Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan i BPSDM MODUL HUKUM DANPENDIDIKAN DAN PELATIHAN FUNGSIONAL CALON PEJABAT FUNGSIONAL HAMPERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN METODOLOGI PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAM TAHUN 2016
BPSDM ii Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) HAM Amoes, Andrie Mahfudiah Raymon Sopiani Modul Pendidikan dan Pelatihan Fungsional Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan. Metodologi Penyusunan Peraturan Perundangan-undangan/ oleh 1. Andrie Amoes, SH., MH., 2. Mahfudiah, SH., MH., 3. Raymon, SH., MHum., 4. Sopiani, SH., MH.; Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM – Depok, 2016. viii, 52 hlm; 15 x 21 cm ISBN : 978 – 602 – 9035 – 00 – 5 Diterbitkan oleh : Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Jalan Raya Gandul – Cinere, Depok 16512 Telp. (021) 7540077, 7540124 Fax. (021) 7543709
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan iii KATA PENGANTAR BPSDM Peraturan Perundang-undangan merupakan instrumen HUKUM kebijakan guna mendorong terwujudnya pembangunan nasional DAN Indonesia yang menurut sistem hukum nasional. Indonesia HAMsebagai sebuah negara hukum menempatkan Peraturan Perundang-undangan dalam posisi strategis sebagai landasan formal pengambilan kebijakan dan penyelenggaraan pemerintahan secara nasional. Lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan tidak dapat dipisahkan dari tujuan yang ingin dicapai oleh Indonesia sebagai sebuah negara hukum untuk menciptakan standar dan tertib hukum Pembentukan Peraturan Perundang- undangan agar dihasilkan Peraturan Perundang-undangan yang harmonis dan utuh demi terwujudnya pembangunan nasional yang memberikan kepastian hukum dan menghormati prinsip- prinsip hak asasi manusia. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak dapat dipisahkan dari manusia dalam proses pembentukannya yang dapat mempengaruhi kualitas sebuah peraturan. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dalam Pasal 98 dan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2015 memuat pengaturan mengenai keikutsertaan Perancang Peraturan Perundang-undangan dalam setiap tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Peran yang diberikan oleh Perancang Peraturan Perundang- undangan bertujuan mengawal Peraturan Perundang-undangan
BPSDM iv Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN dalam setiap tahapan pembentukannya baik di pusat maupun di HAMdaerah agar dapat dihasilkan Peraturan Perundang-undangan yang berkualitas, aspiratif dan responsif selaras dengan sistem hukum dan tujuan pembangunan nasional secara menyeluruh. Mengingat pentingnya peran yang dimiliki oleh Perancang Peraturan Perundang-undangan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan perlu selaras dengan peningkatan kompetensi. Salah satu upaya yang dilakukan untuk terwujudnya peningkatan kompetensi Perancang Peraturan Perundang- undangan adalah melalui Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Fungsional Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan berbasis kompetensi yang berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 19 Tahun 2015 tentang Diklat Fungsional Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan, agar dapat dihasilkan para Perancang Peraturan Perundang-undangan yang profesional dan memiliki kompetensi dalam bidangnya. Modul ini merupakan modul yang dihasilkan dari penyempurnaan kurikulum Diklat Fungsional Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan, yang telah disesuaikan dengan perkembangan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan peranan Perancang Peraturan Perundang-undangan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Diharapkan modul dapat memberikan ilmu yang bermanfaat bagi Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Pertama dalam memahami Peraturan Perundang-undangan baik dari segi teori maupun
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan v praktek. Di samping mempelajari modul secara menyeluruh Peserta juga disarankan dapat mengembangkan pemahaman melalui sumber-sumber belajar lain di luar modul. Semoga modul ini dapat dimanfaatkan dan membantu dalam proses pembelajaran, baik oleh peserta, widyaiswara, pengajar, atau fasilitator. Harapan kami semoga melalui Diklat Fungsional Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan dapat dihasilkan para lulusan Perancang Peraturan Perundang- undangan Ahli Pertama yang memiliki kompetensi dan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. BPSDM HUKUM DAN HAM Depok, 28 Februari 2015 PUSAT PENGEMBANGAN DIKLAT FUNGSIONAL DAN HAM
vi Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan DAFTAR ISI BPSDM Halaman HUKUM DANKATAPENGANTAR ........................................................... iii HAMDAFTAR ISI ....................................................................... vi BAB I PENDAHULUAN.................................................. 1 A. Latar Belakang.............................................. 1 B. Deskripsi Singkat.......................................... 3 C. Durasi Pembelajaran.................................... 3 D. Hasil Belajar.................................................. 4 E. Indikator......................................................... 4 F. Pra syarat...................................................... 5 G. Materi Pokok dan Sub Materi ........................ 6 BAB II MATERI POKOK METODOLOGI PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN................................ 7 A. Penerapan Konsep Regulatory Impact 7 Analysis ........................................................ 1. Pengertian Regulatory Impact 7 9 Analysis (RIA)......................................... 2. Metode dalam RIA .................................. 15 3. Penerapan hasil RIA dalam Peraturan Perundang-undangan ............
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan vii BPSDM B. Struktur Norma (Subjek Norma, Operator HUKUM Norma, Objek Norma, dan Keterangan DAN Norma).......................................................... 17 HAM 1. Pengertian Norma .................................. 18 2. Jenis dan Sumber Norma ...................... 19 3. Pola Hubungan Antar Norma ................. 25 4. Subjek Norma, Operator Norma dan Keterangan Norma ................................. 31 C. Konseptualisasi dan Perumusan Norma Sebagai Ide Awal Perumusan Peraturan Perundang-undangan.................................... 35 1. Konsep dasar atau Ide awal substansi ................................................ 35 2. Merumuskan konsep rancang bangun peraturan perundang- undangan berdasarkan permasalahan yang telah di identifikasi.......................... 36 3. Tahap komposisi penyusunan konsep awal rancangan peraturan perundang- undangan................................................ 36 D. Penentuan ruang lingkup materi muatan yang akan diatur............................................. 37 1. Pentingnya Materi Muatan dalam Penyusunan Peraturan Perundang- undangan................................................ 38 2. Sumber dan Jenis Materi Muatan .......... 39 E. Merumuskan Norma Secara Jelas dan Efektif ............................................................ 41
viii Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan F. Diskusi .......................................................... 43 G. Latihan........................................................... 43 H. Tugas Mandiri................................................ 43 I. Tugas Kelompok........................................... 43 BPSDM HUKUMBAB III PENUTUP............................................................49 DANA. Dukungan Belajar Peserta............................ 49 HAMB. Tindak Lanjut.................................................49 DAFTAR PUSTAKA........................................................... 50
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 1 BAB I PENDAHULUAN BPSDM A. Latar Belakang HUKUM DAN Modul ini digunakan bagi pengajar dan peserta untuk dapat HAM memberikan pemahaman kepada calon perancang tentang metodologi penyusunan peraturan perundang-undangan. Problematika hukum yang ada saat ini sering kali bermula dari proses penyusunan peraturan perundang-undangan yang kurang baik. Oleh karena itu, salah satu modal dasar yang perlu dimiliki seorang Perancang Peraturan Perundang-undangan adalah kemampuan berpikir logis dan kritis guna berpartisipasi aktif dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Dalam konteks ini, seorang Perancang diharapkan memahami penalaran hukum dan memiliki daya analisa kritis dan argumentatif dalam merumusan norma peraturan perundang-undangan. Norma yang diatur dalam suatu peraturan perundang- undangan tidak jarang pula memuat pengaturan berbagai hal yang sulit untuk diuraikan, sehingga memerlukan metode tersendiri agar mudah dipahami oleh kalangan umum. Oleh karena itu, materi metodologi penyusunan peraturan perundang-undangan menjadi penting sebagai salah satu materi pokok bagi calon perancang dalam menyusun peraturan perundang-undangan. 1
BPSDM 2 Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Metodologi adalah ilmu tentang metode atau uraian tentang HAM cara-cara dan langkah-langkah yang tepat (untuk menganalisis sesuatu); penjelasan serta penerapan cara. Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk memudahkan pelaksanaan suatu pekerjaan agar tercapai sesuatu yang dikehendaki. Metodologi penyusunan adalah metode atau uraian bagaimana cara-cara dan langkah- langkah menyusun peraturan secara tepat dan baik guna memudahkan penerapannya sesuai dengan keinginan/tujuan yang dikehendaki. Metodologi, dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak disinggung dalam lampirannya dan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak mengaturnya, tetapi dalam substansinya secara tersirat mengandung makna metodologi, misalnya pasal 1 angka 1 dan perlunya naskah akademis. Metodologi lebih pada pemahaman dan pertanyaan “apa perlu peraturan”, “apa yang mau diatur”, “mengapa perlu diatur” dan “bagaimana”, terkait dengan penyusunan isi/substansi. Perancang yang mampu menjawab pertanyaan tersebut, dengan sendirinya memudahkan untuk menyusun peraturan. Materi metodologi penyusunan peraturan perundang- undangan pada modul ini meliputi: a. Penerapan konsep Regulatory Impact Analysis
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 3 BPSDM b. Struktur Norma (Subjek Norma, Operator Norma, Objek HUKUM Norma, dan Keterangan Norma). DAN HAM c. Konseptualisasi dan perumusan norma sebagai ide awal perumusan peraturan perundang-undangan. d. Penentuan ruang lingkup materi muatan yang akan diatur. e. Merumuskan norma secara jelas dan efektif. B. Deskripsi Singkat Modul ini merupakan modul wajib yang diberikan kepada calon Perancang Peraturan Perundang-Undangan. Modul ini diberikan setelah pemberian materi Ilmu Perundang- undangan, Dasar-Dasar Konstitusional, dan Jenis, Hierarki, Fungsi dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan. Modul ini merupakan modul yang bersifat dasar teori yang memberikan bekal dalam melakukan penyusunan peraturan perundang-undangan yang akan menjadi dasar pemikiran konseptual dalam mempelajari modul lanjutan. Untuk menambah wawasan peserta diharapkan mempelajari bahan lain yang terkait dengan metodologi penyusunan peraturan perundang-undangan. C. Durasi Pembelajaran Setiap 1 (satu) jam pelajaran adalah 45 (empat puluh lima) menit. Satu hari adalah 8 jam pelajaran. Jumlah durasi pembelajaran modul metodologi penyusunan peraturan
4 Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan perundang-undangan adalah 16 (enam belas) jam pelajaran atau 2 (dua) hari pembelajaran. D. Hasil Belajar Setelah mempelajari modul ini peserta diharapkan dapat mengaplikasikan metodologi penyusunan peraturan perundang-undangan, yang meliputi Penerapan konsep Regulatory Impact Analysis, Struktur Norma (Subjek Norma, Operator Norma, Objek Norma, dan Keterangan Norma), Konseptualisasi dan perumusan norma sebagai ide awal perumusan peraturan perundang-undangan, penentuan ruang lingkup materi muatan yang akan diatur, dan merumuskan norma secara jelas dan efektif. Dengan demikian peserta memperoleh keahlian untuk menyusun konsep kerangka dasar rancangan. BPSDM HUKUME. Indikator DAN HAM Setelah mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu menerapkan metodologi penyusunan peraturan perundang- undangan, dengan indikator setiap sub bab sebagai berikut: Sub bab Pelajaran 1 Peserta mampu menjelaskan konsep Regulatory Impact Analysis (RIA). Sub bab Pelajaran 2 Peserta mampu menjelaskan struktur norma (subjek norma, operator norma, objek norma, dan keterangan jika diperlukan).
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 5 Sub bab Pelajaran 3 Peserta mampu merumuskan Sub bab Pelajaran 4 konsep dasar ide awal perumusan Sub bab Pelajaran 5 peraturan perundang-undangan. Peserta mampu menentukan ruang lingkup materi muatan yang akan diatur. Peserta mampu merumuskan norma secara jelas dan efektif. BPSDM HUKUM DAN HAM F. Pra syarat Peserta yang akan mengikuti materi pembelajaran metodologi penyusunan peraturan perundang-undangan harus terlebih dahulu mengikuti materi pembelajaran dinamika kelompok, jenjang karir jabatan fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan, Etika Perancang Peraturan Perundang-undangan, Ilmu Perundang-undangan, Dasar-Dasar Konstitusional, Jenis, Hierarki, Fungsi dan Materi Muatan Peraturan Perundang- undangan. G. Materi Pokok dan Sub Materi 1. Penerapan konsep Regulatory Impact Analysis 2. Struktur Norma (Subjek Norma, Operator Norma, Objek Norma, dan Keterangan Norma). 3. Konseptualisasi dan perumusan norma sebagai ide awal perumusan peraturan perundang-undangan.
BPSDM6 Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN4. Penentuan ruang lingkup materi muatan yang akan HAMdiatur. 5. Merumuskan norma secara jelas dan efektif. 1.1. Pengertian RIA; 1.2. Metode dalam RIA; 1.3. Penerapan hasil RIA dalam peraturan Perundang- undangan; 2.1. Pengertian Norma Hukum 2.2. Jenis dan sumber Norma 2.3. Pola Hubungan Antar Norma 2.4. Subjek Norma, Operator Norma, dan Keterangan Norma 3.1. konsep dasar atau ide awal subtansi. 3.2. Merumuskan konsep rancang bangun peraturan perundang-undangan berdasarkan permasalahan yang telah di identifikasi. 3.3 Tahap komposisi penyusunan konsep awal rancangan peraturan perundang-undangan. 4.1. Pentingnya materi muatan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. 4.2. Sumber dan jenis materi muatan.
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 7 BAB II MATERI POKOK METODOLOGI PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BPSDM HUKUMSetelah mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu DANmenerapkan metodologi penyusunan peraturan perundang- HAMundangan A. Penerapan Konsep Regulatory Impact Analysis Jam Pelajaran Pokok Bahasan Pengajar 1-2 (2 JP) Penerapan Regulatory Impact Pegajar akan memandu Analysis (RIA) peserta di dalam memahami a. Pengertian RIA; aspek teoritis dan prinsip b. Metode dalam RIA; penerapan analisis dampak c. Penerapan hasil RIA peraturan perundang- undangan, dan menerapkan dalam peraturan hasil analisis pada suatu Perundang-undangan; peraturan perundang- undangan. 1. Pengertian Regulatory Impact Analysis (RIA) Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud dengan Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam 7
BPSDM 8 Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN peraturan perundang-undangan. Pengertian peraturan HAM perundang-undangan di atas menggambarkan sifat peraturan perundang-undangan yang mengikat secara umum dan ruang lingkup subjek yang diatur adalah berlaku bagi setiap orang. Keberlakuan bagi setiap orang memberikan dampak penerapan yang beragam, terlebih apabila peraturan yang berisi materi muatan yang memberikan beban kepada masyarakat atau berkaitan dengan hak dan kewajiban, tentu harus dipertimbangkan secara hati-hati dampak sebuah peraturan. Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, kiranya dapat dipertimbangkan beberapa aspek terkait dengan aspek ekonomi, aspek sosial, dan budaya, aspek politik dan keamanan, serta aspek non hukum lainnya. Dengan demikian sebuah peraturan perundang- undangan dapat diterima dan tidak menimbulkan masalah di masyarakat. Oleh karena itu, sebuah peraturan perundang-undangan idealnya menggunakan analisis dampak peraturan perundang-undangan (Regulation Impact Analysis) dan mempertimbangkan analisis dampak di dalam merumuskan materi muatan peraturan. Regulatory Impact Analysis (RIA) merupakan proses analisis dalam pengkomunikasian secara sistematis terhadap kebijakan, baik kebijakan baru maupun kebijakan yang sudah ada. Dengan demikian poin penting dalam pemahaman bahwa:
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 9 BPSDM • RIA mencakup kegiatan analisis dan HUKUM pengkomunikasian; DAN HAM • objek metode RIA adalah kebijakan, baik dalam bentuk peraturan maupun dapat juga non peraturan; dan • metode RIA dapat diterapkan untuk kebijakan baru maupun untuk kebijakan yang sudah ada. 2. Metode dalam RIA Sebuah regulasi memiliki dampak. Dampak regulasi harus diminimalisir melalui kerangka analisis regulasi dalam upaya menjamin implementasinya. Oleh karena itu, Pemerintah perlu mengambil sikap dan memastikan bahwa penyusunan dan implementasi kebijakan peraturan perundang-undangan yang disusun memiliki kualitas yang baik. Hal ini disebabkan pada prakteknya sebuah peraturan berdampak kepada social cost dan financial cost yang besar dalam prakteknya. RIA merupakan sebuah proses yang sistematis untuk mengidentifikasi dan menguji aspek-aspek yang mungkin terjadi dari sebuah peraturan perundang-undangan. Hal ini dilakukan dengan melakukan implementasi analisis yang baik, seperti melakukan Cost Benefit Analysis maupun dengan metode lainnya. RIA dapat membantu para pengambil kebijakan di dalam menyusun proses dan mengambil keputusan pada kebijakan yang efektif dan efisien. Sebagai contoh: RIA mengambil kepada kesimpulan:
BPSDM 10 Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Apakah yang menjadi problem secara umum?.. HAM Contoh: Tingginya jumlah kecelakaan di jalan raya. Apakah perlu diatur dalam peraturan atau dengan kebijakan? Contoh: Penggunaan seragam dinas Kebijakan seperti apa yang diharapkan untuk disusun/ ditempuh? Contoh: Menyusun kebijakan yang terkait dengan standar keamanan berkendara di jalan raya, Mengurangi kecepatan Apakah ada opsi lain dalam upaya untuk menempuh tujuan? Dalam pengambilan kebijakan penyusunan atau perumusan sebuah peraturan perundang-undangan, hendaknya perlu dipahami terlebih dahulu kerangka berpikir pembedaan antara upaya/ makna regulasi dengan tujuan regulasi. Tujuan regulasi adalah akhir dari hasil regulasi. Sedangkan makna regulasi adalah upaya yang ditempuh untuk mewujudkan regulasi. • Contoh: Kebijakan pengaturan untuk mengurangi jumlah kecelakaan di jalanan (tujuan). Kebijakan mengurangi kecepatan kendaraan merupakan upaya di dalam mewujudkan tujuan tersebut. Selain itu upaya lain terkait dengan kelengkapan keamanan
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 11 kendaraan serta meningkatkan kondisi jalan raya merupakan aspek lain. Banyak opsi yang terkait dengan kebijakan. BPSDM HUKUMDengan demikian Perancang Peraturan Perundang- DANundangan harus memahami terlebih dahulu, apa yang HAMmenjadi permasalahan dan bagaimana mengatasinya, apakah ada opsi lain. Hal ini penting ketika akan memberikan opsi di dalam perumusan peraturan, Perancang Peraturan Perundang-undangan harus dapat memikirkan jalan keluar secara komprehensif. Contoh: Tujuan Kebijakan Upaya dalam kebijakan pengaturan Mengurangi jumlah • Kelengkapan keamanan kendaraan; kecelakaan kendaraan • Standar kecepatan di jalan; bermotor • Kondisi jalan; • Dst. RIA merupakan proses. Sebagai sebuah proses, metode RIA mencakup beberapa langkah sebagai berikut (BAPPENAS:2011):
12 Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan No Tahapan Keterangan Tahapan 1 Identifikasi dan Langkah ini dilakukan agar semua analisis pihak, khususnya pengambil BPSDM HUKUMmasalah terkait kebijakan, dapat melihat dengan DAN HAMkebijakanjelas masalah apa sebenarnya yang dihadapi dan hendak dipecahkan dengan kebijakan tersebut. Pada tahap ini, sangat penting untuk membedakan antara masalah (problem) dengan gejala (symptom), karena yang hendak dipecahkan adalah masalah, bukan gejalanya. 2 Penetapan tujuan Setelah masalah teridentifikasi, selanjutnya perlu ditetapkan apa sebenarnya tujuan kebijakan yang hendak diambil. Tujuan ini menjadi satu komponen yang sangat penting, karena ketika suatu saat dilakukan penilaian terhadap efektivitas sebuah kebijakan, maka yang dimaksud dengan “efektivitas” adalah apakah tujuan kebijakan tersebut tercapai ataukah tidak. 3 Pengembangan Setelah masalah yang hendak berbagai pilihan/ dipecahkan dan tujuan kebijakan alternatif kebijakan sudah jelas, langkah berikutnya
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 13 untuk mencapai adalah melihat pilihan apa saja yang Tujuan ada atau bisa diambil untuk memecahkan masalah tersebut. BPSDM Dalam metode RIA, pilihan atau HUKUM alternatif pertama adalah “do nothing” DANatau tidak melakukan apa-apa, yang HAMpada tahap berikutnya akan dianggap sebagai kondisi awal (baseline) untuk dibandingkan dengan berbagai opsi/ pilihan yang ada. Pada tahap ini, penting untuk melibatkan stakeholders dari berbagai latar belakang dan kepentingan guna mendapatkan gambaran seluas- luasnya tentang opsi/pilihan apa saja yang tersedia. 4 Penilaian Setelah berbagai opsi/pilihan untuk terhadap pilihan memecahkan masalah teridentifikasi, alternatif langkah berikutnya adalah melakukan kebijakan, baik seleksi terhadap berbagai pilihan dari sisi tersebut.Proses seleksi diawali legalitasmaupun dengan penilaian dari aspek legalitas, biaya (cost) dan karena setiap opsi/ pilihan tidak boleh manfaat bertentangan dengan peraturan (benefit)-nya perundang-undangan yang berlaku. Untuk pilihan-pilihan yang tidak bertentangandengan peraturan
14 Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan BPSDM perundang-undangan yang berlaku, HUKUM dilakukan analisis terhadap biaya DAN (cost) dan manfaat (benefit) pada HAMmasing-masing pilihan. Secara sederhana, “biaya” adalah hal-hal negatif atau merugikan suatu pihak jika pilihan tersebut diambil, sedangkan “manfaat” adalah hal-hal positif atau menguntungkan suatu pihak. Biaya atau manfaat dalam hal ini tidak selalu diartikan “uang”. Oleh karena itu, dalam konteks identifikasi biaya dan manfaat sebuah kebijakan, perlu dilakukan identifikasi tentang siapa saja yang terkena dampak dan siapa saja yang mendapatkan manfaat akibat adanya suatu pilihan kebijakan (termasuk kalau kebijakan yang diambil adalah tidak melakukan apa-apa atau do nothing). 5 Pemilihan Analisis Biaya-Manfaat kemudian kebijakan terbaik dijadikan dasar untuk mengambil keputusan tentang opsi/pilihan apa yang akan diambil. Opsi/pilihan yang diambil adalah yang mempunyai manfaat bersih (net benefit), yaitu jumlah semua manfaat dikurangi dengan jumlah semua biaya, terbesar.
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 15 6 Penyusunan Langkah ini diambil berdasarkan strategi kesadaran bahwa sebuah kebijakan implementasi tidak bisa berjalan secara otomatis setelah kebijakan tersebut itetapkan atau diambil. Dengan demikian, pemerintah dan pihak lain yang terkait tidak hanya tahu mengenai apa yang akan dilakukan, tetapi juga bagaimana akan melakukannya. BPSDM HUKUM7 PartisipasiSemua tahapan tersebut di atas harus DAN masyarakat HAMdilakukan dengan melibatkan di semua proses berbagai komponen yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan kebijakan yang disusun. Komponen masyarakat yang mutlak harus didengar suaranya adalah mereka yang akan menerima dampak adanya kebijakan tersebut (key stakeholder). 3. Penerapan hasil RIA dalam Peraturan Perundang- undangan Sebuah peraturan perlu diidentifikasi secara fokus terhadap permasalahan yang tujuannya untuk diselesaikan dengan regulasi atau pengambilan kebijakan.
BPSDM 16 Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Contoh: Identifikasi melibatkan: HAM 1. Siapa yang akan terkena dampak kebijakan; 2. Bagaimana jumlah dan ukuran dari setiap pihak yang terkena dampak dari kebijakan; 3. Apa yang menjadi rasio terkait dengan dampak terhadap pihak-pihak yang terkena dampak kebijakan; 4. Seberapa luas efeknya; dan 5. Seberapa lama dampak kebijakan ini akan terus ada. Peraturan Perundang-undangan agar kiranya memperhatikan: • Batas kemampuan pemerintah untuk memastikan bahwa peraturan dapat dilaksanakan secara efektif; • Identifikasi ukuran permasalahan yang dibandingkan dengan opsi yang lainnya dalam kebijakan; • Kemampuan dari pihak yang terkena dampak kebijakan untuk mengambil tindakan terhadap permasalahan yang diidentifikasi; • Mempertimbangkan dampak lamanya permasalahan yang mungkin muncul. Perancang Peraturan Perundang-undangan di dalam menyusun sebuah peraturan perundang-undangan kiranya dapat mempertimbangkan Costs (Biaya/Beban) seperti apa dari sebuah peraturan yang akan diatur. Pada saat menyusun kiranya dapat mempertimbangkan costs dari peraturan dan
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 17 pihak yang dikenakan, perlu dipertimbangkan antara yang terkena “Dampak Langsung” dan “Tidak Langsung” dari COSTS regulasi. Dampak langsung adalah dampak yang akan dihadapi oleh pihak yang terkena kebijakan, termasuk COSTS: a. Pembelian perlengkapan baru; b. Tambahan personil yang bekerja; c. Biaya produksi; dan sebagainya. BPSDM HUKUM DAN HAM B. Struktur Norma (Subjek Norma, Operator Norma, Objek Norma, dan Keterangan Norma). Jumlah Materi Kegiatan Pengajar Kegiatan Peserta Jam Struktur Norma: Pegajar akan Untuk dapat Pelajaran a. Pengertian memandu peserta di memahami materi dalam memahami dalam proses 3-5 Norma Hukum aspek teoritis dan pembelajaran, (3 JP) b. Jenis dan prinsip di dalam norma peserta hukum peraturan memperhatikan sumber Norma perundang -undangan. dan mengikuti Hukum pembelajaran yang c. Pola Hubungan Pengajar memberikan disampaikan oleh Antar Norma panduan contoh kasus pengajar, serta Hukum sebuah peraturan yang aktif dalam diskusi d. Subjek Norma; dapat membuka dan tanya jawab e. Operator pemikiran peserta yang disampaikan Norma; terkait dengan struktur oleh Pengajar. f. Keterangan norma. Norma
BPSDM 18 Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN 1. Pengertian Norma Hukum (Suhariyono: Tahun 2009) HAM Peraturan perundang-undangan merupakan peraturan tertulis yang memuat norma hukum (pengertian peraturan perundang-undangan dalam Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011). Pengertian norma hukum mengandung arti bahwa peraturan memuat suatu ukuran dalam berprilaku. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. (Pasal 1 Angka 2 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011) Norma adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya dengan sesamanya ataupun dengan lingkungannya. Ada yang mengartikan sebagai suatu ukuran atau patokan bagi seseorang dalam bertindak atau bertingkah laku dalam masyarakat. Jadi, inti norma adalah segala aturan yang harus dipatuhi. Norma baru terbentuk, apabila terdapat lebih dari satu orang karena norma itu pada dasarnya mengatur tata cara bertingkah laku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya. Norma mengandung suruhan, perintah, larangan, dan keharusan.
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 19 BPSDM Norma dapat dibentuk secara tertulis atau dapat HUKUM terbentuk karena kebiasaan (taktertulis). Norma tertulis DAN dibentuk oleh pejabat yang berwenang, sedangkan HAM norma taktertulis terbentuk oleh adat, moral, dan agama yang berkembang dari kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat (tidak dibahas di sini). Dalam kehidupan masyarakat, terdapat berbagai macam norma yang secara langsung atau taklangsung mempengaruhi tata cara bertingkah laku atau bertindak. Norma yang mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari adalah norma adat, agama, dan moral. Sedangkan norma yang berasal dari hukum negara mempunyai pengaruh yang dipaksakan dan harus dipatuhi oleh seluruh masyarakat. 2. Jenis dan Sumber Norma (Suhariyono: 2009) Dalam membentuk peraturan perundang-undangan, ada beberapa teori yang perlu dipahami oleh pembentuk atau perancang yakni teori jenjang norma. Hans Nawiasky, salah satu murid Hans Kelsen, mengembangkan teori gurunya tentang teori jenjang norma dalam kaitannya dengan suatu negara. Hans Nawiasky dalam bukunya “Allgemeine Rechtslehre” mengemukakan bahwa sesuai dengan teori Hans Kelsen, suatu norma hukum negara selalu berlapis-lapis dan berjenjang yakni norma yang di bawah berlaku, berdasar, dan bersumber pada norma yang lebih tinggi dan begitu seterusnya sampai pada suatu norma yang tertinggi yang disebut norma dasar. Dari teori tersebut, Hans Nawiasky
BPSDM 20 Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN menambahkan bahwa selain norma itu berlapis-lapis dan HAM berjenjang, norma hukum juga berkelompok-kelompok. Nawiasky mengelompokkan menjadi 4 kelompok besar yakni : 1. Staatsfundamentalnorm (norma fundamental negara); 2. Staatsgrundgezets (aturan dasar negara); 3. Formell Gezetz (undang-undang formal); 4. Verordnung dan Autonome Satzung (aturan pelaksana dan aturan otonom). Kelompok norma di atas hampir selalu ada dalam tata susunan norma hukum di setiap negara, walaupun istilahnya dan jumlah norma yang berbeda dalam setiap kelompoknya. Di Indonesia, norma fundamental negara adalah Pancasila dan norma ini harus dijadikan bintang pemandu bagi perancang dalam membentuk peraturan perundang-undangan. Dengan mendasarkan pada teori di atas, peraturan yang dibentuk oleh Presiden dengan sendirinya tidak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya, misalnya Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah, demikian pula Peraturan Gubernur, tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Daerah. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, adalah sebagai berikut:
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 21 BPSDM a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia HUKUM Tahun 1945; DAN HAMb. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Dalam Pasal 7 ayat (2) dinyatakan bahwa kekuatan hukum peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki. Selain teori dan asas di atas, ada beberapa prinsip yang perlu diketahui dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, misalnya prinsip bahwa peraturan yang sederajat atau lebih tinggi dapat menghapuskan atau mencabut peraturan yang sederajat atau yang lebih rendah. Dalam hal peraturan yang sederajat bertentangan dengan peraturan sederajat lainnya (dalam arti sejenis), maka berlaku peraturan yang terbaru dan peraturan yang lama dianggap telah dikesampingkan (lex posterior derogat priori). Dalam hal peraturan yang lebih tinggi tingkatnya bertentangan dengan peraturan yang lebih rendah, maka berlaku peraturan yang lebih tinggi tingkatannya.Jika peraturan yang mengatur hal yang merupakan kekhususan dari hal yang umum (dalam arti sejenis) yang diatur oleh peraturan yang sederajat, maka
BPSDM 22 Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN berlaku peraturan yang mengatur hal khusus tersebut HAM (lex specialis derogat lex generalis). Pembentuk peraturan perlu bersepakat bahwa lex posterior derogat priori dan lex specialis derogat lex generalis didasarkan pada hal yang sejenis, dalam arti bahwa bidang hukum yang mengatur sumber daya alam, misalnya, tidak boleh mengesampingkan bidang hukum perpajakan. Yang dapat mengesampingkan bidang hukum perpajakan tersebut adalah bidang hukum perpajakan lainnya yang ditentukan kemudian dalam peraturan. Dengan demikian, pembentuk peraturan dituntut untuk selalu melakukan tugas pengharmonisan dan sinkronisasi dengan peraturan yang ada dan/atau terkait pada waktu menyusun peraturan. Penting untuk dipahami oleh pembentuk peraturan adalah mengenai materi muatan peraturan. Materi muatan terkait erat dengan jenis peraturan perundang- undangan dan terkait dengan pendelegasian pengaturan. Selain terkait dengan jenis dan delegasian, materi muatan terkait dengan cara merumuskan norma. Perumusan norma peraturan harus ditujukan langsung kepada pengaturan lingkup bidang tugas masing-masing (departemen terkait atau dinas terkait) yang berasal dari delegasian dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya tetap pula memperhatikan peraturan perundang-undangan lainnya yang lebih tinggi tingkatannya.
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 23 BPSDM Pengetahuan mengenai bentuk dan jenis peraturan HUKUM perundang-undangan sangat penting dalam DAN pembentukan peraturan perundang-undangan karena : HAM a. setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus dapat ditunjukkan secara jelas peraturan perundang-undangan tertentu yang menjadi landasan atau dasarnya (landasan yuridis); b. tidak setiap peraturan perundang-undangan dapat dijadikan landasan atau dasar yuridis pembentukan peraturan perundang-undangan, melainkan hanya peraturan perundang-undangan yang sederajat atau lebih tinggi yang dapat mendelegasikan ke peraturan perundang-undangan sederajat atau lebih rendah. Jadi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak dapat dijadikan dasar peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Ketentuan ini menunjukkan betapa pentingnya aturan mengenai tata urutan peraturan perundang-undangan (lihat UU No 12 Tahun 2011). c. pembentukan peraturan perundang-undangan berlaku prinsip bahwa peraturan perundang- undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi dapat menghapuskan peraturan perundang-undangan yang sederajat atau lebih rendah. Prinsip ini mengandung beberapa hal : 1) pencabutan peraturan perundang-undangan yang ada hanya mungkin dilakukan oleh
BPSDM 24 Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN peraturan perundang-undangan yang sederajat HAM atau yang lebih tinggi; 2) dalam hal peraturan perundang-undangan yang sederajat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang sederajat lainnya, maka berlaku peraturan perundang-undangan yang terbaru dan peraturan perundang- undangan yang lama dianggap telah dikesampingkan (lex posterior derogat priori); 3) dalam hal peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatnya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah maka berlaku peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi tingkatannya. d. dalam hal peraturan perundang-undangan sederajat yang mengatur bidang-bidang khusus, maka peraturan perundang-undangan yang mengatur bidang umum yang berkaitan dengan bidang khusus tersebut dikesampingkan (lex specialis derogat lex generalis). e. pentingnya pengetahuan mengenai bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan kaitannya dengan materi muatan peraturan perundang-undangan. Materi muatan undang-undang adalah berbeda dengan materi muatan peraturan Presiden. Materi muatan biasanya tergantung dari delegasian atau atribusian peraturan perundang-undangan yang lebih
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 25 BPSDM tinggi atau sederajat. Undang-undang dan Perda HUKUM bermateri muatan salah satunya adalah pengaturan DAN hak asasi manusia dan pengaturan sanksi yang HAM memberatkan atau membebani rakyat. 3. Pola Hubungan Antar Norma (Suhariyono: 2009) Kita mengenal adanya norma statis dan norma dinamis. Norma statis adalah isi norma yang dapat ditarik dari norma khusus ke norma umum, begitu sebaliknya. Penarikan dari norma umum ke norma khusus dapat dirinci sesuai dengan kaitannya, sedangkan rincian norma khusus dapat ditarik dalam bentuk norma umum, misalnya, norma umum “setiap anak wajib menghormati orang tua”, maka norma tersebut dapat ditarik menjadi “anak wajib membantu orang tua”; anak wajib merawat orang tua jika mereka sakit”, dan lain-lain.” Norma dinamis adalah berlakunya norma atau cara pembentukan-/penghapusan norma. Peraturan perundang-undangan merupakan norma dinamis karena norma tersebut dibentuk dan kemungkinan dicabut dan kemudian dibentuk lagi tergantung dari kewenangan lembaga yang membentuk atau mencabutnya. Peraturan perundang-undangan yang dibuat dan yang membuatnya bisa berjenjang sesuai dengan otoritas masing-masing dan norma yang lebih rendah mendasarkan pada norma yang lebih tinggi secara berjenjang.
BPSDM 26 Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Dinamika norma dapat dibedakan menjadi dinamika HAM norma vertikal dan dinamika norma horizontal. Dinamika norma vertikal adalah dinamika yang berjenjang dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas, dalam arti bahwa norma hukum yang berada di bawahnya mendasarkan pada norma hukum di atasnya. Norma hukum yang horizontal adalah norma hukum yang bergerak ke samping, dalam arti bahwa suatu norma tertentu dapat diartikan sempit dan dapat diartikan luas sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat, misalnya, arti benda dalam KUHP. Dari segi daya laku, norma dibedakan menjadi norma berlaku sekali dan selesai yakni norma yang berlakunya hanya satu kali saja dan setelah itu selesai, dan norma yang berlaku terus menerus yakni norma yang berlakunya terus menerus dan tidak terbatas, kecuali jika dicabut dengan peraturan baru yang sejajar atau lebih tinggi. Norma yang berlaku hanya satu kali saja dan setelah itu selesai adalah norma penetapan atau norma yang menyatakan pencabutan atau perubahan atas peraturan perundang-undangan lain. Bandingkan Undang-Undang tentang APBN yang setiap tahun ditetapkan dan setiap tahun pula tercabut dengan Undang-Undang APBN yang baru. Dari segi saling melengkapi, kita mengenai norma tunggal dan norma berpasangan. Norma tunggal adalah norma yang berdiri sendiri dan isinya hanya merupakan suatu
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 27 BPSDM suruhan (das Sollen), sedangkan norma berpasangan HUKUM adalah norma hukum yang berisi tata cara DAN penanggulangannya apabila suatu norma tunggal tidak HAMdipenuhi. Norma berpasangan ini biasanya mengandung sanksi sebagai pasangan norma tunggal dalam rangka penegakan hukum (bandingkan dengan hukum materiel dan hukum formil = KUHP dan KUHAP). Dilihat dari inti norma, norma dapat digolongkan menjadi norma primer dan norma sekunder. Norma primer adalah norma perilaku, sedangkan norma sekunder adalah norma yang menetapkan sanksi jika norma primer dilanggar. Di luar norma perilaku, kita mengenai norma yang tidak mengatur perilaku, yakni meta norma. Perintah perilaku mewujudkan isi norma yang dapat menampilkan diri dalam berbagai wajah. Penggolongan isi norma tingkah laku (pada umumnya) adalah : 1) perintah (gebod), adalah kewajiban umum untuk melakukan sesuatu; 2) larangan (verbod), adalah kewajiban umum untuk tidak melakukan sesuatu; 3) pembebasan (vrijstelling, dispensasi), adalah pembolehan (verlof) khusus untuk tidak melakukan sesuatu yang secara umum diharuskan; 4) izin (toestemming), adalah pembolehan khusus untuk melakukan sesuatu yang secara umum dilarang.
BPSDM 28 Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Empat perilaku di atas mempunyai hubungan satu sama HAM lain yang juga dapat memperlihatkan hubungan logikal tertentu, yakni : a. Perintah dan larangan saling mengecualikan atau keduanya terdapat pertentangan. Dalam logika, hubungan antara keduanya disebut kontraris yakni hubungan dua proposisi umum atau universal (dua- duanya berkenaan dengan kewajiban umum) yang berbeda dalam kualitasnya (yang satu berkenaan dengan melakukan sesuatu, yang lainnya berkenaan dengan tidak melakukan sesuatu). b. Perintah mengimplikasikan izin. Jika orang mengemban kewajibkan untuk melakukan sesuatu, maka orang tersebut juga mempunyai izin untuk melakukan hal itu. Sebaliknya, larangan mengimplikasikan pembebasan. Jika orang mempunyai kewajiban untuk tidak melakukan sesuatu, maka orang tersebut juga mempunyai izin untuk tidak melakukan sesuatu itu. Jadi, terdapat implikasi secara respektif antara perintah dan izin serta antara larangan dan dispensasi, artinya jika perilaku tertentu diperintahkan, maka orang itu juga mempunyai izin untuk berperilaku demikian, dan jika perilaku tertentu dilarang, maka orang itu juga dibebaskan dari keharusan untuk berperilaku demikian. Dalam logika, hubungan yang demikian disebut subalternasi yakni terdapat antara proposisi
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 29 BPSDM universal dan proposisi partikular (hubungan ini HUKUM berkenaan dengan di satu pihak suatu kewajiban DAN umum dan di lain pihak suatu kebolehan khusus) HAM yang kualitasnya sama (melakukan sesuatu dan tidak melakukan sesuatu). c. Antara izin dan dispensasi (pembebasan) tidak saling menggigit karena orang dapat mempunyai izin untuk melakukan sesuatu dan pada saat yang sama ia dapat mempunyai izin untuk tidak melakukan hal itu. Jika perilaku tertentu diperbolehkan, maka terdapat kemungkinan pada waktu yang bersamaan ia juga dibebaskan dari keharusan untuk berperilaku demikian. Namun tidak mungkin terjadi bahwa perilaku tertentu tidak diperbolehkan dan orang juga tidak dibebaskan (dari keharusan) untuk berperilaku demikian. Hubungan ini dalam logika disebut hubungan subkontraris. d. Antara perintah dan dispensasi, seperti juga larangan dan izin, tidak dapat berlaku bersama-sama. Bukankah orang tidak dapat mempunyai kewajiban untuk melakukan sesuatu, sedangkan ia juga diizinkan untuk tidak melakukan hal itu. Begitu juga orang tidak dapat mempunyai kewajiban untuk tidak melakukan sesuatu, padahal pada saat yang sama ia juga diperbolehkan untuk melakukan hal itu. Jadi, secara respektif antara perintah dan dispensasi serta antara larangan dan izin terdapat perlawanan.
30 Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan Jika perilaku tertentu diperintahkan maka orang tidak dapat dibebaskan darinya, dan jika perilaku tertentu dilarang maka orang tidak dapat memiliki izin untuk melakukan hal itu. Namun dapat terjadi bahwa berkenaan dengan perilaku tertentu tidak terdapat perintah atau dispensasi, atau tidak terdapat larangan atau izin. Hubungan ini dalam logika disebut hubungan kontradiksi. BPSDM HUKUMperintahkontrarislarangan DAN HAMsubalternasikontradiksisubalternasi izin subkontraris dispensasi Selain norma perilaku, terdapat kelompok norma yang hanya menentukan sesuatu, namun bukan mengatur mengenai tingkah laku, melainkan terkait dengan norma perilaku itu sendiri atau kadangkala mempengaruhi norma perilaku, yang disebut dengan metanorma. Ada 5 macam metanorma yakni : 1) norma pengakuan (norma perilaku mana yang di dalam masyarakat hukum tertentu harus dipatuhi, misalnya larangan undang-undang berlaku surut); 2) norma perubahan (norma yang menetapkan bagaimana suatu norma perilaku dapat diubah,
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 31 BPSDM misalnya undang-undang atau perda tentang HUKUM perubahan); DAN HAM 3) norma kewenangan (norma yang menetapkan oleh siapa dan dengan melalui prosedur yang mana norma perilaku ditetapkan dan bagaimana norma perilaku harus diterapkan, misalnya tentang kekuasaan kehakiman). 4) norma definisi (batasan pengertian untuk membatasi lingkup makna yang dituangkan dalam materi yang diatur); dan 5) norma penilaian (norma yang mengandung asas- asas hukum). 4. Subjek Norma, Operator Norma dan Keterangan Norma Membuat suatu norma, pada dasarnya merupakan pekerjaan berkomposisi, namun berkomposisi dengan memfokuskan pada kalimat yang mengandung suatu larangan, suruhan, kebolehan, diskresi, dan pengecualian bertindak bagi masyarakat, golongan tertentu, atau perorangan, atau menciptakan suatu kewenangan baru atau menghapuskan kewenangan yang sudah ada. Prototipe (model awal sebagai contoh) norma hukum adalah “perintah” bagi setiap orang (umum) sebagai dasar penguat bagi pemerintah (penguasa) untuk menegakkan hukum. Jangkauan perintah untuk setiap orang (umum) harus dipenuhi bagi norma hukum. (Suhariyono: 2009).
BPSDM 32 Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Dilihat dari inti norma, norma dapat digolongkan menjadi HAM norma primer dan norma sekunder. Norma primer adalah norma perilaku, sedangkan norma sekunder adalah norma yang menetapkan sanksi jika norma primer dilanggar. Di luar norma perilaku, kita mengenai norma yang tidak mengatur perilaku, yakni meta norma. Norma tingkah laku adalah norma utama, sedangkan yang lain adalah metanorma. Contoh sebagai berikut. Contoh norma: Norma Tingkah Laku: (dari RUU Keimigrasian) Pasal 7 (1) Setiap orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia wajib memiliki dokumen perjalanan yang sah dan masih berlaku. (2) Setiap orang asing yang masuk wilayah Indonesia wajib memiliki visa yang sah dan masih berlaku. Pasal 9 (1) Orang asing dapat masuk ke wilayah Indonesia setelah mendapat Izin Masuk dari Pejabat Pemeriksa Keimigrasian (2) Warga negara Indonesia dapat masuk ke wilayah Indonesia setelah mendapat Tanda Masuk dari Pejabat Pemeriksa Keimigrasian. Norma Kewenangan:
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 33 BPSDM Pasal 10 HUKUM (1) Pejabat Imigrasi dapat memberikan izin masuk DAN HAM darurat kepada orang asing dalam keadaan darurat. (2) Izin masuk darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berlaku sebagai izin tinggal kunjungan darurat. Pasal 75 (1) Menteri melakukan pengawasan Keimigrasian. (2) Pengawasan Keimigrasian meliputi : a. pengawasan terhadap warga negara Indonesia yang memohon dokumen perjalanan, keluar atau masuk wilayah Indonesia, dan yang berada di luar wilayah Indonesia. b. pengawasan terhadap lalu lintas orang asing yang masuk atau keluar wilayah Indonesia, serta pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan orang asing di wilayah Indonesia. Norma Mengubah/Menghapus Norma: Pasal 130 Pada saat Undang-Undang ini berlaku: a. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3474); b. semua undang-undang yang berkaitan dengan keimigrasian yang bertentangan atau tidak sesuai
BPSDM 34 Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN dengan Undang-Undang ini; dicabut dan dinyatakan HAM tidak berlaku. Norma definisi (batasan pengertian untuk membatasi lingkup makna): Lihat pula macam-macam definisi dan persyaratannya di atas. Contoh: 1. Menteri adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Bandingkan: 1. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan. Apakah tidak semua menteri mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang peraturan perundang- undangan? Contoh yang pertama lebih pasti dan diharapkan nantinya ada pengaturan mengenai kementerian negara dalam suatu undang-undang sehingga tidak perlu dikhawatirkan adanya penggantian kementerian. Norma Nilai (yang mencerminkan asas dan prinsip): Pasal 2 (RUU Keimigrasian) Setiap warga negara Indonesia berhak melakukan perjalanan keluar dan masuk wilayah Indonesia. (asas kebebasan hak seseorang untuk keluar dan masuk wilayah negara)
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 35 C. Konseptualisasi dan Perumusan Norma Sebagai Ide Awal Perumusan Peraturan Perundang-undangan. Jam Pokok Bahasan Pengajar Peserta Pelajaran BPSDM Konseptualisasi dan Pengajar Peserta HUKUM6-8Perumusan Peraturan memberikan mendiskusikan DAN(3JP)Perundang-undanganpemahaman kepada melalui diskusi HAMa. Pengertian konsep dasarpeserta mengenaikelompok, dan bagaimana melakukan atau membuat ide awal merumuskan praktek singkat subtansi. konsep awal sebuah bagaimana b. Merumuskan konsep peraturan, dan cara rancang bangun peraturan memandu peserta merumuskan perundang -undangan terkait dengan konsep awal berdasarkan permasalahan merumuskan sebuah ide yang telah diidentifikasi. sebuah konsep awal awal substansi. c. Tahap komposisi yang telah penyusunan konsep awal diidentifikasi peraturan perundang- undangan 1. Konsep dasar atau Ide awal substansi Pendekatan metode dalam peraturan perundang- undangan adalah bagaimana menyusun norma-norma peraturan setelah substansinya ditetapkan sebagai materi peraturan. Yang terpenting adalah bagaimana menyusun norma tersebut secara logis dan menghasilkan sebanyak mungkin hubungan dan mampu menjawab pertanyaan mengenai substansi yang disusun yang sebelumnya sudah direncanakan terlebih dahulu (Suhariyono:2015) Konsep dasar atau ide awal substansi suatu peraturan perundang-undangan didasarkan pada hasil identifikasi atas aspek yang mungkin terjadi dari peraturan
BPSDM 36 Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN perundang-undangan, dan efektifitas pelaksanaan HAM peraturan perundang-undangan. Hal ini menentukan materi muatan dan batasan kewenangan yang akan diatur pada setiap jenis peraturan perundang-undangan. 2. Merumuskan konsep rancang bangun peraturan perundang-undangan berdasarkan permasalahan yang telah di identifikasi a) Menyusun sistematika termasuk sikuen. Penyusunan sistematika yang baik dan logis, juga termasuk bagian dari metodologi penyusunan peraturan perundang-undangan. KUHPerdata, misalnya, yang terdiri atas 4 buku, disusun berdasarkan sistematika yang mudah dipahami oleh pengguna. Buku I tentang Orang, disusun mulai dari orang masih masih di perut (janin), lahir, anak, dewasa, kawin, sampai mati. Di dalam KUHAP, pembentuk undang-undang menyusun secara sistematis mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di pengadilan, dan eksekusi. b) Merumuskan alternatif solusi di dalam memecahkan permasalahan. 3. Tahap komposisi penyusunan konsep awal rancangan peraturan perundang-undangan. Menuangkan konsep awal rancangan peraturan perundang-undangan. Pada dasarnya, metode
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 37 penyusunan peraturan digantungkan pada selera perancang, apakah akan menggunakan metode induktif ataukah deduktif yang secara logis akan dituangkan dalam sistematika peraturan, baik sistematika besaran (buku, bab, bagian, dan paragraf), maupun sistematika kalimat pasal perpasal dan ayat perayat. Metode ini berlaku juga pada saat perancang menyusun komposisi kalimat dalam konsiderans menimbang dan komposisi kalimat dalam penjelasan umum. Metodologi diperlukan juga pada waktu menyusun suatu norma yang dituangkan dalam rincian-rincian pada pasal dan ayat. BPSDM HUKUM DAN HAM D. Penentuan ruang lingkup materi muatan yang akan diatur. Jam Pokok Bahasan Pengajar Peserta Pelajaran 1-5 Penentuan ruang lingkup Pengajar Peserta (5JP) materi muatan yang akan memberikan mendiskusikan diatur pemahaman kepada melalui diskusi peserta mengenai kelompok, dan 1. Pentingnya Materi bagaimana melakukan Muatan dalam merumuskan dalam praktek singkat Penyusunan Peraturan ruang lingkup materi bagaimana cara Perundang-undangan. muatan yang akan menyusun materi diatur. muatan yang 2. Sumber dan Jenis akan diatur. Materi Muatan.
BPSDM 38 Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN 1. Pentingnya Materi Muatan dalam Penyusunan HAM Peraturan Perundang-undangan Dalam menyusun peraturan perundang-undangan, harus diperhatikan kesesuaian antara jenis dan materi muatan masing-masing peraturan perundang-undangan dengan tetap memperhatikan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai acuannya. Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang- undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila (Suhariyono:2009). Penting untuk dipahami oleh pembentuk peraturan adalah mengenai materi muatan peraturan. Materi muatan terkait erat dengan jenis peraturan perundang- undangan dan terkait dengan pendelegasian pengaturan. Selain terkait dengan jenis dan delegasikan, materi muatan terkait dengan cara merumuskan norma. Perumusan norma peraturan harus ditujukan langsung
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 39 BPSDM kepada pengaturan lingkup bidang tugas masing-masing HUKUM (lembaga/instansi terkait atau dinas terkait) yang berasal DAN dari pendelegasian dari peraturan perundang-undangan HAM yang lebih tinggi tingkatannya tetap pula memperhatikan peraturan perundang-undangan lainnya yang lebih tinggi tingkatannya (Suhariyono: 2009). 2. Sumber dan Jenis Materi Muatan Setiap Perundang-undangan harus bersumber kepada Pancasila sebagai dasar sumber hukum negara, dan kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011: Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara. Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan. Adapun jenis dan hierarki Peraturan Perundang- undangan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 sebagai berikut:
BPSDM 40 Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia HAM Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Selain dalam Pasal 7 terdapat juga jenis peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh lembaga- lembaga negara yang dibentuk dan ditetapkan berdasarkan kewenangan lembaga negara sebagaimana diatur dalam ketentuan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun Tahun 2011. Ruang lingkup materi muatan yang akan diatur harus memperhatikan jenis peraturan yang akan disusun, misalnya: 1. Materi muatan Undang-Undang berisi: - Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; - Perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang; - Pengesahan perjanjian internasional tertentu; - Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau - Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 41 2. Materi muatan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sama dengan materi muatan Undang-Undang. 3. Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. 4. Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi muatan yang diperintahkan oleh Undang-Undang, materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. 5. Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. BPSDM HUKUM DAN HAM E. Merumuskan Norma Secara Jelas dan Efektif Jam Pokok Bahasan Pengajar Peserta Pelajaran Merumuskan Pengajar memberikan Peserta 6-8 norma secara latihan bagaimana mengerjakan (3JP) jelas dan efektif merumuskan norma latihan dan secara jelas dan mendiskusikan efektif. hasil latihan.
BPSDM 42 Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Merumuskan Norma Hukum Secara Baik HAM Dalam merumuskan norma hukum terdapat 13 (tiga belas) jenis petunjuk untuk merumuskan norma hukum secara jelas (Sri Hariningsih: 2012). 1) Tulislah kalimat secara singkat; 2) Letakkan setiap bagian dari kalimat pada urutan yang logis; 3) Hindari penggunaan frasa dan klausula yang rancu; 4) Uraikan kondisi yang komplek; 5) Gunakan kalimat aktif sejauh mungkin; 6) Gunakan klausula kata kerja dan kata sifat dari pada kata benda; 7) Gunakan kata yang positif walaupun anda ingin menjelaskan yang sifatnya negatif 8) Gunakan struktur yang pararel; 9) Hindari kemaknagandaan dalam kata dan kalimat; 10) Pilihlah perbendaharaan kata secara cermat; 11) Hindari penggunaan kata benda yang sambung menyambung; 12) Kurangi kata-kata yang tumpang tindih dan asing (tidak ada hubungannya); dan 13) gunakan model/format yang tepat
Search