Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore BUKU PRAKTIKUM

BUKU PRAKTIKUM

Published by Black, 2022-06-26 16:45:56

Description: BUKU PRAKTIKUM

Search

Read the Text Version

UNIVERSITAS INDONESIA OPTICS LABORATORY WORKS (KEGIATAN LABORATORIUM OPTIK) LABORATORIUM OPTOELEKTROTEKNIKA DAN FOTONIK, DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

KATA PENGANTAR Kegiatan Laboratorium Optik (Optics Laboratory Works) merupakan salah satu kegiatan di laboratorium dengan maksud untuk pengenalan awal dalam rangka melakukan tugas-tugas eksperimen baik untuk menyusun tesis, maupun eksperimen yang mempunyai nilai tambah. Disamping itu dengan membiasakan diri dengan peralatan-peralatan optic akan mengenal lebih dekat komponen-komponen optic. Belakangan ini teknologi optic telah mencuat lebih jauh dalam rangka mendukung komunikasi informasi, maupun peralatan-peralatan yang presisi cukup andal. Untuk itu pemahaman dan menguasai aspek-aspek optic akan sangat berguna untuk pengembangan dimasa mendatang. ii

Penulisan Laporan Eksperimen 1. Format Sampul Laporan Praktikum optika (Optics Laboratorium Works) Nama : ………………… Tanggal Pecobaan: ……………………… Oleh : ……………………………….. Anggota Kelompok : …………………………. 20…….. Program Studi Opto-Elektroteknika dan aplikasi Laser Universitas Indonesia 2. Laporan eksperimen berisi : 2.1.Judul dan tujuan 2.2.Dasar teori 2.3.Metode eksperimen 2.4.Rancangan eksperimen dan foto set-up 2.5.Hasil dan evaluasi 2.6.Kesimpulan 2.7.Daftar Pustaka 3. Laporan dibuat secara individu dan diketik rapi pada kertas A4, setiap akhir periode masing-masing peserta harus sudah menyerahkan laporan eksperimen. iii

DAFTAR ISI 1. Peralatan dan komponen-komponen fotografi 2. Proses fotografi LENSA TEBAL, SISTEM LENSA DAN LASER 1. Pengukuran panjang focus 2. Pengukuran aberasi sferis 3. Pengukuran lebar focus laser 4. Pengukuran aperture numeric lensa SPEKTROFOTOMETER 1. Mengukur sudut puncak 2. Mengukur sudut deviasi INTERFEROMETER 1. Interferometer Michelson 2. Interferometer Mach-Zhender 3. Interferometer Febry-ferot DIFRAKSI 1. Difraksi Frounhofer dengan celah persegi 2. Difraksi Frounhofer dengan celah sempit 3. Difraksi Frounhofer dengan celah lingkaran 4. Difraksi Frounhofer dengan kisi 5. Difraksi Fresnel OPTIKA FOURIER 1. Transformasi Fourier melalui lensa 2. Fungsi transformasi Optika (OTF) 3. Spasial Filter 1 4. Spasial Filter 2 5. Matched filter iv

SIFAT-SIFAT FIBER OPTIK 1. Aperture numeric (NA) fiber optic 2. Transmission loss dalam fiber optic 3. Kopling optic antara fiber dengan selfoc HOLOGRAFI 1. Sensitometer 2. Efesiensi difraksi 3. Holografi Fresnel 4. Holografi Transformasi Fourier 5. Citra holografi SPEKEL OPTIS 1. Spekel ground glass 2. Spekel alumunium 3. Spekel vibrasi v

I. PERALATAN DAN KOMPONEN Laboratorium optic dilengkapi dengan berbagai peralatan optic antara laian lensa, cermin, grating, film, plat film dan instrumentasi optic. Komponen lain tidak kalah pentingnya seperti pin-hole, mikroskop, lensa objektif, lensa okuler, lensa pembagi berkas, laser dan diode. Peranan yang sangat penting, bagaimana menggunakan alat optic, memelihara komponen optic dan factor untuk memproteksi agar alat-alat optic tidak tumbuh jamur di permukaan optic, yang dapat menurunkan tingkat ketepatan. Sebaiknya jangan sampai permukaan jari dapat pindah ke permukaan lensa/cermin karena debu yang melengket di jari dapat pindah ke permukaan lensa. Komponen optic yang berkualitas tinggi dapat dilakukan dengan cara coating guna untuk mempertahankan sifat pemantulan, pembiasan dan diteruskan secara parsial, agar supaya permukaan lensa/cermin tetap menjadi baik dianjurkan untuk menjaga dari olesan alcohol dan aseton dengan presentase tinggi. Lensa Lensa mempunyai sifat mengumpulkan dan menyebarkan sinar. Lensa menurut jenisnya dapat digolongkan berupa; lensa sederhana, lensa pencitraan, lensa kolimasi, dan lensa pembagi berkas. Menurut jenisnya lensa berbeda-beda jarak focus dan f-number (dalam istilah fotografi). F-number didefinisikan sebagai jarak focus dibagi dengan diameter lensa, seperti dalam gambar (1-1). Sebuah lensa f=50mm, jika ditulis f/3,5. Ini artinya jarak focus adalah 50 mm dan f- number adalah 3,5. , maka diameter lensa dapat dihitung sekitar 14,3 mm Catatan: jarak focus efektif adalah sama dengan jarak antara elemen lensa dan bidang focus. Ada dua hal yang masih dipertentangkan antara lain: 1) Pertama jarak focus adalah ditentukan dari bidang principal lensa seluruhnya berada dalam lensa tersebut, 2) Pendekatan paraksial juga dapat digunakan untuk menentukan jarak focus, jarak focus didepan lensa disebut focus depan dan jarak fokus dibelakang disebut fokus belakang. Lensa Kolimasi Lensa kolomasi bersifat untuk mensejajarkan berkas, berkas kolimasi juga dapat difokuskan. Lensa kolimasi yang banyak dijumpai sebagai buatan pabrik atau dengan cara sederhana dapat dibuat yaitu keluaran dari berkas lensa objektif didepannya ditempat lensa, maka berkas keluaran menjadi sejajar. Lensa kolimasi biasnya digunakan didepan tabung teleskop, karena bebas dari abrasi dengan f-number lebih rendah dari 8. Lensa objektif yang dirancang pada teleskop berupa lensa akromatik, untuk mendapatkan sinar dari bintang dan planet yang 1

masuk kedalam sumbu optic melalui lensa. Kegunaannya untuk melihat objek yang jauh dengan berkas kolimasi. Lensa Pencitraan Lensa pencitraan banyak digunakan untuk fotografi yang dapat merekam objek ke dalam film. Lensa jenis ini terdiri dari 10 elemen yang dirancang berupa lensa akromatik. Lensa pencitraan juga digunakan dalam pembentukan citra secara transformasi Fourier. Lensa transformasi fourier yang sederhana hamper identik dengan lensa pencitraan pada umumnya. Lensa objektif Lensa objektif mempunyai aperture numeric atau N.A adalah Sin dikalikan dengan sudut(θ) masuk dengan jarak fokus dari suatu lensa seperti dalam gambar (1-1). Untuk aperture numeric (NA) dapat dinyatakan NA = Sin θ (1) Lensa objektif pada mikroskop disebut mikroskop objektif. Lensa ini bersifat akromatis dengan besarnya medan pandang (large field of view) dengan aperture yang besar. Pada umumnya kualitas pencitraan mikroskop objektif sangat tajam dengan menggunakan lensa pencitraan. tg θ = ������/2 = ������/2������ (2) ������ di mana a diameter lensa. θ a Gbr.(1-1), menghitung f-number. sb-x Gbr.(1-2). Bentuk lensa objektif 2

II. Proses Fotografi Pengetahuan tentang material fotografi (film) dan proses (pengembangan) adalah sebagai penunjang dalam suatu laboratorium optic maupun riset. Ketrampilan menggunakan alat-alat fotografi sangat berguna dalam rangka memilih berbagai jenis film yang sesuai menurut kebutuhan dalam suatu praktik atau riset. Disamping mampu untuk mengukur kerapatan suatu film dengan menggunakan densitometer. Suatu lapisan film mengandung garam silver yang peka terhadap cahaya, missal silver halide dan silver bromide., silver iodide dan silver khlorida. Silver halide adalah glatin transparan. Gabungan Kristal dan glatin disebut emulsi. Emulsi menyebar diseluruh plastic atau gelas. Kalau dieksposure dengan cahaya, berupa dari cahaya akan menyerap dengan energy yang cukup untuk mentransformasikan bahan kimia ke partikel-partikel silver metalik. Proses Pengembangan selama proses pengembangan partikel-partikel metalik akan terjadi reduksi terhadap Kristal silver halide yang tidak terkena eksposure atau yang tidak dapat menyerap cahaya dengan energy yang cukup. Proses Fixing. Dalam proses fixing, grain silver halida yang tidak dieksposur dibersihkan, hanya yang tinggal partikel-partikel silver metalik dalam glatin yang membentuk citra terahir. Beberapa faktof dalam fabric film fotografi pengaruh kepekaan film dan sifat lainnya perlu diperhitungkan. Misalnya suatu eksposur terhadap emulsi Kristal besar hanya memerlukan sedikit cahaya untuk pembentukan citra dari pada emulsi Kristal berukuran kecil. Agar supaya lebih mudah menggunakan film fotografi dalam suatu eksperimen elektrooptik perlu diketahui data film dengan menggunakan densitometer pengukuran suatu film dengan mengetahui transmitansi dan suatu eksposur. Data ini biasanya dinyatakan dalam bentuk kurva H-D (Hurter-Drifield) atau dengan suatu kurva T-E. Kurva H-D digunakan untuk merekam non holografis. Untuk menggambarkan kurva kerapatan fotografi dengan logaritma eksposur seperti dalam gambar 2. Didefinisikan sebagai D = - log Ti. (3) Dengan Ti adalah transmitansi intensitas dan eksposur. E adalah di definisikan sebagai pengalian cahaya dating dengan waktu, mempunyai satuan meter-candle second (MCS). Data untuk mendapatkan kurva H-D dengan melakukan eksperiman sederhana. Sebuah film fotografi dapat dibagi dalam 20 bagian, setiap bagian menerima eksposure berbeda. Untuk standar kerapatan film digunakan step tablet. Harga eksposur akan berentang dalam 3 order besaran dan diukur dengan menggunakan fotometer dan rekorder. hasil dari eksposur dapat di plot seperti dalam gambar (2-1). Kurva A dalam gambar (2-1), adalah jenis kurva H-D untuk film kontras rendah dengan (ɤ <0,5). Perlu dicatat bahwa film kontras rendah biasanya mempunyai rentang dinamika besar, misalnya dapat diperhatikan dalam H-D kinear. Perekaman fotografi citra lebih kontinu yang dibuat dengan kontras medium (ɤ = 0,5 – 1), sebagai contoh dalam kurva B gambar (2.1) Terakhir kurva C adalah jenis H-D untuk film kontras tinggi (ɤ = 1). Daerah linear adalah lebih tajam karena transparansi mempunyai daerah yang kabur atau transparan. Film kontras tinggi dapat diacu pada film litografi. 3

Set-Up Eksperimen. Prosedur untuk mengembangkan film fotografi dan plat hologram dijelaskan berikut ini. Yang terpenting dalam bekerja menggunakan larutan kimia, disamping harus diperhatikan satu larutan dengan yang lainnya perlu dipisahkan. Larutan pengembangan tidak boleh dicampur dengan larutan fixing. Hal ini juga berlaku untuk plat. Setiap penggunaan larutan kimia sebaiknya dikontrol terperatur, karena akan berpengaruh pada hasil yang diperoleh. Langkah-langkah proses adalah sebagai berikut: (1) Deneveloper (2) Stop bath (menghentikan proses kimia) serta fixer (3) cuci dengan air mengalir (4) keringkan film dengan air bersih (5) hasil dapat disimpan ditempat yang aman Tugas Pengukuran 1. Tentukan 2 jenis film Kodak Plan-X dan film hitam putih 2. Ukur kurva H-D dan kurva TE untuk kedua film. 3. Tentukan gamma setiap film. Catatan: Gunakan developer D-19, atau K-50 Daftar Pustaka. Buku fotografi dan journal Kodak 4

DENSITY C B KONTRAS KONTRAS TINGGI MEDIUM TOE ɤB Gbr. 1. Kurva H-D. Untuk film A. Kontras rendah, B. Kontras medium, C. Ko 5

A KONTRAS RENDAH LOG-EXPOSURE ontras tinggi 5

A. Sistem Lensa, Lensa Tebal dan Perambatan Berkas Laser. Tujuan Percobaan 1. Untuk mempelajari sifat-sifat pemfokusan lensa dan cara pengukuran aberasi lensa 2. Mengukur pinggang berkas laser pada titik fokus. I. Pengukuran jarak fokus Lensa adalah komponen optis yang mempunyai fungsi membiaskan sinar melaluinya, secara menyebar dan mengumpul. Lensa konvergen bersifat mengumpulkan sinar dan lensa divergen bersifat menyebarkan sinar yang sejajar sumbu utama sebuah lensa. Lensa Tipis. Sinar yang melalui sebuah lensa tipis dapat dihitung didasarkan pada hokum pencitraan lensa: 1/So + 1/Si = 1/f (1) di mana So = jarak objek dan Si jarak citra ke bidang pengamatan. x1 x2 α1 -α2 f Gbr. 1. Pembiasan cahaya oleh lensa tipis dengan jarak fokus f Sinar yang masuk melalui lensa dan keluaran dapat diandaikan seperti dalam ruang bebas. Dari pers. (1) dipandang dalam arah Cos dari sinar paraksial dapat ditulis dalam bentuk X2’ = -(X1/f) + X1’ (2) Khusus, apabila sinar yang dating ke lensa dalam bentuk sejajar (kolimasi) X1’ = 0 dan jarak fokus lensa f jatuh disebelah kanan lensa. Untuk memudahkan perhitungan sinar melalui lensa tipis dapat ditulis dalam bentuk matrik sinar: 6

n2 f n1 Gambar 3, lintasan jarak fokus belakang Bila diperhatikan gambar 2, bahwa H1 disebut bidang principal pertama dan H2 disebut bidang principal kedua. Untuk lensa itu sendiri, tetapi dapat juga diletakkan diluar lensa, secara sederhana dapat dilihat dalam gambar 4. x1 x2 d f1 Objek v1 v2 Citra s1 f0 so Gambar 4. Pembentukan citra Di mana : f0 dan f1 adalah jarak fokus pertama dan kedua v1 dan v2 adalah pelengkungan lensa pertama dan kedua d = tebal lensa S dan P adalah tinggi objek dan citra x1 dan x2 adalah jarak objek dan bayangan ke pusat lensa r1 dan r2 adalah jari-jari pelengkungan Dengan memperhatikan pada lensa tebal tunggal, system matrik untuk lensa terdiri dari dua matrik pembiasan dan satu matrik translasi 7

������ = [−11/������ 01] (3) Matrik sinar untuk lensa tipis dapat juga ditulis ������ = [(������2 1 ������1) 01] (4) − Andaikan lensa digandeng dua indek bias n dan pelengkungan r1 dan r2, maka matrik sinar pengalian sama dengan : ������ = [(������2 1 10] [(������2 1 01] − ������1)/������ − ������1)/������ 1 0 (5) = [−(������ − 1) ( 1 + 1 ) 1] ������1 ������2 Bila pers (3) dan pers (4) dibandingkan maka dapat dibuat formula jarak fokus lensa tipis adalah 1/f = (n-1) (1/r1 + 1/r2) (6) Untuk jarak fokus f sebuah cermin sferis yang jari pelengkungan r dapat ditulis f = r/2 (7) Lensa Tipis Ganda Bila dua buah lensa ditempatkan sejajar denganjarak fokus f1 dan f2 seperti dalam gambar 1, dilewatkan suatu sinar maka matrik sinar gabungan adalah ������ = [−11/������ 10] [−11/������ 01] = 1 + 1) 0 (8) [ −( 1 1] ������2 ������1 Jarak fokus lensa gabungan dapat ditulis : (9) 1/f = 1/f1 + 1/f2 8

Untuk beberapa lensa gabungan jarak fokus fi dapat ditulis (10) 1/f = Σ1/f1 x1 x2 Lensa Tebal Bila seberkas sinar melalui lensa tebal dapat terjadi : a) pembiasan melalui muka masukan sinar b) diteruskan melalui di elektrik dan c) pembiasan pada muka keluaran. Lensa tebal yang bersifat konvergen, dapat ditentukan jarak fokus dari lensa tersebut. Apabila sebuah sumber S ditangkap oleh sebuah lensa, berkas sinar yang keluar dari lensa bersifat sejajar dengan sumbu utama lensa, lihat gambar 2, jarak sumber ke pelengkungan lensa v1 disebut jarak fokus. v1 v2 f Gambar 2, lintasan sinar melalui lensa tebal. Dengan cara yang sama, apabila berkas sinar yang dating sejajar sumbu utama, maka akan terkumpul di suatu tempat dibelakang v2 pada sumbu utama, dimana jarak ini disebut jarak fokus belakang, lihat gambar 3. 9

1 0 ������ 1 0 ������ = [������2 − ������1 [1 ������2] [ (������1 − ������2) 1] 1] 0 1 ������1 ������2 (Pembiasan muka 2) (translasi) (pembiasan muka 1) = [1(+������2(���−���������(2������−���2������1−���1���)���)1���[���)21 + ������/������1 ������1 1/������2] + ������(������2−������1) 1 + ������(������2−������1) ] (10) (������2−������1)������2������2 (������2−������1)������1 2. Alat-alat yang digunakan 1. Sumber sinar 2. Lensa dan lensa konvergen dengan fokus tertentu 3. Objek 4. Layar beserta statif 5. Kamera perekam 1.3. Rancangan Percobaan Berkas sinar diliwatkan melalui lensa objektif dan dikolimasikan dengan lensa kolimator. Didepan berkas dapat ditempatkan sebuah objek yang digambarkan pada sebuah transparan (berupa tanda panah atau garis). Dibelakang lensa ditempatkan lensa konvergen dengan suatu fokus tertentu dan dapat diamati pada layar. Dengan mengatur layar untuk mendapatkan citra yang paling jelas. lensa layar Objek Gambar. 4 Rancangan percobaan 10

I.4. Tugas 1. Untuk lensa tipis : a. Hitung jarak fokus 2. Untuk lensa tebal b. Hitung matrik sinar dari lensa tipis tunggal dan gabungan : a. Hitung jarak fokus b. Hitung matrik sinar lensa tebal 11

III. Pengukuran Berkas Laser III.1. Pada dasarnya berkas dari suatu laser dapat dideteksi, pemfokusan berkas memegang peranan yang sangat penting terutama dalam penggunaan. Suatu titik fokus sebenarnya bukanlah titik tetapi masih ada suatu dimensi yang terpisah yang dikenal dengan pinggang wish. Dengan berkas yang terfokus ini dapat digunakan untuk memotong, membuat lubang pada benda, mentransmisikan kedalam media yang lain. III. 2. Dasar Teori Berkas laser adalah sama seperti halnya dengan gelombang-gelombang yang lain, pada gelombang selain laser distribusi gelombang tidak merata, sedangkan pada laser distribusi gelombang merata disepanjang sumbu rambatan dan fasa mempunyai sifat yang sangat jelas. Misalkan sinar yang koheren dengan potensial U, persamaan dalam bentuk scalar dapat ditulis 2 U + k2 U=0 (11) dengan k = 2π/λ mempunyai rambatan konstan dalam media. Bila sinar dirambat dalam arah- z, maka U = ψ(x,y,z) exp. (-jkz) (12) ψ adalah merupakan simbul fungsi komplek. Dalam bentuk persamaan gelombang parabolis dapat ditulis sebagai ∂2ψ + ∂2ψ − 2������������ ∂ψ =0 (13) ∂x2 ∂y2 ∂z penyelesaian dari persamaan gelombang parabolis, dengan menggunakan berkas laser maka pola intensitas dalam bentuk Gaussian. Bentuk Gaussian dapat dilihat dalam gambar 3.1 dan gambar 3.2. z wo θ=λ/πwo w R Z Gbr. 3.1 Penyerbaran Gaussian berkas laser dengan diameter 2wo. 12

Suatu berkas sejajar yang ditangkap oleh sebuah lensa difokuskan dibelakang lensa, seperti dalam gambar 3.2, dengan wo lebar pinggang berkas, Zr adalah panjang Rayleigh dan Zo daerah keberadaan berkas dan Z adalah sumbu optis. Io Gambar 3.2. Distribusi intensitas bentuk Gaussian berkas berkas laser w Io/e wo w1 ab Gbr. 3.3 membedakan pinggang laser Sudut apit dalam sumbu z, θ = λ (14) πwo Panjang berkas Zr dapat dinyatakan dengan π wo2 (15) Zr = λ Bila R(z) adalah jari-jari pelengkungan dari gelombang depan dalam sumbu –z, maka w2 = wo2 [ 1 + (λZ/πwo2)2] (16) dan (17) R(z) = Z[1 + (πwo2/λZ)2] Sekarang apabila pada keluaran laser dipasang sebuah lensa objektif dan didepannya dipasang sebuah lensa maka akan mempunyai dua pinggang yaitu wo dan w1, seperti dalam gambar 3.3. Jarak pinggang yang ditentukan dapat dihitung dengan menggunakan pers. : ������ = ������ + (a−f).f2 (18) (a−f)2+Zr2 dengan b adalah jarak citra sama dengan jarak pinggang berkas atau jarak fokus lensa. Bila pers. (18) dikonversikan dapat ditulis kembali sebagai 1 = 1− 1/������ 1 (19) 1+aZr2(a−f) 13 ������ ������

Pers. (18) adalah persamaan lensa geometris optis dengan factor koreksi berupa “jarak fokus”. Faktor koreksi ini dapat digunakan untuk panjang Rayleigh, panjang gelombang, jarak a dan jarak fokus. Untuk menormalisai parameter-parameter dengan menggunakan jarak fokus f, sehingga a* = a/f b* = b/f dan Zr* = Zr/f (20) Bentuk persamaan umum dapat ditulis a* = b/f = 1+ (a∗ −1) (21) (a∗ −1)2+Zr2 Dengan memperhatikan kembali pers. (21), bahwa a* = 1 di mana (a = f) dan a* >> 1 bila a > f. Untuk menentukan kontras suatu citra dapat digunakan prinsip optis geometris dengan mengambil Zr = 0 a∗ 1/f = 1/a + 1/b atau b* = a∗ −1 Lebar pinggang suatu berkas laser 1/10 dari jarak fokus atau mencapai dua kali jarak fokus. Dengan melihat pada hal diatas maka pemfokusan suatu berkas laser dengan menggunakan lensa sangat penting untuk menentukan rasio dari jarak fokus terhadap panjang Rayleigh laser dan jarak fokus terhadap jarak objek. III.3. Alat-alat yang digunakan 1. Laser He-Ne 2. Lensa objektif atau kolimator 3. Lensa dan mistar III.4. Jalannya Percobaan 1. Susunlah peralatan yang digunakan (sumber laser, kolimator dan layar) Laser Kolimator lensa layar 2. Gunakan lensa dengan f tertentu III.5. Tugas 1. Ukur jarak a dan b 2. Ukur lebar pinggang berkas wo dan Zr 3. Hitung ratio dari a*, b*, dan Zr 14

4. Gambar grafik antara a* dan b* dengan Zr* yang berbeda-beda. Daftar Pustaka : 1. Dasar-dasar teori laser 2. Partha P. Banerjee dan Ting Chung Poon : Princiles of Applied Optics, Richard . Inc. (1991). 15

IV. SPEKTROFOTOMETER IV.1. Tujuan Percobaan 1. Mempelajari sifat-sifat spectrum cahaya oleh pembiasan prisma 2. Mempelajari sifat-sifat spectrum dari beberapa jenis lampu. IV.2. Teori Dasar Indek bias cahaya (n) didefinisikan sebagai perbandingan antara kecepatan rambat cahaya didalam vakum © dengan kecepatan rambat cahaya didalam medium (v), hubungan ini dapat ditulis sebagai ������ = c (4-1) v karena v = λf, dengan panjang gelombang yang berbeda-beda seperti dalam gambar (4-1). n nf-1 nD-1 1 FD Cλ Gbr.4.1. Indek bias untuk berbagai panjang gelombang Sinar C= merah putih D = kuning F = biru udara medium F DC prisma Gbr. 4-2. Disversi melalui prisma 16

Bila suatu cahaya polikromatis (sinar putih) dilewatkan melalui prisma, maka setiap elemen warna cahaya polikromatis mempunyai indek bias tertentu dengan warna berbeda dengan yang lainnya. Menurut hokum snellius, hubungan antara indek bias, sudut dating dan indek bias dua medium yang berbatasan adalah n1 sin θ1 = n2 sin θ2 (4-2) Jadi cahaya polikromatis yang masuk dari udara ke prisma akan mengalami pembiasan dengan sudut bias yang berbeda. Dengan kata lain cahaya polikromatis tersebut akan mengalami disperse seperti dalam gambar (4-2). jadi prisma dapat digunakan untuk menganalisis komposisi spectrum dari suatu cahaya. Alat ini disebut spectrometer. Sudut yang dibentuk oleh perpanjangan cahaya yang masuk ke prisma dan cahaya yang keluar dari prisma disebut sudut deviasi. (δ) seperti dalam ganbar (4-3). φ ɸ1 ɸ2 δ π-φ Gbr. (4-3) sudut deviasi δ δm ɸ1 ɸ2 Gbr. (4-4) Sudut deviasi sebagai fungsi sudut datang Antara sudut deviasi minimum (δm) dan sudut puncak prisma (φ) dapat dicari hubungan indek bias prisma (n) sebagai n = ������������������ ( φ+2δm) (4-3) (a∗ −1)2+Zr2 Untuk suatu prisma dengan sudut puncak (φ) kecil persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut 17

������ = ������+ ������������ (4-4) δ Daya dispersive suatu prisma dapat didefinisikan perbandingan antara beda sudut deviasi dari warna yang ekstrim (merah dan biru) dalam spectrum tampak dengan deviasi rata-rata seluruh spectrum ( = deviasi warna kuning), secara matematis dapat ditulis ������ = =������− ������������ ������������−������������ (4-5) δD nD−1 Sudut puncak suatu prisma dapat diukur dengan cara menjatuhkan cahaya sejajar kedua sisi yang membentuk sudut puncak seperti dalam gambar (4-5). Jika diturunkan dengan menggunakan optika geometris dapat diperoleh, bahwa sudut yang dibentuk kedua cahaya keluaran adalah dua kali sudut puncak (2φ). Berdasarkan pers. (4-5), dapat disimpulkan bahwa jika sudut puncak dan sudut deviasi minimum prisma (untuk suatu panjang gelombang tertentu) diketahui, maka indek bias prisma dapat dihitung. Jika indek bias prisma, untuk warna merah, biru dan kuning diketahui, maka daya dispersive prisma dapat dilakukan dengan mengukur sudut puncak prisma dan kemudian mengukur sudut deviasi minimum untuk warna merah, biru dan kuning. Hasilnya dapat disubtitusi kdalam persamaan-persamaan yang sesuai untuk menghitung indek bias dan daya dispersive. ������ 2������ Gbr. (4-5), cara mengukur sudut puncak 4.3. Alat-alat yang digunakan 1. Lampu dan kolimator 2. Prisma 3. Statif berskala 4. Slit 5. Lensa Okular 6. Filter (merah, biru, dan hijau) 7. Penghalang cahaya dan layar 18

4.4. Rancangan Percobaan Kolimator lampu Slit Prisma Mata Layar (teropong) Gbr (4.6) Set-up percobaan 4.6. Jalannya Percobaan 1. Susunlan set-up seperti dalam gambar (4-6) 2. On-kan lampu, atur cahaya sejajar pada kedua sisi prisma 3. Gerakkan layar (teropong) dan amati kedua cahaya keluaran dan baca skala pada statif 4. Hitung harga sudut puncak yang terukur pada (4) 4-6 a. Set-up percobaan Lampu dan kolimator Slit Prisma Layar Gbr (4.7), pengukuran sudut deviasi 19

4-6 b. Jalannya Percobaan 1. Susunlah set-up seperti dalam gambar (4-7) 2. Gunakan filter biru 3. Putarlah piringan untuk mengubah sudut datang cahaya. Ikutilah cahaya keluaran dengan mengubah posisi (memutar) layar/teropong 4. Lakukan langkah (3) sampai diperoleh sudut deviasi minimum 5. Catat nilai sudut tersebut 6. Lakukan langkah (2) sampai (5) untuk filter merah dan kuning. 7. Dari data yang diperoleh, hitung indek bias prisma untuk warna biru, merah dan kuning serta daya dispersive prisma. Daftar Pustaka 01. C. Harvey Pamer: Experiments and demonstration, the John Hopkins University 02. W.H.A. Fincham and M.H. Freeman, Optics, Butterworths 03. Born and Wolf : Principle of Optics 20

5. INTERFEROMETER Tujuan Percobaan : 1. Mengamati pola interferensi 2. Mempelajari beda fasa 3. Mengukur panjang gelombang suatu cahaya 4. Dasar Aplikasinya 5.1. Interferometer Michelson Interferometer adalah alat ukur yang memanfaatkan gejala interferensi sinar. Banyak jenis interferometer yang terkenal seperti Michelson, Machzender, Triangular dan Febry Ferot. Diantara interferometer yang paling sedrhana yang ditemukan oleh Michelson. Prinsip- prinsip yang digunakan dalam laboratorium akan dijelaskan berikut ini. 5.1.1. Teori Dasar Berkas sinar dari sebuah sumber dijatuhkan pada sebuah lensa pembagi, seperti dalam gambar (5-1). Berkas sinar dipecah menjadi dua, yang satu diteruskan ke cermin M1, yang satu lagi dipantulkan ke cermin M2. Kedua berkas sinar dipantulkan melalui lensa pembagi berkas yang dijatuhkan pada layar. Keduanya saling kohrensi, sehingga terjadi interferensi. Apabila cermin M1 dan cermin M2 benar-benar tegak lurus dengan yang lain, maka efeknya sama saja dengan cahaya yang berasal dari sumber S jatuh pada lapisan tebal dengan ketebalannya d1 – d2. pola interferensi akan terlihat karena adanya beda fasa. Dengan menggerakkan cermin M2 kedepan dan kebelakang, pola terang gelap (cincin terang ke gelap) berubah satu panjang gelombang. 5.1.2. Pengukuran Panjang Gelombang Bila cermin M2 digerakkan ke depan dan ke belakang, maka dapat dicari hubungan panjang gelombang seperti d1 – d2 = (m1 – m2) λ/2 (5-1) di mana d1 dan d2 adalah posisi cermin M2 dan M1 dan M2 adalah order interferensi pada posisi d1 dan d2 dan λ adalah panjang gelombang sinar. 21

M2 Cermin yang digerakkan Laser Kolimator BS M1 Layar Gbr (5-1) Interferometer Michelson λ’ | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | λ>λ’ λ’ | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | λ>λ’ d1 d2 Gbr. (5.2) Kecerahan frinji dengan dua panjang gelombang berbeda Perbedaan panjang gelombang antara dua garis yang berdekatan seperti pada lampu Natrium D, ditentukan oleh panjang gelombang rata-rata dan jarak antara frinji yang terlihat. Gambar (5-2), menunjukkan posisi maksimum dan minimum, sehingga dengan pola ini dapat diketahui perbedaan panjang gelombang. Andaikan dua panjang gelombang dengan masing-masing orde interferensinya ada atau tidak. Nyatakan d1 adalah titik set dari suatu frinji (untuk minimum) maka, d1 = m1λ/2 = m1’λ’ atau λ > λ’ (5.2) Apabila M2 digeser maka akan terjadi perulangan dari pola frinji yaitu minimum kemudian maksimum yang terjadi pada d2 maka, d2 = m2λ/2 = m2 ‘λ’/2 (5.3) Apabila ∆λ = λ – λ dan m1 – m2 = m1’ – m2’, maka didapat 22

∆λ = λλ’/2 (d1 – d2) (5-4) 5.1.3. Pengukuran indek bias plat gelas Plat gelas yang akan ditentukan indek bias biasanya ditempatkan pada salah satu lengan interferometer (diantara M2 dan B). Gelas ditempatkan sejajar dengan M2 sehingga frinji yang ditayangkan pada layar tetap kosentris, dengan pusatnya tidak tergeser. Dapat juga dilakukan layar digantikan dengan fotomultiplier (PMT) dan dihubungkan dengan pergerakan frinji. Plat gela dapat diputar, frinji akan berubah gelap terang secara bergantian dan banyaknya perubahan ini dapat diketahui dari perekaman frinji. Dengan menganalisa perubahan lintas optis, tebal plat (t), sudut putar θ dan jumlah pergeseran frinji m, sehingga indek bias plat gelas dapat dihitung, ������ = (������������−2������) (1−������������������ ������−−m2λ2/4������ (5.5) mλ−2t (1−Cosθ) 5.4.4. Alat-alat yang digunakan (1) Laser He-Ne (2) Cermin M1 dan M2 (3) Lensa pembagi berkas (4) Lensa kolimator dan lensa objektif (5) Mistar dan layar M2 Cermin yang digerakkan Gelas Laser Kolimator BS M1 Detektor Counter Gbr. (5-3) Set-up pengukuran indek bias plat gelas 5.1.5. Jalan Percobaan Set interferometer Michelson seperti dalam gambit (5-3). Tempatkan cermin M1 dan M2 , dimana M1 cermin pemantul berkas dan M2 cermin yang dapat digerakkan untuk menghasilkan pola frinji membentuk yang baik. Rekam pola frinji dengan fotografi atau detector. 23

5.2. Interferometer MACHZENDER Interferometer Machzender menggunakan lensa pembagi berkas dan cermin juga sebagai pembelok berkas. Cara kerja interferometer ini adalah sebagai berikut: Dalam gambar (5.4). seberkas sinar dikenakan pada lensa pembagi (BS1). Salah satu berkas sinar diteruskan melalui objek, yang dipantulkan kembali oleh cermin M1 menyentuh BS2. Berkas yang lain dibelokkan oleh BS1 yang menyentuh cermin M2 dan dipantulkan ke lensa pembagi BS2. Pencampuran antara berkas dari M1 dan berkas dari M2 melukiskan interferensi (kedua berkas mempunyai jarak lintasan optis yang berbeda), interferensi ini dapat direkam oleh detector. Salah satu keuntungan dari interferometer ini bersifat lebih stabil, bila terjadi gangguan dalam lintasan optis. Salah satu aplikasi dari interferometer Machzender adalah untuk mempelajari karakterisasi aberasi gelombang pada lensa mikro. Disamping itu interferometer ini dapat juga digunakan untuk mempelajari perbedaan indek bias dalam suatu daerah tertentu, misalnya mengukur pola angin dalam terowongan. Bila diperhatikan kembali gambar (5-4), berkas laser yang diliwatkan, maka penjalaran gelombang pada kedua tangan interferometer dapat ditulis sebagai E(x,t) = Eo(x,t) Cos (ks-wt + ɸ), (5-5) (5-6) Dimana E = E1 + E2 ------------------ prinsip superposisi (5-7a) Dengan E1(x,t) = Eo(x,t) Cos (ks-wt + ɸ1) (5-7b) dan E2(x,t) = Eo(x,t) Cos (ks-wt + ɸ2) (5-8) Intensitas yang diterima detector adalah (5-9) I = |E|2 = E1. E2 (5-10) Jadi E2 = |E1||2+|E2|2 +E1E2 Cos {ks-wt + ɸ1) (ks-wt + ɸ} (5-11) Maka I ≡ I1 + I2 {I1 I2}1/2 Cos δ (5-12) Bila I1 + I2 + Io, sehingga I = 2 Io (1 + Cos δ) = 4 Io Cos2 δ/2 atau I = 4 Io Cos2 ½ [k (∆s) + ∆ɸ] Pada waktu terjadi interferensi maksimum, bila I = 4 Io Cos2 δ/2 Cos δ/2 = ± 1 δ = 2 mπ ; m = 0, ± 2, …. Pada waktu terjadi interferensi minimum, bila I = 0 Cos2 δ/2 = 0 Cos δ/2 = 0 δ = π (2m + 1); m = 0, ± 1, ± 2, …. 24

dengan k = 2π/λ, maka beda untuk masing-masing frinji adalah ∆δ = 2π/λ (∆s) ±π (5-13) di mana π adalah perioda. BS1 M1 M2 BS2 Gbr. (5-4) Skema interferometer Machzender 5.2.1. Alat-alat yang digunakan (1) Laser He-Ne (2) Kolimator (3) Cermin (4) Lensa pembagi berkas (5) Layar dan Kamera 25

5.2.2. Jalannya percobaan 1. Susunlah set-up seperti dalam gambar (5-5) 2. Tempatkan kolimator untuk mendapatkan sinar sejajar 3. Dengan membagi kedua berkas sinar, kemudian dengan bantuan cermin berkas tersebut dipantulkan kembali lelalui lensa pembagi berkas dan ditampilkan pada layar 4. Bila kedua berkas tersebut sudah menyatu maka akan terlihat pola interferensi 5. Aturlah pola interferensi tersebut, sehingga terang gelap dapat diamati dengan baik 6. Hitunglah interferensi maksimum dan minimum BS1 M1 Laser Kolimator M2 BS2 Layar Gbr. (5-5) set-up percobaan 5.3. INTERFEROMETER FABRY-FEROT 5.3.1. Teori Dasar Prinsip dasar dari interferometer Fabry-perof dengan menempatkan dua plat sejajar A dan B yang seperti dalam gambar (5-6) L1 L2 Berkas sinar Lensa Plat Plat Lensa Layar Gbr. (5-6) Interferometer Fabry-ferot 26

Berkas sinar dari sebuah sumber, diteruskan oleh lensa kolimator dan dipantulkan oleh kedua plat sejajar. Berkas tersebut ditransmisikan dan difokuskan oleh lensa L2 pada layar. Diantara kedua plat sejajar ditempatkan etalon. Salah satu dari plat dibuat tetap dan yang satu lagi dapat digerakkan, sehingga menghasilkan suatu frinji yang dikehendaki. Sedangkan lingkaran dari frinji dapat diketahui jari-jarinya. Jarak antara kedua plat sejajar berpengaruh terhadap sudut θ, kala jaraknya semakin dekat maka lingkaran frinji semakin kecil sampai tergambar satu titik. Berkas sinar yang ditransmisikan terjadi beda fasa dapat dinyatakan dengan persamaan ������ = 4������������ Cos θ (5-13) λ di mana δ adalah beda fasa dan d adalah jarak antara dua plat, θ adalah sudut frinji dan λ adalah panjang gelombang sinar. 5.3.2. Alat-alat yang digunakan (1) Sumber sinar (2) Kolimator (3) Plat (4) Lensa (5) Layar dan Kamera 5.3.3. Jalannya Percobaan 1. susunlah set-up seperti dalam gambar (5-6) 2. Tempatkan kolimator untuk mendapatkan sinar sejajar 3. Tempatkan dua plat sejajar dan atur untuk mendapatkan frinji. Amati perubahan yang terjadi ketika menggerakkan plat 4. Catatlah perubahan sudut yang terjadi, pada waktu menggerakkan plat. 5. Hitung beda fasa Daftar Pustaka 1. Born and Wolf : Princiles of Optics 2. C. Harvey Palmer : Optics experiment and demonstration 3. W.H.A Fincham and M.H. Freman, Optics 27

D. DIFRAKSI Tujuan percobaan : 1. Mangamati gejala difraksi 2. Mempelajari gejala difraksi Fraunhofer dengan celah lingkaran dan celah persegi 3. Mempelajari difraksi fraunhofer dengan kisi I. Teori Dasar Fenomena difraksi pertama kali diamati oleh Leonardo Davinci antara tahun 1954 – 1519, kemudian dilanjutkan oleh Grimaldi dengan menuangkan fenomena ini dalam bentuk tulisan sekitar tahun 1665. Selanjutnya Huygens dalam tahun 1678, menghubungkan fenomena tadi secara kualitatif dengan teori cahaya sebagai gelombang. Pada tahun 1818 Fresnel mengembangkan teori Huygens, dengan menerangkan fenomena difraksi secara lebih rinci dan dikaitkan dengan peristiwa interferensi gelombang. Kemudian Kirchoff dalam tahun 1882, melakukan penurunan matematis bagi fenomena ini dengan memanfaatkan persamaan Helmholtz dan teorema Green dan menghasilkan teori difraksi scalar. Sommerfield dalam tahun 1894, menyempurnakan persamaan matematis ini, yang kemudian disederhanakan oleh Frounhofer. I.1. Difraksi Fraunhofer dengan celah persegi Pada prinsipnya penurunan rumus untuk celah persegi dan celah sempit hamper serupa. Dalam celah yang berbentuk persegi dapat diperhatikan seperti dalam gambar (D-1). Celah persegi dengan ukuran lebar celah a dan tinggi celah sebesar b, disinari dengan suatu sinar sejajar, dapat diamati pada suatu bidang pengamatan sebagai berikut : ᶴ ᶴU(x,y) = k ������/2 ������/2 . ������������������. [−������2������ (qy + px)dydx −������/2 −������/2 λz ᶴ ᶴ= k ������/2 ������������������ [−������2������ qy] dy ������/2 ������������������ [−������2������ px] dx (1) −������/2 λz −������/2 λz Sekarang ᶴ ������/2 ������������������ [−������2������ px] dx ������������������ ������������������ [−������2������ px] ������/2 (2) λz 2π −������/2 −������/2 λz 28

yα α p Y d) dz R P b z Po Σ Z o’ Gbr. D-1. Celah Segi-empat Subtitusi harga-harga hasil integrasi, maka diperoleh ������������������ ( πλzbx) ������������������ ( πλ) (πλbz x) πa λz − a }������ { ������ U(x,y) = k a x) sinc (by) a.b sinc (λ z λz Jadi intensitas I(x) = |U(x) |2, maka a2b2 sinc2 (ax) sinc2 (by) (3) I(x,y) = λ2z2 λz λz Hasil pola difraksi secara teoritis dapat digambarkan seperti dalam gambar (D-2) α’ β’ Gbr. D-2. Hasil pola difraksi 29

I.2. Difraksi Frounhofer dengan slit sempit Dengan suatu slit lembar a disinari dengan cahaya sejajar, persamaannya dapat diturunkan pada bidang pengamatan sebagai berikut : ᶴU(x,y) = k ������/2 . ������������������. [−������2������ x] dx −������/2 λz = ������ i 2π x exp [−������2������ ������] ������/2 λz −������/2 ������������ = k a sinc (������������) (4) ������������ Bila ditulis dalam intensitas I (x) = |U(x) |2, maka ������ (������) = a2 sinc2 (������.������) (5) λ2Z2 ������������ Hasil pola difraksi secara teoritis dapat digambarkan seperti dalam gambar (D-3). Untuk menghitung jarak frinji dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: x = - λαz, dengan λ adalah panjang gelombang cahaya z adalah jarak celah dengan bidang pengamatan α adalah lebar celah I(o)/I(o) 1.0 0.5 1(0) sin b 2 0.4 1(0) b 0.3 0.2 0.1 0.008 0.047 b 0.017 -2π -π 0 π 2π 3π -3π -3.47π -2.46π -1.43π 1.43π 2.46π 3.47π Gbr. (D-3). Pola difraksi Fraunhover dengan slit sempit 30

I.3. Difraksi Fraunhofer dengan celah lingkaran Teori Dasar Difraksi yang terjadi pada celah lingkaran dengan diameter celah d. dapat disinari dengan berkas sejajr. Bila diamati pada bidang pengamatan maka ������(������) = exp (������������������) exp {���������2���������������2} {(���2���) 2 ������1 (������������������������������) } (6) ������������ (7) jλz 2������������ (8) ������(������) = exp (jkz)exp {���������2���������������2} {(������������8���������2��� ) 2 }������1 (������2������������������) ������������������ 2������ Bila intensitas I(r) = |U(r)|2 ������(������) = (������8������������2) 2 }2������1 (������2������������������) ������������������ 2������ Intensitas distribusi umumnya dinyatakan sebagai pola Airy yang menggambarkan terang gelap pada bidang pengamatan. Jari-jari pola Airy dapat dihitung sebagai berikut: 2������������ = ������ ������������ ������ r = m ������������ dengan λ adalah panjang gelombang sumber cahaya d adalah diameter celah z adalah jarak antara celah dan bidang pengamatan Sudut antara berkas cahaya yang membelok dengan sumbu celah dapat dihitung θ ≡ tan θ = ������ = ������ ������ (10) ������ ������ y R y p p y q 0 ɸ Po ɸ z d 4 31 Gbr. (D-4). Celah lingkaran

1/1(0) 1.0 0,5 0,4 0,3 0,2 0.0175 0.0042 0,1 ka sin θ -10 -5 0 5 10 -8.42 -7,02 -5,14 -3,83 3,83 5,14 7,02 8,42 Gbr. (D-5) Pola airy Alat-alat yang digunakan - Laser He-Ne - Kolimator - Celah Lingkaran - Lensa - Layar - Kamera Set-up Percobaan Celah Lensa Layar LASER KOLIMATOR f Gbr. (D-5). Set-up percobaan Jalannya Percobaan 1. Buatlah set-up seperti yang terlihat pada gambar (D-5) 32

2. Amatilah titik fokus dari lensa 3. Letakkan layar pada bidang titik fokus tersebut 4. Tempatkan celah dan amati pola yang terlihat dibalik kertas 5. Gantikan layar dengan alat perekam (kamera) 6. Ukur jari-jari cincin pola difraksi 7. Bedakan pola difraksi antara teoritis dan percobaan I.4. Difraksi Fraunhofer dengan kisi Teori Dasar Seperti sudah dikenal dengan difraksi celah tunggal, maka untuk difraksi kisi dapat dilihat pada gambar (D-6), dengan persamaan gangguan optis adalah ᶴ ᶴU(xo,yo) = c ������ + ������/2 ������/2 ������(������)������������ + ������ ������ − ������/2 ������(������) ������������ + ⋯ … … … −������/2 ᶴ+ c ������(������)������������ (11) ������(������ − 1) − ������/2 (12) atau U(xo,yo) = c ∑������������=−���1��� Ui (y1) θ1 θ2 θ Gbr. (D-6) Geometri difraksi kisi dan dapat juga ditulis sebagai ������/2 ������������������������������������ ������������������. ������ −������/2 ᶴ ( )U(xo,yo) = c ∑������ exp. ( ������������������������������������������) ������������ (13) 33

Untuk menyelesaikan pers. (13) ini dengan bantuan gambar D-7, seperti berikut. Dari gambar (D-6) terlihat bahwa tan.ψ = y0/z dan dianggap sudutnya kecil maka sin ψ = ψ = tan, sehingga beda lintasan optis ������ = tyo = yoyi (14) z z Bila disubtitusikan harga dari pers. (14), maka ������/2 ������������������������������������ ������������������ ᶴ ( )U(xo,yo) = c ∑ exp. (−������������������) −������/2 ������������������. ������ (15) Dalam gambar D-7, memperlihatkan lintasan optis. d= sinψ ψ z ψ a yo Gbr. D-7. Lintasan Optis Dari gbr. D-7, dan gambar D-6, akan terlihat lintasan optisnya menjadi : d = d1 – d2 = d sin θ1-d sin θ0 = d (sin θ1- sin θ0) (16) karena dianggap lebar celah sama maka lintasan optisnya sama dengan N, sepanjang sumbu y. U(xo,yo) C (exp (0) + exp (-jkd) + exp (-jk2d) + ………. ᶴ ( )������/2 ������������������. ������������������������������������ ������������������ (17) (18) −������/2 ������ U(xo,yo) = c ( 11−−eexxpp((−−������������������������������������))) ( si���n���������������/������2/2) c ( ssinin���������������������������/���/22) sinc (kb/2) Dengan intensitas adalah I = |U(xo,yo)|2 = c ( ssinin���������������������������/���/22) 2 sin2 (kb/2) (19) 34

Maksimum terjadi pada (((ssiinn���k������d������/���/22))) 2 (20) dengan kd/2 = 0, ±π, ±2π, ±3π + ……… Minimum terjadi pada = 0((ssiinn���k���22���d���������) (21) dengan kd/2 = ± ������ , ± 2������ , ± 2������ ±⋯……….± ,(������−1)������ {(������+1)������} N N N NN Pola yang terjadi pada difraksi system celah kisi banyak, dapat dilihat pada gambar D-8. 1 sin2 Na Na 0 o π 2π 3π 4π 5π 6π 7π 8π 9π 10π 11π 12π 13π 14π 15π 16π N2 N=2 N=6 sin2 Na sin2 a 0 sin θ 0 λ/a 2λ/a N2 sin b 2 b a = 4b N=6 sinb 2 sin Na 2 b sin a sin θ 0 λ/6a λ/2a λ/a 2λ/a Gbr. D-8. Pola celah banyak Kisi Alat-alat yang digunakan : 1. Laser 2. Optical Bench 3. Holder dan statip 4. Kisi 5. Kolimator 6. Lensa dengan f= 50 cm 7. Layar 8. Kamera Lensa Positip Layar Laser Kolimator Kamera Gbr. D-9. Set-up Percobaan 35

Jalannya percobaan 1. Perhatikan set-up percobaan gbr. D-9 2. Kolimasikan sinar 3. Tempatkan kisi di depan sinar kolimasi 4. Gunakan lensa positip, bila sulit mengamati bayangan 5. Carilah bayangan melalui pengaturan lensa, dan kemudian baru direkam 6. Bicarakan hasil percobaan serta evaluasinya Daftar Bacaan : 01. Max Born and Emil Wolf : Principles of Optics 02. Eugene Hech : Optics, 03. Joseph W. Goodman : Introduction Fourier Optics 36

1-4. Difraksi Fresnel Telah dijelaskan diatas bahwa difraksi dapat dibagi dalam dua yaitu 1) medan jauh atau difraksi Fraunhofer dan 2) medan dekat atau difraksi Fresnel. Perbedaan keduanya adalah untuk difraksi Frounhofer dapat diandaikan bahwa ukuran dari aperture difraksi adalah begitu kecil sehingga lintasan optis dari titik yang berbeda dalam aperture ke titik sumber atau keluarannya relatif sama. Andaikan lintasan maksimum berbeda mendekati seper dua puluh panjang gelombang, maka difraksi demikian disebut Fraunhofer. Dalam set-up menentukan difraksi Fraunhofer menggunakan celah segi-empat, lingkaran. Untuk mempelajari difraksi Fresnel menggunakan celah lingkaran dengan berbeda ukuran. SET-UP EKSPERIMEN Berkas sinar laser disalurkan melalui lensa objekfif, sehingga berkas keluaran mengalami pembesaran, seperti dalam gambar 1-4.1. Dengan menggunakan aperture lingkaran berbeda ukuran dan jatuhkan pola pada layar. Rekam pola difraksi dengan kamera. Celah Layar Difraksi Lensa Objektif LASER Gbr. 1.4.1. Set-up difraksi Fresnel 37

PROSEDUR EKSPERIMEN Untuk mengamati difraksi Fresnel, tempatkan layar difraksi dalam jarak dekat dengan titik sumber, perhatikan semua celah mendapat sinar. Kemudian rekam pola difraksi seperti dengan cara di atas. TUGAS 1. Apakah pengaruh dari ukuran celah pada pengamatan pola difraksi 2. Hitung difraksi Fresnel untuk celah lingkaran, dengan berbeda jari-jari celah. 3. Apakah yang terjadi pada pusat pola difraksi dari nol ke tak terbatas. Bandingkan dengan hasil eksperimen Daftar Pustaka 1. F.T.S. Yu, Introduction to Difraction, MIT Press 1973. 38

E. OPTIKA FOURIER Tujuan Percobaan : 1. Mempelajari sifat-sifat transformasi citra dari lensa 2. Memahami konsep frekuensi ruang 3. Mengamati pola transformasi Fourier dari berbagai macam objek. I.1. Transformasi Fourier oleh lensa Bila suatu gelombang cahaya melalui lensa tipis, maka gelombang itu akan mengalami transformasi fasa sebagai berikut : ������′(������, ������) = ������(������, ������)������������������. (������������������������}������������������. [������ ������ (x2−y2] (1) 2f dengan : U’ adalah medan pada bidang datar sesudah lensa U adalah medan pada bidang datar sebelum lensa d adalah tebal lensa pada sumbu optis f adalah jarak fokus lensa Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar (E-1) U U’ ∆ (x,y) ∆o Gbr. (E-1). Lensa konvergen Berikut ini akan ditinjau tiga macam dari konfigurasi seperti terlihat dalam gambar (E-2), yaitu a. Objek tepat pada bidang sebelum lensa b. Objek pada suatu jarak x1 di depan lensa c. Objek dibelakang lensa pada suatu jarak x dari titik fokus Dalam tinjauan ini bahwa dapat diasumsikan objek terlihat seluruhnya (fungsi pupil diambil = 1 ). 39

Objek Objek f df (a) (b) Objek d f (c) Gbr. E2. Macam-macam konfigurasi transformasi Fourier dengan lensa. i. Transformasi Fourier dengan objek tepat pada bidang sebelum lensa Dalam gambar (E-2a), bahwa distribusi amplitude medan di bidang fokus dibelakang lensa dapat dihitung dengan menggunakan persamaan difraksi Fresnel sebagai berikut : ������������������. [������ ������ (xf2 + yf2 ] 2f ������������(������������. ������������) = − − − − − − − − − − ᶴ ᶴ−ɷɷ������ ���′���(������, ������) ������������������. [������ ������ (x2 + y2)] ������������������. [������ 2������ (xxf + yyf)] dx dy (2) 2f λπf Jika Pers. (1) dimasukkan kedalam pers. (2), diperoleh ������������������. (������������������)������������������. [������ ������ (xf2 + yf2)] 2f ������������(������������. ������������) = − − − − − − − − − − ������������������. ������������������∆������ ᶴ ᶴ−ɷɷ������(������, ������) ������������������. [−������ 2������ (xxf + yyf)] (3) πf Bila cahaya yang datang bersifat monokromatis dan mempunyai amplitudo uniform sebesar A dan objek digunakan bertransmitansi amplitude sebesar t0 (x,y) maka pers. (3) menjadi ������������������������. (������������������)������������������. (������������������∆������) ������������(������������. ������������) = − − − − − − − − − − ������������������. [������ ������ (xf2 + yf2) ᶴ ᶴ−ɷɷ������������(������, ������)] 2f ������������������. [−������ 2������ (xxf + yyf)dxdx] (4) λf Terlihat, bahwa distribusi amplitudo medan di bidang fokus adalah merupakan transformasi fourier dari fungsi transmitansi objek dari domain ruang (x,y) de domain frekuensi (fx,fy) dengan 40

fx = xf/λf dan fy = yf/ λf (5) Karena dalam penggamatan baik dengan mata (fotografi) adalah intensitas, maka kita dapat menulis dalam persamaan intensitas adalah ������������(������������, ������������) = ������2 ᶴ ᶴ−ɷɷ������������(������, ������)������������������. [−������ 2������ (xx2 + yy2) ] dx dy (6) λ2f2 | λf Distribusi intensitas dibidang fokus sebanding dengan kuadrat transformasi Fourier dari fungsi transmitansi objek. I.2. Transformasi Fourier dengan objek didepan lensa Konfigurasi pada gambar 2(b), dapat diasumsikan bahwa aproksimasi Fresnel berlaku untuk propagansi sepanjang jarak d, maka : F1(fx, fy) = fo (fx, fy)exp [−jπλd(fx2 + fy2 (7) dengan f0 (fx,fy) = F(At0) = transformasi Fourier dari cahaya yang ditransmitasikan objek. Fi (fx,fy) = F(Ui) = transformasi Fourier yang jatuh ke bidang lensa Sehingga dapat ditulis : exp(������������������)exp [������ ������ (xf2 + yf] 2f Uf(xf,yf) = ------------------------------------- Fi(fx,fy) (8) jλf Dengan mensubtitusikan pers. (7) ke pers. (8), maka diperoleh ������ exp(������������������) exp(������������������∆������)������������������.[ ������2kf{1−df }(x2f +yf2 Uf(xf, yf) = jλf ᶴ ᶴ−ɷɷ������������ (������������ , ������������)������������������ [ −������ 2π (������������, ������������ + ������������, ������������ )] ∑ ������������������������������0 (9) λf Jika diambil harga d =f maka salah satu unsure fasa dalam pers.(9) menjadi hilang, sehingga memberikan pers yang lebih sederhana. Pers (9) distribusi medan dibidang fokus merupakan transformasi Fourier dari fungsi transformasi objek. Bila diambil intensitasnya maka : I(xf, yf) = A2 | ᶴ ᶴ−ɷɷ������������(������������ , ������������)������������������ [ −������ 2π (������������ , ������������ , ������������ , ������������ )] ∑ ������������������������������0|2 (10) λ2f2 λf Pers. (10) mempunyai bentuk yang sama dengan pers. (6), hanya fungsi objeknya berada di bidang (x0,y0). I.3. Transformasi Fourier dengan objek dibelakang lensa Konfigurasi gambar 2 (c), amplitudo gelombang sferis yang jatuh ke objek adalah Af/d dengan asumsi amplitudo gelombang datar sebelum lensa adalah A. Dengan aproksimasi paraksial, amplitudo medan yang ditransmisikan oleh objek, dapat ditulis sebagai : 41

Uo(xo, yo) = Af ������������������. (������������������∆������)������������������ [ −������ k (���������2��� + ���������2��� )] to(xo, yo) (11) d 2d Dengan asumsi berlakunya aproksimasi Fresnel dari bidang objek ke bidang fokus., maka distribusi medan dibidang fokus dapat dinyatakan sebagai : Uf(xf, yf) = A exp(jkd)exp (jkn∆o) f ������������������ [ ������ k (������������, ������������)] jλd d 2d ᶴ ᶴ−ɷɷ������������ (������������ , ������������)������������������ [ −������ 2π (������������ ������������ , ������������ ������������ )] ������������������ , ������������������ (12) λf Dalam hal ini bahwa distribusi medan di bidang fokus adalah juga merupakan transformasi Fourier dari fungsi transmitansi objek di bidang (x0,y0). Jika nilai intensitasnya diperoleh : If(xf, yf) = A2f2 | ᶴ ᶴ−ɷɷ������������(������������, ������������)������������������ [ −������ 2π (������������, ������������)] ������������������, ������������������|2 (13) λ2d4 λf Terdapat perbedaan antara pers. (13), dengan pers. (6) dan (10). Walaupun masih memperlihatkan adanya sifat transformasi Fourier, namun : a. Besarnya intensitas dan amplitudo bergantung pada d dan jarak perbandingan f/d. Makin kecil d, makin besar intensitasnya (tetapi dalam memilih nilai d harus diingat bahwa nilai d yang terlalu kecilan merusak aproksimasi Fresnel, yang membuat pers di atas tidak berlaku lagi. b. Adanya penyekalan (scalling) pada frekuensi ruang hasil transfiormasi. Jika d diperbesar maka frekuensi ruang mengecil, tetapi frekuensi ruang membesar. Jika d diperkecil, maka frekuensi ruang membesar, tetapi priode mengecil. Melihat kepada tiga macam konfigurasi dapat digunakan untuk mempelajari, mengamati atau mendapatkan transformasi Fourier dengan lensa. I.4. Alat-alat yang digunakan - Laser He-Ne - Kolimator - Bermacam-macam pin hole - Slit - Grating - Lensa convergen - Layar - Kamera - Holder peralatan optic - Alat ukur panjang Jalannya Percobaan 1. Set alat optic dan ukur jarak fokus, kemudian tempatkan kamera, seprti dalam gambar 3 (a) 2. Gunakan bermacam-macam pin hole, grating dan slit, dengan menggunakan set-up gambar 3(b). Begitu juga gambar 3 (c). Kemudian bandingkan hasil yang diperoleh. 42

3. Catatlah perubahan pola frinji sewaktu menggantikan ukuran celah. 4. Bandingkan hasil pengukuran dengan perhitungan teoritis. Lensa Layar LASER Kol. Objek f LASER Layar LASER Kol. d f Objek Objek Layar Lensa Kol. d f Gbr. (F-3). Set-up percobaan II. Fungsi Transformasi Optik (OTF) II.1. Teori Dasar Untuk mempelajari transformasi citra dapat digunakan sumber sinar koheran maupun sumber sinar inkoheran. Dengan teori Fungsi Transformasi Optik (OTF), dapat dipelajari mengenai difraksi Frounhofer maupun pengaruh aberasinya. Sistem pencitraan dapat ditulis menurut teori konvolasi (14) Ii(xi, yi) = k ᶴ ᶴ−ɷɷ|ℎ(������������, ������������, ������������, ������������)|2������������(������������, ������������)dxodyo |2 dengan k adalah konstanta riel, |h| adalah respons impulse dan Ig adalah intensitas ideal. Pada system analisa frekuensi seperti juga pemetaan linier distribusi intensitas menggunakan normalisasi frekuensi Ig dan Ii dinyatakan sebagai berikut : ᶴ ᶴ−ɷɷ������������(������������, ������������) exp{− ������2π(fx������������ + fy������������)} ������������������ ������������(������������, ������������ ) = − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − −(15) ᶴ ᶴ−ɷɷ������������(������������, ������������)dxodyo ᶴ ᶴ−ɷɷ������������(������������, ������������) exp{− ������2π(fx������������ + fy������������)} ������������������������������������ ������������(������������, ������������ ) = − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − (16) ᶴ ᶴ−ɷɷ������������(������������, ������������)dxidyi dengan fx,fy adalah frekuensi ruang. Normalisasi spectra dengan membuat harga “frekuensi nol”, distribusi intensitasnya selalu tidak nol atau berlatarbelakang konstan. Kualitas suatu citra adalah bergantung pada kontras atau intensitas relatif dari bagian informasi citra. 43

Secara umum, normalisasi fungsi transfer ditentukan oleh ᶴ ᶴ−ɷɷ|ℎ(������������, ������������)|2 exp{− ������2π(fx������������ + fy������������)} ������������������������������������ ������(������������, ������������ ) = − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − (17) ᶴ ᶴ−ɷɷ|ℎ(������������, ������������)|2������������������������������������ Penggunaan teori konvolasi pada pers. (14), menghasilkan frekuensi domain ������������(������������, ������������) = ������ (������������, ������������)������������(������������������������) (18) atau ������(������������, ������������) = Gi(������������,������������) (19) Gg(������������,������������) dengan H adalah dinyatakan sebagai fungsi transfer optic (OTF) dan |F| adalah fungsi transfer modulus (MTF). Gi dan Gg mengandung amplitudo dan fasa. Bila ditulis kembali Gi dan Gg sehingga, ������(������������,������������) exp[ ������ɸ������(������������,������������)] = H (fx, fy) (20) B(fx,fy) exp[iɸg(fx,fy) dengan mengambil A/B = C, maka (21) C(fx,fy) exp [i(ɸi- ɸ g)] = H(fx,fy) Bila tidak mengandung modulasi amplitudo, maka A=B dan C=1, maka : (22) H(fx,fy) exp i∆ɸ (fx,fy) dengan ∆ø = øi – øg, maka fungsi transfer fasa dapat ditulis PTF = ∆ɸ (fx,fy) (23) Ketergantungan modulasi fasa pada spasial frekuensi untuk beberapa alat dan tidak terjadi pada semua alat. II.2. Alat-alat yang diperlukan - Sumber Cahaya - Kolimator - Objek - Lensa - Layar - Kamera Jalannya Percobaan 1. Perhatikan gbr.(4) gunakan celah empat persegi panjang dan celah lingkaran 2. Kolimasikan sinar(ambil intensitas optimum) 3. Tempatkan celah didepan berkas kolimasi, yang akan merupakan objek yang ditransformasikan. 4. Tempatkan lensa didepan objek pada jarak fokusnya, sehingga lensa berfungsi sebagai Fourier transformnya. 5. Gunakan layar (Kamera) untuk merekam citra tersebut 44


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook