Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT

SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT

Published by khalidsaleh0404, 2021-02-19 12:57:01

Description: SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT

Search

Read the Text Version

berurutan dalam memberikan suatu jenis pelayanan. Standar dibuat menunjuk pada tingkat ideal yang diinginkan. b. Faktor eksternal 1) Insentif Menurut Notoatmojo (2003), dalam kehidupan organisasi diyakini bahwa setiap orang atau sumber saya manusia dalam organisasi ingin mendapatkan penghargaan dan perlakuan yang adil dari pimpinan organisasi yang bersangkutan. Insentif yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu insentif yang berhubungan dengan ekonomi, yaitu berupa uang tambahan yang diterima dokter dalam pengisian resume medis secara lengkap dan tepat waktu sehingga dengan pemberian insentif tersebut, kepatuhan dokter dalam mengisi resume medis semakin meningkat dan mengurangi angka ketidaklengkapan dalam pengisian resume medis. 2) Motivasi dari pimpinan Motivasi merupakan suatu dorongan dari dalam diri seseorang guna mencapai suatu tujuan, Notoatmojo (2003). Motivasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dorong atau dukungan dari pihak rumah sakit kepada dokter dalam hal kepatuhan dalam mengisi dan melengkapi resume medis. 3) Sanksi Pada Pasal 79 UU Praktik Kedokteran bebunyi bahwa setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis dapat dipidana dengan pidana kurungan paling 95 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). D. Pengaruh akreditasi terhadap kelengkapan pengisian rekam medis a. Widyaningrum (2013) dengan judul “Kelengkapan Pengisian Lembar Resume Dokter Terkait Persiapan Akreditasi KARS 2012 di Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY”. Pada penelitian Widyaningrum (2013) bertujuan untuk mengetahui pengisian lembar resume dokter untuk keperluan akreditasi KARS 2012 yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY. Jenis penelitian yang digunakan merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara, observasi dan studi dokumetasi. Hasil dari penelitian Widyaningrum (2013) adalah pada kelengkapan pengisian lembar resume dokter terdapat 57% untuk komponen identitas pasien, 24% untuk komponen bukti rekaman, 3% untuk komponen keabsahan rekaman, dan 16% untuk tatacara pencatatan. Penyebab ketidakterisian lembar resume dokter adalah kesibukan dokter, kurangnya sosialisasi terkait pengisian lembar resume dokter,dan tidak adanya reward dan punishment. b. Hastuti (2013) dengan judul “Kelengkapan Ringkasan Keluar Pasien (Resume) terkait Persiapan Akreditasi KARS 2012 di RSUD Sleman”. Penelitian milik Hastuti ini memiliki tujuan untuk mengetahui kelengkapan ringkasan keluar (resume) berkas rekam medis rawat inap terkait persiapan akreditasi KARS 2012 dan mengetahui ketercapaian suatu elemen penilaian (EP) standar APK 3.2.1. akreditasi KARS 2012 di RSUD Sleman.Jenis penelitian yang 96 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

digunakan merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara, observasi dan studi dokumetasi. Hasil dari penelitian Hastuti (2013) adalah diperoleh persentase kelengkapan lembar resume di RSUD Sleman dengan persentase 51% untuk komponen identitas pasien, 27% untuk komponen bukti rekaman, dan 11% untuk komponen keabsahan rekaman dan komponen pendokumentasian yang benar. Dari hasil analisis kelengkapan lembar resume di RSUD Sleman dapat diambil kesimpulan bahwa standar APK 3.2.1 tentang resume pasien pulang lengkap mendapat skor 5 dan Tercapai Sebagian (TS), sehingga belum semua ringkasan keluar pasien (resume) terisi lengkap. c. Bambang (2015) dengan judul “Analisis Keterisian Dan Ketercapaian Elemen Penilaian Formulir Rekam Medis Gawat Darurat Terkait Persiapan Akreditasi Kars 2012 Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta”. Penelitian milik Bambang bertujuan untuk mengetahui gambaran keterisian dan ketercapaian elemen penilaian formulir rekam medis gawat darurat terkait persiapan akreditasi KARS 2012 di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jenis penelitian yang digunakan merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara, observasi dan studi dokumetasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa formulir gawat darurat tidak terdapat item kondisi pulang. Dalam pelaksanaan pengisian formulir gawat darurat diketahui keterisian lengkap jam 97 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

kedatangan pasien sebesar 47,5%, keterisian lengkap diagnosa akhir sebesar 10%, dan keterisian tindak lanjut sebesar 94%. E. PENUTUP 1. Kesimpulan Masalah rekam medis adalah masalah yang sering ditemui di beberpa rumah sakit. Salah satu syarat dari akreditasi rumah sakit versi KARS maupun JCI mensyaratkan kelengkapan dan kerapian administrasi rekam medis. Intervensi yang besar dari pimpinan manajemen rumah sakit, ternyata belum mampu mengurangi angka ketidak lengkapan isi rekam medis secara signifikan. Akreditasi rumah sakit mensyaratkan dokumen rekam medis harus lengkap dalam 4 bulan terakhir tanpa kecuali. Kelengkapan Rekam Medis dalam Akreditasi Rumah Sakit tersebut dapat tercapai apabila timbul kesadaran dan ketegasan regulasi di rumah sakit. 2. Saran Para tenaga rekam medis dirumah sakit harus terus diberi sosialisasi mengenai peraturan peratauran terbaru rekam medis maupun standar rekam medis yang dikaitkan dengan profesi dokter dan pentingnya kelengkapan rekam medis dalam rumah sakit. Selain itu dokter juga harus memahami standar kompetensi, peran dan tanggungjawabnya dalam mengisi dokumen rekam medis 98 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

DAFTAR PUSTAKA Azwar, A. 1994, Standar Pelayanan Medis Materi Penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, Medis, dan Pengawasan Etik, Ujung Pandang. Akreditasi, P., Di, K. and Sleman, R. (2013) ‘No Title’, p. 303069. Edna K.Huffman. 1994. Health Information Management, Edisi 10. Berwyn Illionis :Physicians’record company Depkes RI. (2002). Keputusan Menkes RI No. 228/MENKES/SK/III/2002 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit yang Wajib Dilaksanakan Daerah Harijanto, T., Djauhari, T., Kebidanan, A., Bunda, H., Nusa, B., Barat, T., Studi, P., Manajemen, M., Sakit, R., Kedokteran, F., Brawijaya, U., Sakit, R. and Muhammadiyah, U. (2016) ‘Faktor-Faktor Penyebab Ketidaklengkapan Pengisian Rekam Medis Rawat Inap di Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Malang 29(3), pp. 258–264. KARS. (2012). Penilaian Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta Keputusan Dirjen Pelayanan Medis No.78/YanMed/RS UMDIK/YMU/I/1991. 1991.Tentang Penyelenggaraan Rekam Medis di Rumah Sakit Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.377/Menteri Kesehatan/SK/III/2OO7, tentang Standar Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Notoatmodjo, Soekidjo, Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.269/MENKES/P ER/III/2008. 2008. Tentang Rekam Medis Sastrowinoto, S. 1985. Meningkatkan Produktivitas Karyawan dengan Ergonomi. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta Siagian, Sondang. 1995. Teori Motivasi dan Aplikasinya. PT Rineka Cipta, Jakarta Sugiarti, I. (no date) ‘Analisis Kelengkapan Pengisian Data Formulir’, pp. 31–37. Vecchio, Robert P. 1995. Organizational Behavior. Harcourt Brace and Company. Orlando Wijono, D, 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Airlangga University Press, Surabaya 99 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

BAB VII PERANAN INSTALASI FARMASI DALAM AKREDITASI RUMAH SAKIT A. PENDAHULUAN Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas dirumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar dan Amalia, 2004). Instalasi Farmasi Rumah Sakit dikepalai oleh seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian (Siregar dan Amalia, 2004). Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit karena merupakan pelayanan langsung yang bertanggung jawab penuh terhadap pasien terkait dengan sediaan farmasi dan orientasi kesembuhan pasien melalui ketepatan pemberian obat (Kemenkes RI, 2014). Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat (James, 2012). Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi, mengakibatkan pelayanan kefarmasian berkembang dari drug oriented menjadi patient oriented. Hal ini dipicu oleh peningkatan jumlah kebutuhan obat, perkembangan produksi dalam skala besar serta 100 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

adanya inovasi dalam penemuan obat baru dan timbulnya berbagai penyakit baru. Sehingga pelayanan farmasi rumah sakit diharapkan dapat menjamin tersedianya obat yang aman dan berkualitas serta dapat memberikan informasi mengenai obat yang lengkap (Mashuda, 2011). Rumah sakit harus memberikan pelayanan kefarmasian secara komprehensif dan simultan baik yang bersifat manajerial/pengelolaan obat maupun farmasi klinik. Strategi optimalisasi harus ditegakkan dengan cara memanfaatkan sistem informasi rumah sakit secara maksimal pada fungsi manajemen kefarmasian, agar tenaga dan waktu efisien. Sehingga efisiensi yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinik secara intensif. Pelayanan farmasi klinik, merupakan salah satu aspek pelayanan farmasi rumah sakit yang diberikan secara langsung oleh apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (pattient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin (Kemenkes RI, 2014). Kejadian obat yang merugikan (adverse drug events), kesalahan penggobatan (medication errors) dan reaksi obat yang merugikan (adverse drug reaction) dalam proses pelayanan kefarmasian menempati kelompok urutan utama dalam keselamatan pasien yang memerlukan pendekatan sistem untuk dikelola dengan baik, mengingat kompleksitas kejadian kesalahan proses farmakoterapi. Badan akreditasi dunia The Joint Commision on Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO) mensyaratkan adanya kegiatan keselamatan pasien berupa identifikasi dan evaluasi untuk mengurangi resiko cedera 101 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

dan kerugian pada pasien (Rizkiya, 2011). Sehingga pemerintah mengeluarkan standar pelayanan kefarmasian menejerial dan pelayanan farmasi klinik yang berupa peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 58 tahun 2014 yang dapat dijadikan pedoman pihak rumah sakit dalam praktek pelayanan kefarmasian di instalasi farmasi rumah sakit agar pelayanan farmasi yang diberikan lebih optimal dan berkualitas. Obat merupakan komponen yang penting dalam upaya pelayanan kesehatan. Banyak macam obat yang dapat digunakan dalam pengobatan, namun tidak semua jenis obat berupa sediaan yang dapat langsung digunakan, terdapat beberapa obat yang diformulasikan dengan sediaan-sediaan khusus ataupun memerlukan adjustment dosis yang disesuaikan dengan kondisi patofisiologis pasien agar menghasilkan pengobatan yang rasional dan penyembuhan yang optimal. Penggunaan obat yang tidak rasional akan menghasilkan pengobatan yang tidak efektif, tidak aman, eksaserbasi penyakit, peningkatan biaya pengobatan dan resistensi terhadap antibiotika (Mashuda, 2011). Penggunaan obat harus tepat diagnosisnya, tepat indikasi pemakaiannya, tepat pemilihan obatnya, tepat dosis, cara dan lama pemberiannya serta tepat dengan kondisi pasien, tepat pemberian informasinya, dan tepat dalam pemberian tindak lanjut (Fatmaharti, 2013). Penerapan standar pelayanan kefarmasian aspek farmasi klinik yang minimal meliputi pelayanan dan pengkajian resep, pelayanan informasi obat dan pemberian konseling terhadap pasien yang optimal dapat memberikan jaminan bahwa obat yang di berikan rasional, bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau. Pelayanan dan pengkajian 102 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

resep dapat menurunkan kemungkinan terjadinya alergi, interaksi obat, reaksi obat yang tidak dikehendaki dan efek samping obat. Selain itu dengan pemberian informasi obat dan konseling dapat meningkatkan kepatuhan pasien serta meminimalkan masalah terkait obat. Saat ini sebagian besar rumah sakit di indonesia belum melakukan kegiatan pelayanan farmasi klinik dengan maksimal serta masih kurang menyadari urgensi pelayanan farmasi klinik dalam meningkatkan outcome (Kemenkes RI, 2014). B. Pengertian Akreditasi Rumah Sakit Akreditasi rumah sakit adalah suatu proses dimana suatu lembaga independen baik dari dalam atau luar negeri, biasanya non pemerintah, melakukan asesmen terhadap rumah sakit berdasarkan standar akreditasi yang berlaku. Rumah sakit yang telah terakreditasi akan mendapatkan pengakuan dari Pemerintah karena telah memenuhi standar pelayanan dan manajemen yang ditetapkan. Standar dalam akreditasi rumah sakit bersifat umum, sehingga wajib diterapkan oleh semua rumah sakit di Indonesia tanpa memandang kelas dan status kepemilikannya, maka pada prinsipnya semua rumah sakit baik pemerintah maupun swasta harus diakreditasi (Wijono, 1999). C. Pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Falsafah dan Tujuan Pelayanan Farmasi yang tertulis di Standard harus di jabarjan dalam bentuk kebijakan Pelayanan Farmasi yanG ditetapkan dengan keputusan dari pimpinan rumah sakit. Kebijakan pelayanan famasi harus mengacu pada Misi rumah sakit dan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 103 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

1197/Menmes/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit serta menetapkan, antara lain : 1. Tujuan pelayanan farmasi 2. Fungsi pelayanan farmasi Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, tugas pokok farmasi Rumah Sakit adalah sebagai berikut: a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi c. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit. Fungsi farmasi rumah sakit yang tertera pada Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit adalah sebagai berikut: a. Pengelolaan Perbekalan Farmasi b. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan 3. Sistem pelayanan farmasi 104 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

4. Organisasi pelayanan farmasi Menurut Kepmenkes Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Struktur organisasi minimal di Instalasi Farmasi Rumah Sakit yaitu : a. Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit b. Administrasi Farmasi c. Pengelolaan perbekalan farmasi d. Pelayanan farmasi klinik e. Manajemen mutu 5. Cakupan pelayanan farmasi Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah suatu departemen atau unit atau bagian dari suatu rumah sakit yang dipimpin oleh seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan paripurna, mencakup perencanaan; pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan atau sediaan farmasi; dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan; pengendalian mutu; dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit; pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis, mencakup pelayanan langsung pada penderita dan pelayanan klinik merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar, 2004). Instalasi farmasi rumah sakit merupakan unit pelaksanaan fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit (Kemenkes, 2014). Instalasi farmasi rumah 105 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

sakit harus dipimpin oleh seorang apoteker sebagai penggung jawab dan dibantu oleh beberapa apoteker pendamping yang memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku dan berkompeten secara profesional. Instalasi farmasi rumah sakit adalah tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggungjawab atas seluruh pekerjaan pelayanan kefarmasian baik pelayanan menejerial maupun pelayanan farmasi klinik. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 apoteker merupakan sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Apoteker adalah praktisi kesehatan yang merupakan bagian dari sistem rujukan profesional. Apoteker berurusan dengan penerapan terapi, dengan menyediakan produk obat yang perlu untuk pengobatan kondisi yang didiagnosis oleh dokter, memastikan penggunaan obat yang tepat. Farmasi adalah profesi yang harus selalu beinteraksi dengan tenaga profesional lainnya, dan penderita untuk memberikan konsultasi serta informasi, disamping untuk mengendalikan mutu penggunaan terapi obat dalam bentuk pengecekan atau intepretasi pada resep atau order dokter. Fungsi dan tugas apoteker sesuai dengan kompetensi apoteker menurut WHO (World Health Organization) dikenal dengan Eight Stars Pharmacist, yaitu: a. Care giver, artinya apoteker dapat memberi pelayanan kepada pasien, memberi informasi obat kepada masyarakat dan kepada tenaga kesehatan lainnya. b. Decision maker, artinya apoteker mampu mengambil keputusan, tidak hanya mampu mengambil keputusan dalam hal manajerial 106 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

namun harus mampu mengambil keputusan terbaik terkait dengan pelayanan kepada pasien, sebagai contoh ketika pasien tidak mampu membeli obat yang ada dalam resep maka apoteker dapat berkonsultasi dengan dokter atau pasien untuk pemilihan obat dengan zat aktif yang sama namun harga lebih terjangkau. c. Communicator, artinya apoteker mampu berkomunikasi dengan baik dengan pihak ekstern (pasien atau customer) dan pihak intern (tenaga profesional kesehatan lainnya). d. Leader, artinya apoteker mampu menjadi seorang pemimpin di apotek. Sebagai seorang pemimpin, apoteker merupakan orang yang terdepan di apotek, bertanggung jawab dalam pengelolaan apotek mulai dari manajemen pengadaan, pelayanan, administrasi, manajemen SDM serta bertanggung jawab penuh dalam kelangsungan hidup apotek. e. Manager, artinya apoteker mampu mengelola apotek dengan baik dalam hal pelayanan, pengelolaan manajemen apotek, pengelolaan tenaga kerja dan administrasi keuangan. Untuk itu apoteker harus mempunyai kemampuan manajerial yang baik, yaitu keahlian dalam menjalankan prinsip-prinsip ilmu manajemen. f. Life long learner, artinya apoteker harus terus-menerus menggali ilmu pengetahuan, senantiasa belajar, menambah pengetahuan dan keterampilannya serta mampu mengembangkan kualitas diri. g. Teacher, artinya apoteker harus mampu menjadi guru, pembimbing bagi stafnya, harus mau meningkatkan kompetensinya, harus mau menekuni profesinya, tidak hanya berperan sebagai orang yang tahu saja, tapi harus dapat melaksanakan profesinya tersebut dengan baik. 107 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

h. Researcher, artinya apoteker berperan serta dalam berbagai penelitian guna mengembangkan ilmu kefarmasiannya. 3 Tujuan Pelayanan Farmasi Suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, dan pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Rizkiya, 2011). Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, pemberian konseling kepada pasien, pemantauan terapi obat serta penelusuran riwayat pengobatan pasien. Farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang beredar di rumah sakit tersebut. Tujuan pelayanan farmasi adalah : a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia. b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan kode etik profesi. c. Memberikan pelayanan informasi dan konseling mengenai obat. 108 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku. e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan. f. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metode (Siregar dan Amalia, 2004). 4 Pelayanan Farmasi Klinik Farmasi klinik adalah suatu disiplin ilmu yang fokus terhadap aplikasi keahlian farmasi dalam membantu memaksimalkan khasiat obat dan meminimalkan toksisitas obat pada pasien. Peran farmasi klinik menyediakan pelayanan kefarmasian kepada pasien. Hal ini dapat didefinisikan sebagai terapi obat yang bertanggungjawab untuk tujuan tercapainya hasil yang jelas yakni meningkatkan kualitas hidup pasien. Hasil ini dapat berupa penyembuhan penyakit, penghilangan gejala, memperlambat proses penyakit atau pencegahan penyakit. Dalam pencapaian hasil ini, apoteker secara profesional, etis dan legal bertanggungjawab langsung kepada pasien terhadap kualitas pelayanan. Pelayanan farmasi klinik diberikan secara langsung sebagai bagian dari pelayanan terhadap pasien dan atau profesional kesehatan lain yang terlibat dalam perawatan pasien (Siregar, 2013). Pelayanan farmasi klinik di bangsal-bangsal perawatan rumah sakit di era sekarang ini sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan farmasi rumah sakit, dimana sekarang apoteker yang ada di rumah sakit diminta untuk terjun visite di lapangan bertemu langsung dengan pasien-pasien rawat inap rumah sakit dengan berbekal ilmu farmasi yang mereka dapatkan selama dibangku kuliah 109 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

dan ilmu-ilmu pengembangan setelah terjun dilapangan maupun ilmu- ilmu yang didapatkan dari kolaborasi antar tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, bidan dan unit penunjang medis lain, sehingga sekaranglah momentum dimana farmasi dapat unjuk kebolehan dan keahlian di dunia kesehatan khususnya di rumah sakit di Indonesia, karena dinegara-negara benua eropa dan benua amerika keharusan farmasi berkunjung ke pasien sudah dilakukan sejak lama, sedangkan di Indonesia belum lama farmasi klinik dilaksanakan, itupun sebagian besar karena adanya kewajiban dari KARS ( Komisi Akreditasi Rumah Sakit ) yang mewajibkan rumah sakit ada apoteker klinik dengan rasio perbandingan 1 : 30 pasien rawat inap dan 1 : 50 untuk pasien rawat jalan, walaupun belum seluruh rumah sakit dapat mencukupi rasio ketercukupan tenaga apoteker klinik tersebut. Dalam PERMENKES nomor 72 tahun 2016 tentang Stadar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit disebutkan bahwa pelayanan farmasi klinik adalah pelayanan yang diberikan oleh Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan resiko yang terjadi khususnya efek samping karena obat, sehingga tujuan keselamatan pasien (patient safety) dapat tercapai dan kualitas hidup pasien (quality of life) dapat terjamin. Dalam PERMENKES nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit disebutkan bahwa pelayanan farmasi klinik adalah : 1. Pengkajian dan pelayanan resep 2. Penelusuran riwayat penggunaan obat 110 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

3. Rekonsiliasi obat 4. Pelayanan informasi obat 5. Konseling 6. Visite 7. Pemantauan terapi obat 8. Monitoring efek samping obat 9. Evaluasi penggunaan obat 10. Dispensing sediaan steril 11. Pemantauan kadar obat dalam darah Jadi disinilah peran apoteker mulai dilihat peranannya di dunia kesehatan, semestinya pintu awal untuk memperkenalkan apa dan siapa apoteker khususnya apoteker di rumah sakit dan apoteker pada umumnya dapat dipergunakan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Untuk pelaksanaan farmasi klinik tidak mutlak semua dilaksanakan, beberapa harus dilakukan seperti pengkajian dan pelayanan resep, tetapi beberapa hal lain dapat ditangguhkan seperti pemantauan kadar obat dalam darah, mungkin untuk rumah sakit yang peralatan, sarana, prasarana serta sumber daya manusia terpenuhi dan memadai maka bisa jadi semua pelayanan farmasi klinik dapat dilakukan dengan baik. Lewat aturan yang tercantum dalam standar MPO (Manajemen Pengelolaan Obat) yang termasuk dalam salah satu pokok kerja KARS ( Komisi Akreditasi Rumah Sakit ) yang didukung dengan PERMENKES 111 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

no 72 tahun 2016, maka mulailah apoteker tampil didepan pasien- pasien yang sedang rawat inap di rumah sakit, mulailah masyarakat kenal apa itu apoteker dan kedepannya nanti kita dapat membayangkan bahwa kita para apoteker seperti halnya apoteker dibelahan eropa dan amerika, bahwa dokter memandang apoteker, bidan, perawat dan tenaga kesehatan lain adalah mitra kerja dan bukan lagi sebagai asisten, anak buah atau pembantu dalam melayani kesehatan kepada pasien. Beberapa faktor risiko yang berpotensi terjadi dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinik adalah: a. Karakteristik kondisi klinik pasien Karakteristik kondisi klinik pasien seperti umur, gender, etnik, ras, status kehamilan, status nutrisi, status sistem imun, fungsi ginjal dan fungsi hati beresiko terhadap kesalahan dalam terapi. b. Penyakit pasien Faktor risiko penyakit pasien terdiri dari 3 faktor yaitu: tingkat keparahan, persepsi pasien terhadap tingkat keparahan dan tingkat cidera yang ditimbulkan oleh keparahan penyakit. c. Farmakoterapi pasien Faktor risiko yang berkaitan dengan farmakoterapi pasien meliputi: toksisitas, profil reaksi obat tidak dikehendaki, rute dan teknik pemberian, persepsi pasien terhadap toksisitas, rute dan teknik pemberian, dan ketepatan terapi. Setelah melakukan identifikasi terhadap risiko yang potensial terjadi dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinik, apoteker kemudian harus mampu melakukan: 112 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

a) Analisa risiko baik secara kualitatif, semi kualitatif, kuantitatif dan semi kuantitatif. b) Melakukan evaluasi risiko c) Mengatasi risiko melalui dengan melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah Sakit, mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko, menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis), menganalisa risiko yang mungkin masih ada dan mengimplementasikan rencana tindakan. Pembinaan dan edukasi Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat dalam setiap tahap manajemen risiko perlu menjadi salah satu prioritas perhatian. Semakin besar risiko dalam suatu pemberian layanan dibutuhkan SDM yang semakin kompeten dan kerjasama tim (baik antar tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lain atau multidisiplin) yang solid. Beberapa unit/area di Rumah Sakit yang memiliki risiko tinggi, antara lain Intensive Care Unit (ICU), Unit Gawat Darurat (UGD), dan kamar operasi (OK). 5 Aspek-Aspek dalam Pelayanan Farmasi Klinik Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Dalam PERMENKES nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit disebutkan bahwa pelayanan farmasi klinik, meliputi: 1) Pengkajian dan Pelayanan Resep Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap 113 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error). Resep adalah pesanan atau permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan dan praktisi lain yang berizin, kepada apoteker untuk menyediakan atau membuat obat dan menyerahkannya kepada pasien (Lestari, 2002). a. Pengkajian Resep Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka apoteker harus menghubungi dokter penulis resep. Kajian administratif meliputi: 1) nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan 2) nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf 3) tanggal penulisan resep. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi: 1) Bentuk dan kekuatan sediaan 2) Stabilitas obat 3) Kompatibilitas (ketercampuran obat) Pertimbangan klinis meliputi: 1) Ketepatan indikasi dan dosis obat 2) Aturan, cara dan lama penggunaan obat 3) Duplikasi dan atau polifarmasi 4) Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain) 114 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

5) Kontra indikasi 6) Interaksi b. Dispensing Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat. Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut: 1. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep. 2. Melakukan peracikan obat bila diperlukan 3. Memberikan etiket meliputi 4. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah. 2). Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh obat atau sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik. Tahapan dalam penelusuran riwayat penggunaan obat adalah sebagai berikut : a. Membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam medik penggunaan obat untuk mengetahui perbedaan informasi penggunaan obat. b. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan apabila diperlukan. c. Mendokumentasikan adanya alergi dan reaksi obat yang tidak dikehendaki. 115 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

d. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat. e. Melakukan penilaian teradap kepatuhan pasien dalam menggunakan obat. f. Melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan. g. Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang digunakan. h. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat. i. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat. j. Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap obat dan alat bantu kepatuhan minum obat (concordance aids). k.Mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan dokter. l. Mengidentifikasi terapi lain, seperti suplemen dan pengobatan alternative yang mungkin digunakan oleh pasien. 3). Rekonsiliasi Obat Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya medication error seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosisi atau interaksi obat. Medication error sering terjadi pada pemindahan pasien dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari rumah sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya. Tujuan dilakukan rekonsiliasi obat adalah untuk memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan, mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi dokter, dan mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter. Tahap rekonsiliasi obat meliputi : 116 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

a. Pengumpulan data Mencatat data dan memverifikasi obat yang sedng dan akan digunakan pasien, meliputi nama obat, dosis, frekuensi, rute, obat mulai diberikan, diganti, dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping obat yang pernah terjadi. Khusus untuk data alergi dan efek samping obat dicatat tanggal kejadian, obat yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang terjadi dan tingkat keparahan. b. Komparasi Petugas kesehatan membandingkan data obat yang pernah, sedang dan akan digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah apabila ditemukan perbedaan diantara data-data tersebut. Ketidakcocokan dapat pula terjadi apabila terdapat obat yang hilang, bebeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan pada rekam medic pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat disnegaja oleh dokter pada saat penulisan resep ataupun tidak disengaja yaitu dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan resep. c. Konfirmasi Melakukan konfirmasi kepada dokter apabila ditemukan ketidaksesuaian dalam dokumentasi, dokter harus dihubungi kurang dari dua puluh empat jam. d. Komunikasi Melakukan komunikasi dengan pasien dan atau keluarga pasien atau perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggungjawab atas semua informasi yang telah diberikan. 4) Pelayanan Informasi Obat (PIO) 117 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini, dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar rumah sakit. Informasi yang diberikan meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute pemberian, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui serta informasi-informasi lainnya. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pelayanan informasi obat adalah kemampuan apoteker dalam memberikan informasi, adanya tempat yang nyaman untuk pemberian informasi kepada pasien dan adanya kelengakapan atau prasarana yang mendukung pemberian informasi seperti leaflet dan buletin. Kegiatan pelayanan informasi obat di meliputi: 1. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan 2. Membuat dan menyebarkan buletin, brosur atau leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan) 3. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien 4. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi 5. Melakukan penelitian penggunaan obat 6. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah 7. Melakukan program jaminan mutu. Pelayanan informasi obat harus didokumentasikan untuk membantu penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan 118 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

informasi obat : topik pertanyaan, tanggal dan waktu pelayanan informasi obat diberikan, metode pelayanan informasi obat, data pasien, uraian pertanyaan, jawaban pertanyaan, referensi, metode pemberian jawaban dan data apoteker yang memberikan pelayanan informasi obat (Kemenkes, 2014). 5) Pemberian Konseling Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan pasien dan atau keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Apoteker menggunakan three prime questions untuk mengawali konseling,. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode health belief model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami obat yang digunakan. Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran yang berhubungan dengan terapi obat dari apoteker kepada pasien dan atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan atau keluarga terhadap apoteker. Pemberian konseling obat bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan, mengoptimalkan hasil terapi serta meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki. Konseling biasanya diberikan pada pasien kondisi khusus, mempunyai riwayat penyakit kronis, menggunakan obat-obat sediaan khusus, dengan pengobatan indeks terapi sempit dan polifarmasi (Kemenkes, 2014). 119 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

Kriteria pasien atau keluarga pasien yang perlu diberi konseling, yaitu: pasien kondisi khusus, penyakit kronis, menggunakan obat dengan instruksi khusus, menggunakan obat dengan indeks terapi sempit, polifarmasi dan tingkat kepatuhan rendah. Adapun tahap kegiatan konseling adalah: 1. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien 2. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui Three Prime Questions, yaitu: a) Apa yang disampaikan dokter tentang obat anda? b) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat anda? c) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah anda menerima terapi obat tersebut? 3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat 4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan obat 5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien. 6). Visite Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya. 120 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar dari rumah sakit baik atas permintaan pasien maupun berdasarkan program rumah sakit yang biasa disebut dengan home pharmacy care (pelayanan kefarmasian di rumah) biasanya untuk penyakit- penyakit kronis tertentu yang perlu perawatan intensif dalam mencapai outcome therapy. Sebelum melakukan visite apoteker harus mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi obat dari rekam medic atau sumber data yang lain (Kemenkes, 2014). 7). Pemantauan Terapi Obat (PTO) Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD). Kegiatan dalam pemantauan terapi obat meliputi: a) Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi, dan reaksi obat yang tidak dikehendaki b) Pemberian rekomendasi penyelesaian terkait obat c) Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat. Tahapan dari pemantauan terapi obat adalah pengumpulan data pasien kemudian identifikasi dan rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat setelah itu pemantauan dan tindak lanjut. 8). Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk 121 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek samping obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi. Monitoring efek samping obat dilakukan bertujuan untuk: a) Menemukan efek smaping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak di kenal dan frekuensinya kecil. b) Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah dikenal dan baru saja ditemukan. c) Mengenal faktor yang dapat mempengaruhi angka kejadian dan resiko efek samping obat. d) Meminimalkan resiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki e) Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki Kegiatan pemantauan dan pelaporan efek samping obat meliputi deteksi adanya reaksi obat yang tidak dikehendaki, identifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping obat, evaluasi laporan efek samping obat dan algoritma terapi, diskusi dan dokumentasi efek samping obat dengan tim farmasi dan terapi, serta pelaporan ke pusat efek samping obat tingkat nasional (Kemenkes, 2014). 9). Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Evaluasi penggunaan obat bertujuan untuk mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat, membandingkan pola penggunaan obat 122 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

pada periode waktu tertentu, memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat dan menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat. Kegiatan dalam evaluasi penggunaan obat meliputi evaluasi penggunaan obat secara kualitatif dan kuantitatif. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam evaluasi penggunaan obat adalah : a. Indikator peresepan b. Indikator pelayanan c. Indikator fasilitas 10). Dispensing Sediaan Steril Dispensing sediaan steril harus dilakukan di instalasi farmasi rumah sakit dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat. Tujuan dilakukannya dispensing sediaan steril adalah untuk menjamin agar pasien menerima obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan, menjamin sterilitas dan stabilitas produk, melindungi petugas dari paparan zat berbahaya dan menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat. Dispensing sediaan steril bertujuan untuk: a) Menjamin agar pasien menerima obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan. b) Menjamin sterilitas dan stabilitas produk. c) Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya. d) Menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat 123 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

11). Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari apoteker kepada dokter. Hasil pemantauan kadar obat dalam darah dapat digunakan sebagai dasar ketika memberikan rekomendasi perubahan dosis terapi kepada dokter. Pemantauan kadar obat dalam darah bertujuan untuk mengetahui kadar obat dalam darah dan memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat. Kegiatan pemeriksaan kadar obat dalam darah terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama melakukan penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan pemeriksaan kadar obat dalam darah. Kemudian tahap kedua mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan pemeriksaan kadar obat dalam darah. Tahap selanjutnya menganalisis hasil pemeriksaan kadar obat dalam darah dan memberikan rekomendasi (Menkes, 2014). 6. Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan kumpulan dari beberapa indikator sebagai tolak ukur yang digunakan untuk mengukur pencapaian standar pelayanan yang telah diberikan kepada pasien. Hasil dari pengukuran pencapaian standar menunjuk pada ukuran kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan. Indikator dalam standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit terdiri dari: 124 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

a. Indikator persyaratan minimal yaitu indikator yang digunakan untuk mengukur terpenuhi tidaknya standar masukan, proses, dan lingkungan b. Indikator penampilan minimal yaitu indikator yang ditetapkan untuk mengukur tercapai tidaknya standar penampilan minimal pelayanan yang harus dilaksanakan. Pada tahun 1996 FIP menetapkan standar untuk pelayanan praktik kefarmasian yakni Good Pharmacy Practice (GPP) in Community and Hospital Setting (FIP, 1966). Standar yang ditetapkan tersebut merupakan bagian terpenting yang harus digunakan oleh organisasi kefarmasian nasional, pemerintah dan organisasi kefarmasian internasional sebagai standar pelayanan kefarmasian yang harus diimplementasikan oleh apoteker. Apoteker dalam melaksanakan praktik pelayanan kefarmasian di rumah sakit dituntut untuk bersikap profesional dan mampu melaksanakan pekerjaan kefarmasian baik yang bersifat menejerial maupun pelayanan klinik berdasarkan regulasi yang telah ditetapkan (Kanthi, 2013). Landasan yang dipergunakan tenaga kefarmasian sebagai pedoman dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian di rumah sakit adalah standar pelayanan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sejak tahun 2014 pemerintah mengeluarkan pembaharuan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang berupa peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 58. 7. Standar Mutu Pelayanan Farmasi Klinik Di Rumah Sakit Standar mutu merupakan upaya untuk mengendalikan mutu pelayanan melalui mekanisme kegiatan pemantauan dan 125 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

penilaian terhadap pelayanan yang sudah diberikan secara terencana dan sistematis. Pengendalian mutu pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang dapat dilakukan terhadap kegiatan yang sedang berjalan maupun yang sudah terlaksana, dilakukan melalui monitoring dan evaluasi dengan tujuan untuk menjamin pelayanan kefarmasian yang sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan upaya perbaikan kegiatan yang akan datang. Tingkat mutu pelayanan kefarmasian ini di ukur berdasarkan penerapan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit aspek farmasi klinik berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 dalam bab tiga. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mutu pelayanan farmasi klinik di rumah sakit diantaranya: a. Penyelenggaraan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi. b. Waktu penyiapan obat yang meliputi penerimaan resep, skrining resep, dispensing obat, memeriksa obat dengan resep dan penyerahan obat. c. Waktu pemberian informasi obat serta kelengkapan dan kesesuaian informasi obat. d. Pelaksanaan pemberian komunikasi, informasi dan edukasi pada pasien. e. Pemantauan efektivitas dan keamanan penggunaan obat yang telah dilakukan. f. Pemberian pelayanan yang bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan. 126 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

g. Identifikasi masalah terkait dengan penggunaan obat dan pengatasannya yang telah dilakukan. h. Pemberian konseling kepada pasien dan keluarga pasien PENUTUP KESIMPULAN Akreditasi rumah sakit adalah suatu proses dimana suatu lembaga independen baik dari dalam atau luar negeri, biasanya non pemerintah, melakukan asesmen terhadap rumah sakit berdasarkan standar akreditasi yang berlaku. Rumah sakit yang telah terakreditasi akan mendapatkan pengakuan dari Pemerintah karena telah memenuhi standar pelayanan dan manajemen yang ditetapkan. Instalasi farmasi rumah sakit merupakan unit pelaksanaan fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit karena merupakan pelayanan langsung yang bertanggung jawab penuh terhadap pasien terkait dengan sediaan farmasi dan orientasi kesembuhan pasien melalui ketepatan pemberian obat. Pelayanan farmasi klinik di bangsal-bangsal perawatan rumah sakit di era sekarang ini sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan farmasi rumah sakit, dimana sekarang apoteker yang ada di rumah sakit diminta untuk terjun visite di lapangan bertemu langsung dengan pasien-pasien rawat inap rumah sakit dengan berbekal ilmu farmasi. 127 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

Adanya kewajiban dari KARS ( Komisi Akreditasi Rumah Sakit ) yang mewajibkan rumah sakit ada apoteker klinik dengan rasio perbandingan 1 : 30 pasien rawat inap dan 1 : 50 untuk pasien rawat jalan, walaupun belum seluruh rumah sakit dapat mencukupi rasio ketercukupan tenaga apoteker klinik tersebut. SARAN Setelah membaca tulisan ini, diharapkan pembaca dapat memahami peranan Instalasi farmasi dalam akreditasi rumah sakit. 128 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

DAFTAR PUSTAKA https://manyundarma.wordpress.com/2012/01/05/pedoman-survei- akreditasi-rumah-sakit-khusus-pelayanan-farmasi/ http://muzarohsarwanto.blogspot.co.id/2017/07/instalasi-farmasi- rumah-sakit-hospital_7.html http://snars.web.id/rs/pedoman-pelayanan-instalasi-farmasi/ http://akreditasirumahsakitmpo.blogspot.co.id/2017/09/kebijakan- pelayanan-instalasi-farmasi.html http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/8980/11.BAB% 20II.pdf?sequence=6&isAllowed=y 129 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021

130 | SEKELUMIT TENTANG AKREDITASI DI RUMAH SAKIT, 2021


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook