Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Menggapai Asa, Mungkinkah (Seri Bunga Rampai Pendidikan)

Menggapai Asa, Mungkinkah (Seri Bunga Rampai Pendidikan)

Published by WIWI PARLUKI, 2021-09-11 00:14:04

Description: Menggapai Asa, Mungkinkah (Seri Bunga Rampai Pendidikan)

Search

Read the Text Version

MENULIS ? SULITKAH ? Oleh : WIWI PARLUKI Saat ini sudah menjadi hal yang biasa bagi guru, ketika Si Guru bertemu dengan orang lain yang berprofesi non kependidikan berkomentar, “Wah enak ya jadi guru sekarang, guru-guru sudah mendapat tunjangan satu kali gaji.” Sebagai seorang guru, sekilas muncul dua sisi perasaan yang berbeda. Ada perasaan bangga, tapi juga perasaan masgul. Bangga karena profesi guru saat ini mendapat perhatian yang lebih baik. Masgul karena dibalik kebanggaan muncul juga pertanyaan, sudahkah guru sepenuhnya berpikir dan berperilaku sebagai tenaga profesional? Sebagaimana amanat UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen terkait Standar Nasional Pendidikan yang menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional. Dari sisi profesionalisme, seorang guru dituntut untuk secara terus menerus mengembangkan kemampuan akademiknya dan senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, didaktik metodik dan melakukan penelitian yang berkualitas. Untuk mewujudkan hal tersebut atau untuk mengembangkan jiwa profesional, guru dituntut untuk rajin membaca dan menulis. Melalui kegiatan membaca seorang guru dapat menyiapkan berbagai materi untuk peserta didiknya, yang selanjutnya dipilah materi tesebut sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Sedangkan melalui kegiatan menulis, guru dapat berbagi ide dan pemikiran dalam mengembangkan Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 39

pengetahuan dan keterampilan mengajar melalui berbagai media terutama media cetak. Saat ini, seorang guru bahkan dapat menyampaikan ide-idenya melalui media on line dengan mudah dan murah dengan hanya terkoneksi internet. Sayangnya, kesempatan dan fasilitas yang tersedia belum digunakan sepenuhnya oleh guru-guru atau belum ada budaya menulis di kalangan guru. Hal ini terungkap dalam tulisan ’guru wajib menulis’ oleh Susi Wulandari (Suara Merdeka, 16/2 2013). Kenyataan hal ini tentu memprihatinkan mengingat membuat karya tulis merupakan hal yang tidak bisa ditawar lagi, karena apabila guru akan naik pangkat/jabatan, dia harus melaksanakan Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PKB) yang terdiri dari 3 hal yakni, pengembangan diri, karya inovatif dan publikasi ilmiah (Pasal 11 ayat c, Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009). Pertanyaan yang muncul adalah, mestikah guru berontak dari ketentuan tersebut?. Drs Sri Harmianto MPd, Pengamat Pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), mengatakan kendati karya tulis ilmiah tidak termasuk salah satu tugas pokok guru, tetapi kebijakan itu justru dapat mendorong guru untuk terus mengembangkan kemampuannya (SM, 6/1 2014). Mengembangkan kemampuan ini yang mestinya menjadi pegangan kita selaku guru. Seperti yang diungkapkan olen Wakil Menteri Dinas Pendidikan dan Kebudayaan,” Tunjangan Profesi Guru (TPG) seharusnya tidak hanya dipandang sebatas untuk meningkatkan kesejahteraan, akan tetapi, harus menjadi acuan bagi para guru untuk terus meningkatkan kualitas serta profesionalismenya dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya. Guru seharusnya sudah bisa menunjukkan Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 40

kinerja yang baik, karena kesejahteraan sudah kita tingkatkan. Tidak ada alasan bagi guru lagi,\" ungkap Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan, Musliar Kasim.( SM, 7/1 2014). Menyimak pernyataan Wakil Menteri tersebut, sebagai guru tentulah muncul perasaan risih. Apalagi hal senada juga diungkapkan Kepala Bidang Tenaga Pendidik dan Kependidikan Dinas Pendidikan Kabupaten Purbalingga, Ashari, ”Kinerja guru bersertifikasi belum memuaskan”.(SM,27/1 2014 hal.30). Kita sebagai insan berpendidikan yang bijak tentu tidak serta merta menyetujui atau bahkan menolak 100% ungkapan tersebut. Namun juga berintropeksi, mengkaji dari hal apa kita diangap belum profesional, untuk selanjutnya mulai berbenah diri. Kalau ternyata kemampuan mengembangkan diri dalam hal `menulis` adalah hal yang menjadi sorotan, tentu kita perlu menyikapinya. Kapan, guru `mau dan mampu` untuk membudayakan menulis? Ini pertanyaan yang menjadi pekerjaan rumah bagi kita selaku guru. Untuk mewujudkan rasa `mau` atau ingin menulis semestinya harus ada kesadaran akan pentingnya menulis. Perlu adanya mindset untuk menumbuhkan budaya perilaku ‘mau mencoba menulis’ di kalangan guru, tidak berhenti pada keengganan sebelum mencoba . Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus belajar akan menjadi pemilik masa depan (Mario Teguh). Kemauan untuk menulis bagi guru Guru merupakan sumber belajar dan fasilitator bagi para siswa. Seperti pepatah Bahasa Jawa atau sanepa, guru, digugu lan ditiru. Sudah sewajarnya guru senantiasa belajar meski dengan Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 41

semakin belajar akan terasa ilmunya belum bertambah, karena perkembangan ilmu pengetahuan sedemikian pesat dewasa ini. Maka jika kita tidak memulai, sesungguhnya kita akan semakin tertinggal. Pertanyaan yang muncul pertama adalah, bagaiamana memulai? Menurut Amir Mahmud NS, Pemred Suara Merdeka pada forum Menulis Ilmiah Populer bagi Karyawan dan Dosen UNSOED, 12/12 2013, menjelaskan ada 2 hal yang perlu dimiliki oleh penulis. Pertama, perlu dibangkitkan ‘rasa suka’ atau kegembiraan mencoba menulis, ada kecintaan untuk belajar, ini awal dari suatu usaha, seperti kata Martin Luther King, ONLY LOVE CAN DO THAT .\"Darkness cannot drive out darkness: only light can do that. Hate cannot drive out hate: only love can do that.\" (Kegelapan jangan dilawan dengan kegelapan mestinya dengan sepercik sinar, ketidak sukaan jangan dipelihara dengan ketidaksukaan, hanya rasa suka yang harus dimunculkan). Rasa suka akan mengikis kemalasan, bahkan menumbuhkan kreatifitas. Cara memunculkan rasa suka diantaranya, menjadikan menulis sebagai kebutuhan bukan tekanan. Mencoba menulis sebisanya, lalu mengkomunikasikan dengan rekan guru bahasa, atau rekan guru lain untuk meminta pendapat mereka tentang tulisan kita. Tentu masukan mereka akan sangat bermanfaat. Biasanya, mereka akan memotivasi kita, namun kita tetap meminta mereka jujur terhadap tulisan kita. Semakin sering kita meminta pendapat dan menindaklanjutinya, maka akan semakin termotivasi untuk menulis. Kalau tulisan telah tersusun, kita dapat mengirimkan pada media cetak. Kita patut berbangga, saat ini, kabupaten Banyumas sudah memiliki banyak media cetak, Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 42

termasuk majalah INFO ini, merupakan media cetak yang pasti mau menampung aspirasi kita. Kita harus berusaha memanfaatkan wadah ini. Setelah memunculkan rasa suka, langkah berikutnya adalah menumbuhkan semangat membuat keterbuaian pembaca. Yakni membuat pembaca tertarik dengan tulisan kita. Perlu ada upaya untuk berusaha menyampaikan gagasan secara gamblang dengan bahasa yang lugas agar apa yang kita sampaikan dapat mengena. Supaya `mampu` menulis kuasai dasar-dasar menulis Supaya gagasan yang kita sampaikan mudah mengena, ternyata kita juga harus tahu dasar-dasar menulis. Hal yang terkadang menyurutkan atau menghentikan usaha untuk suka menulis adalah manakala tulisan kita yang kita susun dengan kerja keras, dianggap tidak sistematis. Maksudnya ketika tulisan kita kirim ke suatu media cetak/penerbit, ditolak atau tidak dimuat. Padahal media cetak merupakan tolak ukur bagi keterampilan kita dalam menulis. Untuk mengantisipasi hal tersebut, tidaka ada salahnya kalau kita belajar teori dasar-dasar menulis. Hal ini sesuai dengan pendapat Linda Wong (1995:viii), students should study fundamental understanding in writing skill.` Maksudnya, para siswa semestinya mempelajari pemahaman dasar dalam keterampilan menulis. Siswa kita saja perlu memahami teori menulis apalagi kita yang membelajarkan atau memfasilitasi mereka untuk belajar. Pentingya memahami teori menulis didukung pula oleh pakar kebahasaan dari Washington DC, dalam bukunya Development Paragraph, mengungkapkan “if the student is able to Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 43

write an unified, coherent paragraph, transferring this skill to full composition, writing will not be difficult (Martin L. Arnaudett & Mary Ellen Barrett, 1990:iv). Maksudnya, jika seorang siswa mampu menulis paragraph dalam satu kesatuan pikiran dan koheren, mengemas kemahiran menulis dalam ujud karangan/tulisan, maka tentu menulis bukan hal yang sulit baginya. Menilik rambu-rambu ini, maka sudah semestinya kita memahami apa itu paragraph yang padu. Menurut Aan Erliyana Fardhani (2005:153), `the coherent paragraph is a group of sentence which support one main idea, we call it a topic. This topic can be placed at the end of paragraph as the summary.” Maksudnya, paragraph yang padu adalah sekelompok kalimat yang mengembangkan satu pokok pikiran, yang biasa disebut topik. Topik ini bisa diletakkan pada paling akhir paragraph sebagai suatu simpulan`. Tentu teori-teori tersebut sebenarnya teori yang sederhana jika kita mau mencoba dan terus mencoba. Yang terpenting adalah adanya kreatifitas dalam menulis. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Cathering Ouyang et al,” we must stretch our imagination and express our thoughts through writing, thus, enabling us to enjoy and be creative in writing.” Makna yang terkandung adalah kita harus menyalurkan imaji dan gagasan kita melalui tulisan, lalu menjadikannya suatu ketertarikan dan kreatif dalam menulis. Mulailah dengan yang ringan-ringan Menulis sering dianggap kegiatan yang sulit, maka perlu diketahui pengertian kata ‘menulis’. Semi (1990:8) mengatakan bahwa menulis pada hakikatnya merupakan pemindahan pikiran atau perasaan ke dalam bentuk lambang bahasa. Sejalan dengan Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 44

pengertian itu, menurut Jago Tarigan ( 1995: 117) menulis berarti mengekpresikan secara tertulis gagasan, ide, pendapat, atau pikiran dan perasaan. Nah dengan mengetahui pengertian menulis tersebut, marilah mencoba mengangkat tema – tema keseharian untuk ditulis. Kalau” karya ilmiah/tulisanl ilmiah” istilah yang mungkin dianggap mentereng dan rumit, kita bisa memulai dengan tulisan ilmiah populer. Ada perbedaan antara karya tulis ilmiah dengan tulisan ilmiah populer. Tulisan Ilmiah, disajikan dengan bentuk pelaporan yang banyak terisi oleh bahan-bahan senyatanya, apa adanya, padat data, dilengkapi tabel-grafik, dan catatan-catatan kaki, sementara Tulisan Ilmiah Populer, disajikan dengan LAPISAN KOMUNIKASI PENGAKRAB, lebih sederhana, dan cepat “sampai”. Kuncinya, kemasan bahasa. Nah, kita bisa belajar yang ringan-ringan seperti mengangkat peristiwa keseharian disertai fakta empiris dan teori pendukung yakni menulis tulisan ilmiah populer. Masih menurut Amir Mahmud, menulis dalam suatu media memiliki struktur penulisan diantaranya: 1) head (judul), 2) by line (nama penulis), 3) intro-(pendahulan-lead), 4) bridging (penghubung intro dengan isi tulisan), berupa identifikasi masalah/ pertanyaan, 5) body (isi tulisan atau uraian ) yang biasanya terdiri sub-sub judul, 6) closing (penutup), biasanya berupa kesimpulan, ajakan berbuat sesuatu, atau pertanyaan tanpa jawaban. Contohnya, kita akan mengangkat masalah kecenderungan anak atau siswa yang senang bemain handphone sehingga berdampak pada belajar yang tidak optimal. Pertama- tama hendaknya jelas kepada siapa tulisan itu ditujukan. Pada Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 45

judul ditulis ’kegemaran siswa pada gadget handphone, kemudian ditulis nama penulis, pada intro diungkap data-data siswa senang bermain handphone tidak hanya pada waktu istirahat juga pada saat pelajaran berlangsung. Sedangkan pada bridging diungkap permasalah yang timbul pada siswa yang gemar hanya bermain handphone. Pada body diulas uraian cara mengatasi siswa yang gemar bermain handphone, yang didukung teori-teori untuk memantapkan gagasan kita. Kita bisa memanfaatkan perpustakaan sekolah, atau perpustakaan daerah setempat, bahkan membuka situs internet dll untuk mencari teori pendukung. Selanjutnya pada closing -penutup disampaikan ajakan, untuk pandai-pandai dalam menggunakan gadget handphone. Nah mudah bukan? Yang terpenting tulisan dikemas menarik dan familiar. Contoh diatas merupakan outline / ringkasan singkat menulis sebuah artikel (tulisan ilmiah populer). Dengan pembiasaan menulis maka akan memunculkan karakteristik tulisan kita. Jangan lupa pelajari dan cermati kebiasaan para penulis dalam menyajikan gagasannya. Semakin kita sering menulis akan merasakan kegiatan berbahasa sebagai ”seni”. Lalu mengapa kita tidak segera memulai menulis? Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 46

PEKERJA PROFESIONAL ATAU PEKERJA SOSIAL? Oleh : Wiwi Parluki Guru PNS `Nyambi` di Swasta adalah sebuah judul berita yang layak dicermati (Suara Merdeka, 9 November 2011). Tidak salah memang, seorang guru yang kekurangan jam mengajar 24 jam supaya dapat ikut tersertifikasi, si guru memenuhi kekurangan jam mengajarnya tersebut dengan mengajar di sekolah swasta. Namun masalahnya adalah jika setelah lolos sertifikasi, kemudian si guru langsung meninggalkan sekolah swasta tempatnya mengajar. Padahal persyaratan mengajar 24 jam tidak hanya untuk syarat sertifikasi, tetapi juga untuk mendapat tunjangan profesinya. Si guru hanya memikirkan usaha yang instant tanpa berpikir akibat atau dampak dari perbuatanya, yang terpenting “selamat” dapat tersertifikasi . Demi mendapatkan sertifikasi pendidik, guru yang mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) pun sangat antusias sampai melupakan keselamatan jiwanya, data ini terungkap dari Sulistyo, ketua umum PB PGRI yang menyampaikan, “Banyak praktek PLPG yang berjalan tanpa mengacu pada kondisi riil para guru. Akibatnya, banyak guru stress hingga bunuh diri saat mengikuti PLPG”. (Radar, 13 November 2011) Menurut sekretaris PGRI Jateng, Muhdi, SH MH pada Konferensi Kerja PGRI Kota Semarang, menyampaikan, “Saat ini PGRI mencatat setiap minggu ada tiga kasus hingga empat kasus pelanggaran yang dilakukan guru baik saat menunaikan tugas di dalam kelas dan sekolah maupun sehari-hari mereka di Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 47

masyarakat.’’Bagi yang telah tersertifikasi, tunjangan profesinya bisa dicabut”(SM, 9 November 2011). Tiga contoh di atas menggambarkan kondisi yang berbeda, yang ke-satu dan ke-dua karena ingin tersertifikasi seorang guru dapat melalukan jalan pintas dan lalai akan keselamatan jiwanya, yang ke-tiga setelah tersertifikasi, si guru belum dapat memahami, sekaligus melaksanakan tugas-tugas sebagai konsekwensi `guru tersertifikasi`. Meski sebenarnya semua guru baik yang belum maupun yang sudah tersertifikasi wajib melaksanakan tugas profesionalnya sesuai dengan amanah UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (pasal 1), ‘Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing dan mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Ke-tiga contoh kasus di atas, muncul karena keterkaitan program sertifikasi yang saat ini digulirkan pemerintah, jika menilik kasus di atas, muncul pertanyaan, apakah kondisi seperti itu sudah pas dengan maksud dan tujuan program sertifikasi guru, apakah guru akan lebih profesional dengan adanya peningkatan kesejahteraannya melalui tunjangan profesi, apakah dengan adanya sertifikasi akan lebih membuat kinerja guru semakin baik ataukah tidak ada peningkatan kinerja guru seperti sebelum adanya sertifikasi? Sertifikasi adalah proses pemberian sertifkat pendidik untuk guru. Sertifikasi ini diberikan kepada guru untuk memenuhi standar profesional guru. Sertifikasi bagi guru prajabatan dilakukan Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 48

melalui pendidikan profesi di LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan pemerintah diakhiri dengan uji kompetensi. Sertifikasi dalam jabatan dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007, yakni dilakukan dalam bentuk portofolio. Penilaian portofolio ini digunakan sebagai pengakuan atas standar profesionalitas guru dalam bentuk kumpulan dokumen yang menggambarkan kualitas guru yang mengarah pada sepuluh komponen, yaitu kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan. Dengan adanya sertifikasi pendidik diharapkan kompetensi guru sebagai agen pembelajar akan meningkat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Hal ini dikuatkan oleh ketua organisasi profesi yakni ketua PGRI Purbalingga, H Iskhak, S.Pd,’Guru adalah sebuah profesi. Mereka dituntut untuk selalu meningkatkan profesionalisme, keahlian, kemahiran, penguasaan materi dan aplikasinya”.(Radar, 10 November 2011) Harapan tersebut sebenarnya wajar-wajar saja, namun kenyataan ditemukan fakta yang mengejutkan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mulyono dkk (2008) di SMP Negeri 1 Lubuklinggau menunjukkan bahwa dampak sertifikasi terhadap kinerja guru belum mengalami perubahan. Para pendidk di sekolah tersebut belum mampu mengaplikasikan empat komponen tentang standar nasional pendidikan. Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 49

Dampak sertifikasi pada komponen yang pertama yaitu pada komponen paedagogik, para guru belum mengalami perubahan yang lebih baik dalam memberikan pembelajaran pada peserta didiknya. Pemberian teori belajar dan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar pun belum mampu sepenuhnya dilakukan oleh para guru. Komponen yang ke-dua yaitu komponen profesionalitas guru juga belum mengalami peningkatan setelah adanya sertifikasi. Para guru belum mampu mengalami peningkatan setelah adanya sertifikasi dan juga belum meningkatkan efektifitas pembelajaran untuk siswa, belum ada peningkatan dalam guru untuk lebih aktif mengikuti diklat, lokakarya, MGMP, mengunjungi perpustakaan atau pameran buku dan toko buku. Komponen ke-tiga yaitu komponen sosial guru, dalam hal ini guru dituntut untuk meningkatkan rasa sosialnya untuk lebih berinteraksi dengan masyarakat agar berperan serta dalam pendidikan putra-putrinya. Komponen ke-empat yaitu komponen kepribadian, pada komponen ini hendaknya guru melaksanakan tugas dengan profesional. Selain itu guru belum dapat menjaga penampilan wajar, contoh dalam hal berpakaian dan memakai perhiasan yang berlebihan, juga saling menonjolkan mengendarai kendaraan model baru. Hasil Penelitian yang dilakukan Persatuan Guru Republik Indonesia mengenai dampak sertifikasi profesi guru terhadap kinerja guru menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Setelah mengolah data 16 dari 28 propinsi yang diteliti, hasilnya menunjukkan bahwa peningkatan kinerja yang diharapkan dari guru yang sudah bersertifikasi, seperti perubahan pola kerja, Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 50

motivasi kerja, pembelajaran atau peningkatan diri, dinilai masih tetap sama. Perubahan Paradigma Guru Seorang karyawan dealer mobil di Purwokerto pernah berujar kepada penulis,”Guru sekarang makmur, sejak ada program sertifikasi, banyak guru datang ke showroom cari mobil”. Fakta ini menunjukkan para guru terseret dalam kehidupan konsumtif, memboroskan kesenangan duniawi saat ini, membelanjakan uang untuk sekedar memenuhi hawa napsu keduniawian. Jika benar apa yang terjadi pada fenomena guru sekarang ini sedemikian rupa, maka persoalan tersebut tentulah menjadi keprihatinan bersama. Berarti hal ini menunjukkan adanya perubahan pada paradigma guru sekarang ini. Namun haruskah perubahan perilaku guru jauh melesat meninggalkan jati diri seorang guru yang `ngguroni` yang patut digugu dan ditiru atau dijadikan suri teladan di mana pun berada?. `A good teacher is like a candle. It consumes itself to light the way for others ( Seorang guru yang baik adalah seperti sebuah lilin, ia akan memberi penerang bagi yang lain). Jika perilaku guru jauh dari takaran `ngguroni` akan ke mana wajah Indonesia diarahkan, karena guru adalah agen pembelajaran yang handal dan profesional. Di tangan seorang guru, diukir pribadi-pribadi penerus bangsa dengan memiliki karakter berbudi pekerti yang luhur. Dengan dedikasi seorang guru yang tinggi, anak memiliki kehidupan yang lebih bermakna dan potensi anak terjelmakan, penuh inspirasi. Dalam buku Quantum Learning karya Bobby De Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 51

Porter, Dr. Georgi Lozanov, seorang peneliti dari Bulgaria yang juga penemu ilmu suggestology - metode yang dikenal secara kolektif sebagai pembelajaran percepatan - menunjukkan bahwa pengaruh guru sangatlah jelas terhadap kesukseksesan murid (Lozanov, 1978). Seperti juga Marta dalam bukunya `Wahai para guru ubahlah cara mengajarmu’, beliau berpendapat `Guru adalah pendidik setia` (Martha Kaudfelt,2005), Ungkapan ini adalah ungkapan yang tak ternilai bukan hanya slogan, dengan kesetiaanya dan ketekunanya, guru mendidik ke arah pribadi tangguh. Mereka yakin dengan motto `Success in Learning is through perseverance` ( Sukses diraih melalui ketekunan) adalah bukti guru dengan kesetiaanya mendidik siswa. Lalu dari predikat `guru` yang demikian agung, penuh wibawa, haruskah berubah kebermaknaanya? Guru Itu Pekerja Profesional Apa Pekerja Sosial? Guru adalah pencetak generasi-generasi mandiri yang mestinya tak lekang dimakan zaman. Memang benar `tak ada yang abadi dalam hidup. Semua berubah menurut tuntunan zaman. Hanya satu yang tidak berubah yaitu adanya perubahan itu sendiri. Seperti apa kata Gede Prama,” Di luar Perubahan hanya ada perubahan, belakangan, perubahan itu bahkan bergerak dengan kecepatan yang semakin tinggi dan semakin tinggi`(Gede Prama, 2000). Brauner (1979) juga mengatakan, “Tempora mutantur et nos mutamur in illis (Kalau zaman berubah, kita berubah dengan zaman)”. Ternyata memang kehidupan masyarakat mengalami perubahan bergeser dari zaman tradisional ke era modern. Mulders (1996) menyebutkan masyarakat yang hidup pada masa ini masuk sebagai kelompok post tradional Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 52

society. Masyarakat sekarang bergeser pada senang pada hal-hal yang berbau modern, meskipun sebenarnya belum dapat sepenuhnya meninggalkan tradisi lama. Masyarakat menunjukkan perilaku dan gaya hidup modern, hanya bersifat artificial saja atau kulitnya saja, namun perilaku tradisional masih mendominasi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan adanya pemahaman yang parsial Adanya pemahaman yang setengah-tengah atau parsial tersebut juga merembak di dunia pendidikan yang juga menunjukkan fenomena yang sama. Kerja profesional dipandang sebagai bekerja dengan kemahiran memadai di berbagai bidang untuk memberi kepuasan konsumen dengan mendapat imbalan yang memadai. Kerja profesional sering dibandingkan dengan kerja sosial. Para pekerja sosial meskipun dituntut keahlian yang memadai tidak menuntut imbalan yang memadai. Apa yang dilakukan pada pekerja sosial lebih pada pengabdian sebagai humanis tanpa menuntut hak yang berlebih. Seorang pegawai bank sudah pasti pegawai yang profesional, mereka akan melayani dengan manis ketika di kantor saja, keluar dari kantor, tentu sudah tidak ada perlakuan yang sama seperti ketika berada di kantor. Bagaimana dengan guru yang mengajar di kelas, apakah keluar dari kelas tidak ada lagi emosional maupun ikatan sosial? Jika ini yang dipahami sebagai tuntutan profesional maka kerja guru pun amat sederhana. Guru hanya bertugas menyampaikan ilmu pengetahuan dan melatih keterampilan sesuai bidangnya masing-masing, sementara aspek sosial sangatlah tipis. Mereka tidak peduli dengan pembentukan kepribadian peserta didik. Hal ini Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 53

dapat berakibat pada kondisi masyarakat yang memicu budaya kekerasan, budaya tidak tertib, pengrusakan, minta uang dengan paksa dsb. Contoh fakta peserta didik yang tidak berkepribadian, pada awal bulan November di media massa ada berita `siswa SMP Bobotsati Kabupaten Purbalingga curi uang Rp 23 juta. Contoh-contoh kekerasan juga dipertontonkan guru, hal ini bisa dilihat di media massa, kasus seorang guru SMP menendang peserta didiknya sampai pingsan, guru SD yang menempeleng peserta didiknya hingga orang tuanya tidak terima dsb. Kasus- kasus seperti ini terjadi, karena pemaknaan profesional yang setengah-tengah. Jika ini berlanjut, maka tak pelak, perilaku tersebut akan menciptakan kesuburan pada budaya kekerasan. Guru tidak hanya dituntut untuk bekerja `profesional`(dengan pengertian terbatas) tetapi juga sekaligus bekerja sebagai tenaga sosial. Mereka bekerja tanpa dibatasi ruang dan waktu. Yang dilakukan oleh guru adalah dilandasi oleh semangat pengabdian untuk mendewasakan peserta didik. Ada dua hal yang digarisbawahi dari pernyataan di atas. Pertama, sebagai pekerja profesional, seorang guru harus menguasai betul kompetensi akademik sesuai bidang yang ditekuni. Seorang guru Bahasa Indonesia, misalnya dituntut untuk bisa menguasai pengetahuan dan skill atau keterampilan menggunakan bahasa Indonesia dengan sempurna. Ini menjamin keberhasilan penyampaian materi ajar. Tanpa penguasaan materi yang baik, tidak mungkin dia bisa menyampaikan materi ajar kepada peserta didik dengan baik pula. Penguasaan materi ajar itu perlu pula dilengkapi dengan penguasaan didaktik dan metodik, kurikulum dan kemampuan teknis lainnya. Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 54

Dari sisi profesionalisme, seorang guru juga dituntut untuk secara terus menerus mengembangkan kemampuan akademiknya dan senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, didaktik metodik dan melakukan penelitian yang berkualitas. Hal ini memberikan pengalaman pembelajaran yang terkini atau tidak ketinggalan zaman, sebab dirasa lucu jika guru- guru sekarang kalah pengetahuan atau wawasannya dibanding peserta didiknya. Yang ke-dua seorang guru harus melandasi kerja profesionalnya dengan pengabdian yang tulus, tidak membedakan antara si kaya dan miskin, desa-kota, semua memiliki hak yang sama untuk dididik menjadi peserta didik yang dewasa dan mandiri, siswa harus mendapat perlakuan yang manusiawi tanpa melihat imbalan. Dalam menghadapi siswa yang `bermasalah`, seorang guru harus mengambil sikap yang bijaksana dan mengambil tindakan yang mendidik. Perlakuan–perlakuan kasar justru akan menimbulkan perilaku kontra produktif. Dalam diri peserta didik akan ada ‘kekebalan’. Kekerasan akan membentuk kepribadian yang kasar. Akibat lebih jauh anak-anak akan dibesarkan dalam kekerasan yang dapat menimbulkan jiwa pemberontak. Perlakuan yang manusiawi lebih cenderung mengubah perilaku peserta didik. Guru juga selayaknya mempertimbangkan bahwa sekolah adalah tempat mempersiapkan peserta didik untuk menuju kehidupan dewasa, dan pekerjaan formal selalu menjadi bagian penting bagi kehidupan orang dewasa pada umumnya. Selalu ada hubungan yang tidak bisa dihindari antara satu dengan yang lain, antara pendidikan dan pekerjaan yang dibayar. Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 55

Kajian pendapat di atas, yaitu guru adalah pekerja profesional yang juga pekerja sosial. Ia tidak hanya, mempersiapkan anak didik secara akademik tetapi juga secara kepribadian dan sosial. Menilik kompetensi yang disyaratkan begitu komplek, rasanya sudah selayaknya guru mendapat imbalan dengan tunjangan profesi. Namun perlu ada pola pembinaan dan pengawasan yang terpadu dan berkelanjutan bagi guru. Guru hendaknya tetap mendapat pelatihan-pelatihan model pembelajaran, penilaian pembelajaran, pelatihan tindakan kelas dll untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas atau kualitas diri, akan tetapi setelah pelatihan, hendaknya perlu ada tindaklanjut serta pemantauan. Untuk pemantauan perilaku dan kepribadian guru, Kode Etik guru perlu ditekankan sebagai pedoman dalam melaksanakan dan mempertanggungjawabkan tugasnya. Disamping itu juga perlu kesejawatan. Kesejawatan ini diwujudkan dalam persatuan para guru melalui organisasi profesi dan perjuangan, yaitu PGRI. Melalui PGRI para guru mewujudkan rasa kebersamaan dan memperjuangkan martabat diri dan profesinya di atas, dimana pada dasarnya telah tersirat dalam `Kode Etik Guru Indonesia` sebagai pegangan profesional guru. PGRI dalam visinya, terwujudnya organisasi mandiri dan dinamis yang dicintai anggotanya, disegani mitra dan diakui perannya oleh masyarakat, dengan misi yang ke-4 yakni meningkatkan profesionalitas guru, membuktikan kesungguhanya dalam membantu guru menjadi profesional. Untuk memperjuangkan payung hukum bagi para guru, PGRI berdiri paling depan berjuang sejak tahun 1999 melewati empat Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 56

penguasa. Jadi PGRI benar- benar sebuah organisasi profesi yang melindungi guru setelah UU No 14 Tahun 2005. Jika demikian halnya perwujudan guru Indonesia sebagai sosok yang mandiri, berwibawa, peduli profesional dan terlindungi, benar-benar dapat terwujud Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 57

Ada Apa dan Bagaimana Pembelajaran Bahasa Inggris di SD/MI? Oleh Wiwi Parluki Pendahuluan Peraturan Pemerintah no 67 tahun 2013 tentang kerangka kurikulum SD/MI telah digulirkan dalam rangka pelaksanaan kurikulum 2013, tidak terdapat pembelajaran bahasa Inggris pada kerangka kurikulum jenjang Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah. Hal ini menimbulkan pertanyaan di kalangan praktisi pendidikan, mengapa demikian? Menurut Musliar Kasim (Wamendikbud bidang Pendidikan) menyampaikan dua alasan kuat mengenai penggeseran posisi Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran di Sekolah Dasar, yakni adanya kekhawatiran akan menambah beban kognitif siswa jika pembelajaran bahasa Inggris ditetapkan sebagai mata pelajaran, serta kekhawatiran bahwa murid Sekolah Dasar menjadikan tidak fokus dalam mempelajari bahasa nasional (Bahasa Indonesia), jika bahasa Inggris ditetapkan sebagai mata pelajaran (Republika, 28/4/ 2014). Melihat kenyataan ini, agak janggal, kenapa kekhwatiran itu baru disadari akhir-akhir ini? Sedangkan posisi bahasa Inggris sebagai mata pelajaran sudah berjalan cukup lama. Mata pelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar negeri sudah dilaksanakan selama kurang lebih 10 tahun. Kebijakan tentang dimungkinkannya pelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar secara resmi dibenarkan sebab dilandasi dengan kebijakan- kebijakan terkait, yakni, 1)Kebijakan Depdikbud RI No. Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 58

0487/4/1992, Bab VIII,2) SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 060/U/1993tanggal 25 Februari 1993, 3) SK Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur No. 1702/105/1994 tanggal 30 Maret 1994 ( Eka Karmila dkk, dalam Seminar Kurikulum 2013). Para pakar menilai bahwa adanya kebijakan mengenai penggeseran posisi Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran di Sekolah Dasar tersebut disinyalir dapat menjadi jalan untuk memupuk kembali rasa nasionalisme sejak dini karena rasa nasionalisme pada jiwa anak-anak selaku generasi penerus bangsa semakin menipis (Suara Merdeka, 24/4/2014). Kenyataan ini juga melahirkan polemik baru, yakni anak- anak kehilangan kesempatan mengasah kemahiran berbahasa, misalnya dalam konteks perkembangan kognitif anak. Pendidikan bahasa memang harus diajarkan sedini mungkin karena masa emas perkembangan bahasa anak yaitu antara umur 6 sampai 13 tahun (masa-masa SD). Selain itu berdasarkan hasil riset Teknologi Brain Imaging di University of California, Los Angeles, proses kognitif, kreativitas, dan divergent thinking pada anak berada pada kondisi optimal di usia 6 sampai 13 tahun, sehingga secara biologis masa ini menjadi waktu yang tepat untuk memaksimalkan pembelajaran bahasa asing, oleh karena itu, sangat disayangkan bila masa ini terlewatkan begitu saja. Selain itu menilik tujuan pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia pun sangat baik. Karena Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulis seluruh dunia, maka penyajian mata pelajaran Bahasa Inggris bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut,1) Mengembangkan Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 59

kompetensi berkomunikasi dalam bentuk lisan secara terbatas untuk mengiringi tindakan (language accompanying action) dalam konteks sekolah, 2) Memiliki kesadaran tentang hakikat dan pentingnya bahasa Inggris untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam masyarakat global. Jika demikian, ketiadaan pembelajaran bahasa Inggris di sekolah, akan menimbulkan pertanyaan, `mampukah generasi penerus kita bersaing di kancah dunia internasional kelak?`. Pertanyaan yang mungkin muncul adalah manakah diantara kedua pendapat di atas yang paling benar? Kalau kita kaji, sebenarnya jawabanya yang muncul adalah ke-duanya benar. Kenapa demikian? Karena pada intinya, bukan masalah benar atau salah, melainkan bagaimana menempatkan hal yang dulunya telah baik agar menjadi semakin baik. Jadi kalaupun dirunut, dari dulu dalam kurikulum SD memang tak ada pelajaran Bahasa Inggris apalagi sebagai mata pelajaran wajib. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Kapuskurbuk) Kemendikbud Ramon Mohandos sebagaimana dilansir (Republika.co.id, 12/12/2013), bahwa sebenarnya tidak ada istilah penghapusan Bahasa Inggris dalam mata pelajaran SD. Kata penghapusan yang selama ini diperdebatkan harus segera dibenahi. Sejak dulu dalam Kurikulum SD memang tidak ada mata pelajaran Bahasa Inggris. Sehingga wajar saja dalam Kurikulum 2013 tidak ada mata pelajaran Bahasa Inggris atau tidak ada penghapusan mata pelajaran itu karena memang tidak ada. Tidak ada penghapusan berarti juga tidak ada pergeseran atau pengalihan kedudukan mata Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 60

pelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar. Lalu apa yang selama ini diperdebatkan? Bahasa Inggris pada dasarnya memang bukan mata pelajaran wajib yang harus diajarkan di seluruh Sekolah Dasar di Indonesia. Bahasa Inggris adalah mata pelajaran tambahan (muatan lokal) yang telah menjelma menjadi mata pelajaran wajib. Hal tersebut mengubah persepsi masyarakat mengenai posisi Bahasa Inggris dari muatan lokal menjadi mata pelajaran umum. Kenyataan pergeseran presepsi ini telah kuat diyakini dalam masyarakat. Senada dengan ulasan di atas, pemerintah juga menekankan bahwa tidak ada penghapusan pembelajaran bahasa Inggris di SD. Hal ini disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh yang mengatakan, “mata pelajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar itu tidak dihapus. Pemerintah tidak menginstruksikan untuk menghapuskan mata pelajaran bahasa Inggris. Hal itu diungkapkan saat menanggapi isu dihapuskannya mata pelajaran bahasa Inggris di SD.\"Sekolah Dasar itu memiliki kebebasan untuk memasukkan bahasa Inggris sebagai bagian dari mata pelajarannya atau tidak. Jadi tidak ada yang namanya penghapusan mata pelajaran bahasa Inggris,\" ujar Nuh di Bandung, Rabu malam, (Republika, 11/12/2013) Walaupun demikian, penggunaan metode pembelajaran Bahasa Inggris di tingkat Sekolah Dasar perlu dikaji ulang, sebab nampaknya cenderung memberatkan siswa. Kesimpulan ini diperoleh, dari buku-buku yang pembelajaran bahasa Inggris di SD. Itje Chotidjah, M.A., seorang pakar dan pengamat pendidikan dari British Council dalam Seminar Nasional pada Perkumpulan Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 61

Guru-Guru Pengajara Bahasa Inggris Yogyakarta (Jogjakarta English Teacher Association-JETA) ke-9, di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, tanggal 4-5 Juli 2012, mengungkapkan, “pembelajaran bahasa Inggris di SD di Indonesia menjadikan anak terbebani” Hal ini bisa dilihat dari semakin bertambahnya beban kognitif yang harus ditanggung; mulai dari menghafal kosa kata baru yang cukup memusingkan, memahami grammar-grammar yang sulit dicerna, hingga makin banyaknya tugas-tugas dan pekerjaan rumah. Upaya mengatasi permasalahan yang ada Dahulu, mungkin kita masih bisa mentoleransi kemampuan berbahasa Inggris siswa SD, SMP, dan SMA yang begitu rendah. Namun, saat ini semua telah berbeda. Seorang siswa akan sangat mudah menjumpai bahasa Inggris di lingkungan sekitarnya, dan apabila mereka tidak diberikan sistem pengajaran yang tepat, maka kemampuan mereka sangat buruk serta tertinggal. Ketertinggalan tersebut tentu saja berdampak langsung dengan kemajuan bangsa karena bahasa Inggris adalah kunci menuju dunia Internasional Michael McCarty (1994) dalam bukunya, English Vocabulary In Use, mengungkapkan, “English Vocabulary has a remarkable range, flexibility and adabtabily.” Pembelajaran kosakata bahasa Inggris memiliki suatu jangkauan yang sangat luas, fleksibel dan dapat dijadikan pembiasaan. Jadi dalam mempelajari bahasa, hendaknya seorang siswa dihindarkan dari tekanan dan beban karena pada dasarnya belajar bahasa itu adalah sebuah kesadaran bukan tuntutan. Berlatih mengaplikasikan Bahasa Inggris, menyangkut tentang bagaimana Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 62

cara mengucapkan suatu kata atau kalimat dan kapan kalimat itu harus digunakan setidaknya akan lebih membantu anak dalam memahami fungsi bahasa secara lebih mendalam. Ditambah lagi dengan metode penyampaian yang lebih luwes dan menyenangkan, seperti bernyanyi bersama, mendengarkan lagu dan membaca cerita bergambar berbahasa Inggris akan membuat anak lebih enjoy selama proses belajar mengajar berlangsung. Cara mengajarkan bahasa Inggris di SD/MI Pembelajaran tema/topik apapun dalam pembelajaran bahasa Inggris, kita perlu menata persiapan pra pembelajaran bahasa Inggris di SD/MI, agar pembelajaran lebih bermakna, guru perlu memahami atau guru sebaiknya: a. Memilih pendekatan atau model pembelajaran yang sesuai dengan kharakteristik materi yang diajarkan serta situasi dan kondisi saat ini. Materi tertentu memerlukan pendekatan tertentu pula karena pendekatan merupakan bagian integral dari proses pencapaian tujuan. Contoh, pendekatan yang dapat diterapkan sebagai salah satu alternatif adalah pendekatan lingkungan. Karena bisa jadi kondisi lingkungan sekolah sangat kondusif untuk dijadikan sumber dan alat bantu belajar. b. Model pembelajaran yang diambil harus sesuai dengan kharakteristik siswa SD. Menurut J Havighurt anak usia SD memiliki kharakteristik: senang bermain senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok dan senagnmemeragakan sesuatu secara langsung. Kharakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus mampu merencanakan model pembelajaran Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 63

yang memungkinkan adanya unsur permainan , anak berpindah,bergerak, atau bekerja atau belajar dalam kelompok dan anak terlibat aktif dalam pembelajaran atau penemuan informasi c. Upayakan pembelajaran yang dilakukan harus sesuai dengan tahap perkembangan kognitif siswa. Menurut Piaget, anak SD berada pada tahap perkembangan operasional kongkret, pada anak usia ini pembelajaran akan mudah dipahami jika dikemas secara kongret (dapat dilihat dan diraba), Contohnya mau mengajarkan deskripsi benda-benda sekitar, hadirkan bendanya atau miniaturnya. d. Jika pembelajaran yang dilakukan mampu menghubungkan persepsi awal siswa dengan informasi baru yang akan dipelajari. Menurut David Ausubel, pembelajaran akan bermakna jika siswa mampu menghubungkan informasi baru dengan konsep-konsep atau hal lainya yang telah ada dalam struktur kognitifnya. Kaitan materi pembelajaran bahasa Inggris bisa bermula dari pembelajaran tentang diri siswa, lalu meningkat lingkungan keluarga, selanjutnya lingkungan sekolah dan sekitarnya e. Menentukan tujuan pembelajaran yang terukur dalam disain pembelajaran Meski tidak ada tuntutan pembelajaran bahasa Inggris di kelas, kurang optimal pembelajaran yang dilaksanakan tanpa adanya tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran juga Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 64

semestinya terukur pencapaiannya, yang tertuang dalam disain pembelajaran. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Walter Dick dan Lou Carey, `Instructional is the solution to a problem . The Instructional design process begins with the identification of one or more problems. The problem identification process is typically referred to as needs assessment . ( Walter Dick & Lou Carey. 1990:13). Maksudya, Pembelajaran adalah serangkaian pemecahan terhadap suatu masalah. Proses Desain pembelajaran dimulai dengan pengidentifikasian satu atau lebih masalah yang ada. Pengidentifikasian masalah ini mengarah pada perlunya penilaian. Jadi perlu dikaji apa yang akan diukur sebagai bentuk keberhasilan pembelajaran, yang ujungnya diketahui pula tercapai tidaknya tujuan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Saat ini Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah menerbitkan buku-buku pembelajaran bahasa Inggris untuk siswa SD dengan mengaplikasi kurikulum 2013, sehingga guru- guru di SD/MI dapat memanfaatkan buku-buku tersebut, hanya kendala pendistribusi belum ada titik terang. Untuk mengatasi belum adanya buku-buku tersebut tidak ada salahnya guru menyusun disain pembelajaran sendiri secara kreatif. Berikut contoh desain pembelajaran bahasa Inggris yang dapat diterapkan di SD/MI Kelas / Tema : 3 / Sapaan tegur sapa 1.Tujuan pembelajaran: - siswa dapat mengungkapkan salam /sapaan (greeting) kepada orang lain Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 65

2. Tehnik PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) Model pembelajaran quantum learning media : gambar-gambar situasi pagi, siang, malam yang dapat di tempel pada Halaman atau pohon-pohon di halaman kelas yang mudah dilepas 3. Langkah-langkah pembelajaran : a. Kegiatan awal ( 10 menit) - siswa perlu mengetahui tujuan pembelajaran - siswa termotivasi, mengetahui jenis kegiatan yang akan dilaksanakan - pembentukan kelompok - Menyanyi lagu, disesuaikan dengan lirik dan nada lagu “Pelangi” Good morning 3 X How are you ? I am fine Thank you And how about you Reff : Good morning 2 x I am fine Thank you b. Kegiatan Inti ( 60 menit) Model pembelajaran quantum learning mempunyai langkah-langkah :(Tanamkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, Rayakan = TANDUR) - Tanya jawab tentang jenis-jenis sapaan/ salam dan pengenalanGambar berbagai situasi pagi, siang, petang dan malam (Tanamkan) Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 66

- Siswa yang terbagi dalam 4 kelompok melakukan pemodelan memberi salam dan berperan sesuai gambar yang ditunjukkan guru (Alami), sekaligus menamai situasi gambar (Namai) - gambar ditempel pada dinding/ pohon di lingkungan halaman sekolah dengan empat pos sesuai gambar. Tiap kelompok melakukan rute perjalanan yang mengharuskan mengunjungi tiap pos dan mendemonstrasikan pemberian salam dan berperan sesuai dengan peran orang yang ada pada gambar ( Demonstrasi) Jika demonstrasi yang dilakukan benar maka kelompok tersebut dikalungi bintang - Jika semua pos telah dikunjungi, tiap kelompok diuji dengan mendemonstrasikan gambar yang diacak (ulangi dan evaluasi) - Setelah semua siswa memahami dan melakukan salam tegur sapa, semua berteriak “Hooray” dan bertepuk tangan ( Rayakan) - Bagi kelompok yang telah menyelesaikan tugas dengan cepat dan tepat diberi penghargaan berupa bintang prestasi. - Kelompok yang mendapat bintang prestasi paling banyak dinyatakan sebagai juara atau pemenang “the best group today” Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 67

c. Penutup - siswa merefleksi kegiatan dengan menyatakan perasaan mereka kegiatan yang telah dilaksanakan cukup senang, sangat senang atau kecewa. - Siswa mengemukakan hambatan yang ditemui dalam pembelajaran - Siswa merangkum inti materi yaitu jenis sapaan dan penggunaanya - Siswa mendapat tugas untuk membiasakan ungkapan sapaan dalam kehidupan sehari-hari. 4. Penilaian Jenis Penilaian : Lisan (praktik) Rubrik : Ada lima aspek yang dinilai dalam tes berbicara di atas: 1. Kelancaran, dengan skor Skor 6 bila sangat lancar, Skor 5 bila lancar, Skor 4 bila cukup lancar, kadang kalimat utuh Skor 3 bila kurang lancar, kalimat kurang lengkap Skor 2 bila kurang lancar, masih terdapat kalimat . Skor 1 bila tidak lancar 2. Pengucapan, dengan skor 6 bila pengucapan hampir sempurna, Skor 5 bila ada kesalahan tetapi tidak mengganggu makna, Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 68

Skor 4 bila ada beberapa kesalahan dan mengganggu makna, Skor 3 bila banyak kesalahan dan mengganggu makna, Skor 2 bila terlalu banyak kesalahan sehingga sulit dipahami. Skor 1 bila kesalahan terlalu fatal sehingga sulit dipahami 3. Pemahaman, dengan skor 6 bila pemahaman sempurna , Skor 5 bila ada pemahaman yang hampir sempurna, Skor 4 bila ada pemahaman yang cukup sempurna, Skor 3 bila ada sedikit pemahaman, Skor 2 bila ada terlalu sedikit pemahaman. Skor 1 bila tidak ada pemahaman sama sekali. 4. Pilihan kata, dengan skor 6 bila sangat variatif dan tepat, Skor 5 bila variatif dan tepat Skor 4 bila cukup variatif dan tepat Skor 3 bila kurang variatif dan tepat Skor 2 bila kurang variatif dan tidak tepat Skor 2 bila tidak variatif dan tidak tepat 5. Tata bahasa, dengan skor 6 bila sempurna tatabahasanya, Skor 5 bila hampir sempurna dan tepat Skor 4 bila cukup sempurna dan tepat Skor 3 bila kurang sempurna dan tepat Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 69

Skor 2 bila kurang sempurna dan tidak tepat Skor 1 bila tidak sempurna dan tidak tepat ( Diadopsi sebagian dari Arthur Hughes .1989:111-113) Cara Penghitungan: Jumlah skor X 5 / 3 = total skor, setelah itu dikonversikan dan dan diperoleh predikat dengan menggunakan tabel di bawah ini, KONVERSI NILAI AKHIR NO Skala 1 – Skala 1 – 4 PREDIKAT SIKAP SB 100 A B A- 1 86 – 100 4,00 B+ C B K 2 81 – 85 3, 66 B- C+ 3 76 – 80 3,33 C C- 4 71 – 75 3,00 D+ D 5 66 – 70 2,66 6 61 – 65 2,33 7 56 – 60 2,00 8 51 – 55 1,66 9 46 – 50 1,33 10 0 – 45 1,00 Jika Nilai yang diperoleh di bawah 2,66 sementara KKM 71, maka berarti siswa tersebut harus mengikuti remidi. Dari sebuah contoh sederhana di atas, pembelajaran bahasa Inggris dapat dikemas dengan situasi yang menyenangkan. Terlebih bisa ditarik kesimpulanya, yang terpenting dari pembelajaran di atas bahwa pembelajaran bahasa apa pun itu adalah sebuah pembiasaan bukan pemaksaan. Pada intinya, diberlakukan atau tidak diberlakukannya Kurikulum 2013, Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 70

tidak akan mempengaruhi kedudukan mata pelajaran Bahasa Inggris sebagai muatan lokal. Dengan kata lain, Bahasa Inggris akan tetap diajarkan di Sekolah Dasar. Oleh sebab itu, tidak ada gunanya merasa bingung dengan pergantian kurikulum untuk yang kesebelas kalinya ini. Kalau kita seorang pendidik, bukankah lebih baik meningkatkan kualitas diri ? Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 71

KEPEMIMPINAN DALAM PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI OPTIMALISASI TRIPUSAT BELAJAR Oleh Wiwi Parluki Pengantar Kepemimpinan berasal dari kata “pemimpin”. Tuhan menciptakan manusia menjadi pemimpin (Suyanto,2000:30). Keluarga, masyarakat memerlukan pemimpin, demikian juga sebuah sekolah memerlukan pemimpin. Pemimpin yang paling atas dalam sebuah sekolah inilah terletak pada kepala sekolahnya. Jadi, kepala sekolah ini yang memiliki tugas menjadi pemimpin. Dengan demikian kepala sekolah memiliki peran yang tidak kecil, karena majunya sebuah sekolah amat dipengaruhi oleh `kepemimpinan` kepala sekolahnya. Ordway Tead (1931) dalam bukunya “The Art of Leadership” menyatakan tentang pengertian kepemimpinan, yakni penggabungan perangai yang membuat seseorang mungkin dapat mendorong beberapa pihak lain untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah dapat mendorong para guru, karyawan, siswa untuk bersinergi mewujudkan visi dan misi sekolah yang ingin diwujudkan. Visi sekolah yang `up to date` adalah visi yang memuat pengembangan karakter di sekolah. Hal ini menjadi kebutuhan mengingat era globalisasi mengikis fundamental peradaban nilai luhur yang nota bene sudah dimiliki bangsa Indonesia sejak jaman nenek moyang. Maraknya media sosial dewasa ini menjadi keniscayaan, tak bisa dihindari yang dapat memberi pengaruh Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 72

positif bahkan negatif. Pengaruh negatif inilah yang mempengaruhi karakter generasi muda ke arah asusila, menyimpang dari nilai moral, agama. Tak pelak pendidikan karakter harus dikuatkan kembali untuk menangkal semakin kentalnya pengaruh negatif tersebut. Pendidikan karakter sudah digariskan dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang SISDIKNAS, yang mengutamakan pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Nilai-nilai pendidikan karakter yang dikembangkan di sekolah digambarkan oleh Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional dalam Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter (2011) dalam Samani Muchlas dan Hariyanto (2013:52) yang bersumber dari agama, pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yakni: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja Keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa ingin tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikasi, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, dan (18) Tanggung Jawab. Dalam mengembangkan pendidikan karakter ini sekolah tidak dapat bergerak sendiri, sekolah memerlukan dukungan dari berbagai pihak, diantaranya pihak keluarga, dan pihak masyarakat. Keluarga, masyarakat dan sekolah ini disebut tri pusat pendidikan. Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 73

Istilah Tri Pusat Pendidian adalah istilah yang digunakan oleh tokoh pendidikan Indonesia, yaitu Ki Hajar Dewantara yang menggambarkan lembaga lingkungan pendidikan yang di sekitar manusia yang mempengaruhi perilaku peserta didik, yaitu (A) Pendidikan keluarga, (B) Pendidikan dalam sekolah, (C) Pendidikan di dalam masyarakat. Masalah Arus globalisasi merupakan sebuah keniscayaan. Maraknya media sosial berdampak makin menipisnya nilai-nilai karakter yang sesungguhnya sudah ada sejak jaman nenek moyang kita. Dengan pertimbangan dalam rangka mewujudkan bangsa yang berbudaya melalui nilai–nilai karakter, pemerintah memanding perlu melaksanakan program penguatan pendidikan karakter (PPK). Program ini telah dicanangkan pemerintah melalui peraturan presiden no 87 tahun 2017. Dalam perpres ini diatur pelaksanan PPK adalah pihak satuan pendidikan jalur pendidikan formal, dengan menggandeng keluarga dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Pemerintah melalui Direktorat pendidikan dasar dan menengah telah melakukan berbagai pelatihan PPK di tingkat kantor pendidikan tingkat kabupaten kota. Meski telah disosialisasikan, namun dari pengamatan penulis di beberapa sekolah dan berdasar hasil perbincangan dengan rekan seprofesi dari lain daerah, ternyata ditemukan berbagai kendala pada sekolah, kendala pada unsur pendukung keberhasilan pendidikan yakni keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar sekolah. Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 74

Peran sekolah belum optimal Sekolah dewasa ini mengembangkan program penguatan pendidikan karakter (PPK) sudah berusaha menerapkan secara baik. Program ini melibatkan semua unsur sekolah dalam mengembangkan pendidikan karakternya. Namun terkadang belum semua warga sekolah paham dengan program PPK sehingga pelaksanaan di sekolah belum optimal. Contohnya, di sekolah diterapkan larangan merokok, siapapun tidak diperbolehkan merokok di lingkungan sekolah, tetapi karena pesuruh sekolah kurang paham maka dengan santainya merokok di halaman sekolah dan puntung rokokpun berserakan. Tentu ini menjadi contoh pembelajaran yang kurang baik bagi peserta didik di sekolah tersebut. Peran keluarga belum optimal Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga adalah unsur pokok penting dalam pendidikan bagi peserta didik. Hal ini dapat dimaklumi karena keluarga adalah peletak dasar mental atau kondisi psikologis peserta didik yang pertama. Akan tetapi latar belakang sosial peserta didik yang berbeda menjadikan karakter yang terbentuk bisa berbeda. Hal ini dapat menyebabkan terkadang peserta didik tidak tahu kalau karakter yang dimiliki kurang pas. Contohnya, melatih rasa tanggung jawab dapat terjadi bila keluarga sadar betul kalau unsur karakter tanggung jawab sangat diperlukan bagi peserta didik. Namun sikap memanjakan anak oleh orang tua terkadang tanpa Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 75

disadari menjadikan boomerang bagi peserta didik. Mereka dengan seenaknya tidak ikut memelihara kebersihan, keindahan ketertiban suatu tempat, karena mereka belum pernah diajarkan cara bertanggung jawab untuk memelihara kebersihan dan ketertiban oleh pihak keluarganya. Tentu hal tersebut masih harus dikaji dan memerlukan pembinaan dalam rangka pembentukan karakter yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh agama, negara dan bangsa Indonesia. Perlu strategi tersendiri untuk dapat melibatkan keluarga dalam penguatan pendidikan karakter peserta didik. Peran masyarakat belum optimal Masyarakat adalah unsur pembentuk karakter peserta didik yang tidak kalah pentingnya, hal ini karena peserta didik hidup di tengah tengah masyarakat. Kondisi masyarakat yang majemuk pun berpengaruh terhadap perkembangan mental peserta didik. Contohnya pada saat-saat jam sekolah ada peserta didik masuk ke dalam pusat game on line atau play station. Kalau menilik kepedulian masyarakat, jelas masyarakat belum peduli jika bersikap memilih acuh membiarkan peserta didik masuk ke area game ketimbang memperingatkan untuk kembali ke sekolah atau menghubungi pihak sekolah agar menjemput peserta didik yang sedang asyik bermain di pusat game tersebut. Mereka tidak berpikir kearah pembentukan karakter peserta didik, sebab bagi pemilik pusat game tersebut yang terpenting adalah tempat tersebut menghasilkan uang, bagi masyarakat sekitar merasa `bukan urusanya`. Sikap `ketidak pedulian` masyarakat bahwa sudah selayaknya mereka merasa terlibat atau sikap apatis masyarakat Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 76

terhadap keberhasilan dunia pendidikan nampaknya perlu diluruskan, perlustrategi tersendiri untuk dapat melibatkan masyarakat yang majemuk tersebut dalam dunia pendidikan. Pembahasan dan Solusi Kepala sekolah sebagai manager suatu sekolah tentu mempunyai kewajiban untuk mengelola sekolah dan mengatasi berbagai persoalan yang ada di sekolah. Kepala sekolah juga harus peka terhadap kemungkinan berkembangnya persoalan kecil yang mendasar menjadi besar yang pada akhirnya menjadikan timpangnya dunia pendidikan khususnya di sekolahnya. Menipisnya karakter di kalangan generasi muda atau peserta didik menjadikan keprihatinan yang menuntut untuk segera diatasi. Kepala sekolah sebagai manajer di sekolah juga tidak lepas dari fungsi manajemen. Fungsi manajemen yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan (Planning, Organizing, Actuating, Controllin ) disingkat POAC. Fungsi POAC sendiri dalam suatu organisasi adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi suatu organisasi dalam pencapaian tujuannya (Husaini, 2000). Sejalan dengan fungsi managemen tersebut, kepala sekolah mengelola program PPK ini dengan cara sederhana yaitu menyusun perencanaan, melaksanakan program PPK dan melakukan evaluasi tindak lanjut. Pemerintah telah menetapkan program penguatan pendidikan karakter yang diimplementasikan melalui pelaksanaan Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 ini yang sarat dengan pendidikan karakter perlu dilaksanakan dengan menerapkan `strategi khusus` Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 77

yakni `TIM ANA` Strategi khusus ini kepanjangan dari Team work yang solid , berfokus pada program Akademik dan Non Akademik di sekolah. Perlu `team work solid` Keberhasilan sebuah program perlu menerapkan strategi yang handal agar dapat mewujudkan cita-cita bersama. Kepala sekolah perlu meng`cover` permasalahan yang muncul dan mulai menyusun strategi , diantaranya pembentukan `team work` yang solid yang terdiri orang orang yang memiliki ketulusan untuk terpanggil melakukan perubahan mendidik dan membentuk generasi berkarakter yang handal. Tim khusus ini tentu terdiri dari Pengawas Pembina, Kepala Sekolah, unsur guru, unsur karyawan, unsur komite/ perwakilan orang tua siswa dan unsur siswa. Selanjutnya team ini mempunyai program untuk: menyusun perencanaan, melaksanakan dan melakukan evaluasi tindak lanjut program untuk kurun waktu tertentu, dan dapat dilanjutkan melalui pengkajian lagi. Optimalkan Program Akademik Keberhasilan pendidikan di sekolah tak bisa mengabaikan program akademik yang ada. Kuncinya pembelajaran di kelas harus dikelola dengan baik. Sekolah dapat mengoptimalkan diskusi guru mata pelajaran dalam wadah Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) lokal untuk mendiskusikan model pembelajaran di kelas dan di tayangkan pada `klas on line ` yang dapat diakses oleh umum termasuk para pakar pendidikan atau pengawas sekolah dari kantor dinas pendidikan yang dapat memberi masukan agar menghasilkan model pengembangan pendidikan karakter di kelas yang berkualitas. Guru harus terbuka dan mau Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 78

menerima segala kritikan agar semakin mahir menciptakan suasana pembelajaran yang bermutu, sebagai barometer pembelajaran bagi rekan seprofesinya. Sekolah juga secara integrasi menerapkan pendidikan karakter melalui kegiatan intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler Optimalkan Program Non Akademik Keberhasilan pendidikan di sekolah juga tak bisa mengabaikan program Non-akademik yang ada. Termasuk program non-akademik yang harus dioptimalkan adalah program outing class, lomba-lomba yang menyukseskan program PPK, pelibatan keluarga dan masyarakat sekitar yang merupakan lingkungan terdekat peserta didik. Sekolah mengoptimalkan semua potensi sekolah yang ada Sekolah sebagai lembaga yang dipercaya melakukan perubahan perlu memiliki inisiatif untuk melakukan kiat- kiat yang jitu dalam mencapai tujuan. Pembentukan tim khusus program penguatan pendidikan karakter melaksanakan tugas dengan menyusun perencanaan, melaksanakan program yang disepakati dan mengevaluasi sekaligus menindak lanjuti program yang telah ditetapkan bersama tersebut. Perencanaan Bentuk-bentuk perencanaan yang dapat dikembangkan dalam mengoptimalisasi pelaksanaan pendidikan karakter, diantaranya: a. Menyusun program sosialisasi di tingkat sekolah dengan melibatkan dinas pendidikan (unsur dinas pendidikan termasuk pengawas Pembina), contohnya: Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 79

1) Merencanakan workshop penerapan penguatan pendidikan karakter di tingkat sekolah yang melibatkan semua unsur sekolah tanpa terkecuali 2) Merencanakan memasang slogan atau spanduk tentang pengenalan pada penguatan pendidikan karakter di lingkungan sekolah b. Menyusun program kegiatan untuk sekolah: 1) Merencanakan program pembiasaan sebelum pelajaran dimulai, contohnya: menyusun jadwal sholat Dhuha berjamah, sholat Dhuhur, tadarus rutin, kegiatan literasi, menyanyikan lagu nasional, membiasakan salam PPK, tepuk PPK dan selingan menyanyikan mars PPK 2) Merencanakan pembelajaran yang menerapkan program PPK yang dilihat dari silabus,Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), sistim penilaianya dan menyelenggarakan `klas on line` untuk menghasilkan model pembelajaran berkarakter yang berkualitas. 3) Merencanakan program ekstrakurikuler yang sarat dengan penerapan pendidikan karakter 4) Merencanakan program pelibatan guru dalam pelatihan atau workshop dan seminar untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam mengembangkan pendidikan karakter 5) Mensosialisasikan program PPK bagi siswa secara khusus dan membentuk tim work siswa 6) Menyusun program untuk menguatkan penerapan pendidikan karakter, diantaranya lomba tepuk PPK, salam PPK, mars PPK di kalangan peserta didik Pelaksanaan Kegiatan Program Penguatan pendidikan karakter Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 80

Pelaksanaan kegiatan penguatan pendidikan karakter terangkum pada tabel berikut ini: No Jenis Pelaksa Sasaran Waktu Instru Ket kegiatan na men 1 Sosialisasi Dindik Kepala Akhir th materi Dari Dindik Kab sekolah pelajar an 2 Sosialisasi Sekolah Warga Awal th materi (workshop) sekolah ajaran 3 Pembentuk sekolah Warga Awal th Skema an sekolah ajaran /bagan `teamwork` khusus (bulan regu (guru-kary) guru-kary Juni) kerja 4 Pembentuk sekolah Warga Awal th Skema an sekolah ajaran /bagan `teamwork` khusus (bulan regu (peserta (peserta Juni) kerja didik) didik) 5 Pemasang Teamwor Warga Bulan Spandu an k sekolah Juli k, spaduk,bro slogan sur, dll Slogan tentang PPK 6 Penyambut Petugas Peserta Agustu Jadwal an siswa Piket Didik s s.d Piket harian Juni 7 Kegiatan Guru yg Peserta Agustu - pembiasaa diberi didik s s.d Absens n tiap pag tugas Juni i dan -sholat memand jurnal dhuha u dan -literasi -Jadwal -tadarus kegiata Salam, n tepuk PPK, Mars PPK 8 Pembiasa Petugas Peserta Agustu Materi an Piket didik s s.d lagu Mendengar Juni dan kan Lagu sound Kebangsa system an Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 81

9 Pembelaj Guru Peserta Agustu Peran aran di mapel didik s s.d gkat kelas Juni pembe lajaran 10 Lomba Tim Peserta Jeda Aturan Salam, Didik sem/ Lomba tepuk akhir PPK, semes Mars PPK ter 11 Lomba Tim Peserta 2 Mei Aturan siswa Didik (Hari Lomba berbudi Pendid pekerti ik luhur an putra dan Nasion putri al) 12 Kegiatan Pembin Peserta Agustu Jadwal Ekstrakuri a Didik s - Mei Progra kuler Ektrakur m ikuler Ekstra 13 Outing Sie Peserta Akhir Progra class Kesiswa Didik Semes m an ter Outing 14 Pengirima Pembin Peserta insiden Propos n siswa a Didik tal al pada kegiat Lomba an Ketangka san /Prestasi akademik 15 Optimalis Petugas Orangtu Juli- Websit e asi a/wali, Juni sekola h website peserta sekolah didik dan masyara kat Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 82

Evaluasi dan tindak lanjut Setelah pelaksanaan kegiatan, sekolah melalui tim khusus melaksanakan evaluasi yang meliputi : a. Setelah kurun waktu tertentu, ditelaah setiap program, dikaji dicari kelemahan dan kelebihan program agar di tindak lanjuti, yang masih memerlukan perbaikan selayaknya di perbaiki dan sudah baik dipertahankan bahkan ditingkatkan b. Perlu disediakan penghargaan bagi yang telah melaksanakan program PPK secara optimal di sekolah, juga ditetapkan bentuk pembinaan bagi yang kurang mendukung pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah Sekolah mengoptimalkan semua potensi dari orang tua /wali yang ada Dalam penanganan optimalisasi peran orang tua / wali juga merancang kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi tindak lanjut, yakni: Perencanaan Bentuk-bentuk perencanaan yang dapat dikembangkan untuk orang tua atau wali peserta didik dalam mengoptimalisasi pelaksanaan pendidikan karakter, diantaranya: a. Menyusun program kegiatan untuk melibatkan orangtua / wali b. Mengundang orang tua/wali peserta didik dalam penentuan program sekolah c. Menghadirkan orang tua /wali sebagai sumber belajar bagi peserta didik pada waktu yang telah disepakati bersama Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 83

d. Memberi ruang bagi orang tua/wali siswa untuk berkontribusi baik secara material maupun imaterial kegiatan siswa yang keluar seperti outbond/ outing class, lomba dll e. Merencanakan penyampaikan laporan pendidikan dengan pertunjukkan dan pameran hasil karya peserta didik dan pertunjukkan bakat dan seni peserta didik kepada orangtua f. Memberi ruang bagi orangtua/wali untuk memberikan masukan terhadap evaluasi kegiatan yang telah disepakati dengan mengisi mengisi buku komentar/saran yag disediakan sekolah dan dititipkan kepada peserta didik, atau mengisi kotak saran, mengirim surat, mengirim pesan `whatsApp` paguyuban orangtua/wali, mengirim pesan lewat website sekolah Pelaksanaan kegiatan penguatan pendidikan karakter dengan mengoptimalkan peran orang tua/wali terangkum pada tabel berikut ini: No Jenis Pelaksana Sasaran Waktu Instru Ket kegiatan men 1 Sosialisasi Sekolah Orang Awal th dan tua/wali pelajar pembentuka an n paguyuban orangtua, ikut dalam perumusan program sekolah bagi peserta didik 2 Memberi Orang Peserta Sesuai Jadw kesempatan tua/wali didik kesepa al Untuk ka kegiat berpartisipas tan an i sbg sumber belajar Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 84

3 Mengaktifka Orang Peserta Sesuai Jadw didik kesepa al n paguyuban tua/wali ka kegiat tan an orangtua/wal i Dalam menyukses kan kegiatan sekolah 4 Laporan sekolah Peserta Tengah Lapor didik sem an perkembang dan hasil Orangtua akhir belaja an belajar /wali sem r Akhir - siswa semest er 5 Mengundang sekolah orangtua/wal i pada pertunjukkan seni dan bakat peserta didik 6 Optimalisasi sekolah Orangtua Sewakt Webs /wali u waktu ite website sekol ah sekolah untuk komunikasi 7 Memberi sekolah Orangtua Sewakt Buku /wali u waktu komu ruang nika si, menyalurkan kotak saran gagasan , whats bagi orang App paguy tua/wali u ban orang tua/w ali Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 85

Evaluasi dan Tindak Lanjut Setelah pelaksanaan kegiatan, sekolah melalui tim khusus melaksanakan evaluasi yang meliputi : 1) Setelah kurun waktu tertentu, dikaji dicari kelemahan dan kelebihan teknik pendekatan agar di tindak lanjuti , yang masih memerlukan perbaikan selayaknya di perbaiki dan sudah baik dipertahankan bahkan ditingkatkan 2). Perlu disediakan pernghargaan bagi orang tua/ wali yang telah aktif mendukung pelaksanaan program PPK secara optimal di sekolah, Sekolah mengoptimalkan semua potensi dari masyarakat yang ada Dalam penanganan optimalisasi peran masyarakat juga merancang kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi tndak lanjut, yakni: Perencanaan Bentuk-bentuk perencanaan untuk mengoptimalisasi peran masyarakat yang dapat dikembangkan dalam mengoptimalisasi pelaksanaan pendidikan karakter, diantaranya: a. Menyusun program sosialisasi di tingkat luar sekolah seperti merangkul tokoh masyarakat atau kepala kelurahan, kecamatan, b. Merencanakan pertemuan yang menghadirkan pihak luar atau lintas sektoral untuk ikut serta mendukung dan berperan aktif dalam pelaksanaan penguatan pendidikan karakter c. Menyusun program kegiatan untuk melibatkan masyarakat Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 86

d. Merencanakan menghadirkan pihak pemangku jabatan ,desa camat, polsek, danrem, puskesmas dll untuk memberikan motivasi pada acara penguatan karakter social pesert didk di sekolah e. Mengadakan nota kesepahaman agar pihak pemangku jabatan ikut serta mengkampayekan ‘penguatan pendidikan karakter” di kalangan masyarakat, contohnya melalui sosialisasi PPK pada pertemuan warga masyarakat, memasang poster atau slogan yang berisi ajakan mensukseskan `’program penguatan pendidikan karakter` di lingkungan masyarakat Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan kegiatan penguatan pendidikan karakter yang mengoptimalkan peran masyarakat, terangkum pada tabel berikut ini: No Jenis kegiatan Pelaksa Sasaran Waktu Instrumen Ket na 1 Sosialisasi sekolah masyara awal - Dari sekolah kat th contoh di pelaja pertemuan di r balai an kelurahan 2 Pemasanga Sekola masyara awal Spanduk, n spanduk/ h kat th slogan dll slogan berisi dibantu pelaja penguatan desa r PPK an 3 Pelibatan tokoh Peserta Sesu MoU tokoh masyar didik ai masyarakat, ak kesep dari at, dari akata kelurahan, kelurah n kecamatan, an, Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 87

puskesmas, kecama Polsek, tan pihak yang puskes mau mas, bekerjasama Polsek, untuk pihak memotivasi yang siswa mau bekerja sa 4 Memberi masyar sekolah Sewa Kotak ktu saran, ruang bagi akat waktu what app sekolah, masyarakat website sekolah untuk memberi gagasan, sumbangsih kepada sekolah 5 Menghadir sekolah masyara Akhir Jadwal kan kat seme masyarakat s untuk ter menyaksikan pameran/ kegiatan kemah, pertunjukan siswa dll 6 Mengadakan Sekola Peserta Jeda MoU kerjasama h dan didik seme dengan lembag s pusat a ter pembelajar masyar atau an di akat akhir masyarakat sem 7 Mengirim tim sekolah masyara Pada kesenian kat event siswa pada terten acara tu pertunjukkan masyarakat/ pesta rakyat Bunga Rampai Pendidikan Menggapai Asa, Mungkinkah?| 88


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook