Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore 4-SMK PEMBELAJARAN ABAD 21

4-SMK PEMBELAJARAN ABAD 21

Published by Djodjo Sumardjo, 2022-06-22 23:00:36

Description: 4-SMK PEMBELAJARAN ABAD 21

Search

Read the Text Version

Peningkatan Proses Pembelajaran Dan Penilaian Pembelajaran Abad 21 Dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran SMK Pengarah: Dr. Ir. M Bakrun, MM Direktur Pembinaan SMK Penanggung Jawab Arie Wibowo Khurniawan, S.Si. M.Ak. Kasubdit Program dan Evaluasi, Direktorat Pembinaan SMK Ketua Tim Chrismi Widjajanti, S.E, MBA Kepala Seksi Program, Direktorat Pembinaan SMK Tim Penyusun Universitas Sebelas Maret Universitas Sebelas Maret Prof. Dr. rer.nat. Sajidan, M.S Universitas Sebelas Maret Prof. Dr. Baedhowi, M.Si Universitas Sebelas Maret Dr. Triyanto, S.Si., M.Si Universitas Sebelas Maret Salman Alfarisy Totalia, M.Si Dr. Mohammad Masykuri, M.Si Editor Mohamad Herdyka Muhammad Abdul Majid Ari Desain dan Tata Letak Rayi Citha Dwisendy Karin Faizah Tauristy Penerbit Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ISBN :

Kata Pengantar Kebijakan yang relevan dan baik selalu ditopang oleh suatu kajian yang baik pula. Artinya selalu ada korelasi positif antara suatu kajian yang berbasis penelitian akademik dengan kebijakan apa yang diambil. Tentu dalam konteks ini adalah yang ada kaitannya dengan pengembangan SMK ke depannya. Kajian NSPK ini bertujuan tidak lain untuk menjawab hal tersebut. Tuntutan pembaharuan kebijakvan ditengah arus dan gelombang modernisasi yang semakin dinamis sangat diperlukan terlebih perkembangan revolusi Industri sudah mencapai 4.0 yang berbasis cyber physical system ini. Revolusi industri sangat memiliki keterkaitan dengan Sekolah Menengah Kejuruan salah satunya pada aspek penggunaan peralatan praktik sebagai penunjang kompetensi siswa. Inti dari praktik siswa adalah memberikan kemam- puan practical dalam penguasaan penggunaan peralatan praktik, semakin alat yang dimiliki relevan dengan perkembangan zaman semakin membantu pula peserta didik dalam upgrading skill-nya. Tidak hanya pada aspek tersebut, hal lain yang sangat urgent untuk dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dijadikan basis pengambi- lan kebijakan adalah salah satunya terepresentasi dari tema kajian NSPK 2018 ini. Bisa dibilang dari beberapa kajian yang disajikan sudah cukup komperhensif. Pada aspek pengembangan karakter peserta didik SMK sudah dikaji, desain pengembangan bengkel, kompetensi dan kurikulum berdasarkan kompetensi abad 21, ditambah lagi dengan kajian potensi kewirausahaan berbasis cyberzone. Penelitian yang mengkorelasikan pengembangan SMK dengan kawasan ekonomi khusus memberikan warna terhadap khazanah yang ke depannya akan memberikan kontribusi penting pengambilan kebijakan oleh Direktorat. Selain itu riset tentang employability skill dan pengembangan SMK Pertanian di Indonesia melalui LARETA membantu untuk memetakan dan berkontribusi terhadap dinamika yang ada di SMK. Pada akhirnya peyusunan buku ini tidak lain adalah sebagai upaya untuk memberikan jalan keluar sekaligus penyelesaian terhadap permasalahan dan tuntutan pengembangan SMK di tengah arus deras perkembangan zaman yang selalu menuntut akan pembaharuan dari berbagai macam aspek. Kajian yang mewujud dalam buku ini memberi- kan angin segar untuk dijadikan basis penentuan kebijakan Direktorat ke depan. Kami dari direktorat memberikan apresiasi sebesar-besarnya kepada para mitra dalam penelitian ini UNY, UGM, UNS, UPI, UMJ dan UMY. Semoga dengan diterbitkannya buku ini bisa membangkitkan semangat kepada berbagai macam elemen Direktorat, Sekolah, Peser- ta didik, Kampus untuk terus berkontribusi dalam memperbaiki kualitas pendidikan kita khususnya pada pendidikan kejuruan. Jakarta, 26 November 2018 Dr. Ir. M. Bakrun, MM

KATA PENGANTAR Dalam rangka mensukseskan penerapan UU No. 23 Tahun 2014 dan Inpres No. 9 Tahun 2016, kecakapan abad 21 yang diperlukan lulusan SMK dalam menghadapai tantangan era revolusi industri 4.0 sangat perlu untuk dirumuskan. Buku ini ditulis dengan tujuan menambah literatur mengenai pentingnya Pembelajaran abad 21 di SMK yang penuh dengan persaingan dan kompleksitas. Sasaran utama dari penulisan buku ini adalah para guru maupun calon guru, peneliti, maupun akademisi yang berkecimpung dalam kajian pendidikan abad 21 dan pembelajaran berpikir tingkat tinggi. Lahirnya buku ini berawal dari hasil kajian penulis tentang sejumlah informasi hasil kajian inovasi pembelajaran dari berbagai SMK rujukan sebagai implementasi dari pembelajaran abad 21 dan analisis profil faktor pendukung yang spesifik untuk penyelarasan kompetensi yang diperlukan dalam pembelajaran abad 21 yang terkait dengan kurikulum, kompetensi guru, sarana prasarana, dan tata kelola kelembagaan. Hasil kajian inilah yang kemudian menjadi bahan renungan bagi penulis untuk merumuskan kembali tentang bagaimana mengaplikasikan temuan dari sejumlah dokumen tersebut ke iv

dalam satu rancangan pendidikan abad 21 di Indonesia dan pengimplementasiannya dalam bentuk pengembangan strategi optimalisasi pembelajaran abad 21 di SMK . Bab I buku ini dibahas tentang Pendahuluan, Bab II dibahas tentang Paradigma Pembelajaran Abad 21, kecakapan Abad 21, dan karakteristik pembelajaran SMK. Bab III memuat Hasil kajian Pembelajaran Abad 21 di SMK yang mencakup Kajian tentang profil pembelajaran berdasarkan kelompok standard nasional pendidikan: standari Isi dan standard kelulusan, standar proses dan penilaian, standard pendidik dan tenaga kependidikan, standard sarana prasarana, dan standard pengelolaan. Pada Bab III juga dikupas strategi pembelajaran abd 21 di SMK dan model pembelajaran abad 21 SMK. Bab IV memuat penutup. Semoga dapat memberikan sumbangan nyata dalam meningkatkan generasi bangsa yang terampil dan terdidik. Surakarta, Oktober 2018 Penulis v

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL............................................................ i IDENTITAS BUKU................................................................ ii KATA PENGANTAR DIREKTUR.......................................... iii KATA PENGANTAR ............................................................. iv DAFTAR ISI.......................................................................... vi DAFTAR GAMBAR .............................................................. vii DAFTAR TABEL ................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN........................................................ 1 A. Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia..................... 6 B. Struktur Kebijakan Pendidikan Menengah Di Indonesia 10 BAB II KAJIAN TEORI PEMBELAJARAN ABAD 21 ........... 17 A. Paradigma Pembelajaran Abad 21 ................................. 17 B. Kecakapan Abad 21 ........................................................ 42 C. Karakteristik Pembelajaran SMK .................................... 66 D. Tuntutan Perkembangan Pendidikan Kejuruan .............. 70 BAB III PEMBELAJARAN ABAD 21 DI SMK ................ 83 A. Profil Pembelajaran abad 21 di SMK ............................ 86 B. Strategi Optimalisasi Pembelajaran Abad 21 di SMK..... 104 C. Model Pembelajaran Sekolah Menengah Kejuruan- dengan kecakapan abad 21............................................ 126 BAB IV PENUTUP ............................................................... 141 vi

DAFTAR PUSTAKA ............................................................. 144 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Human Development Index Indonesia tahun 2017 ................................................................ 7 Gambar 3.1. Profil Inovasi Pembelajaran di SMK ............... 85 Gambar 3.2 Muatan Isi Kurikulum SMK ............................. 87 Gambar 3.3 Perencanaan Pembelajaran di SMK .............. 90 Gambar 3.4 Pelaksanaan Pembelajaran di SMK............... 92 Gambar 3.5 Penilaian Pembelajaran di SMK..................... 94 Gambar 3.6 Profil Pendidik SMK ........................................ 96 Gambar 3.7 Kondisi Sarana dan Prasarana di SMK ........ 98 Gambar 3.8 Pengelolaan sekolah di SMK ....................... 102 Gambar 3.9 Model pengembangan kecakapan Abad 21 – siswa SMK melalui peningkatan pembelajaran dan penilaian SMK.......................................... 130 vii

DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Pergeseran Paradigma Belajar Abad 21 ............ 30 Tabel 2.2. Belajar Abad Pengetahuan versus Abad Indus- trial menurut Trilling & Hood ................................ 40 Tabel 3.1. Kategori Proses Kognitif dan Dimensi Penge- tahuan .................................................................. 106 Tabel 3.2. Dimensi belajar Marzano .................................... 136 viii

BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan yang bertujuan mencetak lulusan yang memiliki keterampilan untuk menangani suatu pekerjaan tertentu. Berdasarkan program prioritas dari 1

2 Direktorat Pembinaan SMK yang mencanangkan tema pembangunan pendidikan jangka panjang 2005-2024, pembangunan SMK diarahkan pada peningkatan daya saing internasional sebagai pondasi dalam membangun kemandirian dan daya saing bangsa dalam menghadapai persaingan global. Dalam upaya mewujudkan program ini, berbagai kebijakan telah dicanangkan, antara lain ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia dan Inpres Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia, makin menegaskan bahwa SMK harus semakin lebih mendekatkan diri dengan kebutuhan dunia kerja. Seiring dengan pertumbuhan dunia usaha dan industri di Indonesia, tuntutan akan tenaga terampil lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) semakin meningkat. Oleh karena itu, SMK perlu membekali peserta didiknya dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dunia usaha dan industri. Dalam konteks membekali lulusan SMK agar siap masuk dalam bursa kerja, beberapa indikator kompetensi dalam pembelajaran abad 21 yang perlu dimunculkan antara lain: 1) literasi era digital (digital age literacy), 2) komunikasi efektif (effective communication), 3) berpikir inventif (inventive thinking),

3 dan 4) produktifitas tinggi (high productivity) (Afandi dan Sajidan, 2017: 29-32). SMK sebagai lembaga pendidikan yang berpotensi untuk mempersiapkan SDM yang dapat terserap oleh dunia kerja, karena materi teori dan praktik yang bersifat aplikatif sesuai dengan kebutuhan dunia kerja (Jatmoko, 2013), diharapkan mengelaborasi indikator pembelajaran abad 21 tersebut dalam proses pembelajaran dan penilaian di kelas. Hal ini sejalan dengan Finlay (2007) yang menyebutkan kepentingan global terhadap SMK yang mampu memenuhi tuntutan dunia kerja yang terampil, serta Agrawal (2013) yang menyatakan bahwa SMK tidak hanya penting dalam memberikan kesempatan kerja kepada individu tetapi juga membantu dalam meningkatkan produktivitas. Bertitik tolak dari orientasi pendidikan nasional yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, maka marwah pendidikan senantiasa ditujukan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Apabila mengacu pada rumusan pendidikan sebagaimana undang-undang di atas

4 tercapai, maka peserta didik diharapkan mampu menghadapi dan memecahkan masalah/problem yang dihadapinya dengan menggunakan potensi yang dimilikinya. Dengan demikian, peran dan tugas guru untuk menyediakan lingkungan belajar yang memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik guna memperoleh pengetahuan dan atribut berpikir tingkat tinggi seyogyanya menjadi inti dalam pembelajaran di kelas (Afandi dan Sajidan, 2017: 3). Kualitas proses dan penilaian pembelajaran yang bermutu sejalan dengan tuntutan kompetensi guru abad 21, yaitu karakter religius (character religius), karekter nasionalisme (character nasionalism), kreatif dan inovatif, kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi dan kolaborasi, dan keterampilan menggunakan media, teknologi dan informasi (information, media & technology skills)(Afandi &Sajidan, 2017: 58-59). Ide-ide dasar penguatan pembelajaran abad 21 dalam pelaksanaan di sekolah sebagaimana disebutkan di atas menemui banyak tantangan. Beberapa hasil kajian dari berbagai lembaga internasional seringkali bertolak belakang dengan tuntutan Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, sehingga potensi peserta didik tersebut ternyata belum berkembang dengan maksimal. Kajian yang dilakukan oleh PISA-OECD (Programme for International Student Assesment-Organization for Economic Cooperation and

5 Development) Tahun 2009 di mana anak Indonesia dalam bidang sains memperoleh rata-rata skor 383 dengan skor tertinggi adalah 575 yang diperoleh di Shanghai-Cina dan menempati rangking 61 dari 66 negara yang mengikutinya. The Learning Curve (2014) menjelaskan bahwa “Global index of cognitive skills and educational attainment”, Indonesia berada pada posisi z = - 1.84. Hasil ini menempatkan Indonesia pada rangking terbawah dari 40 negara yang berpartisipasi. Aspek lain yang perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan kualitas proses dan penilaian pembelajaran di SMK adalah faktor pendukung yang spesifik untuk penyelarasan kompetensi yang diperlukan dalam pembelajaran abad 21, yaitu: kurikulum, kompetensi guru, sarana prasarana, dan tata kelola kelembagaan, termasuk kerjasama dengan dunia industri. Sinergi kerjasama tersebut memiliki peran strategis untuk melahirkan generasi millenial Indonesia yang produktif dan berdaya saing global. Langkah penyesuaian kurikulum, proses dan penilaian pembelajaran SMK dapat dilakukan melaluipenyempurnaan dan pemantapan dengan model demand-driven, mengubah model supply-driven yang berlangsung selama ini dengan standarisasi mutu. Ciri utama pendidikan dan pelatihan vokasi ini mengedepankan pendekatan job-based learning. Desain sekolah dikembangkan berangkat dari kebutuhan dan pengakuan dunia

6 usaha dan industri. Analisis kebutuhan itu kemudian dirumuskan ke dalam standar-standar kompetensi disertai dengan jenis sertifikasi dan teknik pengujiannya. Dari standarisasi ini, sekolah mengembangkan kurikulum dan sistem pembelajarannya.Proses standarisasi dan sertifikasi serta penyusunan kurikulum melibatkan pihak-pihak terkait, terutama sinergi sekolah dan industri. Dengan demikian, siswa dididik sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan industri. Menilik prospek dunia usaha dan industri sektor formal di Indonesia yang relatif bersifat turbulen, dan persaingan tenaga kerja luar negeri yang makin ketat, hal ini diharapkan menjadi lorong yang bisa menyalurkan tenaga kerja ke industri dan dunia usaha yang menjadi mitra sekolah dan mengisi pasar tenaga kerja terampil di luar negeri yang relevan. Alternatif lain adalah pengembangan SMK dengan model life-based learning sebagai pendidikan alternatif. Pembelajaran di SMK mengedepankan pendekatan berbasis potensi alam kehidupan nyata. Model ini memungkinkan tumbuhnya sekolah-sekolah kreatif sesuai dengan keunggulan potensi wilayah. A. Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia masih belum mencapai posisi yang baik dibandingkan negara-negara di lingkup Asia, posisi Human Development Index Indonesia

7 tahun 2017 berada pada peringkat 116, sedangkan untuk wilayah ASEAN, Indonesia berada pada posisi 6. Indonesia menduduki ranking pada indeks 0,694 setara dengan Vietnam dan Singapura masih menduduki rangking tertinggi dengan indeks 0,932 disusul Brunei Darussalam dengan indeks 0,853. Gambar 1.1 Human Development Index Indonesia tahun 2017, Sumber: http://hdr.undp.org/en/composite/HDI 2017, diolah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Deutze Gesselschaft Fur Internationale (2016) menjelaskan mutu lulusan SMK di Indonesia secara ideal dijelaskan berdasar lebih kepada penguasaan Standar Kompetensi Kerja

8 Nasional Indonesia (SKKNI), selaNjutnya berdasar standar kompetensi tersebut dibentuk sebuah sistem pengujian dan sertifikasi. Fakta yang diperoleh lapangan, bahwa tidak semua program keahlian di SMK telah tersedia SKKNI-nya, beberapa SKKNI yang telah ada saat inipun, belum terefleksikan ke dalam kurikulum SMK sevcara proporsional. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meminimalisir kesenjangan kompetensi kerja lulusan SMK dengan kebutuhan dunia usaha/dunia industry (DUDI) antara lain melalui penyusunan skema sertifikasi bagi lulusan SMK dengan melibatkan asosiasi profesi dan DU/DI maupun pelaksanaan uji kompetensi, namun masih menemukan hasil optimal sebagaimana yang diharapakan. Fakta tersebut di atas didukung dengan kurangnya keterlibatan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI) dalam penyusunan kurikulum SMK, hal ini sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan Trisno Martono, dkk (2017) yang menjelaskan bahwa rendahnya keterserapan tenaga kerja lulusan SMK disebabkan berbagai komponen, diantaranya yaitu kurikulum, tenaga pengajar, infrastruktur dari pendidikan kejuruan yang diselenggarakan.

9 Kelompok Dunia Usaha dan Dunia Industri (DU/DI) menjelaskan mayoritas kualifikasi lulusan SMK masih belum sesuai dengan tuntutan kebutuhan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DU/DI), link and match belum tercapai. Selain itu, Dunia Usaha dan Dunia Industri (DU/DI) juga menjelaskan terjadinya overbalance dan scarcity pada lulusan bidang keahlian tertentu. Sebagai contoh populasi SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen di Indonesia sebanyak 45,37 % tidak sebanding dengan populasi SMK bidang keahlian kesehatan sebesar 11,63 % dan SMK bidang keahlian perikanan dan kelautan yang hanya sebesar 4,01%. Untuk itu perlu adanya penataan atau restrukturisasi pendidikan kejuruan baik dari kurikulum, tenaga pengajar, populasi julah dan juga infrastrukturnya agar dapat menghasilkan tenaga kerja yang sesuai dengan permintaan DU/DI, dengan kata lain penyelenggaraan pendidikan kejuruan yang semula menggunakan pendekatan supply-driven menjadi demand- driven. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 menetapkan empat poin yang menjadi fokus revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai upaya meningkatkan

10 mutu sumber daya manusia, khususnya untuk penyediaan tenaga kerja trampil. Keempat poin tersebut melingkupi revitalisasi kurikulum, pendidik & tenaga kependidikan, kerja sama, dan lulusan. Kurikulum untuk jenjang SMK sering dianggap kaku oleh berbagai kalangan. Akibatnya, sulit untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang siap pakai oleh dunia usaha dan industri. Dengan revitalisasi ini, dari tiga kurikulum di SMK ada satu kurikulum yang dirancang lebih fleksibel. Artinya, kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan industri. Melalui kurikulum ini diharapkan konsep link and match akan membumi di industri kita. (Imam Sujadi, 2017:2) B. Struktur Kebijakan Pendidikan Menengah Di Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan yang bertujuan mencetak lulusan yang memiliki keterampilan untuk menangani suatu pekerjaan tertentu. Berdasarkan program prioritas dari Direktorat Pembinaan SMK yang mencanangkan tema pembangunan pendidikan jangka panjang 2005-2024, pembangunan SMK diarahkan

11 pada peningkatan daya saing internasional sebagai pondasi dalam membangun kemandirian dan daya saing bangsa dalam menghadapai persaingan global. Dalam upaya mewujudkan program ini, berbagai kebijakan telah dicanangkan, antara lain ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia dan Inpres Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia, makin menegaskan bahwa SMK harus semakin lebih mendekatkan diri dengan kebutuhan dunia kerja. Seiring dengan pertumbuhan dunia usaha dan industri di Indonesia, tuntutan akan tenaga terampil lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) semakin meningkat. Oleh karena itu, SMK perlu membekali peserta didiknya dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dunia usaha dan industri. Dalam konteks membekali lulusan SMK agar siap masuk dalam bursa kerja, beberapa indikator kompetensi dalam pembelajaran abad 21 yang perlu dimunculkan antara lain: 1) literasi era digital (digital age literacy), 2) komunikasi

12 efektif (effective communication), 3) berpikir inventif (inventive thinking), dan 4) produktifitas tinggi (high productivity) (Afandi dan Sajidan, 2017: 29-32). SMK sebagai lembaga pendidikan yang berpotensi untuk mempersiapkan SDM yang dapat terserap oleh dunia kerja, karena materi teori dan praktik yang bersifat aplikatif sesuai dengan kebutuhan dunia kerja (Jatmoko, 2013), diharapkan mengelaborasi indikator pembelajaran abad 21 tersebut dalam proses pembelajaran dan penilaian di kelas. Hal ini sejalan dengan Finlay (2007) yang menyebutkan kepentingan global terhadap SMK yang mampu memenuhi tuntutan dunia kerja yang terampil, serta Agrawal (2013) yang menyatakan bahwa SMK tidak hanya penting dalam memberikan kesempatan kerja kepada individu tetapi juga membantu dalam meningkatkan produktivitas. Bertitik tolak dari orientasi pendidikan nasional yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, maka marwah pendidikan senantiasa ditujukan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

13 dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Apabila mengacu pada rumusan pendidikan sebagaimana undang-undang di atas tercapai, maka peserta didik diharapkan mampu menghadapi dan memecahkan masalah/problem yang dihadapinya dengan menggunakan potensi yang dimilikinya. Dengan demikian, peran dan tugas guru untuk menyediakan lingkungan belajar yang memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik guna memperoleh pengetahuan dan atribut berpikir tingkat tinggi seyogyanya menjadi inti dalam pembelajaran di kelas (Afandi dan Sajidan, 2017: 3). Kualitas proses dan penilaian pembelajaran yang bermutu sejalan dengan tuntutan kompetensi guru abad 21, yaitu karakter religius (character religius), karekter nasionalisme (character nasionalism), kreatif dan inovatif, kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi dan kolaborasi, dan keterampilan menggunakan media, teknologi dan informasi (information, media & technology skills) (Afandi & Sajidan, 2017: 58-59).

14 Ide-ide dasar penguatan pembelajaran abad 21 dalam pelaksanaan di sekolah sebagaimana disebutkan di atas menemui banyak tantangan. Beberapa hasil kajian dari berbagai lembaga internasional seringkali bertolak belakang dengan tuntutan Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, sehingga potensi peserta didik tersebut ternyata belum berkembang dengan maksimal. Kajian yang dilakukan oleh PISA-OECD (Programme for International Student Assesment-Organization for Economic Cooperation and Development) Tahun 2009 di mana anak Indonesia dalam bidang sains memperoleh rata-rata skor 383 dengan skor tertinggi adalah 575 yang diperoleh di Shanghai-Cina dan menempati rangking 61 dari 66 negara yang mengikutinya. The Learning Curve (2014) menjelaskan bahwa “Global index of cognitive skills and educational attainment”, Indonesia berada pada posisi z = - 1.84. Hasil ini menempatkan Indonesia pada rangking terbawah dari 40 negara yang berpartisipasi. Aspek lain yang perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan kualitas proses dan penilaian pembelajaran di SMK adalah faktor pendukung yang spesifik untuk

15 penyelarasan kompetensi yang diperlukan dalam pembelajaran abad 21, yaitu: kurikulum, kompetensi guru, sarana prasarana, dan tata kelola kelembagaan, termasuk kerjasama dengan dunia industri. Sinergi kerjasama tersebut memiliki peran strategis untuk melahirkan generasi millenial Indonesia yang produktif dan berdaya saing global. Langkah penyesuaian kurikulum, proses dan penilaian pembelajaran SMK dapat dilakukan melalui penyempurnaan dan pemantapan dengan model demand-driven, mengubah model supply-driven yang berlangsung selama ini dengan standarisasi mutu. Ciri utama pendidikan dan pelatihan vokasi ini mengedepankan pendekatan job-based learning. Desain sekolah dikembangkan berangkat dari kebutuhan dan pengakuan dunia usaha dan industri. Analisis kebutuhan itu kemudian dirumuskan ke dalam standar-standar kompetensi disertai dengan jenis sertifikasi dan teknik pengujiannya. Dari standarisasi ini, sekolah mengembangkan kurikulum dan sistem pembelajarannya. Proses standarisasi dan sertifikasi serta penyusunan kurikulum melibatkan pihak-pihak terkait, terutama sinergi sekolah dan industri. Dengan demikian, siswa dididik sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan industri. Menilik prospek

16 dunia usaha dan industri sektor formal di Indonesia yang relatif bersifat turbulen, dan persaingan tenaga kerja luar negeri yang makin ketat, hal ini diharapkan menjadi lorong yang bisa menyalurkan tenaga kerja ke industri dan dunia usaha yang menjadi mitra sekolah dan mengisi pasar tenaga kerja terampil di luar negeri yang relevan. Alternatif lain adalah pengembangan SMK dengan model life-based learning sebagai pendidikan alternatif. Pembelajaran di SMK mengedepankan pendekatan berbasis potensi alam kehidupan nyata. Model ini memungkinkan tumbuhnya sekolah-sekolah kreatif sesuai dengan keunggulan potensi wilayah.

17 BAB II KAJIAN TEORI PEMBELAJARAN ABAD 21 A. Paradigma Pembelajaran Abad 21 Ciri abad 21 menurut Kemendikbud adalah tersedianya informasi dimana saja dan kapan saja (informasi), adanya implementasi penggunaan mesin (komputasi), mampu menjangkau segala pekerjaan rutin (otomatisasi) dan bisa

18 dilakukan dari mana saja dan kemana saja (komunikasi). Ditemukan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun terakhir telah terjadi pergeseran pembangunan pendidikan ke arah ICT sebagai salah satu strategi manajemen pendidikan abad 21 yang di dalamnya meliputi tata keloladan sumber daya manusia (Soderstrom, From, Lovqvist, & Tornquist, 2011). Abad ini memerlukan transformasi pendidikan secara menyeluruh sehingga terbangun kualitas guru yang mampu memajukan pengetahuan, pelatihan, ekuitas siswa dan prestasi siswa. Ciri abad 21 menurut Hernawan (2006) adalah meningkatnya interaksi antar warga dunia baik secara langsung maupun tidak langsung, semakin banyaknya informasi yang tersedia dan dapat diperoleh, meluasnya cakrawala intelektual, munculnya arus keterbukaan dan demokkratisasi baik dalam politik maupun ekonomi, memanjangnya jarak budaya antara generasi tua dan generasi muda, meningkatnya kepedulian akan perlunya dijaga keseimbangan dunia, meningkatnya kesadaran akan saling ketergantungan ekonomis, dan mengaburnya batas kedaulatan budaya tertentu karena tidak terbendungnya informasi. Dalam konteks pendidikan yang mengimplementasikan visi pembelajaran abad 21, UNESCO telah membuat 4 (empat) pilar pendidikan, yaitu: 1) Learning to how(belajar untuk mengetahui), 2) Learning to do(belajar untuk melakukan), 3)

19 Learning to be(belajar untuk mengaktualisasikan diri sebagai individu mandiri yang berkepribadian), 4) Learning to live together(belajar untuk hidup bersama). Pendidikan yang membangun kompetensi “partnership 21st Century Learning” yaitu framework pembelajaran abad 21 yang menuntut peserta didik memiliki keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan dibidang teknologi, media dan informasi, keterampilan pembelajaran, inovasi, dan keterampilan hidup. Delors Report (1996) dari International Commission on Education for the Twenty-first Century, mengajukan empat visi pembelajaran yaitu pengetahuan, pemahaman, kompetensi untuk hidup, dan kompetensi untuk bertindak. Selain visi tersebut juga dirumuskan empat prinsip yang dikenal sebagai empat pilar pendidikan yaitu learning to know, lerning to do, learning to be dan learning to live together. Kerangka pemikiran ini dirasa masih relevan dengan kepentingan pendidikan saat ini dan dapat dikembangkan sesuai dengan keperluan di abad ke-21 (Scott, 2015). Pada bagian berikut dijelaskan sekilas tentang kompetensi dan keterampilan sesuai empat pilar pendidikan yang terdapat pada Delors Report. Learning to Know Belajar mengetahui merupakan kegiatan untuk memperoleh, memperdalam dan memanfaatkan materi

20 pengetahuan. Penguasaan materi merupakan salah satu hal penting bagi siswa di abad ke-21. Siswa juga harus memiliki kemauan untuk belajar sepanjang hayat. Hal ini berarti siswa harus secara berkesinambungan menilai kemampuan diri tentang apa yang telah diketahui dan terus merasa perlu memperkuat pemahaman untuk kesuksesan kehidupannya kelak. Siswa harus siap untuk selalu belajar ketika menghadapi situasi baru yang memerlukan keterampilan baru. Pembelajaran di abad ke-21 hendaknya lebih menekankan pada tema pembelajaran interdisipliner. Empat tema khusus yang relevan dengan kehidupan modern adalah: 1) kesadaran global; 2) literasi finansial, ekonomi, bisnis, dan kewirausahaan; 3) literasi kewarganegaraan; dan 4) literasi kesehatan. Tema-tema ini perlu dibelajarkan di sekolah untuk mempersiapkan siswa menghadapi kehidupan dan dunia kerja di masa mendatang dengan lebih baik. Learning to Do Agar mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dalam masyarakat yang berkembang sangat cepat, maka individu perlu belajar berkarya. Siswa maupun orang dewasa sama- sama memerlukan pengetahuan akademik dan terapan, dapat menghubungkan pengetahuan dan keterampilan, kreatif dan

adaptif, serta mampu mentrasformasikan semua 21 tersebut ke dalam keterampilan yang berharga. aspek Keterampilan berpikir kritis Keterampilan ini merupakan keterampilan fndamental pada pembelajaran di abad ke-21. Keterampilan berpikir kritis mencakup kemampuan mengakses, menganalisis, mensintesis informasi yang dapat dibelajarkan, dilatihkan dan dikuasai (P21, 2007a; Redecker et al 2011). Keterampilan berpikir kritis juga menggambarkan keterampilan lainnya seperti keterampilan komunikasi dan informasi, serta kemampuan untuk memeriksa, menganalisis, menafsirkan, dan mengevaluasi bukti. Pada era literasi digital dimana arus informasi sangat berlimpah, siswa perlu memiliki kemampuan untuk memilih sumber dan informasi yang relevan, menemukan sumber yang berkualitas dan melakukan penilaian terhadap sumber dari aspek objektivitas, reliabilitas, dan kemutahiran. Kemampuan menyelesaikan masalah Keterampilan memecahkan masalah mencakup keterampilan lain seperti identifikasi dan kemampuan untuk mencari, memilih, mengevaluasi, mengorganisir, dan mempertimbangkan berbagai alternatif dan menafsirkan informasi. Seseorang harus mampu mencari berbagai solusi

22 dari sudut pandang yang berbeda-beda, dalam memecahkan masalah yang kompleks. Pemecahan masalah memerlukan kerjasama tim, kolaborasi efektif dan kreatif dari guru dan siswa untuk dapat melibatkan teknologi, dan menangani berbagai informasi yang sangat besar jumlahnya, dapat mendefinisikan dan memahami elemen yang terdapat pada pokok permasalahan, mengidentifikasi sumber informasi dan strategi yang diperlukan dalam mengatasi masalah. Pemecahan masalah tidak dapat dilepaskan dari keterampilan berpikir kritis karena keterampilan berpikir kritis merupakan keterampilan fundamental dalam memecahkan masalah. Siswa juga harus mampu menerapkan alat dan teknik yang tepat secara efektif dan efisien untuk menyelesaikan permasalahan. Komunikasi dan kolaborasi Kemampuan komunikasi yang baik merupakan keterampilan yang sangat berharga di dunia kerja dan kehidupan sehari-hari. Kemampuan komunikasi mencakup keterampilan dalam menyampaikan pemikiran dengan jelas dan persuasif secara oral maupun tertulis, kemampuan menyampaikan opini dengan kalimat yang jelas, menyampaikan perintah dengan jelas, dan dapat memotivasi orang lain melalui kemampuan berbicara. Kolaborasi dan

23 kerjasama tim dapat dikembangkan melalui pengalaman yang ada di dalam sekolah, antar sekolah, dan di luar sekolah (P21, 2007a). Siswa dapat bekerja bersama-sama secara kolaboratif pada tugas berbasis proyek yang autentik dan mengembangkan keterampilannya melalui pembelajaran tutor sebaya dalam kelompok. Pada dunia kerja di masa depan, keterampilan berkolaborasi juga harus diterapkan ketika menghadapi rekan kerja yang berada pada lokasi yang saling berjauhan. Keterampilan komunikasi dan kolaborasi yang efektif disertai dengan keterampilan menggunakan teknologi dan sosial media akan memungkinkan terjadinya kolaborasi dengan kelompok-kelompok internasional. Kreativitas dan inovasi Pencapaian kesuksesan profesional dan personal, memerlukan keterampilan berinovasi dan semangat berkreasi. Kreativitas dan inovasi akan semakin berkembang jika siswa memiliki kesempatan untuk berpikir divergen. Siswa harus dipicu untuk berpikir di luar kebiasaan yang ada, melibatkan cara berpikir yang baru, memperoleh kesempatan untuk menyampaikan ide-ide dan solusi-solusi baru, mengajukan pertanyaan yang tidak lazim, dan mencoba mengajukan dugaan jawaban. Kesuksesan individu akan didapatkan oleh

24 siswa yang memiliki keterampilan kreatif. Individu-individu yang sukses akan membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik bagi semuanya. Literasi informasi, media, dan teknologi Literasi informasi yang mencakup kemampuan mengakses, mengevaluasi dan menggunakan informasi sangat penting dikuasai pada saat ini. Literasi informasi memiliki pengaruh yang besar dalam perolehan keterampilan lain yang diperlukan pada kehidupan abad ke-21. Seseorang yang berkemampuan literasi media adalah seseorang yang mampu menggunakan keterampilan proses seperti kesadaran, analisis, refleksi dan aksi untuk memahami pesan alami yang terdapat pada media. Kerangka literasi media terdiri atas kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan pesan dalam berbagai bentuk media, menciptakan suatu pemahaman dari peranan media pada masyarakat, dan membangun keterampilan penting dari informasi hasil penyelidikan dan ekspresi diri. Literasi media juga mencakup kemampuan untuk menyampaikan pesan dari diri dan untuk memberikan pengaruh dan informasi kepada orang lain.

25 Literasi informasi, komunikasi, dan teknologi (ICT) Kemampuan literasi ICT mencakup kemampuan mengakses, mengatur, mengintegrasi, mengevaluasi, dan menciptakan informasi melalui penggunaan teknologi komunikasi digital. Literasi ICT berpusat pada keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam mempertimbangkan informasi, media, dan teknologi di lingkungan sekitar. Setiap negara hendaknya menumbuhkan secara luas keterampilan ICT pada masyarakatnya karena jika tidak, negara tersebut dapat tertinggal dari perkembangan dan kemajuan pengetahuan ekonomi berbasis teknologi. Terdapat beberapa keterkaitan antara tiga bentuk literasi yang meliputi literasi komunikasi informasi, media dan teknologi. Penguasaan terhadap keterampilan tersebut memungkinkan penguasaan terhadap keterampilan dan kompetensi lain yang diperlukan untuk keberhasilan kehidupan di abad ke- 21 (Trilling & Fadel, 2009). Learning to Be Keterampilan akademik dan kognitif memang keterampilan yang penting bagi seorang siswa, namun bukan merupakan satu-satunya keterampilan yang diperlukan siswa untuk menjadi sukses. Siswa yang memiliki kompetensi kognitif yang fundamental merupakan pribadi yang berkualitas dan

26 beridentitas. Siswa seperti ini mampu menanggapi kegagalan serta konflik dan krisis, serta siap menghadapi dan mengatasi masalah sulit di abad ke-21. Secara khusus, generasi muda harus mampu bekerja dan belajar bersama dengan beragam kelompok dalam berbagai jenis pekerjaan dan lingkungan sosial, dan mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Keterampilan sosial dan lintas budaya Keterampilan sosial dan lintas budaya yang baik sangat penting dalam mewujudkan kesuksesan di sekolah maupun kehidupan. Keterampilan ini memungkinkan individu untuk berinteraksi secara efektif dengan orang lain (misalnya mengetahui saat yang tepat untuk mendengarkan dan berbicara, dan bagaimana memperlakukan diri secara hormat, secara profesional), bekerja secara efektif dalam sebuah tim yang memiliki anggota beragam (misalnya menghormati perbedaan budaya dan berkolaborasi dengan orang-orang yang berasal dari berbagai kondisi sosial dan latar belakang budaya), berpikiran terbuka terhadap ide-ide dan nilai-nilai yang berbeda, dan menggunakan perbedaan sosial dan budaya untuk menghasilkan ide-ide, inovasi dan kualitas kerja yang lebih baik. Memiliki keterampilan sosial yang baik dapat membantu siswa untuk membuat sebuah keputusan dengan

27 baik. Keterampilan sosial yang baik pada anak-anak dan remaja dapat mempengaruhi kinerja akademis mereka, sikap, hubungan sosial dan keluarga, dan keterlibatan dalam kegiatan ekstrakurikuler. Kemampuan berempati juga termasuk keterampilan sosial yang diharapkan tumbuh di kehidupan abad ke-21 (National Research Council, 2012; P21, 2007a). Kesempatan untuk mengembangkan ketahanan emosional dan empati harus dirancang secara eksplisit (Leadbeater, 2008). Steedly et al. (2008) menyatakan adanya keyakinan bahwa anak-anak pada umumnya memperoleh keterampilan sosial yang positif melalui interaksi sehari-hari dengan orang dewasa dan teman sebaya mereka. Namun, guru dan orang tua harus memperkuat pembelajaran ini dengan teladan secara langsung. Tanggung jawab pribadi, pengaturan diri, dan inisiatif Tingginya tingkat interaksi dan kerja sama tim dalam lingkungan kerja di abad ke-21 diharapkan dapat diantisipasi dengan meningkatkan kualitas pribadi siswa. Kemampuan pengaturan diri adalah jantung dari pembelajaran abad ke-21. Siswa yang mandiri bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri dan bersedia meningkatkan kemampuan sepanjang kariernya. Herring (2012) berpendapat bahwa

28 siswa yang mandiri mendapatkan motivasi dari dalam dirinya sendiri. Siswa mandiri paham bahwa semangat belajar adalah kemampuan dasar yang akan membuat mereka berhasil di tempat kerja. Kemampuan beradaptasi adalah kemampuan untuk menanggapi perubahan kondisi ekonomi dan pasar serta menguasai keterampilan baru dengan cepat. Kemampuan ini merupakan salah satu dari tiga kompetensi yang paling dibutuhkan di dunia kerja abad ke-21. Hal penting lainnya adalah fleksibilitas dalam berbagai pengaturan kerja dan sosial dan menunjukkan inisiatif, ketangkasan mental dan rasa ingin tahu, yang dapat diwujudkan dengan beragam teknologi berbasis web yang tersedia. Dengan menggunakan sumber daya teknologi sebagai sumber belajar informal memungkinkan siswa untuk memiliki kemampuan berkolaborasi tinggi, mudah berbagi dan bertukar pengetahuan, dan mengarahkan diri sendiri untuk terus belajar (Herring, 2012). Kemampuan lain yang bermanfaat adalah kemampuan untuk merefleksikan kelebihan dan kekuatan yang ada dalam diri siswa dan meningkatkan manajemen waktu. Pelatihan untuk meningkatkan keterampilan tersebut dapat diadakan oleh pihak sekolah untuk membantu siswa mempersiapkan diri terjun di dunia kerja dan kehidupan di abad ke-21 (P21, 2011).

29 Keterampilan berpikir logis Generasi muda saat ini hidup di dunia yang lebih menantang, sehingga mereka perlu mengembangkan kemampuan berpikir logis terhadap isu-isu global yang kompleks dan penting. Mereka harus siap untuk mengatasi berbagai masalah, termasuk konflik manusia, perubahan iklim, kemiskinan, penyebaran penyakit dan krisis energi. Sekolah harus menyediakan berbagai peluang, bimbingan dan dukungan agar siswa memahami peran dan tanggung jawabnya di dunia nyata, serta mengembangkan kompetensi yang memungkinkan mereka untuk memahami situasi dan lingkungan baru. Keterampilan metakognitif P21 telah mengidentifikasi pembelajaran mandiri sebagai salah satu keterampilan dasar dalam kehidupan dan karir yang diperlukan untuk mempersiapkan pendidikan dan pekerjaan di abad ke-21 (P21, 2007a). Metakognisi didefinisikan sebagai 'thinking about thinking'. Seseorang yang memiliki pengetahuan metakognitif berarti menyadari berapa banyak mereka memahami topik pembelajaran dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman mereka. Keterampilan metakognitif dapat meningkatkan pembelajaran dan pemahaman siswa. Beberapa langkah penting untuk

30 mengajarkan keterampilan metakognitif sebagai berikut: (a) ajarkan kepada siswa bahwa belajar itu tidak terbatas jumlahnya dan kemampuan seseorang untuk belajar dapat diubah, (b) ajarkan bagaimana menetapkan tujuan belajar dan merencanakan pencapaiannya, dan (c) berikan siswa banyak kesempatan untuk berlatih memantau kegiatan belajarnya secara akurat. Tanamkan pada siswa bahwa hal- hal tersebut penting dan merupakan kebutuhan bagi siswa itu sendiri. Kemampuan berpikir berwirausaha Kreativitas dan berpikir kewirausahaan juga merupakan keterampilan esensial di abad ke-21. Pertumbuhan lapangan pekerjaan yang cepat dan industri yang sedang berkembang membutuhkan kreativitas pekerja, termasuk kemampuan untuk berpikir yang tidak biasa (out of the box), memikirkan kebijakan konvensional, membayangkan skenario baru dan menghasilkan karya yang menakjubkan. Memiliki pola pikir kewirausahaan (kemampuan untuk mengenali dan memanfaatkan peluang dan kesanggupan untuk bertanggung jawab dan menanggung resiko), memungkinkan seseorang untuk menciptakan lapangan kerja bagi diri mereka sendiri dan orang lain.

31 Oleh karena itu, siswa harus dilatih menjawab pertanyaan dan membuat keputusan dengan cepat. Mereka juga harus dilatih untuk berpikir inventif, mengamati dan mengevaluasi peluang dan ide-ide baru. Namun demikian, penting untuk diperhatikan bahwa ide-ide tersebut harus bermanfaat atau berdampak positif bagi organisasi dan komunitas tempat tinggal atau kerja. Kegiatan kewirausahaan di sekolah harus dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan siswa untuk memimpin dan menumbuhkan otonomi yang lebih besar (P21, 2008). Belajar untuk belajar dan kebiasaan belajar sepanjang hayat Sepanjang hidupnya, seseorang akan selalu menemukan informasi baru yang mengubah pengetahuan yang dimilikinya. Bolstad (2011) berpendapat bahwa sekolah yang berorientasi masa depan harus memperluas kapasitas intelektual siswa dan memperkuat kemauan dan kemampuan mereka untuk terus belajar sepanjang hidup. Keterampilan belajar untuk belajar, memiliki keterbukaan dan komitmen untuk belajar seumur hidup dan mempelajari kehidupan secara lebih luas sangat penting bagi siswa untuk beradaptasi. Kemampuan siswa untuk belajar lebih diutamakan dibandingkan akumulasi pengetahuan.

32 Learning to Live Together Berbagai bukti menunjukkan bahwa siswa yang bekerja secara kooperatif dapat mencapai level kemampuan yang lebih tinggi jika ditinjau dari hasil pemikiran dan kemampuan untuk menyimpan informasi dalam jangka waktu yang panjang dari pada siswa yang bekerja secara individu. Belajar bersama akan memberikan kesempatan bagi siswa untuk terlibat aktif dalam diskusi, senantiasa memantau strategi dan pencapaian belajar mereka dan menjadi pemikir kritis. Menghargai keanekaragaman Pada abad ke-21, siswa harus turut berperan dalam kegiatan pendidikan. Peran aktif siswa membantu mereka mengembangkan kompetensi dalam kehidupan dan bekerja bersama dalam masyarakat yang memiliki keanekaragaman budaya dan organisasi. Mereka harus belajar bahwa mereka tidak akan selalu dihargai, tetapi mereka harus mencari dan menggunakan bakat dan ide-ide mereka di antara beragam siswa lainnya. Ini merupakan keterampilan penting yang harus dilatih dan sering digunakan oleh siswa. Keterampilan ini melibatkan rasa hormat dan menghargai permasalahan orang lain dan budaya yang berbeda dari budaya mereka,

33 sehingga mereka akan memperoleh keterampilan sosial dan lintas budaya (Barrett et al., 2014). Hal ini juga akan membangun kesadaran dan pengetahuan tentang perbedaan yang ada di antara individu dan masyarakat. Lingkungan sekolah harus menawarkan kemungkinan untuk merancang kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan bagi anak muda untuk menghargai, bergaul dengan baik dan hidup berdampingan secara damai di lingkungan dengan kebudayaan yang sangat beragam (ini merupakan keterampilan hidup abad ke-21 yang sangat dihargai). Oleh karena itu, ada kebutuhan mendesak bagi guru untuk merancang kegiatan belajar kolaboratif dan sesuai dengan kehidupan nyata yang dapat mengembangkan pemahaman, keterampilan dan nilai-nilai siswa. Teamwork dan interconnectedness Keterampilan teamwork dan interconnectedness harus menjadi perhatian utama dunia pendidikan. Keterampilan ini sangat penting baik dalam kehidupan masyarakat ataupun di tempat kerja. Hasil survei Conference Board (2006, dikutip Scott, 2015b) menemukan bahwa profesionalisme, etika kerja yang baik, komunikasi secara lisan dan tertulis, kerja tim, kolaborasi, berpikir kritis dan kemampuan memecahkan

34 masalah merupakan keterampilan paling penting. Keterampilan-keterampilan ini memungkinkan seseorang mendapatkan nilai lebih di mata kolega sekaligus berkembang di lingkungan kerja yang kolaboratif (Redecker et al., 2011). Di antara kompetensi penting di abad ke-21 adalah kemampuan untuk membantu perkembangan kerjasama interdisipliner dan pertukaran ide-ide global untuk melawan potensi diskriminasi karena suku, jenis kelamin atau usia (Leis, 2010). Civic dan digital citizenship Civic literacy (literasi bermasyarakat) merupakan keterampilan penting, karena siswa perlu mengetahui hak dan kewajiban warganegara di lingkup lokal, regional, dan nasional; mengembangkan motivasi, watak dan keterampilan untuk berpartisipasi dalam masyarakat; dan memahami dampak dari masalah kemasyarakatan secara lokal dan global (P21, 2013). Selain hal tersebut, keterampilan abad ke-21 yang lain adalah digital citizenship (masyarakat yang melek digital) – memahami bagaimana cara untuk berpartisipasi secara produktif dan bertanggung jawab secara online (P21, 2013). Hal ini penting untuk membantu siswa dalam memahami bagaimana untuk berpartisipasi dengan cerdas dan

35 etis sebagai warga negara yang bertanggung jawab dalam komunitas virtual. Hal ini melibatkan pembelajaran tentang bagaimana mengakses reliabilitas dan kualitas dari informasi yang ditemukan dari internet dan menggunakan informasi yang diperoleh secara bertanggung jawab (Davies, Fidler dan Gorbis, 2011). Sekolah perlu mengatur bagaimana siswa belajar dan berlatih menggunakan teknologi secara bertanggung jawab (misalnya cara mengaskes data, perlindungan terhadap hal-hal yang bersifat privasi, cara mendeteksi penipuan, plagiarisme, kekayaan intelektual hak dan anonimitas) dan bagaimana menjadi digital citizens yang baik. Kompetensi global Siswa yang memiliki kompetensi global akan mampu mengambil tindakan melalui banyak cara dan cenderung menganggap diri mereka sebagai warga dunia, bukan dari warga bangsa tertentu. Mereka mampu menggunakan keterampilan berpikir kritis untuk mensurvei dan memikirkan masalah yang perlu diprioritaskan, mengidentifikasi solusi yang dapat dilakukan, menilai solusi yang dipilih dan rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan bukti, dan mempertimbangkan dampak potensial dan konsekuensi yang

36 mungkin muncul dari tindakan yang akan dilakukan. Siswa yang memiliki kompetensi global akan berhati-hati dalam mempertimbangkan beberapa pendekatan sebelumnya dan perspektif orang lain. Mereka bertindak secara etis dan kolaboratif (dengan cara yang kreatif) untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan lokal, regional ataupun global. Siswa yang memiliki kompetensi global tidak beranggapan bahwa mereka mampu menangani tantangan yang kompleks sendirian, namun mampu merefleksi seberapa besar kapasitas mereka untuk menyelesaikan tugas yang diberikan dan mencari kesempatan berkolaborasi untuk bergabung dengan orang lain yang akan melengkapi kekuatannya (Mansilla and Jaskson, 2011). Kompetensi antar budaya Kemampuan untuk memahami dan berkomunikasi dengan masyarakat lintas budaya atau yang memiliki kebudayaan yang berbeda adalah prasyarat mendasar di dunia kerja. Semua siswa perlu mendapatkan kompetensi antarbudaya. Untuk alasan ini, pendidikan antarbudaya, yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan ini, dapat memberikan kontribusi untuk menjaga kedamaian dan pembelajaran inklusif (Barrett et al., 2014).

37 Kompetensi antarbudaya tidak diperoleh secara otomatis, melainkan harus dipelajari, dipraktikkan dan dipelihara sepanjang hidup. Guru memiliki peran yang sangat penting dalam memfasilitasi pengembangan kompetensi antarbudaya di antara siswa (Barrett et al., 2014). Sikap saling menghormati dan toleransi sangat penting untuk memastikan bahwa pandangan individu dari semua latar belakang budaya diakui dan dihormati dalam masyarakat yang multikultural. Hal yang sangat penting adalah siswa dapat belajar untuk mendengarkan orang lain, menunjukkan fleksibilitas, dan bekerja sama dengan kontributor dalam tim yang berasal dari berbagai budaya dan berbagai rumpun ilmu pengetahuan. Ini adalah kompetensi yang sangat penting dan tidak boleh dilewatkan oleh masyarakat abad ke-21 (Barrett et al, 2014). Berdasarkan hal tersebut maka jelas bahwa pendidikan memiliki peran yang signifikan bahkan fundamental dalam menawarkan kesempatan kepada pelajar abad ke-21 untuk mengembangkan kompetensi yang memungkinkan mereka dapat hidup damai dengan kondisi budaya yang beragam (Carneiro dan Draxler, 2008). Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat pada abad ini membawa dampak yang sangat signifikan terhadap dunia pendidikan.

38 Tabel 2.1. Pergeseran Paradigma Belajar Abad 21 Ciri Abad 21 Model Pembelajaran INFORMASI Pembelajaran diarahkan untuk Tersedia di mana mendorong peserta didik mencari saja, kapan saja tahu dan berbagi dan berbagi sumber observasi bukan diberi tahu KOMPUTASI Pembelajaran diarahkan untuk Lebih cepat mampu merumuskan masalah memakai mesin (bertanya), bukan hanya menyelesaikan masalah (menjawab) OTOMASI Pembelajaran diarahkan untuk Menjangkau semua melatih berfikir analitis pekerjaan rutin (pengambilan keputusan) bukan berfikir mekanistis (rutin) KOMUNIKASI Pembelajaran menekankan Dari mana saja, pentingnya kerjasama /kolaborasi kemana saja dalam menyelesaikan masalah. (Litbang Kemdikbud: 2013) Proses peralihan dari abad industrialisasi ke abad pengetahuan menuntut setiap bidang dalam kehidupan

39 berubah sangat cepat dan harus dapat beradaptasi dengan cepat,begitu pula dengan pendidikan,karakteristik umum model pembelajaran abad pengetahuan berbeda dengan karakteristik pembelajaran abad industrialisasi. Banyak praktik pendidikan yang dianggap menguntungkan pada abad industrial, seperti belajar fakta, drill dan praktik, kaidah dan prosedur digantikan belajar dalam konteks dunia nyata, otentik melalui problem dan proyek, inkuiri, discovery, dan invensi dalam praktik abad pengetahuan. Pola belajar yang diterapkan pada masa industrialisasi sudah dianggap tidak cocok lagi di abad pengetahuan, dimana perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berkembang begitu pesat,dan teknologi tersebut merupakan katalis penting untuk gerakan menuju metode belajar di abad pengetahuan. Diakui dalam perkembangan kehidupan dan ilmu pengetahuan abad 21, kini memang telah terjadi pergeseran baik ciri maupun model pembelajaran.Inilah yang diantisipasi pada kurikulum 2013. Tabel 2.2 menunjukkan pergeseran paradigma belajar abad21 yang berdasarkan ciri abad 21 dan model pembelajaran yang harus dilakukan. Pergeseran paradigma pendidikan abad 21. Informasi, komputasi, otomasi, dan komunikasi merupakan empat komponen yang

40 disampaikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai ciri dari pendidikan abad 21 yang menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dalam pembelajaran. Alih literasi informasi, keterampilan komputer, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses komunikasi serta keterampilan komunikasi menjadi sejumlah keterampilan yang harus dikuasaioleh seorang guru saat ini. Tema pengembangan kurikulum 2013 dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan efektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi. Tabel 2.2. Belajar Abad Pengetahuan versus Abad Industrial menurut Trilling & Hood Industrial Age Knowledge Age Teacher-as-Director Teacher-as-Facilitator, Guide, Consultant Teacher-as-Knowledge Teacher-as-Co-learner Source Curriculum-directed Student-directed Learning Learning Time-slotted, Rigidly Open, Flexible, On-demand Scheduled Learning Learning

Primarily Fact-based 41 Theoretical, Abstract Primarily Project-& Problem- Principles & Survey based Drill & Practice Rules & Procedures Real-world, concrete Competitive Actions & Reflections Classroom-focused Inquiry & Design Prescribed Results Discovery & Invention Conform to Norm Collaborative Computers-as-Subject of Community-focused Open-ended Results Study Creative Diversity Static Media Presentations Computers-as-Tool for all Interactions Classroom- bounded Learning Dynamic Multimedia Test-assessed by Norms Communication Worldwide- (Trilling & Hood, 1999). unbounded Communication Performance-assessed by Expert, Mentors, Peers & Self Perubahan paradigma dari Teacher-as-Director menjadi Teacher-as-Facilitator, Guide, dan Consultant, merupakan hal yang wajar, karena sumber belajar dan bahan ajar tidak hanya

42 mengadalkan dari satu sumber saja. Perkembangan teknologi informasi, telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, dimana prinsip kolaborasi, antar komponen; manusia, proses dan teknologi menjadi lebih fleksibel, dengan teknologi ini batasan untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan hampir tidak ada batasan. Perubahan paling mendasar dari teknologi ini ada pada interface yang ramah terhadap pengguna (userfriendly) tidak jauh dari tampilan komputer yang dipakai sehari-hari. Dampak positif dari teknologi ini dapat juga diterapkan dalam proses pembelajaran, namun harus menggunakan desain formula atau model pembelajaran yang tepat, agar hasil yang ingin dicapai dapat sesuai dengan tujuan dari proses pembelajaran di abad pengetahuan ini. B. Kecakapan Abad 21 1. Ketrampilan Berpikir Kritis (Critical Thinking Skills) a. Definisi Ketrampilan Berpikir Kritis (Critical Thinking Skills) Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order thinking Skills/HOTS selain berpikir kreatif (creative thinking), pemecahan masalah (creative thinking), pemecahan masalah (problem solving), dan berpikir


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook