Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore BAGIAN 2 PENERAPAN PROGRAM PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT - Copy

BAGIAN 2 PENERAPAN PROGRAM PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT - Copy

Published by khalidsaleh0404, 2021-02-21 08:04:09

Description: BAGIAN 2 PENERAPAN PROGRAM PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT - Copy

Search

Read the Text Version

 Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko dan langkah memperkecil risiko tersebut. 4. Kembangkan Sistem Pelaporan Memastikan staf rumah sakit agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada KKP- Rumah Sakit. Rumah Sakit:  Melengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dalam maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KPPRS – PERSI. Tim:  Mendorong anggota untuk melaporkan setiap insiden dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yang penting. 5. Melibatkan dan Berkomunikasi dengan Pasien Mengembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien. Rumah Sakit:  Kebijakan: komunikasi terbuka tentang insiden dengan pasien dan keluarga.  Pasien dan keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden.  Mendukung pelatihan dan memberikan dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka kepada pasien dan keluarga. (dalam seluruh proses asuhan pasien). BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 93

Tim:  Menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan keluarga bila telah terjadi insiden.  Memprioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bila terjadi insiden.  Segera setelah kejadian, menunjukkan empati kepada pasien dan keluarga. 6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien. Mendorong staf rumah sakit untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul. Rumah Sakit:  Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi sebab.  Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis lain, mencakup semua insiden dan minimum 1 x per tahun untuk proses risiko tinggi. Tim:  Mendiskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden.  Mengidentifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak dan bagi pengalaman tersebut. 7. Mencegah Cidera Melalui Implementasi Sistem Keselamatan Pasien Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 94

Rumah Sakit :  Menentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit serta analisis.  Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf dan kegiatan klinis, penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien.  Asesmen risiko untuk setiap perubahan.  Mensosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS – PERSI.  Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden. Tim :  Mengembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.  Menelaah perubahan yang dibuat tim dan pastikan pelaksanaannya.  Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan. Kompetensi Ners untuk Patient Safety 1. Memenuhi kebutuhan dasar pasien Kebutuhan fisiologi yang terdiri dari kebutuhan terhadap oksigen, kelembapan yang optimum, nutrisi, dan suhu yang optimum akan mempengaruhi keamanan seseorang. Pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan. Faktor-faktor dari keselamatan pasien di rumah sakit meliputi: BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 95

Oksigen: Oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia, sehingga perawat harus memperhatikan akan kebutuhan oksigen pasien. Setiap pasien memiliki tingkat kebutuhan oksigen yang berbeda satu sama lain, sehingga pemberian bantuan oksigen disesuaikan kebutuhan, seperti: pasien yang dalam keadaan kritis memerlukan kebutuhan oksigen yang lebih besar, sehingga perlu pemasangan alat bantu pernafasan pada pasien tersebut. Nutrisi: Nutrisi merupakan kebutuhan dasar manusia untuk menjalankan metabolisme tubuh. Pasien yang mempunyai tingkat penyakit tertentu mempunyai kebutuhan nutrisi berbeda-beda dengan pasien yang lainnya. Sehingga, dalam hal ini perawat harus memperhatikan setiap asupan nutrisi pasien sesuai tingkat kebutuhan masing-masing pasien agar pasien dapat kembali ke kondisi sehat. Kelembapan: Kelembaban relatif udara dalam lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan dan keamanan klien. Kelembaban relatif adalah jumlah uap air di udara dibandingkan dengan jumlah uap air maksimum yang dapat dikandung oleh udara pada suhu yang sama. Jika kelembaban relatifnya tinggi, maka kelembaban kulit akan terevaporasi dengan lambat. Jadi, pada cuaca panas, lembab, orang akan merasa tidak nyaman pada lembab dan panas. Jika kelembaban relatifnya rendah maka kelembaban kulit akan terevaporasi dengan cepat. Hal inilah sebabnya mengapa orang akan merasa lebih dingin dan lebih nyaman jika berada pada suhu 32,20 C dengan kelembabn relatif BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 96

30% daripada berada pada suhu 32,20 C dengan kelembaban relatif 85%. Pengurangan Bahaya Fisik: Bahaya fisik yang ada didalam komunitas dan tempat pelayanan kesehatan menyebabkan klien berisiko mengalami cedera. Jatuh merupakan penyebab utama kematian akibat kecelakaan pada klien yang berusia 75 tahun atau lebih (Accident Fachts, 1993). Banyak bahaya fisik, khususnya yang mengakibatkan jatuh, dapat diminimalkan melalui pencahayaan yang adekuat, pengurangan penghalang fisik, pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan. Pengurangan Transmisi Patogen: Patogen adalah setiap mikroorganisme yang mampu menyebabkan penyakit. Salah satu metode yang paling efektif untuk membatasi penyebaran patogen ialah mencuci tangan sesuai dengan teknik aseptik. Klien harus diinstruksikan untuk mencuci tangan dengan teknik yang benar dan dimotivasi untuk sering melakukannya di rumah dan di rumah sakit. Penyebaran penyakit dari orang ke orang juga dapat dikurangi dan pada beberapa kasus dapat dicegah melalui pemberian imunisasi. Imunisasi adalah proses yang menghasilkan atau menambah resistensi seseorang terhadap penyakit infeksi. Terdapat 2 jenis imunisasi yaitu imunisasi aktif yang diperoleh dengan cara menyuntikkan sejumlah kecil organisme yang telah dilemahkan atau yang telah mati atau toksin dari organisme tertentu yang telah dimodifikasi (toksoid) ke dalam tubuh. Sedangkan imunisasi BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 97

pasif diperoleh saat antibody yang dihasilkan oleh orang lain atau binatang dimasukkan ke dalam pembuluh darah seseorang untuk melindunginya dari patogen (Phipps, dkk, 1995). 2. Aplikasi Patient Safety dalam Praktik Keperawatan Akhir – akhir ini banyak issue yang terjadi di kalangan konsumen kesehatan terhadap pelayanan di Rumah Sakit tentang dokter yang jarang berada di tempat, petugas administrasi yang lamban, tentang perawat yang tidak ramah, dan sebagainya. Dari pihak Rumah Sakitpun juga telah berusaha, untuk meningkatkan pelayanan dan penyelamatan pasien, tetapi jumlah konsumen yang komplain tidak berkurang. Untuk memaksimalkan usaha ini diperlukan kerjasama dan tanggungjawab antar tenaga medis, seperti dokter, administrasi, perawat, farmasi, ahli gizi, dan sebagainya. Mereka bertanggung jawab tidak hanya terhadap pasien, tetapi juga terhadap lingkungan, tatanan bisnis, fasilitas, dan tenaga kesehatran yang lain. Untuk pengaplikasian patient safety dapat diwujudkan dalam bentuk program pengembangan keselamatan : membangun budaya keselamatan pasien, membangun sistem pelaporan secara tertulis, uji coba pelaksanaan keselamatan pasien, mengembangkan pelayanan primer, identifikasi atau maping manajemen resiko. Elemen dari patient safety : Kesalahan obat, penggunaan restraint, nosokomial infeksi, operasi, luka akibat tertekan, pemberian BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 98

darah/infus, resistansi kuman, program imunisasi, pencatatan dan pelaporan. Akar Permasalahan : Permasalahan komunikasi, aliran informasi yang tidak adekuat, masalah manusia, issue yang berhubungan dengan pasien, transfer pengetahuan dalam organisasi, pola traffing / work flow, kesalahan teknis, kebijakan dan prosedur yang kurang adekuat. Pelayanan Keperawatan : Bagian integral dari pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Perawat memegang posisi kunci karena 24 jam terus menerus berada di Rumah Sakit dengan jumlah yang relatif besar dan kontak paling lama dengan pasien dengan resiko membuat kesalahan yang juga besar. Melaksanakan misi Rumah Sakit : resiko management dan Qualityàpatient safety. Kontribusi Unik : konstan, berkelanjutan, koordinatif, dan advokatif. Pemberian Pelayanan Kesehatan à fokus pada pasien : Mengacu pada paradigma keperawatan, Menentukan nilai yang dianut, Keamanan, Partisipas, Kontinuitas, Wajar / sesuai, Integritas, Sesuai dengan pasal 12 kepmenkes 148 / 2010 yang berisi : Dalam melaksanakan praktii, perawat wajib untuk: Menghormat hak pasien, Melakukan rujukan, Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang undangan, Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien atau klien dan pelayanan yang dibutuhkan, Meminta persetujuan tindakan keperawatan yang akan dilakukan, Melakukan pencatatan asuhan BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 99

keperawatan secara sistematis dan Mematuhi standar. Perawat dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya, yang diselenggarakan oleh pemerintah dan oraganisasi profesi. Perawat dalam menjalankan praktik wajib membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Isomi M. Miake-Lye et al. (2013). Inpatient Fall Prevention Programs as a Patient Safety Strategy. A Systematic Review. Annals of Interbal Medicine. Vol 158. No 5 Isomi M. Miake-Lye, BA; Susanne Hempel, PhD; David A. Ganz, MD, PhD; and Paul G. Shekelle, MD, PhD, Annals of Internal Medicine Volume 158 • Number 5 (Part 2), 2013 http://mutupelayanankesehatan.net/index.php/component/content/article/19- headline/532 BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 100

BAB VI BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT PENDAHULUAN Budaya Keselamatan pasien merupakan hal yang mendasar di dalam pelaksanaan keselamatan di rumah sakit. Rumah sakit harus menjamin penerapan keselamatan pasien pada pelayanan kesehatan yang diberikannya kepada pasien (Fleming & Wentzel, 2008). Upaya dalam pelaksanaan keselamatan pasien diawali dengan penerapan budaya keselamatan pasien (KKP-RS, 2008). Hal tersebut dikarenakan berfokus pada budaya keselamatan akan menghasilkan penerapan keselamatan pasien yang lebih baik dibandingkan hanya berfokus pada program keselamatan pasien saja. Budaya keselamatan pasien merupakan pondasi dalam usaha penerapan keselamatan pasien yang merupakan prioritas utama dalam pemberian layanan kesehatan. Pondasi keselamatan pasien yang baik akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan. Penerapan budaya keselamatan pasien yang kuat akan menghasilkan pelayanan keperawatan yang bermutu. Pelayanan kesehatan yang bermutu tidak cukup dinilai dari kelengkapan teknologi, sarana prasarana yang canggih dan petugas kesehatan yang profesional, namun BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 101

juga ditinjau dari proses dan hasil pelayanan yang diberikan. Rumah sakit harus bisa memastikan penerima pelayanan kesehatan terbebas dari resiko pada proses pemberian layanan kesehatan (Cahyono, 2008; Fleming & Wentzel, 2008). Penerapan keselamatan pasien di rumah sakit dapat mendeteksi resiko yang akan terjadi dan meminimalkan dampaknya terhadap pasien dan petugas kesehatan khususnya perawat. Penerapan keselamatan pasien diharapkan dapat memungkinkan perawat mencegah terjadinya kesalahan kepada pasien saat pemberian layanan kesehatan di rumah sakit. Hal tersebut dapat meningkatkan rasa aman dan nyaman pasien yang dirawat di rumah sakit (Armellino, Griffin, & Fitzpatrick, 2010). Pencegahan kesalahan yang akan terjadi tersebut juga dapat menurunkan biaya yang dikeluarkan pasien akibat perpanjangan masa rawat yang mungkin terjadi (Kaufman & McCughan, 2013). Pelayanan yang aman dan nyaman serta berbiaya rendah merupakan ciri dari perbaikan mutu pelayanan. Perbaikan mutu pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan memperkecil terjadinya kesalahan dalam pemberian layanan kesehatan. Penerapan budaya keselamatan pasien akan mendeteksi kesalahan yang akan dan telah terjadi. Budaya keselamatan pasien tersebut akan meningkatkan kesadaran untuk mencegah error dan melaporkan jika ada. Hal ini dapat memperbaiki outcome yang dihasilkan oleh rumah sakit tersebut. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 102

Outcome yang baik dapat tercapai jika terjadi peningkatan budaya keselamatan pasien di lingkungan rumah sakit. Peningkatan tersebut harus dipantau dan dapat diukur. Beberapa peneliti telah melakukan pengukuran terhadap budaya keselamatan pasien pada beberapa rumah sakit di dunia. Survey yang dilakukan pada rumah sakit pendidikan Kairo Mesir didapatkan bahwa dimensi yang paling dominan terhadap peningkatan budaya keselamatan pasien adalah pembelajaran organisasi/ perbaikan terus – menerus sebanyak 78, 2% (Aboul-Fotouh, Ismail, EzElarab, & Wassif, 2012). Pengukuran pada rumah sakit di mIchigan didapatkan data bahwa dimensi dominan adalah dimensi kerja sama tim di dalam unit sebanyak 59,9% (McGuire et al., 2013). Penelitian pada rumah sakit di Swedia didapatkan bahwa dimensi yang tertinggi adalah komunikasi terbuka yaitu 67,8% (Goras, Wallentin, Nilsson, & Ehrenberg, 2013). Budaya keselamatan pasien yang baik dapat memperkecil insiden yang berhubungan dengan keselamatan pasien. Penelitian Harvard School of Public Health (HSPH) (2011) menyebutkan bahwa dari seluruh dunia 43 juta orang dirugikan setiap tahun akibat perawatan yang tidak aman. Sekitar 70% dari pasien yang mengalami kesalahan medis menderita cacat ringan atau sementara, 7% pasien cacat permanen dan 13,6% kasus berakibat fatal. Data dari National Patient Safety Agency, menyebutkan dari kurun waktu April-September 2012 di London Inggris pada pelayanan kesehatan akut spesialis terjadi insiden yang tidak diinginkan sebanyak 56.1%. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 103

Persentase insiden tersebut menimbulkan kerugian ringan sebanyak 34.3 %, kerugian sedang sebanyak 21.1%, kerugian berat sebanyak 0.5% dan sebanyak 0.2% berkibat fatal. Data insiden tersebut berbeda dengan data di Indonesia. Indonesia belum memiliki sistem pencatatan kesalahan secara nasional. Pelaporan data tentang Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dan Kejadian Nyaris Cedera (KNC) belum banyak dilakukan. Data tentang KTD dan KNC di Indonesia masih sulit ditemukan untuk dipublikasikan. Namun diperkirakan dampak kerugian akibat KTD dan KNC tersebut cukup besar. Dampak dari KTD dapat berupa cacat ringan, sedang hingga berat, bahkan dapat berakibat fatal dan kematian. Besarnya dampak yang dapat timbul akibat insiden keselamatan pasien mengharuskan organisasi pelayanan kesehatan melaksanakan tindakan terkait keselamatan pasien. Hal ini untuk menjamin kualitas perawatan dipertahankan dan perawatan berkualitas diberikan kepada pasien. Beberapa upaya membangun budaya keselamatan pasien pada skala internasional dengan membuat kebijakan terkait keselamatan pasien antara lain Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organization (JCAHO) di Amerika, sejak 2007 menetapkan penilaian tahunan terhadap budaya keselamatan sebagai target keselamatan pasien. National Patient Safety Agency (NPSA) di Inggris mencantumkan budaya keselamatan sebagai langkah pertama dari”Seven Steps to Patient Safety”(Kachalia, 2013). Program sejenis juga dilakukan di Indonesia. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 104

Upaya yang telah dilakukan di Indonesia antara lain terdapat pada salah satu pedoman yang dapat dilaksanakan oleh perawat berdasarkan PERMENKES No.1691/MENKES/PE/VIII/2011 tentang keselamatan pasien rumah sakit. Pedoman tersebut di antaranya berisi tentang enam sasaran keselamatan pasien yaitu ketepatan identifikasi pasien; peningkatan komunikasi yang efektif; peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai; kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi; pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; pengurangan risiko pasien jatuh. Lebih lanjut ditegaskan pada bab IV pasal 8 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap rumah sakit wajib mengupayakan pemenuhan sasaran keselamatan pasien (DEPKES RI, 2011). Acuan ini di antaranya mewujudkan tujuan keselamatan pasien dan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi insiden. Upaya-upaya tersebut bertujuan mendorong penerapan budaya keselamatan pasien di rumah sakit. Selain itu, budaya keselamatan pasien dibangun dengan diubahnya blaming culture menjadi safety culture. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, memimpin dan mendukung staf dalam penerapan keselamatan pasien merupakan bagian penting dalam menciptakan budaya keselamatan pasien (Permenkes No. 1691, 2011). Salah satu strategi untuk mengembangkan budaya keselamatan adalah dengan melibatkan staf dalam perencanaan dan pengembangan budaya keselamatan pasien. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 105

Pemberian tanggung jawab yang berorientasi pada keselamatan pasien dapat menciptakan budaya keselamatan yang diharapkan. Definisi Keselamatan Pasien Keselamatan pasien didefinisikan sebagai layanan yang tidak mencederai dan merugikan pasien ataupun sebagai suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan keselamatan pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko (IOM dalam Cahyono, 2008; Depkes RI, 2006). Jadi dapat disimpulkan bahwa keselamatan pasien adalah bentuk layanan yang diberikan oleh suatu rumah sakit yang mengacu pada pencegahan insiden dan keamanan tindakan, guna meningkatkan mutu pelayanan. Sasaran Keselamatan Pasien Sasaran keselamatan pasien menurut WHO (Permenkes RI, 2011) ada enam yang meliputi: (1) melakukan identifikasi pasien secara tepat, (2) meningkatkan komunikasi yang efektif, (3) meningkatkan keamanan penggunaan obat yang membutuhkan perhatian atau yang perlu diwaspadai, BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 106

(4) mengurangi risiko salah lokasi, salah pasien, dan prosedur tindakan operasi, (5) mengurangi risiko infeksi nosokomial, (6) mengurangi risiko pasien cedera karena jatuh. Macam Kejadian Keselamatan Pasien Macam kejadian yang terkait dalam keselamatan pasien meliputi beberapa istilah menurut Cahyono (2008) dan Permenkes RI (2011) yaitu: a. Kejadian potensial cedera (KPC) KPC atau reportable circumstances adalah suatu kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, akan tetapi belum terjadi insiden. b. Kejadian nyaris cidera (KNC) KNC atau near miss didefinisikan sebagai kesalahan yang mungkin terjadi namun tidak sampai mencederai pasien. c. Kejadian tidak cedera (KTC) KTC atau no harm incident adalah suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien akan tetapi tidak timbul cedera. d. Kejadian tidak diharapkan (KTD) Kejadian tidak diharapkan atau adverse event dapat diartikan sebagai cedera atau komplikasi yang tidak diinginkan, yang dapat BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 107

mengakibatkan timbulnya kecacatan, kematian, atau perawatan yang lebih lama yang disebabkan oleh manajemen medis dan bukan karena penyakit yang diderita. e. Kejadian sentinel Kejadian sentinel didefinisikan sebagai suatu KTD yang mengakibatkan cedera serius bahkan kematian terhadap pasien. Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit Mengacu pada sasaran keselamatan pasien, maka rumah sakit harus merancang proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Adapun tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit antara lain; (1) membangun budaya keselamatan pasien, (2) pimpinan dan dukungan terhadap staf, (3) integrasi aktivitas manajemen risiko. (4) membangun sistem pelaporan, (5) melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien dan publik, (6) belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, dan (7) implementasi solusi untuk mencegah kerugian (Cahyono, 2008). BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 108

Budaya Keselamatan Pasien 1. Definisi Budaya Keselamatan Pasien Budaya keselamatan pasien merupakan kesadaran konstan dan potensi aktif oleh staf sebuah organisasi dalam mengenali sesuatu yang tampak tidak beres. Staf dan organisasi yang mampu mengakui kesalahan, belajar dari kesalahan, dan mau mengambil tindakan untuk mengadakan perbaikan dikatakan sudah melaksanakan budaya keselamatan. Budaya keselamatan pasien didefinisikan sebagai pola terpadu perilaku individu dan organisasi berdasarkan keyakinan dan nilai-nilai bersama yang terus berusaha untuk meminimalkan tindakan yang dapat membahayakan pasien yang mungkin timbul dari proses perawatan. Organisasi dengan budaya keselamatan positif memiliki arakteristik bahwa ada komunikasi yang dibentuk dengan rasa saling percaya tentang pentingnya eselamatan, dan dengan keyakinan dalam tindakan pencegahan yang efektif, serta membangun organisasi yang terbuka (open), adil (just), informatif dalam melaporkan kejadian keselamatan pasien yang terjadi (reporting), dan belajar dari kejadian tersebut (learning). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa budaya keselamatan pasien merupakan produk dari nilai-nilai, sikap, kompetensi individu dan kelompok yang terbuka, adil, informatif dalam pelaporan insiden keselamatan pasien, serta belajar dari BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 109

kejadian. Budaya keselamatan pasien menentukan komitmen dan gaya dari suatu organisasi serta dapat diukur dengan kuesioner. 2. Dimensi Budaya Keselamatan Pasien James Reason dalam Reiling (2006) dan NPSA (2004) menyebutkan bahwa budaya keselamatan pasien dapat dibagi menjadi beberapa dimensi seperti: a. Budaya keterbukaan (open culture) Budaya keterbukaan dalam suatu organisasi merupakan proses pertukaran informasi antar perawat dan staf. Dimensi ini memiliki karakteristik bahwa perawat akan merasa nyaman membahas insiden yang terkait dengan keselamatan pasien serta mengangkat isu-isu terkait keselamatan pasien bersama dengan rekan kerjanya, juga supervisor atau pimpinan. Komunikasi terbuka dapat diwujudkan dalam kegiatan supervisi dan dalam kegiatan tersebut perawat melakukan komunikasi terbuka tentang risiko terjadinya insiden dalam konteks keselamatan pasien, membagi dan bertanya informasi seputar isu-isu keselamatan pasien yang potensial terjadi dalam setiap kegiatan keperawatan. Keterbukaan juga ditujukan kepada pasien. Pasien diberikan penjelasan akan tindakan dan juga kejadian yang telah terjadi. Pasien diberikan informasi tentang kondisi yang akan menyebabkan resiko terjadinya kesalahan. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 110

Perawat memiliki motivasi untuk memberikan setiap informasi yang berhubungan dengan keselamatan pasien. b. Budaya pelaporan (reporting culture) Budaya pelaporan merupakan bagian penting dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien. Perawat akan membuat pelaporan jika merasa aman. Aman yang dimaksud apabila membuat laporan maka tidak akan mendapatkan hukuman. Perawat yang terlibat merasa bebas untuk menceritakan atau terbuka terhadap kejadian yang terjadi. Perlakuan yang adil terhadap perawat, tidak menyalahkan secara individu tetapi organisasi lebih fokus terhadap sistem yang berjalan akan meningkatkan budaya pelaporan. Menciptakan program evaluasi atau sistem pelaporan, adanya upaya dalam peningkatan laporan, serta adanya mekanisme reward yang jelas terhadap pelaporan merupakan langkah nyata dalam membangun dimensi budaya ini. c. Budaya keadilan (just culture) Perawat saling memperlakukan secara adil antarperawat ketika terjadi insiden, tidak berfokus untuk mencari kesalahan individu (blaming), tetapi lebih mempelajari secara sistem yang mengakibatkan terjadinya kesalahan. Aspek dalam budaya keadilan yang perlu mendapat perhatian adalah keseimbangan antara kondisi laten yang mempengaruhi dan dampak hukuman yang akan diberikan kepada individu yang berbuat kesalahan. Perawat dan BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 111

organisasi bertanggung jawab terhadap tindakan yang diambil. Perawat akan membuat laporan kejadian jika yakin bahwa laporan tersebut tidak akan mendapatkan hukuman atas kesalahan yang terjadi. Lingkungan terbuka dan adil akan membantu untuk membuat pelaporan yang dapat menjadi pelajaran dalam keselamatan pasien. Budaya tidak menyalahkan perlu dikembangakan dalam menumbuhkan budaya keselamatan pasien. Cara organisasi membangun budaya keadilan dengan memberikan motivasi dan keterbukaannya terhadap perawat untuk memberikan informasi kejadian yang dapat diterima dan tidak dapat diterima. Hal ini juga termasuk kerjasama antar perawat sehingga mengurangi rasa takut untuk melaporkan kejadian berkaitan dengan keselamatan pasien. d. Budaya pembelajaran (learning culture) Budaya pembelajaran memiliki pengertian bahwa sebuah organisasi memiliki sistem umpan balik terhadap kejadian kesalahan atau insiden dan pelaporannya, serta pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kualitas perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Setiap lini di dalam organisasi, baik perawat maupun manajemen menggunakan insiden yang terjadi sebagai proses belajar. Perawat dan manajemen berkomitmen untuk mempelajari insiden yang terjadi, mengambil tindakan atas insiden untuk diterapkan guna mencegah terulangnya kesalahan. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 112

3. Penerapan Budaya Keselamatan Pasien oleh Perawat Pelaksana Penerapan budaya keselamatan bermanifestasi sebagai iklim keselamatan dan merupakan sebuah potret dari budaya keselamatan yang berlaku dalam individu dan kelompok, serta dapat diukur dengan kuesioner (Agnew et al, 2013). Organisasi yang menerapkan budaya keselamatan pasien berarti anggota dalam organisasi tersebut harus membangun organisasi yang terbuka (open), adil (just), informatif dalam melaporkan kejadian yang terjadi (reporting), dan belajar dari kejadian tersebut (learning). Penerapan budaya keselamatan pasien oleh perawat pelaksana adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat pelaksana yang mencerminkan dimensi budaya keselamatan pasien yaitu keterbukaan dan melaporkan ketika terjadi insiden keselamatan pasien, keadilan antar perawat ketika terjadi insiden keselamatan pasien, serta pembelajaran terhadap suatu kesalahan atau insiden keselamatan pasien. Menerapkan budaya keselamatan pasien yang baik adalah ketika perawat secara aktif dan konstan menyadari potensial terjadinya kesalahan dan dapat mengidentifikasi serta mengenali kejadian yang telah terjadi, belajar dari kesalahan dan mengambil tindakan untuk memperbaiki kesalahan tersebut (NPSA, 2004). Penerapan budaya keselamatan pasien oleh perawat pelaksana disimpulkan sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh perawat pelaksana yang mencerminkan BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 113

keterbukaan, pelaporan, keadilan, dan pembelajaran terhadap insiden keselamatan pasien yang dapat diukur dengan kuesioner. 4. Manfaat Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Manfaat utama dalam penerapan budaya keselamatan pasien adalah organisasi menyadari apa yang salah dan pembelajaran terhadap kesalahan tersebut (Reason, 2000 dalam Cahyono, 2008). Fokus keseluruhan terhadap penerapan budaya keselamatan pasien dengan melibatkan seluruh komponen yang terlibat dalam organisasi akan lebih membangun budaya keselamatan pasien dibandingkan apabila hanya fokus terhadap programnya saja. Adapun manfaat dalam penerapan budaya keselamatan pasien secara rinci antara lain (NPSA, 2004): a. Membuat organisasi kesehatan lebih tahu jika ada kesalahan yang akan terjadi atau jika kesalahan terjadi. b. Meningkatnya laporan kejadian yang dibuat dan belajar dari kesalahan yang terjadi akan berpotensial menurunnya kejadian yang sama berulang kembali dan keparahan dari insiden keselamatan pasien. c. Kesadaran akan keselamatan pasien, yaitu bekerja untuk mencegah error dan melaporkan jika ada kesalahan. d. Berkurangnya perawat yang merasa tertekan, bersalah, malu karena kesalahan yang telah diperbuat. e. Berkurangnya turn over pasien, karena pasien yang pernah mengalami insiden, pada umumnya akan mengalami perpanjangan hari BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 114

perawatan dan pengobatan yang diberikan lebih dari pengobatan yang seharusnya diterima pasien. f. Mengurangi biaya yang diakibatkan oleh kesalahan dan penambahan terapi. g. Mengurangi sumber daya yang dibutuhkan untuk mengatasi keluhan pasien. 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Budaya Keselamatan Pasien oleh Perawat Pelaksana a. Manajemen dan kepemimpinan (leadership) Transformasi atau perubahan penerapan budaya dari budaya yang negatif menuju budaya yang positif memerlukan pengkajian manajemen dan pengarahan kepemimpinan. Ketika kepemimpinan dan manajemen berkomitmen untuk budaya keselamatan pasien, seluruh anggota organisasi akan mengikuti dan dengan demikian dapat menemukan akar penyebab masalah dan menjadikan hal tersebut sebagai suatu proses dalam organisasi (Marquis & Huston 2010). Dalam suatu proses transformasi nilai (proses internalisasi nilai keselamatan pasien menjadi bagian dari budaya organiasai) pemimpin mulai mengajak perawat untuk melihat, percaya, bergerak dan menyelesaikan perubahan sehingga organisasi menemukan nilai-nilai kolektif dan memakai nilai-nilai tersebut sebagai perekat, menjadi tuntunan BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 115

dalam membentuk kebiasaan dan perilaku setiap individu dan kelompok (Cahyono, 2008). Hal tersebut didikung oleh penelitian yang mengatakan ada hubungan yang positif antara kepemimpinan efektif oleh kepala ruang dengan penerapa budaya keselamatan pasien Ada 3 domain perilaku kepemimpinan yang mampu menjadi agen perubahan (change agent) bagi perilaku anggota dalam suatu organisasi yakni pengarahan (direction), pengawasan (supervision), serta koordinasi (coordination). 1) Pengarahan Pengarahan mengacu pada penugasan, perintah, kebijakan, peraturan, standar, pendapat, saran, dan pertanyaan untuk mengarahkan perilaku bawahan. Kebijakan, prosedur, standar, dan tugas menjadi alat dalam memimpin orang lain untuk menghasilkan perilaku yang diinginkan. Perintah dalam pengarahan dapat berupa perintah lisan atau tertulis oleh atasan organisasi yang membutuhkan untuk bawahan untuk bertindak atau menahan diri dari bertindak dengan cara tertentu. 2) Supervisi Supervisi pelayanan keperawatan dikatakan sebagai kegiatan dinamis yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan kepuasan antara dua komponen yang terlibat yaitu supervisor BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 116

atau pimpinan, orang yang disupervisi sebagai mitra kerja dan pasien sebagai penerima jasa pelayanan keperawatan (Arwani & Supriyatno, 2006). Supervisi merupakan perilaku kepemimpinan yang berfungsi untuk memeriksa pekerjaan, mengevaluasi kinerja, memperbaiki kinerja staf, memberi dukungan, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak dukungan yang diberikan oleh pemimpin atau supervisor untuk keselamatan pasien akan meningkatkan penerapan budaya keselamatan pasien oleh perawat, yakni meningkatkan frekuensi keterbukaan dan pelaporan atas insiden keselamatan pasien. Persepsi yang baik tentang keselamatan pasien juga dikatakan menjadi meningkat dan kemungkinan dapat menyebabkan meningkatnya keterbukaan dan pelaporan insiden keselamatan pasien (Jardali et al, 2011). 3) Koordinasi Koordinasi adalah kegiatan kepemimpinan yang mencakup semua kegiatan yang memungkinkan staf untuk bekerja bersama secara harmonis. Koordinasi penting dilakukan untuk keberhasilan suatu organisasi kesehatan. Umumnya koordinasi kegiatan staf terjadi selama pertemuan kelompok kerja utama karena beberapa anggota mengkhususkan diri dalam tugas terkait, seperti kegiatan menyempurnakan tujuan, identifikasi BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 117

masalah, dan analisis data. Staf yang lain mengkhususkan diri dalam kegiatan perawatan. Pemecahan masalah dalam kegiatan koordinasi harus cukup panjang untuk memungkinkan diskusi lengkap dari topik masalah, dan dalam kegiatan ini staf yang wajib hadir dibebaskan dari tugas perawatan pasien (Gillies, 1994). b. Faktor kepegawaian (staffing) Kepegawaian merupakan komponen utama dari faktor yang mengakibatkan perawat mau menerapkan budaya keselamatan pasien. Memiliki tenaga kerja yang kuat, mampu, dan termotivasi adalah salah satu tantangan terbesar dalam rumah sakit. Tenaga medis di rumah sakit sering mengalami stress dan sulit tidur akibat panjangnya jam kerja yang mungkin menyebabkan penyimpangan dalam kinerja sehingga mengarah pada penurunan kualitas dan kinerja perawat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat yang termotivasi akan meningkatkan persepsi perawat mengenai keselamatan pasien dan keamanan bekerja, sehingga akan melaporkan secara terbuka insiden keselamatan pasien yang terjadi (Jardali et al, 2011). c. Lingkungan fisik dan akreditasi rumah sakit Lingkungan fisik rumah sakit yaitu ukuran rumah sakit dan status akreditasi rumah sakit juga merupakan faktor yang BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 118

mempengaruhi penerapan budaya keselamatan pasien. Rumah sakit kecil mencetak frekuensi pelaporan insiden keselamatan pasien lebih tinggi disbanding RS besar, serta memiliki persepsi yang tinggi mengenai keselamatan pasien. Rumah sakit besar biasanya selalu menerima menghadapi tantangan yang datang terutama untuk mengerjakan pekerjaan yang lebih berkualitas, akibat birokrasi yang ada. Sebaliknya rumah sakit kecil memiliki budaya yang lebih homogen di mana anggotanya lebih mungkin dan mudah untuk membagi nilai-nilai yang sama terutama mengenai keselamatan pasien. Rumah sakit yang terakreditasi dikatakan memiliki anggota dengan persepsi dan frekuensi pelaporan insiden keselamatan pasien lebih tinggi dibandingkan rumah sakit non-akreditasi (Jardali et al, 2011). d. Karakteristik perawat pelaksana Kinerja atau performance dalam suatu organisasi kesehatan tergantung pada pengetahuan, keterampilan, dan motivasi pekerja kesehatan itu sendiri. Karakteristik perawat merupakan ciri-ciri individu yang melekat pada dirinya yang memengaruhi performance. 1) Usia Kemampuan dan keterampilan seseorang seringkali dihubungkan dengan usia, sehingga semakin lama usia seseorang maka pemahaman terhadap masalah akan lebih BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 119

dewasa dalam bertindak, dan berpengaruh terhadap produktivitas dalam bekerja. Penelitan oleh Setiowati (2010) menyatakan usia perawat pelaksana berhubungan positif dengan penerapan budaya keselamatan pasien. Hal tersebut didukung oleh penelitian oleh Nurmalia (2012) yang menyatakan usia dewasa muda dianggap lebih mudah menerima perubahan sehingga mempengaruhi dalam mempersepsikan budaya keselamatan pasien. 2) Tingkat pendidikan perawat Pendidikan merupakan suatu metode pengembangan organisasi dimana staf mendapatkan pengetahuan dan keterampilan untuk tujuan positif dan staf mendapat pengetahuan yang penting untuk penampilan kinerjanya dalam hal kognitif, psikomotor, dan sikap. Pendidikan adalah indikator yang menunjukkan kemampuan individu untuk menyelesaikan pekerjan yang menjadi tanggung jawabnya. Latar belakang pendidikan perawat berpengaruh terhadap penerapan keselamatan pasien. Survey berdasarkan evidence based di New Zealand, Amerika Serikat, dan Thailand menyebutkan ada kenaikan insidensi faktor penyebab kematian pasien di RS pada tenaga perawat dengan latar belakang pendidikan campuran dan terdapat penurunan pada ketenagaan yang sudah teregistrasi. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 120

3) Masa kerja Masa kerja adalah jangka waktu yang dibutuhkan seseorang dalam bekerja sejak mulai masuk dalam lapangan pekerjaan, semakin lama seseorang bekerja semakin terampil dan berpengalaman dalam melaksanakan pekerjaannya. Masa kerja akan memberikan pengalaman kerja yang lebih banyak pada seseorang. Pengalaman kerja berhubungan dengan kinerja seseorang. Hasil penelitian oleh Setiowati (2010) menunjukkan ada hubungan positif antara masa kerja dengan penerapan budaya keselamatan pasien. 6. Mengukur Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Salah satu alat untuk mengukur penerapan budaya keselamatan pasien adalah dengan instrument kuesioner The Hospital Survey of Patient Safety Culture (HSOPSC) yang dikembangkan oleh Agency for Health Care Research and Quality (AHRQ). Agency for Health Care Research and Quality merupakan suatu komite untuk kualitas kesehatan di Amerika yang memimpin Lembaga Federal untuk peneltian tentang kualitas kesehatan, biaya, outcome, dan keselamatan pasien. AHRQ mendanai 100 penelitian untuk mengidentifikasi instrumen yang dijadikan alat untuk menilai budaya keselamatan pasien. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 121

Pada dasarnya empat dimensi budaya keselamatan pasien yakni budaya keterbukaan, pelaporan, keadilan, dan budaya pembelajaran digunakan dalam menilai budaya keselamatan pasien dalam suatu organisasi kesehatan. The Hospital Survey of Patient Safety Culture yang dikembangkan oleh AHRQ menggunakan komponen-komponen sebagai indikator masing-masing dimensi budaya keselamatan pasien. Indikator dimensi budaya keterbukaan antara lain (1) komunikasi terbuka, (2) kerjasama dalam unit, (3) kerjasama antar unit, (4) persepsi keselamatan pasien. Indikator dimensi budaya keadilan adalah (1) umpan balik (feedback) dan komunikasi, (2) staffing, (3) respon tidak menghukum. Indikator dimensi budaya pelaporan mengandung komponen (1) pelaporan kejadian, (2) hand over sedangkan indikator dari dimensi budaya pembelajaran mengandung komponen (1) pembelajaran oleh perawat, (2) ekspektasi manajer, dan (3) dukungan manajemen. 7. Membangun Budaya Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Keselamatan pasien rumah sakit merupakan suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk : asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 122

mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Membangun budaya keselamatan pasien di RS dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : 1. Seluruh personel RS memiliki kesadaran yang konstan dan aktif tentang hal yang potensial menimbulkan kesalahan. 2. Baik staf maupun organisasi RS mampu membicarakan kesalahan, belajar dari kesalahan tersebut dan mengambil tindakan perbaikan. 3. Bersikap terbuka dan adil / jujur dalam membagi informasi secara terbuka dan bebas, dan penanganan adil bagi staf bila insiden terjadi. 4. Pimpinan terkait menerangkan bahwa penyebab insiden keselamatan pasien tidak dapat dihubungkan dengan sederhana ke staf yang terlibat. Semua insiden berkaitan juga dengan sistem tempat orang itu bekerja. 5. Perubahan nilai, keyakinan dan perilaku menuju keselamatan pasien penting bukan hanya bagi staf, melainkan juga semua orang yang bekerja di RS serta pasien dan keluarganya. Tanyakan apa yang bisa mereka bantu untuk meningkatkan keselamatan pasien RS. 6. Penjelasan/pemahaman tentang aktivitas organisasi RS yang bersifat resiko tinggi dan rentan kesalahan. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 123

7. Lingkungan yang bebas menyalahkan, sehingga orang dapat melapor kesalahan tanpa penghukuman. 8. Pimpinan wajib berkomitmen mendukung dan memberikan penghargaan kepada staf yang melaporkan insiden keselamatan pasien, bahkan meskipun kemudian dinyatakan salah. 9. Komunikasi antar staf dan tingkatan harus sering terjadi dan tulus. 10. Terdapat keterbukaan tentang kesalahan dan masalah bila terjadi pelaporan. 11. Pembelajaran organisasi. Tanggapan atas suatu masalah lebih difokuskan untuk meningkatkan kinerja sistem daripada untuk menyalahkan seseorang. 12. Seluruh staf harus tahu apa yang harus dilakukan bila menemui insiden: mencatat, melapor, dianalisis, memperoleh feed back, belajar dan mencegah pengulangan. Kegiatan yang dilakukan di rumah sakit dalam membangun budaya keselamatan pasien sebagai berikut (Linerin, 2017) : 1. Memberlakukan motto rumah sakit “Mengutamakan mutu dalam pelayanan dan keselamatan pasien”. Dengan motto ini diharapkan para karyawan yang bekerja di rumah sakit mengingatnya dan menerapkan dalam pekerjaan sehari-hari. 2. Melakukan diklat patient safety pada perawat dan karyawan yang baru masuk. Diklat dibawakan oleh Manajer Pelayanan Medis yang BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 124

sudah mengikuti berbagai seminar atau symposium mengenai patient safety. 3. Melakukan diklat berkelanjutan mengenai patient safety kepada para karyawan lama. 4. Manajemen melakukan ronde keselamatan pasien setiap hari selama 30 menit sampai dengan 1 jam. Ronde ini dilakukan oleh semua manajer yang terlibat, berkeliling ruangan mencari dan melakukan identifikasi resiko. 5. Memberlakukan pemberian penghargaan kepada karyawan yang melaporkan KPC. 6. Melakukan pembahasan insiden keselamatan pasien yang terjadi. Rapat patient safety dilakukan seminggu sekali. Karyawan yang terlibat dalam kasus patient safety wajib datang untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi. No blaming system diterapkan pada rapat ini. 7. Setiap pagi melakukan morning report yang melaporkan juga kasus insiden keselamatan pasien. 8. Mengundang ahli patient safety ke rumah sakit untuk melakukan seminar atau diklat terkait patient safety. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 125

PENUTUP Keselamatan pasien sudah diterapkan di hampir seluruh rumah sakit di Indonesia. Rumah sakit yang tidak menerapkan keselamatan pasien dalam pelayanan mereka akan perlahan ditinggalkan oleh pasien. Membangun budaya keselamatan pasien di rumah sakit bukanlah pekerjaan yang sederhana. Sehingga memerlukan waktu dan pekerjaan yang tidak sebentar. Akhirnya target akhir dengan kegiatan PATIENT SAFETY diharapkan terjadi penekanan / penurunan insiden keselamatan pasien sehingga dapat lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit di Indonesia. Program Keselamatan Pasien merupakan never ending proses, karena itu diperlukan budaya termasuk motivasi yang cukup tinggi untuk bersedia melaksanakan program keselamatan pasien secara berkesinambungan dan berkelanjutan. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 126

DAFTAR PUSTAKA Aboul-Fotouh, A M, Ismail, N A, EzElarab, H S, Wassif, G O. Eastern Mediterranean Health Journal; Alexandria Vol. 18, Iss. 4, (Apr 2012): 372- 7. Diambil dari :https://search.proquest.com/ openview/ 18cae9e3c8bba209012d4787dc26bb6b/1?pqorigsite=gscholar&cbl=10560 5. (05 Mei 2018) Armellino d., Quinn Griffin m.t. & Fitzpatrick j.j. 2010. Journal of Nursing Management. 18, 796–803 Structural empowerment and patient safety culture among registered nurses working in adult critical care units. Agnew, et al., Delayed prescribing of antibiotics for respiratory tract infection: use of information leaflets. Ir Med J2013; 106;243-4 Cahyono, B. 2008. Membangun Budaya Keselamatan Pasien Dalam PraktikKedokteran. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Depkes RI. 2006. Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. 2011. Target Tujuan Pembangunan MDGs. Direktorat Jendral Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta. El Jardali, F et al (2011) Predictors and outcomes of patient safety culture in hospital, BMC Health Services Research11,45 Fleming, Wenztel. 2008. Patient safety culture improvement tool: development and guidelines for use. Canada. Mary's University. Göras, Camilia.,Wallentin, Fan Yang Nilsson,. Ehrenberg Anna. 2012. Swedish translation and psychometric testing of the safety attitudes questionnaire (operating room version). BMC Health Services Research201313:104. Diambil dari : https://bmchealthservres.biomedcentral.com/articles/10.1186 /1472-6963- 13-104 BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 127






























Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook