Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore KARYA ACHARYA

KARYA ACHARYA

Published by Rurin Elfi Farida, 2022-01-09 22:54:59

Description: RURIN ELFI FARIDA

Search

Read the Text Version

Antologi Puisi KARYA ACHARYA RURIN ELFI FARIDA

KATA PENGANTAR Rangkaian kata syukur terlimpah curah kepada Sang Penguasa Semesta, Allah Azza Wa Jalla, yang memberikan hidayah dan Inayah-Nya hingga KARYA ACHARYA ini dapat terselesaikan dengan baik pada waktunya. Sungguh suatu anugerah yang luar biasa, ketika bisa menundukkan banyak kendala saat berkarya. Terimakasih tak terhingga teruntuk keluarga tercinta, segenap sejawat di MIN 1 Bangkalan, sahabat di kelas beasiswa Pascasarjana UIN Maliki Malang 2019 dan semua pihak yang telah berperan serta hingga terselesaikannya karya yang sungguh sangat berarti bagi pencapaian saya. Karya Acharya berisikan refleksi penulis terhadap banyak peristiwa dalam kehidupan manusia. Sebuah karya satra yang merekam semua fenomena dalam kehidupan nyata, merangkainya dalam untaian kata indah penuh makna. Sebagian kisah yang tercipta dalam perjalanan, perenungan atas kebahagiaan atau bahkan luapan dari duka dan kesedihan. Penulis sangat menyadari bahwa karya ini hanyalah mula yang sederhana dan jauh dari kata sempurna. Saran dan wacana dari para pembaca akan sangat berguna untuk menjadikannya lebih tertata. Yang pasti menjadi inisiasi dan motivasi untuk karya-karya selanjutnya. Aamiin. Bangkalan, 20 September 2020 Penulis

DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Kumpulan Puisi: 1. Tanganmu Tak Pernah Pergi 2. Madah Cinta 3. Belajar dari Pandemi 4. Lepaskan Belenggu Ini 5. Meretas Angan 6. Rindu Sekolah 7. Hikmah di Balik Musibah 8. Gulita Malam 9. Ramadanku Termangu 10. Selarik Subuh di Pintu Langit 11. Siluet Hati 12. Suatu Hari di Tengah Pandemi 13. Untaian Doa Bunda 14. Renjana 15. Maut Tak Bermata 16. Karena Dunia Sudah Tertata 17. Pohon Tua di Tepi Desa 18. Bencana Dunia 19. Ketika 20. Muharram for Peace 21. Negeriku Tercinta 22. Bumi Manusia 23. Gadis Penjual Roti 24. Medsos Hari Ini 25. Iman Imun Aman

26. Kucingku Mati 27. Ashoka di Temaram Senja 28. Perempuan Empat Zaman 29. Literasi 30. Ikhtiar Pandemi 31. Madrasah Hebat 32. Negeri Cecurut 33. Demi Masa 34. Buku Berkubu 35. Menggapai Tsurayya 36. Demi Jelaga 37. Meja Tua di Pojok Gereja 38. Di Balik Pagar Asrama 39. Tekad Membara 40. Eureka Biografi Penulis

TANGANMU TAK PERNAH PERGI Butiran kristal menderas Mengalir tak terbias Dari netra tak beralas Betapa haru rasa kalbu Kala kutahu tangan-Mu selalu menjulai Rengkuh aku dalam cinta tak bertepi Tak pernah pergi Meski laku diri bak iblis tak berhati Selalu mengerti Meski tak sepadan cinta ini Dengan lautan kasih tanpa pamrih Yang selalu membuatku tertatih menahan perih Curigaku berlebihan Pikiranku penuh kotoran Kala pintaku tak jua Kau cipta Kala deritaku tak juga Kau tempa Seringai setan meretas jiwa malaikat Penuh serapah laknat dan kesumat Owhh......Tsurayya Hantarkan tobatku di selaksa hamparmu Karena sungguh aku tak pandai Menandingi cinta sang Mahaperkasa Yang tak pernah lekang sepanjang masa Blitar, 11 Agustus 2020 Rabbi... Terima kasih atas segala cinta yang tak henti Kau beri.

MADAH CINTA Menembus batas nanar Bentangan tipis makna cinta Yang ambigu dalam lorong panjang kebisuan Semurni puisi Rumy yang menyayat hati Seindah madah Rabiah yang mengurai gundah Ketika hati tak bergeming atas cela Ketika mata tak tertipu oleh bujuk rayu Ketika nurani tak terobsesi oleh ambisi Terbitlah tulus dalam merengkuh Bak laku Qais yang rela menghirup aroma debu Di tapak kaki Laela Laksana Rabiah yang tak hiraukan mata cinta Dari relung hati Tsauri Cinta sejati tak butuh bukti Tak pula harus miliki sepenuh diri Hanya terlintas di puncak utas ‘Smoga bahagia ‘slalu melingkupi ‘Smoga tangan-tangan Tuhan ‘slalu menjaga Meski perih menggores palung jiwa Meski duka mendera mata yang berkaca Namun serangkum doa terus tergema Sejumput asa slalu tersisa Karena itulah kesejatian penuh makna Berpendar indah hiasi fana Selamanya

BELAJAR DARI PANDEMI* Pandemi datang merinai hari Menyeruakkan aroma kematian Menebar derita di penjuru bawana Yang berharta tak bisa jumawa Yang papa tak bisa lagi berkarya Tuhan timpakan corona ‘Tuk ingatkan manusia yang terlena Menguji hamba yang bertakwa Dan menghukum sang pendosa Selaksa asa ‘smoga semua baik-baik saja Belajar dari pandemi menyisakan konklusi Ketika hidup tak seindah ekspektasi Maka adaptasi menjadi harga mati Ketika bencana tak jua mereda Maka berterima menjadi niscaya *Dimuat dalam buku antologi puisi bersama Senandika Corona (2020)

LEPASKAN BELENGGU INI Sekian lama raga terpenjara Dalam lilitan belenggu tak kasatmata Perih merintih selarik luka pedih menganga selaksa bara meski jiwa meronta tak jua bisa gerangan apa yang menimpa hamba hingga netra tak pernah bisa merenda bias pelangi di ujung hari hanya pekat kelam yang merembang datang menyelusup di sela pori kulit ari terbirit lari menjauh pergi namun tak jua sampai jejak terserak luluh lantak semua asa terjebak erat dalam ikat yang tak jua lepas terburu Wahai penguasa langit lepaskan belenggu ini dengan tangan cinta-Mu tak kuasa lagi diriku menyangga beratnya

MERETAS ANGAN Segelap pekat merangkum awan dunia retak luka menganga bergelung duka merawan perih entah sampai kapan nestapa merajut bianglala jemari lunglai tak berdaya menggenggam angan tanpa bayangan remuk redam rasa mendera tak jua sampai meraih mimpi Wahai... terang segeralah datang menapas riang dalam benderang

RINDU SEKOLAH Rasanya baru kemarin berlari di sepanjang lorong kelas berkejaran di koridor sekolah penuh canda tawa riang Rasanya baru kemarin tertawa lepas bersama sebaya merangkai cerita kehidupan ‘tuk sebuah asa di masa depan Rasanya baru kemarin mencoret-coret buku catatan dengan goresan kebosanan saat guruku memberikan materi baru tapi entah... Tetiba kini semua terasa sangat indah aku sungguh RINDU SEKOLAH Suara hati anak-anak yang rindu belajar di sekolah

HIKMAH DI BALIK MUSIBAH Ketika corona melanda Dunia diam terpaku tak bisa apa-apa tak ada lagi angkara manusia Ikan-ikan bercengkerama di bawah gondola Venesia yang terpenjara Alam bernapas lega terhembus hijau di hamparan mayapada tersembur biru di bentangan samudra ozon tak lagi bolong karena tak ada asap laknat dari cerobong terbersit simpul di bawah sadarku Ada berjuta makna dalam selaksa peristiwa dan beribu hikmah di balik musibah Di atas kereta menuju Surabaya, 16 Agustus 2020

GULITA MALAM Gemulai jari menari di lajur-lajur butiran tasbih zikir Endapkan asa dalam kedamaian rindu Sang Mahakasih lelapkan dekap lewat nurani insan kamil tenggelamkan resah pikir dalam ketenangan kalbu Aku terdiam dalam keterasingan

RAMADANKU TERMANGU Sejenak sendu meretas angan kala merinai biji usia bagai mengulir butiran tasbih dalam zikir bisu Mengapa senja merapat cepat sebelum sempat mengerat bekal akhirat Terompet Isrofil terdengar sayup dari bibir jelaga meski beribu telinga manusia pekak tak berasa Tundukku letih dalam perih meraih asa dalam serpih Kini Ramadanku kembali menjelma namun tak jua diri siap menyapa menyelai ribuan pahala dalam detiknya hingga dengus murka merobek purnama berlalu dia dalam hampa tak bermakna Wahai jiwa penyanjung durjana enyahkan kelammu dalam neraka kibaskan engganmu dalam bejana Hingga senyum-Nya biaskan restu ‘tuk jejakkan tapak pendusta

di pintu manikam surga Firdaus-Nya Wahai diri penghamba nurani berikan cawan iman dalam genggaman agar tegukan kesadaran legakan zaman pendarkan damai dalam kehidupan yang tersesat di belantara tak bertuan Ramadanku termangu dalam pilu tertunduk lesu dalam kelu mengintip poranda dunia tak berjeda memahat jahat dalam kubangan ribuan lahat merintih sedih dalam letih Berharap mukjizat datang menyemat selamatkan jasad dari kiamat dengan sepenuh cinta dari sang mahadahsyat dengan ribuan ampun dari Sang Penyantun Aamin Kota Batu, dalam gerimis (Sebuah refleksi atas kelalaian hati yang ‘slalu menghampiri, agar nikmat bertemu Ramadan benar-benar disyukuri) .

SELARIK SUBUH DI PINTU LANGIT Gemeretak pagi menyingsing ufuk merinai tipis embun dalam desau merdu sang bayu sepenggal luka menyayat perih diam meretas angan hampa baskara redup enggan berbagi bias luruhkan kelam dalam bayang dahana entahlah penghujung malamku terasa beku memasung hati dalam bayang pilu masa lalu merantai kalbu dalam sendu memburai labirin ruang dan waktu isakku mendawai buir-butir tasbih selaksa nyawa dalam raga menoreh doa berbalut asa hanya pada-Nya hingga tiba rona berpendar hingar selarik Subuh menebar binar di pintu langit Sang Penguasa (teriring seutas doa semoga corona tak lagi menyapa dunia, 2020)

SILUET HATI Tuhan Adilkah ketika hati manusiaku dambakan cumbu yang lain selain cumbu kasih-Mu Tuhan Berdosakah ketika wadak kasarku rindukan pelukan asing selain peluk cinta-Mu Tuhanku yang terkasih Bergolakkah neraka-Mu ketika air mataku menetes bukan karena dosa-dosaku pada-Mu Namun karena rasa kalbuku pada ciptaan-Mu Tuhanku yang pemurah tak murkakah Engkau ketika sepotong hatiku kuberikan pada kekasih semu karena aku benar-benar tak bisa menandingi kehangatan cinta-Mu

Tuhan Engkau Maha Mengetahui gemolak nurani insaniku Meditasi diri di ambang senja kota Yogyakarta

SUATU HARI DI TENGAH PANDEMI Hari ini mata dunia memerah saga derita penduduknya tak terkira mendekam diam tak bisa apa-apa meredam takut pada yang tak kasatmata Entah dosa apa yang dunia punya hingga tak sedikit pun musibah mereda berdesakan bak mitraliur sebenarnya rindu benar pada suasana dulu kala kala tak ada yang berat di pikiran hamba selain hukuman ayah bunda Menengadah wajah mengetuk pintu langit-Nya meminta ribuan malaikat penjaga memohon jutaan rona bahagia pada seluruh penduduk bumi yang kini tak tersenyum lagi

UNTAIAN DOA BUNDA Menatap bening matamu, Nak segenggam tekad mengurat saga dampingi langkahmu arungi bahtera temani langkahmu menitik pelik Menatap redup sorotmu, Nak perih merintih menyayat luka rasanya sakit tiada tara hanya diam seribu bahasa Menatap pendar sinarmu, Nak Bahagia tak terkata mengharu biru memandangimu bersyukur Dia menjagamu selalu Serangkai doa serangkum asa ‘smoga tak pernah derita menyapa dalam hidupmu kelak ‘slalu berjaya dalam rida-Nya merenda indah warna semesta

RENJANA Sebait rindu tak terlampirkan menepis dendam tak berkesudahan remuk tangan tak jua gapai jangkauan sebintang Tsuraya di peraduan Selaksa kasih tak terbalaskan menjeram perih di palung jiwa kandil meredup tanpa nuansa endapkan asa dalam pekatnya dunia Seretas harap tak terangankan mencabik pilu berbekam rindu berkelana di labirin semesta tak jua mata bersua nyata aduhai sungguh terasa pahitnya renjana

MAUT TAK BERMATA Terasa baru kemarin, Kawan kita saling menyapa bertukar cerita berbagi gelak tawa Tetiba berita duka datang begitu saja Kau pergi memenuhi panggilan-Nya bersama Izrail yang menjemputmu menjelang senja Sungguh lidah kelu ‘tuk ucapkan kata duka menganga duga tak terkira maut memang tak bermata melempar jala di bahtera dunia entah giliran siapa berikutnya Siang kemarin aku ke sana tak tega melihatnya wajah polos tak tahu apa-apa tersenyum gembira pada sesiapa yang datang ke rumah duka putrimu yang jelita, Kawan dia mengelusmu di keranda berkata bahwa bunda bahagia di surga membuat banjir air mata semua manusia yang tergugu di beranda

Kawan, aku yakin di atas sana Tuhan melimpahimu dengan cinta kau orang baik tak pernah munafik bahkan hingga ajal membawamu pergi tak sekalipun kau keluhkan luka terlalu kau membuat semua merasa berdosa membawa semua derita dalam bingkai tawa Kawan, selamat jalan hanya doa yang kami punya tuk mengantarmu menghadap Sang Maha (Serangkum doa teruntuk sahabat tercinta yang ‘tlah pergi menghadap Sang Khalik, September 2020)

KARENA DUNIA SUDAH TERTATA Tak perlu iri jika kawanmu berlimpah rezeki karena semua sudah ditakar dengan benar Tak perlu sakit jika temanmu pelit karena semua amal akan terbalas impas Tak perlu marah jika saudaramu memandangmu rendah karena sunnatullah berlaku pula untuk semua penghuni jagad raya Tak perlu sebal jika tuanmu mencacimu bebal toh dunia akan menikamnya dengan pedih pisau karma Tak perlu menyesal jika waktu tak membuatmu kekal karena sungguh semua di dunia sudah tertata nyata dalam takaran takdir-Nya

POHON TUA DI TEPI DESA Kata kakekku pohon itu bisa bicara ah, masak iya kataku tak percaya coba saja datangi sana sahut kakek dengan senyum jenaka setengah tak percaya aku mendekat menjamahnya pohon tua di tepi desa aow... benar ternyata matanya terbuka dan menatapku ternganga siapa kau anak muda aku yang selalu menarik rantingmu dulu jawabku sendu aku sudah lupa sudah besar kau rupanya kau yang selalu datang bersama banyak teman balasnya datar Tahukah kamu saat badai luluh lantakkan desa tak ada satu pun yang mengingatku tak ada yang datang merawatku aku terluka sendirian hingga rantingku kering aku hampir mati tapi aku mengingatmu aku bertahan sekuat tenaga agar kau masih bisa menarik rantingku

jika kau mengunjungiku kata pohon tua sambil tersenyum tulus aku tergugu memeluknya erat menarik rantingnya lekat dan sunguh pohon tua itu sangat bahagia (pohon tua perlambang orang tua yang tak pernah lekang memikirkan anaknya yang kadang datang jika perlu saja)

BENCANA DUNIA Carut marut kondisi negeriku yang damai Oleh bencana yang datang melanda tiba-tiba Ribuan manusia meregang nyawa Orang meradang karena tak ada lagi lapangan kerja Namun, masih banyak juga manusia yang tak percaya Akankah menunggu sampai dia menjadi korban berikutnya? Virus ganas tak bermata menyebar ke penjuru mayapada Incar nyawa manusia yang lalai tak ikuti pranata Robohkan tatanan hingga semua porak poranda Umat manusia terpenjara dalam takut dan kalut Setiap saat semaikan doa mohon perlindungan-Nya

KETIKA Diri tak kuasa atas semua cerita yang ditulis Sang Sutradara Semesta Lalu mau apa daya tak punya upaya tak bisa diam seribu kata menyerah pasrah jalani reka dengan ikhlas tanpa nestapa karena baya menjadi hal yang niscaya

MUHARRAM FOR PEACE Muharam menjadi penanda awal langkah menapak jalan baru menata semua rencana dari semula Muharam menjadi penanda sangkakala kedamaian terdengar merdu mewarna hayat penghuni bentala Muharam menjadi pemula segala baik ‘smoga terbuka segera Lenyapkan buruk ke dasar neraka Muharram for peace in this world and here after Amin

NEGERIKU TERCINTA Indahnya negeriku Nyata membuai mata dunia terpana Dengan keajaiban semesta Ornamen kaya warna budaya Namun kini semua sirna Enyah tak tersisa Semua karena corona datang tetiba Isak tangis melebur dalam duka nestapa Alam tenggelam dalam kelam bencana Penguasa Semesta berikanlah kami kekuatan Untuk bertahan menghadang segala derita Sepenuh pinta kami langitkan doa-doa Angkatlah semua bencana yang melanda Kuatkanlah kami dengan cinta dan asa Agar sentiasa bahagia kembali mewarnai dunia

BUMI MANUSIA Angkara murka merajalela korupsi kolusi menjadi-jadi tak peduli situasi kondisi di tengah carut marut pandemi tebal muka tiada malunya mengambil dengan batil merampok dengan jorok bedebah kau runtuhkan derajat mulia manusia hinakan ufuk malakiyahnya enyahlah kau bersama setan jalang di kerak neraka Jahannam

GADIS PENJUAL ROTI Mata sendumu seolah bercerita tentang derita hidup yang tak pernah bisa kau bagi dengan sesiapa Wajah kuyumu seakan berkata berat nian beban yang kau tahan hingga hanya diam yang kau lakukan Tubuh ringkihmu seperti merintih kerasnya hidup yang tak jua redup membuatmu begitu tertutup Gadis kecil penjual roti Kejam nian hidup ini membiarkan langkahmu tertatih sendiri

MEDSOS HARI INI Suatu hari nanti kau akan ceritakan tentang medsos hari ini kepada anak cucumu di masa depan tentang Atta Halilintar yang tenar Ria Ricis yang manis Kekeyi yang lucu setengah mati atau Lesti si Kejora yang tersakiti Entah gerangan apa yang terjadi orang-orang berlomba tampil gaya eksis di media suka-suka bahkan kadangkala ada yang nekat asal bisa entah ke mana rasa malunya yang penting viral dan terkenal meski tak masuk akal mereka rela korbankan diri demi sebuah sensasi atau materi itulah fenomena hari ini yang akan kau ceritakan nanti

IMAN IMUN AMAN Pandemi hari ini memberi pelajaran berharga bagi kita Kuatkan iman di tengah bencana Dengan begitu jiwamu sehat tak takut si Covid mendekat imun tubuh pun jadi meningkat Jika masyarakat sehat dan kuat negara aman tak lagi penat urusi masalah gawat darurat

KUCINGKU MATI Sore kemarin Si Pusy pulang terkencing-kencing kakinya bengkak seperti kena sepak diam mendekam tak mau makan Sedih bukan kepalang melihat kesayangan tak lagi riang meringkuk takluk di sudut kandang sunguh tega mereka yang memukulinya tak punya hati manusiawi Hingga akhirnya Si Pusy pergi meninggalkan Moly kucing betina yang selalu mendampingi ke mana pun dia berlari Selamat jalan Pusy Bahagialah kau di alam sana karena kini di perut si Moly anakmu sedang menunggu hari melihat indah dunia ini menggantikanmu menjadi kesayangan kami

ASHOKA DI TEMARAM SENJA Untuk ke sekian kali aku kembali mencuri pandang di bawah buaian senja nan temaram wajah sendu nan menawan di rembang petang Sejurus matamu terpejam entah apa yang kau rasakan tak hendak mendekat takut aku membuatmu tercekat helaan nafas tertahan seolah membuang beban tak terkatakan tak inginkah kau berbagi beban di atas pundakku yang lama termangu wahai Ashoka di temaram senja

PEREMPUAN EMPAT ZAMAN Hari ini aku Gadis kecil berponi dora wajah pualam tiada dosa dunia indah penuh warna Esok aku menjelma Remaja jelita bermata kejora mulai mengenal dunia cinta juga luka berbalur lara Lusa aku menjadi Ibu muda berhati baja berat nian beban keluarga jalani semua dengan nestapa Kelak aku menua Nenek keriput berambut putih hidup memang harus memilih perjuangkan hidup dengan gigih

LITERASI Literasi mewarnai generasi menyulut semangat perubahan buta aksara menjadi maniak kata tuli berita menjadi pewarta Literasi majukan negeri ilmu baru terus melaju penemuan brilian jadi andalan Lesatkan peradaban dengan kekuatan pendidikan literasi untuk anak negeri

IKHTIAR PANDEMI Celoteh anak-anak di ruang kelas Uraikan penatku mengajar jelas Cukuplah senyum lebar tergambar Iringi gelak riang berkejaran Terasa rindu melanda jiwa Angankan kapan lagi bersua Nyanyikan suka bersama-sama Gembira benar tiada terasa Andaikan waktu bisa berputar kembali Nantikan semua cobaan berlalu pergi

MADRASAH HEBAT Berjuang demi kemajuan Enyahkan stagnasi Runtuhkan resesi Mantapkan konfigurasi Atas sebuah koordinasi Rapatkan barisan ‘Tuk gapai tujuan Amalkan ikhlasmu Baktikan dirimu Andalkan ilmu ‘Tuk majukan madrasahmu

NEGERI CECURUT Sungguh aneh negeri ini saat kondisi kacau begini masih ada maling berdasi yang beraksi memelintir sana sini Dengan pongah berjalan gagah tangan terlipat mengambil cepat tak bersisa malu seujung kuku mencuri yang bukan haknya tanpa rasa berdosa Inilah negeri cecurut tampang wibawa hanya sandiwara sembunyi wajah di balik parut luka para papa yang lapar meregang perut

DEMI MASA Sungguh manusia terpenjara dalam kerugian ketika tak lagi punya kendali atas menit demi menit yang dimiliki hanya yang menyimpan iman dan menabur kebajikan kelak menuai bahagia di penghujung masa

BUKU BERKUBU KU BU KU BU KU BU KU BU KU BU KU Buku mencipta kubu Kubu berdasar buku Buku berkubu Kubu berbuku

MENGGAPAI TSURAYYA Maka bentangkanlah cita di permadani angkasa setinggi ufuk Tsurayya gapailah sekuat tenaga meski liku luka menempa tak apa bukankah bahagia slalu bertumbal derita toh kelak dunia akan memujamu dengan bangga itulah hukum alam Sang Pencipta

DEMI JELAGA Bulan, Kejora berbingkai mataku Mengeluh sendu acapnya hatiku Meronta jiwa ini bertanya, Siapa Aku sebenarnya? Ditudung rindangnya bumi Dilindung negeri semenawan pelangi Di kanan kiri diawasi Malaikat ber’ain jeli Berjubah pasi Demi bayu yang daku nikmati Akulah pancaran air seni, Terlahir suci dipoles tak tahu diri Di alang hayatku Di penghujung ajal melambai ke arahku Tidak satu waktu terlewat tertulus di raportku Sejak seputih sulbi hingga sepekat kopi Biarkan raga ini dibakar pun! Dilarung pun! Dusta tak akan melebur jadi pahala Alih-alih terbang ke syurga Nyatanya telak dibumi hanguskan di neraka Namun, Tuhanku Ya Qudrah... ‫فمهل الكفرين امهلهم رويدا‬ * Puitisasi Al-Quran surat Al-Lail

MEJA TUA DI POJOK GEREJA Atas nama agama tragedi itu bermula jiwa-jiwa tak berdaya melayang nyawa tak berharga nestapa menyeruak di antara saga membara manusia tak bermarga amukkan kesumatnya meja tua di pojok gereja terdiam pilu saksi bisu satu peristiwa dalam sejarah kelam toleransi agama

DI BALIK PAGAR ASRAMA Deretan ruangan memantik kenang saat langkah kaki menapak koridor panjang setiap jengkal menyimpan gelak tawa ceria gadis remaja merangkai kolase cerita gita dahana kala muda usia jejakkan cerita dalam lintas sejarah Pagar asrama menjadi pembuka derap langkah meniti asa mengalur cita Sang Sutradara mendenting dawai suka duka dalam notasi nada semesta bersama karib seiya sekata

TEKAD MEMBARA Jika niat dipenuhi bara melekat tekad tundukkan hawa Pastikan semesta membersamai tiap jengkal tapak kaki Gapai asa setinggi angkasa hempaskan hina di bentang mayapada

EUREKA Akhirnya semua jerih berbalur letih segala duka bersalut nestapa terbayar lunas di penghujung asa menelisik jejak Archimedes berseru bangga Ow.... Eureka

BIOGRAFI PENULIS Rurin Elfi Farida, SHI., M.Pd.I., M.Pd., lahir di Blitar, Jawa Timur pada 10 Mei 1978. Alumnus Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2002), Universitas Sunan Giri Surabaya (2010), dan Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang (2019). Selain mengajar, aktif pula di organisasi PGRI Kabupaten Bangkalan, Ketua PGRI Ranting MIN 1 Bangkalan, dan juga sempat aktif di Komunitas Guru Belajar (KGB) Malang Raya. Aktif menulis baik di Media Guru Siana, maupun di beberapa grup kepenulisan. Karya buku antologi yang sudah terbit adalah Curahan Hati Guru (2019), Guru Milenial Menjawab Tantangan Zaman (2019), Anugerah Hidup yang Terabaikan (2019), Senandika: Antologi Puisi Guru Nusantara (2020), Senandika Corona (2020), dan buku tunggal berjudul 3 M: Siap Menjadi Guru Milenial (2020). Penulis juga merupakan salah satu penerima beasiswa Pendidik & Tenaga Kependidikan Kemenag RI tahun 2017 di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Buku ini menjadi antologi puisi tunggal pertamanya. “Man proposes God disposes.”

Blurb Antologi Puisi KARYA ACHARYA Pramoedya Ananta Toer mengatakan bahwa sepandai apa pun manusia, jika tak menulis dia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah. Karya Acharya adalah sebuah bukti eksistensi agar tak hilang dari sejarah. Berisi refleksi kehidupan manusia yang penuh warna dan fenomena. Ada suka duka, tangis tawa, dan bermacam peristiwa, penulis rangkai dalam karya sastra sederhana. Puisi akrostik nan cantik juga ikut memberi warna. Berbagai peristiwa terabadikan dalam rangkaian kata. Di antaranya tentang bencana corona, kisah nyata hidup manusia, cerita di atas kereta, balada cinta manusia, kepasrahan hamba terhadap Tuhannya dan masih banyak lagi. Menimbulkan penafsiran makna yang berbeda tergantung pada interpretasi pembaca. Semoga karya sastra sederhana ini bisa menjadi media cinta literasi bagi pembaca buku ini.


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook