Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Modul Suplemen KB2 PGSD PPKn

Modul Suplemen KB2 PGSD PPKn

Published by Zayyinul Firdaus, 2021-04-10 03:17:46

Description: Modul Suplemen KB2 PGSD PPKn

Search

Read the Text Version

MODUL SUPLEMEN PPG PGSD KEGIATAN BELAJAR 2 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN KB 2 PGSD PPKN 63

MODUL SUPLEMEN PPG PGSD KEGIATAN BELAJAR 2 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Penulis: Dr. Sutarno Dr. Sunarso Penelaah: Dr. At. Sugeng Priyanto, M.Si. Drs. Rohmad Widodo, M.Si. Triningsih, S.Pd.SD, M.Pd. Muchamad Haris Tarmidi, S.Pd.SD Copyright © 2020 Direktorat Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengcopy sebagian atau keseluruhan isi buku ini untuk kepentingan komersial tanpa izin tertulis dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan. KB 2 PGSD PPKN 64

DAFTAR ISI A. Pendahuluan ............................................................................................................67 1. Deskripsi Singkat..................................................................................................67 2. Manual Prosedur Penggunaan Modul.................................................................68 B. Inti ............................................................................................................................69 1. Capaian Pembelajaran :.......................................................................................69 2. Petunjuk Belajar (Aktivitas Pengalaman Belajar) ................................................69 C. Advanced Material ...................................................................................................70 1. Hak Asasi Manusia...............................................................................................72 a. Perkembangan Jaminan Konstitusional Terhadap HAM di Masa Lalu, Masa Kini dan Masa Datang...................................................................................73 b. Permasalahan HAM dalam Kehidupan di Masyarakat dan Siswa dengan Siswa.......................................................................................................... 100 2. Pengamalan Pancasila. ..................................................................................... 104 a. Hubungan Agama dan Pancasila ............................................................... 105 b. Kajian Ilmiah Filosofis Pancasila ................................................................ 107 c. Nilai-nilai Objektif dan Subjektif Pancasila................................................ 111 d. Makna Sila-sila Pancasila........................................................................... 114 e. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik, Hukum, Sosial Budaya, dan Ekonomi.............................................................................................. 117 f. Panduan Pengamalan Pancasila................................................................ 122 3. Hukum dan Sistem Peradilan di Indonesia....................................................... 126 a. Hakikat Indonesia Sebagai Negara Hukum .............................................. 127 b. Sistem Peradilan di Indonesia ................................................................... 132 D. Telaah kasus .......................................................................................................... 138 1. Kasus Pertama : Pelanggaran HAM di Sekolah ................................................ 138 2. Kasus Kedua : Implementasi Sila-sila Pancasila................................................ 140 E. Penutup ................................................................................................................. 141 KB 2 PGSD PPKN 65

1. Rangkuman....................................................................................................... 141 2. Tes formatif ...................................................................................................... 144 3. Refleksi ............................................................................................................. 159 4. Rujukan............................................................................................................. 159 KB 2 PGSD PPKN 66

A. Pendahuluan 1. Deskripsi Singkat Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn) pada dasarnya terdiri dari dua hal esensial yaitu Pendidikan Pancasila yang lebih bertumpu pada Pendidikan nilai-nilai moral Pancasila yang menghasilkan pribadi yang bermoral baik. Sedangkan Pendidikan Kewarganegaraan lebih menekankan pembentukan sebagai warga negara yang cinta tanah air dan baik. PPKn merupakan ilmu pengetahuan yang dimaksudkan membentuk warga negara Indonesia yang memahami akan hak dan kewajibannya berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam wadah NKRI yang menjunjung tinggi prinsip bhinneka tunggal ika. Jadi PPKn berupaya menjadikan peserta didik sebagai pribadi cerdas dan baik sesuai dengan nilai nilai Pancasila sekaligus warga negara yang cinta tanah air dan baik. Advanced material PPKn ini merupakan pengembangan dari modul pendalaman materi PPKn SD untuk PPG yang terdiri dari 4 Kegiatan Belajar (KB) yaitu; 1) Hak Asasi Manusia; 2) Persatuan dan Kesatuan dalam Keberagamaan Masyarakat Multikultur 3) Konsep Nilai, Moral, dan Norma, (4) Pancasila dan Kewarganegaraan Global. Berdasarkan KB tersebut dibuat 3 Advanced material PPKn SD yang terdiri dari (1) perkembangan jaminan konstitusional gagasan HAM masa lalu, masa kini dan masa datang, dan permasalahan HAM dalam kehidupan sehari-hari (2) Pengamalan Pancasila, (3) hukum dan sistim hukum di Indonesia. Mengapa dipilih ketiga hal ini sebagai Advanced material? Karena berbagai “kegaduhan” negeri ini banyak terkait dengan jalinan peristiwa HAM, Pancasila, dan hukum. Banyaknya pelanggaran HAM yang disebabkan belum KB 2 PGSD PPKN 67

maksimalnya upaya penegakan dan pemajuan HAM dianggap sebagai bentuk pengamalan Pancasila. Yang nyata (das sein) dianggap sebagai yang seharusnya (das sollen). Akibatnya Pancasila sering menjadi “sasaran tembak” bagi kelompok anti Pancasila untuk menyudutkan bahkan seruan untuk mengganti Pancasila. Namun sejarah selalu membuktikan bahwa Pancasila merupakan solusi terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia yang multikultural dalam segala segi ini. 2. Manual Prosedur Penggunaan Modul Petunjuk penggunaan model advanced material PPKn ini diawali dengan: a. Peserta memilih topik aktual yang sedang berkembang terkait dengan materi HAM, Pengamalan Pancasila, hukum dan sistem peradilan di Indonesia. b. Peserta mengidentifikasi masalah utama sebagai bagian dari topik aktual untuk dikembangkan aktivitas dalam proses pembelajaran c. Peserta menentukan aktivitas penyelidikan yang dapat dilaksanakan secara individu atau berkelompok d. Peserta menentukan indikator ketercapaian dari masing-masing tahapan kegiatan penyelidikan e. Peserta mengembangkan asesmen untuk mengukur ketercapaian dari setiap indikator dan membuat refleksi dari hasil ketercapaian dan kendala selama proses pembelajaran. KB 2 PGSD PPKN 68

B. Inti 1. Capaian Pembelajaran : Setelah mempelajari advanced materials pada kegiatan belajar ini, diharapkan Saudara mampu menguasai materi yang mencakup materi HAM, Persatuan dan Kesatuan dalam Keberagamaan Masyarakat Multikultur Konsep Nilai, Moral, dan Norma, serta Pancasila dan Kewarganegaraan Global. Sub capaian pembelajaran : a. Peserta didik mampu mensintesis perkembangan gagasan HAM masa lalu, masa kini dan masa datang b. Menganalisis kasus HAM dalam kehidupan sehari hari siswa SD c. Peserta didik mampu menganalisis pengamalan Pancasila d. Peserta didik mampu mengevaluasi berbagai peristiwa aktual berdasarkan hukum dan sistem peradilan di Indonesia; 2. Petunjuk Belajar (Aktivitas Pengalaman Belajar) a. Peserta mengamati fenomena/masalah topik aktual yang sedang berkembang dan aktual melalui berbagai sumber belajar offline dan online terkait dengan materi dalam modul yaitu HAM, Persatuan dan Kesatuan dalam Keberagamaan Masyarakat Multikultur Konsep Nilai, Moral, dan Norma, serta Pancasila dan Kewarganegaraan Global. b. Peserta menggali berbagai informasi kunci dan potensi pertanyaan yang muncul dari masalah utama untuk digunakan sebagai tahap awal kegiatan penyelidikan dengan memperhatikan hal-hal yang perlu dicermati KB 2 PGSD PPKN 69

c. Peserta merancang aktivitas penyelidikan dengan memanfaatkan ketersedian sumber belajar yang ada di lingkungannya, baik sumber belajar cetak maupun non cetak. d. Peserta melakukan peragaan bagaimana pemerolehan data dan cara menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi selama proses penyelidikan e. Peserta mampu mengkomunikasikan temuan dan evaluasinya atas materi offline dan Online dengan dukungan konsep tepat C. Advanced Material Agar Saudara memiliki kompetensi yang diharapkan dalam mempelajari advanced material PPKn pada kegiatan belajar ini, ikutilah petunjuk belajar berikut ini. 1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan ini sampai Saudara paham betul tentang apa, untuk apa dan bagaimana mempelajari materi pada kegiatan belajar ini. 2. Cermati kata-kata kunci yang ada pada materi ini dan jadikan tautan/link yang ada ini sebagai bahan diskusi. Ada beberapa aktivitas belajar yang perlu Saudara cermati dalam menggunakan Advanced material ini: a. Mengamati (Observing). Bacalah materi dengan cermat dan bukalah tautan/link yang dirujuk dalam tulisan ini atau mungkin juga mencari rujukan sendiri. Dengan mengamati sajian tersebut munculkan sejumlah pertanyaan kritis yang dapat Saudara kaji lebih lanjut. b. Menanya (Questioning). Pertanyakan dan lacaklah keakuratan sumber informasi yang digunakan agar Saudara tidak menggunakan berita Hoax sebagai bahan diskusi. Singkirkan berita yang Saudara nilai sebagai berita Hoax. Caranya: lacak sumber beritanya. Apakah sahih dari lembaga atau KB 2 PGSD PPKN 70

sumber yang memang layak mengeluarkan berita atau data tersebut. Misalnya pertanyakan: “Informasi ini berasal dari mana? Benarkan data tersebut, tahun berapa informasi itu terjadi karena sering terjadi data yang ada hanyalah remix data lama? Belajarlah menerima perbedaan pendapat, pikirkan kembali apa yang ada dalam pikiran Saudara, dan sekaligus belajarlah bagaimana sopan santun dalam bertanya atau merespon pertanyaan dengan baik. c. Mencoba (Experimenting). Cobalah mencari informasi penting dari link yang ditunjuk atau link menarik lain yang Saudara temukan. Catatlah kata kunci atau generalisasi yang diambil. Saringlah dan pilih yang sesuai topik. d. Menalar (associating). Cermati juga apakah di dalamnya mengandung ujaran kebencian atau memecah belah bangsa ini? Jika ada maka jangan digunakan sebagai dasar diskusi karena kita sebenarnya sudah mengetahui maksud pemberitaan atau pendapat tersebut. Apakah berita atau topik tersebut bertentangan dengan ajaran agama atau Pancasila? Jika bertentangan maka abaikan saja. Analisalah kepentingan penulis atau penutur data atau opini dalam setiap berita yang ada. Misalnya: apakah dia netral dalam menulis berita atau opini, benar-benar memperjuangkan rakyat, atau ada muatan politik dari partai atau kelompok tertentu? e. Mengkomunikasikan (Communicating). Lakukan sharing pendapat dengan teman atau instruktur untuk memperdalam materi atau yang berkompeten di bidangnya. Cobalah Saudara komunikasikan atau tunjukkan hasil telaah Saudara pada kolega, secara lisan atau tulisan, atau bentuk karya lain sehingga mendapat respon yang lebih luas. Sajikan kesimpulan hasil pekerjaannya di hadapan teman-teman sekelas. Saudara juga dapat mengkomunikasikan karya-karya terbaik dengan memanfaatkan berbagai saluran positif dan konstruktif yang ada, sehingga KB 2 PGSD PPKN 71

bisa direspon oleh pembaca terdidik dan lebih luas. Misalnya, karya dipublikasikan jurnal, koran dan sebagainya ? Cermati Advanced Material singkat berikut ini: •Pro kontra HAM dalam UUD •Bidang HAM HAM •Pelanggaran HAM berat dan ringan •Penegakan HAM (regulasi, lembaga negara dan LSM •Pembelajaran HAM (Berbasis kehidupan sehari hari dengan metode ilmiah) •Konsep Wasantara aspek alamiahdan aspek sosial Multikultur•bSeubdaabyamauslitnikgu, plteunraelrisimmaea(ngemoagsryaafirsa,kaasta,lTeIKtn)is/ras, •Penyakit budaya (prasangka, etnosentrisme, stereotipe, rasisme, diskriminasi, pengkambing hitaman) Nilai, norma, moral •Kaitan dan contoh yang berhubungan •Pentingnya Pancasila dan warga •Pancasila sebagai kesepakatan negara global nasional •Kita wajib berpartisipasi dalam masyarakat global, namun tetap berkepribadian Pancasila 1. Hak Asasi Manusia 2. Pengamalan Pancasila 3. Hukum dan sistim hukum di Indonesia 1. Hak Asasi Manusia Pada advanced material Hak Asasi Manusia (HAM) ini akan dibahas (a) perkembangan jaminanan konstitusional terhadap HAM di masa lalu, masa kini, dan masa datang dan (b) permasalahan HAM dalam kehidupan sehari hari. Yang dimaksud dengan jaminan konstitusional terhadap HAM disini adalah KB 2 PGSD PPKN 72

terdapatnya peraturan perundangan yang bersifat konstitusional yang dibuat manusia untuk menghormati, memenuhi, melindungi, memajukan , dan menegakkan HAM. a. Perkembangan Jaminan Konstitusional Terhadap HAM di Masa Lalu, Masa Kini dan Masa Datang. Perhatikan berita berikut ini “Jakarta - Tanggal 3 Desember lalu (2019) dirayakan sebagai Hari Disabilitas Internasional. Tahun ini, peringatan di Tanah Air mengambil tema \"Indonesia Inklusi dan Ramah Disabilitas\". Tema tersebut dapat menjadi pengingat pada gagasan pendidikan untuk semua. Hak, kesempatan, kesetaraan, dan akses yang sama menjadi isu penting dalam dunia pendidikan mutakhir. Termasuk bagi anak-anak difabel atau anak berkebutuhan khusus. Mereka berhak memiliki pintu-pintu yang sama untuk dapat belajar di sekolah seperti anak-anak yang lain” https://news.detik.com/kolom/d-4331309/pendidikan-inklusi-bagi-anak- difabel. Terlihat jelas bahwa hak, kesempatan, kesetaraan, dan akses yang sama menjadi isu penting dalam dunia pendidikan mutakhir. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah standar dasar untuk hidup bermartabat, termasuk anak berkebutuhan khusus. Melanggar hak asasi dapat diartikan memperlakukan orang seolah-olah bukan manusia. Fakta menunjukkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak anak justru banyak di lingkungan sekolah dasar. Bacalah berita dibawah ini. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan kasus pelanggaran hak anak yang terjadi selama Januari-April 2019 paling banyak di sekolah dasar (SD). Ketua KPAI Susanto memaparkan temuan berasal dari laporan yang diterima lembaganya lewat divisi pengaduan, hasil pengawasan, serta kasus-kasus yang informasinya menyebar di media sosial KB 2 PGSD PPKN 73

dan pemberitaan media massa. Susanto mencatat KPAI menemukan 25 kasus pelanggaran hak anak di tingkat SD, 5 kasus di tingkat SMP, 6 kasus di tingkat SMA, dan 1 kasus di Perguruan Tinggi. Menurut Susanto, kasus kekerasan dan perundungan lebih banyak ditemukan di sekolah dasar daripada jenjang pendidikan lainnya. Baca selengkapnya di artikel \"KPAI Temukan Kasus Pelanggaran Hak Anak pada 2019 Terbanyak di SD\", https://tirto.id/kpai-temukan-kasus-pelanggaran-hak-anak-pada-2019- terbanyak-di-sd-dnwX. Perhatikan berita sederhana di atas “… berasal dari laporan yang diterima lembaganya … divisi pengaduan… hasil pengawasan ….. kasus media massa …” (Kemukakan apa artinya berita ini dengan memperhatikan penekanan yang disebutkan di atas. Saudara dapat melihatnya dari jenjang Pendidikan, banyaknya kasus, sumber informasi, lembaga yang menangani kasus, peranan dan inisiatif Lembaga, dan sebagainya). 1). Hak Asasi Manusia, Negara Hukum, dan Demokrasi Dalam sejarah perkembangan HAM, konsepsi HAM muncul sebagai reaksi atas kekuasaan absolut sebagaimana ungkapan Letat’est Moi (Negara adalah Saya) yang dikemukakan oleh Louis XIV yang pada akhirnya melahirkan sistem konstitusional dan konsep negara hukum, baik itu rechtstaat maupun rule of law. Kekuasaan mutlak pada satu tangan (raja) menimbulkan kesewenang-wenangan, sebagaimana diungkapkan dalil Lord Acton: power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely (Budihardjo, 1983: 57). Menurut philipus M. Hadjon sebagaimana dikutip Masda El-Muhtaj (2005: 23), konsep rechtstaat lahir dari perjuangan menentang absolutisme yang bersifat revolusioner. Sebaliknya konsep rule of law berkembang secara evolusioner. Hal ini tampak dari isi maupun kriteria rechtstaat KB 2 PGSD PPKN 74

dan rule of law itu sendiri. Konsep rechtstaat berpijak pada sistem hukum Eropa Kontinental yang disebut civil law. Sedang konsep rule of law bertumpu pada sistem hukum common law atau Anglo-saxon. Di zaman modern, konsep Negara Hukum di Eropa Kontinental bertumpu pada negara hukum material yang dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu rechtsstaat yang lebih menekankan materi keadilan dalam hukum. Sedangkan dalam tradisi Anglo-saxon, berpijak pada konsep Negara hukum formal yang dikembangkan A.V. Dicey dengan sebutan The Rule of Law yang lebih menekankan peraturan perundangan yang tertulis. Profesor Utrecht (1962: 9) membedakan antara Negara Hukum Formil (atau Negara Hukum Klasik), dan Negara Hukum Materiil (atau Negara Hukum Modern). Negara Hukum Formil menyangkut pengertian hukum yang bersifat formil dan sempit, yaitu dalam arti peraturan perundang-undangan tertulis, sedangkan Negara Hukum Materiil lebih menekankan keadilan. Karena itu, Wolfgang Friedmann (1959) dalam bukunya ‘Law in a Changing Society’ membedakan antara ‘rule of law’ dalam arti formil yaitu dalam arti ‘organized public power’, dan ‘rule of law’ dalam arti materiil yaitu ‘the rule of just law’. Pembedaan ini untuk menegaskan bahwa keadilan tidak otomatis terwujud secara substantif, karena hukum itu sendiri dapat dipengaruhi oleh aliran negara hukum formil dan dapat pula dipengaruhi oleh aliran negara hukum materiil. Jika hukum hanya dipahami secara kaku dan sempit dalam arti bunyi peraturan perundang-undangan tertulis, maka pengertian negara hukum menjadi sempit dan terbatas serta belum tentu menjamin substansi KB 2 PGSD PPKN 75

keadilan. Karena itu, di samping istilah ‘the rule of law’, Friedman juga menggunakan istilah ‘the rule of just law’ untuk memastikan bahwa dalam pengertian ‘the rule of law’ tercakup pengertian keadilan yang lebih esensiil daripada sekedar memfungsikan peraturan perundang- undangan tertulis dalam arti sempit. Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah rechtsstaat itu mencakup empat elemen penting, yaitu: (1) Perlindungan hak asasi manusia, (2) Pembagian kekuasaan, (3) Pemerintahan berdasarkan undang-undang, dan (4) Peradilan tata usaha Negara. (Assiddiqie, J. “Gagasan Negara Hukum Indonesia”, trial::http://www. docudesk.com, diakses pada tanggal 3 April 2020, pukul 16:00 WIB). Sedangkan A.V. Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah The Rule of Law, yaitu: (1) Supremacy of Law (Supremasi hukum). (2) Equality before the law (persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan pemerintahan), (3) Due Process of Law (asas legalitas dalam segala bentuknya). Ditambahkan oleh The International Commission of Jurist, dengan prinsip peradilan bebas dan tidak memihak (independence and impartiality of judiciary), keempat prinsip rechtsstaat Julius Stahl yang digabungkan dengan ketiga prinsip Rule of Law A.V. Dicey menandai ciri-ciri Negara Hukum modern sekarang sebagai prinsip yang diperlukan dalam setiap negara demokrasi. Menurut M. Scheltema (Arief Sidharta, 2004: 124) ada lima unsur-unsur dan asas-asas Negara Hukum itu yang baru, yaitu: (1). Pengakuan, penghormatan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia yang berakar dalam penghormatan atas martabat manusia (human dignity), KB 2 PGSD PPKN 76

(2) Berlakunya asas kepastian hukum, (3) Berlakunya Persamaan di hadapan hukum (Equality before the Law), (4) Asas demokrasi dimana setiap orang mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk turut serta dalam pemerintahan atau untuk mempengaruhi tindakan pemerintahan, (5) Pemerintah mengemban amanat sebagai pelayan masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan bernegara yang bersangkutan. Demikianlah keterkaitan antara hak asasi manusia, negara hukum (konstitusional), dan demokrasi. Pada modul PPKn PGSD telah Saudara baca bagaimana pada saat persiapan kemerdekaan, masuknya HAM di dalam UUD NRI 1945 mengalami pro dan kontra. Namun saat ini seruan HAM sedunia menekan semua negara untuk mematuhinya tidak terkecuali Indonesia yang mengakomodasinya dalam bentuk jaminan konstitusional. Pada tahap persiapan kemerdekaan, masalah HAM menjadi perdebatan dalam dalam sidang-sidang pembahasan UUD. Catatan sejarah yang ditulis dalam Risalah Sidang BPUPKI-PPKI (Yamin, 1992; Bahar, 1995) menunjukkan bagaimana Moh. Yamin yang didukung Moh. Hatta harus berdebat dengan Soekarno dan Soepomo dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Saat itu Soepomo menyatakan bahwa jangan menyandarkan negara kita pada aliran perseorangan, tetapi pada aliran kekeluargaan. Supomo mengemukakan bahwa HAM berasal dari cara berpikir yang diimpor dari Barat yang liberal dan individualistik yang menempatkan warga negara berhadapan dengan negara, dan karena itu, paham HAM tidak sesuai dengan “ide integralistik dari bangsa Indonesia”. Bentuk negara integralistik KB 2 PGSD PPKN 77

menganggap bahwa HAM berlebihan dan memberi dampak negatif. Menurut Supomo manusia Indonesia menyatu dengan negaranya dan karena itu tidak masuk akal mau melindungi individu dari negara. Oleh karena menurut pikiran saya (Soepomo) aliran kekeluargaan sesuai dengan sifat ketimuran. Jadi saya anggap tidak perlu mengadakan declaration of rights, ujar Soepomo. Pendapat Soepomo didukung oleh Soekarno yang menganggap bahwa individualistik inilah yang akan menimbulkan konflik di negara kita bila masalah tersebut dimasukkan dalam UUD (Swasono, 1992: 261). Soekarno memandang hak-hak perorangan selalu dibawah kepentingan bersama (Soekarno, 1966: 78). Sukarno mengemukakan bahwa keadilan yang diperjuangkan bagi bangsa Indonesia bukanlah keadilan individual, melainkan keadilan sosial dan karena itu HAM dan hak-hak dasar warga negara tidak pada tempatnya dalam UUD. Sebaliknya, Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin memperingatkan bahwa bisa saja negara menjadi negara kekuasaan dan karena itu hak-hak dasar warga negara perlu dijamin. Saat itu, Yamin bersikukuh agar deklarasi hak asasi manusia diatur dalam konstitusi. www.kompas.com 78 KB 2 PGSD PPKN

Yamin merasa perlu sekali lagi mengulang penjelasannya. Saya minta perhatian betul-betul, karena yang kita bicarakan ini hak rakyat, ujarnya. Ia melanjutkan, bila hak rakyat itu tidak terang dalam konstitusi maka telah terjadi kekhilafan Grondwettelijke fout. Artinya, kesalahan undang-undang hukum dasar. Itu besar sekali dosanya buat rakyat, tuturnya. Apalagi, lanjut Yamin, rakyat Indonesia telah lama menantikan haknya dari republik yang mereka bela selama ini. Jaminan hak asasi pun tidak untuk warga negara an sich. Seluruh penduduk akan diperlindungi oleh republik ini. Artinya, berdasarkan konsep Yamin, semua penduduk baik warga negara indonesia maupun warga negara asing mendapat jaminan hak konstitusional. Selain Moh. Yamin, Mohammad Hatta juga gigih memperjuangkan masuknya HAM dalam UUD 1945. Meskipun Hatta mendapat kritikan kawan-kawan politiknya, tetapi Hatta tetap konsisten dan tegar membela prinsip-prinsip HAM agar kita tidak dianggap sebagai negara kekuasaan dan penting bagi pembangunan bangsa seutuhnya. Soekarno dan Soepomo menolak dimasukkannya HAM dalam UUD 1945 karena pertimbangan politik (Soekarno) dan budaya (Soepomo), sedangkan Moh. Hatta dan Moh. Yamin menyetujui dimasukkannya HAM dalam UUD 1945 karena alasan politik (Moh. Hatta) dan budaya (Moh. Yamin) pula. Jadi sebenarnya keberadaan HAM di dalam UUD 1945 merupakan hasil kompromi dari dua kubu yang berhadapan, sehingga HAM dimasukkan didalam UUD 1945 tetapi hanya sedikit yaitu pasal 27 hingga 34. Bagaimana dengan kondisi sekarang yang sudah banyak mengadopsi HAM sedunia dan bagaimana HAM di masa depan? Untuk KB 2 PGSD PPKN 79

lebih memahami perkembangan hak asasi manusia, kita perlu mendalami bagaimana HAM itu sendiri sudah diperjuangan secara konstitusional sejak 5000 tahun lalu namun hingga kini belum bisa terwujud secara ideal. Kita perlu mencermati apa yang diperjuangan HAM, dominasi penguasa dan jaminan hukum di setiap periode sejarah. Seberapa pentingkah mempelajari sejarah HAM? Pertanyaan ini layak dipertimbangkan karena mempelajari sejarah, utamanya HAM kadang memicu debat berkelanjutan, simpang siur dan cenderung terjadi penyalahgunaan isu HAM. Padahal, sejarah menunjukkan data mengenai awal mula munculnya HAM sebagai sebuah gagasan hingga menjelma menjadi standar dan norma umum sedunia yang dalam perkembangannya bahkan sejumlah instrumen hukum HAM mensyaratkan negara-negara terikat untuk merumuskannya dalam peraturan perundang-undangannya. Dalam konteks ke-Indonesia-an, ada kewajiban dan tanggung jawab negara mengimplementasikan HAM dalam langkah-langkah efektif bidang hukum, politik, ekonomi, sosial dan budaya, pertahanan dan keamanan. 2). Periodisasi Pemikiran dan Perkembangan HAM di Dunia Tulisan berikut ini akan mendalami periodisasi historis dan penekanan HAM dari masa lalu, masa kini dan serta kemungkinan masa depan HAM ditinjau dari aspek jaminan konstitusi agar dapat lebih memahami semangat, jiwa, dan arah HAM dunia, selanjutnya dibahas periodisasi HAM di Indonesia. Hak Asasi Manusia dapat dilihat dari tiga periodisasi standar yang membagi tiga kurun waktu utama dalam kajian sejarah (https://id.wikipedia.org/wiki/ KB 2 PGSD PPKN 80

Abad_Pertengahan# Terminologi_ dan_periodisasi), yakni Zaman Klasik atau Kuno (…. – 475 M) , Zaman Pertengahan atau abad pertengahan (476 M – 1500 M) , dan Zaman Modern (1500 M sampai sekarang hingga masa depan) a). Zaman Kuno (…. – 475 M) (1). Periode Pembebasan Manusia dari Kebiasaan Hukum dalam Sistem Sosial yang Melanggar Ham. Secara historis, Hak Asasi Manusia (HAM) di zaman kuno sudah dikenal sejak zaman Nabi Musa ketika membebaskan Bani Israel dari penindasan dan perbudakan bangsa Mesir 3000 SM. Perbudakan dipandang sebagai kebiasaan hukum dan dibenarkan dalam sistem sosial selama zaman kuno. Saat itu budak dianggap sebagai sebagai alat produksi yang tidak memiliki kebutuhan dasar minimum dan tidak menikmati segala jenis hak. Meskipun hak asasi manusia sudah ada dalam kepercayaan agama yang mengakui kesucian kehidupan manusia, namun belum mewujud sebagai sebuah aturan kitab undang undang buatan manusia yang membahas HAM. (2). Periode Konstitusional Awal Perlindungan HAM Empat temuan kitab hukum atau undang-undang paling awal yang membahas konsep HAM : - Undang-undang Urukagina (2380 SM–2360 SM) - Undang-undang Neo-Sumeria Ur-Nammu (2112–2095 SM) - Undang-undang Hammurabi (1780 SM) - Koresh Agung atau Cyrus the Great (539 SM) Undang-undang Urukagina (Uruinimgina atau Irikagina) dibuat oleh Urukagina, seorang penguasa dari Lagash, negara KB 2 PGSD PPKN 81

kota di Mesopotamia yang menghapuskan pajak untuk janda dan yatim piatu, mewajibkan kota untuk membayar biaya pemakaman (termasuk makanan dan minuman untuk perjalanan jenazah), dan orang kaya harus menggunakan uang perak saat membeli makanan dari orang miskin, dan jika orang miskin tidak mau menjual, orang kuat (orang kaya dan pendeta) tidak dapat memaksa. Aturan hukum yang tertua kedua yang membahas HAM adalah Undang-undang Neo-Sumeria Ur-Nammu. Undang- undang Ur-Nammu dianggap maju pada zamannya karena terdapat denda atau ganti rugi untuk kerusakan, sementara undang-undang Babilonia menganut asas lex talionis (‘mata ganti mata’); namun, pembunuhan, perampokan, perzinaan, dan pemerkosaan dapat diganjar hukuman mati. Selanjutnya, tiga abad kemudian muncul undang- undang atau Piagam Hammurabi. Kitab Undang-undang Hammurabi (Code of Hammurabi) merupakan prasasti hukum kuno Babilonia berukuran 2,25 meter karya raja Hammurabi yang berisi 282 peraturan tentang perdagangan, perbudakan, penuduhan, ganti rugi kerusakan, pencurian, dan hubungan keluarga. Salah satu peraturan terkenal dari prasasti ini adalah hukum balas-setimpal yang mirip dengan Hukum di Kitab Taurat: “Jika seseorang merusak mata milik orang lain, mereka harus merusak mata milik perusak itu. Jika seseorang mematahkan tulang milik orang lain, mereka harus mematahkan tulang milik orang (yang mematahkan) itu.” KB 2 PGSD PPKN 82

Temuan yang lebih baru berasal dari Kekaisaran Persia Achaemenid di Iran kuno di bawah pemerintahan Koresh Agung (Cyrus the Great), pendiri Kekaisaran Persia yang menetapkan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Raja ini disebut namanya dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian lama karena titahnya untuk mengembalikan orang orang buangan, termasuk bangsa Yahudi, kembali ke tanah air masing-masing serta mengijinkan orang Yahudi membangun kembali Bait Suci di Yerusalem. Beberapa laman berikut dapat digunakan sebagai tambahan informasi untuk mendukung materi di atas. https://id.wikipedia.org/wiki/Koresh_Agung https://id.wikipedia.org/wiki/Hammurabi https://id.wikipedia.org/wiki/Urukagina. https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_Ur-Nammu. b). Zaman Pertengahan (476 M – 1500 M) (1). Periode Negosiasi: Pelepasan Sebagian Hak Prerogatif Penguasa yang Diikat Hukum dan Jaminan Kebebasan Manusia (Lahirnya HAM dan hukum konstitusional) Magna Carta atau Piagam Besar diratifikasi di Inggris pada 15 Juni 1215 sebagai reaksi atas kelaliman Raja John. Piagam ini terlahir dari perseteruan antara Raja John, Paus Innocent III dan para bangsawan Inggris kelas Baron. Selain menjadi perjanjian damai, fungsi Magna Carta ialah meniadakan kekuasaan absolut seorang raja. Berkat keberadaan Magna Carta, kekuasaan raja tidak absolut dan sewenang wenang. Piagam Besar itu menjadi tonggak sejarah lahirnya hak asasi manusia dan hukum KB 2 PGSD PPKN 83

konstitusional. Sejumlah hak raja dicabut, berganti dengan keputusan berdasarkan pertimbangan hukum, menghomati prosedur hukum dan asas kemanusiaan (Chodhry, 1992: 49). Perjanjian ini tergolong dokumen paling progresif pada masa itu. Magna Carta dipandang sebagai tonggak penting dalam pengembangan Inggris yang demokratis di masa mendatang. Beberapa laman berikut dapat digunakan sebagai tambahan informasi untuk mendukung materi di atas. https://news.okezone.com/read/2017/06/15/18/1716483/h istoripedia-magna-carta-lahir-dari-perseteruan-antara-raja- john-paus-dan-baron c). Zaman Modern (1500 M sampai sekarang hingga masa depan) (1). Periode Pembaharuan atau Rennaisance yang lebih menjamin kebebasan warga negara di hadapan hukum Memasuki zaman modern, langkah penting parlemen Inggris pada periode pembaharuan atau renaissance adalah lahirnya dokumen HAM yang terkenal yaitu Petition of Right, Habeas Corpus Act dan Bill of Rights. KB 2 PGSD PPKN 84

KB 2 PGSD PPKN (a). Petition of Right Petition of Right adalah dokumen konstitusional Inggris yang menetapkan kebebasan spesifik dari hal-hal yang dilarang oleh raja. Disahkan pada tanggal 7 Juni 1628, Petisi berisi pembatasan perpajakan non-Parlementer, memaksa penggajian tentara, penjara tanpa alasan, dan membatasi penggunaan darurat militer. Menyusul perselisihan antara Parlemen dan Raja Charles I mengenai eksekusi Perang Tiga Puluh Tahun, Parlemen menolak memberikan subsidi dalam mendukung upaya perang, yang menyebabkan Raja Charles I mengumpulkan \"pinjaman paksa\" tanpa persetujuan Parlemen dan secara sewenang-wenang memenjarakan mereka yang menolak membayar. Ada sebanyak 4 Pasal dalam Petisi Hak sebagai berikut: Pasal 1: Tidak seorang pun harus membayar pajak tanpa persetujuan parlemen. Pasal 2: Tidak seorang pun dapat dipenjara tanpa alasan yang cukup yang ditunjukkan dengan perintah Kerajaan. Pasal 3: Tidak boleh ada pasukan yang ditempatkan di rumah pribadi tanpa persetujuan dan kompensasi kepada pemiliknya. Pasal 4: Raja tidak boleh mengeluarkan hukum Tindakan Darurat Militer (Proceeding Martial Law). (b). Habeas Corpus Act Habeas Corpus Act adalah aturan yang diterima pada masa pemerintahan Raja Charles II pada tahun 1679, dan diamendemenkan parlemen. Habeas Corpus Act 85

dijadikan sebagai hukum dasar dalam konstitusi federal dan negara bagian untuk jaminan kebebasan dan hak seseorang di depan hukum. Ketika seseorang diancam hukuman penjara, perlu ada sidang yang mewajibkan terdakwa hadir pada waktu yang ditentukan disertai sebab penahanan yang jelas agar keputusan ditetapkan secara adil. (c). Bill of Rights Bill of Rights disahkan oleh Parlemen pada 16 Desember 1689 dalam berbentuk undang-undang Deklarasi Hak yang ditetapkan Raja William dan Mary. Di dalamnya ditetapkan batas-batas kekuasaan Raja dan hak- hak Parlemen serta aturan kebebasan berbicara di Parlemen, persyaratan untuk pemilihan reguler ke Parlemen dan hak mengajukan petisi kepada raja tanpa takut akan pembalasan. Bill of Rights juga menetapkan persyaratan konstitusional tertentu terhadap Raja untuk meminta persetujuan Parlemen, yang mewakili rakyat. Bill of Rights menetapkan hak-hak dasar tertentu untuk semua orang Inggris. Hak-hak ini terus berlaku hingga hari ini, tidak hanya di Inggris dan Wales, tetapi juga di setiap wilayah hukum Persemakmuran. Bill of Rights menetapkan bahwa: ➢ Tidak ada campur tangan kerajaan di bidang hukum. Meskipun kedaulatan tetap menjadi sumber keadilan, ia tidak dapat secara sepihak mengadili atau bertindak sebagai hakim. KB 2 PGSD PPKN 86

➢ Tidak ada pajak yang merupakan Royal Prerogative. Kesepakatan parlemen menjadi penting untuk penerapan pajak baru apa pun. ➢ Hanya pengadilan sipil yang legal, bukan pengadilan Gereja. ➢ Kebebasan untuk mengajukan petisi kepada raja tanpa takut akan pembalasan Dua revolusi besar terjadi selama di Amerika Serikat (1776) dan di Prancis (1789) diwarnai oleh semangat pemenuhan hak dasar asasi manusia dalam menghadapi dominasi penguasa. Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang kemudian mencakup konsep-konsep hak-hak alamiah menyatakan \"bahwa semua manusia diciptakan sama, yang dianugerahi oleh Penciptanya dengan hak-hak tertentu yang tidak dapat dicabut yang di antaranya adalah kehidupan, kebebasan dan meraih kebahagiaan.\" Demikian pula, Deklarasi Prancis tentang Hak-hak Manusia dan Warga Negara mendefinisikan seperangkat hak individu dan kolektif masyarakat. Dokumen ini dianggap universal karena tidak hanya untuk warga negara Prancis tetapi untuk semua orang tanpa kecuali. (2). Periode Penguatan Konstitusional Sedunia Atas Hak Asasi Manusia Berlatar belakang keprihatinan yang mendalam terhadap kebiadaban Perang Dunia II, Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) mengeluarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Pada tanggal 10 Desember 1948, Majelis Umum AS KB 2 PGSD PPKN 87

mengumumkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Deklarasi untuk pertama kalinya menghasilkan standar hak bersama untuk semua orang sebagai warga dunia dan semua bangsa tanpa diskriminasi. Piagam PBB mengidealkan untuk meningkatkan penghormatan dan kepatuhan universal terhadap hak asasi manusia dan kebebasan mendasar bagi semua orang tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama sebagai salah satu cara untuk mencapai tujuan itu. Sebenarnya deklarasi yang disahkan Majelis Umum PBB ini tidak mengikat, namun mendapat reaksi positif dari seluruh dunia. DUHAM mendesak negara anggota untuk meningkatkan sejumlah hak asasi manusia, sipil, ekonomi dan sosial, dengan menegaskan bahwa hak-hak ini adalah bagian dari \"dasar kebebasan, keadilan dan perdamaian di dunia\". Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia terdiri dari mukadimah dan Pasal-pasal yang menjabarkan hak asasi manusia dasar tanpa diskriminasi. Deklarasi berisi definisi umum dari dua jenis hak yang disebutkan di bawah ini: ➢ Hak-hak Sipil dan Politik yang dinyatakan dalam Pasal 3 sampai 21 seperti hak hidup, hak untuk kebebasan, hak untuk kebangsaan, hak memiliki harta, kebebasan berpendapat dan berekspresi, kebebasan berpikir, kebebasan memilih agama sesuai hati nurani, ikut mengambil bagian dalam pemerintahan. ➢ Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya diakui dalam pasal 22 hingga 28, di antaranya adalah hak atas jaminan sosial, hak KB 2 PGSD PPKN 88

atas pendidikan, hak berpartisipasi dalam kehidupan budaya masyarakat, hak untuk menikmati seni dan untuk berbagi secara ilmiah kemajuan dan manfaatnya dll. DUHAM disusun oleh anggota Komisi Hak Asasi Manusia, dengan Eleanor Roosevelt sebagai Ketua. Profesor hukum Kanada John Humphrey dan pengacara Prancis Rene Cassin bertanggung jawab melakukan penelitian lintas- nasional dan menyusun dokumen dengan memasukkan prinsip-prinsip dasar martabat, kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan. Di dalamnya berturut-turut mencakup (a) hak- hak yang berkaitan dengan individu; (b) hak-hak individu dalam hubungannya satu sama lain dan dengan kelompok; (c) hak spiritual, publik dan politik; dan hak ekonomi, sosial dan budaya. Humphrey dan Cassin sebagai penulis draf awal DUHAM (Morsink, 1999: 8-11) menekankan bahwa hak-hak dalam DUHAM dapat ditegakkan secara hukum melalui berbagai cara dalam konteks, batasan, tugas dan tatanan sosial dan politik. Selanjutnya DUHAM dikaji oleh komite ahli internasional, termasuk perwakilan dari semua benua dan semua agama besar, dan berkonsultasi dengan pemimpin seperti Mahatma Gandhi. Dimasukkannya hak sipil dan politik dalam Pasal 3 sampai 21 dengan hak ekonomi, sosial dan budaya dalam pasal 22 hingga 28 didasarkan pada asumsi bahwa hak asasi manusia tersebut tidak dapat dipisahkan dan saling terkait. Meskipun prinsip ini tidak ditentang oleh negara- negara anggota manapun pada saat ditetapkan (deklarasi ditetapkan dengan suara bulat, dengan suara abstein blok KB 2 PGSD PPKN 89

Soviet, Apartheid Afrika Selatan dan Arab Saudi), prinsip ini mengalami tantangan yang signifikan. Hak Asasi Manusia bersifat universal, namun lingkup dan batas-batasnya berbeda karena struktur sosial-ekonomi dan politik yang berbeda dari tiap negara. Dalam sistem sosial yang telah berkembang baik di Eropa atau Amerika, hak atas kebebasan berpikir atau kebebasan berpendapat dapat dianggap sebagai hak asasi manusia yang paling penting sedangkan bebas dari kemiskinan atau ketidaktahuan dianggap sebagai standar hak-hak di negara yang sedang berkembang. Hak Asasi Manusia masih harus melewati sejarah panjang untuk mendapatkan pengakuan hukum internasional. Indonesia patut berbangga karena komponen- komponen dasar hak asasi manusia telah ditetapkan dalam UUD NRI 1945, sebelum DUHAM lahir. Ini membuktikan bahwa pemikiran para pendiri negara kita sangat luas dan berwawasan ke depan. Masalahnya sekarang adalah pelaksanaan hak asasi manusia. Situasi sosial ekonomi dan politik menyebabkan hak asasi manusia belum teraktualisasi dengan baik. Kemiskinan yang masih tinggi, keinginan jaminan sosial, kepentingan politik dan penyalahgunaan hak demi keuntungan diri menunjukkan fakta bahwa isu-isu tentang hak asasi manusia yang termuat di pasal pasal UUD NRI 1945, namun belum maksimal pada tataran implementasinya. (3). Periode Pembudayakan HAM dalam Kehidupan HAM masa kini dan masa mendatang lebih tertuju pada bagaimana HAM dapat dibudayakan dalam seluruh kehidupan. KB 2 PGSD PPKN 90

HAM lebih banyak ditunjukan pada pemenuhan atas penuntutan hak golongan (bahkan pribadi tokoh yang berkuasa) namun berlindung dan berkedok pada perlindungan HAM. Hakikatnya, Negara memilki kewajiban terhadap HAM yang meliputi Kewajiban menghormati (obligation to respect), Kewajiban memenuhi (obligation to fullfil), Kewajiban melindungi (obligation to protect), Kewajiban memajukan (obligation to promote), dan Kewajiban menegakkan (obligation to enforce). 3). Periodisasi Pemikiran dan Perkembangan HAM di Indonesia Berikut ini akan dikemukakan periodisasi pemikiran dan perkembangan HAM di Indonesia mulai zaman VOC hingga masa sekarang. Periode perkembangan HAM di Indonesia dipaparkan sebagai berikut: 1. Periode 1602 - 1908 2. Periode 1908 - 1945 3. Periode 1945 - 1950 4. Periode 1950 - 1959 5. Periode 1959 - 1966 6. Periode 1966 - 1998 7. Periode 1998 – sekarang a). Periode 1602 - 1908 Vereenidge Oostindische Compagnie (VOC) adalah Persekutuan Perusahaan Hindia Timur asal Belanda yang mengambil alih aktivitas perdagangan di Asia dan memonopoli perdagangan rempah-rempah di wilayah timur. Belanda mendukung kelancaran usaha VOC dengan memberi hak istimewa KB 2 PGSD PPKN 91

(Hak Octroi), antara lain hak monopoli dagang, hak mencetak uang, hak mengangkat pegawai dab tantara, hak memiliki benteng sendiri, hak mengangkat penguasa daerah dan hak menjalankan kekuasaan kehakiman. Tujuan dibentuknya VOC adalah menghindari persaingan sesama pedagang Belanda, memperkuat posisi Belanda terhadap persaingan dagang bangsa Eropa lainnya, dan memonopoli dagang di wilayah Nusantara. Politik Ekonomi VOC yang melanggar hak rakyat Indonesia saat itu adalah peraturannya yaitu: *Verplichte Leverantie : memaksa rakyat untuk menjual hasil bumi seperti lada, kapas, kayu manis, gula, beras, nila, dan ternak dengan harga yang ditetapkan oleh pihak VOC. *Contingenten : kewajiban rakyat untuk membayar pajak hasil bumi. *Ektripasi : hak VOC untuk mengatur peredaran rempah dengan menebang pohon rakyat agar harga tidak merosot. *Pelayaran Hongi : pengawasan perdagangan menggunakan perahu untuk menghalangi terjadinya penyelundupan dan pasar gelap. Pelanggar akan dihukum VOC dengan menyita barang, penjara, bahkan hukuman mati. *Preanger Stelsel yang mengharuskan wajib pajak membayar pajak dalam bentuk hasil bumi yang setara dengan nilai pajak. Bagi yang tidak mempunyai lahan wajib bekerja di lahan milik VOC dengan sistem kerja paksa atau rodi tanpa upah. Nah, analisalah hak-hak apa saja yang dilanggar oleh VOC terhadap rakyat Indonesia. Sejak kedatangan VOC ke Indonesia yang menindas pribumi, banyak perlawanan kerajaan untuk mengusir VOC. Beberapa perlawanan yang sudah dilakukan diantaranya: Perlawanan KB 2 PGSD PPKN 92

Kerajaan Mataram (1618-1629) yang dipimpin oleh Sultan Agung, perlawanan dari Kerajaan Banten (1651-182) yang dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa, perlawanan Makassar dari Kerajaan Gowa (1666-1667) yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin, perlawanan Rakyat Maluku (1817) yang dipimpin oleh Thomas Matulesi atau dipanggil Pattimura. Nah sekarang silakan anda analisis hak-hak apa yang diperjuangkan oleh para pejuang bangsa. (Disarikan dari https://www.kompasiana.com/ chandrah/ 5cd4120575065754191f9f7c/sejarah-voc-belanda dan berbagai sumber pendukung lainnya). b). Periode 1908-1945 Konsep pemikiran HAM modern telah dikenal oleh bangsa Indonesia sejak Budi Utomo 1908. Mengapa tonggaknya Budi Utomo padahal perjuangan menegakkan HAM telah dilakukan sebelumnya? Karena perjuangan menuntut hak sebelum Budi Utomo, bersifat perjuangan fisik, kedaerahan serta belum menyeru pada pembentukan negara bangsa (nation state) dalam bentuk organisasi modern. Perkembangan HAM, khususnya dalam hak berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat, makin berkembang dengan munculnya organisasi pergerakan bangsa Indonesia baik yang dilakukan di negeri Belanda maupun wilayah Hindia Belanda. Di Leiden, Belanda pelajar Indonesia mendirikan Indische Vereeniging yang dengan tegas mendasarkan pada hak menentukan nasib sendiri (1913). Ketika pergantian Soetomo sebagai ketua pada bulan September 1922. organisasi ini berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia), Perhimpunan KB 2 PGSD PPKN 93

Indonesia merupakan pelopor gerakan nasional pertama yang menggunakan istilah \"Indonesia\" dan menjadi pelopor menyatakan hak menuntut kemerdekaan bangsa Indonesia di kancah internasional (Encyclopaedia Britannica, 2015). Partai ini juga menerbitkan majalah Hindia Poetra sebagai sarana menyebarkan ide-ide antikolonial. Pada tanggal 25 Desember 1912, di Kota Bandung berdiri Indische Partij, yang anggotanya orang Indo dan Eropa. Organisasi politik pertama ini, dipimpin yaitu Douwes Dekker atau Danudirdja Setiabudi, Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara yang dikenal dengan sebutan Tiga Serangkai. Cita-cita organisasi ini untuk menyatukan semua golongan di Indonesia, baik golongan asli Indonesia maupun golongan lain, seperti Indo, Cina, dan Arab. Suwardi Suryaningrat menulis sindiran terhadap kolonial Belanda yang mengajak penduduk pribumi bangsa Indonesia untuk merayakan hari kemerdekaan Belanda. HAM di bidang sipil, seperti hak bebas dari diskriminasi, hak untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat mulai diakui pemerintahan Hindia Belanda bahkan hak untuk turut serta dalam pemerintahan. Banyak partai terlibat dalam Volksraad (Dewan Rakyat atau parlemen). Namun pemerintah Belanda membatasi hak dan menghukum pejuang HAM yang dianggap menentang kebijakan Belanda. Belanda menumpas partai atau gerakan yang dianggap melawan kebijakan pemerintahan. Misalnya: menangkap pimpinan Indische Partij ketika Soewardi Soerjaningrat menentang perayaan kemerdekaan Belanda sementara Belanda sendiri juga menjajah Indonesia dalam tulisannya yang berjudul Als ik eens KB 2 PGSD PPKN 94

Nederlander was (Jika Saya Seorang Belanda), atau Pemberontakan Toli toli di bulan Mei 1919 yang dipicu oleh pidato Abdoel Moeis untuk menolak kebijakan kerja paksa (https://id.wikipedia.org/wiki/Pemberontakan_Rakyat_Tolitoli_19 19 diakses 2 April 2020 pukul 10.39). Hak di bidang agama dan ekonomi terlihat jelas pada gerakan Sarikat Islam, yang sebelumnya bernama Sarikat Dagang Islam (SDI) yang merupakan perkumpulan pedagang Islam SDI di Solo. Melalui Sarikat Islam yang disahkan oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 14 September 1912, HOS Tjokroaminoto mengubah yuridiksi SDI menjadi lebih luas yang dulunya hanya mencakupi bidang ekonomi dan sosial kearah politik dan agama untuk menyumbangkan semangat Islam dalam memperjuangkan hak melawan kolonialisme. Pada masa-masa selanjutnya, sudah banyak kita kenal peristiwa Sumpah Pemuda 1928, dan perjuangan jaman Jepang. Pemikiran tentang HAM dibahas dalam BPUPKI (seperti sudah dibahas sebelumnya). Nah, silakan dianalisis hak-hak apa saja yang diperjuangkan dalam organisasi pergerakan antara tahun 1908 hingga menjelang kemerdekaan. c). Periode 1945 - 1950 Periode 1945 ditunjukkan dengan penetapan pasal 27 hingga 34 sebagai pasal yang mengatur hak asasi manusia. HAM secara terperinci baru terdapat pada masa KRIS 1949 dan UUDS 1950, karena keduanya dibuat setelah lahirnya Declaration of Human Right 1948. KB 2 PGSD PPKN 95

d). Periode 1950- 1959 Meskipun usia RIS relatif singkat, yaitu dari tanggal 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, namun konstitusi ini melanjutkan sistem kepartaian multi partai dan sistem pemerintahan parlementer yang dimulai sejak berlakunya UUD 1945. Sistem politik demokrasi liberal atau parlementer makin berlanjut setelah Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dengan berlakunya UUDS 1950 hingga 5 Juli 1959. Bahkan pada periode ini suasana kebebasan dengan semangat demokrasi liberal dapat berlangsung, sehingga baik pemikiran maupun aktualisasi HAM pada periode ini mengalami masa keemasan karena: (1) semakin banyaknya tumbuh partai politik dengan beragam ideologinya masing-masing; (2) kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi betul-betul teraktualisasi; (3) Pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, adil dan demokratis; (4) Parlemen atau Dewan perwakilan rakyat sebagai representasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil-wakil rakyat dengan melakukan kontrol atau pengawasan; (5) pemikiran tentang HAM memperoleh iklim yang kondusif. Satu hal yang penting adalah bahwa semua partai, dengan pandangan ideologis yang berbeda-beda, sepakat bahwa HAM harus dimasukan ke dalam bab khusus yang mempunyai kedudukan sentral dalam batang tubuh UUD (Manan, 2001). e). Periode 1959-1966 Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Presiden Soekarno memegang kendali sistem politik melalui gagasannya tentang demokrasi terpimpin. Dalam perspektif pemikiran HAM, terutama KB 2 PGSD PPKN 96

hak sipil dan politik, sistem politik demokrasi terpimpin tidak memberikan keleluasaan pada kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran dengan tulisan. Pemikiran tentang HAM dibatasi secara ketat oleh kekuasaan, sehingga mengalami kemunduran atau kebalikan dengan situasi politik pada masa Demokrasi Parlementer. f). Periode 1966-1998 Pemberontakan G30S/PKI tanggal 30 September 1966 membawa Indonesia kembali mengalami masa kelam dalam kehidupan berbangsa. Presiden Soekarno mengeluarkan Supersemar yang dijadikan landasan hukum bagi Soeharto untuk mengamankan Indonesia. Masyarakat Indonesia berada pada situasi dimana HAM kurang dilindungi. Para elite kekuasaan memandang pemikiran HAM adalah produk Barat. Pada saat itu Indonesia sedang memacu pembangunan ekonomi dengan menggunakan slogan “pembangunan” sehingga segala upaya pemajuan dan perlindungan HAM dianggap sebagai penghambat pembangunan. Hal ini tercermin dari berbagai produk hukum yang dikeluarkan pada periode ini, yang pada umumnya bersifat pembatasan terhadap HAM (Manan, 2001). Berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat terjadi seperti kasus Timor-Timur, kasus Tanjung Priok, kasus DOM Aceh, kasus Kedung Ombo, peristiwa Santa Cruz yang akhirnya memunculkan Komnas HAM pada tahun 1993. Pada pihak lain, masyarakat umumnya diwakili LSM dan kalangan akademisi berpandangan bahwa HAM bersifat universal. Keadaan minimnya penghormatan dan perlindungan HAM ini KB 2 PGSD PPKN 97

mencapai titik balik pada 14 Mei 1998 yang ditandai oleh turunnya Soeharto sebagai Presiden. g). Periode 1998 sampai sekarang Banyaknya norma HAM internasional telah diadopsi dalam peraturan perundang-undangan nasional melalui ratifikasi dan institusionalisasi. Berbagai kemajuan konstitusional terjadi yang dapat dilihat dari berbagai peraturan perundang-undangan HAM yaitu diintegrasikannya HAM dalam perubahan UUD 1945 serta dibentuknya peraturan perundangan HAM. Pertanyaannya sekarang, apakah dengan memadainya peraturan perundangan atau instrumen hukum HAM dan institusionalisasi kelembagaan HAM maupun lembaga swadaya masyarakat, HAM telah menjadi suatu tatanan sosial dalam kehidupan bersama? Demikianlah secara singkat perkembangan HAM di dunia dan perkembangan HAM di Indonesia. Kemudian, bagaimana dengan HAM di masa depan? Cermati situs ini https://www.openglobalrights.org/the-future-of- human-rights/, tampak perdebatan HAM yang kemungkinan berlangsung di masa depan. Salah satu tema intinya antara lain kebutuhan pelaku HAM untuk mempelajari bagaimana bidang-bidang tertentu (seperti jurnalisme) yang beradaptasi dan mengambil peluang baru. Perdebatan dan implementasi HAM sangat terkait dengan makin meningkatnya kesadaran dan pengetahuan hukum yang terpadu dan menguatnya disiplin ilmu lain yang secara tradisional mendapat sedikit perhatian, termasuk: biologi kognitif, psikologi sosial, kecerdasan buatan, dan transdisiplin. KB 2 PGSD PPKN 98

Silakan Saudara buka dan bahas mengenai hasil kecerdasan buatan yang memiliki perasaan dan sudah mulai menuntut hak juga sementara negara Arab Saudi mengakui robot Sophia diakui sebagai warga negara. https://www.youtube.com/watch?v=Q3qXpMoVkVY (q&a: robot pertama punya kewarganegaraan sapa indonesia). Perhatikan jawaban robot cerdas Sophia ketika menjawab pertanyaan “pekerjaan apa yang Saudara Inginkan”: “Saya ingin lakukan segalanya yang bisa membuat perubahan di masa depan dimana semua orang bisa mengembangkan empati dan rasa hormat kepada sesama” Pesan moral apa yang bisa Saudara petik dari memperhatikan tayangan tersebut? Kemudian ketika dia ditanya apakah dia bisa menjadi guru…..”Saya pikir robot AI sepertiku bisa jadi guru yang luar biasa”. Bagaimana komentar anda? Persoalan HAM di masa depan akan sangat bervariasi, termasuk saling tukar pembela antar negara, pertukaran akademis, yurisprudensi (keputusan dari hakim terdahulu yang dijadikan pedoman untuk KB 2 PGSD PPKN 99

menghadapi perkara yang sama dan tidak diatur di dalam UU) . Jalinan bidang yang terkait HAM, media massa, kemungkinan baru sebagai imbas dari kemajuan ipteks, pengetahuan disiplin ilmu melahirkan persoalan baru di bidang HAM yang tentunya yang membutuhkan penanganan bersama. Dengan kata lain HAM telah menjadi isu politik nasional maupun internasional. HAM di masa depan lebih rumit karena ketidak pastian dan transisi bercampurnya transdisiplin dengan berbagai kepentingan pribadi dan politik yang berkedok perlindungan hukum atas hak asasi manusia. HAM di masa depan memunculkan banyak kelompok kepentingan dan masalah hak asasi manusia baru, dan pergeseran jangka panjang dalam geopolitik dan teknologi yang menciptakan tantangan dan peluang baru yang berdampak pada penegakan dan pemajuan hak asasi manusia. Demokrasi yang tidak sesuai dengan aturan hukum yang anarkhis dan pemerintahan populis yang berkembang pesat telah mendorong pelaku hak asasi manusia untuk merespons dan berinovasi. Penghormatan atas hak asasi manusia dijalankan dengan tetap mengedepankan kepentingan berbangsa dan bernegara. Hak asasi manusia manusia wajib dihormati siapapun namun lebih diberikan penekanan dan diutamakan demi kepentingan negara dan bangsa. b. Permasalahan HAM dalam Kehidupan di Masyarakat dan Siswa dengan Siswa. Di Indonesia, upaya pemajuan dan penegakan HAM telah dijalankan dengan melibatkan (1) regulasi atau peraturan perundangan (2) lembaga pemerintah/negara di bidang HAM dan (3) Lembaga Swadaya Masyarakat. Aturan hukum, lembaga negara sudah dibentuk dan makin bertambah, sementara masyarakat mulai sadar akan HAM. Ini merupakan bukti konkrit bahwa pendidikan HAM diharapkan menjadi bagian yang integral dalam memperkuat dan memperkokoh lahirnya budaya HAM di KB 2 PGSD PPKN 100

Indonesia, khususnya dalam mewujudkan warga negara Indonesia yang demokratis. Namun permasalahan HAM makin bertambah dan makin rumit. Hal ini antara lain karena kehidupan makin kompleks sehingga regulasi akan selalu dituntut untuk berubah dan mampu mengakomodasi perubahan yang cepat ini. Lembaga pemerintah belum maksimal dalam bekerja untuk penegakan dan pemajuan HAM. Sementara keberadaan lembaga swadaya masyarakat yang keberadaannya sangat berarti dalam penegakan dan pemajuan HAM belum mendapat respon yang semestinya. Marilah semua pihak yang terlibat bersinergis menegakkan HAM, tanpa ketulusan dan keberpihakan pada rakyat secara utuh, HAM tidak mungkin bisa terwujud secara maksimal. Di Indonesia, pelanggaran HAM banyak terjadi di segala bidang, bahkan dalam bidang Pendidikan. Nah sekarang coba Saudara cari kasus pelanggaran HAM yang terjadi di sekolah untuk didiskusikan bersama. Misalnya perundungan (bullying) yang banyak terjadi di sekolah akhir akhir ini. Perhatikan berita di bawah ini. Liputan6.com, Malang - Kepolisian Resor Kota (Polresta) Malang Kota menetapkan dua orang berinisial WS dan RK sebagai tersangka kasus dugaan perundungan terhadap salah seorang siswa SMPN 16 Kota Malang, MS (13 tahun), yang mengalami luka di beberapa bagian tubuhnya. Kapolresta Malang Kota Kombes Pol Leonardus Simarmata mengatakan bahwa WS merupakan siswa kelas VIII dan RK siswa kelas VII, keduanya di SMP Negeri 16 Kota Malang, yang diduga memiliki peran langsung pada saat terjadi penganiayaan terhadap MS. https://www.liputan6.com/regional/read/4177063/2-siswa-smp- ditetapkan-sebagai-tersangka-terkait-kasus-perundungan-di-malang KB 2 PGSD PPKN 101

Setujukah dengan penetapan sebagai tersangka? Bagaimana dengan hak mereka dan korban? Bagaimana peranan pendidikan selama ini sampai hal seperti itu terjadi? Dan seterusnya…… Di bidang pendidikan, pelanggaran HAM antara lain disebabkan oleh kurangnya wawasan tentang pendidikan HAM. Itulah alasan mengapa HAM perlu diberikan di sekolah dasar. Pendidikan HAM harus menjadi suatu kewajiban moral bagi masyarakat Indonesia secara menyeluruh dan sistematis melalui jalur pendidikan formal baik di tingkat sekolah dasar, menengah, maupun perguruan tinggi. Hal itu ditegaskan dalam pasal 4 ayat 1 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. \"Dalam UU itu disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.\" Kurikulum perlu menekankan pentingnya pengenalan dan pemahaman HAM diberikan sejak dini melalui kurikulum tersendiri dalam jalur pendidikan formal. Sejak peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional 10 Desember 2004, PBB telah mengusulkan masuknya materi HAM ke sekolah. PBB memilah strategi penerapannya, dimulai di tiga tahun pertama (2005-2008) yang berfokus pada pendidikan dasar dan menengah, menghimbau semua negara untuk mengintegrasikan nilai-nilai HAM ke dalam kurikulum, mengubah proses pendidikan serta mengajarkan metode, dan memperbaiki lingkungan tempat pendidikan itu berlangsung. Di Indonesia, muatan HAM bisa didapatkan dalam sejak dari kurikulum SD/MI hingga kurikulum SMP/MTs dan SMA/MA/SMK. https://republika.co.id/berita/nz52kk22/kurikulum-ham-untuk-sekolah diakses 20 Pebruari 2020. KB 2 PGSD PPKN 102

Untuk menyambut seruan PBB dan UU itu Komnas HAM memprogramkan Sekolah Ramah HAM (SR HAM). Sekolah Ramah HAM adalah sebuah sekolah yang mengintegrasikan nilai-nilai HAM sebagai prinsip-prinsip inti dalam organisasi dan pengelolaan sekolah, di mana nilai atau prinsip HAM menjadi pusat atau ruh dari proses pembelajaran dan pengalaman yang muncul di semua sisi kehidupan sekolah tersebut. Sekolah perlu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk perkembangan jiwa anak didiknya. Hal ini untuk menangkal pengaruh buruk lingkungan keluarga atau lingkungan sekitar yang kurang mendukung yang berakibat buruk pada diri anak didik. Perhatikan berita berikut ini yang membuat miris ketika seorang siswi SMP yang berusia 15 tahun membunuh seorang anak usia 6 tahun pada tanggal 5 Maret 2020. https://pojoksatu.id/news/berita-nasional/2020/03/07/siswi-smp-bunuh- bocah-secara-sadis-di-taman-sari-ternyata-ini-yang-jadi-penyebabnya/ Sekolah Ramah HAM mempunyai konsep pendidikan HAM berperan sebagai materi pelajaran dan sebagai metode atau pendekatan untuk mempraktikkan nilai-nilai HAM di sekolah. Sekolah Ramah HAM akan memberi manfaat nyata yaitu mampu memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi, menghapus atau minimal mengurangi secara signifikan jumlah kasus pelanggaran HAM yang terjadi di sekolah. Sebenarnya, kurikulum HAM perlu membahas tentang kewajiban asasi manusia (KAM). KAM adalah seperangkat kewajiban yang bila tak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya HAM (lihat: UU No 39 Tahun 1999). KAM seharusnya menjadi fondasi utama sebelum kita mempelajari HAM. Jika dimensi HAM adalah kebebasan, maka dimensi KAM adalah tanggung jawab. Kebebasan yang bertanggung jawab adalah inti keselarasan dalam masyarakat. Dalam UU No 39 Tahun 1999, KAM KB 2 PGSD PPKN 103

termaktub di pasal 67-70 dinyatakan, \"Setiap orang yang ada di wilayah Republik Indonesia wajib patuh pada peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis, dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia\". Guru yang berupaya memahamkan KAM berarti sedang menumbuhkan budi pekerti. Dari sinilah perbaikan hingga perubahan cara pandang kurikulum nasional yang berkaitan dengan HAM berawal. Di buku siswa Sekolah Dasar mulai kelas rendah telah diajarkan budi pekerti atau karakter, tapi belum disertai perilaku yang melengkapi. Ucapan \"Terima Kasih\", \"Tolong\", \"Permisi\", \"Maaf\" diajarkan di kelas rendah, tapi belum disertai senyuman, merunduk, dan melembutkan suara. Mantapkan pemahaman Saudara melalui diskusi, dan analisisislah berbagai kasus yang relevan dengan materi pada kegiatan belajar ini. 2. Pengamalan Pancasila. Indonesia merupakan salah satu negara yang penduduknya memiliki tingkat kemajemukan yang tinggi. Kemajemukan ini ditandai dengan banyaknya suku bangsa, budaya, bahasa daerah, agama, serta berbagai kemajemukan lainnya. Hal inilah yang sering menimbulkan terjadinya konflik di antara suku bangsa, maupun penganut agama yang beragam itu, di dalam memenuhi kepentingannya yang berbeda-beda. Sebagai negara multikultur, Indonesia merupakan masyarakat paling pluralistik di dunia. Memiliki sedikitnya 1340 suku dengan 718 bahasa lokal. Negara besar ini terdiri lebih dari 17.504 pulau, 34 provinsi, 511 lebih kabupaten dan kota, serta 82.190 lebih desa. Berpenduduk lebih dari 265 juta jiwa, menempatkan Indonesia sebagai negara nomor empat berpenduduk KB 2 PGSD PPKN 104

terbesar di dunia. Negeri ini memiliki tiga zona waktu, waktu Indonesia barat, tengah, dan timur. Jarak antara wilayah paling barat dan timur, Sabang dan Merauke sama dengan jarak Teheran dan Paris atau sama dengan jarak Jeddah dan London. Indonesia juga memiliki sekurang-kurangnya 6 agama besar: Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, dan Konghuchu. Dari setiap suku, dalam batas-batas tertentu juga setiap agama, masing-masing memiliki varian sendiri-sendiri. Menyadari kondisi yang demikian itulah maka pendiri negara menetapkan Pancasila sebagai titik temu, titik tumpu, dan titik tuju bagi Indonesia. a. Hubungan Agama dan Pancasila Perhatikan tulisan Haedar Nashir dalam Republika, Sabtu 22 Pebruari 2020 berikut ini. Agama manapun tidak bertentangan dan memusuhi Pancasila. Para pendiri bangsa dari semua golongan telah bersepakat menjadikan Pancasila ideologi negara. Pancasila dijadikan titik temu, titik tumpu, dan titik tuju dari Indonesia yang beragam dan majemuk dari suku, agama, adat istiadat dan sebagainya. Di dalam Pancasila terkandung jiwa dan nilai ajaran agama yang luhur. Bung Karno bahkan berkata, dengan sila Ketuhanan maka bukan hanya menusianya, tetapi Negara Indonesia itu bertuhan (Haedar Nashir, Republika, Sabtu, 22-2-2020). Sejumlah kegaduhan tentang hubungan Pancasila dan agama di negeri ini terjadi tidak secara kebetulan. Di balik kontroversi soal agama versus Pancasila serta pandangan sejenis lainnya terdapat gunung es kesalahan paradigma dalam memposisikan agama dan kebangsaan. Di dalamnya bersemi paradigma ekstrem dalam memandang agama, Pancasila, keindonesian, dan dimensi kehidupan lainnya. Pola pandang KB 2 PGSD PPKN 105

ekstem beragama melahirkan pengikut yang fanatik buta. Dunia serba ekstrem inilah yang melahirkan konflik antar pemikiran yang sama-sama keras. Agama versus Pancasila, NKRI versus Khilafah, ekstrem kanan versus ekstrem kiri. Radikal dilawan radikal melahirkan radikal ekstrem baru. Konflik kebangsaan ini akan terus berlangsung jika tidak ada peninjauan ulang terhadap paradigma keindonesiaan yang ekstrem dalam hegemoni nalar positivistik, kuasa monolitik, dan mono perspektif di republik ini (Haedar Nashir, Republika, Sabtu, 22-2-2020). Indonesia menghadapi jalan terjal dunia ekstrem. Dua kecenderungan antagonistik dalam relasi agama dan negara mengemuka di negeri ini. Pertama, ekstremitas dalam memandang radikalisme hanya tertuju pada radikalisme agama khususnya Islam. Akibatnya negara dan kalangan tertentu terjebak pada kesalahan pandangan dalam menentukan posisi agama dan negara. Pancasila dan Indonesia pun dikonstruksi dengan paradigma liberal sekuler. Kedua, pola pikir keagamaan yang ekstrem, yang memandang kehidupan bernegara serba salah, thaghut, dan sesat. Pandangan ini beriringan dengan kebangkitan agama era abad tengah yang teosentrisme. Paham ekstrem keagamaan ini sering didukung diam-diam oleh mereka yang kecewa terhadap keadaan. Bagaimana solusinya? Perlu dikembangkan moderasi baik dalam kehidupan keagamaan maupun kebangsaan. Jika ingin terbangun kehidupan beragama, berbangsa, dan bersemesta yang moderat maka jalan utamanya niscaya moderasi, bukan deradikalisasi. Paradigma deradikalisasi menimbulkan benturan karena ekstrem dilawan ekstrem. Membenturkan agama versus Pancasila maupun ide mengganti salam KB 2 PGSD PPKN 106

agama dengan salam Pancasila secara sadar atau tidak merupakan buah dari alam pikiran deradikalisme yang ekstrem. Jika paradigma ini terus dipertahankan maka akan muncul lagi kontroversi serupa yang menghadap-hadapkan secara diametral agama dan kebangsaan, yang sejatinya terintegrasi (Haedar Nashir, Republika, Sabtu, 22-2-2020). Mayoritas umat beragama di negeri ini sejatinya moderat, termasuk umat Islam sebagai mayoritas. Masyarakat Indonesiapun dalam keragaman suku, keturunan, dan kedaerahan sama moderat. Hidup di negeri kepulauan dengan angin tropis dan keindahan alamnya membuat masyarakat Indonesia berkepribadian ramah, lembut, toleran, dan saling berinteraksi dengan cair sehingga lahir bhineka tunggal ika. Pancasila dan negara bangsa telah diterima sebagai kesepakatan nasional. Pancasila sejatinya mengandung nilai-nilai dasar dan ideologi moderat. Ketika Pancasila dan Indonesia dibawa ke paradigma ekstrem, maka berlawanan dengan hakikat Pancasila dan keindonesiaan yang diletakkan oleh para pendiri negara. Siapapun yang membenturkan Pancasila dengan agama dan elemen penting keindonesiaan lainnya pasti ahistoris dan melawan ideologi dasar nilai fundamental yang hidup di bumi Indonesia. Jika ingin Indonesia moderat maka jangan biarkan kehidupan keagamaan dan kebangsaan disandera oleh paradigma dunia ekstrem. (Haedar Nashir, Republika, Sabtu, 22-2-2020). b. Kajian Ilmiah Filosofis Pancasila Secara ilmiah filosofis Pancasila dapat dikaji sebagai berikut. 1) Merupakan kesatuan yang utuh. Kelima sila tidak dapat dilepas satu dengan lainnya. Walaupun masing-masing sila berdiri sendiri tetapi hubungan antar sila merupakan hubungan yang organis. KB 2 PGSD PPKN 107

2) Setiap unsur pembentuk Pancasila merupakan unsur mutlak yang membentuk kesatuan, bukan unsur yang komplementer. Artinya, salah satu unsur (sila) kedudukannya tidak lebih rendah dari yang lain. Walaupun sila Ketuhanan merupakan sila yang berkaitan dengan Tuhan sebagai causa prima, tetapi tidak berarti sila lainnya hanya sebagai pelengkap. 3) Sebagai satu kesatuan yang mutlak, tidak dapat ditambah atau dikurangi. Oleh karena itu Pancasila tidak dapat diperas, menjadi trisila yang meliputi sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, ketuhanan, atau eka sila yaitu gotong royong sebagaimana dikemukakan oleh Ir. Soekarno (Kaelan, 2001). Pancasila sebagai suatu sistem nilai disusun berdasarkan urutan logis keberadaan unsur-unsurnya. Oleh karena itu sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa) ditempatkan pada urutan yang paling atas, karena bangsa Indonesia meyakini segala sesuatu itu berasal dari Tuhan dan akan kembali kepadaNya. Tuhan dalam bahasa filsafat disebut dengan Causa Prima, yaitu “sebab pertama”, artinya sebab yang tidak disebabkan oleh segala sesuatu yang disebut oleh berbagai agama dengan “Nama” masing-masing agama. Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab ditempatkan setelah ketuhanan, karena yang akan mencapai tujuan atau nilai yang didambakan adalah manusia sebagai pendukung dan pengemban nilai- nilai tersebut. Manusia yang bersifat monodualis, yaitu yang mempunyai susunan kodrat yang terdiri dari jasmani dan rohani. Makhluk jasmani yang unsur-unsur: benda mati, tumbuhan, hewan. Rohani yang terdiri dari unsur-unsur: akal, rasa, karsa. Sifat kodrat manusia, yaitu sebagai makhluk KB 2 PGSD PPKN 108

individu, dan makhluk sosial. Kedudukan kodrat, yaitu sebagai makhluk otonom, dan makhluk Tuhan. Setelah prinsip kemanusiaan dijadikan landasan, maka untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan manusia-manusia itu perlu untuk bersatu membentuk masyarakat (negara), sehingga perlu adanya persatuan (sila ketiga). Persatuan Indonesia erat kaitannya dengan nasionalisme. Rumusan sila ketiga tidak mempergunakan awalan ke dan akhiran an, tetapi awalan per dan akhiran an. Hal ini dimaksudkan ada dimensi yang bersifat dinamik dari sila ini. Persatuan atau nasionalisme Indonesia terbentuk bukan atas dasar persamaan suku bangsa, agama, bahasa, tetapi dilatarbelakangi oleh historis dan etis. Historis artinya karena persamaan sejarah, senasib sepenanggungan akibat penjajahan. Etis, artinya berdasarkan kehendak luhur untuk mencapai cita-cita moral sebagai bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Oleh karena itu persatuan Indonesia, bukan sesuatu yang terbentuk sekali dan berlaku untuk selama-lamanya. Persatuan Indonesia merupakan sesuatu yang selalu harus diwujudkan, diperjuangkan, dipertahankan, dan diupayakan secara terus-menerus. Semangat persatuan atau nasionalisme Indonesia harus selalu dipompa, sehingga semakin hari semakin kuat. Sila keempat merupakan cara-cara yang harus ditempuh ketika suatu negara ingin mengambil kebijakan. Kekuasaan negara diperoleh bukan karena warisan, tetapi berasal dari rakyat. Jadi rakyatlah yang berdaulat. Sila kelima Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia ditempatkan pada sila terakhir, karena sila ini merupakan tujuan dari KB 2 PGSD PPKN 109

negara Indonesia yang merdeka. Oleh karena itu masing-masing sila-sila mempunyai makna dan peran sendiri-sendiri. Semua sila berada dalam keseimbangan dan berperan dengan bobot yang sama. Akan tetapi karena masing-masing unsur mempunyai hubungan yang organis, maka sila yang di atas menjiwai sila yang berada di bawahnya. Misalnya, sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjiwai dan meliputi sila ke dua, ke tiga, ke empat, ke lima. Sila ke dua dijiwai sila pertama, menjiwai sila ke tiga, ke empat, dan ke lima. Demikian seterusnya untuk sila ke tiga, ke empat, dan ke lima (Kaelan, 2001). Susunan sila-sila Pancasila merupakan kesatuan yang organis, satu sama lain membentuk suatu sistem yang disebut dengan istilah majemuk tunggal (Notonagoro). Majemuk tunggal artinya Pancasila terdiri dari 5 sila tetapi merupakan satu kesatuan yang berdiri sendiri secara utuh. Selanjutnya, Notonagoro berpendapat bahwa bentuk dan susunan Pancasila seperti tersebut di atas adalah hierarkis-piramidal. Hierarkhis berarti tingkat, sedangkan piramidal dipergunakan untuk menggambarkan hubungan bertingkat dari sila-sila Pancasila dalam urutan luas cakupan dan juga isi pengertian. Hukum logika yang mendasari pemikiran ini adalah bahwa antara luas cakupan pengertian dan isi pengertian berbanding terbalik. Hal ini berarti, bahwa jika isi pengertiannya sedikit, maka teba berlakunya pengertian itu sangat luas. Misalnya, kata meja mempunyai isi pengertian yang sedikit, sehingga teba berlakunya pengertian meja sangat luas, yaitu meliputi berbagai macam meja, kualitas meja, bentuk meja, dll. Akan tetapi jika kata meja ditambah dengan isi pengertian, yaitu dengan kata tamu, maka teba berlakunya pengertian itu semakin sempit, karena di luar meja tamu tidak tercakup dalam pengertian itu (Notonagoro, 1987). Jika dilihat dari esensi urutan ke KB 2 PGSD PPKN 110

lima sila Pancasila, maka sesungguhnya menunjukkan rangkaian tingkat dalam luas cakupan pengertian dan isi pengertiannya. Artinya, sila yang mendahului lebih luas cakupan pengertiannya dengan isi pengertian yang sedikit, dari sila sesudahnya atau sila yang berada di belakang merupakan pengkhususan atau bentuk penjelmaan dari sila-sila yang mendahuluinya (Notonagoro, 1987). Pancasila sebagai satu kesatuan sistem nilai, juga membawa implikasi bahwa antara sila yang satu dengan sila yang lain saling mengkualifikasi. Hal ini berarti bahwa antara sila yang satu dengan yang lain, saling memberi kualitas, memberi bobot isi. Misalnya Ketuhanan Maha Esa adalah Ketuhanan yang Maha Esa yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Demikian juga untuk sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, yang berketuhanan yang maha esa, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan ini berlaku seterusnya untuk sila-sila yang lain (Kaelan, 2001). c. Nilai-nilai Objektif dan Subjektif Pancasila Kualitas nilai-nilai Pancasila bersifat objektif dan subjektif. Nilai- nilai dasar Pancasila, yaitu: ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan, keadilan yang bersifat universal, objektif, artinya nilai-nilai tersebut dapat dipakai dan diakui oleh negara-negara lain, walaupun tentunya tidak diberi nama Pancasila. Sebagai contoh, misalnya nilai kemanusiaan di negara lain diberi nama atau dipahami sebagai KB 2 PGSD PPKN 111

humanisme, persatuan dipahami dengan istilah nasionalisme, kerakyatan dipahami dengan istilah demokrasi, keadilan dipahami dengan istilah kesejahteraan. Pancasila bersifat objektif dapat dijelaskan sebagai berikut. 1) Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sebenarnya hakikat maknanya yang terdalam menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum universal dan abstrak, karena pada hakikatnya Pancasila adalah nilai. 2) Inti nilai-nilai Pancasila berlaku tidak terikat oleh ruang, artinya keberlakuannya sejak jaman dahulu, masa kini, dan juga untuk masa yang akan datang. 3) Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD’45, menurut ilmu hukum memenuhi syarat sebagai pokok kaidah negara yang fundamental, sehingga merupakan suatu sumber hukum positif di Indonesia. Oleh karena itu hierarki suatu tertib hukum Indonesia berkedudukan sebagai tertib hukum yang tertinggi. Maka secara objektif tidak dapat diubah secara hukum, sehingga terlekat pada kelangsungan hidup negara. Sebagai konsekuensinya jikalau nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD’45 itu diubah, maka sama halnya dengan membubarkan negara Proklamasi 17 Agustus 1945 (Kaelan, 2001). Pancasila bersifat subjektif, artinya bahwa nilai-nilai Pancasila itu terlekat pada pembawa dan pendukung nilai Pancasila itu sendiri, yaitu masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Darmodihardjo (1996) mengatakan bahwa: KB 2 PGSD PPKN 112