Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Boddhicita - Jurnal Guru Sekolah Minggu Buddha - Edisi 1

Boddhicita - Jurnal Guru Sekolah Minggu Buddha - Edisi 1

Published by Eko Madhawanto, 2022-10-04 04:25:53

Description: Buku ini merupakan kumpulan alat bantu berupa bahan ajar yang dapat digunakan Guru Sekolah Minggu Buddha khususnya aliran Tantrayana Zhenfozong Kasogatan Indonesia. Ini merupakan edisi pertama dari beberapa edisi yang akan diterbitkan selanjutnya dan dapat digunakan sebagai panduan menyelenggarakan pembelajaran di semua kelas di Sekolah Minggu Buddha.

Keywords: SMB,Boddhicitta,Zhenfozong,Edisi 1,Jurnal Guru Sekolah Minggu Buddha

Search

Read the Text Version

Kerbau menjawab : “ Aku mencari kebahagiaan dan kepuasan dan tak ingin melukai siapapun. Di samping itu, aku mencoba mengajarinya dan membangkitkan kesadarannya. Jika ia tak belajar dan memahami ajaranku, maka suatu saat ia akan bertemu mahkluk dengan amarah yang mengerikan. Ketika waktu itu tiba, ia akan menerima hukumannya, dan aku akan terbebas dari perbuatan usilnya.” Yaksha terkagum-kagum mendengar perkataan semacam ini keluar dari mulut seekor kerbau yang tersiksa, dan Yaksha berkata : “ Betapa luar biasa bahwa seekor kerbau mampu memiliki tingkat kesabaran semacam ini. Engkau pastinya adalah mahkluk agung dan hanya mengambul rupa binatang seperti ini untuk tujuan tertentu. Engkau telah mengajariku pelajaran yang tak akan pernah kulupakan seumur hidupku.” Setelah perkataan ini, yaksha melempar monyet yang kurang ajar tersebut dari punggung kerbau dan mengancamnya untuk tak mengganggu kerbau lagi. Dikutip dari Jatakamala. BODHICITA TEMA 2 79

Mari Beraktivitas 1. Mari Mengisi teka-teki silang! Petunjuk : ayo kita sejenak berkonsentrasi untuk mengisi TTS di bawah ini ! 1 2 3 4 5 Pertanyaan menurun : Pertanyaan mendatar : 1. Empat Perlindungan 1. Berlindung pada Guru Mula 2. Perkumpulan Para Bhikku 3. Ajaran para Buddha 4. Tiga Perlindungan 2. Membuat Borobudur Kecil Tahukah kamu bahwa borobudu terdiri atas banyak stupa. Kali ini siswa SMB akan membuat stupa lalu disatukan agar menyeruoai Borobudur. Berikut langkah-langkahnya : - Siapkan gunting atau cutter lalu potong stupa A, B, C dan D sesuai pinggiran garis hitam. Lipat simetris pada garis merah. BODHICITA TEMA 2 80

- Lipatlah sesuai arah lipat warna biru pada gambar. BODHICITA TEMA 2 81

- Siapkan lem dan lembagian belakang stupa. Satukan stupa, jangan lupa pasang benang tepat pada bagian tengah dalam stupa. - Gantunglah semua stupamu bersama teman-teman agar menyerupai bentuk Borobudur. Potongan A Potongan B Potongan C Potongan D BODHICITA TEMA 2 81

Mari Merenungi Semoga dengan kekuatan kebajikan penjapaan mantra, pembentukan mudra, pengkondisian pikiran melalui visualisasi, dapat menuntun jiwa saya pada kebahagiaan. Semoga dengan kekuatan kebajikan penjapaan mantra, pembentukan mudra, pengkondisian pikiran melalui visualisasi dapat menuntun jiwa leluhur saya pada alam kebahagiaan. Semoga dengan kekuatan kebajikan penjapaan mantra, pembentukan mudra, pengkondisian pikiran melalui visualisasi dapat menuntun jiwa semua makhluk pada kebahagiaan. Membiasakan Diri Biasakan menjapa mantra secara rutin setiap hari. Lakukanlah saat bangun tidur dipagi hari dan sebelum tidur dimalam hari. Lakukan ini selama 7 hari berturut-turut! Mantra yang dijapa : Mantra hati Padmakumara dan mantra Sapta Thatagata Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7 ......... .......... ......... .......... ......... .......... .......... .. x x x x x x x TTD Komentar : .......... .. BODHICITA TEMA 2 82

TEMA 3 : PENCAPAIAN J U RNAL B O D H I C I T T A VO L . 1B A GI A N 1 PENULIS:METTASEPTYANI,S.PD.B SISWASMB DIHARAPKANDAPAT Memahami keberadaan konsep Catur- ratna dalam tradisi zhenfozong Memahami dasar-dasar dharma Buddha Sakyamuni Memaknai perayaan waisak bagi umat Buddha dan umat zhenfozong Memperdalam keyakinan dan kebanggaan terhadap Buddha ADA APA DENGAN PENCAPAIANBUDDHA? Agama Buddha ada di dunia karena adanya Buddha yang berkenan mengajarkan dharma ke dunia. Tanpa Buddha maka ajaran dharma, para sangha serta kita para umat tentu tidak saling terkait ikatan karma memeluk agama Buddha. Kali ini kita akan me mp p elajar i cikal bakal lahirnya agama Buddha dari sosok pertama yang mengajarkan kembali dharma ke dunia, memahami kisah hidupnya dan memaknai makna waisak. Iya beliau adalah Buddha Gotama, seorang keturunan Sakya yang rela meninggalkan tahta untuk menjadi seorang tathagata. Mulai dari beliaulah dunia kembali mengenal dharma dan memberitahukan akan dharma yang mulia.

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA TEMA 3 : PENCAPAIAN “Catur Ratna” Sharing Dharma Hyang Catur-ratna, Guru Buddha, Dharma dan Sangha Om Guru Liansheng Siddhi Hum Sembah sujud kepada Mahamula Acarya dan Sang Triratna. Sahabat Sedharma yang berbahagia, terimalah salam kasih dalam Dharma Om Awignam Astu Namo Buddhaya. Halo sahabat sedharma, hari ini kita akan menyimak sebuah penjelasan tentang Catur-ratna, setelah itu akan ada aktivitas yang kita lakukan bersama untuk memperdalam pemahaman kita. Sahabat sedharma, dalam agama Buddha secara umum kita mengenal istilah Triratna . Tri berarti tiga, ratna berarti Mustika atau permata. Triratna atau Tiga Mustika bukan berarti agama Buddha memiliki batu permata berjumlah tiga. Ratna merupakan suatu hal yang sangat berharga, tiga hal yang sangat berharga dalam agama Buddha adalah Buddha, Dharma dan Sangha. Nah, di dalam agama Buddha mazhab Tantrayana Mustika yang sangat berharga itu adalah Catur-ratna. Bagaimana dengan Catur-ratna? Apakah Triratna dan Catur-ratna berbeda? Mengapa dalam Tantrayana ada Catur- ratna? Sama halnya dengan Triratna, jika Triratna adalah tiga hal yang maknanya sangat berharga bagi umat Buddha. Maka Catur-ratna adalah empat hal yang maknanya sangat berharga bagi umat Buddha. Catur-ratna yaitu Guru (Mula Acarya), Buddha, Dharma dan Sangha. A. Guru (Mula Acarya) Guru yang dimaksud di sini bukan seperti guru yang mengajar di sekolah. Guru (Mula Acarya) dalam agama Buddha mazhab Tantrayana merupakan orang yang telah mencapai keberhasilan dalam menekuni sadhana dan menerima silsilah ajaran Tantra. Guru (Mula Acarya) menganugerahkan abiseka kepada siswa Tatrayana. Seseorang yang akan menekuni sadhana atau merapal mantra harus menerima abhiseka terlebih dahulu dari Guru (Mula Acarya). Guru (Mula Acarya) dalam mazhab BODHICITA TEMA 3 84

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA Tantrayana Satya Buddha adalah Mahamula Acarya Liansheng yang sering kita sebut dengan sebutan Mahaguru. B. Buddha Buddha adalah gelar bagi seseorang yang telah mencapai nibbana. Buddha adalah perwujudan dari seluruh kebajikan-kebajikan yang agung. Di dalam agama Buddha terdapat perwujudan dari moralitas tertinggi (Sîla), konsentrasi paling mendalam (Samadhi), dan kebijaksanaan mendalam (Prajña). Sifat-sifat mulia yang tidak dapat dilampaui dan tiada bandingannya dalam sejarah manusia. Arti Buddha (dalam Khuddaka Nikaya) adalah: 1. Dia Sang Penemu (Bujjhita) Kebenaran 2. Ia yang telah mencapai Penerangan Sempurna 3. Ia yang memberikan penerangan (Bodhita) dari generasi ke generasi 4. Ia yang telah mencapai kesempurnaan melalui ‘penembusan’, sempurna penglihatanNya, dan mencapai kesempurnaan tanpa bantuan siapa pun. Dalam masa dunia saat ini kita mengenal Buddha Sakyamuni. Beliau adalah seorang Samma-Sambuddha yang berasal dari suku Sakya, India dengan nama lahir Siddharta Gotama. C. Dharma Dharma berarti kebenaran, kesunyataan atau bisa juga dikatakan sebagai ajaran Sang Buddha. Dharma merupakan pedoman bagi umat Buddha dalam menjalani kehidupan. Kita dapat mengerti dengan benar ajaran Buddha (Dharma), maka kita harus melaksanakan dengan tiga tahap, yaitu: 1. Pariyatti Dharma : Mempelajari Dharma secara teori, dalam hal ini, yaitu mempelajari dengan tekun Kitab Suci Tipitaka dan ajaran Maha Guru Liansheng. 2. Patipatti Dharma : Melaksanakan (mempraktikkan) Dharma tersebut di dalam kehidupan sehari-hari. 3. Pativedha Dharma : Hasil (penembusan), yaitu hasil dari analisa dan merealisasi kejadian-kejadian hidup melalui meditasi pandangan terang (vipassanâ) hingga merealisasikan kebebasan mutlak. Dharma akan melindungi mereka yang mempraktikkannya. Praktik Dharma akan membawa kebahagiaan, siapa yang mengikuti Dharma, maka tidak akan jatuh ke alam penderitaan. D. Sangha Sangha berarti persaudaraan para biksu. Kata Sangha pada umumnya ditujukan untuk kelompok biksu. Artinya yang disebut sebagai sangha tidak hanya untuk 1 orang biksu namun beberapa biksu sekaligus. Ada 2 jenis Sangha (persaudaraan para biksu), yaitu: BODHICITA TEMA 3 85

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA 1. Sammuti Sangha : Persaudaraan para biksu biasa, artinya yang belum mencapai tingkat-tingkat kesucian. 2. Ariya Sangha : Persaudaraan para biksu suci, artinya yang telah mencapai tingkat-tingkat kesucian. Dari penjelasan di atas, kita dapat melihat bahwa Triratna dan Catur-ratna bukanlah suatu hal yang berbeda. Melainkan Catur-ratna adalah Tri Ratna + Guru (Mula Acarya). Mengapa dalam Tantrayana Guru (Mula Acarya) menjadi sesuatu yang sangat berharga? Dalam mazhab Tantrayana, Guru (Mula Acarya) memegang peranan yang sangat penting untuk menurunkan/mengajarkan berbagai macam sadhana, untuk ditekuni oleh siswa/umat. Dalam Tantrayana Satya Buddha kita mengenal Mahamula Acarya Liansheng sebagai Guru Silsilah. Bukan hanya di Tantrayana Satya Buddha saja, tetapi semua aliran Tantrayana memiliki Guru (Mula Acarya). Dalam Tantrayana Guru (Mula Acarya) menganugerahkan juwa kebijaksanaan kepada siswa/umat. Itulah mengapa dalam Tantrayana peranan Guru (Mula Acarya) sangat penting dan sangat berharga. Kita ambil contoh terdekat dengan kehidupan kita. Siapakah orang terdekat dalam kehidupanmu? Apakah orang-orang tersebut berharga dalam kehidupanmu? Orang terdekat sejak kita dilahirkan adalah ayah dan ibu. Kedua orang tua tidak akan pernah tergantikan oleh siapa pun, selain itu ada saudara kandung kita seperti kakak atau adik adalah hal yang berharga dalam hidup kita. Mereka adalah permata dalam keluarga. Permata adalah hal sangat berharga, tentu jika kita memiliki permata maka kita akan menjaganya. Begitu pula dengan permata keluarga kita, ayah, ibu, kakak, adik. Tentunya kita harus menghormati ayah dan ibu, menghargai kakak dan adik, saling menyayangi, dan menjaga satu sama lain. Bagaimana dengan Catur-ratna? Sikap hormat kepada Catur-ratna bisa kita lakukan dengan, melaksanakan/praktik Dharma, menjaga sila/kemoralan, dan tekun bersadhana. Merapal Mantra Catursarana untuk menyatakan berlindung kepada Hyang Catur-ratna. Kita bisa merapal Mantra Catursarana ketika memulai doa dengan sikap tangan beranjali sambil kita bervisualisasi merenungkan keagungan Guru (Mula Acarya), Buddha, Dharma dan Sangha. Berikut ini adalah Mantra Catursarana : Namo Guruphe. Namo Buddhaya. Namo Dharmaya. Namo Sanghaya. Setelah mengetahui makna Catur-ratna dari uraian di atas, tentu keyakinan kita terhadap Catur-ratna akan semakin kuat. Dengan meningkatnya keyakinan kita terhadap Catur-ratna, tentu akan meningkatkan kebijaksanaan kita dalam menjalani hidup sehari-hari. BODHICITA TEMA 3 86

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA Menyimak Cerita Berikut ini ada sebuah kisah bergambar dari aliran Zen yang berkisah tentang pencarian seorang Bodhisattva. Dikisahkan seorang anak muda mencari seorang Bodhisattva namun justru oleh seorang Biksu Zen disuruh kembali ke rumah karena Buddha telah berada di rumahnya. Simak kisahnya! BODHICITA TEMA 3 87

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA Mari Beraktivitas 1. Mari Mewarnai gambar Petunjuk guru: Aktivitas ini untuk siswa-siswi prasekolah atau PG-TK. Ajak mereka untuk tracing atau menebalkan garis pada gambar yang ada. Setelah itu bimbing mereka untuk mewarnai. Terakhir ajak mereka untuk menunjukkan hasil karya mereka. Apresiasi hasil karya siswa-siswi untuk menumbuhkan percaya diri siswa- siswi. BODHICITA TEMA 3 88

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA 2. Mari bernyayi bersama Petunjuk guru : Aktivitas ini untuk siswa-siswi SD. Ajak mereka untuk mengenal dan menghafalkan lirik lagu di bawah ini. Setelah itu ajak mereka untuk bernyanyi bersama. Terakhir ajak mereka untuk mengucapkan : “Aku sayang Ayahku, aku sayang Ibuku, aku sayang kakak dan adikku”. Setelah itu ajak mereka untuk hening dan meditasi cinta kasih sejenak. ~Kasih Buddha~ Cipt : Joky Rasakan damai kicauan burung Demikianlah kasih Buddha Rasakan hanagat mentari pagi Demikianlah kasih Buddha Tiada terukur dalam lautan Demikianlah kasih Buddha Tiada terbayang luasnya dunia Demikianlah kasih Buddha Reff : Kasihnya bagaikan setetes embun pagi Memberikan rasa sejuk serta damai di hati Kasihnya bagaikan bintang di malam hari Menerangi hati kita bila di kegelapan BODHICITA TEMA 3 89

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA 3. Mari Menemukan Kata Petunjuk guru : Aktivitas ini untuk siswa-siswi SMP-SMA. Ajak mereka untuk menemukan kata-kata pada kotak dibawah ini. Setelah itu ajak mereka merangkai kata-kata yang ditemukan menjadi sebuah kalimat. Terakhir ajak mereka untuk membaca kalimat yang telah tersusun. A F DHHJ K K UDJ UL DA Y UK J D C S F A GF J L Y H Y L I GWJ GF Y S H S I C C H DJ U L I UUF K UA V OF A GT A A O H Y L I S F F A L Y D D S W R I A T I P L I UUS I R T J UA F I T I R I UZ E C S F F GT T A Y L H D H O Y UJ R X WI R I R I A Y S I UGE A L D J UL C A X L A L OP A OS F N C S F H Y L I S U K A R T I H S GJ DA H S I L I UUJ L Y H Y E N V GX U US A GT C S F F DJ UL I R DA A S N I I R I A H Y L I HY L I S DHY L I I P K D SF H DUOS B I S F I L I UUK OA F I V O H GGJ A US I R Y L I GWJ P D H D P L UX U H F GT I GI ODH A R MA F E CR S NA HY L I DJ UL I CS F DD WI UI I GL I UUHY L I A HS I I E A X L UK I T I MU L I UUK A GT T C U K UUB A B UD DHA F F U R I A A H L Y C HDJ UL I UUF K UA V OF T A BODHICITA TEMA 3 90

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA Susunlah kata-kata yang telah kalian temukan pada kotak menjadi sebuah kalimat! ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… Mari Merenungi Mari dalam sikap duduk bersila, memejamkan mata dan beranjali. Simaklah kalimat berikut ini. Setelah itu tirukan untuk diucapkan, dan renungi. “Menghormati Guru Menghargai Dharma dan Tekun Membina Diri Pasti Dapat Mencapai Bodhi“ Membiasakan Diri Kali ini biasakan menjapa mantra catur sarana. Lakukan ini 7 hari ke depan lalu catatlah dengan mengisi lingkaaran jumlah bacaan setiap hari! “Namo Guruphe, Namo Buddhaya, Namo Dharmaya, Namo Sanghaya” Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7 ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ Jml Jml Jml Jml Jml japa : …. japa : …. japa : …. japa : …. Jml Jml japa : …. japa : …. japa : …. Ttd Ortu Ttd guru …….. …….. BODHICITA TEMA 3 91

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA TEMA 3 : PENCAPAIAN “Dharma Sang Buddha” Sharing Dharma Hyang Catur-ratna, Guru, Buddha, Dharma dan Sangha Om Guru Liansheng Siddhi Hum Sembah sujud kepada Mahamula Acarya dan Sang Triratna. Sahabat Sedharma yang berbahagia, terimalah salam kasih dalam Dharma Om Awignam Astu Namo Buddhaya. Halo sahabat sedharma, hari ini kita akan menyimak sebuah penjelasan tentang Dharma Sang Buddha, setelah itu akan ada aktivitas yang kita lakukan bersama untuk memperdalam pemahaman kita. Sahabat sedharma, pernahkah kalian mengikuti perayaan Waisak di Candi Borobudur? Apa yang terlintas di pikiran kalian ketika melihat altar puja bakti yang berbeda-beda di pelataran Candi Borobudur? Apa yang terlintas di pikiran kalian ketika mengetahui berbagai macam ritual puja bakti yang berbeda-beda? Apa yang terlintas di pikiranmu ketika melihat anggota Sangha dengan warna jubah yang berbeda-beda? Nah, pada kesempatan kali ini mari kita membahas keberagaman tradisi Buddha, keberagaman sangha Buddha, negara muasal tradisi, dan memaknai keberagaman umat Buddha. A. Keberagaman Tradisi Buddha Tradisi merupakan kebiasaan turun-temurun yang masih dijalankan oleh masyarakat. Kebiasaan berdoa sebelum makan merupakan salah satu con toh tradisi. Kebiasaan mengetuk pintu ketika bertamu juga merupakan contoh dari tradisi. Nah, bagaimana dengan tradisi Buddha? Tradisi Buddha dapat diartikan sebagai adat kebiasaan Buddhis yang turun temurun dan masih dijalankan oleh umat Buddha hingga saat ini. Berikut ini merupakan sejarah singkat keberagaman tradisi Buddha di dunia. Tradisi Buddha yang pertama adalah tradisi puja pada zaman Buddha Gotama masih hidup. Puja pada zaman Buddha memiliki makna menghormat. Pada masa Buddha, terdapat suatu kebiasaan yang dilakukan oleh para biksu yang disebut vattha. Vattha artinya merawat guru Buddha, yaitu dengan BODHICITA TEMA 3 92

membersihkan ruangan, mengisi air, dan lain-lain. Setelah selesai BODHICITA TEMA 3 93

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA melaksanakan kewajiban itu, para biksu dan umat duduk untuk mendengarkan khotbah dari Buddha. Setelah selesai mendengarkan khotbah, para biksu mengingatnya atau menghafal agar ke mana pun mereka pergi, ajaran Buddha dapat diingat dan dilaksanakannya. Pada hari bulan gelap dan terang (purnama), para biksu berkumpul untuk mendengarkan peraturan-peraturan atau patimokkha yang harus dilatih. Patimokkha yang didengar oleh para biksu adalah diucapkan oleh seorang biksu yang telah menghafalnya. Sebelum atau sesudah pengucapan patimokkha bagi para biksu, umat juga berkumpul untuk mendengarkan khotbah. Umat tidak hanya berkumpul dua kali, tetapi di pertengahan antara bulan gelap dan bulan terang, mereka juga berkumpul di vihara untuk mendengarkan khotbah. Namun, bila Buddha ada di vihara, umat datang untuk mendengarkan khotbah setiap hari. Para umat biasanya juga melakukan penghormatan (puja) kepada Buddha dengan mempersembahkan bunga, pelita, dupa, dan lain-lain. Namun, Buddha sendiri berkata bahwa melaksanakan Dharma yang telah Beliau ajarkan merupakan bentuk penghormatan yang paling tinggi. Oleh karena itu, Buddha mencegah bentuk penghormatan yang berlebihan terhadap diri pribadi Beliau. Setelah Buddha Parinibanna, umat tetap berkumpul untuk mengenang jasa- jasa dan teladan dari Buddha atau merenungkan kebajikan-kebajikan Triratna. Para biksu dan umat berkumpul di vihara untuk menggantikan kebiasaan vattha. Sebagai pengganti khotbah Buddha, para biksu mengulang kotbah-kotbah atau sutta. Selain itu, kebiasaan baik lain yang dilakukan oleh para biksu dan samanera, yaitu setiap pagi dan sore (malam) mereka mengucapkan paritta yang telah mereka hafal. Kebiasaan para biksu tersebut pada saat ini dikenal dengan sebutan puja bakti (kebaktian). Kebaktian yang merupakan perbuatan baik yang patut dilestarikan adalah salah satu cara melaksanakan puja. Selain itu, sama dengan zaman Buddha, para biksu ataupun umat juga melaksanakan Dharma ajaran Buddha sebagai penghormatan tertinggi. Missionari Buddha dimulai ketika Buddha mulai membabarkan Dharma kepada lima orang pertapa. Setelah itu Yassa dan 54 temannya menjadi siswa Buddha. Setelah siswa Buddha yang berjumlah 60 orang ini mencapai tingkat kesucian arahat, Buddha memberikan mandat kepada seluruh siswanya untuk pergi ke tempat yang berbeda-beda dan membabarkan Dharma. Persebaran agama Buddha ke berbagai wilayah melalui jalur sutera. Jalur sutera adalah jalur perdagangan internasional kuno dari peradaban China yang menghubungkan wilayah barat dan timur. Jalur Sutera dihubungkan oleh pedagang, pengelana, rohaniawan, prajurit, dan nomaden dengan menggunakan karawan dan kapal laut. Dalam hal ini, rohaniawan Buddha yaitu para biksu menggunakan jalur sutera ini untuk membabarkan Dharma ke berbagai tempat di luar India. BODHICITA TEMA 3 93

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA Berikut ini adalah peta jalur sutera. Dapat kita lihat pada peta sederhana di atas, jalur sutera melewati negara- negara di Asia Tengah, Benua Eropa, Benua Afrika, melalui Samudra Hindia, India, pulau Sumatra dan kembali lagi ke China. Ini menunjukkan bahwa jalur Sutera pada saat itu sangat berperan dalam perkembangan agama Buddha. Persebaran agama Buddha menyesuaikan dengan tradisi setempat. Hal ini merupakan penyebab dari budaya puja dalam agama Buddha yang berbeda-beda, rupang dan ritualnya pun berbeda-beda. Misalnya tradisi ulambana yang ada pada mazhab Mahayana. Tradisi ulambana ini bersumber dari kisah Yang Arya Moggallana yang tidak dapat memberikan makanan untuk ibundanya yang terlahir di alam setan kelaparan. Oleh karena itu Sang Buddha membabarkan Dharma tentang cara memberikan makanan kepada makhluk- makhluk di alam setan kelaparan. Dalam mazhab Mahayana, upacara ini dikenal dengan upacara ulambana yang dilakukan secara khusus setiap tahunnya yaitu di bulan ke 7 pada penanggalan lunar. Lain halnya dengan tradisi upacara Api Homa oleh mazhab Tantrayana. Api Homa merupakan upacara ritual dalam Tantra. Maknanya adalah persembahan yang dilakukan dengan ketulusan dan dalam skala besar. Sarana puja yang dimasukkan ke dalam tungku homa. Homa merupakan persembahan nyata kepada para Buddha, Bodhisattva, Vajra Dharmapala, sebagai bentuk ketulusan total, dan kerelaan. Ketulusan dan kerelaan inilah yang dipersembahkan kepada pada BODHICITA TEMA 3 94

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA Buddha dan Bodhisattva yang mengasilkan pahala yang sangat besar. Pahala Api Homa disalurkan kepada umat agar memperoleh berkah duniawi (lokiya) dalam kehidupan, memperoleh keberhasilan santika (tolak bala), paustika (kesejahteraan), vasikarana (keharmonisan), dan abhicaruka (penaklukan). Makna terpenting lainnya dari homa adalah keberhasilan non duniawi (lokuttara) yaitu manunggal antara sadhaka, api suci dan yidam. Inilah yang disebut kontak yoga yang akan menunjang keberhasilan sempurna dalam bhavana. Perbedaan rupang yang ada di berbagai negara juga merupakan hasil akulturasi seni dan budaya setempat dengan Buddha. Misalnya, Bentuk rupang Buddha hasil karya dari Tibet berbeda dengan rupang Buddha negara Thailand, berbeda dengan rupang Buddha yang dipahat oleh seniman Indonesia. Ini merupakan hasil akulturasi seni dan budaya tempat tersebut dengan Rupang Buddha terdahulu. Berikut ini adalah rupang Buddha dari berbagai macam negara : Indonesia China Tahiland Myanmar B. Keberagaman Sangha Buddha Keberagaman Sangha Buddha tercipta dari keberagaman tradisi Buddha. Pada awalnya jubah anggota Sangha merupakan kain pembungkus mayat yang sudah usang. Selain itu seorang Biksu juga memiliki jubah khatina, yaitu jubah dari kain yang dipotong-potong dijahit dengan pola sawah Magadha dan dicelup dalam sebuah pewarna alami warna cokelat yang didanakan oleh umat Buddha ketika perayaan Khatina. Pewarnaan kain menggunakan kayu ini menghasilkan warna yang berbeda-beda, ada yang berwarna coklat, oranye hingga merah bata. Pewarnaan ini bergantung dari pewarna yang digunakan di setiap tempat, yang mungkin sekali tempat satu dengan lainnya menggunakan kayu yang berbeda dan menghasilkan warna yang berbeda. Lain halnya dengan jubah Mahayana yang berwarna kuning emas. Hal ini dipengaruhi oleh perkembangan mazbah Mahayana di wilayah Tibet. Berikut ini adalah beberapa jubah Biksu Buddha : BODHICITA TEMA 3 95

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA Tantrayana Mahayana Theravada C. Memaknai Keberagaman Umat Buddha Keberagaman tradisi Buddha ini melahirkan aliran-aliran Buddhis. Ini merupakan kekayaan agama Buddha yang luar biasa. Keberagaman yang sekarang ada merupakan hasil dari perjalanan Buddha Dharma selama kurang lebih 2500 tahun, tanpa mengurangi kebenaran dari ajaran Buddha yang ada. Oleh karena itu, keberagaman yang ada hendaknya tidak membuat kita merasa berbeda dengan mazhab ataupun aliran yang lain. Karena sebenarnya, dharma yang disampaikan oleh mazbah Tantrayana, Mahayana maupun Theravada bersumber pada satu hal, yaitu Buddha Gotama. Menyimak Cerita Berikut ini ada sebuah kisah Raja Asoka yang berkisah tentang seorang Raja yang haus akan kekuasaan dan rela membunuh saudaranya sendiri tetapi pada akhirnya menjadi pengikut Buddha. Simak kisahnya! BODHICITA TEMA 3 96

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA Raja Asoka Asoka adalah raja Kerajaan Magadha yang memerintah dari 273 SM - 232 SM. Ayahnya bernama Bindusara dan ibunya bernama Dharma. Istri Bindusara semuanya berjumlah enam belas orang. Asoka mempunyai seratus satu saudara laki- laki. Pada usia muda, Asoka sudah menjadi gubernur di Avanti dengan ibu kota Ujjeni. Asoka menyerbu dan menduduki ibu kota Pataliputta. Ia membunuh sebagian besar pangeran yang merupakan saudara- saudaranya sendiri. Setelah dinobatkan menjadi raja, Asoka mengikuti jejak ayahnya, Bindusara dan kakeknya, Chandragupta yang ingin menaklukkan semua daratan India. Ia menyerbu dan menaklukkan Negara Kalinga sekarang Orissa dan menggabungkan dengan negerinya. Peristiwa itu menyebabkan ratusan ribu orang mati, luka, cacat, dan ditawan. Setelah secara besar-besaran membantai beribu-ribu manusia, akhirnya, Asoka dari seorang kaisar haus kekuasaan berubah menjadi seorang pengikut Buddha dan mulai berkhotbah Dharma di seluruh dunia. Raja Asoka membangun ribuan stupa dan vihara. Salah satunya adalah Sanchi Stupa yang telah dinyatakan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO. Model empat kepala singa pada Pilar Asoka di Sarnath dijadikan sebagai lambang nasional modern di Republik India. Setelah mengenal ajaran Buddha, Asoka yang Agung menerapkan ajaran anti kekerasan ahimsa. Bahkan, pembantaian dan mutilasi binatang pun dihapuskan dalam kerajaannya demi cinta kasih kepada semua makhluk. Selain itu, ia menganjurkan hidup vegetarian, menghapus sitem kasta, dan memberlakukan semua orang secara sama. Pada saat bersamaan, setiap orang diberi hak kebebasan, toleransi, dan kesetaraan. Pada suatu ketika, Asoka memanggil Nigrodha untuk ke istana. Nigrodha memberi uraian Dharma yang membuat Asoka sangat tertarik sehingga mulai hari itu Asoka menjadi penyokong dan pelindung dari Nigrodha dan anggota Sangha lainnya. Setelah mendengar dari Moggaliputta Tissa Mahatera bahwa ajaran Buddha terdiri atas 84.000 Dharma, Asoka mendirikan vihara di berbagai desa dan kota sebanyak 84.000 buah. Di Pataliputta, Asoka membangun sebuah vihara besar dan megah. Di antara puluhan raja di dunia, nama Asoka tercatat dengan tinta emas. Asoka bagaikan bintang yang paling bersinar cemerlang di antara bintang-bintang yang ada di angkasa. Dengan bantuan Raja Naga Mahakala, Raja Asoka membuat patung Buddha dalam ukuran sebenarnya. BODHICITA TEMA 3 97

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA Asoka juga membuat dekrit di atas batu cadas gunung yang dikenal sebagai ‘Bhabru Edict’ yang terdiri atas 7 baris dan sebagian besar diambil dari ayat- ayat suci bahasa Pali. Dekrit tersebut berbunyi: “... Asoka menginginkan agar semua orang, biksu maupun orang awam membaca dan mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebab dengan berbuat demikian mereka, pria atau wanita akan menjadi orang yang lebih baik. Asoka memberi penghormatan yang tinggi kepada Buddha, Dharma, dan Sangha.” Selanjutnya, Asoka banyak melakukan perjalanan ziarah ke tempat-tempat agama Buddha. Di tahun pemerintahannya yang kedua puluh, ia mengunjungi Taman Lumbini, Buddha Gaya, Benares, dan Kusinara. Di tempat-tempat ini, ia mendirikan Pilar Asoka, vihara, stupa, dan bangunan lain untuk memberikan penghormatan kepada Buddha: ”... bahwa ia mengunjungi tempat itu untuk memberi penghormatan kepada tempat Buddha dilahirkan, Mencapai Penerangan Sempurna, Memutar Roda Dharma, dan Parinibbana. Raja Asoka membebaskan biaya kepada rakyat setempat untuk kunjungannya ke tempat-tempat tersebut. Ia mengakui bahwa kehidupan semua makhluk adalah suci. Oleh karena itu, Asoka tidak membenarkan binatang-binatang disembelih untuk dijadikan korban. Pada suatu hari, ia mengetahui bahwa binatang dalam jumlah besar disembelih di dapur istana untuk disantap oleh penghuni istana. Raja Asoka memerintahkan hanya menyembelih dua ekor ayam kalkun dan seekor rusa. Selanjutnya, ia menetapkan bahwa ini pun kemudian hari harus dihilangkan sama sekali. Asoka menginginkan agar rakyat mengembangkan kebajikan moral, antara lain: 1. taat kepada ajaran Buddha; 2. mengembangkan rasa kasih sayang kepada semua makhluk; 3. suka menolong orang lain dan tidak kikir; 4. menjaga kesucian hati, kelemah-lembutan; 5. menghormat dan patuh kepada orang tua dan guru; 6. bermurah hati dan ramah tamah kepada sahabat, kenalan, bahkan pelayan dan budak pun harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi. Dengan mencontoh pandangan Buddha tentang toleransi beragama, Asoka membuat dekrit di batu cadas gunung yang hingga kini masih dapat dibaca. Dekrit di batu cadas itu dikenal dengan nama Prasasti Batu Kalinga. Raja Asoka juga membuat daftar dari hewan yang harus dibebaskan dari penyembelihan, termasuk babi yang sedang mengandung, dan masih banyak lainnya. Ia senang bertemu dengan para biksu , petapa, dan brahmana yang terpelajar. Setelah melakukan diskusi dengan para rohaniawan tersebut, Asoka lalu memberikan dana yang besar. BODHICITA TEMA 3 98

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA Hal itu bukan saja dilakukan di negaranya sendiri, tetapi juga di negara tetangga, seperti Colas, Pandyas, Kerala, dan negara-negara lain, sampai Sri Lanka. Menurut pahatan di Rock Edict XIII, Asoka menerangkan bahwa ia mengirim Dharmaduta ke kerajaan yang jauh dari kerajaannya sendiri, yaitu ke Antiochus Antiyoko, raja dari Syiria; ke empat kerajaan yang lebih jauh lagi, yaitu Ptolemy Turameya dari Mesir; Antigonos Antakini dari Macedonia; Alexander Alikasundara dari Epirus satu wilayah kuno di Yunani Utara; Magas dari Cyrenia di Afrika Utara. Ia juga menyebut nama-nama seperti Yavanas, Kamboja, Pandyas, Colas, Andhras, Pulindas, Sri Lanka, dan lain-lain. Pada tahun ke-18 pemerintahannya, atas permohonan Devanampiyatissa, Assoka mengirim putrinya, Sanghamitta, ke Sri Lanka dengan membawa cangkokan dari pohon Bodhi yang tumbuh di Buddha Gaya. Sanghamitta kemudian membentuk dan memimpin sangha biksuni yang pertama di Sri Lanka. Sebelum itu, Asoka mengirim cucunya, Sumana, ke Sri Lanka dengan dibekali beberapa relik dan mangkuk untuk mengumpulkan makanan dari Buddha. Mari Beraktivitas 1. Mari bernyayi bersama Petunjuk guru: Ajak para siswa untuk mengenal dan menghafalkan lirik lagu di bawah ini. Setelah itu ajak mereka untuk bernyanyi bersama. ~Inti Ajaran Buddha~ Cipt : Bhante saddhanyano Sejak dulu sekarang juga nanti, Tetap sama inti ajaran buddha, Walau beda cara juga bahasa, Namun satu tujuan ke nibbana. Reff : Berusaha tak berbuat kejahatan, Bersemangat berbuat kebajikan, Mensucikan hati juga pikiran, Agar hidup selalu damai dan tentram. BODHICITA TEMA 3 99

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA 2. Mari mewarnai Petunjuk guru : Hubungkan titik-titik sesuai urutan nomor agar gambar Buddha menjadi lengkap. Warnai gambar berikut ini dengan baik dan buat seindah mungkin! 3. Membuat Dharmacakra Petunjuk guru : Kali ini kita akan membuat roda dharma atau dharma cakra. Dharmacakra adalah lambang dari Dharma yang merupakan rangkaian lingkaran sebab musabab yang saling berangkai. 8 jari-jari ditengahnya melambangkan 8 jalan untuk melenyapkan penderitaan. Untuk kegiatan ini perhatikan langkah dan bahan berikut! BODHICITA TEMA 3 100

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA Alat & Bahan : 1. Kertas origami berbagai warna. 2. Pensil 3. Gunting 4. Kertas Karton/ Buffalo/ Kertas lain yang cukup tebal hitam/gelap/putih. 5. Lem Cara membuat : 1. Ambil 1 lembar kertas origami dengan warna yang cerah lipat menjadi 8 di sumbu tengah seperti gambar berikut. Lipatan I Lipatan II Lipatan III Lipatan IV 2. Buatlah pola gambar tipis pada salah 1 sisi kertas yang telah dilipat dengan menggunakan pensil sesuai pola potong berikut. Lalu guntinglah mengikuti pola pada gambar 1! Lalu bukalah lipatanmu pastikan bentuknya menyerupai gambar 2! Gambar 1 Gambar 2 3. Buatlah lagi beberapa potong roda dharma! Kumpulkan beberapa gambar roda dharma dengan berbagai warna dan ukuran, temple dengan lem pada kertas karton, buffalo atau kertas tebal lainnya! BODHICITA TEMA 3 101

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA Mari Merenungi Mari dalam sikap duduk bersila, memejamkan mata dan beranjali. Simaklah kalimat berikut ini. Setelah itu tirukan untuk diucapkan, dan renungi. \"Memahami agama dengan seutuhnya akan menciptakan rasa toleransi sebesar-besarnya.\" Membiasakan Diri Kali ini carilah 1 buku dharma, bisa dharmapada, buku riwayat Buddha, cerita jataka atau buku karya Mahaguru. Tugasmu mudah bacalah setiap hari minimal 1 bab/ bagian. Lalu silanglah sesuai jumlah bab yang dibaca Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7 Tulis Judul Buku: ………… ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ Ttd Ortu Ttd guru …….. …….. BODHICITA TEMA 3 102

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA TEMA 3 : PENCAPAIAN “Hari Suci Waisak” Sharing Dharma Hyang Catur-ratna, Guru, Buddha, Dharma dan Sangha Om Guru Liansheng Siddhi Hum Sembah sujud kepada Mahamula Acarya dan Sang Triratna. Sahabat Sedharma yang berbahagia, terimalah salam kasih dalam Dharma Om Awignam Astu Namo Buddhaya. Sahabat sedharma, hari ini kita akan menyimak sebuah penjelasan tentang Hari Suci Waisak, setelah itu akan ada aktivitas yang kita lakukan bersama untuk memperdalam pemahaman kita. Sahabat sedharma, pada pertemuan hari ini kita akan sharing dharma tentang hari Waisak. Tentunya kalian sudah pernah mengikuti perayaan Waisak bukan? Dimana kalian merayakan Waisak tahun ini? Tahukah kalian sejarah dari perayaan Waisak tersebut? Mari kita bahas bersama. A. Tradisi Waisak dan Sejarah Waisak Waisak merupakan nama salah satu bulan dalam penanggalan India Kuno yang juga disebut Vesakha, Vesak, atau Wesak, dan pada penanggalan masehi jatuh pada bulan Mei-Juni. Hari Waisak memperingati tiga peristiwa, yaitu kelahiran Pangeran Sidharta, Petapa Gotama mencapai penerangan sempurna dan Buddha Gotama merealisasi Nibbana. Hari Waisak dirayakan pada waktu purnama bulan Waisaka. Tiga peristiwa ini dinamakan \"Trisuci Waisak\". Keputusan merayakan Trisuci ini dinyatakan dalam Konferensi Persaudaraan Buddhis Sedunia (World Fellowship of Buddhists - WFB) yang BODHICITA TEMA 3 103

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA pertama di Sri Lanka pada tahun 1950. Perayaan ini dilakukan pada purnama pertama pada bulan Mei. Terdapat perbedaan cara umat Buddha di berbagai belahan dunia dalam merayakan Waisak bergantung tradisinya masing-masing. Di Indonesia, perayaan Waisak umumnya diselenggarakan di kompleks Candi Borobudur. Dalam pelaksanaannya terdapat beberapa rangkaiannya pokok Waisak yang meliputi: 1. Pengambilan air berkat di kawasan mata air Jumprit, Temanggung, Jawa Tengah. 2. Menyalakan obor yang menggunakan sumber api alam dari daerah Mrapen, Grobogan, Jawa Tengah. 3. Melaksanakan ritual Pindapatta dengan mempersembahkan dana makanan kepada para biksu sebagai bentuk praktik kebajikan kebajikan. 4. Samadhi pada detik-detik waisak. Penentuan bulan purnama ini adalah berdasarkan perhitungan falak, sehingga puncak purnama dapat terjadi pada siang hari. Selain kegiatan pokok, perayaan Waisak juga umumnya dimeriahkan dengan pawai serta acara kesenian lainnya. Perayaan Waisak di Borobudur selalu menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik maupun wisatawan asing. Di Nepal, perayaan Waisak dikenal dengan sebutan Buddha Jayanti, umat Buddha dari berbagai penjuru dunia mengunjungi Lumbini tempat kelahiran Buddha untuk sembahyang di kuil. Sedangkan di Thailand, Hari Waisak atau Visakha Bucha biasanya digelar di King's Grand Palace, Bangkok dengan menyalakan ribuan lilin di sekitar arca Buddha. Sementara di Korea Selatan, perayaan Waisak akan dimulai seminggu sebelum hari-H. Umat Buddha Korea Selatan mendekorasi candi dan kuil dengan lentera warna-warni. BODHICITA TEMA 3 104

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA Ketika beribadah di kuil, umat Buddha Korea Selatan juga melakukan tradisi menulis harapan dan menggantungkannya di lentera. Sejarah Hari Waisak dan tanggal peringatannya ini telah ditetapkan sebagai hari libur Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Indonesia Nomor 3 tahun 1983 tanggal 19 Januari 1983. B. Makna Waisak Waisak atau yang dikenal sebagai Trisuci Waisak merupakan sebuah hari suci yang memperingati 3 peristiwa penting. 1. Kelahiran Bodhisatva Pangeran Sidharta Pangeran Siddharta merupakan seorang putra dari pasangan Raja Sudodhana dan Ratu Mahamaya yang lahir di Taman Lumbini pada tahun 623 sebelum Masehi. 2. Petapa Gotama mencapai Nibbana (Penerangan Sempurna) Pada usia 29 tahun, Pangeran Siddharta pergi meninggalkan istana untuk mencari kebebasan dari umur tua, sakit dan mati dengan jalan menjadi petapa suci. Tepatnya saat Purnama Sidhi bulan Waisak yang jatuh pada 588 sebelum Masehi, Petapa Gotama mencapai Penerangan Agung serta mendapat gelar sebagai Buddha. 3. Buddha Gotama merealisasi Parinibbana Di usia 80 tahun, Sang Buddha wafat atau merealisasi parinibbana di Kusinara pada 543 sebelum Masehi. Para pengikutnya pun melakukan sujud sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada Sang Buddha. Pada hari Waisak umat Buddha diharapkan dapat merenungkan tiga peristiwa penting yang diperingati saat itu, yaitu merenungkan kelahiran Pangeran Siddharta, merenungkan Petama Gotama mencapai penerangan sempurna, dan merenungkan Buddha Gotama merealisasi Parinibbana. Dengan demikian makna perayaan Waisak bukan sekadar mengingat kembali tiga peristiwa penting “Tri Suci Waisak” tetapi umat Buddha diharapkan dapat merenungkan kembali tiga peristiwa suci tersebut. C. Tradisi Memandikan Rupang Sakyamuni Pangeran Sidharta lahir di Taman Lumbini. Pada saat kelahirannya terjadi keajaiban, yaitu Pangeran Sidharta dapat berjalan tujuh langkah, dan setiap langkahnya menghasilkan bunga teratai yang merekah indah. Tangan kanannya menunjuk keatas seraya mengucapkan syair “Akulah Pemimpin dunia ini, BODHICITA TEMA 3 105

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA Akulah tertua di dunia ini, Akulah teragung didunia ini, Inilah kelahiranku yang terakhir, Tak akan ada lagi kelahiran bagiku”. Dalam perayaan hari Waisak, setelah pelaksanaan puja, meditasi dan pembabaran Dharma biasanya dilaksanakan ritual pemandian rupang Pangeran Sidharta Gotama. Rupang tersebut adalah rupang Pangeran Sidharta ketika dilahirkan dengan tangan menunjuk keatas. Maknanya adalah pemurnian atau pembersihan batin kita. D.Mudra dan Mantra Sakyamuni Buddha Mudra berasal dari bahasa sansekerta yang berarti tanda. Mudra sering diindikasikan sebagai isyarat tangan. Namun, mudra memiliki makna spiritual yang lebih dalam. Gambar di samping merupakan Mudra Sakyamuni Buddha: Mantra adalah bunyi, suku kata, kata, atau kalimat yang dianggap mampu menciptakan perubahan secara spiritual. Umat Buddha dari aliran tantrayana mewujudkan ritual puja bhakti dalam bentuk pelatihan atau sadhana dalam rangka melatih yoga atau kondisi spiritual kita. Dalam rangka waisak biasanya mudra dan mantra yang digunakan adalah untuk memuja dan menyebut nama agung dari Sakyamuni Buddha. Sakyamuni Buddha adalah Buddha yang berasal dari keturunan Sakya, yaitu beliau Buddha Gotama. Berikut ini adalah Mantra Sakyamuni Buddha : Om. Muni Muni. Maha Muni. Sakyamuni. Svaha. Selain mantra tersebut, ada juga versi lain dari mantra ini yang biasa dilafalkan bernada sambil bernyanyi yaitu : Namo Sakyamuni Buddhaya Menyimak Cerita Berikut ini ada sebuah kisah tentang kelahiran Buddha. Simak kisahnya! BODHICITA TEMA 3 106

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITA Lahirnya Bodhisatva Sakyamuni Pada Zaman dahulu, di kerajaan Kapilavatthu India terdapat seorang Raja bernama Raja Suddhodana yang mempunyai istri bernama Ratu Mahamaya. Mereka sudah lama menikah, namun anak yang mereka dambakan belum juga mereka peroleh, sampai suatu waktu Ratu Maya mencapai umur 45 tahun. Ketika itu Ratu Maya ikut serta dalam perayaan Asalha yang berlangsung selama tujuh hari. Setelah perayaan selesai Ratu Maya mandi dengan air wangi, mengucapkan janji uposatha (puasa buddhis) dan kemudian masuk ke kamar tidur. Sewaktu tidur Ratu Maya memperoleh impian yang aneh sekali. Ratu bermimpi bahwa empat orang Dewa agung telah mengangkatnya dan membawanya hingga ke Gunung Himalaya dan meletakkannya di bawah pohon Sala. Kemudia para istri dewa-dewa tersebut memandikannya di danau Anotatta, menggosoknya dengan minyak wangi dan kemudian memakaikannya pakaian-pakaian yang biasa di pakai para dewata. Selanjutnya Ratu di pimpin masuk kesebuah istana emas dan direbahkan di sebuah dipan yang bagus sekali. Di tempat itulah seekor gajah putih dengan memegang sekuntum bunga teratai di belalainya memasuki kamar, mengelilingi dipan sebanyak tiga kali untuk kemudian memasuki perut Ratu Maya dari sebelah kanan. Ratu memberitahukan impian ini kepada Raja dan Raja lalu memanggil para Brahmana untuk menanyakan arti impian tersebut. Para Brahmana menerangkan bahwa Ratu akan mengandung seorang bayi laki-laki yang kelak akan menjadi seorang Cakkavatti (Raja dari semua raja) atau seorang Buddha. Memang sejak hari Ratu mengandung dan Ratu Maya dapat melihat jelas bayi itu dalam kandungannya yang duduk dalam sikap meditasi dengan muka menghadap ke depan. 10 bulan kemudian di bulan Vaisak Ratu memohon kepada Raja untuk dapat bersalin di rumah ibunya di Devadaha. Dalam perjalanan ke Devadaha tibalah rombongan Ratu di Taman Lumbini yang indah sekali Di kebun itu Ratu memintahkan rombongan berhenti untuk istirahat. Dengan gembira Ratu berjalan-jalan di taman dan berhenti di bawah pohon Sala. Pada waktu itulah Ratu merasa perutnya agak kurang enak. Dengan cepat dayang- dayang membuat tirai sekeliling Ratu. Ratu berpegangan pada dahan pohon Salad an dalam sikap berdiri itulah Ratu melahirkan seorang bayi laki-laki, ketika itu tepat purnama sidi di bulan Vaisak tahun 623 SM (623 tahun sebelum tahun 1). BODHICITA TEMA 3 107

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITA Empat Maha Brahma menerima bayi itu dengan jaring emas. Dari langit turunlah air hangat bercampur dingin untuk memandikan anak itu, walaupun sebetulnya sang bayi sudah bersih, tanpa darah yang melekat. Bayi itu kemudian berdiri tegak, berjalan tujuh langkah. Setiap dia menapak, di bawah kakinya tumbuhlah bunga teratai, lalu ia berkata : “Akulah pemimpin di dunia ini akulah tertua di dunia ini akulah teragung di dunia ini inilah kelahiranku yang terakhir tak akan ada tumimbal lahir lagi”. Seorang pertapa yang bernama Asita (yang juga disebut Kaladevala) sewaktu bermeditasi di Pegunungan Himalaya, diberitahukan oleh para dewa dari alam Tavatimsa bahwa seorang bayi telah lahir yang kelak akan menjadi Buddha. Pada hari itu juga pertapa Asita berkunjung ke istana Raja Suddhodana untuk melihat bayi tersebut. Setelah melihat Sang bayi dan memperhatikan adanya 32 tanda dari seorang Mahapurisa (“orang besar”), pertapa Asita memberi hormat kepada Sang bayi, yang kemudian diikuti juga oleh Raja Suddhodana. Setelah memberi hormat, pertapa Asita tertawa gembira tetapi kemudian menangis. Menjawab pertanyaan Raja Suddhodana, pertapa Asita menerangkan bahwa Sang bayi kelak akan menjadi Buddha, namun karena usianya sudah lanjut maka ia sendiri tidak lagi dapat menunggu bayi itu kelak memulai memberikan Ajaran- Nya. Selanjutnya pertapa Asita mengatakan bahwa Pangeran kecil itu kelak tidak boleh melihat empat peristiwa, yaitu : Orang tua. Orang sakit. Orang mati. Pertapa suci. Kalau pangeran kelak melihat empat peristiwa tersebut, maka Beliau akan segera meninggalkan istana dan bertapa untuk menjadi Buddha. BODHICITA TEMA 3 108

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA Mari Beraktivitas 1. Mari bernyayi bersama Petunjuk guru: Kita akan belajar sebuah lagu yang biasa dinyanyikan saat merayakan waisak. Mintalah gurumu mengajarkannya dan nyanyikan dengan riang gembira. ~Malam Suci Waisak~ Cipt : Bhante Girrirakkhito Malam suci sunyi bulan purnama siddhi Pada satu hari waktu bulan Waisak Purnama Sang Gotama Muni di bawah pohon Bodhi Duduk bersamadhi melaksanakan mawas diri Tercapainya Samyak Nyata pengetahuan sempurna Parinibbana buahnya leburlah Awidya DiketemukanNya Arya Thangika Magga Jalan Tengah Kramat tuk mencapai Dukka Nirodha Malam Purna Chandra dalam bulan Waisaka Samana Gotama duduki di bawah pohon Bodhi Sedang mawas diri sampai Samma Samadhi Lahir batin menjadilah tenang tak tergoncangkan Nampak pada Sang Samana Magga untuk mengakhiri Dukka derita Samsara Arya Tangika Magga Berkah nan termulia Waisaka Purna Chandra Gautama Sang Buddha lahir Tribuana berbahagia 2. Mari Menulis Ucapan Selamat Waisak Petunjuk guru : Bagi siswa usia Pra Sekolah ajak mereka menebalkan dan membaca tulisan berikut! Bagi siswa usia SD ajaklah mereka membuat kartu selamat waisak kreatif, Lalu bagi siswa SMP-SMA/K minta mereka membuat konten ucapan waisak kreatif untuk di posting di media sosialnya! Selamat hari raya waisak Semoga Bahagia BODHICITA TEMA 3 109

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA 3. Mari mewarnai Petunjuk guru : Ini adalah gambar bayi Bodhisattva ketika lahir dan memunculkanteratai di tempat yang dipijak. Warnai gambar berikut ini dengan baik dan buat seindah mungkin! BODHICITA TEMA 3 110

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA Mari Merenungi Mari dalam sikap duduk bersila, memejamkan mata dan beranjali. Simaklah kalimat berikut ini. Setelah itu tirukan untuk diucapkan, dan renungi. \" Sang Budhha Gotama, Sang Bhagava, Beliau adalah Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai penerangan Sempurna : Sempurna pengetahuan serta tindak- tanduk-Nya. Sempurna menempuh Sang Jalan ke Nibbana, Pengetahu segenap alam. Pembimbing manusia yang tiada taranya. Guru para dewa dan manusia, Yang Sadar, Yang patut Dimuliakan.” Membiasakan Diri Kali ini biasakan menjapa mantra Mahaguru 7x + mantra sakyamuni 21x setiap hari. Lakukan ini 7 hari ke depan dengan melakukan ceklist setiap hari! “Om Guru LianSheng Siddhi Hum” (7x) “Om Muni Muni Maha Muni Sakyamuni Svaha” (21x) Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7 Sudah / Tidak Sudah / Tidak Sudah / Tidak Sudah / Tidak Sudah / Tidak Sudah / Tidak Sudah / Tidak Terlaksana Terlaksana Terlaksana Terlaksana Terlaksana Terlaksana Terlaksana Ttd Ortu Ttd guru …….. …….. BODHICITA TEMA 3 111

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA TEMA 3 : PENCAPAIAN “Buddha Mahkluk Agung” Sharing Dharma Hyang Catur-ratna, Guru, Buddha, Dharma dan Sangha Om Guru Liansheng Siddhi Hum Sembah sujud kepada Mahamula Acarya dan Sang Triratna. Sahabat Sedharma yang berbahagia, terimalah salam kasih dalam Dharma Om Awignam Astu Namo Buddhaya. Sahabat sedharma, pada kesempatan ini kita akan menyimak sebuah penjelasan tentang Dharma Sang Buddha, setelah itu akan ada aktivitas yang kita lakukan bersama untuk memperdalam pemahaman kita. Pada pertemuan hari ini kita akan sharing dharma tentang Buddha Makhluk Agung. Buddha merupakan gelar bagi seseorang yang telah mencapai penerangan sempurna, merealisasi Nibbana. Tentu hal yang tidak mudah untuk terlahir menjadi seorang Buddha. Untuk merealisasi Nibbana, Buddha Gotama harus menyempurnakan parami-nya selama ribuan kalpa. Dari satu kelahiran ke kelahiran selanjutnya, hingga di kelahiran terakhirnya sebagai Pangeran Sidharta. Mari kita kupas bersama sepuluh parami yang telah disempurnakan oleh Buddha Gotama dan berbagai mukjizat Buddha Gotama di masa kehidupannya. A. Mengenal Sifat Luhur Buddha Gotama Mengulik lebih dalam mengenai sifat ataupun nilai-nilai yang ada pada Sang Buddha, kita akan menemukan karakter-karakter baik yang pada dasarnya bisa kita terapkan dalam menjalankan kehidupan kita sehari-harinya. Buddha dapat diartikan sebagai simbol dari hidup yang berkesadaran. Berkesadaran diambil dari kata sadar yang berarti seseorang yang sadar akan kebenaran tentang apa yang ia pikirkan, ucapkan dan perbuat. Sebagai siswa Sang Buddha kita sangat beruntung karena Sang Buddha telah mengajarkan kita kebenaran yang sesungguhnya, kebenaran yang tidak akan lapuk oleh waktu dan kebenaran yang dipuji oleh para bijaksanawan yaitu Dharma. Karakter-karakter Buddha yang dapat kita jalankan dikehidupan sehari-hari adalah Dasa-Paramita. BODHICITA TEMA 3 112

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA Dasa-paramita atau 10 Kesempurnaan yang harus disempurnakan oleh Pertapa Sumedha selama Empat Asankkheyya Kappa ditambah 100.000 Maha-Kappa (Siklus dunia) yang tak terhitung lamanya sebelum akhirnya lahir menjadi Pangeran Siddharta Gautama dari Suku Sakya kemudian menjadi seorang Samma Sang Buddha atau Buddha Gautama. Artinya berkali- kali kehidupan sebelum terlahir sebagai Pangeran Siddharta, beliau telah melatih 10 paramitta dalam berbagai kelahiran. Berikut ini ialah Dasa-Paramita yang menjadi karakter utama yang dimiliki Buddha Gotama: 1. Dana-Paramita: Kemurahan hati Berbagi kepada sesama dan tidak melekat dengan apa yang dimiliki atau serakah. 2. Sila-Paramita: Berbudi baik dan menjalankan moralitas (Pancasila Buddhis dan diatasnya) 3. Nekkhama-Paramita: Pelepasan Keduniawian atau Ikhlas dalam menjalani hidup bukan meratapi nasib ataupun takdir. 4. Panna-Paramita: Kebijaksanaan dalam bertindak maupun mengambil keputusan. 5. Viriya-Paramita: Semangat dalam menjalani kehidupan 6. Khanti-Paramita: Kesabaran dalam melewati rintangan dan godaan dalam lingkaran samsara. 7. Sacca-Paramita: Kebenaran atau kejujuran dalam berucap dan bertindak. 8. Adhittana-Paramita: Kebulatan tekad dalam mencapai mimpi dan harapan. 9. Metta-Paramita: Cinta Kasih atau berbagi kebahagian secara menyeluruh (universal) 10. Upekkha-Paramita: Keseimbangan Batin atau tidak goyah layaknya batu karang B. Mukjizat Buddha Gotama Mukjizat merupakan keajaiban yang dapat dilakukan oleh seseorang yang memiliki kemampuan lebih daripada orang biasa. Banyak sekali mukjizat yang dilakukan Buddha semasa hidupnya. Mulai ketika Pangeran Siddharta dilahirkan hingga Buddha merealisasi Parinibbana. Berikut ini adalah Mukjizat - Mukjizat Buddha : 1. Kelahiran Pangeran Siddharta Pangeran Siddharta lahir di Taman Lumbini, di bawah sebuah pohon sala besar. Ratu Mahamaya melahirkan dalam posisi berdiri. Empat Dewa Maha-Brahma menerima sang bayi dengan jala terbuat dari emas dan kemudian dari langit turun air dingin dan panas untuk memandikan sang bayi sehingga menjadi segar. Sang bayi sendiri sudah bersih karena tiada darah atau noda lain yang melekat pada BODHICITA TEMA 3 113

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA tubuhnya. Bayi itu kemudian berdiri tegak dan berjalan tujuh langkah di atas tujuh kuntum bunga teratai ke arah utara. Setelah berjalan tujuh langkah bayi itu dengan sikap tangan kanan menunjuk atas dan tangan kiri menunjuk bawah mengucapkan kata-kata sbb: Akulah Pemimpin dunia ini, Akulah tertua di dunia ini, Akulah teragung didunia ini, Inilah kelahiranku yang terakhir, Tak akan ada lagi kelahiran bagiku”. 2. Perayaan Membajak Sawah Satu peristiwa menakjubkan terjadi pada masa kanak-kanak Pangeran Siddharta. Untuk memajukan pertanian, Raja menyelenggarakan upacara membajak sawah. Hal ini disambut gembira oleh seluruh rakyat karena semua akan bercampur baur di tengah sawah tidak peduli golongan kaya atau miskin. Raja Suddhodana tidak ketinggalan untuk mengikuti acara tersebut dengan menggunakan bajak yang terbuat dari emas Raja turun ke sawah. Pangeran Siddharta ditinggal bersama pengasuhnya didalam kereta, namun para pengasuh meninggalkan Pangeran seorang diri . Berlawanan dengan keriangan perayaan, keadaan di bawah pohon jambu sangat tenang dan sunyi. Setelah melihat keadaan, Pangeran meninggalkan kereta dan menuju pohon jambu untuk melakukan meditasi. Dengan posisi duduk bersila, menggunakan obyek anapanassati Pangeran berhasil mencapai jhana I (keadaan tenang yang luar biasa). Dalam keadaan tersebut Pangeran Siddharta mampu meringankan tubuhnya ke udara. Para pengasuhnya kaget melihat keadaan Pangeran duduk tenang di bawah pohon jambu yang senantiasa memayungi tubuh Pangeran dari sengatan matahari. Mendengar bahwa anaknya bermeditasi Raja langsung keluar dari arena perayaan dan menemui anaknya yang sedang bermeditasi. Setelah melihat keadaan anaknya yang tenang sambil memberi salam beliau berkata : “ anakku, inilah penghormatanku yang kedua” 3. Patta yang Melawan Arus Air Sungai Sebelum mencapai penerangan sempurna Pangeran Sidharta menuju Bodhagaya dengan membawa patta (mangkuk) kosong. Ia menuju ke tepi Sungai Nerañjara dalam perjalanannya ke Gaya. Tiba di tepi sungai Pertapa Gotama melempar mangkuknya ke tengah sungai dan berkata, “Kalau memang waktunya sudah tiba, mangkuk ini akan mengalir melawan arus dan bukan mengikuti arus.” Suatu keajaiban terjadi karena mangkuk itu ternyata mengalir melawan arus. BODHICITA TEMA 3 114

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA 4. Buddha menciptakan Jembatan emas Setelah mencapai penerangan sempurna, Sang Buddha melihat keragu- raguan para dewa atas pencapaiannya. Dalam minggu ke 3 pencapaian nibbana, Sang Buddha berjalan mondar -mandir di atas jembatan emas yang diciptakan-Nya di udara karena melalui mata dewa- Nya, Sang Buddha mengetahui bahwa ada dewa-dewa di surga yang masih meragukan apakah Beliau benar telah mencapai Penerangan Agung atau belum ??? Ratana camkamana: jembatan permata diciptakan untuk menghilangkan keragu- raguan dari para dewa. Ini diperbuat sang Buddha, bukanlah untuk menyombongkan diri atau pamer – pemeran. Tetapi semata-mata hanyalah untuk menyadarkan para dewa. 5. Buddha menciptakan kamar batu permata Dalam minggu ke 4 Sang Buddha berdiam di kamar batu permata yang diciptakan-Nya. Di kamar permata itulah Sang Buddha bermeditasi mengenai Abhidhamma yaitu ajaran mengenai ilmu jiwa dan metafisika. Batin dan badan jasmani-Nya telah menjadi demikian bersih sehingga mengeluarkan sinar-sinar berwarna biru (Melambangkan Bhakti), kuning (Kebijaksanaan), merah (Cinta Kasih), putih (Kesucian), jingga (Semangat) dan campuran kelima warna tersebut. 6. Buddha mengalahkan 3 anak mara Dalam minggu ke 5 Sang Buddha bermeditasi di bawah pohon AjapalaNigrodha (pohon beringin), tidak jauh dari pohon Bodhi. Disinilah tiga orang anak Mara yaitu Tanha, Arati dan Raga masih berusaha untuk mengganggu-Nya. Mereka menampakkan diri sebagai tiga orang gadis yang elok dan menggiurkan yang dengan berbagai macam tarian, diiringi nyanyian yang merdu dan bisikan yang memabukkan, berusaha untuk merayu dan menarik perhatian Sang Buddha. Tetapi dengan keagungan dan keteguhan yang dimiliki Sang Buddha akhirnya tiga orang dewi hawa nafsu meninggalkan Sang Buddha. 7. Buddha dilindungi ular Mucalinda Sang Buddha bermeditasi di bawah pohon Mucalinda. Karena waktu itu turun hujan yang lebat dan spontanitas, muncullah seekor ular kobra yang besar sekali dan melibatkan badannya tujuh kali memutari badan Sang Buddha dan kepalanya memayungi Sang Buddha supaya tidak sampai terkena air hujan. Waktu hujan berhenti, ular itu berubah bentuknya menjadi seorang anak muda. Pada waktu itulah Sang Buddha mengucapkan kata-kata sebagai berikut: “Berbahagialah bagi mereka yang bisa merasa puas. Berbahagialah bagi mereka yang dapat mendengar dan melihat BODHICITA TEMA 3 115

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA kesunyataan. Berbahagialah bagi mereka yang bersimpati kepada makhluk-makhluk lain di dunia ini. Lenyapnya “Sang Aku” merupakan berkah yang tertinggi”. 8. Keajaiban Patta milik Buddha Masih ingatkah kalian dengan peristiwa Petapa Gotama melempar patta yang dimilikinya ke sungai Neranjara? Nah karena patta milik petapa Gotama telah dilempar ke sungai Neranjara, maka beliau tidak memiliki patta lagi. Sehingga untuk menerima persembahan makanan yang pertama kali sebagai Buddha, secara bersamaan para dewa memberikan patta kepada Buddha. 9. Mukjizat ganda Mukjizat ini diperlihatkan tujuh tahun setelah pencerahan Buddha Gotama, di kota Shravasti. Mukjizat ini terjadi dalam sebuah pertandingan unjuk kebolehan dengan kaum sesat, yang ingin memperlihatkan mukjizat mereka sendiri. Di Shravasti, dengan berdiridi atas lintasan berhiaskan permata, Buddha melanjutkan untuk memperlihatkan Mukjizat Ganda, yang tidak tercapai oleh muridnya yang mana pun dan disebut demikian karena munculnya fenomena sifat yang saling bertentangan secara berpasangan, yakni memancarkan api dari bagian atas tubuhnya dan aliran air dari bawah, dan kemudian secara bergantian. Lidah api dan aliran air juga muncul bergantian dari sisi kanan dan dari kiri tubuhnya. Mukjizat ini dianggap sebagai mukjizat Buddhis yang terbaik di antara yang lain, dan digambarkan dalam banyak pose arca dan lukisan. Mukjizat ini terjadi sebelum kunjungan Buddha ke Surga Tavatimsa, tempat di mana Mahamaya, ibunya dilahirkan kembali dan Buddha sendiri menuju ke sana untuk membabarkan Abhidharma kepada ibunya. 10. Brahma Pada suatu kesempatan, Buddha terbang menuju dunia Brahma, dan menjelaskan kepada Brahma bahwa semua hal yang berkondisi adalah tidak abadi dan selalu berubah. Setelah meyakini ucapan Buddha, Brahma memutuskan untuk mengikuti nasihat Buddha. Belakang Brahma memohon sebuah pertandingan unjuk kebolehan di selang mereka berdua. Dimanapun Brahma bersembunyi, Buddha dapat menemukan lokasinya berada. Belakang giliran Buddha bersembunyi dalam kesunyataan dan meditasi, tetapi Brahma tidak dapat menemukan beliau. Keyakinan Brahma terhadap Buddha meningkat belakang suatu peristiwa kejadian ini. BODHICITA TEMA 3 116

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA 11. Buddha menjinakkan gajah ad ........................ ha. Devadatta adalah sepupu Buddha. Devadatta tersiksa oleh kecemburuannya terhadap Buddha. Setelah merencanakan siasat untuk membunuh Buddha Gautama, Devadatta melepaskan seekor gajah yang diproduksi mabuk terlebih dahulu. Gajah ini bernama Nalagiri atau Dhanapala. Ketika gajah yang mabuk ini berlari menuju kota tempat Buddha berdiam, seorang wanita yang ketakutan secara tidak sengaja melepaskan bayinya di depan kaki Buddha. Tepat ketika gajah itu berhasrat menginjak anak tersebut, Buddha dengan tenang meraih dan menyentuh kening gajah itu. Gajah itu menjadi tenang dan diam, belakang bersujud di depan Buddha. 12. Mukjizat air bersih Buddha Gautama menginginkan muridnya Ananda untuk mengambilkan cairan minum dari sumur. Ananda berulang kali mengatakan kepada Buddha bahwa sumur itu kotor dan dipenuhirumput dan tanah, dan oleh karenanya tidak dapat diminum. Meskipun demikian, Buddha terus menginginkan Ananda untuk mengambil cairan dari sumur tersebut. Ananda pun kemudia bepergian mengambil cairan dari sumur itu. Ketika Ananda berlangsung menuju sumur itu, Buddha melenyapkan rumput dan tanah di sumur tersebut sehingga cairan di dalam sumur itu pun menjadi bebas sama sekali dari kotoran dan jernih. 13. Kekuatan mengendalikan alam Mahajima Nikaya menyebutkan bahwa Buddha memiliki kekuatan super yang melebihi makhluk apapun, termasuk kemampuan berjalan di atas air (terdapat dalam Angutara Nikaya). Buddha dapat melipat gandakan dirinya sendiri hingga satu juta, dapat menuju luar angkasa dan mengunjungi alam surga, dapat membuat dirinya sebesar raksasa dan sekecil semut, dapat berjalan menembus gunung, dapat menembus perut bumi. Kekuatan ajaib lainnya sama seperti kemampuan yang dimiliki oleh para Arahat, hal ini termasuk Iddhi, telepati, telinga dewa (mampu mendengar dengan jelas dari bermil-mil jauhnya), mata dewa, dan kemampuan melihat kehidupan-kehidupan masa lampau. Kemampuan ini dijelaskan dalam \"MahasihanadaSutta\" dan sutta-sutta lain. Buddha memang manusia, tapi hasil latihan yang telah dilakukan di ribuan kali kelahiran, beliau memiliki berbagai hal hebat. Kisah-kisah tadi bukti kehebatan beliau yang menunjukkan bahwa Buddha adalah spesial. Namun demikian, hal paling hebat dari Buddha adalah penemuan akan dharma yang diajarkan kepada kita. Dengan mengenal berbagai mukjizat Buddha mari berbangga hati menjadi umat dari seorang yang hebat. BODHICITA TEMA 3 117

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA Menyimak Cerita Simaklah kisah ketika Bodhisattva Gotama di suatu kehidupan lampaunya ketika terlahir sebagai Pangeran bernama Vessantara berikut ! Vesantara Jataka Pada suatu masa hiduplah seorang raja bernama Sandumaha yang terkenal kebajikan, keberanian, serta kebaikan hatinya. Bodhisatva terlahir sebagai putranya, Vessantara, dan tumbuh sebagai pahlawan kebajikan serta pengetahuan. Vessantara mempraktikkan kemurahan hati sampai ke tingkatan tertinggi. Satu-satunya perang yang dijalaninya adalah perang melawan rasa lapar dan haus, penyakit, serta kemiskinan. Segala bencana yang datang menimpa dihalaunya dengan panah kemurahan hati yang dimilikinya. Kemurahan hati Vessantara tersebar ke mana-mana dan dimanfaatkan raja tetangga yang iri dengan mengirim orang menyamar sebagai Brahmana dan berhasil memperdayanya menyerahkan gajah putih kerajaan. Ketika rakyat mendengar peristiwa ini, mereka menjadi sangat marah dan menghadap raja menyampaikan keberatan keberuntungan negeri yang ditakuti semua raja diambil begitu saja.Rakyatnya yang marah menyatakan seorang pangeran yang pantas menjadi raja adalah ia yang memerintah dengan tangan besi, dan bukan dengan kemurahan hati yang berlebihan karenanya pangeran harus dibuang ke hutan hukuman. Vessantara terkejut mendapat kabar tersebut dari orang kepercayaan raja. Setelah itu, ia bersiap pergi ke hutan dan istri tercintanya, Mantridevi juga memilih ikut ke mana pun ia pergi, jauh dari orang-orang jahat, hidup dengan bahagia dan puas, meski menyendiri. Sementara itu, di istana raja, terdengar ratapan orang sakit, miskin dan kaum rendahan atas kepergiannya. Vessantara memberikan semua kekayaan miliknya kepada mereka yang miskin dan membutuhkan dengan senyum ramah dan ajaran baik. Vessantara pergi dari kota tercintanya dengan perasaan damai, dan kaum malang yang juga dicintainya memberkati kepergiannya. Akhirnya ia tiba di hutan hukuman di Gunung Vanka. Di atasnya telah berdiri sebuah gubuk yang terbuat dari dedaunan, bersiap menyambut mereka. Gubuk ini dibuat sendiri oleh Visvakarma, arsitek para dewa, setelah mendapat perintah dari Raja Dewa Sakra. Vessantara bersama istri dan kedua anaknya segera menetap di dalam hutan tersebut dengan perasaan gembira. Suatu hari, Vessantara bersukacita melihat kehadiran seorang Brahmana dan mengundangnya masuk ke dalam untuk beristirahat dan makan. Brahmana tersebut, yang sebenarnya dikirim oleh istrinya untuk bertemu Vessantara karena telah terkenal kemurahan hatinya menyatakan keinginan meminta anak anaknya memberi pertolongan pada istrinya yang sudah tua. Permintaan ini menusuk hati Vessantara, namun karena mengingat ikrarnya untuk tak pernah menolak permintaan orang lain, ia menjawab dengan tenang untuk memberikan kedua anaknya. BODHICITA TEMA 3 118

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA Sang Brahmana ingin segera membawa kedua anaknya segera karena khawatir Vessantara dan istrinya berubah pikiran tanpa memperbolehkan melihat ibu anak anak tersebut yang sedang di hutan menggumpulkan bahan makanan. Vessantara meminta Brahmana memikirkan betapa muda dan lemahnya anak- anaknya dan tak terbiasa bekerja. Ia pun meminta kedua anaknya dibawa ke ayahnya, Raja Sandumaha, dan raja akan menebus mereka. Hal itu akan membuat Brahmana kaya raya dan bisa menyewa pelayan-pelayan untuk membantu pekerjaan keluarganya. Hal itu ditolak sang Brahmana. Anak-anak yang malang ini mengikuti sang Brahmana yang terus membentak mereka dengan kata-kata kasar. Vessantara mendengar bentakan yang memilukan hati ini dan merasa lumpuh oleh dukacita mendalam. Akan tetapi, ia merasa bahwa ia tak boleh menyesali perbuatannya, melainkan harus terus menjaga ikrarnya. Sementara itu, Mantridevi sedang mencari buah-buahan dan akar-akaran di dalam hutan dan karena hatinya merasa tak tenang, segera buru-buru pulang dan tidak dapat menemukan kedua anaknya. Di atas tempat duduk rumput kusam suaminya duduk diam dan bersusah hati, lumpuh oleh dukacita. Vessantara tak mampu menjawab sepatah pun dan sang ibu yang malang ini, setelah bertanya tiga kali dan hanya mendapat diam sebagai jawabnya, segera berlari menuju hutan dengan histeris untuk mencari anak-anaknya. Vessantara bangkit dari duduknya. Ia akhirnya menceritakan keseluruhan kisah sedih ini pada istrinya, dan menjelaskan betapa mustahilnya mengisahkan sesuatu yang telah menghancurkan hatinya. Istrinya segera merangkulnya dan bertekad untuk, bahkan bila harus menyerahkan dirinya sekalipun, sama sekali tak menyesali tindakan yang dilakukan demi kebajikan. Kedua orang suci ini duduk dalam diam untuk waktu yang lama dan doa mereka untuk kesejahteraan kedua anaknya tumbuh menyebar bak uap berwarna merah jambu suci yang akhirnya mencapai singgasana Raja Para Dewa Sakra, yang melihat ke bawah dengan heran dan bertanya-tanya tentang kesenyapan dua orang manusia dalam sebuah gubuk di hutan hukuman di Gunung Vanka. Para dewa bersukacita dan merasa kagum ketika para Penjaga Empat Penjuru Dunia melaporkan apa yang mereka lihat, dan Sakra berseru dalam keagungan: \"Terpujilah Buddha yang akan datang, yang mampu mengorbankan anaknya sendiri Akankah ia rela memberikan istrinya juga? Aku akan mengujinya.\" Keesokan paginya, ketika Vessantara yang bersedih hati dan istrinya yang setia, Mantridevi, sedang berbicara dengan tenang, Sakra muncul di hadapan mereka sebagai seorang Brahmana yang datang menginginkan istrinya. Dan kembali Vessantara tak dapat menolak untuk menuruti ikrarnya melakukan kemurahan hati. Menyaksikan pemandangan ini, Sakra dengan kagum berseru: \"Hanya mereka yang hatinya telah dimurnikan yang dapat memahami dan meyakini keajaiban ini! …. para dewa, termasuk Sakra dan umat manusia, harus bersujud pada-Mu dengan penuh kekaguman.\" Kemudian Sakra kembali ke wujud ilahinya sebagai raja para dewa dan berkata pada Vessantara untuk tidak bersedih hati karena anak-anaknya. Sebentar lagi semua akan kembali ke rumah diantar kakek mereka. BODHICITA TEMA 3 119

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA Melalui kekuatannya Sakra, Raja Para Dewa, Sang Brahmana tua yang kejam dipaksa untuk menyerahkan anak-anak Vessantara ke raja Sandumaha. Sang raja tak kuasa menahan air mata harunya menebus cucunya. Kemudian ia segera berangkat ke hutan menjemput Vessantara serta istrinya kembali ke istana. Di sana, rakyat meminta maaf dengan tulus karena telah menyalahpahami keagungan Vessantara, yang bahkan rela memberikan istri dan anak-anaknya demi mempraktikkan kemurahan hati. Vessantara memerintah untuk waktu yang lama setelah kematian ayahnya. Ia selalu menjalankan negeri demi kepentingan rakyatnya, dan mereka, pada gilirannya, mencintainya dan tak pernah lagi menyalahpahami kemurahan hatinya terhadap semua makhluk. Cerita di atas menggambarkan kepada kita bagaimana praktek kemurahan hati sejati yang pada akhirnya membuahkan hasil akhir manis yang disanjung para dewa. Dalam Manggala Sutta, Sang Buddha menjelaskan dana (memberi ) adalah berkah utama dan membawa keselamatan. Mereka yang memiliki kemurahan hati akan mendapatkan kegembiraan dari hasil perbuatannya walaupun prakteknya mereka harus mengorbankan apa yang sudah mereka miliki dengan susah payah. Dalam cerita di atas, diilustrasikan mereka akan dihormati oleh orang yang bijaksana dan nama baiknya akan dikenal luas. Ia akan mendapat kepercayaan dari orang lain. Setiap orang akan menilai ia patut dipercaya. Bagaimana praktik kemurahan hati dapat menjadi berkah utama dari begitu banyak manfaat yang dapat diperoleh? Untuk menjawab ini , coba kita kaji siapa yang tidak suka diberikan sesuatu/ hadiah. Jangankan hanya dapat mempererat hubungan, setiap orang akan berusaha untuk menjadi teman seorang yang murah hati dan senang membantu. Seorang yang murah hati bukan hanya disenangi, tapi juga pasti dikagumi banyak orang, tentu saja termasuk oleh para bijaksana. Para bijaksana adalah orang yang tahu benar dan salah ataupun membedakan baik dan buruk. Para bijaksana tentunya lebih memilih bekerjasama dengan yang baik juga. Mari Beraktivitas 1. Mari Mengubah Lagu Petunjuk guru : Siapkan sebuah lagu karaoke di youtube yang mudah didengar dan dinikmati siswa, gantilah syairnya menjadi lagu bertema Buddha Pelindungku. Bagi siswa dalam beberapa kelompok. Lalu demonstrasikan contoh lagu yang telah anda buat. Mintalah mereka membuat lagu dari lagu-lagu yang music karaokenya tersedia di youtube dengan tema “Buddha Pelindungku”. Untuk detail contohnya anda bisa merujuk pada contoh yang telah disiapkan berikut! Diambil dari sebuah lagu berjudul “Aku Tenang” syairnya diganti ulang. Yang perlu dicatat kita wajib menghargai karya musik dari pengarang jadi jangan upload video ini untuk keperluan apapun ya jadikan hanya untuk konsumsi motivasi sraddha saja. BODHICITA TEMA 3 120

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA Contoh Syair Lagu “Aku Tenang” Fourttwnty Referensi : https://www.youtube.com/watch?v=7aGMAPabiLw Karaoke : https://www.youtube.com/watch?v=0Vq-kOj_eGI DharmaMu tenang, tak terganggu dunia ini. KarnaMu senang, hanya damai dan ya.., bahagia Reff : Berlari-lari sgala pikirku, kalut mengganggu di dalam hatiku Bersujud padaMu, teduhkan perasaanku KarnaMu senang, hanya damai dan ya.., bahagia Reff : Berlari-lari sgala pikirku, kalut mengganggu di dalam hatiku Bersujud padaMu, teduhkan perasaanku Aku … Bahagia, Aku… Bahagia Reff : Berlari-lari sgala pikirku, kalut mengganggu di dalam hatiku Bersujud padaMu, teduhkan perasaanku Ku berlindung dalam Dharma Sang Buddha Tenggelam dalam bahagia Semoga semua turut rasa Bahagia 2. Mari membuat Kolase Siluet Buddha menggabungkan kegiatan Petunjuk guru : Aktivitas kali ini kalian akan memotong/menggunting, menempel, mewarnai lepas. a. Alat & Bahan : - Gunting/knife tool/ cutter - Lem - Cat air/cat minyak/cat poster - Kertas gambar ukuran a4 yang tebal - Pensil & penggaris - Lak Ban Putih - Karton - Kertas Hitam - Pola Siluet BODHICITA TEMA 3 121

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA b. Cara pembuatan - Potong karton supaya seukuran dengan kertas a4. - Siapkan kertas gambar a4 lalu buatlah garis tepi kira-kira 1-2 cm dengan penggaris dan pensil. - Siapkan cat air/minyak/poster buatlah kreasi warna sampai penuh warna- warni pada kertas putih sebebasmu. Tunggu agak kering. - Tempel kertas berwana warni tadi di atas karton dan batasi pinggirannya dengan lakban hitam. - Buatlah pola gambar pada kertas karton hitam membentuk gambar Buddha potong sesuai pola (Gambar ada di akhir bab). Anda dapat menebalkan dari gambar yang telah disediakan lalu temple di atas kertas warna warni anda. Kira-kira hasilnya akan menjadi seperti gambar contoh berikut. Pola Siluet Potong > Kertas hasil diwarnai > Hasil Akhir Mari Merenungi Mari dalam sikap duduk bersila, memejamkan mata dan beranjali. Simaklah kalimat berikut ini. Setelah itu tirukan untuk diucapkan, dan renungi. “Buddha adalah manusia luar biasa, Buddha adalah yang telah sadar, Buddha yang Agung, Guru Para Dewa Manusia, Ia yang telah berhenti terhadap nafsu dan menyempurnakan sifatnya“ “Aku umat Buddha, aku meneladani sifat Buddha, Aku akan menyadari setiap tindak tandukku, aku menyatakan bahwa Buddha adalah pelindungku” BODHICITA TEMA 3 122

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA Membiasakan Diri Kali ini biasakan menjapa mantra Sakyamuni Buddha yang pendek dan sambil dinyanyikan dengan menggunakan japamala. Setiap 1 hitungan japamala hitamkan 1 lingkaran “Namo Sakyamuni Buddhaya” Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7 ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ ○○○ Jml Jml Jml Jml Jml japa : …. japa : …. japa : …. japa : …. Jml Jml japa : …. japa : …. japa : …. Ttd Ortu Ttd guru …….. …….. BODHICITA TEMA 3 123

Jurnal Sekolah Minggu Buddha BODHICITTA 124


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook