Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore BUNGA RAMPAI UMUM

BUNGA RAMPAI UMUM

Published by Aar Asqolani, 2020-10-01 23:12:45

Description: BUNGA RAMPAI UMUM

Search

Read the Text Version

MENGELOLA PEMBELAJARAN UNTUK SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSIF PADA MASA PANDEMI COVID-19 Oleh: Asep Supena (Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta) A. Pendahuluan Anak berkebutuhan khusus (children with special ed- ucational needs) adalah anak-anak yang membutuhkan cara yang berbeda (khusus) ketika mengikuti kegiatan belajar mengajar. Kondisi ini terjadi sekurang-kurangnya karena dua sebab, yaitu, (1) kondisi dimana seseorang memiliki hambatan atau ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas tertentu. Kondisi ini sering disebut dengan istilah disabilitas (person with disability). Misalnya, hambatan dalam pengli- hatan (tunanetra), hambatan dalam pendengaran (tunarun- gu), hambatan intelektual (tunagrahita), hambatan fisik-mo- torik (tunadaksa), hambatan komunikasi, interaksi social dan perilaku (autis dan ADHD/Attention Deficit Hyperac- tivity Disorders), hambatan emosi dan perilaku (emotional and behavioral disorders), hambatan pada bidang akademik tertentu (learning disability), dan lain-lain. 92

(2) Kondisi dimana siswa memiliki potensi kemam- puan bakat dan intelektual yang jauh di atas rata-rata (gifted and talented), misalnya anak yang memiliki IQ di atas 130 atau anak yang memiliki kemampuan luar biasa pada bidang musik, olah raga, dan lain-lain. Dua kondisi tersebut menye- babkan siswa tidak dapat belajar dengan cara yang biasa (umum), sehingga guru perlu menyediakan cara atau alat yang khusus supaya mereka bisa belajar dan mencapai hasil secara optimal. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) bisa mengikuti pen- didikan di lembaga tersendiri yang terpisah dari anak-anak pada umumnya yang dikenal dengan sebutan sekolah khu- sus atau Sekolah Luar Biasa (SLB). ABK juga dapat mengikuti pendidikan di sekolah umum bergabung bersama siswa lain- nya. Konsep ini dikenal dengan sebutan pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif merupakan isu dan trend yang fenome- nal dalam pelaksanaan pendidikan untuk siswa berkebutu- han khusus. Isu paling kontroversial saat ini mengenai pen- didikan anak-anak dengan kebutuhan pendidikan khusus dan disabilitas adalah pendidikan inklusif (Kauffman and Hallahan, 2005; Slee, 2011). Pendidikan inklusif adalah sebuah filosofi, paradigma, atau sistem penyelenggaraan pendidikan dimana siswa dari berbagai kondisi (termasuk anak-anak berkebutuhan khu- sus) mengikuti pendidikan di lembaga pendidikan umum 93

(regular school) bergabung bersama siswa lainnya dan mer- eka mendapat layanan pendidikan dan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhannya. Minimal ada dua kata kunci yang menandai sistem pendidikan inklusif, yaitu terbuka dan ramah. Sekolah inklusif adalah sekolah yang terbuka dan ra- mah bagi semua anak. Terbuka artinya semua siswa diter- ima untuk mengikuti pendidikan tanpa membedakan latar belakangnya. Ramah artinya setiap siswa dilayani sesuai kebutuhannya, sehingga mereka mendapatkan kenyamanan dan pencapaian belajar yang optimal sesuai kapasitasnya. Pendidikan inklusif tidak hanya menempatkan siswa berke- butuhan khusus di ruang kelas umum, tetapi mereka harus diberi kesempatan untuk belajar dengan kecepatan dan tingkat yang sesuai dan mereka diberi kesempatan untuk bersosialisasi dengan teman sebayanya sebagai warga seko- lah yang setara (Rose & Howley, 2007). Pendidikan inklusif merupakan konsep multidimen- si yang mencakup pengakuan dan penghormatan terhadap perbedaan dan keragaman, hak-hak asasi manusia, keadilan sosial, dan kesetaraan (Hornby, 2017). Selanjutnya Hornby (2017) mengangkat istilah Inclusive special education untuk menggambarkan konsep pendidikan inklusif yang diterap- kan kepada anak-anak berkebutuhan khusus dan disabilitas. 94

Di era pandemik Covid-19 ini, pembelajaran untuk ABK harus dilakukan secara jarak jauh. Sejak bulan Maret 2020 pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk menutup sekolah (termasuk sekolah-sekolah penyelenggara pendi- dikan inklusif) dan meminta para guru untuk menyeleng- garakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). PJJ adalah kegiatan belajar mengajar dimana guru dan siswa berada di tempat yang berbeda (terpisah secara fisik), sehingga diperlukan media atau cara tertentu supaya proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. PJJ dapat dilakukan baik secara daring (dalam jarin- gan/online) maupun secara luar jaringan (luring/offline). Konsep yang akan dibahas lebih jauh pada tulisan ini adalah PJJ yang memanfaatkan teknologi informasi berupa perang- kat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) untuk anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif. Konsep ini dikenal dengan sebutan online learning, e-learning, web based learning, atau istilah lain. B. Pembelajaran di Masa Covid-19: Mengelola Pembe- lajaran Jarak Jauh Berbasis Teknologi Informasi un- tuk Siswa Berkebutuhan Khusus. Ada beberapa isu penting yang harus dikaji dan dipa- hami supaya bisa melaksanakan pembelajaran jarak jauh berbasis Teknologi Informasi (TI), yaitu persyaratan, prin- 95

sip, dan prosedur pelaksanaan. Masing-masing isu akan di- urai pada paparan berikut. 1. Persyaratan Untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh berbasis internet bagi ABK, diperlukan beberapa kondi- si atau fasilitas pendukung yang harus tersedia, yaitu, (1) jaringan internet, (2) perangkat handphone atau laptop yang bisa akses ke internet, (3) kemampuan dan kebiasaan dalam menggunakan teknologi informasi dari pihak guru, siswa dan orang tua siswa, (4) dukun- gan dan partisipasi orang tua siswa. Jika persyaratan tersebut tidak dipenuhi, maka pembelajaran jarak jauh berbasis TI tidak dapat dilaksanakan atau tidak maksi- mal dilaksanakan. Fakta menunjukkan bahwa pembe- lajaran jarak jauh berbasis TI tidak dapat dilaksanakan di beberapa sekolah atau daerah tertentu karena salah satu atau beberapa persyaratan tersebut tidak tersedia. Sehingga mereka harus menggunakan cara atau model lain dalam melaksanakan pembelajaran jarak jauh. 2. Pihak yang Berperan Penting Secara umum, ada tiga unsur utama yang secara langsung berperan penting dalam keberhasilan pelaksa- naan pembelajaran jarak berbasis TI bagi siswa berke- butuhan khusus di sekolah inklusif, yaitu siswa, guru, 96

dan orang tua. Siswa merupakan unsur penting karena dialah subjek utama yang menjalani kegiatan belajar. Guru merupakan komponen utama karena dialah yang berperan sebagai perancang pembelajaran. Sedangkan orang tua dibutuhkan untuk memberi bantuan dan pen- dampingan ketika anaknya belajar dari rumah. Hasil studi lapangan menunjukkan bahwa guru yang berperan atau bertugas untuk melaksanakan pem- belajaran jarak jauh bagi siswa ABK di sekolah inklusif adalah Guru Pembimbing Khusus (GPK). Fakta ini di- dasarkan pada hasil studi kasus di salah satu sekolah inklusif di DKI Jakarta. Dalam kondisi normal, tanggung jawab pelaksanaan kegiatan pembelajaran untuk siswa ABK ada pada guru umum (guru kelas atau guru mata pelajaran). Selama masa pandemi Covid-19, guru umum fokus mengelola pembelajaran untuk siswa umum se- dangkan pembelajaran untuk siswa ABK dikelola oleh GPK. Pilihan pola ini didasarkan kepada pertimbangan pembagian beban kerja di antara guru dan pertimban- gan keahlian atau efektivitas dalam layanan pembela- jaran. Penanganan pembelajaran ABK oleh GPK dinilai lebih efektif karena GPK adalah guru yang memiliki latar pendidikan dan atau keahlian di bidang pendi- dikan khusus. Pembagian peran seperti ini bisa berbe- 97

da di berbagai sekolah bergantung kepada situasi dan kondisi. Di sekolah tertentu mungkin saja peran pembe- lajaran untuk ABK dipegang oleh guru umum atau ko- laborasi diantaranya guru umum dan GPK. Pihak ketiga yang berperan penting dalam pelak- sanaan pembelajaran jarak jauh untuk ABK adalah orang tua siswa. Siswa ABK banyak membutuhkan bantuan dan pendampingan dari orang tua ketika menjalani be- lajar jarak jauh di rumahnya. Bantuan dan pendampin- gan orang tua akan semakin dibutuhkan manakala yang mengikuti pembelajaran jarak jauh adalah siswa berke- butuhan khusus yang mengalami hambatan intelektual (tunagrahita). Hasil studi lapangan menunjukkan bah- wa siswa tunagrahita di SD inklusif tidak bisa secara langsung menjalin interaksi pembelajaran dengan guru. Mereka juga belum bisa belajar secara mandiri. Guru ha- rus berinteraksi dengan orang tua untuk menyampaikan materi atau bahan pesan atau konten-konten pembe- lajaran. Kemudian orang tua akan menyampaikan dan melakukan pendampingan belajar kepada anaknya. Semakin rendah usia siswa dan atau semakin rendah kapasitas intelektual siswa maka semakin besar kebutuhan peran orang tua dalam mendampingi anakn- ya untuk belajar jarak jauh. Siswa ABK yang tidak men- galami hambatan intelektual dan sudah berapa pada 98

level pendidikan menengah umumnya dapat mengikuti pembelajaran jarak jauh secara baik dan mandiri, den- gan catatan perlu ada modifikasi dalam cara atau alat sehingga pembelajaran dapat diakses oleh mereka se- cara mudah. 3. Prinsip-prinsip Untuk dapat melaksanakan pembelajaran jarak jauh bagi siswa ABK secara optimal, seorang guru harus memahami dan memperhatikan prinsip-prinsip. Prin- sip adalah sesuatu yang harus diperhatikan, disediakan, dilakukan, atau dijadikan landasan kerja supaya menca- pai hasil dan proses yang optimal. Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dan dijadikan landasan kerja dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh berbasis TI bagi siswa berkebutuhan khusus. a. Pembelajaran jarak jauh berbasis internet sangat dipengaruhi oleh ketersediaan teknologi informa- si, yaitu jaringan internet dan sejumlah perangkat pendukungan lainnya, baik perangkat keras (hard- ware) maupun lunak (software). Misalnya, jarin- gan internet, handphone, atau laptop yang mampu mengakses internet. Semakin tersedia atau sema- kin kuat kapasitas perangkat tersebut, semakin op- timal pelaksanaan pembelajaran, dan sebaliknya. 99

b. Pelaksanaan pembelajaran jarak jauh dipengaruhi oleh kemampuan dan kebiasaan menggunakan te- knologi informasi. Kemampuan dan budaya terse- but harus dimiliki oleh guru, siswa, dan juga orang tua sebagai pendamping pembelajaran. Semakin tinggi kemampuan dan kebiasaan teknologi, sema- kin optimal pembelajaran jarak jauh dapat dilak- sanakan. c. Pembelajaran jarak jauh dipengaruhi oleh komit- men dan kemandirian belajar. Dalam konteks PJJ, guru tidak bisa memantau dan membimbing siswa secara langsung dan dekat. Oleh karena itu dibutuh- kan semangat dan komitmen dari siswa untuk bela- jar secara mandiri. Semakin tinggi komitmen dan kemandirian siswa dalam belajar, semakin tinggi peluang untuk sukses belajar jarak jauh. Siswa usia dini dan siswa dengan hambatan intelektual meng- hadapi tantangan atau kendala terkait dengan isu ini. Oleh karena itu, mereka membutuhkan peran dan kontribusi orang tua yang lebih besar dalam melaksanakan pembelajaran jarak jauh. d. Siswa berkebutuhan khusus membutuhkan modifi- kasi cara dan atau alat dalam melaksanakan pem- belajaran jarak jauh supaya mereka dapat belajar secara optimal. Misalnya, ketika guru melangsung- 100

kan video call atau video conference dengan siswa tunarungu menggunakan zoom cloud meeting, maka perlu ada beberapa modifikasi yang harus dilakukan supaya siswa tunarungu bisa mengikuti kegiatan tersebut secara optimal. Misalnya memun- culkan tulisan (teks) untuk menyertai pembicaraan guru, atau menggunakan Juru Bicara Isyarat (JBI) untuk menerjemahkan setiap pembicaraan. e. Setiap ABK dengan jenis hambatan yang berbeda, membutuhkan modifikasi yang berbeda supaya pembelajaran bisa berlangsung secara optimal dan efektif. Kebutuhan modifikasi siswa dengan hambatan penglihatan (tunanetra) berbeda den- gan siswa yang mengalami hambatan pengden- garan (tunarungu). Demikian juga dengan siswa tunagrahita atau siswa tunadaksa. Siswa tunanetra membutuhkan banyak narasi secara verbal karena mereka mampu mendengar dengan baik. Tetapi mereka tidak mampu menangkap informasi visual. Oleh karena itu, konten-konten pembelajaran jarak jauh yang bersifat visual harus diganti atau dileng- kapi dengan penjelasan verbal, atau para tunanetra difasilitasi untuk menggunakan software screen reader ketika bekerja dengan komputer atau lapto- pnya. 101

f. Semakin berat hambatan intelektual siswa, sema- kin berat tantangan dalam pelaksanaan pembelaja- ran jarak jauh berbasis TI. Tantangan ini dapat dia- tasi dengan memaksimalkan peran orang tua (atau pihak lain) untuk mendampingi siswa tunagrahita dalam melaksanakan belajar jarak jauh. g. Semakin rendah usia siswa, semakin besar tantan- gan dalam melaksanakan pembelajaran jarak jauh berbasis TI. Isu ini diduga berkaitan dengan ke- mampuan siswa untuk belajar mandiri, motivasi, kebiasaan dan komitmen belajar, serta kemampuan untuk bekerja dengan menggunakan teknologi in- formasi. Konsekuensi dari prinsip ini adalah per- lunya pemberdayaan orang tua dalam membantu dan mendampingi anaknya menjalani belajar jarak jauh. 4. Prosedur dan Tahapan Ada delapan aspek yang harus ditelaah atau dilakukan dalam mengembangkan dan melaksanakan pembelajaran jarak jauh untuk siswa berkebutuhan khusus, yaitu; (1) menetapkan capaian pembelajaran, (2) menetapkan materi, (3) memilih model belajar jauh, (4) memilih jenis aktivitas atau pengalaman belajar siswa, (5) memilih format untuk mengemas materi/ bahan ajar, (6) memilih media untuk pengiriman bah- 102

an ajar, (7) kegiatan pembelajaran, dan (8) penilaian. Seluruh langkah tersebut dapat dilihat secara skematis pada gambar berikut: Gambar Tahapan dan Prosedur Mengelola Pembelajaran Jarak Jauh Berbasis Teknologi Informasi (TIK) untuk Siswa Berkebutuhan Khusus. (Dok. Asep Supena). a. Guru memilih dan menetapkan capaian pembela- jaran (learning outcome) yang harus dikuasai oleh siswa ABK. Capaian pembelajaran adalah kemam- puan atau kompetensi yang harus dikuasi oleh siswa setelah selesai mengikuti pembelajaran. Pada tahap ini guru memilih dan menetapkan kompeten- si dasar (KD) yang akan dicapai oleh siswa yang ada dalam dokumen kurikulum yang tersedia untuk ti- ap-tiap mata pelajaran. KD yang dipilih oleh guru adalah KD-KD yang berlaku untuk siswa secara umum di kelas yang sama. Setelah menetapkan KD, selanjutnya guru merumuskan kemampuan-ke- mampuan yang lebih spesifik sebagai indikator ke- berhasilan pencapaian KD. Indikator dirumuskan 103

secara spesifik (specific) dan teramati (observable) supaya mudah untuk mengukur keberhasilannya (measurable). Jika pembelajaran menuntut adan- ya modifikasi, maka umumnya guru melakukan modifikasi pada saat merumuskan indikator. Art- inya, guru membuat indikator yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan siswa ABK, sedangkan kompetensi dasarnya masih menggunaakn standar umum. Guru terkadang menetapkan capaian pem- belajaran dengan tidak merujuk kepada dokumen kurikulum, tetapi berdasarkan situasi dan kondisi serta kebutuhan siswa. Hasil studi menunjukkan bahwa selama masa pandemi, guru yang menga- jar siswa tunagrahita di SD inklusif menetapkan capaian pembelajaran yang sesuai dengan kebutu- han saat ini. Misalnya, siswa mampu menggunakan masker secara benar, siswa mampu mencuci tangan secara benar, siswa dapat mengatur jarak pembic- araan yang sehat pada masa pandemi, dll. b. Guru memilih dan menetapkan materi yang akan dipelajari oleh siswa supaya bisa mewujudkan capaian pembelajaran (kompetensi) yang telah ditetapkan. Materi adalah sesuatu yang akan dipe- lajari, dikaji, dibahas, atau dipahami oleh siswa. Bentuknya bisa berupa informasi, konsep, teori, 104

prinsip, prosedur, tema, topik, atau pokok bahasan. Misalnya, capaian pembelajaran yang harus dikua- sai oleh siswa adalah “siswa mampu menggunakan masker penutup hidung dan mulut secara benar”. Pertanyaannya adalah apa materi yang harus dipe- lajari oleh siswa? jawabannya adalah “prosedur penggunaan masker”. Berikut adalah contoh pene- tapan materi yang harus dipelajari oleh siswa un- tuk mendukung capaian pembelajaran. Tabel Contoh Penetapan Materi yang Harus Dipelajari oleh Siswa untuk Mendukung Capaian Pembelajaran. No Capaian Pembelajaran (Kompe- Materi tensi) 1 Siswa dapat menyebutkan ciri he- Ciri hewan serangga wan serangga 2 Siswa apat menyebutkan 3 kota Kota-kota besar di Indone- terbesar di Indonesia secara ber- sia urutan 3 Siswa dapat menjelaskan arti neg- Konsep negara demokrasi ara demokrasi 4 Siswa dapat memakai baju dengan Prosedur memakai baju cara dan urutan yang benar Jika materi-materi tersebut dikumpulkan, kemudi- an ditulis atau disajikan secara sistematis maka kita menyebutnya sebagai “bahan ajar”. Oleh karena itu, setelah guru mengindentifikasi materi-materi yang akan dipelajari oleh siswa, selanjutnya guru harus membuat atau mengembangkan bahan ajar. Bahan ajar bisa berupa buku, modul, diktat atau sekedar 105

tulisan sederhana yang dibuat guru, atau kumpulan materi yang disusun atau dokompilasi oleh guru. c. Memilih model atau tipe belajar jarak jauh yang akan digunakan. Ada dua model utama yang bisa digunakan oleh guru dalam melaksanakan belajar jarak jauh berbasis TI, yaitu (1) synchronous dan (2) Asynchronous. Synchronous artinya pembelaja- ran dilakukan secara live (real time) yakni guru dan siswa berinteraksi secara langsung di waktu yang sama. Misalnya, guru melakukan tatap muka jarak jauh dengan siswa melalui (video call atau video conference) dengan menggunakan Zoom Cloud Meeting, Google Meet, Webex, WhatsApp, atau ap- likasi lainnya. Pembelajaran secara live (real time) juga bisa dilakukan melalui komunikasi tertulis ja- rak jauh (chat) dengan menggunakan WhatsApp, Google Classroom, SMS, Line, Telegram, atau fasil- itas chat lainnya. Asyncronous artinya pembelaja- ran tidak dilakuan secara live (real time). Pada cara ini, guru mengirimkan pesan-pesan pembelajaran pada suatu waktu, kemudian siswa diminta untuk mempelajari atau merespon pesan-pesan tersebut dan mengirimkan hasilnya kepada guru di waktu yang lain. Misalnya, guru mengirim video kepada siswa untuk ditonton dan ada daftar pertanyaan 106

yang harus dijawab terkait isi video. Siswa diminta untuk mencermati isi video kemudian menjawab pertanyaan yang telah disediakan dan mengirim jawabannya kepada guru di waktu yang lain. d. Memilih bentuk aktivitas atau pengalaman belajar yang harus dijalani oleh siswa. Misalnya, siswa di- minta untuk membaca bahan bacaan yang dikirim oleh guru. Siswa diminta untuk menjawab per- tanyaan (kuis) yang dikirim oleh guru. Siswa di- minta untuk menonton video singkat yang dikirim oleh guru dan menjawab beberapa pertanyaan yang menyertai tayangan video. Berikut disajikan beber- apa contoh pengalaman belajar yang dipilih oleh guru untuk diterapkan kepada siswa berkebutuhan khusus dalam seting belajar jarak jauh. Tabel Contoh Pengalaman Belajar Yang Dipilih Oleh Guru Untuk Diterapkan Kepada Siswa Berkebutuhan Khusus Dalam Seting Belajar Jarak Jauh. No Bentuk Bahan Ajar Pengalaman Belajar Siswa 1 Naskah/bahan bacaan dis- • Siswa membaca bahan bacaan, ertai pertanyaan, • Siswa menjawab pertanyaan terkait isi bacaan, • Siswa mengirim jawaban kepa- da guru. 2 Pertanyaan (kuis) • Siswa menjawab pertanyaan (kuis) dan mengirimkan jawa- bannya kepada guru. 107

No Bentuk Bahan Ajar Pengalaman Belajar Siswa 3 Video tentang topik ter- • Siswa menonton video kemu- tentu dian menjawab beberapa per- tanyaan terkait denga isi vid- eo, dan mengirim jawabannya kepafa guru. 4 Gambar disertai per- • Siswa menelaah gambar dan tanyaan menjawab pertanyaan. 5 Tugas untuk mengerjakan • Siswa membuat sesuatu dan atau membuat sesuatu. mengirim hasilnya kepada guru. • Siswa melakukan (memperaga- kan) sesuatu, kemudian hasil- nya direkam (divideokan) dan rekamannya dikirim kepada guru. e. Memilih format untuk mengemas materi/bahan ajar. Misalnya, ketika guru sudah menetapkan un- tuk mengirim bahan bacaan kepada siswa, dalam format apa bahan bacaan akan dikemas? Hasil pen- elusuran di lapangan menunjukkan bahwa ada be- berapa bentuk format yang dipakai oleh guru untuk mengemas bahan tersebut yaitu format word, pdf, atau foto. Berikut disajikan beberapa contoh for- mat pengemasan materi yang dibuat oleh guru dan cara/media pengirimannya kepada siswa. f. Langkah selanjutnya adalah memilih cara atau me- dia yang akan digunakan untuk mengirim konten atau bahan pembelajaran kepada siswa/orang tua. Ada banyak pilihan cara atau media yang bisa dan biasa digunakan oleh guru untuk mengirimkan ba- 108

han belajar kepada siswa adalah WhatsApp, Goo- gle Classroom, Google Drive atau e-mail, dll. Beri- kut disajikan contoh-contoh pilihan format untuk mengemas materi dan media untuk pengiriman konten pembelajaran kepada siswa. Tabel Contoh-Contoh Pilihan Format untuk Mengemas Materi dan Media Untuk Pengiriman Konten Pembelajaran Kepada Siswa. No Bentuk Bahan Format untuk Cara/Media Ajar Mengemas Bahan Ajar Pengiriman Pesan 1 Bahan bacaan Word, pdf, MS Power WhatsApp, Google Point, gambar/foto. Classroom, Google Drive. 2 Pertanyaan Google Form, Quizizz, WhatsApp, Google (kuis) word Classroom, Google Drive. 3 Bahan tayangan/ Video WhatsApp, Google tontonan Classroom, Google Drive. 4 Foto/Gambar Foto/gambar WhatsApp, Google Classroom, Google Drive. g. Melaksanakan pembelajaran. Pada tahap ini guru mengirimkan materi atau bahan ajar kepada siswa atau orang tua siswa. Pengiriman bahan ajar dilakukan melalui beberapa cara/media yaitu WA atau Google Classroom, dan e-mail (lihat bahasan sebelumnya tentang format dan media). Bahan ajar dikemas dalam berbagai format (word, pdf, google form, PPT, quizizz, foto, video dll.) Konten atau ba- han belajar dikirim kepada orang tua, selanjutnya 109

orang tua menyampaikan bahan tersebut kepada siswa dan membimbing anaknya untuk belajar atau mengerjakan tugas sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh guru. Hasil pekerjaan siswa selan- jutnya dikirim kepada guru melalui media yang telah disepakati. Pengiriman dilakukan oleh orang tua atau siswa bergantung kepada kemampuan siswa. Tahap selanjutnya adalah guru memeriksa dan mengoreksi hasil pekerjaan siswa, kemudian memberikan hasilnya (feedback) kepada orang tua atau siswa. Perlu dicatat bahwa siswa ABK yang ti- dak mengalami hambatan intelektual dan berada pada level pendidikan menengah (SMA) umumnya bisa belajar jarak jauh secara mandiri. Pengiriman bahan ajar dari guru bisa langsung disampaikan ke- pada siswa dan pengiriman hasil pekerjaan kepada guru juga bisa dilakukan oleh siswa sendiri. Siswa tunarungu, tunanetra dan tuna daksa yang cerdas di tingkatan SMA umumnya mampu mengikuti pembelajaran jarak jauh secara mandiri. h. Penilaian. Pada akhir semester atau sesi pembela- jaran, guru melalukan penilaian untuk melihat pro- gres atau pencapaian kompetensi pada siswa. Hasil studi lapangan menunjukkan bahwa ada dua jenis penilaian yang dilakukan oleh guru yaitu; (1) pe- 110

nilaian pengetahuan dan (2) penilaian keterampi- lan/kinerja. Penilaian pengetahuan dilakukan da- lam bentuk tes pilihan ganda yang dikemas dalam aplikasi google form. Sedangkan penilaian keter- ampilan (kinerja) dilakukan melalui ujian praktek melalui rekaman video yang diposting di google classroom. Misalnya: siswa diminta untuk memb- aca puisi dan bernyanyi di rumahnya masing-mas- ing dan direkam oleh orang tuanya. Kemudian hasil rekamannya diposting oleh orang tua siswa di goo- gle classroom. Penilaian juga bisa dilakukan dengan cara lain, yaitu portofolio. Guru tidak melakukan ujian (tes) secara khusus untuk mengukur kompe- tensi siswa, tetapi dengan mengumpulkan semua hasil peniaian dan tugas-tugas yang sudah dilaku- kan oleh siswa. C. Penutup Belajar jarak jauh berbasis TI pada siswa berkebutu- han khusus di sekolah inklusif dihadapkan kepada beber- apa tantangan. Pertama, masih terbatasnya ketersediaan perangkat pendukung, baik bersifat hardware (HP atau lap- top) maupun software (jaringan internet, data, aplikasi pen- dukung pembelajaran), baik pada pihak orang tua maupun guru. Kedua, masih rendahnya kemampuan dan kebiasaan dalam menggunakan TI untuk mendukung pembelajaran, 111

baik pada orang tua, siswa ABK, dan juga guru. Ketiga, pe- nilaian hasil belajar jarak jauh belum bisa dilaksanakan dan kontrol secara objektif. Ada beberapa saran yang bisa dipertimbangkan untuk memecahkan tantangan tersebut. Pertama, pemerintah atau lembaga swasta perlu menyiapkan program bantuan untuk menyediakan fasilitas pendukung belajar jarak jauh kepa- da orang tua dan sekolah, berupa perangkat keras (HP dan laptop) dan jaringan internet gratis. Kedua, pelatihan bagi guru dan orang tua tentang pengelolaan belajar jarak jauh berbasis internet. Ketiga, pelaksanaan ujian mungkin bisa dilakukan di sekolah secara bertahap dengan memperhati- kan protocol Covid-19. Dalam satu minggu atau satu bulan ada kesempatan siswa hadir ke sekolah dan digunakan un- tuk melakuan ujian/penilaian. 112

DAFTAR PUSTAKA Garry Hornby (2017). Inclusive Special Education: Evidence-Based Practices for Children with Special Needs and Disabilities. New York: Springer Heidelberg Dordrecht. Kauffman, J. M., & Hallahan, D. P. (Eds.). (2005). The illusion of full inclusion: A comprehensive critique of a current special education bandwagon (2nd ed.). Austin: PRO-ED. Richard Rose and Marie Howley (2007). The Practical Guide to Special Educational Needs in Inclusive Primary Class- rooms. London: Paul Chapman Publishing A SAGE Publica- tions Company. Slee, R. (2011). The Irregular school: Exclusion, Schooling and In- clusive education. London: Routledge.   113

\"Setiap orang memiliki peluang untuk belajar, dalam kondisi yang paling sulit sekalipun.\" (Asep Supena) 114



MENGENAL PERPUSTAKAAN DIGITAL BUKU CERITA ANAK LET’S READ Oleh: Aryasatyani Sintadewi Penanggung jawab Program Let’s Read The Asia Foundation Pendahuluan Di negara kepulauan seperti Indonesia, khususnya di kalangan masyarakat yang jauh dari kota, buku cerita anak berkualitas adalah barang langka. Padahal, terbatasnya ket- ersediaan buku anak usia dini akan menyebabkan rendahnya minat baca dan mengakibatkan terhambatnya perkemban- gan literasi yang akan berpengaruh buruk pada keberhasi- lan mereka di sekolah kelak. Hasil penghitungan Indeks Aktivitas Literasi Memba- ca (Alibaca) yang dilakukan oleh Puslitjak Kemdikbud tahun 2019 di 34 provinsi di Indonesia memperlihatkan bahwa secara nasional termasuk kategori aktivitas literasi rendah, berada di angka 37,32. Nilai tersebut tersusun dari empat indeks dimensi, yaitu, 1) dimensi kecakapan, 2) dimensi ak- ses, 3) dimensi alternatif, dan 4) dimensi budaya. Dari em- pat dimensi tersebut, dimensi akses yang diukur dari akses bahan bacaan di sekolah dan akses di masyarakat, menyum- 116

bang peranan terkecil dalam indeks tersebut. Hal ini menun- jukkan bahwa masih dibutuhkan upaya yang serius untuk meningkatkan akses terhadap bahan bacaan baik di sekolah maupun diluar sekolah (di lingkungan masyarakat). Sebagian besar kita sudah mengetahui beberapa hasil survey tentang literasi di Indonesia. Studi PISA (Programme for International Student Assessment) 2015 yang menya- takan bahwa Indonesia berada di urutan ke 64 dari 72 nega- ra untuk kemampuan membaca, sains dan matematika. Ha- sil Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI)/Indonesia National Assessment Programme (INAP) yang mengukur kemampuan membaca, matematika dan sains bagi anak se- kolah dasar menunjukkan bahwa mereka termasuk dalam kategori kurang dalam kemampuan membaca (46,83%) (Panduan GLS 2017, Kemdikbud). Telah banyak juga dilakukan studi yang meneliti hal-hal yang mempengaruhi hasil survey yang kurang menggembi- rakan tersebut. Berdasarkan hasil kompetensi survei yang dilakukan oleh Perpusnas tahun 2015 yang berjudul “Hasil Kajian Budaya Baca Masyarakat Indonesia” yang dilakukan di 11 provinsi menyatakan bahwa minat dan kemampuan membeli buku rendah serta koleksi buku yang dimiliki re- sponden terbilang kecil yaitu hanya antara 0 s.d. 20 buku. Salah satu asesmen yang dilakukan oleh Early Grade Read- ing Assessment (EGRA) yang didukung dana dari USAID 117

tahun 2014 bahwa hasil survei terhadap 4.812 siswa kelas 2 sekolah dasar menunjukkan tidak sampai setengahnya mahir membaca dan paham apa yang mereka baca. Dalam asesmen tersebut juga ditemukan bahwa terdapat kesen- jangan dalam hal kemampuan membaca yang nyata antara anak-anak di daerah terpencil dengan mereka yang tinggal di daerah nonterpencil. Siswa yang kurang berhasil di ke- las pada tingkat apapun biasanya berasal dari rumah atau sekolah dengan kondisi kurang buku, majalah, koran dan se- bagainya (The Read-Aloud Handbook, 2017, Jim Trelease). Mengenai Let’s Read The Asia Foundation (TAF), sebuah organisasi non-prof- it yang berorientasi pada program-program pengembangan di negara-negara Asia, mengelola suatu program bernama Books for Asia yang menghadirkan buku dan konten digital baru kepada siswa, pendidik, orang tua dan komunitas di 20 negara untuk meningkatkan akses kepada sumber informasi yang penting dan dibutuhkan untuk bertahan hidup dalam berbagai kondisi saat ini. Melalui teknologi dan buku, TAF membangun budaya dan kegemaran membaca sejak usia anak-anak, memberikan dukungan kepada orang tua dan pendidik dalam meningkatkan ketrampilan bahasa baik di lingkungan keluarga maupun sekolah dalam usaha mewu- judkan generasi masa depan yang tangguh dan cerdas yang 118

diharapkan mampu membangun Indonesia yang maju dan sejahtera. Inisiatif digital — Let's Read — membuat, mener- jemahkan, dan mengirimkan konten bahan bacaan anak- anak yang menyenangkan dan edukatif yang dapat di akses secara gratis oleh siapa pun dan di mana pun. Let’s Read memberikan solusi ketersediaan akan buku-buku cerita da- lam bahasa yang mereka gunakan sehari-hari di rumah dan sekolah. Untuk menumbuhkan kecintaan terhadap memb- aca, anak membutuhkan buku dalam bahasa yang sering di- gunakan sehari-hari dengan karakter, tema, dan alur cerita yang mencerminkan kehidupan mereka. Let’s Read merupakan suatu karya yang mengkolab- orasikan keahlian para kreator (penulis dan illustrator) tanah air dengan teknologi digital dalam usaha menciptakan perpustakaan digital yang berisi koleksi bahan bacaan anak- anak dengan konten lokal yang saat ini masih sangat kurang baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Dengan dikem- bangkannya Let’s Read di 20 negara-negara di Asia, maka konten cerita dan bahasa serta budaya sangat beragam, se- hingga dapat menjadi sumber pengetahuan yang multikul- tural bagi pembaca khususnya anak-anak. Dengan meng- gunakan berbagai tema, seperti kesehatan, STEM, berpikir kritis, ketangguhan dan sebagainya, Let’s Read menghadir- kan buku cerita menarik yang tidak hanya bisa dinikmati se- 119

bagai bacaan yang menyenangkan tetapi juga media belajar yang dapat digunakan oleh para orang tua dan guru baik di rumah maupun di ruang kelas. Mengingat pentingnya menciptakan buku cerita yang menyesuaikan dengan tahapan perkembangan anak, selain memiliki keunggulan konten lokal, buku cerita koleksi Let’s Read diciptakan dengan sistem perjenjangan mulai dari tingkat 0 hingga tingkat 5. Perjenjangan ditetapkan ber- dasarkan beberapa aspek antara lain: tema yang sesuai dan kontekstual, jumlah kata dan kalimat, kompleksitas bentuk kata, variasi tipe kalimat. Buku berjenjang bertujuan un- tuk pembentukan karakter dan pengembangan kemampuan serta pemahaman membaca anak secara bertahap. Sebagaimana umumnya suatu perpustakaan, koleksi Let’s Read berasal dari berbagai sumber, yaitu: BookLab - Suatu kegiatan lokakarya (workshop) yang mengumpulkan penulis, ilustrator, dan editor untuk meng- hasilkan buku anak-anak berkualitas dan relevan dengan kehidupan keseharian dalam bahasa Indonesia dan lokal. Rangkaian kegiatan diawali dengan proses seleksi yang cuk- up ketat untuk mendapatkan sejumlah penulis dan illustra- tor. Mereka yang terpilih selanjutnya mengikuti pelatihan dan pendampingan oleh fasilitator ahli dan editor serta de- sainer berpengalaman di bidang penulisan dan desain cerita 120

anak. Sejak tahun 2017 hingga 2020 The Asia Foundation telah menyelenggarakan lima kegiatan BookLab di bebera- pa kota, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Padang Pan- jang. Kurang lebih 60 judul cerita dalam bahasa Indonesia, Jawa, dan Minang telah dipublikasikan di Let’s Read. Salah satu kunci keberhasilan adalah kemitraan dengan pihak-pi- hak yang memiliki visi yang sama. Oleh karena itu The Asia Foundation menjalin kerjasama dengan Yayasan Litara, Fakultas Seni Rupa & Desain – Institut Teknologi Bandung, Institut Seni Indonesia - Padang Panjang & Universitas Neg- eri Surabaya dalam kegiatan BookLab ini. Donasi - Beberapa penerbit, komunitas, perguruan tinggi dan NGO seperti UNICEF, Mizan, Pelangi, KPK, Litara, Seru Setiap Saat, Yayasan Tunas Aksara, Johson & Johnson, mendonasikan buku cerita digital sebagai koleksi perpus- takaan digital Let’s Read supaya selanjutnya dapat lebih mudah dibaca dan dimanfaatkan oleh semakin banyak anak- anak, orang tua, guru, relawan, dan pegiat aktivitas memba- ca di seluruh wilayah Indonesia khususnya, dan di berbagai negara umumnya. Hingga pertengahan tahun 2020, sudah lebih dari 134 negara di dunia yang mengakses Let’s Read. Lokakarya Penerjemahan - Selain dari BookLab dan donasi, aplikasi Let’s Read memiliki fitur penerjemahan yang memungkinkan adanya kolaborasi antara relawan lokal, ahli bahasa serta institusi pendidikan yang memiliki juru- 121

san sastra atau bahasa setempat (contoh: sastra Jawa, Sun- da, Batak, dsb.) atau jurusan terkait lainnya. Para relawan tersebut akan diberi pelatihan bagaimana menerjemahkan suatu cerita dari bahasa asing atau bahasa Indonesia supaya cerita-cerita tersebut tetap sesuai konten asli, ramah anak dan tetap menarik walau dialih-bahasakan ke dalam berb- agai bahasa daerah. Let’s Read akan terus melakukan pen- erjemahan ke bahasa-bahasa daerah lainnya. Selain untuk menambah koleksi bacaan anak berbahasa lokal, kegiatan penerjemahan ini dilakukan untuk membantu melindungi dan melestarikan sekitar 700 bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia hingga saat ini. Sejak diluncurkan pada tahun 2017 hingga saat ini, Let’s Read mempunyai kurang lebih 600 judul cerita anak dengan konten ramah anak dengan 25 lebih jenis bahasa termasuk diantaranya adalah bahasa Indonesia, Jawa, Sun- da, Minang, dan Bali. Cerita-cerita koleksi Let’s Read dikhu- suskan untuk anak-anak usia TK/PAUD dan sekolah dasar walaupun dapat juga dibaca oleh anak-anak di jenjang pen- didikan yang lebih tinggi. Para orang tua, pendidik (guru), relawan atau siapapun yang membutuhkan dapat meman- faatkan bahan bacaan koleksi Let’s Read di manapun dengan atau tanpa internet. Bagaimana cara mengakses Let’s Read? Ada 2 cara mengaksesnya yaitu melalui perangkat ponsel Android dan 122

situs www.letsreadasia.org. Berikut petunjuk awal mengak- ses melalui ponsel: Gambar 1. Buka aplikasi Google Play Gambar 2. Ketik ‘letsread’ di kolom pencarian Gambar 3. Pilih aplikasi berlogo gajah Gambar 4. Tekan “INSTAL” berwarna latar kuning 123

Setelah itu ikuti petunjuk selanjutnya hingga selesai. Berikut adalah tampilan awal di ponsel jika Let’s Read sudah terpasang dengan benar. Gambar 5 Gambar 6. Pencarian buku dapat dilakukan menggunakan tan- da dengan menuliskan judul atau nama penulis/illustrator (Gambar 5). Selain itu, buku cerita dapat dipilih berdasar- kan kelompok bahasa, jenjang (level), atau tema (Gambar 6). Terdapat kurang lebih 27 bahasa, 6 jenjang dan 15 kelompok tema (misal: keluarga, alam, binatang dan sebagainya). Buku dapat dibaca dengan mengetuk salah satu gam- bar sampul buku yang dipilih (Gambar 7). Kemudian ketuk ikon buku berwarna latar oranye (Gambar 8). Setelah be- rada di halaman isi buku, geser layar ke kanan atau ke kiri untuk membolak-balikan halaman. 124

Gambar 7 Gambar 8 Ukuran dan gaya teks dapat di ubah-ubah sesuai kebu- tuhan dan kenyamanan pembaca. Gambar di setiap hala- man dapat diperbesar dan diperkecil dengan cara mengetuk layar ponsel di bagian gambar (ilustrasi). Gambar 9 Gambar 10 125

Perpustakaan digital Let’s Read dapat diakses secara online (memanfaatkan jaringan internet) dan offline (tanpa jaringan internet). Dengan mengunduh dan menyimpan di ponsel, maka buku tetap dapat diakses di lokasi tanpa inter- net. Dengan mengetuk ikon  kemudian tekan ‘UNDUH’ un- tuk mulai mengunduh (Gambar 9), dan tunggu ikon  hing- ga berubah menjadi tanda ‘’ berlatar bulat berwarna hijau (Gambar 10). Untuk menampilkan semua koleksi yang telah diunduh pilih ‘Buku Mode Offline’ (Gambar 9). Salah satu praktik pemanfaatan perpustakaan digital Let’s Read yang berhasil dan dapat menjadi contoh adalah implementasi di 50 sekolah dasar di Kabupaten Bulungan dan kabupaten Malinau (Kalimantan Utara). Rangkaian ke- giatan terdiri dari dua tahap yaitu: (1) tahap uji coba beru- pa pelatihan Training of Trainer (TOT) kepada enam orang guru yang dilanjutkan dengan aktivitas uji coba di kelas se- lama tiga bulan, dan (2) Tahap implementasi yaitu pelatihan kepada 50 orang guru lainnya. Para guru belajar mengenai melaksanakan praktik membaca yang menyenangkan den- gan memanfaatkan perpustakaan digital Let’s Read. Beberapa testimoni dari guru-guru tersebut antara lain: siswa memiliki akses bahan bacaan, siswa lebih tertar- ik dengan kegiatan membaca, menumbuhkan minat mem- baca siswa, meningkatkan interaksi antara guru dan siswa, meningkatkan pemahaman membaca siswa dan mencerita- 126

kan kembali, meningkatkan rasa percaya diri anak, melatih anak lebih fokus, meningkatkan ketrampilan guru memb- acakan nyaring, guru ‘terpaksa’ belajar teknologi terkini (mengoperasikan aplikasi Let’s Read, menghubungkan pon- sel dengan perangkat projector/LCD) (Gambar 11 dan 12). Gambar 11 Gambar 12 Penutup Walaupun buku-buku cetak masih menjadi media yang efektif untuk menyampaikan informasi dan pengetahuan di wilayah-wilayah 3T khususnya karena akses listrik dan in- ternet yang terbatas, buku digital patut dipertimbangkan sebagai bahan bacaan yang mudah diakses dan murah. Se- lain dapat menjadi salah satu alternatif aplikasi pendidikan yang dapat diakses melalui ponsel (di tengah jumlah peng- guna teknologi selular yang semakin meningkat tajam), pe- manfaatan buku digital merupakan usaha untuk menghemat biaya cetak dan mengurangi penggunaan kertas, serta men- gurangi biaya distribusi yang tinggi karena faktor kondisi geografis Indonesia. 127

DAFTAR PUSTAKA Trelease, Jim. (2017). The Read-Aloud Handbook: Membacakan Buku dengan Nyaring, Melejitkan Kecerdasan Anak. Pen- erbit Noura. Solihin, Lukman, dkk. (2019). Indeks Aktivitas Literasi Membaca. Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendi- dikan dan Kebudayaan. 128

Aryasatyani Sintadewi lahir di Jakarta, 8 Mei 1963. Lu- lusan sarjana peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan program MM fresh graduate - Wijawiyata Manajemen PPM serta sempat mengenyam pendidikan S2 di Jurusan Kese- jahteraan Sosial FISIP Universitas Indonesia. Pernah bekerja di Accenture (dulu Andersen Consulting), Mincom Indone- sia dan Cyborg dengan bidang kekhususan pengembangan perangkat lunak sumber daya manusia. Aryasatyani Sintadewi bergabung dengan The Asia Foundation sejak 2006 yang kemudian memperkenalkann- ya lebih jauh dengan hal-hal terkait literasi dan pendidikan. Berpengalaman 10 tahun mengelola program donasi buku ‘Books for Asia’ yang merupakan program spesifik The Asia Foundation sejak 1955, yang setiap tahun mendistribusikan 40,000 – 50,000 eksemplar buku-buku cetak ke berbagai lembaga dan institusi pendidikan di ndonesia. 129

Aryasatyani Sintadewi merupakan penanggung jawab program Let’s Read yaitu aplikasi perpustakaan cerita anak yang dikembangkan oleh The Asia Foundation sejak tahun 2017 di Indonesia. Salah satu tugas utamanya adalah me- mastikan perpustakaan digital ini dapat diakses dan diman- faatkan seluas-luasnya oleh anak-anak, orang tua dan pen- didik antara lain dengan cara menjalin kemitraan dengan berbagai lembaga pemerintahan, komunitas, asosiasi dan sektor swasta yang memiliki kegiatan terkait dengan litera- si. Tugas penting lainnya adalah selalu mengusahakan agar koleksi cerita di perpustakaan digital Let’s Read bertambah melalui lokakarya penerjemahan (ke bahasa Indonesia dan bahasa daerah), donasi dan lokakarya penulisan cerita anak bekerja sama dan berjejaring dengan komunitas penulis, il- lustrator, editor serta kelompok pemerhati buku cerita anak di Indonesia dan Asia.   “Kegagalan terbesar kita sebagai manusia adalah ketika kita berhenti untuk belajar.” (Aryasatyani Sintadewi) 130

PENUTUP Pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia sejak Maret 2020 sampai dengan saat ini jangan sampai menurunkan semangat para pen- didik dan tenaga kependidikan dalam mendidik para peserta didik. Jus- tru kondisi ini harus menjadi momentum untuk berpikir dan berkarya semakin kreatif dalam melaksanakan pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik. Seorang guru kreatif tentunya tidak “mati gaya” saat men- yampaikan materi belajaran. Selalu saja ada terobosan dan kreativitas baru yang dihasilkannya. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebu- dayaan pun terus berupaya mencari terobosan dalam memberikan layanan pendidikan di masa pandemi dan terus melakukan evaluasi terkait kebijakan yang telah digulirkan terkait dengan Pembelajaran Ja- rak Jauh (PJJ) agar pelaksanaannya semakin baik dan hak peserta didik untuk mendapatkan pendidikan tetap bisa terpenuhi. Selain itu, perlu sinergi, kolaborasi, dan saling mendukung dari berbagai pihak terkait dalam mencari solusi dari tantangan yang dihadapi. Tulisan-tulisan para ahli, pakar, dan praktisi pendidikan yang ada pada buku bunga rampai yang dihimpun dari materi webinar GTK ini merupakan salah satu upaya nyata mencari solusi dengan harapan bisa memotivasi dan menginspirasi bagi para pendidik dan tenaga kepen- didikan dalam mengelola dan pelaksanakan PJJ di masa pandemi. Para pembaca, khususnya pendidik dan tenaga kependidikan selain dapat menambah wawasannya terkait konsep dan implementasi PJJ di masa pandemi pada buku ini, juga diharapkan untuk menambah wawasann- ya dari sumber-sumber lainnya, sehingga PJJ di sekolah masing-masing dapat semakin baik. Sampai saat ini belum ada satu pun hasil penelitian yang bisa memprediksikan kapan pandemi ini akan berakhir. Oleh karena itu, se- tiap orang, termasuk para pendidik dan tenaga kependidikan harus siap dengan berbagai kemungkinan, termasuk PJJ yang diperpanjang lagi hingga kegiatan tatap muka memungkinkan untuk dilaksanakan, faktor kesehatan dan keselamatan pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik yang menjadi pertimbangan utama. Adaptasi Kebiasan Baru (AKB) menjadi hal penting untuk dilakukan agar para pendidik dan tenaga

kependidikan dapat bekerja dengan lancar, aman, dan nyaman. Di masa PJJ ini, para pendidik dan tenaga kependidikan selain dituntut untuk berpikir secara keatif dan solutif dalam melaksanakan pembelajaran, juga harus bisa menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua/wali siswa karena peran mereka sangat penting untuk men- dampingi anak-anak Belajar Dari Rumah (BDR). Pada beberapa kasus yang pernah viral di media sosial menunjuk- kan bahwa orang tua/wali siswa kebingungan dan tidak dapat melaku- kan pendampingan dengan BDR dengan baik kepada anaknya. Kebin- gungan tersebut disebabkan karena kurangnya pengetahuan mereka bagaimana cara mendampingi anak selama BDR. Akibatnya yang terjadi justru perundungan dari orang tua kepada anaknya, khususnya yang ma- sih belajar di sekolah dasar. Oleh karena itu, para pendidik pendidik per- lu membantu memberikan gambaran peran orang tua dalam PJJ, karena hal tersebut merupakan bentuk kolaborasi antara pendidik dan orang tua selama PJJ. Selain melakukan berbagai upaya agar PJJ semakin baik, mari kita berdoa kepada Tuhan YME agar pandemi ini segara berakhir. Para pendidik tentunya sudah rindu bertatap muka secara langsung dengan para peserta didiknya. Begitu pun para peserta didik sudah rindu ingin bertemu dengan para gurunya. Ada sebuah kebahagiaan dan kepuasaan tersendiri saat pendidik dan peserta didik bisa bertemu secara langsung dalam pembelajaran tatap muka. Kegiatan pembelajaran secara tatap muka dapat membangun chemistry atau kedekatan psikologis dan emo- sional antara pendidik dan peserta didik. Hal tersebut tentunya akan mendukung dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Mari kita petik hikmah dari musibah, jangan terus kita berkeluh kesah. Mari jaga imun tubuh jangan sampai lemah. Berikhtiar dan ber- doa semoga kita terhindar dari wabah.


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook