Etika Perancang Peraturan Perundang-Undangan 43 BPSDM Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dengan HUKUM cara-cara tertentu; DAN 13. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil HAM Presiden dengan cara-cara tertentu; 14. memberikan dukungan kepada calon Anggota DPD atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara- cara tertentu; 15. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dengan cara-cara tertentu ; Hukuman Disiplin Hukuman Disiplin Ringan : a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. pernyataan tidak puas secara tertulis. Hukuman Disiplin Sedang: a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun. Hukuman Disiplin Berat a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun; b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; c. pembebasan dari jabatan;
BPSDM 44 Etika Perancang Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan HAM sendiri sebagai PNS; dan e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS. Rangkuman Dalam melaksanakan tugasnya seorang perancang perlu memperhatikan nilai-nilai dasar yang harus dijunjung tinggi dan membangun jiwa korps. Pembinaan jiwa korps bertujuan untuk membina karakter/watak, memelihara rasa persatuan dan kesatuan secara kekeluargaan guna mewujudkan kerjasama dan semangat pengabdian kepada masyarakat serta meningkatkan kemampuan, dan keteladanan Pegawai Negeri Sipil, mendorong etos kerja untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya Sebagai seorang PNS, dalam melaksanakan tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari, perancang wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam bernegara, penyelenggaraan pemerintahan, berorganisasi, bermasyarakat, bersikap terhadap diri sendiri dan sesama PNS. Perancang harus memiliki disiplin sebagai kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.
Etika Perancang Peraturan Perundang-Undangan 45 Diskusi Peserta diminta untuk mencari satu kasus atau permasalahan terkait pelanggaran terhadap Etika maupun disiplin Pegawai Negeri Sipil di lingkungan tempat tugas masing-masing dan mendiskusikan bersama-sama cara apa yang paling ideal untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Latihan Peserta diminta untuk mengambil satu tema terkait dengan etika Pegawai Negeri Sipil dan memberikan contoh masing- masing etika tersebut dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sehari-hari. BPSDM HUKUM DAN HAM
BPSDM HUKUM DAN HAM
Etika Perancang Peraturan Perundang-Undangan 47 BAB V PRINSIP KEPEMERINTAHAN YANG BAIK BPSDMSetelah mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu HUKUMmemahami dan menerapkan prinsip Kepemerintahan yang baik DANserta memahami etika Perancang, larangan, kewajiban HAMperancang, serta peran perancang dalam pembentukan peraturan perundang-undangan Jam Pokok Bahasan Pengajar Peserta Pelajaran Pengajar Peserta melakukan 7-8 • Pengertian memberikan diskusi kelompok (2JP) kepemerintahan pemahaman dan dan pembahasan yang baik kesadaran peserta kasus untuk dalam menerapkan memahami • Prinsip dalam prinsip penerapan prinsip good governance kepemerintahan kepemerintahan yang baik dalam yang baik dan • Budaya lingkup tugasnya membangun antikorupsi budaya antikorupsi A. Pengertian Kepemerintahan yang baik Penerapan kepemerintahan yang baik menjadi kebutuhan hakiki rakyat demi terciptanya suatu sistem politik pemerintahan yang lebih berpihak kepada kepentingan rakyat sesuai dengan landasan prinsip-prinsip demokrasi. Kepemerintahan yang baik dapat mendorong terwujudnya political governance yang menghendaki proses pemerintahan mulai dari proses perumusan kebijakan publik, penyelenggaraan pembangunan, pelaksanaan birokrasi 47
BPSDM 48 Etika Perancang Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN publik pemerintahan agar berjalan secara transparan, efektif HAM dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Good governance merupakan suatu kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat madani dan sektor swasta dimana kesepakatan tersebut mencakup pembentukan selunih mekanisme, proses, dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan rriereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan di antara mereka. (Masyarakat Transparansi Indonesia, 2002) Secara esensial, good governance (kepemerintahan yang baik) merupakan tata kelola pemerintahan yang mengikut- sertakan semua lapisan masyarakat dalam rancang bangun pembangunan, transparan, dan bertanggung jawab, efektif dan adil, serta menjamin terlaksananya supremasi hukum Perancang peraturan perundang-undangan memiliki tanggung jawab untuk menyusun norma hukum dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Perannya dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik sangat penting, sebagai aparatur pemerintah dan menjalankan fungsi pembuat peraturan. Sehingga segala peraturan perundangan yang dibuatnya mampu mendorong pelayanan publik yang berorientasi kepada masyarakat. Dalam memahami good governance, kita perlu mengenali prinsip-prinsip di dalamnya, sebagai landasan menilai kinerja
Etika Perancang Peraturan Perundang-Undangan 49 suatu pemerintahan yang baik. Baik-buruknya penyeleng- garaan pemerintahan dapat dinilai dari sejauh mana implementasi semua unsur prinsip-prinsip good governance. Prinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh 3 (tiga pilar) good governance masing-masing pilar adalah: 1. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten (consistent law enforcement) . 2. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan sebagai pedoman dasar pelaksanaan usaha. 3. Masyarakat sebagai pihak yang terkena dampak dari kebijakan, menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi, mempengaruhi kebijakan publik, dan sebagai sarana cheks and balances pemerintah. BPSDM HUKUM DAN HAM Gambar 1. Tiga pilar Good governance
BPSDM 50 Etika Perancang Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN B. Prinsip-prinsip dalam Good Governance HAM Good governance, esensinya adalah pemerintahan yang mengikutsertakan semua lapisan masyarakat dalam rancang bangun pembangunan, transparan, dan bertanggung jawab, efektif dan adil, serta menjamin terlaksananya supremasi hukum United Nation Development Project (UNDP) terdapat beberapa prinsip good governance yang amat penting sebagai berikut: 1. Partisipasi. Setiap warga negara berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui institusi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartipasi secara konstruktif. 2. Taat hukum (rule of law) kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa diskriminasi, terutama hukum yang berlaku untuk perlindungan hak asasi manusia. 3. Tranparansi, dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Informasi mengenai proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan kerja lembaga-lembaga dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan, informasi tersebut harus dapat dipahami dan dapat di pantau. 4. Responsif. Lembaga-lembaga negara/badan usaha harus berusaha untuk melayani stakeholdernya. Responsif terhadap aspirasi masyarakat.
Etika Perancang Peraturan Perundang-Undangan 51 BPSDM 5. Berorientasi Kesepakatan (consensus orientation); good HUKUM governance menjadi perantara kepentingan yang lebih DAN luas, dalam hal kebijakan-kebijakan maupun prosedur- HAM prosedur kerja. 6. Kesetaraan (equity). Semua warga negara, baik laki-laki maupun wanita, mempunyai kesempatan yang sama untuk meningkatkan atau mempertahankan kesejahteraan mereka. 7. Efektif dan efisien. Proses-proses dan lembaga-lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia hasilnya sebaik mungkin. 8. Akuntabilitas (accountability). Para pembuat keputusan dalam pemerintah, sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada publik dan lembaga- lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi. 9. Visi Strategik (strategic vision). Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good governance dan pengembangan sumber daya manusia yang luas dan jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan.
BPSDM 52 Etika Perancang Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Prinsip-prinsip Good Governance harus mencerminkan HAM pada hal-hal sebagai berikut: 1. Transparency (Keterbukaan Informasi) Yaitu keterbukaan yang diwajibkan oleh Undang-undang seperti keterbukaan yang dilakukan oleh perusahaan menyangkut masalah keterbukaan informasi ataupun dalam hal penerapan managemen keterbukaan, informasi kepemilikan Perseroan yang akurat, jelas dan tepat waktu baik kepada share holders maupun stakeholder. Dalam mewujudkan transparansi ini sendiri, perusahaan harus menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Setiap perusahaan, diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi keuangan serta informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Selain itu, para investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan. Ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini. Salah satunya, stakeholder dapat mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan. Kemudian, karena adanya informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan dapat
Etika Perancang Peraturan Perundang-Undangan 53 BPSDM diperbandingkan, maka dimungkinkan terjadinya efisiensi HUKUM pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi dilaksanakan DAN dengan baik dan tepat, akan dimungkinkan terhindarnya HAM benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam manajemen. 2. Accountability (Dapat Dipertanggungjawabkan) Seringkali pengertian accountability dan responsibility digunakan dalam konteks yang sama, padahal secara konseptual makna berbeda. Beberapa ahli menjelaskan bahwa dalam lingkup birokrasi, responsibility merupakan otoritas yang diberikan atasan untuk melaksanakan suatu kebijakan. Sedangkan accountability merupakan kewajiban untuk menjelaskan bagaimana realisasi otoritas yang diperolehnya tersebut. Secara filosofis, akuntabilitas timbul karena adanya kekuasaan yang berupa mandat/amanah yang diberikan kepada seseorang atau pihak tertentu untuk menjalankan tugasnya dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu dengan menggunakan sarana pendukung yang ada. Tiga dimensi akuntabilitas adalah : a) Akuntabilitas Politik. Akuntabilitas biasanya dihubungkan dengan proses dan mandat pemilu, yaitu mandat yang diberikan masyarakat kepada para politisi yang menduduki posisi legislatif dan eksekutif dalam suatu pemerintahan. b) Akuntabilitas Finansial. Fokus utamanya adalah pelaporan yang akurat dan tepat waktu tentang
BPSDM 54 Etika Perancang Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN penggunaan dana publik, yang biasanya dilakukan HAM melalui laporan yang telah diaudit secara profesional. c) Akuntabilitas administratif. Merujuk pada kewajiban untuk menjalankan tugas yang telah diberikan dan diterima dalam kerangka kerja otoritas dan sumber daya yang tersedia. 3. Responsibility (Pertanggungjawaban) Adanya keterbukaan informasi dalam bidang financial dalam hal ini ada dua pengendalian yang dilakukan oleh direksi dan komisaris. Direksi menjalankan operasional perusahaan, sedangkan komisaris melakukan pengawasan terhadap jalannya perusahaan oleh Direksi, termasuk pengawasan keuangan. Sehingga sudah sepatutnya dalam suatu perseroan, Komisaris Independen mutlak diperlukan kehadirannya. Sehingga adanya jaminan tersedianya mekanisme, peran dan tanggung jawab jajaran manajemen yang profesional atas semua keputusan dan kebijakan yang diambil sehubungan dengan aktivitas operasional perseroan. Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (patuh) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku di sini termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/ keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan yang sehat.
Etika Perancang Peraturan Perundang-Undangan 55 BPSDM C. Budaya Kerja Antikorupsi HUKUM DAN Pemerintahan yang bersih yang merupakan prasyarat bagi HAM terbentuknya tata pemerintahan yang baik (good governance), dan sudah menjadi cita-cita semua komponen bangsa. Usaha mewujudkan pemerintahan bersih akan berjalan terus menerus sebagai sebuah proses tanpa henti (never ending process). Selain masyarakat, yang berkepentingan bagi pemerintahan yang bersih adalah pemerintah itu sendiri, yang harus ditunjukkan melalui pelaksanaan tugas aparaturnya. Reformasi birokrasi merupakan hal pokok dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih. Namun perkembangan implementasi reformasi birokrasi yang dilaksanakan pemerintah belum sepenuhnya sesuai dengan harapan masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan masih banyaknya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) baik dari jumlah kasus yang terjadi maupun jumlah kerugian yang ditimbulkan, masih rendahnya kinerja pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat. Dalam membangun budaya anti korupsi, pemerintahan menghadapi berbagai tantangan antara lain semakin maraknya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara, meski telah dilakukan banyak operasi tangkap tangan dan vonis bagi koruptor. Tingkat kepercayaan masyarakat melahirkan ketidakpuasan terhadap lembaga hukum beserta aparaturnya. Peraturan perundang-undangan pun masih banyak yang tumpang tindih, padahal penegakan hukum perlu dukungan kerangka regulasi yang jelas dan pasti.
BPSDM 56 Etika Perancang Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Pengawasan terhadap lembaga, aparatur, maupun unsur- HAM unsur profesi terkait penegakan hukum yang masih lemah Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 menyatakan misi jangka panjang dan menengah harus dapat diwujudkan oleh tiga pilar pencegakan dan pemberantasan korupsi (pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha), antara lain membangun dan memantapkan sistem, mekanisme, kapasitas pencegahan dan penindakan korupsi yang terpadu secara nasional, dan melakukan reformasi peraturan perundang-undangan nasional yang mendukung pencegahan dan penindakan korupsi secara konsisten, terkonsolidasi dan tersistematis. Terkait misi tersebut peran perancang peraturan menjadi sangat penting dalam mewujudkan pencegahan korupsi baik bagi pribadi maupun pihak lain. Dalam mewujudkan budaya anti korupsi, maka pejabat fungsional yang memiliki peran strategis melakukan perancangan peraturan perlu menaati asas sebagai berikut: 1. Asas kepastian hukum; 2. Asas tertib penyelenggaraan negara; 3. Asas kepentingan umum; 4. Asas keterbukaan; 5. Asas proporsionalitas; 6. Asas profesionalitas; dan 7. Asas akuntabilitas. Pencegahan korupsi dapat dimulai dengan menanamkan nilai-nilai antikorupsi pada perancang. Setidaknya ada sembilan nilai-nilai antikorupsi yang penting untuk ditanamkan pada semua individu sebagaimana ditulis dalam
Etika Perancang Peraturan Perundang-Undangan 57 dokumen Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kesembilan nilai antikorupsi tersebut terdiri dari: (a) inti, yang meliputi jujur, disiplin, dan tanggung jawab, (b) sikap, yang meliputi adil, berani, dan peduli, serta (c) etos kerja, yang meliputi kerja keras, sederhana, dan mandiri. BPSDM HUKUM DAN HAM Gambar 2. Nilai-nilai antikorupsi (Sumber : KPK) Rangkuman Secara esensial Good governance (Kepemerintahan yang baik), merupakan tata kelola pemerintahan yang mengikut- sertakan semua lapisan masyarakat dalam rancang bangun pembangunan, transparan, dan bertanggung jawab, efektif dan adil, serta menjamin terlaksananya supremasi hukum Ada 9 (sembilan) prinsip-prinsip good governance partisipasi masyarakat, tegaknya supremasi hukum, transparansi,
BPSDM 58 Etika Perancang Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN peduli pada stakeholder, berorientasi pada konsensus, HAM kesetaraan, efektifitas dan efisiensi, akuntabilitas, dan visi strategis. 3 (tiga pilar) good governance masing-masing pilar adalah negara dan perangkatnya, dunia usaha dan, masyarakat. Prinsip-prinsip good governance harus dapat ditunjukkan dengan transparency (keterbukaan Informasi), accountability (dapat dipertanggungjawabkan) dan, responsibility (pertanggungjawaban) Pemerintahan yang bersih yang merupakan prasyarat bagi terbentuknya tata pemerintahan yang baik (good governance). Dalam mewujudkan budaya anti korupsi, maka pejabat fungsional yang memiliki peran strategis melakukan perancangan peraturan perlu menaati asas asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraen negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas. Diskusi Peserta mendiskusikan bersama-sama mengenai tantangan PNS dalam menerapkan kepemerintahan yang baik, menemukan sebab-sebab internal dan eksternal terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme di pemerintahan. Latihan Peserta diminta untuk mengambil satu ketentuan di organisasi yang dapat membangun budaya kerja anti korupsi bagi PNS di lingkungan kerjanya.
Etika Perancang Peraturan Perundang-Undangan 59 BAB VI PENUTUP BPSDMA. Dukungan Belajar Peserta HUKUM DANMata diklat etika perancang memberikan pemahaman dan HAMkesadaran bagi peserta diklat mengenai pentingnya menjunjung tinggi nilai moral etika, etika profesi dan menerapkan prinsip kepemerintahan yang baik sesuai tugasnya sebagai perancang peraturan perundang- undangan. Dalam rangka peningkatan kesadaran, pengajar mata diklat diharapkan dapat melibatkan secara aktif peserta dalam membahas persoalan moral etika melalui kasus dan contoh-contoh yang relevan untuk didiskusikan, khususnya dalam perancangan peraturan di tingkat pusat hingga daerah. B. Tindak Lanjut Peserta diharapkan dapat mempelajari lebih lanjut dan mendalam peraturan-peraturan terkait kode etik dan kebijakan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. 59
BPSDM 60 Etika Perancang Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN DAFTAR PUSTAKA HAM Bertens, Keis, Etika, PT Gramedia Jakarta, 2002. Martin, Mike.W, Etika Rekayasa, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994. Masyarakat Transparansi Indonesia Indonesia, 2002, “Supermasi Hukum”, Modul, Jakarta Penerapan Tata Kepemerintahan Yang Baik, Bappenas, Jakarta, 2007 Simorangkir, O.P., Etika : Bisnis, Jabatan Dan Perbankan, Rineka Cipta, Jakarta, 2004. Wignjosoebroto, Soetandyo. Profesi, Profesionalisme Dan Etika Profesi. Makalah yang disajikan dalam diskusi tentang profesionalisme hukum (notariat) di Fakultas Hukum Universitas Airlangga - Surabaya, 1999. Buku Ajar Pendidikan Dan Budaya Antikorupsi, Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, Bppsdm Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Jakarta, 2014 Bahan bacaan dan makalah yang diunduh dari berbagai sumber dalam website PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Republk Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Etika Perancang Peraturan Perundang-Undangan 61 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Kode Etik Pegawai Negeri Sipil; Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2OO3 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian PNS Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan Dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 BPSDM HUKUM DAN HAM
BPSDM HUKUM DAN HAM
Search