟ah, ketika mereka memahami masalah yang ada dari dalil al-Qur‟an tentangnya bukan dengan manhaj Ahlus Sunnah. Mereka menyatakan bahwa dengan mengangkat seorang hakim, „Ali bin Abi Tolib telah memberi hak tasyri‟ (membuat hukum) kepada makhluk, yang berarti suatu kesyirikan yang nyata. Maka mulailah mereka mengkafirkan „Ali bin Abi Tolib dan para sahabat pendukungnya. Pada hakikatnya kedua hakim tersebut tidak diberi mandat untuk membuat suatu hukum, tetapi hanya diangkat untuk menghakimi kedua pihak dengan hukum Alloh . Sebenarnya masalah pengangkatan kedua hakim tersebut sangat sederhana dan dapat dipahami dengan mudah. Oleh karena itu, selain karena kebodohan yang nyata pada mayoritas mereka (kaum Khowarij pada waktu itu), disinyalir pula ada niat buruk dari sebagian pemimpin mereka yang menggerakkan keluarnya mereka dari jama‟atul muslimin. Ketika mereka keluar dan berkumpul di suatu tempat yang dikenal dengan nama Haruro (dari tempat ini pula mereka dinamakan haruriyin), bertambah luaslah kesesatan mereka dengan adanya saling isi-mengisi kesesatan di antara mereka. Setelah melalui waktu yang cukup panjang dan dari kurun ke kurun, manhaj ini pun mulai berkembang dan mencakup hampir seluruh segi agama. Di antara kesalahan yang termasyhur dari manhaj Khowarij adalah pengkafiran para pelaku dosa besar. Sebagai reaksi dari kesalahan ini (paham Khowarij), muncullah pemahaman yang menolak hubungan antara amal dan kekufuran. Manhaj ini dinamakan manhaj irja‟ (penganutnya dinamakan Murji‟, pluralnya adalah Murji‟ah), mereka 29
menyatakan bahwa iman seseorang tidak berkaitan dengan amal. Jadi bagaimanapun buruknya perbuatan seseorang, orang itu tidak akan menjadi kafir selama di dalam hatinya masih ada kepercayaan dan lisannya masih mengucapkan dua kalimat syahadat. Kedua kelompok tadi enggan mengikuti manhaj sahabat yang pada waktu itu banyak yang masih hidup, maka sesatlah mereka. Pada waktu bersamaan dengan munculnya Khowarij, benih-benih Syi‟ah sebenarnya sudah ada. Bahkan penggagas firqoh Syi‟ah, „Abdulloh bin Saba‟ seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam, sudah bekerja di bawah tanah dengan gigih di masa khilafah „Utsman bin „Affan . Yahudi inilah yang menjadi pemimpin gerakan pembunuhan terhadap „Utsman . Firqoh Syi‟ah yang dicetuskan oleh „Abdulloh bin Saba‟ adalah firqoh sesat yang kesesatannya sampai pada taraf kesyirikan, yaitu dengan menuhankan „Ali bin Abi Tolib . Sedangkan firqoh-firqoh Syi‟ah yang pada akhirnya seakan-akan berkembang dengan merayap, pada mulanya hanya terbatas pada sikap mengutamakan „Ali bin Abi Tolib atas Abu Bakar dan „Umar . Hal ini bertentangan dengan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama‟ah yang menetapkan urutan afdoliyah (keutamaan) mereka sama persis seperti urutan kekilafahan mereka. „Ali bin Abi Tolib sendiri sebagai salah satu pelopor Ahlus Sunnah wal Jama‟ah tidak menyetujui tentang lebih diutamakannya beliau atas Abu Bakar dan „Umar , bahkan beliau akan menghukum cambuk orang-orang yang berpendirian demikian. Hingga batas pemahaman seperti ini, Syi‟ah pada waktu itu hanya sebagai suatu kelompok politik yang mendukung kholifah „Ali bin Abi Tolib dan anak-anak keturunannya. Arti kata Syi‟ah sendiri adalah pendukung. Tetapi kesalahan pemahaman yang kelihatannya sepele ini kemudian mulai mengembang sampai pada kesesatan yang sangat mengerikan bahkan pada banyak kelompok-kelompok Syi‟ah, ada yang sampai pada kekufuran yang nyata sekali. Kemudian setelahnya, bermunculanlah firqoh-firqoh sesat lain yang menyandarkan manhaj mereka kepada produk-produk akal mereka dan filsafat Yunani serta menjauhkan diri dari manhaj sahabat yang mulia. Di waktu yang sama, sahabat dan para pengikut mereka yang setia, yaitu tabi‟in dan tabi‟ut-tabi‟in pun senantiasa gigih mendakwahkan 30
manhaj Ahlus Sunnah wal Jama‟ah. Tidak ada satu pun dari sahabat yang masuk ke dalam salah satu firqoh-firqoh tersebut. Istilah Ahlus Sunnah, pengikutan pada sunnah dan yang semisalnya, sebelum itu pun sudah menjadi istilah resmi di antara para penuntut ilmu. Tetapi tidak dimaksudkan sebagai firqoh tersendiri dalam tubuh kaum muslimin, sebab seluruh kaum muslimin pada waktu itu adalah Ahlus Sunnah. Tetapi ketika firqoh-firqoh yang meninggalkan manhaj Sunnah dan keluar dari Jama‟ah mulai bermunculan, maka salafussoleh pun memakai nama Ahlus Sunnah wal Jama‟ah sebagai identitas resmi dan nama bagi firqotunnajiyah (golongan selamat), golongan yang senantiasa komitmen dalam mengikuti jejak Rosululloh dan para sahabatnya. Sebab utama dari penyimpangan firoq dôllah pada waktu itu sebenarnya berakar pada dua hal, yaitu: 1. Tidak mengikuti metode sahabat dalam memahami al-Qur‟an dan as-Sunnah. 2. Berpedoman kepada sumber-sumber lain selain kepada al-Kitab (al-Qur‟an) dan as-Sunnah dalam mengambil hukum-hukum Islam, seperti bersandar kepada akal, mimpi, filsafat dan lain- lainnya. Kedua sebab tersebut dilahirkan oleh hawa nafsu dan kejahilan (kebodohan), yang kemudian bercabang menjadi sebab-sebab yang banyak. (sumber : STH 1 Terpecah..!! Yang Benar Hanya Satu; Bab II) 31
BAB XI FIRQOTUNNAJIYAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA‟AH A. Firqotunnajiyah. Arti dari firqotunnajiyah adalah golongan yang selamat. Maksudnya adalah golongan yang tidak memasuki neraka sebelum memasuki surga. Hal ini telah dikabarkan oleh Rosululloh dalam hadits-haditsnya. Dalam hadits-hadits tersebut telah dijelaskan sifat-sifat global dari golongan tersebut, di antaranya: “Mereka yang mengikuti jejakku dan para sahabatku.” Yang dimaksud dengan kalimat ini adalah “mereka yang mengikuti ajaran-ajaranku dan para sahabatku dalam memahami dan melaksana-kan Islam (dengan kata lain mengikuti Sunnah)”. B. Ahlus Sunnah wal Jama‟ah. Ahlus Sunnah wal Jama‟ah adalah nama dari firqotunnajiyah (golongan selamat). Karena itu arti nama Ahlus Sunnah wal Jama‟ah pun sama dengan definisi firqotunnajiyah, yaitu mereka yang mengikuti jejak dan ajaran-ajaran Rosululloh serta para sahabatnya dalam memahami Islam dan menerapkannya. Mereka juga sangat berpegang pada manhaj para imam dari tiga generasi setelah Rosululloh yang mana ilmu dan pengarahan- pengarahan mereka sebagai generasi terbaik dalam sejarah dunia, sangat dibutuhkan dalam meniti jejak Rosululloh dan para sahabatnya. Sedangkan ahlul bid‟ah adalah mereka yang berpegang kepada satu atau lebih dari prinsip-prinsip bid‟ah, baik dalam sumber agama atau metode pemahamannya atau pemahamannya itu sendiri, atau orang- orang yang berlumuran bid‟ah dalam kehidupan keagamaan sehari- harinya, walau tidak mengerti sedikitpun tentang prisip-prinsip bid‟ah. Dari sini kita dapat memahami bahwa Ahlus Sunnah wal Jama‟ah adalah seluruh kaum muslimin yang bukan ahlul bid‟ah, walaupun kejahilannya cukup berat. Ahlus Sunnah adalah golongan inti (utama) dan mayoritas dari kaum Muslimin, dan bukanlah suatu organisasi tertentu. 32
Jadi pemahaman bahwa NU (Nahdhatul Ulama) adalah Ahlus Sunnah sedangkan Muhammadiyah, atau Persis, atau lainnya bukan Ahlus Sunnah, adalah pemahaman yang salah lagi keliru. Setiap organisasi harus diukur berdasarkan manhajnya, apakah manhaj ittiba‟ atau bukan? Demikian juga personal-personalnya, masing- masing diukur berdasarkan manhaj keagamaannya. Kalau ada organisasi yang ternyata menganut manhaj bid‟ah, seperti mentabanni (mengadopsi/menerima) tarekat-tarekat bid‟ah, maka belum tentu seluruh personalnya sebagai ahlul bid‟ah. Walaupun organisasi tersebut dikategorikan sebagai organisasi bid‟ah sekalipun, tetapi dalam banyak kasus, kita dapati hanya segelintir pemimpinnya saja yang ahlul bid‟ah, sedangkan mayoritas anggotanya masih Ahlus Sunnah, meskipun kebanyakan mereka adalah orang-orang yang jahil (bodoh). C. Arti Kata “Sunnah” dan “Jama‟ah”. 1. Sunnah: Sunnah memiliki beberapa arti. Makna “kata” dari sunnah adalah jalan atau cara. Salah satu arti dari istilah sunnah adalah: “Amal perbuatan yang bila dikerjakan, maka pelakunya akan mendapatkan pahala dan bila ditinggalkan, tidak mendapat dosa. Dalam konteks ini yang dimaksud sunnah adalah “jalan, serta cara dan substansi dari pemahaman dan penerapan Rosululloh tentang Islam.” 2. Jama‟ah: Jama‟ah dalam bahasa „Arab bisa berarti kaum yang bersatu, yaitu berdiri dalam satu landasan, dan juga bisa berarti persatuan itu sendiri. Dalam konteks ini yang dimaksud jama‟ah adalah “jama‟ah para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka, dan juga kebersatuan mereka (di atas kebenaran)”. D. Nama Umat Ini. Umat ini dinamakan “muslimun” dan personalnya bernama “muslim”. Ini adalah nama satu-satunya untuk umat ini dalam menggambarkan kepribadian mereka secara syar‟i dan untuk membedakan umat ini dengan umat-umat kafir. 33
Alloh telah langsung menamakan umat ini dengan dengan nama tersebut. “Dia (Alloh) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (al-Qur‟an) ini...” (QS. al-Hajj [22]: 78) Kita tidak mempunyai mandat untuk menyandang nama lain untuk “menggantikan” nama ini. E. Asal Usul Nama Ahlus Sunnah wal Jama‟ah. Munculnya kedua kalimat Sunnah dan Jama‟ah dalam hadits-hadits Rosululloh tentang keselamatan, dipahami oleh para sahabat bahwa keduanya (Sunnah dan Jama‟ah) adalah pilar-pilar keselamatan. Di antara hadits-hadits tersebut misalnya: “Ikutilah sunnahku dan sunnah khulafaurrosyidin sepeninggalku....” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Tirmidzi) “Barangsiapa yang membenci sunnahku, maka dia bukanlah dari golonganku!” (HR. Bukhori) “Telah kutinggalkan untuk kalian dua perkara, dengan keduanya kalian tidak akan sesat selamanya, yaitu kitabulloh dan sunnahku....” (HR. Hakim) “Barangsiapa yang meninggalkan jama‟ah dan memberontak dari ketaatan lalu mati, maka cara matinya adalah mati jahilliyah.” (HR. Muslim) “Berpegang teguhlah kalian kepada jama‟ah, karena sesungguhnya tangan Alloh di atas jama‟ah.” (HR. Tirmidzi) 34
“Dan sesungguhnya agama ini (Islam) akan berpecah-belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua golongan tempatnya di dalam neraka dan satu golongan di dalam surga, yaitu al-Jama‟ah.” (HR. Ahmad dan lainnya. al-Hafiz menggolongkannya sebagai hadits hasan) “Ikutilah jama‟ah dan jangan berpecah-belah! Sesungguhnya setan bersama yang sendirian dan dia lebih jauh dari yang berdua!” (HR. Tirmidzi dan Ahmad) Ketika terjadi perpecahan pada awal perjalanan umat ini, terlihat jelas bahwa pembelotan terjadi karena para pembelot melepaskan tali “sunnah” dan “jama‟ah”. Karena para pembelot “belum bisa” dikeluarkan dari nama Islam atau muslimun, maka salafussoleh telah berijtihad dengan menamakan golongan yang mengikuti Islam yang murni dengan nama “Ahlus Sunnah wal Jama‟ah” sering disingkat dengan “Ahlus Sunnah” saja, dan golongan pembelot dinamakan “ahlul bid‟ah”. Nama Ahlus Sunnah wal Jama‟ah adalah nama yang dipakai ketika berhadapan dengan golongan-golongan pembelot di dalam Islam dan tidak sekali-kali dipakai untuk menghadapi kaum kuffar. Itulah sebabnya di zaman Rosululloh , Abu Bakar , dan „Umar , nama ini tidak dipakai, karena di masa mereka tidak didapatkan golongan-golongan pembelot. Yang terjadi di masa mereka adalah “gelombang kemurtadan” di beberapa wilayah dari Jazirah „Arab dan kaum yang murtad itu sudah keluar dari Islam sehingga tidak dinamakan “muslim” lagi. Dalam penggunaan umum, nama “Ahlus Sunnah” sering dipakai sebagai lawan dari “Syi‟ah”. Ini berarti, dalam penggunaan umum firqoh- firqoh bid‟ah selain Syi‟ah masih mengakui nama Ahlus Sunnah sebagai nama mereka. Hal ini dikarenakan kebid‟ahan Syi‟ah yang jauh lebih buruk dan lebih sesat dari firqoh-firqoh tersebut dan bukan sekali-kali 35
bahwa firqoh-firqoh bid‟ah tersebut berjalan di atas manhaj Ahlus Sunnah wal Jama‟ah! Nama Ahlus Sunnah benar-benar sudah dikenal sejak zaman salafussoleh dan juga telah digunakan secara resmi oleh mereka. Kita akan lebih meyakini hal tersebut Insya Alloh, setelah menyimak hal-hal berikut: 1. Ketika menafsirkan QS. Ali „Imron ayat 106: “Pada hari yang di waktu itu ada wajah-wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah-wajah yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): “Kenapa kalian kafir sesudah kalian beriman? Karena itu rasakanlah adzab disebabkan kekafiran kalian itu!”, maka Ibnu „Abbas berkata: “Ketika memutih wajah-wajah Ahlus Sunnah dan menghitam wajah-wajah ahlul bid‟ah” Ibnu „Abbas juga berkata: “Memandang wajah seseorang dari Ahlus Sunnah, yang mendakwahkan sunnah dan melarang bid‟ah adalah suatu ibadah!” 2. Hasan Basri berkata: “Wahai Ahlus Sunnah, berlemah-lembutlah (dengan sesama), karena kalian paling sedikit jumlah dan bilangannya!” 3. Ayub Sikhtiyani berkata: “Adalah suatu kebahagiaan bagi seorang pemuda dan seorang „Ajam (Non „Arab), ketika Alloh memberinya taufik untuk dibina oleh seorang „alim dari Ahlus Sunnah” 4. Muhammad bin Sirin berkata: “Sebelum terjadi fitnah (bid‟ah), masalah isnad (atau sanad) tidak pernah dipertanyakan. Setelah terjadi fitnah, mulailah 36
dipertanyakan. Jika sanad (hadits) dari Ahlus Sunnah, maka diambillah riwayatnya. Namun jika sanadnya dari ahlul bid‟ah, maka ditolak riwayatnya . 5. Abu Hatim dan Abu Zur‟ah berkata: “Kami mengikuti Sunnah dan Jama‟ah.” Dari sini kita melihat dengan jelas bahwa para salafussholeh telah menggunakan istilah “Ahlus Sunnah”. F. Ahlus Sunnah Dalam Realita. Pada umumnya semua kaum muslimin adalah Ahlus Sunnah wal Jama‟ah, kecuali mereka yang berpegang teguh pada bid‟ah pada salah satu dasar penting dalam Islam, atau mayoritas kehidupan keagamaan mereka berlumuran bid‟ah. Sedangkan orang Islam yang terkadang jatuh ke dalam suatu bid‟ah, atau mereka salah kira sehingga mengira suatu bid‟ah adalah sunnah, maka orang-orang yang demikian bukanlah ahlul bid‟ah. Dalam hal yang berhubungan dengan bid‟ah dan sunnah, umat ini dalam realitanya terbagi menjadi beberapa tingkatan: 1. Alim Sunnah (yang mengerti dan memahami benar tentang Sunnah). 2. Penuntut ilmu Sunnah. 3. Jahil (bodoh) Sunnah, tetapi tidak jatuh kepada bid‟ah. Macam ini sedikit sekali, karena kebanyakan jahil Sunnah mudah terjatuh kepada bid‟ah. Walaupun tidak terjatuh, tetapi posisinya kritis sekali. 4. Jahil sunnah yang terkadang jatuh kepada bid‟ah. Keempat macam golongan di atas adalah bagian dari Ahlus Sunnah, bukan dari ahlul bid‟ah. 5. Jahil Sunnah yang tergenang dan berenang dalam kubangan bid‟ah. Macam ini sudah termasuk ahlul bid‟ah. 6. Ahlul bid‟ah yang berilmu dan berbuat bid‟ah pada dasar-dasar 37
penting Islam, karena salah pengertian atau taqlid. 7. Ahlul bid‟ah Zindiq, yaitu orang-orang yang sengaja berjalan di atas bid‟ah dengan tujuan untuk mempermainkan agama. Macam seperti ini adalah golongan munafik yang sudah keluar dari Islam. Sayangnya macam seperti ini banyak yang menjadi pemimpin bagi kaum muslimin. (sumber : STH 1 Terpecah..!! Yang Benar Hanya Satu; Bab III) 38
BAB XII KEBANGKITAN Sebagai lawan yang bersebrangan dengan keterpurukan, kebangkitan juga ada empat macam, yaitu kebangkitan ruhani, peran, duniawi dan ukhrowi. Kebangkitan sejati adalah kebangkitan ruhani yang kuat dan menyeluruh, yaitu terwujudnya dominasi penitian Sirotulmustaqim jejak- jejak Rosululloh dan para sohabatnya, penitian manhaj Ahlus Sunnah wal Jama‟ah pada umat ini. Kebangkitan ini terwujud dengan lenyapnya keterpurukan ruhani yang elemen-elemennya adalah: 1. Kepercayaan-kepercayaan dan amal-amal syirik. 2. Kepercayaan-kepercayaan dan amal-amal bid‟ah. 3. Kemaksiatan kolektif atau terbuka yang terbiarkan. 4. Kezholiman-kezholiman sesama yang tidak dicegah dan tidak dihentikan. Jalan pelenyapan yang utama adalah pencerahan jiwa-jiwa dengan dakwah yang memadai. Dakwah kepada manhaj Ahlus Sunnah wal Jama‟ah, golongan yang selamat, manhaj Islam yang murni melalui suatu usaha yang terorganisir yang terus berkembang sampai menjadi lebih kuat dari tantangan dan rintangan yang ada. Jika usaha ini dibantu oleh kekuasaan maka akan sempurnalah usaha itu. Sedangkan kekuasaan tanpa dakwah tak akan mampu mewujudkan kebangkitan sekecil apapun juga. Jadi dakwah adalah syarat mutlak sedangkan kekuasaan adalah syarat penyempurna. Jiwa-jiwa yang tercerahkan dengan “Hikmah (Ilmu) dan mau‟izotilhasanah” akan bangkit dan bergerak meninggalkan semua 39
elemen-elemen keterpurukan tadi serta akan menggantikannya dengan penitian Sirotulmustaqim secara kaffah di seluruh lapangan kehidupan. Mereka yang bangkit adalah mereka yang berakidah benar dan beramal benar! Mereka yang demikianlah yang benar-benar takut kepada Alloh dan siksa-Nya, sehingga akan teguh menjaga amanah dan tidak mengkhianatinya apa pun bentuk amanah itu. Mereka akan takut menzholimi sesama dan jika terjadi kezholiman, mereka akan segera bertaubat. Mereka yang bangkit akan rindu kepada Alloh dan surga-Nya. Dengan demikian mereka akan berlomba-lomba untuk mengerjakan kebaikan. Semua ini sudah cukup untuk menjadi jaminan kemajuan duniawi selain harapan keselamatan di akhirat. Kebangkitan duniawi untuk umat Islam tidak bisa dicapai tanpa kebangkitan ruhani, karena kebangkitan duniawi pada umat ini berbeda bentuk dan substansinya dengan yang ada pada umat lain. Kebangkitan duniawi pada umat ini haruslah bersih dari kemaksiatan. Adapun “kebangkitan duniawi” yang kita lihat pada masyarakat- masyarakat Nashoro di Barat, bukanlah ukuran untuk umat ini. Kebangkitan tersebut bagi umat Islam adalah suatu keterpurukan. Tentunya ada sisi-sisi positif dalam “kebangkitan mereka”, tetapi negatifnya terlalu lebih besar bahkan bisa menghancurkan. Memakan makanan dan meminum minuman-minuman yang lezat-lezat tetapi haram adalah suatu keterpurukan. Mempergunakan ilmu pengetahuan dunia untuk memperbudak umat-umat lain dan menyebar kerusakan adalah suatu keterpurukan. Menjadi tawanan tuntutan materi juga suatu keterpurukan!! Walaupun di Barat sana semua itu terhitung bagian dari kebangkitan duniawi. Seperti halnya keterpurukan ruhani adalah penyebab utama semua keterpurukan, maka kebangkitan ruhani pun adalah ibu dari semua kebangkitan dan kejayaan serta kebahagiaan di dunia dan di akhirat. 1. Hubungan antara kebangkitan ruhani dengan kebangkitan duniawi Alloh berfirman: 40
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. al-A‟roof: 96) Keimanan dan ketakwaan (kebangkitan ruhani) menjadi pe- nyebab pasti untuk mendapat keberkahan dari langit dan bumi. Keberkahan dari langit ditafsirkan hujan dan keberkahan dari bumi adalah tumbuh-tumbuhan. Jadi yang dimaksud adalah hujan dan hasil bumi yang penuh berkah, yaitu yang penuh dengan kebaikan dari segala seginya, baik untuk kesehatan, kekuatan ataupun segi-segi lainnya dari kebaikan adapun hujan atau tumbuh-tumbuhan tanpa keberkahan bisa menimbulkan malapetaka yang bermacam-macam. Alloh berfirman: “Barangsiapa yang mengerjakan amal soleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. an-Nahl: 97) Dalam ayat ini amal soleh (yang sesuai dengan al-Qur‟an dan Sunnah – kebangkitan ruhani) akan menjadi sebab untuk mendapatkan kehidupan yang baik di dunia dan ganjaran yang melimpah di akhirat. Hidup yang baik adalah hidup yang penuh kebahagiaan. Alloh berfirman: 41
“Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhan kalian, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepada kalian dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anak kalian, dan mengadakan untuk kalian kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untuk kalian sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12) Nuh menyeru kaumnya untuk meminta ampun. Meminta ampun berarti tekad yang bulat untuk meninggalkan dosa-dosa masa lalu dan memulai hidup bersih (semua ini adalah kebangkitan ruhani) menjadi sebab dari anugerah Ilahi yang berupa hujan-hujan yang penuh berkah, harta yang mencukupi dan putra-putri yang soleh serta mandapat sungai-sungai dan kebun- kebun pertanian yang indah serta bermanfaat. Bukan sungai- sungai yang keruh penyebab banjir dan hutan-hutan yang selalu kebakaran terjadi padanya dari waktu ke waktu dan pencurian oleh para koruptor tak pernah berhenti. 2. Hubungan antara kebangkitan ruhani dengan kebangkitan peran. Alloh berfirman: “Dan Alloh telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan 42
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur: 55) Ayat ini berisikan janji yang pasti bahwa mereka yang beriman dan beramal soleh (mereka yang bangkit ruhaninya) akan menjadi pemimpin-pemimpin dunia. Bukankah kita sekarang beriman dan beramal soleh? Ya.. benar! Tetapi iman kita banyak disisipi kesyirikan dan kebid‟ahan serta pembangkangan-pembangkangan. 3. Hubungan antara kebangkitan ruhani dengan kebangkitan ukhrawi. Alloh berfirman: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Alloh, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Alloh? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (QS. Ali Imran: 135-136) Siapakah orang-orang yang jika berbuat keji atau menzholimi diri-diri mereka atau sesama mereka, kemudian ketika mengingat Alloh maka segera mereka meninggalkan pekerjaan-pekerjaan yang demikian dan segera pula bertaubat? Merekalah orang-orang yang selalu cepat bangkit ruhaninya setiap kali terjadi keterpurukan! Merekalah yang selalu bergegas mengejar surga dengan beramal soleh, berinfaq di jalan Alloh dan saling mema‟afkan di antara mereka. Maka Alloh pun menjanjikan mereka ampunan dan kekekalan di dalam surga yang 43
Search