20. Akram Ghahramanian TRFAZSID. Quality of healthcare services and its relationship with patient safety culture and nurse-physician professional communication. Health Promot Perspect. 2017 June; 7(3). 21. Hazan J. Incident reporting and a culture of safety. Clinical Risk. 2016; 22(5-6). BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 43
BAB III PERUBAHAN PARADIGMA QUALITY KE ARAH QUALITY SAFETY DALAM UPAYA MENINGKATKAN MUTU PELAYANAN PENDAHULUAN Rumah sakit sebagai instansi pelayanan kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien harus mengutamakan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit .(Pasal 29b UU No.44/2009) Pasien sebagai pengguna pelayanan kesehatan berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit (Pasal 32n UU No.44/2009). Perkembangan rumah sakit saat ini telah mengalami transformasi. Industri rumah sakit mengalami perkembangan cukup pesat seiring diterbitkannya berbagai peraturan dan perundang-undangan yang mendukung iklim investasi dan menciptakan kondisi bisnis dan jasa rumah sakit yang lebih baik. Aktifnya para pelaku bisnis dalam berinvestasi di industri rumah sakit di tanah air seiring sejalan dengan upaya pemerintah menyediakan jasa layanan kesehatan kepada masyarakat. Berdasarkan profil kesehatan dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 Peningkatan jumlah rumah sakit mengalami peningkatan yang sangat besar dengan BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 44
angka mencapai 2.488 dengan kepemilikan yang beragam. Hal tersebut menunjukkan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan layanan jasa kesehatan. Dengan demikian setiap rumah sakit dituntut untuk meningkatkan mutu layanan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Agar Rumah Sakit dapat mencapai tujuannya, maka fungsi koordinasi memegang peranan penting dalam prosesnya, sehingga mampu menciptakan kualitas pelayanan yang optimal bagi para pasien. Kepuasan pasien dalam hal ini dapat terpenuhi apabila penyelenggaraan pelayanan memperhatikan beberapa asas, yakni pelayanan medik, petugas pelayanan dan biaya pelayanan .( Fandy T, 2006) Isu penting terkait keselamatan di rumah sakit (RS) yaitu: keselamatan pasien, keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di RS yang berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan, dan keselamatan “bisnis” RS terkait dengan kelangsungan hidup RS (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Patient safety merupakan istilah yang saat ini cukup populer dalam pelayanan kesehatan. Patient safety merupakan upaya-upaya pelayanan yang mengutamakan pada keselamatan pasien. Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 45
resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko. (Departemen Kesehatan RI, 2008) Data yang dirilis oleh Health and Human Service (HHS) menunjukkan bahwa sepanjang 2010-2014 di Amerika telah terjadi penurunan kejadian terkait patient safety di rumah sakit sebesar 17%. Hal ini telah memberi kontribusi utama terhadap menurunnya kematian pasien (akibat kejadian tidak diinginkan) sebanyak 87 ribu kasus. Zero patient harm merupakan langkah yang baik bagi pelayanan kesehatan di Amerika. Dimana ada tantangan lain bagi patient safety seperti medical errors yang terjadi di tahun 2015, yang merupakan satu dari berbagai error yang paling banyak terjadi, dimana setiap tahun setidaknya ada 5% pasien rawat inap yang mengalami kejadian tak diinginkan terkait dengan pemberian obat. Ini tidak hanya terjadi pada pasien rawat inap, tapi juga pada pasien yang sedang menjalani dioperasi. Dibulan oktober sendiri separuh dari operasi mengalami medication errors, seperti pemberian dosis tidak tepat, mengabaikan tindakan yang harus dilakukan berdasarkan tanda vital pada pasien, kesalahan dalam pelabelan serta documentation errors yang dilansir dalam sebuah studi di Massachusetts General Hospital. Laporan penelitian yang dilakukan oleh Institute of Medicine mengungkapkan adanya Diagnostic errors terkait Improving Diagnosis in Health Care. Berdasarkan laporan tersebut data yang ada menunjukkan 10% kematian BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 46
pasien disebabkan oleh diagnostic error yang disebabkan oleh kejadian tidak diinginkan dengan persentase 6%. Diagnostic error menjadi salah satu isu yang mendapat perhatian khusus karena hal ini merupakan penyebab tingginya error dan bahkan kematian pasien. Untuk menghindari kejadian tersebut diharapkan adanya kerjasama oleh semua stakeholder pelayanan kesehatan serta membangun komunikasi dan mitra yang baik dengan pasien dan keluarganya. Adapun di Indonesia tingkat KTD sebagaimana laporan insiden patient safety tahun 2007 sebesar 46,2% dan pada tahun 2010 sebesar 63%.( Lumenta A, 2008) Publikasi WHO (World Health Organization), melaporkan insiden keselamatan pasien bahwa kesalahan medis terjadi pada 8% sampai 12% dari ruang rawat inap. Sementara 23% dari warga Uni Eropa 18% mengaku telah mengalami kesalahan medis yang serius di rumah sakit dan 11% telah diresepkan obat yang salah. Bukti kesalahan medis menunjukkan bahwa 50% sampai 70,2% dari kerusakan tersebut dapat dicegah melalui pendekatan yang sistematis komprehensif untuk keselamatan pasien.(WHO, 2016) Berdasarkan UU No.1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang patient safety pihak rumah sakit diharuskan melakukan kegiatan pelayanan dengan lebih mengutamakan patient safety.(Permenkes RI, 20140 Kurangnya kesadaran dan kepedulian akan pentingnya patient safety akan mengakibatkan kerugian bagi pihak rumah sakit dan juga pasien seperti bertambah lamanya pasien dirawat yang akan berdampak pada semakin besarnya biaya yang harus ditanggung dan terjadinya resistensi obat BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 47
( Setiowati D. 2010) Analisis AHRQ berdasarkan pelatihan menemukan sebesar 55% akar masalah terkait jumlah KTD Sebanyak 2.966 masalah. Mencegah dampak pasien terhadap KTD terkait kematian dan ketidakmampuan yang menetap sangat erat kaitannya dengan kinerja perawat dalam lingkup penerapan patient safety (AHRQ, 2003) . Considine mengatakan bahwa untuk mencegah KTD beserta dampaknya yaitu dengan peningkatan kemampuan perawat terkait pencegahan dini, deteksi risiko serta koreksi terhadap abnormalitas yang mungkin bisa terjadi pada pasien . (Considine J , 2005) Schoonhoven, Grobbee, Bousema dan Buskens berpendapat bahwa ketidakseragaman persepsi terkait deteksi risiki terhadap pasien akan mengakibatkan pressure ulcer berdasarkan temuan data sebesar 70% . (Schoonhoven L, 2006) Dengan demikian KTD dapat diturunkan dengan penerapan patient safety yang baik. Upaya untuk membangun budaya keselamatan pasien (culture of safety) disokong oleh tiga plar yaitu teknologi, proses, dan SDM sebagai pilar dari pondasi perawatan pasien secara aman . (Yates GR, 2004) Program keselamatan pasien mulai dari perencanaan hingga evaluasi menjadi wewenang tim keselamatan pasien rumah sakit. Di Indonesia berdasarkan data insiden keselamatan pasien yang diterbitkan KKPRS (Komite Keselamatan Pasien Rumah sakit) terdapat 114 laporan insiden keselamatan pasien pada tahun 2009, 103 laporan pada tahun 2010, dan 34 laporan di tahun 2011 pada tri wulan I .( Komite Keselamatan Rumah Sakit, 2012) Terjadinya insiden keselamatan pasien di suatu rumah sakit BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 48
akan memberikan dampak yang merugikan bagi pihak rumah sakit, staf, dan pasien sebagai penerima pelayanan berpendapat bahwa hal buruk yang ditimbulkan adalah menurunnya tingkat kepercayaan pasien terhadap pelayanan kesehatan . (Rosyada SD , 2014) Hasil penelitian Dwiyanto dengan judul “penerapan hospital by laws dalam meningkatkan patient safety di Rumah sakit” mengungkapkan bahwa tujuan utama dari keselamatan pasien adalah mencegah terjadinya cidera yang diakibatkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melaksanakan tindakan yang seharusnya diambil . (Dwiyanto, A, 2017) Hal tersebut dapat dicapai dengan peningkatan kualitas mutu pelayanan medis yang dilakukan oleh seluruh staf di rumah sakit. Peningkatan kualitas pelayanan agar lebih efektif dan efisien dapat dilakukan dengan pelaksanaan audit medis di rumah sakit. Mutu pelayanan yang berkualias dan dibarengi dengan jaminan patient safety yang tinggi akan menghasilkan citra rumah sakit yang baik dimata pasien sebagai konsumen rumah sakit. Nilai patient safety merupakan hal yang sangat penting untuk diterapkan dan ditanamkan pada setiap anggota organisasi, karena patient safety merupakan hal yang fundamental. Pemahaman yang baik terkait patient safety akan menjadikan setiap anggota organisasi mengetahui apa yang akan dilakukan. Perilaku tersebut pada akhirnya menjadi suatu implementasi yang tertanam dalam setiap anggota organisasi berupa perilaku Implementasi patient safety. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh implementasi BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 49
patient safety terhadap penigkatan mutu pelayanan kesehatan. Dengan tujuan khususnya untuk menganalisis implementasi patient safety pada Instalasi Rawat Darurat, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap, HCU dan ICU, Instalasi Kamar Operasi, Kemotherapi, Kemotherapi, Instalasi Radiologi, Instalasi Laboratorium, Instalasi Farmasi, Instalasi Gizi, Instalasi CSSD & Laundry, Instalasi Pemeliharaan Sarana Medis dan Ambulance dan Evakuator di Rumah Sakit . Semakin tinggi keselamatan pasien maka semakin baik mutu suatu rumah sakit, ketika pasien terkena insiden maka akan beralih ke rumah sakit lain, patient safety dan mutu rumah sakit berkorelasi positif. Responden juga menyatakan bahwa pasien yang mendapatkan pelayanan yang aman di rumah sakit akan mengdongkrak customer feeding, ketidak puasan pasien akan sangat berpengaruh pada kualitas atau mutu. Hal ini juga sesuai dengan teori Mukti yang menyatakan, bahwa pelayanan bermutu diartikan sejauh mana realitas pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai dengan kriteria, standar profesional medis terkini, baik yang telah memenuhi atau melebihi kebutuhan dan keinginan pelanggan dengan tingkat efisiensi yang optimal (Mukti AG, 2017). Membangun kualitas dimulai dari kebutuhan atau keinginan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Semakin meningkatnya manajemen patient safety yang terwujud dalam menurunnya tingkat insiden maka dapat dikatakan semakin baik pula mutu pelayanan di instansi pelayanan kesehatan. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 50
Dukungan manajemen dan direktur Rumah Sakitdalam meningkatkan implementasi patient safety dapat dilihat dari dibentuknya komite hospital safety, diadakannya pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan patient safety, serta adanya penataan sistem keselamatan dan standar opersional pelayanan yang sesuai prosedur patient safety, ditambah dengan adanya pengawasan dari pimpinan Rumah Sakit sangat dirasakan petugas memberikan kontribusi bagi terciptanya implementasi patient safety di Rumah Sakit. Implementasi patient safety yang tinggi pada setiap instalasi di rumah sakit disebabkan karena adanya kerjasama yang baik dalam unit dan antar unit dalam peningkatan patient safety yang dirasakan petugas Instalasi radiologi. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Rachmawati yang menunjukan bahwa kerjasama tim berpengaruh positif dan signifikan terhadap Implementasi patient safety .( Rachmawati E, 2011) Adapun implementasi patient safety yang tergolong sedang pada ambulance dan evakuator dikarenakan kurangnya pelatihan tentang patient safety yang didapatkan petugas ambulance dan evakuator. Pelatihan merupakan metode yang terorganisir untuk memastikan bahwa individu memiliki pengetahuan dan keterampilan tertentu dalam mengerjakan kewajiban dan tanggung jawab pekerjaan yang lebih baik . (Marquis BL, 2016) Implementasi patient safety merupakan suatu hal yang penting karena implementasi patient safety adalah suatu cara untuk membangun program patient safety secara keseluruhan, karena jika kita lebih fokus BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 51
pada implementasi patient safety maka akan lebih menghasilkan hasil keselamatan yang lebih apabila dibandingkan hanya berfokus pada program patient safety saja. (Setiowati D , 2010) Membangun kesadaran akan nilai patient safety, memimpin dan mendukung staf dalam penerapan patient safety merupakan bagian penting dalam menciptakan budaya patient safety (PMK No. 1691 Tahun 2011). Sejalan dengan itu, Rachmawati mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi keselamatan pasien diantaranya dapat dilihat dari tingkat manajemen dan tingkat organisasi.( Rachmawati E, 2011) Tingkat manajemen meliputi persepsi manajemen tentang patient safety dan keterlibatan manajemen dalam patient safety, sedangkan tingkat organisasi meliputi kepemimpinan transformasional, SDM, kepemimpinan komite keselamatan pasien, kepemimpinan pengawas safety, kejelasan dan keteraturan penempatan kerja dan audit proses. Deskripsi Implementasi Patient Safety Berdasarkan Dimensi di rumah sakit. Peningkatan mutu dan keselamatan pasien saling berhubungan, Semakin tinggi keselamatan pasien maka semakin baik mutu suatu rumah sakit, ketika pasien terkena insiden maka akan beralih ke rumah sakit lain, patient safety dan mutu rumah sakit berkorelasi positif. Stephen dan Timothy menyatakan kerjasama tim adalah kelompok yang usaha-usaha individualnya menghasilkan kinerja lebih tinggi daripada BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 52
jumlah masukan individual. Kerjasama tim menghasilkan sinergi positif melalui usaha yang terkoordinasi.( Robbins SP, 2008) Hal ini memiliki pengertian bahwa kinerja yang dicapai oleh sebuah tim lebih baik daripada kinerja perindividu di suatu organisasi ataupun suatu perusahaan. Kerjasama dalam unit di rumah sakit yang tergolong tinggi disebabkan karena adanya rasa tanggung jawab kerja para petugas dan pengevaluasian atau pemantauan setiap program patient safety yang dilakukan pihak rumah sakit. Menurut Baker et all kerja tim sangat dibutuhkan diantara tim medis untuk meningkatkan patient safety melalui pengurangan kesalahan-kesalahan akibat adanya kerjasama tim antara petugas medis . (Baker DP, 2008) Adapun dimensi dukungan manajemen terhadap patient safety, staffing, dan keseluruhan persepsi terhadap patient safety yang tergolong sedang disebabkan faktor individu atau petugas itu sendiri, seperti masih kurangnya kesadaran petugas untuk melaporkan setiap insiden yang terjadi di rumah sakit. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya implementasi menyalahkan masih ada di lingkungan rumah sakit, sehingga petugas cenderung tidak melaporkan karena takut dimarahi atau tidak mau temannya dimarahi. Petugas masih kurang memiliki kesadaran diri dalam mengaplikasikan setiap program patient safety yang dibuat pihak rumah sakit. Sejalan dengan yang dikemukakan Rachmawati bahwa faktor individu atau patugas sangat berpengaruh terhadap implementasi patient safety, dimana faktor yang berkaitan dengan indivitu berupa kesadaran BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 53
diri, beban kerja, tingkat stress, tingkat kelelahan, perasaan takut disalahkan, perasaan malu, dan keterlibatan keluarga atau pasien. (Rachmawati E, 2011) Deskripsi Dimensi Implementasi Patient safety pada setiap Instalasi di Rumah Sakit Penelitian Hikmah di RSUP Fatmawati menunjukan masih rendahnya dimensi respon berarti terhadap eror, staffing, keseluruhan persepsi tentang patient safety, dan frekuensi pelaporan kejadian pada petugasa instalasi rawat darurat. Keselamatan pasien menjadi prioritas pertama dalam pemberian layanan kesehatan dan layanan keperawatan di rumah sakit (25). (Hikmah, 2008) Agnew et al menyatakan penerapan budaya keselamatan bermanifestasi sebagai iklim keselamatan dan merupakan sebuah potret dari budaya keselamatan yang berlaku dalam individu dan kelompok, serta dapat diukur dengan kuesioner. (Agnew C, 2013) Keselamatan pasien juga merupakan langkah kritis pertama untuk memperbaiki kualitas pelayanan, serta berkaitan dengan mutu dan citra rumah sakit. Keselamatan pasien dipengaruhi oleh berbagi faktor yang saling berinteraksi dalam sistem kesehatan. (Cahyono JB , 2012) Faktor yang berpengerauh terhadap sistem kesehatan dan keselamatan pasien yakni, petugas kesehatan, sifat dasar pekerjaan, lingkungan fisik, faktor penyatuan system dengan berbagai faktor organisasi atau lingkungan sosial dan faktor manajemen. Faktor manajemen meliputi ketenagaan, BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 54
struktur organisasi, penjadwalan, ketersediaan sumber daya, dan komitmen terhadap kualitas. Mengenali sesuatu yang tidak baik dalam sebuah organisasi merupakan potensi aktif dari setiap anggota organisasi, hal ini dapat terlihat dengan adanya kesadaran konstan terkait budaya keselamatan pasien. Melaksanakan budaya keselamatan pasien adalah bentuk dari perbaikan kinerja oleh setiap anggota organisasi, seperti mengakui kesalahan dan mau belajar dari kesalahan tersebut serta mau mengambil tindakan tepat Kedisiplinan, ketaatan terhadap standar, prosedur dan protokol, bekerja dalam tim, kejujuran, keterbukaan, saling menghargai adalah nilai dasar yang harus dijunjung tinggi .( NPSA. 2010) Implementasi Patient Safety Dalam Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan di Rumah Sakit Peningkatan mutu dan keselamatan pasien saling berhubungan, pemberian asuhan pasien sesuai kebutuhan, dokter, perawat, tenaga bedah yang berkompeten, SDM sesuai kompetensi, alat sesuai kebutuhan pasien, peralatan mendukung patient safety dapat meningkatkan mutu pelayanan. Semakin tinggi keselamatan pasien maka semakin baik mutu suatu rumah sakit, ketika pasien terkena insiden maka akan beralih ke rumah sakit lain, patient safety dan mutu rumah sakit berkorelasi positif. Peningkatan mutu pelayanan medis di rumah sakit yang dilakukan secara gotong-royong oleh tenaga medis, staff kesehatan fungsional dengan melakukan pelayanan medis yang bermutu . (Dwiyanto, A , 2017) Hal ini BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 55
juga sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pelayanan bermutu diartikan sejauh mana realitas pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai dengan kriteria, standar profesional medis terkini, baik yang telah memenuhi atau melebihi kebutuhan dan keinginan pelanggan dengan tingkat efisiensi yang optimal ( Mukti AG, 2007) Sistem harus dibuat sedemikian rupa sehingga petugas mudah untuk berbuat benar dan tidak mudah membuat kesalahan melalui dukungan teknologi, kerjasama tim, komunikasi, SDM yang memenuhi syarat, supervisi, standarisasi prosedur dan lainnya (Cahyono JB,2017) DAFTAR PUSTAKA 1. Undang-Undang tentang Kesehatan dan Rumah Sakit Pasal 29b UU No.44/2009. 2. Undang-Undang tentang Kesehatan dan Rumah Sakit Pasal 32n UU No.44/2009. 3. Fandy T. Manajemen Jasa. 1st Ed. Yogyakarta: Andi; 2006. 4. Kementerian Kesehatan RI. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010- 2014. Jakarta: Kemenkes RI; 2010. 5. Departemen Kesehatan. Utamakan Patient Safety [Internet]. 2008 [cited 2017 Apr 4]. Available from: http://majalahkasih.pantiwilasa.com/detailpost/peran-perawat- dalampenerapan-sasaran-keselamatan-pasien 6. Lumenta A. Pedoman Pelaporan Iinsiden Keselamatan Pasien IKP: Patient Safety Incident Report. 2nd Ed. Jakarta: Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit KKP-RS; 2008:9-11. 7. WHO. Patient Safety [Internet]. 2016 [cited 2017 Apr 4]. Available from: www.who.int:http://patientsafety/implementation/information_model/e/ 8. Permenkes RI No 1691/MENKES/PER/VIII/2011. Patient Safety Rumah sakit; 2014. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 56
9. Setiowati D. Hubungan Kepemimpinan Efektif Head Nurse dengan Penerapan Budaya Patient safety oleh Perawat Pelaksana di RSUPN Dr. Cipto Mangkusumo Jakarta. [Jakarta]: Universitas Indonesia; 2010. 10. Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ), Publication no. 07- E005.Rockville, MD: Agency fir Healthcare Research and Quality: 151.www.ahrq.gov; 2003. 11. Considine J. The role of nurses in preventing adverse events related to respiratory dysfunction: literature review. J Adv Nurs [Internet]. 2005 Mar;49(6):624–33. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15737223 12. Schoonhoven L. Prediction of pressure ulcer development in hospitalized patients: a tool for risk assessment. Qual Saf Heal Care [Internet]. 2006 Feb 1;15(1):65–70. Available from: http://qualitysafety.bmj.com/lookup/doi/10.1136/qshc.2005.015362 13. Yates GR, Hochman RF, Sayles SM, Stockmeier CA. Sentara Norfolk General Hospital: accelerating improvement by focusing on building a culture of safety. Jt Comm J Qual Saf [Internet]. 2004 Oct;30(10):534–42. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15518357 14. Budihardjo A. Pentingnya Safety Culture di Rumah Sakit. Integritas-Jurnal Manaj [Internet]. 2008;10(1):53–70. Available from: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/11085370.pdf 15. Komite Keselamatan Rumah Sakit (KKP-RS) PERSI. Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien. Jakarta; 2012. 16. Rosyada SD. Gambaran Budaya keselamatan Pasien Pada Perawat Unit Rawat Inap Kelas III Rumah sakit Umum Daerah Pasar Rebo. Jakarta: Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan; 2014. 17. Dwiyanto, A. Penerapan Hospital by Laws Dalam Meningkatkan Patient Rumah Sakit. [Semarang]: Program Pascasarjana UNIKA Soegijapranata; 2007. 18. Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafik; 2010. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 57
19. Agency for Healthcare Research and Quality. Patient Safety Culture Surveys [Internet]. 2004. Available from: http://www.ahrq.gov/qual/pattientsafetyculture 20. Mukti AG. Strategi Terkini Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan: Konsep dan Implementasi, Pusat Pengembangan Sistem Pembiayaan dan Manajemen Asuransi/Jaminan Kesehatan, Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada; 2007. 21. Rachmawati E. Model Pengukuran Budaya Patient safety di RS Muhammadiyah- ‘Aisyiyah Tahun 2011. In: Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta. Jakarta: Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta; 2011. 22. Marquis BL, Huston CJ. Leadership Roles and Management Functions In Nursing: Theory and Application. Philidelphia: Lippincott William & Wilkins; 2006. 23. Robbins SP, Timothy A, Judge. Perilaku Organisasi. 12th Ed. Jakarta: Salemba Empat; 2008. 24. Baker DP, Gustafson S, Beaubien J, Salas E, Barach P. Medical Teamwork and Patient Safety: The Evidence-Based Relation. Publication No.050053 [Internet]. 2005 [cited 2016 Apr 18]. Available from: http://ahrg.gov/qual/medteam 25. Hikmah. Persepsi Staf Mengenai Patient Safety di Instalasi Rawat Darurat RSUP Fatmawati. [Jakarta]: FKM-UI; 2008. 26. Agnew C, Flin R, Mearns K. Patient safety climate and worker safety behaviours in acute hospitals in Scotland. J Safety Res [Internet]. 2013 Jun;45:95–101. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23708480 27. Cahyono JB, Suhardjo B. Membangun Budaya Patient Safety dalam Praktek Kedokteran. Yogyakarta: Kanisius; 2012. 28. National Patient Safety Agency (NPSA). Seven Step to Patient Safety’s. An Overview Guide from NHS Staff [Internet]. 2010 [cited 2017 Apr 4]. Available from: www.npsa.nhs.uk/ BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 58
BAB IV UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN KE FARMASIAN DI RUMAH SAKIT PENDAHULUAN Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit karena merupakan pelayanan langsung yang bertanggungjawab penuh terhadap pasien terkait dengan sediaan farmasi dan orientasi kesembuhan pasien melalui ketepatan pemberian obat (Kemenkes RI, 2014). Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat (James, 2012). Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi, mengakibatkan pelayanan kefarmasian berkembang dari drug oriented menjadi patient oriented. Hal ini dipicu oleh peningkatan jumlah kebutuhan obat, perkembangan produksi dalam skala besar serta adanya inovasi dalam penemuan obat baru dan timbulnya berbagai penyakit baru. Sehingga pelayanan farmasi rumah sakit diharapkan dapat menjamin tersedianya obat yang aman dan berkualitas serta dapat memberikan informasi mengenai obat yang lengkap (Mashuda, 2011). BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 59
Rumah sakit harus memberikan pelayanan kefarmasian secara komprehensif dan simultan baik yang bersifat manajerial/pengelolaan obat maupun farmasi klinik. Strategi optimalisasi harus ditegakkan dengan cara memanfaatkan sistem informasi rumah sakit secara maksimal pada fungsi manajemen kefarmasian, agar tenaga dan waktu efisien. Sehingga efisiensi yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinik secara intensif. Pelayanan farmasi klinik, merupakan salah satu aspek pelayanan farmasi rumah sakit yang diberikan secara langsung oleh apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (pattient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin (Kemenkes RI, 2014). Kejadian obat yang merugikan (adverse drug events), kesalahan penggobatan (medication errors) dan reaksi obat yang merugikan (adverse drug reaction) dalam proses pelayanan kefarmasian menempati kelompok urutan utama dalam keselamatan pasien yang memerlukan pendekatan sistem untuk dikelola dengan baik, mengingat kompleksitas kejadian kesalahan proses farmakoterapi. Badan akreditasi dunia The Joint Commision on Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO) mensyaratkan adanya kegiatan keselamatan pasien berupa identifikasi dan evaluasi untuk mengurangi resiko cedera dan kerugian pada pasien (Rizkiya, 2011). Sehingga pemerintah mengeluarkan standar pelayanan kefarmasian menejerial dan pelayanan farmasi klinik yang berupa BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 60
peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 58 tahun 2014 yang dapat dijadikan pedoman pihak rumah sakit dalam praktek pelayanan kefarmasian di instalasi farmasi rumah sakit agar pelayanan farmasi yang diberikan lebih optimal dan berkualitas. Penerapan standar pelayanan kefarmasian aspek farmasi klinik yang minimal meliputi pelayanan dan pengkajian resep, pelayanan informasi obat dan pemberian konseling terhadap pasien yang optimal dapat memberikan jaminan bahwa obat yang di berikan rasional, bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau. Pelayanan dan pengkajian resep dapat menurunkan kemungkinan terjadinya alergi, interaksi obat, reaksi obat yang tidak dikehendaki dan efek samping obat. Selain itu dengan pemberian informasi obat dan konseling dapat meningkatkan kepatuhan pasien serta meminimalkan masalah terkait obat. Saat ini sebagian besar rumah sakit di indonesia belum melakukan kegiatan pelayanan farmasi klinik dengan maksimal serta masih kurang menyadari urgensi pelayanan farmasi klinik dalam meningkatkan outcome (Kemenkes RI, 2014). Instalasi Farmasi Rumah Sakit Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit yang berada di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, dan merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 61
yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar dan Amalia, 2004). Kegiatan pada instalasi ini terdiri dari pelayanan farmasi minimal yang meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan perbekalan farmasi, dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat inap dan rawat jalan, pengendalian mutu, pengendalian distribusi pelayanan umum dan spesialis, pelayanan langsung pada pasien serta pelayanan klinis yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar dan Amalia, 2004). Menurut Kepmenkes No. 1197/Menkes/SK/X/2004 fungsi Instalasi Farmasi rumah sakit adalah sebagai tempat pengelolaan perbekalan farmasi serta memberikan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan. Definisi Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik. Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 62
Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care). Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit dinyatakan bahwa rumah sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan. Persyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bermutu, bermanfaat, aman, dan terjangkau. Selanjutnya dinyatakan bahwa pelayanan sediaan farmasi di rumah sakit harus mengikuti standar pelayanan kefarmasian yang selanjutnya diamanahkan untuk diatur dengan peraturan menteri kesehatan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian juga dinyatakan bahwa dalam menjalankan praktek kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian yang diamanahkan untuk diatur dengan peraturan menteri kesehatan. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut dan perkembangan konsep pelayanan kefarmasian, perlu ditetapkan suatu standar pelayanan kefarmasian dengan peraturan menteri kesehatan, sekaligus meninjau kembali Keputusan Menteri Kesehatan Nomor BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 63
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit. Tujuan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Adapun tujuan pelayanan farmasi di rumah sakit menurut keputusan menteri kesehatan adalah sebagai berikut : 1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia; 2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi; 3. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat; 4. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku; 5. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan; 6. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan; 7. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 64
Fungsi Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Adapun fungsi pelayanan farmasi di rumah sakit menurut keputusan menteri kesehatan adalah sebagai berikut: 1. Pengelolaan perbekalan farmasi, meliputi: a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit. b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal. c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku. d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku. f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian. g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit. 2. Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan, meliputi: a. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien. b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 65
c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan. d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan. e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga. f. Memberi konseling kepada pasien/keluarga. g. Melakukan pencampuran obat suntik. h. Melakukan penyiapan nutrisi parenteral. i. Melakukan penanganan obat kanker. j. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah. k. Melakukan pencatatan setiap kegiatan. l. Melaporkan setiap kegiatan. Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit dengan Six Sigma Tingkat kenyamanan yang diberikan oleh penyedia jasa sangat memengaruhi baik kepuasan maupun ketidakpuasan seseorang terhadap proses pelayanan yang diterima olehnya. Maka dari itu, proses pelayanan kesehatan yang diberikan pihak rumah sakit hendaknya mampu menunjang kesembuhan fisik pasien. Selain itu, hendaknya juga dapat meningkatkan kepercayaan diri pasien untuk berusaha melawan penyakit BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 66
yang diderita olehnya. Dengan demikian, jasa kesehatan harus terjangkau oleh masyarakat dan tersedia secara merata (Sunaringtyas, 2014). Kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai perbedaan antara pelayanan yang diterima secara nyata dengan harapan pelanggan. Di industri perawatan kesehatan, terdapat jenis-jenis pelayanan yang sama yang disediakan oleh rumah sakit, namun kualitas pelayanannya belum tentu sama. Pasien adalah pelanggan sehingga menjadi bagian yang sangat penting dalam perkembangan industri kesehatan (Setyaningsih, 2013). Penyebab mutu pelayanan yang rendah di antaranya faktor input (peralatan, dana, kurangnya fasilitas, tenaga dokter ahli, dan sebagainya). Selain itu, terdapat faktor pendukung lain yang menyebabkan mutu pelayanan rendah di rumah sakit, yakni kuantitas dan kualitas perawat, jumlah dokter spesialis, dan alokasi pendanaan masih terfokus pada fisik dan peralatan. Alokasi dana yang kecil ini merupakan salah satu alasan terhambatnya peningkatan mutu pelayanan (Arifin dkk., 2011). Six Sigma adalah sebuah metode ilmiah yang digunakan untuk memecahkan berbagai masalah di bidang industri dan bisnis. Six Sigma berorientasi pada proses serta mendegah terjadinya kegagalan dalam proses pelayanan tersebut. Six Sigma juga merupakan suatu program untuk meningkatkan kualitas, di mana terdapat proses pengukuran, investigasi, analisis, dan evaluasi dari suatu masalah. Analisis ini dilakukan BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 67
dengan melihat sampai ke akar penyebab masalah, di mana masalah yang timbul menjadi sebab dari ketidakpuasan pasien yang merupakan pelanggan rumah sakit (Sunaringtyas, 2014). Pada organisasi pelayanan kesehatan, pasien dapat diasumsikan sebagai konsumen. Menjamin kepuasan pasien adalah prioritas utama yang ditetatapkan oleh berbagai organisasi kesehatan. Sebuah konsep tradisional yang mengatakan bahwa masyarakat membutuhkan pelayanan kesehatan dan akan terus menggunakan penyedia pelayanan kesehatan yang sama karena membutuhkannya walaupun mereka tidak begitu puas dengan pelayanan kesehatan yang diterima, telah berubah dengan cepat. Kini seorang pasien dapat mengakses informasi pada penyedia pelayanan kesehatan dan dapat membuat pilihan untuk pengobatan yang akan dijalaninya (Bandyopadhyay and Coppens, 2005). Kualitas memiliki peranan penting ketika pasien mulai memilih penyedia pelayanan kesehatan berdasarkan mutu pelayanan dan tingkat kepuasan dari pengalaman sebelumnya. Banyak administrator rumah sakit yang mulai memanfaatkan persepsi pasien untuk mengatur pelayanan dan staf mereka untuk perbaikan terus-menerus dalam kinerja organisasi secara keseluruhan (Bandyopadhyay and Copens, 2005). Berdasarkan Institute of Medicine (IOM), kualitas adalah sejauh mana layanan kesehatan populasi dan individu meningkatkan kemungkinan hasil perawatan kesehatan yang diinginkan serta konsisten dengan pengetahuan profesional saat ini. Walaupun begitu, upaya peningkatan BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 68
kualitas oleh rumah sakit dan sistem pelayanan kesehatatan bertujuan untuk meyakinkan bahwa konsumen layanan kesehatan menerima pelayanan yang sesuai, benar, dan efektif (Woodard, 2005). Upaya yang dimaksud yakni meliputi total kualitas manajemen atau peningkatan kualitas berkelanjutan, rekayasa ulang, dan penerapan Six Sigma yang relatif baru. Meski usaha ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas, masalah kualitas yang serius tetap ada dalam sistem pelayanan kesehatan saat ini (IOM, 2001). Oleh karena itu, mengidentifikasi strategi untuk mutu pelayanan yang lebih baik harus terus dijadikan prioritas bagi administrator rumah sakit (Woodard, 2005). Six Sigma merupakan suatu upaya berkelanjutan (continuous improvement effort) yang bertujuan untuk menurunkan variasi dari suatu proses sehingga akan terjadi peningkatan kapabilitas produk yang bebas dari kesalahan (zero defect) untuk memberikan nilai kepada pelanggan (customer value) dengan target minimal 3,4 DPMO (Defect Per Million Opportunitis) (Putri, 2015). Metode Six Sigma adalah sebuah proyek pengendalian manajemen untuk meningkatkan kualitas produk dari suatu organisasi, pelayanan, dan prosesnya secara berkelanjutan dengan mengurangi cacat. Metode ini merupakan sebuah strategi bisnis yang terfokus pada peningkatan pemahaman kebutuhan pelanggan, sistem bisnis, produktivitas, dan kinerja keuangan. Apabila dilihat kembali ke pertengahan tahun 1980-an, penerapan metode Six Sigma memungkinkan BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 69
banyak organisasi untuk mempertahankan keunggulan kompetitif mereka dengan mengintegrasikan pengetahuan mereka tentang proses dengan statistik, teknik, dan manajemen proyek (Mehrabi, 2012). Faktor kritis dalam kesuksesan penerapan Six Sigma adalah sebagai berikut: Keterlibatan manajemen dan komitmen Perubahan budaya Komunikasi Infrastruktur organisasi Pelatihan sebagai pembelajaran paralel Menghubungkan Six Sigma dengan strategi bisnis, pelanggan, pemasok, dan sumber daya manusia Keterampilan manajemen proyek dan kaitannya dengan manajemen mutu Memahami alat dan teknik dalam cakupan Six Sigma Prioritas proyek dan alat (Hassan, 2013). Pendekatan Six Sigma mirip dengan pendekatan praktik medis yang digunakan sejak masa Hippocrates—informasi relevan diikuti diagnosis yang teliti. Setelah diagnosis menyeluruh selesai, pengobatan diusulkan dan dilakukan. Di akhir, dilakukan pengecekan pada pengobatan yang telah diterapkan untuk mengetahui apakah pengobatan itu efektif. Untuk mengoperasionalkan strategi pemecahan masalah ini, Six Sigma mengembangkan lima fase—define, measure, analyze, improve, dan BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 70
control (DMAIC)—yang diikuti masalah apa pun, baik besar maupun kecil, dapat dilakukan pendekatan (Koning et al., 2006). Keberhasilan penerapan Six Sigma dalam organisasi diukur berdasarkan nilai sigma yang dicapai. Metode yang digunakan yaitu Define, Measure, Analyze, Improve, Control, atau biasa disingkat dengan DMAIC (Putri, 2015). a. Define: menentukan tujuan dan lingkup proyek, mengumpulkan informasi dari para pelanggan, dan mengetahui proses dalam menentukan proyek yang akan dilakukan (Putri, 2015). Di tahap ini, proses-proses kunci didefinisikan, juga dilakukan pendefinisian terhadap konsumen yang terlibat di dalam proses pelayanan kesehatan (Sunaringtyas, 2014). b. Measure: menentukan pengukuran apa saja yang akan diperlukan untuk menguantifikasi masalah (Putri, 2015). Tahap measure memiliki tujuan untuk menilai suatu proses pada waktu tertentu kemudian melalui program peningkatan kualitas, dapat membantu menetapkan tujuan yang harus dicapai. Di tahap ini, penentuan karakteristik mutu pelayanan kesehatan paling kritis atau Ctitical to Quality dilakukan (Sunaringtyas, 2014). c. Analyze: analisis melalui data-data yang ada, menganalisis akar penyebab masalah yang ditemukan, analisis terhadap kesenjangan antara kinerja saat ini dan kinerja yang diinginkan ke depan (Putri, 2015). Untuk mempermudah ke tahap selanjutnya, sumber penyebab BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 71
kegagalan pelayanan dapat digambarkan dengan detail dalam bentuk diagram (Sunaringtyas, 2014). d. Improve: memilih karakteristik kinerja proses yang harus ditingkatkan dan sebab-sebab kesalahan yang harus dihilangkan (Putri, 2015). Pada tahap ini, diberikan solusi untuk memecahkan masalah berdasarkan diagram yang telah dibuat pada tahap analisis dengan merancang usulan tindakan perbaikan. Tujuan dari tahap ini yaitu untuk mengetahui apakah sistem baru di rumah sakit berhasil diterapkan atau tidak (Sunaringtyas, 2014). e. Control: mengendalikan kinerja proses dan menetapkan rencana tindakan perbaikan (Putri, 2015). Setelah dilakukan perbaikan terhadap sistem pelayanan sebagaimana yang dilakukan pada tahap sebelumnya, di tahap ini dilakukan pengukuran mutu pelayanan rumah sakit (Sunaringtyas, 2014). Terdapat banyak informasi mengenai metodologi DMAIC. DMAIC banyak digunakan untuk proses yang ada. Pendekatan ini tidak hanya memanfaatkan alat Six Sigma, namun juga menggabungkan konsep lain seperti analisis keuangan dan pengembangan jadwal proyek. Metodologi DMAIC sangat bagus bila diterapkan pada proses yang sudah ada, di mana pencapaian tingkat kinerja yang ditetapkan akan menghasilkan manfaat sesuai dengan yang diharapkan (Chakrabarty and Tan, 2007). Manfaat dari Six Sigma dimulai dari terlihatnya sistem rumah sakit dan kesehatan. Mount Carmel Health di Columbus, Ohio, adalah BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 72
organisasi layanan kesehatan pertama yang melaksanakan Six Sigma dalam organisasinya (Revere and Black, 2003). Salah satu organisasi layanan kesehatan pertama yang menerapkan Six Sigma adalah Commonwealth Health Corporation pada 1998 di negara bagian Massachusetts, Amerika Serikat (Thomerson, 2001). Penerapannya difasilitasi oleh konsultan dari General Electric, yang memberikan hasil positif dengan kenaikan 33% dalam radiologi dan 21,5% penurunan biaya. Organisasi layanan kesehatan lain yang selanjutnya mengikuti adalah Mount Carmel Health System di Ohio, Thibodaux Regional Medical Center di Louisiana, dan Charleston Area Medical Center di Virginia Barat (Sehwail and DeYong, 2003; Heuvel et al., 2005). Salah satu dari proyek Six Sigma yang pertama adalah mencapai pengobatan tepat waktu dan akurat, serta mencari penggantian klaim yang kurang lancar Bagi Mount Carmel Health, \"Perbaikan proses dengan Six Sigma menghasilkan keuntungan bersih 857.000 dolar.\" (Revere and Black, 2003). Dengan demikian, Mount Carmel Health meningkatkan stabilitas finansialnya melalui Six Sigma (Woodard, 2005). Mount Carmel melaporkan bahwa mereka bisa menghemat sampai 3,1 juta dolar dari program Six Sigma mereka (Lazarus and Stamps, 2002b), Charleston Area Medical Center mampu menghemat sampai 841.000 dolar dalam manajemen rantai pasok dengan menggunakan Six Sigma (Lazarus and Stamps, 2002a), sedangkan Thibodaux Regional BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 73
Medical Center melaporkan penghematan sampai lebih dari 475.000 dolar per tahun pada 2001 dan 2002 (Stock, 2002). Benedetto (2003) menggambarkan pendekatan di University of Texas MD Anderson Cancer Center, sementara Elsberry (2000) menggambarkan bagaimana institusi yang sama meningkatkan jumlah ujian yang dilakukan oleh 45 persen tanpa peningkatan sumber daya (mesin dan waktu). Salah satu organisasi layanan kesehatan pertama selain di Amerika Serikat yang menerapkan Six Sigma adalah Red Cross Hospital di Beverwijk, Belanda, dengan asistensi terhadap Institute for Business and Industrial Statistics di the University of Amsterdam: total penghematan sebesar 1,2 miliar dolar dilaporkan setelah tiga tahun penerapan (Heuvel and Does, 2004). Dalam bidang pelayanan kesehatan, penerapan Six Sigma telah dilaporkan dapat mempersingkat waktu kunjungan pasien di rumah sakit, meningkatkan mutu pelayanan, dan berkontribusi pada proses administrasi yang lebih efisien (Heuvel and Does, 2004). Aplikasi praktik dari Six Sigma dalam pelayanan kesehatan telah dijelaskan oleh Van Heuvel et al. (2004), serta Woodard (2005). Stahl and B. Schultz (2003) berargumen bahwa proses dalam bidang layanan kesehatan seringkali desainnya lebih sederhana dibandingkan dengan proses industri. Stahl and B. Schultz (2003) percaya bahwa keterbatasan perbaikan dalam layanan kesehatan akan dialami lebih awal daripada di system industri. Bagaimanapun, proses sistem manajemen telah BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 74
teridentifikasi sebagai faktor kunci untuk peningkatan jangka panjang dari penerapan Six Sigma di layanan kesehatan (Simmons et al., 2004). Dalam review tentang upaya peningkatan kualitas di layanan kesehatan, Boaden et al. (2008) menyimpulkan bahwa, “Memberikan akun Six Sigma yang tidak obyektif dalam layanan kesehatan sampai saat ini tidak mungkin memberikan pandangan independen pada hasil yang dilaporkan.” (Tseng and Lin, 2009). Kesimpulan Berdasarkan hasil penulusuran pustaka, diketahui bahwa Six Sigma dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Dengan begitu dapat diterapkan pada upaya peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Alwi, Darmawansyah, dan A.T.S. Ilma S. 2011. Analisis Mutu Pelayanan Kesehatan Ditinjau dari Aspek Input Rumah Sakit di Instalasi Rawat Inap RSU Haji Makassar. Jurnal MKMI, Vol 7 No. 1. Bandyopadhyay, J. and K. Coppens. 2005. Six Sigma Approach to Healthcare Quality and Productivity Management. International Journal of Quality & Productivity Management, Volume 5, No.1. Chakrabarty, Ayon and K.C. Tan. 2007. The Current State of Six Sigma Application in Services. Managing Service Quality Vol. 17 No. 2. Emerald Group Publishing Limited 0960-4529. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 75
Hassan, Mohamed. K. 2013. Applying Lean Six Sigma for Waste Reduction in a Manufacturing Environment. American Journal of Industrial Engineering, Vol. 1, No.2. Heuvel, Van den J., R.J.M.M. Does, and J.P.S. Verver. 2005. Six Sigma in Healthcare: Lessons Learned from A Hospital. International Journal of Six Sigma and Competitive Advantage, 1 (4). Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kemenkes Koning, Henk de, J.P.S. Verver, J.V.D. Heuvel, S. Bisgaard, and R.J.M.M. Does. 2006. Lean Six Sigma in Healthcare. Journal for Healtcare Quality, Vol. 28, No. 2. Putri, Elizabeth Indah Prihanti Soetardi. 2015. Analisis Lean Six Sigma Perbekalan Farmasi di Gudang Farmasi RS PMI Bogor Tahun 2013. Jurnal Administrasi Kebijakan Kesehatan Nomor 2, Volume 1. Revere, L. and K. Black. 2003. IntegratingSix Sigma with Total Quality Management: A Case Example for Measuring Medication Errors. Journal of Healthcare Management, 48 (6). Simmons, D., P. Cenek, J. Counterman, D. Hockenhury, and Litwiller. 2004. Reducing VAP with 6 Sigma – Use Quality Improvement Methodologies to Enhance Core Patient Care Process. NursingManagement, 35 (6). Siregar, C. J. P dan Amalia, L. 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapannya. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta Setyaningsih, Ira. 2013. Analisis Kualitas Pelayanan Rumah Sakit terhadap Pasien Menggunakan Pendekatan Lean Servperf (Lean Service Performance) (Studi Kasus Rumah Sakit S). Spektrum Industri No. 2, Volume 11. Sehwail, L. and C. DeYong. 2003. Six Sigma in Health Care. International Journal of Healthcare Quality Assurance Incorporating Leadership in Health Sevices, 16. Stock, G. 2002. Taking Performance to a Higher Level. Six Sigma Forum Magazine, 1 (3). BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 76
Sunaringtyas, Rachmawati. 2014. Studi Kualitas Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit dengan Menggunakan Metode Six Sigma. Jurnal MHB, Volume 2. Tseng, M. L. and Y.H. Lin. 2009. Application of Fuzzy DEMATEL to Develop a Cause and Effect Model of Municipal Solid Waste Management in Metro Manila. Environmental Monitoring and Assesment, 158. Woodard, Tanisha D. 2005. Addressing Variation in Hospital Quality: Is Six Sigma the Answer? Journal of Healthcare Management, 50:4. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 77
BAB V PENCEGAHAN PASIEN JATUH SEBAGAI STRATEGI KESELAMATAN PASIEN PENDAHULUAN Pelayanan kepada pasien di rumah sakit sudah selayaknya merupakan pelayanan yang holistic, pelayanan yang paripurna. Mulai pasien datang, melakukan pendaftaran, pemeriksaan, hingga pasien pulang. Akan tetapi beberapa kejadian di rumah sakit kadang tidak diperhatikan, yaitu pasien jatuh pada saat mendapatkan pelayanan di rumah sakit. Pasien disini dapat sebagai pasien rawat jalan maupun sebagai pasien rawat inap. Dalam pelaksanaan program patient safety di rumah sakit, kejadian pasien jatuh merupakan salah satu indikator berjalan tidaknya pelaksanaan program ini. Mendefinisikan pasien jatuh pun memiliki tantangan tersendiri. Miake-Lye at al. (2013) dalam National Database of Nursing Quality Indicators mendefinisikan jatuh sebagai \"an unplanned descent to the floor with or without injury\", sedangkan World Health Organization (WHO) mendefinisikan jatuh sebagai \"an event which results in a person coming to rest inadvertently on the ground or floor or some lower level\". Banyak upaya yang telah dilakukan oleh rumah sakit dalam mengurangi atau mencegah kejadian pasien jatuh. Pencegahan pasien jatuh adalah masalah yang kompleks, yang melintasi batas-batas BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 78
kesehatan, pelayanan sosial, kesehatan masyarakat dan pencegahan kecelakaan. Dalam buku \"Preventing Falls in Hospitals: A Toolkit for Improving Quality of Care\" (2013), menyebutkan bahwa di Inggris dan Wales, sekitar 152.000 jatuh dilaporkan di rumah sakit akut setiap tahun, dengan lebih dari 26.000 dilaporkan dari unit kesehatan mental dan 28.000 dari rumah sakit masyarakat. Beberapa kasus berakibat pada kematian, luka berat atau sedang dengan perkiraan biaya sebesar £ 15 juta per tahun. Manajemen Risiko Klinik dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Keamanan seringkali didefinisikan sebagai keadaan bebas dari dari cedera fisik dan psikologis. Keselamatan adalah suatu budaya, bukan suatu ketentuan. Di dalam lembaga pelayanan kesehatan, lingkungan yang aman adalah suatu tempat yang meminimalkan kejadian jatuh, kecelakaan yang disebabkan klien, kecelakaan yang disebabkan prosedur, dan kecelakaan yang disebabkan peralatan sekaligus meminimalisir bahaya yang akan terjangkit lewat infeksi nosokomial pada pasien di rumah sakit Manajemen Risiko Klinis : merupakan pendekatamn aktif yang bertujuan untuk mengidentifikasi, melakukan assessment, memilih prioritas risiko, dengan harapan mengurangi risiko negative yang terjadi pada pasien.Gambaran tersebut menunjukan adanya sifat yang umum dan berrhubungan dengan asuransi dan kemungkinan adanya kerugian yang BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 79
tibul pada pasien. Kegiatan yang dapat dilaksanakan diantaranya sebagai berikut : 1. Adanya tim yang mengelola berbagai jenis risiko yang dapat dibagi dalam 3 jenis, yaitu : - Risiko klinis - Risiko non klinis - Risiko keuangan 2. Adanya manajemen yang dilaksanakan secara jelas dan menuju manajemen yang efektif dalam mengelola berbagai risiko. 3. Adanya kebijakan dan strategi yang jelas dalam pelaksanaan manajemen yang konsisten. 4. Adanya peningkatan mutu pelayanan sebagai bagian dari mengiurangi risiko. 5. Adanya kegiatan nyata yang secara jelas mengurangi efek dari risiko yang tibul. 6. Secara jelas melakukan upaya yang terkait dengan aspek hokum yang perlu do tangani. 7. Adanya upaya yang d apat mengurangi risiko secara financial. 8. Dilakukan upaya yang secara khusus terkait dengan sumber daya manusia karena merupakan hal yang banyak masalah yang akan timbul. 9. Secara berkelanjutan merupakanupaya yang melakukan peningkatan manajemen secara berkelanjutan. 10. kurangi stress. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 80
11. Minimalkan kelelahan pada pasien. 12. Kendalikan kelelahan emosi. Segala usaha yang kita lakukan ini bertujuan untung menghindari adanya kesalahan yang dilakuakn oleh manusia / human eror, seperti : Terlambat, Lelah, Lapar, Marah, Keracunan. Keselamatan pasien di Rumah Sakit, dapat dikerjakan melalui 4 aspek mutu, yaitu: Aspek klinis, Aspek efisiensi dan efektivitas, Aspek keselamatan pasien, Aspek kepuasan pasien. Aspek Keselamatan Pasien dapat merupakan hal yang sederhana sampai rumit, tetapi hal ini perlu ditelusuri agar dapat dilakukan upaya menjaga mutu dengan terarah. Upaya berikut ini merupakan langkah kuantifikasi dari berbagai hal yang berhubungan dengan keselamatan pasien, yaitu: Memberikan gambaran yang lebih terang tentang menjaga Mutu Pelayanan Rumah Sakit yang terkait dengan Keselamatan Pasien. 13. Membverikan gambaran yang lebih jelas tentang indikator dari Keselamatan Pasien yang dapat dipakai sebagai pedoman. Perkembangan Terkini dalam Patient Safety Saat ini banyak sekali terjadi masalah di Rumah Sakit terkait dengan keselamatan pasien. Untuk menangani masalah tersebut, Rumah Sakit harus menerapkan patient safety untuk mengantisipasi kecerobohan dalam pelayanan kesehatan. Patient safety merupakan sistem yang bertujuan untuk memberikan asuhan terhadap pasien secara aman sebagai BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 81
upaya mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, dalam patient safety diatur mengenai budaya aman untuk pasien. Pimpinan dan semua karyawan di rumah sakit bersama-sama membangun budaya aman untuk keselamatan pasien. Dalam konteks itu, semua insiden yang terjadi di rumah sakit dilaporkan untuk diinvestigasi, dianalisis penyebabnya, dan ditemukan solusi perbaikannya sebagai bagian dari proses pembelajaran di rumah sakit dan bukan sebagai bagian dari menghukum orang yang salah. Kasus kematian pasien bukan semata-mata kesalahan dalam pelayanan kesehatan, tetapi juga bisa akibat sistem yang kurang tepat dalam rumah sakit tersebut. Kematian merupakan salah satu risiko sehingga harus dicegah agar tidak terjadi. Dalam kasus tersebut, rumah sakit perlu melakukan investigasi atau penyelidikan menyeluruh terhadap perawat dan rumah sakit. Misalnya, pada kasus pasien UGD yang meninggal di rumah sakit setelah diberikan oksigen kosong. Akibat kejadian ini pihak keluarga pasien merasa tidak dilayani dengan baik oleh pihak rumah sakit. Sementara pihak rumah sakit menyatakan bahwa kejadian ini bukan karena kurangnya pelayanan, namun juga dikarenakan kondisi korban saat dibawa ke rumah sakit dalam keadaan kritis, hal tersebut dikarenakan paru-paru korban sudah rusak. Rumah sakit harus menjalankan standar keselamatan pasien RS. Sehingga untuk mengatasi kesalahpahaman ini pihak rumah sakit harus melakukan evaluasi atas kejadian ini, dan akan tetap meminta keterangan mengenai prosedur perawatan pada dokter dan perawat yang menangani pasien. Karena BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 82
dalam standar keselamatan pasien RS disebutkan bahwa pasien dan keluarganya mempunyai hak mendapatkan informasi tentang hasil pelayanan termasuk hasil yang tidak diharapkan. Infeksi di rumah sakit atau infeksi nosokomial juga merupakan persoalan serius yang menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Walaupun beberapa kejadian infeksi nosokomial tidak menyebabkan kematian pasien, namun menyebabkan pasien dirawat lebih lama akibatnya pasien harus membayar lebih mahal. Infeksi nosokomial yang dikenal dengan Healthcare Associated Infections (HAIs) dapat terjadi melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien. Aspek Hukum Terhadap patient safety Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut : UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit 1. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum a. Pasal 53 (3) UU No.36/2009 “Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa pasien.” b. Pasal 32 UU No.44/2009 “Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit. c. Pasal 58 UU No.36/2009 BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 83
1) “Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam Pelkes yang diterimanya.” 2) “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.” 2. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit a. Pasal 29b UU No.44/2009 ”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.” b. Pasal 46 UU No.44/2009 “Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.” c. Pasal 45 (2) UU No.44/2009 “Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.” 3. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit “Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif. “ 4. Hak Pasien BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 84
a. Pasal 32d UU No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional” b. Pasal 32e UU No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi” c. Pasal 32j UU No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan” d. Pasal 32q UU No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana” 5. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien Pasal 43 UU No.44/2009 a. RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien b. Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan. c. RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 85
d. Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien. Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang keselamatan pasien. Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. System tersebut meliputi: a. Assessment risiko b. Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien c. Pelaporan dan analisis insiden d. Kemampuan belajar dari insiden e. Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko Ada pula hal penting yang harus kita perhatikan dalam aplikasi keselamatan pasien di rumas sakit, seperti : 1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip. Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM),yang membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 86
memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik. 2. Pastikan Identifikasi Pasien. Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini; standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama. 3. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima / Pengoperan Pasien. Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 87
terima,dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima. 4. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar. Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan- kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis- jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur’Time out” sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah. 5. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated). Sementana semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk / bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik. 6. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 88
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi / pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi, penyerahan dan / atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan. 7. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube). Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail / rinci bila sedang mengenjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan & slang yang benar). BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 89
8. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai. Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas layanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga- lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah;dan praktek jarum sekali pakai yang aman. 9. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi Nosokomial. Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan Tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-rubs” tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan / observasi dan tehnik-tehnik yang lain. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 90
Cara Pelaksanaan Tujuh Langkah menuju Keselamatn Pasien Rumah Sakit 7 (Tujuh) langkah menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit: 1. Membangun Kesadaran Akan Nilai Keselamatan Pasien. Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil. Rumah Sakit: Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta, dukungan kepada staf, pasien – keluarga Kebijakan: peran dan akuntabilitas individual pada insiden Menumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden Melakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan pasien. Tim: Anggota mampu berbicara, peduli dan berani lapor bila ada insiden Laporan terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat. 2. Memimpin dan mendukung Staf Rumah Sakit Membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Rumah Sakit: Ada anggota direksi yang bertanggungjawab atas keselamtan pasien. Ada ”penggerak” (champion) keselamatan pasien di setiap bagian. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 91
Memprioritaskan keselamatan pasien dalam agenda rapat direksi/manajemen. Memasukkan keselamatan pasien dalam semua program latihan staf. Tim: Ada ”penggerak” dalam tim untuk memimpin Gerakan Keselamatan Pasien Menjelaskan relevansi dan pentingnya, serta manfaat Gerakan Keselamtan Pasien Menumbuhkan sikap yang menghargai pelaporan insiden. 3. Mengintegrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta melakukan identifikasi dan asesmen hal yang potensial bermasalah. Rumah Sakit: truktur dan proses manajemen risiko klinis dan non klinis, mencakup keselamatan pasien. Mengembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko. Menggunakan informasi dari sistem pelaporan insiden dan asesmen risiko dan tingkatkan kepedulian terhadap pasien. Tim: Diskusi isu keselamatan pasien dalam forum-forum, untuk umpan balik kepada manajemen terkait. Penilaian risiko pada individu pasien. BAGIAN 2 : Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 92
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177