Kiblat Cinta Kiblat Cinta Kumpulan Sajak Suara Bunga Patani Mahroso Doloh CV E Sastra Management Enterpise i
Mahroso Doloh Diterbitkan dan diedarkan di Indonesia oleh: E Sastra Management Enterprise (EsMe) Jl. Bujana Tirta 2 No.5, RT 011/RW 006, Pisangan Timur, Pulogadung, Jakarta Timur 13230 Phone: +6221.4721382 | Fax: +6221.4721382 www.esastraindo.com facebook : EsMeIndo [email protected] Kiblat Cinta, antologi puisi Mahroso Doloh Penulis : Mahroso Doloh Editor : Yo Sugianto Sampul: Gie Tata Letak Isi : Setiyo Bardono Cetakan I : November 2014 ISBN 978-602-71008-5-5 Dicetak di Indonesia HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG ! Dilarang keras menerjemahkan, menyalin, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta. ii
Kiblat Cinta Dari Penerbit Puisi mampu menjadi medium dari pergulatan perjalanan estetik penulisnya, termasuk pengalaman religiusitasnya. Dalam puisi tercermin ekspresi diri sang penyair, pertarungan yang telah dilakoninya, termasuk hubungan bathin dengan Tuhan perasaan ketuhanan, kesadaran akan kebesaran Tuhan, dan akan takdir. Pengalaman religious itu mewarnai puisi-puisi Mahroso Doloh, penyair dari Patani, Thailand Selatan yang terhimpun dalam kumpulan puisi “Kiblat Cinta” ini. Bukunya yang pertama, dan menjadi catatan penuh makna, karena untuk pertama kalinya penulis Patani meluncurkan kumpulan puisinya di Indonesia. Dalam “Kiblat Cinta” ini terasa kental warna budaya Melayu (baca : bahasa) yang tak terelakkan, namun berpadu dengan bahasa Indonesia, terasa enak untuk dicerna. Ia tak hanya bersajak tentang perasaannya, atau Patani, tapi juga Indonesia yang dikenalnya dalam sentuhan keseharian. Selain, tentunya lantunan perjalanan religiusitasnya yang membuat puisi-puisi di dalamnya menjadi renungan tersendiri. Melalui karya pertamanya yang diterbitkan atas prakarsa eSastera Malaysia ini, Mahroso Doloh memberi warna tersendiri bagi khasanah kesusastraan Indonesia. Tak hanya karena ia berasal dari Patani, tapi juga keakraban sehari-hari pada budaya lokal di Jawa Tengah, terutama Banyumas dan Purwokerto. Penerbitan karya penyair Patani ini, setelah diawali dengan peluncuran kumpulan puisi dari penulis Malaysia (NimoizT.Y dan Irwan Abu Bakar), semoga menjadi pintu bagi saudara serumpun Melayu lainnya untuk memperkenalkan guratannya kepada masyarakat Indonesia. Salam sastra, EsMe iii
Mahroso Doloh Daftar Isi Dari Penerbit iii Kupasan Cinta ix Nilai-Nilai Insani xii Berkiblat Pada Cinta xiv 1. Lorong-lorong Cinta xx Kiblat Cinta 1 Cinta di Atas Cinta 2 Benang Putih 3 Biji-biji Rindu 4 Selimut Tahajud 5 Hanya Dia 6 Surga Sebelum Surga 7 Sajak di Rahim Subuh 8 Kutuliskan Cinta 9 Kopi Rindu 10 Kutbah Hujan 11 Deraian Kata 12 Mencari Maksud 13 Setangkai Duri Cinta 14 Antara 15 Perbedaan Cinta 16 Tetesan Manis 17 Suara 18 Bunga dalam Hujan 19 Mencari Kata-kata 20 Mahligai Cinta 21 Melati 22 Pagi yang Kemarau 23 Gelap Dalam Cahaya 24 Dialog Melati 25 iv
Kehabisan Kata-kata Kiblat Cinta Anak Malaikat Tersungi Dalam Rindu 26 Puncak Rindu 27 Aroma Dalam Sujud 28 Tanaman Kalbu 29 Mentari Senja 30 Kabut yang Bertahyat 31 Buah Bermusim Gerimis 32 Bidadari Sampingku 33 Sayap Merpati 34 Sepasang Merpati 35 Tetesan Surga Hamba Hyang 36 Cinta di Pohon Kuldi 37 Ketika Itu 38 Jam Dua Belas Malam 39 Setangkai Tasbih 40 Kenangan Dalam Gerimis 41 Kesucian Bunga 42 Malam Pertama 43 Lamuanan Cahaya 44 Sholawat Cinta 45 Cemburu dengan Senyummu 46 Wajah Jelita 47 Jelita Duri Manis 48 49 2. Untukmu Patani 50 Wasiat Bumi Patani 51 Kiai Menjelang Malam Tangis Dalam Rindu 52 Di Bawah Air Mata Bumi Patani 53 Suara Patani 54 Takkan Surut 55 Belalai Gajah 57 59 v 60
Mahroso Doloh Tangisan Mencari Bahasa 61 Semarak Darah 64 Hilal di Padang Pasir 63 Ketika Itu 64 3. Untuk Pohon Cinta 65 Dalam Tenda Cinta 66 Akar 67 Tafsir Cinta 68 Telor Goreng 69 Pohon Tua Itu 70 Bidadari Tercinta 71 Jembatan Bidadari 72 4. Catatan Indonesia 73 Saat Langit Bersalam pada Bumi 74 Rapi dan Api 75 Semarak Tikus 76 Ku singgah Negeri Indah 77 Dakwah Seorang Rakyat 79 Mata Langit Diruncing 80 Lilin Jepara 81 Melukis Cahaya 82 Kau 83 Kartini 84 Warisan si Salam Kartini 85 Kepayang Kursi (1) 86 Kepayang Kursi (2) 87 Kepayang Kursi (3) 88 Kepayang Kursi (4) 89 Ucapan Selamat 90 Keunikan Senyum 91 vi
Kiblat Cinta Bait Puisi Para Pejabat 92 Doa Sebelum ke Makam 93 Ulang Tahun Sepuluh April 94 Risalah Rakyat 95 Kepada Siapa Aku Bertanya 96 Bunga-bunga Rakyat 97 Suara di Kaki Bumi 98 Kabut di Kampus Biru 99 Smokol 100 Merah Putih Mengecewa 101 Raja Pemilu 102 Banyumas Seindah Negerimu 103 Nafas 104 Sajak Seorang Merantau 105 Setangkai Gelombang Karyamin 106 Mengkiblatkan Cinta Kepada Cahaya 107 Endorsment 114 vii
Mahroso Doloh Buku ini; Akan kupersembahkan pada kedua orang yang mulia Ayah dan Ibu yang telah mengasuhku dengan penuh cinta luhur sejak dari buaian sampai sekarang. Kedua orang itulah yang menjadi sebuah payung melindungi kami dari hujan, panas dan sebagainya. Dengan berkah doanya sehingga anaknya dapat mengenal bangku kuliah mengenal dunia yang lebih luas, walaupun keduanya tak pernah merasakan. Semoga buku ini dapat menjadikan penyejuk jiwamu wahai Ayah dan Ibuku tercinta. Untuk saudara sekandungku yang selalu menjadi motivasiku dalam meraihkan ilmu Allah yang tak terhingga. Dengan senyum, tawa, dan tangis kita berempat selalu mengindahkan hidup ini. viii
Kiblat Cinta Kupasan Hati Terbitnya “Kiblat Cinta” sungguh menjadi suatu hal yang sangat istimewa bagi saya. Allhamdulilah jutaan puji syukur hamba pada-Nya, karena buku ini takkan hadir tanpa kuasa-Nya. “Kiblat Cinta” merupakan karya pertama kumpulan sajak tunggal, dan buku ketiga setelah Cakap Berbahasa Indonesia- Thailand (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2014) dan Buku Lentera Sastra II Antalogi Puisi Lima Negara (Baten, 2014). Terbitnya sepilihan puisi ini sesuatu yang luar biasa. Saya teringat, saat duduk di bangku SMP dan SMA dapat dikatakan sulit untuk mencerna dengan baik pelajaran bahasa (membahas Rumi, Bahasa Indonesia). Tapi, dalam kesulitan itu masih ada rasa cinta terhadap bahasa sehingga saya memilih untuk hijrah ke Indonesia, untuk mendalami ilmu bahasa (bahasa serumpun Melayu). Teringat pula, saat pertama menulis sajak sebagai tugas mata kuliah Kajian Puisi dengan dosen Abdul Wachid B.S. dan semua tulisan itu dicoret. Saat itu beliau mengatakan ini bukan puisi atau sajak, serta dengan penjelasan yang panjang lebar. Baru di semeter dua saya mengenal puisi atau sajak, yang terus saya pelajari hingga kini. Abdul Wachid B.S. menularkan ilmu sajak itu. Hampir setiap minggu, malam Selasa dan Rabu, saya membiasakan diri untuk berdiskusi dengan beliau di kontrakannya. Dalam proses beberapa tahun kemudian, dengan semangat yang membara serta hidup dengan warna cinta yang keruh maupun jernih, melingkupi hidup ini dan beribu ujian yang dihadapi, hadirlah “Kiblat Cinta”. Istimewanya buku ini bukan dalam arti hebat, tapi karena bagi saya “Kiblat Cinta” ini dapat menjadi suatu hadiah, untuk menghapuskan air mata, keringat dan penyejuk jiwa bagi kedua orang, yang penulis senantiasa memanggilnya “Ayah ix
Mahroso Doloh dan Wae1”, yakni kedua orangtua (Kosim dan Zainab) yang sangat menyayangi anak-anaknya. Tidak salah jika penulis mengatakan tanpa mereka “Kiblat Cinta” tak akan hadir. Dalam ruang yang tak luas ini, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih bagi semua yang telah mempertegas jalan dalam dunia sastra ini. Mereka yang percaya bahwa saya bisa meniti jembatan itu, meski masih tertatih. Untuk tiga saudara sekandung; Rosidah, Bukhori, dan Nurmayuti, yang mengindahkan hidup saya.Tak terasa, air mata mengalir setelah menyebut nama-nama itu, tidak tahu kenapa. Mereka sudah menaburkan ribuan tetesan kasih sayang yang tak akan hilang dalam jiwa ini. “Kiblat Cinta” yang sedang dibaca ini tak akan hadir juga jika tanpa orang-orang yang memberi semangat dan menguatkan, diantaranya pak Abdul Wachid B.S. (penyair sekaligus guru favorit saya), pak Heru Kurniawan (dosen, sekaligus teman dan saudara saya), pak Eko Sri Israhayu (dosen), pak Teguh Trianton (dosen),dan semua dosen di Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Selain itu, ada Arif Hidayat, mbakYanwi Mudrikah, Titi Anisatul Laely, Dimas Indianto S., Irfan M. Nugroho, Usman Tanjung,Wanto Tirta, Mulasih Tary, Endah Kusumaningrum, Otih Nurhayati, bapak Ibu serta adik-adikku di Rumah Kreatif Wadas Kelir, dan teman-teman lainnya. Tak lega rasanya jika belum menghaturkan terima kasih buat Ibu Santhy Hawanti, pak Regawa Bayu Pamungkas, bu Laily Nurliana, teman-teman KUI yang senantiasa membantu dalam urusan imigrasi maupun hal yang lain selama berada di Indonesia. Tak kecuali juga keluarga angkat di Indonesia; bu Nani, pak Ruat, Dani dan Dendi serta teman-teman asal Patani Thailand Selatan yang kuliah di UMP. 1 “Wae” adalah ganti nama untuk memmanggil pada seorang ibu yang sering digunakan oleh beberapa masyarakat di Patani x
Kiblat Cinta Melalui “Kiblat Cinta” saya mencoba untuk menuangkan rasa cinta yang dianugrahkan oleh Yang Mahacinta pada hamba- Nya kedalam sajak-sajaknya. Kata “cinta” pada umumnya banyak di kalangan remaja maupun dewasa yang menganggap atau menjadikan cinta itu hanya untuk memuaskan hawa nafsu saja, sedangkan cinta yang sebenarnya itu adalah cinta yang melibatkanYang Mahacinta pada cinta itu. Mahroso Doloh Pemilik “Kiblat Cinta” xi
Mahroso Doloh Nilai-Nilai Insani Alhamdulillahi Rabbil’alamin, kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat yang telah dilimpahkan kepada kita. Kesejahteraan semoga Allah SWT curahkan kepada junjungan kita manusia pilihan Rasulullah SAW, juga keluarga, para sahabat, dan kita sebagai umatnya. Saya menyambut dengan baik atas terbitnya buku kumpulan sajak Kiblat Cinta yang ditulis oleh Mahroso Doloh, mahasiswa asal Patani, Thailand Selatan yang sedang melanjutkan studi di Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Saya sangat senang dan bangga dengan seorang mahasiswa asing dari Patani,Thailand Selatan yang ada di Universitas Muhammadiyah Purwokerto aktif di bidang kepenulisan, sehingga ia dapat menerbitkan buku ketiganya yang merupakan kumpulan sajak dengan judul Kiblat Cinta. Kumpulan sajak Kiblat Cinta karya Mahroso Doloh,merupakan kumpulan sajak yang tidak hanya mengandung nilai-nilai romantisme atau hiburan saja, tapi juga mengandung nilai- nilai insani sebagai makhluk profetik. Bagaimana terlihat pada sajak-sajaknya yang berusaha mengarahkan pembaca untuk melibatkanYang Maha Cinta pada semua yang kita cintai. Baik cinta terhadap sesama manusia, cinta terhadap kedua orang tua, cinta terhadap bangsa, dan cinta kepada seluruh makhluk Allah SWT. xii
Kiblat Cinta Harapan saya semoga kumpulan sajak Kiblat Cinta dapat mengarahkan semua pembaca untuk menempatkan sebuah cinta yang dianugerahkan oleh Allah SWT sesuai dengan yang dikehendaki oleh Islam. Selain itu,juga dapat memotivasi mahasiswa saya agar aktif di bidang kepenulisan yang banyak manfaatnya. Dr. H. Syamsuhadi Irsyad, M.H. Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto xiii
Mahroso Doloh Berkiblat Pada Cinta Oleh Teguh Trianton Kejahatan terkejam yang ada pada diri manusia adalah cinta, lantaran kau, aku dan waktu pernah dibuat menangis karenanya, tapi aku justru hanya dapat hidup dengan dilukai, dan lukaku adalah kau. Seperti puisi, cinta adalah seni. Cinta merupakan hakekat yang paling inti dari hidup dan kehidupan. Tanpa cinta, maka manusia tak lagi lengkap syaratnya untuk menduduki kapasistas kemanusiaan. Cinta adalah api dan air sekaligus. Cinta menjadi nyala, penerang dalam kegelapan, tapi ia juga dapat berubah menjadi cahaya yang sangat menyilaukan, atau bahkan api yang menyala dan membakar. Tapi, dengan cinta itu pula, nyala akan dapat dipadamkan, panas menjadi dingin, keriuhan menjadi kedamaian, lantaran cinta juga air, air kehidupan. Hidup adalah seni, maka cinta adalah seni (Erich Fromm). Jika untuk menulis puisi dibutuhkan dua laku; mengetahui dan mempraktekan, maka untuk perkara cinta, juga dibutuhkan laku; belajar mengetaui, merasakan dan melaksanakan cinta. Belajar mengetahui cinta merupakan aktivitas intelektual, belajar merasakan cinta merupakan aktivitas afektif yang mengedepankan fungsi emosi, kesadaran diri dalam kontrol pengetahuan. Sedangkan belajar melakukan cinta adalah aktivitas mewujudkan cinta dalam tindakan, atau amalan. Cinta menjadi perkara terbesar dalam kehidupan manusia. Itulah sebabnya persoalan cinta dalam konteks apapun, tak pernah kering diperbincangkan. Cinta menjadi inspirasi terbesar bagi para penulis sastra. Dalah khazanah sastra, cinta dikonstruksi dan direproduksi menjadi teks, cinta dikonstruksi menjadi persoalan sekaligus penyelesaian. xiv
Kiblat Cinta Agaknya, cinta pula yang menginspirasi Mahroso Doloh, menulis puisi tentang cinta,pada kitab puisi Kiblat Cinta; Kumpulan Sajak Suara Bunga Patani ini. Penyair membahas dan membahasakan cinta, dalam tiga kutup berbeda. Kutub pertama, merupakan kutub paling subjektif yang ada dalam diri aku lirik. Penyair, melalui kutub yang paling primordial ini mencoba menempatkan puisi sebagai alat ucap. Puisi sebagai ekpresi untuk merepresentasikan subjektivitasnya terhadap persoalan cinta. Kemana akan ku simpan sebuah cinta/ jika aksara tak menjadi kata-kata/ bahkan terucap hanya terpaksa/ menjadi ombak hanya ketika// dalam puisi menggunung cinta/ mencari arah tak hingga/ tak ingin cinta;/ yang menjadi titi neraka. Penyair melalui dua episode cinta dalam larik-larik puisi berjudul “Kiblat Cinta” ini, tengah mengabarkan subjektivitasnya terhadap arah atau posisi cinta yang paling hakiki. Itulah sebabnya, penyair menempatkan puisi ini sebagai pintu masuk untuk menjelajahi keseluruhan puisi yang ada dalam buku ini. Meski aku lirik menyediakan pintu dan kunci untuk memasuki kedalam serta arah cinta dalam puisi ini, namun sebagai teks yang terbuka, kelak kumpulan puisi ini akan dimasuki dari berbagai sisi. Bahkan pintu yang disediakan penyair, boleh jadi ditinggalkan begitu saja oleh para pembaca. Lantaran, pada pintu ini pula, mula-mula penyair mendeklarasikan keluasan ruang jelajah –baca dan tafsir- melalui larik pembuka yang menanya; Kemana akan kusimpan sebuah cinta. Lewat lirik pendek ini, penyair secara subjektif menawarkan keluasan medan tafsir tentang cinta. Aku lirik secara subjektif, hendak membiarkan aku publik mencari sendiri kiblat cinta. Meski demikian, secara subjektif pula, aku lirik memberikan arah cinta; tak ingin cinta;/ yang menjadi titi neraka/. Pada xv
Mahroso Doloh titik ini, penyair agaknya memposisikan puisinya sebagai ekspresi religiusitas yang paling pribadi. /dengan cinta; beribu cinta/ membuat taubat di sela-sela malam/ menderai gerimis hitam/ menjadi secawan zamzam// (fragmen tiga). Bait ketiga ini menegaskan bahwa perkara cinta sesungguhnya dapat membawa manusia pada situasi penuh masalah, itulah sebabnya, sebaik-baik cinta adalah ketika ia merupakan jalan terang menuju pertaubatan, di waktu yang paling sunyi dan pribadi. Lihatlah bait empat, episode akhir ini menjadi semacam konklusi penyair dalam melihat cinta secara subjektif. /dengan cinta;beribu cinta/ angin,panas,hujan/ semua terasa pada telubuk kalbu/ hanya mencari kiblat Cinta/.Aku lirik menutup fragmen ini dengan sebuah kalimat penegasan, bahwa persoalan kehidupan adalah persoalan mencari kutub, hanya mencari kiblat. Kutub pertama yang menjadi kiblat aku lirik ini kemudian dipertegas pada bagian ketiga buku puisi ini. Aku lirik menegaskan pencarian arah cinta dengan tajuk “Untuk Pohon Cinta”. Bagian ketiga ini merupakan perwujudan kerinduan aku lirik akan kiblat yang dapat ia temukan dimana saja. Lantaran kiblat cinta bukanlah arah yang dipandu dengan kompas, melainkan hakekat cinta itu sendiri yang tak mengenal arah secara geografis. Kutub yang kedua adalah kutub kultural penyair. Kutub kultural ini menjadi titik berangkat dan titik tuju pulang sekaligus. Patani adalah nama sebuah kawasan di Thailand Selatan, tempat moyang penyair lahir dan dibesarkan. Patani dalam kumpulan puisi Kiblat Cinta, merupakan kutub kedua yang juga primodial. Bagaimanapun, subjektivitas yang pertama akan muncul sebagai buah ranum pohon budaya tempat penyair ditanamkan oleh orang tuanya atau menanamkan dirinya sebagai bagian dari entitas sosial. xvi
Kiblat Cinta Patani adalah kutub kultural penyair. Itulah sebabnya, meski saat puisi-puisi ini ditulis; aku lirik berada di Indonesia, namun pengetahuannya dan emosinya tentang cinta membuat ia terus dihinggapi rasa rindu pada kampung halaman. Rindu yang menggelegak ini menyebabkan aku lirik secara sentimentil mengingat tanah tumpah darahnya. Saat cinta berada pada orbit yang berbeda, maka seseorang akan mengalami situasi rindu. Rindu sebenarnya merupakan akibat,yang pada situasi tertentu akan menjadi sebab.Bersebab subjek cinta berada pada ranah budaya yang berbeda, maka rindu adalah keniscayaan. Lantaran rindu yang menggebu, maka subjek cinta akan mengalami situasi kegalauan; Apa yang harus kutulis/ untukmu bumi Patani/ sekian lama kau ditindih/ tenggelam air dan darah-darah// hari ke hari/ tulangmu selalu dihimpit/ tak ada ruangan untuk bertumbuh/ menjadi subur agar bisa berlari di cakrawala//. Intensitas pergulatan bathin pada medan rindu; antara kenangan yang bertumpuk, dendam tentang masa silam yang ingin ia bayar di masa depan (cakrawala), membuat aku lirik memiliki optimisme, berwasiat secara literer pada bumi Patani. Kutub yang ketiga adalah kutub cinta ketiga. Saya menyebut cinta ketiga, lantaran aku lirik telah memiliki cinta pertama pada hakekat cinta yang tengah ia cari kiblatnya, cinta kedua adalah cinta penyair pada tanah moyangnya yang menjadi ibu kandung kebudayaan yang mengasuhnya, sementara cinta ketiga adalah keterpesonaan penyair pada Indonesia. Meski bertajuk ‘Catatan Indonesia’ namun, sesungguhnya roh kutub cinta ketiga ini berasal dari bumi cabalaka; Banyumas. Pergulatan intelektual dan kultural penyair dengan wong Banyumas sebagai subjek individu maupun sebagai entitas sosial budaya, telah mengkontruksi cinta yang ketiga. “Banyumas Seindah Negerimu”, demikian aku lirik memberi tajuk pada puisinya, yang merupakan presentasi kekaguman atau mungkin buah keterpecahan pengetahuan budayanya. xvii
Mahroso Doloh Banyumas seindah negerimu/ embun pagi memaniskan mataku/ gunung Slamet merayu-rayu kalbu/ Ronggeng dan batik membuatku kehilangan titik salju/ fajar menyingsing kumelihat di setiap penjuru/ sungai serayu mengalirkan jiwa luhur, mataku terpaku.// Telaga sunyi/ pancuran tiga dan tujuh kumenyaksi/ bumi perkemahan kebun raya terperi/ negeri mutiara pusaka Ilahi/ yang tak terlukis dada sebelum kukunjungi.// Cinta selalu lahir dalam ketegangan antara keinginan, harapan, dan kenyataan. Puisi selalu lahir dari pergolakan; pemikiran, emosi, dan pergulatan sosial. Penyair pada hakekatnya adalah manusia biasa yang lahir dengan ketidak seimbangan. Untuk itulah, tugas mulia manusia di muka bumi ini adalah berkreasi dan berekreasi menciptakan keseimbangan. Tugas penyair adalah menciptakan keseimbangan melalui puisi, berkreasi dan berekreasi. Barangkali inilah yang dilakukan Mahroso Doloh, Penyair muda asal bumi PataniThailand Selatan,yang saat menulis puisi ini merupakan mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP). Sebagai mahasiswa dari negara jiran tentu saja ia memiliki kutub intelektual yang berbeda dengan mahasiswa setempat. Namun dengan latar budaya Melayu, yang setali tiga uang merupakan moyang bahasa Indonesia, membuat puisi-puisi yang ia tulis menarik untuk ditilik dari perspektif kebahasaan.Pada sudut yang lain, keterpesonaanya pada kultur Banyumas membuat penyair yang satu ini memiliki potensi untuk mengawinkan kutub budaya Banyumas dan Patani (Melayu) dalam karya-karyanya yang lain di masa datang. Lewat kumpulan puisi Kiblat Cinta ini, Mahroso menawarkan kiblat, atau kutub cinta yang ia sendiri tengah mencarinya. Cinta, sekali lagi; merupakan inti kehidupan manusia. Cinta dalam berbagai dimensi dan konteksnya berada di satu titik, yang dapat berpendar ke segala arah. Saat cinta berpendar xviii
Kiblat Cinta inilah, cinta seperti berangkat dari satu titik menuju titik lain sebagai kiblat yang entah.Tapi melalui kesadaran yang paling dalam, sesungguhnya kiblat cinta tak lagi perlu dicari, lantaran kiblat cinta adalah cinta itu sendiri. Melalui puisi-puisinya, penyair ingin mengajak aku publik menjelajah berbagai dimensi dan kutub cinta, hingga pada akhirnya menemukan keseimbangan dan kembali pada titik yang disebut kiblat Cinta. Teguh Trianton adalah Peneliti Beranda Budaya Purwokerto, Siswa Program Doktor Pendidikan Bahasa Indonesia (PBI) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, mengajar di Prodi PBSI FKIP UMP. xix
Mahroso Doloh 1 Lorong-lorong Cinta xx
Kiblat Cinta Kiblat Cinta Kemana akan kusimpan sebuah cinta jika aksara tak menjadi kata-kata bahkan terucap hanya terpaksa menjadi ombak hanya ketika dalam puisi menggunung cinta mencari arah tak terhingga tak ingin cinta; yang menjadi titi neraka dengan cinta; beribu cinta membuat taubat di sela-sela malam menderai gerimis hitam menjadi secawan zamzam dengan cinta; beribu cinta angin, panas dan hujan semua terasa pada telubuk kalbu hanya mencari kiblat Cinta Patani, September 2014 1
Mahroso Doloh Cinta di Atas Cinta Ingin kutanya kabarmu tapi teringat duri dalam soalan tak ingin membuat waktu menangis lagi hanya Dia nakhkoda seorang hamba dengan sajadah dan lingkaran tasbih ditemani hujan menari malam dan siang nyanyian malaikat dan ayat-ayat; kutanam benih cinta masih teringat saat kata-kata menjadi salju hanya sepatah apa kabar mendayu kalbu dengan cinta memuncak menjadi rantingranting kembali cinta atas cinta; hening Purwokerto, September 2014 2
Kiblat Cinta Benang Putih Benang putih dan kekasih yang dipintal oleh kapas cinta dan selalu menjahit antara kalbu aku dan kau merenung tunggu benang yang sepertinya telah putus tapi, masih terasa terlekat kalbu pada badan memberi hangat; selimut malam akhirnya benang itu tersambung kembali menenun jadi bersih sehelai kain putih menjadi hamparan di sini, di sebuah ruang tempat kita bertatap mata kain itu tak terasa, lekasnya berubah menjadi sebuah kelambu kelambu hitam yang dulu aku benci tiba di ruang, dalam keruhan cinta dan sekalikali merasa nikmat saat badan di selimut malam itu tapi, dalam kelambu hitam itu masih terlihat sebuah lampu, berkedip-kedip hingga kelambu itu terbakar oleh cahaya kesadaran tinggal hamparan kain putih kembali dan kain itu, aku bentuk menjadi sebuah perahu berlayar di samudra-Nya; hingga air mata tak tersurut sujud pada-Nya Purwokerto, September 2014 3
Mahroso Doloh Biji-biji Rindu Aku melihat senyummu yang bertasbih atas rembulan dengan taburan bintang sebiji rindu hingga berderai jutaan sanjung agar dikau dan aku; dilingkar cincin oleh-Nya sampai dikau menjadi alasan yang tak mau kuhentikan nafas ini Purwokerto, September 2014 4
Kiblat Cinta Selimut Tahajud Jika kau mengantuk lelaplah sejenak dan bangun kembali; menjemput dua rokaat tahajud untuk menjadi selimut pada tidurmu. Purwokerto, September 2014 5
Mahroso Doloh Hanya Dia Bunga berbunga tanpa musim belum tentu terwujud jika bukan Kehendak cinta tak terbatas waktu hanya milik Dia, Hyang dengan dzikir-dzikir mentari pagi dan rembulan membawa kesayangan-Nya pada kedipkedip bintang terlihat ayatayat Maha Kuasa sekalipun malam yang gelap masih terlintas cahaya bisa saja kau pelajari dalam sendirian rimba; Dia menemani selalu kau lihat daundaun yang hitam dan lebat masih saja berbunga dengan indah di situ boleh kau bartanya boleh kau bertanya siapa pencipta bunga itu? Purwokerto, September 2014 6
Kiblat Cinta Surga Sebelum Surga surga dari kecil sering aku dengar demikan juga dirimu; surga tak terhapus lauhul mahfuzh tapi, dimana kau berada kalbu terasa remang mutiara yang terkunci dalam puisi tak terkurang walau serintik doa pada pagi ditelan bulan bulan ditelan mentari sekalikali ingin terdapat surga itu dengan api membara birahi hingga surga menjadi durhaka surga tak dipanggil surga dan jaga sebelum hijab kabul; hingga hingga malam pertama sejemput ciuman tertulis cinta di sela kening itu dengan kalimat Cahaya hening sepotong kata karena-Nya mengundang rombongan malaikat dan pohonpohon mengirimkan doa dengan izin-Nya sepasang burung terbang menemani sepasang cinta melayang dalam surga sebelum surga Purwokerto, September 2014 7
Mahroso Doloh Sajak di Rahim Subuh Rahim subuh tak semua orang melabuh tinggal aku sendirian melihat bayang yang mencoba membiasakan diri menyanyi, menangis, di panggung sajadah di rahim subuh sebelum ditemani segelas kopi rasa sepi selalu menjadi membungkus rindu; bait puisi aku lontari di rahim subuh aku bernyanyi dengan lirik puisi yang pernah dibaca Muhammad walau jutaan tahun lamanya penyair besar takkan sampai sebatas Dia rahim subuh hingga ke bibir pagi tak terhenti menjilat bait puisi Dia membuka mata dan otak yang tajam melihat mentari bertasbih di sebelah selatan dan keikhlasan embun pada-Nya menghilangkan diri; taat pada-Nya yang tak kecuali hanyalah milik Dia Bait-Bait Puisi yang tersurat sekalipun tidak; masih bisa terlihat tapi hanya dengan lautan iman dan takwa menjadi air mata melihat segala semesta terselip Qudrat dan Iradat-Nya Purwokerto, September 2014 8
Kiblat Cinta Kutuliskan Cinta Kutuliskan cinta pada dedaun yang selalu memberi mendung di telubuk hati tempat dikau dan aku menghirup angin menjadi rantai senyum berbunga tapi, jangan membuta siapa pemilik angin itu Purwokerto, September 2014 9
Mahroso Doloh Kopi Rindu Pagi membasah kalbu dengan sebiji rindu ditemani dua gelas kopi tinggal satu tak dihabisi hanya tunggu yang sudi penghirup kopi sudah tersaji Purwokerto, September 2014 10
Kiblat Cinta Kutbah Hujan Dalam sendirian bibir malam terdengar kutbahkutbahnya berjamaah dengan dedaun membasahi leluhur cinta Dan dikau, terdengar dalam kutbah hujan merenung tunggu bisikan malaikat yang sudah tertulis di atas tenda biru Tapi, takkan indah sajadah cinta jika kabut tak ditaubati dengan gerimis purnama menghanyut segala dosa menjadi sepucuk risalah senja untuk kutitip pada mentari pagi Purwokerto, September 2014 11
Mahroso Doloh Deraian Kata Dua tahun merantau angin dan dedaun; jadi saksi dalam rintis melewati menemui lautan basahi kata dari sana hingga kesini merajut cinta ibu pertiwi hinga gerimis tak kecuali melewati lorong-lorong aksara aku merangkai agar melayu terkibar tinggi walau tersesat jangan abadi tetapkan detik untuk kembali Patani,Agustus 2014 12
Kiblat Cinta Mencari Maksud Pada tetesan hujan dan mungkin beribu suara; berdzikir pada-Mu begitu juga; aku dalam kegelapan hamba mencari sebuah maksud terselip di sela-sela hujan dan waktu kujunjungkan asma-Mu dengan renungan sebuah cinta tersembunyi di sebalik duka walau gelisah; tak terhanyut pada-Mu duri yang tertancap kepala mungkin salam Sang Pencipta dalam mencari rahmat melintasi rimba-rimba dan air mata Patani,Agustus 2014 13
Mahroso Doloh Setangkai Duri Cinta Terpaksa kubiarkan waktu pejam dalam gerimis kemarau dan tertelan setangkai duri bernyanyi dalam bisu tersimpan riwayat cinta Yala,Agustus 2014 14
Kiblat Cinta Antara kehangatan bulan yang melintasi awan tertulis sebuah risalah cinta kau tersenyum pejamkan mata menjadi titian pada-Nya kuingin bulan yang selalu; tak ada purnama kecuali malam itu manakah bunga tahajudku antara beribu kuntung; salam kasturi jadi embun membasahi kehangatan bulan melintasi awan tersurat sebuah risalah cinta terasa menjadi seorang raja dalam mahligai tak tersangka matapun terbuka membaca beribu pertanyaan hanya kalbu yang mengatakan; dia berada di antara Patani,Agustus 2014 15
Mahroso Doloh Perbedaan Cinta sementara ini angin tak berjilbab hanya sesekali terlihat dalam ragu hati kecil bertunang keyakinan sementara cincin terikat pada jilbab belum menjadi satu lingkaran hanya bersiap dan berharap dia terpaku dalam semoga bulan; sungguh setia pada malam tapi sesekali menyinari pada pagi walau tak pernah engkau datangi tak sedikit yang menunggu untuk menyaksi walau terasing pada mula tapi cahaya selalu berseri menjadi hijrah seorang hawa semoga kehendak oleh Dia walau berbeda bumi namun masih dibawah langit yang sama walau terasing gaya budaya mungkin saja menjadi cahaya perbeda dalam cahaya tercatat sejarah budaya cinta Patani,Agustus 2014 16
Kiblat Cinta Tetesan Manis Tetesan manis di sekuntum mawar ingin simpan manis itu agar menemani selalu tapi belum mampu untuk menghirup tunggu dan mencari detik untuk melepaskan; semua kehangatan yang tersimpan kudus kalbu tetesan manis itu mendung dalam jiwa jadi bayang-bayang setiap nafasan memberi warna pada hidup dan akan menjadi ombak, badai jika; 18tetesan manis itu telah dimilik atau diisap seekor madu Yang lain Purwokerto, Mai 2014 17
Mahroso Doloh Suara suara pertama tersujud gerimis menetes limpah rahmat; tak pernah tersurut dan suara selalu menemaniku tak asing beristikomah dan melewati dari bertaburan embun hingga ke malam berdayu pada kalbu terdengar suara-Mu Patani,Agustus 2014 18
Kiblat Cinta Bunga Dalam Hujan Wajah dipenuhi bunga-bunga dan selalu menunggu kedatangan hujan di saat itu—mungkin hujan istikomah merindui terpendam sesuatu, tapi tak bisa terucap begitu juga dengan kemarau yang tanpa hujan, hidup menjadi parau apakah di antara itu terselip cinta cinta yang tersujud karena cinta dan tersenyum, menangis pada embun terlelap dalam hujan, tercium alis dalam sujud Purwokerto, 21 Juni 2014 19
Mahroso Doloh Mencari Kata-kata tak mampu kucari katakata indah tapi; tulisanku melukis mawar di jilbab itu aku tunggu saja; waktu biar rembulan berbicara padamu ketika bulan melepaskan katakata dengan harapan jilbab itu bertahajud pada-Mu hanya air mata dan doa bulan Ramadan kepada bidadari berwajah embun doa senja ke senja melontar dalam jamaah dan semoga Purwokerto, Juni 2014 20
Kiblat Cinta Mahligai Cinta kepada angin yang menemani saat kucium alismu ingin mencoba berpuisi padamu mohon tancapkan kupingmu di pipi ini selamat datang isteriku apakah kau yakin aku mencintaimu apakah kau yakin rembulan setia pada malam apa jawabmu itulah mawar yang kutanamkan di pagi hari embun berdoa pada Cahaya agar hujan menemani bungabunga saat kau mencium tanganku Qudrat di atas qudrat tertulis; semoga di dalam mahligai cinta Purwokerto, Juni 2014 21
Mahroso Doloh Melati Melati—manis menghangatkan kalbu yang melayani seribu bintang padamu ingin kutangkaikan manis itu dengan ayat-ayat mencium kembang dalam sujud asmara kau terwujud tak kesudahan jutaan malaikat jadi saksi sebelum ijab kabul terucap Titian sirat kupimpin tanganmu Purwokerto, Mai 2014 22
Kiblat Cinta Pagi yang Kemarau Sungguh pagi telah menyapa, tapi belum saat untuk diteguk cukup hanya simpan aroma jadi tetesan embun pada kalbu kejernihan benih tentu saja menjadi doa walau tak terlukis aksara anugerah yang terdiam ingin jadikan hidangan sejemput kata di saat pagi yang kemarau Purwokerto,April 2014 23
Mahroso Doloh Gelap Dalam Cahaya Kaulah Puisiku cinta terpendam kalbu tak mampu bernyanyi dengan merdu Perempuan Pelukis Senja Purwokerto,April 2014 24
Kiblat Cinta Dialog Melati Jika pagi telah menyapa teguklah setetes kesegaran setetes embun niatkan dalam hati yang menyapa tumbuhkan benih kejernihan aksara yang mencerah walau hanya sejumput kata sungguh pagi telah menyapa tapi belum saat untuk diteguk cukup hanya simpan aroma jadi tetesan embun pada kalbu kejernihan benih tentu saja menjadi doa walau tak terlukis aksara anugerah yang terdiam ingin jadikan hidangan sejemput kata di saat pagi yang kemarau embun pagi terlalu hangat mendekap tubuh ini hingga keringat yang peluh semakin tanggal mari bertasbih pada bunga yang mekar tersenyum pada pagi yang pagi Purwokerto, April 2014 25
Mahroso Doloh Kehabisan Kata-kata Sunyi berwarisan segala mimpi tertulis diam terlihat karat membara tidurmu melihat pagi berlutut setan sebelum mentari memuak cahaya jutaan kepala berbarisan menjerit menunggu singgah hiris separuh luka menjadi senja selalu pada-Nya Purwokerto,April 2014 26
Kiblat Cinta Anak Malaikat Dingin menyelimuti suluk ini menjadi doa-doa tanpa kehabisan rantingranting melihat akar; berceding penuh makna daun tersenyum menjadi saksi di situ— sementara aku tak kuasa memberi salam pada sore hari itu tertatap pelangi yang cantik selalu mengharu pada kalbu terkunci tasbih cinta tersimpan rapi dalam nadi di setiap angin melintasi rongga mata terpejam di setiap waktu selalu menjerit mengharu air mata sajadah dan lingkaran tasbih menabur aroma bak taburan bunga-bunga pada pernikahan kutitipkan salam pada angin melewati malaikatmalaikat menjadi saksi pada ijab kabul semesta ini menciptakan sebuah titi berganding mencari-Nya Purwokerto,April 2014 27
Mahroso Doloh Tersunyi Dalam Rindu Selalu ada senja di jernih embun yang memikat risalah cinta di detik embun mulai diteguk mentari tak lagi hangat seperti tersurat dengan tahajud kumencari Ilahi dalam doa tersebut jilbabmu apakah pantas menyebut imam ikhlaskah kau mengikuti jejak ini hanya terjawab dalam diam di antara senyum dan tangis menjadi malaikat untuk cari mencari arti sebuah cinta langit dan bumi menjadi saksi pada kalbu tersunyi dalam rindu Purwokerto, Juni 2014 28
Kiblat Cinta Puncak Rindu di butiran nafasmu menjadi bait puisi di puncak rindu Purwokerto, Juni 2014 29
Mahroso Doloh Aroma Dalam Sujud Cinta selalu membisu berbunga dalam kalbu kau selalu mengisi waktu dengan tetesan salju mewujud malam yang gemilang kembang melati tak kuasa dimaknai menunggu detik terarus aroma surga sampai waktu akan kupanen tersimpan rapi jadi malaikat memberi aroma di setiap sujud, merantai pujian tersimpan pada senyum— Purwokerto,April 2014 30
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142