Ketika murid belajar dari kesalahan untuk menjadi lebih baik untuk masa depan, mereka akan mendapatkan pelajaran yang mereka bisa pakai terus menerus di masa depan untuk menjadi orang yang lebih baik. ● Restitusi memperbaiki hubungan Restitusi adalah tentang memperbaiki hubungan dan memperkuatnya. Restitusi juga membantu murid-murid dalam hal mereka ingin menjadi orang seperti apa dan bagaimana mereka ingin diperlakukan. Restitusi adalah proses refleksi dan pemulihan. Proses ini menciptakan kondisi yang aman bagi murid untuk menjadi jujur pada diri mereka sendiri dan mengevaluasi dampak dari tindakan mereka pada orang lain. Ketika proses pemulihan dan evaluasi diri telah selesai, mereka bisa mulai berpikir tentang apa yang bisa dilakukan untuk menebus kesalahan mereka pada orang yang menjadi korban. ● Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan Restitusi yang dipaksa bukanlah restitusi yang sebenarnya, tapi konsekuensi. Bila guru memaksa proses restitusi, maka murid akan bertanya, apa yang akan terjadi kalau saya tidak melakukannya. Misalnya mereka sebenarnya tidak suka konsekuensi yang guru sarankan, mereka mungkin akan setuju dan akan melakukannya, tapi karena mereka menghindari ketidaknyamanan atau menghindari kehilangan kebebasan atau diasingkan dari kelompok. Mereka akan percaya kalau mereka menyakiti orang, maka mereka juga tersakiti, maka mereka pikir itu impas. Seorang anak yang memukul temannya akan mengatakan, “Kamu boleh pukul aku balik, biar impas”. Memaksa melakukan restitusi bertentangan dengan perkembangan moral, yaitu kebebasan untuk membuat pilihan. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk menciptakan kondisi yang membuat murid bersedia menyelesaikan masalah dan berbuat lebih baik lagi, dengan berkata, “Tidak apa-apa kok berbuat salah itu manusiawi. Semua orang pasti pernah berbuat salah”. Pembicaraan ini bersifat tawaran, bukan paksaan, bukan mengatakan, “Kamu harus lakukan ini, kalau tidak maka…” ● Restitusi ‘menuntun’ untuk melihat ke dalam diri Dalam proses restitusi kita akan melihat adanya ketidakselarasan antara tindakan murid yang berbuat salah dan keyakinan mereka tentang orang seperti apa yang mereka inginkan. Untuk membimbing proses pemulihan diri, guru bisa bertanya pada mereka: ● Kamu ingin menjadi orang seperti apa? ● Kamu akan terlihat, terdengar, dan terasa seperti apa kalau kamu sudah menjadi orang yang seperti itu? ● Apa yang kamu percaya tentang bagaimana orang harus memperlakukan orang lain? ● Bagaimana kamu mau diperlakukan ketika kamu berbuat salah? Modul 1.4 - Budaya Positif | 39
● Apa nilai yang diajarkan di keluargamu tentang hal ini? Apakah kamu memegang nilai ini? ● Kalau tidak, lalu apa yang kamu percaya? Kita tidak ingin menciptakan rasa bersalah pada diri anak dengan bertanya seperti itu. Kalau guru melihat rasa bersalah di wajah murid, maka guru harus cepat-cepat mengatakan, “Tidak apa-apa kok berbuat salah”. Ketika murid sudah dibimbing untuk mengeksplorasi orang seperti apa yang mereka inginkan, guru bisa mulai bertanya tentang kejadiannya, seberapa sering hal ini terjadi, apa yang ia lakukan, ia berada di mana. Murid tidak akan berbohong pada guru. Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan Untuk berpindah dari evaluasi diri ke restitusi diri, penting bagi murid untuk memahami dampak dari tindakannya pada orang lain. Kalau murid paham bahwa setiap orang memiliki kebutuhan dasar untuk dipenuhi, hal ini akan sangat membantu, sehingga ketika murid melakukan kesalahan, mereka akan menyadari kebutuhan apa yang sedang mereka coba penuhi, demikian juga kebutuhan orang lain. Untuk membantu murid mengenali kebutuhan dasarnya, guru bisa meminta mereka mengenali perasaan mereka. Perasaan sedih dan kesepian menunjukkan adanya kebutuhan cinta dan kasih sayang yang tidak terpenuhi. Perasaan dipaksa, atau terlalu banyak beban, menunjukkan kurangnya kebutuhan akan kebebasan. Perasaan takut akan kelelahan, kelaparan, menunjukkan pada kita kalau kita merasa tidak aman. Perasaan bosan menunjukkan kurang terpenuhinya kebutuhan akan kesenangan. Restitusi diri adalah cara yang paling baik Dalam restitusi diri murid belajar untuk mengubah kebiasaan dari kecenderungan untuk mengomentari orang lain, menjadi mengomentari diri sendiri. Dr. William Glasser menyatakan, orang yang bahagia akan mengevaluasi diri sendiri, orang yang tidak bahagia akan mengevaluasi orang lain. 3 Tahap Evaluasi Diri: 1. Saya tidak suka cara saya berbicara padamu 2. Kesalahan yang saya lakukan adalah ● Saya sebenarnya punya informasi yang kamu butuhkan ● Saya lelah dan saya bicara terlalu cepat ● Saya tidak jelas menyampaikan apa yang saya inginkan ● Pemahaman saya berbeda dengan pemahamanmu 3. Besok lagi saya akan ● Menyampaikan informasi yang saya punya dan kamu 40 | Modul 1.4 - Budaya Positif
butuhkan ● Saya akan bicara lebih lambat ● Saya akan bicara lebih jelas tentang keinginan saya ● Menyampaikan pemahaman saya padamu Ketika murid bisa melakukan restitusi diri maka dia akan bisa mengontrol dirinya dengan lebih baik dengan tujuan yang lebih baik pula. Ketika Anda berhadapan dengan orang lain, dan melakukan evaluasi diri, maka 9 dari 10 orang yang diajak bicara juga akan melakukan evaluasi diri juga. Mungkin akan ada 1 dari 10 orang yang diajak bicara, justru akan menggunakan kesempatan itu untuk menghukum Anda. Kalau ini terjadi, tanyakan saja, apakah Anda mau menggunakan kesempatan ini untuk menjelek- jelekkan saya atau Anda mau membuat situasi ini menjadi lebih baik. Anda mau ke arah mana? Restitusi fokus pada karakter bukan tindakan Dalam proses restitusi diri, maka murid akan menyadari dia sedang menjadi orang yang seperti apa, yang itu adalah menunjukkan fokus pada penguatan karakter. Ketika guru membimbing murid untuk penguatan karakter, guru akan mengatakan, “Ibu/Bapak tidak terlalu mempermasalahkan apa yang kamu lakukan hari ini, tetapi mari kita bicara tentang apa yang akan kamu lakukan besok. Kamu bisa saja minta maaf, tapi orang akan lebih suka mendengar apa yang akan kamu lakukan dengan lebih baik lagi. Restitusi menguatkan Bisakah momen ketika murid melakukan kesalahan menjadi sebuah momen yang baik? Jawabnya, tentu bisa, asalkan ia bisa belajar dari kesalahan itu. Apa maksud dari kalimat kita bisa lebih kuat setelah kita belajar dari kesalahan? Lebih kuat disini maksudnya bukan menekan perasaan kita dalam-dalam. Kuat disini artinya menyadari apa yang bisa murid ubah, dan murid benar-benar mengubahnya. Guru bisa bertanya, apa yang dapat kamu ubah dari dirimu sendiri? Bagaimana kamu akan berubah? Restitusi fokus pada solusi Dalam restitusi, guru menstabilkan identitas murid dengan mengatakan, “Kita tidak fokus pada kesalahan, Bapak/ibu tidak tertarik untuk mencari siapa yang benar, siapa yang salah. Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya Mari kita lihat praktik pendidikan kita yang seringkali memisahkan anak-anak dari kelompoknya, misalnya seorang anak TK bersikap tidak kooperatif pada saat kegiatan mendengar dongeng dari gurunya, anak itu disuruh keluar dari kelompoknya, atau anak itu diminta duduk di belakang kelas atau di pojok kelas, disuruh keluar kelas ke koridor, ke kantor guru, seringkali dibiarkan tanpa pengawasan. Modul 1.4 - Budaya Positif | 41
Kalau ada anak remaja nakal, orangtua menyuruh pergi dari rumah. Padahal kalau mereka jauh dari orang tuanya, orang tuanya jadi tidak bisa mengajari mereka dan mereka tidak belajar nilai-nilai kebajikan. Kalau mereka tidak belajar, bagaimana nasib generasi kita ke depan? Kalau kita menjauhkan remaja kita, maka mereka akan putus hubungan dengan kita. Ketika anak berbuat salah, kita tidak bisa memotivasi anak untuk menjadi baik, kita hanya bisa menciptakan kondisi agar mereka bisa melihat ke dalam diri mereka. Kita seharusnya mengajari mereka untuk menyelesaikan masalah mereka, dan berusaha mengembalikan mereka ke kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat. Disarikan dari Buku It’s All About WE; Rethinking Discipline using Restitution, Third Edition, Diane Gossen, 2008 Pembelajaran 2.3: Keyakinan Kelas Tujuan Pembelajaran Khusus: ● CGP dapat menganalisis pentingnya memiliki keyakinan sekolah/kelas sebagai fondasi dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas. ● CGP dapat menjelaskan proses pembentukan dari peraturan-peraturan beralih ke keyakinan kelas. ● CGP akan dapat berpikir kritis, kreatif, reflektif, dan terbuka dalam menggali nilai- nilai yang dituju pada peraturan yang ada di sekolah mereka masing-masing. Pertanyaan Pemantik: 1. Mengapa Keyakinan Kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja? 2. Mengapa adanya Keyakinan Kelas penting untuk terbentuknya sebuah budaya positif? 3. Bagaimana mewujudkan sebuah Keyakinan Kelas yang efektif? Mengapa keyakinan kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja? Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut: ● Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan helm pada saat mengendarai kendaraan roda dua/motor? (Kemungkinan jawaban Anda adalah untuk ‘keselamatan’). 42 | Modul 1.4 - Budaya Positif
● Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan masker dan mencuci tangan setiap saat? (Kemungkinan jawaban Anda adalah ‘untuk kesehatan dan/atau keselamatan’). Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya pada pembelajaran 2.1 tentang Nilai-nilai Kebajikan bahwa menekankan pada keyakinan seseorang akan lebih memotivasi seseorang dari dalam. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan memahami arti sesungguhnya tentang peraturan-peraturan yang diberikan, apa nilai-nilai kebajikan dibalik peraturan tersebut, apa tujuan utamanya, dan menjadi tidak tertarik, atau takut sehingga hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur mereka tanpa memahami tujuan mulianya. Pada pembelajaran Disiplin dan Nilai-nilai Kebajikan Universal, kita telah mempelajari tentang nilai-nilai kebajikan yang dapat menjadi landasan kita dalam membuat suatu keyakinan sekolah atau menentukan visi dan misi atau tujuan dari sebuah institusi/sekolah. Seperti telah dikemukakan di modul 1.2, dalam penentuan visi sebuah institusi/sekolah kita terlebih dahulu perlu menentukan nilai-nilai kebajikan apa yang terpenting bagi institusi tersebut agar dapat mencapai tujuan mulia yang dicita-citakan. Penentuan nilai-nilai kebajikan pada sebuah institusi telah diberikan contoh-contohnya pada pembelajaran 2.1. Selanjutnya kita akan meninjau kegiatan-kegiatan apa saja yang bisa dilakukan agar dapat menentukan keyakinan suatu sekolah atau pun keyakinan kelas. Tahapan menciptakan Program Kebajikan 1. Lihat daftar kebajikan yang telah disusun bersama (contoh pada pembelajaran Modul 1.4 - Budaya Positif | 43
2.1). 2. Tentukan nilai-nilai kebajikan yang ingin dijadikan perhatian utama di sekolah Anda. Curah pendapat dalam kelompok. 3. Sempurnakan beberapa daftar nilai-nilai kebajikan yang utama, bahas kembali dalam kelompok utama. 4. Buatlah poster atau muat di sosial media keyakinan sekolah/kelas Anda. Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas: ● Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit. ● Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal. ● Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif. ● Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas. ● Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut. ● Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat. ● Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.Tugas Mandiri: Lihatlah tabel di bawah ini dan tuliskan nilai kebajikan yang dituju dari peraturan yang tercantum di kolom sisi kiri. Masih ingat bahwa nilai-nilai kebajikan universal merupakan nilai-nilai lintas budaya, bahasa, suku bangsa, maupun agama seperti keadilan, kehormatan, peduli, integritas, kejujuran, pelayanan, keamanan, kesabaran, tanggung jawab, mandiri, berprinsip, keselamatan, kesehatan, dan lain-lain. Peraturan-peraturan yang tercantum di sisi kiri tidak terbatas pada peraturan yang ditemui di kelas atau sekolah, namun peraturan yang biasa kita temui di masyarakat. Peraturan Nilai Kebajikan yang Dituju Kembalikan barang ke tempatnya 44 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Dilarang Mengganggu Orang Lain Hadir di sekolah 15 menit sebelum pembelajaran dimulai Dilarang Melakukan Kekerasan Dilarang Menggunakan Narkoba Bergantian atau menunggu giliran Dilarang Merokok Gunakan masker Berjalan di kelas dan koridor Prosedur Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas: 1. Mempersilakan warga sekolah atau murid-murid di sekolah/kelas untuk bercurah pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di sekolah/kelas. 2. Mencatat semua masukan-masukan para murid/warga sekolah di papan tulis atau di kertas besar (kertas ukuran poster), di mana semua anggota kelas/warga sekolah bisa melihat hasil curah pendapat. 3. Susunlah keyakinan kelas sesuai prosedur ‘Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas’. Gantilah kalimat-kalimat dalam bentuk negatif menjadi positif. Contoh Kalimat negatif : Jangan berlari di kelas atau koridor. Kalimat positif: Berjalanlah di kelas atau koridor. 4. Tinjau kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat. Anda mungkin akan mendapati bahwa pernyataan yang tertulis di sana masih banyak yang berupa peraturan-peraturan. Selanjutnya, ajak warga sekolah/murid-murid untuk menemukan nilai kebajikan atau keyakinan yang dituju dari peraturan tersebut. Contoh: Berjalan di kelas, Dengarkan Guru, Datanglah Tepat Waktu berada di bawah 1 ‘payung’ yaitu keyakinan untuk ‘Saling Menghormati’ atau nilai kebajikan ‘Hormat’. Keyakinan inilah yang dimasukkan dalam daftar untuk disepakati. Modul 1.4 - Budaya Positif | 45
Kegiatan ini juga merupakan pendalaman pemahaman bentuk peraturan ke keyakinan sekolah/kelas. 5. Tinjau ulang Keyakinan Sekolah/Kelas secara bersama-sama. Seharusnya setelah beberapa peraturan telah disatukan menjadi beberapa keyakinan maka jumlah butir pernyataan keyakinan akan berkurang. Sebaiknya keyakinan sekolah/kelas tidak terlalu banyak, bisa berkisar antara 3-7 prinsip/keyakinan. Bilamana terlalu banyak, maka warga kelas akan sulit mengingatnya dan akibatnya sulit untuk dijalankan. 6. Setelah keyakinan sekolah/kelas selesai dibuat, maka semua warga kelas dipersilakan meninjau ulang, dan menyetujuinya dengan menandatangani keyakinan sekolah/kelas tersebut, termasuk guru dan semua warga/murid. 7. Keyakinan Sekolah/Kelas selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas di tempat yang mudah dilihat semua warga kelas. 46 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Contoh Keyakinan Kelas: Keyakinan Kelas 1 ● Setiap anggota kelas perlu belajar. ● Setiap anggota kelas perlu senang. ● Setiap anggota kelas perlu melakukan tugas. ● Setiap anggota kelas perlu saling menghargai. ● Setiap anggota kelas perlu merasa aman. Keyakinan Kelas 5 ● Selalu bersikap positif. ● Senantiasa menjadi diri terbaik. ● Percaya dan menghormati orang lain serta barang miliknya. ● Berkomitmen terhadap setiap tugas. ● Senantiasa membantu. Keyakinan Kelas 7 HORMAT Kami meyakini bahwa sangat penting untuk menghormati semua orang dan barang milik orang lain BEKERJA Kami meyakini bahwa sangat penting untuk mengerjakan segala pekerjaan atau mengikuti kegiatan yang telah ditugaskan. DITERIMA DAN DIMILIKI Kami meyakini bahwa sangat penting untuk merasa diterima pada suatu kelompok dan saling peduli satu dengan yang lain. Agar semua warga kelas dapat memahami setiap pernyataan yang telah tercantum dalam keyakinan kelas, maka selama seminggu di awal tahun ajaran baru dapat didedikasikan untuk pendalaman setiap keyakinan dengan berbagai kegiatan. Modul 1.4 - Budaya Positif | 47
Kegiatan-kegiatan Pendalaman Keyakinan Kelas: a. Kegiatan Tampak Seperti/Tidak Tampak Seperti: Anggota kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, dan setiap kelompok diberikan kertas. Salah satu anggota kelompok membuat huruf T kapital yang besar (Tabel T). Guru memberikan salah satu ‘keyakinan kelas’ kepada setiap kelompok. Dua kelompok bisa mendapatkan keyakinan yang sama bila ada 10 kelompok. Selanjutnya setiap kelompok diminta untuk bercurah pendapat tentang keyakinan tersebut, tampak seperti apa, tampak tidak seperti apa. Kemudian hasil curah pendapat setiap kelompok dipresentasikan pada kelompok besar, dan kertasnya ditempel di sekeliling dinding kelas untuk dapat dilihat setiap warga kelas agar menguatkan pemahaman. Contoh Tampak Seperti/Tidak Tampak Seperti (Tabel T) dari Keyakinan Kelas 7: HORMAT Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti Datang tepat waktu Sering hadir terlambat Menyapa teman dan guru setiap hari Tak acuh kepada teman dan guru Mengembalikan barang teman yang Tidak mengembalikan barang yang telah telah dipinjam dan mengucapkan ‘terima dipinjam dan meletakkan sembarangan. kasih’ ……………………………….. dst …………………………….. dst BEKERJA Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti Tekun bekerja dan menyimak guru Tidak mendengarkan guru dan acuh tak Menyerahkan tugas tepat waktu. acuh. Tugas tidak diberikan 48 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Memberikan hasil terbaik. Asal-asalan mengerjakan tugas. …………………………… dst ……………………………. dst RASA DITERIMA DAN DIMILIKI Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti Melibatkan semua anggota kelompok. Mengucilkan salah satu teman kita. Memberikan kata-kata atau komen- Marah atau iri atas keberhasilan teman- komen membesarkan hati bila teman teman kita. kita berhasil. Acuh tak acuh terhadap teman yang Menjenguk atau menanyakan kabar sedang kurang sehat atau mendapat teman yang kurang sehat atau sedang musibah. mendapat musibah. …………………………….. dst …………………………….. dst Bagan Tampak Seperti (Tabel Y) dari Keyakinan Kelas 7. TERDENGAR TERLIHAT Satu orang berbicara BERPERILAKU “Yuk, saya bantu” “Kita bisa selesaikan ini bersama’ “Terima”, “Tolong ya” “Permisi” “Boleh saya pinjam?” “Nanti akan segera saya kembalikan” - Berempati terhadap - Tersenyum ramah perasaan orang lain. - Memberikan salam hormat - Memegang barang milik (berjabat tangan, namaste, orang lain hanya dengan meletakkan tangan di izinnya. dada, salim) - Mendengarkan dengan - Memberikan ruang bekerja saksama - Postur tubuh yang tenang - Senantiasa berbuat baik - Berbagi Modul 1.4 - Budaya Positif | 49
Tugas Mandiri: Tersedia 2 butir Keyakinan Kelas 5 (lihat contoh) yang disediakan dalam bentuk Tabel T. Tuliskan gagasan-gagasan Anda tentang contoh perwujudan dari 2 keyakinan tersebut, tampak seperti apa dan tidak tampak seperti apa? Bersikap Positif Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti ● AAA ● AAA ● AAA ● AAA ● AAA ● AAA ● dst ● dst Percaya dan Menghormati Orang Lain dan Barang Miliknya Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti ● AAA ● AAA ● AAA ● AAA ● AAA ● AAA ● dst ● dst Selanjutnya isilah bagaimana perwujudan dari Keyakinan Kelas 1 berikut: \"setiap anggota kelas melakukan tugas\". Tuliskan apa yang ingin Anda dengar, lihat, dan lakukan dalam format Tabel Y, seperti di bawah: Setiap anggota kelas melakukan tugas 50 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Terdengar Terlihat Berperilaku b. Kegiatan Tugas Saya-Tugas Kamu (Tugas Guru-Tugas Murid): Salah satu kegiatan lain yang dapat dilakukan untuk memperdalam keyakinan kelas, adalah mempelajari tanggung jawab setiap warga kelas. Keyakinan bertanggung jawab serta hak seseorang adalah sesuatu yang diungkapkan oleh Ki Hadjar Dewantara tentang menumbuhkan murid yang merdeka: “...beratlah kemerdekaan itu! bukan hanya tidak terperintah saja, akan tetapi harus juga dapat menegakkan dirinya dan mengatur perikehidupannya dengan tertib. dalam hal ini termasuklah juga mengatur tertibnya perhubungan dengan kemerdekaan orang lain (Ki Hadjar Dewantara, buku kuning, hal.4.) Pada pekan pendalaman Keyakinan Kelas, maka murid-murid dapat diajak berdiskusi tentang tanggung jawab dan hak masing-masing warga kelas, yaitu apa Tugas Guru dan Bukan Tugas Guru serta Apa Tugas Murid atau Bukan Tugas Murid. Berikut adalah langkah yang dapat dilakukan dalam mendiskusikan hal tersebut: 1. Guru akan membuat bagan berisi 4 kotak. 2. Masing-masing kotak diisi judul: Guru-Tugasnya..., Murid-Tugasnya..., Guru- Tugasnya Bukan.., Murid-Tugasnya Bukan... 3. Guru bercurah pendapat dengan dua cara: ● Mengajak murid berpendapat secara individu, atau Modul 1.4 - Budaya Positif | 51
● Membagi murid dalam 4 atau 8 kelompok, dan setiap kelompok diberikan tugas bercurah pendapat tentang masing-masing tugas/bukan tugas guru maupun murid. 4. Hasil dari curah pendapat Tugas Saya-Tugas Kamu ditempel di dinding kelas agar dapat dilihat seluruh warga kelas. Contoh (hasil curah pendapat guru dan murid-muridnya) Tugas Saya (Guru)-Tugas Kamu (Murid) (Kelas 4-8) Guru Murid Tugasnya... Tugasnya... ● mengajar ● belajar ● mendidik ● mencoba ● menjawab pertanyaan ● menghasilkan yang terbaik dari diri ● memberi nilai ● bertanya jika tidak paham ● mengatur kelas ● mengikuti peraturan ● menegakkan peraturan kelas/sekolah ● menjalankan keyakinan kelas ● menjalankan keyakinan kelas ● mendengarkan ● peduli terhadap semua murid ● memeriksa tugas kembali ● …………….. ● ……………….. Guru Guru Tugasnya bukan… Tugasnya bukan… ● menyakiti atau disakiti ● menyakiti atau disakiti ● memaksa kamu untuk belajar ● mengeluh ● merapikan barang-barang murid ● merusak barang pribadi/orang lain ● menyiapkan makanan atau barang- ● melakukan tugas guru barang alat tulis ● memutuskan untuk teman kamu ● …………………. ● ………………... Tugas Anda: Coba Anda lakukan kegiatan Tugas Saya-Tugas Kamu dengan murid-murid di sekolah Anda, atau bisa juga dilakukan dengan anak-anak Anda di rumah (menjadi: Tugas Orang Tua-Tugas Anak). Bercurah pendapat tentang tugas masing-masing warga kelas atau 52 | Modul 1.4 - Budaya Positif
rumah untuk membangun lingkungan positif yang aman dan nyaman, yang selanjutnya menjadi suatu budaya positif. Pembelajaran 2.4: Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas Tujuan Pembelajaran Khusus: ● CGP dapat menjelaskan kebutuhan dasar yang menjadi motif dari tindakan manusia baik murid maupun guru ● CGP dapat menganalisis dampak tidak terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap pelanggaran peraturan dan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai kebajikan ● CGP dapat mengidentifikasi peran dan sekolah guru dalam upayanya menciptakan lingkungan belajar dan pemenuhan kebutuhan anak yang beragam. Pertanyaan Pemantik: Ibu Ambar, guru wali kelas kelas 2A di SD Pelita Hati, sedang bingung menghadapi ulah salah satu murid di kelasnya, Doni. Beberapa anak di kelas 2A telah datang padanya dan mengeluhkan Doni yang seringkali meminta bekal makan siang mereka dengan paksa. Jika Anda menghadapi situasi seperti Ibu Ambar, apa yang akan anda lakukan? Menurut anda, kira-kira apa alasan Doni melakukan hal itu? Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak, Merujuk pada situasi yang sedang dihadapi Ibu Ambar di atas, dalam konteks penegakan disiplin positif, Ibu Ambar sebaiknya mencari tahu alasan Doni melakukan tindakan tersebut agar mengetahui kebutuhan mana yang sedang berusaha dipenuhi oleh Doni. Pada modul 1.2, nilai dan peran guru penggerak, telah dibahas mengenai 5 kebutuhan dasar manusia. Di modul 1.4 ini, kita akan menghubungkan konsep tersebut dengan disiplin positif yang berdasarkan pada teori kontrol dimana dinyatakan bahwa ada suatu Modul 1.4 - Budaya Positif | 53
tujuan dibalik sebuah perilaku manusia. Kita juga percaya bahwa murid memiliki ‘tujuan’ dibalik perilaku mereka, salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Mari kita menonton video tentang konsep 5 Kebutuhan Dasar Manusia menurut Dr. William Glasser dalam “Choice Theory”. Setelah Anda menonton video, mari kita perdalam pemahaman Anda terhadap konsep 5 Kebutuhan Manusia dengan membaca artikel di bawah ini. 5 Kebutuhan Dasar Manusia Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat satu persatu kelima kebutuhan dasar ini. Kebutuhan Bertahan Hidup 54 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Kebutuhan bertahan hidup (survival) adalah kebutuhan yang bersifat fisiologis untuk bertahan hidup misalnya kesehatan, rumah, dan makanan. Kebutuhan biologis sebagai bagian dari proses reproduksi termasuk kebutuhan untuk tetap bertahan hidup. Komponen psikologis pada kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan perasaan aman. Dalam kasus Doni di atas, apabila jawaban Doni ketika ditanya oleh Ibu Ambar adalah karena ia lapar dan orangtuanya tidak membawakannya bekal makan siang, maka kebutuhan dasar yang sedang berusaha dipenuhi oleh Doni, adalah kebutuhan untuk bertahan hidup (survival). Kasih sayang dan Rasa Diterima (Kebutuhan untuk Diterima) Kebutuhan ini dan tiga kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan psikologis. Kebutuhan untuk disayangi dan diterima meliputi kebutuhan akan hubungan dan koneksi sosial, kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang dan kebutuhan untuk merasa menjadi bagian dari suatu kelompok. Kebutuhan ini juga meliputi keinginan untuk tetap terhubung dengan orang lain, seperti teman, keluarga, pasangan hidup, teman kerja, binatang peliharaan, dan kelompok dimana kita tergabung. Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar kasih sayang dan rasa diterima yang tinggi biasanya ingin disukai dan diterima oleh lingkungannya. Mereka juga akrab dengan orang tuanya. Biasanya mereka belajar karena suka pada gurunya. Bagi mereka, teman sebaya sangatlah penting. Mereka juga biasanya suka bekerja dalam kelompok. Dalam kasus diatas, apabila Doni menjawab bahwa alasannya mengambil bekal temannya karena dia merasa senang temannya jadi memperhatikan dia. Ketika temannya melaporkan tindakannya itu pada gurunya, dan gurunya memberitahu orang tuanya, sehingga orang tuanya jadi memperhatikan dia, maka kebutuhan dasar yang sedang dipenuhi Doni adalah kebutuhan akan kasih sayang dan rasa diterima. Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan) Kebutuhan ini berhubungan dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu, menjadi kompeten, menjadi terampil, diakui atas prestasi dan keterampilan kita, didengarkan dan memiliki rasa harga diri. Kebutuhan ini meliputi keinginan untuk dianggap berharga, bisa membuat perbedaan, bisa membuat pencapaian, kompeten, diakui, dihormati. Ini meliputi self esteem, dan keinginan untuk meninggalkan pengaruh. Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar akan penguasaan yang tinggi biasanya selalu ingin menjadi pemimpin, mereka juga suka mengamati sebelum mencoba hal baru dan merasa kecewa bila melakukan kesalahan. Mereka juga biasanya rapi dan sistematik dan selalu ingin mencapai yang terbaik. Dalam kasus diatas, apabila jawaban Doni adalah dia merasa hebat karena temannya jadi Modul 1.4 - Budaya Positif | 55
takut dengan dia dan menuruti keinginannya, maka sebetulnya Doni sedang berusaha memenuhi kebutuhan dasarnya akan kekuasaan. Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan) Kebutuhan untuk bebas adalah kebutuhan akan kemandirian, otonomi, memiliki pilihan dan mampu mengendalikan arah hidup seseorang. Anak-anak dengan kebutuhan kebebasan yang tinggi menginginkan pilihan, mereka perlu banyak bergerak, suka mencoba-coba, tidak terlalu terpengaruh orang lain dan senang mencoba hal baru dan menarik. Bila jawaban Doni dalam kasus diatas adalah bahwa dia merasa bosan dengan bekal makanan yang dibawakan ibunya dari rumah, karena ibunya selalu membawakan bekal yang sama, oleh karena itu dia ingin mencoba makanan teman-temannya yang beraneka ragam, maka Doni sedang berusaha memenuhi kebutuhannya akan kebebasan. Kesenangan (Kebutuhan untuk merasa senang) Kebutuhan akan kesenangan adalah kebutuhan untuk mencari kesenangan, bermain, dan tertawa. Bayangkan hidup tanpa kenikmatan apa pun, betapa menyedihkan. Glasser menghubungkan kebutuhan akan kesenangan dengan belajar. Semua hewan dengan tingkat intelegensi tinggi (anjing, lumba-lumba, primata, dll) bermain. Saat mereka bermain, mereka mempelajari keterampilan hidup yang penting. Manusia tidak berbeda. Anak-anak dengan kebutuhan dasar kesenangan yang tinggi biasanya ingin menikmati apa yang dilakukan. Mereka juga bisa berkonsentrasi tinggi saat mengerjakan hal yang disenangi. Mereka suka permainan dan suka mengoleksi barang, suka bergurau, suka melucu dan juga menggemaskan. Bahkan saat mereka bertingkah laku buruk, mereka masih terlihat lucu. Dalam kasus diatas, bila Doni menjawab bahwa ia melakukannya karena iseng saja dan ia menikmati ekspresi wajah teman-temannya yang kesal karena diambil makanannya dan menurut dia, ekspresi teman-temannya itu lucu. Maka berarti Doni sedang berusaha memenuhi kebutuhannya akan kesenangan. Disarikan dari berbagai sumber Bapak Ibu Calon Guru Penggerak, Semua orang senantiasa berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara. Bila mereka tidak bisa mendapatkan kebutuhannya dengan cara yang positif, mereka bisa melanggar peraturan atau melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kebajikan. Seorang murid yang tidak begitu berhasil secara akademik mungkin kebutuhannya akan 56 | Modul 1.4 - Budaya Positif
penguasaan tidak terpenuhi di sekolah. Oleh karena itu, mungkin dia akan mencoba untuk memenuhi kebutuhannya akan penguasaan, dengan mencoba mengatur orang lain di lapangan bermain, atau bahkan menyakiti mereka secara fisik. Sebagai guru, kita dapat melibatkannya dalam kegiatan yang memberi peluang murid tersebut membuat pencapaian yang berarti. Seorang yang tidak merasa diterima oleh teman-temannya, kebutuhannya akan kasih sayang dan rasa diterima tidak terpenuhi, oleh karena itu dia mungkin akan memiliki satu teman dan memisahkan diri yang lain. Sebagai guru, kita bisa membangun hubungan yang bisa membangun kepercayaan dan keintiman dengan anak ini. Konsep 5 kebutuhan dasar manusia tidak hanya berlaku bagi anak-anak atau murid-murid, namun juga bagi manusia dewasa, dalam setting sekolah adalah para tenaga pendidik dan kependidikan. Lihatlah para guru di sekolah Anda. Dapatkan Anda memprediksi kira-kira guru mana yang memiliki kebutuhan dasar yang tinggi akan penguasaan, kebebasan, kesenangan, atau kasih sayang dan rasa diterima? Kebutuhan dasar mana yang sedang berusaha dipenuhi oleh guru ketika mereka melakukan sebuah tindakan tertentu? Kalau begitu, apa yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin sekolah berdasarkan konsep 5 kebutuhan dasar ini dalam rangka mewujudkan lingkungan dan budaya sekolah yang positif? Glasser menyatakan bahwa kapasitas untuk berubah ada di dalam diri kita. Jika kita dapat mengidentifikasi kebutuhan apa yang mendorong perilaku kita, maka perubahan perilaku positif dapat dimulai dengan mencari solusi untuk memenuhi kebutuhan tertentu dengan cara yang positif. Tugas Mandiri Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini. Lingkaran Kebutuhan Dasar: Modul 1.4 - Budaya Positif | 57
1. Coba pikirkan bagaimana selama ini Anda memenuhi kebutuhan dasar Anda. Isilah setiap bagian lingkaran dengan nama orang, benda atau apapun yang dapat memenuhi setiap kebutuhan dasar itu, dari kasih sayang dan rasa diterima, penguasaan, kesenangan, atau kebebasan. 2. Bila Anda mendapat empat gelas yang masing-masing diberi label kasih sayang dan rasa diterima, penguasaan, kebebasan, dan kesenangan, mana gelas yang paling penuh dalam diri Anda? Mana yang dianggap paling terpenuhi, setengah terpenuhi, atau seperempat kosong? Apa yang menghalangi gelas yang paling sedikit untuk terisi lebih banyak? 3. Sebutkan kebutuhan apa yang sedang berusaha dipenuhi?. a. Dinda, seorang anak kelas 3 SD, begitu tiba di rumah sepulang dari sekolah, menangis dan mengadu pada ibunya bahwa dia benci pada Ibu Rani, gurunya. Menurut Anda, 58 | Modul 1.4 - Budaya Positif
kebutuhan apa yang berusaha dipenuhi oleh Dinda, jika jawabannya seperti ini? Bila Anda berada dalam posisi Ibu Rani, dan mendengar informasi dari Ibunya Dinda tentang perasaan Dinda hari itu, apa yang akan Anda lakukan pada Dinda besok ketika Dinda masuk sekolah agar kebutuhan Dinda terpenuhi? Jawaban Dinda Kebutuhan Tindakan Anda “Ibu guru bilang, aku tidak boleh Kesenangan bersenandung sewaktu mengerjakan tugas, katanya kelas harus tenang, tidak ada suara. Kan nggak seru jadinya”. “Ibu guru tidak menyapaku hari ini, padahal Kasih sayang aku pakai jepit rambut baru”. dan rasa diterima “Aku bosen, masa belajarnya cuma gitu-gitu Kebebasan aja..dengerin Ibu Guru aja”. “Aku sebel, gambarku tidak rapi, malah Ibu Penguasaan guru nunjukin ke teman-temanku di depan kelas”. b. Tahun ini Dimas genap berusia 17 tahun. Ia senang sekali ketika ayahnya mulai mengajarkan cara menyetir mobil. Setiap akhir pekan ia berlatih menyetir. Ia terlihat senang sekali berlatih sampai akhirnya ia bisa menyetir mobil dengan baik dan lancar. Ketika Ibunya bertanya pada Dimas, apa yang membuat dia ingin bisa menyetir mobil, ketika jawaban Dimas adalah seperti ini, kebutuhan apa yang ingin dia penuhi? Jawaban Dimas Kebutuhan “Aku merasa bangga dan Penguasaan* keren”. “Biar bisa jalan-jalan naik mobil Kasih sayang dan rasa diterima* sama teman-temanku.” “Aku senang bisa pergi ke Kebebasan* tempat-tempat yang aku suka.” Modul 1.4 - Budaya Positif | 59
“Menyetir mobil itu seru.” Kesenangan* c. Ichsan, siswa kelas 10A, SMA Karakter Mulia. Ia anak yang pendiam dan pemalu. Selama jam istirahat, ia lebih banyak membaca buku di perpustakaan atau berdiam diri di kelas. Hari itu adalah hari technical meeting lomba debat antar SMA yang juga diikuti oleh tim debat SMA Karakter Mulia. Tiba-tiba ada kabar bahwa Adit, anak kelas 10B, yang sudah didaftarkan mengikuti lomba debat mewakili sekolah, sakit demam berdarah dan dirawat di Rumah Sakit sehingga tidak bisa menghadiri acara technical meeting lomba debat di hari itu. Kepala sekolah bertanya pada guru-guru, siapa yang sebaiknya menggantikan Adit. Guru-guru sepakat merekomendasikan Ichsan karena kinerjanya yang bagus di pelajaran Bahasa Inggris dan pengetahuannya yang luas. Ichsan akhirnya menghadiri technical meeting hari itu. Setelah itu ia berlatih debat bersama anggota tim debat yang lain, Shinta dan Indra, di bawah bimbingan Pak Frans, guru pelatih debat. Mereka mewakili sekolah, dan tim debat SMA Karakter Mulia menjadi juara umum. Sejak saat itu Ichsan berubah menjadi anak yang lebih percaya diri, tidak pemalu dan pendiam lagi. Semua murid dan guru mengenalnya sebagai Ichsan si juara kompetisi debat. Pada jam istirahat ia banyak menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Ia juga semakin rajin berlatih debat dan mengikuti berbagai lomba debat. Ia menjadi ketua klub debat di sekolahnya. Ia giat mempromosikan klub debat agar anggotanya bertambah dan ia juga bersemangat melatih juniornya di klub debat sekolah. Kira-kira kebutuhan dasar mana yang terpenuhi pada Ichsan sehingga membuatnya berubah? Jelaskan. Apa peran guru dan sekolah dalam memenuhi kebutuhan dasar Ichsan? d. Pak Zulfikar adalah kepala sekolah yang baru ditugaskan di SMP Bina Generasi Muda. Sejak kedatangannya di sekolah itu, Pak Zulfikar mencoba untuk menyesuaikan diri 60 | Modul 1.4 - Budaya Positif
dengan lingkungan di sekolah tersebut. Sebagian besar guru-guru dapat menerima kehadiran Pak Zulfikar. Namun, ada beberapa guru yang selalu bereaksi negatif pada kebijakan-kebijakannya, dan dengan frontal mengemukakannya di rapat guru mingguan, salah satunya Pak Maliq. Dalam rapat guru mingguan, Pak Maliq seringkali mempertanyakan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Pak Zulfikar tanpa argumen yang kuat. Rekan-rekannya sesama guru heran dengan perilaku Pak Maliq ini karena sebelumnya ia dikenal sebagai seorang guru yang selalu mengikuti kebijakan kepala sekolah bahkan selama ini cenderung diam bila di rapat guru. Pak Hanafi, sahabat Pak Maliq, mencoba mendekatinya dan menanyakan apa yang menyebabkan ia bertindak seperti itu. Ada beberapa kemungkinan jawaban yang diberikan Pak Maliq. Identifikasi kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh Pak Maliq jika responnya seperti di kolom sebelah kiri. Bila Anda berada dalam posisi Pak Zulfikar, dan mendengar informasi dari Pak Hanafi tentang alasan Pak Maliq melakukan hal itu, apa yang akan Anda lakukan pada Pak Zulfikar agar kebutuhannya terpenuhi? Jawaban Pak Maliq Kebutuhan Tindakan Anda “Iseng aja sih aku sebenarnya. Aku senang (Kesenangan) lihat kepsek baru itu kebingungan kalau kutanya-tanya di rapat. “Ya biar dia kenal sama aku dan aku ingin (Cinta dan Kasih nantinya bisa deket sama dan dan kerja sayang) bareng sama dia, kayaknya orangnya baik sih. “Saya sebenarnya gak paham beliau bicara (Penguasaan) apa tadi Pak Zulfikar, makanya saya tanya- tanya saja, daripada saya kelihatan tidak paham. Masa aku yang udah guru senior disini tapi kelihatan ga paham. Malu dong” “Gaya ngomongnya Pak Zulfikar itu (Kebebasan) monoton sekali ya. Bosan jadi Modul 1.4 - Budaya Positif | 61
mendengarnya, saya pikir tidak akan selesai-selesai, ngomongnya begitu saja, gak ada cara lain ya untuk menyampaikan materi dia Tugas Mandiri A. Cobalah isi kuesioner ini berdasarkan situasi yang sesuai dengan diri Anda. Setelah itu, jumlahkan hasil dari masing-masing kategori dalam tabel berikutnya. 1. Saya senang berteman 1 3 5 (Tidak (Kadang (Sangat 2. Mudah bagi saya berbicara dengan siapapun Benar) Kadang) benar) 3. Saya suka mengobrol lewat telepon 1 3 5 1 3 5 4. Saya suka bekerja dengan orang lain 1 3 5 1 3 5 5. Saya menghabiskan banyak waktu dengan orang lain 1 3 5 1 3 5 6. Saya ingin orang-orang menyukai saya 1 3 5 7. Saya ingin membuat orang-orang bangga dengan saya 1 3 5 8. Apa yang teman teman saya pikir tentang saya itu 1 3 5 penting 1 3 5 9. Saya lebih suka bekerja sama daripada bekerja 1 3 5 sendiri 1 3 5 10. Saya senang bertemu orang orang baru 1 3 5 11. Saya tidak suka membuat kesalahan 1 3 5 12. Saya suka melihat orang lain sebelum saya mencoba hal baru 13. Saya tidak suka perubahan 14. Saya ingin ruang kerja atau meja kerja saya rapi 62 | Modul 1.4 - Budaya Positif
15. Saya ingin terlihat sangat baik dengan apa yang saya 1 3 5 lakukan 16. Penampilan saya sangat penting bagi saya 13 5 17. Saya takut mencoba hal hal baru 13 5 18. Saya suka menjadi “benar” 13 5 19. Saya suka menyelenggarakan aktivitas 13 5 20. Jika tidak suka sesuatu berjalan tidak sesuai 13 5 keinginan saya 21. Saya suka memiliki pilihan 13 5 22. Saya adalah orang yang aktif 13 5 23. Duduk di sekolah adalah hal yang sulit untuk saya 1 3 5 24. Saya tidak suka membaca dalam jangka waktu lama 1 3 5 25. Saya senang mencoba hal hal baru 13 5 26. Saya akan bermain sendiri jika saya mau 13 5 27. Apa yang saya pakai tidak berpengaruh bagi saya 1 3 5 28. Saya tetap akan melakukan suatu hal walau teman 1 3 5 teman saya tidak suka. 29. Saya tidak suka disuruh–suruh 13 5 30. Kerapian tidak berpengaruh bagi saya 13 5 31. Saya sering tertawa 13 5 32. Saya memiliki koleksi 13 5 33. Saya senang memberitahu lelucon 13 5 34. Saya senang membuat orang lain tertawa 13 5 35. Orang berpikir saya “bodoh” 13 5 36. Saya suka bermain macam-macam permainan 13 5 37. Menurut saya ada banyak hal yang lucu 13 5 Modul 1.4 - Budaya Positif | 63
38. Menurut saya sekolah menyenangkan 13 5 39. Saya suka bernyanyi/menari saat musik bermain 13 5 40. Orang pikir saya lucu 13 5 Lihatlah skor jawaban Anda di LMS untuk masing-masing kelompok nomor di bawah ini: #1-10 #11-20 #21-30 #31-40 B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dan berilah minimal 2 tanggapan atas jawaban rekan Anda 1. Menurut Anda, pertanyaan nomor 1 sampai 10 mencerminkan kebutuhan apa? Bagaimana dengan pertanyaan nomor 11 sampai 20? 21 sampai 30? dan 31-40? 2. Lihatlah hasil Anda, yang mana yang paling besar angkanya? Kebutuhan mana yang paling tinggi? Apakah hasilnya sesuai dengan yang Anda rasakan selama ini? 3. Apakah Anda telah bisa memenuhi kebutuhan dasar Anda sesuai dengan tingkatan yang Anda butuhkan? Apa yang Anda rasakan bila kebutuhan Anda tidak terpenuhi? Pernahkah Anda berusaha memenuhi kebutuhan dasar Anda dengan cara yang negatif? C. Mintalah murid-murid Anda mengisi kuesioner di atas dan kelompokkan hasilnya berdasarkan skor tinggi pada kebutuhan dasar; kasih sayang dan rasa diterima (nomor 1-10), kekuasaan (11-20) kebebasan (21-30), dan kesenangan 31-40). Dari hasil tersebut, apakah ada kesadaran-kesadaran baru yang Anda dapatkan tentang murid-murid Anda? Apa yang Anda akan lakukan setelah ini? D. Mintalah izin kepada Kepala Sekolah Anda untuk menyampaikan teori 5 Kebutuhan Dasar Manusia ini pada rekan-rekan guru pada saat rapat guru. Guru-guru juga diminta mengisi kuesioner ini, setelah itu analisis jawabannya bersama-sama. Kebutuhan mana yang paling tinggi skornya, mana yang paling rencah. Bagaimana para guru melihat informasi tentang kebutuhan dasar mereka sendiri dan dihubungkan dengan motivasi mereka dalam melakukan 64 | Modul 1.4 - Budaya Positif
sesuatu. Adakah hal yang menarik yang mereka temukan? Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak, Setelah belajar tentang 3 Motivasi Perilaku Manusia di modul 1.2 dan 5 Kebutuhan Dasar Manusia untuk memahami alasan-alasan yang mendasari tindakan manusia, mari kita belajar tentang Dunia Berkualitas dengan membaca deskripsi di bawah ini: Dunia Berkualitas Dunia Berkualitas Anda adalah tempat khusus dalam pikiran Anda, tempat Anda menyimpan gambaran representasi dari semua yang Anda inginkan: bisa berisi orang- orang, hal-hal dan apa saja yang terbaik dalam hidup Anda dan membuat Anda merasa bahagia dan terpenuhi kebutuhan dasar Anda. Dr. William Glasser menyebutnya seperti semacam album foto sehingga isinya tidak akan terlalu banyak, hanya akan terdiri dari beberapa hal saja yang sangat signifikan dan benar-benar terbaik dalam hidup Anda yang membuat hidup Anda menjadi lebih bermakna. Kebutuhan dasar bersifat lebih umum dan universal, sedangkan dunia berkualitas lebih unik dan personal. Orang, tempat, benda, nilai-nilai, dan kepercayaan yang penting bagi Anda akan termasuk di sana. Untuk masuk ke dunia berkualitas, syaratnya adalah bahwa sesuatu itu harus terasa sangat baik bagi Anda dan memenuhi setidaknya satu atau lebih kebutuhan dasar Anda. Dalam menentukan segala sesuatu yang masuk dalam dunia berkualitas, tidak perlu kita terlalu mempertimbangkan standar masyarakat tentang apa saja yang penting dan yang tidak. Gambaran dunia berkualitas adalah unik dan spesifik untuk setiap orang. Jika Anda bisa hidup di dunia berkualitas Anda, hidup akan sempurna buat Anda, tapi sayangnya, Anda tidak bisa tinggal di sana. Murid kita juga mempunyai gambaran dunia berkualitas mereka. Tentunya sebagai guru kita ingin mereka memasukkan hal-hal yang bermakna dan nilai-nilai kebajikan yang hakiki ke dalam dunia berkualitas mereka. Bila guru dapat membangun interaksi yang memberdayakan dan memerdekakan murid, maka murid akan meletakkan dirinya sendiri sebagai individu yang positif dalam dunia berkualitas karena mereka menghargai nilai-nilai kebajikan. Disarikan dari Berbagai Sumber Tugas Mandiri Dalam lingkaran di bawah ini, buatlah gambar atau kata-kata yang menggambarkan hal-hal yang Anda Modul 1.4 - Budaya Positif | 65
miliki dalam Dunia Berkualitas Anda saat ini. Dunia Berkualitas Saya Untuk membantu Anda, jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini: - Siapakah orang-orang yang paling penting dalam hidup Anda? - Nilai-nilai kebajikan apa yang terpenting dalam hidup Anda? - Kalau Anda menjadi orang yang ideal, karakter atau sifat apa yang Anda paling inginkan ada pada diri Anda? - Apa pencapaian Anda yang Anda sangat banggakan? - Apa pekerjaan ideal bagi Anda? - Ceritakan bagian perjalanan hidup Anda, dimana Anda merasa itulah titik puncak hidup Anda? 66 | Modul 1.4 - Budaya Positif
- Apa yang paling bermakna dalam hidup Anda? Setelah belajar mengenai dunia berkualitas, mari kita pikirkan, bagaimana kira-kira murid-murid kita dan guru-guru di sekolah kita selama ini meletakkan sekolah dan pengalaman mereka di sekolah sehubungan dengan dunia berkualitas? Apakah di dalamnya atau di luar dunia berkualitas? Bila anda berada dalam posisi sebagai pemimpin di sekolah Anda, bagaimana Anda akan menggunakan informasi tentang kegiatan dunia berkualitas yang dilakukan oleh murid-murid dan guru-guru di sekolah Anda dalam proses pembentukan budaya positif? Pembelajaran 2.5: Restitusi - Lima Posisi Kontrol Tujuan Pembelajaran Khusus: ● CGP dapat melakukan refleksi atas praktik disiplin yang dijalankan selama ini dan dampaknya untuk murid-muridnya. ● CGP dapat menerapkan disiplin restitusi di posisi Manajer, minimal pemantau agar dapat menghasilkan murid yang bertanggung jawab, mandiri dan merdeka. ● CGP dapat menganalisis secara kritis, reflektif, dan terbuka atas penemuan diri yang didapatkan dari mempelajari 5 posisi kontrol. Pertanyaan Pemantik: Bacalah kasus-kasus di bawah ini, dan cobalah jawab pertanyaan-pertanyaan yang tersedia: ● Tisa dan Hana dipanggil masuk ke ruangan Ibu Dewi, kepala sekolah SMA Makmur. Ibu Dewi baru saja mendapatkan pengaduan dari ibunda Tisa, bahwa Hana menggunakan kata-kata kasar, dan merendah-rendahkan Tisa di sosial media. ● Anto jarang sekali hadir di pembelajaran jarak jauh, dan pada saat hadir pun, Anto seringkali menggunakan kata-kata kasar di kolom chat mengejek teman- Modul 1.4 - Budaya Positif | 67
temannya. Hal ini sudah sangat mengganggu dan beberapa orang tua murid yang mengikuti pembelajaran daring mengeluhkan tentang perilaku Anto di pembelajaran jarak jauh. Bila Anda adalah seorang kepala sekolah, penerapan disiplin apakah yang akan Anda lakukan untuk kasus Hana dan kasus Anto? Mengapa? Bahas dengan rekan CGP Anda, dan bandingkan jawaban Anda, apakah berbeda, atau sama? Bila berbeda, utarakan masing-masing pandangan Anda. Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak, Berikut ini akan disampaikan suatu program disiplin positif yang berpusat pada murid, yang dikembangkan oleh Diane Gossen dengan pendekatan Restitusi, yang disebut dengan 5 Posisi Kontrol. Lima Posisi Kontrol: Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998) mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang- ruang kelas mereka selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat, memerdekakan, dan memandirikan murid, bagaimana dan mengapa? Melalui serangkaian riset dan berdasarkan pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer. Mari kita tinjau lebih dalam kelima posisi kontrol ini: Penghukum: Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata: “Patuhi aturan saya, atau awas!” “Kamu selalu saja salah!” 68 | Modul 1.4 - Budaya Positif
“Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai” Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara dia. Pembuat Merasa Bersalah: pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat rasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti: “Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu” “Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?” “Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?” Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya. Teman: Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata: “Ayo bantulah, demi bapak ya?” “Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?” “Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan”. Hal negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha. Hal lain yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut. Pemantau: Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung Modul 1.4 - Budaya Positif | 69
jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau: “Peraturannya apa?” “Apa yang telah kamu lakukan?” “Sanksi atau konsekuensinya apa?” Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi pemantau sendiri berawal dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid. Manajer: Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata “Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas) “Apakah kamu meyakininya?” “Jika kamu meyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?” “Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?” “Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?” Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing 70 | Modul 1.4 - Budaya Positif
murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat. Bisa jadi dalam praktik penerapan disiplin sehari-hari, kita akan kembali ke posisi Teman atau Pemantau, karena murid yang ditangani belum siap diajak berdiskusi atau diundang melakukan restitusi. Namun perlu disadari tujuan akhir dari 5 posisi kontrol seorang guru adalah pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi inilah murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, nyaman, dan aman. Di bawah ini adalah contoh peragaan yang dikutip dari Yayasan Pendidikan Luhur (2007) di mana ada seorang murid yang melanggar suatu peraturan sekolah. Selanjutnya ada dialog antara seorang guru dengan murid tersebut, serta bagaimana guru tersebut menjalankan disiplin dengan menggunakan kelima posisi kontrol untuk kasus yang sama: Adi yang terlambat hadir di sekolah. Penghukum (Nada suara tinggi, bahasa tubuh: mata melotot, dan jari menunjuk-nunjuk menghardik): “Terlambat lagi, pasti terlambat lagi, selalu datang terlambat, kapan bisa datang tepat waktu?” Tanyakan kepada diri Anda: Bagaimana perasaan murid bila guru berbicara seperti itu pada saat muridnya datang terlambat? Hasil: Kemungkinan murid marah dan mendendam atau bersifat agresif. Bisa jadi sesudah kembali duduk, murid tersebut akan mencoret-coret bukunya atau meja tulisnya. Lebih buruk lagi, sepulang sekolah, murid melihat motor atau mobil bapak/ibu guru dan akan menggores kendaraan tersebut dengan paku. Pembuat Merasa Bersalah (Nada suara memelas/halus/sedih, bahasa tubuh: merapat Modul 1.4 - Budaya Positif | 71
pada anak, lesu): “Adi, kamu ini bagaimana ya? Kamu sudah berjanji dengan ibu tidak akan terlambat lagi. Kamu kenapa ya senang sekali mengecewakan Ibu. Ibu benar-benar kecewa sekali.” Bagaimana perasaan murid bila ditegur seperti cara ini? Hasil: Murid akan merasa bersalah. Bersalah telah mengecewakan ibu atau bapak gurunya. Murid akan merasa menjadi orang yang gagal dan tidak sanggup membahagiakan orang lain. Kadangkala sikap seperti ini lebih berbahaya dari sikap penghukum, karena emosi akan tertanam rapat di dalam, murid menahan perasaan. Tidak seperti murid dalam dengan guru penghukum, di mana murid bisa menumpahkan amarahnya walaupun dengan cara negatif. Murid tertekan seperti inilah yang tiba-tiba bisa meletus amarahnya, dan bisa menyakiti diri sendiri atau orang lain. Teman (nada suara: ramah, akrab, dan bercanda, bahasa tubuh: merapat pada murid, mata dan senyum jenaka) “Adi, ayolah, bagaimana sih kamu. Kemarin kamu sudah janji ke bapak bukan, kenapa terlambat lagi? (sambil tertawa ringan). Ya, sudah tidak apa-apa, duduk dulu sana. Nanti Pak Guru bantu. Kamu ini.” (sambil senyum-senyum). Bagaimana perasaan murid dengan sikap guru seperti ini? Hasil: Murid akan merasa senang dan akrab dengan guru. Ini termasuk dampak yang positif, hanya saja di sisi negatif murid menjadi tergantung pada guru tersebut. Bila ada masalah, dia merasa bisa mengandalkan guru tersebut untuk membantunya. Akibat lain dari posisi teman, Adi hanya akan berbuat sesuatu bila yang menyuruh adalah guru tersebut, dan belum tentu berlaku yang sama dengan guru atau orang lain. Pemantau (nada suara datar, bahasa tubuh yang formal): Guru: “Adi, tahukah kamu jam berapa kita memulai?” Adi: “Tahu Pak!” Guru: “Kamu terlambat 15 menit, apakah kamu sudah mengerti konsekuensi yang harus dilakukan bila terlambat?” Adi: “Paham Pak, saya harus tinggal kelas pada jam istirahat nanti dan mengerjakan tugas ketertinggalan saya.” Guru: “Ya, benar, nanti pada saat jam istirahat kamu harus tinggal di kelas untuk menyelesaikan tugas yang tertinggal tadi. Saya tunggu” Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini? Hasil: Murid memahami konsekuensi yang harus dijalankan karena telah melanggar salah satu peraturan sekolah. Guru tidak menunjukkan suatu emosi yang berlebihan, menjadi marah atau membuat merasa berbuat salah. Murid tetap dibuat tidak nyaman yaitu dengan harus tinggal kelas pada waktu jam istirahat dan mengerjakan tugas. Guru tetap harus memantau murid pada saat mengerjakan tugas di jam istirahat 72 | Modul 1.4 - Budaya Positif
karena murid tidak bisa ditinggal seorang diri. Manajer (nada suara tulus, bahasa tubuh tidak kaku, mendekat ke murid): Guru: “Adi, apakah kamu mengetahui jam berapa sekolah dimulai?” Adi: “Tahu Pak, jam 7:00!” Guru: “Ya, jadi kamu terlambat, kira-kira bagaimana kamu akan memperbaiki masalah ini?” Adi: “Saya bisa menanyakan teman saya Pak, untuk mengejar tugas yang tertinggal.” Guru: “Baik, itu bisa dilakukan. Apakah besok akan ada masalah untuk kamu agar bisa hadir tepat waktu ke sekolah?” Adi: “Tidak Pak, saya bisa hadir tepat waktu.” Guru: “Baik. Saya hargai usahamu untuk memperbaiki diri” Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini? Pada posisi Manajer maka suara guru sebaiknya tulus. Tidak perlu marah, tidak perlu meninggikan suara, apalagi menunjuk-nunjuk jari ke murid, berkacak pinggang, atau bersikap seolah-olah menyesal, tampak sedih sekali akan perbuatan murid ataupun bersenda gurau menempatkan diri sebagai teman murid. Fokus ada pada murid, bukan untuk membahagiakan guru atau orang tua. Murid sudah mengetahui adanya suatu masalah, dan sesuatu perlu terjadi. Bila guru mengambil posisi Pemantau, guru akan melihat apa konsekuensinya apa peraturannya? Namun pada posisi Manajer, guru akan mengembalikan tanggung jawab pada murid untuk mencari jalan keluar permasalahannya, tentu dengan bimbingan guru. Selanjutnya, silakan Anda melihat video di LMS tentang kasus murid yang terlambat dengan kelima posisi kontrol Restitusi - Diane Gossen. Diharapkan setelah Anda melihat video tersebut Anda memiliki pemahaman yang lebih baik tentang Restitusi - 5 Posisi Kontrol, seperti tertera di tabel di bawah ini: MOTIVASI 5 POSISI KONTROL RESTITUSI MOTIVASI INTRINSIK MOTIVASI EKSTERNAL IDENTITAS GAGAL IDENTITAS SUKSES Modul 1.4 - Budaya Positif | 73
PERILAKU KONTROL NEGATIF PERILAKU KONTROL POSITIF KONTROL DIRI MANAJER PENGHUKUM PEMBUAT TEMAN PEMANTAU MERASA BERSALAH Guru Berbuat: Menghardik Berceramah, Membuatkan Menghitung dan Mengajukan Menunjuk- Menunjukkan alasan-alasan mengukur pertanyaan- nunjuk kekecewaan untuk murid- pertanyaan Menyakiti mendalam muridnya. Menyindir Guru Berkata: “Kalau kamu tidak “Kamu sudah “Lakukan demi “Apa “Apa yang kita yakini? melakukannya, mengecewakan Bapak/Ibu” peraturannya?” Apa kamu meyakini hal saya akan…” Ibu/Bapak” “Ya sudah nanti “Apa tersebut?” Bapak/Ibu bantu konsekuensinya?” “Kalau kamu bereskan” “Apa yang telah meyakininya, maukah kamu lakukan?” kamu “Apa yang terjadi memperbaikinya?” sekarang?” “Kalau kami memperbaikinya, jadi kira-kira hal tersebut akan menggambarkan apa tentang dirimu?” Hasil: Memberontak Menyembunyi- Ketergantungan Menyesuaikan bila Menguatkan Pendendam kan Menyalahkan Menyangkal diawasi. watak/karakter orang lain Berbohong Murid Berkata: “Saya tidak peduli” “Maafkan saya”. “Saya pikir “Saya akan dapat “Bagaimana caranya Bapak/Ibu teman berapa bintang agar saya bisa saya” kalau melakukan memperbaiki keadaan hal tersebut?” ini?” “Jika sudah “Saya akan melakukan hal memperbaiki masalah tersebut, saya ini dengan…” akan mendapatkan apa?” Dampak pada Mengulangi Rendah diri Tergantung Menitikberatkan Mengevaluasi diri Murid: kesalahan Merasa gagal Tidak mandiri dan pada dampak pada bagaimana menjadi diri berulang kali. dan tidak tidak bisa diri sendiri, yang lebih baik. Perilaku menjadi berharga memutuskan mendapatkan agresif hadiah atau mendapatkan hukuman. Kaitan Murid meletakkan Murid Murid meletakkan Murid meletakkan Murid meletakkan dengan Dunia guru di luar Dunia meletakkan guru guru sebagai guru, peraturan di dirinya sebagai individu Berkualitas Berkualitas. di dalam Dunia orang penting Dunia Berkualitas. yang positif dalam Berkualitas. dalam Dunia Dunia Berkualitas. Berkualitas. 74 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Tugas Anda: Silakan Anda melakukan kegiatan di bawah ini secara mandiri, berdasarkan pemahaman Anda setelah membaca tentang 5 posisi kontrol. 1. Pada tabel berikut, isilah kolom “Siapa yang Mengatakan” dengan posisi kontrol mana menurut Anda yang sering mengucapkan pernyataan-pernyataan tersebut. Pernyataan/Kalimat Siapa yang Mengatakan? “Saya kecewa sekali dengan kamu…” “Kamu tidak pernah benar melakukannya….” “Ayolah, lakukan demi saya ya….” “Apakah kamu mau mendapatkan stiker bintang hari ini?” “Bagaimana kamu bisa menyelesaikan masalah ini?” “Kamu selalu yang paling terakhir…” “Kamu tidak akan mendapatkan bintang bila tidak menyelesaikan tugas ini ya?” “Berapa kali sih saya sudah mengatakan kepada kamu?” “Ingat bukan, apa yang telah saya lakukan untuk kamu? “Kamu tidak akan pernah berhasil dalam kehidupan ini” “Apa rencanamu untuk menyelesaikan ini?” 2. Saat ini Anda Di mana? Lihatlah kedua garis posisi kontrol di bawah ini. Garis yang pertama adalah posisi kontrol Anda di rumah, mungkin sebagai seorang ibu/ayah/kakak/paman/bibi, dan garis kedua Modul 1.4 - Budaya Positif | 75
adalah posisi kontrol Anda di tempat kerja sebagai guru/kepala sekolah. Bagaimana posisi kontrol Anda selama ini menjalankan disiplin positif di kedua tempat tersebut. Isi dan refleksikan posisi Anda selama ini di kedua garis tersebut. 1 2 3 4 5 Penghukum Pembuat Rasa Bersalah Teman Pemantau Manajer (Di rumah) 1 2 3 4 5 Penghukum Pembuat Rasa Bersalah Teman Pemantau Manajer (Di tempat kerja/sekolah) Setelah mengisi di mana posisi kontrol Anda selama di rumah maupun di sekolah, tanyakan diri, “Apakah saya berbeda menghadapi anak/keponakan dengan menghadapi murid-murid saya?” Mengapa berbeda? Setelah pelatihan ini, cobalah mengisi garis posisi kontrol ini, dan bandingkan dengan posisi Anda setelah mengikuti pelatihan. Adakah perbedaan? Mengapa? Bagaimana untuk sampai di posisi Manajer, apa yang perlu terjadi? Pembelajaran 2.6: Restitusi - Segitiga Restitusi Tujuan Pembelajaran Khusus: ● CGP menjelaskan restitusi sebagai salah satu cara menanamkan disiplin positif pada murid sebagai bagian dari budaya positif di sekolah. ● CGP dapat menerapkan restitusi dalam membimbing murid berdisiplin positif agar menjadi murid merdeka. ● CGP dapat menganalisis dengan sikap reflektif dan kritis penerapan disiplin positif di lingkungannya. Bapak/Ibu calon guru penggerak, 76 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Setelah Anda mengetahui tentang apa itu restitusi, tentunya Anda ingin mengetahui bagaimana cara melakukannya. Diane Gossen dalam bukunya Restitution; Restructuring School Discipline, (2001) telah merancang sebuah tahapan untuk memudahkan para guru dan orangtua dalam melakukan proses untuk menyiapkan anaknya untuk melakukan restitusi, bernama segitiga restitusi/restitution triangle. Sebelumnya marilah kita tonton dahulu video sebuah penanganan kasus yang dilakukan guru dengan menggunakan pendekatan Segitiga Restitusi. Setelah melihat video tersebut silakan Anda melihat bagan berikut tentang 3 sisi dari Segitiga Restitusi. Proses tiga tahapan tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip utama dari Teori Kontrol, yaitu: Langkah Teori Kontrol 1 Menstabilkan Identitas Kita semua akan melakukan hal terbaik Stabilize the Identity yang bisa kita lakukan 2 Validasi Tindakan yang Salah Semua perilaku memiliki alasan Validate the Misbehaviour 3 Menanyakan Keyakinan Kita semua memiliki motivasi internal Seek the Belief Ketiga strategi tersebut direpresentasikan dalam 3 sisi segitiga restitusi. Langkah- langkah tersebut tidak harus dilakukan satu persatu secara kaku. Banyak guru yang sudah menggunakannya dalam berbagai versi menurut gaya mereka masing-masing bahkan tanpa mengetahui tentang teori restitusi. Modul 1.4 - Budaya Positif | 77
Gambar 1. Segitiga Restitusi 1. Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity) Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang melanggar peraturan karena sedang mencari perhatian adalah anak yang sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Kalau kita mengkritik dia, maka kita akan tetap membuatnya dalam posisi gagal. Kalau kita ingin ia menjadi reflektif, maka kita harus meyakinkan si anak, dengan cara mengatakan kalimat-kalimat ini: ● Berbuat salah itu tidak apa-apa. ● Tidak ada manusia yang sempurna ● Saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu. ● Kita bisa menyelesaikan ini. ● Bapak/Ibu tidak tertarik mencari siapa yang salah, tapi Bapak/Ibu ingin mencari solusi dari permasalahan ini. ● Kamu berhak merasa begitu. ● Apakah kamu sedang menjadi teman yang baik buat dirimu sendiri? 78 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Kalau kita mengatakan kalimat-kalimat diatas, akan sangat sulit, bahkan hampir tidak mungkin, buat anak untuk tetap membangkang. Para guru yang bertugas mengawasi anak-anak saat mereka bermain di halaman sekolah, menyatakan bahwa bila mereka mengatakan kalimat tersebut yang mungkin hanya butuh 30 detik, bisa mengubah situasi yang sulit menjadi kooperatif. Ketika seseorang merasa sedih dan emosional, mereka tidak bisa mengakses bagian otak yang berfungsi untuk berpikir rasional, seperti yang Bapak Ibu CGP telah pelajari di modul 1.2 tentang konsep otak 3-in-1 (Triune). Saat itulah ketika kita harus menstabilkan identitas anak. Sebelum terjadi hal-hal lain yang bisa memperburuk keadaan, kita sebaiknya membantu anak untuk tenang dan kembali ke suasana hati dimana proses belajar dan penyelesaian masalah bisa dilakukan. Tentu akan sulit melakukan restitusi bila, anak yang berbuat salah terus berfokus pada kesalahannya. Ada 3 alasan untuk ini, pertama rasa bersalah menguras energi. Rasa bersalah membutuhkan energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk mencari penyelesaian masalah. Kedua, ketika kita merasa bersalah, kita mengalami identitas kegagalan. Dalam kondisi ini, orang akan cenderung untuk menyalahkan orang lain atau mempertahankan diri, daripada mencari solusi. Ketiga, perasaan bersalah membuat kita terperangkap pada masa lalu dimana kita sudah tidak bisa berbuat apa- apa lagi. Kita hanya bisa mengontrol apa yang akan terjadi di masa kini dan masa datang. Sisi 2: Validasi Tindakan yang Salah (Validate the Misbehavior) Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar. Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita akan bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki Modul 1.4 - Budaya Positif | 79
maksud/tujuan tertentu. Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan mengubah pandangannya dari teori stimulus response ke cara berpikir proaktif yang mengenali tujuan dari setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap seorang anak yang terus menerus merengek, tapi bila sikap itu mendapat perhatian kita, maka itu telah memenuhi kebutuhan anak tersebut. Kalimat-kalimat di bawah ini mungkin terdengar asing buat guru, namun bila dikatakan dengan nada tanpa menghakimi akan memvalidasi kebutuhan mereka. ● “Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk dari ini ya?” ● “Kamu pasti punya alasan mengapa melakukan hal itu” ● “Kamu patut bangga pada dirimu sendiri karena kamu telah melindungi sesuatu yang penting buatmu”. ● “Kamu boleh mempertahankan sikap itu, tapi kamu harus menambahkan sikap yang baru.” Biasanya guru menyuruh anak untuk menghentikan sikap yang tidak baik, tapi teori kontrol menyatakan bahwa resep itu tidak manjur. Mungkin tindakan guru dengan memvalidasi sikap yang tidak baik seperti bertentangan dengan aturan yang ada, namun sebetulnya tujuannya untuk menunjukkan bahwa guru memahami alasan di balik tindakan murid. Restitusi tidak menyarankan guru bicara ke murid bahwa melanggar aturan adalah sikap yang baik, tapi dalam restitusi guru harus memahami alasannya, dan paham bahwa setiap orang pasti akan melakukan yang terbaik di waktu tertentu. Sebuah pelanggaran aturan seringkali memenuhi kebutuhan anak akan penguasaan/power walaupun seringkali bertabrakan dengan kebutuhan yang lain, yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan rasa diterima/love and belonging. Kalau kita tolak anak yang sedang berbuat salah, dia akan tetap menjadi bagian dari masalah, namun bila kita memahami alasannya melakukan sesuatu, maka dia akan merasa dipahami. Para guru yang telah menerapkan strategi ini mengatakan bahwa anak-anak yang 80 | Modul 1.4 - Budaya Positif
tadinya tidak terjangkau, menjadi lebih terbuka pada mereka. Strategi ini menguntungkan bagi murid dan guru karena guru akan berada dalam posisi siswa, dan karena itu akan memiliki perspektif yang berbeda. Sisi Ketiga: Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief) Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini menghubungkan keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga. ● Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga? ● Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati? ● Apa bayangan kita tentang kelas yang ideal? ● Kamu mau jadi orang yang seperti apa? Penting untuk menanyakan ke anak, kehidupan seperti apa nantinya yang mereka inginkan? Apakah kamu ingin menjadi orang yang sukses, bertanggung jawab, atau bisa dipercaya? Kebanyakkan anak akan mengatakan “Iya,” Tapi mereka tidak tahu bagaimana caranya menjadi orang seperti itu. Guru dapat membantu dengan bertanya, seperti apa jika mereka menjadi orang seperti itu. ketika anak sudah mendapat gambaran yang jelas tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, guru dapat membantu anak-anak tetap fokus pada gambaran tersebut. Tugas Mandiri Bacalah skrip di bawah ini dan jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawahnya: Mario dan Adi merupakan murid kelas 8 di SMP Tunas. Pada jam istirahat makan siang, saat semua anak lain bermain di luar kelas, mereka diajak bicara oleh guru wali kelas mereka, Bapak Joko, di ruang kelas. Modul 1.4 - Budaya Positif | 81
Pak Joko: Mario, Adi, Bapak tadi dengar laporan dari guru piket di kantin, sepertinya kalian dalam masalah ya. Ada yang bisa Bapak bantu? Apa Mario dan yang terjadi? Adi: Iya Pak. Tadi pada jam istirahat pagi, kami main lempar-lemparan Pak Joko: makanan di kantin, tapi tidak sengaja malah kelempar kena wajah Ibu Dina, kepala sekolah, ketika beliau sedang berjalan. Mario dan Adi: Kalian main lempar-lemparan makanan di kantin kena wajah Ibu Pak Joko: Dina ketika beliau sedang lewat? Adi: Pak Joko: Iya Pak (Dengan wajah sedih dan muka menunduk) Adi: Pak Joko: Adi, ada informasi yang kamu mau tambahkan? Mario dan Adi: Kami tidak bermaksud melakukannya, tapi ... Pak Joko: Tapi.. Mario dan Adi: Tapi kami tidak sengaja Pak Joko: Apakah kalian tahu kalau kalian berada dalam masalah sekarang? Mario dan Adi: Iya Pak Joko: Baiklah. Bapak disini bukan untuk mencari siapa yang salah, Bapak disini untuk mencari penyelesaian sama-sama, berpikir sama-sama tentang apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki situasi ini. Kalian pasti melakukan itu ada alasannya ya. Pasti seru ya main lempar-lemparan makanan begitu Iya Pak.. Ya Bapak bisa melihat kalian merasa senang melakukannya, tetapi yang kalian lakukan merugikan orang lain, sehingga sekarang kalian dalam masalah. Iya pak Sekarang mari kita bicara tentang keyakinan kelas dan keyakinan sekolah kita. Apa yang kita percaya? Yang mana yang kalian belum tunjukkan? 82 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Mario: Kita harus bersikap baik satu sama lain Ad:i Pak Joko: Menghormati orang lain dan menghormati dirimu sendiri. Mario dan Kalian berdua ingat dengan baik keyakinan kelas kita Adi: Kita kembali pada ketika kalian main lempar-lemparan makanan dan Pak Joko: mengenai Ibu Dina, apakah ketika kalian melakukan itu kalian menghormati orang lain dan lingkungan? Mario dan Adi: Tidak Pak Joko Tapi kalian mendapatkan rasa senang. Menurut Bapak, ada cara untuk mendapatkan rasa senang, tanpa merugikan orang lain. Bagaimana menurut kalian? Iya Pak Nah sekarang mari kita selalu mengindahkan keyakinan kelas kita. besok kita ke kantin, dan kalian bisa berperilaku lebih baik lagi. Setelah tiga tahap itu dilakukan, guru dapat menanyakan pada anak-anak, apa yang ingin mereka lakukan untuk memperbaiki situasi saat itu. Disinilah restitusi dapat dilakukan. Tugas Anda 1. Dari 5 posisi kontrol, posisi mana yang dipraktikkan oleh guru? Jelaskan. 2. Kebutuhan apa yang berusaha dipenuhi oleh Mario dan Adi? 3. Apa yang dikatakan guru dalam tahap Menstabilkan Identitas, Validasi Tindakan yang Salah, dan Menanyakan Keyakinan? 4. Kira-kira sesuai prinsip restitusi, apa yang akan dilakukan Mario dan Adi untuk memperbaiki kesalahan mereka pada Ibu Dina? Peran Fasilitator: 1. memastikan CGP melakukan eksplorasi mandiri mengenai konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif 2. memastikan CGP menjawab pertanyaan-pertanyaan pada setiap konsep inti 3. memastikan CGP aktif dalam forum diskusi secara tertulis Modul 1.4 - Budaya Positif | 83
4. memberikan umpan balik terhadap respon CGP di forum diskusi tertulis Standar Nasional Pendidikan Dalam penerapan program disiplin positif, hendaknya guru memiliki standar kepribadian, profesional, dan sosial yang baik, dimana guru mampu berefleksi pada posisi kontrolnya saat ini; bagaimana perjalanan dirinya sebagai seorang ‘Among’ (posisi manajer) yang menuntun murid-murid menjadi insan yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab. 84 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Pembelajaran 3 - Ruang Kolaborasi Durasi: 6 JP Jenis Kegiatan: Kegiatan forum diskusi dengan CGP lain Tujuan Pembelajaran Khusus: 1. CGP dapat menganalisis kasus-kasus yang disediakan berdasarkan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif bersama CGP lain dalam Komunitas Praktisi 2. CGP dapat mempresentasikan hasil analisis studi kasus berdasarkan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif Bapak dan Ibu calon guru penggerak, Pada tahap ruang kolaborasi ini, Anda akan berkolaborasi dengan CGP lain untuk membuat komunitas praktisi. Ruang kolaborasi ini akan terbagi menjadi dua bagian yaitu kerja kelompok (3JP) dan forum diskusi sinkronus bersama fasilitator(3JP). 1. Kerja Kelompok (2 JP) Pada sesi ini, CGP akan melakukan kerja kelompok dengan ketentuan sebagai berikut. a. Dalam kelompok masing-masing, pelajari kasus-kasus yang disediakan. b. Lakukan analisis mendalam terhadap kasus-kasus yang disediakan dan jawablah pertanyaan-pertanyaan di tiap kasus yang disajikan. Kasus 1: Guru Matematika dan wali kelas 8, Ibu Santi sakit, sehingga tidak dapat masuk dan mengajar. Akhirnya dicarikan guru pengganti, Ibu Eni. Ibu Eni baru 2 tahun menjadi guru SMP. Beberapa murid perempuan, Fifi dan Natali, mengetahui hal ini dan mulai menggunakan kesempatan dan bersikap seenaknya, tertawa dan tidak mengindahkan kehadiran Ibu Eni. Ibu Eni mencoba menyapa Fifi dan Natali dengan ramah, sambil mengingatkan mereka untuk tetap fokus pada pengerjaan tugas, “Ayolah tugasnya dikerjakan, nanti Ibu ditegur Bapak Kepala Sekolah kalau kalian tidak kerjakan tugas. Tolong bantu Ibu ya?” Namun Fifi dan Natali malah jadi tertawa, “Ah Ibu, santai saja bu”. Mereka tetap tidak mengerjakan tugas dan malah mengobrol. Keesokan harinya, Ibu Santi memanggil Fifi dan Natali serta menanyakan tentang laporan Modul 1.4 - Budaya Positif | 85
Ibu Eni. Ibu Santi menanyakan apakah mereka bersedia melakukan memperbaiki permasalahan yang ada? Fifi dan Natali sempat ragu-ragu dan membela diri, namun pada akhirnya mengatakan akan meminta maaf. Ibu Santi menanggapi bahwa tindakan itu boleh saja dilakukan bila mereka sungguh-sungguh ingin meminta maaf, namun Ibu Santi menanyakan kembali, apa yang mereka bisa lakukan untuk menggantikan rasa tidak dihormati Ibu Santi? Baik Fifi maupun Natali mengakui bahwa perilaku mereka tidak sesuai dengan Keyakinan Kelas. Ibu Santi melanjutkan kembali apa yang akan mereka lakukan untuk memperbaiki masalah, apakah ada gagasan? Setelah berpikir sejenak, Natali dan Fifi mengusulkan bagaimana kalau mereka mengadakan sebuah diskusi kelompok dengan teman-teman sekelasnya. Tema yang mereka pilih adalah penerapan keyakinan kelas, terutama tentang sikap saling menghormati dan bagaimana penerapannya di kehidupan sehari-hari di sekolah. Usulan kedua adalah mengirim email kepada Ibu Eni tentang gagasan mereka tersebut. Mereka pun memberitahu Ibu Eni bahwa mereka telah memberitahu Kepala Sekolah, Pak Hasan, bila lain waktu ada ketiadaan guru, maka mereka akan mengusulkan Ibu Eni sebagai guru pengganti. ● Dalam kasus di atas, langkah-langkah restitusi apa saja yang sudah dijalankan oleh Ibu Santi? ● Menurut Anda, apakah restitusi yang diusulkan Fifi dan Natali sudah sesuai dengan pelanggaran yang telah dibuat? Apakah langkah-langkah restitusi yang telah diusulkan mereka? ● Dalam kasus di atas, posisi apakah yang telah diambil oleh Ibu Eni dalam menangani Fifi dan Natali? Jelaskan jawaban Anda. ● Jika Anda adalah Pak Hasan, bagaimana Anda menyikapi langkah yang ditempuh Ibu Santi? Kasus 2: Sabrina hari itu bangun terlambat, dan terburu-buru sampai di sekolah. Dia pun akhirnya sampai di gerbang sekolah, tapi baru menyadari kalau tidak menggunakan sepatu hitam seperti tertera di peraturan sekolah. Di depan pintu kelas, Bapak Lukman memperhatikan sepatu Sabrina yang berwarna coklat. Sabrina berusaha menjelaskan bahwa dia terburu-buru dan salah mengenakan sepatu. Pak Lukman menanyakan Sabrina, apa peraturan sekolah tentang seragam warna sepatu. Sabrina menjawab sudah mengetahui sepatu harus berwarna hitam, namun terburu-buru dan salah mengenakan sepatu, selain tidak mungkin kembali pulang 86 | Modul 1.4 - Budaya Positif
karena rumahnya jauh sekali. Pak Lukman tetap bersikeras pada peraturan yang berlaku dan mengatakan, “Ya sudah, kamu sudah melanggar peraturan sekolah. Kamu salah. Sudah terlambat, salah pula warna sepatunya. Segera buka sepatumu kalau tidak bisa mengenakan warna sepatu sesuai peraturan”. Sabrina meminta maaf dan memohon kembali kepada pak Lukman agar tetap dapat mengenakan sepatunya dan berjanji tidak akan mengulang kesalahannya. Namun pak Lukman tidak mau tahu, “Tidak, kamu telah melanggar peraturan sekolah, kalau tidak sanggup ambil sepatu di rumah atau diantarkan sepatu ke sekolah, ya sudah kamu tidak bersepatu saja seharian di sekolah. Sekarang copot sepatumu dan silakan belajar tanpa sepatu seharian.” Sabrina pun dengan berat hati mencopot sepatunya dan memberikannya kepada pak Lukman. Seharian dia tidak berani berkeliling sekolah karena malu, dan lebih banyak berdiam diri di kelas tanpa alas sepatu. ● Dalam kasus di atas, sikap posisi apakah yang diambil oleh Bapak Lukman? Jelaskan, apakah indikatornya? ● Bila Bapak Lukman mengambil posisi seorang Manajer, apa yang akan dikatakannya, pertanyaan-pertanyaan seperti apakah yang akan diajukan ke Sabrina? Jelaskan. ● Kira-kira bila Anda adalah Kepala Sekolah di sekolah tersebut, - Nilai kebajikan apa yang ingin dituju oleh peraturan harus berwarna hitam? - Bagaimana Anda menyikapi langkah yang diambil Pak Lukman mengenai kasus tersebut? Kasus 3: Ibu Dani sedang menjelaskan pelajaran Bahasa Inggris di papan tulis, namun beliau memperhatikan bahwa Fajar malah tidur-tiduran dan tampak acuh tak acuh pada pelajarannya. “Fajar coba jawab pertanyaan nomor 3. Maju ke depan dan kerjakan di papan tulis”. Fajar pun tampak malas-malasan maju ke depan, dan sesampai di depan papan tulis pun, Fajar hanya diam terpaku, sambil memegang buku bahasa Inggrisnya dan memainkan spidol di tangannya. “Ayo Fajar makanya jangan tidur-tiduran, lain kali perhatikan! Sudah sana, duduk kembali, kira-kira siapa yang bisa?” Fajar pun kembali duduk di bangkunya. Hal seperti ini sudah seringkali terjadi pada Fajar, seperti tidak memperhatikan, acuh tak acuh, dan nilai-nilainya pun tidak terlalu baik untuk pelajaran Bahasa Inggris. Pada saat ditegur oleh Ibu Dani, Fajar hanya menjawab, “Tidak tahu Bu”. Ibu Dani pun menjawab lirih, “Gimana kamu Fajar, kamu tidak kasihan sama Ibu ya, Ibu sudah capek-capek mengajarkan kamu. Tidak kasihan Modul 1.4 - Budaya Positif | 87
sama Ibu?” dan Fajar pun diam membisu. ● Posisi kontrol apa yang diambil oleh Ibu Dani dalam pendekatannya kepada Fajar? ● Membaca sikap Fajar, kira-kira kebutuhan apa yang diperlukan oleh Fajar? ● Bilamana Ibu Dani mengambil posisi Pemantau, apa yang akan dilakukan atau dikatakan olehnya? Pertanyaan-pertanyaan seperti apa yang akan diajukan? Jelaskan. ● Apabila Anda adalah kepala sekolah di sekolah Fajar dan mengetahui hal ini, bagaimana tindak lanjut Anda? Kasus 4: Anto dan Dino sedang bermain bersama di lapangan basket, dan tiba-tiba terlibat dalam sebuah pertengkaran adu mulut. Dino pun menjadi emosi dan mengadakan kontak fisik, menarik kemeja Anto dengan kasar, sampai 3 kancingnya terlepas. Pada saat itu guru piket langsung melerai mereka, dan membawa mereka ke ruang kepala sekolah. Ibu Suti sebagai kepala sekolah berupaya menenangkan keduanya, terutama Dino. “Dino sepertinya kamu saat ini sedang marah sekali.” Mendengar itu, Dino pun mengalir bercerita tentang kekesalan hatinya. Ibu Suti pun melanjutkan bahwa membuat kesalahan adalah hal yang manusiawi, dan bahwa mempertahankan diri adalah hal yang penting. Namun meminta Dino memikirkan cara lain yang mungkin lebih efektif, karena saat ini Dino berada di ruang kepala sekolah. Ibu Suti melanjutkan bertanya tentang keyakinan sekolah yang disepakati, serta apakah Dino bersedia memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan terhadap Anto? Dino pun akhirnya perlahan mengangguk. Kemudian Ibu Suti balik bertanya kepada Anto, hal apa yang bisa dilakukan Dino untuk memperbaiki masalah. Anto menjawab, “Saya perlu kancing saya diperbaiki bu. Ibu saya akan sangat marah kalau melihat kancing baju saya sampai copot 3 kancing begini.” Ibu Suti pun kembali bertanya ke Dino apakah yang akan dia lakukan untuk menggantikan 3 kancing Anto yang terlepas? Dino berpikir sejenak, namun menjawab, “Wah tidak tahu bu, saya lem kembali mungkin ya bu?” Ibu Suti berpikir sebentar dan menanggapi, “Kalau di lem akan mudah terlepas kembali Dino. Bagaimana kalau kamu menjahitkan saja, bersediakah kamu?” Dino tampak ragu-ragu dan menanggapi, “Menjahit? Mana saya tau bagaimana menjahit bu.” Ibu Suti meneruskan, “Apakah kamu bersedia belajar menjahit?” Dino berpikir sejenak, memandang kemeja Anto, dan menanggapi, “Yang mengajari saya siapa bu?” Dengan cepat Ibu Suti menjawab, “Pak Irfan, guru Tata Busana”. Dino kembali diam sejenak, memandang kemeja Anto yang tanpa kancing. 88 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119