Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Pedoman tentang Pengorganisasian Hospital Disaster Plan RSPAD Gatot Soebroto

Pedoman tentang Pengorganisasian Hospital Disaster Plan RSPAD Gatot Soebroto

Published by ORGSISTODA RSPAD, 2022-08-18 07:32:43

Description: Pedoman tentang Pengorganisasian Hospital Disaster Plan RSPAD Gatot Soebroto

Search

Read the Text Version

MARKAS BESAR TNI ANGKATAN DARAT RSPAD GATOT SOEBROTO PEDOMAN tentang PENGORGANISASIAN HOSPITAL DISASTER PLAN RSPAD GATOT SOEBROTO DISAHKAN DENGAN KEPUTUSAN KEPALA RSPAD GATOT SOEBROTO NOMOR KEP/484/VIII/2022 TANGGAL 5 AGUSTUS 2022



MARKAS BESAR TNI ANGKATAN DARAT RSPAD GATOT SOEBROTO PEDOMAN tentang PENGORGANISASIAN HOSPITAL DISASTER PLAN RSPAD GATOT SOEBROTO DISAHKAN DENGAN KEPUTUSAN KEPALA RSPAD GATOT SOEBROTO NOMOR KEP/484/VIII/2022 TANGGAL 5 AGUSTUS 2022

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI.................................................................................................. i Keputusan Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Nomor Kep/484/VIII/2022 tanggal 5 Agustus 2022 tentang Pedoman Pengorganisasian Hospital Disaster Plan (HDP) di RSPAD Gatot Soebroto........... 3 LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1. Umum...................................................................................... 3 2. Maksud dan Tujuan................................................................. 4 3. Ruang Lingkup Dan Tata Urut. ................................................ 4 4. Dasar....................................................................................... 4 5. Pengertian................................................................................ 5 BAB II KETENTUAN UMUM 6. Umum ..................................................................................... 5 7. Tujuan dan Sasaran................................................................. 5 8. Sifat ......................................................................................... 6 9. Organisasi................................................................................ 6 BAB III KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN 10. Umum ................................................................................... 14 11. Tahap Perencanaan................................................................ 14 12. Tahap Persiapan. ................................................................... 19 13. Tahap Pelaksanaan. ............................................................... 31 BAB IV HAL - HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN 14. Umum. .................................................................................. 49 15. Tindakan Pengamanan........................................................... 49 16. Tindakan Administrasi ........................................................... 51 BAB V PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN 17. Pengawasan. .......................................................................... 52 18. Pengendalian. ........................................................................ 53 BAB VI PENUTUP Lampiran A PENGERTIAN ........................................................................ 55 Lampiran B SKEMA ALIRAN PENYUSUNAN HVA..................................... 58

KEPUTUSAN KEPALA RSPAD GATOT SOEBROTO Nomor KEP /484 /VIII/2022 tentang PEDOMAN PENGORGANISASIAN HOSPITAL DISASTER PLAN RSPAD GATOT SOEBROTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA RSPAD GATOT SOEBROTO, Menimbang : a. bahwa dibutuhkan adanya peranti lunak berupa pedoman untuk digunakan dalam Pengorganisasian Hospital Disaster Plan di RSPAD Gatot Soebroto; b. bahwa untuk memenuhi kebutuhan tersebut, perlu ditetapkan Keputusan Kepala RSPAD Gatot Soebroto tentang Pedoman Pengorganisasian Hospital Disaster Plan di RSPAD Gatot Soebroto; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; 2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit; 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan; 4. Permenhan Nomor 39 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Bencana di Rumah Sakit; 5. Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Bencana di Rumah Sakit; 6. Permenkes Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS); 7. Permenkes RI Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien; 8. Peraturan Kasad Nomor 26 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tugas Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto; 9. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit; 10. Keputusan Kasad Nomor Kep/182/III/2020 tanggal 13 Maret 2020 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Penyusunan Doktrin TNI AD; 11. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1.1 Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) Tahun 2020;



MARKAS BESAR TNI ANGKATAN DARAT Lampiran Keputusan Kepala RSPAD GATOT SOEBROTO RSPAD Gatot Soebroto Nomor Kep/ 484/VII/2022 Tanggal 5 Agustus 2022 PEDOMAN tentang PENGORGANISASIAN HOSPITAL DISASTER PLAN RSPAD GATOT SOEBROTO BAB I PENDAHULUAN 1. Umum. a. Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi bencana yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis bencana. Kondisi alam tersebut serta adanya keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia menyebabkan timbulnya risiko terjadinya bencana alam, bencana ulah manusia dan kedaruratan kompleks meskipun disisi lain juga kaya akan sumberdaya alam. b. Pada situasi bencana, Rumah Sakit (RS) akan menjadi tujuan akhir dalam menangani korban sehingga RS harus melakukan persiapan yang cukup. Persiapan tersebut dapat diwujudkan diantaranya dalam bentuk menyusun perencanaan menghadapi situasi darurat atau rencana kontingensi, yang juga dimaksudkan agar RS tetap bisa berfungsi sehari- hari terhadap pasien yang sudah ada sebelumnya. Manajemen darurat dan/atau bencana harus dapat dilakukan oleh Rumah Sakit sehingga pada saat terjadi bencana, Rumah Sakit dapat diakses, dapat memberikan layanan kesehatan terhadap korban bencana dan berfungsi maksimum dengan infrastruktur yang sama sebelum terjadi bencana, selama bencana dan segera setelah bencana (WHO, 2015). c. Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Permenkes Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) yang mengatur tentang penyelenggaraan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (SMK3RS) dan melakukan penerapan standar K3RS, termasuk didalamnya kesiapsiagaan Rumah Sakit menghadapi kondisi darurat dan/atau bencana. Dalam proses akreditasi, Rumah Sakit diharuskan dapat mengembangkan dan memelihara program manajemen bencana untuk menanggapi becana baik bencana non alam, bencana alam atau lainnya yang memiliki potensi terjadi di masyarakat (Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit edisi 1.1). d. Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD Gatot Soebroto) adalah unsur pelaksana di tingkat Mabesad yang berkedudukan langsung di bawah Kasad, memiliki tugas pokok menyelenggarakan pelayanan kesehatan tertinggi di jajaran TNI dalam rangka mendukung tugas TNI Angkatan Darat. Sebagai Rumah Sakit Rujukan Kepresidenan Utama serta Rumah Sakit Rujukan tertinggi di jajaran TNI, dalam kondisi bencana dan situasi kedaruratan tetap berkomitmen memberikan pelayanan yang berfokus pada mutu dan keselamatan pasien.

4 e. Dalam rangka mempersiapkan kesiapsiagaan rumah sakit menghadapi bencana dan situasi kedaruratan lainnya, diperlukan suatu pedoman pengorganisasian sebagai panduan mempersiapkan ketersediaan sumberdaya dan pendukung lainnya yang dibutuhkan sehingga akan memberikan hasil yang maksimal didasari komitmen dan konsistensi dari manajemen RSPAD Gatot Soebroto. 2. Maksud dan Tujuan. a. Maksud. Penyusunan pedoman tentang Pengorganisasian Hospital Disaster Plan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang kegiatan dan upaya-upaya kesiapsiagaan RSPAD Gatot Soebroto dalam menghadapi dan menerima korban akibat wabah penyakit atau bencana. b. Tujuan. Pedoman tentang Hospital Disaster Plan disusun dengan maksud sebagai Pedoman untuk memberikan kesamaan pemahaman, pola pikir, tindakan dan panduan bagi Pimpinan dan Staf RSPAD Gatot Soebroto dalam pelaksanaan: 1) Prosedur, Mekanisme dan Hubungan Kerja Organisasi Pengelola Hospital Disaster Plan. 2) Manajemen Fasilitas dan Keselamatan. 3) Manajemen SDM. 4) Manajemen Logistik. 5) Manajemen Bencana (Bencana Internal dan Eksternal). 3. Ruang Lingkup Dan Tata Urut. Pedoman tentang Pengorganisasian Hospital Disaster Plan di RSPAD Gatot Soebroto meliputi Prosedur, Mekanisme dan Hubungan Kerja Organisasi Pengelola Hospital Disaster Plan, Manajemen Fasilitas dan Keselamatan, Manajemen SDM, Manajemen Logistik, Manajemen Bencana (Bencana Internal dan Eksternal) dengan tata urut sebagai berikut: a. Bab I Pendahuluan. b. Bab II Ketentuan Umum. c. Bab III Kegiatan Yang Dilaksanakan. d. Bab IV Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan. e. Bab V Pengawasan dan Pengendalian. f. Bab VI Penutup. 4. Dasar. a. Undang-Undang Praktek Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran; b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;

5 c. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; d. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit; e. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan; f. Permenkes RI Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS); g. Permenhan RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Bencana di Rumah Sakit Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia; h. Permenkes RI Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien; i. Perkasad Nomor 26 Tahun 2019 tanggal 26 Desember 2019 tentang Organisasi dan Tugas Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto; j. Kemenkes RI Nomor 448/Menkes/SK/VI/1993 tentang Pembentukan Tim Kesehatan Penanggulangan Korban Bencana di setiap rumah sakit; k. Kemenkes RI Nomor 28/Menkes/SK/I/1995 tentang Petunjuk Pelaksanaan Umum Penanggulanga Medik Korban Bencana; l. Kemenkes RI Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit; m. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1.1 Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) Tahun 2020; dan n. Petunjuk Teknis Kesiapsiagaan Kondisi Darurat dan/atau Bencana di Rumah Sakit Kemenkes RI Tahun 2020. 5. Pengertian. (Lampiran A). BAB II KETENTUAN UMUM 6. Umum. Ketentuan umum merupakan pedoman pokok yang harus digunakan dalam penyusunan pedoman Pengorganisasian Hospital Disaster Plan (HDP) RSPAD Gatot Soebroto. Ketentuan ini diperlukan agar kegiatan yang berkaitan dengan penyusunan doktrin dapat mencapai hasil yang optimal. Ketentuan ini berisikan tentang tujuan, sasaran, sifat, organisasi, tugas dan tanggungjawab, syarat personel, teknis, sarana dan prasarana, serta faktor-faktor yang mempengaruhi. 7. Tujuan dan Sasaran. a. Tujuan. Mewujudkan kesamaan pemahaman dan tindakan bagi RSPAD Gatot Soebroto dalam penyusunan Pedoman Pengorganisasian HDP RSPAD Gatot Soebroto. b. Sasaran. Komitmen dan konsistensi seluruh manajemen RSPAD Gatot Soebroto sangat diharapkan mengingat penanggulangan bencana, termasuk penyusunan HDP, merupakan proses yang kontinyu sehingga diperlukan usaha untuk mempertahankan kinerja tim, dengan ruang lingkup termasuk masalah gawatdarurat, karena bencana dan

6 gawatdarurat merupakan dua hal yang memiliki keterkaitan yang tinggi dan memerlukan managemen bersama. Sasaran dari HDP di RSPAD Gatot Soebroto adalah: 1) Pimpinan Rumah Sakit. 2) Manajemen Rumah Sakit. 3) Pengelola K3. 4) Pegawai Rumah Sakit. 5) Pasien. 6) Pihak ketiga di Rumah Sakit/tenant. 7) Pengunjung/keluarga pasien. 8. Sifat. Penyusunan Pedoman Pengorganisasian HDP RSPAD Gatot Soebroto harus mempedomani sifat-sifat sebagai berikut: a. Adaptif Terhadap Perkembangan Teknologi. Penyusunan Pedoman Pengorganisasian HDP RSPAD Gatot Soebroto semestinya selalu mengadaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kekinian. b. Berkorelasi. Pedoman Pengorganisasian HDP RSPAD Gatot Soebroto memiliki keterkaitan erat dengan stratifikasi Kebijakan Penanganan Manajemen Bencana RSPAD Gatot Soebroto yang disusun. c. Fleksibel. Setiap ketentuan format yang dituangkan dalam Pedoman Pengorganisasian HDP RSPAD Gatot Soebroto ini tidak berlaku mengikat untuk dipedomani, hal ini didasarkan pada kebutuhan dari buku pedoman yang disusun. d. Operasional Buku Pedoman. Penyusunan Pedoman Pengorganisasian HDP RSPAD Gatot Soebroto selalu diorientasi pada operasional Pedoman Pengorganisasian HDP RSPAD Gatot Soebroto sehingga kebenaran menjadi landasan utama dalam penyusunan buku Pedoman HDP RSPAD Gatot Soebroto. e. Pengembangan. Setiap Unit Kerja penyusunan perlu mengembangkan isi buku Pedoman Pengorganisasian HDP RSPAD Gatot Soebroto dan tidak terpadu pada format yang dipedomani, kondisi ini memungkinkan pengembangan-pengembangan karena sifat kebutuhan isi tidak dapat diprediksi oleh pembuat buku Pedoman Pengorganisasian HDP RSPAD Gatot Soebroto. 9. Organisasi. a. Struktur Organisasi. Organisasi dalam pelaksanaan Pedoman Pengorganisasian HDP RSPAD Gatot Soebroto dibagi dalam 2 (dua) kategori penanganan korban bencana sebagai berikut:

7 1) Tim HDP RSPAD Gatot Soebroto Untuk Penanganan Korban Bencana > 21 – tidak terbatas (MCE) Gambar 1. Struktur Organisasi Tim HDP RSPAD Gatot Soebroto Ketua Tim : Kainstal Gadar Wakil Ketua : Kabiddok dan Kabidwat Sekretaris : Kabagdukkes Koord.Bid.Manaj. Koord. Bid. Koord. Bidang Koord. Bidang Fasilitas & Manaj. Manajemen Manajemen Keselamatan: Bencana: SDM: Logistik: Kabidrendalada Kabidperslog Kabidrenproggar Kainstalwatnap matfasum Anggota Anggota Anggota Anggota a) Pelindung a) P : Kepala RSPAD Gatot Soebroto. b) Penasehat : (1) Waka RSPAD Gatot Soebroto. (2) Kekommed RSPAD Gatot Soebroto. (3) Kapoksahli RSPAD Gatot Soebroto. c) Ketua Tim HDP : Kainstal Gadar RSPAD Gatot Soebroto. d) Wakil Ketua 1 : Kabiddok (Mobilisasi Tim Medis). e) Wakil Ketua 2 : Kabidwat (Mobilisasi Tim Keperawatan). f) Sekretaris : (1) Kabagdukkes RSPAD Gatot Soebroto. (2) Kasetum RSPAD Gatot Soebroto. (3) Kanitpen/PKRS RSPAD Gatot Soebroto. g) Koordinator Bidang : (1) Manajemen Fasilitas dan Keselamatan. (a) Koordinator : Kabidrendaladamatfasum.

8 (b) Anggota : i. Kabidpamopster. ii. Kainstal Sarpras. iii. Kainstal Kesling. (2) Manajemen SDM. (a) Koordinator : Kabidperslog. (b) Anggota : i. Kabidnakes Lain. ii. Kabiddok. iii. Kabidwat. (3) Manajemen Logistik (a) Koordinator : Kabidrenproggar. (b) Anggota : i. Kainstal Farmasi. ii. Kainstal Gizi. iii. Kabaglog. iv. Kabagrendaladaalkes. (4) Manajemen Bencana (a) Koordinator : Kainstalwatnap. (b) Anggota : i. Kainstalwatlan. ii. Kainstal Watsif. iii. Kainstal Kamar Operasi. iv. Para Kasubinstalwatnap. v. Kanit Forensik. vi. Kanit Jemen Musiko.

9 2) Tim HDP RSPAD Gatot Soebroto (Multi-Causalty-Incidents/MCIS, Jumlah Korban Bencana > 21 – tidak terbatas) Gambar 2. Struktur Organisasi Tim HDP RSPAD Gatot Soebroto Ketua Tim : Diryankes Wakil Ketua : Dirum Sekretaris Tim : Kabagdukkes Koord.Bid.Manaj. Koord. Bidang Koord. Bidang Koord. Bidang Fasilitas & Manajemen Manajemen Manajemen Bencana: SDM: Logistik: Keselamatan: Dokter Ahli Dirjangum Dirprofnakes Dirjangmed Traumatology Anggota Anggota Anggota Anggota Struktur Organisasi HDP : a) Manajerial. (1) Ketua : Kepala RSPAD Gatot Soebroto. (2) Wakil Ketua : Waka RSPAD Gatot Soebroto. (3) Penasehat : (a) Kekommed RSPAD Gatot Soebroto. (b) Kapoksahli RSPAD Gatot Soebroto. (4) Anggota : (a) Dirbang dan Riset RSPAD Gatot Soebroto. (b) Dokter Ahli Cellcure RSPAD Gatot Soebroto. (c) Dokter Ahli CVC RSPAD Gatot Soebroto. b) Pelaksana (1) Ketua Tim HDP/Komandan Bencana: Diryankes RSPAD Gatot Soebroto. (2) Wakil Ketua : Dirum RSPAD Gatot Soebroto. (3) Sekretaris/Humas : (a) Kabagdukkes RSPAD Gatot Soebroto.

10 (b) Kasetum RSPAD Gatot Soebroto. (c) Kanitpen/PKRS RSPAD Gatot Soebroto. (4) Koordinator Bidang : (a) Manajemen Fasilitas dan Keselamatan. (b) Koordinator : Dirjangum. (c) Anggota : i. Kabidrendaladamatfasum. ii. Kabidpamopster. iii. Kainstal Sarpras. iv. Kainstal Kesling. (5) Manajemen SDM (a) Koordinator : Dirprofnakes. (b) Anggota : i. Kabidperslog. ii. Kabiddok. iii. Kabidwat. iv. Kabidnakes Lain. (6) Manajemen Logistik (a) Koordinator : Dirjangmed. (b) Anggota : i. Kabid Rendaladabekkes. ii. Kabid Renproggar. iii. Kainstal Farmasi. iv. Kainstal Gizi. v. Kabaglog. vi. Kabag Rendaladaalkes. (7) Manajemen Bencana (a) Koordinator : Dokter Ahli Traumatology. (b) Anggota : i. Kadep Bedah.

11 ii. Kadep Anestesi. iii. Kadep IKA. iv. Kadep Penyakit Dalam. v. Kadep Keswa. vi. Kadep Paru. vii. Kadep Mata. viii. Kainstal Gadar. ix. Kainstal Watnap. x. Kainstal Watlan. xi. Kainstal Watsif. xii. Kainstal Kamar Operasi. xiii. Kainstal Patologi Klinik. xiv. Kainstal Patologi Anatomi. xv. Kainstal Radiologi. xvi. Kanit Forensik. xvii. Kanit Jemen Musiko. b. Uraian Tugas. 1) Kepala Rumah Sakit: a) Nama Jabatan : Kepala Rumah Sakit. b) Tugas Pokok : Mengatur Pengelolaan Penanganan Bencana dan Korban Bencana di Rumah Sakit. c) Uraian Tugas : (1) Memberi arahan kepada Komandan Bencana untuk pengelolaan penanganan korban; (2) Melaporkan proses penanganan bencana kepada pihak Kementerian Kesehatan maupun Pemerintah Daerah Propinsi; (3) Memberikan Briefing kepada Komandan Bencana dan para Ketua Bidang; (4) Memberikan informasi terkait proses penanganan bencana kepada pihak luar rumah sakit; (5) Mendampingi kunjungan tamu kenegaraan, tamu pemerintah pusat dan regional;

12 (6) Mengkoordinasikan permintaan bantuan dalam negeri dan luar negeri; dan (7) Melakukan evaluasi pelaksanaan pelayanan bencana rumah sakit. d) Tanggungjawab : Bertanggungjawab terhadap pemilik RS (Kasad). 2) Ketua Tim HDP/Komandan Bencana: a) Nama Jabatan : Ketua Tim HDP/Komandan Bencana. b) Tugas Pokok : Mengkoordinir pelaksanaan pelayanan masing- masing bidang bersama–sama dengan seluruh Kepala Departemen (Kadep) dan Kepala Instalasi (Kainstal). c) Uraian Tugas : (1) Merencanakan dan mengendalikan pelayanan masing- masing bidang; (2) Memberikan laporan kepada Kepala Rumah sakit terkait proses tersebut diatas; (3) Menindaklanjuti upaya permintaan bantuan oleh Kepala Rumah Sakit; (4) Memastikan proses penanganan korban dan sumber pendukungnya terlaksana dan tersedia sesuai kebutuhan; dan (5) Melakukan koordinasi kerja kepada instansi lain di rumah sakit. d) Tanggungjawab : Bertanggungjawab terhadap Kepala RSPAD Gatot Soebroto. 3) Koordinator Manajemen Fasilitas dan Keselamatan: a) Nama Jabatan : Koordinator Manajemen Fasilitas dan Keselamatan. b) Tugas Pokok : Menyiapkan sarana prasarana/fasilitas pengamanan dan keselamatan pasien, personel, pengunjung dan lingkungan rumah sakit yang diperlukan rumah sakit untuk penanganan bencana. c) Uraian Tugas : (1) Mengkoordinir penyiapan sarana prasarana pengamanan dan keselamatan pada kejadian bencana di rumah sakit; (2) Melakukan koordinasi dengan unit eksternal dalam upaya pemenuhan fasilitas pengamanan dan keselamatan (jika diperlukan);

13 (3) Mengkoordinir proses penyiapan sarana prasarana/fasilitas pengamanan dan keselamatan berdasarkan prioritas kebutuhan serta merencanakan proses kerjanya; (4) Mengkoordinir pendokumentasian semua sarana prasarana/fasilitas yang disediakan RS dan mengelola proses pengamanan dan keselamatan dan penggunaannya; dan (5) Melaporkan kesiapan sarana prasarana/fasilitas pengamanan dan keselamatan kepada Ketua Tim HDP. d) Tanggungjawab : Bertanggungjawab terhadap Ketua Tim HDP/Komandan Bencana. 4) Koordinator Manajemen Bencana: a) Nama Jabatan : Koordinator Manajemen Bencana. b) Tugas Pokok : Menyiapkan alur pelayanan dan metode penanganan pasien kondisi bencana di rumah sakit. c) Uraian Tugas : (1) Mengkoordinir penyiapan alur pelayanan dan metode penanganan bencana di rumah sakit; (2) Melakukan koordinasi dengan unit eksternal dalam upaya penanganan pasien korban bencana (jika diperlukan); (3) Mengkoordinir proses pelayanan dan penanganan bencana serta merencanakan proses kerjanya; (4) Mengkoordinir pendokumentasian semua alur kegiatan dan pelayanan yang dilaksanakan rumah sakit; dan (5) Melaporkan kesiapan alur pelayanan dan penanganan bencana kepada Ketua Tim HDP/Komandan Bencana. d) Tanggungjawab : Bertanggungjawab terhadap Ketua Tim HDP/Komandan Bencana. 5) Koordinator Manajemen SDM: a) Nama Jabatan : Koordinator Manajemen SDM. b) Tugas Pokok : Menyediakan SDM dan karyawan rumah sakit maupun relawan sesuai kualifikasi yang diperlukan. c) Uraian Tugas : (1) Mengkoordinir penyediaan SDM di rumah sakit. (2) Melakukan koordinasi dengan unit eksternal dalam upaya pemenuhan kebutuhan tenaga. (3) Mengkoordinir proses seleksi relawan berdasarkan keahlian dan kebutuhan serta merencanakan proses penugasannya.

14 (4) Mengkoordinir pendokumentasian semua relawan yang bekerja di RS dan mengelola proses penugasannya. (5) Melaporkan kesiapan tenaga kepada Ketua Tim HDP/Komandan Bencana. d) Tanggungjawab : Bertanggungjawab terhadap Ketua Tim HDP/Komandan Bencana 6) Koordinator Manajemen Logistik. a) Nama Jabatan : Koordinator Manajemen Logistik. b) Tugas Pokok : Menyediakan logistik (makanan, obat-obatan, alat kesehatan, perbekalan kesehatan) yang diperlukan rumah sakit untuk penanganan bencana. c) Uraian Tugas : (1) Mengkoordinir penyediaan kebutuhan logistik di rumah sakit. (2) Melakukan koordinasi dengan unit eksternal dalam upaya pemenuhan kebutuhan logistik (jika diperlukan). (3) Mengkoordinir proses penyediaan logistik berdasarkan prioritas kebutuhan serta merencanakan proses distribusinya. (4) Mengkoordinir pendokumentasian semua logistik yang disediakan rumah sakit dan mengelola proses distribusi dan penggunaannya. (5) Melaporkan kesiapan tenaga kepada Ketua Tim HDP. d) Tanggungjawab : Bertanggungjawab terhadap Ketua Tim HDP/Komandan Bencana. BAB III KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN 10. Umum. Kegiatan yang dilaksanakan membahas penjelasan detail tentang tata cara/alur kerja Tim HDP dalam penanganan bencana di lingkungan RSPAD Gatot Soebroto. Penjelasan kegiatan penanganan bencana RSPAD Gatot Soebroto diurai, melalui beberapan pentahapan kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran. 11. Tahap Perencanaan. a. Perencanaan bencana internal adalah bagian penting dari persiapan bencana rumah sakit untuk rumah sakit dan karyawannya. RSPAD Gatot Soebroto merencanakan sejumlah cara untuk memenuhi tanggungjawab baik untuk pasien rumah sakit dan personel didalamnya. Di antara kebutuhan ini adalah bantuan dalam mengidentifikasi sumber daya alternatif untuk perawatan anak-anak dan orang dewasa yang menjadi tanggungan dan memastikan bahwa semua karyawan mengembangkan rencana bencana

15 internal. Semua rencana khusus rumah sakit bergantung pada mobilisasi staf tambahan, yang tugas pertamanya dalam bencana apa pun adalah memastikan kesehatan dan keselamatan pasien dan personel didalamnya. b. Perencanaan meliputi : 1) Kesiapan untuk mensuplai kebutuhan tiap bagian. 2) Memiliki list terbaru dari supplier yang dapat mengirim dengan cepat kebutuhan obat dan barang-barang kebutuhan. 3) Penyiapan persediaan obat-obatan gawat darurat. 4) Tersedianya petugas untuk mengatur obat setiap waktu obat dibutuhkan. 5) Penyimpanan makanan pada saat bencana dan mempertahankan persediaan makanan untuk pasien dan petugas. c. Setelah menerima direktif penyusunan, Komandan Bencana merencanakan personel yang akan melaksanakan Manajemen Bencana di RSPAD Gatot Soebroto sesuai dengan kriteria. 1) Kualitatif a) Mampu menentukan tujuan dan sasaran yang akan dicapai; b) Memiliki kemampuan pengetahuan tentang pengelola Manajemen Bencana RSPAD Gatot Soebroto berdasarkan pendidikan maupun pengalaman; c) Mempunyai kematangan berpikir dan bertindak pada proses penanganan Manajemen Bencana; dan d) Mampu mengatasi permasalahan yang akan timbul dalam pelaksanaan Manajemen Bencana RSPAD Gatot Soebroto. 2) Kuantitatif a) Jumlah personel dalam penanganan Manajemen Bencana sesuai kebutuhan; dan b) Komposisi pelaksana Tim HDP disesuaikan dengan kebutuhan. d. Ketua Tim HDP/Komandan Bencana melaksanakan penunjukkan anggota Tim HDP RSPAD Gatot Soebroto. 1) Penunjukkan personel yang menjabat sebagai anggota Tim HDP sesuai kriteria yang memenuhi syarat, dalam hal ini menguasai standar prosedur operasional Manajemen Bencana RSPAD Gatot Soebroto yang akan diimplementasikan; 2) Penunjukkan personel yang menjabat sebagai anggota dan pendukung lainnya sesuai kriteria yang diinginkan; dan 3) Penerbitan surat perintah Tim HDP RSPAD Gatot Soebroto.

16 e. Ketua Tim HDP/Komandan Bencana merencanakan kebutuhan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan Manajemen Bencana. f. Ketua Tim HDP/Komandan Bencana merencanakan kebutuhan dana/anggaran pelaksanaan Manajemen Bencana RSPAD Gatot Soebroto, meliputi : 1) Rencana jumlah dana/anggaran yang dibutuhkan selama pelaksanaan manajemen bencana; 2) Rencana penggunaan alokasi dana/anggaran yang didukung dari Kepala RSPAD Gatot Soebroto; dan 3) Semua dana yang dikeluarkan dalam kegiatan ini harus dibuatkan laporan pertanggungjawaban berikut bukti-buktinya. g. Ketua Tim HDP/Komandan Bencana merencanakan kegiatan persiapan Manajemen Bencana meliputi : 1) Batas waktu keseluruhan perencanaan sampai dengan tercapainya pelaksanaan kegiatan; dan 2) Batas waktu kemajuan dari tahap perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan. h. Ketua Tim HDP/Komandan Bencana merencanakan kebutuhan alat kesehatan, bekal kesehatan, alat umum, bekal umum untuk pelaksanaan manajemen bencana, meliputi: 1) Alat kesehatan dan bekal kesehatan yang dibutuhkan untuk penatalaksanaan pasien bencana di ruangan INSTALGADAR, ruangan perawatan dan penunjang kesehatan; dan 2) Alat umum dan bekal umum yang dibutuhkan untuk mendukung penatalaksanaan pasien bencana di ruangan INSTALGADAR, ruangan perawatan dan penunjang kesehatan. 3) Kebutuhan obat, alat–alat kesehatan, makanan dan lain–lain harus disiagakan di bawah koordinasi dan Pimpinan dari Ketua Tim Penanggulangan bencana RSPAD Gatot Soebroto. 4) Transportasi diperlukan untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengadaan obat dan alkes, penjemputan para pejabat atau Tim penanggulangan bencana, evakuasi pasien, merujuk pasien dan lain-lain yang berhubungan dengan kegiatan penanggulangan bencana. Seluruh unit mobil ambulan, mobil operasional dan sepeda motor yang dimiliki rumah sakit harus disiagakan termasuk dibawah komando Kabagurdal. 5) Penyediaan dan penggunaan APD (alat pelindung diri) atau PPE (Personal Protection Equipment) menyesuaian dengan Panduan yang ditetapkan oleh WHO maupun Kementerian Kesehatan sesuai tingkat risiko penularan penyakit. Penyediaan APD sesuai area, untuk area yang masuk zona merah, kuning maupun area hijau. Penyediaan APD diprioritaskan kepada petugas kesehatan di Rumah Sakit yang termasuk kelompok risiko tinggi, seperti:

17 a) APD untuk petugas Rumah Sakit di ruang isolasi adalah APD lengkap (penutup kepala, kaca mata goggle, masker N95, sarung tangan, apron/pakaian pelindung, sepatu pelindung); b) APD untuk petugas Rumah Sakit di ruang Instalasi Gawat Darurat (INSTALGADAR) yang melakukan kontak langsung dengan pasien menggunakan APD lengkap; c) APD untuk petugas kesehatan yang tidak kontak langsung dengan pasien minimal terdiri dari masker N95 dan sarung tangan; d) APD untuk petugas laboratorium adalah APD lengkap (penutup kepala, kaca mata goggle, masker N95, sarung tangan, apron/pakaian pelindung, sepatu pelindung); e) Pada situasi dimana telah terjadi penularan wabah penyakit menular udara antar manusia di dalam Rumah Sakit maka semua petugas kesehatan, baik yang kontak dengan pasien secara langung maupun tidak, diharuskan menggunakan APD lengkap; f) Untuk ketentuan APD terkait dengan risiko penularan penyakit dapat mengikuti apa yang direkomendasikan dari PPI pada instansi masing-masing yang mengacu pada standar yang ada; dan g) Kebutuhan logistik lainnya adalah : (1) Kebutuhan obat untuk pasien; (2) Kebutuhan obat profilaksis untuk petugas sesuai kebutuhan; (3) Rekam medis; (4) Kebutuhan APD lengkap; (5) Kebutuhan spill kit; (6) Kebutuhan forensik; (7) Kebutuhan pakaian harian jaga petugas; (8) Makanan untuk pasien dan keluarga yang berada di Rumah Sakit; (9) Makanan untuk petugas; dan (10) Kebutuhan logistik lainnya i. Ketua Tim HDP/Komandan Bencana merencanakan kebutuhan dokumen kebijakan, pedoman, panguan dan program kerja/rencana pelaksanaan kegiatan (renlakgiat) untuk pelaksanaan manajemen bencana, meliputi: 1) Kebijakan atasan; 2) Pedoman pengorganisasian dan pedoman pelayanan; 3) Panduan pelaksanaan kegiatan;

18 4) Program kerja/renlakgiat; dan 5) Standar Prosedur Operasional (SPO) yang terkait. j. Bagian penting dari perencanaan bencana rumah sakit adalah untuk mengidentifikasi komandan insiden dan posisi kunci lainnya sebelum bencana terjadi. Posisi harus dikelola 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Setiap orang dalam struktur komando harus mengawasi hanya 3-7 orang. k. Anggota tim trauma harus siap untuk berpartisipasi dalam semua aspek respons medis terhadap bencana, dan mereka secara unik memenuhi syarat untuk melakukannya. Memastikan keamanan tempat kejadian dan menentukan perlunya dekontaminasi pada korban bencana yang terkena dampak adalah salah satu prioritas pertama tanggap bencana sebelum memulai perawatan medis baik di lokasi bencana maupun di rumah sakit. l. Sistem Komando Insiden (ICS) adalah struktur kunci yang digunakan dalam keempat fase manajemen bencana untuk memastikan koordinasi di antara semua organisasi yang berpotensi merespons bencana. ICS adalah sistem modular dan dapat beradaptasi untuk semua insiden dan fasilitas dan merupakan standar yang diterima untuk semua tanggap bencana. m. Kebutuhan Pendanaan. Kegiatan penanganan bencana internal dan eksternal di RSPAD Gatot Soebroto didukung oleh Dana APBN/BLU/Hibah. n. Kebutuhan logistik umum : 1) Makanan. 2) Linen. 3) Kendaraan : a) Ambulans. b) Randis operasional Gatot Soebroto. 4) Logistik kesehatan. 5) Alat kesehatan (alkes). 6) Perbekalan kesehatan (bekkes), meliputi : a) Obat. b) Medical supply. c) Reagensia m. Kebutuhan administrasi. 1) Sistem kerja. a) Komunikasi. (1) Komunikasi menggunakan jalur HP; (2) Komunikasi menggunakan jalur HT; dan

19 (3) Komunikasi jaringan telepon internal. b) Pengamanan. (1) Pengamanan internal oleh Bidpamopster Sdirum RSPAD Gatot Soebroto; dan (2) Pengamanan eksternal oleh Satuan Pengamanan Eksternal (Pomad, Polres dan Kodim). 2) Personel. a) Personel di dalam RSPAD Gatot Soebroto; dan b) Personel dari luar RSPAD Gatot Soebroto. 3) Koordinasi. a) Internal RSPAD Gatot Soebroto  antara unsur Pimpinan dengan para Kadep, Kainstal dan Kanit. b) Eksternal RSPAD Gatot Soebroto  dengan Kemhan, Kemenkes, Mabesad, BNPB dan Rumah Sakit lain. 12. Tahap Persiapan. a. Kegiatan Tim HDP RSPAD Gatot Soebroto pada fase pra bencana (Manajemen Risiko). Risiko adalah peluang peristiwa atau kondisi tidak pasti, apabila terjadi dapat memberikan dampak positif atau negatif yang dapat mempengaruhi perubahan terhadap biaya, ruang lingkup dan kualitas pelayanan Rumah Sakit. Pada fase pra bencana RSPAD Gatot Soebroto melaksanakan kegiatan manajemen risiko melalui proses perumusan dan pelaksanaan tindakan untuk memitigasi bahaya berdasarkan hasil penilaian risiko. Kegiatan manajemen risiko bertujuan untuk meningkatkan peluang dan dampak positif, serta mengurangi peluang dan dampak yang merugikan, misalnya menurunkan kualitas pelayanan RSPAD Gatot Soebroto atau mengganggu fungsi operasional RSPAD Gatot Soebroto saat kondisi darurat dan/atau bencana. Program manajemen risiko keadaan darurat dan/atau bencana dilakukan melalui beberapa tahapan, sebagai berikut : 1) Penetapan Konteks. Manajemen bencana Rumah Sakit dimulai dari penetapan konteks yaitu menetapkan ruang lingkup jenis kondisi darurat dan/atau bencana yang akan dikendalikan. 2) Identifikasi risiko. Identifikasi risiko meliputi segala jenis bahaya dan kelemahan sistem yang dapat menyebabkan kondisi darurat dan/atau bencana dan berdampak pada penghentian proses kerja atau layanan RSPAD Gatot Soebroto serta identifikasi sumber daya internal dan ekternal yang dimiliki atau telah dipersiapkan oleh RSPAD Gatot Soebroto untuk menghadapi kondisi darurat dan/atau bencana. Beberapa dokumen dan sumber data yang perlu dipersiapkan saat melakukan identifikasi diantaranya sebagai berikut : a) Analisis Catatan Rekaman Data Kejadian Darurat dan/atau Bencana. Analisis data insiden/kejadian darurat dan/atau bencana yang pernah terjadi sebelumnya baik pada RSPAD Gatot Soebroto sendiri maupun di tempat lain termasuk wabah/endemi.

20 b) Survey Potensi Risiko. Survey terhadap semua kondisi yang dapat menimbulkan kejadian darurat dan/atau bencana. Survey dapat dilakukan dengan menggunakan daftar periksa yang tidak terbatas pada : (1) Bahan. Melakukan analisis potensi risiko yang berasal dari bahan-bahan yang ada di Rumah Sakit seperti Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan limbahnya. (2) Peralatan. Melakukan analisis semua peralatan yang berpotensi untuk terjadinya kondisi darurat dan/atau bencana seperti peralatan radiologi/radioterapi, instalasi gas medis sentral, peralatan laboratorium, genset, boiler, panel listrik dan sebagainya. (3) Proses/Metode. Melakukan analisis semua proses dan metode kerja yang berpotensi untuk terjadinya kondisi darurat dan/atau bencana seperti tidak menutup dengan rapat tabung gas medis, proses penyimpanan tabung gas yang tidak tepat, ketidakpatuhan terhadap SPO, pengujian alat yang tidak sesuai standar dan sebagainya. (4) Kondisi Lingkungan. Melakukan analisis semua kondisi lingkungan kerja yang berpotensi menimbulkan kondisi darurat dan/atau bencana seperti suhu ekstrim, penataan ruangan kerja yang tidak sesuai standar dan sebagainya. (5) Faktor manusia. Melakukan analisis faktor manusia yang mempunyai kemungkinan menimbulkan kondisi darurat dan/atau bencana seperti perilaku yang tidak aman dan sebagainya. 3) Penilaian Risiko. Penilaian risiko adalah kegiatan untuk menilai tingkat kemungkinan dan tingkat keparahan/kerusakan/penghentian proses pelayanan RSPAD Gatot Soebroto akibat kondisi darurat dan/atau bencana. Ada beberapa metode penilaian risiko, diantaranya sebagai berikut : a) Hazard and Vulnerability Analysis (HVA). (1) Hazard and Vulnerability Analysis (HVA) merupakan instrumen untuk menilai kerentanan Rumah Sakit terhadap kondisi darurat dan/atau bencana baik yang berasal dari internal maupun eksternal Rumah Sakit. Pengisian instrumen HVA harus melibatkan berbagai berbagai satuan kerja/unit/instalasi yang terkait. (2) Penilaian risiko kondisi darurat dan/atau bencana dilakukan dengan instrumen HVA dengan langkah-langkah sebagai berikut : (a) Menyiapkan instrumen HVA; (b) Mengumpulkan data potensi bahaya yang ada di Rumah Sakit; (c) Memasukkan data potensi bahaya ke dalam tabel HVA;

21 (d) Menginput data yang menggambarkan situasi dan kondisi yang sebenarnya di Rumah Sakit; (e) Menghitung tingkat risiko semua kondisi darurat dan/atau bencana yang telah diidentifikasi; (f) Menentukan prioritas kondisi darurat dan/atau bencana sesuai dengan hasil HVA; (g) Menyelenggarakan pertemuan untuk penyebaran informasi prioritas hasil HVA dengan melibatkan Pimpinan dan satuan kerja/unit/instalasi terkait; (h) Melaporkan hasil penilaian HVA kepada Pimpinan tertinggi rumah sakit; (i) Melakukan review hasil penilaian HVA minimal 1 (satu) tahun sekali atau jika terjadi perubahan/ kejadian yang berdampak pada HVA; (j) Untuk HVA diisi dengan masing-masing menilai kerentanan Rumah Sakit terhadap kondisi darurat dan/atau bencana baik yang berasal dari internal maupun eksternal Rumah Sakit yang diantara terkait dengan human disaster, natural disaster, technological disaster, hazard material disaster termasuk disease disaster; (k) HVA diisi oleh tim kewaspadaan bencana yang sebagian besar terdiri dari unsur direksi, manajemen, K3, Mutu, PPI (terkait wabah) bagian umum/logistik, INSTALGADAR/Medis, pemeliharaan sarana, sanitasi, penunjang medik dan penunjang non medik serta yang dimungkinkan terlibat dalam kondisi bencana.; dan (l) Alur HVA terlampir. b) Hospital Safety Index (HSI). (1) Hospital Safety Index (HSI) merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk menilai suatu Rumah Sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan tetap beroperasi, berfungsi dan memberikan pelayanan dalam kondisi darurat dan/atau bencana. HSI membantu pengambil kebijakan untuk menentukan secara cepat tindakan yang diambil untuk meningkatkan keamanan dan kemampuan Rumah Sakit dalam merespon kondisi darurat dan/atau bencana dengan fokus kepada pencegahan, mitigasi, respon darurat dan pemulihan. (2) Penilaian menggunakan Hospital Safety Index (HSI) dibagi menjadi 4 (empat) bagian penilaian yaitu : (a) Bahaya yang berdampak pada keamanan Rumah Sakit dan peran Rumah Sakit dalam pengelolaan kondisi darurat dan/atau bencana. Pada aspek ini menilai secara cepat bahaya internal dan eksternal Rumah Sakit dan keadaan geoteknik tanah yang dapat mempengaruhi keamanan dan fungsi Rumah Sakit. Pada aspek ini juga mengidentifikasi risiko bencana alam yang mungkin terjadi pada geografis

22 layanan kesehatan, contohnya apakah memiliki risiko terjadi gempa bumi, gunung meletus atau bencana alam lainnya. (b) Keamanan Struktur Bangunan. Pada aspek ini Rumah Sakit akan dievaluasi bagaimana keamanan struktur fasilitas yang melibatkan penilaian dari jenis struktur, bahan, dan paparan sebelumnya terhadap bencana alam dan lainnya. Keamanan struktur bangunan dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu apakah Rumah Sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan terdampak bahaya dan kerentanan terhadap bencana. Penilaian kedua apakah struktur fasilitas berdampak atau rusak dan bagaimana kerusakan dapat diperbaiki. (c) Keamanan Non-Struktural. Kegagalan non-struktural biasanya tidak membahayakan stabilitas bangunan, tetapi bisa membahayakan orang dan isi bangunan. Pada aspek ini akan dilakukan evaluasi dan verifikasi stabilitas elemen non-struktural dan apakah peralatan dapat berfungsi selama dan setelah bencana. Analisis ini meliputi akses dan rute keluar dari Rumah Sakit, keamanan jaringan kritis seperti sistem air, listrik, komunikasi, sistem HVAC (Heating, Ventilation and Air-Conditioning), serta peralatan diagnostik dan perawatan medis. (d) Pengelolaan kondisi darurat dan/atau bencana. Aspek pengelolaan kondisi darurat dan/atau bencana, Rumah Sakit akan melakukan evaluasi kesiapan sumber daya manusia Rumah Sakit dalam merespon kondisi darurat dan/atau bencana. Hal ini dapat diketahui dari koordinasi tim Rencana Hospital Disaster Management, pusat komando bencana, respon dan rencana pemulihan Rumah Sakit, manajemen komunikasi dan informasi, ketersediaan SDM, logistik dan keuangan, layanan dan dukungan pasien, dekontaminasi, manajemen korban, keselamatan dan keamanan staf. c) Fire Safety Risk Assesment (FSRA). Rumah Sakit harus merencanakan dan menerapkan suatu program untuk pencegahan, penanggulangan bahaya kebakaran, serta penyediaan sarana jalan keluar yang aman sebagai respons terhadap kebakaran dan keadaan darurat lainnya. Rumah Sakit perlu melakukan penilaian risiko terjadinya kebakaran secara berkala. Penilaian risiko kebakaran harus mencakup identifikasi sumber potensi bahaya kebakaran berdasarkan setiap proses kerja yang mungkin dilakukan di Rumah Sakit, identifikasi orang yang berisiko untuk terkena bahaya, melakukan evaluasi, eliminasi, reduksi dan proteksi terhadap potensi risiko. Instrumen penilaian risiko kebakaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing Rumah Sakit. d) ICRA (Infection Control Risk Assessment). (1) PPI : ICRA HAIS. (2) PPI : ICRA Prosedur dan proses asuhan invasive. (3) PPI : ICRA pelayanan sterislitasi alat, pengelolaan

23 linen/laundry, pengelolan sampah, penyediaan makanan dan kamar jenazah. (4) Komponen program ICRA : (a) Kegagalan kegiatan pencegahan; (b) Kegiatan isolasi; (c) Exposure plans; (d) HAIs; (e) Kesehatan pekerja; (f) Lingkungan; (g) Antimicrobial stewardship; dan (h) Lainnya. 4) Analisis Risiko. Hasil penilaian risiko dilakukan analisis sehingga didapatkan informasi yang menjadi dasar Rumah Sakit dalam menentukan prioritas bahaya yang perlu segera dikendalikan, serta menentukan cara pengendalian terbaik untuk meminimalkan risiko. Informasi hasil analisis penilaian risiko juga dapat menghasilkan data yang digunakan untuk pengukuran kinerja, akreditasi fasilitas, peningkatan layanan dan penilaian kepatuhan terhadap peraturan. 5) Evaluasi Risiko. Langkah pertama dalam evaluasi risiko adalah menyusun rencana penanganan risiko. Beberapa hal yang masuk dalam rencana penanganan risiko yaitu hasil identifikasi dan penilaian risiko, penanggungjawabpenanganan risiko, dan rencana aksi untuk menguatkan peluang positif dan meminimalkan risiko yang tidak diinginkan. Berdasarkan rencana penanganan risiko kemudian disepakati upaya penanganan risiko, diantaranya sebagai berikut: a) Mitigasi, tindakan pencegahan awal untuk mencegah atau mengurangi peluang terjadinya risiko yang tidak diharapkan. b) Kontigensi, tindakan yang diambil dalam merespon pencetus terjadinya risiko sehingga dapat mengurangi dampak risiko yang tidak diinginkan. c) Transfer, tindakan menggeser/memindahkan risiko ke dalam tanggungjawab bagian lain. d) Menolak risiko, yaitu tindakan merubah proses kerja atau sistem kerja atau alat kerja sehingga hal tersebut tidak ada lagi dalam draft identifikasi risiko. e) Menerima risiko, yaitu kesadaran bahwa risiko tersebut merupakan bagian dari pekerjaan dan menerima konsekuansi yang ditimbulkan.

24 6) Penanganan Risiko. Mengidentifikasi pilihan penanganan risiko dan memilih penanganan terbaik. a) Monitoring dan review. Manajer yang ditunjuk untuk mengelola risiko harus memastikan setiap risiko yang berhasil diidentifikasi dalam pemantauannya. Monitoring risiko meliputi proses identifikasi, analisis, rencana pengendalian risiko, analisis ulang risiko yang masih tersisa, pemantauan pemicu terjadinya risiko, mereview hasil intervensi terhadap risiko. b) Komunikasi Risiko. Melaporkan hasil pemantauan risiko secara berkala untuk menyesuaikan setiap perubahan terkini. (1) Penetapan Konteks. Latar belakang, ruang lingkup, tujuan dan lingkungan pengendalian. (2) Identifikasi Risiko. Mengidentifikasi risiko, waktu, sebab dan proses terjadinya peristiwa risiko. (3) Analisa Risiko. Mencermati risiko dan tingkat pengendalian serta menilai risiko. (4) Evaluasi Risiko. Dilakukan untuk pengambilan keputusan mengenai penanganan risiko. (5) Penanganan Risiko. Mengidentifikasi opsi penanganan risiko dan memilih opsi terbaik. (6) Monitoring dan Review. Memastikan penanganan dan langkah-langkah lanjutan yang diperlukan. (7) Komunikasi dan Konsultasi. Dilakukan terus menerus dengan cara mengembangkan metode komunikasi. 7) Monitoring dan Review. Kepala Instalasi Kesling sebagai Manajer yang ditunjuk untuk mengelola risiko harus memastikan setiap risiko yang berhasil diidentifikasi dalam pemantauannya. Monitoring risiko meliputi proses identifikasi, analisis, rencana pengendalian risiko, analisis ulang risiko yang masih tersisa, pemantauan pemicu terjadinya risiko, mereview hasil intervensi terhadap risiko. 8) Komunikasi Risiko. Melaporkan hasil pemantauan risiko secara berkala kepada Komandan Bencana untuk menyesuaikan setiap perubahan terkini. b. Tahap Kontijensi. Kesiapsiagaan rumah sakit mencakup langkah-langkah berikut: 1) Menyediakan sarana komunikasi, dengan mempertimbangkan semua kemungkinan seperti hilangnya sambungan telepon rumah dan sirkuit seluler. 2) Menyediakan penyimpanan peralatan, persediaan, dan sumber daya khusus yang mungkin diperlukan berdasarkan analisis kerentanan bahaya lokal (local hazard kerentanan analysis/HVA). 3) Identifikasi prioritas dalam keempat fase siklus bencana.

25 4) Komitmen pra-bencana untuk proses penempatan pasien Watnap atau rujukan pasien ke fasilitas lain jika fasilitas rumah sakit sudah penuh atau kondisi pasien memerlukan penanganan lebih lanjut. 5) Rencanakan mobilisasi kemampuan lonjakan untuk merawat pasien yang sudah ada di rumah sakit serta korban bencana yang masuk. 6) Memberikan pelatihan dalam manajemen bencana non-medis dan medis. 7) Kesiapsiagaan juga harus mengantisipasi unsur-unsur yang dibutuhkan dalam situasi bencana yang sebenarnya, dan mencakup prosedur-prosedur ini: a) Lakukan tindakan pencegahan keamanan, termasuk penguncian rumah sakit jika perlu. b) Memobilisasi staf komando insiden ke pusat komando insiden yang telah ditentukan sebelumnya. c) Beri tahu personel yang bertugas dan tidak bertugas. d) Aktifkan rencana bencana rumah sakit. e) Siapkan area dekontaminasi, triase dan perawatan. 8) Mengaktifkan tim bencana rumah sakit yang telah diidentifikasi sebelumnya berdasarkan kapasitas fungsional. 9) Kembangkan rencana untuk memastikan kelayakan aliran pasien dari Instalasi Gawat Darurat (INSTALGADAR) ke Instalasi Watnap (IRNA). Ini termasuk menyediakan tempat tidur INSTALGADAR untuk pasien yang datang terlambat. Seringkali pasien dengan cidera ringan tiba di rumah sakit terlebih dahulu, meletakkan mereka ke area di luar unit gawat darurat untuk memungkinkan kedatangan pasien yang lebih kritis. 10) Evaluasi kebutuhan pasien di rumah sakit untuk menentukan apakah sumber daya tambahan dapat diperoleh untuk merawat mereka atau apakah mereka harus dipulangkan atau dipindahkan. 11) Periksa persediaan (misalnya, darah, cairan, obat-obatan) dan bahan lainnya (makanan, air, listrik, dan komunikasi) penting untuk mempertahankan operasi rumah sakit, sebaiknya minimal 72 jam. 12) Mendirikan pusat informasi publik dan memberikan pengarahan rutin kepada personel rumah sakit dan keluarga. c. Meningkatkan keilmuan (diseminasi dan re-edukasi/re-sertifikasi) 1) Dokter dipersyaratkan harus sertifikasi ATLS. 2) Perawat dipersyaratkan harus sertifikasi BTCLS. 3) Anggota tim pencarian dan penyelamatan (SAR) menerima pelatihan khusus mencakup personel berikut : a) Dokter Spesialis Bedah, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Dokter Umum yang telah mengikuti ACLS.

26 b) Personel Instalasi Kesling/K3, yang memiliki pengetahuan teknis spesialis penanganan bahan berbahaya, rekayasa struktural, operasi alat berat dan metodologi pencarian dan teknis penyelamatan. d. Nakes lain dan Non nakes dipersyaratkan harus sertifikasi BHD. e. Meningkatkan keterampilan dengan metode drill untuk seluruh personel. 1) Tabletop exercise : menggunakan skenario tertulis dan lisan untuk mengevaluasi efektivitas keseluruhan rencana bencana dan koordinasi fasilitas. 2) Field exercise practical drills : menggunakan orang dan peralatan nyata dan mungkin melibatkan departemen/organisasi rumah sakit tertentu. Latihan lapangan mungkin terbatas dalam ruang lingkup (yaitu, pengujian fasilitas dekontaminasi atau unit gawat darurat) atau melibatkan seluruh organisasi. Kesiapsiagaan bencana harus mencakup latihan praktis untuk memastikan besarnya masalah sistem yang sebenarnya. 3) Mass-casualty drills, mencakup tiga fase: persiapan, manajemen latihan, dan perawatan pasien. Selama fase persiapan, area fungsional tanggungjawab didefinisikan dengan jelas sehingga dapat dievaluasi secara objektif. Fase manajemen latihan melibatkan evaluasi objektif dari semua peran fungsional kunci di ICS. Fase perawatan pasien melibatkan evaluasi objektif dari kapasitas fungsional seperti triase dan resusitasi. f. Latihan/Simulasi merupakan sarana yang sangat baik dalam upaya penanggulangan bencana kegiatan latihan harus selalu diadakan setahun sekali dan meliputi seluruh karyawan yang bekerja di rumah sakit. Pelatihan yang harus diadakan adalah : 1) Geladi Bencana (sebagai sarana untuk Uji Doktrin/Uji Regulasi), terdiri dari : a) Geladi posko. b) Geladi peta/simulasi. (1) Peta RSPAD Gatot Soebroto. (2) Alur pelayanan. c) Geladi lapangan. Kelengkapan geladi, meliputi : (1) Surat Perintah; (2) Rencana Garis Besar; (3) Rencana Latihan; (4) Rencana Lapangan; dan (5) Laporan Kegiatan.

27 2) Pelatihan Kebakaran. Seluruh karyawan rumah sakit harus bersedia dan aktif mengikuti pelatihan kebakaran yang bekerja sama dengan Dinas Kebakaran dengan adanya pelatihan ini diharapkan siap mengantisipasi dan mencegah terjadinya kebakaran yang besar agar tidak timbul kerugian atau korban yang lebih besar. 3) Pelatihan evakuasi. Pelatihan evakuasi juga harus dilakukan setahun sekali seperti pelatihan kebakaran, dalam pelatihan ini para karyawan baik medis maupun non medis akan diberikan pengetahuan dan praktek mengenai teknik-teknik evaluasi dan prosedur evakuasi yang harus dilakukan. g. Persiapan Tim HDP. Ketika informasi tentang terjadinya suatu bencana baik internal maupun internal diterima oleh Pimpinan RSPAD Gatot Soebroto, maka di bawah kendali Ketua Tim HDP/Komandan Bencana, masing-masing penanggungjawab saling berkoordinasi dan berinteraksi melaksanakan kegiatan sebagai berikut : 1) Ketua Tim HDP/Komandan Bencana melaksanakan : a) Pembagian tugas dan tanggungjawab dalam penanganan manajemen bencana di RSPAD Gatot Soebroto; dan b) Memberikan pengarahan awal kepada seluruh anggota Tim yang terlibat dalam kegiatan penanganan yang akan dilaksanakan. 2) Penasehat memberikan saran masukan tentang pelaksanaan manajemen bencana yang efektif dan efisien serta fokus pada keselamatan pasien. 3) Para Ketua Bidang memimpin penyusunan pembuatan kalender kegiatan yang meliputi semua kegiatan yang akan dilaksnakan oleh semua pihak yang terlibat, disesuaikan dengan kondisi dan sarana prasarana yang ada. 4) Seluruh anggota Tim HDP menyiapkan kebutuhan yang diperlukan untuk penanganan manajemen bencana : a) Penyiapan materiil dan fasilitas pendukungnya; b) Penyiapan administrasi pelayanan/dukungan; c) Penyiapan referensi kebutuhan peranti lunak (sesuai kebutuhan); d) Kebijakan, pedoman, panduan, program kerja dan SPO; dan e) Referensi lain yang diperlukan. h. Persiapan : internal dan eksternal disaster, CBRN dan Non CBRN. 1) Internal Disaster. a) MCI (<21). (1) Persiapan SDM. (2) Kesiapan fasilitas (sarana dan prasarana) : titik kumpul.

28 b) MCE (>21) (1) Persiapan SDM. (2) Kesiapan fasilitas (sarana dan prasarana) : titik kumpul. 2) Eksternal Disaster. a) MCI (<21). (1) Persiapan SDM. (2) Kesiapan fasilitas (sarana dan prasarana) : titik kumpul. b) MCE (>21). (1) Persiapan SDM. (2) Kesiapan fasilitas (sarana dan prasarana) : titik kumpul. 3) CBRN. a) Persiapan SDM. b) Kesiapan fasilitas (sarana dan prasarana) : titik kumpul. c) Dekontaminasi. 4) Non CBRN. a) Persiapan SDM. b) Kesiapan fasilitas (sarana dan prasarana) : titik kumpul. i. Response. 1) Pre hospital. 2) Evakuasi. a) Jalur evakuasi. b) Koordinasi dengan stakeholder, yaitu : Dishub, Kepolisian dan Kodim. c) Koordinasi dengan unit terkait. 3) In hospital. a) Triase : sesuai klasifikasi warna. b) Atasi emergensi : ABC. c) Penanganan pasien sesuai dengan kasus : DPJP terkait.

29 d) Penanganan bencana : (a) CBRN. i. Chemical; ii. Asam kuat; iii. Basa kuat; iv. Liquid dan non liquid; v. Biologi; vi. Radiasi; dan vii. Nuklir. (b) Non CBRN. i. Bencana alam. ii. Non bencana alam/terorisme. (c) Non CBRN di era Pandemi. j. Recovery. 1) Post Traumatic Stress Disorder. 2) Dukungan Psikiatri, Psikolog dan Tokoh Agama. k. Dalam menangani korban bencana di RSPAD Gatot Soebroto, diperlukan banyak jenis pekerjaan, setidaknya ada 21 jenis pengelolaan yang harus dilakukan : 1) Penilaian korban, merupakan tanggungjawab Tim INSTALGADAR. 2) Penanganan korban, merupakan tanggungjawab Case Manager. 3) Pengelolaan barang milik korban, tanggungjawab Kepala Ruangan. 4) Pengosongan ruangan dan pemindahan pasien, menjadi tanggungjawab Kepala Instalasi. 5) Pengelolaan makanan pasien dan petugas, menjadi tanggungjawab Kepala Instalasi Gizi. 6) Pengelolaan SDM RS, menjadi tanggungjawab Kepala Bidang Personalia. 7) Pengendalian korban bencana dan pengunjung, menjadi tanggungjawab Kepala Bidang Pengamanan. 8) Koordinasi dengan Instansi lain, menjadi tanggungjawab Direktur Umum.

30 9) Pengelolaan obat dan bahan habis pakai, menjadi tanggungjawab Kepala Instalasi Farmasi. 10) Pengelolaan relawan, menjadi tanggungjawab Kepala Bidang Personalia, Kabiddok, Kabidwat dan Kabidnakes Lain. 11) Pengelolaan kesehatan lingkungan, menjadi tanggungjawab Kepala Instalasi Kesling. 12) Pengelolaan bantuan/donasi, menjadi tanggungjawab Direktur Umum untuk logistik umum dan Direktur Penunjang Medis untuk logistik alat dan perbekalan kesehatan. 13) Pengelolaan listrik, telepon dan air, menjadi tanggungjawab Kepala Instalasi Sarpras. 14) Pengelolaan keamanan, menjadi tanggungjawab Kepala Bidang Pengamanan. 15) Pengelolaan Informasi, menjadi tanggungjawab Kanitpen/PKRS. 16) Jumpa pers, menjadi tanggungjawab Ketua Hospital Disaster Plan. 17) Pengelolaan media massa, menjadi tanggungjawab bagian Kanitpen/PKRS. 18) Pengelolaan rekam medis, menjadi tanggungjawab kepala Instalasi Rekam Medis & Infokes. 19) Identifikasi korban, menjadi tanggungjawab Kepala Unit Forensik. 20) Pengelolaan tamu/kunjungan, menjadi tanggungjawab Ketua Hospital Disaster Plan. 21) Pengelolaan jenazah, menjadi tanggungjawab Kepala Kanit Forensik. 22) Evakuasi korban keluar RS, menjadi tanggungjawab Kepala Instalasi Instalgadar. l. Pos Kegiatan. Setidaknya disediakan 7 pos (termasuk pos komando) sebagai berikut : 1) Pos Komando, dengan fasilitas telepon, komputer, peta area berkumpul, peta ruangan perawatan, peta fasilitas kesehatan lain, peta area hazard di RS, white board, meja pertemuan, radio komunikasi, emergency kit medis dan non medis. Pusat Komando Pengendalian dan Operasional di Lantai 2 Gedung Prof. Dr. Satrio RSPAD Gatot Soebroto. 2) Pos Informasi, tersedia semua data korban, data kebutuhan relawan, data perencanaan kebutuhan obat, alat medis, non medis, barang habis pakai medis dan non medis, data donatur, data gedung. Fasilitas yang harus ada telepon, komputer, internet dan papan informasi. Pusat Data dan Informasi di Lantai 5 Gedung Prof. Dr. Satrio RSPAD Gatot Soebroto/Posko Watnap Lantai 1 Paviliun Darmawan RSPAD Gatot Soebroto.

31 3) Pos Logistik dan Donasi, sebagai tempat penerimaan, penyimpanan semetara barang-barang bantuan/sumbangan. Fasilitas komputer, buku catatan. Pusat Logistik dan Donasi bertempat di Bagian Logistik, Instalasi Farmasi dan Instalasi Gizi RSPAD Gatot Soebroto. 4) Pos penanganan jenazah, untuk penampungan, penyimpanan korban meninggal atau bagian tubuh, identifikasi jenazah, penyimpanan barang bukti. Fasilitas komputer, telepon, radio komunikasi, papan informasi, X- Ray mobile, lemari pendingin mayat. Pos penanganan jenazah bertempat di Unit Forensik RSPAD Gatot Soebroto. 5) Pos Relawan, tempat pendaftaran dan pengaturan tenaga relawan serta tempat informasi relawan. Fasilitas komputer, telepon, internet, radio komunikasi, buku catatan. Bertempat di Bidang Personalia RSPAD Gatot Soebroto. 6) Pos Restory dan family link, tempat informasi dan penelusuran korban oleh keluarga, tempat korespondensi dengan keluarga korban. Fasilitas komputer, telepon, internet, radio komunikasi dan buku pencatatan. Bertempat di Puskodalopskes Lantai 2 Gedung Prof. Dr. Satrio RSPAD Gatot Soebroto. 7) Pos pengolahan data, tempat penerimaan dan pengolahan data yang terkait dengan penanganan bencana. Fasilitas telepon,komputer, internet, radio komunikasi. Pusat Data dan Informasi bertempat di Ruang Informasi dan Pengolahan Data (Infolahta) Lantai 5 Gedung Prof. Dr. Satrio RSPAD Gatot Soebroto. m. Pelaksanaan Operasional. Dalam pelaksanaan diperlukan beberapa sistem yang pendukung operasionalisasi tim penanggulangan bencana RS, yaitu sistem peringatan dini (alert system), sistem pengerahan dan aktifasi sumber daya (SDM, fasilitas), sistem ekstensi area penanganan korban, sistem rujukan. Alur kegiatan yang dilaksanakan dalam situasi bencana adalah : 1) Aktivasi sistem penanganan bencana rumah sakit. 2) Mobilisasi tim medis. 3) Mobilisasi tim manajemen. 4) Aktivasi pos komando (briefing seluruh anggota Tim). 5) Penggunaan media komunikasi yang ada. 6) Setiap orang mengambil peran tanggungjawab sesuai jabatan dalam tim. 7) Memberikan informasi yang terkini yang telah disetujui oleh Kepala RSPAD Gatot Soebroto. 8) Deaktivasi sistem penanganan bencana. 13. Tahap Pelaksanaan. a. Pencarian dan Penyelamatan Korban Bencana (Pra Hospital). Banyak bencana, baik alam maupun buatan manusia, melibatkan banyak korban dalam struktur bangunan yang runtuh. Sistem layanan medis darurat lokal (EMS) juga memiliki aset pencarian dan penyelamatan sebagai bagian dari tim

32 mereka dan sering menggunakan aset penyelamat sebagai bagian dari tim mereka dan sering menggunakan personel rumah sakit untuk membantu resusitasi dan amputasi di lapangan. b. Triase Korban Bencana. 1) Triase adalah salah satu aspek yang paling penting dan menantang secara psikologis dari respons medis bencana, baik selama fase prahospital dan rumah sakit tanggap bencana. Hal ini terutama berlaku untuk bencana yang terjadi di lingkungan yang keras di mana sumber daya dan aset evakuasi terbatas. 2) Triase adalah proses pengambilan keputusan yang dinamis dan berlebihan untuk mencocokkan kebutuhan pasien dengan sumber daya yang tersedia. Triase terjadi pada berbagai tingkat ketika pasien pindah dari tempat bencana ke perawatan medis definitif. a) Triase Medis Lapangan Level 1. Triase medis lapangan melibatkan dengan cepat mengkategorikan korban bencana yang berpotensi membutuhkan perawatan medis segera \"di mana mereka berbohong\" atau di pusat pengumpulan korban. Pasien ditetapkan sebagai akut (non-Watlan) atau non-akut (Watlan) kode warna dapat digunakan. b) Triase Medis Lapangan Level 2. Triase medis lapangan level 2 adalah tindakan pemilihan korban sesuai tingkat kegawatannya untuk diberikan label tertentu dan kemudian dikelompokkan agar mendapatkan pertolongan/penanganan sesuai dengan kebutuhan. Korban akan terbagi dalam empat kondisi, sebagai berikut : (1) Label hijau. Korban yang tak memerlukan pengobatan segera atau pemberian pengobatan dapat ditunda, mencakup korban dengan : (a) Fraktur minor. (b) Luka minor dan luka bakar minor. (2) Label kuning. Korban dengan cidera sedang yang perlu mendapatkan perawatan khusus dan tidak dapat dipulangkan, sehingga harus dirawat di rumah sakit atau dirujuk ke rumah sakit lain, termasuk dalam kategori ini : (a) Korban dengan resiko syok (korban gangguan jantung, trauma abdomen berat); (b) Fraktur multipel; (c) Fraktur femur/pelvis; (d) Luka bakar luas; dan (e) Gangguan kesadaran/trauma kepala. (3) Label merah. Korban dengan cidera berat yang memerlukan observasi ketat dan penanganan segera, kalau perlu tindakan operasi. Dengan kemungkinan harapan hidup yang masih besar dan memerlukan perawatan rumah sakit atau rujuk ke rumah sakit lain, termasuk dalam kategori ini :

33 (a) Syok oleh berbagai kausa; (b) Gangguan pernafasan; (c) Trauma kepala dengan pupil anisokor; dan (d) Perdarahan eksternal masif. (4) Label hitam. Korban yang sudah meninggal dunia. Ditempatkan di ruang mortuari (ruang jenazah). c) Triase Evakuasi Level 3. (1) Triase evakuasi memberikan prioritas kepada korban bencana untuk dipindahkan ke fasilitas medis. Tujuannya adalah evakuasi yang tepat (melalui darat atau udara) korban sesuai dengan tingkat keparahan cidera, kemungkinan bertahan hidup, dan sumber daya yang tersedia. (2) Kategori triase, kategori hamil atau paliatif, unik untuk peristiwa korban massal. Pasien diklasifikasikan sebagai \"expectant\" jika mereka tidak diharapkan untuk bertahan hidup karena tingkat keparahan cidera (cidera hancur besar atau luka bakar permukaan tubuh yang luas) atau penyakit yang mendasari dan/atau sumber daya yang terbatas. (3) Secara tradisional kategori korban bencana ini telah diklasifikasikan sebagai kuning atau tertunda. Saat ini sebagian besar sistem EMS dan rumah sakit mengklasifikasikan pasien hamil sebagai kategori triase terpisah dengan penunjukan warna yang berbeda dan mengelola perawatan paliatif. Klasifikasi kategori calon korban bencana tetap kontroversial dan harus diputuskan pada saat disaster. (4) Kesalahan triase, dalam bentuk over-triase dan under- triage, selalu hadir dalam kekacauan bencana. Over-triage terjadi ketika pasien non-kritis tanpa cidera yang mengancam jiwa ditugaskan untuk perawatan mendesak segera. Semakin tinggi kejadian pasien yang terlalu banyak dicoba, semakin banyak sistem medis kewalahan. Di bawah triase terjadi ketika pasien yang terluka parah yang membutuhkan perawatan medis segera ditugaskan ke kategori tertunda. Di bawah triase menyebabkan keterlambatan dalam perawatan medis karena peningkatan morbiditas. c. Metode pengaktifan kode jika terjadi bencana di RSPAD Gatot Soebroto. 1) Tim Penanggulangan Bencana berlaku sebagai organisasi keadaan “Siaga” setelah RSPAD Gatot Soebroto dinyatakan dalam keadaan “SIAGA”, selanjutnya seluruh petugas yang telah ditentukan langsung dan segera bertugas dilokasi tugasnya masing-masing. 2) Susunan Keanggotaan Tim Penanggulangan Bencana RSPAD Gatot Soebroto sesuai dengan fungsi dan peran masing-masing. Seluruh kegiatan penanggulangan bencana dibawah koordinasi Ketua Tim Penanggulangan Bencana/Komandan Bencana RSPAD Gatot Soebroto yang bertanggungjawab kepada Kepala RSPAD Gatot Soebroto.

34 3) Dalam mengantisipasi kejadian bencana diluar jam kerja, maka juga ditetapkan Tim Penanggulangan Bencana Sementara yang Personelnya terdiri dari petugas jaga RSPAD Gatot Soebroto dengan pusat kegiatan berada di Instalgadar, sampai Tim Penanggulangan Bencana RSPAD Gatot Soebroto siap ditempat. 4) Pada kondisi SIAGA, RSPAD Gatot Soebroto menghadapi keadaan dimana pada waktu yang bersamaan korban datang ke rumah sakit dalam jumlah yang besar sehingga memerlukan penanggulangan khusus, yang dapat terjadi di dalam maupun di luar jam kerja. Pesan siaga dari pusat komunikasi disampaikan langsung kepada Instalgadar (melalui telpon). Informasi diterima langsung oleh perawat atau dokter jaga, kemudian berkoordinasi dengan Kepala Instalgadar, Direktur Pelayanan Kesehatan dan Kepala Rumah Sakit, sehingga keputusan mengaktifkan rencana penatalaksanaan korban bencana massal di rumah sakit (Hospital Disaster Plan) akan segera dibuat. Setelah itu operator akan memanggil/memobilisasi tenaga profesional/anggota Tim Penanggulangan Bencana yang tercantum dalam daftar. 5) Sesuai kondisi dan kemampuan RSPAD Gatot Soebroto, maka kondisi SIAGA dibagi menjadi 3 (tiga) tingkat sebagai berikut : a) Siaga III (Tiga) : Jumlah korban 25 sampai 50 orang. Keadaan dimana korban dengan jumlah melebihi kemampuan pelayanan Instalgadar RSPAD Gatot Soebroto sehingga harus dibantu dengan memobilisasi petugas dari unit kerja lain, tetapi masih terbatas di dalam lingkungan rumah sakit. Adapun pekerjaan rutin sebagian terpaksa ditunda, tetapi sebagian lagi masih dapat dilakukan tanpa terganggu. b) Siaga II (dua) : Jumlah korban 50 orang sampai 100 orang. Keadaan dimana korban dalam jumlah melebihi kemampuan pelayanan Instalgadar RSPAD Gatot Soebroto, sehingga harus memobilisasi sebagian besar petugas rumah sakit termasuk karyawan yang sedang tidak bertugas. Pada situasi ini seluruh kegiatan rutin RS dihentikan, kecuali pelayanan terhadap pasien Watnap. c) Siaga I (Satu) : Jumlah korban lebih dari 100 orang. Keadaan dimana korban dalam jumlah melebihi kemampuan Instalgadar RSPAD Gatot Soebroto, sehingga harus melibatkan sarana rumah sakit lainnya. Artinya keadaan bencana sudah harus dilaporkan kepada BPBD DKI Jakarta, dimana koordinasi penanggulangan korban akan diambil alih oleh BPBD DKI Jakarta. 6) Pengerahan Petugas. Setelah sistem diaktivasi, maka semua petugas yang ditunjuk sebagai penanggungjawabkegiatan bencana di luar jam kerja adalah penanggungjawab sementara, sampai penanggungjawab sesungguhnya atau staf yang ditunjuk tiba di lokasi. a) Mobilisasi Internal Petugas Rumah Sakit. Petugas Instalgadar yang diberangkatkan ke lokasi kecelakaan harus segera digantikan dengan petugas dari keperawatan lain. Petugas dari bagian lain juga harus membantu mempersiapkan ruangan yang akan dipergunakan untuk menampung korban kecelakaan massal tersebut.

35 b) Mobilisasi Sentripetal Petugas Rumah Sakit. Bantuan harus diberikan kepada unit-unit utama dalam penanggulangan kecelakaan massal di Rumah Sakit, yaitu : (1) Instalgadar; (2) Ruang Perawatan Bedah; (3) Instalasi Kamar Operasi; (4) Laboratorium; (5) Radiologi; (6) Unit Perawatan Intensif; dan (7) Petugas-petugas lain, seperti : (a) Kepala Bidang; (b) Seksi/Urusan; (c) Petugas Gizi; (d) Petugas Laundry; (e) Petugas Cleaning Service; (f) Petugas Keamanan; dan (g) Operator Telpon. Untuk meningkatkan efisiensi, pemberian bantuan ini harus direncanakan secara seksama dan dengan penekanan untuk melakukan pergantian yang cepat petugas yang bertugas di lokasi yang paling terekspos/paling sibuk (Instalgadar dan Kamar Operasi). (8) Hal ini akan mencegah tidak tergantikannya petugas pada unit-unit tersebut selama penanganan kecelakaan massal dan memperlancar pengembalian petugas ke pekerjaan rutin setelah bekerja di unit penanganan kecelakaan massal. d. Kegiatan saat aktivasi bencana. 1) Pos Komando di Rumah Sakit. Rumah Sakit menyediakan satu ruangan yang akan difungsikan sebagai Pos Komando selama bencana massal terjadi yaitu di Ruang Puskodalopskes Lantai 2 Gedung Prof. Dr. Satrio RSPAD Gatot Soebroto. Ruangan ini sudah dilengkapi dengan sarana video conference, internet dan telpon. Ruangan ini dipilih karena mudah ditemukan/dicapai, dan cukup untuk menampung hingga lebih dari 10 orang petugas. Tim inti dari Pos Komando di RSPAD Gatot Soebroto ini beranggotakan : a) Kepala RSPAD Gatot Soebroto; b) Ketua Tim HDP RSPAD Gatot Soebroto;

36 c) Wakil Ketua Tim HDP RSPAD Gatot Soebroto; d) Koordinator Bidang Manajemen Fasilitas dan Keselamatan; e) Koordinator Bidang Manajemen SDM; f) Koordinator Bidang Manajemen Logistik; g) Koordinator Bidang Manajemen Bencana; h) Sekretaris Tim HDP RSPAD Gatot Soebroto; i) Kanitpen/PKRS RSPAD Gatot Soebroto; dan j) Kanit Manajemen Mutu dan Risiko RSPAD Gatot Soebroto. 2) Pimpinan Siaga : a) Didalam jam kerja : Kepala Instalgadar. b) Diluar jam kerja : Dokter jaga Instalgadar. c) Keadaan siaga penanggulangan bencana langsung dikendalikan oleh Ketua Pelaksana Tim Penanggulangan Bencana RS luar jam kerja di bantu oleh staf yang ditunjuk untuk itu, Pimpinan sementara dikendalikan oleh Dokter jaga Instalgadar sampai Ketua Pelaksana atau staf yang ditunjuk tiba di rumah sakit. d) Tugas : (1) Menentukan tingkat bencana. (2) Memimpin koordinasi segenap unsur yang terlibat. (3) Memberikan informasi kepada aparat yang berwenang. (4) Penyampaian informasi resmi yang berkaitan dengan pelaksanaan penanggulangan bencana diberikan oleh Direksi diruang pertemuan direksi (Briefing dan debriefing). 3) Pimpinan Unsur Pelayanan Medis : a) Didalam jam kerja : Direktur Pelayanan Kesehatan. b) Diluar jam kerja : Dokter Jaga Instalgadar. c) Tugas : Memimpin segala unsur medis dalam penanggulangan korban, yang terdiri dari para dokter dan semua petugas penunjang medik. 4) PenanggungjawabMobilisasi Tenaga Medis : a) Didalam jam kerja : Kepala Bidang Kedokteran. b) Diluar jam kerja : Dokter Jaga Instalgadar.

37 c) Tugas : (1) Menyediakan tenaga medis sesuai kebutuhan tingkat siaga dan kasus, agar tercukupi dalam jumlah setiap jenis spesialisasinya. Mengatur penambahan/penarikan atau penempatan tenaga medis agar dengan jumlah tenaga yang ada korban tetap dapat tertangani. (2) Mengumpulkan dan mencatat rekapitulasi data yang ditangani di RSPAD Gatot Soebroto. (3) Memberikan informasi kepada korban dan atau keluarga untuk memberikan ketenangan. (4) Mempersiapkan data lengkap yang dibutuhkan Kepala RSPAD Gatot Soebroto untuk disampaikan kepada pihak yang bewenang. 5) Penanggungjawab Triase : a) Didalam jam kerja : Kainstal Gadar. b) Diluar jam kerja : Dokter Jaga Instalgadar. c) Lokasi : Ruang Triase Instalgadar. d) Tugas. (1) Melaksanakan Triase Korban. (2) Evaluasi lengkap data/administrasi setelah selesai keadaan siaga. 6) Penanggungjawab Ruang Label Hijau : a) Didalam jam kerja : Dokter jaga ruangan. b) Diluar jam kerja : PJ Shift Perawat Instalgadar. c) Lokasi : Ruang ekstensi. d) Tugas : (1) Pemeriksaan ulang menentukan tingkat triase korban. (2) Memberikan pelayanan kesehatan yang diperlukan. (3) Mencatat identitas korban. (4) Evaluasi lengkap data/administrasi setelah selesai keadaan siaga. 7) Penanggungjawab Ruang Label Kuning : a) Didalam jam kerja : Dokter jaga Instalgadar. b) Diluar jam kerja : Perawat Jaga Instalgadar.

38 c) Lokasi : Ruang Tindakan Instalgadar. d) Tugas : (1) Pemeriksaan ulang menentukan tingkat triase korban. (2) Memberikan pelayanan kesehatan yang diperlukan (perawatan luka, penjahitan luka dan lain-lain sesuai kebutuhan). (3) Mencatat identitas korban. (4) Evaluasi lengkap data/administrasi setelah selesai keadaan siaga. 8) Penanggungjawab Ruang Label Merah : a) Didalam jam kerja : Dokter Jaga ICU. b) Diluar jam kerja : PJ Shift perawat Instalgadar. c) Lokasi : Ruang Instalgadar. d) Tugas : (1) Seleksi ulang triase. (2) Memberikan pelayanan kesehatan bagi korban. (3) Menentukan korban yang memerlukan perawatan di rumah sakit kita atau transfer ke rumah sakit lain, setelah kondisi pasien relatif stabil. (4) Menentukan korban yang memerlukan tindakan operasi. (5) Mencatat semua identitas korban. (6) Evaluasi lengkap data/administrasi setelah selesai keadaan siaga. 9) Penanggungjawab Kamar Operasi : a) Didalam jam kerja : Kainstal Kamar Operasi. b) Diluar jam kerja : PJ shift jaga IKO. c) Tugas : (1) Mempersiapkan kamar operasi jika diperlukan dengan mengatur jadwal operasi. (2) Mempersiapkan tenaga perawat kamar operasi. (3) Mempersiapkan alat kesehatan kamar operasi untuk siap digunakan. (4) Evaluasi lengkap data/administrasi setelah selesai keadaan siaga.

39 (5) Mencatat Identitas korban. 10) Penanggungjawab Farmasi : a) Didalam jam kerja : Kainstal Farmasi. b) Diluar jam kerja : PJ Shift Asisten Apoteker Jaga. c) Tugas : (1) Melayani segala kebutuhan obat dan alat kesehatan semua unit kerja. (2) Evaluasi lengkap data/administrasi setelah selesai keadaan siaga. (3) Mencatat identitas korban. 11) Penanggungjawab Radiologi : a) Didalam jam kerja : Kainstal Radiologi. b) Diluar jam kerja : PJ Shift Radiografer Jaga. c) Tugas : 1) Memberikan pelayanan kesehatan bagi korban yang terkait dengan pemeriksaan radiologi. 2) Mencatat semua identitas korban. 3) Evaluasi lengkap data/administrasi setelah selesai keadaan siaga. 12) Penanggungjawab Laboratorium : a) Didalam jam kerja : Kainstal Patologi Klinik. b) Diluar jam kerja : PJ Shift jaga Laboratorium. c) Tugas : 1) Mempersiapkan unit Laboratorium untuk pelayanan korban dengan mengatur jadwal kegiatan yang sudah ada. 2) Evaluasi lengkap data/administrasi setelah selesai kegiatan siaga. 3) Mencatat semua identitas korban. 13) Pimpinan Unsur Pelayanan Keperawatan : a) Didalam jam kerja : Kepala Bidang Keperawatan. b) Diluar jam kerja : Duty Manager /perawat supervisi. c) Tugas : Koordinasi semua unsur keperawatan dalam penanggulangan bencana.

40 14) Penanggungjawab Mobilisasi Tenaga Keperawatan : a) Didalam jam kerja : Kepala Bidang keperawatan. b) Diluar jam kerja : Duty Manager / perawat supervisi. c) Tugas : Mobilisasi tenaga perawat dari seluruh ruangan sesuai dengan kebutuhan dan tingkat keterampilan untuk ditempatkan sesuai dengan ruang label. 15) Penanggungjawab Ruang Perawatan : a) Didalam jam kerja : Kepala Ruangan. b) Diluar jam kerja : Duty Manager/perawat supervisi. c) Tugas : (1) Mempersiapkan ruang perawatan bagi korban yang harus dirawat. (2) Berkoordinasi dengan Diryankes rumah sakit untuk mempersiapkan dan mendistribusikan seluruh linen dan gizi (makanan), sesuai dengan kebutuhan tiap ruangan. 16) Penanganan Unsur Pelayanan Administrasi : a) Didalam jam kerja : Direktur Umum. b) Diluar jam kerja : Manager On Duty (MOD). c) Tugas : Koordinasi semua unsur pelayanan administrasi. 17) Penanggungjawab Mobilisasi Tenaga Cadangan Non Medis : a) Didalam jam kerja : Kabidnakes Lain. b) Diluar jam kerja : Duty Manager. c) Tugas : Mobilisasi tenaga non medis yang berada di lingkungan rumah sakit untuk siap dan kemudian ditempatkan sesuai dengan kebutuhan. 18) Penanggungjawab Keamanan : a) Didalam jam kerja : Kabidpamopster Sdirum RSPAD Gatot Soebroto. b) Diluar jam kerja : Komandan satpam/regu. c) Tugas : (1) Mengatur kelancaran kendaraan keluar masuk membawa korban. (2) Mengatur area parkir sehingga tidak mengganggu arus kendaraan yang membawa korban dan atau saat evakuasi.

41 (3) Menjaga keamanan dan ketertiban seluruh area korban. 19) Penanggungjawab Pemeliharaan Sarana : a) Didalam jam kerja : Kainstal Sarpras. b) Diluar jam kerja : Teknisi Jaga Instalasi Sarpras. c) Tugas : (1) Menjamin aliran listrik tetap tesedia selama kondisi siaga. (2) Menjaga aliran gas medik tetap tersedia dan lancar. 20) Penanggungjawab Transportasi : a) Didalam jam kerja : Kabagurdal. b) Diluar jam kerja : Duty manajer (MOD). c) Tugas : Mempersiapkan semua ambulan dan kendaraan angkutan lainnya agar dapat dipergunakan setiap waktu untuk antar jemput korban dan tenaga medis/perawat dan lain–lain. 21) Penanggungjawab Konsumsi : a) Didalam jam kerja : Kainstal Gizi RSPAD Gatot Soebroto. b) Diluar jam kerja : Komandan Regu jaga Gizi. c) Tugas : (1) Berkoordinasi dengan Ruang Perawatan untuk menyiapkan dapur dalam penyediaan makanan bagi korban di ruang perawatan, sesuai kondisi korban. (2) Berkoordinasi dengan semua penanggungjawab tim bencana untuk menyiapkan makanan bagi tenaga rumah sakit yang bertugas selama siaga. 22) Penanggungjawab Keuangan : a) Didalam jam kerja : Kabidrenproggar. b) Diluar jam kerja : Petugas Kasir. c) Tugas : Pendataan lengkap semua biaya yang dikeluarkan untuk penanggulangan bencana. e. Manajemen Darurat Radiasi. Efek medis dari radiasi termasuk kerusakan jaringan fokus dan nekrosis, sindrom radiasi akut (ARS) dan efek jangka panjang yang dapat bertahan selama berminggu-minggu hingga beberapa dekade, seperti kanker tiroid, leukimia dan katarak. Prinsip-prinsip manajemen darurat korban radiasi meliputi: 1) Patuhi prinsip triase trauma konvensional, karena efek radiasi tertunda.

42 2) Melakukan dekontaminasi sebelum, selama, atau setelah stabilisasi awal, tergantung pada cedera keparahan. 3) Kenali bahwa detektor radiasi memiliki keterbatasan khusus, dan detektor manusia hanya mengukur radiasi beta dan gamma. 4) Operasi darurat dan penutupan luka bedah harus dilakukan pada awal korban paparan radiasi. 5) Reaktor nuklir mengandung campuran spesifik unsur radioaktif. Tablet yodium hanya efektif terhadap efek yodium radioaktif pada tiroid. f. Evakuasi. 1) Bencana yang terjadi didalam rumah sakit terbagi menjadi dua yaitu: a) Bencana yang tidak memerlukan evakuasi. Penanganan korban bencana yang terjadi di dalam Rumah Sakit tetap melalui proses triase dengan sistem penanganan yang sama seperti pada penanganan korban yang datang dari luar RS. b) Bencana yang memerlukan evakuasi. Apabila bencana yang terjadi di dalam RSPAD Gatot Soebroto dapat menyebabkan kerusakan bangunan serta mengancam keselamatan semua orang yang berada di RSPAD Gatot Soebroto, maka harus segera dilakukan evakuasi. 2) Evakuasi sering diperlukan dalam bencana, baik di lokasi bencana dan untuk memfasilitasi pemindahan pasien ke rumah sakit lain. Penyedia perawatan akut, selain pengetahuan medis mereka, harus menyadari perubahan fisiologis karena lingkungan hipobarik dan penurunan tekanan parsial oksigen yang dapat terjadi selama evakuasi udara. 3) Evakuasi adalah proses pemindahan korban dari lokasi kejadian ke tempat lain yang aman atau untuk mendapat pertolongan medis yang lebih baik atau lebih lengkap. Korban dapat merupakan pasien RSPAD Gatot Soebroto, tetapi dapat pula merupakan karyawan yang bekerja di RSPAD Gatot Soebroto atau pengunjung RSPAD Gatot Soebroto. Alasan Evakuasi : a) Untuk memindahkan pasien atau staf dari tempat dimana bahaya mengancam. b) Untuk mempersiapkan tempat tidur bagi korban kecelakaan yang memerlukannya. Pelaksanaan dari penanganan bencana internal : a) Pasien harus segera dipindahkan dari tempat yang berbahaya ke tempat yang aman. b) Keputusan seberapa luas rencana dilakukan akan ditentukan oleh petugas yang berwenang. c) Pendataan/pengabsenan akan dilaksanakan sebelum, selama dan sesudah evakuasi jika memungkinkan.

43 Anggota Tim Evakuasi : a) Petugas perawat jaga di semua ruang perawatan. b) Staf SDM/Kepegawaian dibantu oleh semua staf administrasi (diluar jam kerja semua staf administrasi yang tugas jaga). 4) Prosedur Evakuasi pada Penanganan Bencana : a) Perawat jaga ruangan mendengar pemberitahuan adanya bencana dan perintah evakuasi dari Pimpinan siaga. b) Dalam kondisi kebakaran atau bencana internal lain, semua pasien atau staf rumah sakit harus segera dipindahkan ketempat lain yang aman di rumah sakit atau dikeluarkan dari rumah sakit. c) Pemindahan pertama dilakukan ke tempat yang aman dalam lantai yang sama (evakuasi horizontal), lalu jika area tersebut dianggap tidak lagi aman, dilakukan pemindahan kelantai bawahnya atau dikeluarkan dari gedung (evakuasi vertikal). d) Pemindahan harus secara sistematis dengan memindahkan pasien dan staf yang lebih dekat dengan area yang berbahaya terlebih dahulu. e) Setiap bagian dalam gedung harus diberi tanda. Pastikan pintu yang menghubungkan dengan area yang terbakar selalu tertutup rapat (tahan api dan kedap asap) sewaktu pindah dari satu bagian ke bagian yang lain. f) Jangan mencoba untuk evakuasi dari gedung “saat” terjadinya bencana gempa. g. Dekontaminasi. 1) Dekontaminasi adalah pemindahan bahan berbahaya dari orang atau peralatan yang terkontaminasi tanpa lebih mencemari pasien dan lingkungan, termasuk rumah sakit dan penyelamat. Dekontaminasi mungkin diperlukan setelah bencana alam dan bencana buatan manusia. 2) Petugas pra-rumah sakit dan rumah sakit harus dengan cepat menentukan kemungkinan korban yang terkontaminasi dalam bencana dan melanjutkannya. Dekontaminasi harus dilakukan sebelum pasien memasuki unit gawat darurat. Kegagalan untuk melakukannya dapat mengakibatkan kontaminasi dan karantina berikutnya dari seluruh fasilitas. Keamanan rumah sakit dan polisi setempat mungkin diminta untuk mengunci fasilitas untuk mencegah pasien yang terkontaminasi memasuki rumah sakit. 3) Prinsip-prinsip dasar dalam menanggapi setiap insiden bahan berbahaya adalah sama terlepas dari agen yang terlibat. Penghapusan pakaian dan perhiasan dapat mengurangi kontaminasi hingga 85%, terutama dengan agen biologis dan radioaktif. Untuk melindungi diri selama dekontaminasi, penyedia medis harus mengenakan tingkat akuifer pelindung pribadi yang sesuai. 4) Situs untuk dekontaminasi diatur dalam tiga zona: zona panas, zona hangat dan zona dingin.

44 a) Zona panas adalah area kontaminasi. Daerah tersebut harus segera diisolasi untuk menghindari kontaminasi dan korban lebih lanjut. b) Zona hangat adalah tempat dekontaminasi terjadi. Zona hangat harus \"upwind\" dan \"uphill” dari zona panas. Penangkal instramuskular (IM) dan prosedur medis sederhana yang menyelamatkan jiwa, seperti mengendalikan perdarahan, dapat diberikan kepada pasien sebelum dekontaminasi oleh tenaga medis yang mengenakan alat pelindung yang sesuai. c) Zona dingin adalah area di mana pasien yang didekontaminasi diambil untuk perawatan definitif, jika diperlukan dan disposisi (transfer ke fasilitas lain atau keluar). 5) Pilihan teknik dekontaminasi (dekontaminasi kotor versus dekontaminasi penuh) tergantung pada jumlah korban, tingkat keparahan kontaminasi, tingkat keparahan cidera dan sumber daya yang tersedia. Ada dua jenis dekontaminasi: a) Dekontaminasi kotor terdiri dari rempoving pakaian dan perhiasan pasien dan, jika mungkin, mengairi seluruh tubuh pasien dengan air. Korban dapat dibilas dengan semprotan selang air. Jenis dekontaminasi ini sering digunakan dalam peristiwa korban massal. b) Dekontaminasi penuh (Watlan atau non Watlan) lebih memakan waktu dan mahal. Banyak rumah sakit menggunakan tenda dekontaminasi portabel untuk tujuan ini. h. Prosedur dan Mekanisme Hubungan Kerja. 1) Korban dalam jumlah yang banyak mendapat penanganan sebaik mungkin, melalui optimalisasi kapasitas penerimaan dan penanganan pasien, dan pengorganisasian kerja secara profesional, sehingga korban/pasien tetap dapat ditangani secara individu, termasuk pasien yang sudah dirawat sebelum bencana terjadi. 2) Untuk penanganan korban di luar RS, bantuan medis diberikan dalam bentuk pengiriman tenaga medis maupun logistik medis yang diperlukan. 3) Pada kasus dimana bencana terjadi didalam RS (Internal Disaster), seperti terjadinya kebakaran, bangunan roboh dan sebagainya, target dari HDP adalah : a) Mencegah timbulnya korban manusia, kerusakan harta benda maupun lingkungan, dengan membuat/merevisi SPO yang sesuai, mensosialisasikan karyawan agar dapat menjalankan SPO. b) Standar Prosedur Operasional (SPO) berisikan informasi mengenai pengertian, tujuan, kebijakan, prosedur dan unit yang ada di RSPAD Gatot Soebroto berdasarkan jenis kondisi darurat dan/atau bencana antara lain : (1) Pedoman Kewasapadaan Bencana Rumah Sakit. (2) SPO Aktivasi Tim Hospital Disaster Plan (HDP).

45 (3) SPO Briefing dan SPO Debriefing. (4) SPO Pelimpahan Wewenang (Transfer of Command) dari Kepala RSPAD Gatot Soebroto kepada Ketua HDP. (5) SPO Layanan Kritis. (6) SPO Sistem Rujukan. (7) SPO Keamanan dan Keselamatan. (8) SPO Komunikasi Internal. (9) SPO Pencatatan dan Pelaporan. (10) SPO Aktivasi Tim Lapangan. (11) SPO Triase Mass Casualty Incident. (12) SPO Penyediaan Logistik. (13) SPO Pengadaan dan Penyediaan Barang. (14) SPO Manajemen Bantuan. (15) SPO Manajemen Relawan. (16) SPO Mobilisasi Internal (SDM, Sarana dan Prasarana). (17) SPO Manajemen Media (Humas). (18) SPO Administrasi dan Keuangan. (19) SPO Pemulangan Pasien. (20) SPO Pemulasaraan Jenazah (terutama bencana terkait infeksi). (21) SPO Pelaporan Insiden dan Investigasi. (22) SPO Gempa Bumi. (23) SPO Tsunami. (24) SPO Banjir. (25) SPO Angin Kencang. (26) SPO Suhu Ekstrim. (27) SPO Kekeringan. (28) SPO Kejadian Penculikan Bayi. (29) SPO Ancaman Bom. (30) SPO Huru-hara dan demonstrasi.

46 (31) SPO Sabotase dan Terorisme. (32) SPO Kecelakaan Masal. (33) SPO Kerusuhan Sipil. (34) SPO Penyanderaan. (35) SPO Konflik Bersenjata. (36) SPO Kerumunan Massa. (37) SPO Tumpahan B3. (38) SPO Tanggap Darurat Tumpahan B3. (39) SPO Penggunaan Spillkit. (40) SPO Penggunaan APD terkait Disaster Hazmat. (41) SPO Kebocoran Radiasi. (42) SPO Tanggap Darurat Bencana Radiasi. (43) SPO Penggunaan APD terkait Bencana Radiasi. 44) SPO Kejadian Kebakaran/Code Red. 45) SPO Penggunaan APAR. 46) SPO Penggunaan Hidrant. 47) SPO Penggunaan sensor asap dan pemadam otomatis. 48) SPO Penggunaan APD Fire Fighter. 49) SPO Mitigasi Kebakaran. 50) SPO Kegagalan Kelistrikan. 51) SPO Kegagalan Generator. 52) SPO Kecelakaan Industri. 53) SPO Kegagalan Transportasi. 54) SPO Kegagalan Sistem Persediaan Air. 55) SPO Kekurangan Gas Medis. 56) SPO Kekurangan Supply. 57) SPO Kerusakan Struktur Bangunan. 58) SPO Kecelakaan Transportasi. 59) SPO Keracunan makanan Masal.


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook