FISIKA 277
Bab 1 Besaran dan Satuan A. Pengertian Besaran Contoh dari besaran turunan adalah luas suatu daerah persegi panjang. Luas Besaran adalah segala sesuatu yang dapat sama dengan panjang dikali lebar, dimana diukur dan dinyatakan dengan nilai. panjang dan lebar keduanya merupakan besaran pokok panjang. B. Besaran Menurut Penyusunnya Perhatikan tabel besaran turunan, satuan, dan dimensi di bawah ini. a. Besaran Pokok Besaran Turunan Satuan Dimensi Besaran pokok adalah besaran yang Massa jenis (ρ) kg.m-3 ML-3 satuannya telah ditetapkan terlebih dahulu Gaya (F) kg.m.s-2 MLT-2 dan tidak tersusun dari besaran lain. Usaha (W) kg.m2.s-2 ML2 T-2 Tekanan (P) kg.m-1.s-2 ML-1T-2 Besaran pokok terdiri atas TUJUH besaran. Daya kg.m2.s-3 ML2 T-3 Tujuh besaran pokok dan satuannya Momentum kg.m.s-1 MLT-1 berdasarkan sistem satuan internasional Luas (A) m2 L2 (SI) sebagaimana yang tertera pada tabel berikut. Besaran Pokok Satuan (SI) Dimensi Massa kilogram (kg) (M) C. Besaran Menurut Arah Dan Panjang meter (m) (L) Waktu sekon (s) (T) Nilainya Kuat arus ampere (A) (I) Suhu kelvin (K) (θ) a. Besaran Skalar Intensitas cahaya candela (Cd) (J) Besaran SKALAR adalah besaran yang Jumlah zat mol (mol) (N) HANYA memiliki NILAI. Contoh besaran Sistem satuan internasional (SI) artinya skalar adalah massa, panjang, waktu, sistem satuan yang paling banyak digunakan energi, usaha, suhu, kelajuan, jarak, dan di seluruh dunia, yang berlaku secara lain-lain. internasional. b. Besaran Vektor b. Besaran Turunan Besaran VEKTOR adalah besaran yang Besaran turunan adalah besaran-besaran memiliki NILAI dan ARAH. Contohnya yang diturunkan dari besaran pokok. adalah gaya, berat, kuat arus, kecepatan, percepatan, perpindahan, posisi, dan lain- lain. 01
1. Penjumlahan 2 vektor yang sejajar dan a searah b Contoh: Maka, resultan vektor R digambarkan Diketahui 2 buah vektor a dan b sebagai berikut: mengarah ke kanan. Panjang a adalah a 4 cm dan b adalah 5 cm. Tentukan b resultan vektor tersebut? Sedangkan, nilai resultan vektor R Jawab: dirumuskan dengan: a R = a2 + b2 + 2 ⋅ a ⋅ b ⋅ Cosθ b D. Satuan Maka, resultan vektor (R) (penjumlahan vektor a dan b) digambarkan sebagai Satuan adalah ukuran dari suatu besaran yang berikut: digunakan untuk mengukur. Jenis-jenis satuan, yaitu: ab a. Satuan Baku Satuan baku adalah satuan yang telah R diakui dan disepakati pemakaiannya secara Jadi, resultan vektor R adalah: internasional atau disebut dengan satuan internasional (SI). R = a + b = 4 + 5 = 9 cm ke kanan Contoh: meter, kilogram, detik, dan lain-lain. Satuan baku yang berlaku secara 2. Pengurangan dua vektor yang sejajar internasional disebut satuan internasional (SI). Satuan SI ada dua macam, yaitu: dan berlawanan arah. 1. Sistem MKS (Meter Kilogram Sekon) 2. Sistem CGS (Centimeter Gram Second) Contoh: b. Satuan Tidak Baku Diketahui 2 buah vektor a dan b. Satuan tidak baku adalah satuan yang Panjang a adalah 8 cm dan b adalah 5 tidak diakui secara internasional dan hanya digunakan pada suatu wilayah tertentu. cm. Tentukan resultan vektor tersebut? Contoh: depa, hasta, kaki, lengan, langkah. Jawab: a E. Angka Penting b a. Aturan Angka Penting 1. Semua angka bukan nol adalah angka Maka, resultan vektor (R) digambarkan penting. Contoh: sebagai berikut: • 1234 (empat angka penting) • 23,457 (lima angka penting) a 02 R b JRa d=i,an–ilabi resultan vektor R adalah: =8–5= 3 cm ke kanan 3. Penjumlahan vektor untuk 2 buah vektor yang membentuk sudut q Misalkan: Diketahui dua buah vektor a dan b membentuk sudut θ seperti pada gambar di bawah ini:
2. Angka nol yang terletak di antara angka a. Alat Ukur Panjang bukan nol adalah angka penting. Contoh: • 203 (tiga angka penting) 1. Meteran kelos (ketelitian sampai 1 cm) • 1203,76 (enam angka penting) 2. Penggaris (ketelitian sampai 0,1 cm atau 1 mm) 3. Jangka sorong (ketelitian sampai 0,01 cm 3. Angka nol yang terletak di sebelah kanan angka bukan nol adalah angka penting, atau 0,1 mm) kecuali ada penjelasan lain. Contoh: • 7000 (empat angka penting) Skala nonius • 34050000 (lima angka penting) (tanda garis bawah di angka kelima Skala utama menunjukkan batas angka penting) Berimpit 4. Angka nol yang terletak di sebelah kiri angka Benda bukan nol adalah bukan angka penting. Contoh: Cara membaca jangka sorong: • 0,007 (satu angka penting) • 0, 348 (tiga angka penting) Skala utama : 2,1 cm b. Aturan Pembulatan Skala nonius : 0,04 cm + Hasil pengukuran : 2,14 cm 1. Angka yang lebih besar dari 5 dibulatkan ke atas. 4. Mikrometer sekrup (ketelitian sampai 0,01 mm) Contoh: 3,637 dibulatkan menjadi 3,64 (karena 7 lebih besar dari 5). Benda Berimpit Skala nonius 2. Angka yang lebih kecil dari 5 dibulatkan ke bawah. Skala utama Contoh: 51,73 dibulatkan menjadi 51,7 Cara membaca mikrometer sekrup: (karena 3 lebih kecil dari 5) Skala utama : 3,5 mm 3. Angka yang tepat sama dengan 5 diatur sebagai berikut: Skala nonius : 0,36 mm + Hasil pengukuran : 3,86 mm • Dibulatkankeatasjikaangkasebelumnya adalah ganjil. Contoh: 67,35 dibulatkan Mikrometer sekrup digunakan untuk menjadi 67,4 (karena 3 angka ganjil). mengukur diameter benda bulat dan plat yang sangat tipis. • Dibulatkan ke bawah jika angka sebelumnya adalah genap. Contoh: b. Alat Ukur Massa 38,45 dibulatkan menjadi 38,4 (karena 4 angka genap). Contoh alat ukur massa adalah: 1. Neraca digital (ketelitian sampai 0,001 gr) F. Pengukuran 2. Neraca O’Hauss (ketelitian sampai 0,01 gr) 3. Neraca sama lengan (ketelitian sampai 0,001 Pengukuran adalah kegiatan membandingkan nilai besaran yang diukur dengan besaran sejenis gr) yang ditetapkan sebagai satuan. Berikut beberapa contoh alat ukur: 03
Bab 2 Gerak A. Persamaan Gerak • Percepatan rata-rata a. Vektor Posisi = ∆v = v2 − v1 r = x i + yj + zk ∆t t2 − t1 ax = ∆v x = vx2 − vx1 ∆t • Vektor perpindahan t2 − t1 Jika suatu benda berpindah dari posisi Keterangan: r1 ke r2 maka vektor perpindahannya x : nilai vektor posisi r di sumbu x dapat dituliskan sebagai berikut: y : nilai vektor posisi r di sumbu y z : nilai vektor posisi r di sumbu z ∆r = r2 − r1 ∆r = i, j, dan k masing-masing adalah vektor (x2 − x1) i + (y2 − y1) j + (z2 − z1)k satuan di sumbu x, y, dan z. • Besar perpindahan B. Hubungan Antara Posisi, ∆r = ∆x2 + ∆y2 + ∆z2 Kecepatan, dan Percepatan ∆r = ( x2 − )x1 2 + ( y2 − )y1 2 + (z2 − )z1 2 Hubungan antara persamaan kecepatan sesaat dan percepatan sesaat dari persamaan posisi b. Vektor Kecepatan sebagai berikut: Misalnya, suatu persamaan posisi di sumbu x adalah: v = vx i + vy j + vzk x = a ⋅ tn + b ⋅ t + c • Nilai kecepatan dengan a, b, dan c adalah konstanta, t adalah v = vx2 + vy2 + vz2 variabel waktu, dan n adalah nilai pangkat. • Kecepatan rata-rata Maka, kecepatan sesaat pada sumbu X adalah: v = ∆r = r2 − r1 ∆t t2 − t1 vx = ∆x = x2 − x1 vx = dx = a ⋅ n ⋅ tn−1 ∆t dt t2 − t1 + b c. Vektor Percepatan Sedangkan, percepatan sesaat pada sumbu X: a = ax i + ay j + azk ax = d2x = dv x = a ⋅ n ⋅ (n − 1) ⋅ tn−2 • Nilai percepatan dt2 dt =a ax2 + ay2 + az2 04
Keterangan: b. Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) dx dibaca “turunan persamaan posisi x Gerak lurus berubah beraturan adalah gerak dt benda mengikuti lintasan lurus dengan KECEPATAN BERUBAH setiap pertambahan terhadap waktu t”. waktu dan PERC EPATAN TETAP (v = berubah d2x dibaca “turunan kedua dari persamaan dan a = tetap). dt2 posisi x terhadap waktu t”. Mencari kecepatan dan posisi dari persamaan perc epatan. Misal: diketahui persamaan percepatan di sumbu x adalah: ax = p ⋅ t + q dengan p dan q adalah konstanta dan t adalah variabel maka persamaan kecepatan pada sumbu X adalah: Ingat Rumus-rumus GLBB: 1. S= v0 ⋅ t + 1 at2 2 2. vt = v0 + a ⋅ t 3. v 2 = v 2 + 2 ⋅ a ⋅ S t 0 ∫vx = v0x + ax dt 4. S = vt + v0 t Sedangkan, persamaan posisi di sumbu X 2 adalah: Keterangan: ∫x = x0 + vx dt S : jarak (m) a : percepatan (m/s2) Keterangan: vt : kecepatan sesaat pada waktu t (m/s) V0x : kecepatan mula-mula di sumbu X v0 : kecepatan awal (m/s) x0 : posisi mula-mula di sumbu X t : waktu (s) ∫ ax dt dibaca “integral dari persamaan ax D. Perpaduan Gerak terhadap waktu t”. ∫ vx dt dibaca “integral dari persamaan vx (Gerak Parabola) terhadap waktu t”. Gerak parabola adalah resultan perpindahan C. Dinamika Gerak Lurus suatu benda yang SERENTAK melakukan GLB pada arah HORIZONTAL (sumbu X) dan a. Gerak Lurus Beraturan (GLB) GLBB pada arah VERTIKAL (sumbu Y). Gerak lurus beraturan adalah gerak Vty = 0 Vx benda mengikuti lintasan lurus dengan KECEPATAN TETAP per satuan waktu. Vty Vt Karena kecepatannya tetap maka nilai PERCEPATAN BENDA adalah NOL. (v = Vtx Vtx tetap dan a = 0). Vty Vt V0y hmaks Rumus jarak: V0 h a V0x Xmaks S = v⋅t a. Pada Sumbu X (GLB) • Kecepatan sesaat vtx = v0x = v0 ⋅ Cosα 05
• Jarak tempuh sesaat • Ketinggian maksimum yang dicapai adalah: x = v0 ⋅ Cosα ⋅ t hmaks = v 2 Keterangan: 0 vtx: kecepatan sesaat pada sumbu X (m/s) x : jaraktempuhpadasumbuXsaatwaktut(m) • Pada saat jarak horizontal terjauh: Jarak horizontal terjauh adalah: 2⋅g • Waktu tempuh untuk mencapai ketinggian maksimum: v02 sin 2α tmaks = v0 g g xmaks = Sedangkan, waktu tempuh untuk F. Gerak jatuh bebas mencapai ke jarak terjauh adalah: Gerak jatuh bebas adalah gerak benda yang tx maks = 2 ⋅ v0 ⋅ sinα dilepas dari ketinggian tertentu di atas g tanah TANPA KECEPATAN AWAL (v0 = 0). • Waktu yang dibutuhkan benda ketika b. Pada Sumbu Y (GLBB) menyentuh tanah: • Kecepatan awal di sumbu y t = 2⋅h v0y = v0 sin a g • Kecepatan sesaat • Kecepatan benda jatuh bebas ketika menyentuh tanah: vy = v0 sin a – g.t v = 2⋅g⋅h • Ketinggian sesaat h = v0 ⋅ sinα ⋅ t − 1 g ⋅ t2 2 Keterangan: G. Gerak Melingkar Beraturan (GMB) VVtoyy :: kecepatan awal pada sumbu Y (m/s) kecepatan sesaat pada sumbu Y (m/s) Gerak Melingkar Beraturan (GMB) adalah gerak benda pada lintasan melingkar dengan h : ketinggian saat waktu t (m) KECEPATAN SUDUT TETAP (ω) dan PERCEPATAN SUDUTNYA NOL (a). (ω = tetap dan a = 0) g : percepatan gravitasi (10 m/s2) Rumus GMB: θ = ω ⋅ t • Pada saat ketinggian maksimum Padasaatketinggianmaksimumvy=0.Ketinggian maksimum dapat dirumuskan dengan: Hmaks = v02 sin2 α 2g Sedangkan, waktu tempuh untuk mencapai H. Gerak Melingkar Berubah ketinggian maksimum adalah: Beraturan =tHmaks v0 sinα Gerak Melingkar Berubah Beraturan (GMBB) g adalah gerak benda pada lintasan melingkar dengan KECEPATAN SUDUT BERUBAH-UBAH dan E. Gerak vertikal ke atas PERCEPATAN SUDUT TETAP. ( α = tetap) Gerak vertikal ke atas adalah gerak benda yang dilempar DENGAN KECEPATAN AWAL (v0) mem bentuk lintasan lurus ke atas. 06
Ingat I. Hubungan Gerak Lurus dan Gerak Melingkar Rumus GMBB: Gerak Lurus Gerak Melingkar s = jarak 1. q= ω0 ⋅ t + 1 α ⋅ t2 v = kecepatan q = sudut jarak 2 a = percepatan w = kecepatan sudut a = percepatan sudut 2. ωt = ω0 + a . t 3. ωt2 = ω02 + 2 . a . q 4. q = ωt + ω0 ⋅ t Hubungannya: 1. S = q . R 2 2. v = w . R 3. a = a . R Keterangan: q : jarak sudut (rad) Keterangan: w0 : kecepatan sudut awal (rad/s) R : jari-jari lingkaran (m) wt : kecepatan sudut sesaat (rad/s) q : sudut (rad) a : percepatan sudut (rad/s2) w : kecepatan sudut (rad/s) t : waktu (s) a : percepatan sudut (rad/s2) 07
Bab 3 Hukum Newton, Gaya, Usaha, dan Energi A. Hukum Newton Tentang B. Konsep Gaya Gerak Gaya adalah kekuatan yang dapat menimbulkan a. Hukum I Newton perubahan pada benda. Misalnya, perubahan Hukum I Newton berbunyi: posisi atau perubahan bentuk. “Jika resultan gaya yang bekerja pada a. Gaya Berat (W) benda bernilai nol maka benda yang diam Gaya berat adalah gaya yang timbul karena GAYA TARIK BUMI terhadap benda. akan terus diam dan benda yang bergerak Rumus: lurus dengan kecepatan tetap akan tetap W =m⋅g bergerak dengan kecepatan tetap.” Hukum I Newton dirumuskan dengan: Keterangan: ∑F = 0 W : berat benda (N) b. Hukum II Newton m : massa benda (kg) Hukum II Newton berbunyi: g : percepatan gravitasi (m/s2) “Percepatan adalah perbandingan antara Arah gaya berat selalu menuju ke pusat bumi (ke bawah). Perhatikan gambar di resultan gaya yang bekerja pada benda bawah ini. dengan massanya.” Hukum II Newton dirumuskan dengan: ∑F = m⋅a WW c. Hukum III Newton b. Gaya Normal (N) Hukum III Newton berbunyi: Gaya normal adalah gaya yang timbul “Gaya reaksi akan timbul akibat gaya aksi karena adanya dua permukaan pada benda yang bersentuhan. yang dikenakan pada suatu benda yang Arah GAYA NORMAL selalu TEGAK LURUS terhadap BIDANG SENTUH. besarnya sama dan arahnya berlawanan.” Perhatikan gambar di bawah ini. Hukum III Newton dirumuskan dengan: (A) (B) Faksi = –Freaksi N Keterangan: N w sin q w cosq ∑F : resultan gaya (N) qw m : massa (kg) a : percepatan (m/s2) w 08
Gaya ini tidak memiliki rumus yang pasti, Jadi, besarnya gaya gesek (f) pada benda adalah gaya gesek kinetis, rumusnya: disesuaikan dengan gaya yang bekerja pada f = fk = µk ⋅ N benda tersebut. Keterangan: Besarnya gaya normal adalah: f : gaya gesek (N) fs maks : gaya gesek statis maksimum (N) Gambar (A): fk : gaya gesek kinetis (N) µs : koefisien gesekan statis ∑Fy = 0 µk : koefisien gesekan kinetis N : gaya normal (N) N – W = 0 N = W = m . g Gambar (B): ∑Fy = 0 N – W . cosθ = 0 N = W . cosθ = m . g . cosθ c. Gaya Gesek (f) C. Energi Gaya gesek adalah gaya yang terjadi akibat a. Energi Kinetik PERSENTUHANantaraBENDAdanPERMUKAAN Energi kinetik adalah energi yang dimiliki KASAR. Arah gaya gesek selalu berlawanan oleh benda yang sedang bergerak. dengan kecenderungan gerak benda. Rumus: N EEkk == 1 mm ⋅.vv22 arah gaya F 2 f Keterangan: Ek : energi kinetik (Joule) W m : massa benda (kg) v : kecepatan benda (m/s) Pada gambar di atas ketika benda dikenakan gaya sebesar F maka akan timbul gaya gesek b. Energi Potensial Gravitasi sebesar f. Sehingga ada dua keadaan yang terjadi pada benda, yaitu: 1. Benda TETAP DIAM Energi potensial gravitasi adalah energi Benda akan TETAP DIAM, jika gaya F yang dimiliki benda karena posisinya yang kita berikan masih KURANG atau SAMA DENGAN GAYA GESEK STATIS terhadap titik acuan tertentu. MAKSIMUMNYA (fs maks). Rumus: F ≤ fs maks Ep = m . g . h F ≤ µs ⋅N Keterangan: Ep : energi potensial (J) Jadi, besarnya gaya gesek (f) adalah g : percepatan gravitasi bumi (10 m/s2) sama dengan gaya yang yang diberikan h : ketinggian benda relatif terhadap acuan (m) pada benda, yaitu F. f=F D. Usaha 2. Benda BERGERAK F Benda akan BERGERAK, jika gaya F yang ∑s diberikan bernilai LEBIH BESAR dari gaya GAYAGESEKSTATISMAKSIMUMNYA(fsmaks). W = F⋅S F > fs maks F > µs ⋅N 09
Keterangan: Rumus: W : usaha (J) S : perpindahan benda (m) W = DEk + DEp 1 Syarat : ∑F harus segaris dengan S 2 (Vv2222−–vV12 12) + . g – ( ) f . S = m ⋅ m . (h2 h1) a. Usaha Sebagai Perubahan Energi Kinetik Keterangan: Jika benda bergerak mengalami perubahan f : gaya gesek (N) DEk : perubahan energi kinetik (J) kecepatan maka timbul usaha yang besarnya DEp : perubahan energi potensial (J) sama dengan perubahan energi kinetiknya. F m v1 v2 s E. Hukum Kekekalan Energi Mekanik W = DEk = DEk2 – Ek1 Jika sebuah benda bergerak dan tidak ada 1 gaya gesek yang terjadi maka berlaku hukum F.S= 2 (Vv2222−–vV12 12) kekekalan energi mekanik. ( ) m ⋅ b. Usaha Sebagai Perubahan Energi Potensial Em = Em2 Ep1 + Ek1 = Ep2 + Ek2 Jika benda mengalami perubahan posisi ketinggiannya dari suatu titik acuan maka m ⋅ g ⋅ h1 + 1 m ⋅ v12 = m ⋅ g ⋅ h2 + 1 m ⋅ v 2 timbul usaha yang besarnya sama dengan 2 2 2 perubahan energi potensialnya. W = DEp = Ep2 – Ep1 F. Daya W = m . g . (h2 – h1) c. Usaha Sebagai Perubahan Energi Mekanik Daya adalah usaha persatuan waktu. Rumus: Energi MEKANIK adalah energi total yang dimiliki benda, yaitu ENERGI POTENSIAL P= W = F⋅v DITAMBAH DENGAN ENERGI KINETIK. t V Keterangan: P : daya (watt) Em = Ep + Ek 1 ⋅ m.v2 F W : usaha (J) Em = m .mg⋅.gh⋅ h++ V h2 t : waktu (s) 2 F : gaya (N) v : kecepatan (m/s) h1 F Jika suatu benda naik atau turun dari permukaan yang kasar sehingga kecepatan dan ketinggiannya berubah (seperti gambar berikut) maka usaha yang dilakukan benda sama dengan perubahan energi mekanik. 1 s f v1 h1 kasar 2 h2 v2 10
Bab 4 Momentum, Implus, danTumbukan A. Momentum tumbukan kedua benda berpisah. Pada tumbukan lenting sempurna berlaku: Momentum adalah hasil kali antara MASSA BENDA yang BERGERAK dan KECEPATAN 1. Hukum kekekalan ENERGI KINETIK GERAKNYA. Momentum termasuk dalam besaran vektor yang arahnya sama dengan Ek awal = Ek akhir arah gerak benda. 2. Hukum kekekalan MOMENTUM Rumus: pawal = p akhir p =m⋅v 3. Koefisien restitusi (e) bernilai 1 Keterangan: e = −∆v′ = −(v2′ − v1′) =1 p : momentum (kg.m/s) ∆v v2 − v1 m : massa (kg) v : kecepatan benda (m/s) b. Tumbukan Lenting Sebagian B. Impuls Pada tumbukan lenting sebagian ada sebagian energi kinetik berubah menjadi Impuls adalah PERUBAHAN MOMENTUM bentuk energi lain sehingga energi kinetik sebuah benda atau HASIL KALI GAYA yang total setelah tumbukan menjadi lebih BEKERJA pada suatu benda dan LAMANYA kecil daripada energi kinetik total sebelum GAYA ITU BEKERJA. tumbukan. Rumus: Pada tumbukan lenting sebagian berlaku: 1. Hukum kekekalan momentum ∫I = ∆p = F ⋅ dt pawal = pakhir Keterangan: I : impuls (N.s) 2. Koefisien restitusi (e) bernilai lebih dari Dp : perubahan momentum (p2 – p1) 0 sampai kurang dari 1 F : gaya (N) t : waktu (s) C. Tumbukan e = −∆v′ = −(v2′ − v1′) a. Tumbukan Lenting Sempurna ∆v v2 − v1 Pada tumbukan lenting sempurna tidak dimana 0 < e < 1 terjadi perubahan bentuk energi. Setelah 11
c. Tumbukan Tidak Lenting Sama Sekali 2. Koefisien restitusi (e) bernilai 0 sehingga: Pada tumbukan tidak lenting sama sekali, v′1 = v′2 energi kinetik setelah tumbukan lebih kecil daripada energi kinetik sebelum tumbukan. Keterangan: SETELAH TUMBUKAN, KEDUA BENDA v1′ : kecepatan akhir benda 1 BERGERAK BERSAMA-SAMA (menempel). v2′ : kecepatan akhir benda 2 Pada tumbukan tidak lenting sama sekali v1 : kecepatan awal benda 1 berlaku: v2 : kecepatan awal benda 2 1. Hukum kekekalan momentum pawal = pakhir 12
Bab 5 Gerak Rotasi A. Momen Inersia 3. Batang silinder, poros melalui titik tengah Momen inersia pada gerak rotasi adalah I = 1 M ⋅ L2 kelembaman benda (kemampuan benda 12 mempertahankan posisinya) pada saat bergerak melingkar. Nilai momen inersia benda tergantung konstanta inersia, k = 1 pada bentuk benda dan letak porosnya. 12 a. Momen Inersia pada Benda Titik 4. Batang silinder, poros melalui ujung R1 R2 I = 1 M ⋅ L2 3 M1 M2 konstanta inersia, k = 1 ∑ I = m ⋅R2 3 I = m1 ⋅ R12 + m2 ⋅ R22 + m3 ⋅ R32 + ..... 5. Silinder pejal, poros melalui pusat Keterangan: I : momen inersia (kg.m2) I = 1 M ⋅R2 m1 : massa benda 1 (kg) 2 R1 : jarak pusat massa m1 dengan poros putar k = 1 konstanta inersia, (m) 2 b. Momen Inersia pada Benda yang Kontinu Rumus momen inersia pada berbagai benda: 6. Silinder tebal berongga, poros melalui pusat 1. Pelat segi empat tipis, poros di sepanjang sisi b. ( )I =1M⋅ I = 1 M ⋅ a2 2 R12 + R22 3 R2 konstanta inersia, k = 1 konstanta inersia, k = 1 2R1 3 7. Silinder tipis berongga, poros melalui pusat 2. Pelat segi empat tipis, poros melalui titik pusat I = M ⋅R2 I = 1 M ⋅ (a2 + b2 ) konstanta inersia, k = 1 12 1 8. Bola pejal, poros melalui pusat konstanta inersia, k = 12 I = 2 M ⋅R2 5 konstanta inersia, k = 2 5 13
9. Bola berongga, poros melalui pusat Untuk sistem lebih dari satu gaya, gunakan rumus: I = 2 M ⋅R2 ∑ ∑τ = r⊥ ⋅F 3 k = 2 C. Hukum II Newton pada gerak 3 rotasi konstanta inersia, Jika percepatan anguler bernilai konstan (α = Keterangan: konstan) maka berlaku hukum II Newton. M : massa benda (kg) L : panjang batang silinder (m) t=I.α R : jari-jari dari sumbu putar (m) Pada hukum II Newton berlaku rumus-rumus c. Momen Inersia pada Batang Silinder yang gerak melingkar berubah beraturan (GMBB). Diputar pada Jarak d dari Pusat Massa Keterangan: t : torsi (N.m) d I : momen inersia (kg.m2) L α : percepatan anguler (rad/s) I = 1 M ⋅ L2 + M ⋅ d2 D. Beberapa nilai percepatan 12 sistem katrol Keterangan: Ma a = (m2 − m1) ⋅ g d : jarak poros putar dari pusat massa (m) m1 m2 B. Momen Gaya (Torsi) m1 + m2 + 1 M 2 Momen gaya adalah ukuran besar kecilnya efek M ( )a = putar sebuah gaya terhadap suatu benda. m2 − m1 ⋅ sinθ ⋅ g a Syarat r ⊥ F atau r ⊥ F seperti pada gambar di m1 m2 m1 + m2 + 1M bawah ini. 2 licin F q τc = F ⋅ r N M a = (m2 − µk ⋅ m1) ⋅ g a C f 1 r Kasar m2 2 W m1 + m2 + M Untuk gaya yang tidak lurus lengan, gunakan MM rumus: F a a = (m2 − m1) ⋅ g m1 + m2 + M τc = r ⋅ F ⋅ sinθ m1 m2 C Keterangan: r a : percepatan sistem (m/s2) m : massa katrol (kg) Keterangan: g : percepatan gravitasi bumi (10 m/s2) τc : torsi di titik C (Nm) mk : koefisien gesekan kinetis F : gaya (N) r : jarak gaya F dari titik C (m) 14
E. Energi kinetik G. Usaha Gerak Rotasi a. Energi Kinetik Translasi atau Gerak Lurus W = τ⋅θ EkT = 1 ⋅m⋅ v2 Keterangan: 2 b. Energi Kinetik Rotasi W : usaha (J) t : momen torsi (N.m) EkR = 1 ⋅I ⋅ ω2 q : sudut yang disapu benda (rad) 2 c. Energi Kinetik Total Benda Menggelinding H. Momentum Anguler Pada BENDA yang bergerak Momentum anguler dirumuskan dengan: MENGGELINDING, benda tersebut melakukan gerak TRANSLASI dan ROTASI. L =I⋅ω Jadi, energi total yang dimiliki benda Keterangan: menggelinding adalah energi kinetik L : momentum anguler (kg.m2/s) translasi dan energi kinetik rotasi. I : inersia benda (kg.m2) w : kecepatan anguler (rad/s) Rotasi Translasi I. Hukum kekekalan momentum anguler Menggelinding =Ek total EkT + EkR =Lawal Lakhir 1 ( ) = 2 ⋅m⋅ v2 I1 ⋅ ω1 + I2 ⋅ ω2 = I1 ⋅ ω1′ + I2 ⋅ ω2′ Ek total 1+ k Keterangan: Keterangan: I : momen inersia I1 : momen inersia benda 1 w : kecepatan sudut (rad/s) I2 : momen inersia benda 2 m : massa benda (kg) w' : kecepatan anguler setelah tumbukan k : konstanta inersia F. Benda Menggelinding J. Kekekalan Momentum Menuruni atau Menaiki Anguler untuk benda yang Bidang Miring Berputar dengan Mengubah Jari-jari hh ω′ = R 2 ⋅ ω R′ v Kasar Kasar v v = 2⋅g⋅h Keterangan: k +1 w' : kecepatan sudut akhir (rad/s) R : jari-jari akhir Keterangan: k : konstanta inersia 15
Bab 6 Fluida Fluida adalah semua zat yang dapat mengalir. 1 N/m2 = 1 pascal (Pa) Contohnya: zat cair (air, minyak) dan gas. 1 N = 105 dyne Dalam bab ini akan dipelajari tentang fluida 1 atm = 105 Pa statis dan fluida dinamis. 1 atm = 76 cmHg c. Tekanan Hidrostatis A. Fluida Statis Tekanan hidrostatis adalah tekanan yang Fluida statis adalah zat yang berada dalam dialami benda saat di dalam fluida karena keadaan diam (tidak bergerak). adanya gaya gravitasi. a. Massa Jenis Rumus: Massa jenis adalah ukuran kerapatan suatu h benda. Semakin besar massa jenis benda maka benda tersebut semakin rapat. Ph = ρ ⋅ g ⋅ h Rumus: Keterangan: ρ= m Ph : tekanan hidrostatis (Pa) V ρ :massa jenis fluida (kg/m3) g : percepatan gravitasi (10 m/s2) Keterangan: h : kedalaman benda dari permukaan ρ : massa jenis benda (kg/m3) fluida (m) m : massa benda (kg) Hukum pokok hidrostatis V : volume (m3) Hukum pokok hidrostatis berbunyi: ‘‘Semua titik yang terletak pada suatu bidang b. Tekanan Tekanan adalah hasil bagi antara gaya datar di dalam zat cair yang sejenis memiliki tekanan yang sama.’’ dengan luas penampang. PhA = PhB Rumus: ρ1 ⋅ g ⋅ h1 = ρ2 ⋅ g ⋅ h2 ρ1 ⋅ h1 = ρ2 ⋅ h2 P= F A h2 ρ2 ρ1 h1 Keterangan: AB P : tekanan (pascal/Pa) F : gaya (N) 16 A : luas permukaan bidang sentuh (m2) Satuan tekanan (P) adalah N/m2 atau pascal (Pa), dyne/cm2, atmosfer (atm). Hitungan konversinya, yaitu:
Ingat A1 : luas permukaan bidang 1 (m2) A2 : luas permukaan bidang 2 (m2) Mengukur besarnya d1 : diameter permukaan bidang 1 kedalaman (h) harus dihitung d2 : diameter permukaan bidang 2 dari PERMUKAAN ZAT CAIR (dari atas) BUKAN dari Prinsip hukum Pascal ini diterapkan pada bawah. alat-alat, misalnya dongkrak hidrolik, pompa hidrolik, mesin hidrolik pengangkat Berdasarkan persamaan di atas: mobil, dan rem hidrolik mobil. • MAKIN DALAM letak suatu BENDA di dalam f. Hukum Archimedes zat cair maka TEKANAN HIDROSTATIS yang Hukum Archimedes berbunyi: diperoleh akan MAKIN BESAR. “Benda yang tercelup sebagian atau • MAKIN BESAR MASSA JENIS suatu zat cair maka MAKIN BESAR pula TEKANAN seluruhnya ke dalam zat cair akan HIDROSTATIS yang dihasilkan. mengalami gaya ke atas sebesar berat zat cair yang dipindahkan oleh benda yang d. Tekanan Mutlak tercelup tersebut.” Tekanan mutlak adalah tekanan total yang benda dialami oleh benda. Vtc FA } volume zat Wbenda cair yang dipindahkan P = Po + Ph Besarnya gaya ke atas tersebut dirumuskan: Keterangan: FA = ρf ⋅ g ⋅ Vtc P : tekanan mutlak (Pa) Po : tekanan udara luar (Pa) Keterangan: Ph : tekanan hidrostatis (Pa) FA : gaya tekan ke atas/gaya Archimedes (N) ρf : massa jenis fluida/zat cair (kg/m3) e. Hukum Pascal Vtc : volume zat cair yang dipindahkan atau Hukum Pascal berbunyi: volume benda yang tercelup di dalam zat “Tekanan yang diberikan kepada fluida di cair (m3) dalam ruangan tertutup diteruskan sama Akibat gaya tekan ke atas ini, benda memiliki tiga posisi jika dimasukkan ke dalam suatu besar ke segala arah.” zat cair, yaitu: Penerapan hukum Pascal pada bejana 1. Terapung berhubungan: Ciri-ciri benda terapung, yaitu: F1 F1 = F2 • Massa jenis benda lebih kecil dibandingkan A2 A1 A2 dengan massa jenis zat cair (r benda < r zat cair). A1 F2 F1 = d1 2 ⋅ F2 • Berat benda sama dengan gaya ke atas d2 (Wbenda= FA). Keterangan: FA = W ρf FA F1 : gaya pada A1 (N) ρb = Vtc W F2 : gaya pada A2 (N) Vb 17
Keterangan: Keterangan: ρb : massa jenis benda (kg/m3) FA : gaya angkat/Archimedes (N) Vtc : volume benda yang tercelup (m3) Wf : berat semu benda (N) Vb : volume benda total (m3) Wu : berat benda di udara (N) W : berat benda (N) B. Tegangan Permukaan Zat 2. Melayang Cair • Massa jenis benda sama dengan massa jenis zat cair (r benda = r zat cair). Tegangan permukaan zat cair adalah kecenderungan zat cair untuk meregang • Berat benda sama dengan gaya ke atas (menjadi tegang) sehingga permukaannya (Wbenda= FA). seperti ditutupi oleh suatu lapisan elastis. FA = W Tegangan permukaan ini yang mengakibatkan serangga tertentu, seperti ρb = Vf ρf nyamuk atau laba-laba dapat berjalan Vb di atas air dan jarum atau silet dapat FA W mengapung di permukaan air. γ=F d Keterangan: Jika permukaan benda yang bersentuhan ρb: massa jenis benda (kg/m3) ada pada 2 sisinya, seperti kawat atau jarum V : volume benda (m3) maka d = 2L, Vb : volume benda total (m3) Keterangan: W : berat benda (N) L : panjang kawat atau jarum(m) F : gaya yang bekerja pada permukaan 3. Tenggelam zat cair (N) Ciri-ciri benda tenggelam, yaitu: a. Kapilaritas • Kapilaritas adalah peristiwa naik • Massa jenis benda lebih besar turunnya fluida yang berada di dalam dibandingkan dengan massa jenis zat pipa kapiler (pipa dengan diameter yang cair (r benda > r zat cair). sangat kecil). • KOHESI adalah gaya tarik-menarik • Berat benda lebih besar daripada gaya antarmolekul SEJENIS. ke atas (W benda > FA). • ADHESI adalah gaya tarik-menarik antarmolekul TAK SEJENIS. W = FA + N N FA W Ingat Keterangan: Untuk mengingat dengan mudah: N : gaya normal (N) Ko = Sejenis A = TIDAK sejenis Penerapan hukum Archimedes antara lain adalah kapal laut, kapal selam, galangan 18 kapal, jembatan fonton, galangan kapal, balon udara, dan hydrometer. Berat Semu/Berat Benda di Dalam Fluida Berat semu benda di dalam fluida adalah selisih antara berat benda di udara dengan gaya angkat yang terjadi pada benda. Wf = Wu − FA
Air Raksa Jika sebuah kelereng dicelupkan ke dalam fluida kental maka terdapat gaya apung (FA) Penjelasan pada gambar di atas, yaitu: dan gaya stokes (Fs) yang melawan gaya • Air memiliki gaya adesif lebih besar daripada beratnya (W). gaya kohesifnya. Akibatnya, permukaan air c. Kecepatan Terminal akan naik jika berada pada pipa kapiler. Kecepatan terminal adalah kecepatan • Berbeda dengan air, raksa memiliki gaya kohesif lebih besar daripada gaya adesifnya. maksimum tetap yang dapat dimiliki oleh Akibatnya, permukaan raksa akan turun jika suatu benda yang berada pada fluida kental. berada pada pipa kapiler. Jika bendanya adalah sebuah bola pejal maka kec epatan terminalnya dirumuskan: Ketinggian/kedalaman fluida pada pipa kapiler dirumuskan: vT = 2 (r2 ⋅ g ρb − ρf ) 9 h = 2. γ . cos θ η ρf . g .r Keterangan: Keterangan: vT : kecepatan terminal (m/s) h : ketinggian fluida pada pipa kapiler (m) r : jari-jari bola (m) g : tegangan permukaan (N/m) h : koefisien viskositas (kg/ms) q : sudut kontak rb : massa jenis benda (kg/m3) ρf : massa jenis fluida (kg/m3) rf : massa jenis fluida (kg/m3) g : percepatan gravitasi (10 m/s2) r : jari-jari pipa kapiler (m) C. Fluida Dinamis b. Gaya Gesekan Fluida (Gaya Stokes) Fluida dinamis adalah fluida yang mengalir Gaya stokes adalah gaya gesekan pada fluida (bergerak). akibat kekentalan zat tersebut. Semakin a. Debit Fluida (Laju Alir) kental fluida maka semakin besar gaya Debit fluida adalah volume fluida yang stokes yang dihasilkan. Rumus: mengalir setiap detik. Debit fluida dirumuskan: Fs = 6p . r . h . v Q= V = A⋅v Keterangan: t Fs : gaya stokes/gaya gesek fluida (N) r : jari-jari (m) Keterangan: h : viskositas fluida (N.s/m2) Q : debit fluida (m3/s) v : kecepatan fluida (m/s) V : volume fluida (m3) t : selang waktu (s) A : luas permukaan (m2) v : kecepatan fluida (m/s) b. Persamaan Kontinuitas v1 v2 A1 A2 19
Jika dianggap tidak terdapat gesekan pada Penerapan Persamaan Bernaulli pipa maka debit fluida yang mengalir pada 1. Pada Tabung Bocor pipa akan tetap. Jika sebuah tabung yang berlubang berisi air Q1 = Q2 = Q3 = ..... = konstan maka kecepatan air keluar dari tabung dan A1 v1 = A2 v2 = A3 v3 = .... = konstan jarak jatuhnya dari kaki tabung adalah: c . Asas Bernoulli Asas Bernoulli menyatakan bahwa: x = 2 h1.h2 “Pada pipa mendatar, tekanan fluida paling h1 v = 2.g.h1 besar terdapat pada bagian yang kelajuan alirannya paling kecil. Sebaliknya, tekanan v fluida paling kecil terdapat pada bagian yang kelajuan alirannya paling besar.” h2 x v1 v2 Keterangan: P1 P2 g : percepatan gravitasi (m/s2) h1 : jarak lubang dari permukaan air (m) h2 : jarak lubang dari dasar bejana (m) Menurut asas Bernoulli, kecepatan fluida 2. Venturimeter pada penampang 1 lebih kecil daripada kecepatan fluida pada penampang 2 (v1 < Venturimeter adalah alat untuk mengukur v2) maka tekanan penamp ang 1 lebih besar kecepata n gerak fluida cair. daripada tekanan penampang 2 (P1 > P2). Dengan alat venturimeter maka dapat dengan mudah kita ketahui perbedaan tekanan antara pipa penampang 1 dan 2, yaitu: d. Persamaan Bernoulli v2 h P2 v1 v2 v1 P1 h2 P1 − P2 = ρ ⋅ g ⋅ h atau P1 − P2 = h1 ( ) 1ρ⋅ v 2 − v12 2 2 P + 1 ρv2 + ρ ⋅ g ⋅ h = konstan Untuk mencari kecepatan v1 dan v2 dapat 2 digunakan rumus: P1 + 1 ρ1 v12 + ρ1 g h1 = P2 + 1 ρ2 v 2 + ρ2 g h2 2⋅g⋅h 2 2 2 v1 = Keterangan: A1 2 −1 v2 = A2 P : tekanan (P) h : ketinggian (m) ρ : massa jenis fluida (kg/m3) 2⋅g⋅h v : kecepatan fluida (m/s) 1− A2 2 A1 20
3. Sayap pesawat terbang Rumus GAYA ANGKAT PESAWAT adalah: P1 v1 −( )F2F1= 1 ρ v12 − v 2 .A P2 v2 2 2 Jadi, agar pesawat dapat terangkat, gaya angkat pesawat harus lebih besar daripada KECEPATAN ALIRAN udara DI ATAS sayap (v1) berat pesawat (F2 – F1 > mg). LEBIH BESAR DARIPADA kecepatan aliran udara DI BAWAH sayap (v2). Akibatnya, Keterangan: TEKANAN udara DI BAWAH sayap (P2) LEBIH P2 – P1 : perbedaan tekanan (N/m2) BESAR DARIPADA tekanan udara DI ATAS sayap (P1). r : massa jenis udara(kg/m3) Perbedaan tekanan ini menghasilkan gaya v12 – v22 : perbedaan kecepatan fluida(m/s) angkat pesawat sebesar: F2 – F1 = (P2 – P1).A 21
Bab 7 Suhu dan Kalor A. Suhu Titik didih100o 80o 212o 373 Suhu adalah ukuran derajat panas atau dinginnya Celsius suatu benda. Untuk mengukur besarnya suhu Reamur digunakan alat yang dinamakan termometer. Fahrenheit Kelvin a. Konversi Satuan Termometer C RFK TXba X Y Titik beku0o 0o 32o 273 TYba C = R = F − 32 = K − 273 100 80 180 100 TX TY c. Pemuaian Pemuaian adalah peristiwa BERTAMBAHNYA PANJANG, LUAS, atau VOLUME suatu BENDA sebagai akibat dari SUHUnya NAIK. TX − TXbb = TY − TYbb 1. Pemuaian Panjang TXba − TXbb TYba − TYbb Keterangan: Dl = lo . a . DT TX : suhu tertentu pada termometer X It–Io = Io . a . (Tt–To) TX bb: suhu batas bawah/terendah pada Keterangan: termometer X TX ba: suhubatasatas/tertinggipadatermometer Dl : pertambahan panjang (meter) X lo : panjang mula-mula (meter) TY : suhu tertentu pada termometer Y lt : panjang akhir (meter) Ty bb: suhu batas bawah/terendah pada a : koefisien muai panjang (/°C) termometer Y DT : perubahan suhu (oC) Ty b : suhu batas atas/tertinggi pada To : suhu awal (°C) termometer Y Tt : suhu akhir (°C) b. Konversi Satuan Celsius, Reamur, 2. Pemuaian Luas Fahrenheit, dan Kelvin DA = Ao . b . DT At–Ao = Ao . b . (Tt–To) 22
Keterangan: cair = 1 kal/gr˚C) DA : pertambahan luas (m2) ΔT : perubahan suhu, yaitu suhu tinggi dikurangi A0 : luas mula-mula (m2) At : luas akhir (m2) suhu rendah (T2 – T1) (˚C) β : koefisien muai luas (/oC) (β = 2.α) b. Kalor untuk Mengubah Wujud Zat 3. Pemuaian Volume DV = Vo . g . DT Wujud suatu zat dapat berupa padat, cair, Vt–Vo = Vo . g . (Tt–To) dan gas. Wujud zat dapat berubah dari pa- Keterangan: dat menjadi cair, cair menjadi gas, atau pa- ∆V : pertambahan volume (m3) dat menjadi gas apabila zat menyerap kalor, V0 : volume mula-mula (m3) dan sebaliknya. Vt : volume akhir (m3) g : koefisien muai volume (/°C) (g = 3. a) 1. Kalor Uap (Mendidih) Penguapan adalah peristiwa perubahan Ingat wujud zat dari fase cair menjadi fase gas. a = koefisien muai panjang Contoh: pemanasan pada air secara terus- b = 2a g = 3a menerus membuat air menguap menjadi uap air (gas). B. KALOR Rumus: Kalor adalah nama lain untuk energi panas. Q = m . U Penambahan kalor kepada suatu benda dapat: 1. MENAIKKAN SUHU-nya. Keterangan: 2. MENGUBAH WUJUD-nya. Q : energi kalor (J atau kal) a. Kalor untuk Mengubah Suhu Zat m : massa benda (kg atau g) Suatu benda dapat berubah suhunya apabila U : kalor didih atau kalor uap (J/kg) benda tersebut menyerap atau melepas kalor. 2. Kalor Lebur (Membeku) Jika benda menyerap kalor maka suhunya Kalor lebur dan kalor beku menyebabkan akan naik, sebaliknya jika benda melepas terjadinya perubahan wujud suatu zat yang kalor maka suhunya akan turun. tidak disertai perubahan suhu karena kalor Rumus: yang diserap atau dilepas digunakan untuk mengubah wujud zat. Q = m . c . DT Keterangan: Rumus: Q : kalor (Joule atau kalori) m : massa benda (kg atau gr) Q = m . L c : kalor jenis (J/kg˚C atau kal/gr˚C) Kalor jenis air (cair = 4.200 J/kg˚C atau Keterangan: Q : energi kalor (J atau kal) 23 m : massa benda (kg atau g) L : kalor lebur atau kalor beku (J/kg) c. Perubahan Wujud Es – Air – Uap T(OC) f 100 d e Quap QU b c Qair 0 Q4 Q5 QL Qes Q(kalori) a Q1 Q2 Q3
• Proses a—b (SUHU es NAIK dari a ke b) perpindahan kalor dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu rendah sehingga kedua Qes = m . ces . DTes benda akan memiliki suhu akhir yang sama. Qes = m . ces . (b – a) Pernyataan tersebut sesuai dengan asas Black. • Proses b—c (PERUBAHAN WUJUD es menjadi air) • Asas Black dikemukakan oleh seorang fisikawan Skotlandia bernama Joseph Black. Q=m.L Asas ini berbunyi: • Proses c—d (SUHU air NAIK dari c ke d) “Jika terdapat dua zat atau lebih saling Qair = m . cair . DTair berhubungan satu sama lain maka zat yang Qair = m . cair . (d – c) bersuhu tinggi akan mengalirkan kalor • Proses d—e (PERUBAHAN WUJUD air menjadi uap air) kepada zat yang bersuhu lebih rendah hingga tercipta kesetimbangan suhu.” Qu = m . U Dengan kata lain, dapat disimpulkan: • Proses e-f (SUHU air NAIK dari e ke f) Q lepas = Q serap Quap = m . cuap . DTuap Keterangan: Quap = m . cuap . (f – e) Qlepas : kalor yang dilepas oleh suatu zat yang memiliki suhu lebih tinggi. Qserap : kalor yang diserap oleh suatu zat yang Keterangan: memiliki suhu lebih rendah. ces : kalor jenis es (0,5 kal/groC) cair : kalor jenis air (1 kal/groC) L : kalor lebur (80 kal/gr) U : kalor uap (540 kal/gr) C. Perpindahan Kalor a : suhu es a. Konduksi Konduksi adalah perpindahan kalor melalui b & c : suhu es mencair (0oC ) zat perantara tanpa disertai perpindahan d & e : suhu air mendidih (100 oC ) zat per antaranya. Contoh: Besi yang dipanaskan di salah satu f : suhu uap ujungnya maka ujung besi lainnya juga akan terasa panas (terjadi perambatan kalor). Ingat Rumus: • K a l o r L E B U R a t a u P = k ⋅ A ⋅ ∆T MEMBEKU L Q=mL Keterangan: • Kalor UAP atau MENDIDIH P : daya (watt) Q = m U k : konduktivitas termal bahan (W/m°C) A : luas penampang (π.r2) (m2) d. Asas Black ∆T : perubahan suhu (T2-T1) (°C) • Pada zat yang memiliki suhu tinggi, jika L : panjang penghantar (m) dicampur dengan benda yang memiliki suhu yang lebih rendah maka akan terjadi 24
b. Konveksi Contoh: Pancaran panas matahari sampai ke bumi. Konveksi adalah perpindahan kalor melalui zat perantara dengan disertai perpindahan P = e . A . σ . T4 zat per antaranya. Keterangan: Contoh: Proses pemanasan air. P : laju energi kalor radiasi (Watt) e : emisivitas radiasi (e = 1 untuk benda P = h . A . ∆T hitam sempurna) Keterangan: A : luas permukaan benda (m2) P : daya (watt) h : konveksivitas termal (W/m2 °C) σ : tetapan Stefan-Boltzman (5,67.10-8 W/ A : luas permukaan benda (m2) ∆T : perubahan suhu (T2–T1) (°C) m2.K) T : suhu (Kelvin) c. Radiasi Radiasi adalah perpindahan kalor tanpa melalui zat perantara. 25
Bab 8 Teori Kinetik Gas dan Termodinamika A. Teori Kinetik Gas 4. Tumbukan yang terjadi antarmolekul dan tumbukan molekul dengan dinding bersifat Teori kinetik adalah suatu konsep yang elastis sempurna. menyatakan bahwa materi tersusun atas atom- atom yang terus-menerus bergerak. Teori kinetik Persamaan umum gas ideal adalah: dalam bab ini dibatasi pada materi berwujud gas. P⋅V = n⋅R⋅T a. Rumus Mol P⋅V =N⋅k⋅T Mol dirumuskan dengan: Keterangan: n= m = N P : tekanan (N/m2 atau Pascal) V : volume (m3) Mr NA R : konstanta gas universal (8,314 J/mol K) T : suhu (Kelvin) Keterangan: k : konstanta Boltzmann (1,38 x 10-23 J/K) n : mol m : massa (gram) c. Hukum Boyle–Gay Lussac Mr : massa molekul relatif (gram/mol) Untuk gas ideal pada tabung yang terisolasi N : jumlah molekul NA : bilangan Avogadro (6,02 x 1023 molekul/ mem enuhi persamaan sebagai berikut: mol) P1 ⋅ V1 = P2 ⋅ V2 b. Persamaan Umum Gas Ideal T1 T2 Keterangan: Gas ideal adalah gas yang memiliki kriteria sebagai berikut: P1 : tekanan awal P2 : tekanan akhir 1. Gas yang terdiri atas banyak sekali molekul V1 : volume awal V2 : volume akhir yang masing-masing bermassa sama dan T1 : suhu awal T2 : suhu akhir bergerak acak ke segala arah dengan berbagai kelajuan. d. Energi Kinetik Gas Rata-rata 2. Jarak antarmolekul sangat jauh jika Energi kinetik gas adalah energi kinetik yang dibandingkan dengan ukuran molekul dimiliki oleh satu buah molekul gas karena tersebut. memiliki suhu tertentu. 3. Molekul gas mengikuti hukum mekanika Energi kinetik gas berbanding lurus dengan klasik. Gas tersebut berinteraksi hanya suhu mutlak, semakin besar suhu maka ketika bertumbukan dan tidak ada interaksi semakin besar pula energi kinetiknya. gaya lainnya. 26
1. Pada gas monoatomik (He, Ne, Ar, ...): f. Kecepatan rms Ek = 3 kT Dalam teori kinetik gas, dikenal istilah vrms 2 (root mean square), yaitu akar dari rata-rata kuadrat kecepatan. 2. Pada gas diatomik (O2, N2, H2, …): • Suhu rendah (gerak translasi) Kecepatan vrms bergantung pada variabel suhu. Jadi, selama suhu sistem tidak Ek = 3 kT berubah (proses isotermis) maka tidak 2 terjadi perubahan vrms. Semakin besar suhu sistem maka kecepatan gerak partikel gas • Suhu sedang (gerak translasi dan juga meningkat, begitu pula sebaliknya. rotasi) Kecepatan vrms dirumuskan dengan: Ek = 5 kT vrms = 3⋅k ⋅T = 3⋅R⋅T 2 m0 Mr • Suhu tinggi (gerak translasi, rotasi, Keterangan: dan vibrasi) vrms : kecepatan rata-rata molekul gas`(m/s) mo : massa satu molekul (gram) Ek = 7 kT R : konstanta gas universal (8,314 J/mol K) 2 Mr : massa molekul relatif (gram/mol) T : suhu (Kelvin) e. Energi Dalam Energi dalam adalah jumlah energi kinetik B. Termodinamika total gas dalam sistem. a. Proses-proses Termodinamika Pada gas monoatomik: 1. Isobarik Isobarik adalah proses termodinamika U = 3n⋅R⋅T pada TEKANAN KONSTAN. Rumus isobarik adalah: 2 Pada gas diatomik: • Suhu rendah ( ± 250 K) U = 3 NkT V1 = V2 2 T1 T2 • Suhu sedang ( ± 500 K) U = 5 NkT 2. Isotermis 2 Isotermis adalah proses termodinamika • Suhu tinggi (1.000 K) pada SUHU KONSTAN. Rumus isotermis adalah: EUk == 7 kNTKT 2 P1 ⋅ V1 = P2 ⋅ V2 Keterangan: 3. Isokhorik U : energi dalam gas (Joule) Isokhorik adalah proses termodinamika pada VOLUME KONSTAN. 27
Rumus proses isokhorik adalah: ΔU dapat bernilai nol (0), jika terjadi proses isotermis dan siklus reversibel. Perubahan energi dalam gas monoatomik P1 = P2 dirumuskan dengan: T1 T2 4. Adiabatik (Qin = 0, Qout = 0) ∆U = 3 ⋅n⋅R ⋅ (T2 − T1) Adiabatik adalah proses termodinamika 2 pada saat TIDAK ADA KALOR yang MASUK d. Usaha atau KELUAR sistem. Usaha dapat dihasilkan dalam suatu sistem Grafik dan rumus proses adiabatik adalah: gas apabila volume gas bertambah. Usaha dinyatakan dengan rumus: P P1 P1 ⋅ V1γ = P2 ⋅ V2γ γ = CP CV ∫W = P ⋅ dV P2 V2 V V1 Usaha (W) dapat bernilai positif, jika sistem melakukan usaha (sistem mengembang) Keterangan: atau dikatakan sebagai proses ekspansi (volume sistem bertambah). P : tekanan (Pascal) Usaha bernilai negatif, jika sistem dilakukan V : volume (m3) usaha dari lingkungan atau dikatakan sebagai proses kompresi (volume sistem T : suhu (Kelvin) berkurang). Jika usaha bernilai nol, artinya sistem sedang mengalami proses isokhorik g : konstanta Laplace (volume konstan). b. Hukum I Termodinamika Usaha juga dapat dicari dengan mencari luas Hukum I termodinamika dirumuskan daerah di dalam grafik P – V. dengan: Rumus usaha yang lainnya adalah: 1. Pada proses isobarik Q = ∆U + W Jika sistem menyerap kalor maka Q bernilai W = P ⋅ (V2 − V1) = n ⋅ R ⋅ (T2 − T1) positif, sedangkan jika sistem melepas kalor, Q bernilai negatif. 2. Pada proses isotermis Keterangan: Q : jumlah kalor (J) W = n ⋅ R ⋅ T ⋅ ln V2 ΔU : perubahan energi dalam (J) V1 W : kerja atau usaha (J) 3. Pada proses adiabatik c. Perubahan Energi Dalam W = γ 1 1 (P1 ⋅ V1 − P2 ⋅ V2 ) Perubahan energi dalam adalah SELISIH − dari ENERGI DALAM AKHIR dengan ENERGI DALAM AWAL. e. Hukum II Termodinamika ΔU bernilai positif, artinya suhu sistem naik Hukum II Termodinamika dapat dinyatakan atau energi dalam meningkat. ΔU bernilai dengan: negatif, artinya suhu sistem turun atau energi dalam menurun. 28
1. Kalor yang mengalir secara spontan dari Proses a – b : proses isotermis (kalor masuk) benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu Proses b – c : ekspansi adiabatik rendah dan tidak dapat mengalir secara Proses c – d : proses isotermis (kalor keluar) spontan dalam arah kebalikannya. Proses d – a : kompresi adiabatik 2. Total entropi jagad raya tidak berubah g. Mesin Pendingin ketika terjadi proses reversibel dan akan Mesin pendingin adalah mesin yang bertambah jika terjadi proses ireversibel. menyerap panas dari reservoir suhu 3. Tidak mungkin membuat sebuah mesin rendah (Q2) dan membuang panas tersebut kalor yang bekerja dalam suatu siklus ke reservoir suhu tinggi (Q1) dengan semata-mata menyerap kalor dari sebuah menggunakan usaha (W) yang berasal dari reservoir dan mengubah seluruhnya lingkungan/luar sistem. menjadi usaha luar. Kinerja mesin pendingin pada siklus Carnot dirumuskan dengan: f. Mesin Kalor k = Q2 = T2 Mesin kalor adalah mesin yang bekerja dengan cara menyerap panas dari reservoir W T1 − T2 suhu tinggi (Q1) untuk menghasilkan usaha (W) dan membuang energi panas sisanya ke W = Q1 − Q2 reservoir suhu rendah (Q2). Keterangan: Mesin kalor memiliki efisiensi nyata yang k : kinerja mesin pendingin dirumuskan dengan: η : efisiensi mesin kalor W : usaha yang dihasilkan (J) η= W W = Q1 − Q2 Q1 : kalor pada reservoir suhu tinggi (J) Q1 Q2 : kalor pada reservoir suhu rendah (J) T1 : suhu tinggi (Kelvin) Jika mesin kalor mengikuti siklus Carnot/ T2 : suhu rendah (Kelvin) mesin kalor ideal maka grafiknya adalah: P (N/m2) a T1 Q1 b W c T2 d V (m3) Q2 = W = 1− T2 Q1 T1 W = Q1 − Q2 29
Bab 9 Optik dan Alat-Alat Optik Optika geometri adalah ilmu fisika yang mempe Keterangan: lajari tentang sifat-sifat cahaya pada pemantulan M : perbesaran linier cermin/lensa dan pembiasan. h : tinggi benda (m) h’ : tinggi bayangan (m) Pemantulan terjadi pada cermin dan pembiasan terjadi pada benda bening, contohnya lensa. Ingat a. Rumus Fokus Cermin/Lensa • Menurut jenisnya: CERMIN 1= 1+ 1 1. Cekung: cermin POSITIF (+) f s s′ 2. Cembung: cermin NEGATIF (−) LENSA Keterangan: 1. Cekung: lensa NEGATIF (−) f : jarak fokus lensa/cermin (m) 2. Cembung: lensa POSITF (+) s : jarak benda ke lensa/cermin (m) s’ : jarak bayangan ke lensa/cermin (m) • Tanda f dan R: 1. POSITIF (+) untuk CERMIN CEKUNG Catatan: dan LENSA CEMBUNG. • s bertanda POSITIF (+) jika BENDA terletak 2. NEGATIF (−) untuk CERMIN CEMBUNG DI DEPAN CERMIN/LENSA (BENDA NYATA). dan LENSA CEKUNG • sbertandaNEGATIF(−)jikaBENDAterletak DI BELAKANG CERMIN/LENSA (BENDA Menentukan sifat bayangan pada cermin MAYA). sama dengan menentukan sifat bayangan • s’ bertanda POSITIF (+) jika BAYANGAN pada lensa. terletak DI DEPAN CERMIN (BAYANGAN NYATA). 1. RBenda + RBayangan = 5 • s’ bertanda POSITIF (+) jika BAYANGAN terletak DI BELAKANG LENSA (BAYANGAN 2. RBayangan = I a t a u I V NYATA). bayangan: maya • s’ bertanda NEGATIF (−) jika BAYANGAN dan tegak terletakDIBELAKANGCERMIN(BAYANGAN MAYA). RBayangan = I I a t a u I I I • s’ bertanda NEGATIF (−) jika BAYANGAN bayangan: nyata terletak DI DEPAN LENSA (BAYANGAN dan terbalik MAYA). 3. RBayangan > RBenda DIPERBESAR b. Rumus Perbesaran Linier pada Cermin/ 4. RBayangan < Rbenda DIPERKECIL Lensa c. Pembiasan M = h′ = −s′ Pembiasan adalah peristiwa pembelokan arah hs cahaya karena cahaya melewati dua medium 30
yang berbeda kerapatan optiknya, n2 : indeks bias medium 2 seperti udara dan air. Dengan syarat n1 > n2 Contoh: Jika kita memasukkan pensil 2. Pembiasan pada prisma ke dalam gelas berisi air maka pensil akan terlihat seperti patah/bengkok. b δ Terdapat dua macam pembiasan cahaya, yaitu: i1 r1 i2 r2 1. Cahaya datang dari medium RENGGANG (udara) menuju ke medium RAPAT (air) Rumus pembiasan pada prisma: maka cahaya akan berbelok MENDEKATI sumbu normal (garis putus-putus yang • Rumus sudut deviasi tegak lurus pada bidang bias). Sudut deviasi adalah sudut yang 2. Cahaya datang dari medium RAPAT (air) dibentuk antara perpanjangan sinar menuju ke medium RENGGANG (udara) datang mula-mula dengan sinar bias maka cahaya akan berbelok MENJAUHI yang keluar dari prisma. garis normal. δ = i1 + r2 – b sinar datang • Rumus sudut pembias prisma Udara i i>r Udara sinar bias Sudut pembias adalah sudut pada Air r Air r prisma yang membiaskan cahaya. i<r i sinar bias sinar datang Gambar 1 Gambar 2 b = i2 + r1 Rumus pembiasan: • Rumus sudut deviasi minimum Sudut deviasi minimum adalah sudut n1 ⋅ Sin i = n2 ⋅ Sin r Keterangan: deviasi yang terjadi, SYARATNYA: n1 : indeks bias medium 1 n2 : indeks bias medium 2 i1 = r2 dan i2 = r1 i : sudut datang δm = 2i1 – b r : sudut bias nm .Sin δm.β = nm ⋅ Sin β 2 2 1. Sudut kritis pada pembiasan Jika β ≤ 15o maka akan berlaku: Sudut kritis (ik) adalah sudut datang yang δm = np − 1.β terjadi apabila CAHAYA DATANG dari nm MEDIUM RAPAT ke MEDIUM RENGGANG yang mengakibatkan sudut biasnya sebesar 900 (tegak lurus garis normal). Keterangan: i1 : sudut datang pertama Rumus: r2 : sudut bias kedua β : sudut pembias (sudut puncak) prisma Sin ik = n2 δ : sudut deviasi n1 δm : sudut deviasi minimum nm : indeks bias medium np : indeks bias prisma Keterangan: ik : sudut kritis n1 : indeks bias medium 1 31
• Rumus sudut dispersi prisma R : jari-jari kelengkungan Sudut dispersi adalah sudut yang h’ : tinggi bayangan h : tinggi benda dibentuk antara selisih sudut deviasi sinar ungu dengan sudut deviasi sinar 4. Rumus jarak fokus lensa pada suatu medium merah. Jika suatu lensa tipis diletakkan di suatu δm δu medium tertentu, contohnya udara atau air maka rumus fokusnya adalah: Merah Q 1 = nL − ⋅ 1 + 1 Ungu f nm 1 R1 R2 Rumus: Keterangan: f : jarak fokus lensa δu = (nu – 1).b δm = (nm – 1).b nL : indeks bias lensa Q = δu − δm = (nu – nm).b nm : indeks bias medium R1 : jari-jari kelengkungan 1 (m) Keterangan: R2 : jari-jari kelengkungan 2 (m) δu : sudut deviasi sinar ungu δm : sudut deviasi sinar merah 5. Kekuatan lensa nm : indeks bias sinar merah nu : indeks bias sinar ungu Kekuatan lensa diukur dengan satuan dioptri. Q : sudut dispersi Rumus: 3. Rumus pembiasan cahaya pada bidang P = 1 , jika f dalam satuan meter sferis f Bidang sferis adalah bidang yang dibatasi oleh permukaan lengkung. P = 100 , jika f dalam satuan cm Rumus: f Keterangan: P : kekuatan lensa (dioptri) f : jarak fokus lensa n1 + n2 = n2 − n1 Alat-Alat Optik s s′ R Alat optik adalah benda atau alat yang Jika tinggi benda adalah h maka perbesaran menerapkan sifat-sifat cahaya. Alat-alat bayangan yang terjadi pada pembiasan optik di antaranya adalah mata, kacamata, untuk bidang sferis adalah: lup, mikroskop, dan teropong. M = h′ = s′ x n1 a. Mata h s n2 • Lensa mata berperan sebagai pembentuk Keterangan: bayangan benda. s’ : jarak bayangan ke bidang sferis s : jarak benda ke bidang sferis • Lensa memiliki kemampuan memipih n1 : indeks bias medium tempat sinar dan mencembung yang disebut daya akomodasi. datang n1 : indeks bias medium tempat sinar • Jika melihat benda jauh maka lensa mata bias memipih. Jika melihat benda dekat maka mata mencembung. 32
• BAYANGAN MATA akan terbentuk DI Rumus kekuatan lensa kacamatanya: RETINA. P = 100 − 100 • Sifat bayangan di retina adalah NYATA, Sn PP TERBALIK, dan DIPERKECIL. J ika jarak baca 25 cm (Sn = 25 normal adalah • Mata normal disebut emitrop, yaitu mata yang memiliki jarak titik jauh (Punctum cm) maka kekuatan lensanya adalah: Remotum) tak terhingga dan memiliki jarak titik dekat (Punctum Proximum) sebesar 25 P = 4 − 100 , jika PP dalam satuan cm cm. PP b. Kacamata P = 4 − 1 , jika PP dalam satuan m Kacamata adalah alat yang digunakan untuk PP memb antu membentuk bayangan benda Keterangan: pada mata karena daya akomodasi mata telah P : kekuatan lensa (dioptri) melemah. PP : punctum proximum (jarak titik dekat mata) Kacamata digunakan oleh penderita: Sn : titik dekat mata normal (25 cm) 1. Rabun Jauh (Miopi) Ciri-ciri: c. Lup • Penglihatan tampak kabur saat melihat benda jauh. Lup adalah alat optik yang digunakan untuk • Titik dekat mata (PP) = 25 cm, titik jauh memp erbesar bayangan benda. mata (PR) kurang dari tak terhingga. • Bayangan jatuh di depan retina • Lup adalah sebuah lensa cembung. • Ditolong dengan kacamata berlensa • Benda harus diletakkan di antara lensa cekung/negatif. Rumus kekuatan lensa kacamatanya: dengan fokus lensa. P = −1 , jika PR dalam satuan meter • Bayangan yang dihasilkan adalah MAYA, TEGAK, dan DIPERBESAR. PR Rumus perbesaran anguler lup adalah: P = −100 , jika PR dalam satuan cm 1. Mata berakomodasi maksimum PR Perbesaran anguler maksimum terjadi Keterangan: apabila mata berakomodasi maksimum. P : kekuatan lensa (dioptri) PR : punctum remotum (jarak titik Rumus: jauh mata) M = Sn + 1 f 2. Rabun Dekat (Hipermetropi) Ciri-ciri: 2. Mata berakomodasi minimum • Penglihatan tampak kabur jika melihat Perbesaran anguler minimum terjadi benda dekat. apabila mata tidak berakomodasi atau dalam keadaan santai. • Titik dekat mata (PP) lebih dari 25 cm, titik jauh mata (PR) tidak terhingga. Rumus: • Bayangan jatuh di belakang retina. M = Sn • Ditolong dengan kacamata berlensa f positif /cembung. 3. Mata berakomodasi pada jarak x 33 Untuk mata yang berakomodasi pada jarak x, rumusnya:
M = PP + PP Mmin = s 'ob ⋅ PP sob fok fx Jika pada soal hanya diketahui mata normal Panjang tabung (jarak antara lensa objektif maka gunakan nilai PP = 25 cm (jika tidak dan lensa okuler) adalah: disebutkan nilai yang lainnya). dmin = s’ob + f ok Keterangan: M : perbesaran bayangan Keterangan: f : jarak titik fokus lup (cm) Mmaks : perbesaran total saat mata d. Mikroskop berakomodasi maksimum Mmin : perbesaran total saat mata Mikroskop adalah alat optik yang berfungsi untuk memperbesar bayangan benda- berakomodasi minimum benda yang sangat kecil (renik). dmaks : panjang tabung mikroskop saat • Mikroskop terdiri atas dua lensa mata bera komodasi maksimum cembung. dmin : panjang tabung mikroskop saat • Lensa cembung yang berada di dekat mata bera komodasi minimum benda (objek) disebut lensa objektif. sob : jarak benda ke lensa objektif • Lensa cembung yang berada di dekat s’ob : jarak bayangan ke lensa objektif mata disebut lensa okuler. sok : jarak benda ke lensa okuler • Benda harus diletakkan di antara titik fok : jarak fokus lensa okuler fokus objektif dan dan jari-jari lensa objektif/di ruang 2 benda. (fob < sob < 2fob) d. Teropong Bintang • Bayangan yang terbentuk di LENSA OBJEKTIFN YA adalah NYATA, TERBALIK, Teropong bintang umumnya digunakan dan DIPERB ESAR. untuk mengamati benda-benda angkasa. • BAYANGAN AKHIR yang terbentuk di Teropong ini memiliki dua buah lensa LENSA OKULERNYA bersifat MAYA, cembung, yaitu: TERBALIK, dan DIPERBESAR. • Lensa okuler, yaitu lensa yang letaknya dekat dengan mata. Rumus: • Lensa objektif, yaitu lensa yang tertuju pada benda-benda angkasa yang diamati. 1. Mata berakomodasi maksimum Fokus lensa objektif lebih besar dari fokus Saat mata berakomodasi maksimum maka lensa okuler. • BAYANGAN AKHIR yang terbentuk di perbesaran angulernya adalah: LENSA OKULERNYA bersifat MAYA, TERBALIK, dan DIPERBESAR. Mmaks = S′ob x PP + 1 Sob fok Panjang tabung (jarak antara lensa objektif Rumus: dan lensa okuler) adalah: 1. Mata akomodasi maksimum dmaks = s′ob + sok Saat mata berakomodasi maksimum maka 2. Mata berakomodasi minimum perbesaran angulernya adalah: Saat mata berakomodasi minimum maka Mmaks = fob Mα = β perbesaran angulernya adalah: sok α 34
Panjang tabung (jarak antara lensa objektif Ingat dan lensa okuler) adalah: dmaks = fob + sok Tabel Bayangan Akhir pada Alat Optik 2. Mata berakomodasi minimum No. Alat Optik Bayangan Akhir yang Dibentuk Saat mata berakomodasi minimum maka perbesaran angulernya adalah: 1. Mata Nyata, terbalik, diperkecil Mmin = fob Mα = β 2. Lup fok α Maya, tegak, diperbesar Panjang tabung (jarak antara lensa objektif 3. Mikroskop Maya, terbalik, dan lensa okuler) adalah: diperbesar 4. Teropong Maya, terbalik, dmaks = fob + fok bintang diperbesar Keterangan: Mα : perbesaran anguler β : sudut diameter yang dibentuk antara objek dengan teropong α : sudut diameter yang dibentuk antara objek dengan mata telanjang 35
Bab 10 Optik Fisis A. Interferensi DS = m . l a. Interferensi Celah Ganda (Young) d . sin q = m . l Interferensi adalah PERPADUAN antara d ⋅ P = m . l DUA GELOMBANG CAHAYA yang DATANG L pada suatu tempat SECARA BERSAMAAN. Interferensi terjadi akibat perbedaan lintasan gelombang cahaya dengan syarat kedua gelombang cahaya tersebut koheren (beda fase tetap). 2. Interferensi minimum Interferensi minimum atau interferensi saling melemahkan terjadi saat pola gelap tampak pada layar maka beda lintasan cahayanya dirumuskan: DS = (2m − 1) 1 ⋅ λ 2 p d . sin q = (2m − 1) 1 ⋅ λ Gelombang 2 cahaya d P = 1 L 2 d⋅ (2m − 1) ⋅ λ celah layar Keterangan: L DS : selisih jarak sumber ke titik m : orde: 1, 2, 3, 4…. Jika hasil perpaduan kedua gelombang l : panjang gelombang sumber cahaya tersebut saling MENGUATKAN maka terjadi p : jarak pola terang/gelap ke terang POLA TERANG. pusat Jika hasil perpaduan gelombang tersebut L : jarak celah ke layar (m) saling MELEMAHKAN maka terjadi POLA d : lebar celah (m) GELAP. Rumus umum interferensi: b. Interferensi Selaput Tipis 1. Interferensi maksimum Inteferensi dapat terjadi pada lapisan tipis. Interferensi maksimum atau interferensi Hal ini disebabkan adanya beda lintasan antara cahaya yang terpantul dari atas saling menguatkan terjadi saat pola selaput tipis, yaitu S1 dengan cahaya yang terang tampak pada layar maka beda terpantul dari bawah selaput tipis, yaitu S2 . lintasan cahayanya dirumuskan dengan: 36
P • Interferensi minimum (terlihat gelap) Saat terlihat pola gelap maka beda S1 n1 S2 lintasan DS dirumuskan dengan: n2 r selaput tipis n3 DS = 2 . n2 . d . cosr = m . l 1. Selaput tipis menutupi bidang tembus Keterangan: cahaya (lensa) n1 : indeks bias 1 (udara, n =1) n2 : indeks bias 2 (selaput tipis) Apabila cahaya tipis digunakan untuk n3 : indeks bias 3 (udara, n =1) menutupi lensa maka berlaku syarat: n1 < n2 < n3 • Interferensi maksimum (pola terang) B. Difraksi Saat terlihat pola terang maka beda a. Difraksi Celah Tunggal lintasan ΔS dirumuskan dengan: Difraksi adalah peristiwa pelenturan cahaya DS = 2 . n2 . d . cosr = m . l akibat melewati suatu celah. Pada difraksi celah tunggal maka yang melenturkan • Interferensi minimum (pola gelap) cahaya adalah sebuah celah. Saat terlihat pola gelap maka beda L lintasan ΔS dirumuskan dengan: DS = 2 . n2 . d . cosr = (2m − 1) 1 ⋅ λ d TP 2 P Keterangan: n1 : indeks bias 1 (biasanya, indeks G1 bias udara, n =1) Rumus difraksi n2 : indeks bias 2 (selaput tipis) Jika sudut lenturan kurang dari 15o (q < 150) n3 : indeks bias 3 (bidang tembus maka berlaku rumus: cahaya/lensa) d : tebal selaput tipis d . sin q = d ⋅ P r : sudut bias m : orde, (1, 2, 3, 4,...) L l : panjang gelombang cahaya Keterangan: 2. Selaput tipis berada di udara P : jarak terang atau gelap L : jarak celah ke layar (m) Jika selaput tipis berada di udara maka d : lebar celah (m) indeks bias n1 = n3 = 1. q : sudut difraksi • Interferensi maksimum (terlihat terang) • Difraksi Celah Tunggal Pola Terang Pada difraksi celah tunggal yang Saat terlihat pola terang maka beda lintasan DS dirumuskan dengan: menghasilkan pola terang maka berlaku rumus: d⋅ sin θ = (m + 1 )λ 2 DS = 2 . n2 . d . cosr = (2m − 1) 1 ⋅ λ 2 37
• Difraksi Celah Tunggal Pola Gelap Keterangan: Pada difraksi celah tunggal yang meng- d : jarak antar-atom pada kristal padat hasilkan pola gelap maka berlaku rumus: C. Polarisasi d . sin q = m . l a. Polarisasi karena Pemantulan dan Pembiasan (Polarisasi Linear) b. Difraksi Kisi Polarisasi linear adalah peristiwa Difraksi kisi adalah pelenturan cahaya karena terserapnya arah getar cahaya menjadi satu adanya penghalang berupa kisi. KISI adalah arah akibat dari cahaya yang datang pada CELAH yang SANGAT BANYAK. bidang tembus cahaya menghasilkan sudut 900 antara sudut bias dengan sudut pantul. L d sinar datang TP d = 1 PN n1 n2 T1 i sinar pantul r sinar bias • Difraksi Kisi Pola Terang Pada difraksi celah kisi yang menghasilkan Hukum Snellius tentang pemantulan: pola terang maka berlaku rumus: d . sin q = m . l Sin i = n2 tg i = n2 Sin r n1 n1 i + r = 90◦ • Difraksi Kisi Pola Gelap Keterangan: i : sudut datang Pada difraksi celah kisi yang menghasilkan r : sudut bias pola gelap maka berlaku rumus: n1 : indeks bias sinar datang (biasanya, indeks d. sin θ = ( 2m − 1). 1 λ bias udara, n = 1) 2 n2 : indeks bias sinar bias. Keterangan: b. Polarisasi karena Absorbsi Selektif P : jarak terang atau gelap L : jarak celah ke layar (m) Polarisasi karena absorbsi selektif adalah d : lebar celah (m) peristiwa terserapnya sebagian arah getar m : orde (1, 2, 3,...) cahaya karena melewati beberapa celah. N : jumlah kisi per satuan panjang Perhatikan gambar di bawah ini: q : sudut lenturan c. Difraksi Bragg I0 Difraksi Bragg adalah difraksi (pelenturan I1 = 1 l0 cahaya) yang terjadi pada kristal padat yang 2 disinari cahaya. Pada Difraksi Bragg berlaku rumus: polarisator I2 2 . d . sin q = m . l analisator 38
Rumus yang berlaku adalah: I : intensitas cahaya sebelum melewati polarisator. I' = I cos2a a : sudut yang dibentuk antara dua Dari rumus ini dapat diturunkan menjadi: polarisator I2 = I1cos2a1 = 1 .I0 . cos2 α1 I0 : intensitas awal. 2 I1 : intensitas cahaya setelah melewati I3 = I2.cos2a2 polarisator 1 (I1 = ½ I0). Keterangan: I2 : intensitas cahaya setelah melewati I' : intensitas cahaya setelah melewati polarisator 2. polarisator I3 : intensitas cahaya setelah melewati polarisator 3. 39
Bab 11 Getaran dan Gelombang A. Getaran Harmonik Keterangan: W : usaha pada pegas (J) Getaran harmonik adalah gerak bolak-balik benda melalui titik keseimbangan yang memiliki 3. Elastisitas Bahan Pegas frekuensi dan periode tetap. Contoh dari gerak Elastisitas adalah kemampuan bahan getaran harmonik adalah pegas dan bandul. untuk mulur karena diberi gaya. a. Pegas • Tegangan Jika pegas ditekan atau ditarik dari titik ke Tegangan adalah besarnya gaya per satuan luas penampang bahan. seimb angannya maka pegas akan kembali Tegangan dirumuskan dengan: ke tempatnya semula karena gaya pemulih pada pegas. σ= F 1. Gaya Pemulih A Gaya pemulih pegas dirumuskan dengan: • Regangan F = −k ⋅ y Regangan adalah perbandingan TANDA NEGATIF dikarenakan GAYA antara pertambahan panjang dengan PEMULIH MELAWAN ARAH GAYA YANG panjang mula-mula. DIBERIKAN. Regangan dirumuskan dengan: Keterangan: ε = ∆L F : gaya pemulih (N) L k : konstanta pegas (N/m) y : simpangan (m) • Modulus Young/ Modulus Elastisitas Modulus Young adalah perbandingan 2. Usaha pada Pegas Pegas melakukan usaha yang sebanding antara tegangan dengan regangan. Modulus Young menunjukkan tingkat dengan besarnya konstanta pegas, gaya elastisitas bahan. pemulih, dan simpangannya. Modulus Young dirumuskan dengan: Usaha pegas dirumuskan dengan: E = σ = F⋅L W = 1 k ⋅ y2 = 1F ⋅ y ε A ⋅ ∆L 22 • Konstanta Pegas Konstantapegasmenunjukkankekuatan pegas. Semakin besar nilai konstanta 40
pegas maka semakin sulit untuk menarik • Susunan seri pegas atau menekan pegas tersebut. Jika PEGAS DIRANGKAI SERI maka Rumus konstanta pegas hubungannya GAYA yang dialami masing-masing dengan modulus Young adalah: PEGAS adalah SAMA DENGAN GAYA TARIKNYA, tetapi SIMPANGANNYA k = E⋅A BERBEDA. L Rumus yang berlaku: Keterangan: σ : tegangan yang terjadi pada bahan 1 = 1 + 1 + .... (N/m2) ks ε : regangan bahan k1 k2 A : luas penampang bahan (m2) DL: pertambahan panjang (m) F = F1 = F2 = …. L : panjang bahan awal (m) E : modulus Young/elastisitas bahan Dx = Dx1 + Dx2 + ..... (N/m2) • Susunan paralel pegas k : konstanta/tetapan pegas (N/m) Jika PEGAS DIRANGKAI PARAREL 4. Periode dan Frekuensi Pegas maka SIMPANGAN masing-masing pegas adalah SAMA, tetapi GAYA yang Periode adalah waktu yang dibutuhkan dialaminya BERBEDA. untuk melakukan satu kali getaran. k1 k2 Frekuensi adalah banyaknya getaran yang m terjadi pada saat satu detik. k1 k2 Besarnya periode dan frekuensi pegas tergantung pada massa beban dan m konstanta pegas. Rumus periode dan frekuensi pada pegas, yaitu: Rumus yang berlaku pada susunan paralel pegas adalah: T = 2π ⋅ m k = m ⋅ ω2 kp = k1 + k2 = …. k F = F1 + F2 = …. ∆x = ∆x1 = ∆x = …. f=1⋅ k ω = 2π ⋅ f = 2π Keterangan: 2π m T ks : tetapan pegas total seri (N/m) kp : tetapan pegas total paralel (N/m) f=1 atau T = 1 F : gaya pegas (N) T f Dx : simpangan pegas (m) Keterangan: b. Bandul T : periode pegas (s) Periode dan Frekuensi F : frekuensi pegas (hertz = Hz) Periode bandul tergantung pada panjang m : massa beban (kg) k : konstanta pegas (N/m) tali dan percepatan gravitasi dan tidak w : frekuensi sudut (rad/s) bergantung pada massa bandul. 5. Susunan pegas Pegas dapat disusun secara seri dan paralel atau gabungan keduanya. 41
Rumus periode dan frekuensi bandul adalah: d. Persamaan Energi Gerak Harmonik T = 2π ⋅ L 1. Energi Total Gerak Harmonik Pada benda yang bergerak harmonik g memiliki energi total yang dirumuskan f = 1 g dengan: 2π L Em = 1k ⋅ A2 2 Keterangan: T : periode bandul (s) Em = Ek + Ep F : frekuensi bandul (Hz) L : panjang tali bandul (m) g : percepatan gravitasi (m/s2) 2. Energi Kinetik Gerak Harmonik c. Persamaan Gerak Harmonik Energi kinetik benda bergerak harmonik 1. Persamaan Simpangan adalah: Besarnya SIMPANGAN TERGANTUNG pada Ek = 1m⋅ v2 AMPLITUDO dan SUDUT simpangannya. 2 Persamaan simpangan adalah: ( )= 1 k A2 − y2 2 y = A ⋅ Sinωt ymaks = A 3. Energi Potensial Gerak Harmonik Energi potensial benda saat bergerak 2. Persamaan Kecepatan harmonik dirumuskan dengan: Kecepatan benda bergerak harmonik adalah turunan pertama dari persamaan Ep = 1k ⋅ y2 2 simpangan benda dan dirumuskan dengan: Keterangan: v = A ⋅ ω ⋅ Cosωt vmaks = A ⋅ ω Em: energi mekanik (energi total) (J) Ek : energi kinetik (J) 3. Persamaan Percepatan Ep: energi potensial (J) A : amplitudo (m) Persamaan percepatan adalah turunan pertama dari persamaan kecepatan dan y : simpangan dari titik keseimbangan (m) dirumuskan dengan: k : konstanta pegas (N/m) a = A ⋅ ω2 ⋅ Sinωt amaks = A ⋅ ω2 B. Gelombang 4. Fase Getaran Gelombang adalah getaran yang merambat. Panjang Rumus fase getaran adalah: gelombang dirumuskan dengan: ϕ= t =f⋅t λ =T⋅v = v T f Keterangan: a. Gelombang Berjalan y : simpangan Gelombang berjalan adalah gelombang v : kecepatan getar a : percepatan yang memiliki AMPLITUDO TETAP di setiap A : amplitudo titiknya. Contoh: gelombang yang merambat t : waktu pada tali yang sangat panjang. ϕ : fase 42
1. Persamaan Simpangan ikatan longgar, kemudian digetarkan maka terjadi gelombang diam ujung bebas. Persamaan simpangan pada gelombang berjalan dirumuskan dengan: • Persamaan simpangan Persamaan simpangan untuk y= A ⋅ S in 2π ± t ± x T λ gelombang stasioner ujung bebas adalah: y = A.sin(± ωt ± kx) y = 2A . coskx . sinwt Keterangan: y = 22AA.⋅ cCoosskkxx.⋅ Ssiinnwω ⋅ t − L l : panjang gelombang v k : bilangan gelombang (BUKAN Keterangan: konstanta pegas), k = 2π L : panjang tali (m) v : cepat rambat gelombang (m/s) λ w : frekuensi sudut (rad/s) Catatan: k : bilangan gelombang, k = 2π +wt artinya simpangan pertama ke atas. –wt artinya simpangan pertama ke bawah. λ +kx artinya arah rambat ke sumbu X negatif –kx artinya arah rambat ke sumbu X positif • Jarak perut dari tiang 2. Fase dan Beda Fase Gelombang Perut (amplitudo terbesar). Untuk Fase dan beda fase untuk gelombang mencari jarak perut gelombang stasioner ujung bebas dari tiang, berjalan dirumuskan dengan: gunakan persamaan: j = t − x x = ( 2n) ⋅ 1 λ T λ 4 Dj = ∆x Keterangan: λ x : jarak perut n : 0, 1, 2, 3, .... Keterangan: l : panjang gelombang j : fase gelombang Dj : beda fase gelombang • Jarak simpul dari tiang Dx : jarak antara dua titik pada gelombang Simpul (amplitudo nol). Untuk 3. Sudut Fase Gelombang mencari jarak simpul gelombang stasioner ujung bebas dari tiang, Rumus sudut fase untuk gelombang gunakan persamaan berikut: berjalan adalah: θ = 2π t − x x = ( 2n + 1) 1 λ T λ 4 b. Gelombang Stasioner Keterangan: x : jarak simpul GelombangstasioneratauGELOMBANGDIAM n : 0, 1, 2, 3, .... adalah gelombang yang AMPLITUDONYA λ : panjang gelombang BERUBAH di setiap titik. 2. Gelombang Stasioner Ujung Terikat 1. Gelombang Stasioner Ujung Bebas/Ikatan Longgar Jika sebuah tali diikat pada tiang dengan Jika sebuah tali diikat pada tiang dengan 43
ikatan kuat, kemudian digetarkan maka Keterangan: dapat diamati terjadinya gelombang diam I : intensitas bunyi (W/m2) ujung terikat. P : daya bunyi (watt) A : luas penampang (m2) • Persamaan simpangan R : jarak dari sumber bunyi (m) Persamaan simpangan untuk b. Energi Gelombang gelombang stasioner ujung terikat adalah: Energi gelombang tergantung pada variabel frekuensi dan amplitudonya. Energi y = 2A ⋅ sinkx ⋅ cosω ⋅ t L gelombang dirumuskan dengan: v y = 2A ⋅ Sinkx ⋅ Cosω ⋅ t − E = 2 ⋅ m ⋅ π2 ⋅ f 2 ⋅ A 2 m • Jarak perut dari tiang Keterangan: Perut (amplitudo terbesar). Untuk mencari jarak perut gelombang E : energi gelombang (J) stasioner ujung terikat dari tiang, gunakan persamaan berukut: f : frekuensi (Hz) ( 1) 1 Am : amplitudo (m) 4 m : massa (kg) x = 2n + ⋅ λ c. Taraf Intensitas Bunyi Keterangan: Taraf intensitas bunyi adalah tingkat kebisingan sumber bunyi yang didengar oleh x : jarak perut dari tiang pengamat pada jarak tertentu. n : 0, 1, 2, 3, .... λ : panjang gelombang TI = 10log I • Jarak simpul dari tiang Io Simpul (amplitudo nol). Untuk Keterangan: mencari jarak simpul gelombang stasioner ujung bebas dari tiang, TI : taraf intensitas bunyi (dB) gunakan persamaan berikut: I : intensitas bunyi yang akan diukur taraf intens itasnya (W/m2) x = (2n) ⋅ 1 λ I0 : intensitas ambang batas pendengaran 4 ( )1012 w m2 Ingat: 1 bel (B) = 10 desibel (dB) Keterangan: d. Efek Doppler x : jarak simpul dari tiang Gejala perubahan frekuensi yang diterima pendengar dibandingkan dengan frekuensi n : 0, 1, 2, 3, .... sumbernya akibat gerak relatif pendengar dan sumber. Efek Doppler di rumuskan dengan: λ : Panjang gelombang C. Bunyi v ± vp v ± vs Bunyi termasuk gelombang longitudinal dan ge fp = fs lombang mekanik. Catatan: a. Intensitas Bunyi 1. Kecepatan pengamat (vp) akan bernilai: • 0, apabila PENDENGAR DIAM Intensitas bunyi yang terdengar pada jarak R dari sumber bunyi dirumuskan dengan: • + (positif), apabila PENDENGAR MEND EKATI SUMBER I= P = P • – (negatif), apabila PENDENGAR A 4πR2 MENJAUHI SUMBER 44
2. Kecepatansumberbunyi(vs)akanbernilai: Keterangan: • 0, apabila SUMBER bunyi DIAM L : panjang pipa organa • + (positif), apabila SUMBER bunyi l : panjang gelombang MENJ AUHI PENDENGAR f0 : frekuensi nada dasar • – (negatif), apabila SUMBER bunyi f1 : frekuensi nada atas 1 MENDEKATI PENDENGAR Jumlah Simpul dan Perut Keterangan: Gelombang yang dihasilkan pada pipa v : kecepatan bunyi di udara (340 m/s) vp : kecepatan pendengar (m/s) organa terbuka akan menghasilkan simpul vs : kecepatan sumber bunyi (m/s) dan perut gelombang yang memiliki fp : frekuensi yang didengar oleh pendengar hubungan sebagai berikut: (Hz) ∑ ∑perut = simpul + 1 fs : frekuensi yang dihasilkan sumber bunyi (Hz) 2. Pipa Organa Tertutup e. Pelayangan Pipa organa tertutup merupakan pipa yang Pelayangan adalah peristiwa penguatan salah satu ujungnya tertutup. atau pelemahan bunyi yang terjadi secara Hubungan antara Lp (panjang pipa organa bergantian akibat perpaduan dua gelombang bunyi yang berbeda sedikit. tertutup) dan λ (panjang gelombang) dapat dirumuskan sebagai berikut: fply = f1 − f2 Keterangan: Lp = ( 2n + 1) 1 λn = 1 λ0 = 3 λ1 = 5 λ 2 =.... fply : frekuensi pelayangan (Hz) 4 4 4 4 f1 : frekuensi sumber yang lebih tinggi (Hz) f2 : frekuensi sumber yang lebih rendah (Hz) Dengan n adalah orde yang bernilai: f. Pipa Organa • 0, jika terjadi nada dasar 1. Pipa Organa Terbuka • 1, jika terjadi nada atas 1 Pipa organa terbuka merupakan sebuah • 2, jika terjadi nada atas 2, dan seterusnya pipa yang terbuka di kedua ujungnya. Hubungan antara Lb (panjang pipa organa Sedangkan, perbandingan frekuensinya adalah perb andingan bilangan ganjil, yaitu: terbuka) dan l (panjang gelombang) bisa dirumuskan sebagai berikut: f0 : f1 : f2 : f3 : ..... = 1 : 3 : 5 : 7 : ..... Lb = (n + 1) 1 λn = 1 λ0 = λ1 = 3 λ2 = .... Jumlah Simpul dan Perut 2 2 2 Gelombang yang dihasilkan pada pipa Dengan n adalah orde yang bernilai: organa tertutup akan menghasilkan simpul • 0, jika terjadi nada dasar dan perut gelombang yang memiliki • 1, jika terjadi nada atas 1 hubungan sebagai berikut: • 2,jikaterjadinadaatas2,danseterusnya ∑ ∑perut = simpul Sedangkan, perbandingan frekuensinya adalah perbandingan bilangan asli, yaitu: f0 : f1 : f2 : f3 : ..... = 1 : 2 : 3 : 4 : ..... 45
g. Dawai m : massa dawai (kg) L : panjang dawai (m) Dawai adalah senar yang dapat dipetik/ digetarkan. Pada dawai hubungan antara panjang Jangan lupa juga rumus hubungan antara frekuensi (f), cepat rambat gelombang (v), gelombang ( λ ) dengan panjang dawai (L) dan panjang gelombang ( λ ), yaitu: sama seperti pipa organa terbuka, yaitu: f=v LD = (n + 1) 1 λn = 1 λ0 = λ1 = 3 λ 2 =.... λ 2 2 2 2. Cepat Rambat Gelombang Bunyi Dengan n adalah orde yang bernilai: • Cepat rambat bunyi pada gas Pada gas, cepat rambat bunyi • 0, jika terjadi nada dasar bergantung pada variabel suhu dan massa molekul relatif gas. • 1, jika terjadi nada atas 1 Cepat rambat gas berbanding lurus dengan akar suhu dan • 2, jika terjadi nada atas 2, dan seterusnya berbanding terbalik dengan akar massa molekul relatif. Jumlah Simpul dan Perut Gelombang yang dihasilkan pada dawai akan v = γ⋅R⋅T Mr mengh asilkan simpul dan perut gelombang yang memiliki hubungan sebagai berikut: Keterangan: γ : konstanta Laplace ∑ simpul = ∑perut + 1 R : konstanta gas universal = 8,3 J/mol K T : suhu (K) h. Cepat Rambat Gelombang Mr : massa molekul relatif gas 1. Cepat Rambat Gelombang Transversal • Cepat rambat bunyi pada benda dalam Dawai padat Hukum Melde merupakan hukum yang Pada benda padat, cepat rambat menghubungkan antara cepat rambat bunyi terg antung pada variabel bunyi pada dawai, tegangan dawai, massa, modulus elastisitas dan massa jenis. dan panjang dawai. Cepat rambat bunyi pada benda Dari hukum Melde, dapat diambil padat berb anding lurus dengan akar kesimpulan bahwa cepat rambat bunyi modulus elastisitas dan berbanding berbanding lurus dengan akar tegangan terbalik dengan akar massa jenisnya. dawai dan panjang dawai serta berbanding terbalik dengan akar massa dawai. v= E ρ v = F , karena µ = m maka µ L Keterangan: E : modulus elastisitas (N/m2) v = F ⋅L ρ : massa jenis bahan (kg/m3) m Keterangan: v : cepat rambat bunyi pada dawai (m/s) F : tegangan dawai/senar/tali (N) µ : rapat massa tali/dawai (kg/m) 46
Bab 12 Listrik A. Listrik Statis c. Medan Listrik Yaitu, daerah di sekitar muatan listrik yang a. Muatan Listrik Rumus muatan listrik, yaitu: masih memiliki pengaruh gaya elektrostatis. Muatan POSITIF memiliki ARAH MEDAN q = N⋅e LISTRIK KE LUAR, sedangkan muatan Keterangan: NEGATIF memiliki ARAH MEDAN LISTRIK KE q : muatan listrik (coulomb) DALAM. N : jumlah elektron e : muatan satu elektron (1,6 x 10-19 J) b. Gaya Elektrostatis Besarnya medan listrik (disebut juga kuat Gaya elektrostatis adalah gaya interaksi med an listrik) di titik tertentu dirumuskan antara dua partikel bermuatan listrik. • Jika dua partikel bermuatan listrik TIDAK dengan: SEJENIS (POSITIF - NEGATIF) maka terjadi EA = k⋅q q1 A gaya TARIK-MENARIK. r2 F • Jika dua partikel bermuatan listrik SEJENIS (POSITIF - POSITIF atau NEGATIF - NEGATIF) r maka terjadi gaya TOLAK-MENOLAK. Keterangan: q1 q2 q1 q2 EA : kuat medan listrik di titik A (tesla) F F F r : jarak titik A terhadap muatan (m) F d. Potensial Listrik Potensial listrik adalah besarnya energi rr potensial yang dimiliki muatan satu Besarnya gaya elektrostatis, yaitu: coulomb. Pada suatu titik yang berjarak r dari muatan q dinyatakan oleh persamaan: F = k ⋅ q1 ⋅ q2 r2 Keterangan: V = k⋅q F : gaya elektrostatis (N) r k : konstanta (9.109 N m2/C2) r : jarak antara dua muatan (m) Jika terdapat beberapa muatan titik persa maannya menjadi: ∑V = k q r 47
e. Energi Potensial Listrik C = K ⋅ ε0 ⋅ A Energi potensial listrik adalah usaha yang d diperlukan untuk memindahkan muatan listrik dari jarak jauh tak hingga ke suatu titik. Energi potensial listrik yang dimiliki oleh dua buah muatan q1 dan q2 yang terpaut jarak sebesar r dirumuskan dengan: Keterangan: Ep = k ⋅ q1 ⋅ q2 C : kapasitas kapasitor (farad) r A : luas keping ( m2) d : jarak antara dua keping (m) C0 : kapasitas kapasitor di ruang vakum/udara (farad) ε0 : permitivitas listrik vakum (8,85 x 10-12) K : konstanta dielektrik Sedangkan, hubungan antara potensial Sedangkan, muatan listrik yang disimpan di listrik dan energi potensial listrik adalah: dalam kapasitor adalah: Ep = q ⋅ V Q = C ⋅ V Energi yang tersimpan di dalam kapasitor, f. Usaha Listrik Apabila sebuah muatan q akan dipindahkan yaitu: dari suatu titik berpotensial V1 ke titik W = 1 C ⋅ V2 = 1 Q ⋅ V = 1 Q2 berpotensial V2 maka diperlukan usaha 2 2 2C sebesar selisih energi potensial pada kedua titik dirumuskan: Keterangan: Q : muatan yang tersimpan (C) W = ∆Ep = q∆V = q(V2 − V1) V : potensial listrik (V) W : energi yang tersimpan (J) B. Kapasitor Keping Sejajar b. Rangkaian Kapasitor Kapasitor adalah komponen listrik yang fungsinya 1. Rangkaian Kapasitor Seri untuk menyimpan muatan listrik. Jika KAPASITOR dirangkai secara SERI maka Kapasitor terdiri atas dua penghantar dan disekat oleh bahan dielektrik (bahan yang tidak dapat MUATAN yang tersimpan pada masing- menghantar muatan listrik dengan baik/isolator). masing kapasitor BERNILAI SAMA. a. Kapasitas Kapasitor Keping Sejajar A C1 C2 C3 B Jika sebuah kapasitor, medium antara dua 1 =1+ 1+ 1 buah kepingnya adalah vakum/udara maka CS C1 C2 C3 kapasitas kapasitor adalah: Qs = Q1 = Q2 = Q3 VAB = V1 + V2 + V3 C0 = ε0 A A d Keterangan: medium Cs : kapasitas kapasitor seri (F) d Qs : muatan total seri (C) VAB : beda potensial AB (V) Jika terdapat medium berupa bahan di- elektrik maka kapasitas kapasitor menjadi: 2. Rangkaian Kapasitor Paralel Jika KAPASITOR dirangkai secara PARAREL maka TEGANGAN LISTRIK masing-masing kapasitor BERNILAI SAMA. 48
Search