Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore KELOMPOK 4_STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF DAN KREATIF

KELOMPOK 4_STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF DAN KREATIF

Published by IDRIS Pendidikan Agama Islam S2, 2021-11-02 13:56:42

Description: KELOMPOK 4_STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF DAN KREATIF

Search

Read the Text Version

STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF DAN KREATIF Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Metodologi Pembelajaran PAI OLEH : DESI LESTARI NURIZAM SEREN POANDA MEILIANI DOSEN PENGAMPU: DR. SRI MURHAYATI, M.Ag DR. MARDIYAH HAYATI, M.Ag PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM S2 FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM RIAU 2021

KATA PENGANTAR Puji syukur kita persembahkan kehadirat Allah SWT karena atas kehendaknya makalah ini dapat di selesaikan. Shalawat serta salam tidak lupa kita ucapkan untuk Baginda Rasulullah SAW yang telah mengantarkan ilmu, iman, akhlak dan Islam sehingga kita semua senantiasa berada dalam jalan Allah SWT. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang “Strategi Pembelajaran Aktif dan Kreatif”. Makalah ini dibuat dari berbagai referensi baik dari buku bacaan maupun internet. Selama mengerjakan halaman ini terdapat tantangan dan hambatan. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada setiap pihak, kepada rekan-rekan semuanya serta kepada Dosen Pengampu yang telah mendukung dan juga membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, kami berharap rekan-rekan dan Dosen mau memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi kita sekalian. Pekanbaru, Oktober 2021 Pemakalah

STRTAEGI PEMBELAJARAN AKTIF DAN KREATIF A. Latar Belakang Pembelajaran pada dasarnya merupakan pemberian stimulus kepada siswa, agar terjadilah respons yang positif pada diri siswa. Kesediaan dan kesiapan mereka dalam mengikuti proses belajar mengajar akan mampu menimbulkan respons yang baik terhadap stimulus yang mereka terima dalam pembelajaran. Respons akan menjadi kuat jika stimulusnya juga kuat. Hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lebih baik kalau dapat menghasilkan hal-hal yang menyenangkan. Efek menyenangkan yang ditimbulkan stimulus akan mampu memberi kesan yang mendalam pada diri siswa, sehingga mereka cenderung akan mengulang aktivitas tersebut. Akibat dari hal ini adalah siswa mampu mempertahan stimulus dalam memory mereka dalam waktu yang lama (longterm memory), sehingga mereka mampu merekam apa yang mereka peroleh dalam pembelajaran tanpa mengalami hambatan apapun. Aktifitas siswa belajar di kelas terwujud bila terjadi interaksi antar warga kelas. Di dalam interaksi ada aktifitas yang bersifat resiprokal (timbal balik) dan berdasarkan atas kebutuhan bersama, ada aktifitas daripada pengungkapan perasaan, dan ada hubungan untuk tukar- menukar pengetahuan yang didasarkan take and give, yang semuanya dinyatakan dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan. hubungan timbal balik antar warga kelas yang harmonis dapat merangsang terwujudnya masyarakat kelas yang gemar belajar. Dengan demikian, upaya mengaktifkan siswa belajar dapat dilakukan dengan mengupayakan timbulnya interaksi yang harmonis antar warga di dalam kelas. Interaksi ini akan terjadi bila setiap warga kelas melihat dan merasakan bahwa kegiatan belajar tersebut sebagai sarana memenuhi kebutuhannya. Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran, berdasarkan teori kebutuhan. Mendidik dengan ceramah berarti memberikan satu informasi melalui pendengaran, yang hanya bisa dicerna oleh otak siswa (20%). Padahal informasi yang dipelajari siswa bisa saja dari membaca (10%), melihat (30%), melihat dan mendengar (50%), mengatakan (70%), mengatakan dan melakukan (90%). Hal ini sesui dengan pendapat seorang filosof cina konfucius yang mengatakan bahwa “Apa yang saya dengar, saya lupa” “Apa yang saya lihat, saya ingat” “Apa yang saya lakukan, saya paham”. Ketiga pernyataan ini menekankan pada pentingnya belajar aktif agar apa yang dipelajari di bangku sekolah tidak menjadi suatu hal yang sia-sia. Ungkapan di atas sekaligus menjawab

permasalahan yang sering dihadapi dalam proses pembelajaran, yaitu tidak tuntasnya penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran. Active learning (belajar aktif) pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar stimulus dan respons siswa dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan, tidak menjadi hal yang membosankan bagi siswa. Dengan memberikan strategi active learning (belajar aktif) pada siswa dapat membantu ingatan (memory) mereka, sehingga mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses. Hal ini kurang diperhatikan pada pembelajaran konvensional

B. Pembahasan 1. Pengertian Pembelajaran Aktif Pembelajaran aktif dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu pembelajaran aktif juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa/anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran. Belajar aktif merupakan sebuah kesatuan sumber kumpulan strategi-strategi pembelajaran yang komprehensif. Belajar aktif meliputi berbagai cara untuk membuat peserta didik aktif sejak awal melalui aktivitas-aktivitas yang membangun kerja kelompok dan dalam waktu singkat membuat mereka berfikir tentang materi pelajaran. Juga terdapat teknik-teknik memimpin belajar bagi seluruh kelas, bagi kelompok kecil, merangsang diskusi dan debat, mempraktekkan ketrampilan- ketrampilan, mendorong adanya pertanyaanpertanyaan, bahkan membuat peserta didik dapat saling mengajar satu sama lain. Pembelajaran aktif adalah proses belajar dimana siswa mendapat kesempatan untuk lebih banyak melakukana ktivitas belajar, berupa hubungan interaktif dengan materi pelajaran sehingga terdorong untuk menyimpulkan pemahaman dari pada hanya sekedar menerima pelajaran yang diberikan. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok materi pelajaran dan memecahkan persoalan. Atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke dalam satu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata.1 Dalam Strategi belajar aktif setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya. Materi pelajaran yang baru disediakan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada. Agar murid dapat belajar secara aktif guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna sedemikian rupa, sehingga peserta didik mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar. 1 Hisyam Zaini, Barmawy Munthe, Sekar Ayu Aryani, Strategi Pembelajaran Aktif diperguruan Tinggi, (Yogyakarta: CTSD Inastitut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2002), h. xii

2. Ciri-Ciri Pembelajaran Aktif Belajar aktif pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar stimulus dan respons anak didik dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan, tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Dengan memberikan strategi belajar aktif pada anak didik dapat membantu ingatan (memory) mereka, sehingga mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses. Hal ini kurang diperhatikan pada pembelajaran konvensional. Beberapa aktivitas pembelajaran khas yang terjadi di dalam pembelajaran aktif di antaranya adalah sebagai berikut: a. Pengamatan terhadap beberapa model atau contoh yang memberikan kesempatan pada siswa untuk melihat dan mengetahui. b. Refleksi yang dilakukan dengan cara mengungkapkan pengalaman kepada teman dan guru potensial mengundang dialog di dalam kelas sehingga memungkinkan muncul pengalaman atau pengetahuan baru. c. Pemecahan masalah yang disajikan memungkinkan siswa berada di dalam kondisi higher-order thinking. d. Diskusi melatih siswa untuk menganalisis, menilai, membandingkan, dan memecahkan masalah adalah metode belajar kooperatif dan interaktif . e. Self explanation adalah suatu proses menjelaskan mengenai pemahaman siswa, baik kepada temannya maupun guru memungkinkan terjadinya pemahaman yang lebih kuat.. f. Vicarious learning yang diperoleh pada saat siswa menyaksikan perdebatan mengenai topik tertentu. Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa perbedaan antara pendekatan pembelajaran active learning (belajar aktif) dan pendekatan pembelajaran konvensional, yaitu: Pembelajaran Konvensional Pembelajaran Aktif Berpusat pada guru Berpusat pada siswa Kurang menyenangkan Sangat menyenangkan Kurang memberdayakan semua indera Membemberdayakan semua indera dan dan potensi siswa potensi siswa

Menggunakan metode yang monoton Menggunakan banyak metode Kurang banyak media yang digunakan Menggunakan banyak media Disesuaikan dengan pengetahuan yang Tidak perlu disesuaikan dengan pengetahuan yang sudah ada sudah ada Perbandingan di atas dapat dijadikan bahan pertimbangan dan alasan untuk menerapkan strategi pembelajaran active learning (belajar aktif) dalam pembelajaran di kelas. Selain itu beberapa hasil penelitian yang ada menganjurkan agar siswa tidak hanya sekedar mendengarkan saja di dalam kelas. Mereka perlu membaca, menulis, berdiskusi, atau bersama-sama dengan anggota kelas yang lain dalam memecahkan masalah. Yang paling penting adalah bagaimana membuat siswa menjadi aktif, sehingga mampu pula mengerjakan tugas-tugas yang menggunakan kemampuan berpikir yang lebih tinggi, seperti menganalisis, membuat sintesis dan mengevaluasi. Dalam konteks ini, maka ditawarkanlah strategi-strategi yang berhubungan dengan belajar aktif. Dalam arti kata menggunakan teknik active learning (belajar aktif) di kelas menjadi sangat penting karena memiliki pengaruh yang besar terhadap belajar siswa. 3. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Aktif 2 Dari pembahasan mengenai strategi pembelajaran aktif di atas dapat ditemukan beberpa kelebihan dari konsep belajar aktif itu sendiri, diantaranya sebagai berikut: a. Berpusat pada peserta didik. b. Penekanan pada menemukan pengetahuan bukan menerima pengetahuan. c. Sangat menyenangkan. d. Memberdayakan semua potensi dan indera peserta didik. e. Menggunakan metode yang bervariasi. f. Menggunakan banyak media. g. Disesuaikan dengan pengetahuan yang sudah ada. Namun tidak sedikit pula ditemukan beberapa kelemahan dari pembelajaran aktif diantaranya adalah sebagai berikut: 2 ttp://dc219.4shared.com/doc/GZOTdk9r/preview.diakses Tanggal 05 Oktober 2021

a. Peserta didik sulit mengorientasikan pemikirannya, ketika tidak didampingi oleh pendidik b. Pembahasan terkesan ke segala arah atau tidak terfokus. 4. Macam-Macam Pembelajaran Aktif a. Pembelajaran Menemukan (Discovery Learning) 1) Pengertian Pembelajaran Menemukan (Discovery Learning) Pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah proses mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan oleh guru melainkan menemukan pengetahuan itu oleh dirinya sendiri, baik itu sebagiannya saja atau seluruh pengetahuan itu.3 Berikut ini beberapa pengertian discovery learning yang dikutip Afria Susana dalam bukunya: a) Menurut Hosnan, discovery learning adalah suatu bentuk pengajaran untuk mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan. Melalui belajar penemuan, siswa juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi. b) Menurut Kurniasih, dkk, discovery learning adalah proses pembelajaran yang terjadi bila pelajaran tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasikan sendiri. Discovery adalah menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan. c) Menurut Sund, discovery learning adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Proses mental tersebut antara lain mengamati, mencerna, mengerti menggolongkan-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya.4 3 Afria Susana, Pembelajaran Discovery Learning Menggunakan Multimedia Interaktif, (Bandung: Tata Akbar, 2019), hal. 6. 4 Afria Susana, Loc.Cit.,

Menurut Suprihatiningrum yang dikutip oleh Afria Susana, terdapat dua cara dalam pembelajaran penemuan (discovery learning), yaitu: a) Pembelajaran penemuan bebas (free discovery learning), yakni pembelajaran penemuan tanpa adanya petunjuk atau arahan. b) Pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery learning), yakni pembelajaran yang membutuhkan peran guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajarannya.5 2) Ciri-Ciri Pembelajaran Discovery Learning Menurut Binkell-Holmes dan Hoffman yang dikutip oleh Fahrurrozi dan Syukrul Hamdi menjelaskan bahwa terdapat tiga ciri utama discovery, yaitu: a) Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan. b) Berpusat pada siswa. c) Kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.6 3) Langkah-Langkah Operasional Pembelajaran Discovery Learning a) Langkah Persiapan Pembelajaran Discovery Learning (1) Menentukan tujuan pembelajaran. (2)Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya). (3)Memilih materi pelajaran. (4)Menentukan topik-topik yang harus dipelajari peserta didik secara induktif (dari contohcontoh generalisasi). (5)Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik. (6)Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak. 5 Ibid., hal. 7. 6 Fahrurrozi dan Syukrul Hamdi, Metode Pembelajaran Matematika, (Universitas Hamzanwadi Press, 2017), hal. 76.

(7)Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.7 b) Prosedur Aplikasi Pembelajaran Discovery Learning Pengaplikasian pembelajaran discovery learning dalam pembelajaran, terdapat beberapa tahapan yang harus dilaksanakan. Menurut Sabri yang dikutip oleh Egi Septya dkk mengemukakan langkah-langkah operasional pembelajaran discovery learning yaitu sebagai berikut : (1) Simulation. Guru mengajukan persoalan atau menyuruh peserta didik membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan. (2) Problem Statement. Peserta didik diberi kesempatan mengidentifikasi permasalahan yang dipecahkan. Permasalahan yang dipilih ini selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan yang diajukan. (3) Data collection. Untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis ini. Siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca literature, mengamati objek, melakukan wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri, dan sebagainya. (4) Data processing. Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, diklasifikasi, ditabulasi, bahkan bila perlu di hitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. (5) Verification. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran atau informasi yang ada, pertanyaan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek apakah terjawab atau tidak, terbukti atau tidak. (6) Generalization. Tahap selanjutnya berdasarkan hasil verifikasi tadi, siswa belajar menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu.8 4) Alasan dan Keunggulan Menggunakan Pembelajaran Discovery Learning Alasan – alasan tentang mengapa strategi ini dipakai, yakni sebagai berikut. 7 Bayu Krisna, dkk, Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dasar dan Pengukuran Listrik SMK, (Jurnal Pendidikan Teknik Elektro Undiksha, Vol.7 No.3, ISSN 2599-1531, 2018), hal. 105. 8Egi Septya, dkk, Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap Penalaran Komunikasi Matematis Siswa, (Ejournal STKIP PGRI Sumbar, Vol.IV No.1, 2018), hal. 30-31.

a) Merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif. b) Dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa. c) Pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain. d) Dengan menggunakan discovery, anak akan belajar tentang cara menguasai salah satu model ilmiah yang dapat dikembangkan sendiri. e) Siswa belajar berpikir, menganalisis dan mencoba memecahkan masalah yang dihadapi sendiri, dimana kebiasaan ini akan di transfer dalam kehidupan nyata.9 Beberapa keuntungan pembelajar discovery, yaitu. a) Pengetahuan bertahan lama dan mudah di ingat. b) Hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil lainnya. c) Secara menyeluruh, belajar discovery bisa meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir bebas. Secara khusus, belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.10 Beberapa keunggulan strategi discovery learning menurut Suherman yang dikutip oleh Fahrurrozi menjelaskan bahwa: a) Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir. b) Siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat. c) Menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat. 9 Bayu Krisna, dkk, Op.Cit, hal. 104. 10 Bayu Krisna, dkk, Loc.Cit.

d) Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan pembelajaran discovery learning akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks. e) Metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.11 5) Kelemahan Discovery Learning Menurut Hosnan yang dikutip oleh Salmi mengemukakan beberapa kekurangan dari pembelajaran discovery learning, yaitu: a) Menyita banyak waktu karena guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing, b) Kemampuan berpikir rasional peserta didik ada yang masih terbatas. c) Tidak semua peserta didik dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini.12 Setiap strategi pembelajaran pasti memiliki kekurangan, namun kekurangan tersebut dapat diminimalisir agar berjalan secara optimal. Di kutip dari Westwood, Salmi mengemukakan pembelajaran menggunakan discovery akan efektif jika terjadi hal-hal berikut: a) Proses belajar dibuat secara terstruktur dengan hati-hati, b) Peserta didik memiliki pengetahuan dan keterampilan awal untuk belajar, c) Guru memberikan dukungan yang dibutuhkan peserta didik untuk melakukan penyelidikan.13 b. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) 1) Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) Pembelajaran berbasis masalah dalam bahasa Inggris diistilahkan Problem Based Learning (PBL) pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1970-an sebagai salah satu upaya menemukan solusi dalam diagnosa dengan membuat pertanyaan-pertanyaan sesuai situasi yang ada. Berikut beberapa pengertian pembelajaran berbasis masalah yang di kutip oleh Tina Sri Sumartini dari beberapa penulis lainnya: 11 Fahrurrozi dan Syukrul Hamdi, Loc.Cit,. 12 Salmi, Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dalam Meningkatkan Hasil Belajar Ekonomi Peserta Didik Kelas XII IPS.2 SMA Negeri 13 Palembang, (Jurnal Profit Volume 6, Nomor 1, 2019), hal. 5. 13 Salmi, Loc.Cit,.

a) Duch mendefinisikan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang mempunyai ciri menggunakan masalah nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis, keterampilan pemecahan masalah, dan memperoleh pengetahuan mengenai esensi materi pembelajaran. b) Suradijono, PBL adalah pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru. c) Boud & Felleti menyatakan bahwa Problem based learning is a way of constructing and teaching course using problem as a stimulus and focus on student activity.14 Sedangkan Iyam Maryati menguraikan 2 pengertian pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) sebagai berikut: a) Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world). b) Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan.15 Pembelajaran berbasis masalah pada intinya merupakan suatu strategi pembelajaran yang diawali dengan penyajian adanya suatu masalah dalam 14 Tina Sri Sumartini, Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa melalui Pembelajaran Berbasis Masalah, (Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 1, 2015), hal. 5. 15 Iyam Maryati, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Pola Bilangan di Kelas VII Sekolah Menengah Pertama, (Jurnal Mosharafa, Volume 7, Nomor 1, 2018), hal. 68-69.

kehidupan sehari-hari yang kemudian digunakan untuk membuat atau merangsang peserta didik untuk belajar lebih lanjut.16 2) Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Adapun karakteristik dari pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah: a) Belajar dimulai dengan satu masalah, b) Memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata siswa, c) Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan seputar disiplin ilmu, d) Memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, e) Menggunakan kelompok kecil, f) Menuntut siswa untuk mendemonstrasi-kan yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau kinerja.17 3) Tahapan dalam penerapan PBL a) Orientasi peserta didik pada masalah. Pada tahap ini, pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Hal ini sangat penting untuk memberikan motivasi agar peserta didik dapat mengetahui pembelajaran yang akan dilakukan. Kegiatan pembelajaran yang dimungkinkan adalah sebagai berikut. 1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. 2) Guru mengajukan fenomena atau cerita untuk memunculkan masalah terkait pola, memotivasi peserta didik dengan menyampaikan kegunaan praktis dari pemahaman peserta didik terhadap penerapan pola yang dapat dipergunakan untuk menduga atau membuat suatu generalisasi atau kesimpulan. 16 Ibid, hal. 69-72. 17 Ibid, hal. 66.

3) Guru selanjutnya menjelaskan cara pembelajaran yang akan dilaksanakan berikutnya yaitu melalui penyelidikan, kerja kelompok, dan presentasi hasil. b) Mengorganisasi peserta didik dalam belajar. Pada tahap ini aktivitas utama guru adalah membantu peserta didik untuk belajar (mengorganisasikan peserta didik untuk belajar yang berhubungan dengan masalah yang diberikan). Kegiatan pembelajaran yang dimungkinkan adalah: 1) Guru mengelompokkan peserta didik dalam kelompok kecil yang terdiri atas 4-5 orang. 2) Guru memberi tugas kelompok untuk menyelesaikan masalah yang diberikan dengan melalui diskusi kelompok. 3) Guru memberi kesempatan kepada kelompok untuk membaca buku peserta didik atau sumber lain atau melakukan penyelidikan guna memperoleh informasi yang berkaitan dengan masalah yang diberikan. c) Membimbing penyelidikan secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini, guru membimbing peserta didik dalam memecahkan masalah melalui penyelidikan individu maupun kelompok. d) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Pada tahap ini guru dapat membimbing peserta didik untuk mengembangkan hasil penyelidikannya dan meminta peserta didik mempresentasikan hasil temuannya. Kegiatan pembelajaran yang dimungkinkan sebagai berikut. 1) Guru meminta peserta didk untuk mengembangkan hasil penyelidikan menjadi bentuk umum (rumus umum). 2) Guru meminta perwakilan kelompok untuk menyampaikan hasil temuannya (jawaban terhadap masalah yang diberikan) dan memberi kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi dan memberi pendapat terhadap presentasi kelompok. e) Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Pada tahap ini guru memandu/memfasilitasi peserta didik untuk menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah yang diperolehnya. Kegiatan pembelajaran sebagai berikut: 1) Guru membimbing siswa untuk melakukan analisis terhadap pemecahan masalah yang terkait. 2) Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. 3) Guru melakukan evaluasi hasil belajar mengenai materi yang telah dipelajari siswa.18 Menurut John Dewey yang dikutip oleh Eko Sudarmanto dkk menjelaskan 6 langkah PBL yang kemudian ia namakan metode pemecahan masalah, yaitu: a) Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.. b) Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang. c) Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang ia miliki.. d) Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah. e) Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan. f) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.19 Sedangkan menurut Pannen kutipan dari Eko Sudarmanto dkk dalam bukunya mengemukakan 8 langkah pemecahan masalah dalam model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), yaitu: a) Mengidentifikasi masalah; 18 Iyam Maryati, Loc.Cit,. 19 Eko Sudarmanto, dkk, Model Pembelajaran Era Society 5.0, (Cirebon: Insania, 2021), hal. 94-95.

b) Mengumpulkan data; c) Menganalisis data; d) Memecahkan masalah berdasarkan data yang ada dan analisisnya; e) Memilih cara untuk memecahkan masalah; f) Merencanakan penerapan pemecahan masalah; g) Melakukan ujicoba terhadap rancana yang ditetapkan, dan; h) Melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah.20 4) Kelebihan Manfaat Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Sebagai suatu strategi pembelajaran, pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dinilai memiliki beberapa kelebihan, di antaranya: a) Dapat membuat pendidikan di sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja. b) Dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil, yang selanjutnya dapat mereka gunakan pada saat menghadapi masalah yang sesungguhnya di masyarakat kelak. c) Dapat merangsang pengembangan kemampuan berpikir secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses pembelajarannya, para siswa banyak melakukan proses mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai aspek.21 Adapun manfaat yang diperoleh melalui PBL menurut Gick dan Holyoak yang dikutip oleh Tina Sri Sumartini mengemukan antara lain: a) Motivasi (Motivation) PBL membuat siswa lebih terlibat dalam pembelajaran sebab mereka terikat untuk merespon dan karena mereka merasa diberi kesempatan untuk mendapatkan hasil (dampak) dari penyelidikan. b) PBL menawarkan siswa sebuah jawaban yang jelas terhadap pertanyaan dan dunia nyata. c) Berfikir Tingkat tinggi (Higher Order Thinking). 20 Ibid, hal. 96. 21 Ibid, hal. 98.

d) Pembelajaran bagaimana belajar (Learning How To Learn). PBL meminta siswa untuk menghasilkan cara mereka sendiri mendefinisikan masalah, mencari informasi, menganalisis data dan membuat serta menguji hipotesis. e) Keaslian (Authenticity). PBL melibatkan siswa dalam mempelajari informasi dalam cara yang sama ketika mengingatnya kembali dan menerapkan dalam situasi yang akan datang dan menilai pembelajaran dengan cara mendemonstrasikan pemahaman dan bukan kemahiran belaka.22 5) Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Sebagai sebuah strategi pembelajaran, selain memiliki kelebihan, PBL juga memiliki kekurangan. Kekurangan PBL antara lain: a) Sering terjadi kesulitan dalam menemukan permasalahan yang sesuai dengan tingkat berpikir siswa. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan tingkat kemampuan berpikir pada para siswa. b) Sering memerlukan waktu yang lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan cara konvensional. c) Sering mengalami kesulitan dalam perubahan kebiasaan belajar dari yang semula belajar mendengar, mencatat dan menghafal informasi yang disampaikan guru, menjadi belajar dengan cara mencari data, menganalisis, menyusun hipotesis, dan memecahkannya sendiri.23 c. Pembelajaran Kontektual (contextual learning) 1) Pengertian Pembelajaran Kontestual Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang berorientasi pada penciptaan semirip mungkin dengan situasi “dunia nyata”. Melalui pembelajaran kontekstual dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata, sehingga dapat membantu siswa untuk memahami materi pelajaran. Sehubungan dengan itu, Suprijono menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi 22 Tina Sri Sumartini, Op.Cit, hal. 6. 23 Eko Sudarmanto, Op.Cit, hal. 98-99.

dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.24 Jonson juga mengartikan pembelajaran kontekstual adalah suatu proses Pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya,sosialnya dan budayanya.25 2) Prinsip-prinsip Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa prinsip dasar. Adapun prinsip- prinsip dalam pembelajaran kontekstual menurut Suprijono adalah sebagai berikut. a) Saling ketergantungan, artinya prinsip ketergantungan merumuskan bahwa kehidupan ini merupakan suatu sistem. Lingkungan belajar merupakan sistem yang mengitegrasikan berbagai komponen pembelajaran dan komponen tersebut saling mempengaruhi secara fungsional. b) Diferensiasi, yakni merujuk pada entitas-entitas yang beraneka ragam dari realitas kehidupan di sekitar siswa. Keanekaragaman mendorong berpikir kritis siswa untuk menemukan hubungan di antara entitas-entitas yang beraneka ragam itu. Siswa dapat memahami makna bahwa perbedaan itu rahmat. c) Pengaturan diri, artinya prinsip ini mendorong pentingnya siswa mengeluarkan seluruh potensi yang dimilikinya. Ketika siswa menghubungkan materi akademik dengan konteks keadaan pribadi mereka, siswa terlibat dalam kegiatan yang mengandung prinsip pengaturan diri. 3) Komponen-komponen yang Terdapat dalam Pembelajaran Kontekstual Dalam pembelajaran kontekstual, ada beberapa komponen utama pembelajaran efektif. Komponen-komponen itu merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dalam pembelajaran kontekstul. Komponen-komponen dimaksud 24 Djahura dkk, Konsep Pembelajaran Kontekstual, (Surabaya: Citra Media, 2011), hal. 79 25 Kunadar, Guru Profesesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sersifikasi Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2007), hal. 295

adalah konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), permodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment). a) Constructivism (Konstruktivisme) Kontrukstivisme merupakan landasan berpikir pendekatan CTL, yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperkuat melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak tibatiba. Dalam konteks pembelajaran, konstruktivisme lebih menekankan pada aktivitas siswa dalam menemukan pemahaman mereka sendiri daripada kemampuan menghafal teori-teori yang ada dalam buku pelajaran saja. Oleh karena itu siswa perlu dikondisikan untuk terbiasa memecahkan masalah, menemukan hal-hal yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan gagasan-gagasan atau ide-ide yang inovatif. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan di benak mereka sendiri, karena guru yang bertugas untuk mentransfer ilmu tidak akan mungkin mampu memberikan semua pengetahuan pada siswa. Dengan dasar tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” pengetahuan dan bukan hanya sekedar “menerima” pengetahuan26 b) Inquiry (Menemukan) Menemukan merupakan bagian inti dari pembelajaran berbasis CTL, artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencapaian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Inkuiri merupakan proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman, dalam proses ini siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis untuk memperoleh seperangkat pengetahuan. c) Questioning (Bertanya) Semua ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Salah satu faktor psikologi yang mendorong seseorang untuk belajar adalah adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki apa yang ada dalam kehidupan di dunia yang lebih luas. Bertanya merupakan kegiatan yang sangat 26 Suryanti dkk, Model-model Pembelajaran Inovatif (Surabaya: UNESA University Press, 2008), hal. 7

pokok dan mendasar bagi guru maupun siswa dalam pembelajaran berbasis CTL d) Learning Community/Society (Kelompok/Masyarakat belajar) Leo Semenovich Vygotsky, seorang psikolog Rusia, menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman anak banyak ditopang oleh komunikasi dengan orang lain. Begitu juga dalam kehidupan, suatu permasalahan tidak mungkin dapat dipecahkan sendiri, tetapi membutuhkan bantuan dan peran orang lain yakni dalam bentuk kerjasama, saling memberi dan menerima. Learning community/society adalah kelompok manusia yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran, yang membuat mereka bisa saling bertukar ide dan pengetahuan untuk memperdalam pemahaman terhadap pengetahuan yang mereka miliki. e) Modelling (Pemodelan) Modelling atau pemodelan adalah sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, dengan menyediakan model yang bisa diamati dan ditiru oleh setiap siswa. Misalnya: guru fisika memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat, guru bahasa mengajarkan bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olahraga memberikan contoh bagaimana cara melempar bola, dan lain sebagianya. Dalam kelas CTL, kegiatan modelling tidak menjadikan guru sebagai satusatunya model dalam belajar, tetapi dapat juga memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan untuk memperagakan/mendemonstrasikan sesuatu di depan kelas kepada teman-temannya, seorang ahli yang didatangkan di kelas, media belajar dan lain-lain.27 f) Reflection (Refleksi) Refleksi berarti upaya think back (berpikir ke belakang) atau kegiatan flash back, yakni berpikir tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu, dan berpikir tentang apa yang baru dipelajari dalam sebuah pembelajaran oleh siswa. Dalam hal ini siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai 27 Mihmidaty Ya’cub, Penerapan CTL Dalam Pembelajaran Ilmu Agama Dan Umum Di Pesantren Hidayatullah Surabaya, (Jurnal dalam majalah NIZAMIA, Volume 8, Nomor 2 Desember 2005), hal. 179.

struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.Dengan kata lain, refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima g) Authentic Assessment (Penilaian Sebenarnya) Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran pengetahuan perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan bena 4) Karateristik pembelajaran kontekstual a) Pembelajaran dilaksankan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang di arahkan pada ketercapain keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan alamiah. b) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas yang bermakna c) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa d) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok,berdiskusi, saling mengoreksi antar teman. e) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, kerja sama, dan saling memahami atara satu dengan yang lain secara mendalam. f) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama g) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi menyenangkan.28 5) Kelebihan dari Pembelajaran Kontekstual a) Peserta didik mampu menghubungkan teori dengan kondisi di lapangan yang sebenarnya. b) Peserta didik dilatih agar tidak tergantung pada menghapal materi 28 Mansur Muslich, Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), hal. 42

c) Melatih peserta didik untuk berpikir kritis dalam meghapdapi suatu permasalaha d) Melatih peserta didik untuk berani menyampaikan argumen, bertanya, serta menyampaikan hasil pemikiran e) Melatih kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. 6) Kelemahan dari pembelajaran Kontekstual a) Membutuhkan waktu lama dalam pelaksanaannya b) Membutuhkan banyak biaya d. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) 1) Pengertian Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran”29 a) Menrut Lee pembelajaran Kooperatif adalah sistem pembelajaran yang memberi kesempatan dalam tugas-tugas terstruktur, dan guru dalam sistem ini sebagai fasilator. b) menurut wina Sanjaya model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.30 c) Menurut johnson pembelajaran kooperatif adalah suatu penggunaan pembelajaran kelompok-kelompk kecil sehingga para siswa bekerjasama untuk memaksimalisir belajar mereka.31 2) Prinsip Pembelajaran Kooperatif Menurut Roger dan David Johnson (Lie,) dalam Rusman ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut: 29 Ngalimun, Strategi dan Model Pembelajaran, (Yogyakarta, Aswaja Pressindo, 2012), hal. 5 30 Siti Rodliyah, Pembelajaran Kooperatif model jinsaw Untuk mengajar Geografi, (Jakarta : PT Cipta Gading Artha), hal. 21 31 Hartono, Pembelajaran Aktif Inofatif Kreatif Efektif dan menyenangkan, (Pekanbaru : Zanafa Publishing,2008) ,hal. 25

a) Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence), yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan. b) Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut. c) Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain. d) Partisipasi dan komunikasi (participation communication), yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran. e) Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif32 3) Model-Model Cooperative Learning Dalam cooperative learning terdapat beberapa model yang di terapkan di antar lain a) Jigsaw Dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya, guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif, yang terdiri atas empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggung jawab terhadap penguasaan setiap komponen atau 32 Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 212

subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari tiap-tiap kelompok yang bertanggung jawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri atas dua atau tiga orang. Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam : Belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya, Merencanakan cara mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu, siswa tersebut kembali lagi kepada kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtipok lainnya juaga bertindak serupa. Dengan demikian, seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Oleh karena itu, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan. model ini mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal dan penyelenggarannya di bentuk secara bertahap. b) Group Invesgation Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelen. Berbeda dengan STAD dan Jigsau, para model ini siswa terlibat dalam perencanaan, baik yang dipelajari maupun hasil penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit dari pada pendekatan yang lebih terpusat dari guru. Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa yang heterogen. Dam beberapa kasus, kelompok dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban, persahabatan, atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya, siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan mendalam atas topik tang dipilih. Selanjutnya, mereka menpertimbangkan dan mempresentasikan laporan kepada seluruh kelas c) Listening Team

Pada model ini di awali dengan pemaparan materi pelajaran oleh guru, kemudian guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dan kelompokmempunyai peran masing-masing. d) TGT (Team Games Tournamen) Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa hiterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bisa berbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamika kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskusi nyaman dan menyenangkan seperti dalam kondisi permainan yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah, lembut, santun, dan ada sajian bodoran. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehingga terjadi diskusi kelas. Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, atau dalam rangka mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian rapor. e) Role Playing Metode role playing adalah cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, bergantung pada apa yang diperankan. Kelebihan metode ini adalah seluruh siswa dapat berpartisipasi dan mempunyai kesempatan untuk menguji kemampuannya dalam bekerja sama f) Student Teams Achievement Division (STAD) Dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD juga mengacu pada belajar kelompok siswa dan menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu dengan menggunakan persentasi verbal atau teks. Siswa dalam kelas tertentu dibagi menjadi kelompok dengan jumlah anggota 4-5 orang. Setiap kelompok harus heterogen, terdiri atas perempuan dan laki-laki, berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Anggota tim menggunakan

lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya, kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis dengan cara berdiskusi. Secara individual, setiap minggu atau setiap dua minggu,siswa diberi kuis. Kuis tersebut diberi skor dan setiap siswa diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak berdasarkan skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor yang lalu. Setiap minggu, pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tertinggi, atau siswa mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu. Kadang-kadang, seluruh tim mencapai kriteria tertentu yang dicantumkan dalam lembar itu. 4) Karakteristik Pembelajaran Kooperatif Menurut Wina Sanjaya karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya adalah pembelajaran secara tim, didasarkan pada manajemen kooperatif, kemauan untuk bekerja sama, dan keterampilan bekerja sama a) Pembelajaran secara tim Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Semua anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itulah, kriteria keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh keberhasilan tim. b) Didasarkan pada manajemen kooperatif Pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan secara efektif, misalnya tujuan apa yang akan dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk mencapai tujuan itu dan lain-lain. c) Kemauan untuk bekerja sama Dalam pembelajaran kooperatif setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan

perlunya saling membantu. Misalnya, yang pandai membantu yang kurang pandai. d) Keterampilan bekerja sama Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikkan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain33 5) Kelebihan Pembelajaran Kooperatif a) Melalui model pembelajaran kooperatif, siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berfikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain. b) Model pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan, mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain. c) Model pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa untuk menhargai orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. d) Model pembelajaran kooperatif dapat memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar. e) Model pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan orang lain, mengembangkan keterampilan, dan sikap positif terhadap sekolah. f) Model pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahaman sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya. 33 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta, Kencana, 2006), hal. 244-246

g) Model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa mengelola informasi dan kemampuan belajar abs- trak menjadi nyata. h) Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan berfikir. Hal ini berguna untuk pendidikan jangka panjang. 6) Kelemahan Pembelajaran Kooperatif a) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, di- samping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran, dan waktu. b) Pproses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai. c) Sama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. d) Saat diskusi terkadang didominasi seseorang, hal ini meng-akibatkan siswa yang lain menjadi pasif. e) Bisa menjadi tempat mengobrol atau gosip. Hal ini terjadi jika anggota kelompok tidak mempunyai kedisiplinan dalam belajar, seperti datang terlambat, mengobrol atau bergosip membuat waktu berlalu begitu saja sehingga tujuan untuk belajar menjadi sia-sia.34 e. Pembelajaran Saintifik (Scientific Learning) 1) Pengertian Pembelajaran Saintifik (Scientific Learning) Dalam Kurikulum 2013 yang sekarang mulai diterapkan di sebagian sekolah-sekolah, ada dikenal namanya istilah pembelajaran saintifik. Secara Istilah pengertian dari pembelajaran saintifik (scientific learning) adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan pengumpulan 34 Wina Sanjaya, Op.Cit., hal. 249-251

data melalui observasi, menanya, eksperimen, mengolah infomasi atau data, kemudian mengkomunikasikan.35 Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Hosnan pembelajaran saintifik (scientific learning) adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengontruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan. Pembelajaran saintifik (scientific learning) dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada siswa dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pembelajaran ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Pembelajaran saintifik digunakan di sekolah untuk membiasakan siswa berfikir secara kritis dan logis.36 Menurut Rusman (2017: 422) “pembelajaran saintifik (scientific learning) adalah sebuah pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa melalui kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba dan membuat jejaring”.37 Sedangkan menurut Hilda “pembelajaran saintifik (scientific learning) ialah pembelajaran yang menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung baik menggunakan observasi, eksperimen maupun cara yang lainnya, sehingga realitas yang akan berbicara sebagai informasi atau data yang diperoleh selain valid juuga dapat dipertanggungjawabkan”. Pembelajaran saintifik (scientific learning) diharapkan mampu menjadi faktor bagi perkembangan dan 35 Permendikbud Republik Indonesia No 103 Tahun 2014 Tentang: Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta: Dikdas dan Dikmen, 2014), hal. 19 36 Muhammad Hosnan, Pendekatan saintifik dan kontekstual dalam pembelajaran abad 21, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014), hal. 34 37 Rusman, Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2017), hal. 422

pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa dalam pembelajaran.38 Proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran saintifik (scientific learning) diarahkan agar peserta didik mampu merumuskan masalah (dengan banyak menanya), bukan hanya menyelesaikan masalah dengan menjawab saja. Proses pembelajaran diharapan diarahkan untuk melatih berpikir analitis (peserta didik diajarkan bagaimana mengambil keputusan) bukan berpikir mekanistis (rutin dengan haya mendengarkan dan mengahapal semata.39 Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaannya pembelajaran saintifik (scientific learning) berlandaskan pada kaidah keilmuan yang menekankan pentingnya kerjasama siswa dalam aktivitas pengumpulan data melalui observasi, menanya, eksperimen, mengolah data atau informasi, dan mengkomunikasikan. Selama pembelajaran berlangsung siswa harus dapat mencari tahu sendiri dari berbagai sumber melalui observasi tentang hal yang dipelajari, tidak hanya menerima informasi dan menjawab pertanyaan dari guru saja. 2) Karakteristik dan Prinsip Pembelajaran Scientifik (Scientific Learning) Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran saintifik (scientific learning) memiliki karakteristik dan prinsip. Menurut Hosnan pembelajaran saintifik (scientific learning) memiliki karakteristik sebagai berikut:40 a) Berpusat pada siswa; b) Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengontruksi konsep, hokum atau prinsip; c) Melibatkan proses-prose kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelektual, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa; 38 Lelya Hilda, Pendekatan Saintifik Pada Proses Pembelajaran (Telaah Kurikulum), (Jurnal Darul ‘Ilmi Vol. 03, 2015), hal. 71 39 Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), hal. 194 40 Muhammad Hosnan, Op.Cit., hal. 36

d) Dapat mengembangkan karakter siswa. Selain karakteristik, Hosnan juga menyebutkan prinsip-prinsip pembelajaran dengan pembelajaran saintifik (scientific learning) yaitu:41 a) Pembelajaran berpusat pada siswa; b) Pembelajaran membentuk students self concept; c) Pembelajaran terhindar dari verbalisme; d) Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hokum, dan prinsip; e) Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa; f) Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru; g) Memberikan kesempatan pada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi; h) Adanya proses validasi terhadap konsep, hokum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kogntifnya. 3) Tujuan Pembelajaran Saintifik (Scientific Learning) Menurut Hosnan beberapa tujuan pembelajaran saintifik (scientific learning) adalah sebagai berikut:42 a) Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. b) Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik. c) Terciptanya kondisi pembelajaran di mana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan. d) Diperolehnya hasil belajar yang tinggi. e) Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah. 41Loc.Cit., hal. 37 42 Ibid., hal. 36

f) Untuk mengembangkan karakter siswa. Jadi dapat disimpulkan tujuan pembelajaran saintifik (scientific learning) adalah untuk mengembangkan karakter siswa. Selain itu juga untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa sehingga siswa memiliki kemampuan untuk meyelesaikan setiap masalah yang dihadapinya dan memiliki hasil belajar yang tinggi. 4) Langkah-Langkah Pembelajaran Saintifik (Scientific Learning) Proses pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran saintifik (scientific learning) menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meliputi lima langkah, yaitu: mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Selanjutnya dijelaskan sebagai berikut. 43 a) Mengamati, yaitu kegiatan siswa mengidentifikasi melalui indera penglihat (membaca, menyimak), pembau, pendengar, pengecap dan peraba pada waktu mengamati suatu objek dengan ataupun tanpa alat bantu. Alternatif kegiatan mengamati antara lain observasi lingkungan, mengamati gambar, video, tabel dan grafik data, menganalisis peta, membaca berbagai informasi yang tersedia di media masa dan internet maupun sumber lain. Bentuk hasil belajar dari kegiatan mengamati adalah siswa dapat mengidentifikasi masalah. b) Menanya, yaitu kegiatan siswa mengungkapkan apa yang ingin diketahuinya baik yang berkenaan dengan suatu objek, peristiwa, suatu proses tertentu. Dalam kegiatan menanya, siswa membuat pertanyaan secara individu atau kelompok tentang apa yang belum diketahuinya. Siswa dapat mengajukan pertanyaan kepada guru, narasumber, siswa lainnya dan atau kepada diri sendiri dengan bimbingan guru hingga siswa dapat mandiri dan menjadi kebiasaan. Pertanyaan dapat diajukan secara lisan dan tulisan serta harus dapat membangkitkan motivasi siswa untuk tetap aktif dan gembira. Bentuknya dapat berupa kalimat pertanyaan dan kalimat hipotesis. Hasil 43 Kemdikbud, Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013, (Jakarta: Kemdikbud, 2016).

belajar dari kegiatanmenanya adalah siswa dapat merumuskan masalah dan merumuskan hipotesis. c) Mengumpulkan data, yaitu kegiatan siswa mencari informasi sebagai bahan untuk dianalisis dan disimpulkan. Kegiatan mengumpulkan data dapat dilakukan dengan cara membaca buku, mengumpulkan data sekunder, observasi lapangan, uji coba (eksperimen), wawancara, menyebarkan kuesioner, dan lain-lain. Hasil belajar dari kegiatan mengumpulkan data adalah siswa dapat menguji hipotesis. d) Mengasosiasi, yaitu kegiatan siswa mengolah data dalam bentuk serangkaian aktivitas fisik dan pikiran dengan bantuan peralatan tertentu. Bentuk kegiatan mengolah data antara lain melakukan klasifikasi, pengurutan (sorting), menghitung, membagi, dan menyusun data dalam bentuk yang lebih informatif, serta menentukan sumber data sehingga lebih bermakna. Kegiatan siswa dalam mengolah data misalnya membuat tabel, grafik, bagan, peta konsep, menghitung, dan pemodelan. Selanjutnya siswa menganalisis data untuk membandingkan ataupun menentukan hubungan antara data yang telah diolahnya dengan teori yang ada sehingga dapat ditarik simpulan dan atau ditemukannya prinsip dan konsep penting yang bermakna dalam menambah skema kognitif, meluaskan pengalaman, dan wawasan pengetahuannya. Hasil belajar dari kegiatan menalar/mengasosiasi adalah siswa dapat menyimpulkan hasil kajian dari hipotesis. e) Mengomunikasikan, yaitu kegiatan siswa mendeskripsikan dan menyampaikan hasil temuannya dari kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan dan mengolah data, serta mengasosiasi yang ditujukan kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan dalam bentuk diagram, bagan, gambar, dan sejenisnya dengan bantuan perangkat teknologi sederhana dan atau teknologi informasi dan komunikasi. Hasil belajar dari kegiatan mengomunikasikan adalah siswa dapat memformulasikan dan mempertanggungjawabkan pembuktian hipotesis. Secara jelas, langkah-langkah pembelajaran saintifik (scientific learning) dapat digambarkan sebagai berikut, menurut Permendikbud Nomor 81 A Tahun

2013 Lampiran IV, proses pembelajaran terdiri dari lima pengalaman belajar pokok. Berikut kelima langkah pembelajaran dan keterkaitan dengan kegiatan belajar serta maknanya:44 Langkah-Langkah Kegiatan Belajar Kompetensi Yang Pembelajaran Dikembangkan Mengamati Membaca, Mengamati mendengar, menyimak, melihat Melatih kesungguhan, ketelitian, mencari (tanpa atau dengan alat). informasi. Menanya Menanya Mengajukan Mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, pertanyaan tentang informasi kemampuan merumuskan yang tidak dipahami dari apa pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang diamati atau pertanyaan yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang untuk mendapatkan informasi hayat tambahan tentang apa yang Mengembangkan sikap diamati (dimulai dari teliti, jujur, sopan, pertanyaan faktual sampai ke menghargai pendapat orang lain, kempuan pertanyaan yang bersifat berkomunikasi, menerapkan hipotetik). kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai Mengumpulkan  Melakukan eksperimen informasi/eksperimen  Membaca sumber lain cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan selaian buku teks  Mengamati objek/kejadian  Aktivitas  Wawancara dengan narasumber 44 Permendikbud 81a Tahun 2013, Tentang: Pendekatan dan Strategi Pembelajaran, lampiran IV.

belajar, dan belajar sepanjang hayat. Mengasosiasikan/meng  Mengolah informasi yang Mengembangkan sikap olah informasi sudah dikumpulkan baik jujur, teliti, disiplin, taat terbatas dari hasil kegiatan aturan, kerja keras, mengumpulkan/eksperimen kemampuan menerapkan maupun hasil dari kegiatan prosedur dan kemampuan mengamati dan kegiatan berfikir induktif serta mengumpulkan informasi. deduktif dalam  Pengolahan informasi yang menyimpulkan. dikumpulkan dari yang bersifat menambah keleluasaan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Mengkomunikasikan Menyampaikan hasil Mengembangkan sikap pengamatan, kesimpulan jujur, teliti, toleransi, berdasarkan hasil analisis secara kemampuan berpikir lisan, tertulis, atau media sistematis, mengungkapkan lainnya. pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

5) Kelebihan Dan Kekurangan Pembelajaran Saintifik Dengan karakteristik yang terdapat dalam langkah-langkah pembelajarannya, pembelajaran saintifik (scientific learning) memiliki kelebihan sebagai berikut :45 a) Memandu siswa untuk memecahkan masalah melalui kegiatan perencanaan yang matang, pengumpulan data, analisis data untuk menghasilkan kesimpulan. b) Menuntun siswa berpikir sistematis, kritis, kreatif, melakukan aktivitas penelitian dan membangun konseptualisasi pengetahuan. c) Membina kepekaan siswa terhadap problematika yang terjadi di lingkungannya. d) Membiasakan siswa menanggung resiko pembelajaran. e) Membina kemampuan siswa dalam berargumentasi dan komunikasi. f) Mengembangkan karakter siswa. Namun demikian, di samping kelebihan-kelebihan di atas pembelajaran saintifik (scientific learning) juga memiliki kekurangan atau kelemahan antara lain sebagai berikut : a) Dapat menghambat laju pembelajaran yang menyita waktu. b) Kegagalan dan kesalahan dalam melakukan eksperimen akan berakibat pada kesalahan penyimpulan. c) Apabila terdapat siswa yang kurang berminat terhadap materi yang dipelajari, dapat menyebabkan pembelajaran menjadi tidak efektif. Dalam menyikapi beberapa kekurangan yang mungkin ditemui dalam penerapan pembelajaran saintifik (scientific learning) di atas, tentu saja guru harus selalu berupaya untuk meminimalisirnya. Misalnya untuk menghindari kesalahan penyimpulan, guru perlu memantau sekaligus memberikan bantuan (scaffolding) selama proses pembelajaran. Sedangkan untuk antisipasi pembelajaran yang menyita waktu maupun untuk menarik minat siswa, guru 45 Abidin Y, Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013, (Bandung : PT Refika Aditama, 2014), hal. 55

perlu melakukan persiapan matang termasuk dari segi bahan ajar yang memenuhi kriteria praktis, dan efektif C. Kesimpulan Pembelajaran aktif adalah segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan siswa berperan secara aktif dalam proses pembelajaran, baik dalam bentuk interaksi antar siswa, ataupun siswa dengan pendidik dalam proses pembelajaran tersebut. Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi mereka miliki. Di samping itu, pembelajaran aktif juga untuk menjaga perhatian siswa atau anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran. Dan dalam proses kegiatan belajar mengajar akan lebih mudah dipahami serta lebih lama diingat siswa, apabila siswa dilibatkan secara aktif baik mental, fisik, dan sosial. Dalam pelaksanaan pembelajaran aktif guru dapat menggunakan berbagai metode yang sesuai dengan kondisi siswa. Penggunaan metode belajar aktif dalam kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif apabila disesuaikan dengan kondisi belajar dan kemampuan guru dalam melaksanakan metode tersebut.

Daftar Kepustakaan Abidin Y. 2015. Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung : PT Refika Aditama. Afria Susana. 2019. Pembelajaran Discovery Learning Menggunakan Multimedia Interaktif. Bandung: Tata Akbar. Bayu Krisna, dkk. 2018. Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dasar dan Pengukuran Listrik SMK. Jurnal Pendidikan Teknik Elektro Undiksha, Vol.7 No.3, ISSN 2599-1531. Djahura, dkk. 2011. Konsep Pembelajaran Kontekstual. Surabaya: Citra Media. Fahrurrozi dan Syukrul Hamdi. 2017. Metode Pembelajaran Matematika. Universitas Hamzanwadi Press. Hartono. 2008. Pembelajaran Aktif Inofatif Kreatif Efektif dan menyenangkan. Pekanbaru : Zanafa Publishing. Hilda, Lelya. 2015. Pendekatan Saintifik Pada Proses Pembelajaran: Telaah Kurikulum. Jurnal Darul ‘Ilmi Vol. 03. Hosnan, Muhammad. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia. Kemdikbud. 2016. Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kemdikbud. Kunadar. 2007. Guru Profesesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sersifikasi Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Majid, Abdul. 2014. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Maryati, Iyam. 2018. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Pola Bilangan di Kelas VII Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Mosharafa, Volume 7, Nomor 1. Mihmidaty Ya’cub 2005. Penerapan CTL Dalam Pembelajaran Ilmu Agama Dan Umum Di Pesantren Hidayatullah Surabaya. Jurnal dalam majalah NIZAMIA, Volume 8, Nomor 2 Desember. Muslich, Mansur. 2009. Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta : Bumi Aksara. Ngalimun. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta, Aswaja Pressindo.

Permendikbud 81a Tahun 2013. Tentang: Pendekatan dan Strategi Pembelajaran. lampiran IV. Permendikbud Republik Indonesia No 103 Tahun 2014 Tentang, 2014. Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Dikdas dan Dikmen. Rodliyah, Siti. Pembelajaran Kooperatif model jinsaw Untuk mengajar Geografi. Jakarta : PT Cipta Gading Artha. Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada. Rusman, 2017. Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan Jakarta: Kencana. Salmi. 2019. Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dalam Meningkatkan Hasil Belajar Ekonomi Peserta Didik Kelas XII IPS.2 SMA Negeri 13 Palembang. Jurnal Profit Volume 6, Nomor 1. Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta, Kencana. Septya, Egi, dkk. 2018. Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap Penalaran Komunikasi Matematis Siswa. Ejournal STKIP PGRI Sumbar, Vol.IV No.1. Sudarmanto, Eko, dkk. 2021. Model Pembelajaran Era Society 5.0. irebon: Insania. Sumartini, Tina Sri. 2015. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 1. Suryanti, dkk. 2008. Surabaya: UNESA University Press. Zaini, Hisyam, Barmawy Munthe dan Sekar Ayu Aryani. 2002. Strategi Pembelajaran Aktif diperguruan Tinggi. Yogyakarta: CTSD Inastitut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga. ttp://dc219.4shared.com/doc/GZOTdk9r/preview.diakses Tanggal 05 Oktober 2021


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook