Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore ILMU PERUNDANG-UNDANGAN

ILMU PERUNDANG-UNDANGAN

Published by bpsdmhumas, 2020-09-11 03:10:20

Description: Modul 3

Search

Read the Text Version

Ilmu Perundang-Undangan 41 BPSDM Pendapat lain yang coba memberikan pengertian tentang HUKUM Sistem Hukum diutarakan oleh Sudikno Mertokusumo, DAN menurut Sudikno Mertokusumo Sistem Hukum adalah : HAM “ suatu kesatuan yang terorganisir, terstruktur (a structure whole ) yang terdiri dari unsur-unsur atau bagian-bagian yang mengdakan interaksi satu sama lain dan mengadakan kerja sama untuk kepentingan dan tujuan kesatuan. Dikatakan terorganisasi atau terstruktur karena sistem tidak sekedar merupakan kumpulan atau penjumlahan unsur-unsur atau bagian-bagian, tetapi antara unsur-unsur tersebut ada hubungan atau tatanan tertentu atau khusus, yang disebut struktur, susunan, atau “bangunan”. Antara unsur-unsur atau bagian-bagian didalam sistem terjadi interaksi, kontak, atau hubungan satu sama lain yang memungkinkan terjadinya konflik, sedangkan konflik ini tidak dikehendaki oleh sistem, karena sistem merupakan kesatuan yang utuh : masing- masing unsur atau bagian mengadakan kerjasama untuk kepentingan dan tujuan kerja sama”.32 Lebih lanjut Sudikno Mertokusumo menjelaskan bahwa sistem hukum bersifat konsisten mengatasi konflik, sistem hukum tidak akan membiarkan konflik itu berlangsung berlarut-larut, tetapi segera diatasi. Sebagai contoh: bila konflik antara dua undang-undang yang mengatur materi yang sama, sedangkan undang-undang yang baru tidak membatalkan undang-undang yang lama, sehingga pada saat yang sama berlaku dua undang-undang yang mengatur 32 Sudikno Mertokusumo, 2011, Teori Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, hlm 51

BPSDM 42 Ilmu Perundang-Undangan HUKUM DAN materi yang sama tetapi bertentang satu sama lain, maka HAM sistem hukum menyediakan asas hukum untuk mengatasi konflik tersebut yang dikenal dengan asas “lex posteriori derogate legi priori” (undang-undang yang baru melumpuhkan undang-undang yang lama), kalau terjadi konflik antara dua peraturan perundang-undangan yang tidak berkedudukan sama, mengatur materi yang sama tetapi bertentangan satu sama lain, maka asas hukum untuk mengatasinya adalah “lex superiori derogate legi inferiori” (peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi melumpuhkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah).33 B. Perbandingan Sistem Hukum. Pada dasarnya hukum di dunia ini dibedakan ke dalam dua kelompok besar, yaitu sistem hukum kontinental dan sistem hukum anglo saxon. Selain kedua sistem tersebut terdapat juga sistem hukum lain, misal sistem hukum islam yang dikenal sebagai The Moslem Legal Tradition dan sistem sosialis yang dikenal sebagai Socialist Law. Dalam kenyataan dijumpai berbagai kombinasi dari sistem hukum yang ada yaitu :34 1. Terdapat sistem-sistem hukum suatu Negara yang sekaligus mengandung ciri tradisi hukum continental dan tradisi hukum anglo saxon, atau gabungan antara tradisi 33 Ibid, hlm 54-55. 34 Rosjidi Ranggawidjaja,1998, Pengantar Ilmu Perundang-undangan, Mandar Maju, Bandung, hlm 31.

Ilmu Perundang-Undangan 43 BPSDM hukum kontinental dan tradisi hukum tradisi hukum HUKUM sosialis atau gabungan antara ketiga-tiganya. DAN 2. Terdapat sistem-sistem hukum yang tidak dapat HAM digolongkan ke dalam salah satu dari ketiga kelompok di atas, misalnya pada Negara-Negara yang mengidentifikasikan diri dengan tradisi menurut ajaran agama islam. Terlepas dari adanya berbagai sistem hukum seperti tersebut di atas, yang seringkali digunakan oleh Negara-Negara di dunia adalah sistem hukum kontinental dan sistem anglo saxon. Sistem kontinental berkembang di Eropa daratan. Dalam sejarah hukum modern, Prancis dapat disebut sebagai negara yang paling dulu mengembangkan sistem hukum ini. Sistem hukum kontinental mengutamakan hukum tertulis yaitu peraturan perundang-undangan sebagai sendi utama sistem hukumnya. Oleh Karena itu, negara yang berada dalam sistem hukum kontinental, selalu berusaha untuk menyusun hukum-hukumnya dalam bentuk tertulis. Bahkan dalam satu sistematika yang diupayakan selengkap mungkin dalam sebuah kitab undang-undang. Penyusunan semacam ini disebut sebagai kodifikasi, oleh karena itu sistem hukum kontinental sering pula disebut sebagai sistem hukum kodifikasi. Pemikiran kodifikasi ini dipengaruhi oleh konsepsi negara hukum abad ke-18-19. untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan tindak sewenang- wenang dan demi kepastian hukum, kaidah-kaidah hukum harus tertulis dalam bentuk undang-undang.

BPSDM 44 Ilmu Perundang-Undangan HUKUM DAN Sistem hukum kontinental lazim juga disebut hukum sipil HAM (civil law system). Penyebutan sistem hukum sipil ini karena pada permulaan kodifikasi terutama ditujukan pada hukum- hukum di lapangan perniagaan atau dagang. Maksud kodifikasi di lapangan keperdataan itu, adalah untuk menjamin keteraturan dan kepastian hukum dibidang keperdataan dan perniagaan. Hal ini dapat dilihat, misalnya Kitab Hukum Yustianus. Sistem kontinental menyebar keluar Eropa terutama melalui penjajahan seperti Perancis di Afrika dan Indo China, Belanda di Indonesia, Spanyol di negara- negara Amerika Latin. Di Amerika Serikat meskipun secara keseluruhan adalah sistem anglo saxon dapat dijumpai pula sistem kontinental di Loussiana sebagai peninggalan Perancis. Tetapi ada juga negara-negara yang menjalankan sistem kontinental meskipun tidak pernah dijajah seperti Jepang dan Thailand. Jepang banyak dipengaruhi sistem hukum Jerman. Sedangkan Thailand banyak dipengaruhi oleh sistem hukum Perancis. 35 Bagir Manan menguraikan bahwa sistem anglo saxon ini mengalir dari Inggris. Menyebar ke negara-negara dibawah pengaruh Inggris seperti Amerika Serikat, Canada, Australia dan lain sebagainya. Sistem anglo saxon tidak menjadikan peraturan perundang-undangan sebagai sendi utama sistemnya. Sendi utamanya adalah pada yurisprudensi. Sistem hukum anglo saxon berkembang dari kasus-kasus konkret dan dari kasus konkret tersebut lahir sebagai kaidah 35 Diunduh pada tanggal 4 Januari 2016, https://interspinas.wordpress.com.

Ilmu Perundang-Undangan 45 BPSDM dan asas hukum. Oleh karena itu sistem ini sering disebut HUKUM sebagai sistem hukum yang berdasarkan kasus (case law DAN system). Dalam perkembangannya, yurisprudensi makin HAM penting sebagai sumber hukum sistemkontinental. Begitu pula peraturan perundang-undangan pada sistem anglo saxon makin menduduki tempat yang penting.36 Mengingat Indonesia merupakan bekas Negara jajahan Negara Belanda yang menganut sistem hukum Eropa Continental (civil law) yang lebih mengutamakan hukum tertulis (peraturan perundang-undangan) dibandingkan dengan hukum kebiasaan/Putusan Hakim yang menjadi sumber hukum utama dalam Negara-negara yang menganut sistem hukum Anglo-saxon (common law). Dalam sistem preseden (common law), putusan hakim (vonis) menjadi sumber hukum yang utama. Sesuai dengan doktrin ‘stare decisis’, putusan hakim terdahulu secara otomatis langsung mengikat bagi hakim yang terkemudian. Namun, dalam sistem ‘civil law’ yang dianut Negara-negara Eropa Barat, termasuk Indonesia, yang lebih diutamakan adalah ‘statutory law’ atau undang-undang tertulis37. Indonesia sebagai Negara bekas jajahan Negara Belanda dengan sendirinya banyak terpengaruh sistem hukum ‘civil law’ yang dilaksanakan Belanda, karena Indonesia banyak mewarisi hukum dari Negara Belanda (KUHP, KUHPerdata, HIR, dll). Untuk itu dalam sistem hukum di Indonesia banyak dipengaruhi oleh 36 Ibid. 37 Jimly Asshiddiqie, Perihal… op.cit, hlm 12.

BPSDM 46 Ilmu Perundang-Undangan HUKUM sistem hukum Eropa Kontinental (civil law).38 Oleh karena DAN itu, dalam sistem hukum di Indonesia sumber hukum tertulis HAM dalam bentuk peraturan perundang-undangan menjadi suatu hal yang sangat penting dalam sistem hukum di Indonesia. C. Diskusi Diskusikan perbedaan antara sistem hukum eropa kontinental dengan sistem hukum anglo saxon. D. Latihan 1. Apa yang dimaksud dengan sistem hukum ? 2. Apa makna dari asas “lex posteriori derogate legi priori” dalam pembentukan peraturan perundang-undangan ? 38 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim barkatullah, 2003, Filsafat, Teori, & Ilmu Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm 313.

Ilmu Perundang-Undangan 47 BAB V JENIS NORMA DAN HUBUNGAN ANTAR NORMA BPSDMSetelah mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu HUKUMmengidentifikasi jenis norma dan hubungan antar norma. DAN HAMJamSub Pokok PelajaranKegiatan Pengajar Kegiatan Mandiri Peserta Pembelajaran 1-4 a. Jenis Norma Pengajar Peserta (4 JP) b. Norma Hukum menjelaskan, mendiskusikan memandu peserta terkait dengan c. Hubungan antar di dalam memahami materi jenis dan norma. jenis dan hubungan hubungan antar antar norma. norma, mendiskusikan Pengajar kasus/ contoh yang memberikan diberikan pengajar, contoh-contoh dan mencari norma dan sumber-sumber hubungan antar untuk memberikan norma argumentasi terkait dengan materi bahasan yang yang diberikan pengajar. A. Jenis Norma Norma berasal dari bahasa latin yaitu nomos yang artinya adalah nilai, sedangkan dalam bahasa arab qo’idah (kaidah) yang berarti ukuran atau nilai pengukur.39 Norma atau kaidah menurut Jimly adalah “merupakan pelembagaan nilai-nilai baik dan buruk dalam bentuk tata aturan yang berisi 39 Jimly Asshiddiqie, 2006, Perihal… Op.Cit, hlm 1. 47

BPSDM 48 Ilmu Perundang-Undangan HUKUM DAN kebolehan, anjuran, atau perintah. Baik anjuran maupun HAM perintah dapat berisi kaidah yang bersifat positif atau negative sehingga mencakup norma anjuran untuk mengerjakan atau anjuran untuk tidak mengerjakan sesuatu, dan norma perintah untuk melakukan atau perintah untuk tidak melakukan sesuatu.40 Menurut Maria Farida, norma adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya dengan sesamanya ataupun dengan lingkungannya.41 Menurut Soerjono Soekanto dan Purnandi Purbacaraka, kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperilaku atau bersikap tindak dalam hidup. Apabila ditinjau bentuk hakekatnya, maka kaedah merupakan perumusan suatu pandangan (“oordeel”) mengenai perilaku atau sikap tindak.42 Menurut Prof C.S.T Kansil dalam Pergaulan hidup dibedakan 4 (empat) macam norma/kaedah yaitu : 1. Norma Agama. 2. Norma Kesusilaan. 3. Norma Kesopanan. 4. Norma Hukum.43 Lebih lanjut C.S.T kansil memberikan penjelasan mengenai pembedaan 4 (empat) macam norma/kaedah yaitu : 40 Ibid. 41 Maria S Farida, 1998, Ilmu Perundang-undangan … Op.Cit, hlm 6. 42 Soerjono Soekanto dan Purnandi Purbacaraka, 1989, Perihal Kaidah Hukum, Bandung PT.Citra Aditya Bakti, hlm 6. 43 C.S.T.Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm 84

Ilmu Perundang-Undangan 49 BPSDM 1. Norma Agama adalah peraturan hidup yang diterima HUKUM sebagai perintah-perintah, larangan-larangan dan DAN anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan. HAM 2. Norma Kesusilaan adalah peraturan hidup yang dianggap suara hati sanubari manusia (insan-kamil). 3. Norma Kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul dari pergaulan manusia. 4. Norma Hukum adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh penguasa Negara yang isisnya mengikat setiap orang dan pelaksanaanya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat Negara.44 B. Norma Hukum Norma hukum di tinjau dari hal yang diatur atau perbuatan/ tingkah lakunya dapat dibedakan antara norma hukum yang abstrak dan norma hukum yang kongkret. Norma hukum yang abstrak adalah suatu norma hukum yang melihat pada perbuatan seseorang yang tidak ada batasnya dalam arti tidak kongkret. Norma hukum kongkret adalah suatu norma hukum yang melihat yang melihat perbuatan seseorang itu secara lebih nyata (kongkret).45 Menurut Maria Farida dari sifat-sifat norma hukum yang umum – individual dan norma hukum yang abstrak-konkret, terdapat empat paduan kombinasi dari norma-norma tersebut yaitu : 44 Ibid, hlm 84-87. 45 Maria Ilmu Perundang-undangan….. Op.Cit, hlm 27.

BPSDM 50 Ilmu Perundang-Undangan HUKUM DAN a) Norma hukum umum-abstrak. HAM Norma hukum yang umum dan abstrak adalah suatu norma hukum yang ditujukan untuk umum dan perbuatannya masih bersifat abstrak (belum konkret). b) Norma hukum umum-konkret. Norma hukum yang umum dan konkret adalah suatu norma hukum yang ditujukan untuk umum dan perbuatannya sudah tertentu (konkret). c) Norma hukum individual-abstrak. Norma hukum yang individual dan abstrak adalah suatu norma hukum yang ditujukan untuk seseorang atau orang-orang tertentu dan perbuatannya bersifat abstrak (belum konkret). d) Norma hukum individual-konkret. Norma hukum yang individual dan konkret adalah suatu norma hukum yang ditujukan untuk seseorang atau orang-orang tertentu dan perbuatannya bersifat konkret.46 Menurut Jimly Asshiddiqie pada dasarnya Norma hukum dapat dibedakan antara yang bersifat umum dan abstrak (general and abstract norm) dan yang bersifat konkrit dan individual (concrete and individual norms). Norma umum selalu bersifat abstrak karena ditujukan kepada semua subyek yang terkait tanpa menunjuk atau mengaitkannya dengan subyek konkrit, pihak, atau individu tertentu. Norma 46 Ibid, hlm 27-29.

Ilmu Perundang-Undangan 51 BPSDM hukum yang bersifat umum dan abstak inilah yang biasanya HUKUM menjadi materi peraturan hukum yang berlaku bagi setiap DAN orang atau siapa saja yang dikenai perumusan norma hukum HAM yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan.47 Sementara itu, norma hukum individual selalu bersifat konkret. Norma konkret ini ditunjukan kepada orang tertentu, pihak, atau subjek-subjek hukum tertentu, atau peristiwa dan keadaan-keadaan tertentu.48 Norma hukum dapat merupakan suatu norma hukum tunggal dan dapat juga berwujud norma hukum yang berpasangan. Norma hukum tunggal adalah suatu norma hukum yang berdiri sendiri dan tidak diikuti oleh suatu norma hukum lainnya, jadi isinya hanya merupakan suatu suruhan (das Sollen) tentang bagaimana seseorang hendaknya bertindak atau bertingkah laku. Norma hukum berpasangan adalah norma hukum yang terdiri dari dua norma hukum, yaitu norma hukum primer dan norma hukum sekunder. Norma hukum primer adalah norma hukum yang berisi aturan/patokan bagaimana cara seseorang harus berperilaku di dalam masyarakat. Norma hukum primer ini juga merupakan “das Sollen” dan biasanya dirumuskan dengan kalimat sebagai berikut : 1. Hendaknya engkau tidak mencuri. 2. Hendaknya engkau tidak menghilanngkan nyawa orang lain. 3. Hendaknya engkau tidak menganiaya orang lain. 47 Jimly Asshiddiqie, Perihal…op.cit, hlm 317 48 Ibid.

BPSDM 52 Ilmu Perundang-Undangan HUKUM DAN Norma hukum sekunder adalah norma hukum yang berisi HAM tata cara penanggulangannya apabila norma hukum primer itu tidak dipenuhi, atau tidak dipenuhi. Norma hukum sekunder ini memberikan pedoman bagi para penegak hukum untuk bertindak apabila suatu norma hukum primer itu tidak dipatuhi, dan norma hukum sekunder ini mengandung sanksi bagi seseorang yang tidak memenuhi suatu ketentuan dalam norma hukum primer. Norma hukum sekunder ini merupakan juga ‘das sollen’ yang biasanya dirumuskan dengan kalimat sebagai berikut : 49 1. …hendaknya engkau yang mencuri dihukum. 2. …hendaknya engkau yang membunuh dihukum paling lama 15 tahun penjara. Di dalam suatu peraturan perundang-undangan, perumusan norma hukum primer dan norma hukum sekunder seringkali dirumuskan dalam satu ketentuan (norma) secara berhimpitan, sehingga seseorang mengalami kesulitan untuk membedakan antara norma hukum primer dan norma hukum sekunder.50 Hubungan antara norma hukum primer dan norma hukum sekunder bukanlah hubungan sebab-akibat (Kausalitas), tetapi merupakan hubungan pertanggung- jawaban perbuatan (Zurechnung), oleh karena seseorang yang melakukan suatu perbuatan yang dikenakan pidana hanya dapat dijatuhi sanksi pidana sebatas apa yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap perbuatan tersebut.51 49 Op.Cit, Maria Ilmu Perundang-undangan….. hlm 31. 50 Ibid. 51 Ibid, hlm 38-39.

Ilmu Perundang-Undangan 53 BPSDM C. Hubungan Antar Norma HUKUM DAN Kehidupan manusia dalam bermasyarakat, selain diatur oleh HAM hukum juga diatur oleh norma-norma agama, kesusilaan, dan kesopanan, serta kaidah-kaidah lainnya. Kaidah-kaidah sosial itu mengikat dalam arti dipatuhi oleh anggota masyarakat di mana kaidah itu berlaku. Hubungan antara hukum dan kaidah-kaidah sosial lainnya itu saling mengisi artinya kaidah sosial mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat dalam hal-hal hukum tidak mengaturnya. Selain saling mengisi, juga saling memperkuat. Suatu kaidah hukum, misalnya “kamu tidak boleh membunuh” diperkuat oleh kaidah sosial lainnya. Kaidah agama, kesusilaan, dan adat juga berisi suruhan yang sama. Dengan demikian, tanpa adanya kaidah hukum pun dalam masyarakat sudah ada larangan untuk membunuh sesamanya. Hal yang sama juga berlaku untuk “pencurian”, “penipuan”, dan lain-lain pelanggaran hukum. Hubungan antara norma agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum yang tidak dapat dipisahkan itu dibedakan karena masing-masing memiliki sumber yang berlainan. Norma Agama sumbernya kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Norma kesusilaan sumbernya suara hati. Norma kesopanan sumbernya keyakinan masyarakat yang bersangkutan dan norma hukum sumbernya peraturan perundang-undangan. Norma Agama, Kesusilaan, dan Kesopanan bertujuan membina ketertiban dalam kehidupan manusia. Namun ketiga aturan norma tersebut belum cukup memberikan jaminan untuk menjaga ketertiban dalam masyarakat. Ketiga

BPSDM 54 Ilmu Perundang-Undangan HUKUM DAN norma tersebut tidak mempunyai sanksi yang tegas yang HAM langsung dirasakan pelanggarnya sebagai efek jera, jika salah satu dari peraturan dalam norma tersebut dilanggar. Sehingga untuk lebih menjamin ditegakkannya aturan-aturan yang berlaku di masyarakat, selain aturan norma agama, kesusilaan, dan kesopanan perlu juga adanya suatu jenis peraturan lain yang dapat menegakkan tata aturan dalam masyarakat tersebut, yaitu suatu jenis peraturan yang bersifat memaksa dan mempunyai sanksi-sanksi yang tegas bagi pelanggarnya. Untuk itulah diperlukan adanya Norma Hukum (Kaedah Hukum) D. Diskusi Diskusikan, bagaimana jika terjadi pertentangan antara norma agama dengan norma hukum, mana yang akan didahulukan dalam kehidupan bernegara di Indonesia. E. Latihan 1. Sebutkan jenis-jenis norma yang berlaku dalam masyarakat ? 2. Norma hukum dapat dibedakan antara yang bersifat umum dan abstrak (general and abstract norm) dan yang bersifat konkrit dan individual (concrete and individual norms), sebutkan norma hukum yang mana menjadi yang merupakan peraturan perundang-undangan ? 3. Sebutkan contoh hubungan antara norma kebiasaan dan norma hukum ?

Ilmu Perundang-Undangan 55 BAB VI PENGERTIAN, JENIS DAN HIRARKI NORMA HUKUM DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA BPSDM HUKUMSetelah mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu DANmenjelaskan pengertian, jenis, hirarki norma hukum dalam sistem HAMhukum di Indonesia. Jam Pokok Pelajaran Kegiatan Pengajar Kegiatan Mandiri Pembelajaran Peserta a. Pengertian, Jenis dan 5-8 Hirarki Norma Hukum Pengajar Peserta (4 JP) menjelaskan, mendiskusikan b. Hirarki Norma Hukum memandu peserta terkait dengan dalam Sistem Hukum di dalam memahami materi jenis dan di Indonesia jenis dan hubungan hubungan antar antar norma hukum norma hukum di dalam sistem Indonesia, hukum di Indonesia mendiskusikan kasus/ contoh yang Pengajar diberikan pengajar, memberikan dan mencari contoh-contoh sumber-sumber norma dan untuk memberikan hubungan antar argumentasi terkait norma hukum di dengan materi Indonesia. bahasan yang yang diberikan pengajar.   A. Pengertian, Jenis dan Hirarki Norma Hukum Teori Hans Kelsen tentang hierarkhi norma (stufen teori) dikembangkan oleh Hans Nawiasky dalam bukunya yang berjudul ‘Allgemeine Rechtslehre’ mengemukakan bahwa sesuai dengan teori Hans Kelsen, maka suatu norma hukum 55

BPSDM 56 Ilmu Perundang-Undangan HUKUM DAN dari Negara manapun selalu berlapis-lapis dan berjenjang- HAM jenjang. Norma yang dibawah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, sampai pada suatu norma yang lebih tinggi yang disebut Norma Dasar. Bahwa selain norma itu berlapis- lapis dan berjenjang-jenjang, norma hukum dari suatu Negara itu juga berkelompok-kelompok, dan pengelompokan norma hukum dalam suatu Negara itu terdiri atas empat kelompok besar yaitu : 1) Kelompok I : Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara). Menurut Hans Nawiasky, isi Staatsfundamentalnorm ialah norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau undang-undang dasar dari suatu Negara (Staatsverfassung), termasuk norma pengubahannya. Hakikat hukum suatu Staatsfundamentalnorm ialah syarat bagi berlakunya suatu konstitusi atau undang- undang dasar. Ia ada terlebih dulu sebelum adanya konstitusi atau undang-undang dasar. Konstitusi menurut Carl Schmitt merupakan keputusan atau konsensus bersama tentang sifat dan bentuk suatu kesatuan politik yang disepakati oleh suatu bangsa. 2) Kelompok II: Staatsgrundgesetz (Aturan dasar Negara/ Aturan pokok Negara ) Menurut Hans Nawiasky, suatu Aturan Dasar Negara/ Aturan Pokok Negara dapat dituangkan didalam suatu

Ilmu Perundang-Undangan 57 BPSDM dokumen Negara yang disebut Staatsverfassung, atau HUKUM dapat dituangkan dalam beberapa dokumen Negara yang DAN tersebar-sebar yang disebut juga Staatsgrundgesetz. HAM Di Negara Republik Indonesia Aturan Dasar Negara/ Aturan Pokok Negara ini tertuang dalam Batang Tubuh UUD 1945 dan Ketetapan MPR, serta di dalam Hukum Dasar tidak tertulis yang sering disebutkan dengan Konvensi Ketatanegaraan. Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Neagara ini merupakan landasan bagi pembentukan Undang-Undang (formell Gesetz) dan peraturan lain yang rendah. 3) Kelompok III : Formell Gesetz (undang-undang ‘formal’) Kelompok norma-norma hukum yang berada di bawah Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara (Staatsgrundgesetz) adalah formell Gesetz atau secara harfiah diterjemahkan dengan Undang-Undang (‘formal’). Berbeda dengan kelompok-kelompok norma diatasnya, yaitu Norma Dasar Negara dan Aturan Dasar Negara/ Aturan Pokok Negara, maka norma dalam suatu undang- undang sudah merupakan norma hukum yang lebih konkret dan terinci, serta sudah dapat langsung berlaku di dalam masyarakat. Norma hukum dalam Undang- Undang ini tidak saja norma hukum yang bersifat tunggal, tetapi norma-norma hukum itu dapat merupakan norma berpasangan, sehingga terdapat norma hukum sekunder di samping norma hukum primernya, dengan demikian dalam suatu Undang-Undang sudah dapat

BPSDM 58 Ilmu Perundang-Undangan HUKUM DAN dicantumkan norma-norma yang bersifat sanksi, baik itu HAM sanksi pidana maupun sanksi pemaksa. 4) Kelompok IV: Verodnung & Autonome Satzung (Aturan Pelaksana & Aturan otonom). Kelompok norma hukum yang terakhir adalah peraturan pelaksanaan (verodnung) dan peraturan otonom (Autonome Satzung). Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom ini merupakan peraturan-peraturan yang terletak di bawah undang-undang yang berfungsi menyelenggarakan ketentuan-ketentuan dalam undang- undang. Peraturan pelaksanaan bersumber dari kewenangan delegasi sedangkan Peraturan Otonom bersumber dari kewenangan atribusi.52 B. Hirarki Norma Hukum dalam Sistem Hukum di Indonesia. Di Indonesia teori penjenjangan norma diaplikasikan dalam bentuk tata susunan hierarkhi peraturan perundang- undangan yang berubah-ubah dari satu pola atau bentuk ke pola atau bentuk yang lain. Perubahan pola atau bentuk susunan hierarkhi peraturan perundang-undangan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh struktur politik yang berkuasa. Tata urutan hierarkhi peraturan perundang- undangan di Indonesia ini, berubah sesuai dengan konstalasi politik dan pemerintahan di Indonesia. Konsep penjenjangan tata urutan peraturan perundang-undangan ini, dilaksanakan 52 Ibid, hlm 44-55.

Ilmu Perundang-Undangan 59 BPSDM dengan menggunakan dan mengikuti konsep yang HUKUM dikembangkan oleh Hans Kelsen dan Hans Nawiasky. Cikal DAN bakal penyusunan hierarkhi peraturan perundang-undangan HAM di Indonesia diawali melalui Surat presiden yang ditujukan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat No.2262/HK/1959 tertanggal 20 Agustus 1959 dikeluarkanlah bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan yang lain. Dalam Surat Presiden tersebut dinyatakan bahwa di samping bentuk- bentuk peraturan perundangan yang telah disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Undang-Undang, Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang, dan Peraturan Pemerintah, dipandang perlu dikeluarkan bentuk-bentuk peraturan perundang yang lain,53 yaitu : 1. Penetapan Presiden, untuk melaksanakan Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang tanggal 5 Juli 1959, tentang Kembali Kepada Undang-Undang Dasar 1945. 2. Peraturan presiden, yaitu : (a) Peraturan Presiden yang dikeluarkan berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. (b) Peraturan Presiden yang dimaksudkan untuk melaksanakan Penetapan presiden. 3. Peraturan Pemerintah, yang dimaksudkan disini Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan Peraturan 53 Soehino, 2008, Hukum Tatanegara Teknik Perundang-undangan, Liberty, Yogyakarta, hlm 4.

BPSDM 60 Ilmu Perundang-Undangan HUKUM DAN presiden, jadi lain dengan Peraturan Pemerintah yang HAM dikeluarkan berdasarkan Pasal 5 ayat (2) Undang- Undang Dasar 1945, tetapi Peraturan Pemerintah ini kemudianternyata dihapuskan. 4. Keputusan Presiden, dimaksudkan untuk melakukan atau meresmikan pengangkatan-pengankatan. 5. Peraturan Pemerintah atau Keputusan Menteri, yang dibuat di Kementerian-kementerian Negara atau Departemen-departemen Pemerintahan, masing- masing untuk mengatur sesuatu hal dan untuk melakukan atau meresmikan pengangkatan-pengangkatan54. Dalam perkembangannya kemudian pola atau bentuk tata susunan/hiearkhi peraturan perundang-undangan yang secara normatif pernah diberlakukan di Indonesia yaitu : 1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No.XX/MPRS/1996, Ketetapan tentang memorandum Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong Mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Perundang Republik Indonesia. Didalam memorandum DPR-GR tertanggal 9 Juni 1966 yang telah dikukuhkan oleh MPRS dengan Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 dan oleh MPR dengan Ketetapan MPR No.V/MPR/1973, Lampiiran II tentang “Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia menurut UUD 1045 dalam huruf A, disebutkan 54 Ibid.

Ilmu Perundang-Undangan 61 BPSDM tata urutan bentuk-bentuk peraturan perundang- HUKUM undangan Republik Indonesia sebagai berikut55 : DAN (1) UUD 1945. HAM (2) Ketetapan MPRS/MPR. (3) UU/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang. (4) Peraturan Pemerintah. (5) Keputusan Presiden. (6) Peraturan-peraturan pelaksana lainnya seperti : a) Peraturan Menteri. b) Instruksi Menteri, dan lain-lainnya. 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, No.III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Melalui ketetapan MPR No.III/MPR/2000, Peraturan Daerah telah secara resmi menjadi sumber hukum dan masuk ke dalam tata urutan peraturan perundang- undangan. Ketetapan MPR tersebut menegaskan bahwa Peraturan Daerah merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum di atasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan.56 Tata urutan peraturan perundang-undangan dalam Pasal 2 ketetapan MPR No.III/MPR/2000 yaitu: (1) Undang-Undang Dasar 1945. (2) Ketatapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. 55 Maria Farida, Ilmu perundang… op.cit, hlm 68-69 56 Ni’matul Huda, Teori & Pengujian…, op.cit, hlm 75.

BPSDM 62 Ilmu Perundang-Undangan HUKUM DAN (3) Undang-Undang. HAM (4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU). (5) Peraturan Pemerintah. (6) Keputusan Presiden. (7) Peraturan Daerah. Dalam Pasal 3 ayat (7) ketetapan MPR No.III/MPR/2000, memasukan Peraturan Desa sebagai bagian dari Peraturan Daerah, Peraturan Daerah diartikan yaitu “Peraturan Daerah merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum diatasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan : a) Peraturan daerah Provinsi dibuat oleh dean perwakilan rakyat daerah propinsi bersama gubernur. b) Peraturan daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah Kabupaten/Kota bersama bupati/walikota. c) Peraturan desa atau yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau yang setingkat, sedangkan tata cara pembuatan peraturan desa atau yang setingkat diatur oleh peraturan daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Lebih lanjut dalam Pasal 4 ayat (1) ketetapan MPR No.III/ MPR/2000, ditegaskan bahwa “sesuai dengan tata urutan peraturan perundang-undangan ini, maka setiap aturan hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan hukum yang lebih tinggi.

Ilmu Perundang-Undangan 63 BPSDM 3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang HUKUM Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. DAN HAM Di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan khususnya dalam Pasal 7 ayat (1) mengatur mengenai jenis dan hierarkhi peraturan perundang-undangan yaitu: a) Undang-Undang Dasar 1945; b) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu); c) Peraturan Pemerintah; d) Peraturan Presiden; e) Peraturan Daerah. Lebih lanjut dalam Pasal 7 ayat (2) mengartikan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi : a) Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur; b) Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota; c) Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya. 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

BPSDM 64 Ilmu Perundang-Undangan HUKUM DAN Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang HAM Pembentukan Peraturan Perundang-undangan merupakan undang-undang yang menggantikan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengatur juga mengenai hierarkhi peraturan perundang-undangan yaitu dalam Pasal 7 ayat (1) sebagai berikut : (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; (2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; (3) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; (4) Peraturan Pemerintah; (5) Peraturan Presiden; (6) Peraturan Daerah Provinsi; dan (7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Selain jenis dan hierarkhi peraturan perundang- undangan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1), Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tetap mengakui jenis peraturan perundang-undangan lainnya yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 8 yang berbunyi

Ilmu Perundang-Undangan 65 BPSDM “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain HUKUM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) DAN mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis HAM Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat “ Daya laku dan kekuatan mengikat peraturan perundang- undangan sebagaimana yang di tegaskan dalam Pasal 8 ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.57 C. Diskusi Diskusikan, dimanakah letak Peraturan Daerah dalam jenjang hierarkhi yang diutarakan oleh Hans Nawiaski ! 57 Pasal 8 aat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

66 Ilmu Perundang-Undangan D. Latihan 1. Sebutkan hierarkhi peraturan perundang-undangan berdasarkan UU 12 Tahun 2011 ? 2. Jelaskan peranan hirarki peraturan perundang-undangan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan ! BPSDM HUKUM DAN HAM

Ilmu Perundang-Undangan 67 BAB VII ASAS-ASAS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BPSDMSetelah mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu HUKUMmenjelaskan asas-asas peraturan perundang-undangan, berupa DANasas pembentukan, asas materi muatan, dan asas khusus HAM Jam Pokok Pelajaran Kegiatan Pengajar Kegiatan Mandiri Pembelajaran Peserta Pengajar 1-6 a. Pengertian asas memberikan Peserta (6 JP) hukum. pengajaran, mendiskusikan memandu, dan terkait dengan asas- b. Peranan asas dalam menggali asas peraturan peraturan perundang- pemahaman perundang- undangan peserta terkait undangan, dengan makna mendiskusikan c. Asas pembentukan asas, hubungan, kasus/ contoh yang peraturan perundang- dan asas dalam diberikan pengajar, peraturan dan mencari undangan. perundang- sumber-sumber undangan. untuk memberikan d. Asas materi muatan argumentasi terkait peraturan perundang- Pengajar dengan materi undangan. memberikan contoh bahasan yang yang kasus kaitan asas diberikan pengajar. e. Asas-asas lain yang dengan peraturan bersifat khusus perundang- undangan. A. Pengertian Asas Hukum. Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan perlu memperhatikan mengenai asas hukum. Oleh karena itu 67

BPSDM 68 Ilmu Perundang-Undangan HUKUM DAN pengenalan mengenai asas-asas hukum perlu dipahami HAM dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Kaidah/norma hukum perlu dibedakan dari asas hukum. Menurut Bellefroid, asas hukum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum posistif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Asas hukum itu merupakan pengendapan hukum positif dalam suatu masyarakat. Menurut van Eikema Hommes, asas hukum itu tidak boleh dianggap sebagai norma-norma hukum yang kongkrit, akan tetapi perlu dipandang sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku. Pembentukan hukum praktis perlu berorientasi pada asas- asas hukum tersebut. Dengan kata lain asas hukum ialah dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.58 Menurut Sudikno Mertokusumo, asas hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum kongkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan kongkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dari peraturan yang kongkrit tersebut. Sehubungan dengan sifat dan fungsinya yang 58 Ni’matul Huda dan R.Nazriyah, 2011,…Op.Cit, hlm 20.

Ilmu Perundang-Undangan 69 BPSDM berbeda tersebut, asas hukum dan norma hukum HUKUM memberikan pengaruh yang berlainan terhadap peraturan DAN perundang-undangaan. HAM Jadi asas hukum bukanlah kaidah hukum yang kongkrit, melainkan merupakan latar belakang peraturan yang kongkrit dan bersifat umum dan abstrak. Kalau peraturan hukum yang kongkrit itu dapat diterapkan secara langsung pada peristiwanya, maka asas hukum diterapkan secara tidak langsung. Untuk menemukan asas hukum dicarilah sifat-sifat umum dalam kaidah atau peraturan yang kongkrit. 59 Dengan demikian maka asas hukum memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan peraturan perundang- undangan, yaitu karena asas hukumlah yang akan mendasari, mengarahkan dan memberikan warna serta mengarahkan penormaan dalam peraturan perundang- undangan yang akan dibentuk. B. Peranan Asas Dalam Peraturan Perundang-undangan. Dalam perkembangan teori perundang-undangan, Paul Scholten mengemukakan pendapat bahwa asas hukum (rechts beginsel) bukanlah sebuah aturan hukum (rechtsregel). Untuk dapat dikatakan sebagai aturan hukum, sebuah asas hukum adalah terlalu umum sehingga ia atau bukan apa-apa atau berbicara terlalu banyak (of niets of veel 59 Ibid, hlm 21.

BPSDM 70 Ilmu Perundang-Undangan HUKUM DAN teveel zeide). Penerapan asas hukum secara langsung HAM melalui jalan subsumsi atau pengelompokan sebagai aturan tidak mungkin, karena untuk itu terlebih dahulu perlu dibentu isi yang lebih kongkrit. Dengan perkataan lain, asas hukum bukanlah hukum, namun hukum tidak akan dapat dimengerti tanpa asas-asas tersebut. Norma hukum berbeda dengan asas hukum pada sifatnya yang mengatur. Sebagaimana diketahui, norma adalah aturan, pola, atau standar yang perlu diikuti. Fungsi norma hukum menurut Hans Kelsen ialah antara lain memerintah (Gebeiten), melarang (Verbieten), menguasakan (Ermachtigen), membolehkan (Erlauben), dan menyimpangkan dari ketentuan (Derogieren). Sedangkan mengenai sifat mengaturnya sebuah norma hukum, Hans Nawiasky mengemukakan dapat ein Konen (pada norma fundamental negara), dapat ein Sollen (inilah sifat pada umumnya), dan dapat ein Mussen (yang mengharuskan). Maka sehubungan dengan sifat dan fungsinya yang berbeda tersebut, asas hukum pada norma hukum memberikan pengaruh yang berlainan terhadap peraturan perundang-undangan. Dalam suatu sistem norma terdapat hierarkhi norma-norma secara berjenjang, yang menetapkan bahwa norma yang dibawah adalah absah atau mempunyai daya laku (valid) apabila dibentuk oleh dan berdasar serta bersumber pada norma yang lebih tinggi. Disamping itu, berlakunya sebuah norma dalam sistem norma hukum adalah relatif. Ia bergantung pada norma yang lebih tinggi yang membentuk dan menentukan daya lakunya. Dengan demikian, pembentukan norma peraturan

Ilmu Perundang-Undangan 71 BPSDM perundang-undangan bawahan senantiasa harus sejalan dan HUKUM searah dengan norma peraturan perundang-undangan yang DAN lebih tinggi. Pembentukan norma suatu undang-undang HAM misalnya, harus sejalan dan searah dengan norma aturan dasar / aturan pokok negara, dan begitu juga norma aturan dasar/aturan pokok negara harus sejalan dan searah dengan norma fundamental negara. Berdasar hal di atas, maka pembentukan norma hukum yang berada dalam suatu sistem norma hukum yang utuh, fungsi asas hukum (meski tidak hilang sama sekali) menjadi ’terdesak’ ke belakang oleh norma hukum. Lain halnya pada pembentukan norma hukum yang berada dalam lingkup kebijakan yang tidak terikat. Di sana asas hukum menjadi penting dalam memberikan bimbingan dan pedoman pada pembentukan norma tersebut.60 C. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Asas pembentukan peratran perundang-undangan (beginsel van behoorlijke regelgeving) ialah asas hukum yang memberikan pedoman dan bimbingan bagi penuangan isi peraturan kedalam susunan yang sesuai, bagi penggunaan metoda pembentukan yang tepat, dan bagi mengikuti proses dan prosedur pembentukan yang telah ditentukan.61 60 A.Hamid Atamimi, Peranan Keputusan Presiden RI Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara (Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden Yang berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita VI), Disertasi Doktor, Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 1990, hlm 302-304 61 Ibid, hlm 313

BPSDM 72 Ilmu Perundang-Undangan HUKUM DAN Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang HAM Pembentukan Perundang-undangan, mengatur mengenai asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu meliputi : (1) Asas Kejelasan Tujuan. Yang dimaksud dengan “asas kejelasan tujuan” adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang- undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. (2) Asas Kelembagaan Atau Pejabat Pembentuk Yang Tepat. Yang dimaksud dengan “asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat” adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang. (3) Asas Kesesuaian Antara jenis, Hierarkhi, dan Magteri Muatan. Yang dimaksud dengan “asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan” adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benarbenar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang- undangan.

Ilmu Perundang-Undangan 73 BPSDM (4) Asas Dapat Dilaksanakan. HUKUM Yang dimaksud dengan “asas dapat dilaksanakan” DAN adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan HAM Perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundangundangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis. (5) Asas Kedayagunaan dan Kehasilgunaan. Yang dimaksud dengan “asas kedayagunaan dan kehasilgunaan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundangundangan dibuat karena memang benar- benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (6) Asas Kejelasan Rumusan Yang dimaksud dengan “asas kejelasan rumusan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. (7) Asas Keterbukaan. Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang- undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan

BPSDM 74 Ilmu Perundang-Undangan HUKUM DAN pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan HAM demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang- undangan.62 D. Asas Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan. Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan khusunya berkaitan dengan materi muatan perundang- undangan, Montesquie dalam L’Esprit des Lois mengemukakan hal-hal yang dapat dijadikan asas-asas yakni sebagai berikut : (1) Gaya harus padat (concise) dan mudah (simple), kalimat-kalimat bersifat kebesaran dan retorikal hanya merupakan tambahan yang membingungkan. (2) Istilah yang dipilih hendaknya sedapat-sedapat bersifat mutlak dan tidak relatif, dengan maksud menghilangkan kesempatan yang minim untuk perbedaan pendapat yang individual. (3) Hukum hendaknya membatasi diri pada hal-hal yang riil dan aktual, menghindarkan sesuatu yang metaforik dan hipotetik. (4) Hukum hendaknya tidak halus (not be subtle), karena hukum dibentuk untuk rakyat dengan pengertian yang sedang; bahasa hukum bukan latihan logika, melainkan untuk pemahaman yang sederhana dari orang rata-rata. 62 Pasal 5 dan Penjelasan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Ilmu Perundang-Undangan 75 BPSDM (5) Hukum hendaknya tidak merancukan pokok masalah HUKUM dengan pengecualian, pembatasan, atau pengubahan. DAN Gunakan semua itu hanya apabila benar-benar HAM diperlukan. (6) Hukum hendaknya tidak argumentatis/dapat diperdebatkan. Adalah berbahaya merinci alasan-alasan hukum, karena hal itu akan lebih menumbuhkan pertentangan-pertentangan. (7) Lebih dari itu, pembentukan hukum hendaknya dipertimbangkan masak-masak dan mempunyai manfaat praktis. Dan hendaknya tidak menggoyahkan sendi-sendi pertimbangan dasar, keadilan, dan hakekat permasalahan. Sebab hukum yang lemah tidak perlu, dan tidak adil akan membawa seluruh sistem perundang- undangan kepada nama jelek dan menggoyahkan kewibawaan negara.63 Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan, mengatur mengenai asas-asas Materi Muatan peraturan perundang-undangan yaitu meliputi : (1) Asas Pengayoman Asas pengayoman adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat. 63 Ibid,. hlm 323-324

BPSDM 76 Ilmu Perundang-Undangan HUKUM DAN (2) Asas Kemanusiaan HAM Asas kemanuusiaan adalah bahwa setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hakhak asasi manusia seerta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional. (3) Asas Kebangsaan Asas kebangsaan adalah bahwa setiap materi muatan Peraturan Perundangundangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia. (4) Asas Kekeluargaan. Asas kekeluargaan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-uundangan harus menceerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keeputusan. (5) Asas Kenusantaraan. Asas kenusantaraan adalah bahwa setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila. (6) Asas Bhineka Tunggal Ika. Asas bhineka tunggal ika adalah bahwa materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan

Ilmu Perundang-Undangan 77 BPSDM keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, HUKUM kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang DAN menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan HAM bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (7) Asas Kesamaan Kedudukan Dalam Hukum dan Pemerintahan. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan adalah materi muatan peeraturan perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang antara lain agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial. (8) Asas Ketertiban dan Kepastian Hukum. Asas ketertiban dan kepastian hukum adalah bahwa setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum. (9) Asas Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan. Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan adalah bahwa materi muatan setiap peraturan perundang- undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat degan kepentingan dan negara.64 64 Pasal 6 dan Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

BPSDM 78 Ilmu Perundang-Undangan HUKUM DAN E. Asas-Asas Lain yang Bersifat Khusus HAM Selain asas-asas yang telah diutarakan pada bagian sebelumnya, dalam pembentukan peraturan perundang- undangan khususnya berkaitan dengan penyusunan materi muatan perlu memperhatikan asas-asas lainnya sebagai dasar dalam pengaturan norma yang akan diatur dalm peraturan perundang-undangan. Asas-asas khusus itu diantaranya : a) dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah; b) dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik.65 Asas umum lainnya yang perlu diperhatikan yaitu :66 1. Audi et alteram partem atau audiatur et altera pars Bahwa para pihak harus didengar. Contohnya apabila persidangan sudah dimulai, maka hakim harus mendengar dari keduabelah pihak yang bersengketa, bukan hanya dari satu pihak saja 2. Clausula rebus sic stantibus Suatu syarat dalam hukum internasional bahwa suatu perjanjian antara Negara 65 Penjelasan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 66 Diunduh tanggal 5 Januari 2016 http://www.kompasiana.com/m.farhanismail/asas- asas-hukum-secara-umum.

Ilmu Perundang-Undangan 79 BPSDM masih tetap berlaku, apqbila situasi dan kondisinya tetap HUKUM sama DAN HAM3. Cogitationis poenam nemo patitur Tiada seorangpun dapat dihukum oleh sebab apa yang dipikirkannya. 4. De gustibus non est disputandum Mengenai selera tidak dapat disengketakan. 5. Erare humanum est, turpe in errore perseverare Membuat kekeliruan itu manusiawi, namun tidaklah baik untuk mempertahankan terus kekeliruan. 6. Geen straf zonder schuld Tiada hukuman tanpa kesalahan 7. Indubio pro reo Dalam keragu-raguan diberlakukan ketentuan yang paling menguntungkan bagi siterdakwa. 8. Juro suo uti nemo cogitur Tak ada seorangpun yang diwajibkan menggunakan haknya. Contohnya orang yang berpiutang tidak mempunyai kewajiban untuk menagih terus. 9. Lex dura sed ita scripta atau lex dura sed tamente scripta Undang-undang adalah keras tetapi ia telah ditulis demikian. Contoh periksa pasal 11 KUH Pidana 10. Lex niminem cogit ad impossibilia Undang-undang tidak memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin. Contoh periksa pasal 44 KUH Pidana.

BPSDM 80 Ilmu Perundang-Undangan HUKUM DAN 11. Lex posteriorderogat legi priori atau lex posterior HAM derogat legi anteriori Undang-undang yang lebih baru mengenyampingkan undang-undang yang lama. 12. Lex specialis derogat legi generali Undang-udang yang khusus didahulukan berlakunya dari pada undang- undang yang umum. 13. Lex superior derogat legi inferiori Undang-undang yang lebih tinggi mengenyampingkan undang-undang yang lebih rendah tingkatannya 14. Nemo plus juris transferre potest quam ipse habet Tak seorangpun dapat mengalihkan lebih banyak haknya daripada yang ia miliki. 15. Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali Tiada suatu perbuatan dapat dihukum, kecuali atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang yang telah ada lebih dahulu daripada perbuatan itu. Asas ini dipopulerkan oleh Anslm von Feuerbach. Lebih jelas periksa pasal 1 ayat (1) KUH Pidana 16. Opinio necessitatis Keyakinan atas sesuatu menurut hukum adalah perlu sebagai syarat untuk timbulnya hukum kebiasaan. 17. Pacta sunt servanda Setiap perjanjian itu mengikat para pihak dan harus ditaati dengan itikad baik Lebih jelas di pasal 1338 KUH Perdata 18. Presumption of innocence Asas praduga tak bersalah Bahwa seseorang dianggap tidak bersalah sebelum

Ilmu Perundang-Undangan 81 BPSDM ada putusan hakim yang menyatakan ia bersalah dan HUKUM putusan hakim tersebut telah mempunyai kekuatan DAN hukum tetap (penjelasan UU No 8/1981 tentang KUAP HAM butir 3 c) 19. Primus inter pares Yang pertama (utama) diantara sesama. 20. Quiquid est in territorio, etiam est de territorio Asas dalam hukum internasional yang menyatakan bahwa apa yang berada dalam batas-batas wilayah negara tunduk kepada hukum negara itu. 21. Testimonium de auditu Kesaksian dapat didengar dari orang lain. 22. Unus testis nullus testis Satu saksi bukanlah saksi. F. Diskusi Diskusikan, apa manfaat asas hukum dalam pembentukan peraturan perundang-undangan? G. Latihan 1. Sebutkan pengertian asas hukum ? 2. Sebutkan minimal 4 asas pembentukan peraturan perundang-undangan ?

82 Ilmu Perundang-Undangan BPSDM HUKUM DAN HAM

Ilmu Perundang-Undangan 83 BAB VIII PRINSIP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK BPSDMSetelah mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu HUKUMmenjelaskan kriteria peraturan perundang- perundangan yang baik DAN HAMJamPokok PelajaranKegiatan PengajarKegiatan Mandiri Pembelajaran Peserta Prinsip peraturan Pengajar 7-8 - perundang-undangan memberikan Peserta yang baik. pengajaran, mendiskusikan memandu, dan terkait dengan menggali peraturan pemahaman perundang- peraturan yang baik undangan yang Pengajar baik, memberikan contoh mendiskusikan kasus peraturan kasus/ contoh yang perundang- diberikan pengajar. undangan yang baik. A. Prinsip Peraturan Perundang-undangan yang Baik Secara teoritik tidak menggunakan istilah “peraturan perundang-undangan yang baik”, akan tetapi mengunakan peraturan perundang-undangan yang patut I.C. van der Vlies membagi asas-asas dalam pembentukan peraturan negara yang patut (beginselen van behoorlijke regelving) kedalam asas-asas yang formal dan yang material. Asas-asas yang formal meliputi : 1. Asas tujuan yang jelas (beginselen van duidelijke doelselling). 83

BPSDM 84 Ilmu Perundang-Undangan HUKUM DAN Asas ini mencakup tiga hal, yaitu mengenai ketepatan HAM letak peraturan perundang-undangan dalam kerangka kebijakan umum pemerintahan, tujuan khusus peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk, dan tujuan dari bagian-bagian peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk tersebut. 2. Asas organ/lembaga yang tepat (beginselen van het juiste orgaan). Asas ini ialah memberikan penegasan tentang perlunya kejelasan kewenangan organ-organ/lembaga-lembaga yang menetapkan peraturan perundang-undangan. 3. Asas perlunya pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel). Asas ini tumbuh karena selalu terdapat alternatif atau alternatif-alternatif lain untuk menyelesaikan suatu masalah pemerintahan selain dengan membentuk peraturan perundang-undangan. 4. Asas dapatnya dilaksanakan (het beginsel van uitvoerbaarheid). Mengenai asas ini orang melihatnya sebagai usaha untuk dapat ditegakkannya peraturan perundang-undangan bersangkutan. Sebab tidaklah ada gunanya suatu peraturan perundang-undangan yang tidak dapat ditegakkan. 5. Asas Konsensus (het beginsel van consensus). Yang dimaksud dengan asas konsensus ialah adanya ’kesepakatan’ rakyat untuk melaksanakan kewajiban dan

Ilmu Perundang-Undangan 85 BPSDM menanggung akibat yang ditimbulkan oleh peraturan HUKUM perundang-undangan yang bersangkutan. Hal itu DAN mengingat pembentukan peraturan perundang- HAM undangan haruslah dianggap sebagai langkah awal untuk mencapai tujuan-tujuan yang ’disepakati bersama’ oleh pemerintah dan rakyat. Asas-asas material meliputi : 1. Asas tentang terminologi dan sistematika yang benar. Asas ini ialah agar peraturan perundang-undangan dapat dimengerti oleh masyarakat dan rakyat, baik mengenai kata-katanya maupun mengenai struktur atau susunannya. 2. Asas Tentang Dapat Dikenali. Mengenai pentingnya asas ini yang dapat dikemukakan ialah, apabila suatu peraturan perundang-undangan tidak dikenali dan diketahui oleh setiap orang, lebih-lebih oleh yang berkepentingan, maka ia akan kehilangan tujuannya sebagai peraturan. 3. Asas Perlakuan Yang Sama Dalam Hukum. Asas ini menunjuk kepada tidak boleh adanya peraturan perundang-undangan yang ditujukan hanya kepada sekelompok orang tertentu, karena hal ini akan mengakibatkan adannya ketidaksamaan dan kesewenang-wenangan di depan hukum terhadap anggota-anggota masyarakat. 4. Asas Kepastian Hukum. Asas ini mula-mula dibberi nama lain, yaitu asas harapan yang ada dasarnya haruslah dipenuhi (het beginsel dat

BPSDM 86 Ilmu Perundang-Undangan HUKUM DAN gerchtvaardigde verwachtingen gehonoreed moeten HAM worden), yang merupakan pengkhususan dari asas umum tentang kepastian hukum. 5. Asas Pelaksanaan Hukum Sesuai Dengan Keadaan Individual. Asas ini bermaksud memberikan penyelesaian yang khusus bagi hal-hal atau keadaan-keadaan tertentu, sehingga dengan demikian peraturan perundang- undangan dapat juga memberikan jalan keluar selain bagi masalah-masalah umum, juga bagi masalah-masalah khusus.67 Sementara itu, Hamid Atamimi berpendapat bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan Indonesia yang patut, asas-asas tersebut ialah secara berurutan dapat disusun sebagai berikut : a) Cita Hukum Indonesia. Cita hukum Indonesia yang tidak lain melainkan Pancasila (sila-sila) dalam hal tersebut berlaku sebagai Cita (Idee), yang berlaku sebagai “bintang Pemandu”. b) Asas Negara Berdasar Atas Hukum dan Asas Pemerintahan Berdasar Sistem Konstitusi. - Asas-asas Negara Berdasar Atas Hukum yang menempatkan Undang-Undang sebagai alat 67 A.Hamid Atamimi, Peranan Keputusan Presiden RI Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara (Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden Yang berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita VI), Disertasi Doktor, Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 1990, hlm 340-343

Ilmu Perundang-Undangan 87 BPSDM pengaturan yang khas berada dalam keutamaan HUKUM hukum (der Primat des Rechts). DAN - Asas-asas Pemerintahan Berdasar Sistem HAM Konstitusi yang menempatkan Undang-Undang sebagai dasar dan batas penyelenggaraan kegiatan- kegiatan pemerintahan. - Asas-Asas lainnya. Selain asas-asas yang mendasari pembentukan peraturan perundang-undangan, terdapat prinsip atau landasan yang dapat dijadikan tolak ukur dalam menentukan baik tidaknya sebuah peratran perundang-undangan. Setiap peraturan perundang-undangan dapat dikatakan baik (good legislation), sah menurut hukum (legal validity), dan berlaku efektif karena dapat diterima masyarakat serta berlaku untuk waktu yang panjang, harus didasarkan pada landasan peraturan perundang-undangan. Menurut Rosjidi Ranggawidjaja ada 3 (tiga) landasan pembuatan peraturan perundang- undangan, sebagai berikut:68 1. Landasan Filosofis. Landasan Filosofis, yaitu filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa yang berisi nilai-nilai moral atau etika dari bangsa tersebut. Moral dan etika pada dasarnya berisi nilai-nilai baik dan nilai yang tidak baik. Nilai yang baik adalah pandangan dan cita-cita yang dijunjung tinggi. 68 Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Mandar Maju. Bandung,1998. hlm. 19

BPSDM 88 Ilmu Perundang-Undangan HUKUM DAN Pengertian baik, benar, adil, dan susila tersebut menurut HAM takaran yang dimiliki bangsa yang bersangkutan. Apapun jenisnya filsafat hidup bangsa, harus menjadi rujukan dalam membentuk hukum yang akan dipergunakan dalam kehidupan bangsa tersebut. Oleh karena itu kaidah hukum yang dibentuk (yang termuat dalam peraturan perundang-undangan) harus mencerminkan filsafat hidup bangsa itu. Sekurang-kurangnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral bangsa. 2. Landasan Sosiologis. Landasan Sosiologis, adalah bahwa suatu peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan sosiologis apabila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat. Hal ini penting agar perundang-undangan yang dibuat ditaati oleh masyarakat, tidak menjadi huruf- huruf mati belaka. Hukum yang dibentuk harus sesuai dengan “hukum yang hidup” (living law) dalam masyarakat. 3. Landasan Yuridis. Landasan Yuridis, adalah landasan hukum (juridische gelding) yang menjadi dasar kewenangan pembuat peraturan perundang-undangan. Apakah kewenangan seorang pejabat atau badan mempunyai dasar hukum yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan atau tidak.

Ilmu Perundang-Undangan 89 BPSDM Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang HUKUM Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, khusunya DAN dlam Lapiran I tentang Naskah Akademik memberikan HAM pengertian Landasan Filosofis, Landasan sosiologis, dan Landasan yuridis sebagai berikut :69 1. Landasan Filosofis Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Landasan Sosiologis. Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara. 3. Landasan Yuridis. Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi 69 Lampiran I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

BPSDM 90 Ilmu Perundang-Undangan HUKUM DAN kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan HAM yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada. B. Diskusi Diskusikan, Apakah makna asas dalam menciptakan peraturan perundang-undngan yang baik ? C. Latihan 1. Sebutkan landasan pembentukan peraturan perundang- undangan yang baik ! 2. Apakah yang dimaksud dengan landasan filosofis, sosiologis dan yuridis menurut Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 ?


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook