Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore 2021 BAGIAN PERTAMA BUKU ATRIAL FIBRILASI

2021 BAGIAN PERTAMA BUKU ATRIAL FIBRILASI

Published by khalidsaleh0404, 2021-10-15 03:43:14

Description: 2021 BAGIAN PERTAMA BUKU ATRIAL FIBRILASI

Search

Read the Text Version

paroksismal mempunyai karakteristik episode fibrilasi atrium muncul dan hilang spontan yang biasanya dicetuskan oleh fokus di otot atrium di sekitar vena pulmonal. Fibrilasi atrium persisten memiliki durasi lebih panjang biasanya lebih dari 7 hari dan akan terus muncul kecuali dilakukan kardioversi. Fibrilasi atrium persisten memiliki durasi > 1 tahun, pada umumnya telah terjadi perubahan struktur atrium, sehingga memungkinkan terjadinya proses reentry ataupun automatisasi. (Kasper DL et al., 2015) Komplikasi Fibrilasi Atrium Komplikasi FA dapat meningkatkan morbiditas maupun mortalitas. misalnya pada pasien sindroma WPW dan konduksi yang cepat melalui jalur ektranodal yang memintas nodus atrioventrikular, dimana pada saat terjadi FA disertai pre-eksitasi ventrikular, dapat berubah menjadi fibrilasi ventrikel dan kematian mendadak. Komplikasi lain yang dapat terjadi pada flutter atrial dengan laju irama ventrikel yang cepat dan tidak terkontrol dapat menyebabkan kardiomiopati. Komplikasi yang paling sering muncul dan membahayakan adalah tromboemboli, terutama stroke. (Nasution SA dkk., 2006) Kemajuan ilmu dalam memahami mekanisme FA dan trombogenisitas mempertimbangkan kembali peran kardiomiopati atrium (yaitu perubahan struktur atrium tural, arsitektural, kontraktil, atau elektrofisiologis dengan manifestasi klinis potensial yang berhubungan). Isu klinis mayor pada FA seperti prevensi komplikasi tromboemboli dan progresivitas FA dipengaruhi oleh atrial remodelling. Selain itu, FA bukan hanya merupakan faktor resiko kardiomiopati melainkan juga merupakan tanda kardiomiopati atrial. (ESC, 2020) 145 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

Tatalaksana Fibrilasi Atrium Manajemen fibrilasi atrium meliputi 3 objektif utama yaitu identifikasi dan penanganan faktor kausatif terkait (misalnyahipertensi, penyakit jantung iskemik, gagal jantung, kelainankatup, tirotoksikosis, dan lain- lain), pemilihan strategi terapi, rate controlataurhythm control, dan penilaian terhadaprisiko tromboemboli serta terapi pencegahannya.(Yuniadi Y et al., 2014) Gambar 1. Manajemen Fibrilasi Atrium onset baru. (Dinarti LK dkk., 2009) Target utama dari pendekatan kontrol laju jantung adalah meredakan gejala klinis dan pencegahan komplikasi hemodinamik obat yang menjadi 146 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

lini pertama adalah golongan penyekat beta (metoprolol dan atenolol).Jikamonoterapi belum berhasil, maka agen kedua atau ketigadapat ditambahkan. Golongan antagonis kalsium non-dihidropiridin seperti diltiazem dan verapamil dapat menjadipilihan lini kedua pada pasien yang kontraindikasi atau non-toleransi dengan penyekat beta. Penyekat beta dan antagoniskalsium bersifat depresif terhadap fungsi ventrikel sehinggaharus berhati-hati dalam penggunaannya pada pasien denganhipotensi atau payah jantung. Digoxin dapat dijadikan pilihan sebagai kontrol laju jantung pada pasien payah jantung denganfibrilasi atrium. Namun digoxin kurang efektif dalammengontroldenyut jantung pada saat beraktivitas atau dalamkondisi hiperadrenergik seperti demam, tirotoksikosis dan pasca operasi. Ablasi nodus AVdan pacingdapat menjadipilihan yang efektif dalam kontrol laju jantung bagi pasien yang gagalterapi dengan agen-agen farmakologis. (Dinarti LK dkk., 2009) Kontrol irama atau kardioversimengacu pada upaya untuk mempertahankan irama sinus dalam waktupanjang. Agen farmakologik yang merupakanrekomendasi kelas 1 sebagai kontrol irama jantung sesuai denganGuidelines of the American College of Cardiology, American Heart Association and European Society of Cardiology 2006 (ACC/AHA/ESC 2006) 8adalah flecainide,dofetilide, propafenone, dan ibutilide. Sedangkan amiodaron,agen anti-aritmia yang paling umum digunakan, dimasukkanke dalam kelas 2A.Sebaiknya kardioversi farmakologik dimulaikurang dari 7 hari setelah onset fibrilasi atrium agarefektivitasnya lebih baik. (Dinarti LK dkk., 2009) Terapi Antitrombotik 147 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

Terapi antitrombotik yang digunakan untuk mencegahan stroke pada pasien FA meliputi antikoagulan antagonis vitamin k yaitu warfarin dan coumadin dan antikoagulan baru yaitu dabigatran etexilate, rivaroxaban, apixaban juga menggunakan antiplatelet. Jenis antitrombolitik tidak digunakan untuk pencegahan stroke pada pasien FA.(Dinarti LK dkk., 2009) Pencegahan komplikasi tromboemboli merupakan salah satu tujuan dalam tatalaksana FA.2 Pemberian tromboprofilaksis yang optimal pada pasien fibrilasi atrium bersifat personal, sesuai dengan kondisi setiap pasien, serta membutuhkan beberapa penilaian utama berupa stratifikasi risiko tromboembolik, pertimbangan untuk memilih antara terapi antikoagulan atau antiplatelet, dan penilaian risiko perdarahan agar terhindar dari komplikasi penggunaan obat-obatan tersebut. (Dinarti LK dkk., 2009) Salah satu model yang paling populer dan sukses dalam identifikasi pencegahan primer pasien dengan risiko tinggi stroke adalah indeks risiko CHADS2. (Dinarti LK dkk., 2009) Tabel 1. Skor CHADS2: Penilian risiko stroke pada fibrilasi atrium.9 (Levine E et all., 2016) 148 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

Score CHADS2 Risk Criteria 1 point Congestive heart failure 1 point Hypertension 1 point Age > 75 years 1 point Diabetes mellitus 2 points Stroke / transient ischemic attack Tabel 2. Rekomendasi pengobatan berdasarkan skor CHADS2.9 (9. (Levine E et al. 2016) CHADS2 Risk Score Recommendation 0 Low Aspirin (81-325 mg) daily 1 Intermediate Aspirin (81-325 mg) daily or warfarin (INR 2.0- 3.0), based on patient preference 2 or High (CHADS2 revised) Warfarin (INR 2.0- 3.0), more or intermediate unless there are reasons to (CHADS2 classic) avoid it Keputusan pemberian tromboprofilaksis perlu diseimbangkan dengan risiko perdarahan akibat antikoagulan, khususnya perdarahan intrakranial yang bersifat fatal atau menimbulkan disabilitas. Penggabungan skor CHADS2 dan HASBLED sangat bermafaat dalam 149 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

keputusan tromboprofilaksis pada praktik sehari-hari. .(Yuniadi Y et al., 2014) Tabel 3. Karakteristik HAS-BLED.10 (Camm AJ et al. 2010) Lette Clinical characteristic Point awarded r H Hypertension 1 A Abnormal renal and liver 1 or 2 function (1 point each) S Stroke 1 B Bleeding 1 L Labile INR value 1 E Elderly (e.g. age >65 years) 1 D Drugs or alcohol (1 point 1 or 2 each) Maximum 9 points PERAN DOAC (DIRECT ORAL ANTICOAGULAN) PADA ATRIAL FIBRILASI RIVAROXABAN 150 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

Rivaroxaban merupakan obat antikoagulan golongan penghambat faktor Xa oral pertama yang mampu mencegah terjadinya trombogenesis tanpa bantuan kofaktor antitrombin untuk pencegahan stroke pada FA nonvalvular. Rivaroxaban ditoleransi dengan baik pada pasien dewasa yang sehat, dan mampu diperkirakan efek antikoagulannya terjadi pada kisaran dosis 5- 80 mg (Nursalim dan Setiabudi, 2012). Pada pasien dengan FA, rivaroxaban digunakan 20 mg sekali sehari dan dikonsumsi bersamaan dengan makanan. Karena obat dieliminasi secara parsial di ginjal, sehingga dosis harus dikurangi menjadi 15 mg satu kali sehari pada pasien dengan CrCl 15-50 mL/menit (Yakobus, 2017). Berdasarkan penelitian Hori (2012) yang dilakukan di Jepang pada 1.280 pasien dengan FA nonvalvular pada peningkatan risiko stroke. Pasien secara acak menerima terapi 15 mg rivaroxaban sekali sehari atau warfarin yang disesuaikan menurut pedoman pengobatan Jepang. Hasil menunjukkan bahwa tingkat keamanan adalah sebesar 18,04% per tahun pada pasien yang diobati dengan rivaroxaban dan sebesar 16,42% per tahun pada pasien dengan warfarin. Tingkat perdarahan intrakranial sebesar 0,8% dengan rivaroxaban dan 1,6% dengan warfarin. Selain itu dibandingkan dengan warfarin terdapat kecendrungan kuat untuk pengurangan tingkat stroke dengan rivaroxaban dibandingkan dengan warfarin (Hori, 2012). DABIGATRAN Dabigatran adalah antikoagulan oral golongan penghambat trombin. Dabigatran eteksilat segera dihidrolisasi pada pemberian secara oral yang menjadi bentuk aktifnya yakni dabigatran. Setelah diabsorpsi di 151 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

saluran gastrointestinal (GI) kemudian konsentrasi plasma tertinggi dicapai dalam waktu 0,5-2 jam, kemudian obat ini akan dibuang lewat ginjal. Waktu paruh dabigatran adalah antara 12-17 jam sehingga obat ini perlu dikonsumsi dua kali dalam sehari. Mula kerja dabigatran relatif cepat, adanya interaksi dengan makanan dan dengan obat lain terjadi lebih sedikit dibandingkan dengan warfarin, serta obat ini tidak memerlukan monitoring laboratorium secara intensif seperti warfarin (Tran, et al., 2011). Berdasarkan penelitian Aslan (2014) dilakukan dengan membandingkan kelompok pasien yang menggunakan terapi warfarin dengan kelompok terapi dabigatran. Pasien dipilih secara acak terdiri dari 219. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antar kelompok intervensi (perlakuan) sehubungan dengan stroke iskemik (warfarin sebesar 6,8%, dabigatran 110 mg sebesar 5,2%, dan dabigatran sebesar 150 mg 0,8%) (Aslan, et al., 2014). APIXABAN Apixaban adalah inhibitor faktor Xa yang cepat diserap dan memiliki waktu paruh 12 jam. Profil farmakokinetik dan farmakodinamik obat ini dapat diramalkan sehingga tidak diperlukan pemantauan berkala seperti warfarin. Namun apixaban berinteraksi dengan berbagai obat lain karena di metabolisme oleh CYP450 3A4 (Nursalim dan Setiabudi, 2012). Pada pasien dengan FA, dianjurkan penggunaan dosis apixaban 5 mg dua kali sehari. Dosis yang dikurangi menjadi 2,5 mg sebanyak dua kali sehari dianjurkan pada pasien dengan dua atau lebih kriteria berikut: usia 80 tahun atau lebih, berat badan 60 kg atau kurang, dan tingkat CrCl 1,5 mg/dL atau lebih tinggi (Yakobus, 2017). Salah satu studi yang 152 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

membandingkan efektivitas apixaban dengan warfarin dilakukan oleh Granger, et al. Pada uji klinis tersebut, diamati efektivitas apixaban untuk pencegahan stroke pada 18.201 pasien FA yang memiliki setidaknya satu faktor risiko stroke. Penelitian ini merupakan penelitian berskala besar yang melibatkan pasien FA dengan nilai rerata CHADS2 sebesar 2,1. Dosis apixaban yang digunakan adalah 2 x 5 mg sehari dan tablet warfarin diberikan pada dosis 2 mg untuk menghasilkan nilai INR 2,0-3,0 (Nursalim dan Setiabudi, 2012). Setelah pemantauan selama 1,8 tahun, dilakukan penilaian terhadap parameter primer berupa stroke iskemik, stroke hemoragik, atau emboli sistemik. Kejadian stroke pada kelompok apixaban ditemukan 1.19%, sedangkan pada kelompok warfarin 1,51%. Hasil ini menunjukkan superioritas apixaban dibandingkan warfarin dalam mencegah stroke dengan penurunan RR sebesar 25%. Selain itu, apixaban juga dinilai lebih aman, yang dapat dilihat dari angka perdarahan yang lebih rendah dibandingkan warfarin sebesar 31% (Nursalim dan Setiabudi, 2012). Penelitian Ogawa (2014) yang juga mempelajari keamanan dan efektivitas apixaban pada 222 penyandang FA . Subjek dikelompokkan ke dalam kelompok apixaban 2,5 mg dan 5 mg, atau kelompok warfarin (dosis disesuaikan untuk mencapai INR 2,0- 3,0). Setelah 12 minggu dilakukan dilihat parameter seperti kejadian stroke, emboli sistemik, dan kematian. Pada kelompok apixaban, tidak dijumpai stroke, emboli sistemik, maupun kematian. Sementara pada kelompok warfarin ditemukan 2 strokeiskemik, 1 perdarahan subarak- noid, dan tidak ada kematian (Ogawa, et al., 2011). EDOXABAN 153 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

Edoxaban merupakan obat antagonis non-vitamin K yang bersifat cepat dan selektif. Edoxaban dapat digunakan sekali sehari secara oral. Pada subyek yang sehat, dosis tunggal edoxaban menghasilkan konsentrasi plasma puncak dalam waktu pemberian 1-2 jam. Penggunaan dosis edoxaban untuk dosis sekali sehari sebesar 15-150 mg. Edoxaban sebagian besar diserap di saluran pencernaan bagian atas, dan bioavailabilitas oralnya sekitar 62%. Makanan tidak mempengaruhi total paparan dari edoxaban. Waktu paruh eliminasi terminal pada subyek sehat berkisar antara 10-14 jam, dengan akumulasi minimal setelah pengulangan dosis sekali sehari hingga dosis 120 mg. Mekanisme klirensnya melibatkan jalur ginjal dan non-ginjal. Faktor intrinsik seperti usia, jenis kelamin dan ras, tidak mempengaruhi farmakokinetik edoxaban setelah mempertimbangkan fungsi ginjal (Yakobus, 2017). Pemodelan dan simulasi farmakokinetik yang dilakukan pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pasien dengan berat badan rendah, disfungsi ginjal sedang hingga berat, atau penggunaan bersamaan dengan inhibitor P- glikoprotein kuat harus memiliki dosis edoxaban yang dikurangi sebesar 50%. Pemberian edoxaban secara oral menghasilkan perubahan yang cepat dalam biomarker antikoagulan, dengan efek puncak pada penanda antikoagulasi (seperti anti-FXa), PT dan aPTT terjadi dalam 1-2 jam. Meskipun tidak ada obat penawar khusus untuk edoxaban namun saat ini tersedia agen hemostatik untuk membalikkan efek antikoagulannya (Yakobus, 2017). Penelitian Steffel (2016) mengenai efektifitas dan keamanan edoxaban dibandingkan dengan warfarin pada pasien dengan FA yang dinilai memiliki risiko jatuh yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan terapi dengan edoxaban menghasilkan penurunan risiko 154 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

yang lebih besar pada kejadian perdarahan berat dan semua penyebab kematian dibandingan dengan warfarin (Steffel, 2016) PERBANDINGAN ANTARA DATA RCT DAN REAL WORLD PENGGUNAAN DOAC (DIRECT ORAL ANTICOAGULAN) PADA FIBRILASI ATRIUM Pada nilai time therapeutic range (TTR) yang tinggi, kemanjuran VKA pada prevensi stroke secara signifikan sama dengan penggunaan DOAC/NOAC, sedangkan manfaat keamanan relatif penggunaan DOAC tidak dipengaruhi oleh TTR yang konsisten dengan tingkat perdarahan serius (misalnya perdarahan intrakranial) lebih rendah pada penggunaan DOAC dibandingkan dengan warfarin. (ESC, 2020) Pada empat studi RCT, apixabam, dabigatran, edoxaban dan rivaroxaban menunjukan non-inferioritas dari warfarin dalam mencegah kejadian stroke/emboli sistemik. (Connolly dkk, 2009; Patel dkk, 2011; Granger dkk, 2011; Giugliano dkk, 2013) Pada meta-analisis dari RCT tersebut DOAC/NOAC berhubungan dengan 19% reduksi resiko stroke signifikan/emboli sistemik dan 51% reduksi resiko stroke hemoragik, serta reduksi resiko stroke iskemik yang sama dengan VKA. Namun DOAC berhubungan dengan 10% reduksi signifikan pada angka mortalitas keseluruhan. Didapatkan juga pada perbandingan NOAC vs warfarin adanya reduksi non-signifikan resiko perdarahan mayor sebanyak 14%, reduksi signifikan ICH sebanyak 52% dan 25% peningkatan perdarahan saluran cerna. (Ruft dkk, 2014). Sebuah meta-analisis dari lima percobaan DOAC [RE-LY (Randomized Evaluation of Long Term Anticoagulant Therapy), ROCKET-AF 155 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

(Rivaroxaban Once Daily Oral Direct Factor Xa Inhibition Compared with Vitamin K Antagonism for Prevention of Stroke and Embolism Trial in Atrial Fibrillation) J-ROCKET AF, ARISTOTLE (Apixaban for Reduction in Stroke and Other Thromboembolic Events in Atrial Fibrillation) dan ENGAGE AF TIMI 48 (Effective Anticoagulation with Factor Xa Next Generation in Atrial Fibrillation-Thrombolysis in Myocardial Infarction 48)] menunjukan bahwa DOAC dosis standar lebih efektif dan lebih aman dibandingkan penggunaan warfarin pada orang Asia dibandingkan non-Asia. (Wang dkk, 2015) Data observasional post-marketing terhadap efektivitas dan keamanan dabigatran, rivaroxaban, apixaban dan edoxaban vs. warfarin menunjukan hasil umum yang konsisten dengan temuan pada RCT. (ESC, 2020) Penelitian oleh Kirchhof dkk (2018) yang bertujuan untuk melakukan penilaian real-world safety profile rivaroxaban melakukan Analisa terhadap pasien AF yang terlibat dalam the XANTUS (Xarelto for Prevention of Stroke in Patients with Atrial Fibrilation ) seluruh dunia. Hasilnya didapatkan angka perdarahan dan stroke yang rendah pada pasien AF dengan rivaroxaban. Hasil tersebut didapatkan hampir konsisten pada seluruh regio. Tingkat perdarahan dan stroke yang rendah pada XANTUS konsisten dengan hasil dari ROCKET AF. Namun, semua penyebab kematian, tetapi bukan kematian vaskular, lebih tinggi pada XANTUS (real-world) dibandingkan ROCKET AF (RCT). (Camm dkk, 2019) Meskipun memiliki angka keamanan yang lebih tinggi, pemberian antikoagulan pada FA, termasuk DOAC tentunya perlu diperhatikan. Terdapat beberapa kontraindikasi absolut pemberian OAC (oral anti- coagulant) seperti perdarahan serius yang perlu diidentifikasi dan diobati, keadaan komorbid (trombositopenia berat <50.000/uL, anemia berat, dll) 156 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

atau riwayat perdarahan resiko tinggi seperti perdarahan intrakranial. Pada kasus tersebut sebaiknya dipertimbangkan terapi non-farmakologis. (ESC, 2020) KESIMPULAN Berdasarkan data-data yang telah dipaparkan, pencegahan stroke pada pasien FA dapat dicapai dengan pemberian antikoagulan berdasarkan indikasi (CHA2DS2-VASc score). Data RCT dan studi observasional real-world yang ada menunjukan bahwa NOAC/DOAC tidak inferior terhadap angka kejadian stroke/emboli sistemik dibandingkan dengan VKA. Bila dikombinasikan dengan profil keamanan yang superior pada DOAC dibandingkan VKA, DOAC direkomendasikan sebagai terapi pilihan utama dalam upaya prevensi kejadian stroke dan emboli sistemik pasien dengan fibrilasi atrium. DAFTAR PUSTAKA 1. Aslan, O., Y. T. Yaylali, S. Yildirim, M. Yurtdas, H. Senol, M. Ugur-Yildiz and M. Ozdemi. 2014. Dabigatran Versus Warfarin in Atrial Fibrilation. Clinic and Applied Thrombosis/Hemostatis:1-6. 2. Brand FN, Abbott RD, Kannel WB, et al. Characteristics and prognosis of lone atrial fibrillation. 30-year follow-up in the Framingham Study. JAMA. 1985;254:3449-3453. 3. Camm AJ, Amarenco P, Kirchhof P, et al. Real-world vs. randomized trial outcomes in similar populations of rivaroxaban-treated patients with non- valvular atrial fibrillation in ROCKET AF and XANTUS. Oxford Academic. 2019;21(3). 4. Camm AJ, Kirchhof P, Lip GYH, Schotten U, Savelieva I, Ernst S, et al. Guidelines for the Management of Atrial Fibrillation: The Task Force for the 157 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

Management of Atrial Fibrillation of The European Society of Cardiology (ESC). Medscape [internet]. 2010 [cited 2016 Jun 05]; 12(10): 1360-1420.) 5. Connolly SJ, Ezekowitz MD, Yusuf S, Eikelboom J, Oldgren J, Parekh A, Pogue J, Reilly PA, Themeles E, Varrone J, Wang S, Alings M, Xavier D, Zhu J, Diaz R, Lewis BS, Darius H, Diener HC, Joyner CD, Wallentin L; RE-LY Steering Committee Investigators. Dabigatran versus warfarin in patients with atrial fibrillation. N Engl J Med 2009;361:1139-1151. 6. Dinarti LK, Suciadi LP. Stratifikasi Risiko dan Strategi Manajemen Pasien dengan Fibrilasi Atrium. Maj Kedokt Indon. 2009 jun 6;59(6):277-284.) 7. Ellinor PT, Shin JT, Moore RK, etal. Locus for atrial fibrillation maps to chromosome 6q. 14– 16. Circulation. 2003;107:2880-2883. 8. European Heart Rhythm A, European Association for Cardio-Thoracic S, Camm AJ, et al. Guidelines for the management of atrial fibrillation: the Task Force for the Management of Atrial Fibrillation of the European Society of Cardiology (ESC). European heart journal 2010;31:2369-429. 9. Fuster V, Walh RA, Harrington RA. Hurst’s the heart. 13th ed. New York: Mc Graw Hill Medical; 2011 10. Giugliano RP, Ruff CT, Braunwald E, Murphy SA, Wiviott SD, Halperin JL, Waldo AL, Ezekowitz MD, Weitz JI, Spinar J, Ruzyllo W, Ruda M, Koretsune Y, Betcher J, Shi M, Grip LT, Patel SP, Patel I, Hanyok JJ, Mercuri M, Antman EM; ENGAGE AF-TIMI Investigators. Edoxaban versus warfarin in patients with atrial fibrillation. N Engl J Med 2013;369:2093-2104. 11. Go AS, Hylek EM, Phillips KA, et al. Prevalence of diagnosed atrial fibrillation in adults: national implications for rhythm management and stroke prevention: the AnTicoagulation and Risk Factors in Atrial Fibrillation (ATRIA) Study. JAMA : the journal of the American Medical Association 2001;285:2370-5.) , 12. Granger CB, Alexander JH, McMurray JJ, Lopes RD, Hylek EM, Hanna M, Al- Khalidi HR, Ansell J, Atar D, Avezum A, Bahit MC, Diaz R, Easton JD, Ezekowitz JA, Flaker G, Garcia D, Geraldes M, Gersh BJ, Golitsyn S, Goto S, Hermosillo AG, Hohnloser SH, Horowitz J, Mohan P, Jansky P, Lewis BS, Lopez-Sendon JL, Pais P, Parkhomenko A, Verheugt FW, Zhu J, Wallentin L; 158 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

ARISTOTLE Committees and Investigators. Apixaban versus warfarin in patients with atrial fibrillation. N Engl J Med 2011;365:981-992. 13. Heidbuchel H, Verhamme P,Alings M, Antz M, Diener HC et al. Updated European Heart Rhythm Association practical guide on the use of non- vitamin-K antagonist anticoagulants in patients with non-valvular atrial fibrillation: Executive summary. European Heart Journal (2017) 38, 2137– 2149) 14. Hindricks G, Potpara T, Dagres N, et al. 2020 ESC Guidelines for the diagnosis and management of atrial fibrillation developed in collaboration with the European Association for Cardio-Thoracic Surgery (EACTS). Eur Heart J. 2021;42(5):373-498. doi:10.1093/eurheartj/ehaa612 15. Hindriks, G., Potpara,T., Dagres,N., Arbelo,E.,Bax,J., et al. 2020 ESC Guidelines for the Diagnosis and Management of Atrial Fibrillation developed in Collaboration with the European Association for Cardio-Thoracic Surgery (EACTS). Eur Heart J. 42.373-498 16. Hori, M. 2012. Rivaroxaban vs. Warfarin in Japanese Patients With Atrial Fibrillation. Circulation Journal. 76: 2104- 2111. 17. Issa ZF, Miller JM, Zipes DP. Clinical arrhythmology and electrophysiology: A companion to Braunwald’s heart disease. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier; 2012) 18. January, C. T, Wann, Alpert, Calkins H., Cigarroa J. E, Cleveland J. C, et al. 2014. AHA/ACC/HRS guideline for the management of patients with atrial fibrilation. Circulation. 129:1-124. 19. Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Faucy AS, Longo DL, Loscalzo J. Harrison’s principles of internal medicine. 19th ed. New York: McGraw-Hill Education; 2015) 20. Kirchoff P, Radaideh G, Kim Y-H, et al. Global Prospective Safety Analysis of Rivaroxaban. J Am Coll Cardiol. 2018;72(2). 21. Levine E. CHADS2 Score for Stroke Risk Assessment in Atrial Fibrillation. Medscape [internet]. 2014 May 20 [cited 2016 Jun 05]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/2172597-overview) 22. Lip GYH, Tse HF, Lane DA. Atrial fibrillation. Lancet 2012;379: 648–61) 159 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

23. Nasution SA, Ismail D. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia. 2006 May. p.1522-1527. 24. Nursalim, A. dan Setiabudi, E. 2012. Efektivitas Antikoagulan Baru Dibandingkan dengan Warfarin dalam Mencegah Stroke pada Pasien Atrial Fibrilasi. J Indom Med Assoe. 62(10): 407-411. 25. Ogawa, S., Shinohara, Y., Kanmuri, K. 2011. Safety and efficacy of the oral direct factor Xa inhibitor apixaban in japanese patients with non-valvular atrial fibrillation. Circ J. 75:1852-9 26. Patel MR, Mahaffey KW, Garg J, Pan G, Singer DE, Hacke W, Breithardt G, Halperin JL, Hankey GJ, Piccini JP, Becker RC, Nessel CC, Paolini JF, Berkowitz SD, Fox KA, Califf RM; ROCKET AF Investigators. Rivaroxaban versus warfarin in nonvalvular atrial fibrillation. N Engl J Med 2011;365:883- 891. 27. Pinzon, R. T., Astyari, G. A. P. I. B. S., Tarigan, L. 2017. Pola pengobatan antitrombotik pada pasien stroke iskemik dengan fibrilasi atrium berdasarkan skor CHA2DS2-VASc dan skor HAS BLED. Pharmaciana. 7(1): 63-70. 28. Roveny. 2015. Antikoagulan untuk Stroke Iskemik Kardioemboli. CDK-228. 42(5): 345-349. 29. Ruff CT, Giugliano RP, Braunwald E, Hoffman EB, Deenadayalu N, Ezekowitz MD, Camm AJ, Weitz JI, Lewis BS, Parkhomenko A, Yamashita T, Antman EM. Comparison of the efficacy and safety of new oral anticoagulants with warfarin in patients with atrial fibrillation: a meta-analysis of randomised trials. Lancet 2014;383:955-962. 30. Setianto B, Malik MS, Supari SF. Studi aritmia pada survei dasar MONICA- Jakarta di Jakarta Selatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI 1998) 31. Steffel, J. 2016. Edoxaban Versus Warfarin in Atrial Fibrillation Patients at Risk of Falling ENGAGE AF–TIMI 48 Analysis. Journal of the American College of Cardiology. 66(11): 1169-1178. 160 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

32. Tran A, Pharm, D., Ceng-Lai, A. 2011. Dabigatran Etexilate, the first oral anticoagulant available in the united states since warfarin. Cardiology in Review. 19:154-61. 33. Vanassche T et al, Organ-specific bleeding patterns of anticoagulant therapy : Lesson from Clinical trials.Thromb Haemost 2014;112:918–923 34. Wang KL, Lip GY, Lin SJ, Chiang CE. Non-vitamin K antagonist oral anticoagu- lants for stroke prevention in Asian patients with nonvalvular atrial fibrillation: meta-analysis. Stroke 2015;46:2555-2561. 35. Wolf PA, Benjamin EJ, Belanger AJ, Kannel WB, Levy D, D’Agostino RB. Secular trends in the prevalence of atrial fibrillation: The Framingham Study. American heart journal 1996;131:790- 5. 36. Yakobus, Y. 2017. New Oral Anticoagulants for Atrial Fibrillation. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia. 8(2): 102-109 37. Yap YG, Camm AJ. Essentials of atrial fibrillation. [eBook]. London: Springer; 2014. Chapter 2, p.7-9. 38. Yuniadi Y, Tondas AE, Hanafy DA, Hermanto DY, Maharani E, Munawar M, et al. Pedoman Tatalaksana Fibrilasi Atrium. 1. Jakarta. Centra Communication. 2014. p. 1-82 BAB VI 161 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

TATALAKSANA FIBRILASI ATRIUM Effendi Departemen Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Atma Jaya, Jakarta, Indonesia Abstrak Fibrilasi atrium merupakan jenis aritmia dengan tingkat insidens yang terus meningkat. Penderita fibrilasi atrium umumnya memiliki kelainan struktur jantung atau penyakit sistemik. Terapi umum adalah anti-trombotik untuk pencegahan stroke, pengendalian laju jantung, dan pengendalian ritme jantung. Kata kunci: Anti-trombotik, aritmia, fibrilasi atrium Abstract Atrial fibrillation is a type of arrhythmia with increasing incidence. Atrial fibrillation is often associated with structural heart disease or other systemic disease. Treatment is based on anti-thrombotic agent for stroke prevention, rate control, and rhythm control. Effendi. Management of Atrial Fibrillation Keywords: Anti-thrombotic, arrhythmia, atrial fibrrilation PENDAHULUAN Fibrilasi atrium, atrial flutter, dan takikardi atrium merupakan jenis aritmia yang sering dijumpai;1 fibrilasi atrium adalah jenis aritmia yang paling sering dan prevalensinya meningkat.1 Fibrilasi atrium mempunyai karakteristik berupa aktivasi elektrik atrium yang tidak teratur dan kontraksi atrium yang tidak terkoordinasi.1 EPIDEMIOLOGI Fibrilasi atrium diderita oleh 1% - 2% penduduk dunia dengan rata – rata usia 40 – 50 tahun, sekitar 5% - 15% penderita berusia >80 tahun.1 Penduduk keturunan Eropa dikatakan memiliki risiko fibrilasi atrium setelah usia >40 tahun, risiko pada pria (26%) sedikit lebih tinggi dibandingkan wanita (23%).2 Tabel 1 menunjukkan peningkatan insidens 162 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

fibrilasi atrium antara tahun 1990 dan 2000, terlihat fibrilasi atrium lebih banyak di negara maju dibandingkan di negara berkembang.2 FAKTOR RISIKO Penderita fibrilasi atrium umumnya memiliki kelainan struktur jantung atau penyakit sistemik. Mekanisme fibrilasi atrium sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor. Tabel 2 memperlihatkan penyakit- penyakit yang sering menyertai fibrilasi atrium. PATOFISIOLOGI Beberapa mekanisme dapat mencetuskan fibrilasi atrium, pencetus tersering adalah fokus ektopik di otot sekitar vena pulmonal. Pada penderita fibrilasi atrium, terdapat fase refrakter yang tidak efektif dan adanya gangguan sistem konduksi di daerah fokus ektopik. Adanya gangguan konduksi juga merupakan salah satu syarat terjadinya reentry. Fokus-fokus lain yang dapat mencetuskan fibrilasi atrium yaitu fokus di daerah vena cava superior, ligamen Marshall, dan otot sekitar sinus coronaries.1 Selain pencetus, terdapat juga mekanisme yang menyebabkan fibrilasi atrium menetap. Penelitian Li, dkk. pada seekor anjing yang gagal jantung dan fibrosis daerah atrium menyebabkan 163 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

terjadinya gangguan konduksi, sehingga terjadi proses reentry dan fibrilasi atrium.1 GEJALA KLINIS Fibrilasi atrium dapat tidak menimbulkan gejala; penderita fibrilasi atrium paroksismal, biasanya tidak menyadari kelainannya. Pada 10% – 25% penderita, diagnosis fibrilasi atrium ditemukan tanpa gejala atau didiagnosis setelah terjadi komplikasi.4 Gejala fibrilasi atrium bergantung pada banyak faktor, seperti: laju ventrikuler, durasi fibrilasi atrium, serta ada atau tidaknya gangguan struktur jantung. Mayoritas penderita mengeluhkan palpitasi, rasa tidak nyaman di dada, dispnea, kelemahan atau pusing. Palpitasi merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan.4 DIAGNOSIS Diagnosis fibrilasi atrium memerlukan dokumentasi yang memadai. Dokumentasi tersebut harus memenuhi beberapa karakteristik yang 164 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

dimiliki oleh fibrilasi atrium, antara lain: adanya interval R-R ireguler pada EKG, tidak ditemukan gelombang P pada EKG, dan interval antara 2 aktivasi atrium jika terlihat >200 ms atau >300 laju per menit (200 ms = 5 kotak kecil pada hasil pemeriksaan EKG).5 Klasifikasi fibrilasi atrium yaitu fibrilasi atrium paroksismal, fibrilasi atrium persisten, dan fibrilasi atrium permanen. Fibrilasi atrium paroksismal mempunyai karakteristik episode fibrilasi atrium muncul dan hilang spontan yang biasanya dicetuskan oleh fokus di otot atrium di sekitar vena pulmonal. Fibrilasi atrium persisten memiliki durasi lebih panjang biasanya lebih dari 7 hari dan akan terus muncul kecuali dilakukan kardioversi. Fibrilasi atrium persisten memiliki durasi > 1 tahun, pada umumnya telah terjadi perubahan struktur atrium, sehingga memungkinkan terjadinya proses reentry ataupun automatisasi.6 REKOMENDASI TERAPI Prinsip terapi fibrilasi atrium yaitu: antitrombotik untuk pencegahan stroke, pengendalian laju jantung, pengendalian ritme jantung, dan terapi tambahan (upstream therapy). Anti-trombotik Anti-trombotik direkomendasikan untuk pasien fibrilasi atrium dengan riwayat stroke, transient ischemic attack (TIA), atau skor CHA2DS2-VASc (Tabel 3) lebih dari 2.2 Pilihan obat anti-trombotik yang dapat digunakan adalah warfarin dengan target INR 2.0 – 3.0, dabigatran, rivaroxaban, atau apixaban. Pasien yang mendapat warfarin harus memeriksakan INR setiap minggu 165 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

pada awal pengobatan dan disarankan memeriksa INR setiap bulan jika target INR telah tercapai dan stabil. Dabigatran, rivaroxaban, atau apixaban dapat diberikan apabila target INR tidak tercapai dengan warfarin, namun sebelumnya diperlukan pemeriksaan fungsi ginjal dan berkala. Dabigatran dan rivaroxaban tidak direkomendasikan pada pasien fibrilasi atrium dengan penyerta gagal ginjal kronis tahap akhir atau dalam terapi dialisis karena belum ada penelitiannya; warfarin merupakan anti-trombotik pilihan utama untuk pasien kelompok tersebut. Dabigatran dan rivaroxaban dapat diberikan pada penderita gagal ginjal kronis, namun dengan dosis dimodifikasi.2 166 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

167 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

Jika akan mengubah dari AVK (antagonis vitamin K) seperti warfarin ke AKB (antikoagulan baru) seperti dabigatran, rivaroxaban, apixaban, maka harus dicapai nilai INR ≤2 terlebih dahulu. Sebaliknya, jika akan mengganti dari AKB ke AVK maka AVK harus dimulai secara tumpang tindih dengan AKB dalam periode tergantung jenis AKB dan fungsi ginjal. AKB dihentikan jika INR >2. Misalnya, jika memakai dabigatran 168 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

dibutuhkan tumpang tindih AVK 2-3 hari karena awitan kerja AVK membutuhkan beberapa hari untuk mencapai efek terapi. Penaksiran fungsi ginjal (memakai creatinin clearance) wajib dilakukan pada pemberian AKB karena seluruh obat tersebut sedikit banyak diekskresi melalui ginjal. Pada pasien dengan nilai awal klirens kreatinin normal (≥80 mL/min) atau gangguan ginjal ringan (klirens kreatinin 50–79 mL/min) dilakukan pemeriksaan klirens kreatinin 1 kali per tahun, sedangkan pada pasien dengan gangguan ginjal sedang (klirens kreatinin 30-49 mL/ min) dianjurkan pemeriksaan klirens kreatinin 2-3 kali per tahun.7 Pengendalian Laju Jantung Pengendalian laju jantung menggunakan obat golongan beta bloker atau penghambat kanal kalsium golongan non-dihydropyridine direkomendasikan untuk pasien fibrilasi atrium jenis paroksismal, persisten, ataupun permanen. Beta bloker atau penghambat kanal kalsium dapat diberikan secara intravena pada keadaan akut tanpa disertai pre-eksitasi.2 Kendali laju dipertimbangkan sebagai terapi awal pada pasien usia tua dan keluhan minimal (skor EHRA 1). Kendali irama direkomendasikan pada pasien yang masih simptomatik (skor EHRA ≥2) meskipun telah dilakukan kendali laju optimal. Kendali laju sendiri dibagi menjadi 2 bagian, yaitu kendali laju longgar dan kendali laju ketat. Pada permulaan kendali laju longgar dapat dipilih dengan target laju jantung <110 kali per menit saat istirahat. Apabila tetap didapatkan gejala, kendali laju ketat dapat dilakukan dengan target laju jantung < 80 kali per menit saat istirahat. Penyekat beta direkomendasikan sebagai terapi pilihan pertama pada pasien fibrilasi atrium dengan gagal jantung dan fraksi ejeksi yang rendah atau pasien dengan riwayat infark miokard. Apabila 169 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

monoterapi tidak cukup, dapat ditambahkan digoksin untuk kendali laju. Fibrilasi atrium dengan respons irama ventrikel yang lambat, biasanya membaik dengan pemberian atropin (mulai 0,5 mg intravena). Bila dengan atropin masih simptomatik, dapat dilakukan tindakan kardioversi atau pemasangan pacu jantung sementara.7 Pengendalian Irama Jantung Tujuan utama strategi kendali irama adalah mengurangi gejala. Pengendalian irama jantung dipilih pada pasien yang masih bergejala meskipun pengendalian laju jantung telah optimal. Pengubahan irama fibrilasi atrium ke irama sinus (kardioversi) menggunakan obat paling efektif dilakukan dalam 7 hari setelah terjadi fibrilasi atrium. Kardioversi farmakologis kurang efektif pada penderita fibrilasi atrium persisten. Terapi pengembalian irama ke sinus mempunyai kelebihan mengurangi risiko tromboemboli, memperbaiki hemodinamik, serta mencegah remodelling atrium yang dapat meningkatkan ukuran atrium dan menyebabkan kardiomiopati atrium. Kendali irama harus dipertimbangkan pada pasien gagal jantung akibat fibrilasi atrium untuk memperbaiki keluhan, pasien muda yang simptomatik, atau fibrilasi atrium sekunder akibat kelainan yang telah dikoreksi (iskemia, hipertiroid). Kondisi klinis yang dapat mempengaruhi tingginya rekurensi antara lain ukuran atrium kiri >50 mm, durasi >6 bulan, gagal jantung dengan NYHA >II, gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri (ejection fraction (EF) <40%, dan riwayat kardioversi sebelumnya (1-2 kali dalam 2 tahun sebelumnya).7 Untuk penderita fibrilasi atrium dengan durasi 48 jam atau tidak diketahui, direkomendasikan pemberian antikoagulan warfarin dengan 170 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

target INR 2.0 – 3.0 untuk 3 minggu sebelum kardioversi dan dilanjutkan sampai 4 minggu setelah kardioversi tanpa mempertimbangkan skor CHA2DS2-VASc. Untuk pasien yang tidak stabil, kardioversi dapat segera dilakukan tanpa pemberian antikoagulan terlebih dahulu dan tetap diberikan antikoagulan setelahnya selama 4 minggu. Untuk penderita fibrilasi atrium dengan durasi < 48 jam dan memiliki risiko tinggi stroke, heparin intravena, atau LMWH (low molecular weight heparin) dapat direkomendasikan segera diberikan sebelum atau sesaat setelah dilakukan kardioversi, diikuti dengan pemberian antikoagulan oral sesuai dengan skor CHA2DS2-VASc. Untuk pasien fibrilasi atrium dengan durasi >48 jam atau durasi aktual tak diketahui, dan belum mendapatkan terapi antikoagulan selama 3 minggu perlu dipertimbangkan echocardiography transesophageal sebelum kardioversi untuk memastikan tidak ada trombus di atrium kiri.2 Kardioversi dapat secara elektrik atau farmakologis (Tabel 6). Kardioversi dengan agen farmakologi kurang berhasil jika durasi fibrilasi atrium >7 hari.5 Terapi Tambahan (Upstream Therapy) Terapi tambahan pada fibrilasi atrium adalah upaya mencegah atau menghambat remodelling miokard akibat hipertensi, gagal jantung, atau inflamasi. Beberapa terapi yang termasuk dalam golongan ini adalah penghambat enzim konversi angiotensin (EKA), penyekat reseptor angiotensin, dan omega 3. Penghambat EKA dan penyekat reseptor angiotensin menghambat efek aritmogenik angiotensin II, termasuk mencegah fibrosis atrium dan hipertrofi, stres oksidatif, serta inflamasi. Penggunaannya sebagai pencegahan primer terutama pada pasien dengan hipertensi, gagal jantung, dan faktor risiko jantung koroner lain. Penghambat EKA dan penyekat reseptor angiotensin sebaiknya digunakan 171 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

pada pasien fibrilasi atrium yang baru terjadi, pada pasien gagal jantung dengan penurunan fraksi ejeksi dan hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri.7 EVALUASI KLINIS Baru-baru ini dikenalkan skor simptom yang disebut skor EHRA (European Heart Rhythm Association). Skor EHRA ini (Tabel 7) adalah alat klinis sederhana yang dapat digunakan untuk menilai perkembangan gejala selama penanganan fibrilasi atrium. Skor klinis ini hanya memperhitungkan derajat gejala yang benar-benar disebabkan oleh fibrilasi atrium, skor diharapkan dapat berkurang seiring dengan konversi ke irama sinus atau dengan kendali laju yang efektif.7 SIMPULAN Fibrilasi atrium merupakan gangguan irama dengan karakteristik aktivasi elektrik atrium tidak teratur dan kontraksi atrium tidak terkoordinasi. Kelainan ini sering tidak memberikan gejala yang signifikan sehingga sulit didiagnosis. Tatalaksana fibrilasi atrium secara garis besar dibagi menjadi 3, yaitu: anti-trombotik untuk pencegahan stroke, pengendalian laju jantung, dan pengendalian ritme jantung. Daftar Pustaka: 1. Fuster V, Walh RA, Harrington RA. Hurst’s the heart. 13th ed. New York: Mc Graw Hill Medical; 2011. 2. January CT, Wann LS, Alpert JS, Calkins H, Cigarroa JE, Cleveland JC, et al. AHA/ACC/HRS guideline for the management of patients with atrial fibrilation. Circulation 2014;129:1-124. 172 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

3. Chugh SS, Havmoeller R, Narayanan K, Singh D, Rienstra M, Benjamin EJ, et al. Worldwide epidemiology of atrial fibrillation: A global burden of disease 2010 study. Circulation. 2014;129:837-47. doi: 10.1161/CIRCULATIONAHA.113.005119. 4. Issa ZF, Miller JM, Zipes DP. Clinical arrhythmology and electrophysiology: A companion to Braunwald’s heart disease. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier; 2012. 5. Lip GYH, Tse HF, Lane DA. Atrial fibrillation. Lancet 2012;379: 648–61. 6. Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Faucy AS, Longo DL, Loscalzo J. Harrison’s principles of internal medicine. 19th ed. New York: McGraw-Hill Education; 2015. 7. Yuniadi Y, Tondas AE, Hanafy DA, Hermanto DY, Maharani E, Munawar M, et al. Pedoman tatalaksana fibrilasi atrium. 1st ed. Centra Communications: PERKI; 2014 .p. 1-82 173 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

BAB VII EFEKTIVITAS ANTIKOAGULAN BARU DIBANDINGKAN DENGAN WARFARIN DALAM MENCEGAH STROKE PADA PASIEN ATRIAL FIBRILASI Alvin Nursalim,* Edwin Setiabudi** *Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta **SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha/ Rumah Sakit Immanuel, Bandung Abstrak Warfarin, suatu antagonis vitamin K, telah digunakan cukup lama untuk menurunkan kejadian stroke pada penyandang fibrilasi atrium (FA). Sayangnya, warfarin memiliki beberapa keterbatasan seperti indeks terapi sempit, banyak berinteraksi dengan obat lain, dan memerlukan pemantauan berkala. Pengembangan berbagai antikoagulan baru dimaksudkan untuk mengatasi keterbatasan warfarin itu. Dabigatran, antitrombin oral, dengan dosis 150 mg menurunkan kejadian stroke lebih besar dibandingkan warfarin (RR 0,64; IK 95% 0,51-0,81 dan p<0,001). Namun, dabigatran dapat meningkatkan risiko terjadinya perdarahan gatrointestinal. Rivaroxaban, inhibitor faktor Xa, tidak kurang efektif daripada warfarin dalam pencegahan stroke dan emboli sistemik (RH 0,79, IK 95% 0,66-0,96 dan p<0,001 untuk noninferiority rivaroxaban). Tidak ditemukan perbedaan bermakna pada perdarahan mayor antara kelompok rivaroxaban dan warfarin. Apixaban (5 mg),sebuah inhibitor faktor Xa, tampil superior dibandingkan warfarin dalam menurunkan stroke dan emboli sistemik (RH 0,79; KI 95% 0,65 to 0,95; P=0,01). Apixaban menyebabkan perdarahan yang lebih sedikit dibandingkan warfarin. Sebelum terdapat studi berskala besar yang dapat memberikan panduan yang jelas untuk penggunaan berbagai antikoagulan baru ini, dokter harus melakukan penilaian yang cermat sebelum memberikan obatnya pada pasien FA. Berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan meliputi: riwayat kecocokan pasien FA dengan penggunaan warfarin, harga antikoagulan baru, frekuensi pemberian antikoagulan baru, dan profil keamanan antikoagulan baru. J Indon Med Assoc. 2012;62:407-12. Kata kunci: fibrilasi atrium, stroke, warfarin, dabigatran, rivaroxaban, apixaban 174 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

Pendahuluan Antikoagulan telah lama digunakan untuk pencegahan stroke pada pasien dengan fibrillasi atrial (FA).1 Pada pasien FA dengan skor CHADS2 lebih besar atau sama dengan 2, pemberian antikoagulan sangatlah dianjurkan untuk mengurangi kejadian serebrovaskular pada pasien dengan FA.2 CHA2DS2-VASc merupakan akronim dari Congestive heart failure/left ventricular dysfunction, Hypertension, Age >75 (doubled), Diabetes, Stroke (doubled) - Vascular disease, Age 65-74, and Sex category (female). Warfarin, suatu antagonis vitamin bekerja dengan mencegah terbentuknya faktor pembekuan VII, IX, X, dan II. Penggunaan warfarin efektif menurunkan kejadian stroke pada pasien dengan FA nonvalvular sebesar 68%. Namun, ada beberapa keterbatasan dalam penggunaan warfarin seperti indeks terapi yang sempit, banyak ber-interaksi dengan obat lain atau makanan, dan diperlukan pemantauan laboratorium secara berkala. Hal itu menye-babkan ambang terapi warfarin kurang dari dua pertiga keseluruhan pasien yang memakainya.3 Antikoagulan baru: Dabigatran, Rivaroxaban, dan Apixaban Seiring dengan berkembangnya pengobatan FA, dikembangkan juga berbagai antikoagulan baru dari kelas yang berbeda-beda dengan masing-masing keunggulan dan kerugiannya. Target antikoagulan baru ini berbeda-beda dan ditunjukkan pada gambar 1. Antikoagulan diharapkan memperlihatkan ciri ideal seperti dapat diberikan per oral satu kali sehari (meningkatkan kepatuhan minum obat), efektif mencegah kejadian tromboembolik, dikenal sifat farmakokinetiknya, lebih jarang menyebabkan perdarahan, dan berinteraksi minimal dengan obat/makanan. Dabigatran, rivaroxaban, dan apixaban adalah contoh jenis antikoagulan baru dan di bawah ini ulasan perbedaannya dengan warfarin. Dabigatran Dabigatran adalah antikoagulan oral golongan penghambat trombin. Dabigatran eteksilat segera dihidro-lisasi pada pemberian oral menjadi 175 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

bentuk aktifnya yaitu dabigatran. Setelah diserap di saluran cerna, kadar plasma tertinggi dicapai dalam 0,5-2 jam, kemudian obat ini dibuang melalui ginjal. Waktu paruh dari obat ini berkisar antara 12-17 jam sehingga dabigatran perlu diberikan 2 x sehari.5 Mula kerja dabigatran relatif cepat, interaksi dengan obat lain dan makanan lebih sedikit dibandingkan warfarin, dan tidak membutuhkan pemantauan labratorium yang intensif.6 Uji klinis fase III yang dikenal sebagai RE-LY study membandingkan dabigatran 110 mg atau 150 mg dua kali sehari dengan warfarin dalam dosis yang disesuaikan dengan nilai International Nornalized Ratio (INR) antara 2.0-3.0.7 Pasien yang terlibat dalam studi ini rata-rata berumur 72 tahun dengan rerata skor CHADS2 sebesar 2,1. Pengamatan dilakukan selama 2 tahun dengan parameter akhir berupa stroke dan emboli sistemik. Setelah 2 tahun, tidak ada perbedaan bermakna dalam kejadian stroke antara kedua kelompok (RR 0,92; KI 95% 0,74 to 1,13, p=0,41). Dabigatran 2x110 mg menyebabkan lebih sedikit perdarahan dibandingkan dengan warfarin. Sementara itu, 176 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

dabigatran 2xsebanyak 150 mg lebih baik dibandingkan warfarin dalam pencegahan stroke (RR 0,64; KI 95% 0,51-0,81, p<0.001), dan perdarahan mayor lebih rendah pada kelompok dabigatran dibandingkan kelompok warfarin. Namun, perdarahan gastrointestinal pada kelompok dabigatran lebih tinggi dibandingkan kelompok warfarin. Hal ini rupanya terjadi karena tablet dabigatran mengandung asam tartar (tartaric acid) yang menyebabkan peningkatan asam lambung. Tambahan asam tartar tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan penyerapannya. Hal itu pula yang berkontribusi pada meningkatnya keluhan dispepsia dan perdarahan gastrointestinal pada pasien yang menerima dabigatran. Rivaroxaban Rivaroxaban adalah antikoagulan golongan penghambat faktor Xa yang mencegah trombogenesis tanpa memerlukan bantuan kofaktor antitrombin. Rivaroxaban ditoleransi dengan baik oleh pasien dewasa yang sehat, dan efek antikoagulannya dapat diramalkan terjadi pada kisaran dosis 5-80 mg.8 Efektivitas rivaroxaban dibandingkan dengan warfarin dalam uji klinis fase III ROCKET AF-trial yang melibatkan 14.264 pasien FA nonvalvular.9 Pada studi itu, rerata umur pasien AF adalah 73 tahun dengan rerata skor CHADS2 3,47. Pasien secara acak dimasukkan ke dalam kelompok yang menerima rivaroxaban 20 mg atau warfarin dengan dosis yang disesuaikan dengan INR (2,0-3,0). Pengamatan dilakukan selama 770 hari dan parameter yang dilihat adalah kejadian stroke dan emboli sistemik. Pada analisis primer, kejadian stroke lebih rendah pada kelompok rivaroxaban (RH 0,79; KI 95% 0,66-0,96, p<0,001 untuk noninferiority). Perdarahan mayor dan nonmayor terjadi pada 1 475 pasien AF pada kelompok rivaroxaban dibandingkan 1 449 pada kelompok warfarin (RH 1,03; KI 95% 0,96-1,11, p=0,44). Dengan demikian studi ini memperlihatkan rivaroxaban dosis tetap sama efektifnya dengan warfarin dalam pencegahan stroke. Tidak ditemukan perbedaan bermakna dalam aspek perdarahan mayor antara kedua kelompok. Penurunan hemoglobin >2 g/dl dan transfusi lebih sering terjadi pada kelompok 177 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

rivaroxaban,tetapi jumlah perdarahan fatal lebih rendah pada kelompok rivaroxaban. Apixaban Apixaban adalah inhibitor faktor Xa yang cepat diserap dan memiliki waktu paruh 12 jam. Profil farmakokinetik dan farmakodinamik obat ini dapat diramalkan sehingga tidak diperlukan pemantauan berkala seperti warfarin. Namun, apixaban berinteraksi dengan berbagai obat lain karena metabolismenya oleh CYP450 3A4.10 Salah satu studi yang membandingkan efektivitas apixaban dengan warfarin dilakukan oleh Granger, et al.11 Pada uji klinis acak tersamar ganda ini, dipelajari efektivitas apixaban untuk pencegahan stroke pada 18 201 penyandang fibrilasi atrium yang memiliki setidaknya satu faktor risiko stroke. Penelitian ini merupakan penelitian berskala besar yang melibatkan penyandang FA dengan nilai rerata CHADS2 sebesar 2,1. Subjek penelitian berasal dari berbagai benua, termasuk Asia Pasifik. Dosis apixaban yang digunakan adalah 2 x 5 mg sehari dan warfarin tablet 2 mg diberikan dengan dosis untuk nilai INR 2,0-3,0. Setelah pemantauan selama 1,8 tahun, dilakukan penilaian terhadap parameter primer berupa stroke iskemik, stroke hemoragik, atau emboli sistemik. Kejadian stroke pada kelompok apixaban ditemukan 1.19%, sedangkan pada kelompok warfarin 1,51% (RH 0,79;KI 95% 0,65 to 0,95; p=0,01). Hasil ini menunjukkan superioritas apixaban dibandingkan warfarin dalam mencegah stroke dengan penurunan RR sebesar 25%. Selain itu, apixaban juga dinilai lebih aman, yang dapat dilihat dari angka perdarahan yang lebih rendah dibandingkan warfarin sebesar 31%. Selain studi di atas, Ogawa, et al mempelajari keamanan dan efektivitas apixaban pada 222 penyandang AF. Subjek dikelompokkan ke dalam kelompok apixaban 2,5 mg dan 5 mg, atau kelompok warfarin (dosis disesuaikan untuk mencapai INR 2,0-3,0). Setelah 12 minggu dilakukan dilihat parameter seperti kejadian stroke, emboli sistemik, dan kematian. Pada kelompok apixaban, tidak dijumpai stroke, emboli sistemik, maupun kematian. Sementara pada kelompok warfarin 178 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

ditemukan 2 stroke iskemik, 1 perdarahan subaraknoid, dan tidak ada kematian.12 Berdasarkan dua studi di atas, dapat disimpulkan bahwa apixaban merupakan pilihan yang aman dan efektif dalam pencegahan stoke dibandingkan warfarin. Dua studi ini juga menyimpulkan bahwa terdapat kejadian perdarahan yang lebih sedikit pada kelompok apixaban dibandingkan warfarin. Studi AVERROES membandingkan apixaban dan aspirin pada 5 600 penyandang FA yang tidak dapat menerima warfarin. Uji klinis ini dihentikan lebih awal karena adanya bukti keuntungan nyata apixaban dibandingkan aspirin dan tidak ada perbedaan signifikan pada perdarahan mayor.13 Pemilihan antikoagulan yang terbaik Penentuan pilihan yang lebih baik antara dabigatran,rivaroxaban, atau apixaban dalam pencegahan stroke atau emboli sistemik merupakan pertanyaan kunci yang memerlukan pertimbangan khusus. Sampai sekarang belum ada uji klinis yang membandingkan secara langsung berbagai antikoagulan ini dalam pencegahan stroke pada penyandang FA. Oleh sebab itu, belum dapat ditetapkan antikoagulan yang terbaik. Tabel 1 merangkum berapa sifat antikoagulan baru beserta hasil uji klinis yang pernah dilakukan. Namun, berdasarkan beberapa studi yang diuraikan di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan tentang berbagai antikoagulan baru ini. Dabigatran sebesar 110 mg sebanding dengan warfarin dalam pencegahan stroke dengan tingkat perdarahan yang lebih rendah dibanding warfarin. Oleh sebab itu, pemberian dabigatran 110 mg dapat dipertimbangkan pada penyandang AF dengan risiko perdarahan yang tinggi.7 Rivaroxaban tidak kalah dari warfarin dalam pencegahan stroke dan emboli sistemik dan tidak ada perbedaan bermakna dalam hal menimbulkan perdarahan mayor. Penggunaan rivaroxaban yang satu kali perhari diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan.9 Sementara itu, apixaban dapat menjadi kandidat untuk pasien FA dengan risiko perdarahan yang relatif lebih tinggi.11 179 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

Guideline tata laksana fibrilasi atrium dari European Society of Cardiology tahun 2012 menyatakan bahwa antikoagulan harus diberikan pada penyandang AF yang memiliki skor CHA2DS2-VASc >2. Sistem skor ini lebih baik dalam menggolongkan risiko stroke penyandang AF dibandingkan skor CHADS2. Setiap komponen dari system skoring ini merupakan faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan seorang penyandang atrial fibrilasi mendapatkan stroke di kemudian hari.14 Menurut ESC pemberian dabigatran 2 x 150 mg sehari merupakan pilihan yang lebih baik dibandingkan dabigatran 110 mg. Namun, dosis 110 mg dapat dipertimbangkan untuk pasien usia lanjut (>80 tahun), pasien yang menggunakan obat lain yang berinteraksi dengan dabigatran (misalnya, verapamil), risiko perdarahan yang tinggi, dan gangguan fungsi ginjal sedang (CrCl 30-49 ml/menit). Pemberian rivaroxaban 20 mg lebih dianjurkan dibandingkan dengan dosis 15 mg. Dosis 15 mg dapat dipertimbangkan untuk penyandang AF dengan risiko perdarahan yang tinggi dan gangguan fungsi ginjal sedang. Dabigatran, rivaroxaban, dan apixaban tidak dianjurkan untuk penyandang AF yang dengan gangguan fungsi ginjal yang lebih berat (CrCl<30 ml/menit). Namun, perlu diingat bahwa antikoagulan baru ini tidak memiliki obat penawar. Jika terjadi perdarahan, cukup diberikan pengobatan suportif, mengingat waktu paruhnya yang relatif singkat.14 Pemilihan antikoagulan baru ini juga perlu mempertimbangkan riwayat pengobatan sebelumnya. Penyandang FA yang terkendali dengan warfarin dan nilai INR berada pada rentang acuan, tentu lebih baik tetap menggunakan warfarin. Namun, penyandang FA baru atau penyandang FA dengan nilai INR yang tidak stabil dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan antikoagulan baru. Aspek pembiayaan merupakan perhatian khusus di Indonesia yang belum menerapkan sistem asuransi kesehatan yang mumpuni. Harga obat baru ini lebih mahal dibandingkan warfarin, tetapi perbedaan harga ini menjadi lebih kecil mengingat tidak adanya biaya yang diperlukan untuk pemantauan INR berkala pada penggunaan warfarin. Kita baru memasuki tahapan awal penggunaan berbagai antikoagulan baru ini, maka penggunaan antikoagulan baru ini perlu dikaji 180 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

ketepatan indikasi dan dosisnya. Selain itu, terlepas dari tidak diperlukannya pemantauan INR, kondisi pasien selama penggunaan antikoagulan baru tetap harus dipantau secara berkala untuk mencegah atau mendeteksi berbagai efek samping yang mungkin terjadi. Penutup 1. Dabigatran, rivaroxaban dan apixaban merupakan beberapa pilihan antikoagulan baru yang dapat dipertimbangkan untuk pencegahan stroke pada penyandang AF. Penemuan berbagai antikoagulan baru ini merupakan jalan keluar untuk berbagai keterbatasan antikoagulan klasik, warfarin. Namun, antikoagulan baru ini masih berada pada tahap awal penggunaan dengan uji klinis yang memberikan kesimpulan dari hasil pemantauan paling lama hanya dua tahun. Jadi pengalaman klinis dalam penggunaannya masih terbatas dan masih terdapat kemungkinan munculnya efek samping yang masih belum diketahui. Oleh sebab itu, penggunaannya harus dilakukan secara hati-hati. Masih diperlukan studi lanjutan untuk menilai manfaat dan risiko setiap obat agar dapat dipilih antikoagulan yang terbaik. Daftar Pustaka 1. Roger VL, Go AS, Lloyd-Jones DM, Adams RJ, Berry JD, Brown TM, et al. Heart disease and stroke statistics–2011 update: a report from the American Heart Association. Circulation. 2011;123:e18–e209 2. Camm AJ, Kirchhof P, Lip GY, Schotten U, Savelieva I, Ernst S, et al. Guidelines for the management of atrial fibrillation: the Task Force for the Management of Atrial Fibrillation of the European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J. 2010;19 (31):2369-429. 3. Sikka P, Bindra VK. Newer antithrombotic drug. Indian J Crit Care Med. 2010;14:188–95 4. Bounameaux H. The novel anticoagulants:entering a new era. Swiss Med WKLY. 2009;139:60-4. 5. Ogawa S, Koretsune Y, Yasaka M, Aizawa Y, Atarashi H, Inoue H, et al. Antithrombotic therapy in atrial fibrillation- evaluation and positioning of new oral anticoagulant agents. Circ J. 2011;75:1539-47. 181 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

6. Tran A, PharmD, Ceng-Lai A. Dabigatran Etexilate, the first oral anticoagulant available in the united states since warfarin. Cardiology in Review. 2011;19:154-61. 7. Connolly SJ, Ezekowitz MD, Yusuf S, Eikelboom J, Oldgren J, Parekh A, et al. Dabigatran versus warfarin in patients with atrial fibrillation. N Engl J Med. 2009;361:1139-51. 8. Kubitza D, Becka M, Mueck W, Zuehlsdorf M. Rivaroxaban (BAY 59-7939)- an oral, direct Factor Xa inhibitor-has no clinically relevant interaction with naproxen. Br J Clin Pharmacol. 2006;63:469-76. 9. Patel MR, Mahaffey KW, Garg J, Pan G, Singer DE, Hacke W, et al. Rivaroxaban versus warfarin in nonvalvular atrial fibrillation. N Eng J Med. 2011;365:883- 91. 10. Raghavan N, Frost CE, Yu Z, He K, Zhang H, humphreys G, et al. Apixaban metabolism and pharmacokinetics after oral administration to humans. Drug Metab Dispos. 2009;37:74-81 11. Granger CB, Alexander JH, McMurray JJV, Lopes RD, Hylek EM, Hanna M, et al. Apixaban versus warfarin in patients with atrial fibrillation. N Eng J Med. 2011;365:981-92. 12. Ogawa S, Shinohara Y, Kanmuri K. Safety and efficacy of the oral direct factor Xa inhibitor apixaban in japanese patients with non-valvular atrial fibrillation. Circ J. 2011;75:1852-9. 13. Conolly SJ, Eikelboom J, Joyner C, Diener HC, Hart R, Golitsyn S, et al. Apixaban in patients with atrial fibrillation. N Engl J Med. 2011;364:806-17. 14. Camm AJ, Lip GYH, De Caterina R, Savelieva I, Atar D, Hohnloser SH, et al. 2012 focused update of the ESC guidelines for the management of atrial fibrillation. Eur Heart J. doi:10.1093/ eurheartj/ehs253 182 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

BAB VIII PENGGUNAAN ANTIKOAGULAN ORAL BARU PADA FIBRILASI ATRIUM Krisnayanti, M.W.1 , Dewi, N.P.U.S.1 , Amandari, I.G.A.A.E.1 , Sarasmita, M.A.1 1 Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Jalan Kampus Unud-Jimbaran, Jimbaran-Bali, Indonesia 80364. Telp./Fax.703837 E-mail: [email protected] ABSTRAK Fibrilasi atrium (FA) adalah salah satu jenis aritmia yang paling sering terjadi dan prevalensinya terus meningkat di dunia. Karakteristik FA berupa aktivasi elektrik atrium yang tidak teratur dan kontraksi atrium yang tidak terkoordinasi. Antikoagulan oral adalah agen antitrombotik unggul telah lama digunakan pada pasien dengan FA. Warfarin (antagonis vitamin K) adalah antikoagulan yang paling banyak digunakan untuk pencegahan stroke pada pasien dengan FA. Namun terdapat beberapa keterbatasan dalam penggunaan warfarin dan seiring dengan berkembangnya pengobatan FA, dikembangkan juga berbagai antikoagulan baru dari kelas yang berbeda dengan masing-masing keunggulan dan kerugiannya. Dabigatran, rivaroxaban, dan apixaban adalah contoh jenis antikoagulan baru yang memiliki beberapa perbedaan dalam tatalaksana FA. Kata kunci: Antikoagulan, Fibrilasi Atrium, Warfarin ABSTRACT Atrial fibrillation (AF) is one of the most common types of arrhythmias and its prevalence is increasing in the world. FA characteristics consist of irregular atrial electrical activation and uncoordinated atrial contraction. Oral anticoagulants are superior antithrombotic agents have long been used in patients with FA. Warfarin (vitamin K antagonist) is the most widely used anticoagulant for stroke prevention in patients with FA. There are, however, some limitations in the use of warfarin and as the treatment of FA progresses, new anticoagulants of different classes have been developed with their respective advantages and disadvantages. Dabigatran, rivaroxaban, and apixaban are examples of new types of anticoagulants that have some differences in FA management therapy. Keywords: Anticoagulant, Atrial Fibrillation, Warfarin 183 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

1. PENDAHULUAN Fibrilasi atrium (FA) adalah salah satu jenis aritmia yang paling sering terjadi dan prevalensinya terus meningkat di dunia. Karakteristik dari pasien dengan FA dapat berupa aktivasi elektrik atrium yang tidak teratur dan kontraksi atrium yang tidak terkoordinasi. Prevalensi terus meningkat seiring dengan pertambahan usia, FA diderita oleh 1-2% penduduk dunia dengan rata-rata usia 40-50 tahun dan sekitar 5-15% penderita diantaranya berusia diatas 80 tahun (January et al., 2014). FA adalah faktor risiko munculnya kejadian tromboemboli yang menghasilkan lima kali lipat lebih besar risiko stroke dibandingkan irama sinus (Agustini, dkk., 2013). Antikoagulan telah lama digunakan pada pasien dengan FA. Antikoagulan oral adalah agen antitrombotik unggul tetapi kurang dimanfaatkan karena ketakutan akan terjadinya perdarahan dan ketidakpastian apakah pasien akan mendapatkan keuntungan dari penggunaan antikoagulan (Pinzon, dkk., 2017). Pemberian antikoagulan memerlukan pemantauan secara berkala mengingat risiko perdarahan yang ditimbulkan, baik ringan maupun berat (Roveny, 2015). Warfarin merupakan obat antikoagulan antagonis vitamin K yang diindikasikan untuk mengatasi profilaksis dan pengobatan pada komplikasi tromboembolik yang berhubungan dengan FA. Penggunaan warfarin mempunyai efektifitas tinggi dalam menurunkan kejadian stroke pada 62% pasien dengan FA (Agustini, dkk., 2013). Penggunaan terapi warfarin memiliki keterbatasan seperti indeks terapi sempit dimana hal ini menyebabkan banyaknya interaksi antara makanan dengan obat, sehingga diperlukan monitoring laboratorium secara berkala. Namun monitoring tersebut merepotkan pasien dan membutuhkan biaya sehingga menyebabkan penggunaan terapi warfarin menjadi kurang dari dua pertiga dari keseluruhan pasien dengan FA. Seiring dengan berkembangnya pengobatan FA, dikembangkan juga berbagai antikoagulan baru dari kelas yang berbeda dengan masing- masing keunggulan dan kerugiannya. Kehadiran antikoagulan baru, seperti rivaroxaban, dabigatran, apixaban, edoxaban dapat menjadi alternatif baru pada tatalaksana FA (Nursalim dan Setiabudi, 2012). 184 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

2. FIBRILASI ATRIUM Fibrilasi atrium merupakan suatu gangguan irama jantung yang memiliki karakteristik antara lain seperti interval RR yang tidak teratur yakni tidak adanya pola repetitif pada ektrokardiogram (EKG), gambaran gelombang P yang tidak jelas pada EKG, serta siklus atrial (apabila terlihat) yakni interval antara dua aktivasi atrial sangat bervariasi sebesar <200 ms atau >300 kali per menit (Nursalim dan Setiabudi, 2012). Terdapat 5 tipe FA secara klinis yang dibedakan berdasarkan durasi dan presentasinya yaitu: FA yang pertama kali terdiagnosis, FA paroksimal, FA persisten, FA persisten lama (long standing persistent), dan FA permanen. Klasifikasi FA tidak selalu eksklusif satu sama lainnya, dimana pasien dapat mengalami beberapa episode FA persisten, dan di waktu yang lain terkadang FA paroksismal, ataupun sebaliknya. Sehingga berdasarkan dari manifestasi klinis yang paling dominan maka pasien dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari kategori tersebut (Perki, 2014). 185 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

Tujuan yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan FA diantaranya adalah untuk pemeliharaan dan pemulihan irama sinus, sebagai pencegahan terjadinya tromboemboli, mengontrol laju denyut jantung, mengatasi simtom pada pasien dengan FA, sebagai tata laksana optimal untuk penyakit penyerta (kardiovaskular), serta memperbaiki gangguan irama (Nursalim dan Setiabudi, 2012). Terapi antitrombotik yang umum digunakan pada pasien dengan FA meliputi terapi antiplatelet dan terapi antitrombotik atau antikoagulan (antagonis vitamin K). Warfarin (antagonis vitamin K) merupakan antikoagulan yang paling banyak digunakan pada pasien FA untuk mencegah stroke (Perki, 2014). 3. PERBEDAAN WARFARIN DENGAN ANTIKOAGULAN BARU Berbagai antikoagulan baru (AKB) dikembangan seiring dengan berkembangnya pengobatan FA. Antikoagulan tersebut berasal dari kelas yang berbeda-beda dengan masing-masing keunggulan dan kerugiannya. Antikoagulan diharapkan memiliki karakteristik ideal seperti dapat diberikan per oral satu kali sehari untuk meningkatkan kepatuhan terapi, efektif dalam mencegah kejadian tromboembolik, dikenal sifat farmakokinetiknya, lebih jarang menyebabkan perdarahan, dan dapat berinteraksi minimal dengan obat atau makanan (Nursalim dan Setiabudi, 2012). 186 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

Warfarin termasuk obat antagonis vitamin K, memiliki beberapa kekurangan, di antaranya onset yang kerja lambat, berinteraksi banyak dengan obat serta makanan, memerlukan pemantauan kontinu, risiko perdarahan pada dosis berlebih dan risiko kejadian trombosis pada dosis suboptimal. Kehadiran AKB seperti rivaroxaban, dabigatran, apixaban, dan edoxaban dapat menjadi alternatif. AKB merupakan antikoagulan dengan respons yang lebih terprediksi, interaksinya minimal, onset kerja cepat, waktu paruh lebih singkat, dapat diberikan pada dosis tetap tanpa pemantauan rutin, serta rasio efikasi atau keamanan lebih baik. Namun, penggunaan AKB masih belum umum di kalangan klinisi. Disamping itu penelitian, strategi, dan standarisasi terapi terkait AKB masih terbatas dan sejauh ini juga AKB masih difokuskan hanya pada kasus fibrilasi (Nursalim dan Setiabudi, 2012). 4. ANTIKOAGULAN BARU PADA FIBRILASI ATRIUM RIVAROXABAN Rivaroxaban merupakan obat antikoagulan golongan penghambat faktor Xa oral pertama yang mampu mencegah terjadinya trombogenesis tanpa bantuan kofaktor antitrombin untuk pencegahan stroke pada FA nonvalvular. Rivaroxaban ditoleransi dengan baik pada pasien dewasa yang sehat, dan mampu diperkirakan efek antikoagulannya terjadi pada kisaran dosis 5-80 mg (Nursalim dan Setiabudi, 2012). Pada pasien dengan FA, rivaroxaban digunakan 20 mg sekali sehari dan dikonsumsi bersamaan dengan makanan. Karena obat dieliminasi secara parsial di ginjal, sehingga dosis harus dikurangi menjadi 15 mg satu kali sehari pada pasien dengan CrCl 15-50 mL/menit (Yakobus, 2017). Berdasarkan penelitian Hori (2012) yang dilakukan di Jepang pada 1.280 pasien dengan FA nonvalvular pada peningkatan risiko stroke. Pasien secara acak menerima terapi 15 mg rivaroxaban sekali sehari atau warfarin yang disesuaikan menurut pedoman pengobatan Jepang. Hasil menunjukkan bahwa tingkat keamanan adalah sebesar 18,04% per tahun pada pasien yang diobati dengan rivaroxaban dan sebesar 16,42% per tahun pada pasien dengan warfarin. Tingkat perdarahan intrakranial sebesar 0,8% dengan rivaroxaban dan 1,6% dengan warfarin. Selain itu dibandingkan dengan warfarin terdapat kecendrungan kuat untuk 187 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

pengurangan tingkat stroke dengan rivaroxaban dibandingkan dengan warfarin (Hori, 2012). DABIGATRAN Dabigatran adalah antikoagulan oral golongan penghambat trombin. Dabigatran eteksilat segera dihidrolisasi pada pemberian secara oral yang menjadi bentuk aktifnya yakni dabigatran. Setelah diabsorpsi di saluran gastrointestinal (GI) kemudian konsentrasi plasma tertinggi dicapai dalam waktu 0,5-2 jam, kemudian obat ini akan dibuang lewat ginjal. Waktu paruh dabigatran adalah antara 12-17 jam sehingga obat ini perlu dikonsumsi dua kali dalam sehari. Mula kerja dabigatran relatif cepat, adanya interaksi dengan makanan dan dengan obat lain terjadi lebih sedikit dibandingkan dengan warfarin, serta obat ini tidak memerlukan monitoring laboratorium secara intensif seperti warfarin (Tran, et al., 2011). Berdasarkan penelitian Aslan (2014) dilakukan dengan membandingkan kelompok pasien yang menggunakan terapi warfarin dengan kelompok terapi dabigatran. Pasien dipilih secara acak terdiri dari 219. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antar kelompok intervensi (perlakuan) sehubungan dengan stroke iskemik (warfarin sebesar 6,8%, dabigatran 110 mg sebesar 5,2%, dan dabigatran sebesar 150 mg 0,8%) (Aslan, et al., 2014). APIXABAN Apixaban adalah inhibitor faktor Xa yang cepat diserap dan memiliki waktu paruh 12 jam. Profil farmakokinetik dan farmakodinamik obat ini dapat diramalkan sehingga tidak diperlukan pemantauan berkala seperti warfarin. Namun apixaban berinteraksi dengan berbagai obat lain karena di metabolisme oleh CYP450 3A4 (Nursalim dan Setiabudi, 2012). Pada pasien dengan FA, dianjurkan penggunaan dosis apixaban 5 mg dua kali sehari. Dosis yang dikurangi menjadi 2,5 mg sebanyak dua kali sehari dianjurkan pada pasien dengan dua atau lebih kriteria berikut: usia 80 tahun atau lebih, berat badan 60 kg atau kurang, dan tingkat CrCl 1,5 mg/dL atau lebih tinggi (Yakobus, 2017). Salah satu studi yang membandingkan efektivitas apixaban dengan warfarin dilakukan oleh Granger, et al. Pada uji klinis tersebut, diamati efektivitas apixaban untuk pencegahan stroke pada 18.201 pasien FA 188 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

yang memiliki setidaknya satu faktor risiko stroke. Penelitian ini merupakan penelitian berskala besar yang melibatkan pasien FA dengan nilai rerata CHADS2 sebesar 2,1. Dosis apixaban yang digunakan adalah 2 x 5 mg sehari dan tablet warfarin diberikan pada dosis 2 mg untuk menghasilkan nilai INR 2,0-3,0 (Nursalim dan Setiabudi, 2012). Setelah pemantauan selama 1,8 tahun, dilakukan penilaian terhadap parameter primer berupa stroke iskemik, stroke hemoragik, atau emboli sistemik. Kejadian stroke pada kelompok apixaban ditemukan 1.19%, sedangkan pada kelompok warfarin 1,51%. Hasil ini menunjukkan superioritas apixaban dibandingkan warfarin dalam mencegah stroke dengan penurunan RR sebesar 25%. Selain itu, apixaban juga dinilai lebih aman, yang dapat dilihat dari angka perdarahan yang lebih rendah dibandingkan warfarin sebesar 31% (Nursalim dan Setiabudi, 2012). Penelitian Ogawa (2014) yang juga mempelajari keamanan dan efektivitas apixaban pada 222 penyandang FA . Subjek dikelompokkan ke dalam kelompok apixaban 2,5 mg dan 5 mg, atau kelompok warfarin (dosis disesuaikan untuk mencapai INR 2,0-3,0). Setelah 12 minggu dilakukan dilihat parameter seperti kejadian stroke, emboli sistemik, dan kematian. Pada kelompok apixaban, tidak dijumpai stroke, emboli sistemik, maupun kematian. Sementara pada kelompok warfarin ditemukan 2 strokeiskemik, 1 perdarahan subarak-noid, dan tidak ada kematian (Ogawa, et al., 2011). EDOXABAN Edoxaban merupakan obat antagonis non-vitamin K yang bersifat cepat dan selektif. Edoxaban dapat digunakan sekali sehari secara oral. Pada subyek yang sehat, dosis tunggal edoxaban menghasilkan konsentrasi plasma puncak dalam waktu pemberian 1-2 jam. Penggunaan dosis edoxaban untuk dosis sekali sehari sebesar 15-150 mg. Edoxaban sebagian besar diserap di saluran pencernaan bagian atas, dan bioavailabilitas oralnya sekitar 62%. Makanan tidak mempengaruhi total paparan dari edoxaban. Waktu paruh eliminasi terminal pada subyek sehat berkisar antara 10-14 jam, dengan akumulasi minimal setelah pengulangan dosis sekali sehari hingga dosis 120 mg. Mekanisme klirensnya melibatkan jalur ginjal dan non-ginjal. Faktor intrinsik seperti usia, jenis kelamin dan ras, tidak mempengaruhi farmakokinetik edoxaban 189 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

setelah mempertimbangkan fungsi ginjal (Yakobus, 2017). Pemodelan dan simulasi farmakokinetik yang dilakukan pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pasien dengan berat badan rendah, disfungsi ginjal sedang hingga berat, atau penggunaan bersamaan dengan inhibitor P-glikoprotein kuat harus memiliki dosis edoxaban yang dikurangi sebesar 50%. Pemberian edoxaban secara oral menghasilkan perubahan yang cepat dalam biomarker antikoagulan, dengan efek puncak pada penanda antikoagulasi (seperti anti-FXa), PT dan aPTT terjadi dalam 1-2 jam. Meskipun tidak ada obat penawar khusus untuk edoxaban namun saat ini tersedia agen hemostatik untuk membalikkan efek antikoagulannya (Yakobus, 2017). Penelitian Steffel (2016) mengenai efektifitas dan keamanan edoxaban dibandingkan dengan warfarin pada pasien dengan FA yang dinilai memiliki risiko jatuh yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan terapi dengan edoxaban menghasilkan penurunan risiko yang lebih besar pada kejadian perdarahan berat dan semua penyebab kematian dibandingan dengan warfarin (Steffel, 2016). 5. KESIMPULAN Penemuan berbagai antikoagulan baru seperti dabigatran, rivaroxaban, apixaban, dan edoxaban adalah alternatif yang dapat dipertimbangkan untuk mengatasi beberapa keterbatasan dengan terapi warfarin. Namun penggunaan dan pengalaman klinis antikoagulan baru tersebut masih terbatas dan ada kemungkinan munculnya efek samping sehingga harus digunakan secara hati-hati. 6. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh Dosen Jurusan Farmasi Universitas Udayana atas bantuan, arahan, dan masukannya selama penelitian berlangsung. 190 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

7. DAFTAR PUSTAKA 1. Aslan, O., Y. T. Yaylali, S. Yildirim, M. Yurtdas, H. Senol, M. Ugur-Yildiz and M. Ozdemi. 2014. Dabigatran Versus Warfarin in Atrial Fibrilation. Clinic and Applied Thrombosis/Hemostatis:1-6. 2. Hori, M. 2012. Rivaroxaban vs. Warfarin in Japanese Patients With Atrial Fibrillation. Circulation Journal. 76: 2104-2111. 3. January, C. T, Wann, Alpert, Calkins H., Cigarroa J. E, Cleveland J. C, et al. 2014. AHA/ACC/HRS guideline for the management of patients with atrial fibrilation. Circulation. 129:1-124. 4. Nursalim, A. dan Setiabudi, E. 2012. Efektivitas Antikoagulan Baru Dibandingkan dengan Warfarin dalam Mencegah Stroke pada Pasien Atrial Fibrilasi. J Indom Med Assoe. 62(10): 407-411. 5. Ogawa, S., Shinohara, Y., Kanmuri, K. 2011. Safety and efficacy of the oral direct factor Xa inhibitor apixaban in japanese patients with non-valvular atrial fibrillation. Circ J. 75:1852-9. 6. Perki. 2014. Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium. Edisi Pertama. Jakarta: Centra Communications Pinzon, R. T., Astyari, G. A. P. I. B. S.,Tarigan, L. 2017. Pola pengobatan antitrombotik pada pasien stroke iskemik dengan fibrilasi atrium berdasarkan skor CHA2DS2-VASc dan skor HAS BLED. Pharmaciana.7(1): 63-70. 7. Roveny. 2015. Antikoagulan untuk Stroke Iskemik Kardioemboli. CDK- 228.42(5): 345-349. 8. Steffel, J. 2016. Edoxaban Versus Warfarin in Atrial Fibrillation Patients at Risk of Falling ENGAGE AF–TIMI 48 Analysis. Journal of the American College of Cardiology. 66(11): 1169-1178. 9. Tran A, Pharm, D., Ceng-Lai, A. 2011. Dabigatran Etexilate, the first oral anticoagulant available in the united states since warfarin. Cardiology in Review. 19:154-61. 10. Yakobus, Y. 2017. New Oral Anticoagulants for Atrial Fibrillation. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia. 8(2): 102-109 191 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021

192 | SEKELUMIT TENTANG FIBRILASI ATRIAL, 2021


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook