Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) Penulis: Safridah bersama 11 guru MGMP Bahasa Inggris SMP Kota Pekanbaru ISBN 978-623-248-828-1 Editor: Nurani Ike Budiatmawati Penata Letak: @timsenyum Desain Sampul: @timsenyum Copyright © Pustaka Media Guru, 2020 xii, 242 hlm, 14,8 x 21 cm Cetakan Pertama, Mei 2020 Diterbitkan oleh CV. Pustaka MediaGuru Anggota IKAPI Jl. Dharmawangsa 7/14 Surabaya Website: www.mediaguru.id Dicetak dan Didistribusikan oleh Pustaka Media Guru Hak Cipta Dilindungi Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, PASAL 72
Prakata Safridah, M.Pd. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Pengalaman menulis beberapa buku antologi membukat saya mencoba kembali memotivasi para guru. Kali ini yang saya motivasi adalah guru‐guru yang tergabung dalam forum MGMP Bahasa Inggris Kota Pekanbaru. Berawal dari kegiatan sebagai fasilitator Program Pelita Pendidikan Tanoto Foundation di forum tersebut, mencoba mengajak guru‐guru yang berkeinginan untuk menulis, menuliskan secuil kisah yang dialami selama mejadi guru. Niat untuk menulis adalah sebuah modal dasar dalam menghasilkan sebuah karya. Dengan semangat yang luar biasa para penulis tergabung dalam jejaring WA dan memulai ketentuan dalam penulisan. Sampai akhirnya menyepakati penulisan cerita dalam bentuk dua bahasa. Di sela kesibukan menjalani rutinitas para penulis tetap berkomitmen untuk mengejar deadline pengumpulan naskah. Dalam buku antologi Catatan Indah di Detak Hati (Beautiful Note in the Heart Beat) para penulis menorehkan catatan indah yang patut dikenang ketika menjalankan profesi sebagai guru. Saya berani mengatakan bahwa buku ini merupakan buku antologi yang sangat menarik karena dikemas dalam dua bahasa. Terima kasih kepada semua penulis yang sudah menghadirkan Catatan Indah di Detak Hati (Beautiful Notes on Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | iii
the Heart Beat). Tentunya dalam penulisannya tak luput dari kesalahan dan kesilapan dari segi teknik penulisan, diksi, dan penggunaan tata bahasa. Namun, sebuah keinginan untuk mengembangkan potensi diri dalam menulis dan mengembangkan minat baca tidak menghalangi penulis dalam berkarya. Bertepatan dengan Hari Guru Nasional yang ke‐74, semua penulis yang sebagian besar pemula bersepakat untuk menuliskan ceritanya. Ucapan terima kasih juga diberikan kepada Tim Editor dan seluruh pihak terkait yang telah memberikan kontribusi yang luar biasa. Kritik dan saran pembaca tentunya akan menghasilkan tulisan yang lebih baik untuk karya‐karya selanjutnya. Semoga buku antologi ini menjadi motivasi dalam karya selanjutnya dan menjadi catatan indah yang patut dibaca dan dimiliki. Mohon maaf jika ada salah dan akan terus belajar dan memperbaiki agar dapat menghasilkan cerita‐cerita baru dalam menyemarakkan gerakan literasi dalam dunia pendidikan. Salam Literasi. Pekanbaru, 25 November 2019 Penulis iv | Safridah, dkk
Foreword Safridah, M.Pd. P eace be upon you, and Allah's mercy and blessings, The experience of writing several anthologies makes me try to motivate the teachers again. This time, I motivate the teachers in community of JHS English Discussion Forum Pekanbaru. Starting from the activities as a facilitator of the Tanoto Foundation Pelita Pendidikan Program Pintar at the forum, trying to invite teachers who have a great desire for writing, that is, write a special experience during becoming a teacher. The intention in the heart for writing, is a basic capital in producing a book. With great enthusiasm all writers joined the WA networ and start the writing provisions. Until finally, all writers make a decision that the stories will be in the form of billingual. In their busy schedule and routine, all writers have great commitment to chase the deadline of manuscript collection. In the Beautiful Notes in the Heart Beat, the authors carve story that are worth remembering when carrying out the profession as a teacher. I dare saying that this book is a very interesting because the language writing is packaged in two languages. Deeply thanks delivering for all writers who have big contributios in presenting Beautiful Notes in the Heart Beat. Mindfully, of course in writing it is not free from mistakes Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | v
including writing techniques, diction, and the use of grammar. However, a desire to develop self‐potential in writing does not prevent writers to create a writing. To coincide with the 74th National Teacher's Day, all writers, mostly beginners, agreed to write the story. Acknowledgments are also given to the Editorial Team and all related parties who have made extraordinary contributions. Hopefully this anthology book can be a motivation in future work and be a beautiful note for all writers and be a valuable reading for readers. So, get this book for your adding collection. Sorry for all mistaken found in the wiriting of this book. Criticisms will be a big callenge in learning to create the next writing and to enliven the literacy movement in education word. Pekanbaru, November 25, 2019 Writers vi | Safridah, dkk
Kata Pengantar Hj. Marlina, S.Pd. A lhamdulillahirabbil’alamin. Dengan rahmat Allah Yang Mahakuasa, guru‐guru yang tergabung dalam komunitas MGMP Bahasa Inggris SMP Kota Pekanbaru, dengan penuh rasa syukur, meluncurkan sebuah buku antologi cerpen bilingual dengan judul Catatan Indah di Detak Hati (Beautiful Note in the Heartbeat). Buku ini bercerita tentang pengabdian guru‐guru hebat yang mewarnai jagat pendidikan di negeri ini. Saya merasa bangga dan salut kepada mereka yang berani dan mampu menulis. Tidak semua orang dapat melakukan hal itu. Menulis hanya mampu dilakukan oleh mereka yang benar‐benar hebat, yaitu orang yang mampu mengorganisir ide kemudian menuangkannya dalam bentuk tulisan. Terima kasih kepada semua kontributor yang telah memahatkan namanya di buku ini. Nama kalian akan abadi, meskipun kalian nanti sudah tidak ada lagi. Buku ini adalah the first great step. Insyaallah setelah ini akan ada buku‐buku berikutnya, bukan saja buku antologi bahkan sangat memungkinkan untuk menulis buku solo. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu untuk merealisasikan terbitnya buku ini. Saya berharap kerjasama yang baik ini dapat terbina terus, sehingga akan Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | vii
hadir buku‐buku yang lain yang bermanfaat untuk kemajuan pendidikan di negeri kita tercinta ini. Semoga Allah mencatat apa yang kita lakukan ini sebagai amal saleh. Semoga buku yang ditulis bersempena Hari Guru Nasional ini, dapat memberi kontribusi positif kepada para siswa, guru, dan pemangku kepentingan pendidikan lainnya. Guru mulia karena karya. Jayalah guru Indonesia. Pekanbaru, 25 November 2019 viii | Safridah, dkk
Preface Hj. Marlina, S.Pd. A lhamdulillahirabbil’alamin... With the blessing of Allah, the english teachers that gathered in JHS English Discussion Forum Pekanbaru publish a bilingual anthology of short stories. It is entitled Beautiful Note in The Heart Beat (Catatan Indah di Detak Hati). This book is about the dedication of the great teachers in educating their pupils. I am really proud of someone that is brave and able to write. Not all people can do it. I am sure only the great people can make it. They are the people who can organize their ideas then realize them in their writings. Thanks a lot to all contributors who have listed your names on this book. Your names will be everlasting though you have gone from this world. This is the first great step. I really believe that there will be more books after. It is not only an anthology book but also a single writing book by you are all. I also say thank you very much for everyone who have helped us to publish this book. I hope this good collaboration will continue, so that there will appear some other good books. I am very certain that those books will be very beneficial for the advancement of the education in this beloved country. Hope it will be a charity for you all. Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | ix
This book is written in conjunction with The National Teacher’s Day. I hope it will give a good contribution to the students, teachers and others who care to the education. The teachers will be noble human beings because of their creations. Bravo to the Indonesian Teachers. Pekanbaru, 25 November 2019 x | Safridah, dkk
Daftar Isi Prakata ....................................................................................... iii Foreword .................................................................................... v Kata Pengantar ......................................................................... vii Preface ....................................................................................... ix Daftar Isi .................................................................................... xi 1. Rindu di Kala Kota Berselimut Asap .............................. 1 Longing When the Smoke Covered the City ............... 15 By: Safridah, M.Pd. ....................................................... 15 2. Cerita 2 Ya, Allah! Saya Tergugu ................................. 28 Story 2 Oh, Allah. I’m Speechless ............................... 34 By: Marlina Armansyah .............................................. 34 3. Cerita 3 GIFTED (Biarkan Kuncup Mekar Kembang Jadi Bunga) ........................................................................... 41 Story 3 GIFTED (Let the Blooming Buds Become Flowers) ....................................................................... 53 By: Daris Kandadestra ................................................. 53 4. Cerita 4 Aku dan Boomboosterku .............................. 64 Story 4 Me and My Boombooster .............................. 79 By: Neneng Arisandi, S.Pd. ......................................... 79 5. Cerita 5 Dia yang Terabaikan ...................................... 93 Story 5 A Neglected Boy ............................................ 102 By: Eka Septrina, S.Pd. ............................................... 102 6. Cerita 6 Muridku Malang, Muridku Sayang ............... 111 Story 6 My Poor Students, My Dear Students ......... 120 By: Agustrianita, M.Pd. .............................................. 120 Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | xi
7. Cerita 7 Guru kecilku ................................................... 128 Story 7 My little teacher ............................................. 139 By: Ilmawati, S.Pd. ..................................................... 139 8. Cerita 8 Aku, Dia, dan Taiwan .................................... 150 Story 8 You, I, and Taiwan ......................................... 160 By: Wahyu Arif, S.Pd. ................................................. 160 9. Cerita 9 Pandangan Pertama ...................................... 169 Story 9 First Sight ....................................................... 179 By: Umi Salamah, S.Pd. .............................................. 179 10. Cerita 10 Dari Bukan Sesuatu Menjadi Sesuatu ........ 188 Story 10 From Nothing to Something ....................... 196 By: Tengku Muhammad Hanafi Mustafa, M.Pd. ...... 196 11. Cerita 11 Cinta Tanpa Syarat ...................................... 203 Story 11 Unconditional Love ....................................... 212 By: Riska Cahyati, S.Pd. I ............................................ 212 12. Cerita 12 Pagi yang Sempurna ................................... 220 A Perfect Morning ...................................................... 231 By: Mia Prima Putri, S.Pd. .......................................... 231 xii | Safridah, dkk
Rindu di Kala Kota Berselimut Asap Oleh: Safridah, M.Pd. Guru Bahasa Inggris MTsN 3 Kota Pekanbaru K upandangi halaman madrasah yang sepi dari ruang tata usaha di mana aku sedang berdiri. Sudah hampir dua minggu aktivitas di madrasah tidak berjalan seperti biasanya. Tidak terlihat siswa/siswi berseragam putih dongker berdatangan sambil menyalami para guru hari ini. Tidak terlihat senyum saling menyapa ketika siswa baru berdatangan menuju kelas mereka. Tidak terlihat mereka begitu tergesa‐gesa memasuki kelas dan segera meletakkan tas kemudian mengambil sapu membersihkan ruang kelas. Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 1
Tidak terdengar teriakan siswa laki laki dilapangan sambil memanggil satu sama lainnya. Tidak terlihat siswa dan siswi duduk duduk di bangku taman menikmati pagi sebelum pelajaran dimulai. Yang ada di depan pandanganku hanya beberapa orang petugas kebersihan madrasah yang sibuk membersihkan daun‐daun yang berguguran agar madrasah selalu kelihatan bersih. Beberapa saat kemudian barulah terdengar langkah sepatu beberapa orang menuju mesin cheklock finger sebagai tanda kehadiran guru pada pagi hari ini. Ya, suasana ini terjadi disebabkan kabut asap yang tak kunjung hilang sejak satu bulan lalu. Dari hari ke hari, kondisi udara semakin memburuk disebabkan bencana asap yang semakin tebal. Dampak menghirup udara yang penuh racun ini mengakibatkan penyakit secara perlahan dan dapat mengganggu kesehatan para pelajar. Udara penuh kabut asap menyesakkan dada dan mengganggu pernapasan. Sudah banyak korban terutama anak‐anak sekolah yang menderita sesak, batuk, dan ISPA, sehingga pejabat berwenang mengambil kebijakan dalam mengantisipasi kondisi ini. Kebijakan meliburkan peserta didik menjelang kondisi udara membaik. Suasana sunyi tanpa mereka di madrasah ini memunculkan satu rasa yang tak pernah muncul sebelumnya di hatiku. Rasa Rindu. Rindu ingin bertemu mereka. Rindu bersenda gurau di sela‐sela pemberian materi pelajaran bahasa Inggris di kelas yang biasa aku masuki. Rindu melihat ekpresi wajah yang tidak mengerti ketika aku menjelaskan materi di kelas. 2 | Safridah, dkk
Rindu medengar sapaan “Assalamualaikum, Ma’am! Hello, Ma’am!” sambil menyalamiku setiap bertemu di teras kelas mereka. Rindu ketika mereka bertanya tentang petunjuk‐petunjuk latihan soal yang kuberikan. Ya, aku rindu suasana dengan rutinitas kerja sebagai guru di madrasah ini. Kondisi di mana tidak bertemu murid‐muridku, membukat aku sadar bahwa aku membutuhkan mereka. Keadaan kota yang dipenuhi asap sampai pekan ini memberikan hikmah yang luar biasa dalam pemikiranku, bahwa aku mencintai pekerjaanku sebagai guru. Namun, aku tidak tahu apakah dari seribu putih dongker di madrasahku merasakan rindu seperti yang kumiliki saat ini? Mungkin sebagian mereka merasa senang dengan libur kabut asap ini. Jauh dari rutinitas yang selama ini melelahkan bagi mereka. Lelah menampung dan mengerjakan tugas yang harus dikumpulkan tepat pada waktunya. Lelah belajar dan mengerjakan seluruh tugas tersebut hingga larut malam. Ya, aku selalu mendengar keluh kesah mereka setiap masuk keruang kelas. “Ma’am, kami lelah… kami letih… kami ngantuk… kami ingin bebas dari tugas tugas ini.” “Untuk meraih sukses Ananda akan menghadapi banyak hal. Sukses tidak datang sendiri tetapi datang dari usaha keras dan doa dari Ma’am”, sambil tersenyum mendengar jawaban ku setiap mereka berkeluh kesah. Namun pasti berbeda bagi sebagian lainnya yang haus akan ilmu. Mereka berhayal bahwa waktu 24 jam tidak cukup bagi mereka. Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 3
“Ma’am, bagaimana kalau ruang waktu dalam satu hari menjadi 60 jam saja? Sehingga kami mempunyai banyak kesempatan untuk menyelesaikan tugas‐tugas pelajaran? Agar lebih banyak ilmu yang bisa kami dapat dari bapak ibu guru di madrasah ini?” Pernah beberapa kali mereka bertanya seperti itu. Siswa/siswi para penyuka ilmu ini seringkali bertanya bertubi‐tubi karena keingintahuannya lebih besar dari pertanyaan yang sudah mereka luncurkan dari bibir mereka. Mereka selalu cepat dalam merespon pertanyaan guru, dalam sekejap segera mengumpulkan latihan‐latihan yang diberikan. Bahkan meminta tugas tambahan. “Biar hidup ini lebih menantang, Ma’am! Tanpa soal hidup ini terasa hampa.” Agak lebay mereka mengomentarinya ketika aku berkata, “Cukup itu saja soal‐soalnya.” *** Hari ini, setelah briefing tentang antisipasi keberlangsungan kegiatan guru dan siswa dalam kondisi kota yang dipenuhi asap, aku segera menuju mobil dan mengarahkan mobilku ke Jalan Sudirman. Tujuanku hari ini membaca beberapa buku di perpustakaan wilayah yang jaraknya lebih kurang 6 km dari sekolahku. Sepanjang jalan terlihat hamparan kabut putih yang menghalangi pandangan. Suasana jalan raya kelihatan sepi. Masyarakat lebih memilih untuk tinggal di rumah dari pada menghirup udara yang semakin memburuk ketebalannya. Hanya terlihat beberapa pengguna jalan dengan menggunakan masker. Namun, masih 4 | Safridah, dkk
terlihat beberapa dari mereka masih berani mengendarai motor tanpa masker di wajah. Di persimpangan jalan, aku pun memperlambat pijakan kopling gas mobil, sehingga berhenti tepat di sisi tepi kanan jalan simpang lampu merah. Sementara pengendara lain satu per satu menghentikan laju kendaraannya. Kulihat seorang anak perempuan menawarkan masker kain kepada pengendara motor dan mobil yang sedang berhenti menunggu tanda lampu hijau. Dia ditemani seorang anak laki‐ laki sebaya dengan umurnya, mereka berdua menawarkan masker kepada pengendara roda dua yang sedang berhenti. Sekilas aku memerhatikan wajah anak perempuan tersebut, namun mobilku segera berlalu karena lampu hijau sudah menyala. “Sepertinya aku pernah melihat gadis ini di madrasah?” Aku mencoba mengingat‐ngingat. Mobil pun terus melaju. Aku melanjutkan perjalanan dengan megingat‐ngingat gadis tersebut, dan akhirnya aku berhenti mengingatnya setelah mobil berhenti tepat di halaman parkir pustaka wilayah. Setelah memarkir mobil, aku memasuki bangunan perpustakaan yang megah ini. Aku naiki tangga menuju lantai satu. Di sana sudah terlihat tempat duduk yang penuh dengan para penyuka buku dari kalangan dewasa. Kucoba berkeliling menyusuri lorong rak‐rak yang panjang dan berharap ada kursi yang kosong sambil mencari buku pilihan yang tepat untuk dibaca hari ini. Akhirnya aku mendapatkan sebuah kursi yang kosong jauh berada di sudut belakang. Menurutku karena posisinya terlalu di sudut maka tak ada Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 5
penyuka buku yang menempatinya. Walau demikian aku dengan santai mencari posisi duduk yang nyaman. Maksudku dengan posisi berada di sudut kubuat diriku nyaman sambil membaca buku dan membuka laptop yang sengaja kubawa dari rumah. Seharian aku di sini hampir lupa bahwa waktu asar telah tiba. Untung saja seorang mahasiswa berada dekat kursiku bicara dengan teman sebelahnya dan mengajaknya untuk shalat Asar di musala perpustakaan. Aku pun segera mengemasi laptop dan memasukkan ke dalam tas hitam dan segera mengembalikan buku ke rak semula. Ketika keluar dari ruangan mulailah udara yang penuh kabut asap terasa kembali mengganggu pernapasan. Semakin sore kabut asap Buannya semakin tipis, tapi malah menambah sesak dada dan susah bernapas. Kuambil masker dan segera menutup hidungku sambil menuju parkiran. Mobil pun keluar ke arah jalan Sudirman menuju arah pulang. Entah mengapa mobilku behenti kembali di simpang lampu merah tadi pagi. Semua kendaraan berhenti beberapa menit mengikuti tanda lampu yang mengharuskan berhenti. Di tepi Jalan kulihat kembali gadis tadi pagi. Dia masih menjajakan maskernya kepada pemakai jalan. Dengan menyusuri tepi jalan kemudian beranjak ke tengah mencari pemakai jalan yang tidak mengenakan masker. Dia menawarkan maskernya kepada pengendara yang ada disamping kiri mobilku. “Masker Bu, masker.” Dia terlihat tersenyum bahagia karena masker yang dia jual dibeli oleh ibu tersebut. Sambil mengucapkan Terima 6 | Safridah, dkk
kasih terlihat rona bahagia di wajahnya. Aku memerhatikan gadis itu kembali. Kuperhatikan dia baik‐baik. Dari dalam mobil aku melihat dia berjalan di sisi mobilku. Ya, aku mengenalnya namun lupa siapa namanya. Dia adalah salah seorang siswi di kelas yang biasa aku masuki di madrasah. Dia berlalu dari sisi mobilku dan mencari pengendara roda dua lain yang masih mengantri di belakang. Ketika lampu hijau menyala, kulihat dari kaca spion mobilku, dia perlahan menepi ke sisi jalan. Dia menghindari kendaraan yang mulai berjalan. Aku mengingat‐ingat di kelas mana gadis itu setiap aku mengajar. Kucoba me‐review ingatanku. “Ya, gadis pendiam itu, baru ku ingat namanya. Lisa. Ya sudah pasti dia Lisa. Aku selalu melihatnya murung ketika pembelajaran di kelas. Selama ini aku tidak begitu memperhatikannya. Karena dia termasuk siswa yang selalu mengerjakan tugas‐tugas yang aku berikan dan tidak pernah melakukan hal aneh‐aneh ketika berada di dalam kelas. Pernah suatu kali dia kelihatan habis menangis. Ketika aku menyanyakan ada apa dengannya dia berkata, “Tidak apa‐apa, Bu. Saya baik‐baik saja.” Dia tidak mau berlama‐lama di hadapanku dan segera kembali ke tempat duduknya yang berada di belakang. Sepertinya dia menghindari mendapatkan pertanyaan lain seputar matanya yang bengkak. Kucoba mengingat lebih dalam lagi tentang Lisa. Hari itu aku kembali mengajar di kelasnya. Kumulai pelajaran seperti biasanya dengan memberikan beberapa motivasi agar siswiku semangat belajar di siang bolong ini. Dari depan kelas kulihat Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 7
lisa asyik bercerita dengan teman sebangkunya sambil menunduk. Namun, aku tidak memerhatikan wajahnya saat itu. Aku menegur dan memanggil keduanya ke depan kelas. Tergagap dan pucat keduanya sampai di depan. Lisa menunduk saja ketika aku menanyakan apa yang digosipkan di tempat duduk dengan teman sebangkunya.belakang. “Kamu berdua, kenapa tidak memerhatikan Ibu, apa yang kalian bicarakan ha!” dengan emosi aku bertanya kepada keduanya. Lisa tambah tertunduk dalam. Aku menghardiknya, “Coba tegakkan kepalamu dan lihat Ibu.” Ketika dia menatapku, kulihat matanya berkaca‐kaca menahan air matanya jatuh. Temannya mencoba untuk menjelaskan keadaan Lisa. “Maaf Bu Guru, Lisa ada masalah, dia sejak tadi curhat kepada saya.” Mendengar hal tersebut bicaraku mulai melunak. “Kembalilah ke kursimu, Lisa. Tapi setelah jam pelajaran ini berakhir temui Ibu di kantor, ya?” Lisa mengangguk lemah dan berkata lirih, “Iya, Bu.” Tiba‐tiba aku terkejut mendengar klakson mobil di depanku. “Teeeet…” Sebuah mobil van hampir saja mengenai sisi kanan mobilku. Untung saja aku bisa stabil sedikit memutar stir ke arah kiri. Terdengar bunyi kecil “tak” di ujung spion mobil. “Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah, aku mengucapkannya berkali‐kali. 8 | Safridah, dkk
Aku menghela napas panjang sambil mengatur pernapasan. Untung saja tidak menyerempet mobil tersebut. Tak terbayang urusan panjang akan menimpaku jika itu terjadi. Aku menghentikan mobilku karena pengendara mobil van tersebut juga berhenti. Aku segera membuka kaca dan menoleh ke belakang. Seorang lelaki separuh baya keluar dari mobil tersebut dan memeriksa keadaan mobilnya. Terlihat dia agak marah dan meneriakkan sesuatu sambil menunjuk ke arahku. Aku hanya memerhatikannya dari dalam mobil. Karena aku yakin, tidak ada yang lecet terjadi pada mobilnya. Entah carut marut apa yang sudah lelaki itu ucapkan kepadaku. Aku tidak mendengarnya karena jaraknya berdiri agak sedikit jauh. Aku pun melanjutkan kembali perjalanan pulang menuju rumah dengan memfokuskan pikiran dan tentunya membuyarkan ingatanku tentang gadis yang bernama Lisa. *** Hari selanjutnya, aku kembali berada di Jalan Sudirman setelah pagi ini mengisi absensi check lock finger. Matahari pagi tak terlihat bersinar karena dihalangi oleh kabut asap tebal. Suasana jalan kelihatan sama dengan hari sebelumnya. Walupun demikian pegawai kantoran tetap melaksanaakan aktivitasnya. Itu jelas terlihat, pengguna jalan terdiri dari pria dan wanita berseragam menuju kantor masing‐masing dengan masker menutup hidung mereka. Kondisi kabut asap ini tidak memberikan peluang bagi mereka untuk meliburkan diri seperti para pelajar. Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 9
Lagi‐lagi aku melihat Lisa berdiri dekat lampu merah. Kali ini dia hanya sendiri saja. Terlihat dia memakai sandal jepit. Seperti hari sebelumnya dia juga menenteng kantong plastik berisi masker untuk dijajakan. Kantong plastiknya masih penuh menandakan belum ada yang laku. Belum ada satu pun dari pengendara yang membeli maskernya. Ketika lampu hijau menyala, dia berlari kecil menepi ke tepi jalan sambil memandang semua kendaraan bersama pengendaranya melanjutkan tujuan mereka. “Dalam kabut asap ini, seharusnya dia berada rumah,” batinku. Aku mulai bertanya‐tanya, “Kenapa dia melakukan hal ini? Apakah orang tuanya mengetahui hal ini?” “Ah, tidak mungkin orang tuanya tahu tentang apa yang dilakukannya saat ini.” Aku membelokkan mobilku ketika melihat tanda belok di depan. Aku memutuskan untuk menunda tujuan ke perpustakaan hari ini. Aku penasaran melihat gadis itu. Aku sedang memikirkan bagaimana supaya aku bisa membeli maskernya dan bertanya langsung kepadanya tentang apa yang dia lakukan di jalanan hari ini. Di ujung jalan aku melihat tanda belok lagi. Kuhidupkan lampu sain kanan agar kendaraan yang ada di belakangku memberi jalan untuk berbelok. Setelah berada di lampu merah aku memerhatikan sekelilingnya, namun tidak terlihat Lisa berdiri di sana. Aku melaju perlahan sambil melihat kiri dan kanan. Aku mencoba mengambil jalur tengah, sehingga mobil dapat berjalan perlahan sambil memerhatikan sekeliling jalan. Dari jauh aku melihat Lisa berdiri di dekat beberpa orang yang 10 | Safridah, dkk
juga menjual masker di tepi jalan. Kuambil jalur kiri dan berhenti dua meter dari tempat dia berdiri. Aku keluar dari mobil dan berjalan ke arah beberapa orang penjual masker tersebut. Aku berlagak seakan akan ingin membeli masker dan bertanya kepada seorang anak sebaya Lisa yang juga memegang masker untuk dijual. Melihatku ingin membeli masker, Lisa menghampiriku. “Bu, masker Bu.” Aku mematap wajahnya. Dia tidak mengenalku karena aku menggunakan masker. “Kamu Lisa kan?” Kubuka maskerku sambil merangkulnya. Melihat aku membuka masker dia segera membalikkan badannya mencoba meninggalkanku. Namun, dengan cepat kuraih tangannya, sehingga langkahnya pun tertahan “Lisa! jangan pergi, ibu mau membeli masker yang kamu jual itu.” “Kenapa kamu menghindar Lisa?” Dia hanya tertunduk diam. Tak menjawab pertanyaanku. “Berapa harga masker ini?” Dia kelihatan malu memperlihatkan masker yang dijualnya tersebut. Aku membawanya ke arah mobil. “Yuk, ke mobil Ibu, dompet Ibu tertinggal di dalam mobil.” Dia mengikutiku berjalan ke arah mobil. Kuberikan uang sejumlah masker yang aku beli. Dia mengambil uang dari ku sambil mengucapkan terima kasih. Dia segera akan Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 11
meninggalkan ku, namun aku menangkap sikapnya ingin segera menghindariku. “Lisa, sudah berapa lama kamu menjual masker? “ “Sejak dua pekan ini , Bu.” “Apa kamu tidak merasa sesak karena udara yang tidak baik ini, seharusnya tidak keluar rumah seperti ini dan kabut asap ini tidak baik untuk kesehatan kamu. Kenapa kamu melakukan hal ini, Lisa?” Dia tertunduk diam mendengar pertanyaan yang keluar dari bibirku. “Saya antar kamu pulang ya?” “Jangan Bu, jangan,” cegahnya sambil memohon. “Kalau begitu jawab dong pertanyaan Ibu.” Dia tetap diam tak bergeming. Kulihat air mata menetes dari wajahnya yang tertunduk dalam. Dia mulai terisak dan sesenggukan. Aku jadi merasa bersalah dengan pertanyaanku tadi. “Maafkan Ibu kalau pertanyaan Ibu membukat kamu menangis.” Aku usap punggungnya supaya tenang. “Kalau kamu mau menangis, menangislah sepuas hatimu. Kalau kamu ingin bercerita, Ibu akan mendengarkanmu supaya beban yang kamu tanggung saat ini hilang dan dapat diselesaikan segera.” Aku mencoba membujuknya. Setelah beberapa menit dia mulai tenang dan menyeka air matanya. Dalam keadaan menunduk dia mulai berbicara. “Saya harus menjual seluruh masker ini Bu, karena saya membutuhkan banyak uang.” Aku semakin ingin tahu apa maksu perkataannya. “Maksud kamu uang yang banyak?” 12 | Safridah, dkk
Sambil mengangguk dia berkata, “Saya perlu uang untuk menemui ayah saya. Ayah sudah meninggalkan saya sejak saya berada di kelas 5 SD. Saya ingin bertemu dengannya.” Dia mulai terbuka dan bercerita kepadaku . Dari sudut matanya terlihat air matanya jatuh menetes ke pipi. “Bu, saya merindukan ayah saya, tapi mama tidak pernah mengizinkannya. Saya rindu ayah, Bu Guru.” Dia mulai tersedu sedu di depanku. “Makanya saya mengumpulkan uang hasil berjualan masker sejak satu bulan ini. Dan saya bersyukur karena dengan adanya kabut asap saya bisa libur sekolah dan bisa lebih banyak lagi mendapatkan uang. Saya akan mencari ayah dengan uang hasil penjualan masker ini.” Air mata membasahi kelopak matanya lebih banyak lagi. Sambil menyeka air matanya yang jatuh, dia mulai terisak‐isak dan tangisnya pun meledak seketika. “Saya ingin seperti teman‐teman lainnya yang punya ayah kandung di rumah. Tidak seperti saya.” Dia melanjutkan dalam isak tangisnya. “Saya mencoba mencari uang sendiri agar suatu saat bisa bertemu ayah saya dengan uang yang saya kumpulkan ini. Karena kalau saya meminta dari mama tidak pernah mengizinkannya.” “Saya sangat rindu ayah, Bu. Saya rinduuu …” Lisa melanjutkan kata‐katanya, “saya… saya iri melihat teman‐ teman yang selalu diantar oleh ayah mereka setiap harinya. Saya rindu belai dan kasih sayangnya seperti dulu ketika saya masih kecil. Setiap saya menyampaikan keinginan ini kepada Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 13
mama, mama hanya diam dan kadang saya melihat dia menangis di kamar.” Mataku pun berkaca‐kaca larut dalam cerita sedihnya pagi ini. Aku segera menghapus dengan tisu yang ada di tanganku. “Saya tidak tahu apa yang terjadi. Dan saya tidak ingin tahu. Yang saya tahu saya merindukan ayah dan ingin bertemu dengannya.” Tak kuasa menahan sedih, dia pun menangis kembali. Dia memelukku. Dia tak peduli beberapa teman sesama penjual masker melihat ke arah kami. Mereka saling berbisik dan saling bertanya apa yang sedang terjadi. Bahkan beberapa pengguna jalan yang berhenti membeli masker melihat ke arah kami. Namun aku dan Lisa tidak mempedulikannya. Kurasakan getar rindu di hati gadis ini dalam pelukan. Rindu yang sudah terpendam lama. Kini dia ungkapkan lewat tangisnya. Kubiarkan saja dia menangis sepuasnya hingga tangisnya reda. September, di saat kota berselimut asap, mengungkap sebuah rindu seorang gadis polos yang ternyata adalah salah seorang muridku. Aku tak bisa menyalahkan dirinya mencari uang dengan cara seperti ini karena gemuruh rindu di hatinyalah yang membukatnya berani bersikap. Kondisi udara yang tak bersahabat tak menghalangi niatnya untuk mengumpulkan uang demi bertemu dengan sosok ayah yang dirindukannya bertahun‐tahun. Dalam hati, aku hanya bisa mendoakan, semoga impian Lisa untuk bertemu ayahnya segera terwujud. 14 | Safridah, dkk
Longing When the Smoke Covered the City By: Safridah, M.Pd. English Teacher of MTsN 3 Pekanbaru, Riau I looked at the quiet school yard from the administration room where I was standing. It has been almost two weeks of activity at the school not as usual. No white uniformed students arrived to greet teachers today. There were no smiling each other when students came to their class. There were no students rushing into the class and putting the bag in hurry and then taking a broom cleaning the classroom. There were no screaming of male students in the field. There were no students sitting on the park bench enjoying morning before the lesson began. What was in front of my view were only a few school janitors who were busy cleaning up fallen leaves so that the yard always clean. A few moments standing, a few footsteps could be heard heading to the cheklock finger machine as a sign of the teacher's presence this morning. This atmosphere occurs due to the rain disappeared since one month ago. From day to day, the air condition worsened due to the thickening smoke disaster. The effect of breathing air that is full of toxins causes illness slowly and can disrupt the students’ health. The air filled with smoke smothered the Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 15
chest and disturbed breathing. There have been many victims, especially school children who suffer from tightness, coughing, and ISPA, so that the authorities have taken the policy to anticipate this condition. The policy of dismissing students before air conditions change better. The atmosphere of silence without them in this atmosphere gave rise to a feeling that had never appeared before in my heart. The feeling of longing. Longing a desire to meet them. I miss to have a joke around giving English lessons in the class I used to attend. Missing to see expressions that did not understand when I explained the material in class. Longing to hear the greetings “Assalamualaikum, Ma’am! Hello Ma’am!” While greeting every time they met me on the terrace of their class. Missing when they asked about some instructions the questions I gave. Yes, I miss the atmosphere of this routine work as a teacher in this madrasah. These conditions make me realize that I need them. The condition of the city filled with smoke until this week provides extraordinary wisdom in my mind, that I love my job as a teacher. But I do not know whether from a thousand white dongker in my school feel homesick as I have now? Maybe some of them feel happy with this haze holiday. Far from routine that had been tiring for them. Feeling tired of accommodating and doing the tasks that must be collected on time. Tired of studying and doing all the tasks until late night. Yes, I always hear their complaints every time when enter their classroom. 16 | Safridah, dkk
\"Ma’am, we are tired ... we are tired ... we are sleepy ... we want to be free from this task.\" “Dear, to achieve a success, it will face many things. Success does not come alone but comes from hard efforts and prayers from Ma’am.\" They smiled getting respond of their complaint. But surely, It is different for some others who thirst in learnimg. They imagine that 24 hours is not enough for them. \"Ma’am, what if the time in one day becomes 60 hours? So we have lots of opportunities to complete study assignments? So that we can get more knowledge from the teachers in this madrasah?\" They have asked several times like that. Students who like science often ask insistence because their curiosity is greater than the questions they have launched from their lips. They are quick in responding to teacher questions, they immediately gather the exercises given. Even asking for additional assignments. \"Let life giving us more challenging, Ma’am! Without question life feels empty.\" Somewhat they commented on it. *** Today, after briefing about the anticipation of the air condition with teachers and principle, I immediately headed for my car and direct it to the Sudirman Street. My goal today is to read some books in the regional library which is about 6 km from my school. Along the way there was a stretch of white fog blocking the view. The atmosphere of the highway looks quiet. People prefer to stay at home rather than Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 17
breathe air which is getting worse thickness. Only seen a few road users using masks. But still seen some of them still dare to ride a motorcycle without a mask on the face. At the crossroads, I slowed down the footing of the car's gas clutch and stops exactly on the right side of the road at the intersection red lights. While other motorists one by one stopping the speed of the ride, I saw a girl offering cloth masks to motorcyclists and cars that were stopped waiting for the green light sign. She was accompanied by a boy of his age, both of whom offered masks to two wheelers who were stopping. I caught a glimpse of the girl's face, but my car soon passed because the green light was on. \"I've seen this girl in a madrasah?\" I tried to remember. But my mind could not memorise it. The car keeps moving. I continued to remembering the girl. And finally I stopped remembering it after the car stopped in the area's library parking lot. After parking the car, I entered this magnificent library building. I climbed the stairs to the first floor. There was already a seat full of adults who looked at books. I tried to walk around down the long hallway shelves and wished there were empty seats. I looked for the right choice to read today. And finally I got an empty seat far away in the back corner. In my opinion, because the position is too cornered, there are no book lovers who occupy it. Nevertheless, I casually sought a comfortable sitting position. I mean by being in a corner I made myself comfortable while reading a book and opening a laptop that I accidentally brought from home. 18 | Safridah, dkk
I spent almost a day here. I nearly forgot that the time for praying Ashar had come. Fortunately, a student near my chair talked with his friend and invited him to pray Asyar in library musala. I immediately packed my laptop and put it in the bag and immediately returned the book to its original shelf. When out of the room, the air filled with smog felt again disturbing breathing. The smoke haze was not getting thin but instead added to chest tightness and difficulty breathing. I took a mask and immediately closed my nose while heading to the parking lot. The car went out towards the Sudirman road heading home. Somehow my car stopped again at the intersection red light late morning. All vehicles stopped a few minutes following the signal that requires stop. On the edge of the road I saw the girl late morning. She is still peddling his mask to road users. By going along the edge of the road then went to the middle of looking for road users who do not wear masks. She offered the mask to the driver on the left side of my car. \"Ma’am, mask?” She offered her mask. She was seen smiling happily because the mask was sold out by the mother. Seemed a happy blush on her face. I watched the girl return. I watched her carefully. From inside the car I saw her walking beside my car. Yes I know her but I forget what her name is. She is one of the students in the class that I used to attend at the madrasah. She passed from the side of my car and looked for another two‐wheeler who was still waiting in line behind. When the green light came on, I saw in the rearview mirror of my car, she slowly pulled over Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 19
to the side of the road. She avoided vehicles that start running. I tried remembering which class the girl is. I tried reviewing my memory. \"Yes, that quiet girl.” I just remembered her name. “Lisa! Yes, she is definitely Lisa.” Lisa used to depress when learning in the class. I did not pay much attention for her during the class. Because she is one of the students who always does the assignments that never does anything weird when I am in class. Once he was seen crying. When I asked what was wrong with her she said, \"It's okay mom, I'm fine.\" She did not want to linger in front of me and immediately returned to his seat in the back. He seemed to avoid getting other questions about his swollen eyes. I tried to remember more about Lisa. That day I returned to teach his class. I started the lesson as usual by giving some motivation so that my students were enthusiastic about studying in this hollow day. From the front of the class I saw Lisa cool talking to her seatmate while looking down. But I did not pay attention to his face at that time. I reprimanded and called both of them to the front of the class. Stuttered and pale both of them up front. Lisa just looked down when I asked what was rumored in the seat with her seatmate. \"You, the both, why do not pay attention to Me, What are you talking about Ha!\" I asked both of them with emotion. Lisa added down deeply. I reBued her, \"Try to hold your head up and look at me.\" 20 | Safridah, dkk
When she looked at me, I saw tears in her eyes holding back his tears. Her friend tried to explain Lisa's situation. \"Sorry Ma’am, Lisa has a problem. She has been venturing with me since.” Hearing this, my speech began to soften. \"Go back to your chair, Lisa. But after this class ends, meet with mom in the office, okay?\" Lisa nodded weakly and said softly \"Yes. Ma'am.\" Suddenly I was surprised to hear the car horn in front of me. \"Teeeet ...\" A car almost hit the right side of my car. Fortunately, I was able to stabilize slightly turning the steering wheel towards the left. A small \"no\" sound was heard at the end of the car's rearview mirror. \"Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah.” I said it many times. I took a deep breath while breathing. Fortunately, it did not grazed the car. I can't imagine the long business that will happen to me if that happens. I stopped the car because the driver also stopped. I immediately opened the spyon and looked back. A middle‐aged man got out of the car and checked the condition of his car. Seem he was somewhat angry and shouted something while pointing at me. I just watched him from inside the car. Because I'm sure nothing blisters happened to the car. I didn't know what the man said to me. I didn't hear it because the distance stood was a bit Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 21
far. I went back on the way home to focus my mind and of course clear my memory of the girl named Lisa. *** The next day, I was back at Jalan Sudirman after this morning checking finger lock at school. The invisible morning sun shines blocked by a thick haze of smoke. The atmosphere of the road looks the same as the previous day. Even so office employees still carry out their activities. It was clearly seen, road users consisting of men and women in uniform headed to their respective offices with masks covering their noses. The condition of the haze does not provide an opportunity for them to take a break as students. Again, I saw Lisa standing by a red light. This time she was alone. Seemed that she was wearing flip flops. Like the day before, he also carried a plastic bag filled with masks to be sold. The plastic bag is still full, indicating that no one has sold. Not even one of the drivers has bought his mask. \"In this situation, she should be at home.\" I thought. I began to wonder, \"Why is she doing this? Do her parents know this? Ah, there's no way his parents knowing about what she's doing right now.\" I turned my car when I saw the turn sign in front. I decided to postpone going to the library today. I was curious to see that girl. I was thinking about how I could buy her mask and ask her directly about what she was doing on the streets today. At the end of the road, I saw another turning sign. I turned on the right light so that the vehicle behind me gave me a way to turn. After being in the red light, I looked around, but I didn't see Lisa standing there. 22 | Safridah, dkk
I drove slowly while looking left and right. I tried to take the middle lane so that the car could go slowly while watching around the road. From afar I saw Lisa standing near some people who also sold masks on the side of the road. I took the left lane and stopped two meters from where she was standing. I got out of the car and walked toward the mask sellers. I acted as if I wanted to buy a mask and asked a child of Lisa's age who also held a mask to sell. Seeing me wanting to buy a mask, Lisa approached me. \"Ma’am, buy my masks.\" I looked at her face. She didn't know me because I wear a mask. “You are Lisa right?” I opened my mask while embracing it. Seeing me to open the mask she immediately turned around trying to leave me. But I quickly grabbed her hand so that her steps were restrained. \"Lisa! Don’t go, I want to buy the mask you are selling. Why are you avoiding Lisa?” She just bowed silently. Not answering my question. \"How much is this mask?\" She seemed embarrassed to show the mask she was selling. I took her to the car. \"Come on, to my car, my wallet is left in the car.\" She followed me to walk towards the car. I gave money to a number of masks that I bought. She took the money from me while saying thank you. She would soon leave me, but I caught her attitude wanting to avoid me immediately. Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 23
\"Lisa, how long have you been selling masks?\" \"For the past two weeks, Mom.\" “Are you not feeling congested because of the bad air, you shouldn't leave the house like this and the smoke is not good for your health.” \"Why are you doing this, Lisa?\" She bowed silently at the question that came out of my lips. \"I'll take you home, okay?\" \"Don't tell this to my mother.” She begged. “ Ok. Then answer my question!” She remained silent without budging. I saw tears dripping from his face which bowed deeply. She began to sob and get a hiccup. I feel guilty about my question earlier. \"I'm sorry if my question made you cry.” I rubbed his back to calm down. \"If you want to cry, cry to your heart's content. If you want to tell a story, I will hear you so that the burden you bear is now gone and can be resolved immediately. I tried to persuade him.” After a few minutes she began to calm down and wiped her tears. Looking down, he began to speak. \"I have to sell all these masks, Ma'am, because I need a lot of money.\" I increasingly want to know what she said. \"You mean a lot of money?\" \"I need money to meet my father. Father had left me since I was in fith grade. I want to meet him.\" With a nod she said 24 | Safridah, dkk
She began to tell her atory. Out of the corner of his eye tears fell down his cheeks. \"Ma’am, I miss my father, but my mother never allowed it. I miss my father.” She replied. She began to sob in front of me. \"That's why I have been collecting money from selling masks since one month. And I am thankful that with the smog. I can get school days off and get more money. I will look for my dad with the money from the sale of this mask. \" More tears wet her eyelids. While wiping her tears from falling, she began to sob and burst into tears. \"I want to be like other friends who have a real father at home. Not like me.\" She continued in sobs. \"I tried to find my own money so that one day I could meet my father with the money I collected. Because if I ask for it, my mother never allow it.\" \"I really miss Daddy, Ma’am. I miss him.\" Lisa continued, \"I ... I envy seeing friends who are always escorted by their father every day. I miss stroking and affection as before when I was a child.” \"Every time I convey this wish to my mother, she is just silent and sometimes I see her crying in her room.\" My eyed glazed in the sad story this morning. I immediately wiped with the tissue in my hand. \"I don't know what happened. And I do not want to know. All I know is I miss dad and want to meet him.\" Unable to hold back sadness, she cried again. She hugged me. She didn't care about some of our fellow mask sellers looking at us. They whispered to each other and asked what Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 25
was happening. Even some road users who stopped buying masks looked at us, but Lisa and I didn't care. I felt the vibrations of longing in this girl's heart in her arms Long‐ hidden longing. Now she expressed through tears. I let her to cry to her heart's content until the crying subsided. September, while the city was covered with smoke, revealed a miss of an innocent girl who turned out to be one of my students. I could't blame her for making money this way because the thunderous miss in his heart made her dare to behave. The unfriendly air condition did not preclude her intention to raise money to meet the figure of his father whom she had missed for years. In my heart, I can only pray, hopefully Lisa's dream to meet her father will soon come true. 26 | Safridah, dkk
Tentang Penulis Perempuan kelahiran 16 Februari 1977 di Kuok, Kabupaten Kampar, Riau ini, bernama Safridah, M.Pd. Dia bekerja sebagai guru bahasa Inggris di MTsN 3 Pekanbaru sejak tahun 2015 sampai sekarang. Memiliki hobi baru yaitu menulis puisi dan cerpen. Pernah kuliah S2 di Universitas Negeri Padang jurusan Pendidikan Bahasa Inggris pada tahun 2013. Sebelumnya menyelesaikan S1 di Universitas Riau tahun 2000. Untuk menambah wawasan berorganisasi, Dia bergabung dengan Organisasi PERTI – PERWATI daerah Riau sebagai anggota sejak tahun 2017. Di samping itu aktif sebagai fasilitator daerah (fasda) pembelajaran Program Pintar Riau Tanoto Foundation untuk wilayah Kota Pekanbaru sejak tahun 2018 sampai sekarang. Di Tahun 2019, penulis menghasilkan karya tulis tunggal kumpulan puisi berjudul Untaian kata di Akhir Tahun dan Romantika Jiwa. Selanjutnya antologi puisi berjudul Puisi Pelangi Nusantara dan Jantung Kata (Sehimpun Sonian). Setelah itu daring bersama siswa siswinya menghasilkan antologi cerpen yang berjudul Merangkai Alinea Putih Dongker Milineal. Dan daring cerpen lainnya bersama teman‐teman guru dalam buku Kartini Milenial, Ramadhan Bersama Anak, dan Cerita Kemerdekaan. Motto : Berdirilah di antara orang‐orang yang punya aura motivasi. WA : 081371172262 Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 27
Cerita 2 Ya, Allah! Saya Tergugu Marlina Armansyah, S.Pd. Guru SMP Madani Pekanbaru “H mm... Bagaimana Habibi ini ya?” gumam Ustazzah Mutia, guru bahasa Indonesia, di ruang majelis guru putri. “Ada apa, Ustazzah? Saya bertanya karena saya merasa tertarik dengan gumamannya yang tiba‐tiba memecah keheningan di ruangan itu. “Habibi itu lho, Ustazzah!” jawab Ustazzah Mutia dengan nada sedikit kesal, “kita akan melaksanakan Penilaian Tengah Semester minggu depan. Habibi itu belum ikut Penilaian Harian. Tugas juga belum dia dikumpulkan,” tambah Ustazzah Mutia dengan suara yang sedikit tinggi. 28 | Safridah, dkk
“Apakah Ustazzah sudah memanggilnya?” tanya saya. “Sudah, Ustazzah. Tapi dia diam saja,” jawab Ustazzah Mutia. “Bolehkah saya memanggilnya?” Tanya saya. “Silakan, Ustazzah” Jawab Ustazzah Mutia dengan nada suara yang mulai mereda. Habibi adalah siswa kelas 8 Umar bin Khattab di SMP Negeri Madani Pekanbaru, sebuah sekolah negeri yang mensyaratkan lulusannya hafal 15 juz. Di sekolah kami ruangan kelas dinamai dengan nama‐nama Sahabat Rasulullah SAW untuk kelas putera. Untuk kelas puteri, ruangan kelasnya diberi nama dengan nama isteri atau nama putri Rasulullah SAW. Habibi adalah anak tunggal dari ayahnya yang seorang pendidik di sebuah SMP IT, dan ibunya juga seorang pendidik di sebuah sekolah PAUD. Habibi seorang anak yang berwajah tanpan. Dia memiliki postur tubuh yang tinggi dengan kulit yang bersih. Anaknya sedikit pendiam dan tidak berisik kalau sedang belajar di kelas. Alih‐alih bercerita dengan temannya, Habibi lebih suka membuka mushaf‐nya untuk murojaah hafalan Al‐Qur‐annya. Habibi memiliki sifat sedikit pemalu. Dia selalu menjawab pertanyaan saya dengan sopan dan dengan wajah tertunduk. Suatu pagi Habibi datang ke sekolah dengan tangan yang diperban dan pipi yang diberi plester. Saya sedikit terkejut. Saya memandangi wajahnya kemudian saya bertanya kepadanya. “Habibi..., ada apa, Nak? Mengapa tangannya diperban?” Dia hanya tersenyum tersipu dan tidak menjawab pertanyaan saya. Teman‐temannya berebut menjawab. Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 29
“Balapan, Ustazzah” “Apakah itu benar, Nak?” Saya bertanya lagi kepadanya. Kali ini Habibi menjawab masih dengan tersenyum. “Itu tidak benar, Ustazzah!” Saya kembali memandang wajahnya, lalu berkata, “Baiklah. Kalau Habibi masih ingin balapan, lakukan denga benar ya. Ikuti aturan. Ikutlah komunitas dan lakukan dengan aman.” Habibi kembali menjawab dengan tersenyum malu sambil menundukkan kepala, “Iya, Ustazzah.” Habibi sangat menyukai Tilawah Quran. Maka dulu, ketika pembimbing ekstra kurikuler tilawahnya belum ada, hampir setiap Jumat, ketika jam ekstra kurikuler tiba, dia selalu bertanya, “Ustazzah, kapan kami dapat melaksanakan ekstra kurikuler tilawah?” Ketika pembimbing tilawah itu hadir, Habibi menyambutnya dengan suka cita. Dia selalu hadir lebih awal dari teman‐temannya di perpustakaan tempat ekstra kurikuler tilawah dilaksanakan. Lalu sekarang ada apa dengan Habibi? Mengapa dia tidak mengerjakan tugas? Mengapa dia tidak datang ke sekolah, sehingga tidak ikut Penilaian Harian? “Hmm... Habibi itu memang agak malas orangnya, Ustazzah. Dia sedikit lalai mengerjakan tugas,” sela Ustazzah yang lainnya. Hal ini semakin membulatkan niat saya untuk membantunya. Saya harus menjumpai Habibi. Saya ingin bertanya langsung kepadanya. 30 | Safridah, dkk
Saya menjemput Habibi di kelasnya. Saya kemudian meminta izin kepada guru yang sedang mengajar pada jam itu. Saya kemudian memintanya untuk ikut dengan saya. Kami duduk lesehan di teras kantor di dekat lapangan basket. Lalu Habibi bertanya, “Ada apa, Ustazzah?” “Hmm... Ustazzah hanya ingin tahu, apakah benar Habibi tidak mengerjakan tugas bahasa Indonesia?” tanya saya sambil menatapnya yang tetap menunduk. “Tidak, Ustazzah. Itu tidak benar. Saya sudah mengerjakannya. Tugas itu ada di dalam tas saya.” Habibi menjawab sambil tersenyum malu. “Oh... Alhamdulillah. Lalu mengapa tidak diserahkan tugasnya ke gurunya, Sayang?” Habibi diam saja sambil menunduk, “hmm... Baiklah! Nanti tugasnya diserahkan ke Ustazzah Mutia ya!” “Iya, Ustazzah,” jawabnya sambil kembali tersenyum kecil. “Ustazzah juga ingin tahu, mengapa Habibi tidak ikut Penilaian Harian susulan bahasa Indonesia? Apa belum siap? Belum belajar, Nak?” Saya kembali bertanya dan menatapnya. Dia mengangkat wajahnya dan berkata, “Tidak, Ustazzah.” “Kalau begitu, kapan Habibi dapat melaksanakan Penilaian Harian susulan?” Saya kembali menatapnya. “Sekarang saja, Ustazzah,” jawabnya dengan pasti. “Haa...! Benarkah Habibi mau melaksanakan Penilaian Harian susulannya sekarang?” tanya saya sedikit terkejut. “Iya, Ustazzah,” jawabnya sambil menganggukkan kepalanya. Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 31
“Baiklah! Ustazzah akan menemani Habibi.” Saya kembali menatapnya dengan tersenyum. Saya membawa Habibi menemui Ustazzah Mutia dan mengatakan kalau Habibi sudah siap untuk melaksanakan Penilaian Harian. Saya menemani Habibi untuk melaksanakan Penilaian Harian bahasa Indonesia di kantor. Sekitar 15 menit kemudian saya bertanya apakah dia mengalami kesulitan dalam mengerjakannya. “Bagaimana, Nak? Ada yang tidak jelas?” Habibi memandang saya, lalu berkata, “Tidak, Ustazzah. Sudah selesai,” jawabnya dengan mantap. “Haa...! Habibi... Kamu yakin?” Saya kembali dibuatnya terkejut dengan jawabannya. “Ya, Ustazzah!” Jawabnya kembali dengan tersenyum. “Ooo. Baiklah ! Terima kasih, Sayang.” Saya membalas senyumnya dan menatapnya penuh rasa terima kasih. Kemudian Habibi kembali ke kelasnya untuk belajar kembali. Ya, Allah! Alhamdulillah. Saya tergugu. Ternyata masalah ini tidak serumit yang saya bayangkan. Saya merasa bahagia masalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Ada hal lain yang juga membukat saya bahagia. Hal itu adalah saya menemukan bahwa komunikasi yang baik dan perhatian yang tulus, dapat menyelesaikan masalah. Ternyata kebahagiaan yang saya peroleh terus berlanjut. Saya mendapat banyak kejutan dari Habibi setelah peristiwa itu. Habibi selalu tampil pertama untuk mendemonstrasikan tugas percakapan bahasa Inggris. Begitu juga dengan tugas‐ tugas bahasa Inggris lainnya. Semua tugas itu selalu dieksekusinya dengan baik. 32 | Safridah, dkk
Ada hal lain yang juga membukat saya bahagia. Habibi selalu berusaha untuk mengumandangkan azan dengan suaranya yang merdu setiap waktu shalat tiba. Habibi juga melaksanakan tilawah beberapa ayat sebelum waktu shalat tiba di masjid Al Firdaus. Itu adalah nama masjid yang ada di sekolah kami. Dia melantunkan ayat‐ayat Al Quran itu dengan baik dan merdu. Kejutan termanis yang diberikan Habibi adalah ketika dia menjadi juara MTQ tingkat kecamatan. Masyaallah. Alhamdulillah. Terima kasih ya Allah. Saya teringat sebuah ayat di dalam Al‐Qur’an, “Tiada balasan kebaikan, kecuali kebaikan pula.” (QS. Ar Rahman: 60). Terima kasih untuk balasan yang luar biasa ini, Nak. Habibi, ayo semangat dan berjuang untuk MTQ tingkat Kota Pekanbaru. Ustazzah mendoakan agar kamu juga mendulang prestasi terbaikmu di sana. Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 33
Story 2 Oh, Allah. I’m Speechless By: Marlina Armansyah English Teacher of MADANI State JHS Pekanbaru Riau “H mm ... What’s up with Habibi?” Ms. Mutia said those words in a low voice. She is an Indonesian teacher. She just came from the classroom. Her face is looked serious. She talked while she was walking to her chair in the woman teacher office. “What happened, Ms. Mutia?” I asked her because I felt interested with her question. Her voice is heard too loud for such this lonely office. “Habibi, Ms. Marlina.” Ms. Mutia answered my question with a little bit roughly. “We are going to have Mid Semester Test nextweek. Habibi still doesn’t do his daily test. He doesn’t summit his assignment to me either.” Said Ms. Mutia. She is looked upset. “Have you called him?” I asked her. “I have, but he’s just kept silent,” answered Ms. Mutia. “May I call him?” I asked again. “Please, do.” Ms. Mutia said it in a nice voice. Habibi is a student of class 81 Umar Bin Khattab. He studies at MADANI State Junior High School Pekanbaru. In this school the students have special extra curricular. It is to memorize Al‐Qur’an. They are hoped that they are able to 34 | Safridah, dkk
memorize at least 15 chapters of the Holy Quran when they graduate. In this school, the classrooms are named with the name of Prophet Muhammad’s friends for the boy’s classes. For the girl’s classes, they are named after the names of Prophet’s Muhammad’s wives or his daughter. Habibi is the only boy in his family. His father is a teacher in an Islamic JHS. Her mother s also a teacher. She teaches at a pre school. Habibi is a good looking boy. He is tall with white skin. He is a calm boy. He prefers to open his holy Quran to memorize the verses of it than to talk with his friends. He is a shy boy but he always answers my questions politely. One day, he came to school with hands and cheecks bandaged. I was a little bit shocked. I saw his face and I asked him. “Habibi... What’s up, Dear? Why your hands are bandaged?” He just smiled. He didn’t answer my questions at all. His friends did it. “He raced, Mam.” “Is that true, Dear?” I asked him again. He smiled while he was answering my question. “That’s not true, Mom.” I saw his face again, then I said, “Alright, Habibi... If you still want to do racing, please do it correctly. Please, follow the rule. Join a racing community, then do it safely.” “Will do, Ma’am.” Habibi smiled while he was answering my question. Habibi really likes to read Al‐Qur’an. Almost every Friday, when extra curricular time comes, he asks me, “Mom, when Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 35
can we do tilawah extra curricular?” Then, when the tilawah teacher is really coming, Habibi welcomes him happily. He always comes early to the library where the extra curricular tilawah is carried out. And now. What’s happened to Habibi? Why didn’t he do his assignmen? Why didn’t he come to school so he couldn’t follow the daily test? “Hmm, Habibi is rather lazy, Ma’am. He is lazy to do the tasks,” said another teacher. It made me really want to help him. I had to meet Habibi. I wanted to ask him about this directly. I picked Habibi in his classroom. I asked for a permission to the teacher who was teaching there. Then I asked him to go with me. We sat on the floor in front of the office. It’s near the basketball field. Then Habibi asked me, “What’s up, Mam?” “Hmm, I just want to know whether it is right that you didn’t do Indonesian assignment.” “No, Mam. It’s not right. I have done it. It is in my bag.” Habibi said. Still he smiled. “Ooo, Alhamdulillah. Then, why don’t you give it to your Indonesian Teacher, Dear?” Habibi just kept silent. “Hmm... Alright. Give it to Ms. Mutia later, will you?” “Will do, Ma’am.” “I also want to know why didn’t you join Indonesian daily test?” Aren’t you ready?” I asked him again. He saw me, then he said, “No, I’m not.” “Then, when can you do the daily test.” “I will do it, now.” Habibi answered my question surely. 36 | Safridah, dkk
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258