Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Bab. 2. Mitigasi Bencana Alam - (bagian 1)

Bab. 2. Mitigasi Bencana Alam - (bagian 1)

Published by Fajar Kriscahyo Herlambang, 2021-10-18 06:56:40

Description: Bab. 2. Mitigasi Bencana Alam - (bagian 1)

Search

Read the Text Version

BAB. II. MITIGASI BENCANA ALAM PETA KONSEP Pentingnya Mitigasi Mitigasi Struktural Bencana Alam Mitigasi Non Struktural Jenis Mitigasi Bencana Alam Mitigasi Bencana Banjir Mitigasi Mitigasi Bencana Tanah Bencana Alam Longsor Mitigasi Bencana Gunung Berapi Meletus Mitigasi Bencana Gempa Bumi Mitigasi Bencana Tsunami Mitigasi Bencana Kekeringan Mitigasi Bencana Angin Puting Beliung 1

A. Pentingnya Mitigasi Bencana Alam Bencana alam memang tidak dapat dihindari. Bencana alam menjadi konsekuensi dari akitivitas alam maupun manusia. Oleh karena ketidakberdayaan manusia serta kurang baiknya pengaturan keadaan darurat, bencana alam menyebabkan kerugian yang besar dalam bidang ekonomi, struktural, bahkan kematian. Akan tetapi resiko bencana alam dapat diminimalkan dengan melakukan upaya pencegahan yang bersifat struktural maupun non struktural. Serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana inilah yang disebut MITIGASI BENCANA. Secara geologis, Indonesia terletak di antara tiga lempeng di dunia, yaitu lempeng Indo – Gb.2.1. Indonesia terletak di antara tiga lempeng utama Australia , Eurasia dan Pasifik. Hal inilah yang menyebabkan Indonesia sering dilanda gempa bumi akibat dari tumbukan antar lempeng. Sebagian besar wilayah Indonesia rawan terhadap gempa, kecuali wilayah Kalimantan. Dilihat dari susunan bebatuan yang ada dipermukaan bumi, Indonesia memiliki jumlah gunung api terbanyak di dunia. Bahkan sebagian besar gunung api tersebut masih aktif. Hal ini memberikan dampak positif dan negatif bagi masyarakat. Di satu sisi akibat aktivitas gunung berapi tersebut, tanah di Indonesia menjadi sangat subur, namun di sisi yang lain, letusan gunung berapi menyebabkan bahaya dan korban jiwa. Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia juga membawa konsekuensi dengan meningkatnya kebutuhan pangan, sandang dan papan. Alih fungi lahan untuk pertanian, pemukiman dan industri menjadi penyebab berkurangnya jumlah hutan sebagai penjaga kesimbangan alam. Belum lagi permasalahan global yang melanda masyarakat dunia saat ini, yaitu pemanasan global. Akibat peristiwa ini terjadi perubahan iklim besar – besaran di seluruh dunia. Indonesia pun terkena dampak dari peruabahan iklim ini. Bencana kekeringan, angin puting beliung, dan wabah penyakit yang melanda menambah kesengsaraan rakyat. Bencana berdasarkan sumbernya di bedakan menjadi 3 menurut UU No.24 tahun 2007, yaitu: 1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, banjir, gunung meletus, tanah angin topan dll. 2. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa nonalam antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidermi, dan wabah penyakit. 3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang dikibatkan oleh manusia, yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat dan teror. 1. Mitigasi Struktural B. Jenis Mitigasi Bencana Mitigasi struktural adalah serangkaian upaya untuk meminimalkan bencana yang dilakukan melalui pembuatan berbagai prasarana fisik serta menggunakan pendekatan teknologi. Contoh dari mitigasi struktural adalah pembuatan kanal khusus pencegahan banjir, alat pendeteksi aktvitas gunung yang masih aktif, bangunan tahan gempa, dan juga alat pendeteksi dan peringatan dini jika terjadi gelombang tsunami (Early Warning System). Sumber : https://www.jpnn.com/news/alat-pendeteksi-tsunami-akan-dipasang-di-selat- sunda Gb.2.2. Alat pendeteksi dini tsunami 2

2. Mitigasi Non Struktural Mitigasi non struktural merupakan serangkaian upaya mengurangi dampak Sumber : https://kanalkalimantan.com/desain-tata-ruang-ibu-kota-baru-ditargetkan-rampung- bencana selain dari mitigasi struktural. 2020/ Mitigasi non struktural dapat dilakukan Gb.2.3. Membuat tata ruang kota yang baik dalam lingkup upaya pembuatan kebijakan dan pembuatan suatu peraturan. Contoh dari mitigasi non struktural adalah pembuatan Undang – Undang Penanggulangan Bencana, pembuatan tata ruang kota yang baik, capacity building masyarakat, ataupun menghidupkan berbagai aktivitas lain yang berguna untuk menambah penyadaran dan pengetahuan masyarakat menghadapi ancaman bencana. C. Mitigasi Bencana Banjir Banjir adalah suatu kondisi air yang meluap melebihi batas. Banjir dapat disebabkan oleh hujan besar, meluapnya air sungai, atau jebolnya bendungan penahan air. Biasanya daerah langganan banjir adalah daerah yang gersang. Hal ini disebabkan tanah gersang tidak mampu menyimpan air dengan baik. Juga daerah perkotaan yang minim resapan air karena banyaknya beton dan sedikitnya tanah terbuka. Guna meminimalkan risiko yang terjadi akibat bencana banjir, maka Sumber : https://www.ayobogor.com/read/2020/05/18/7063/hujan-deras-banjir-landa-sejumlah- diperlukan upaya mitigasi yang dapat wilayah-di-bogor dilakukan dengan cara sebagai berikut : Gb.2.4. Kondisi banjir d isuatu daerah 1. Merencanakan untuk menempatkan fasilitas – fasilitas vital yang rentan terhadap banjir pada daerah yang aman. 2. Menyesuaikan desain bangunan di daerah banjir. Bangunan harus tahan terhadap banjir terhadap banjir dan dibuat bertingkat. 3. Membangun segala infrastruktur kedap air. 4. Membuat tanggul atau tembok penahan di sepanjang sungai serta tembok laut di sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami. 5. Melakukan pembersihan sedimen sumber air, misalnya sungai, embung, situ, telaga, danau buatan. 6. Membuat saluran drainase yang baik 7. Meningkatkan kewaspadaan terhadap terhadap daerah rawan banjir 8. Mendesain bangunan rumah yang tahan banjir ( menggunakan material tahan air dan membuat pondasi yang kuat) 9. Selalu meningkatkan kewaspadaan terhadap lingkungan sekitar ( terhadap kegiatan penggundulan hutan) 10.Membuat pelatihan tentang kewaspadaan banjir, seperti cara penyimpanan perbekalan, serta tempat istirahat atau tidur di tempat yang aman( daerah yang tinggi). 3

Gb.2.5. Contoh Poster Mitigasi Bencana Banjir D. Mitigasi Bencana Tanah Longsor Tanah longsor adalah peristiwa geologi berupa terjadinya pergerakan tanah, seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Tanah longsor terjadi saat lapisan bumi paling atas dan bebatuan terlepas dari bagian utama tanah induk. Hal ini dapat terjadi akibat curah hujan yang tinggi pada lereng yang curam, gempa bumi dan letusan gununh berapi, erosi pada aliran sungai atau hantaman gelombang laut, getaran alat mesin, kendaraan lalu lintas, dan Sumber : https://www.ayobogor.com/read/2019/12/09/5239/bpbd-kota-bogor-akan-pasang-alat- penggunaan bahan peledak bahkan pendeteksi-longsor petir berat yang terlalu berlebihan. Gb.2.6. Tanah longsor Ketika longsor berlangsung, lapisan teratas bumi mulai meluncur deras pada lereng. Makin curam kemiringan lereng suatu kawasan, main besar kemungkinan terjadi longsor. Gundukan tanah yang berkuantitas besar inilah yang merusak rumah – rumah, menghancurkan banguna, bahkan menimbun nyawa dalam hitungan detik. Di pulau Jawa dan Sumatera sering terjadi tanah longsor yang menelan korban harta benda dan jiwa. Tanah longsor sebagian besar termasuk gejala alam (disebabkan oleh faktor alam). Namun, terdapat beberapa kegiatan manusia yang menyebabkan tanah longsor, seperti penebangan pohon secara liar di daerah lereng pegunungan, penambangan bebatuan dan tanah yang menimbulkan ketidakstabilan lereng, serta pemompaan dan pengeringan air tanah yang menyebabkan turunnya level air tanah. 4

Guna meminimalkan risiko yang terjadi akibat bencana tanah longsor, maka diperlukan upaya mitigasi yang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Membuat pemukiman dan fasilitas utama lainnya yang mendukung di daerah rawan bencana. 2. Menyarankan untuk merelokasi tempat tinggal ke tempat yang lebih aman dan jauh dari tebih. 3. Menyarankan pembangunan pondasi tiang pancang di setiap bangunan untuk menghindari bahaya liquefaction ( berkurangnya kekuatan dan kekakuan tanah karena gempa atau pergerakan tanah lainnya). 4. Menyarankan pembangunan pondasi yang menyatu di setiap bangunan, untuk menghidari penurunan yang tidak seragam (differential settlement). 5. Menyarankan pembangunan utilitas (instalasi – instalasi kabel listrik, gas, fiber optic dll) yang ada di dalam tanah harus bersifat flesibel. 6. Mengurangi tingkat keterjalan lereng atau tebing. Gb.2.7. Contoh Poster Mitigasi Bencana Tanah Longsor 5

E. Mitigasi Bencana Gunung Berapi Meletus Wilayah Indonesia terletak di dalam Cincin Api (Ring of Fire) Pasifik. Cincin Pasifik merupakan pusat gempa dan rangkaian gunung berapi di sekitar Samudra Pasifik. Hampir 90 % pusat gempa berada di sepanjang Cincin Api Pasifik. Gunung api di Indonesia terbentang dari bagian barat hingga timur Indonesia mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi hingga kepulauan Maluku. Sumber : http://www.dawainews.com/?p=3007 Indonesia memiliki sekitar 150 gunung berapi, baik yang aktif maupun Gb.2.8. Cincin Api Pasifik yang dorman (tidur). Gunung api memiliki aktivitas vulkanik yang tinggi dan meletus dalam jangka waktu yang pendek. Salah satu contoh adalah gunung Merapi. Sejak tahun 1000 M, gunung merapi telah meletus 80 kali. Gunung api dorman sudah tidak melakukan aktivitas vulkaniknya dalam waktu yang lama. Akan tetapi, gunung tersebut dapat meletus sewaktu – waktu. Salah satu gunung dorman di Indonesia adalah gunung Sinabung yang hingga Agustus 2020 erupsinya belum selesai. Gunung Sinabung terakhir kali meletus pada tahun 1600, kemudian aktif lagi pada tahun 2010 dan meletus kembali tahun 2013. Batuan cair dan magma yang ada di dalam perut bumi suatu saat akan bergerak ke permukaan karena memiliki massa jenis yang lebih kecil dari batuan yang ada di sekitarnya. Naiknya magma ke permukaan menyebabkan erupsi. Magma yang keluar dan mengalir di permukaan bumi saat terjadi erupsi di sebut lava. Gunung berapi memiliki lubang yang berbentk melingkar di daerah puncaknya yang disebut kawah. Saat erupsi terjadi, magma dan material lainnya dimuntahkan melalui kawah gunung api. Ketika terjadi erupsi gunung berapi Sumber : https://geologi.co.id/wp-content/uploads/2011/06/penampang-gunungapi.jpg (gunung meletus), lava dan beberapa material dimuntahkan hingga ribuan meter kubik (������3) ke Gb.2.9. Penampang erupsi gunung berapi udara. Partikel – partikel dari material dan lava yang mendingin akan terlontar ke atas, kemudian berjatuhan dari langit. Fenomana ini yang disebut debu vulkanik /tephra. Material yang dikeluarkan saat letusan gunung berapi meliputi material padat, cair dan gas. Material padatan berupa batuan dan mineral dari dalam bumi. Hasil lainnya dari letusan gunung api adalah lava dan lahar. Lahar merupakan lava yang telah bercampur dengan batuan, air dan material lainnya. Selain itu, letusan gunung berapi juga menghasilkan gas beracun, yakni Hidrogen Sulfida (H2S) , Sulfur dioksida (SO2) dan Nitrogen dioksida (NO2). Selain material tersebut, letusan gunung berapi juga menghasilkan awan panas (aliran piroklastik) atau yang dikenal oleh masyarakat awam dengan nama “wedhus gembel”. Awan panas merupakan hasil letusan seperti awan yang mengalir bergulung. Awan panas terdiri atas batuan pijar, gas panas, serta material lainnya dengan suhu mencapai 7000C dan kecepatan menuruni lereng 200 km⁄jam. Letusan gunung berapi memilik daya penghancur yang besar. Material berbahaya seperti lahar dan abu vulkanik dapat merusak segala sesuatu yang dilewatinya. Lava pijar yang keluar saat erupsi juga dapat meyebabkan hutan di sekitar gunung terbakar. Hal ini akan mengancam ekosistem alami di hutan tersebut. Selain itu, suhu tinggi awan panas yang mengalir menuruni bukit dapat merusak ekosistem serta membunuh makhluk 6

hidup. Gas beracundan hujan debu akibat gunung meletus juga dapat mencemari udara dan mengganggu pernapasan. Tingkatan Status Gunung Api 1. Aktif Normal Status aktif normal artinya pada gunung api yang diamati tidak ada perubahan aktivitas secara visual, seismik, dan kejadian vulkanik. Ini menunjukan tidak ada letusan hingga kurun waktu tertentu. Pada status ini, berdasarkan pengamatan dari hasil visual, kegempaan dan gejala vulkanik lainnya, kegiatan gunung api tersebut tidak memperlihatkan adanya kelainan. 2. Waspada Status Waspada menunjukkan mulai meningkatnya aktivitas seismik dan mulai muncul kejadian vulkanik. Pada status ini juga mulai terlihat perubahan visual di sekitar kawah. Mulai terjadi gangguan magmatik, tektonik, atau hidrotermal, namun diperkirakan tak terjadi erupsi dalam jangka waktu tertentu. 3. Siaga Pada status Siaga ada peningkatan seismik yang didukung dengan pemantauan vulkanik lainnya, serta terlihat jelas perubahan baik secara visual maupun perubahan aktivitas kawah. Berdasarkan analisis data observasi, kondisi itu akan diikuti dengan letusan utama. Artinya, jika peningkatan kegiatan gunung api terus berlanjut, kemungkinan erupsi besar mungkin terjadi dalam kurun dua pekan. 4. Awas Status Awas adalah kondisi paling memungkinkan terjadinya erupsi. Status Awas merujuk letusan utama yang dilanjutkan dengan letusan awal, diikuti semburan abu dan uap. Setelah itu akan diikuti dengan erupsi besar. Dalam kondisi ini, kemungkinan erupsi besar akan berlangsung dalam kurun 24 jam. Sumber : http://indonesiabaik.id/infografis/mengenal-4-tingkatan-status-gunung-api-di- indonesia#:~:text=Status%20aktif%20normal%20artinya%20pada,letusan%20hingga%20kurun%20waktu%20tertentu. Upaya mitigasi gunung berapi antara lain : 1. Membuat perencanaan lokasi terhadap pemanfaatan lahan untuk aktivitas harus jauh atau diluar kawasan rawan bencana. 2. Menghindari tempat – tempat yang sekiranya dilewati aliran lava. 7

3. Membuat struktur bangunan tahan api. 4. Mendesain bangunan tahan terhadap tambahan beban akibat abu vulkanik. 5. Membuat titik pengungsian yang permanen, terutama di sekitar gunung berapi yang sering meletus, misalnya gunung Merapi (DIY,Jateng), gunung Semeru (Jatim), gunung Sinabung (Sumatera Utara), dan sebagainya. 6. Memberikan sosialisasi, berupa penyuluhan kepada masyarakat yang bermukim di sekitar gunung api, untuk mengetahui posisi tempat tinggalnya pada peta kawasan rawan gunung api. 7. Mensosialisasikan kepada masyarakat yang bermukim di sekitar gunung api, tentang cara menghindar serta tindakan yang harus dilakukan ketika terjadi erupsi. 8. Sosialisasi kepada masyarakat tentang arti dari peringatan dini yang diberikan oleh petugas pengamat gunung berapi. 9. Sosialisai kepada masyarakat untuk melakukan koordinasi dengan petugas pengamat gunung berapi. 10. Melaksanakan simulasi mengahadapi bencana erupsi secara rutin dan berkala. Gb. 2.11. Poster Mitigasi gunung Agung F. Mitigasi Bencana Gempa Bumi (bagian 2) G. Mitigasi Bencana Tsunami (bagian 2) H. Mitigasi Bencana Kekeringan (bagian 2) I. Mitigasi Bencana Angin Puting Beliung (bagian 2) oooo0000000ooooo 8


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook