Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Published by bpsdmhumas, 2020-09-14 02:20:21

Description: Modul 5

Search

Read the Text Version

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 43 BPSDM a) gambaran umum hukum nasional; HUKUM DAN b) arah dan kebijakan pembangunan hukum HAM nasional untuk 5 (lima) tahun masa keanggotaan DPR; c) judul rancangan undang-undang beserta keterangan mengenai konsepsi rancangan undang-undang yang meliputi latar belakang dan tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan, dan jangkauan, serta arah pengaturan. 3). Badan Legislasi melalui Pimpinan DPR menyampaikan surat kepada Pimpinan DPD untuk meminta usulan 6 rancangan undang- undang yang akan dimasukkan dalam Prolegnas paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah Badan Legislasi terbentuk. 4). Usulan rancangan undang-undang dari DPD yang akan diusulkan dalam Prolegnas Jangka Menengah disampaikan oleh Pimpinan DPD kepada Pimpinan DPR dan Pimpinan DPR meneruskannya kepada Badan Legislasi paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja 5). Badan Legislasi mengumumkan rencana penyusunan Prolegnas Jangka Menengah kepada masyarakat melalui media massa baik cetak ataupun elektronik. Masyarakat dapat menyampaikan secara langsung atau melalui surat kepada Pimpinan Badan Legislasi

BPSDM 44 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN sebelum dilakukan pembahasan rancangan HAM Prolegnas antara Badan Legislasi dengan Menteri Hukum dan HAM. 6). Usulan Prolegnas dari Anggota, Fraksi, Komisi, DPD, dan masyarakat diinventarisasi oleh Badan Legislasi dan hasilnya dituangkan dalam rancangan Prolegnas Jangka Menengah dari lingkungan DPR untuk kemudian ditetapkan sebagai Prolegnas Jangka Menengah dari DPR. Prolegnas dari DPR tersebut menjadi bahan koordinasi dengan Menteri Menteri Hukum dan HAM. b. Prolegnas Prioritas Tahunan 1) Prolegnas Prioritas Tahunan merupakan pelaksanaan Prolegnas Jangka Menengah yang dilakukan setiap tahun meliputi: a. rancangan undang-undang luncuran pembahasan tahun sebelumnya; b. rancangan undang-undang yang sudah diajukan sebagai usul inisiatif DPR; c. rancangan undang-undang yang sedang atau sudah diharmonisasi oleh Badan Legislasi; dan/atau d. rancangan undang-undang usulan baru yang berasal dari Prolegnas Jangka Menengah. 2) Penyusunan dan pembahasan Prolegnas Prioritas Tahunan untuk tahun pertama dilakukan

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 45 BPSDM bersamaan dengan penyusunan dan HUKUM pembahasan Prolegnas Jangka Menengah. DAN HAM3) Penyusunan Prolegnas Prioritas Tahunan dilaksanakan sebelum penetapan Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 4) Badan Legislasi menyampaikan permintaan usulan rancangan undang-undang yang akan diprioritaskan dalam Prolegnas Prioritas Tahunan paling lambat 1 (satu) masa sidang sebelum dilakukan penyusunan Prolegnas kepada Anggota, Pimpinan Fraksi dan Pimpinan Komisi untuk. 5) Usulan rancangan undang-undang dengan dilengkapi judul rancangan dan keterangan disampaikan oleh Anggota, Pimpinan Fraksi, dan Pimpinan Komisi secara tertulis kepada Pimpinan Badan Legislasi paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja dalam masa sidang sebelum dilakukan penyusunan Prolegnas. 6) Badan Legislasi mengumumkan rencana penyusunan Prolegnas Prioritas Tahunan dari Anggota, Fraksi, Komisi, DPD kepada masyarakat. 7) Usulan Prolegnas dari Anggota, Fraksi, Komisi, DPD, dan masyarakat diinventarisasi oleh Badan Legislasi dan dituangkan dalam rancangan Prolegnas Prioritas Tahunan dari lingkungan DPR.

BPSDM 46 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN 5. Pembahasan Bersama antara Pemerintah dan HAM Dewan Perwakilan Rakyat Penyusunan Prolegnas antara DPR dan Pemerintah dikoordinasikan oleh DPR melalui alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. Pembahasan antara kedua lembaga tersebut diatur pula dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyusunan Prolegnas, memuat : a. Prolegnas Jangka Menengah Pembahasan Prolegnas Jangka Menengah dilakukan melalui: 1) rapat kerja; 2) rapat panitia kerja; dan/atau 3) rapat tim perumus. Dalam membahas daftar inventarisasi usulan Prolegnas, Badan Legislasi dan Menteri terlebih dahulu menyepakati jumlah rancangan undang- undang yang akan dimasukkan dalam daftar Prolegnas Jangka Menengah dan Prolegnas Prioritas Tahunan untuk tahun pertama. Dalam Pembahasan Prolegnas Jangka Menengah, Badan Legislasi dan Menteri menetapkan Prolegnas Prioritas Tahunan untuk tahun pertama. Prolegnas Prioritas tahun pertama diambil dari daftar Prolegnas Jangka Menengah dengan mempertimbangkan: a. alasan diajukannya rancangan undang-undang; dan

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 47 BPSDM b. tersusunnya draft rancangan undang-undang HUKUM dan/atau naskah akademik. DAN HAMb. Prolegnas Prioritas Tahunan Pembahasan Prolegnas dilakukan melalui: a. rapat kerja; b. rapat panitia kerja; dan/atau c. rapat tim perumus. Pengambilan keputusan atas Prolegnas Prioritas Tahunan dilaksanakan berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat. Jika pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat tidak tercapai, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak. c. Penetapan Prolegnas Jangka Menengah atau Prolegnas Prioritas Tahunan yang telah disepakati dalam Rapat Kerja Badan Legislasi dengan Menteri Hukum dan HAM dilaporkan oleh Badan Legislasi dalam rapat paripurna untuk ditetapkan dengan Keputusan DPR. d. Kumulatif Terbuka Dalam Prolegnas dimuat daftar kumulatif terbuka yang terdiri atas: 1) pengesahan perjanjian internasional tertentu; 2) akibat putusan Mahkamah Konstitusi; 3) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

BPSDM 48 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN 4) pembentukan, pemekaran, dan penggabungan HAM daerah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota; dan 5) penetapan/pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Mekanisme RUU kumulatif terbuka khusus pengesahan perjanjian internasional tertentu dan pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota berdasarkan Perpres UU P3 adalah: 1) Pemrakarsa harus terlebih dahulu mengajukan permohonan izin prakarsa kepada Presiden yang memuat konsepsi pengaturan Rancangan Undang-Undang, yang meliputi: a. urgensi dan tujuan penyusunan; b. sasaran yang ingin diwujudkan; c. pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; dan d. jangkauan serta arah pengaturan. 2) Pemrakarsa menyampaikan usul penyusunan Rancangan Undang-Undang yang termasuk dalam kumulatif terbuka kepada Menteri Hukum dan HAM dengan melampirkan dokumen kesiapan teknis yang meliputi: a. Naskah Akademik; b. surat keterangan penyelarasan Naskah Akademik dari Menteri yang bersangkutan; c. Rancangan Undang-Undang;

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 49 d. surat keterangan telah selesainyaBPSDM pelaksanaan rapat panitia antarkementerianHUKUM dan/atau antarnonkementerian dariDAN Pemrakarsa; danHAM e. surat keterangan telah selesainya pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang- Undang dari Menteri Hukum dan HAM. Ketentuan Naskah akademis tidak perlu disertakan dalam penyusunan RUU kumulatif terbuka bagi RUU APBN dan RUU Penetapan Perpu. Note : Terhadap RUU yg merupakan kumulatif terbuka dan di luar prolegnas, proses penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan mengikuti mekanisme yang sama dengan RUU di dalam Prolegnas. Terhadap kedua jenis RUU tersebut: a. Jika RUU berasal dari Pemerintah, harus melalui izin prakarsa kepada Presiden sebelum melalui proses di atas; b. Jika RUU berasal dari DPR, mekanisme penyusunan yang digunakan diatur dalam Peraturan DPR tentang Tata Tertib sebelum masuk pembahasan, pengesahan, dan pengundangan e. Di Luar Prolegnas Dalam keadaan tertentu, DPR atau Presiden dapat mengajukan Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas mencakup:

BPSDM 50 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN 1) untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, HAM atau bencana alam; dan 2) keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu Rancangan Undang- Undang yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Mekanisme yang dijalani terhadap RUU di luar Prolegnas di lingkungan Pemerintah adalah: 1) Pemrakarsa harus terlebih dahulu mengajukan permohonan izin prakarsa kepada Presiden disertai penjelasan mengenai konsepsi pengaturan Rancangan Undang-Undang, yang meliputi: a. urgensi dan tujuan penyusunan; b. sasaran yang ingin diwujudkan; c. pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; dan d. jangkauan serta arah pengaturan 2) Dalam hal Presiden memberikan izin prakarsa penyusunan Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas, Pemrakarsa menyusun Rancangan Undang- Undang tersebut. 3) Pemrakarsa menyampaikan usulan Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas kepada Menteri Hukuma dan HAM dengan melampirkan dokumen kesiapan teknis yang meliputi:

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 51 BPSDM a. izin prakarsa dari Presiden; HUKUM b. Naskah Akademik; DAN c. surat keterangan penyelarasan Naskah HAM Akademik dari Menteri Hukum dan HAM; d. Rancangan Undang-Undang; e. surat keterangan telah selesai pelaksanaan rapat panitia antarkementerian/antarnon- kementerian dari Pemrakarsa; dan f. surat keterangan telah selesai penghar- monisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang dari Menteri Hukum dan HAM. 4) Menteri mengajukan usul Rancangan Undang- Undang di luar Prolegnas kepada Pimpinan DPR melalui Baleg untuk dimuat dalam Prolegnas prioritas tahunan. B. Perencanaan Peraturan Pemerintah Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah dilakukan dalam suatu program penyusunan Peraturan Pemerintah. Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah memuat daftar judul dan pokok materi muatan Rancangan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya yang ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Mekanisme yang dijalani terhadap perencanaan PP adalah sebagai berikut:

BPSDM 52 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN 1) Menteri menyampaikan daftar perencanaan program HAM penyusunan Peraturan Pemerintah kepada kementerian/ lembaga pemerintah nonkementerian 2) Menteri menyelenggarakan rapat koordinasi antarkementerian dan/atau antarnonkementerian dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal daftar perencanaan program penyusunan Peraturan Pemerintah disampaikankepada kementerian/ lembaga pemerintah nonkementerian. 3) Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Dalam keadaan tertentu, kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian dapat mengajukan Rancangan Peraturan Pemerintah di luar perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah dengan berdasarkan kebutuhan Undang-Undang atau putusan Mahkamah Agung. Mekanisme penyusunan RPP di luar program penyusunan harus dimulai dengan pengajuan Izin Prakarsa kepada Presiden. Kemudian mekanisme penyusunan diikuti dengan mekanisme penyusunan RUU di luar Prolegnas. C. Perencanaan Peraturan Presiden Perencanaan penyusunan Peraturan Presiden dilakukan dalam suatu program penyusunan Peraturan Presiden. Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 31 UU P3, maka tata cara perencanaan penyusunan Peraturan Presiden dilakukan sama dengan tatacara perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah yang diatur dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 29 UU P3.

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 53 BPSDM D. Perencanaan Peraturan Daerah HUKUM DAN Berdasarkan UU P3, perencanaan penyusunan Peraturan HAM Daerah, dilakukan dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda). Pengertian Prolegda adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. Istilah Prolegda berbeda dengan istilah yang digunakan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yaitu Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propeda). 1) Perencanaan Penyusunan Peraturan Daerah Provinsi. Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan dalam Prolegda Provinsi. Penyusunan Prolegda dilaksanakan oleh DPRD Provinsi bersama- sama dengan Pemerintah Daerah dan ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala prioritas pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi. Hasil penyusunan Prolegda antara DPRD Provinsi dan Pemerintah Daerah Provinsi disepakati menjadi Prolegda Provinsi dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD Provinsi untuk selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan DPRD Provinsi. Penetapan skala prioritas pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada dilakukan oleh Balegda dan biro hukum berdasarkan kriteria:

BPSDM 54 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN a. perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih HAM tinggi; b. rencana pembangunan daerah; c. penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan d. aspirasi masyarakat daerah. Dalam Prolegda Provinsi dapat dimuat Daftar Kumulatif Terbuka yang terdiri atas: a. akibat putusan Mahkamah Agung; b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi. Dalam keadaan tertentu, Pemrakarsa dapat mengajukan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi di luar Prolegda Provinsi berdasarkan izin prakarsa dari Gubernur. Keadaan tertentu tersebut meliputi: a. untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; b. akibat kerja sama dengan pihak lain; dan c. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang dapat disetujui bersama oleh Balegda dan biro hukum. 2) Perencanaan Penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota dilakukan dalam Prolegda Kabupaten/Kota. Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 40 UU P3, maka tata cara perencanaan penyusunan Prolegda Kabupaten/Kota dilakukan sama dengan

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 55 BPSDM tatacara perencanaan penyusunan Prolegda Provinsi HUKUM yang diatur dalam Pasal 32 sampai dengan Pasal 38 DAN UU P3. HAM Dalam Prolegda Kabupaten/Kota dapat dimuat Daftar Kumulatif Terbuka mengenai pembentukan, pemekaran, dan penggabungan kecamatan atau nama lainnya dan/ atau pembentukan, pemekaran, penggabungan Desa atau nama lainnya. E. Perencanaan Peraturan Perundang-undangan Lainnya. Perencanaan peraturan perundang-undangan ini terkait dengan perencanaan peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. Perencanaan terhadap peraturan perundang-undangan ini disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing lembaga, komisi atau instansi dan ditetapkan secara internal untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. F. Rangkuman Pengetahuan mengenai perencanaan peraturan perundang- undangan sangat penting dan merupakan salah satu bagian

BPSDM 56 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN dari tahap pembentukan peraturan perundang-undangan. HAM Hal ini, memberikan kejelasan tentang bagaimana proses perencanaan yang baik yang harus dilalui dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Perencanaan yang baik memberikan arah mengenai: a. proses formil yang harus dilalui; b. koordinasi yang harus dikembangkan di antara pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang; c. membantu pembentuk peraturan perundang-undangan menentukan prioritas peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk. G. Latihan Untuk lebih memantapkan pengertian Anda mengenai perencanaan peraturan perundang-undangan, cobalah selesaikan latihan di bawah ini: 1. Jelaskan mekanisme perencanaan peraturan perundang-undangan berdasarkan UU P3 dan Perpres UU P3? 2. Terhadap daftar kumulatif terbuka dalam perencanaan RUU, terdapat pengaturan mengenai mekanisme perencanaan bagi RUU Pengesahan dan RUU pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota. Bagaimana mekanisme terhadap RUU yang masuk dalam daftar kumulatif terbuka di luar kedua RUU tersebut?

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 57 3. Mengapa Naskah akademis tidak perlu disertakan dalam penyusunan RUU kumulatif terbuka bagi RUU APBN dan RUU Penetapan Perpu. 4. Perencanaan RUU dilakukan melalui 2 mekanisme yaitu Prolegnas Jangka Menengah dan Prolegnas Prioritas Tahunan. Kedua mekanisme tersebut dilakukan oleh Pemerintah dan DPR dengan jangka waktu yang telah ditetapkan ketika menyusun Prolegnas Jangka Menengah dan Prolegnas Prioritas Tahunan. Apakah Pemerintah atau DPR dapat mengajukan RUU prolegnas jangka menengah menjadi prolegnas prioritas tahunan setelah ditetapkan prolegnas prioritas tahunan oleh kedua lembaga tersebut? BPSDM HUKUM DAN HAM

BPSDM HUKUM DAN HAM

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 59 BAB IV PROSES PENYUSUNAN BPSDMSetelah Memperlajari Modul ini Peserta Diharapkan Mampu HUKUMMenjelaskan Mengenai Proses Penyusunan Peraturan DANPerundang-Undangan. HAM Jumlah Materi Kegiatan Kegiatan Peserta Jam Pengajar Proses Penyusunan Pelajaran a. Penyusunan RUU Pengajar Mempelajari, b. Penyusunan Rancangan menjelaskan dan mendiskusikan, 5 memandu peserta dan (1 JP) Peraturan Pemerintah di dalam mempresentasikan Pengganti UU memahami modul baik secara c. Penyusunan Rancangan ini perorangan atau Peraturan Pemerintah kelompok terkai d. Penyusunan Rancangan dengan tugas yang Peraturan Presiden diberikan pengajar. e. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah f. Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang- undangan Lainnya A. Penyusunan Rancangan Undang-Undang 1. Umum Secara konstitusional yang mempunyai kekuasaan membentuk undang-undang adalah DPR, akan tetapi berdasarkan ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang ke DPR. 59

BPSDM 60 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Demikian juga dengan mendasarkan ketentuan dalam HAM Pasal 22D ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka DPD juga dapat mengajukan rancangan undang-undang ke DPR terkait dengan hal-hal tertentu. Secara mekanisme penyusunannya, rancangan undang-undang dari DPD diajukan melalui tahapan yang berlaku di DPR. Pasal 45 ayat (1) UU P3 menyatakan bahwa Rancangan Undang-Undang baik yang berasal dari DPR maupun Presiden disusun berdasarkan Prolegnas, dan apabila dalam satu masa sidang DPR dan Presiden menyampaikan rancangan undang-undang mengenai materi yang sama, dibahas adalah yang disampaikan oleh DPR. Sedangkan rancangan undang-undang yang disampaikan Presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. Setiap rancangan undang-undang yang berasal dari DPR atau Presiden harus disertai dengan Naskah Akademik. Penyertaan Naskah Akademik tersebut dikecualikan untuk rancangan undang-undang mengenai: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang; atau c. Pencabutan Undang-Undang atau pencabutan PeraturanPemerintah Pengganti Undang-Undang. Selain itu, untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 74 UU P3, maka setiap rancangan undang-undang juga

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 61 BPSDM sudah mencantumkan ketentuan mengenai batas waktu HUKUM penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya DAN sebagai pelaksanaan Undang-Undang tersebut apabila HAM sudah disahkan. 2. Penyusunan Rancangan Undang-Undang yang dibentuk oleh Presiden Rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden, disiapkan oleh menteri atau pimpinan LPNK sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya. Penyusunan tersebut dilakukan dengan membentuk panitia antarkementerian dan/atau antarnonkementerian. Terhadap RUU tersebut dilakukan pula dengan pengharmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang yang dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum (Menteri Hukum dan HAM). Untuk dapat dibahas bersama-sama dengan DPR, rancangan undang-undang dari Presiden diajukan dengan Surat Presiden kepada pimpinan DPR. Selain berisi penyampaian rancangan undang-undang ke DPR, Surat Presiden tersebut juga berisi penunjukan menteri yang akan ditugasi untuk mewakili Presiden dalam proses pembahasan rancangan undang-undang bersama DPR. Berdasarkan Surat Presiden tersebut, DPR akan mulai membahas rancangan undang-undang yang telah disampaikan oleh Presiden dalam jangka

BPSDM 62 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak HAM surat Presiden diterima. 3. Penyusunan Rancangan Undang-Undang yang dibentuk oleh DPR Rancangan Undang-Undang dari DPR dapat berasal dari: a. Anggota DPR, komisi, gabungan komisi atau alat kelengkapan DPR yang khusus menangani legislasi; dan b. Dewan Perwakilan Daerah, untuk rancangan undang-undang yang berkaitan dengan: 1) otonomi daerah; 2) hubungan pusat dan daerah; 3) pembentukan dan pemekaran serta 4) penggabungan daerah; 5) pengelolaan sumber daya alam dan sumber 6) daya ekonomi lainnya; dan 7) perimbangan keuangan pusat dan daerah. Terhadap rancangan undang-undang yang berasal dari DPR dan DPD, proses pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsinya dikoordinasikan/dilakukan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi (BALEG DPR RI). Khusus untuk usulan rancangan undang-undang yang berasal dari DPD, proses pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi yang dilakukan oleh BALEG dapat mengundang akademisi/tenaga ahli.

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 63 BPSDM Selanjutnya hasil pengharmonisasian rancangan HUKUM undang-undang dari DPD tersebut dilaporkan secara DAN tertulis kepada pimpinan DPR untuk diumumkan dalam HAM rapat paripurna. Rancangan undang-undang yang berasal dari DPR, penyebarluasan untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan dari masyarakat dilakukan oleh BALEG DPR RI. Sedangkan untuk dapat dibahas bersama-sama dengan Presiden, rancangan undang-undang tersebut harus terlebih dahulu disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden. Dengan adanya surat tersebut, dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima, Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas rancangan undangundang bersama DPR. 4. Penyusunan Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas. Walaupun Pasal 45 ayat (1) UU P3 telah menyatakan bahwa penyusunan rancangan undang-undang didasarkan pada Prolegnas, akan tetapi dengan mendasarkan pada ketentuan dalam Pasal 23 ayat (2) UU P3, DPR atau Presiden dapat mengajukan rancangan undangundang di luar Prolegnas, yaitu dalam keadaan: a. untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; dan b. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu rancangan undang-

BPSDM 64 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN undang yang dapat disetujui bersama oleh alat HAM kelengkapan DPR yang khusus menangani legislasi dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Terkait dengan penyusunan rancangan undang- undang di luar Prolegnas yang diusulkan dari DPR, maka terlebih dahulu rancangan undang-undang tersebut harus disepakati oleh BALEG DPR RI. Kemudian BALEG DPR RI akan melakukan koordinasi dengan Menteri Hukum dan HAM RI untuk mendapatkan persetujuan bersama dan hasilnya dilaporkan dalam rapat paripurna untuk ditetapkan. Sedangkan untuk penyusunan rancangan undang- undang di luar Prolegnas yang dilakukan di lingkungan Pemerintah, maka pemrakarsa (menteri/ pimpinan LPNK yang mengajukan usul penyusunan rancangan undangundang) terlebih dahulu mengajukan permohonan izin prakarsa kepada Presiden dengan disertai penjelasan mengenai konsepsi pengaturan rancangan undang-undang yang meliputi: a. urgensi dan tujuan penyusunan; b. sasaran yang ingin diwujudkan; c. pokok pikiran, lingkup, atau obyek yang akan diatur; dan d. jangkauan serta arah pengaturan.

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 65 BPSDM B. Penyusunan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- HUKUM Undang DAN HAM Pasal 22 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan hak kepada Presiden untuk menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam keadaan kegentingan yang memaksa. Walaupun konstitusi yang berlaku saat ini tidak ada penjelasan mengenai pengertian keadaan kegentingan yang memaksa tersebut, akan tetapi Mahkamah Konstitusi berpendapat terdapat 3 (tiga) syarat untuk menentukan adanya kegentingan yang memaksa sebagaimana dimaksud oleh Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 untuk mengeluarkan Perpu, yaitu: 1. adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang; 2. undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang- undang tetapi tidak memadai; dan 3. kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama, sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan. Apabila menurut Presiden terjadi keadaan kegentingan yang memaksa, maka Presiden menugaskan penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang kepada Menteri yang terkait dengan substansi

BPSDM 66 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN dengan berkoordinasi dengan Menteri Hukum dan HAM dan HAM menteri/pimpinan lembaga terkait. Perpu yang telah ditetapkan oleh Presiden harus diajukan ke DPR pada sidang berikut dalam bentuk pengajuan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang dan Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang disiapkan oleh Pemrakarsa dengan membentuk panitia antarkementerian dan/atau antarnonkementerian. Terhadap pengajuan kedua RUU tersebut dilakukan pengharmoniosasi pula oleh Menteri Hukum dan HAM. Terhadap pengajuan tersebut, maka keputusan DPR adalah memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan. C. Penyusunan Peraturan Pemerintah Dalam penyusunannya, pemrakarsa membentuk panitia antarkementerian dan/atau lembaga pemerintah non kementerian. Sedangkan untuk proses pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri Hukum dan HAM. Secara lebih teknis, proses pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Pemerintah telah diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 20 Tahun 2015 tentang Pengharmonisasian, Pembulatan, dan Pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Perundang- undangan.

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 67 BPSDM D. Penyusunan Peraturan Presiden HUKUM DAN Seperti halnya proses penyusunan Peraturan Pemerintah, HAM maka dalam penyusunan Peraturan Presiden, pemrakarsa membentuk panitia antarkementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian. Sedangkan untuk proses pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Pemerintah dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Terhadap Rancangan Peraturan Presiden yang bersifat mendesak ditentukan berbeda dengan mekanisme penyusunan Peraturan Presiden yang bersifat tidak mendesak, yaitu: 1. Pemrakarsa secara serta merta dapat langsung melakukan pembahasan Rancangan Peraturan Presiden dengan melibatkan Menteri, menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian dan/atau lembaga lain yang terkait. 2. Hasil pembahasan Rancangan Peraturan Presiden disampaikan oleh Pemrakarsa kepada Presiden untuk ditetapkan. E. Penyusunan Peraturan Daerah Untuk melaksanakan otonomi daerah, Pasal 18 ayat (6) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Pemerintahan Daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

BPSDM 68 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Hak konstitusional tersebut dijabarkan dalam berbagai HAM undang-undang yang terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pasal 236 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan bahwa untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan, Daerah membentuk Perda. Rancangan peraturan daerah dari DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota atau Kepala Daerah harus disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik. Sedangkan untuk rancangan peraturan daerah mengenai APBD Provinsi/Kabupaten/Kota, pencabutan Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota atau perubahan Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang hanya terbatas mengubah beberapa materi disertai dengan keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur. 1. Rancangan Perda dari DPRD Provinsi/Kabupaten/ Kota Rancangan peraturan daerah dari DPRD Provinsi/ Kabupaten/Kota dapat berasal dari anggota, komisi, gabungan komisi atau alat kelengkapan DPRD Provinsi/ Kabupaten/Kota yang khusus menangani bidang legislasi. Terhadap rancangan peraturan daerah yang berasal dari DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, proses pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsinya dikoordinasikan/dilakukan oleh alat kelengkapan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota yang khusus menangani bidang legislasi (Balegda DPRD

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 69 BPSDM Provinsi/Kabupaten/Kota). Rancangan peraturan daerah HUKUM provinsi/Kabupaten/Kota yang telah disiapkan oleh DPRD DAN Provinsi/Kabupaten/Kota disampaikan dengan surat HAM pimpinan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota kepada Kepala Daerah. Penyebarluasan rancangan peraturan daerah yang berasal dari DPRD dilaksanakan oleh alat kelengkapan DPRD 2. Rancangan Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/ Kota dari Kepala Daerah. Rancangan peraturan daerah dari Kepala Daerah disusun oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah, sedangkan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang berasal dari Kepala Daerah dikoordinasikan oleh biro hukum/bagian hukum. Proses ini dapat mengikutsertakan instansi vertikal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum (Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM). Penyebarluasan rancangan peraturan daerah yang berasal dari Gubernur dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah. F. Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Lainnya Mekanisme penyusunan peraturan perundang-undangan lainnya diserahkan pada pimpinan lembaga, komisi atau instansi masing-masing.

BPSDM 70 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN G. Rangkuman HAM Pengetahuan mengenai penyusunan peraturan perundang- undangan sangat penting dan merupakan salah satu bagian dari tahap pembentukan peraturan perundang-undangan. Hal ini, memberikan kejelasan tentang bagaimana proses penyusunan yang baik yang harus dilalui dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Penyusunan yang baik memberikan arah mengenai: 1. proses formil yang harus dilalui; 2. koordinasi yang harus dikembangkan di antara pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang; 3. kepastian mengenai penerapan materi muatan, substansi, teori, prinsip, dan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan dalam rancangan peraturan perundang-undangan yang dibentuk. H. Latihan Untuk lebih memantapkan pengertian Anda mengenai penyusunan peraturan perundang-undangan, cobalah selesaikan latihan di bawah ini. 1. Jelaskan mekanisme penyusunan perencanaan peraturan perundang-undangan berdasarkan UU P3 dan Perpres UU P3? 2. Bagaimana perbedaan proses pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi di tingkat pusat dan tingkat daerah? 3. Kendala apa saja yang dihadapi ketika menjalani penyusunan di tingkat pusat dan tingkat daerah?

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 71 BAB V PROSES PEMBAHASAN BPSDMSetelah Mempelajari Modul ini Peserta Diharapkan Mampu HUKUMMenjelaskan Mengenai Proses Pembahasan Berdasarkan Tata DANTertib DPR, DPD, dan DPRD. HAM Jumlah Jam Materi Kegiatan Pengajar Kegiatan Peserta Pelajaran Proses Pengajar Mempelajari, 6 Pembahasan menjelaskan dan mendiskusikan, dan (1 JP) a. RUU memandu peserta di mempresentasikan b. Perda dalam memahami baik secara modul in. perorangan atau kelompok terkai dengan tugas yang diberikan pengajar. A. Rancangan Perundang-Undangan (RUU) Pembahasan rancangan undang-undang dilakukan oleh DPR bersama Presiden atau menteri yang ditugasi. Sebelum dilakukan pembahasan bersama oleh DPR dan Presiden, rancangan undang-undang dapat ditarik kembali oleh pemrakarsa. Jika rancangan undang-undang tersebut sedang dibahas, maka hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama antara DPR dan Presiden. Dalam pelaksanaannya, pembahasan rancangan undang- undang tersebut dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan, yaitu: 71

BPSDM 72 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN 1. Pembicaraan tingkat I Dilakukan dalam rapat komisi, HAM rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat Panitia Khusus. 2. Pembicaraan tingkat II Dilakukan dalam rapat paripurna. Dalam pembicaraan tingkat I terhadap RUU yang berkaitan dengan: a. otonomi daerah; b. hubungan pusat dan daerah; c. pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; d. pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; dan e. perimbangan keuangan pusat dan daerah,dilakukan dengan mengikutsertakan DPD, yang dalam hal ini diwakili oleh alat kelengkapan DPD yang membidangi materi muatan Rancangan Undang-undang yang dibahas. Selain itu, peran DPD dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang adalah juga memberikan pertimbangan kepada DPR atas Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan,dan agama. Dalam pembicaraan tingkat I ini juga dapat mengundang pimpinan lembaga negara atau lembaga lain jika materi Rancangan Undang-Undang berkaitan dengan lembaga negara atau lembaga lain.

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 73 Pembicaraan Tingkat I Dilakukan Melalui Tahapan 1. Pengantar MusyawarahBPSDM Dalam pengantar musyawarah ini: HUKUM - DPR memberikan penjelasan dan Presiden 1. Pembahasan DaftarDAN Inventarisasi Masalah (DIM)HAM menyampaikan pandangan jika rancangan undang-undang berasal dari DPR. Apabila 2. Penyampaian Pendapat Mini rancangan undangundang tersebut terkait dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah;pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah;pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; dan perimbangankeuangan pusat dan daerah, maka selainPresiden, DPD juga menyampaikan pandangannya. - Presiden memberikan penjelasan dan fraksi memberikan pandangan jika rancangan undang-undang berasal dari Presiden. Selain fraksi-fraksi di DPR, apabila rancangan undang-undang tersebut terkait dengan kewenangan DPD, maka DPD juga menyampaikan pandangannya. DIM yang dibahas berasal dari: • Presiden jika RUU berasal dari DPR; atau • DPR jika RUU berasal dari Presiden dengan mempertimbangkan usul dari DPD sepanjang terkait dengan kewenangan DPD Penyampaian pendapat mini dilakukan pada akhir Pembicaraan Tingkat I oleh: • fraksi; • DPD, jika RUU berkaitan dengan kewenangan DPD;dan • Presiden Pembicaraan Tingkat II dilakukan dalam rapat paripurna, menjadi sarana untuk pengambilan keputusan, dengan kegiatan: 1. penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil pembicaraan tingkat I;

BPSDM 74 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN 2. pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap HAM fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan 3. penyampaian pendapat akhir Presiden yang dilakukan oleh menteri yang ditugasi Terhadap rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, maka dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama, oleh Pimpinan DPR akan disampaikan kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang. Selanjutnya dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan undang-undang tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, rancangan undang-undang tersebut disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan. Apabila ternyata dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tidak ditanda tangani oleh Presiden, maka rancangan undang- undang tersebut dianggap sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. Kalimat pengesahan terhadap rancangan undang-undang yang tidak ditandatangangani oleh Presiden harus dibubuhkan pada halaman terakhir undang-undang sebelum pengundangan naskah undang-undang ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, dengan kalimat : Undang-Undang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (5)Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 75 BPSDM Di sisi lain terdapat 2 (dua) RUU yang merupakan RUU HUKUM Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- DAN Undang dan RUU Penetapan Peraturan Pemerintah HAMPengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang. Dari sisi waktu, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang dalam bentuk Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang menjadi Undang-Undang, harus diajukan ke DPR pada masa sidang pertama DPR setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditetapkan. Sedangkan dari sisi tatacara pembahasan, pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan pembahasan rancangan undang-undang, yaitu melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan. Adapun pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, dilakukan dengan mekanisme: a. Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang diajukan oleh DPR atau Presiden; b. Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang diajukan pada saat Rapat Paripurna DPR tidak memberikan persetujuan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang diajukan oleh Presiden; dan

76 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan c. Pengambilan keputusan persetujuan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dilaksanakan dalam rapat paripurna DPR yang sama dengan rapat paripurna DPR yang tidak memberikan persetujuan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang diajukan oleh Presiden. BPSDM HUKUMDALAM HAL DPR MENYETUJUIPerpu tersebut ditetapkan menjadi UU DANDALAM HAL DPR TIDAK MENYETUJUI HAM Perpu tersebut harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku: ‐ Terkait kondisi ini, DPR atau Presiden mengajukan Rancangan Undang- Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang didalamnya juga mengatur segala akibat hukum dari pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. − Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dalam rapat paripurna yang sama ketika DPR tidak memberikan persetujuan B. Peraturan Daerah (Perda) Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota atau Kepala Daerah. Apabila dalam satu masa sidang,DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota atau Kepala Daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah Provinsi/Kabupaten/Kota mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan peraturan daerah Provinsi/ Kabupaten/Kota yang disampaikan oleh DPRD Provinsi/

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 77 BPSDM Kabupaten/Kota. Sedangkan yang disampaikan oleh Kepala HUKUM Daerah akan digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. DAN HAMPembahasan rancangan peraturan daerah Provinsi/ Kabupaten/Kota dilakukan oleh DPRD Provinsi/Kabupaten/ Kota bersama Kepala Daerah. Rancangan peraturan daerah tersebut dapat ditarik kembali oleh pemrakarsa sebelum dibahas oleh DPRD Provinsi/ Kabupaten/Kota dan Kepala Daerah Akan tetapi apabila sudah terlanjur dibahas, maka penarikan rancangan peraturan daerah tersebut hanya dapat dilakukan dengan adanya persetujuan bersama DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota dan Kepala Daerah. Pembahasan rancangan peraturan daerah Provinsi/ Kabupaten/Kota oleh DPRD Provinsi/ Kabupaten/Kota bersama Kepala Daerah dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan, yaitu: 1. rapat komisi/badan/alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi, dan 2. rapat paripurna. Dalam Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD disebutkan bahwa tingkat-tingkat pembicaraan tersebut adalah terbagi menjadi 2 (dua) yaitu: 1. Pembicaraan tingkat I yang meliputi: a. Dalam hal rancangan peraturan daerah berasal dari kepala daerah dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:

BPSDM 78 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN 1) penjelasan kepala daerah dalam rapat paripurna HAM mengenai rancangan peraturan daerah; 2) pemandangan umum fraksi terhadap rancangan peraturan daerah; dan 3) tanggapan dan/atau jawaban kepala daerah terhadap pemandangan umum fraksi. b. Dalam hal rancangan peraturan daerah berasal dari DPRD dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut: 1) penjelasan pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan Badan Legislasi Daerah, atau pimpinan panitia khusus dalam rapat paripurna mengenai rancangan peraturan daerah; 2) pendapat kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah; dan 3) tanggapan dan/atau jawaban fraksi terhadap pendapat kepala daerah. c. Pembahasan dalam rapat komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus yang dilakukan bersama dengan kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakilinya. 2. Pembicaraan tingkat II yang meliputi: a. Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang didahului dengan: 1) penyampaian laporan pimpinan komisi/pimpinan gabungan komisi/pimpinan panitia khusus yang

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 79 BPSDM berisi proses pembahasan, pendapat fraksi dan HUKUM hasil pembicaraan; dan DAN 2) permintaan persetujuan dari anggota secara HAM lisan oleh pimpinan rapat paripurna. Apabila persetujuan tersebut tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. b. Pendapat akhir kepala daerah. Apabila rancangan peraturan daerah tidak mendapat persetujuan bersama antara DPRD dan kepala daerah rancangan peraturan daerah tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPRD masa itu. C. Rangkuman Pengetahuan mengenai pembahasan peraturan perundang- undangan sangat penting dan merupakan salah satu bagian dari tahap pembentukan peraturan perundang-undangan. Pembahasan peraturan perundang-undangan hanya dikenakan bagi Undang-Undang dan Peraturan Daerah. Hal ini, memberikan kejelasan tentang bagaimana proses pembahasan yang baik yang harus dilalui dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Pembahasan yang baik memberikan arah mengenai: 1. proses formil yang harus dilalui; 2. koordinasi yang harus dikembangkan di antara pembentuk UU dan Peraturan Daerah yang berwenang;

80 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 3. kepastian mengenai penerapan materi muatan, substansi, teori, prinsip, dan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan dalam Rancangan Undang-Undang dan Rancangan Peraturan Daerah yang dibentuk. D. Latihan Untuk lebih memantapkan pengertian Anda mengenai pembahasan peraturan perundang-undangan, cobalah latihan di bawah ini. 1. Jelaskan mekanisme pembahasan Rancangan Undang- Undang dan Rancangan Peraturan Daerah berdasarkan UU P3 dan Perpres UU P3? 2. Bagaimana jika terdapat 1 (satu) substansi yang tidak disetujui dalam pembicaraan tingkat I dan pembicaraan tingkat II, namun substansi yang lain disetujui? 3. Tindakan apa yang harus dilakukan oleh pembentuk peraturan perundang-undangan? 4. Kendala apa saja yang dihadapi ketika menjalani pembahasan di tingkat pusat dan tingkat daerah? BPSDM HUKUM DAN HAM

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 81 BAB VI PENGESAHAN/PENETAPAN BPSDMSetelah Mempelajari Modul ini Peserta Diharapkan Mampu HUKUMMenjelaskan Mengenai Pengesahan/ Penetapan. DAN Jumlah Jam HAMMateri Kegiatan Kegiatan Peserta Pelajaran Pengajar Pengesahan/ Penetapan. Mempelajari, 7 a. Pengesahan Pengajar mendiskusikan, dan (1 JP) b. Penetapan menjelaskan dan mempresentasikan memandu baik secara peserta di dalam perorangan atau memahami kelompok terkai dengan tugas yang diberikan pengajar. A. Pengesahan Mekanisme pengesahan rancangan Undang-Undang dilakukan dengan mekanisme: 1) Terhadap rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, maka dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama, oleh Pimpinan DPR akan disampaikan kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang. 2) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan undang-undang tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, rancangan 81

BPSDM 82 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN undang-undang tersebut disahkan oleh Presiden dengan HAM membubuhkan tanda tangan. 3) Apabila ternyata dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tidak ditandatangani oleh Presiden, maka rancangan undang-undangtersebut dianggap sah menjadi undang- undang dan wajib diundangkan. Kalimat pengesahan terhadap rancangan undang-undang yang tidak ditandatangani oleh Presiden harus dibubuhkan /pada halaman terakhir undang-undang sebelum pengundangan naskah undang-undang ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, dengan kalimat : Undang-Undang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 B. Penetapan Penetapan berlaku hanya untuk peraturan perundang- undangan di bawah Rancangan Undang-Undang yaitu: 1. Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden Berdasarkan Perpres UU P3, mekanisme penetapan untuk penetapan Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden disamakan yaitu:

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 83 BPSDM Presiden menetapkan Rancangan Peraturan HUKUM Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan DAN Peraturan Pemerintah, atau Rancangan Peraturan HAM Presiden yang telah disusun menjadi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Presiden dengan membubuhkan tanda tangan pada Naskah Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, atau Rancangan Peraturan Presiden. 2. Rancangan Peraturan Daerah Mekanisme penetapan rancangan Peraturan Daerah dilakukan dengan mekanisme: a. berdasarkan persetujuan bersama DPRD Provinsi/ Kabupaten/Kota dan Kepala Daerah terhadap rancangan Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/ Kota, pimpinan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama, menyampaikannya kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Provinsi/ Kabupaten/Kota. b. dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota tersebut disetujui bersama oleh DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota danKepala Daerah, Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota

BPSDM 84 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN tersebut ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan HAM membubuhkan tanda tangan. c. Apabila ternyata dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tidak disahkan oleh Kepala Daerah, maka Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota tersebut dianggap sah menjadi Peraturan Daerah Provinsi/ Kabupaten/Kota dan wajib diundangkan. Kalimat pengesahan terhadap rancangan Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang tidak ditandatangani oleh Kepala Daerah harus dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota sebelum naskah Peraturan Daerah Provinsi/ Kabupaten/Kota tersebut diundangkan ke dalam LembaranDaerah, dengan kalimat : Peraturan Daerah ini dinyatakan sah. 3. Peraturan perundang-undangan lainnya Penetapan peraturan perundang-undangan lainnya diserahkan kepada pimpinan lembaga, komisi, atau instansi masing-masing. C. Rangkuman Pengetahuan mengenai pengesahan/penetapan peraturan perundang-undangan sangat penting dan merupakan salah satu bagian dari tahap pembentukan peraturan perundang- undangan. Pengesahan/penetapan peraturan perundang- undangan memberikan kejelasan: 1. proses formil yang harus dilalui; 2. kewenangan mengesahkan dan menetapkan.

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 85 D. Latihan Untuk lebih memantapkan pengertian Anda mengenai pengesahan/penetapan peraturan perundang-undangan, cobalah latihan di bawah ini. 1. Jelaskan mekanisme pengesahan/penetapan berdasarkan UU P3 dan Perpres UU P3? 2. Apakah pernah ada RUU yang telah disetujui bersama tidak ditandatangani? Jika ada, sebutkan? 3. Mengapa RUU menggunakan istilah “pengesahan”, sedangkan yang di bawah RUU menggunakan istilah “penetapan”? BPSDM HUKUM DAN HAM

BPSDM HUKUM DAN HAM

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 87 BAB VII PENGUNDANGAN BPSDMSetelah Mempelajari Modul ini Peserta Diharapkan Mampu HUKUMMenerapkan Mengenai Pengundangan DAN Jumlah Jam HAMMateriKegiatan Pengajar Kegiatan Peserta Pelajaran Pengundangan Pengajar Mempelajari, 8 a. Pengertian menjelaskan dan mendiskusikan, dan (1 JP) memandu peserta mempresentasikan Pengundangan di dalam baik secara b. Pengundangan memahami perorangan atau kelompok terkai Peraturan dengan tugas yang Perundang- diberikan pengajar. undangan di Pusat dan di Daerah A. Pengertian Pengundangan Pengundangan adalah penempatan peraturan perundang- undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah dan Tambahan Lembaran Daerah atau Berita Daerah. Tujuan pengundangan peraturan perundang-undangan dalam lembaran resmi adalah agar setiap orang dianggap mengetahuinya. Pada dasarnya peraturan perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali peraturan perundang-undangan tersebut 87

BPSDM 88 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN menentukan lain. Pengecualian ini dimungkinkan untuk HAM persiapan sarana dan prasarana serta kesiapan aparatur pelaksana peraturan perundang-undangan tersebut. Menurut Amiroeddin Syarif, pengundangan atau pengumuman dalam Lembaran Negara atau Berita Negara merupakan syarat formal untuk mempunyai kekuatan hukum mengikat dari perundang-undangan. Maksudnya, apabila sudah diundangkan dalam Lembaran Negara atau diumumkan dalam Berita Negara, maka peraturan perundang-undangan tersebut mempunyai kekuatan mengikat. Setelah diundangkan atau diumumkan secara (ider een wordt geacht de wet te kennen). Fiksi hukum tersebut sekarang berubah menjadi: “Setiap orang terikat pada suatu undang-undang sejak ia dinyatakan berlaku.” Ini terdapat dalam yurisprudensi, yaitu Putusan Mahkamah Agung pada tahun 1955\". B. Pengundangan Peraturan Perundang-undangan di Pusat dan di Daerah Yang melaksanakan pengundangan peraturan perundang- undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia atau Berita Negara Republik Indonesia adalah Menteri Hukum dan HAM, sedangkan yang melaksanakan pengundangan dalam Lembaran Daerah dan Berita Daerah dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah.

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 89 No Penempatan Pengundangan PUU yang diundangkan 1. Lembaran Negara Republik • Undang-Undang/PeraturanPemerintah Indonesia Pengganti Undang-Undang • Peraturan Pemerintah • Peraturan Presiden BPSDM • Peraturan perundang-undangan lain yang HUKUM menurut peraturan perundang-undangan yang DAN berlaku harus diundangkan dalam Lembaran HAM Negara Republik Indonesia, misalnya: UUD NRI Tahun 1945, Keputusan Presiden tentang pengesahan perjanjian internasional, Peraturan Bank Indonesia 2. Tambahan Lembaran Negara Memuat penjelasan peraturan perundang- Republik Indonesia undangan yang dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia 3. Berita Negara Republik Indonesia Meliputi peraturan perundang-undanganyang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia, antara lain: Peraturan Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen41, pengumuman berakhirnya status badan hukum Perseroan oleh Menteri Hukum dan HAM42, penyusunan neraca singkat mingguan oleh Bank Indonesia 4. Tambahan Berita Negara • Memuat penjelasan peraturan perundang- Republik Indonesia undangan yang dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia • Hal-Hal yang menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, misalnya mengenai: akta pendirian Perseroan beserta Keputusan Menteri, akta perubahan anggaran dasar perseroan beserta Keputusan Menteri, dan akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima Menteri 5. Lembaran daerah Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota 6. Tambahan Lembaran Daerah Memuat penjelasan Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/ Kota yang dimuat dalam Lembaran Daerah 7. Berita Daerah Peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati/Walikota  

BPSDM 90 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Tata cara pengundangan peraturan perundang-undangan HAM diatur dalam Perpres UU P3 dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pengundangan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Mekanisme pengundangan berdasarkan Perpres UU P3 tersebut adalah: 1) pejabat yang berwenang dari instansi yang bersangkutan mengajukan dan menandatangani permohonan pengundangan peraturan perundang- undangan tersebut secara tertulis dan disampaikan secara langsung oleh petugas yang ditunjuk disertai dengan: a. 2 (dua) naskah asli; dan b. 1 (satu) softcopy naskah asli, kepada Menteri Hukum dan HAM. 2) Menteri menandatangani pengundangan: a. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; b. Peraturan Pemerintah; c. Peraturan Presiden; dan d. Peraturan Perundang-undangan lain yang menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, dengan membubuhkan tanda tangan pada naskah Peraturan Perundang-undangan tersebut.

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 91 3) Menteri menyampaikan naskah Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara atau Sekretaris Kabinet. 4) Terhadap peraturan perundang-undangan lain yang menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Lembaran Negara, Menteri menyampaikan naskah Peraturan Perundangundangan lain yang telah diundangkan kepada instansi Pemrakarsa BPSDM HUKUM DAN HAM Mekanisme pengundangan yang lebih teknis diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 16 Tahun 2015, yaitu: 1) Mekanisme permohonan pengundangan dibedakan melalui 2 jenis pengundangan yaitu pengundangan dalam: a. Lembaran Negara Republik Indonesia; b. Berita Negara Republik Indonesia . 2) terhadap pengundangan Lembaran Negara Republik Indonesia, permohonan diajukan secara tertulis dan ditandatangani oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara atau pimpinan lembaga yang berwenang; 3) terhadap pengundangan Berita Negara Republik Indonesia, permohonan diajukan secara tertulis dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari instansi yang bersangkutan

BPSDM 92 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN 4) pengajuan permohonan disampaikan secara langsung HAM oleh petugas yang ditunjuk disertai dengan: a. 2 (dua) naskah asli; dan b. 1 (satu) softcopy naskah asli. 5) permohonan pengundangan diajukan menggunakan format yang telah ditentukan. Setelah diundangkan, peraturan perundang-undangan tersebut harus disebarluaskan kepada masyarakat agar masyarakat dapat memahami peraturan perundang- undangan yang telah diundangkan. Penyebarluasan peraturan perundang-undangan tersebut dilakukan, misalnya, melalui media elektronik dan/atau media cetak. Naskah peraturan perundang-undangan yang disebarluaskan harus merupakan salinan naskah yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran Daerah, dan Berita Daerah. Penyebarluasan undang-undang yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dilakukan secara bersama-sama oleh DPR dan Pemerintah. Sedangkan DPD dapat ikut melakukan penyebarluasan Undang-Undang sepanjang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook