Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Pengaruh Mengerjakan Aktivitas Dengan Merangkak Terhadap Perbaikan Atensi Anak ADHD

Pengaruh Mengerjakan Aktivitas Dengan Merangkak Terhadap Perbaikan Atensi Anak ADHD

Published by komitemuturss227, 2022-03-17 06:55:25

Description: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah pengaruh mengerjakan aktifitas merangkak terhadap perbaikan atensi

Keywords: Pengaruh Mengerjakan Aktivitas,Aktivitas Dengan Merangkak,Perbaikan Atensi Anak ADHD

Search

Read the Text Version

SKRIPSI PENGARUH MENGERJAKAN AKTIVITAS DENGAN MERANGKAK TERHADAP PERBAIKAN ATENSI ANAK ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVE DISORDER (ADHD) Disusun Oleh : NAMA : Wardo NIM : P 27228012 032 PROGRAM STUDI DIPLOMA IV OKUPASI TERAPI JURUSAN OKUPASI TERAPI POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN SURAKARTA TAHUN 2013

SKRIPSI PENGARUH MENGERJAKAN AKTIVITAS DENGAN MERANGKAK TERHADAP PERBAIKAN ATENSI ANAK ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVE DISORDER (ADHD) Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan Okupasi Terapi Politeknik Kesehatan Surakarta Disusun Oleh : NAMA : Wardo NIM : P 27228012 032 PROGRAM STUDI DIPLOMA IV OKUPASI TERAPI JURUSAN OKUPASI TERAPI POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN SURAKARTA TAHUN 2013

KATA PENGANTAR Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, rahmat serta hidayahNya sehingga Skripsi yang berjudul “PENGARUH MENGERJAKAN AKTIFITAS DENGAN MERANGKAK TERHADAP PERBAIKAN ATENSI ANAK ADHD ” ini dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk penyelesaian tugas akhir penelitian dalam menyelesaikan pendidikan program diploma IV jurusan Okupasi Terapi Politeknik Kesehatan Surakarta. Dalam proses pembuatan skripsi ini, kami telah memperoleh banyak bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah kami menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada, yang terhormat: 1. Bapak Direktur Politeknik Kesehatan Surakarta 2. Bapak H. Khomarun, M.OT selaku ketua jurusan Okupasi Terapi Politeknik Kesehatan Surakarta, juga selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan fikiran untuk membantu, mengarahkan dan memberikan bimbingan guna menyelesaikan Skripsi ini. 3. Bapak Suhardi, SKM, SIP, MSc selaku pembimbing yang juga telah meluangkan waktu, untuk membimbing mengarahkan dan memberikan bimbingan guna menyelesaikan Skripsiini.. 4. Ibu Andreany Kusumowardani, MCEP selaku ketua program studi diploma IV jurusan Okupasi Terapi Politeknik Kesehatan Surakarta 5. Bapak H.Bambang Kuncoro, M.OT selaku dosen yang juga telah meluangkan waktu, untuk membimbing .

6. Terima kasih juga kami sampaikan kepada seluruh dosen di Jurusan Okupasi Terapi Politeknik Kesehatan Surakarta yang telah memberikan ilmu dan keterampilan selama saya belajar guna bekal setelah lulus. 7. Lebih khusus, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak dan ibu, anak-anakku Isna, Alya, Anan dan istriku tercinta beserta semua keluarga yang telah memberikan semangat dan doa untuk keberhasilan kami dalam menuntut ilmu dan keberhasilan dikemudian hari. 8. Tak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada Direktur dan seluruh teman sejawat di Instalasi Rehabilitasi Medik yang telah memberikan ijin penelitian ini, semua pasien di Instalasi Rehabilitasi Medik yang telah bersedia menjadi subjek penelitian. 9. Akhirnya, ucapan terima kasih saya sampaikan kepada semua teman-teman mahasiswa program diploma IV jurusan okupasi terapi angkatan 2012 yang telah benyak memberikan doa, saran, motivasi dan bantuan dengan tak kenal lelah dalam proses penyelesaian penelitian ini. Surakarta, April 2013 Penyusun

PROGRAM D IV OKUPASI TERAPI JURUSAN OKUPASI TERAPI POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA Skripsi, 2013 Wardo Pengaruh Mengerjakan Aktivitas Dengan Merangkak Terhadap Perbaikan Atensi Anak ADHD x + 46 halaman, 17 lampiran. Abstrak Latar Belakang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah pengaruh mengerjakan aktifitas merangkak terhadap perbaikan atensi yaitu: (1) mendiskripsikan kemampuan atensi pasien anak ADHD di RS berdasarkan jenis kelamin anak, (2) mendiskripsikan kemampuan atensi pasien anak ADHD di RS berdasarkan umur anak. Penelitian ini dilakukan pada 30 anak subyek penelitian terdiri dari 23 anak laki-laki dan 7 anak perempuan dengan rentang umur 3- 7 tahun, alat ukur yang dipakai adalah ADHD Test. Metode Penelitian. Jenis penelitian ini adalah quasi experiment dengan menggunakan rancangan one group pre and post test design analisis data yang digunakan adalah dengan uji non parametrik 2 related sample (Wilcoxon), dengan bantuan program komputer SPSS versi 16.0. Hasil penelitian. Dari hasil analisis data penelitian berdasarkan jenis kelamin laki-laki diperoleh nilai p sebesar 0,005, sedang perempuan nilai p sebesar 0,046, berdasarkan kategori umur 3,0-4,0 tahun nilai p sebesar 0,083 pada umur 4,1-5,0 tahun nilai p sebesar 0,014 pada umur 5,1-6,0 nilai p sebesar 0.157 pada umur 6,1-7,0 nilai p sebesar 0,317 dan secara keseluruhan baik laki-laki maupun perempuan diperoleh nilai p sebesar 0,001. Kesimpulan. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh mengerjakan aktifitas dengan merangkak terhadap perbaikan atensi anak ADHD. Daftar Pustaka: 26 (1991-2013) Kata kunci: merangkak, atensi, ADHD

4th Diploma Occupational Therapy Studies Program Departement of Occupational Therapy Health Polytechnic Surakarta Thesis, 2013 Wardo Effect of Working Activity Crawling Toward Improved Attention With ADHD Children x + 46 pages, 17 attachments. Abstract Background. This study aims to determine the effect of work to know is there any activity to crawl towards improvement of attention, namely: (1) to describe the ability of the patient attention in children with ADHD by sex of the child, (2) describe the attentional abilities of children with ADHD patients in hospital by age of the child. The study was conducted on 30 young subjects consisted of 23 boys and 7 girls with a lifespan of 3-7 years, measuring devices used is ADHD Test. Research Methods. This research is a quasi experiment with using design one group pre and post test data analysis design used was a non-parametric test of two related samples (Wilcoxon), with the help of computer program SPSS version 16.0. The results of the study. From the analysis of research data by sex men obtained p value of 0.005, while women p value of 0.046, based on the categories of age 3.0 to 4.0 years p value of 0.083 at age 4.1 to 5.0 years' worth p equal to 0.014 at the age of 5.1 to 6.0 p value of 0157 at the age of 6.1 to 7.0 p value of 0.317 and an overall good of men and women obtained p value of 0.001. Conclusion. This study shows that there is influence activities working with children crawling towards improvement of ADHD attention. Bibliography: 26 (1991-2013) Keywords: crawling, attention, ADHD

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL LUAR ………………………………………….......... Halaman HALAMAN SAMPUL DALAM …………………………………………...... i HALAMAN PERNYATAAN PLAGIARISME …………………………....... ii HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………........ iii iv HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. v KATA PENGANTAR……………………………………………………........ vi ABSTRAK………………………………………………………………......... vii ABSTRACT………………………………………………………………....... viii DAFTAR ISI…………………………………………………………….......... ix DAFTAR TABEL ……………………………………………………........ … x DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….......... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................ ........................................................... 1 B. Identifikasi Masalah.................... . ............................................ 4 C. Pembatasan masalah ................................................................... 5 D. Rumusan Masalah ...................................................................... 5 E. Tujuan Penelitian..........................................................……….. 6 F. Manfaat Penelitian……………………………………………. 6 BAB II TINJAUAN TEORI A. Kajian Teori............................................................................... 7 1. Merangkak............................................................................... 7 2. Atensi ...................................................................................... 11

a. Sifat Atensi ........................................................................ 11 b. Proses atensi ..................................................................... 13 3. ADHD...................................................................................... 16 a. Etiologi .............................................................................. 17 b. Gambaran klinis................................................................. 20 B. Penelitian Yang Relevan..…………………………….............. 23 C. Kerangka Berfikir…................................................................... 24 D. Hipothesis……………………………………………………… 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian.......................................................................... 26 B. Populasi dan Sampel…………………………………….......... 26 1. Populasi................................................................................ 26 2. Sampel................................................................................... 27 a. Kriteria inklusi................................................................... 27 b. Tehnik Sampling................................................................ 27 C. Metode Pengumpulan Data …………………………………… 27 D. Definisi Operasional ………………………………….... 29 1. Merangkak............................................................................. 29 2. Atensi..................................................................................... 29 3. ADHD.................................................................................... 30 E. Teknik Analisis Data ………………………………………...... 30 1. Editing...................................................................................... 30 2. Coding...................................................................................... 31 3. Tabulating................................................................................ 31 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian......................................................... 32 1. Karakteristik Subyek Menurut Jenis Kelamin dan Umur... 33 2. Hasil Analisa Deskriptif Perbaikan Atensi Berdasarkan Jenis Kelamin.................................................................... 34 3. Hasil Analisa Deskriptif Perbaikan Atensi Berdasarkan Kategori Umur...................................................................... 35 4. Hasil Analisa Deskriptif Perbaikan Atensi Seluruh Responden.......................................................................... 36 B. Analisis Uji Prasyarat............................................................... 37 C. Analisis Uji Hipothesis ............................................................ 37 D. Pembahasan.............................................................................. 39 E. Keterbatasan Penelitian............................................................ 44 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 45 A. Simpulan ............................................................................. 45 B. Saran........................................................................................ Daftar Pustaka Lampiran

DAFTAR TABEL Halaman 1. Tabel 4.1. Karakteristik Subyek/Responden Penelitian ……….……………….33 2. Tabel 4.2. Analisa Deskriptif Perbaikan Atensi Menurut Jenis Kelamin …… ..34 3. Tabel 4.3. Analisa Deskriptif Perbaikan Atensi Menurut Kategori Umur …… 35 4. Tabel 4.4. Hasil Analisa Deskriptif Perbaikan Atensi Seluruh Responden…... 37 5. Tabel 4.5. Tabel Tes Statistik Penelitian (Wilcoxon Signed Ranks Test)………. 38

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Gambar 1. Kerangka berpikir…….……………………………………….….24

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang berlangsung sekarang ini pada hakekatnya adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat untuk menuju masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan di bidang kesehatan, sebagai bagian dari Pembangunan Nasional yang ditata dalam Sistem Kesehatan Nasional diarahkan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dan produktif sebagai perwujudan dari kesejahteraan umum seperti yang dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal bagi setiap penduduk, pelayanan kesehatan harus dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu dalam berbagai bentuk pelayanan kesehatan melalui rujukan timbal-balik dalam pelayanan kesehatan perorangan, pelayanan kesehatan keluarga maupun pelayanan kesehatan masyarakat. Dewasa ini upaya pelayanan kesehatan telah mengalami pergeseran arah sesuai kebijakan pemerintah dimana upaya pelayanan kesehatan menjadi bersifat menyeluruh, terpadu, berkesinambungan dan paripurna/tuntas. Upaya kesehatan yang semula berupa upaya penyembuhan saja, berangsur-angsur meluas cakupannya meliputi upaya peningkatan kesehatan, pencegahan dan pemulihan seperti tertuang dalam visi Departemen Kesehatan Republik Indonesia yaitu “Indonesia Sehat Tahun 2025”, sehingga mampu membentuk manusia Indonesia yang hidup aktif dan berkualitas. Dalam UU Kesejahteraan Anak Indonesia tahun 1979, pengertian anak yaitu setiap orang dibawah 18 tahun dan belum menikah . Dalam sebuah keluarga, ibu sangatlah dicintai dan dibanggakan oleh anak. Demikian juga sebaliknya anak merupakan buah hati

yang sangat berharga yang harus dijaga dan dilindungi sehingga saat anak sakit timbul sesuatu kekhawatiran yang menimbulkan reaksi emosi serta terjadi ekspresi sikap yang tidak biasa. (Notoatmodjo, 2003). Seiring dengan semakin majunya zaman membawa dampak pula pada perubahan pola penyakit dari penyakit-penyakit infeksi ke penyakit degeneratif, penyakit-penyakit traumatik, dan causa non bakterial. Kondisi ini membawa perubahan yang cukup signifikan juga pada jenis-jenis penyakit anak. Dewasa ini variasi penyakit anak dengan jenis penyakit non infeksi semakin bertambah khususnya penyakit genetik (cacat bawaan), gangguan fungsi gerak, gangguan tumbuh kembang anak baik gangguan fisik maupun mental, menurut The American Psychiatric Association melaporkan bahwa 3-7% anak- anak mengalami hyperaktifitas. Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorder IV (DSM IV) menyebutkan prevalensi kejadian hyperaktifitas pada anak usia sekolah berkisar antara 3 hingga 5 persen. Terdapat kecenderungan lebih sering pada anak laki- laki dibandingkan anak perempuan. Secara epidemiologis rasio kejadian dengan perbandingan 4 : 1. Di Amerika jumlah anak yang mengalami Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) yaitu 3-5% dengan puncaknya yang terjadi pada usia 8-9 tahun, dan sekitar 50% dari data yang didiagnosis tersebut terjadi sebelum usia 4 tahun. Presentase ini diterjemahkan menjadi 1,2 dan 2 juta anak pada tahun 1995 (Zavira, 2008), sedangkan Di Indonesia angka kejadiannya masih belum angka yang pasti, meskipun tampaknya kelainan ini tampak cukup banyak terjadi. Terkadang seorang anak hanya dianggap ‘nakal’ atau ‘bandel’ dan ‘bodoh’, sehingga seringkali tidak ditangani secara benar, seperti dengan kekerasan yang dilakukan oleh orang tua dan guru akibat dari kurangnya pengertian dan pemahaman tentang hyperaktifitas. Menurut Kiswarjanu (1998) prevalensi kejadian ADHD di Kotamadya Yogyakarta sebesar 0,39%. Sementara itu Damudoro melaporkan bahwa penelitian di Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman

terdapat prevalensi 3%. Kejadian ADHD pada laki-laki lebih besar dibanding perempuan yaitu 3 : 1 sampai 5 : 1. Berdasarkan penelitian Saputro tahun 2004 dengan menggunakan instrumen DSM IV didapati angka sebesar 2,2 % untuk tipe hyperkatif & impulsif, 5,3% untuk tipe campuran hiperkatif-impulsif dan inatensi serta 15,3% untuk hyperaktifitas tipe inatensi. Berdasarkan observasi pada bulan Agustus- September tahun 2012 di terdapat sekitar 30 anak dengan kondisi ADHD yang mendapatkan pelayanan terapi. Dari 30 anak ADHD pada bulan Agustus- September di terdiri dari berbagai golongan usia, usia rata- rata anak yang mengalami ADHD yaitu berkisar pada usia 3-6 tahun. Anak-anak yang mengalami gangguan ADHD rata-rata mengalami gangguan hiperaktif dan innatention. Pada kasus dalam penelitian ini adalah anak ADHD yang mengalami gangguan hyperaktifitas tipe inatensi. Okupasi Terapi mengembangkan model terapi melalui suatu aktifitas yang bermakna, terorganisasi, terseleksi dan mempunyai makna terapeutik. Dalam hal ini banyak sekali aktifitas terapeutik yang dapat dipakai sebagai pilihan aktifitas dalam bentuk obstacle course antara lain : melompat dua kaki, jalan dengan tangan (wheel barrow), loncat satu kaki, menarik, mendorong dan lain sebagainya (Smith, Clark, & Bissel, 2003). Karena banyaknya aktifitas permainan pada anak, maka untuk membatasi jenis permainan tersebut penulis mencoba memilih aktifitas yang dikerjakan dengan merangkak sebagai aktifitas bermain yang bermakna bagi anak, melalui suatu permainan dengan menggunakan media atau obyek yang disenangi anak. Dengan aktifitas yang dilakukan anak merasa melakukan permainan bermakna. B. Identifikasi Masalah Perubahan pola penyakit dari infeksi ke non infeksi, penyakit degeneratif, penyakit traumatik, dan causa non bakterial membawa perubahan yang cukup signifikan juga pada jenis penyakit anak. Variasi penyakit anak dengan jenis penyakit non infeksi semakin

bertambah khususnya penyakit genetik (cacat bawaan), gangguan fungsi gerak, gangguan tumbuh kembang anak baik gangguan fisik maupun mental. Menurut Kiswarjanu (1998) prevalensi kejadian ADHD di Kotamadya Yogyakarta sebesar 0,39%. Sementara itu Damudoro melaporkan bahwa penelitian di Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman terdapat prevalensi 3%. Kejadian ADHD pada laki-laki lebih besar dibanding perempuan yaitu 3 : 1 sampai 5 : 1. Berdasarkan penelitian Saputro tahun 2004 dengan menggunakan instrumen DSM IV didapati angka sebesar 2,2 % untuk tipe hyperkatif & impulsif, 5,3% untuk tipe campuran hiperkatif-impulsif dan inatensi serta 15,3% untuk hyperaktifitas tipe inatensi. Hal inilah yang menjadi permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. C. Pembatasan Masalah Penelitian ini menguraikan tentang pengaruh mengerjakan aktifitas permainan dengan merangkak, aktivitas yang dikerjakan melalui beberapa jenis permainan dihubungkan dengan atensi anak. Melalui jenis permainan yang repetitif dengan dilakukan sambil merangkak, diharapkan ada efek terapeutik terhadap perbaikan atensi anak ADHD. Batasan istilah yang dipakai dalam penelitian ini meliputi : merangkak, atensi dan ADHD. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien ADHD yang menjalani terapi rutin di , dengan sampel penelitian sejumlah 30 anak ADHD. adapun waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari - Februari 2013 di poli Okupasi Terapi IRM . D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang pada penelitian ini adalah : “Apakah ada pengaruh mengerjakan aktifitas dengan merangkak terhadap perbaikan atensi Anak ADHD di ?” E. Tujuan Penelitian

Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah pengaruh mengerjakan aktifitas merangkak terhadap perbaikan atensi pasien ADHD. Sedangkan tujuan khusus pada penelitian ini adalah: (1) mendiskripsikan kemampuan atensi pasien anak ADHD di RS berdasarkan jenis kelamin anak, (2) mendiskripsikan kemampuan atensi pasien anak ADHD di RS berdasarkan umur anak. F. Manfaat Penelitian Memberikan arah pola pikir kritis pada okupasi terapis dalam merencanakan dan memberikan pelayanan sehingga tindakan yang dilakukan selalu didasarkan pada Evidence Based Practice (EBP). Salah satunya adalah mengerjakan aktifitas dengan merangkak dalam meningkatkan kemampuan atensi anak ADHD yang banyak digunakan dalam terapi.

BAB II TINJAUAN TEORI A. Kajian Teori 1. Merangkak Merangkak adalah bergerak dengan bertumpu pada tangan dan lutut (http://www.artikata.com/arti-387526-merangkak.html). Secara istilah aktifitas merangkak didefinisikan sebagai gerakan atau mobilisasi yang dilakukan dengan bertumpu pada kedua tangan dan lutut pada bayi dengan usia perkembangan motoris normal sekitar 6-10 bulan atau setelah bisa mobilisasi jalan. ( http://www.infoanak.com/merangkak/) Menurut para ahli terapis anak di Amerika Serikat, merangkak adalah pencapaian penting dalam perkembangan anak yang berdampak jangka panjang. Dengan tidak merangkak, otot bagian atas tubuh anak, termasuk otot tangan, menjadi kurang terlatih. Efek akan terlihat pada kemampuan anak menyangga tubuh bagian atas, yang diperlukan ketika anak menulis, berpakaian, memanjat atau mengangkat tubuh keluar dari kolam renang. Anak-anak yang tidak merangkak, akan lebih lambat menguasai keterampilan. Merangkak juga bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan (endurance) dan stabilitas otot-otot ekstremitas atas antara lain m. Romboideus, m. Deltoideus dan m. Trapezius. Stabilitas dan Endurance otot-otot tersebut membuat anak lebih nyaman dan lama bertahan dalam aktivitas, baik itu keterampilan akademis maupun aktivitas yang lainnya sehingga hal ini mempengaruhi atensi dan konsentrasi anak (Bundy dan Murray, 1991).

Di sisi lain, para ahli medis anak di Amerika Serikat berpendapat sebaliknya. Menurut mereka, belum ada data yang menunjukkan dampak negatif tidak merangkak. Nyatanya, banyak juga anak yang tidak merangkak, tak mengalami hambatan apa pun dalam perkembangannya. Menurut mereka, merangkak tidak sepenting pencapaian lain seperti berjalan dan berdiri. Merangkak dipandang sebagai tonggak perkembangan penting dalam hal perkembangan otak. Beberapa studi telah dibuat bahwa dengan kurangnya merangkak berpengaruh terhadap suatu kondisi seperti disleksia, defisit koordinasi, ADHD dan masalah serupa lainnya pada anak-anak yang sehat. Refleks infantil yang tersisa seperti refleks tonik leher simetris dapat menyebabkan banyak masalah termasuk kesulitan belajar. Masalah ini yang mendasari kurangnya merangkak. (http://www.parenting.co.id/article/balita/merangkak/). Merangkak memiliki banyak manfaat karena merupakan bagian dari kemajuan perkembangan alami untuk berdiri, berjalan dan berlari. Seorang anak belajar untuk mengangkat tubuhnya dari lantai dan mempertahankan posisi itu. Hal ini membantu untuk menyelaraskan tulang belakang dan mengembangkan otot-otot punggung, pinggul dan bahu (http://occupationaltherapyforchildren.over-blog.com/article- crawling-85544642.html). Merangkak bermanfaat bagi perkembangan sosial, emosional, motorik, kognitif, dan sensorik, serta mengembangkan keterampilan visual serta misalnya persepsi merangkak lebih dibutuhkan untuk mencapai suatu objek, semakin jauh itu, dan sebaliknya. Dia juga belajar bagaimana untuk menavigasi lingkungannya dan akan belajar dari lingkungan sebagai ia melihat dan mengalami hal-hal baru. Merangkak membantu untuk mengembangkan keseimbangan, memperkuat otot dan mengembangkan mata-tangan koordinasi. Hal ini diperlukan untuk menulis

membaca masa depan dan aktivitas fisik. Integrasi bilateral ditingkatkan melalui merangkak karena kedua tangan, kaki, mata, dan telinga yang diperlukan untuk bekerja dalam sinkronisasi, meningkatkan koordinasi otak kiri dan kanan. Gerakan merangkak berulang-ulang dan ini merangsang aktivitas otak untuk mengembangkan proses kognitif seperti konsentrasi, pemahaman memori, dan atensi. Merangkak memungkinkan untuk integrasi informasi sensorik. Hal ini memungkinkan anak untuk memiliki gambaran lengkap dari lingkungannya. Anak belajar konsep spasial dan mengembangkan sistem visual dan pendengaran. Pada saat merangkak anak akan menggunakan kedua telinga secara bersamaan untuk penerimaan untuk mengembangkan pendengaran binaural. Kedua mata juga digunakan untuk mengembangkan visi binokular. Merangkak merangsang telinga bagian dalam dari sistem vestibular. Ini akan membantu meningkatkan keseimbangan. Merangkak juga akan memberikan anak rangsangan sensorik melalui tangan dan lutut saat menyangga berat badannya. Ini sangat penting bagi perkembangan motoris kasar dan halus. Anak akan menerima sensasi sentuhan yang berbeda saat merangkak di atas permukaan bertekstur yang berbeda. (http://occupationaltherapyforchildren.over-blog.com/article-crawling- 85544642.html). Dalam bermain, anak usia lebih 1 tahun pun juga biasa mengerjakan aktifitas dengan merangkak. Hal ini dilakukan karena ada banyak permainan dengan floor time , sebagai contoh bermain mobil-mobilan, melewati mainan terowongan, kereta- keretaan dan lain – lain. Pada penelitian ini aktifitas dengan merangkak dipilih sebagai media gerakan, sedangkan pilihan bermain lebih diberikan agar terjadi repetisi gerakan merangkak itu sendiri dengan obyek permainan seperti memindah puzzle, pegboard, pinboard, kubus kecil dan jenis mainan biji-bijian yang lain dari satu tempat ke tempat

yang lain dengan jarak sekitar 3-4 m dalam rentang waktu tertentu. Pada bahasan ini penulis akan menggunakan istilah aktifitas merangkak sebagai variabel penelitian Aktifitas tersebut dipilih sebagai salah satu pendekatan terapi aktifitas pada anak dengan perilaku inatensi. Adapun media dan obyek disesuaikan dengan dengan keinginan anak. Dalam penelitian ini pengontrol perilaku anak adalah aktivitas yang dikerjakan dengan merangkak. Anak diminta menyelesaikan satu bentuk permainan yang repetisi seperti memindahkan mainan berupa puzzle, pegboard dan kubus-kubus dalam rentang waktu tertentu. Variasi halang rintang (obstacle course) untuk aktivitas ini dapat berupa terowongan tumble form, trap tangga dan matras biasa. Anak dikontrol agar tetap konsisten menyelesaikan aktivitas permainan tersebut, sehingga pengulangan aktivitas- aktivitas bermain tersebut menjadi perilaku yang melekat yang dapat digeneralisasikan kedalam perilaku-perilaku lainnya misalnya harus bisa atensi dalam satu sesi pelajaran dikelas, atau aktivitas-aktivitas lain yang berhubungan dengan keterampilan akademik anak ( Kranowitz, 2003). 2. Atensi Pemrosesan secara sadar sejumlah kecil informasi dari sejumlah besar informasi yang tersedia. Informasi didapatkan dari penginderaan, ingatan maupun proses kognitif lainnya. Proses atensi membantu efisiensi penggunaan sumberdaya mental yang terbatas yang kemudian akan membantu kecepatan reaksi terhadap rangsang tertentu (Sternberg, 2006). a. Sifat atensi Rangsang membutuhkan bantuan untuk mempercepat waktu reaksi. Mengarahkan pada suatu informasi tertentu akan mempercepat proses mental mengolah suatu rangsang. Misalnya dalam mengemudi, atensi yang mengarahkan

pengemudi pada situasi jalan raya akan mempercepat reaksinya menginjak pedal rem jika menghadapi situasi membahayakan. Atensi juga terpengaruh oleh perbedaan usia, terutama pada masa anak, Groover menyebutkan bahwa faktor yang memengaruhi persepsi dan ingatan adalah perhatian (attention). Perhatian merupakan aktivitas menjaga sesuatu tetap dalam pikiran yang membutuhkan kerja mental dan konsentrasi. Terdapat 5 jenis perhatian, yaitu: 1) Perhatian selektif (Selective Attention) Perhatian selektif terdapat pada situasi dimana seseorang memantau beberapa sumber informasi sekaligus. Penerima informasi harus memilih salah satu sumber informasi yang paling penting dan mengabaikan yang lainnya. Faktor-faktor yang memengaruhi perhatian selektif adalah harapan, stimulus, dan nilai-nilai. Penerima informasi mengharapkan sebuah sumber tertentu menyediakan informasi dan memberikan perhatian lebih pada sumber tersebut, memilih stimulus yang paling memberikan efek atau terlihat dibanding yang lain, dan memilih sumber informasi yang paling penting. 2) Perhatian terfokus (Focused Attention). Perhatian terfokus mengacu pada situasi dimana seseorang diberikan beberapa input namun harus fokus pada satu input saja selama selang waktu tertentu. Penerima informasi berfokus pada satu sumber/input dan tidak terdistraksi oleh gangguan-gangguan lain. Faktor yang berpengaruh terhadap perhatian terfokus adalah jarak dan arah, serta gangguan dari lingkungan sekitar. Penerima informasi akan lebih mudah menerima informasi dari sumber yang berada langsung di depannya. 3) Perhatian terbagi (Divided Attention)

Perhatian terbagi terjadi ketika penerima informasi diharuskan menerima informasi dari berbagai sumber dan melakukan beberapa jenis pekerjaan sekaligus. 4) Perhatian yang terus menerus (Sustained Attention) Perhatian terus menerus dilakukan penerima informasi yang harus melihat sinyal atau sumber pada jangka waktu tertentu yang cukup lama. Dalam situasi ini sangat penting bagi penerima informasi untuk mencegah kehilangan. 5) Kurang perhatian (Lack of Attention) Kurang perhatian merupakan situasi dimana penerima informasi tidak berkonsentrasi terhadap pekerjaannya. Situasi ini disebabkan oleh kebosanan/kejenuhan dan kelelahan. Ciri-ciri pekerjaan yang dapat menimbulkan situasi kurang perhatian adalah pekerjaan dengan siklus pendek, sedikit membutuhkan pergerakan tubuh, lingkungan yang hangat, kurangnya interaksi dengan pekerja lain, motivasi rendah, dan tempat kerja memiliki pencahayaan yang buruk. b. Proses atensi Atensi dapat merupakan proses sadar maupun tidak sadar. Proses otomatis tidak melibatkan kesadaran, misalkan mengarahkan pandangan pada rangsang yang menarik secara kognisi. Memperhatikan secara otomatis dilakukan tanpa bermaksud untuk memperhatikan suatu hal. Perhatian terhadap suatu hal atau tindakan dapat dibentuk sehingga menjadi otomatis (otomatisasi) melalui latihan dan frekuensi melakukan tindakan tersebut. Proses terkendali biasanya dikendalikan oleh kesadaran, bahkan membutuhkan kesadaran untuk dapat mengarahkan atensi secara terkendali. Biasanya proses terkendali membutuhkan waktu lebih lama untuk dilakukan, karena

dilakukan secara bertahap. Proses pembiasaan terhadap suatu hal selain membentuk proses otomatisasi, namun juga membentuk habituasi yang justru menyebabkan atensi menjadi berkurang pada hal-hal berkaitan yang tidak menjadi fokus dari pembiasaan. Penginput data di komputer lebih memperhatikan poin informasi yang biasa diinputnya, namun kadang-kadang luput membaca informasi yang berbeda dari biasanya. Proses pembiasaan tidak hanya menjalankan tugas atensi, namun juga tugas-tugas lainnya seperti motorik, mengingat dan lain-lain. Ergonomi kognitif mempelajari kemampuan dan keterbatasan otak dan sistem indera manusia ketika melakukan pekerjaan yang memiliki konten pemrosesan informasi (Groover, 2007). Ergonomi kognitif penting untuk dipelajari karena perkembangan pada sektor industri dimana pekerjaan memproses informasi dan komunikasi semakin meningkat. Selain itu, peningkatan penggunaan peralatan dengan teknologi canggih, mekanisasi, dan otomasi akan memberikan pengaruh terhadap perilaku manusia dalam sistem manusia-mesin. Operator dapat dimodelkan sebagai permroses informasi dari sistem yang harus memecahkan permasalahan dengan menggunakan informasi dari sistem. Manusia menerima stimulus baik dari luar maupun dalam tubuhnya. Bagian tubuh menerima stimulus tersebut disebut reseptor. Terdapat 5 jenis indera tubuh manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, sentuhan, rasa, dan bau. Reseptor pendengaran (audio) menerima 15-19% informasi dari seluruh informasi yang diterima dan sebagian besar, yaitu 80% informasi, diterima manusia melalui penglihatan (visual). Stimulus yang diterima oleh indera tubuh manusia kemudian diteruskan menjadi persepsi. Persepsi merupakan tahap kognitif dimana manusia menyadari sensasi yang disebabkan oleh stimulus dan interpretasi informasi dari pengalaman

atau pengetahuannya (Groover, 2007). Proses persepsi terdiri dari dua tahap, yaitu deteksi dan rekognisi. Deteksi terjadi pada saat manusia menyadari adanya stimulus (bottom up processing), dan rekognisi terjadi ketika manusia menginterpretasikan arti dari stimulus tersebut serta mengidentifikasinya dengan pengalaman/pengetahuan sebelumnya (top down processing). Stimulus yang diterima oleh sistem indera tubuh kemudian diterima manusia sebagai informasi dan disimpan dalam ingatan sensori. Ingatan ini memengaruhi persepsi manusia dan kemudian menjadi ingatan kerja (ingatan jangka pendek). Informasi baru dijaga dalam ingatan dengan adanya proses mental dan kemudian disimpan dalam ingatan jangka panjang. 3. ADHD ADHD adalah salah satu kondisi neurologis yang melibatkan gangguan pada proses memusatkan perhatian dan perilaku hiperaktivitas dan impulsivitas yang tidak sejalan dengan penurunan usia anak. Hal ini menunjukkan bahwa ADHD bukan semata-mata gangguan perhatian seperti asumsi selama ini. Namun lebih pada kegagalan perkembangan fungsi sirkuit otak yang memonitor kontrol diri dan inhibisi. Hilangnya regulasi diri ini mengganggu fungsi otak yang penting untuk memelihara perhatian termasuk kemampuan dalam membedakan reward dengan segera dengan keuntungan yang diperoleh diwaktu yang akan datang ( Barkley, 1998 ). ADHD merupakan suatu kelainan perkembangan yang terjadi pada masa anak dan dapat berlangsung sampai masa remaja. Gangguan perkembangan tersebut berbentuk suatu spektrum, sehingga penurunan kesulitannya akan berbeda dari satu anak dengan anak yang lainnya.

a. Etiologi ADHD adalah gangguan perilaku yang disebabkan oleh fungsi neurobiologik dengan gejala utama: tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktifitas, dan impulsivitas (Saputro, 2003). Dilihat dari segi corak kognitif, penurunan dan tipe gerakan, serta respon terhadap hadiah, anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) berbeda dari anak normal. Zanetkin dan Repoport telah memperagakan kelainan sken tomografi positron emisi dengan penurunan metabolisme glukosa pada premotor dan korteks prefrontal superior pada orang dewasa yang mengalami GPPH. Area ini meliputi kontrol terhadap perhatian dan aktifitas motorik. Faktor-faktor genetik telah juga dirumuskan sebagai penyumbang utama pada perkembangan GPPH (Dalton, R. & Forman, M., 1999). Beberapa penelitian menunjukan adanya kecenderungan faktor keturunan (herediter) tetapi banyak pula penelitian yang menyebutkan bahwa faktor-faktor sosial dan lingkunganlah yang lebih berperan. Ada dugaan kuat bahwa televisi, komputer, dan videogame mempunyai andil dalam memunculkan atau memperberat gejala ini. Anak dengan ciri ADHD tetapi tidak ditemukan adanya kelainan neurologis, penyebabnya diduga ada kaitan dengan faktor emosi dan pola pengasuhan. Namun untuk bahan kajian lebih lanjut akan dikemukakan hasil penelitian Faron, (2000), penelitian Kuntsi, (2000), Barkley, (2000) dalam Baihaqi, M.I.F & Sugiarmin, (2006), yang mengatakan bahwa terdapat faktor yang berpengaruh terhadap munculnya ADHD , yaitu: 1) Faktor genetika Bukti penelitian menyatakan bahwa faktor genetika merupakan faktor penting dalam memunculkan tingkah laku ADHD. Satu pertiga dari anggota keluarga ADHD memiliki gangguan, yaitu jika orang tua mengalami ADHD,

maka anaknya beresiko ADHD sebesar 60 %. Pada anak kembar, jika salah satu mengalami. ADHD, maka saudaranya 70-80 % juga beresiko mengalami ADHD. Pada studi gen khusus beberapa penemuan menunjukkan bahwa molekul genetika gen-gen tertentu dapat menyebabkan munculnya ADHD. Dengan demikian temuan-temuan dari aspek keluarga, anak kembar, dan gen-gen tertentu menyatakan bahwa ADHD ada kaitannya dengan keturunan. 2) Faktor neurobiologis Beberapa dugaan dari penemuan tentang neurobiologis diantaranya bahwa terdapat persamaan antara ciri-ciri yang muncul pada ADHD dengan yang muncul pada kerusakan fungsi lobus prefrontal. Demikian juga penurunan kemampuan pada anak ADHD pada tes neuropsikologis yang dihubungkan dengan fungsi lobus prefrontal. Temuan melalui MRI (pemeriksaan otak dengan teknologi tinggi) menunjukan ada ketidaknormalan pada bagian otak depan. Bagian ini meliputi korteks prefrontal yang saling berhubungan dengan bagian dalam bawah korteks serebral secara kolektif dikenal sebagai basal ganglia. Bagian otak ini berhubungan dengan atensi, fungsi eksekutif, penundaan respons, dan organisasi respons. Kerusakan-kerusakan daerah ini memunculkan ciri-ciri yang serupa dengan ciri-ciri pada ADHD. Informasi lain bahwa anak ADHD mempunyai korteks prefrontal lebih kecil dibanding anak yang tidak ADHD. 3) Faktor lingkungan Faktor lingkungan dalam hal ini mempunyai pengertian yang luas, termasuk lingkungan psikologis ( relasi dengan orang-orang lain, dan berbagai kejadian dan penanganan yang sudah diberikan kepada anak tersebut) ; lingkungan fisik (makanan,obat-obatan dan penyinaran) lingkungan biologis,

terjadinya cidera otak pada anak, komplikasi saat melahirkan, kebiasaan ibu saat hamil, misalnya merokok, juga merupakan faktor resiko. Anak yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang hamil mempunyai resiko yang tinggi mengalami ADHD, paling tidak apabila mereka mempunyai bawaan dalam sistem neurologisnya sebagai ADHD. Terminologi yang digunakan sebagai bakat atau bawaan digunakan istilah “ variasi genetik”. Variasi genetik ini akan akan menentukan kerentangan seorang anak terhadap faktor lingkungannya, seperti halnya ibu perokok saat kehamilan. b. Gambaran Klinis Berikut ciri ADHD, dimana ciri-ciri ini muncul pada masa kanak-kanak awal, bersifat menahun, dan tidak diakibatkan oleh kelainan fisik yang lain, mental, maupun emosional. Ciri utama individu dengan gangguan pemusatan perhatian meliputi: gangguan pemusatan perhatian (inattention), gangguan pengendalian diri (impulsifitas), dan gangguan dengan aktivitas yang berlebihan (hiperaktivitas). Dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Inatensi adalah bahwa sebagai individu penyandang gangguan ini tampak mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatiannya. Mereka sangat mudah teralihkan oleh rangsangan yang tiba-tiba diterima oleh alat inderanya atau oleh perasaan yang timbul pada saat itu. Dengan demikian mereka hanya mampu mempertahankan suatu aktivitas atau tugas dalam jangka waktu yang pendek, sehingga akan mempengaruhi proses penerimaan informasi dari lingkungannya. 2) Impulsifitas

Yang dimaksud adalah suatu gangguan perilaku berupa tindakan yang tidak disertai dengan pemikiran. Mereka sangat dikuasai oleh perasaannya sehingga sangat cepat bereaksi. Mereka sulit untuk memberi prioritas kegiatan, sulit untuk mempertimbangkan atau memikirkan terlebih dahulu perilaku yang akan ditampilkannya. Perilaku ini biasanya menyulitkan yang bersangkutan maupun lingkungannya. 3) Hiperaktivitas Yang dimaksud adalah suatu gerakan yang berlebuhan melebihi gerakan yang dilakukan secara umum anak seusianya. Biasanya sejak bayi mereka banyak bergerak dan sulit untuk ditenangkan. Jika dibandingkan dengan individu yang aktif tetapi produktif, perilaku hiperaktif tampak tidak bertujuan. Mereka tidak mampu mengontrol dan melakukan koordinasi dalam aktivitas motoriknya, sehingga tidak dapat dibedakan gerakan yang penting dan tidak penting. Gerakannya dilakukan terus menerus tanpa lelah, sehingga kesulitan untuk memusatkan perhatian. Untuk melakukan identifikasi ADHD dapat digunakan pedoman yang di keluarkan oleh American Psychiatric Association, yang menerapkan kriteria untuk menentukan gangguan pemusatan perhatian dengan mengacu kepada DSM IV, tahun 2005 sebagai berikut : a) Kurang Perhatian Pada kriteria ini, anak ADHD paling sedikit mengalami enam atau lebih gejala-gejala berikutnya, dan berlangsung sedikitnya enam bulan sampai penurunanan yaang maladaptif dan tidak konsisten dengan penurunan perkembangan. Gejala yang nampak meliputi : (1) seringkali gagal memperhatikan baik-baik terhadap sesuatu yang detail atau membuat

kesalahan dalam kegiatan sekolah dan kegiatan-kegiatan lainnya, (2) seringkali mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian terhadap tugas- tugas atau kegiatan bermain, (3) seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara langsung, (4) seringkali tidak mengikuti baik-baik instruksi clan gagal dalam menyelesaikan pekerjaan sekolah, pekerjaan,atau tugas di tempat kerja (bukan disebabkan karena perilaku melawan atau kegagalan untuk mengerti instruksi), (5) seringkali mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas dan kegiatan, (6) seringkali kehilangan barang benda penting untuk tugas-tugas dan kegiatan,; misalnya kehilangan permainan;kehilangan tugas sekolah kehilangan pensil, buku, dan alat tulis lain, (7) seringkali menghindari, tidak menyukai atau enggan untuk melaksanakan tugas-tugas yang membutuhkan usaha mental yang didukung, seperti menyelesaikan pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah, (8) Seringkali bingung/terganggu oleh rangsangan dari luar dan (9) seringkali cepat lupa dalam menyelesaikan kegiatan sehari-hari. b) Hiperaktivitas Impulsifitas Paling sedikit enam atau lebih dari gejala-gejala hiperaktivitas impulsifitas berikutnya bertahan selama paling sedikit 6 bulan sampai dengan penurunanan yang maladaptif dan tidak dengan penurunan perkembangan. c) Impulsivitas Gejala yang sering nampak yaitu : (1) mereka sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai, (2) mereka sering mengalami kesulitan menanti giliran, dan (3) mereka sering menginterupsi atau mengganggu orang lain, misalnya rnemotong pembicaraan atau permainan.

Beberapa gejala hiperaktivitas impulsifitas atau kurang perhatian yang menyebabkan gangguan muncul sebelum anak berusia 7 tahun. Ada suatu gangguan di dua atau lebih seting/situasi. Harus ada gangguan yang secara klinis, signifikan di dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan. Gejala- gejala tidak terjadi selama berlakunya PDD, skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya, dan tidak dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan mental lainnya. B. Penelitian yang Relevan Sebatas pengetahuan peneliti dalam berbagai jurnal ilmiah kesehatan, belum ada penelitian sebelumnya tentang pengaruh aktivitas yang dikerjakan dengan merangkak terhadap perbaikan atensi anak ADHD, namun beberapa clinical study yang berhubungan dan dipublikasikan dalam jurnal ilmiah kesehatan yaitu: 1. Hendryk, (2013). clinical study : Penanganan Anak ADHD (gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas) Berdasarkan clinical study yang telah dilakukan menunjukkan bahwa program latihan atensi dengan aktivitas bermain (play attention) yang telah diterapkan di US, Europe dan negara-negara maju dan berkembang lainnya memberikan hasil cukup signifikan yaitu sebesar 98,4% keberhasilan peningkatan atensi/fokus, peningkatan sikap, peningkatan prestasi akademik dan peningkatan hubungan sosial, setelah anak menjalani 26 sesi pelatihan.

C. Kerangka Berpikir Obstacle course activity Factor penghambat Faktor pendukung dengan jenis stimulus : anak ADHD : anak ADHD : 1. Aktivitas dengan 1. Pasien non 1. Pasien merangkak kooperatif kooperatif 2. Gangguan organik 2. Gangguan 3. Kedatangan tidak sensory process rutin 3. Rutin kunjungan Tindakan terapi Mempunyai Pengaruh Tidak ada pengaruh Gambar 1 : Kerangka Berfikir D. Hipothesis Hipothesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Ada pengaruh mengerjakan aktifitas dengan merangkak terhadap perbaikan atensi pasien ADHD di .

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan bentuk penelitian quasi experiment pada pasien anak ADHD dengan menggunakan rancangan one group pre and post test design. Desain ini digunakan karena adanya penilaian sebelum diberikan intervensi dan penilaian ulang setelah diberikan intervensi, sehingga bisa dibandingkan kondisi antara sebelum dan sesudah intervensi (Nunuk, 2005). Pada penelitian ini sebelum dan setelah pemberian tindakan terapi, akan dilakukan pemeriksaan terhadap atensi anak ADHD, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut : O1 X O2 Simbol O1 adalah kondisi atensi anak pada pemeriksaan awal sebelum diberi perlakuan yaitu mengerjakan aktivitas dengan merangkak (X), sedangkan O2 adalah kemampuan atensi anak pada pemeriksaan akhir setelah diberi perlakuan aktivitas dengan merangkak (X). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian ( Arikunto, 2002 ). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien ADHD yang menjalani terapi di RS 2. Sampel Sampel dari penelitian ini adalah bagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi ( Notoatmojo, 1993). Pada penelitian ini sampel di ambil dari pasien ADHD di RS yang berjumlah 30 anak dengan Kriteria :

a. Kriteria inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek peneliti dari suatu populasi target dan terjangkau yang akan diteliti atau karakteristik sampel yang layak diteliti ( Pariani, 2002 ). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : (1) Pasien ADHD usia ≥ 3 tahun dan atau ≤ dari 7 tahun terapi rutin baik laki-laki maupun perempuan dan (2) orang tua anak bersedia menjadi responden b. Teknik Sampling Sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah Pasien ADHD baik laki-laki maupun perempuan kriteria inklusi yang ditetapkan agar diperoleh data yang lebih akurat. C. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan pemeriksaan atensi anak dengan pemeriksaan standart sebagai variabel terikat, alat pemeriksaan atensi yang digunakan adalah Attention Deficit Hyperaktif Disorder Test (ADHDT), yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi obyektif mengenai perilaku dari anak. Pemeriksaan dilakukan sebelum dilakukan tindakan dan setelah dilakukan tindakan, kemudian intepretasikan dalam bentuk score data. Instrumen penelitian merupakan alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data supaya pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti lebih cermat, lengkap, obyektif, dan sistematis (Sugiyono, 2011). Standardized test merupakan alat ukur yang tepat karena data yang dihasilkan relatif obyektif dan konstan serta dapat untuk mengukur aspek perilaku dapat digunakan dalam jumlah sampel cukup banyak. Untuk mengetahui variabel independen aktivitas yang dikerjakan dengan merangkak dan variabel dependen tentang atensi menggunakan alat

pengukuran dengan ADHDT, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi obyektif mengenai perilaku dari anak dan di scoring dengan bobot nilai 0 = not problem , 1= mild problem, 2= severe problem, sedangkan analisa hasil di kategorikan dalam nilai ≤ 65 = very low of ADHD, 70-79 = low, 80-89 = below average, 90-110 = average, 111-120 = above average, 121-130 = high, ≥ 130 = very high of ADHD 1. Uji Instrumen Penelitian Instrument yang dipakai dalam penelitian ini merupakan instrument terstandart sehingga uji reliabilitas dan validitasnya sudah di tentukan seperti pada buku manual ADHDT yaitu : a. Uji reliabilitas Dalam manual disebutkan bahwa uji reliabilitas didapatkan hasil dengan tingkat significancy p = 0,01 b. Uji validitas Dalam manual disebutkan bahwa uji validitas didapatkan hasil dengan tingkat significancy p = 0,01 D. Definisi Operasional 1. Merangkak Merangkak adalah bergerak dengan bertumpu pada tangan dan lutut, yang merupakan pencapaian penting dalam perkembangan anak yang berdampak jangka panjang. Dengan tidak merangkak, otot bagian atas tubuh anak, termasuk otot tangan, menjadi kurang terlatih. Dalam penelitian ini merangkak merupakan variabel bebas, jadi hanya merupakan pilihan bentuk aktifitas bermain bagi anak. Dalam bermain, anak usia lebih 1 tahun pun juga biasa mengerjakan aktifitas dengan merangkak. Hal ini dilakukan

karena ada banyak permainan dengan floor time , sebagai contoh bermain mobil- mobilan, melewati mainan terowongan, kereta-keretaan dan lain – lain. 2. Atensi adalah pemrosesan secara sadar sejumlah kecil informasi dari sejumlah besar informasi yang tersedia. Informasi didapatkan dari penginderaan, ingatan maupun proses kognitif lainnya. Proses atensi membantu efisiensi penggunaan sumberdaya mental yang terbatas yang kemudian akan membantu kecepatan reaksi terhadap rangsang tertentu 3. ADHD adalah salah satu kondisi neurologis yang melibatkan gangguan pada proses memusatkan perhatian dan perilaku hiperaktivitas dan impulsivitas yang tidak sejalan dengan penurunan usia anak. Hal ini menunjukkan bahwa ADHD bukan semata-mata gangguan perhatian seperti asumsi selama ini. Namun lebih pada kegagalan perkembangan fungsi sirkuit otak yang memonitor kontrol diri dan inhibisi. Hilangnya regulasi diri ini mengganggu fungsi otak yang penting untuk memelihara perhatian termasuk kemampuan dalam membedakan reward dengan segera dengan keuntungan yang diperoleh diwaktu yang akan datang ( Barkley, 1998 ). E. Analisa Data Pada penelitian ini penulis hanya melakukan deskripsi dengan cara membandingkan keadaan pasien yang diperiksa dengan ADHD Test sebelum dan sesudah tindakan, kemudian di buat suatu tabel dan grafik frekuensi dianalisa sesuai hasil ADHD Test serta didukung dengan tinjauan literatur, adapun tahap-tahapan analisa data yang dilakukan meliputi : 1. Editing

Editing dilakukan untuk meneliti kembali apakah isian dalam lembar Instrument ADHDT sudah lengkap. Editing dilakukan ditempat pengumpulan data, sehingga jika ada data yang kurang dapat segera dilengkapi. 2. Coding Teknik coding dilakukan dengan memberikan tanda pada masing-masing jawaban dengan kode berupa angka. Selanjutnya dimasukan ke dalam lembaran tabel kerja. 3. Tabulating Tabulating adalah langkah untuk memasukkan data hasil penelitian ke dalam tabel-tabel kriteria. Setelah langkah-langkah di atas dilakukan oleh peneliti kemudian data dianalisa melalui dua cara yaitu analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat adalah analisis yang menggambarkan tiap variabel dengan menggunakan tabel distribusi frekwensi. Dalam analisis univariat ini data-data akan disajikan dengan tabel distribusi frekuensi sehingga akan tergambar pengaruh yang berhubungan dengan variabel yang diteliti. Sedangkan analisis bivariat adalah analisa yang bersifat untuk melihat pengaruh/perbedaan antara dua variabel. Analisa bivariat dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer Program SPSS for Windows versi 16.00 (Singgih, 2006). Sedangkan uji statistik yang digunakan adalah uji non parametrik 2 related sample (Wilcoxon) untuk mencari pengaruh dan menguji hipotesis antara dua variable atau lebih, bila datanya adalah data ordinal / kategorik (Sugiyono, 2011). Nilai keyakinan yang dipahami dalam uji statistik adalah 95 %.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN F. Deskripsi Hasil Penelitian Responden/subyek penelitian ini adalah semua pasien ADHD yang berkunjung ke unit okupasi terapi, IRM (Instalasi Rehabilitasi Medik). Adapun kegiatan terapi di unit okupasi terapi dilaksanakan setiap hari Senin sampai Jum’at pada jam 08.00 WIB sampai dengan jam 14.30 WIB, dalam satu sesi terapi berlangsung selama 20-30 menit. Jenis pelayanan yang dilakukan di poliklinik rawat jalan Rehabilitasi Medik ini antara lain: pemeriksaan dokter spesialis rehabilitasi medik, psikologi, fisioterapi, terapi okupasi, orthotik prosthetik dan terapi wicara Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam periode 2 Januari sampai dengan 15 Februari 2013, dengan kegiatan sebagai berikut: (1) Tanggal 3 Januari 2013 sampai dengan 11 Januari 2013 dilakukan kegiatan pretest dengan ADHD test sebelum diberikan tindakan latihan mengerjakan aktivitas bermain dengan merangkak. Kegiatan ini dilaksanakan di poli okupasi terapi. Pemeriksaan atensi dengan ADHD test dapat diselesaikan dalam waktu singkat (+ 20 menit), melalui observasi anak, interview dengan orang tua, keluarga atau pengasuh dan data dari rekam medis, (2) Tanggal 4 Januari 2013 sampai dengan 7 Februari 2013 dilakukan kegiatan intervensi/pemberian latihan mengerjakan aktivitas bermain dengan merangkak terhadap responden yang telah dilakukan pemeriksaan awal/pretests. Latihan mengerjakan aktivitas bermain dengan merangkak yang diberikan sesuai dengan program yang telah dipersiapkan, kegiatan ini dilakukan sebanyak 12 kali pertemuan, (3) Tanggal 7 Februari 2013 sampai dengan 14 Februari 2013 dilakukan pemeriksaan atensi dengan ADHD test terhadap responden yang telah 12 kali mengikuti latihan mengerjakan aktivitas bermain dengan merangkak sebagai pemeriksaan posttest. Pemeriksaan untuk masing- masing responden selesai dalam satu sesi pertemuan.

5. Karakteristik Subyek Menurut Jenis Kelamin dan Umur Seluruh responden telah memenuhi kriteria inklusi yang ditetapkan, serta orang tua bersedia menandatangani persetujuan tindakan okupasi terapi. Responden yang mengikuti penelitian ini sebanyak 30 anak dengan gambaran karakteristik sebagai berikut : Tabel 4.1. Karakteristik Subyek/Responden Penelitian No Karakteristik n Persentasi 1 Jenis Kelamin 23 76,7 % - Laki-laki 7 23,3 % - Perempuan 7 23,3 % 2 Usia 11 36,7 % - 3,0 – 4,0 th 7 23,3 % - 4,1 – 5,0 th 5 16,7 % - 5,1 – 6,0 th - 6,1 – 7,0 th Tabel 4.1. di atas menggambarkan bahwa karakteristik responden menurut jenis kelamin. Dari 30 anak ADHD yang diteliti terdiri dari 23 anak berjenis kelamin laki- laki (76,7 %) dan 7 anak berjenis kelamin perempuan (23,3 %). Sample terbesar dari penelitian ini adalah anak laki-laki dengan jumlah adalah 23 anak. Berdasarkan kategori rentang umur terdiri dari umur 3,0 - 4,0 tahun dengan jumlah 7 anak (23,3%), yang berumur antara 4,1 - 5,0 tahun dengan jumlah 11 anak (36,7%), rentang umur 5,1 - 6,0 tahun sebanyak 7 anak (23,3%), dan yang berumur 6,1 - 7,0 tahun sebanyak 5 anak (16,7%). Dari tabel data diatas rentang umur terbesar jumlah respondennya antara 4,1 - 5,0 tahun yaitu sebesar 36,7 %, dan rentang umur anak yang terkecil jumlah respondennya adalah umur 6,1 – 7,0 tahun yaitu 16,7 %. 6. Hasil Analisa Deskriptif Perbaikan Atensi Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan analisa dengan menggunakan program komputer dengan SPSS versi 16.0 secara deskriptif didapatkan hasil seperti pada tabel 4.2 di bawah ini. Tabel 4.2. Analisa Deskriptif Perbaikan Atensi Menurut Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Jumlah (n) 1 Laki - laki 8 - Quotient score menurun 0 - Quotient score meningkat 15 - Quotient score tetap 4 2 Perempuan 0 - Quotient score menurun 3 - Quotient score meningkat - Quotient score tetap Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin didapatkan hasil 23 anak laki-laki, yang mengalami perbaikan atensi sebanyak 8 anak yaitu ditandai dengan hasil quotient score posttest lebih kecil dari pada pretest, sedang responden laki- laki yang tidak mengalami perubahan atensi sebanyak 15 anak, ditandai dengan hasil skore pre test dan post test dengan nilai quotient score sama. berdasarkan jenis kelamin perempuan ada 7 anak, yang mengalami perbaikan atensi sebanyak 4 anak yaitu ditandai dengan hasil quotient score posttest lebih kecil dari pada pretest, sedang responden yang tidak mengalami perubahan atensi sebanyak 3 anak, ditandai hasil skore pre test dan post test nilai quotient score sama 7. Hasil Analisa Deskriptif Perbaikan Atensi Berdasarkan Kategori Umur Berdasarkan analisa dengan menggunakan program komputer dengan SPSS versi 16.0 secara deskriptif didapatkan hasil seperti pada tabel 4.3 di bawah ini. Tabel 4.3. Analisa Deskriptif Perbaikan Atensi Menurut Kategori Umur No Kelompok Umur (th) Jumlah (n) 1 Umur 3,0 – 4,0 th 3 - Quotient score menurun 0 - Quotient score meningkat 4 - Quotient score tetap

2 Umur 4,1 – 5,0 th 6 - Quotient score menurun 0 - Quotient score meningkat 5 - Quotient score tetap 2 3 Umur 5,1 – 6,0 th 0 - Quotient score menurun 5 - Quotient score meningkat - Quotient score tetap 1 0 4 Umur 5,1 – 6,0 th 4 - Quotient score menurun - Quotient score meningkat - Quotient score tetap Berdasarkan tabel 4.3 di atas bahwa 7 anak menurut kategori umur 3,0 – 4,0 tahun didapatkan hasil sebanyak 3 anak yang mengalami perbaikan atensi yaitu ditandai dengan hasil quotient score posttest lebih kecil dari pada pretest, sedang sebanyak 4 anak yang tidak mengalami perubahan atensi, ditandai dengan hasil skore pretest dan posttest dengan nilai quotient score sama. Pada 11 anak dengan kategori umur 4,1 – 5,0 tahun didapatkan hasil sebanyak 6 anak mengalami perbaikan atensi yaitu ditandai dengan dengan hasil quotient score posttest lebih kecil dari pada pretest, sedang sebanyak 5 anak yang tidak mengalami perubahan atensi, ditandai dengan hasil skore pretest dan posttest dengan nilai quotient score sama. Pada 7 anak dengan kategori umur 5,1 – 6,0 tahun didapatkan hasil sebanyak 2 anak mengalami perbaikan atensi yaitu ditandai dengan dengan hasil quotient score posttest lebih kecil dari pada pretest, sedang sebanyak 5 anak tidak mengalami perubahan atensi, ditandai dengan hasil skore pretest dan posttest dengan nilai quotient score sama. Pada 5 anak dengan kategori umur 6,1 – 7,0 tahun didapatkan hasil sebanyak 1 anak mengalami perbaikan atensi yaitu ditandai dengan hasil quotient score posttest lebih kecil dari pada pretest, sedang sebanyak 4 anak yang tidak mengalami perubahan atensi, ditandai dengan hasil skore pretest dan posttest dengan nilai quotient score sama.

8. Hasil Analisa Deskriptif Perbaikan Atensi Seluruh Responden Berdasarkan analisa hasil uji statistik secara keseluruhan dari baik anak laki-laki maupun perempuan menggunakan program komputer dengan SPSS versi 16.0 dengan uji non parametrik 2 related sample (Wilcoxon ) secara deskriptif didapatkan hasil seperti pada tabel 4.4 di bawah ini. Tabel 4.4. Hasil Analisa Deskriptif Perbaikan Atensi Seluruh Responden No Quotient score Responden Jumlah (n) 1 Seluruh Responden 12 - Quotient score menurun 0 - Quotient score meningkat 18 - Quotient score tetap Berdasarkan tabel 4.4 di atas bahwa 30 responden yang mengalami perbaikan atensi sebanyak 12 anak yaitu ditandai dengan dengan hasil quotient score posttest lebih kecil dari pada pretest, sedang responden yang tidak mengalami perubahan atensi sebanyak 18 anak, ditandai dengan hasil skore pre test dan post test nilai quotient score sama. G. Analisis Uji Prasyarat Pada penelitian ini, uji prasyarat tidak diperlukan karena jumlah sampel < 30, sehingga uji hipothesisnya menggunakan uji statistik non parametrik (wilcoxon) H. Analisis Uji Hipothesis Setelah perhitungan nilai / skore pada hasil pretest dan posttest selesai dilakukan maka langkah berikutnya adalah melakukan analisis data. Data yang telah diperoleh dianalisis untuk pengujian hipotesis penelitian. Tehnik analisis data untuk pengujian hipotesis ini adalah uji non parametrik 2 related sample (Wilcoxon). Dalam penelitian ini pengujian taraf kesalahan ditetapkan sebesar 0,05. Pengujian hipotesis penelitian menggunakan desain satu grup yang sama baik pretest maupun posttest. Uji statistik yang

digunakan untuk mengetahui pengaruh mengerjakan aktivitas dengan merangkak terhadap perbaikan atensi anak ADHD. Hipothesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh mengerjakan aktivitas dengan merangkak terhadap perbaikan atensi anak ADHD, adapun hasil uji statistik seperti pada tabel 4.5 di bawah ini. TABEL 4.5. Tabel Tes Statistik Penelitian (Wilcoxon Signed Ranks Test) Karakteristik responden Nilai p Posttest-pretest ADHD test seluruh responden 0.001 Posttest-pretest ADHD test berdasarkan jenis kelamin la0k.i0-0la5ki Posttest-pretest ADHD test berdasarkan jenis kelamin pe0r.e0m46puan Posttest-pretest ADHD test berdasarkan kategori usia 3,0.–0843,0 th Posttest-pretest ADHD test berdasarkan kategori usia 4,10.0–154,0 th Posttest-pretest ADHD test berdasarkan kategori usia 5,10.1–567,0 th Posttest-pretest ADHD test berdasarkan kategori usia 6,10.3–177,0 th Pada tabel 4.5 di atas bahwa seluruh responden yang berjumlah 30 anak, baik laki- laki maupun perempuan didapatkan hasil antara pre dan posttest dengan nilai p = 0.001, hal ini dipahami dalam uji hipothesis bahwa tindakan yang diberikan antara pre dan posttest cukup signifikan untuk meningkatkan atensi anak ADHD, karena nilai p < 0,05. Pada 23 responden laki-laki dihasilkan tingkat signifikansi perlakuan tindakan antara pre dan posttest untuk anak laki-laki adalah p = 0.005, hal ini dipahami bahwa tindakan yang diberikan cukup signifikan pula untuk memperbaiki atensi anak karena nilai p < 0,05, Sedang pada 7 responden perempuan dihasilkan tingkat signifikansi perlakuan tindakan antara pre dan posttest adalah p = 0.046, dalam uji statistik bahwa tindakan yang diberikan mempunyai pengaruh yang sedikit signifikan karena nilai p < 0,05, hasil uji statistik nampak dengan perbedaan p yang tipis. Sebanyak 7 responden anak menurut kategori umur 3,0 – 4,0 tahun didapatkan hasil antara pre dan posttest untuk nampak p = 0.083, dalam uji hipothesis bahwa tindakan yang diberikan tidak signifikan karena nilai p > 0,05, pada 11 responden anak dengan kategori umur 4,1 – 5,0 tahun didapatkan hasil antara pre dan post test nampak p = 0.014, hal ini

dipahami dalam uji hipothesis bahwa tindakan yang diberikan cukup signifikan karena nilai p < 0,05, sedang pada 7 responden anak dengan kategori umur 5,1 – 6,0 tahun didapatkan hasil antara pre dan posttest untuk kategori usia ini nampak p = 0.157, hal ini dipahami dalam uji hipothesis bahwa tindakan yang diberikan tidak signifikan unutk meningkatkan atensi anak, hal ini disebabkan nilai p > 0,05, dan pada 5 responden anak dengan kategori umur 6,1 – 7,0 tahun didapatkan hasil antara pre dan posttest untuk kategori usia ini nampak p = 0.317, hal ini menunjukkan bahwa tindakan yang diberikan untuk kategori umur tersebut tidak signifikan untuk memperbaiki atensi anak karena nilai p > 0,05. I. Pembahasan Dari hasil uji statistik menggunakan uji non parametrik 2 related sample (Wilcoxon) di atas dapat dibagi menjadi klasifikasi menurut jenis kelamin yaitu anak laki-laki, nampak bahwa aktifitas yang dikerjakan dengan merangkak cukup signifikan untuk meningkatkan atensinya, demikian juga dengan jenis kelamin perempuan nampak juga bahwa dengan perlakuan tersebut meningkatkan atensinya. Sedangkan pada klasifikasi menurut kategori umur baik berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan yaitu kategori umur 3,0 - 4,0 tahun mempunyai perkembangan normal antara lain : menggambar garis tegak, menyebut warna benda, menyebut nama teman, berdiri 1 kaki, menggambar lingkaran , bercerita singkat, memahami instruksi yang sederhana, menyebut penggunaan benda, memakai kaos. Hasil penelitian pada kategori umur tersebut menunjukkan bahwa aktifitas yang dikerjakan dengan merangkak tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap peningkatan atensinya hal ini disebabkan pada umur tersebut dimungkinkan anak kurang memahami instruksi yang diberikan oleh terapis, pada kategori umur 4,1 - 5,0 tahun mempunyai perkembangan normal yaitu : menggambar tanda tambah, memakai baju tanpa bantuan, menggambar manusia, bermain kartu dan berbagai puzzle bentuk, sikat gigi tanpa bantuan. Hasil penelitian pada kategori umur ini menunjukkan bahwa aktifitas yang

dikerjakan dengan merangkak justru memberikan perubahan yang cukup signifikan terhadap peningkatan atensinya, hal ini kemungkinan disebabkan pada usia tersebut anak mulai memahami instruksi dan tugas dengan lebih baik, tertarik dengan jenis-jenis permainan seperti kartu ataupun puzzle, selain itu juga faktor jumlah sampel populasi yang relatif lebih banyak dari pada sampel pada masing-masing kategori lainnya yaitu sebanyak 11 orang (36,7%) dari keseluruhan sampel populasi yaitu sebanyak 30 anak. Pada kategori umur 5,1 - 6,0 tahun mempunyai perkembangan normal yaitu anak dapat menghitung mainan dan mengambil makanan sendiri, permainan yang kompleks, pada kategori umur ini menunjukkan bahwa aktifitas yang dikerjakan dengan merangkak tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap peningkatan atensinya, hal ini mungkin disebabkan jumlah populasi sample yang relatif lebih kecil dan jenis permainan yang dilakukan dengan merangkak sudah tidak menarik lagi untuk rentang umur tersebut. Pada kategori umur 6,1 - 7,0 tahun menunjukkan bahwa aktifitas yang dikerjakan dengan merangkak tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap peningkatan atensinya, hal ini mungkin disebabkan anak tidak tertarik lagi dengan jenis permainan yang dilakukan dengan merangkak, mereka menganggap jenis permainan tersebut kurang menantang dan cenderung membosankan sehingga anak mulai suka permainan yang lebih komplek dan menantang. Secara keseluruhan responden didapatkan hasil uji statistik dengan tingkat significancy p = 0,001 hal ini dipahami bahwa perlakuan tindakan yang diukur dengan ADHD test pre dan posttest mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perbaikan atensi anak, karena p < 0,05, jadi aktifitas yang dikerjakan dengan merangkak ternyata mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap perbaikan atensi anak ADHD. Pada dasarnya aktifitas yang dipilih yaitu mengerjakan aktifitas permainan yang dilakukan sambil merangkak, merupakan salah satu dari banyak aktifitas yang bisa

dilakukan oleh anak, dalam hal ini peneliti menggunakan berbagai metode berupa instruksi dan gradasi waktu menyelesaikan aktifitas tersebut untuk mengontrol aktifitas yang dilakukan. Pembiasaan-pembiasaan anak melakukan aktifitas sampai selesai akan berdampak pada peningkatan kepatuhan, sedangkan peningkatan kepatuhan juga berhubungan dengan perbaikan atensi, maka mengerjakan aktifitas tertentu tersebut apabila dilakukan dengan tehnik atau metode tertentu dalam hal ini aktifitas dikerjakan dengan merangkak tentunya juga berpengaruh terhadap atensi anak. Adapun pengulangan- pengulangan aktifitas yang dilakukan bertujuan untuk membentuk perilaku yang melekat, dalam hal ini peningkatan atensi anak. Secara teori merangkak juga bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan (endurance) dan stabilitas otot-otot ekstremitas atas antara lain m. Romboideus, m. Deltoideus dan m. Trapezius. Stabilitas dan Endurance otot-otot tersebut membuat anak lebih nyaman dan lama bertahan dalam aktivitas, baik itu keterampilan akademis maupun aktivitas yang lainnya sehingga hal ini mempengaruhi atensi dan konsentrasi anak (Bundy dan Murray, 1991). Menurut Hendryk, (2013) bahwa salah satu ciri yang khas pada anak ADHD selain atensi dan hiperaktifitasnya adalah pikiran yang selalu mengembara atau melompat- lompat. Hal ini dianalogikan bahwa pikiran anak ADHD ini seperti kuda liar yang belum dijinakkan. Kunci utama dalam penanganan Anak ADHD / Anak Hiperaktif adalah memusatkan perhatiannya (attention). Dengan perhatian yang terpusat maka anak dapat mengontrol perilakunya baik hiperaktifitas maupun atensinya. Dalam penelitian ini pengontrol perilaku anak adalah aktivitas yang dikerjakan dengan merangkak. Anak diminta menyelesaikan satu bentuk permainan yang repetisi seperti memindahkan mainan berupa puzzle, pegboard dan kubus-kubus dalam rentang waktu tertentu. Variasi halang rintang (obstacle course) untuk aktivitas ini dapat berupa terowongan tumble form, trap tangga dan

matras biasa. Anak dikontrol agar tetap konsisten menyelesaikan aktivitas permainan tersebut, sehingga pengulangan aktivitas-aktivitas bermain tersebut menjadi perilaku yang melekat yang dapat digeneralisasikan kedalam perilaku-perilaku lainnya misalnya harus bisa atensi dalam satu sesi pelajaran dikelas, atau aktivtas-aktivitas lain yang berhubungan dengan keterampilan akademik anak ( Kranowitz, 2003). Latihan atensi dan konsentrasi pada anak dimana berdasarkan clinical study yang telah dilakukan menunjukkan bahwa program latihan atensi dengan aktivitas bermain (play attention) yang telah diterapkan di US, Europe dan negara-negara maju dan berkembang lainnya memberikan hasil cukup signifikan yaitu sebesar 98,4% keberhasilan peningkatan atensi/fokus, peningkatan sikap, peningkatan prestasi akademik dan peningkatan hubungan sosial, setelah anak menjalani 26 sesi pelatihan. Hal ini juga dapat diaplikasikan dalam satu pendekatan terapi latihan oleh okupasi terapis yang dalam penelitian ini aktivitas yang dipilih adalah aktivitas bermain yang dikerjakan dengan merangkak yang dilakukan dalam 12 kali sesi terapi (Hendryk, 2013). Keberhasilan penelitian ini juga sangat dipengaruhi oleh dukungan keluarga, hal ini sesuai dengan pendapat Heward yang ditulis kembali oleh Hendriyani, Handariyati, & Sakti (2006), efektifitas berbagai program penanganan dan peningkatan atensi pada anak berkebutuhan khusus akan sangat tergantung pada peran serta dan dukungan penuh dari keluarga. Dukungan dan penerimaan dari setiap anggota keluarga akan memberikan energi dan kepercayaan dalam diri anak untuk lebih berusaha meningkatkan setiap kemampuan yang dimiliki anak. Hal ini dapat membantu anak lebih diterima dilingkungannya. E. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini adalah :

1. Dalam penelitian ini hanya melakukan intervensi dengan frekuensi hanya 2 kali seminggu saja, dan pada saat pengambilan data dibatasi oleh waktu pelayanan yang singkat yaitu kurang lebih 25 menit. 2. Sampel dalam penelitian ini hanya anak-anak yang mempunyai diagnosis ADHD di Instalasi Rehabilitasi Medik, sehingga belum dapat mencerminkan bahwa aktivitas yang dikerjakan dengan merangkak mempengaruhi perbaikan atensi secara keseluruhan, dan tentunya masih banyak faktor yang dapat mempengaruhinya. Meskipun peneliti sudah meminimalkan bias yang mempengaruhi hasil penelitian ini. 3. Pola asuh orang tua dirumah juga mempengaruhi hasil penelitian ini, sementara peneliti tidak mampu mengendalikan.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN C. Simpulan Hasil penelitian dari 30 responden tentang pengaruh aktifitas yang dikerjakan dengan merangkak terhadap perbaikan atensi anak ADHD dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Ada pengaruh yang signifikan aktifitas yang dikerjakan dengan merangkak terhadap perbaikan atensi anak ADHD baik pada jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. 2. Ada pengaruh yang signifikan aktifitas yang dikerjakan dengan merangkak terhadap perbaikan atensi anak ADHD khususnya pada kelompok usia 4,1- 5,0 tahun. D. Saran Berdasarkan kesimpulan penelitian diatas, berikut ini diusulkan saran untuk tindakan terapi dalam perbaikan atensi anak ADHD sebagai berikut : 1. Okupasi terapis lebih mengenal dan memahami karakteristik dan problematika anak ADHD, sehingga anak memperoleh suatu tindakan terapi yang sesuai dengan kebutuhannya 2. Memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam peningkatan pengetahuan, khususnya untuk pola asuh anak yang berkebutuhan khusus dalam hal ini anak ADHD. 3. Penelitian yang akan datang diharapkan agar waktu perlakuan tindakan diperpanjang, sehingga perubahan hasil tindakan terapi pretest dan posttest akan nampak lebih signifikan.

Daftar Pustaka American Psychiatric Assosiations (2005). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (DSM IV). Washington, DC. American Psychiatric Associations. Ayres, A.J. (2000). The development of sensory integrative theory and practice: A collection of the works of a. Jean Ayres. Kendall/Hunt Pub Co. ISBN 0-8403-0971-6. Baihaqi, M.I.F. & Sugiarmin, M. (2006). Memahami dan membantu anak ADHD. Bandung: Refika Aditama Barkley, R.A. 1991. Attention-deficit hyperactivity disorder. Scientific American, 279:3 Batshaw, M.L. (2002). Children with disabilities. (5th ed). Baltimore : Paul H. Brookes Publishing Co., Inc. Behrman, R. E, Kliegman, R. M, & Arvin, A. M. (1999). Ilmu kesehatan anak Nelson. Ed.15. Jakarta: EGC. Bennett, D., & Dunn, W. (1997). Performance of children with attention deficit hyperactivity disorder on the Sensory Profile. Manuscript submitted for publication Bundy, A. & Murray, E. (1991). Sensory integration: theory and practice. F.A Davis Company Philadelphia Chandra, B. (1995). Pengantar statistic kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Dalton, R., & Forman, M. (1999). Attention deficit hyperactifity disorder. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson textbook of pediatrics. 16th ed. WB Saunders Co. USA. 2000;29.2:100-3. Gilliam, J.E. (1995). Attenttion-deficit/hyperactivity disorder test a method for identifying individuals with ADHD. Texas : PRO-ED, Inc. Groover (2007). Atensi konsentrasi. Retrieved Januari, 07, 2010, http://hapidzcs.blogspot.com/2011/10/atensi-perhatian-dan-faktor-faktor-yang.html Hendryk, T., (2013). Penanganan Anak ADHD / Anak Hiperaktif. http://www.adhd- centre.com/adhd-article/10-penanganan-anak-adhdhiperaktif. Kranowitz, C. S., (2003). The Out- of-Sync Child Has Fun: activities for kids with sensory integration dysfunction. First edition. USA : library of Congress cataloging in Publication Data. Mangeot, S.D., Miller, L.J., McIntosh, D.N., McGrath-Clarke, J., Simon, J., Hagerman, R.J., (2001). Sensory modulation dysfunction in children with attention-deficit-hyperactivity disorder. Developmental Medicine & Child Neurology, 43, 399

National Institute of Mental Health. (2008). Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD).NIH Publication No 08-3572. Paternote, A. & Buitellar, J. (2010) . ADHD attention deficit hyperactivity disorder (gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas) gejala, diagnosis, terapi, serta penangananya di rumah dan sekolah. Jakarta : Prenada Pedretti, L. W. (2001). Occupational therapy practice skills for physical dysfunction fifth edition. USA : A Harcourt Health Sciences Company. Psychemate (2007) Atensi Retrieved September, 19, 2007, http://psychemate.blogspot.com/2007 Reed, K.L. (2001). Quick reference to occupational therapy(2nd ed.). Maryland: An. Aspen Publication Saputro, D. (2003). Manajemen terapi gangguan ADHD pada anak dan rernaja, makalah dalam sirnposium penatalaksanaan masa kini ganggguan pemusatan perhatian / hiperaktivitas, bagian ilmu kesehatan anak, http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:_nG5HXgZ70AJ:jurnal.pdii.li pi.go.id/admin/jurnal/132077381_08542805.pdf+jurnal+adhd&hl=id&gl=id Smith, R., S., Clark, G. F., Bissel, J. (2003). Applying sensory integration framework in educationally related occupational therapy practice. American Journal of Occupational Therapy, 57, 652-659 Sugiarmin, M. (2005). Terapi psikoedukatif bagi anak GPPH dan kesulitan belajar. Makalah Seminar,Bandung, Sugiyono. (1999). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabet Sunartini. (2000). Attention Deficite Hyperactivity Disorder Retrieved Desember, 2008. http://ortotik-prostetik.blogspot.com/2008/12/attention-deficite hyperactivity_8529.html Zavira, F. (2007). Anak Hiperaktif : Cara Cerdas Menghadapi Anak hiperaktif dan gangguan Konsentrasi. Penerbit : Ar-ruzz Media, Yogyakarta


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook