Volume 6 Nomor 2 Tahun 2020 PENGANTAR REDAKSI P uji Syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga proses penyusunan dan pencetakan Jurnal Widyaiswara Hukum dan HAM Volume 6 Nomor 2 Tahun Anggaran 2020 dapat terlaksana. Jurnal Widyaiswara hadir sebagai media dan wadah pengembangan Widyaiswara dalam menyampaikan pemikiran-pemikiran dalam bentuk karya tulis ilmiah yang selaras dengan kompetensinya. Jurnal Widyaiswara Volume 6 Nomor 2 Tahun Anggaran 2020 ini memuat 5 (lima) buah artikel dari penulis yang berasal dari Widyaiswara Ahli Utama dan Madya di lingkungan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Dosen pada Politeknik Imigrasi. Tema artikel-artikel tulisan sebagian besar mengenai pengembangan kompetensi dan penggunaan Teknologi Informasi dalam proses transfer informasi. Meskipun saat ini sedang terjadi pandemi covid-19 namun tidak membuat para penulis berhenti untuk menyajikan karya tulis yang lugas dan menghadirkan sudut pandang yang menarik. Adapun artikel-artikel dalam penerbitan jurnal ini antara lain : 1. “Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Berbasis Kompetensi dan Komitmen Pegawai Untuk Meningkatkan Kinerja Organisasi” oleh Nurrohma yang menelaah strategi yang dapat dipilih berdasarkan indikator kompetensi dan komitmen pegawai, 2. “Potret Pelaksanaan Pelatihan Fungsional Analis Keimigrasian Ahli Pertama Dengan Metode Pembelajaran Jarak Jauh” oleh Ohan Suryana yang membahas penggunaan teknologi dalam menghadirkan solusi dalam menjalankan proses pembelajaran ditengah pandemi. 3. “Rumah Belajar : Model Berbagi Pengetahuan dalam Corporate University Kementerian Hukum dan HAM” oleh Dwi Prasetyo Santoso menjabarkan bagaimana bahwa Jurnal i WIDYAISWARA
Volume 6 Nomor 2 Tahun 2020 kompetensi dan teknologi tidak dapat dipisahkan, seiring dengan berjalannya waktu kita harus bisa mengikuti dan menghadirkan solusi-solusi yang efektif. 4. “Konfigurasi Politik Penanganan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia” oleh Muh. Khamdan menghadirkan artikel dari sisi hukum dengan gaya bahasa yang mudah dimengerti oleh pembaca untuk memahami urgensi penanganan tindak pidana terorisme . 5. “Tinjauan Public Service Motivation Sebagai Faktor yang Meningkatkan Sikap Integritas Pada Pegawai Negeri Sipil’ oleh Budy Mulyawan menjabarkan kaitan antara motivasi pelayanan publik dengan integritas pegawai, dimana motivasi ini terbagi menjadi dua tipe yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Akhir kata Redaksi mengucapkan terimakasih kepada para penulis yang telah berpartisipasi mengirimkan artikel. Jurnal ini diharapkan dapat menjadi rujukan pembaca untuk memperkaya wawasannya, disamping masih banyak kekurangan-kekurangan yang terdapat di jurnal ini. Kami selaku Redaksi mengharapkan kritik dan saran untuk mengembangkan kualitas jurnal ini menjadi lebih baik lagi. Pimpinan Redaksi, Suwandi, SH., MH. ii Jurnal WIDYAISWARA
Volume 6 Nomor 2 Tahun 2020 KATA SAMBUTAN P uji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya Jurnal Widyaiswara Nomor 2 Tahun 2020 telah diterbitkan. Terdapat 5 (lima) Karya Tulis Ilmiah yang merupakan hasil penelitian dan kajian dari Widyaiswara Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia. Semua Karya Tulis Ilmiah yang diterbitkan telah melewati proses telaah oleh 3 (tiga) orang reviewer/ Mitra Bestari. Karya Tulis Ilmiah (KTI) Widyaiswara adalah karya tulis ilmiah yang disusun secara substantif terkait dengan tugas dan fungsi Widyaiswara dalam lingkup pendidikan, pengajaran, dan pelatihan dalam rangka pengembangan spesialisasi Widyaiswara. Tujuan dari pembuatan Jurnal Widyaiswara ini adalah untuk menyebarluaskan informasi kemasyarakat terkait teknis pekerjaan dan tugas fungsi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sehingga dapat bermanfaat bagi pengembangan kompetensi pegawai. Pada Jurnal Widyaiswara edisi ini terdapat beberapa tulisan terkait dengan Rumah Belajar : Model Berbagi Pengetahuan dalam Corporate University Kementerian Hukum dan HAM (ditulis oleh Dwi Prasetyo Santoso, Widyaiswara Ahli Utama), Potret Pelaksanaan Pelatihan Fungsional Analis Keimigrasian Ahli Pertama Dengan Metode Pembelajaran Jarak Jauh (ditulis oleh Ohan Suryana, Widyaiswara Ahli Utama), Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Berbasis Kompetensi dan Komitmen Pegawai Untuk Meningkatkan Kinerja Organisasi (ditulis oleh Nurohma, Widyaiswara Ahli Madya), Konfigurasi Politik Penanganan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia (ditulis oleh Muh. Khamdan, Widyaiswara Ahli Madya) dan Tinjauan Public Service Motivation sebagai Faktor yang Meningkatkan Sikap Integritas pada Pegawai Negeri Sipil (ditulis oleh Budy Mulyawan, Lektor Politeknik Imigrasi). Jurnal iii WIDYAISWARA
Volume 6 Nomor 2 Tahun 2020 Dalam kesempatan ini, kami atas nama Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada semua pihak atas dukungan dan kontribusinya dalam penyelesaian Jurnal Widyaiswara ini. Segala kritik dan saran sangat kami harapkan guna peningkatan kualitas publikasi ini. Semoga jurnal ini dapat berkontribusi positif bagi para pembacanya dan juga untuk Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Jakarta, Desember 2020 Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia, Dr. Asep Kurnia iv Jurnal WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 RUMAH BELAJAR: MODEL BERBAGI PENGETAHUAN DALAM CORPORATE UNIVERSITY KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM DWI PRASETYO SANTOSO Widyaiswara BPSDM Kemenkumham [email protected] ABSTRAK Sejak dua dekade, corporate university merupakan topik baru yang terus bergulir. Pada awalnya digunakan oleh sektor privat dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM). Selanjutnya merambah ke Perbankan, Garuda Indonesia, PLN, Telkom dan sederat lembaga privat telah melaksanakan corporate university dalam menerapkan strategi manajemen SDM. Diikuti oleh Kementerian Keuangan sebagai leading sector instansi publik yang menerapkaan corporate university. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) juga telah mencanangkan penerapan corporate university sejak Desember 2019. Tulisan ini membahas bagaimana menerapkan model knowledge sharing dalam corporate university Kemenkumham. Pembangunan Rumah Belajar dan dukungan teknologi informasi merupakan jawaban permasalahan tersebut. Metode penulisan menggunakaan studi kepustakaan dengan mengumpulkan data sekunder berupa literatur jurnal dan buku serta berbagai referensi yang relevan dengan pembahasan. Kata Kunci: Corporate University, Berbagi Pengetahuan, Rumah Belajar ABSTRACT Since two decades, corporate university is a new topic that continues to roll. Initially used by the private sector in developing human resources (HR). Subsequently penetrated into banking, Garuda Indonesia, PLN, Telkom and a number of private institutions Jurnal 1 WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 have implemented corporate universities in implementing HR management strategies. Followed by the Ministry of Finance as the leading sector for public agencies implementing corporate universities. The Ministry of Law and Human Rights (Kemenkumham) has also launched the implementation of a corporate university since December 2019. This paper discusses how to apply the knowledge sharing model in the Kemenkumham corporate university. The construction of learning houses and information technology support are the answers to these problems. The writing method uses literature study by collecting secondary data in the form of journal literature and books as well as various references relevant to the discussion. Keywords: Corporate University, Knowledge Sharing, Learning House I. Pendahuluan C orporate University (Corpu) merupakan tren yang mewabah ke beberapa instansi pemerintah dari sektor privat. Dalam dua dasawarsa sejak tahun 1980an Corpu mengalami perkembangan yang sangat pesat. (Blass, 2005). Keberhasilan Kementeriaan Keuangan sebagai leading sector dalam mengembangkan Corpu cukup berhasil sebagai percontohan. Walau meniru dan memodifikasi dari pendahulunya di lingkungan BUMN seperti Perbankan (Bank Mandiri, BNI), Garuda Indonesia, PLN, Telkom yang telah menerapkan Corpu sebagai strategi pengembangan sumber daya manusia. Geliat Corpu juga merambah Kementerian Hukum dan HAM yang mencanangkannya sejak Desember 2019. Artinya, Kementerian Hukum dan HAM segera mewujudkan organisasi pembelajar sekaligus individu pembelajar bagi pegawainya. Cara yang ditempuh tentu dengan meningkatkan knowledge para pegawainya. Sebagai kementerian yang cukup besar dengan 11 unit utama dan 33 kantor wilayah tentu akan mengalami kendala dalam mewujudkan hal ini. Karenanya diperlukan sistem pengelolaan manajemen atau knowledge management system sebagai sarana pembelajar (learning management system/LMS). 2 Jurnal WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 Agar pengetahuan yang dimiliki oleh para pegawai Kementerian Hukum dan HAM lebih merata tentu dibutuhkan penyebaran pengetahuan. Dengan demikian, Corpu merupakan jembatan dalam membantu menyebarkan pengetahuan. Corpu merupakan kendaraan untuk melakukan transfer pengetahuan yang terintegrasi serta inovasi - baik di dalam maupun di antara organisasi. (Rademarks, 2005). Banyak model knowledge sharing, selanjutnya disebut berbagi pengetahuan, dalam lembaga pelatihan seperti pelatihan dengan model tatap muka maupun e-learning, workshop/forum grup discussion (FGD), coaching dan mentoring, publikasi. Salah satu upaya yang ditempuh Kementerian Hukum dan HAM yaitu membangun rumah belajar sebagai LMS sebagaimana gagasan Kepala BPSDM dalam rapat tim penyusunan modul. Rumah Belajar ini sebagai wadah penyebaran pengetahuan ke seluruh pegawai dari Sabang hingga Meuroke. Terjadilah berbagi pengetahuan terhadap para pegawai Kementerian Hukum dan HAM. Lalu, bagaimana mekanisme berbagi pengetahuan melalui rumah belajar tersebut? Karya ilmiah ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui model berbagi pengetahuan yang dilakukan oleh BPSDM Hukum dan HAM. II. Metodologi Karya tulis ini menggunakan metode pengumpulan data melalui studi pustaka dari beberapa jurnal, artikel ilmiah, buku, atau berbagai berita media cetak serta observasi. Pengumpulan data dan observasi dilakukan di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM selama 1 (satu) bulan terakhir ini. Pengolahan data dilakukan mulai inventarisasi dan pemilihaan data yang relevan dengan pokok bahasan, selanjutnya dikelompokkan untuk digunakan dalam bahasan per sub bab. Adapun analisa data dilakukan secara deskriptif kualitatif, di mana data yang terkumpul dideskripsikan untuk mendukung pembahasan sehingga memudahkan pengambilan kesimpulan. III. Pembahasan Berbagi pengetahuan merupakan bagian dari sistem pengelolaan pengetahuan. Berbagi pengetahuan dianggap sebagai pendorong utama untuk manajemen pengetahuan (Emad Abu-Shanab, 2014), dan terkadang istilah keduanya digunakan secara bergantian. (Lee, 2018). Pengetahuan yang dikelola meliputi tacit dan explicit knowledge. Jurnal 3 WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 Tacid knowledge merupakan pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki oleh seseorang. Karenanya yang dapat mengartikan pengetahuan tersebut adalah si empunya. Berbeda dengan explicit knowledge sebagai pengetahuan yang telah terdokumentasi baik dalam bentuk buku, jurnal, artikel maupun bentuk lainnya. Oleh sebab itu mudah dipahami orang lain yang ingin mengetahui pengetahuan tersebut. Dengan demikian tacit knowledge merupakan pengetahuan yang tersembunyi di dalam diri seseorang dan diekspresikan melalui kemampuan dalam bentuk learning by doing by watching. Transfer pengetahuan ini dilakukan secara tatap muka orang per orang. Selanjutnya explicit knowledge merupakan pengetahuan yang mudah didokumentasikan dan dibentuk. Bisa dibuat, ditulis, ditransfer melalui lisan. (Tasmin, 2014). Pengertian berbagi pengetahuan dapat dilihat dari perspektif dan ragam yang berbeda. Oleh sebab itu, tidak ada definisi yang sama dan baku. Pemahaman berbagi pengetahuan merupakan sebuah pertukaran pengetahuan antar dua individu, di mana seseorang mengkomunikasikan pengetahuan dan seorang lainnya menerima pengetahuan tersebut (Jacobson, 2008). Perspektif lain tentang berbagi pengetahuan juga dikatakan sebagai proses. Berbagi pengetahuan merupakan proses pertukaran pengetahuan (keterampilan, pengalaman, dan pemahaman) di antara peneliti, pembuat kebijakan, dan penyedia layanan. (Tsui, 2006). Hal ini juga sejalan dengan definisi lain bahwa berbagi pengetahuan antar individu merupakan proses beralihnya pengetahuan milik seseorang yang kemudian dikonversi ke dalam satu bentuk yang dapat dimengerti, diserap, dan digunakan oleh orang lain. (Ipe, 2003). 1. Substansi Rumah Belajar Pengelolaan pengetahuan menjadi kebutuhan pokok bagi suatu organisasi guna mengembangkan kompetensi sumber daya manusia. BPSDM Hukum dan HAM berinisiasi membuat rumah belajar sebagai sistem pengelolaan pengetahuan. BPSDM Hukum dan HAM, dengan memanfaatkan kondisi kehidupan pembelajaran saat ini di mana Instansi Pemerintah harus mampu menyediakan dan memberikan pembelajaran kepada seluruh pegawainya, karena Pegawai mempunyai hak untuk memperoleh pembelajaran guna meningkatkan kompetensi pada setiap bidang tugas sebesar 20%. Ini artinya BPSDM sebagai Unit Pembelajaran dan Pelatihan 4 Jurnal WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 di Kementerian Hukum dan HAM RI harus dapat memenuhi hak seluruh pegawai. Namun adanya berbagai keterbatasan baik penganggaran, waktu dan kesiapan SDM maka saat ini BPSDM Hukum dan HAM bergerak kearah kebijakan pembelajaran dengan membangun Rumah Belajar yang sedang dirintis untuk menyediakan bahan ajar, perpustakaan yang tentu saja harus bisa diakses melalui media Informasi yang juga harus dimiliki oleh BPSDM, sehingga Pegawai tidak harus berbondong-bondong ke BPSDM untuk mengikuti Pelatihan. Rumah belajar ini akan menyediakan berbagai pengetahuan yang dapat diakses kapan dan di mana saja oleh para pegawai Kementerian Hukum dan HAM. Dengan demikian, rumah belajar dapat menjadi sarana pemenuhan 20 jam pelajaran per tahun atas pengembangan kompetensi PNS sebagaimana amanat Pasal 203 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Rumah belajar juga membantu para pegawai yang berada di unit pelayanan teknis di mana rentang kendali yang jauh baik dari sisi jarak maupun hubungan struktural dengan pusat, memahami tugas dan fungsi Kementerian Hukum dan HAM secara menyeluruh. Pengetahuan tersembunyi yang berasal dari dan dimiliki oleh orang per orang (tacit knowledge) telah ditulis dan didokumentasikan menjadi pengetahuan yang secara eksplisit dapat dibaca dan diakses oleh para pegawai Kementerian Hukum dan HAM. Bentuk pengetahuan eksplisit tersebut berupa modul best practice yang disusun oleh para pegawai di lingkungan unit teknis Kementerian Hukum dan HAM, yaitu antara lain modul bidang: fasilitatif seperti kesejahteraan pegawai, pengelolaan barang milik negara, WBK & WBBM, reformasi birokrasi, pengadaan barang dan jasa, perbendaharaan, revisi anggaran pengawasan seperti SAKIP, penyelenggaraan pengawasan, reviu laporan keuangan, penjatuhan hukuman disiplin pelayanan badan hukum, pengangkatan dan pemberhentian PPNS, kewarganegaraan Jurnal 5 WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 penilaian kompetensi dan pelatihan Pembimbing Kemasyarakatan dan Sistem Pidana Peradilan Anak (SPPA), penyusunan standar kompetensi dan pelaksanaan uji kompetensi di BPSDM Hukum dan HAM pelayanan hukum hak cipta, desain industri dan Lembaga Manajemen Kolektif, pelayanan hukum sengketa kekayaan intelektual, pelayanan merek dan indikasi geografis diseminasi HAM, penyebaran informasi HAM, pelayanan komunikasi masyarakat, materi HAM dalam peraturan perundang-undangan penelitian dan pengembangan hukum dan HAM penyusunan naskah akademik, pelayanan bantuan hukum, analisis peraturan perundang-undangan, pengelolaan jaringan dan dokumentasi, kadarkum fasilitasi perancangan peraturan perundang-undangan, litigasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan ekstradisi, intelijen, cekal, izin tinggal keimigrasian, pengawasan keimigrasian bidang penindakan dan penanggulangan, pelayanan tahanan, pencegahan dan pemeliharaan keamanan Sebagaimana diketahui bahwa model berbagi pengetahuan meliputi 2 jenis yaitu a. Client-Server (C/S)-based knowledge sharing; dan b. Peer-to-Peer (P2P)-based knowledge sharing. (Lu Zhen, 2010). Model berbagi pengetahuan melalui modul best practice ini bukan berbasis peer to peer di mana setiap orang dapat membagi pengetahuannya kepada pegawai lain. Namun menggunakan model client-server, di mana pengetahuan yang berserakan di beberapa unit dikumpulkan dalam server yang terpusat. Selanjutnya semua pegawai (client) dapat mengakses dan memanfaatkan pengetahuan yang disediakan dalam server terpusat tersebut dengan kontrol dari pusat. Artinya, setiap pegawai tidak dapat berkomunikasi kepada sesama pegawai. Melalui model ini, mekanisme berbagi pengetahuan akan membantu dan menguntungkan organisasi. Kementerian Hukum dan HAM membutuhkan dukungan pengetahuan dari para pegawainya. Karenanya berbagi pengetahuan yang beragam yang dimiliki pegawai akan 6 Jurnal WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 membantu meningkatkan kemampuan organisasi untuk melakukan inovasi. Di samping itu, juga akan meningkatkan kemampuan dan inovasi masing-masing pegawai. Berbagi pengetahuan berarti menyebarkan ide-ide inovatif sehingga dapat memacu kreativitas pegawai. Kreativitas membutuhkan sumber daya antara lain materi, waktu, pengetahuan. Pengetahuan ini merupakan sumber yang paling penting guna memfasilitasi individu dalam melakukan kreativitas. (Shalley, 1995). 2. Dukungan Teknologi Informasi Model client-server membutuhkan teknologi informasi guna menjalankan konsep berbagi pengetahuan. Dalam penelitian di perguruan tinggi juga disimpulkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi knowledge sharing yaitu faktor teknologi Informasi. (Sarja, 2014). Dikuatkan juga pendapat bahwa teknologi informasi sebagai fasilitator dalam praktik berbagi pengetahuan dalam suatu organisasi. (McAdams, 2010) Dukungan teknologi informasi ini antara lain berupa portal web yang diperlukan untuk menyediakan database elektronik berupa modul best practice sehingga dapat ditemukan dengan mudah oleh para pegawai Kementerian Hukum dan HAM. Aplikasi untuk melacak modul yang dipilih (search engine) juga sangat diperlukan. Hal ini akan sangat membantu publikasi pengetahuan yang telah dikodifikasikan dalam bentuk modul tersebut. Kemudian juga penyediaan sistem jaringan dan ip address, internet dan intranet untuk memudahkan berbagi pengetahuan di internal pegawai BPSDM. Secara komprehensif kebutuhan dukungan teknologi informasi untuk berbagi pengetahuan yaitu: (Setiawan, 2013) a. Groupware Systems b. The Intranet and Extranet Intranet c. Data Warehousing, Data Meaning d. Decision Support Systems (DSS) Tools e. Content Management Systems f. Document Management Systems Tools g. Intelligent Filtering Tools h. Adaptive Technologies Tools Jurnal 7 WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 Groupware System merupakan sebuah tools yang berupa perangkat lunak seperti: Email & messaging, Schedule & group calendar, E-meeting system, Real-time conference, Non-real- time conference, Group documents management. Adapun teknologi groupware dapat dikategorikan berdasarkan dua dimensi utama yaitu beroperasi pada saat yang sama (synchronous) atau waktu yang berbeda (asynchronous) dan beroperasi pada lokasi yang sama (colocation) atau lokasi yang berbeda (non- colocation). The Intranet and Extranet Intranet merupakan tools yang memanfaatkan suatu teknologi jaringan. Tools ini berperan dalam menghubungkan setiap individu di dalamnya agar dapat melakukan suatu pertukaran informasi atau pun suatu data di organisasi/perusahaan. Namun tools ini memberikan suatu batasan tidak semua orang mendapatkan akses untuk mendapatkan informasi atau data. Data Warehouse & Mining Tools ini terdiri dari suatu teknik dan aplikasi yang digunakan untuk mendapatkan berbagai informasi yang ada di dalam suatu database organisasi. Tools ini secara otomatis akan mengekstrak informasi prediktif dari database berdasarkan analisis statistik yang dikombinasikan dengan suatu teknik pemodelan dan teknologi database. Selain itu tools ini dapat mendeteksi hubungan data, dan kemudian mendapatkan suatu prediksi ke depannya berdasarkan data yang terkumpulkan. Decision Support Systems (DSS) Tools di dalam knowledge management yang memiliki peran bagi sebuah organisasi atau perusahaan dalam membantu membuat suatu keputusan. Tools ini berjalan dengan menggunakan berbagai informasi yang ada di dalamnya yang diolah sehingga menjadi sebuah informasi yang baru. Informasi yang baru ini, yang digunakan oleh DSS untuk memberikan berbagai pilihan/solusi berdasarkan individu yang menggunakannya. Content Management Systems. Salah satu tools knowledge management ini, memiliki peran dalam pengelolaan suatu konten yang memiliki nilai di mana konten tersebut masih berguna dalam periode tersebut. Periode konten biasanya akan dimulai dari pembuatan konten, penanganan beberapa perubahan serta 8 Jurnal WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 update, penggabungan, peringkasan, dan pengemasan ulang lainnya, dan biasanya akan diakhir dengan pengarsipan. Document Management Systems Tools yang berperan dalam melakukan suatu pengolahan data berdasarkan sistem dokumentasi yang ada, di mana sistem ini mengatur data, dokumen, dan sebagainya yang terdapat pada organisasi. Tools ini akan melakukan suatu pengumpulan, pengelompokan, dan lainnya pada data yang ada. Intelligent Filtering Tools, secara umum dapat didefinisikan sebagai sebuah software program yang dapat membantu penggunanya, seperti membantu dalam pengumpulan informasi, berita, dan sebagainya. Software program ini bertindak berdasarkan kecerdasan yang dimilikinya, serta dapat belajar dan meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugasnya. Adaptive Technologies Tools yang digunakan untuk mendapatkan target konten yang lebih baik pada seorang knowledge worker yang spesifik atau sekelompok knowledge worker tertentu yang berbagi kebutuhan dalam suatu pekerjaan. Tools ini bersifat mengadaptasi keadaan lingkungan sesuai dengan yang dibutuhkan. IV. Kesimpulan Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan model berbagi pengertahuan (knowledge sharing) dalam Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia corporate university menggunakan Rumah Belajar yang berisi beberapa modul best practice yang ditulis dari sekumpulan pengetahuan yang tersembunyi (tacid konowledge). Modul best practice tersebut meliputi seluruh pengetahuan yang letaknya berserakan di beberapa unit organisasi Kementerian Hukum dan HAM kemudian dikumpulkan dalam Rumah Belajar. Agar kegiatan berbagi pengetahuan ini dapat berjalan dengan baik membutuhkan dukungan teknologi informasi. Oleh sebab itu dibutuhkan seperangkat sarana teknologi informasi. In Shaa Allah harus terwujud dan segenap jajaran BPSDM sudah mulai bergerak ke arah itu. Jurnal 9 WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 Daftar Pustaka Blass, E. (2005). The rise and rise of the Corporate University. Journal of European Industry Training, 58-74. Emad Abu-Shanab, M. H. (2014). Knowledge Sharing Practices and the Learning Organisation: A Study. The IUP Journal of Knowledge Management, 38-50. Ipe, M. (2003). Knowledge Sharing in Organisation: a Concept Framework. Human Resource Development Review, 337-359. Jacobson, C. M. (2008). Retrieved from https://pdfs.semanticscholar.org /2c52/d21607fb7175a83210a13e4ec6140334a164.pdf: www.igi.global.com/chapter/knowledge sharing-between- individuals/25206 Lee, J. (2018). The Effects of Knowledge Sharing on Individual Creativity in Higher Education Institution: Socio Technical View. Journal Administrative Science, 1-16. Lu Zhen, Z. H. (2010). Distributed recommender for Peer to Peer Knowledge Sharing. Information Sciences Journal, 3546-3561. McAdams, S. A. (2010). The Relationship among Organizational Knowledge Sharing Practices, Employees’ Adaptability, and Employees’ Job Satisfaction: An Empirical Investigation of the Listed Manufacturing Companieis in Jordan. Interdiciplinary Journal of Information Knowledge and Management, 328-350. Rademarks, M. (2005). Corporate universities: driving force of knowledge innovation. Juornal of Workplace Learning, 130-136. Sarja, N. L. (2014). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Knowledge Sharing pada Perguruan Tinggi. Jurnal Eksplora Informatika, 181-192. Setiawan, S. D. (2013). Knowledge Management : Konsep dan Metodologi. Ultima InfoSys Jurnal, 11-17. Shalley, C. E. (1995). Effects of Coaction, Expected Evaluation, and Goal Setting on Creativity and Productivity. Academic of Management Journal, 483-503. Tasmin, M. S. (2014). Knowledge SHARING Practice In Organization. International Conference on Ethics and Professionalism 2010 (ICEP 2010), 797-803. Tsui, L. (2006). A Hand Book on Knowledge Sharing. Alberta: Community-University Partnership. 10 Jurnal WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 POTRET PELAKSANAAN PELATIHAN FUNGSIONAL ANALIS KEIMIGRASIAN AHLIPERTAMA DENGAN METODE PEMBELAJARAN JARAK JAUH Ohan Suryana Widyaiswara BPSDM Hukum dan HAM RI [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan Pelatihan Fungsional Analis Keimigrasian Ahli Pertama dengan metode pembelajaran jarak jauh. Metode penelitian menggunakan Analisis Skala Likert dan Skala Diferensial Semantik melalui penyebaran kuesioner kepada peserta Pelatihan Fungsional Analis Keimigrasian Angkatan XII, XIII dan XIV Tahun Anggaran 2020 dengan total 100 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta pelatihan memberikan respon yang positif terhadap pelaksanaan pelatihan. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis menggunakan Kirkpatrick Evaluation Model dengan fokus utama pada reaction dengan kisaran angka 80 dari skala 100. Dimensi Reaction antara lain Relevansi; Efektivitas; Dampak dan Pelaksanaan. Kesimpulan kajian adalah terdapat relevansi, efektivitas, dampak dan pelaksanaan pada pelatihan fungsional analis keimigrasian ahli pertama. Kata Kunci: Pelatihan Fungsional Analis Keimigrasian, Pembelajaran Jarak Jauh, Evaluasi ABSTRACT This study aimsto evaluate the implementation of The First Expert Immigration Analyst Functional Training using distance learning methods. The research methoduses Likert Scale A nalysis and Semantic Differential Scaleby distributing question naires to participants of the batch XII, XIII and XIV of function alanalysis training Jurnal 11 WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 participants for the 2020 fiscal year with a total of 100 respondents. The results showed that the training participants gave a positive response to the implementation of the training. This can be seen from the results of the analysis using the Kirkpatrick Evaluation Model with the main focuson reaction swith a range of 80 from a scale of 100. Dimensions of reaction include Relevance; Effectiveness; Impactand Implementation. The conclusion of the study is that there is relevance, effectiveness, impactan dimplementation on the first expert immigration analyst functional training. Keyword: Immigration Analyst Functional Training, Long Distance Learning, Evaluation I. Pendahuluan P engembangan kompetensi pegawai menjadi poin penting dalam rezim pengaturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). ASN harus memiliki kualifikasi dan kompetensi pada profesi tertentu melalui manajemen ASN yang berdasarkan pada sistem merit yang menitikberatkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja pegawai agar sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Kompetensi ASN berperan penuh dalam menjawab tantangan dan perkembangan teknologi informasi. Kompetensitersebut dapat berpengaruh dan berdampak buruk terhadap kinerja organisasi, apabila kompetensi yang dimiliki oleh ASN tidak dikembangkan. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS dalam Pasal 163 dinyatakan bahwa pengembangan kompetensi PNS, antara lain, bertujuan untuk menyeimbangkan antara pengembangan karier dan kebutuhan instansi, meningkatkan kompetensi dan kinerja pegawai, serta mendorong peningkatan profesionalitas pegawai. Selanjutnya dalam Pasal 210 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tersebut, dikatakan bahwa pengembangan kompetensi dapat dilakukan melalui pendidikan formal seperti pemberian tugas belajar dan pelatihan, baik melalui jalur klasikal maupun non- klasikal. Pelatihan jalur klasikal dilakukan melalui seminar, kursus, dan penataran, sedangkan jalur non-klasikal dapat dilakukan melalui 12 Jurnal WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 e-learning, bimbingan di tempat kerja, pelatihan jarak jauh, magang, dan pertukaran antara PNS dengan pegawai swasta. Menurut data dari Policy Paper Balibangkumham Vol.1 No.2 Tahun 2019 jumlah pegawai di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI mencapai angka 60.180. Data tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan pegawai terhadap pengembangan kompetensi dipastikan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Di sisi lain, kemampuan anggaran Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM selaku penyelenggara pengembangan kompetensi sumber daya manusia di lingkungan Kemenkumham hanya mampu mengikutsertakan rata-rata 1700 pegawai pertahun (Balitbangkumham, 2019). Sehingga, belum semua pegawai mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi. Hal ini semakin diperparah pula dengan merebaknya wabah Covid-19, sehingga pelaksanaan pengembangan kompetensi melalui pelatihan tidak dapat terlaksana secara normal sebagaimana mestinya. Wabah Covid-19 menurut data statistik dari laman covid19.go.id per tanggal 18-10-2020 menujukkan data sebaran Covid-19 terkonfirmasi positif mencapai angka 361.867 dan meninggal dunia12.511. Menindaklanjuti hal tersebut maka dalam rangka menekan jumlah kasus Covid-19, Kepala Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Nomor: 10/K.1/HKM/02.3/2020 tentang Panduan Teknis Penyelenggaraan Pelatihan Dalam Masa Pandemi Corona Virus Desease (COVID-19). Hal ini juga sebagai respon terhadap Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: HK.01.07/ MENKES/104/2020 tentang Penetapan Infeksi Corona Virus (Infeksi COVID-19) Sebagai Penyakit yang Dapat Menimbulkan Wabah. Bahkan World Helath Organization (WHO) telah menyatakan sebagai Pandemi pada tanggal 11 Maret 2020 (Anhusadar, 2020; Arifa, 2020; Nugroho, 2020; Wardhana,2020). Dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi kedaruratan, pembelajaran klasikal perlu didorong berubah menjadi pembelajaran jarak jauh. Pengubahan pembelajaran klasikal menjadi pembelajaran jarak jauh dapat dilakukan dengan memanfaatkan Teknologi Informasi (IT) atau aplikasi pengelolaan pembelajaran yang tersedia untuk menunjang proses pembelajaran dengan tidak mengurangi kualitas dan pencapaian tujuan pembelajaran (Jamaluddin, Ratnasih, Gunawan, & Paujiah, 2020; Muhyiddin, 2020). Konsekuensi dari Jurnal 13 WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 berlakunya perubahan aturan terkait pelaksanaan pelatihan di masa pandemi ini menjadikan pelaksanaan pembinaan Jabatan Fungsional Analis Keimigrasian melalui pelatihan juga berubah, yang pada awalnya dilakukan secara klasikal menjadi non-klasikal melalui metode pembelajaran jarak jauh. Pembelajaran jarak jauh dianggap sebagai salah satu solusi dalam menghadapi kondisi yang bisa dikatakan tidak normal lagi dalam pelaksanaan pelatihan. Pembelajaran ini dirancang untuk melayani pembelajar yang memiliki batasan jarak, tempat dan waktu dalam melaksanakan pelatihan (Saifuddin, 2018). Oleh karena itu, pembelajaran jarak jauh memiliki karakteristik atau ciri khas yang berbeda dengan sistem penyelenggaraan pelatihan secara klasikal. Karakteristik pembelajaran jarak jauh adalah terpisahnya secara fisik antara aktivitas pengajar dan peserta pelatihan dan tidak ada tatap muka secara langsung, sehingga terjadi keterbatasan proses pembelajaran yang dilakukan dalam bentuk tatap muka (Adijaya & Santosa, 2018). Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, maka pembelajaran dilengkapi dengan penggunaan media yang memungkinkan terjadinya interaksi antara pengajar dan peserta pelatihan. Dalam konteks ini, pelatihan fungsional analis keimigrasian memanfaatkan metode pembelajaran berbasis elektronik ataue- learning. Penyelenggaraan pelatihan tersebut didasarkan pula pada Permenkumham Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pendidikan dan Pelatihan dengan Metode E-Learning. Langkah ini diperkuat dengan disahkannya Peraturan Lembaga Administrasi Negara Nomor 8 Tahun 2018 tentang pedoman Penyelenggaraan Pengembangan Kompetensi Pegawai Negeri Sipil melalui E-Learning. E-Learningdiharapkan mampu mengatasi keterbatasan pelaksanaan pelatihan di masa yang tidak normal ini atau dalam istilah kekinian disebut sebagai era “new normal”. E- learning juga diharapkan mampu memperluas akses bagi PNS dalam mengembangkan kompetensi secara berkesinambungan serta mempercepat peningkatan kinerja organisasi. Selain itu, perubahan mindset pelaksanaan pelatihan dari yang sebelumnya melalui jalur klasikal menjadi pelatihan berbasis e-Learning dapat menjadi bukti upaya percepatan reformasi birokrasi di lingkungan Kemenkumham untuk terus berjalan meskipun di masa pandemi sekarang ini. 14 Jurnal WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 Namun dalam pelaksanaannya, penyelenggaraan pelatihan melalui metode pembelajaran jarak jauh masih memiliki keterbatasan. Oleh karena hal tersebut, maka penulis mengangkat tema kajian terkait Potret Pelaksanaan Pelatihan Fungsional Analis Keimigrasian Ahli Pertama Dengan Metode Pembelajaran Jarak Jauh. Kajian ini dilakukan sebagai upaya untuk menganalisis sejauh mana pelaksanaan pelatihan dengan metode pembelajaran jarak jauh melalui e-Learning dipotret berdasarkan Relevansi, Keefektifan, Dampak dan Evaluasi Pelatihan. Hasil kajian diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perbaikan pelaksanaan pelatihan ke depannya. Ini kemudian yang menjadi urgensi penulis dalam melakukan kajianini. II. MetodePenelitian Metode Likert Scale Survey dan Semantic Differensial Scale digunakan dalam kajian ini. Survey dilakukan dengan menyebar angket pertanyaan dalam jaringan melalui aplikasi google form kepada peserta Pelatihan Fungsional Analis Keimigrasian Ahli Pertama, Angkatan XII, XIII dan XIV. Responden dalam penelitian ini berjumlah100 peserta yang telah mengikuti pelatihan. Metode ini digunakan karena menurut Sugiyono (2017) Likert Scale Survey sesuai digunakan untuk mengeksplorasi persepsi peserta terhadap pelaksanaan pelatihan. Metode Likert Scale Survey adalah metode penelitian kuantitatif untuk mendapatkan data dari sekelompok orang dengan pendekatan setuju/ tidak setuju, puas/tidak puas, dan sebagainya dalam menilai sikap, opini, tingkah laku, persepsi atau karakteristik dari peserta. Sedangkan Semantic Defferensial Scale berisikan serangkaian karakteristik bipolar. Data yang didapat dan diolah dari google form tersebut disajikan dalam bentuk tabel atau diagram. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kecenderungan persepsi peserta Pelatihan Fungsional Analis Keimigrasian terhadap pelaksanaan pelatihan yang diselenggarakan. III. Pembahasan Jabatan Fungsional Analis Keimigrasian adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan kegiatan analisis dan ajudikasi di bidang keimigrasian. Pejabat Fungsional Analis Keimigrasian yang selanjutnya disebut Analis Keimigrasian adalah PNS yang diberi tugas tanggungjawab dan wewenang untuk melaksanaan pekerjaan Jabatan Jurnal 15 WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 Fungsional Analis Keimigrasian. Analis Keimigrasian adalah kegiatan pengidentifikasian dan penelahaan secara objektif dan sistematis terhadap lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia serta pengawasannya yang meliputi, dokumen keimigrasian, pengawasan/intelijen, pengendalian Rumah Detensi Imigrasi, pengelolaan teknologi informasi keimigrasian, lintas batas dan kerja sama keimigrasian, serta penyidikan dan penindakan keimigrasian. Pengangkatan PNS ke dalam Jabatan Fungsional Analis Keimigrasian dapat dilakukan melalui pengangkatan pertama, perpindahan dari jabatan lain, dan promosi. Calon PNS setelah diangkat sebagai PNS dan telah mengikuti dan lulus uji kompetensi, paling lama 1 (satu) tahun diangkat dalam Jabatan Fungsional Analis Keimigrasian. Setelah itu dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun setelah diangkat harus mengikuti dan lulus Pendidikan dan Pelatihan Fungsional Analis Keimigrasian. Jika Analis Keimigrasian belum mengikuti dan/atau tidak lulus pendidikan dan pelatihan fungsional dapat diberhentikan dari jabatannya. Oleh karena itu, maka Pelatihan Fungsional Analis Keimigrasian menjadi sesuatu yang urgent dilaksanakan dan diikuti oleh para Analis Keimigrasian. Pelatihan bagi Analis Keimigrasian diberikan dalam bentuk pelatihan fungsional dan pelatihan teknis serta melalui program pengembangan kompetensilainnya. Dalam rangka memenuhi unsur tersebut, maka Pelatihan Fungsional Analis Keimigrasian Ahli Pertama dilaksanakan oleh BPSDM Hukum dan HAM. Pelatihan ini terdiri dari beberapa angkatan. Dalam penelitian ini penulis meneliti 3 angkatan yang terdiri dari: Angkatan XII Metode Pembelajaran Jarak Jauh dilakukan melalui e-Learning pada tanggal 22 Juli s.d. 18 Agustus 2020, Angkatan XIII pada tanggal 3 Agustus s.d. 27 Agustus 2020 dan Angkatan XIV pada tanggal 24 Agustus s.d. 16 September 2020. Pelatihan ini menggunakan metode Pembelajaran Jarak Jauh melalui aplikasi e-Learning dan aplikasi Zoom Cloud Meeting yang disediakan oleh BPSDM Hukum dan HAM. Pembelajaran jarak jauh (distancelearning) sebagai model dari pendidikan jarak jauh (distanceeducation) bukanlah model pendidikan yang baru. Pada awalnya dimulai dengan kursus tertulis, kemudian berkembang dalam bentuk pendidikan tinggi formal berbenuk Universitas Terbuka (Open University). Diantaranya University of Wiconsin di Amerika Serikat menjadi pelopor di dunia pendidikan jarak 16 Jurnal WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 jauh sejak tahun 1891 (Widoyoko, 2010). Dalam perkembangannya hampir separuh dari sekitar 3.900 lembaga pendidikan tinggi di Amerika Serikat menyelenggarakan sejenis pendidikan jarak jauh. Di Indonesia sebagai pelopor pembelajaran jarak jauh adalah Universitas Terbuka (UT) yang merupakan Perguruan Tinggi Negeri ke-45 di Indonesia, keberadaannya diresmikan pada tanggal 4 September 1984 berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 41 Tahun 1984. Latar belakang diadakannya pembelajaran jarak jauh adalah bagi orang yang setiap harinya bekerja dengan memiliki waktu kerja yang padat, bertempat tinggal dan bekerja jauh dari lembaga pendidikan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, pembelajaran jarak jauh dirasa penting keberadaannya di tengah pandemi Covid-19 yang mewabah hampir ke seluruh penjuru dunia. Aktivitas pembelajaran dan pelatihan pun tidak dapat dilakukan secara klasikal dan diganti dengan kelas dalam jaringan melalui perangkat pendukungnya. Pada awal terselenggaranya, pembelajaran jarak jauh oleh masyarakat dianggap sebagai jenis pendidikan alternatif atau pendidikan kelas dua yang kalah gengsinya dari pendidikan konvensional yang mengharuskan kehadiran pembelajar (Griffiin & Nix, 1991). Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta belum adanya kepastian akan berakhirnya wabah Covid-19 membuat pembelajaran jarak jauh secara dalam jaringan mendapat apresiasi yang tinggi dari masyarakat, bahkan ada yang menganggap lebih efektif dan efisien dibandingkan pendidikan konvensional yang cenderung kurang memanfaatkan kemajuan teknologi. Perkembangan teknologi tersebut pada akhirnya memunculkan suatu sistem yang dikenal dengan online learning. Online learning merupakan suatu sistem yang dapat memfasilitasi pembelajar, belajar lebih luas, lebih banyak, dan bervariasi. Melalui fasilitas yang disediakan oleh sistem tersebut, pembelajar dapat belajar kapan dan dimana saja tanpa dibatasi oleh jarak, ruang dan waktu. Materi pembelajaran yang dipelajari juga lebih bervariasi, tidak hanya dalam bentuk verbal, melainkan lebih bervariasi seperti visual, audio dan gerak. Online learning memerlukan pembelajar dan pengajar berkomunikasi secara interaktif dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, seperti media komputer dan jaringan internetnya. Pembelajaran jarak jauh menerapkan sistem pembelajaran online (online learning) yang Jurnal 17 WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 berbasis web. Pembelajaran ini menuntut kemampuan pembelajar untuk bersikap dewasa, pembelajar harus memiliki selfdirection, yaitu mampu mengarahkan sendiri bagaimana ia belajar (Mokhtari, Yellin, Bull, &Montgomery,1996). Pembelajaran dengan menggunakan media internet inilah pada akhirnya menciptakan suatu konsep belajar yang dikenal dengan e-Learning. E-Learning merupakan aplikasi internet yang dapat menghubungkan antara pengajar dan peserta pelatihan. Namun, keduanya tidak harus berada dalam sebuah ruang dan waktu yang sama, karena proses pembelajaran dapat berlangsung tidak terbatas tempat dan waktu, bisa di mana saja dan kapan saja. E-Learning memang dikembangkan untuk mengatasi keterbatasan tersebut. Tujuan e-learning adalah mendistribusi materi pelatihan secara real time, yaitu ketika materi pembelajaran di upload ke dalam e-Learning, maka pada saat itu juga peserta dapat mengaksesnya. Materi dapat berbentuk teks, gambar, suara dan aninasi, atau dalam bentuk video. Pelatihan Fungsional Analis Keimigrasian Ahli Pertama yang diselenggarakan oleh BPSDM Hukum dan HAM melalui e-Learning perlu diposisikan sebagai sebuah kebijakan strategis dalam upaya pengembangan kompetensi pegawai yang sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi informasi, disamping sebagai alternatif solusi dalam pelaksanaan pelatihan dimasa pandemi Covid-19. Adapun materi pelatihan yang telah disusun adalah (1) Dasar- dasar Keimigrasian; (2) Teknik dan Mekanisme Perhitungan Angka Kredit dan Penyusunan Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit; (3) Pemeriksaan Dokumen Persyaratan Permohnan Penerbitan Dokumen Perjalanan; (4). Pemeriksanaan Penerbitan Persetujuan Visa Republik Indonesia; (5) Permohonan Pemberian Izin Tinggal dan Penelahaan Status Keimigrasian bagi Orang Asing, serta Status Kewarganegaraan; (6) Teknik Pemeriksaan dan Pemberian Tanda Masuk dan Tanda Keluar di Tempat Pemeriksaan Imigrasi; (7) Pengawasan Keimigrasian; (8) Intelijen Keimigrasian; (9) Penyidikan Keimigrasian; (10) Tindakan Administratif Keimigrasian; (11) Pengelolaan Rumah dan Ruang Detensi Imigrasi; (12) Pengantar Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM); (13) Pengantar Kerja Sama Keimigrasian dan (14) Tata Naskah Dinas. 18 Jurnal WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 Profil Responden Responden dalam penelitian ini adalah peserta Pelatihan Fungsioanal Analis Keimigrasian Ahli Pertama yang terdiri dari tiga angkatan, yaitu Angkatan XII, XIII dan XIV yang dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2020. Jumlah responden yang terdata dalam google form sebanyak 100 dengan rincian sebagai berikut: Diagram 1. Profil Responden Dari Diagram 1 terkait sebaran jumlah peserta pelatihan analis keimigrasian ahli pertama, dapat disimpulkan bahwa angkatan XII memiliki prosentase peserta yang tinggi dalam mengisi kuesioner sebesar 42,4%. Kemudian diikuti oleh angkatan XIII dengan prosentase sebesar 32,3% serta angkatan XIV dengan prosentase 25,3%. Umur responden sebagaimana dapat dilihat dalam diagram, mayoritas berada pada rentang usia 26-30 tahun dengan prosentase sebesar 69%. Diikuti kemudian pada rentang usia 31-35 tahun dengan prosentase sebesar 24% dan kurang dari 25 tahun dengan prosentase sebesar 7%. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa peserta pelatihan analis keimigrasian ahli pertama berada dalam usia produktif direntang usia 26 sampai dengan 30 tahun. Jenis kelamin peserta pelatihan analis keimigrasian ahli pertama sebagaimana ditunjukkan dalam diagram didominasi oleh jenis kelamin laki-laki dengan prosentase sebesar 87% berbanding jenis kelamim perempuan yang hanya 13% Pendidikan terakhir mayoritas peserta pelatihan analis keimigrasian ahli pertama adalah Strata 1 dengan prosentase sebesar 91% dan Strata 2 dengan prosentase 9% Jurnal 19 WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 Model Evaluasi Dalam rangka meningkatkan kualitas pelatihan, pelaksanaan evaluasi harus menjadi bagian penting dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Disamping evaluasi berguna bagi lembaga sebagai upaya untuk memotret sistem pelatihan yang menjadi tanggung jawabnya, evaluasi juga dapat menumbuhkan minat dan motivasi peserta pelatihan untuk belajar lebih giat lagi, dan mendorong pengajar agar lebih meningkatkan inovasi dalam mengajar. Dengan demikian, evaluasi tidak hanya terfokus pada penilaian hasil pelatihan semata, melainkan perlu juga didasarkan pada penilaian terhadap inputmaupun proses pembelajaran itusendiri. Ada beberapa model yang dapat digunakan dalam melaksanakan evaluasi, namun dalam penelitian ini akan difokuskan pada model evaluasi Kirkpatrick karena dianggap paling tepat untuk melakukan evaluasi pelaksanaan pelatihan. Model evaluasi yang dikembangkan oleh Kirkpatrick ini dikenal dengan Evaluating Training Programs: The Four Levels atau Kirkpatrick Evaluation Model. Menurut Kirkpatrick evaluasi terhadap program pelatihan mencakup empat level evaluasi, yaitu reaksi (reaction), pembelajaran (learning), perilaku (behavior) dan hasil (result) (Kirkpatrick,1998). Dari empat level evaluasi diatas, dalam kajian ini hanya fokus pada level satu yaitu reaction, dimana pada level ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan peserta pelatihan. Evaluasi terhadap reaksi peserta pelatihan, misalnya mengukur kepuasan peserta (customersatisfaction), mengukur relevansi dan efektivitas dan melihat dampak pelatihan terhadap peserta. Program pelatihan dianggap relevan dan efektif apabila proses pelatihan dan materi yang disajikan sangat berguna dan sesuai dengan pekerjaan dan tugas pokok serta fungsi peserta pelatihan. Pada kajian ini penulis menggunakan instrumen evaluasi terkait Relevansi; Efektifitas; Dampak dan Pelaksanaan. Namun, sebelum masuk pada dimensi reaction tersebut, penulis mencoba untuk melihat kendala pada pelaksanaan pelatihan. 20 Jurnal WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 Gambar 1. Kendala Pembelajaran Jarak Jauh Secara umum, kendala utama yang acapkali menjadi suatu permasalahan dalam pelaksanaan pelatihan menggunakan metode pembelajaran jarak jauh adalah terkait sarana dan prasarana yang tidak memadai. Hal ini sebagaimana tampak pada gambar 1 yang menunjukkan bahwa 91,6% responden mengamini hal ini. Sedangkan alat yang digunakan untuk mengakses pelatihan dengan metode pembelajaran jarak jauh didominasi oleh komputer jinjing atau laptop dengan prosentase sebesar 85% dan Komputer Desktop (PC) sebesar 9% sebagaimana tampak pada Gambar 2 berikut : Gambar 2. Media Belajar Relevansi Secara umum, arti relevansia dalah kecocokan. Relevan adalah bersangkut paut, berguna secara langsung. Berdasarkan pengertian tersebut, relevansi dapat diartikan sebagai suatu kaitan atau hubungan. Dengan kata lain, relevansi dapat dipandang sebagai suatu sifat yang terdapat pada pelaksanaan pelatihan yang dapat membantu peserta dalam memecahkan permasalahan dan menambah wawasan. Adapun beberapa pertanyaan terkait relevansi yaitu: Jurnal 21 WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 a. Bagaimanakah pelaksanaan pelatihan analis keimigrasian ahli pertama? Grafik 1. Skala Diferensial Semantik Skala Diferensial Semantic atau skala perbedaan semantik berisikan serangkaian karakteristik bipolar (dua kutub). Karakteristik bipolar tersebut memiliki tiga dimensi dasar sikap seseorang terhadap objek, yaitu: a) Potensi, yaitu kekuatan atau atraksi fisik suatu objek; b). Evaluasi, yaitu hal-hal yang menguntungkan atau tidak menguntungkan suatu objek dan c) Aktivitas, yaitu tingkat gerakan suatu objek. Dalam hal ini penulis menggunakan karakteristik menarik-membosankan. Karakteristik menarik berada pada nilai 1 dan membosankan pada nilai 6. Dari grafik 1 di atas, mayoritas responden memberikan pilihan pada nilai 2. Hal ini menandakan bahwasanya peserta pelatihan memiliki kecenderungan menilai pelatihan sebagai aktivitas yang menarik. b. Apakah pelatihan berguna bagi pelaksanaan tugas dan fungsi? Grafik 2. Skala Diferensial Semantik Karakteristik bipolar (dua kutub) untuk pertanyaan kedua adalah berguna-tidak berguna. Karakteristik berguna berada pada nilai 1 dan tidak berguna pada nilai 6. Dari grafik 2 diatas, mayoritas 22 Jurnal WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 responden memberikan pilihan pada nilai 1 dan 2, hal ini menandakan bahwa peserta pelatihan memiliki kecenderungan menilai pelatihan berguna bagi pelaksanaan tugas dan fungsi. c. Apakah pelatihan relevan dengan pekerjaanSaudara? Grafik 3. Skala Diferensial Semantik Karakteristik bipolar (dua kutub) untuk pertanyaan ketiga adalah relevan-tidak relevan. Karakteristik relevan berada pada nilai 1 dan tidak relevan pada nilai 6. Dari grafik 3 di atas, mayoritas responden memberikan pilihan pada nilai 1, hal ini menandakan bahwa peserta pelatihan memiliki kecenderungan menilai pelatihan relevan dengan pekerjaan d. Apakah diskusi selama pelatihan baik dan menarik ? Grafik 4. Skala Diferensial Semantik Karakteristik bipolar (dua kutub) untuk pertanyaan keempat adalah menarik- membosankan. Karakteristik menarik berada pada nilai 1 dan membosankan pada nilai 6. Dari grafik 4 di atas, mayoritas responden memberikan pilihan pada nilai 2, hal ini menandakan bahwa peserta pelatihan memiliki kecenderungan menilai diskusi selama pelatihan baik dan menarik. Jurnal 23 WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 Efektifitas Efektivitas berasal dari kata efek yang artinya pengaruh yang ditimbulkan oleh sebab, akibat atau dampak. Sedangkan efektivitas menurut bahasa adalah ketepatgunaan, hasil guna, atau penunjang tujuan. Dapat diartikan juga efektivitas merujuk pada suatu ukuran perolehan yang memiliki kesesuian antara hasil yang dicapai dengan hasil yang diharapkan. a. Berfikir dan bekerja sistematis Diagram 2. Skala Likert Menghitung skor skala likert Jumlah skor untuk 31 orang menjawab 5 : 31 x 5 = 155 Jumlah skor untuk 55 orang menjawab 4 : 55 x 4 = 220 Jumlah skor untuk 15 orang menjawab 3 : 15 x 3 = 45 Jumlah skor untuk 0 orang menjawab 4 : 0 x 2 = 0 Jumlah skor untuk 0 orang menjawab 5 : 0 x 1 = 0 Jumlah = 420 Jumlah skor ideal untuk item No.1 (skor tertinggi) = 5 x 100 = 500 (SB) Jumlah skor terendah = 1 x 100 = 100 (SS) Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari 100 responden, maka kriteria berifikir dan bekerja sistematis, yaitu 420/500 x 100% = 84% tergolong sangat besar berdasarkan kriteria interpretasi skor Angka 0%- 20% = Sangat Sedikit Angka 21% - 40% =Sedikit Angka 41% - 60% = Cukup Angka 61% - 80% = Besar Angka 81% - 100%= Sangat Besar 24 Jurnal WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 b. Mengidentifikasi masalah lebih tepat Diagaram 3. Skala Likert Menghitung skor skala likert Jumlah skor untuk 31 orang menjawab 5 : 32 x 5 = 160 Jumlah skor untuk 55 orang menjawab 4 : 56 x 4 = 224 Jumlah skor untuk 15 orang menjawab 3 : 15 x 3 = 45 Jumlah skor untuk 0 orang menjawab 4 : 0 x 2 = 0 Jumlah skor untuk 0 orang menjawab 5 : 0 x 1 = 0 Jumlah = 429 Jumlah skor ideal untuk item No.1 (skor tertinggi) = 5 x 100 = 500 (SB) Jumlah skor terendah = 1 x 100 = 100 (SS) Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari 100 responden, maka kriteria mengindentifikasi masalah lebih tepat, yaitu 429/500 x 100% = 85,8% tergolong sangat besar berdasarkan kriteria interpretasi skor. c. Merumuskan tujuan yang jelas secara lebih efektif Diagram 4. Skala Likert Jurnal 25 WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 Menghitung skor skala likert Jumlah skor untuk 31 orang menjawab 5 : 33 x 5 = 165 Jumlah skor untuk 55 orang menjawab 4 : 55 x 4 = 220 Jumlah skor untuk 15 orang menjawab 3 : 11 x 3 = 33 Jumlah skor untuk 0 orang menjawab 4 : 1 x 2 = 2 Jumlah skor untuk 0 orang menjawab 5 : 1 x 1 = 1 Jumlah = 421 Jumlah skor ideal untuk item No.1 (skor tertinggi) = 5 x 100 = 500 (SB) Jumlah skor terendah = 1 x 100 = 100 (SS) Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari 100 responden, maka kriteria merumuskan tujuan yang jelas secara lebih efektif, yaitu 421/500 x 100% = 84,2% tergolong sangat besar berdasarkan kriteria interpretasi skor. d. Melakukan koordinasi antarinstansi dan pihak lain secara efektif Diagram 5. Skala Likert Menghitung skor skala likert Jumlah skor untuk 31 orang menjawab 5 : 35 x 5 = 175 Jumlah skor untuk 55 orang menjawab 4 : 36 x 4 = 144 Jumlah skor untuk 15 orang menjawab 3 : 27 x3 = 81 Jumlah skor untuk 0 orang menjawab 4 : 2 x 2 = 4 Jumlah skor untuk 0 orang menjawab 5 : 0 x 1 = 0 Jumlah = 404 Jumlah skor ideal untuk item No.1 (skor tertinggi) = 5 x 100 = 500 (SB) Jumlah skor terendah = 1 x 100 = 100 (SS) 26 Jurnal WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari 100 responden, maka kriteria melakukan koordinasi antar instansi dan pihak lain secara efektif, yaitu 404/500 x 100% = 80,8% tergolong besar berdasarkan kriteria interpretasi skor. Dampak Dampak secara sederhana dapat diartikan sebagai pengaruh atau akibat. Dampak juga dapat diartikan pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Dampak juga bisa merupakan proses lanjutan dari sebuah pelaksanaan kegiatan yang telah dilakukan. a. Memahami pengembangan karir jabatan fungsional analis keimigrasian Diagram 6. Diagram Likert Berdasarkan diagram 6 di atas, salah satu dampak dari pelatihan adalah peserta memahami pengembangan karir jabatan fungsional analis keimigrasian. Hasil analisis menunjukkan 47% responden menyatakan setuju, 40% menyatakan sangat setuju, 12% menyatakan ragu-ragu dan 1% menyatakan tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa peserta pelatihan setuju jika pelatihan dapat menambah pemahaman terkait pengembangan karir jabatan fungsional analis keimigrasian. Jurnal 27 WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 b. Mengetahui Tugas, Fungsi dan Peran Analis Keimigrasian Diagram 7. Diagram Likert Berdasarkan diagram 7 di atas, salah satu dampak dari pelatihan adalah peserta mengetahui tugas, fungsi dan peran analis keimigrasian. Hasil analisis menunjukkan 49% responden menyatakan setuju, 44% menyatakan sangat setuju, 6% menyatakan ragu-ragu dan 1% menyatakan tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa peserta pelatihan setuju jika pelatihan dapat memberikan pengetahuan terkait tugas, fungsi dan peran analis keimigrasian. c. Memiliki Sikap Profesional sebagai Analis Keimigrasian Diagram 8. Diagram Likert 28 Jurnal WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 Berdasarkan diagram 8 di atas, salah satu dampak dari pelatihan adalah pesertamemiliki sikap profesional sebagai analis keimigrasian. Hasil analisis menunjukkan 45% responden menyatakan setuju, 42% menyatakan sangat setuju dan 3% menyatakan ragu-ragu. Hal ini menunjukkan bahwa peserta pelatihan setuju jika pelatihan dapat menjadikan peserta pelatihan memiliki sikap profesional sebagai analis keimigrasian. d. Memahami Dasar-Dasar Keimigrasian Diagram 9. Diagram Likert Berdasarkan diagram 9 di atas, salah satu dampak dari pelatihan adalah peserta dapat memahami dasar-dasar keimigrasian. Hasil analisis menunjukkan 54% responden menyatakan setuju, 45% menyatakan sangat setuju dan 1% menyatakan tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa peserta pelatihan setuju jika pelatihan dapat memberikan pemahaman terkait dasar- dasar keimigrasian. Evaluasi Evaluasi adalah suatu penilaian. Pada umumnya evaluasi adalah suatu pemeriksaan terhadap pelaksanaan suatu program yang telah dilakukan dan yang akan digunakan untuk meramalkan, memperhitungkan, dan mengendalikan pelaksanaan program kedepannya agar jauh lebih baik. Jurnal 29 WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 a. Evaluasi Terhadap Penyelenggaraan Pembelajaran Jarak Jauh Grafik 5. Diferensial Semantik Karakteristik bipolar (dua kutub) pada grafik 5 untuk pertanyaan apakah peserta mendapatkan orientasi yang cukup untuk pembelajaran jarak jauh. Karakteristik setuju berada pada nilai 1 dan tidak setuju pada nilai 5. Dari grafik 5 di atas, mayoritas responden memberikan pilihan di nilai 2, hal ini menandakan bahwasannya peserta setuju bahwa peserta mendapatkan orientasi yang cukup untuk pembelajaran jarak jauh. b. Evaluasi terhadap Modul Pembelajaran Grafik 6. Diferensial Semantik Karakteristik bipolar (dua kutub) pada grafik 6 untuk pertanyaan apakah peserta mudah mengakses modul pembelajaran. Karakteristik setuju berada pada nilai 1 dan tidak setuju pada nilai 5. Dari grafik 6 di atas, mayoritas responden memberikan pilihan di nilai 2, hal ini menandakan bahwa peserta setuju terkait kemudahan dalam mengakses modul pembelajaran. 30 Jurnal WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 c. Evaluasi Terhadap Pengajar Grafik 7. Diferensial Semantik Karakteristik bipolar (dua kutub) pada grafik 7 untuk pertanyaan terkait Penguasaan Terhadap Materi Ajar. Karakteristik setuju berada pada nilai 1 dan tidak setuju pada nilai 5. Dari grafik 7 di atas, mayoritas responden memberikan pilihan di nilai 2, hal ini menandakan bahwa peserta setuju terkait pernyataan Penguasaan Terhadap Materi Ajar oleh Widyaiswara. d. Evaluasi Terhadap Materi Ajar Grafik 8. Diferensial Semantik Karakteristik bipolar (dua kutub) pada grafik 8 untuk pertanyaan terkait Relevansi Materi Pelatihan dengan Pekerjaan. Karakteristik setuju berada pada nilai 1 dan tidak setuju pada nilai 5. Dari grafik 8 diatas, mayoritas responden memberikan pilihan dinilai 2, hal ini menandakan bahwa peserta setuju terkait relevansi materi pelatihan dengan pekerjaan. Jurnal 31 WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 IV. Kesimpulan Secara umum, pelaksanaan Pelatihan Fungsional Analis Keimigrasian Ahli Pertamayang telah dilaksanakan sudah berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil pengolahan kuantitatif, persepsi peserta pelatihan secara keseluruhan berada pada angka 80 dari skala 100 dengan predikat baik. Hasil evaluasi Reaction Kirkpatrick Model juga menunjukkan angka di kisaran 80-100 untuk masing-masing dimensi terkait Relevansi, Efektifitas, Dampak danPelaksanaan. Namun, yang menjadi kendala utama adalah terkait sarana dan prasarana yang tidak memadai khususnya terkait jaringan dan perangkat pendukung pelatihan. Hal ini yang harus menjadi perhatian oleh pihak penyelenggara dan unit pelaksana teknis tempat dimana peserta pelatihan melakukan aktivitas pembelajaran dengan metode jarak jauh. Pihak penyelenggara bisa saja mengalokasikan paket pengadaan infrastruktur penunjang belajar berupa komputer atau laptop yang memadai kepada setiap unit pelaksana teknis, dan unit pelaksana teknis menyediakan jaringan internet yang baik dan mumpuni, sehingga aktivitas pembelajaran jarak jauh tidak menemui kendala dalam pelaksanaannya. 32 Jurnal WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 DaftarPustaka Adijaya, N., & Santosa, L. P. (2018). Persepsi Mahasiswa dalam Pembelajaran Online. Wanastra Jurnal, 10 (2), 105–110. https://doi.org/2579-3438 Anhusadar, L.O. (2020). Persepsi Mahasiswa PIAUD terhadap Kuliah Online di Masa Pandemi Covid 19. KINDERGARTEN: Journal of Islamic Early Childhood Education, 3 (1), 44– 58. Arifa, F. N. (2020). Tantangan Pelaksanaan Kebijakan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Covid-19. Info Singkat; Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual Dan Strategis, XII(7/I), 6. Retrieved from http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/ Info Singkat- XII-7-I-P3DI-April-2020-1953.pdf Balitbangkumham. (2019). Dari Klasikal ke Digital : Potret Pelaksanaan Diklat dengan Metode E-Learning di Kemenkumham (Vol. 1). Jakarta: BALITBANGKUMHAM Press. Griffiin, P., &Nix, P. (1991). Educational Assessmentand Reporting. Sydney: Harcout Brace Javanovich Publisher. Jamaluddin, D., Ratnasih, T., Gunawan, H., & Paujiah, E. (2020). Pembelajaran Daring Masa Pandemik Covid-19 Pada Calon Guru : Hambatan, Solusi dan Proyeksi. Karya Tulis Ilmiah UIN Sunan Gunung Djjati Bandung, pp. 1–10. Retrieved from http://digilib.uinsgd.ac.id/30518/ Kirkpatrick, D. . (1998). Evaluating Training Programs : The Four Levels. San Fransisco: Berret-Koehler Publisher Inc. Mokhtari, Yellin, K., Bull, D., &Montgomery, D. (1996). Portofolio Assessment in TeacherEducation: Impacton Preservice Teachers’ Knowledge and Attitude. Journal of Teacher Education, 47 (4). Muhyiddin. (2020). Covid-19, New Normal, dan Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Jurnal Perencanaan Pembangunan: The Indonesian Journal of Development Planning, 4(2), 240–252. https://doi.org/10.36574/ jpp.v4i2.118 Jurnal 33 WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 Nugroho, H. (2020). Pandemi Covid-19: Tinjau Ulang Kebijakan mengenai PETI (Pertambangan Tanpa Izin) di Indonesia. Jurnal Perencanaan Pembangunan: The Indonesian Journalof Development Planning, 4(2), 117–125. https:// doi.org/10.36574/jpp.v4i2.112 Saifuddin, M. F. (2018). E-Learning dalam Persepsi Mahasiswa. Jurnal VARIDIKA, 29(2), 102–109. https://doi.org/10.23917/ varidika.v29i2.5637 Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta. Wardhana, D. (2020). Kajian Kebijakan dan Arah Riset Pasca-Covid- 19. Jurnal Perencanaan Pembangunan: The Indonesian Journalof Development Planning, 4(2), 223–239. https:// doi.org/10.36574/jpp.v4i2.110 Widoyoko, E. P. (2010). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 34 Jurnal WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 STRATEGI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) BERBASIS KOMPETENSI DAN KOMITMEN PEGAWAI UNTUK MENINGKATKAN KINERJA ORGANISASI Nurohma Widyaiswara Kementerian Hukum dan HAM RI [email protected] Abstrak Kehandalan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki oleh organisasi adalah sebuah soft-power yang dapat mengarahkan tercapai atau tidaknya tujuan dari organisasi tersebut. Dalam realitasnya tidak mudah dilaksanakan,banyak kasus kerap ditunjukkan ketika melakukan aktivitas pekerjaan tidak semua pegawai menyadari pentingnya peran dan tanggung jawab mereka bagi organisasi. Untuk itu dalam paper ini penulis mencoba mengangkat masalah tentang strategi pengembangan sumber daya manusia (SDM) seperti apa yang paling ideal agar dapat mendukung kinerja sebuah organisasi lebih produktif, efektif dan efisien? Penulisan paper ini digunakan metode penelitian kepustakaan, satu metode penelitian kualitatif yang tempat penelitiannya dilakukan dipustaka,dengan dokumen,arsip, dan jenis dokumen lainnya sebagai bahan penelitiannya. Hasil kesimpulan didapat bahwa salah satu strategi yang penting dalam mengembangkan sumber daya manusia adalah melalui pengembangan berbasis pada kompetensi dan komitmen tinggi pegawai. Kata kunci: Organisasi, SDM, Pegawai,Kompetensi, dan Komitmen Jurnal 35 WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 Abstract Employee reliability (HR) owned by organization is a soft-power that directs whether or not the goals of the organization are achieved. In reality, it is not easy to implement, many cases are often shown when doing work activities not all employees realize the importance of their roles and responsibilities for the organization.Therefore, in this paper, the author tries to raise the issue of human resource development (HR) strategies that are like what is most ideal for an organization to use in order to support more productive, effective and efficient performance?In writing this paper, library research methods are used, which one of the qualitative research methods where the research is done in the library, with documents, archives, and other types of documents as research materials.It is concluded that one of the important strategies in developing human resources is through development based on competencies and high commitment of employees. Keywords: Organization, HR, Competence, and Commitment Employees I. PENDAHULUAN P erencanaan, pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi isu yang selalu relevan dengan konteks kepentingan individu maupun organisasi. Mengingat setiap organisasi yang berbentuk dan bersifat apapun, unsur manusia sebagai sumber daya sudah pasti memegang peranan penting baik secara ekonomi, sosial dan psikologis. Meskipun dinamika jaman terus bergerak cepat seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terlebih era globalisasi seperti saat ini telah begitu banyak di pelbagai bidang pekerjaan yang mulai digantikan oleh mesin, komputerisasi, robotik, dan sebagainya. Tetap saja keterlibatan peran dan kemampuan yang handal dari SDM yang dimiliki oleh setiap organisasi mutlak diperlukan. Kehandalan SDM atau pegawai yang dimiliki oleh organisasi ini adalah sebuah soft-power yang dapat mengarahkan dan mengelola tercapai atau tidaknya tujuan dari organisasi tersebut. Wujud 36 Jurnal WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 kehandalan itu adalah kompetensi yang dimiliki pegawai yang ada dalam organisasi sehingga memberi dampak pada kapabilitas organisasi secara menyeluruh dalam mencapai tujuannya. Hal ini berarti, faktor manusia dibutuhkan baik tenaga maupun pikirannya untuk mempertahankan kelangsungan hidup organisasi dan merupakan faktor utama yang banyak menentukan jalannya efektivitas manajemen organisasiberkualitas. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Gilley (Jerry W. Gilley and Steven A. England, 1998) bahwa “suksesnya pertumbuhan organisasi diyakini berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan sumber daya manusia, kompensasi, dan penghargaan bagi pegawainya yang berdasarkan pencapaian prestasi memacu pertumbuhan dan pengembangan organisasi. Adapun pengembangan organisasi yang berdasarkan pada pencapaian prestasi, menjadikan sumber daya manusia menjadi asset terbesar bagi organisasi”. Meski demikian, dalam realitasnya tidak mudah dilaksanakan mengingat ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi efektivitas keberhasilan organisasi dalam mengelola SDM agar sejalan dengan tujuan organisasi walau pun sudah mengedepankan indikator pencapaian prestasi sebagai alat manajemennya. Seperti yang dijelaskan oleh Bacal (RobertBacal, 2005)bahwa semua organisasi menghadapi tantangan tentang bagaimana mengevaluasi, menggunakan dan mengembangkan keterampilan dan kecakapan karyawan mereka untuk memastikan bahwa tujuan organisasi tercapai, dan juga untuk memastikan bahwa individu mendapatkan kepuasan sebanyak mungkin dari pekerjaannya sekaligus pada saat yang sama dia membuat kontribusi yang efektif. Dalam banyak kasus kerap terjadi ketika melakukan aktifitas pekerjaan tidak semua pekerja atau pegawai menyadari pentingnya peran dan tanggung jawab mereka bagi organisasi, tidak sedikit pegawai yang kurang bersungguh-sungguh dalam melakukan pekerjaan. Mereka memandang pekerjaannya sebagai hal yang kurang atau tidak penting, tidak menyenangkan dan tidak berarti. Sikap yang demikian menunjukkan orang cenderung bekerja semata-mata ingin mendapatkan upah dan bukan karena pekerjaan itu sendiri. Nampaknya mereka kurang terlibat dengan pekerjaanya, kenyataan yang demikian dapat diamati terjadi di Indonesia tidak saja Jurnal 37 WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 organisasi privat atau swasta juga bahkan lebih banyak di organisasi publik atau pemerintah. Kecenderungan sikap ketidakterlibatan ini terjadi baik dari para pekerja pelaksana ataupun tingkat manajerial. Namun demikian terdapat pula pegawai yang memandang bahwa pekerjaan yang dilakukannya penting, menyenangkan, dan apa yang dilakukan berarti bagi organisasi dan dirinya sehingga mereka bersungguh- sungguh dalam melakukan pekerjaannya. Mereka dapat dikatakan sebagai pegawai yang berprestasi. Mathis dan Jackson (Robert L. Mathis and John H. Jackson, 2006)menilai bahwa sebagai suatu potret birokrasi, persoalan peningkatan sumber daya manusia tidak akan selesai hanya dengan meningkatkan kualitasnya semata. Peningkatan kualitas sumber daya manusia memerlukan berbagai upaya yang lebih kompleks dari sekedar mendidik dan melatih mereka. Sehubungan dengan fungsi manajemen manapun, aktivitas manajemen sumber daya manusia harus dikembangkan, dievaluasi, dan bila perlu diubah sehingga mereka dapat memberikan kontribusi pada kinerja kompetitif organisasi dan individu di tempat kerja. Sebagaimana yang tercermin dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) bahwa upaya peningkatan kualitas SDM lebih banyak mengarah pada upaya pengembangan kompetensi yang dimiliki pegawai agar dapat digunakan secara efektif untuk peningkatan kinerja organisasi melalui proses pendidikan dan pelatihan (Pasal 63 Ayat 4). Sehingga dalam pelaksanaannya, lebih banyak mengedepankan pertimbangan peningkatan kompetensi dan kerap abai melihat bagaimana sikap dan perilaku dari SDM, dalam hal ini terkait dengan komitmen diri setiap pegawai terhadap organisasi dimana ia bertugas. Tidak heran banyak pegawai yang memiliki kompetensi yang memadai bahkan sangat tinggi namun komitmen dirinya terhadap organisasi tidak kuat bahkan bertolak belakang. Hasilnya, Peningkatan kualitas sumber daya manusiamelalui pendidikan dan pelatihan dengan lebih mempertimbangkan peningkatan kompetensi justru seringkali mengalami distorsi dalam capaian dan dampak yang diharapkan bagi peningkatan kinerja organisasi. Sementara itu, dalam pengembangan karier pegawai juga tidak jarang tanpamendasarkan pada profesionalisme (merit system), akan tetapi lebih kepada senioritas atau pertimbangan-pertimbangan lainnya. Hal-halsemacam ini pada akhirnya menyebabkan pembinaan 38 Jurnal WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 atau pengembangan pegawai, khususnya Pegawai Negeri Sipil, menjadi tidakmaksimal sebab tidak menyertakan indikator-indikator lainnya yang bisa jadi akan sangat variatif dan kompleks dari setiap organisasi. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis mencoba mengangkat masalah tentang strategi pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang seperti apa yang paling ideal untuk digunakan oleh sebuah organisasi agar dapat mendukung kinerja yang lebih produktif, efektif dan efisien? Untuk itu dalam tulisan ini akan dibahas tentang strategi yang tepat dan akurat dalam mengembangkan pegawai yang memiliki berbagai karakter. Akurasi dan validasi itu salah satunya dapat dilihat dari seberapa tinggi kompetensi dan komitmen mereka (pegawai) terhadap organisasi. Dua faktor ini merupakan faktor kunci agar setiap organisasi tidak saja memiliki kinerja yang baik tetapi juga mampu bertahan dalam era globalisasi yang penuh dengan ketidakpastian dan turbulensi seperti saat ini. Oleh karena itu, menjadi sangat logis bila setiap organisasi baik privat maupun publik pada akhirnya tidak bisa lagi mentolerir pegawai yang memiliki kompetensi dan komitmen rendah sebab sangat merugikan bagi kelangsungan organisasi. II. METODE PENELITIAN Penulisan paper ini dirancang dengan metode penelitian kepustakaan (Library Research). Penelitian kepustakaan adalah salah satu metode penelitian kualitatif yang tempat penelitiannya dilakukan dipustaka, dengan dokumen, arsip, dan jenis dokumen lainnya sebagai bahan penelitiannya (Prastowo,2012). Untuk metode pengumpulan data dalam penulisan paper ini dilakukan dengan dengan cara membaca, mengutip secara langsung atau tidak langsung dan mempelajari literature yang berhubungan dengan judul paper ini mengenai kompetensi dan komitmen pegawai (SDM) dalam organisasi yang akan digunakan sebagai landasan atau variabel dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Menurut Zed (Mestika Zed, 1999) metode penelitian ini bukan hanya sekedar urusan membaca dan mencatat literatur atau buku-buku sebagaimana yang sering dipahamibanyak orang selama ini. Metode kepustakaan adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca, dan mencatat serta Jurnal 39 WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 mengelolabahan penelitian. Studi kepustakaan merupakan suatu studi yang digunakan dalam mengumpulkan informasi dan data dengan bantuan berbagai macam material yang ada di perpustakaan seperti dokumen, buku, majalah, kisah-kisah sejarah, dan sebagainya. Sementara untuk teknik analisis data yang digunakandalam penelitian kepustakaan ini adalah metode analisis isi (content analysis). Analisis ini digunakan untuk mendapatkan inferensi yang valid dan dapat diteliti ulang berdasarkan konteksnya (Krippendoff, 1993). Dalam analisis isi penelitian akan melakukan proses memilih, membandingkan, menggabungkan, memilih berbagai pengertian, hingga ditemukan yang relevan. III. PEMBAHASAN A. Strategi Mengukur Kompetensi dan Komitmen Pegawai Sebelumnya melihat strategi yang tepat untuk mengukur kompetensi dan komitemen pegawai, perlu ditekankan bahwa hal ini bertujuan kedua indikator tersebut semata-mata agar dapat memberi dampak atau berimplikasi dan berbanding lurus dengan upaya untuk peningkatan kinerja organisasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Pfeffer (1998, h.33) dalam Alwi (2008, h.46) mengemukakan peningkatan kinerja organisasi dipengaruhi oleh : a. Tingkat keterlibatan dan komitmen orang-orang terhadap tugas- tugasnya. Faktor ini akan mendorong mereka bekerja lebih giat. b. Praktek-praktek Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dalam meningkatkan keahlian, kompetensi-kompetensi dan fasilitas bagi upaya orang-orang untuk menerapkan kebijakan dan energinya bagi peningkatan kinerja organisasi. Faktor ini akan membuat SDM bekerja lebih cepat (smarter). c. Kebijakan dan komitmen manajemen untuk meletakkan orang pada posisi tanggung jawab yang lebih besar dalam organisasi. Faktor ini akan mendorong peningkatan motivasi karyawan. Lebih lanjut, pegawai yang berkomitmen tinggi pada organisasi akan menimbulkan kinerjaorganisasi yang tinggi, tingkat absensi berkurang, loyalitas karyawan, dan sebagainya. Sehingga artinya, pengaruh komitmen organisasional terhadap hasil yang diinginkan, seperti kinerja serta berpengaruh negatif terhadap keinginan untuk pindah serta kemangkiran kerja memiliki korelasi erat. 40 Jurnal WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 Berdasarkan pendapat di atas, penulis mencoba menggambarkan kondisi-kondisi melalui matrik/diagram bagaimana pilihan-pilihan atau skenario strategi pihak menajemen atau pimpinan organisasi untuk mengembangkan dan membangun kompetensi dan komitmen pegawai dapat dilihat dari empat kelompok kuadran yang terbentuk dari kompetensi dan komitmen pegawai, yaitu : Tinggi K Kompetensi rendah Kompetensi tinggi o Komitmen tinggi Komitmen tisi nggi m i K2 K1 t K3 K4 m e Kompetensi tinggi n Komitmen rendah Kompetensi rendah Komitmen rendah Kompetensi Rendah Tinggi 1. Kuadran I : kelompok pegawai yang memiliki kompetensi dan komitmen yang tinggi. Pada kelompok ini pegawai harus dipertahankan. 2. Kuadran II : pegawai yang memiliki kompetensi yang masih rendah namun komitmennya tinggi. Pada kelompok ini, investasi pada pelatihan dan pengembangan atau pegawai dimutasikan sesuai dengan kemampuan pegawai. 3. Kuadran III : pegawai memiliki kompetensi yang rendah dan komitmennya juga rendah. Pada kelompok ini, lepaskan saja pegawai daripada dipertahankan karena lebih banyak merugikan daripada manfaat yang diterima. 4. Kuadran IV : pegawai yang memiliki kompetensi tinggi namun komitmennya rendah. Pada kelompok ini, pegawai perlu dibina dan dirawat selama pegawai masih dapat diandalkan dikemudian hari atau dilepaskan saja jika masih banyak pegawai potensial untuk dimanfaatkan. Jurnal 41 WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 B. Kompetensi Pegawai Istilah kompetensi dipopulerkan sedemikian rupa oleh Richard Boyatzis dalam buku karyanya The Competent Manager (1982), yang mendefinisikan kompetensi sebagai “Kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yang nampak pada sikapnya yang sesuai dengan kebutuhan kerja dalam parameter lingkungan organisasi dan memberikan hasil yang diinginkan”. Analisis Boyatzis ini menghasilkan sebuah daftar yang terdiri dari 21 tipe karakteristik yang dikelompokkan ke dalam enam cluster : goal and action, leadership, human resource management, directing subordinates, focus on others, and specialized knowledge. Merujuk pada definisi kompetensi yang diungkapkan oleh Boyatzis (Richard E. Boyatzis, 1982), berikut beberapa definisi kompetensi yang bersifat umum yang dikemukakan oleh para ahli sebagaimana dikutip dalam Yohanes Susanto (Yohanes Susanto dan Sukoco, 2019: 6-7) adalah sebagai berikut : 1. Menurut Mc.Clelland dalam Sedarmayanti (2017:150) kompetensi adalah apa yang outstanding performers lakukan lebih sering, pada lebih banyak situasi, dengan hasil yang lebih baik, daripada apa yang dilakukan penilai kebijakan. 2. Menurut Sedarmayanti (2017:150), kompetensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kecakapan, keterampilan, kemampuan. Kata dasarnya kompeten, berarti cakap, mampu, atau terampil. 3. McAshan (1981)menyampaikan, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan prilaku-prilaku kognitif, efektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. 4. Boulter dkk. (2003) mengemukakan kompetensi adalah suatu karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinkannya memberikan kinerja unggul dalam pekerjaan, peran, atau situasi tertentu. Kompetensi adalah suatu kemampuan yang dilandasi oleh keterampilan dan pengetahuan yang didukung oleh sikap kerja yang mengacu pada persyaratan kerja yang ditetapkan. 42 Jurnal WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 5. Mulyasa (2003)mengungkapkan kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang refleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. 6. Menurut Armstrong dan Baron (1998), kompetensi adalah segala sesuatu yang dimiliki seseorang berupa pengetahuan, keterampilan dan faktor-faktor internal individu lainnya untuk dapat mengerjakan sesuatu pekerjaan berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Kompetensi merupakan dimensi perilaku yang berada dibelakang kinerja kompeten. Sering dinamakan kompetensi perilaku karena dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana orang berprilaku ketika mereka menjalankan perannya denganbaik. 7. Menurut Boyatzis (2009)menyatakan bahwa kompetensi adalah kapasitas yang dimiliki pegawai, yang mengarah kepadaprilaku yang sesuai dengan ketetapan organisasi, yang pada gilirannya akan membawa hasil seperti yang diinginkan. Semua definisi umum tersebut mengacu pada karakteristik individu yang mempengaruhi pelaksanaan tugas seseorang. Namun demikian ada beberapa kesulitan dalam konsep kompetensi yang muncul dari perbedaan jenis kompetensi dan unsur pokoknya. Wooddruffe (Michael Amstrong, 2004) menyatakan bahwa : “kompetensi tidak harus dianggap sebagai sesuatu akan tetapi sebagai konsep yang dapat mengindikasi pemahaman tentang hubungan antara pelaksanaan yang diharapkan dengan pelaksanaan yang diinginkan berdasar pada informasi tentang gerakan pelaksanaan sebelumnya. Pernyataan bahwa seseorang itu mampu berarti orang tersebut telah teruji untuk memperoleh kepercayaan bahwa mereka yang diangkat memenuhi persyaratan untuk masa yang akan datang. Kompetensi merupakan “ Set of behaviour patterns that the incumbent needs to bring to a position in order to perform ists tasks and functions with competence “, dalam pengertian ini, fokus utama kompetensi adalah kapasitas/kualifikasi atau perilaku yang dibawa seseorang pegawai/staf kedalam jabatannya untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dengan efektif. Dalam pengertian kontekstual, komponen kompetensi disamping mencakup perilaku, juga meliputi pengetahuan dan keterampilan” Jurnal 43 WIDYAISWARA
VOLUME 6 Edisi 2 Tahun 2020 Sementara Spencer dan Spencer (1993:14) mengemukakan pengertian kompetensi sebagai: “suatu karakteristik dasar dari seorang individu yang secara sebab akibat berhubungan dengan criterion-referenced effective dan/atau kinerja yang tinggi sekali dan suatu pekerjaan atau situasi. Karakteristik dasar berarti kompetensi itu merupakan bagian dari kemampuan untuk bertahan dari kepribadian seseorang dan dapat memprediksi perilaku dalam situasi dan pekerjaan yang lebih luas. Hubungan sebab akibat berarti adanya kompetensi yang menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja. Sedangkan criterion-refferenced berarti bahwa kompetensi pada dasarnya memprediksi siapa kinerjanya baik atau jelek, seperti diukur pada kriteria yang spesifik atau standar”. Selanjutnya Spencer dan Spencer (Lyle M. Spencer and Signe M. Spencer, 1993: 9-11) memberikan 5 tipe karakteristik kompetensi, yaitu: 1. Motives (motif), adalah sesuatu dimana secara konsisten berfikir sehingga ia melakukan tindakan. Motives itu menggerakkan, mengarahkan dan memilih perilaku terhadap tindakan tertentu atau tujuan dan cara dari yang lain. 2. Traits (sifat), adalah karakteristik fisik dan respon yang konsisten terhadap situasi atau informasi. 3. Self-Concept (konsep pribadi), adalah prilaku, nilai-nilai dan kesan pribadi seseorang, misalnya percaya diri (self confidence). 4. Knowledge (Pengetahuan), adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. 5. Skill (keahlian), adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas tertentu baik secara fisik maupun mental. Tipe atau tingkat kompetensi mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia (human resource planning). Sedangkan kompetensi konsep diri (self concept), watak/ sifat (trait) dan motif (motive) lebih tersembunyi (hidden) dibagian dalam dan yang berhubungan dengan pusat dari pribadi seseorang. Sebagaimana yang model iceberg yang dikembangkan Spencer and Spencer : 44 Jurnal WIDYAISWARA
Search