Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Pengendalian Mutu Bahan Hasil Hewani

Pengendalian Mutu Bahan Hasil Hewani

Published by Khalid Arrizqi, 2021-12-31 01:43:21

Description: Berisikan mengenai karakteristik, faktor penyebab dan cara pengendalian mutu bahan hasil hewani dan ditujukan kepada peserta didik yang mengampu jurusan keahlian APHP

Search

Read the Text Version

KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah Swt. yang telah memberikan rahmat serta karunia- Nya sehingga dapat terselesainya modul yang berjudul “Pengendalian Mutu Bahan Hasil Hewani”. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada nabi kita nabi Muhammad Saw. Sebelumnya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dr. Sri Handayani, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dalam pembuatan modul ini. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyusunan modul ini. Adapun tujuan dari penulisan modul ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Perencanaan Pembelajaran. Selain itu, modul ini juga bertujuan untuk dipakai sebagai modul pembelajaran bagi siswa/siswi dari SMK/MAK Agribisnis Pengolahan Hasil Pertanian (APHP). Penulis menyadari bahwasannya masih banyak kekurangan dalam penulisan modul ini baik secara teknis maupun materi yang disampaikan. Oleh karena itu, penulis meminta maaf apabila terdapat kekurangan didalam modul ini. Penulis berharap semoga modul “Pengendalian Mutu Bahan Hasil Hewani” dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran mandiri serta sebagai pengantar mata pelajaran Keamanan Pangan, Penyimpanan dan Penggudangan di SMK/MAK APHP Bandung, November 2021 Penulis

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI........................................................................................................... 2 BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 3 1.1. Deskripsi................................................................................................... 3 1.2. Petunjuk Penggunaan Modul.................................................................... 3 1.3. Kompetensi Dasar .................................................................................... 3 1.4. Prasyarat ................................................................................................... 3 1.5. Indeks Pencapaian Kompetensi................................................................ 3 1.6. Tujuan Pembelajaran ................................................................................ 4 1.7. Tujuan Akhir ............................................................................................ 4 BAB II URAIAN MATERI .................................................................................... 5 2.1. Pengendalian Mutu................................................................................... 5 2.2. Sifat Bahan Hasil Hewani ........................................................................ 5 2.2.1. Karakteristik Daging ......................................................................... 5 2.2.2. Karakteristik Ikan.............................................................................. 8 2.2.3. Karakteristik Susu ........................................................................... 10 2.2.4. Karakteristik Telur .......................................................................... 12 2.3. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Bahan Hasil Hewani ........... 13 2.4. Teknik Pengendalian Mutu Hasil Hewani.............................................. 16 2.4.1. Pengendalian Mutu Daging............................................................. 16 2.4.2. Pengendalian Mutu Ikan ................................................................. 17 2.4.3. Pengendalian Mutu Susu................................................................. 17 2.4.4. Pengendalian Mutu Telur................................................................ 18 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Deskripsi Mata pelajaran produksi pengolahan hasil hewani adalah salah satu bidang ilmu yang mempelajari mengenai bahan hasil hewani yang memiliki keunikan sifat dan karakteristik yang beragam. Maka dari itu, modul ini berisi pengendalian mutu bahan baku pengolahan hewani sebagai media pembelajaran. Adapun materi yang akan dibaha pada modul ini yaitu : Sifat bahan hasil hewani, Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu bahan hasil hewani, jenis-jenis kerusakan pada bahan hasil hewani, dan Teknik pengendalian mutu hasil hewani. 1.2.Petunjuk Penggunaan Modul 1. Sebelum memulai belajar, siapkan alat tulis bila diperlukan untuk mencatat hal hal penting yang ada di dalam modul. 2. Baca serta pahami setiap kata dan kalimat yang ada didalam modul ini. 3. Setelah memahami materi yang diberikan, lanjutkan dengan kegiatan siswa yang ada pada modul. 4. Bila anda merasa belum berhasil dalam mengerjakan kegiatan siswa tersebut, pelajari kembali materi materi yang anda merasa masih sulit. 5. Apabila telah selesai menjawab lembar kerja dan kegiatan siswa pada modul ini, lanjutkan dengan merefleksikan materi yang telah anda pelajari. 1.3.Kompetensi Dasar 1. Menganalisis Pengendalian Mutu Bahan Baku Pengolahan Hasil Hewani 2. Mengendalikan Mutu Bahan Baku Pengolahan Bahan Hasil Hewani 1.4.Prasyarat Untuk mempelajari dan mempelajari pengendalian mutu bahan hasil hewani, peserta didik diharapkan harus sudah memahami dan telah melakukan dasar-dasar pengendalian mutu 1.5.Indeks Pencapaian Kompetensi 1. Peserta didik dapat menjelaskan definisi pengendalian mutu bahan baku pengolahan hewani 2. Peserta didik dapat Menentukan tujuan dan fungsi pengendalian mutu bahan baku pengolahan hewani 3. Peserta didik dapat Menentukan karakteristik daging 4. Peserta didik dapat Menentukan karakteristik ikan 5. Peserta didik dapat Menentukan karakteristik susu 6. Peserta didik dapat Menentukan karakteristik telur

7. Peserta didik dapat Menentukan faktor yang mempengaruhi mutu bahan baku pengolahan hewani 8. Peserta didik dapat Mengklasifikasikan jenis kerusakan penurunan mutu bahan baku pengolahan hewani 9. Peserta didik dapat Menentukan cara pencegahan penurunan mutu daging 10. Peserta didik dapat Menentukan cara pencegahan penurunan mutu ikan 11. Peserta didik dapat Menentukan cara pencegahan penurunan mutu susu 12. Peserta didik dapat Menentukan cara pencegahan penurunan mutu telur 1.6.Tujuan Pembelajaran 1. Setelah melakukan penggalian informasi, diskusi, dan video pembelajaran, peserta didik diharapkan mampu mengendalikan mutu hasil hewani dengan benar dan tepat. Sehingga kerusakan atau penurunan mutu pada hasil hewani dapat diminimalisir sebaik mungkin. 2. Setelah melakukan penggalian informasi, diskusi, dan video pembelajaran, peserta didik diharapkan mampu mengenali semua sifat bahan hasil hewani 3. Setelah melakukan penggalian informasi, diskusi, dan video pembelajaran, peserta didik diharapkan mampu memahami dan melakukan pengendalian mutu pada bahan hasil hewani 4. Setelah melakukan penggalian informasi, diskusi, dan video pembelajaran, peserta didik diharapkan mampu mendeteksi dan menganalisis faktor yang mempengaruhi mutu bahan hasil hewani 5. Setelah melakukan penggalian informasi, diskusi, dan video pembelajaran, peserta didik diharapkan mampu mendiferensiasikan jenis jenis kerusakan pada bahan hasil hewani 6. Dengan melaksanakan analisis pada bahan hasil hewani dan melakukan praktikum, peserta didik diharapkan dapat mengolah dan mengendalikan mutu hasil hewani 1.7.Tujuan Akhir Setelah mempelajari modul ini diharapkan peserta didik mampu mengendalikan mutu hasil hewani dengan benar dan tepat. Sehingga kerusakan maupun penurunan mutu pada bahan hasil hewani dapat diminimalisir dengan sebaik mungkin.

BAB II URAIAN MATERI 2.1.Pengendalian Mutu Pengendalian adalah proses penetapan standar, dengan menerima umpan balik berupa kinerja sesungguhnya dan mengambil tindakan yang diperlukan jika kinerja sesungguhnya berbeda setara siginifikan dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Pengendalian mutu merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, dan objektif dalam memantau dan menilai barang, jasa, maupun pelayanan yang dihasilkan perusahaan atau institusi dibandingkan dengan standar yang ditetapkan serta menyelesaikan masalahyang ditemukan dengan tujuan untuk memperbaiki mutu. Sedangkan, pengendalian mutu bahan baku pengolahan hewani yaitu dilakukan dengan cara menerapkan sistem inspeksi pada setiap mata rantai proses produksi dimulai dari penanganan bahan baku hewani, penyimpanan, fase pembusukan, pengujian kualitas mutu, fisik, kimiawi dan biologi. Tujuan pengendalian mutu meliputi dua tahap, yaitu tujuan antara dan tujuan akhir. Tujuan antara pengendalian mutu adalah agar dapat diketahui mutu barang, jasa, maupun pelayanan yang dihasilkan. Tujuan akhirnya yaitu untuk dapat meningkatkan mutu barang, jasa, maupun pelayanan yang dihasilkan Sedangkan tujuan pengendalian mutu bahan hewani untuk memperpanjang masa simpan, meningkatkan daya tahan, meningkatkan kualitas, nilai tambah dan sebagai sarana diversifikasi produk. Fungsi pengendalian mutu bahan baku pengolahan hewani untuk mengawetkan bahan baku dan mencegah adanya reaksi kimia atau biologis pada bahan baku pengolahan hewani seperti daging, ikan, susu dan telur. 2.2.Sifat Bahan Hasil Hewani 2.2.1. Karakteristik Daging Daging sebagai sumber protein hewani memiliki nilai hayati (biological value) yang tinggi, mengandung 19% protein, 5% lemak, 70% air, 3,5% zat-zat non protein dan 2,5% mineral dan bahan-bahan lainnya (Forrest et al. 1992). Komposisi daging menurut Lawrie (1991) terdiri atas 75% air, 18% protein, 3,5% lemak dan 3,5% zat-zat non protein yang dapat larut. Secara umum, komposisi kimia daging terdiri atas 70% air, 20% protein, 9% lemak dan 1% abu. Jumlah ini akan berubah bila hewan digemukkan yang akan menurunkan persentase air dan protein serta meningkatkan persentase lemak. Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino esensial. Asam amino esensial terpenting di dalam otot segar adalah alanin, glisin, asam glutamat, dan histidin. Daging sapi mengandung asam amino leusin, lisin, dan valin yang lebih tinggi daripada daging babi atau domba. Pemanasan dapat mempengaruhi kandungan protein daging. Daging sapi yang dipanaskan pada suhu 70oC akan mengalami pengurangan jumlah lisin menjadi 90%, sedangkan pemanasan pada suhu 160oC akan menurunkan jumlah lisin hingga 50%. Pengasapan dan penggaraman juga sedikit mengurangi kadar asam amino.

Karakteristik daging dapat meliputi warna, juiciness, keempukan dan flavor. Berikut penjelasan dari karakteristik daging: a. Warna Perubahan Warna Daging Mioglobin merupakan pigmen utama daging dan konsentrasinya akan mempengaruhi intensitas warna merah daging. Perbedaan kadar mioglobin menyebabkan perbedaan intensitas warna daging. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar mioglobin adalah spesies, jenis kelamin, umur dan aktifitas fisik hewan. Ketika daging segar dipotong, maka warna awal yang terlihat adalah warna merah keunguan dari mioglobin. Setelah beberapa saat terpapar dengan oksigen diudara, maka permukaan daging segar tersebut akan berubah warna menjadi merah terang karena terjadinya oksigenasi mioglobin menjadi oksimioglobin. Permukaan daging yang mengalami kontak dengan udara untuk waktu lama, akan berwarna coklat, karena oksimioglobin teroksidasi menjadi metmioglobin. Perubahan tersebut dapat dilihat dari gambar berikut ini. Gambar 1. Perubahan warna daging b. Juiceness Juiciness atau kesan juicy produk daging dipengaruhi oleh jumlah air yang dapat dipertahankan untuk tetap berada di dalam daging setelah dimasak; dan produksi saliva (air udah) pada saat pengunyahan. Daya ikat air (WHC) daging akan mempengaruhi seberapa besar air yang dapat dipertahankan didalam produk sementara kadar lemak marbling akan membantu merangsang pembentukan saliva. WHC adalah kemampuan daging untuk mempertahankan kandungan air bebasnya pada saat mendapat tekanan dari luar, seperti proses pemanasan, penggilingan atau pengepressan. Daging dengan karakteristik WHC yang baik biasanya akan menghasilkan produk dengan karakter juiciness yang baik. Denaturasi protein daging karena penurunan pH daging beberapa waktu setelah penyembelihan, akan menyebabkan turunnya WHC daging. Akibatnya,

daging tidak mampu mempertahankan air daging selama proses pemasakan dan produk yang dihasilkan akan terasa kering (airnya hilang selama pengolahan) dan hambar (komponen flavor larut air terbuang bersama air yang keluar). Proses pelayuan (aging) daging dapat meningkatkan WHC daging sehingga juicinessnya dapat ditingkatkan. Marbling adalah istilah populer untuk lemak intramuskuler. Secara visual, marbling terlihat sebagai butiran lemak putih yang tersebar diantara daging. Juiciness meningkat ketika kadar marbling meningkat. Marbling yang meleleh pada saat pemasakan dan pelepasannya selama pengunyahan bersama-sama dengan sebagian air bebas daging akan meningkatkan sensasi jus daging. Secara tidak langsung, lemak juga berpengaruh pada juiciness dengan menghambat penguapan air daging selama pemasakan. Gambar 2. Peenampakan marbling pada daging sapi c. Tekstur Tekstur daging bisa kita amati melalui tingkat keempukan dari daging tersebut. Keempukan daging sangat mempengaruhi persepsi konsumen dalam menilai mutu daging. Spesies, umur dan jenis kelamin hewan akan menentukan tekstur dagingnya. Daging dengan tekstur yang halus lebih mudah empuk dibandingkan dengan yang teksturnya kasar. Inilah sebabnya mengapa daging sapi butuh waktu lebih lama untuk mengempukannya dibandingkan daging babi, domba atau ayam. Peningkatan ukuran serabut otot dengan meningkatnya umur menyebabkan tekstur daging dari hewan yang lebih tua akan menjadi lebih kasar dan keempukan akan menurun. Dari jenis kelamin secara umum diketahui bahwa daging hewan jantan memiliki tekstur yang lebih kasar dari daging hewan betina. Daging (otot) yang banyak bergerak, misalnya daging dibagian betis, akan memiliki tekstur lebih kasar dan menjadi kurang empuk jika dibandingkan dengan daging (otot) yang terletak pada bagian yang jarang digerakkan.

d. Flavor Flavor adalah keseluruhan kesan (sensasi) yang diterima oleh indra manusia terutama oleh rasa dan bau pada saat makanan dan minuman dikonsumsi (Rothe 1989).Flavor daging dihasilkan dari kombinasi berbagai komponen yang menstimulasi reseptor penciuman dan rasa yang ada di saluran mulut dan hidung. Senyawa pembentuk flavor daging terutama komponen-komponen hasil pemecahan protein (peptida dan asam amino), komponen aroma yang larut air dan gula pereduksi. Perbedaan jenis dan komposisi lemak menyebabkan adanya sedikit perbedaan flavor daging dari hewan yang berbeda pada saat daging dimasak. Sebagian besar dari senyawa atau zat yang bertanggung jawab terhadap flavor pangan memiliki sifat larut dalam lemak. Juga diduga bahwa lemak di dalam pangan akan menstimulir mengalirnya cairan pencernaan. Flavor utama daging olahan berupa komponenkomponen volatil maupun nonvolatil berpengaruh besar terhadap penerimaan daging olahan, terutama terhadap rasa (taste). Penghilangan komponen bersulfur dapat menyebabkan penurunan flavor pada daging, sedangkan penghilangan komponen karbonil akan menyebabkan penurunan flavor khasnya dan peningkatan flavor secara umum pada daging. Komponen karbonil sebagai hasil produk utama degradasi lipida merupakan pembentuk flavor khas pada daging ayam. 2.2.2. Karakteristik Ikan Karakteristik ikan dapat ditentukan dari kesegaran ikan terdiri atas faktor- faktor fisikawi, sensoris/organoleptik/kimiawi, dan mikrobiologi. Menurut Adawiyah (2007), kesegaran ikan dapat dilihat dengan metode yang sederhana dan lebih mudah dibandingkan dengan metode lainnya dengan melihat kondisi fisik, yaitu sebagai berikut: a. Kenampakan Luar Ikan yang masih segar mempunyai penampakan cerah dan tidak suram. Keadaan itu dikarenakan belum banyak perubahan biokomia yang terjadi. Metabolisme dalam tubuh ikan masih berjalan sempurna. Pada ikan tidak ditemukan tanda-tanda perubahan warna, tetapi secara berangsur warna makin suram, karena timbulnya lendir sebagai akibat berlangsungnya proses biokimiawi lebih lanjut dan berkembangnya mikrobia. Gambar 3. Kenampakan ikan segar

b. Lenturan Daging Ikan Daging ikan sangat cukup lentur jika dibengkokkan dan segera akan kembali ke bentuknya semula apabila dilepaskan. Kelenturan itu dikarenakan belum terputusnya jaringan pengikat pada daging, sedangkan pada ikan busuk, jaringan pengikat banyak mengalami kerusakan dan dinding selnya banyak yang rusak sehingga daging ikan kelihatan kelenturannya. c. Keadaan Mata Parameter ini merupakan yang paling mudah untuk dilihat. Perubahan kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kecerahan matanya. Ikan segar memiliki mata yang tampak terang, jernih, menonjol, dan cembung. Gambar 4. Keadaan mata ikan segar d. Keadaan Daging Kualitas ikan ditentukan oleh dagingnya. Ikan yang masih segar, berdaging kenyal, jika ditekan dengan telunjuk atau ibu jari maka bekasnya akan segera kembali. Daging ikan yang belum kehilangan cairan daging kelihatan basah dan pada permukaan tubuh belum terdapat lendir yang menyebabkan kenampakan ikan akan menjadi suram/kusam dan tidak menarik. Setelah ikan mati, beberapa jam kemudian daging ikan menjadi kaku. Karena kerusakan pada jaringan dagingnya, maka makin lama kesegarannya akan hilang, timbul cairan sebagai tetes-tetes air yang mengalir keluar, dan daging kehilangan kekenyalan tekstur. Gambar 5. Keadaan daging segar

e. Keadaan Insang dan Sisik Warna insang dapat dikatakan sebagai indikator, apakah ikan masih segar atau tidak. Ikan yang segar berwarna merah cerah, sedangkan ikan yang tidak segar berwarna cokelat gelap. Insang ikan merupakan pusat darah mengambil oksigen dari dalam air. Ikan yang mati mengakibatkan peredaran darah terhenti, bahkan sebaliknya dapat teroksidasi sehingga warnanya berubah menjadi merah gelap. Sisik ikan dapat menjadi parameter kesegaran ikan, untuk ikan bersisik jika sisiknya masih melekat kuat, tidak mudah dilepaskan dari tubuhnya berarti ikan tersebut masih segar Gambar 6. Keadaan sisik ikan segar 2.2.3. Karakteristik Susu Susu (milk) merupakan cairan yang disekresikan oleh kelenjar mamae ternak sapi perah sehat, tanpa ditambah sesuatu atau dikurangi komponennya. usu tergolong bahan pangan yang memiliki zat gizi (nutrisi) lengkap, mudah dicerna, dan bercitarasa lezat. Susu memiliki peran penting dalam menunjang kebutuhan gizi manusia, yaitu dapat dikonsumsi bayi setelah ASI (air susu ibu) eksklusif, anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. Disisi lain, susu merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba, sehingga susu sangat mudah rusak (highly perishable food). Mikroba kontaminan pada susu sebagian besar (lebih dari 95%) adalah mikroba pembusuk, utamanya golongan bakteri asam laktat (BAL) dan selebihnya mungkin ada mikroba patogen. Oleh karena itu, perlu penanganan yang benar agar susu dapat digunakan sebagai bahan baku olahan yang berkualitas baik, tahan lama, dan aman. Susu murni adalah salah satu produk dari susu yang sudah diperah dari binatang ternak seperti kambing dan sapi. Susu mempunyai warna, bau dan rasa khas di setiap jenis binatang ternak. Tetapi selain jenis binatang ternak sifat kekhasan susu juga sering dipengaruhi oleh faktor keturunan maupun bakteri yang ada pada setiap jenis dari binatang ternak yang diperah. Warna air susu ternyata bisa berubah dari satu warna kewarna yang lain, hal ini dipengaruhi oleh jenis hewan ternak, jenis pakan yang diberikan , jumlah lemak pada susu, bahan padat maupun bahan pembentuk warna. Susu normal biasanya memiliki warna putih keabu-abuan sampai agak kuning keemasan. Warna kuning keemasan ini biasanya disebabkan oleh zat warna karoten yang ada pada lemak susu yang berasal dari jenis pakan yang diberikan. Maka jenis pakan

ini dapat mempengaruhi kandungan yang ada pada susu sehingga berbeda pakan yang diberikan kepada binatang ternak maka akan berbeda juga kualitas dan kuantitas dari hasil perahan susu. Oleh karena itu kita harus mengenal bagaimana kualitas susu segar yang sangat dipengaruhi oleh komposisi yang ada pada susu tersebut. Kualitas susu dapat diamati dari beberapa sifat berikut ini, yaitu : a. Sifat Pembentukan Krem Bila susu dibiarkan dalam gelas beberapa waktu, terlihat selapis krem di permukaan susu karena butir-butir lemak mengapung di atas. Susu permulaan masa laktasi mengandung butir-butir lemak yang besar sehingga lebih cepat mengapung dari pada susu akhir masa laktasi yang mengandung butir-butir lemak lebih kecil. Susu segar yang didinginkan pada suhu 4 derajat celcius akan memberikan lapisan krem yang maksimal dan paling jelas. Homogenisasi akan merusak sifat-sifat pembentukan krem. Sedangkan susu yang dipasteurisasi pada temperature 71,7 derajat celcius akan memperlihatkan kehilangan sifat- sifat pembentukan krem sama sekali. b. Rasa dan Bau Rasa susu sedikit manis tidak begitu mencolok, rasa manis ini berasal dari laktosa, sedangkan rasa asin berasal dari garam-garam mineral flourida dan sitrat. Bau yang normal seperti bau sapi. c. Warna Susu Warna normal susu adalah putih kekuningan atau keemasan tergantung pada macam makanan, jenis, bangsa sapi, jumlah lemak dan bahan padat yang terkandung dalam susu. Dalam jumlah susu yang banyak maka susu akan terlihat keruh, sedangkan pada jumlah yang sedikit susu akan terlihat transparan atau tembus cahaya. Pada susu yang telah diambil lemaknya atau rendah lemaknya akan berwarna kebiru-biruan. Warna putih susu karena dispersi cahaya atau refleksi cahaya oleh butir- butir lemak, calcium caseinat dan calcium phosphate koloidal. Warna kuning susu karena substansi karoten yang berasal dari tanaman hijau sebagai pakannya. Warna susu sapi Guersey dan Jersey lebih kuning jika dibandingkan dengan sapi Airsey maupun Holstein. d. Reaksi Amfoter Kertas lakmus merah jika dimasukkan kedalam susu segar akan berubah warna menjadi biru. Sedangkan lakmus biru akan berubah warna menjadi merah. Keadaan ini dinamakan keadaan amfoter. Hal ini disebabkan karena protein dari asam amino yang mempunyai gugus amin yang bersifat basa dan gugus karboksil yang bersifat asam sehingga bersifat asam dan basa sehingga pH nya normal. e. Berat Jenis Susu Bj susu normal antara1,027 – 1,034 pada suhu 20 derajat celcius. Variasi ini karena adanya perbedaan kadar lemak dan bahan kering tanpa lemak, solid padat yang terkandung di dalam susu. Lama-kelamaan Bj nya akan

meningkat dari pemerahan dan akan mencapai angka maksimal sampai 12 jam setelah pemerahan. Kenaikan Bj ini terutama terjadi karena pembebasan gas CO2 dan N2 yang terdapat dalam susu segar sebanyak 4- 5%. f. pH Susu Susu segar mempunyai sifat sedikit asam mendekati netral antara 6,5-6,7. Sedangkan kolostrum agak lebih asam dari susu normal setelah 5 hari sesudah beranak pH akan normal kembali. Ph kolostrum 6,1-6,4. Pada akhir masa laktasi pada umumnya akan meningkatkan pH, sedangkan pH diatas 6,8 menunjukkan pH yang abnormal. g. Titik Beku Susu Air membeku pada suhu 0 derajat celcius, 32 derajat Fahrenheit. Sedangkan susu membeku pada suhu -55 derajat celcius sampai 0,61 derajat celcius. Titik beku susu dipengaruhi oleh zat-zat terlarut di dalamnya termasuk laktosa dan flourida. Alat yang digunakan untuk mengukur titik beku adalah prescope dari Corfet dan temperature Beckman. h. Titik Didih Susu Susu dengan gas-gas terlarut di dalamnya akan mempunyai titik didih yang lebih tinggi dari air murni. Bahan yang larut dalam air akan menurunkan titik didih air, sedangkan bahan yang tidak larut air akan meningkatkan titik didih air susu. Titik didih air murni 100 derajat celcius sedangkan titik didih susu 100,11 derajat celcius. i. Viskositas atau Kekentalan Susu Susu lebih kental dari air karena mengandung protein dan lemak. Oleh karena itu susu lebih kental dari pada skim milk yang tidak mengandung lemak. Temperatur juga mempengaruhi kekentalan susu sehingga susu yang dingin lebih kental bila dibandingkan dengan susu yang baru diperah. 2.2.4. Karakteristik Telur Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat- zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Protein telur mempunyai mutu yang tinggi, karena memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan patokan untuk menentukan mutu protein dari bahan pangan yang lain. Tetapi disamping adanya hal-hal yang menguntungkan itu, telur memiliki sifat yang mudah rusak. Telur dikelilingi oleh kulit setebal 0,2 - 0,4 mm yang berkapur dan berpori-pori.

Gambar 7. Struktur Telur Kulit telur ayam berwarna putih-kuning sampai coklat, telur bebek berwarna kehijauan dan warna kulit telur burung putih ditandai dengan adanya bercak-bercak (totol-totol) dengan warna tertentu. Bagian sebelah dalam kulit telur ditutupi oleh dua lapisan yang menempel satu dengan yang lain, tetapi keduanya akan terpisah pada ujung telur yang tumpul membentuk kantung udara. Kantung udara mempunyai diamater sekitar 5 mm pada telur segar dan bertambah besar ukurannya selama penyimpanan. Kantung udara dapat digunakan untuk menentukan umur telur. Gambar 8. Macam macam jenis telur Kualitas telur segar bagian dalam tidak dapat dipertahankan terutama penyimpanan di suhu kamar. Semakin lama penyimpanan, kualitas dan kesegaran telur semakin menurun. Penyimpanan telur konsumsi akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari dua minggu. Kerusakan tersebut terjadi karena telur mengalami evaporasi air dan mengeluarkan CO2 dalam jumlah tertentu sehingga kesegaran telur semakin menurun pada penyimpanan yang lama 2.3.Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Bahan Hasil Hewani Mutu dari bahan pangan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bahan pangan itu sendiri, yaitu jenis kelamin, ukuran, spesies, perkawinan, dan cacat.

Faktor eksternal berasal dari lingkungannya, seperti jarak yang harus di tempuh hingga ke tempat konsumen, makanan yang dikonsumsi, lokasi budidaya, keberadaan organisme parasite. 1. Spesies Spesies tanaman, ternak atau ikan mempengaruhi kesukaan konsumen terhadap bahan pangan yang berasal dari bahan hasil petanian tersebut. Spesies yang satu dapat diterima atau banyak diminta oleh konsumen dibandingkan spesies yang lain. Demikian pula harga spesies yang satu dapat lebih mahal bila dibandingkan spesies lainnya. Penerimaan konsumen terhadap bahan pangan dipengaruhi oleh kecocokan kenampakan, rasa, adanya tulang halus atau duri, tabu menurut agama, atau kebiasaan social. Bahan pangan yang cocok untuk dibuat produk tertentu dianggap lebih berkualitas bila dibandingkan dengan bahan pangan lainnya. daging yang berasal dari sapi Australia dianggap lebih berkualitas dibandingkan daging sapi lokal karena dapat diolah menjadi bistik yang lebih enak. Dalam pembuatan produk filet ikan, daging ikan kakap dianggap lebih berkualitas dibandingkan daging ikan nila atau mas. Ikan bandeng yang berukuran terlalu besar dianggap kurang berkualitas karena di dalam dagingnya banyak mengandung tulang halus yang sangat mengganggu waktu memakannya. Sebaliknya, ikan bandeng yang ukurannya terlalu kecil juga dianggap kurang berkualitas karena dagingnya sedikit. Demikian pula ikan yang tesktur dagingnya terlalu keras atau lunak. Spesies yang satu lebih diterima oleh masyarakat di suatu daerah, sedangkan di daerah lain spesies tersebut kurang diterima oleh konsumen. Contoh yang paling khas adalah cumi-cumi. Di wilayah Propinsi Jawa Barat, cumi-cumi disukai dan harganya mahal, namun di Sumatera Utara cumi-cumi ini banyak digunakan sebagai umpan pancing. Perbedaan komposisi tubuh darisetiap spesies jelas akan mempengaruhi mutu. Spesies ikan dengan kandungan lemak tidak jenuh tinggi relatif lebih mudah mengalami proses pembusukan dibandingkan ikan yang memiliki kandungan lemak tidak jenuh rendah. Spesies ikan berbentuk bulat lebih mudah membusuk dibandingkan dengan spesies yang pipih 2. Ukuran Ukuran bahan pangan juga dapatmempengaruhi mutu. Bahan panganyang memiliki ukuran besar dianggap lebih bermutu dibandingkan dengan bahan panganberukuran lebih kecil. Biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli bahan pangan berukuran besar lebih banyak dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan pangan sejenis namun memiliki ukuran relatif lebih kecil. Bahan pangan berukuran besar dianggap dapat memberikan cita rasa lebih baik, bagian yang dapat dimakan (edible part) lebih banyak, dan biaya penanganan per unit berat lebih murah. Ukuran yang lebih seragam juga dianggap memiliki kualitas yang lebih tinggi dibanding dengan ukuran yang tidak seragam. Dalam bidang perikanan, ikan berukuran besar dianggap lebih baik dibandingkan ikan kecil karena beberapa alasan, yaitu: (a) ikan besar yang tertangkap selalu disiangi dengan membuang saluran pencernaan yang berisi mikroba pembusuk dan enzim proteolitik sehingga proses pembusukan dapat dihambat; (b) untuk satuan bobot yang sama, ikan besar memiliki luas permukaan lebih kecil untuk memungkinkan kontak dengan mikroba pembusuk atau enzim

proteolitik sehingga proses pembusukan lebih lambat; dan (c) ikan besar memiliki pH setelah mati lebih rendah dibandingkan dengan ikan kecil sehingga pertumbuhan mikroba pembusuk pada ikan besar lebih lambat. Ternyata tidak semua yang berukuran besar dianggap lebih bermutu. Ikan berukuran kecil lebih disukai sebagai bahan baku pembuatan baby fish karena dapat dimakan semua, termasuk tulangnya. 3. Jarak Ke Konsumen Untuk beberapa jenis bahan pangan yang mudah mengalami proses penurunan mutu, jarak antara tempat produksi bahan pakan ke tempat dimana konsumen berada akan berpengaruh terhadap mutu. Indonesia yang memiliki suhu dan kelembaban lingkungan relatif tinggi, sehingga jarak ke konsumen berpengaruh nyata terhadap penurunan mutu bahan pangan Bahan pangan yang mudah rusak sebaiknya diangkut menggunakan sarana transportasi yang dilengkapi unit pendingin atau menggunakan pesawat terbang untuk mempersingkat waktu. di Sulawesi Tengah dan Selatan, ikan laut dipasarkan sampai ke daerah pegunungan dengan mengendarai sepeda motor yang dilengkapi sarana pengangkut berupa kotak berlapis stirofom. Stirofom tersebut berperan sebagai isolator. Kotak yang diberi lapisan stirofom akan mampu mempertahankan suhu di dalam lingkungan kotak tetap rendah, sehingga penurunan kesegaran ikan dapat dihambat. Mahalnya harga ikan di daerah pegunungan tersebut bukan karena mutunya yang baik tetapi lebih sebagai pengganti biaya untuk mengangkut ikan tersebut ke pegunungan. Gambar 8. Pengangkutan sapi 4. PAKAN Pakan yang diberikan kepada ikan atau ternak akan berpengaruh terhadap citarasa ikan dan hewan ternak. Ikan yang diberi pelet akan menghasilkan daging dengan citarasa seperti pelet, demikian pula bandeng yang memakan ganggang tertentu akan memiliki rasa seperti lumpur. Ikan mas di Jepang diberi pakan berupa kepompong ulat sutra, di Israel diberi ampas kacang dan tepung darah, sedangkan di Indonesia menggunakan pelet. Dengan pemberian jenis pakan yang berbeda, ketiga ikan tersebut memiliki aroma daging yang spesifik dan berbeda antara ikan yang satu dengan lainnya 4. Lokasi Lokasi budidaya atau penangkapan ikan atau ternak akan berpengaruh terhadap mutu ikan atau ternak. Kondisi lingkungan seperti angin, gelombang, kondisi air, dan pola migrasi akan mempengaruhi jenis dan kelimpahan makanan ikan sehingga berpengaruh terhadap citarasa ikan. Hasil ikan atau ternak yang diperoleh di daerah dimana sedang musim perkawinan, memiliki mutu lebih rendah dibandingkan ikan yang sama tetapi ditangkap di daerah lain 5. Jenis Kelamin Ikan dan ternak memiliki jenis kelamin dan masa perkawinan Jenis kelamin akan berpengaruh terhadap cita rasa dagingnya. Kepiting biru di Amerika yang berjenis kelamin jantan lebih disukai karena rasa dagingnya lebih enak. Kepiting Bakau lebih disukai yang berjenis kelamin betina, terutama yang masih memiliki telur. Udang galah berjenis kelamin jantan dengan capitnya yang besar dianggap memiliki kualitas lebih rendah dibandingkan betinanya. Bagian daging yang dapat dimakan dari udang galah jantan lebih kecil dibandingkan udang galah

betina. Masa perkawinan juga berpengaruh terhadap mutu daging ikan atau ternak. Energi yang banyak dikeluarkan melakukan perkawinan menyebabkan citarasa daging ikan atau ternak mengalami perubahan 6. Organisme Parasit Organisme parasit yang menyerang akan berpengaruh nyata terhadap mutu bahan pangan. Parasit dapat berupa bakteri, jamur, protozoa, serangga atau cacing. Bakteri dan jamur banyak menimbulkan kerugian karena kemampuannya merusak bahan pangan. Selain penampakan bahan pangan menjadi tidak menarik, serangan bakteri dan jamur sering disertai dengan timbulnya bau busuk. Ikan segar dengan kandungan air lebih tinggi lebih sesuai untuk pertumbuhan bakteri, sedangkan ikan asin yang kandungan airnya lebih rendah cocok sebagai media pertumbuhan jamur. Protozoa sering menyerang ikan dan ternak. Serangan protozoa dapat mengakibatkan jaringan daging melunak atau luka pada kulit. Serangga juga sering menyerang bahan panganterutama sayuran. Serangga cenderung meletakkan telurnya pada bahan pangan dan efek dari serangannya baru terlihat setelah telur menetas. Serangan cacing terhadap bahan pangan tidak mudah terlihat, terutama cacing yang berukuran kecil. Cacing cenderung menyerang bagian dalam. Keberadaan cacing dalam bahan pangan tentu saja akan mempengaruhi perasaan konsumen dalam menerima bahan pangan tersebut 2.4.Teknik Pengendalian Mutu Hasil Hewani 2.4.1. Pengendalian Mutu Daging a. Curing Curing Merupakan salah satu proses pengawetan daging secara kimia melalui pemeraman dengan menggunakan garam (sendawa) yang biasanya dalam bentuk, NaNO3, KNO2, Na-Nitrit dan atau Na-Nitrat, dan gula (dekstrosa atau sukrosa atau pati hidrolisis) (Soeparno, 2005), sehingga mampu memberikan sifat unik pada produk akhir, seperti dalam pembuatan daging corned (corned beef), dendeng (dried meat), sosis dan lain-lain. Adanya penambahan agensia- agensia tersebut akan mengakibatkan terjadinya perubahan dalam daging yang mengarah pada pembentukan sifat-sifat tertentu, seperti terjadinya pengurangan jumlah mikrobia, perubahan tekstur, pembentukan rasa dan warna. Pada proses kuring secara basah (wet /brine curing), campuran kuring dilarutkan dalam air sehingga membentuk larutan kuring (curing brine). Larutan kuring kemudian digunakan untuk merendam daging (teknik immersion), atau diinjeksikan dalam daging melalui pembuluh arteri (teknik artery pumping) atau diinjeksikan langsung ke dalam daging (stitch pumping) b. Penyimpanan Beku Merupakan cara pengawetan dengan menyimpan daging dalam keadaan beku pada suhu -15°C dimana mikroorganisme tidak akan tumbuh. Sebelum dilakukan penyimpanan pada freezer, pengeluaran dasar saat proses pemotongan harus setuntas mungkin 3. Pengasapan Daging Daging asap adalah irisan daging yang diawetkan dengan panas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu

keras yang banyak menghasilkan asap dan lambat terbakar. Asap mengandung senyawa fenol dan formal dehida, masing- masing bersifat bakterisida (membunuh bakteri). Kombinasi kedua senyawa tersebut juga bersifat fungisida (membunuh kapang). Kedua senyawa membentuk lapisan mengkilat pada permukaan daging. Panas pembakaran juga membunuh mikroba, dan menurunkan kadar air daging 2.4.2. Pengendalian Mutu Ikan Kunci penting yang perlu diperhatikan di dalam penanganan produk perikanan adalah sebagai berikut. 1. Hindarkan kondisi-kondisi yang mungkin merangsang pembusukan ikan. 2. Kapan pun apabila memungkinkan, lakukan prosedur-prosedur yang dapat memperlambat pembusukan. 3. Hindarkan atau minimalkan kontaminasi ikan dari penyebabpenyebab pembusukan. 4. Pindahkan ikan tanpa ada penundaan pada setiap tahap proses dan pantau waktu yang diperlukan pada setiap tahap. Pengolahan produk-produk perikanan terdapat dalam berbagai bentuk, mulai dari yang tradisional, seperti ikan asin dan ikan asap, sampai pengolahan produk modern, seperti ikan kaleng dan iradiasi. Maka dari itu proses-proses yang dapat mengawetkan ikan dan produk olahannya agar aman untuk dikonsumsi adalah: 1. Mengintroduksikan panas dengan cara memasak, pasteurisasi atau sterilisasi 2. Menghilangkan panas tubuh ikan sehingga menjadi dingin atau beku; 3. Menambahkan bahan kimia; 4. Menghilangkan sebagian air; 5. Mengiradiasi untuk pasteurisasi dan sterilisasi; 6. Kombinasi perlakuan-perlakuan di atas. 2.4.3. Pengendalian Mutu Susu a. Pendinginan Pendinginan susu bertujuan untuk menahan mikroba perusak susu agar jangan berkembang, sehingga susu tidak mengalami kerusakan dalam waktu yang relatif singkat. Pendinginan susu dapat dilakukan dengan memasukkan susu ke dalam cooling unit, lemari es ataupun freezer. Cara pendinginan susu dapat pula dilakukan secara sederhana, yakni meletakkan milk can ataupun wadah susu lainnya dalam air yang dingin dan mengalir terus. Cara sederhana ini biasanya dilakukan di daerah-daerah pegunungan yang berhawa sejuk. Penyimpanan pada suhu rendah (4-5oC) Prinsip : menghambat aktivitas mikrobiology & reaksi kimia. peralatan: a. Cooling unit (stainless steal, suhu 4oC) b. Tangki air susu (dilengkapi alat pendingin) c. Kamar dingin/lemari es d. Bak-bak pendingin (balok-balok es) e. Penggunaan Dry Ice (CO2 , N2) f. Penggunaan air mengalir

b. Pemanasan Pemanasan dapat dilakukan dengan berbagai metode yaitu : a. Pasteurisasi (HTST,LTLT,UHT) HTST (High Temperature Short Time) dilakukan pada suhu 72°C selama 15 detik LTLT (Low Temperature Long Time) dilakukan pada suhu 62,8°C sampai 65,6°C selama 30 menit. UHT (Ultra High Temperature) dilakukan pada suhu 135°C-150°C selama 2-3 detik b. Sterilisasi (pemanasan dengan suhu 121°C selama 15 menit dengan tujuan membunuh semua mikroba hingga spora di dalam susu 2.4.4. Pengendalian Mutu Telur Pengawetan telur utuh bertujuan untuk mempertahankan mutu telur segar. Prinsip dalam pengawetan telur segar adalah mencegah penguapan air dan terlepasnya gas-gas lai dari dalam isi telur, serta mencegah masuk dan tumbuhnya mikroba di dalam telur selama mungkin Hal-hal di atas dapat dilakukan dengan cara menutup pori-pori kulit telur atau mengatur kelembaban dan kecepatan aliran udara dalam ruangan penyimpanan. Penutupan pori-pori kulit telur dapat dilakukan dengan menggunakan larutan kapur, parafin, minyak nabati (minyak sayur), air kaca (water glass), dicelupkan dalam air mendidih dan lain-lain. Sedangkan pengaturan kecepatan dan kelembaban udara dapat dilakukan dengan penyimpanan di ruangan khusus. Sebelum dilakukan prosedur pengawetan, penting diperhatikan kebersihan kulit telur. Hal ini karena meskipun mutunya sangat baik, tetapi jika kulitnya kotor, telur dianggap bermutu rendah atau tidak dipilih pembeli. Pembersihan kulit telur dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a) Merendam telur dalam air bersih, dapat diberi sedikit detergen atau Natrium hidroksida (soda api). Kemudian dicuci bersih sehingga kotoran yang menempel hilang. b) Mencuci telur dengan air hangat suam-suam kuku (sekitar 60oC) yang mengalir. Untuk mempercepat hilangnya kotoran dapat digunakan kain. Setelah kilit telur bersih, dapat dilakukan pengawetan telur segar dengan metode antara lain pengemasan kering, perendaman dalam berbagai janis cairan, penutupan pori-pori kulit telur dan penyimpanan dingin.

REFLEKSI .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... ....................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA Hadiwiyoto, S. 1994. Teori dan Prosedur pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Liberty. Yogyakarta. Muchtadi, T dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan pangan. Departemen pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Purba, M. 2014. Pembentukan Flavor Daging Unggas oleh Proses Pemanasan dan Oksidasi Lipida. Wartoza Vol. 24 No. 3 Th. 2014 Hlm. 109-118 Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 6; 152-156; 289-290; 297–299. Susilorini T.E dan M.E Sawitri,2007 .Produk Olahan Susu. Jakarta: Penebar Swadaya. Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F.G.1993. Pangan, Gizi, Teknologi, dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 37


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook