Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore JURNAL PERIKANAN TROPIS VOL 2 NO 1

JURNAL PERIKANAN TROPIS VOL 2 NO 1

Published by Irwandi Aw, 2017-05-16 13:05:27

Description: JURNAL PERIKANAN TROPIS VOL 2 NO 1

Search

Read the Text Version

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-55724. Hasil dan Pembahasan4.1. Sebaran Frekuensi Panjang Jumlah ikan kembung lelaki yang dikumpulkan selama Maret – April 2014 sebanyak1073 ekor yang diambil secara acak, 200 ekor dari minggu pertama sampai dengan minggu ke5, minggu ke 6 sebanyak 73 ekor, dengan ukuran terpendek 133 mm dan yang terpanjang 262mm (Tabel 2).Tabel 2. Sebaran frekuensi panjang ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta)Kelas (mm) Mgu1 Mgu2 Mgu3 Mgu4 Mgu5 Mgu6 Jumlah 133 - 146 9 0 9 5 0 0 23 147 - 160 15 9 21 9 0 0 54 161 - 174 9 20 32 24 0 0 85 175 - 188 2 50 72 71 7 23 225 189 - 202 34 51 37 41 76 42 281 203 - 216 43 54 22 25 69 6 219 217 - 230 50 13 5 17 28 2 115 231 - 244 31 3 2 8 15 0 59 245 - 258 6 0 0 0 4 0 10 259 - 272 1 0 0 0 1 0 2 Jumlah 200 200 200 200 200 73 1073 Jika dilihat dari Tabel 2 ikan dengan ukuran 189 – 202 adalah ikan yang dominantertangkap yaitu 281 ekor. Jika dilihat dari selang ukurannya, ikan yang dominan tertangkaptersebut sudah melebihi ukuran pertama kali matang gonad.4.2. Hubungan Panjang Bobot Hasil dugaan hubungan panjang bobot dan parameter pertumbuhan (K, L∞ dan to) dapatdipengaruhi oleh variasi contoh yang digunakan, kondisi lingkungan dan tingkat eksploitasiikan tersebut. Faktor contoh diantaranya panjang maksimum, panjang minimum dan sebaranpanjang ikan yang tertangkap. Semakin besar kisaran antara panjang maksimum denganpanjang minimum maka dugaan yang diperoleh diharapkan akan memberikan hasil yang lebihoptimal jika dibandingkan dengan kisaran panjang ikan yang lebih kecil. Analisis hubungan panjang bobot dilakukan untuk mengetahui pola pertumbuhan dariikan yang diamati, data yang digunakan adalah data panjang total ikan dan berat basah ikan.Hasil dari analisis hubungan panjang bobot dari ikan yang diamati didapatkan nilai a sebesar2.98E-06 dan nilai b 3.2351474 sehingga didapatkan nilai W=2.98E-06L3.2351474 (Gambar 1). 48

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572 Dengan didapatkannya nilai b 3.2351474 atau b > 3, Menurut Effendi (2002) nilai b iniberada pada kisaran 2,4-3,5, bila berada di luar kisaran tersebut maka bentuk tubuh ikantersebut di luar batas kebiasaan bentuk ikan secara umum. Kondisi b > 3 tersebut berartipertumbuhan berat dapat dikatakan lebih dominan jika dibandingkan dengan pertumbuhanpanjang atau allometrik positif. Menurut Hutabessy & Mosse (1996) ikan kembung di Perairan Pulau Ambon dansekitarnya memiliki nilai b sama dengan 3,26 yang menunjukan bahwa ikan-ikan kembunglelaki di perairan tersebut memiliki kondisi pertumbuhan yang sama dengan ikan kembunglelaki yang didaratkan di PPN Palabuhanratu. Hal serupa juga ditunjukan oleh Rahman &Hafzath (2012), Sivadas et al. (2006), Abdurahiman et al. (2004), Abdussamad et al. (2006)yang telah menduga nilai b ikan kembung lelaki di Perairan Kuantan Malaysia, Calicut, Indiaberturut-turut 3,38, 3,08, 3.2, dan 3.3. Gambar 1. Hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta), Maret – April 2014 di PPN Palabuhanratu Perbedaan kondisi pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitufaktor perbedaan kondisi lingkungan dan ketersediaan makanan (Effendie 1997), seperti yangdigambarkan penelitian yang dilakukan oleh FPLHI (2004) bahwa ikan kembung lelaki diTeluk Jakarta memiliki nilai b sama dengan 2,87. Hal tersebut berarti ikan di teluk Jakarta jauhlebih kurus dibanding ikan di Laut jawa, Pulau Panggang dan periran Ambon. Teluk Jakarta merupakan teluk yang paling tercemar di Asia akibat limbah industri danrumah tangga. Faktor pencemaran yang tinggi merupakan salah satu penyebab ikan di TelukJakarta memiliki bobot kurus. Akibat penambahan bahan pencemar di perairan akanberpengaruh terhadap biomassa ikan tersebut (FPLHI 2004). 49

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-55724.3. Parameter pertumbuhan Dari 1073 sampel ikan didapatka nilai parameter pertumbuhan L∞ dan K diduga denganbantuan paket ELEFAN I dari program FiSAT II, dengan memilih kombinasi L∞ dan K yangterbaik berdasarkan penentuan nilai Rn (Goodness of Fit ) yang terbesar pada response surfaceanalisis (Pauly, 1984). ikan kembung lelaki yang didaratkan di PPN Palabuhanratu memiliknilai L∞ sepanjang 368.8 dan K senilai 0.48 /bulan. Umur teoritis pada waktu panjang ikan sama dengan nol (to) diduga denganmenggunakan rumus empiris Pauly (1984).Log (-to) = -0,3922 – 0,2752Log L∞ - 1,0380Log Kdengan memasukkan nilai-nilai dugaan L∞ = 368.8 cm dan K = 0.48 sehingga diperoleh nilaidugaan to adalah -0,170722 atau setelah dibulatkan diperoleh nilai dugaan to yaitu -0.17.Berdasarkan nilai parameter pertumbuhan yang diperoleh maka persamaan pertumbuhanmenurut panjang ikan yaitu: Lt = 368.8 [1-exp-0.48(t+0.17)] Berdasarkan kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki, ikan kembung lelaki mudamemiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan ikankembung yang sudah tua. Artinya kecepatan pertumbuhan menurun apabila ikan makinbertambah tua. Berdasarkan perhitungan menggunakan data ikan sampel dapat diduga bahwaikan kembung lelaki membutuhkan waktu sekitar 48 bulan untuk mencapai panjang maksimum(Gambar2), hal senada juga disebutkan oleh Jayabalan et al. (2009) bahwa lama hidup dari ikankembung lelaki di Pesisir Sohar, Oman kurang lebih 4 tahun. 50

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572 Gambar 2. Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhakim et al. (1988) yang menggunakan datafrekuensi panjang ikan kembung lelaki hasil tangkapan nelayan pukat cincin di perairan LautJawa selama 14 bulan menghasilkan nilai L∞ = 26,2 cm, K = 0,65/tahun dan t0 = -0,26,selanjutnya Mehanna (2001) menyatakan bahwa ikan kembung lelaki di Gulf of Suez memilikinilai L∞ = 29,5 cm, K = 0.66 / tahun dan t0 = -0,1. Perbedaan parameter pertumbuhan dapat disebabkan oleh perbedaan lama waktupengambilan contoh, musim, ukuran ikan contoh yang dianalis dan daerah penangkapan(Mozzam et al. 2005), menurut Widodo (1988) perbedaan nilai parameter pertumbuhan inilebih dipengaruhi oleh komposisi ikan contoh dari pada cara atau metode yang digunakan. Jikaikan contoh yang diperoleh lebih banyak ikan berumur muda maka koefisien pertumbuhan akantinggi, dan sebaliknya jika ikan berumur tua lebih banyak maka koefisien pertumbuhan akankecil. Sifat bergerombol ikan kembung lelaki yang cenderung terdiri dari ikan – ikan yangberukuran sama, sehingga menyebabkan sulitnya memperoleh suatu contoh yang representatifdari komposisi ukuran panjang suatu populasi.4.4. Tingkat dan Indeks Kematangan Gonad Dari 90 ekor ikan sampel memiliki komposisi 16 ekor ikan kembung lelaki betina dan 74ekor ikan betina. Tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki betina didominasi TKG 3 dan4 sebanyak 14 ekor, sedangkan tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki Jantandidominasi oleh TKG 2 dan 3 sebanyak 60 ekor. Indeks kematangan gonad ikan betina lebih besar dibandingkan dengan indekskematangan gonad ikan jantan, indeks kematangan gonad ikan betina berkisar 1.10% - 5.02%dan indeks kematangan gonad ikan kembung lelaki jantan berkisar 0.53% - 3%. Indeks 51

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572kematangan gonad ikan kembung lelaki betina meningkat tajam saat mencapai TKG 3 dan 4.Dengan panjang pertama kali matang gonad 179 mm, tidak jauh berbeda dengan hasil penelitianHariati et al. (2005) ukuran ikan kembung lelaki pertama kali matang gonad adalah 170 mm. Jika dilihat dari tabel 3 ikan yang memiliki TKG lebih tinggi tidak selalu memiliki IKGlebih tinggi juga, menurut Suwarso et al. (2010) dan (Zamroni et al. 2008) hal tersebutdisebabkan karena sebagian telur telah dilepaskan atau kemungkinan proses pematang telurlebih cepat walaupun ovarium belum matang sempurna. Dengan nilai indeks kematangan gonad (IKG) akan sejalan dengan perkembangan gonad,indeks kematangan gonad akan semakin bertambah besar dan nilai akan mencapai kisaranmaksimum pada saat akan terjadi pemijahan (Effendie 1997). Di dalam proses reproduksisebelum terjadi pemijahan sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk perkembangangonad. Gonad semakin bertambah berat dibarengi dengan semakin bertambah besar ukurannyatermasuk garis tengah telurnya. Berat gonad akan mencapai maksimum sesaat ikan akanberpijah, kemudian berat gonad akan menurun dengan cepat selama pemijahan sedangberlangsung sampai selesai4.5. Fekunditas dan diameter telur Dari 90 ekor ikan kembung lelaki yang didaratkan di PPN Palabuhanratu hanya 14 ekorikan yang dapat dihitung nilai fekunditasnya, adapun ikan – ikan yang dapat dihitung nilaifekunditasnya adalah ikan – ikan yang dengan TKG 3 dan 4 dengan nilai fekunditas berkisar42.606 – 63.043 dengan rata – rata 49.337,6. Menurut Shrinivas et al. (2013) semakin berat danpanjang ikan, maka semakin besar juga nilai fekunditasnya.Adapun ntuk nilai diameter telur dari 14 ekor ikan didapatkan berkisar antara 0.48 – 0.56 mmdengan rata – rata 0.51 mm untuk ikan dengan TKG 4, sedangkan ikan dengan TKG 3 ukurandiameter telurnya berkisar 0.28 -0.32 dengan rata – rata 0.3 mm.Tabel 3. TKG, IKG, Fekunditas ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta)Panjang (TL) Berat (gr) TKG Brt Gonad (gr) IKG (%) Fekunditas180 60.88 3 1.7081 2.806 46239183 64.65 3 1.7360 2.685 46878192 74.17 4 3.7270 5.025 48515178 65.69 4 2.6170 3.984 42606205 104.28 4 3.2638 3.130 49985190 73.65 4 3.2970 4.477 48156215 125.47 4 2.8382 2.262 49987201 87.79 3 2.8103 3.201 49787220 117.4 3 3.6041 3.070 51243 52

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572 4 2.9255 2.207 63043 230 132.57 4 4.7767 4.906 49824 210 97.37 3 1.8043 2.961 46869 183 60.93 4 3.1801 4.293 48258 191 74.08 3 3.6121 3.064 51870 220 117.94. Kesimpulan dan Saran4.1. Kesimpulan Berdasarkan dari data sampel ikan kembung lelaki yang didaratkan di PPNPalabuhanratu, ikan kembung lelaki memiliki pertumbuhan allometrik positif berartipertumbuhan berat dapat dikatakan lebih dominan jika dibandingkan dengan pertumbuhanpanjang. Ikan kembung lelaki yang didaratkan di PPN Palabuhan ratu pertama kali matang gonadpada saat panjangnya mencapai 179 mm dan membutuhkan waktu sekitar 48 bulan untukmencapai panjang maksimum yaitu 368.8 mm,4.2. Saran Ada baiknya jika dilakukan pembatasan ukuran penangkapan, dan menggunakan alatpenangkapan yang lebih selektif misalnya Pukat Cincin dan Jaring Insang.Daftar PustakaAbdurahiman K P, Harishnayak T, Zacharia P U, Mohamed K S. 2004. Length-weight relationship of commercially important marine fishes and shellfishes of the southern coast of Karnataka, India. Naga, 27: (1-2): 9-14.Abdussamad E, Kasim H, Achayya P. 2006. Fishery and population characteristics of Indian mackerel, Rastrelliger kanagurta (Cuvier) at Kakinada. Indian Journal Fish., 53(1): 77- 83.Effendie M I. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID) : Yayasan Pustaka Nusantara.Effendie M I. 1997. Biologi perikanan yayasan pustaka nusantara. Yogyakarta.[FPLHI] Forum Pengendali Lingkungan Hidup Indonesia. 2004. Environemntal Watch, Catatan Peristiwa Kerusakan Lingkungan. FPLHI. Jakarta.Ganga U. 2010. Investigations on the biology of indian mackerel Rastrelliger kanagurta (Cuvier) along the Central Kerala coast with special reference to maturation, feeding and lipid dynamics [tesis]. India. Cochin University of Science and Technology.Hariati T, Taufik M, Zamroni A. 2005. Beberapa aspek reproduksi ikan layang ( Decapterus russelli ) dan ikan banyar (Rastrelliger kanagurta) di perairan Selat Malaka Indonesia. Jur. Pen. Per. Indonesia 11 (2) : 47 – 56.Hutabessy B G, Mosse J W. 1996. Umur Pertubuhan dan Ukuran Pertamakali Matang Gonad Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta) Dari Perairan Pulau Ambon dan Sekitarnya. Jurnal Sains dan Teknologi Universitas Pattimura. 1: 2-23.Jayabalan N, Zaki S, Al-kiyumi F, Al-kharusi L, Al-habsi S. 2009. Age, growth and stock assessment of the Indian mackerel Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1817) along the Sohar coast of Oman. Indian Journal Fish 6(1):1-6. 53

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572Laevastu, Hayes L M. 1982 . Fisheries Oceanography and Ecology. England: Fishing New Books Ltd.Mehanna S F. 2001. Dynamics and management of the indian mackerel Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816) in the Gulf of Suez, Egypt. Egyp. J. Aquat. Biol.& Fish., 5(3): 179-194.Moazzam M, Osmany H B, Zohra K. 2005. Indian mackerel (Rastrelliger kanagurta) from Pakistan-I. Some aspects of biology and fisheries. Rec. Zool. Surv. Pakistan, 16: 58-75.Nurhakim S, Roch J, Widodo J, Poernomo A. 1988. Sosekima. Proceedings of Socio- Economics, Innovation and Management of the Java Sea Pelagic Fisheries, 4-7 December 1995, Bandungan (Indonesia). Java Sea Pelagic Fishery Assessment Project.Pauly D. 1984. Fish Population Dynamics in Tropical Waters : A Manual for Use with Programmable Calculators. ICLARM. Manila.Rahman M M, Hafzath A. 2012. Condition, length-wieght relationship, sex ratio and gonadosomatic index of indian mackerel Rastrelliger kanagurta capture from Kuantan Coastal water. Journal of Biological Sciences. doi:10.3923/jbs.2012Sivadas M, Radhakrishnan Nair P N, Balasubramanian K K, Bhaskaran M M. 2006. Lenght weight relationship, relative condition, size at first maturity, and sex ratio of Indian Mackerel Rastrelliger kanagurta from Calicut. Journal of the Marine Biological Association of India. 48 (2): 247-277.Shrinivas H, Hulkoti, Shivaprakash S M, Anjanayappa H N, Somashekara S R, Benakappa S, Kumarnaik A S, Ganesh L, Kamalesh P, Jitendra K. 2013. Breeding biology of Indian mackerel Rastrelliger kanagurta from Mangalore Region. Environment & Ecology. 31 (2A) : 683-688.Sparre P, Venema S C. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku 1, Manual, FAO Fish. Pusat penelitian dan pengembangan perikanan. Jakarta.Sparre P, Ursin E, Venema S C. 1989. Introduction to Tropical Fish stock Assessment. Part 1, Manual, FAO Fish. Tech. Paper, No. 306-1, FAO, Rome.Suwarso, Hariati T, Ernawati T. 2010. Biologi reproduktif, preferensi habitat pemijahan dan dugaan stok pemijahan ikan kembung (Rastrelliger kanagurta, Fam. Scombridae) di Pantai Utara Jawa. Program Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa. Badan Riset Perikanan Laut.Widodo J. 1988. Dynamic pool analysis of round scads (Decapterus macrosoma) fishery in the Java Sea. J. Mar. Fish. 47.39–58Widyantoro W. 2009. Water Biodiversity. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro.Zamroni A, Suwarso, Mukhlis N A. 2008. Biologi reproduksi dan genetika populasi ikan kembung (Rastrelliger brachysoma, Famili Scombridae) di Pantai Utara Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 14(2): 215-226. 54

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572KOMBINASI KADAR KALIUM DAN SALINITAS MEDIA PADA PERFORMANCE JUVENIL UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii de Man) Mahendra11Program Studi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Teuku Umar, Aceh Barat Korespondensi : [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kombinasi kadar kalium dan salinitas mediayang terbaik terhadap performance juvenil udang galah. Bahan percobaan adalah kombinasikadar kalium dan salinitas media yang berbeda antara kadar kalium (25, 50, dan 75 ppm) dansalinitas media (2, 4, dan 6 ppt). Kombinasi yang diperoleh sebanyak 9 perlakuan. Hasilnyamembuktikan bahwa kombinasi kadar kalium dan salinitas media berpengaruh terhadapperformance juvenil udang galah. Penambahan kadar kalium 75 ppm dan salinitas media 4 pptmenghasilkan performance juvenil udang galah (M. rosenbergii de Man) yang terbaik. Hasilanalisis menunjukkan bahwa perlakuan kadar kalium dan salinitas media memberikan pengaruhyang berbeda nyata terhadap pertambahan bobot, laju pertumbuhan spesifik. Hasil analisismenunjukkan bahwa kombinasi kadar kalium dan salinitas media tidak memberikan pengaruhterhadap kelulusan hidup dan pertambahan panjang (P>0,05).Kata Kunci: Macrobrachium rosenbergii de Man, performance, kadar kalium, salinitas media.1. Pendahuluan Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan komoditas perikananbernilai ekonomis tinggi. Permintaan pasarsemakin meningkat, sedangkan ketersediaan benihudang galah di alam semakin sedikit(DKP, 2006 dalam Abidin, 2011). Spesies ini dapatdibudidayakan di kolam air tawar, danau, bahkan di muara-muara sungai yang dipengaruhi olehpasang surut. Namun kenyataan menunjukkan bahwa kelulusan hidup dan pertumbuhannyarelatif lambat. Hal ini diakibatkan oleh pengelolaan kondisi lingkungan terhadap kelulusanhidup dan pertumbuhan belum optimal(Toro dan Sugiarto, 1979 dalam Hamzah, 2004). Udang galah mampu hidup pada lingkungan air tawar dan air payau, tetapimempunyaikendala dalam upaya mempertahankan tekanan osmotik cairan tubuh agar tidak berbeda jauhdengan tekanan osmotik media hidupnya. Kondisi demikian mengakibatkanuntuk prosesosmoregulasiudang galah menggunakan energi yang cukup tinggi (Jobling, 1994 dalamHamzah, 2004). Performanceudang galah dapat dilihat melalui kelulusan hidup danpertumbuhannya(Yuniarti et al., 2007).Pertumbuhan udang galah bergantung pada energi yangberasal dari pakan. Energi tersebut baru akan digunakan untuk tumbuh apabilakebutuhandasarnya (termasuk untuk osmoregulasi) terpenuhi. Pertumbuhan yang tinggi dapat dihasilkandengan meminimalkan penggunaan energi dan mampu memaksimalkan konsumsi 55

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572pakan,sehingga kelulusan hidup dan pertumbuhan udang galah meningkat(Payne etal.,1988dalam Taqwa, 2008). Pengaturan tekanan osmotik media dapat dilakukan dengan pengaturan salinitas mediadan pengaturan kadar kalium (Tseng 1987). Penambahan kalium dalam media pemeliharaandapat memperlancar proses fisiologis dan pemanfaatan pakan secara optimal, sehinggakelulusan hidup dan pertumbuhan udang galah meningkat. Penambahan kalium di airbersalinitas rendah dapat meningkatkan kemampuan juvenil udang Litopenaeusvannameidalam proses osmoregulasi, sehingga energi yang berasal dari pakan secara efisiendigunakan untuk pertumbuhan. Penambahan kalium dengan kadar50 ppm dapat meningkatkankelulusan hidupudang vaname(Taqwa, 2008). Menurut Hamzah (2004), juvenil udang galahdapat tumbuh dengan baik pada salinitas optimum 4 ppt. Oleh karena itu, penelitian tentangperanan mineral kalium dan salinitas media terhadap kelulusan hidup, pertumbuhan dan tingkatkerja osmotik udang galahperlu dilakukan.2. Metode Penelitian2.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 September 2012 sampai tanggal 27 November2012 di Departemen Perikanan, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan danTenaga Kependidikan (P4TK) Pertanian, Cianjur, Jawa Barat.2.2. Bahan dan Alat Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Juvenil udang galah (M. rosenbergii)berumur dua puluh hari (PL-20). Juvenil udang galah diambil dari unit produksi udang galah diPelabuhan Ratu Cabang Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Sukabuni, Jawa Barat.Juveniludang galah diseleksi sehingga didapatkan ukuran yang seragam (Rata-rata panjang dan beratsama yaitu 2 cm dan 0,04 g). Bahan percobaan adalah kalium yang dikosentrasikan dalammedia dalam bentuk K2CO3(Taqwa et al., 2008). Kalium ditambahkan pada masing-masingwadah sesuai perlakuan dan diaerasi dengan tujuan untuk membantu kelarutan kalium dalammedia dan agar jenuh oksigen. Pakan uji yang digunakan adalah pakan buatan Feng Li. Alat-alat yang digunakan adalah akuarium untuk pemeliharaan berukuran 60 x 40 x 40 cm denganluas 30 x 40 cm2 (12 m2) dengan padat tebar 60 individu/12m2 atau 5 individu/m2 plastik hitam,plastik putih, shelter (pipa paralon), blower, selang aerasi, batu aerasi, pengatur aerasi,timbangan digital (idealife dan ae adam),alat kualitas ait (termometer air raksa, refraktometer, 56

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572DO meter, pH meter) gelas ukur, ember, seser, lakban, pipa paralon, lem kaca tembak, toples,tabung efendorf, natrium sitrat, centrifuge, kamera digital, kertas label, tissu, dan alat tulis.2.3.Variabel Penelitian dan ProsedurKerja Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental menggunakan rancangan acaklengkap (RAL) dua faktorial diulang sebanyak lima kali.Kombinasi perlakuan seluruhnya ada9 perlakuan yaitu: A1B1, A1B2, A1B3, A2B1, A2B2, A2B3, A3B1, A3B2, A3B3.Variabelyang diamati adalah kelulusan hidup,pertumbuhan (pertambahan bobot, panjang dan lajupertumbuhan spesifik), dan tingkat kerja osmotik serta tingkat konsumsi oksigen. Datapendukung meliputi suhu , pH, salinitas dan oksigen terlarut. Udang galah yang telah diadaptasikan secara bersamaan dimasukkan ke dalam setiapwadah percobaan sesuai dengan perlakuan dengan kepadatan 60 individu setiap wadahpercobaan (Abidin, 2011). Masing-masing wadah ditutup dengan plastik hitam yang bertujuanuntuk mengkondisikan sesuai dengan sifat udang galah yang nokturnal (aktif malam hari)sehingga merangsang udang galah dapat makan pada waktu siang.Setiap wadah dilengkapishelter yang terbuat dari potongan pipa paralon yang diletakkan di dalam wadah.Sebelumdimasukkan dilakukan pengukuran biomassa udang galah. Pemeliharaan berlangsung selama35 hari. Setiap 7 hari dilakukan pengukuran salinitas, suhu, pH, dan oksigen terlarut yangmerupakan parameter kualitas air yang layak bagi pemeliharaan udang galah (Hamzah, 2004). a. Kelulusan hidup menurut Mokoginta (1994) dalam Hana (2009) dihitung dengan rumus sebagai berikut: SR = Nt/No x 100% Keterangan : SR = Kelulusan hidup (%) Nt = Jumlah udang galah pada waktu t (individu) No = Jumlah udang galah pada awal percobaan (individu) b. Pertambahan bobotmenurut Weatherley et al. (1972)dalam Setyadi (2008)dihitung dengan rumus sebagai berikut: W = Wt – W0 Keterangan: W = Pertambahan bobot rata-rata individu (g) Wt = Bobot rata-rata akhir uji udang galah (g) W0 = Bobot rata-rata awal uji udang galah (g) 57

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572c. Pertambahan panjangmenurut Subandiyah et al. (2003) dalam Soeprapto (2009)dihitung dengan rumus sebagai berikut: L = L1 – L0 Keterangan: L = Pertambahan panjang rata-rata individu L1 = Panjang rata-rata akhir uji udang galah L0 = Panjang rata-rata awal uji udang galahd. Laju pertumbuhan spesifik menurut Zonneveld et al. (1991)dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Ln Wt – Ln W0 SGR = t x 100 %Keterangan: = Laju pertumbuhan spesifikSGR = Berat juvenil udang galah akhir penelitianLn Wt = Berat juvenil udang galah awal penelitianLn W0 = Waktu penelitian (lama penelitian)t e. Tingkat Kerja Osmotik Tingkat kerja osmotik menurut Anggaoro (1992) dalam Hamzah (2004) dihitung denganmenggunakan rumus sebagai berikut:TKO = [Osmolaritas hemolimf udang (mOsm/l H2O) - Osmolaritas media(mOsm/l H2O)]Keterangan :TKO = Tingkat kerja osmotik (mOsm/l H2O) f. Tingkat Konsumsi Oksigen Tingkat kerja oksigen menurut Liao dan Huang (1975) dalam Hamzah (2004) dihitungdengan menggunakan rumus sebagai berikut:OC = V x (DOto − DOtt) WxtKeterangan :OC = Tingkat konsumsi oksigen (mg O2/g/jam)V = Volume air dalam wadah (l)DOto = Kadar oksigen terlarut pada awal pengamatan(ppm)DOtt = Kadar oksigen terlarut pada waktu t (ppm)W = Bobot udang uji (g)T = Periode pengamatan (jam) 58

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-55722.4. Analisis Data Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis dengan menggunakan Uji F. Untukmenentukan kombinasi yang terbaik terhadap kelulusan hidup dan pertumbuhan udanggalah,uji Beda Nyata Terkecil (BNT)dilanjutkan (Santosa dan Ashari, 2005).3. Hasil dan Pembahasan3.1.Kelulusan hidup (%) Hasil penelitianrata-rata kelulusan hidup juvenil udang galah dapat dihitung seperti yangtersaji pada Gambar 1. 120 90.3±4.47 90.7±6.08 91.0±3.03 91.0±3.46 100Kelulusan Hidup (%) 85.7±3.03 91.0±1.9 79.0±5.6 80 60 40 20 0 A2 B1 A2 B2 A2 B3 A3 B1 A3 B2 A3 B3 A1 B1 A1 B2 A1 B3 PerlakuanGambar 1. Kelulusan hidup (%) juvenil udang galah(M. rosenbergii de Man), A1:penambahan kalium 25 ppm, A2: penambahan kalium 50 ppm, A3: penambahan kalium 75 ppm dan B1: salinitas 2 ppt, B2: salinitas 4 ppt, B3: salinitas 6 ppt Kelulusan hidup yang diperoleh pada penelitian ini adalah berkisar antara 78,00-91,33%.Rata-rata nilai tingkat kelulusan hidup yang tertinggi ditemukan pada perlakuan A3B2 sebesar91,33%, sedangkan terendah pada perlakuan A2B1 yaitu 78%. Hasil analisis ragammenunjukkan bahwasanya diantara perlakuan yang diterapkan tidak memberikan pengaruhyang nyata terhadap tingkat kelulusan hidup juvenil udang galah tetapi kelulusan hidupcenderung meningkat dengan adanya penambahan salinitas media 4 dan 6 ppt. Hasil analisis kelulusan hidup udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) padaGambar 1.menunjukan bahwa kelulusan hidup dengan nilai terendah pada perlakuan A2B1(kadar kalium 50 ppm dalam air salinitas 2 ppt) dengan nilai sebesar 78,00% dan tertinggi padaperlakuan A3B2 (kadar kalium 75 ppm dalam air salinitas 4 ppt) dengan nilai sebesar 91,33%.Data rerata tersebut menunjukkan bahwa penambahan kadar kalium dalam salinitas media 4dan 6 ppt terjadi peningkatan kelulusan hidup, walaupun hasil analisis ragam menunjukkan 59

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572pengaruh perlakuan yang tidak berbeda nyata terhadap kelulusan hidup udang galah selamamasa pemeliharaan 35 hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan kalium pada air bersalinitas 4 dan6 ppt berperan dalam menunjang kelulusan hidup juvenil udang galah.Kalium merupakan ionesensial untuk pertumbuhan, kelulusan hidup dan fungsi osmoregulasi dari krustasea secaranormal (Mantel dan Farmer, 1983; dan Pequeux, 1995). Selain itu, kalium merupakan kationintraseluler utama dan berperan penting dalam aktifasi Na+K+ATPase (Mantel dan Farmer,1983). Kekurangan kalium di perairan dapat menyebabkan kemampuan osmoregulasiberkurang karena aktivitas enzim berhubungan langsung dengan kadarkalium (Bursey danLane, 1971 dalam Roy et al., 2007). Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupanjuvenil udang galah baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung salinitasmelalui tekanan osmotiknya mempengaruhi osmoregulasi, dan absorbsi nutrien (Gilles danPequeux, 1983), sedangkan secara tidak langsung pengaruhnya melalui perubahan kualitas airyang lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan kalium 75 ppm pada salinitasmedia 4 dan 6 ppt berperan dalam menunjang kelulusan hidup juvenil udang galah. Faktor lainyang menyebabkan kelulusan hidup yang tinggi pada kadar tersebut adalah tingkat kerjaosmotik dan konsumsi oksigen yang rendah, sehingga menyebabkan fungsi fisiologis berjalandengan baik.3.2.Pertumbuhan Data rata-rata pertambahan bobot dan panjang serta laju pertumbuhan spesifik juveniludang galah disajikan pada Gambar 2, 3, dan 4. 0,7 0,6 0.45±0.048 0.45±0.06 0.42±0.022Pertambahan bobot 0,5 0.36±0.016 0,4 0.33±0.017 0.25±0.019 0,3 0.22±0.012 0,2 0,1 0 A2 B1 A2 B2 A2 B3 A3 B1 A3 B2 A3 B3 A1 B1 A1 B2 A1 B3 Perlakuan 60

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572Gambar 2. Pertambahan bobot juvenil udang galah(M. rosenbergii de Man), A1:penambahan kalium 25 ppm, A2: penambahan kalium 50 ppm, A3: penambahan kalium 75 ppm dan B1: salinitas 2 ppt, B2: salinitas 4 ppt, B3: salinitas 6 ppt 2,5 1.8±0.16Pertambahan panjang 2 1.62±0.181.720.16 1.78±0.13 1.46±0.15 1.54±0.26 1.18±0.46 A2 B1 A2 B2 A2 B3 A3 B1 A3 B2 A3 B3 1,5 Perlakuan 1 0,5 0 A1 B1 A1 B2 A1 B3Gambar 3. Pertambahan panjang juvenil udang galah(M. rosenbergii de Man), A1:penambahan kalium 25 ppm, A2: penambahan kalium 50 ppm, A3: penambahan kalium 75 ppm dan B1: salinitas 2 ppt, B2: salinitas 4 ppt, B3: salinitas 6 ppt 10 9 7.3±0.49 7.4±0.07 7.3±0.34 8 7.0±0.36 6.7±0.49 7 5.8±0.34 5.6±0.46 6 5SGR 4 3 2 1 0 A2 B1 A2 B2 A2 B3 A3 B1 A3 B2 A3 B3 A1 B1 A1 B2 A1 B3 PerlakuanGambar 4. Laju pertumbuhan spesifik juvenil udang galah(M. rosenbergii de Man), A1:penambahan kalium 25 ppm, A2: penambahan kalium 50 ppm, A3: penambahan kalium 75 ppm dan B1: salinitas 2 ppt, B2: salinitas 4 ppt, B3: salinitas 6 ppt Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbedanyata terhadap pertambahan bobot dan laju pertumbuhan spesifik juvenil udang galah dengannilai tertinggi didapatkan pada perlakuan A3B2 dan terendah pada perlakuan A1B1, A2B1, danA3B1, sedangkan pertambahan panjang tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil analisis ragam pertumbuhan juvenil udang galah (Macrobrachium rosenbergii deMan) menunjukkan bahwa perlakuan kadar kalium dan salinitas media memberikan pengaruh 61

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572yang berbeda nyata terhadap pertambahan bobot dan laju pertumbuhan spesifik dengan nilaiterendah pada perlakuan A1B1 (kadar kalium 25 ppm dalam air salinitas 2 ppt), A2B1 (kadarkalium 50 ppm dalam air salinitas 2 ppt), dan A3B1 (kadar kalium 75 ppm dalam air salinitas2 ppt) dengan nilai pertambahan bobot rerata masing-masing 0,248; 0,244; 0,220 g dan nilairerata SGR masing-masing dengan nilai 5,780; 5,742; 5,632, sedangkan nilai tertinggi padaperlakuan A3B2 (kadar kalium 75 ppm dalam air salinitas 4 ppt) dengan nilai reratapertambahan bobot dan SGR masing-masing 0,542 g dan 8,250. Hasil analisis ragammenunjukkan bahwa pertambahan panjang tidak memberikan pengaruh yang nyata, tetapiGambar 3 dapat dilihat bahwa penambahan kalium pada air bersalinitas 4 dan 6 ppt memberikanpertambahan panjang yang baik pada perlakuan pertambahan kalium dalam salinitas 2 ppt. Hasil penelitian pertambahan bobot juvenil udang galah tertinggi diperoleh padaperlakuan A3B2 diikuti berturut-turut perlakuan A3B3, A2B3, A2B2, A1B3, A1B2, A1B1,A2B1 dan terendah pada perlakuan A3B1.Hasil laju pertumbuhan spesifik juvenil udang galahtertinggi diperoleh pada perlakuan A3B2 diikuti berturut-turut perlakuan A3B3, A2B3, A2B2,A1B3, A1B2, A1B1, A2B1 dan terendah pada perlakuan A3B1. Hasil ini menunjukkan bahwapenambahan kalium 75 ppm pada media bersalinitas 4 ppt berperan dalam menunjangpertumbuhan dan kelulusan hidup juvenil udang galah. Hal ini sesuai dengan Adegboye (1983)bahwa peningkatan kadar kalium seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan bobot udang. Udang membutuhkan lebih banyak kalium sehubungan dengan proses moulting. Kadarkalium optimum menunjukkan terjadinya peningkatan efisiensi pemanfaatan pakan dan lajupertumbuhan harian juvenil udang galah. Dall (1965) dalam Kaligis (2010) menyatakan bahwaudang menyerap kalium terlarut dalam air melalui proses pertukaran ion, terutama terjadi dalaminsang. Kalium yang diserap kemudian disimpan dalam hepatopankreas.Setelah pelepasan kulitlama, kalium kemudian didistribusikan oleh hemolimf dan diendapkan pada kulit dalam bentukkalium karbonat. Holliday (1969,dalam Taqwa, 2008) menyatakan bahwa kadar kalium dalammedia akan mendorong proses pembentukan serta pengerasan kulit udang. Lajupertumbuhan yang tinggi ditandai dengan proses ganti kulit yang lebih cepat. Prosestransfer kalium dari hemolimf ke kulit udang membutuhkan energi yang besar. Kebutuhanenergi yang besar ini diperoleh dari pakan yang dikonsumsi.Pemberian pakan merupakankebutuhan energi untuk mendukung laju pengendapan kalium yang lebih cepat. Media denganpenambahan 75 ppm pada salinitas 4 ppt merupakan media yang optimal untuk pertumbuhanjuvenil udang galah sehingga proporsi energi yang digunakan untuk respirasi relatif kecil dansisa energi digunakan untuk pertumbuhan. Pemanfaatan pakan yang rendah pada perlakuan 62

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572penambahan kalium dalam salinitas 2 ppt (A1B1, A2B1, A3B1) disebabkan oleh kondisilingkungan yang tidak optimal.Apabila kondisi lingkungan optimal yang ditandai dengantingkat kerja osmotik dan konsumsi oksigen yang rendah, maka nafsu makan meningkat danpertumbuhan akan meningkat. Partridge et al. (2001) mengemukakan bahwa proses pencernaanpada organisme air akan lebih efisien apabila dipelihara pada media yang mendekati kondisiisoosmotik. Hal ini berkaitan erat dengan pertumbuhan dimana apabila konsumsi pakan tinggi,maka tersedia banyak energi yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan hidup dan denganmengurangi pembelanjaan energi,sehingga porsi energi yang tersedia untuk pertumbuhanmakin besar. Laju pertumbuhan juvenil udang galah meningkat seiring dengan kerja osmotik dankonsumsi oksigen yang rendah (Hamzah 2004).Penelitian yang dilakukan memperlihatkanbahwa laju pertumbuhan juvenil udang galah juga berhubungan dengan kerja osmotik dankonsumsi oksigen yang rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan kadar kalium 75 ppm dalam mediasalinitas 4 ppt ternyata sangat efektif meningkatkan laju pertumbuhan udang galah. Padabeberapa jenis krustasea, kadarkalium dalam hemolimf dan tubuh diatur selama terjadiperubahan salinitas lingkungan (McGraw dan Scarpa, 2003).DiSilvestro (2005) dalamKaligis(2010) menyatakan bahwa kadarkalium yang tinggi dalam tubuh karena ion inidibutuhkan di dalam sel untuk partumbuhan normal sel, sintesa protein, serta untuk pengaturangradien antara cairan intra dan ekstraseluler membran. Sesuai dengan pernyataan Affandi dan Tang (2002),apabila organisme air dipelihara padamedia yang isotonik, maka energi untuk osmoregulasi dapat ditekan dan porsi energi untukpertumbuhan.Apabila fisiologis udang berjalan dengan baik termasuk metabolisme, makapemanfaatan pakan lebih efisien yang akhirnya pertumbuhan dapat meningkat. Hasil analisisragam menunjukkan bahwa perlakuan A3B2 (kadar kalium 75 ppm dalam salinitas media 4ppt) berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan bobot dan laju pertumbuhan spesifik.3.3.Tingkat Kerja Osmotik (TKO) Hasil pengukuran tingkat kerja osmotik pada masing-masing perlakuan selama penelitiandisajikan dalam Gambar 5. 63

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572 0,35 0.27±0.006 0.29±0.014 0,3 0.24±0.002 0.23±0.003 0.25±0.01 0.23±0.014 0,25 0.23±0.009TKO (mOsm/l H2O) 0,2 0,15 0,1 0,05 0 A2 B1 A2 B2 A2 B3 A3 B1 A3 B2 A3 B3 A1 B1 A1 B2 A1 B3 PerlakuanGambar 5. Tingkat kerja osmotik juvenil udang galah(M. rosenbergii de Man), A1:penambahan kalium 25 ppm, A2: penambahan kalium 50 ppm, A3: penambahan kalium 75 ppm dan B1: salinitas 2 ppt, B2: salinitas 4 ppt, B3: salinitas 6 ppt Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbedanyata terhadap tingkat kerja osmotik juvenil udang galah. Tingkat kerja osmotik juvenil udanggalah tertinggi terdapat pada perlakuan A1B1, A2B1, dan A3B1, sedangkan tingkat kerjaosmotik terendah terdapat pada perlakuan A3B2 dengan media bersalinitas 4 ppt danpenambahan kalium 75 ppm. Pengaruh tekanan osmotik media terhadap pertumbuhan dapat terjadi melalui budget(pembelanjaan) energi dan tingkat energi yang dikonsumsi (konsumsi pakan).Apabila energiyang digunakan untuk proses osmoregulasi tinggi, maka porsi energi untuk pertumbuhan makinberkurang. Penggunaan energi untuk keperluan osmoregulasi berkaitan erat dengan tingkatkerja osmotik yang dilakukan dalam upaya melakukan respon terhadap perubahan tekananosmotik medianya.Tingkat kerja osmotik yang semakin rendah menyebabkan semakin sedikitenergi yang digunakan untuk osmoregulasi sehingga porsi energi untuk pertumbuhan makinbesar. Kombinasikadar kalium dan salinitas media memberikan pengaruh yang berbeda nyataterhadap tingkat kerja osmotik dengan nilai terendah pada perlakuan A3B1 (kadar kalium 75ppm dalam air salinitas 2 ppt) dengan nilai sebesar 0,293 mOsm/lH2O dan nilai tertinggi padaperlakuan A3B2 (kadar kalium 75 ppm dalam air salinitas 4 ppt) dengan nilai sebesar 0,215mOsm/lH2O. Tingkat kerja osmotik udang galah menurun dengan makin meningkatnya salinitas media(4 dan 6 ppt) dan penambahan kadar kalium. Penambahan kadar kalium pada salinitas 2, 4 dan 64

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-55726 ppt juvenil udang galah melakukan kerja hiperosmotik terhadap medianya.Hal tersebutterlihat bahwa osmolaritas hemolimf lebih tinggi dari osmolaritas medianya.Hasil inimenunjukan bahwa pada penambahan kadar kalium dengan salinitas media 4 dan 6 ppt dapatmengatur kemampuan osmoregulasi terbukti dengan tingkat kerja osmotik yang paling kecildibandingkan dengan perlakuan yang lain (A1B1, A2B1, A3B1). Menurut Denne (1968) dalamLee dan Fielder (1981) menjelaskan bahwa udang Macrobrachium australiense dapat mengaturkemampuan osmoregulasinya sampai salinitas 17,5 ppt. Castille dan Lawrence (1981)menyatakan bahwa sebagian besar genus Macrobrachium mempunyai kemampuan yang kuatdalam mengatur osmoregulasinya pada lingkungan air tawar ataupun salinitas rendah, namunakan kehilangan kemampuannya pada salinitas tinggi. Berdasarkan data osmolaritashemolimf dan osmolaritas media pada tiap perlakuan,ternyata menyebabkan perbedaan tingkat kerja osmotik juvenil udang galah yang signifikan.Hal ini mengindikasikan bahwa juvenil udang galah mempunyai kemampuan osmoregulasiyang berbeda pada osmolaritas hemolimfnya sehubungan dengan penambahan kalium danperbedaan salinitas media atau dengan kata lain bahwa perbedaan kadarkalium mempengaruhikemampuan udang untuk mengatur osmolaritas hemolimfnya. Tantulo dan Fotedar (2006)menyatakan bahwa osmolaritas juvenil udang akan semakin meningkat secara linear seiringdengan peningkatan salinitas. Penambahan kadarkalium dalam salinitas media 2 ppt, juvenil udang galah melakukankerja hiperosmotik terhadap medianya yang terlihat dari osmolaritas hemolimf lebih tinggi dariosmolaritas media. Kisaran tingkat kerja osmotik juvenil udang galah pada perlakuan tersebutsebesar (0,270-0,293 mOsm/lH2O) lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kerja osmotikjuvenil udang galah pada perlakuan A3B2 (penambahan kalium 75 ppm dan salinitas media 4ppt) dengan nilai sebesar 0,215 mOsm/lH2O. Hagman dan Uglow (1982) dalam Tantulo danFotedar (2006) menyatakan bahwa kebutuhan energi untuk menjaga komposisi hemolimfmerupakan bagian yang perlu diperhatikan dari total produksi energi. Kadar kalium merupakan komponen penting dalam memulai fungsi normal dari NaCl didalam tubuh udang dan menjaga efisiensi neuromuscular pada aktifitas krustasea (Gong et al.,2004). Penambahan kalium 75 ppm di air bersalinitas 4 ppt (A3B2) dapat meningkatkankemampuan juvenil udang galah dalam proses osmoregulasi, sehingga energi yang berasal daripakan secara efisien digunakan untuk pertumbuhan. Juvenil udang galah pada perlakuan A3B2akan menghasilkan potensi hidup dan tumbuh yang lebih baik karena beban osmotik yang lebihrendah akan mengurangi beban kerja enzim Na+K+ATPase. Akibatnya energi yang digunakan 65

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572untuk osmoregulasi mengecil dan sebaliknya makin banyak porsi yang tersedia untukpertumbuhan. Payne et al., (1988) dalam Darwisito (2006) menyatakan bahwa penggunaanenergi berhubungan dengan osmoregulasi.Apabila kebutuhan energi untuk osmoregulasi tinggi,maka pembagian energi untuk pertumbuhan menjadi berkurang yang mengakibatkanpertumbuhan terhambat. Kalium merupakan ion esensial untuk pertumbuhan, kelulusan hidup dan fungsiosmoregulasi dari krustasea secara normal (Mantel dan Farmer, 1983; dan Pequeux,1995).Selain itu kalium merupakan kation intraseluler utama dan berperan penting dalamaktivasi Na+K+ATPase dan pengaturan volume ekstraseluler (Mantel dan Farmer, 1983).Kekurangan kalium di perairan dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan osmoregulasikarena aktivitas enzim berhubungan secara langsung dengan kadar kalium (Bursey dan Lane,1971 dalam Roy et al., 2007). Data osmolaritas pada tiap perlakuan menunjukkan bahwa penambahan kalium dansalinitas media yang berbeda dapat menyebabkan perbedaan tingkat kerja osmotik juveniludang galah yang signifikan selama pemeliharaan 35 hari.Perbedaan tingkat kerja osmotik inimengiindikasikan bahwa juvenil udang galah mempunyai kemampuan untuk mengaturosmolaritas hemolimfnya.Penambahan kalium sebesar 75 ppm pada salinitas media 4 ppt dapatmenyeimbangkan tekanan osmotik antara osmolaritas cairan tubuh dan osmolaritas mediasebagai lingkungan hidupnya. Proses fisiologis akan berjalan dengan normal dan baik, apabilaaktivitas osmoregulasi juvenil udang galah lebih sedikit sehingga pertumbuhannya meningkat(Piliang 2005). Keseimbangan osmoregulasi osmotik antara cairan tubuh dan air media sangatpenting. Ion-ion secara aktif diserap tubuh melalui insang ketika terjadi proses penyerapan air.Kebutuhan energi untuk pengaturan ion akan lebih rendah pada lingkungan yangisoosmotik.Dengan demikian, energi yang disimpan dapat meningkatkan pertumbuhan(Imsland et al. 2003).Hasil ini sesuai dengan Tseng (1987) bahwa mineral kalium yang optimaldalam media mempengaruhi isoosmotik antara cairan tubuh dan lingkungannya.Apabilakadarmineral kalium di perairan tidak mencukupi, maka osmoregulasi akan terganggu danberdampak pada proses pertumbuhan.3.4.Tingkat Konsumsi Oksigen Rata-rata tingkat konsumsi oksigen dapat dilihat pada Gambar 6. 66

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572 0,5 0.42±0.05 0,45Tingkat Konsumsi Oksigen (OC) 0.35±0.05 0.15±0.03 0.16±0.05 0,4 0.22±0.03 0.16±0.03 0,35 0.18±0.02 0,3 A1 B1 A1 B2 A1 B3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 A2 B1 A2 B2 A2 B3 A3 B1 A3 B2 A3 B3 PerlakuanGambar 6. Tingkat konsumsi oksigen juvenil udang galah(M. rosenbergii de Man), A1:penambahan kalium 25 ppm, A2: penambahan kalium 50 ppm, A3: penambahan kalium 75 ppm dan B1: salinitas 2 ppt, B2: salinitas 4 ppt, B3: salinitas 6 ppt Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbedanyata terhadap tingkat konsumsi oksigen juvenil udang galah dengan nilai terendah didapatkanpada perlakuan A3B2 dan tertinggi pada perlakuan A1B1, A2B1, dan A3B1. Tingkat konsumsi oksigen dapat digunakan sebagai parameter untuk mengetahui lajumetabolisme organisme air.Faktor lingkungan yang mempengaruhi tingkat konsumsi oksigendiantaranya adalah salinitas, suhu, dan tingkatan aktifitas (Brett 1987).Apabila tingkatkonsumsi oksigen rendah, maka makin sedikit energi yang digunakan untuk metabolisme danmakin banyak energi yang tersedia untuk pertumbuhan.Tingkat konsumsi oksigen yang rendahpada perlakuan penambahan 75 ppm menunjukkan jumlah energi yang digunakan untukmetabolisme lebih sedikit dan porsi energi untuk pertumbuhan lebih banyak. Hubungan antarapertambahan bobot dan panjang serta laju pertumbuhan spesifik pada penelitian ini terlihatbahwa apabial tingkat konsumsi oksigen makin rendah,maka laju pertumbuhan makin tinggi. Tingkat konsumsi oksigen juvenil udang galah terendah dijumpai pada perlakuan A3B2(penambahan kalium 75 ppm dan salinitas media 4 ppt) sebesar 0, 1286 mg O2/g/jam,sedangkan tertinggi pada perlakuan A3B1 (penambahan kalium 75 ppm dan salinitas media 2ppt) sebesar 0,4180mg O2/g/jam. Hasil ini menunjukkan bahwa pengaruh salinitas terhadaptingkat konsumsi oksigen juvenil udang galah memberikan pengaruh yang berbeda nyatadengan konsumsi oksigen terendah didapatkan pada salinitas 4 ppt. Konsumsi oksigen yangrendah menunjukkan bahwa jumlah energi yang digunakan untuk metabolisme lebih sedikitsehingga porsi energi untuk pertumbuhan makin besar. Hal ini sesuai dengan Hamzah (2004) 67

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572bahwa konsumsi oksigen juvenil udang galah dengan konsumsi oksigen terendah didapatkanpada salinitas 4 ppt. Konsumsi oksigen yang rendah menunjukan bahwa jumlah energi yangdigunakan untuk metabolisme lebih sedikit sehingga porsi energi untuk pertumbuhan makinbesar.3.5.Parameter Fisika Kimia Air Datapengukuran parameter fisika kimia air selama penelitian dapat dilihat pada Tabel1.Nilai parameter fisika kimia air selama penelitian secara umum masih layak untukmendukung pertumbuhan dan kelulusan hidup juvenil udang galah.Tabel 1. Nilai parameter fisika kimia airKombinasi Kadar Kalium Salinitas Suhu (0C) pH DOPerlakuan (ppm) (ppt) (ppm)A1B1 25 2 28,0-29,5 7,88-9,25 5,0-5,9A1B2 25 4 28,0-29,0 7,57-9,00 5,0-6,7A1B3 25 6 28,0-29,5 7,68-9,22 4,8-6,9A2B1 50 2 28,0-29,0 8,13-8,93 5,3-6,4A2B2 50 4 28,0-29,0 8,08-9,23 5,0-6,9A2B3 50 6 27,5-29,0 8,32-9,21 5,1-60A3B1 75 2 27,5-29,0 8,12-9,31 5,3-6,9A3B2 75 4 28,0-29,0 8,03-9,21 5,4-6,8A3B3 75 6 27,5-29,5 8,14-9,01 5,0-6,0Keterangan: A1:penambahan kalium 25 ppm, A2: penambahan kalium 50 ppm, A3: penambahan kalium 75 ppm dan B1: salinitas 2 ppt, B2: salinitas 4 ppt, B3: salinitas 6 ppt Kisaran salinitas pada perlakuan penelitian ini yaitu 2, 4, dan 6 ppt menunjukkan bahwasalinitas dengan nilai 4 ppt terbaik bagi pemeliharaan udang galah. Hamzah (2004) menyatakanbahwa salinitas media 3,39-4,52 ppt merupakan salinitas terbaik untuk pemeliharaan juveniludang galah. Parameter fisik kimiawi air selama pemeliharaan perlu dipertahankan gunamendukung pertumbuhan dan kelulusan hidup juvenil udang galah. Kisaran suhu pada media pemeliharaan selama penelitian 27,5-29,5oC. Hamzah (2004)menyatakan bahwa suhu yang layak bagi pemeliharaan udang galah antara 27-310C.Suhu airsangat mempengaruhi laju metabolisme dan pertumbuhan organisme perairan.Perubahan suhusecara drastis akan mengakibatkan kematian juvenil udang galah dan suhu tinggi cenderungmengakibatkan kadar oksigen terlarut menurun (Holdich, 2002). Kisaran nilai pH selama penelitian adalah 7,57-9,31. Kisaran ini masih layak untukmendukung pertumbuhan udang. Menurut Hamzah (2004), kisaranpH optimal 7,0-8,5 baik bagipemeliharaan udang. Kadar oksigen terlarut merupakan faktor pembatas dalam budidaya. 68

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572Kisaran kadar oksigen terlarut selama penelitian adalah 4,8-6,9 ppm, kisaran ini masih layakuntuk pertumbuhan udang galah. Hamzah (2004) mnyatakan bahwa kadar oksigen terlarut yangbaik dengan kadar 5 ppm dapat mendukung kehidupan udang galah. Kadar oksigen terlarutyang rendah dalam air dapat mengakibatkan organisme akuatik menjadi stres.Organismeakuatik menggunakan energi untuk bertahan pada kondisi stress, sehingga energi untukpertumbuhan berkurang.Stres meningkat cepat ketika batas daya tahan organisme terlewati.Dampak stres ini mengakibatkan daya tahan tubuh menurun dan mengakibatkan kematian(Zonneveld et al.,1991). Pengelolaan fisika kimia air selama penelitian merupakan langkah tepat untuk menjagakelayakan kondisi air media. Caranya melalui membuang sisa pakan dan kotoran udang yangmenumpuk di dasar dengan cara penyiponan selama dua kali dalam seminggu (rabu danminggu). Berdasarkan data hasil pengukuran sifat fisika kimia air (Tabel 1).bahwa parameterfisik kimia media masih berada pada kondisi yang layak untuk menunjang kelulusan hidup danpertumbuhan juvenil udang galah.4. Kesimpulan dan Saran Dari hasil penelitian kombinasi kadar kalium dan salinitas media padaperformancejuvenil udang galah (Macrobachium rosenbergii de Man)dapat di simpulkansebagai berikut:1. Kombinasi kadar kalium dan salinitas media berpengaruh terhadap performance juvenil udang galah (M. rosenbergii de Man).2. Penambahan kadar kalium 75 ppm dan salinitas media 4 ppt menghasilkan performance juvenil udang galah (M. rosenbergii de Man)yang terbaik.Daftar PustakaAbidin J. 2011.Penambahan Kalsium untuk MeningkatkanKelulusan Hidup dan Pertumbuhan JuvenilUdang Galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) padaMedia Bersalinitas. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.Adegboye D. 1983. Table Size and Physiological Condition of The Crayfish inRelation to Calcium ion Acumulation. In: Goldman C.R., Editor.Fresh Water Cryfish. Avi Publishing Copm,Inc.Connectut, Zaria.Affandi R dan U M Tang. 2002. Fisiologi Hewan Air. Universitas Riau, Riau.Allen PG, CWBotsford, AMSchuurand WEJohnston. 1984. Bioeconomics Aquaculture. Elsevier,Amsterdam.Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2009. Cara Uji Parameter Kualitas Air, JakartaBoyd CE. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture.Departement of Fisheries and Allied Aquaculture. Agriculture Experiment Station, Auburn. 69

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572Brett J. 1987. Environmental Factor and Growth, In W.S. Hoar, D.J. Randall and J.R Breet, eds. Fish Physiology Volume VIII. Academic Press, New York.Castille F X and A L Lawrence. 1981. The Effect of Salinity on The Osmotic, Sodium, and Chloride Concentration in The Hemolymph of The Fresh Water Shrimps, Macrobrachium ohione Smith and Macrobrachium rosenbergii. Comp. Biochem. Physiol. 70: 47-52.Darwisito S. 2006. Kinerja Reproduki Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yangMendapat Tambahan Minyak Ikan dan Vitamin E dalam Pakan yangDipelihara pada Salinitas Media Berbeda.Disertasi. Sekolah Pascasarjana.Institut Pertanian Bogor, BogorGilles R and A Pequeux. 1983. Interaction of Chemichal and Osmotic Regulation with The Environment, p:109-177, In F.J. Venberg, edt. The Biology of Crustacean, vol.8. Environmental Adaptations Academic Press, New York.Gong H, D H Jiang, D V C C Lightner and D Brock. 2004. A Dietary ModificationApproach to Improve The Osmoregulatory Capacity of Litopenaeus vannameiCultured in The Arizona Desert. J. Aquaculture10: 227-236.Hamzah M. 2004.Kelulusan Hidupdan Pertumbuhan Juvenil Udang Galah (Macrobachium rosenbergii de Man) padaBerbagai Tingkat Salinitas Media. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.Hana. 2009. Pengaruh Substitusi Pakan Mikrokapsul dari Tubifex sp pada Penyapihan Awal terhadap Laju Ingesti, Pertumbuhan dan Sintasan Larva Ikan Gurami (Osphronemus gouramy Lac.). Tesis. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.Harjono RM, JOswari, DHRonardy, KSantoso, MSetio, Soenarno,GWidianto,CWijaya, dan IWinata. 1996.Kamus Kedokteran Dorland. Buku Kedokteran, Jakarta.Hartnoll RG. 1982. Growth. In: The Biology of Crustacean.Vol ke-2. Academic Press, New York.Holdich DM. 2002. Back Ground and Functional Morphology. In:Holdich D.M, Biology of Freshwater Crayfish. Blackwell Science, New York.Ismael Dand MBNew. 2000. Freshwater Prawn Culture, The Farming ofMacrobacrium rossenbergii. Blackwell Science, Oxford.Kaligis E Y. 2010. Laju Pertumbuhan, Efisiensi Pemanfaatan Pakan, Kandungan Potasium Tubuh, dan Gradien Osmotik Juvenil Vaname (Litopenaeus vannamei, Boone) pada Potasium Media Berbeda. J. Aquaculture 6 (2): 92-97Karim M Y. 2007. The Effect of Osmotic at Various Medium Salinity on Vitality of Female MudCrab (Scylla olivacea). J. Aquaculture 14 (1): 65-72Lantu S. 2010. Osmoregulasi pada Hewan Akuatik. J. Aquaculture 6 (1): 46-50Lee C L and D R Fielder. 1981. The Effects of Salinity and Temperature on The Larval Growth, Survival and Development of Penaeus semisulcatus. J.Aquaculture 188:167-173Mantel L H and L L Farmer. 1983. Osmotic and Ionic Regulation. In: Mantel, L.H. (Ed), TheBiology of Crustacea, Volume 5, Internal Anatomy and Physiological Regulation. Academic Press, New York.McGraw W J and Scarpa J. 2003. Minimum Environmental Potassium for Survival of Pasific White Shrimp Litopenaeus Vannamei (Bonne) in Freshwater.J. Shell Res 22:263-267New MB. 2002.Farming Freshwater Prawns.A Manual for the Culture of the Giant River Prawn (Macrobacrium rosenbergii).FAO Fisheries Technical Paper, Roma.Pan LQ, LJZhangand HYLiu. 2007. Effects of Salinity and pH on Ion-Transport Enzyme Activities, Survival and Growth of Litopenaeus vannamei Postlarvae. J Aquaculture 273:711-720.Partridge, Greg I,and Jenkins. 2001. The Effect of Salinity on Growth and Survival ofJuvenile Black Bream (Acanthopagrus butcheri). J.Aquaculture37: 219-230Pequeux A. 1995.Osmotic Regulation in Crustaceans.J. Crustac,Biol. 15:1-60. 70

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572Piliang W G. 2005. Nutrisi Mineral. Edisi ke-5. Bogor: Pusat Antar Universitas,Institut Pertanian Bogor, Bogor.Roy LA, D A Davis I P Saoudand R P Henry. 2007. Effects of Varying Levels of Aqueous Potassium and Magnesium on Survival, Growth, and Respiration of Litopenaeus vannamei reared in Low Salinity Waters. J. Aquaculture 262:461-469.Ruscoe IM, CCShelley and GRWilliams. 2004. The Combined Effects of Temperature and Salinity on Growth and Survival of Juvenile Mud Crabs (Scylla serrata). J. Aquaculture 238: 239-247.Santosa P B dan Ashari. 2005. Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS. Andi, Yogyakarta.Setyadi I. 2008. Respon Pertumbuhan Juvenil Ikan Kerapu Pasir (Epinephelus corallicola) dengan Padat Tebar Awal Berbeda.J. Aquaculture 9 (2): 97-102.Smith T I J and P A Sandifer. 1975. Increased Production of Tank Reared Macrobracium rosenbergiithrough Use of Artificial Substrates.In: Annual Meeting World Mariculture Society. Lousiana State University, Lousiana.Soeprapto H. 2009. Pemberian Pakan Mikropartikel dan Pemuasaan terhadap Pertumbuhan Juvenil Udang Windu (Penaeus monodon). Tesis. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.Syafei LS. 2006. Pengaruh Beban Kerja Osmotik terhadap Kelulusan Hidup, Lama Waktu Perkembangan Larva danPotensi Tumbuh Juvenil Udang Galah. Disertasi. Institut pertanian Bogor, Bogor.Tantulo U and R Fotedar. 2006. Comparison of Growth, Osmoregulatory Capacity, Ionic Regulation and Organosiomatic Indices of Lack Tiger Pirawn (Penaeus monodon Fabricus, 1798) Juveniles Reared in Potassium Fortifed Inland Saline Water and Ocean Water at Different Salinities. J. Aquaculture 258: 594-605.Taqwa F H, D Djokosetiyanto dan R Affandi. 2008. Pengaruh Penambahan Kalium pada Masa AdaptasiPenurunan Salinitas terhadap PerformaJuvenil Udang vanamei(Litopenaeus vannamei ). J. Aquaculture 3 (3):431-436.Tseng WY. 1987. Shrimp Marinculture. Departement of Fisheries. Universitas Papua New Guinea,Port Moresby.Wibowo S S. 1986. Pemeliharaan Udang Galah di Kolam Air Tawar. PT Waca Utama Pramesti, Jakarta.Yuniarti T, S Hanif, Suroso, T Prayoga, DI Handayanidan D Junaedi.2007. Perbanyakan Induk YY danUji Performance Benih GMT (Genetic Male Tilapia).J. Aquaculture 4 (2): 59-66.Zaidy A B. 2007. Pendayagunaan Kalsium Media Perairan dalam Proses Ganti Kulit dan Konsekuensinyabagi Pertumbuhan Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii de Man). Disertasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.Zonneveld N, EAHuisman dan JHBoon. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan.Terjemahan PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 71

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572TEKNOLOGI AKUAPONIK DENGAN TANAMAN YANG BERBEDA TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus)AQUAPHONIC TECHNOLOGY WITH DIFFERENT PLANTS TO GROWTH PERFORMANCE OF TILAPIA (Oreochromis niloticus) Prama Hartami1, Nazarul Syahputra1 dan Erlangga1 Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh Korespondensi: [email protected] / [email protected] Abstract This study was conducted on July 28th to August 02nd 2014 in Laboratory of Hatcheryand Aquaculture Technology which aimed to determine the effectiveness of aquaponictechnology to incorporate different types of plants to growth performance of tilapia. The benefitof this research was as useful information to aquaculture field, especially to maximalized fishgrowth technology. The method used in this study was non factorial completely randomizeddesign with 4 treatments and three replications. The results showed the value of water qualitysuch as mmonia 0.02 mg/l, turbidity 4.67 NTU, lenght growth 3.65 cm and a weight of 9.68grams with a value of survival rate 96.66%, feed conversion 1.08% and long growth of plants22.10 cm where Fcount > Ftable.Keywords: tilapia, aquaponics, water, growth and FCR.1. Pendahuluan Ketersediaan lahan dan air untuk proses akuakultur semakin terbatas seiring denganpertambahan penduduk dan perkembangan pembangunan. Pertumbuhan penduduk yang diikutidengan meningkatnya kegiatan industri, pertanian, dan pemukiman telah menggusur lahanbudidaya, sehingga dari tahun ke tahun luasnya semakin berkurang. Disamping itu, aktifitaspenduduk akan mengakibatkan pencemaran baik berupa limbah organik maupun anorganik. Inovasi teknologi diperlukan untuk mengantisipasi penurunan produksi akuakultur akibatpenyusutan lahan budidaya dan penurunan kualitas perairan. Inovasi teknologi tersebutdiharapkan mampu mengurangi limbah dan meningkatkan produktifitas persatuan luas lahanbudidaya. Salah satu inovasi teknologi yang dapat diterapkan yaitu budidaya ikan yangterintegrasi dengan tanaman melalui sistem akuaponik. Akuaponik merupakan bio-integrasi yang menghubungkan akuakultur berprinsipresirkulasi dengan produksi tanaman/ sayuran hidroponik. Teknologi akuaponik terbuktimampu berhasil memproduksi ikan secara optimal pada lahan sempit dan sumber air terbatas,termasuk di daerah perkotaan. Teknologi ini pada prinsipnya disamping menghematpenggunaan lahan dan air juga meningkatkan efisiensi usaha melalui pemanfaatan hara dari sisa 72

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572pakan dan metabolisme ikan, serta merupakan salah satu sistem budidaya ikan yang ramahlingkungan. Teknologi akuaponik merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan dalamrangka pemecahan keterbatasan air. Disamping itu teknologi akuaponik juga mempunyaikeuntungan lainnya berupa pemasukan tambahan dari hasil tanaman yang akan memperbesarkeuntungan para peternak ikan. Dengan demikian penulis tertarik untuk meneliti terkait jenistanaman yang paling baik dalam mengatur kelebihan unsur hara/ bahan organik yang dihasilkandari sisa pakan dan feses serta performa pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus). Permasalahan umum dalam penelitia ini adalah produksi limbah budidaya yangmenyebabkan eutrofikasi berlebihan dan dapat bersifat racun bagi organisme budidaya. Adapunpermasalahan khusus antara lain:1. Bagaimanakah pengaruh akuaponik terhadap kualitas air?2. Bagaimanakah laju pertumbuhan ikan nila dalam sistem budidaya akuaponik?3. Bagaimanakah tingkat konversi pakan ikan nila dalam metode akuaponik?1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas teknologi akuaponikdengan memasukkan jenis tanaman yang berbeda pada wadah akuaponik terhadap performapertumbuhan ikan nila. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu referensi yang berguna pada bidang budidaya berupa informasi untuk mempertahankan kualitas air dan memaksimalkan pertumbuhan ikan nila.2. Metode Penelitian2.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 28 Juli - 02 Agustus 2014 bertempat diLaboratorium Hatchery dan Teknologi Budidaya, Program Studi Budidaya Perairan, FakultasPertanian Universitas Malikussaleh.2.2. Alat dan Bahan Alat yang dingunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1sedangkan bahanyang digunakan antara lain benih ikan nila, pakan ikan, arang, bibit tanaman kangkung, sawidan selada. 73

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572Tabel 1. Kegunaan alat selama penelitianNo Nama Alat Kegunaan1 Akuarium Sebagai wadah pemeliharaan ikan2 Wadah fiber Untuk media tanaman3 Pompa Untuk mensirkulasikan air4 pH meter Untuk mengukur pH air5 DO meter Untuk mengukur oksigen terlarut dalam air6 Spektofoto Meter Alat pengukur amoniak7 Timbangan Analitik Untuk menimbang bobot ikan8 Penggaris Untuk mengukur panjang tubuh ikan9 Termometer Alat pengukur suhu2.3. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental yaitu denganpenggunaan wadah akuaponik dengan jenis tanaman yang berbeda terhadap pertumbuhan dankelangsungan hidup ikan nila (Oreochromis niloticus). Adapun perlakuan yang digunakanadalah:Perlakuan A : Wadah Akuaponik Tanaman KangkungPerlakuan B : Wadah Akuaponik Tanaman SawiPerlakuan C : Wadah Akuaponik Tanaman seladaPerlakuan D : Kontrol2.4. Prosedur Kerja Sistem akuaponik dalam prosesnya menggunakan air dari kolam pemeliharaan ikan,kemudian disirkulasikan kembali melalui suatu pipa dimana tanaman akan ditumbuhkan.Bakteri nitrifikasi akan merubah limbah pemeliharaan ikan sebagai nutrien yang dapatdimanfaatkan tanaman. Dengan kata lain, tanaman ini akan berfungsi sebagai filter vegetasi,yang akan mengurai zat racun tersebut menjadi zat yang tidak berbahaya bagi ikan, danberperan secara tidak langsung sebagai pensuplai oksigen pada air yang digunakan untukmemelihara ikan. Secara umum, akuaponik menggunakan sistem resirkulasi, artinya,memanfaatkan kembali air yang telah digunakan dalam budidaya ikan dengan filter biologi danfisika berupa tanaman dan medianya. Desain teknologi akuaponik pada penelitian ini disajikanseperti pada Gambar 1 berikut. Resirkulasi yang digunakan berisi kompartemen pemeliharaandan kompartemen pengolahan air. 74

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572 Gambar 1. Teknologi Akuaponika. Persiapan Wadah Wadah percobaan yang akan digunakan adalah wadah akuarium yang berukuran60x40x30 cm sebanyak 12 unit. Sebelum digunakan wadah dicuci dengan air bersih danmenggunakan desinfektan agar akuarium bersih dan bebas penyakit, kemudian dikeringkan dandibiarkan selama 24 jam. Selanjutnya diisi air dengan ketinggian25 cm dengan volume air 60Liter/ akuarium.b. Pembuatan Wadah Akuaponik.Langkah-langkah pembuatan sistem budidaya ikan secara akuaponik, diantaranya adalah :1. Pembuatan aquarium dan tandon.2. Pemasangan pompa dan timer.3. pemasangan pot yang sebelumnya diisi arang dan bibit tanaman, pemasangan dilakukan pada bagian atas aquarium.4. Pemasangan pipa sirkulasi air, yang terdiri dari dua bagian :  Pipa yang berada di atas tanaman, yang merupakan pipa yang berisi air hisapan dari kolam yang akan dialirkan ke tanaman.  Pipa di bawah tanaman, merupakan pipa berisi air dari tanaman yang kemudian dialirkan ke tandon sebelum mengalir kembali ke kolam.5. Pemasangan selang diantara tanaman dan pipa bawah.6. Resirkulasi awal air kurang lebih selama seminggu.7. Penebaran benih ikan nila. 75

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572c. Pembuatan media tanam tanaman Media tanam tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah fiber yangberukuran 60 x 10 x 10 cm, wadah tersebut di letakan di atas akuarium dan di isi arang yangsudah di hancurkan dengan ketebalan 5cm, pada ujung media tanaman tanamam diberi lubangagar air yang di alirkan ke media tanam dapat turun kembali ke wadah budidaya ikan.d. Cara menanam tanaman Pada penelitian ini jenis tanaman yang digunakan adalah tanaman sawi, selada dantanaman kangkung, tanaman tersebut terlebih dahulu disemai di dalam polibet hinggamempunyai akar selama 2 minggu, kemudian setelah tanaman menpunyai akar baru dipindahkan ke media tanam tanaman pada sistem akuaponik dengan jarak tanam 5 cm antaratanaman dengan jumlah 10 tanaman di setiap wadah.e. Seleksi Benih Benih ikan nila yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah benih yang berukuranpanjang 6-7cm dan berat ± 3 gram, benih tersebut diperoleh dariBalai Benih Ikan Sawang.Benih tersebut diseleksi terlebih dahulu guna untuk memilih benih yang benar-benar sehat danbebas dari penyakit serta memiliki ukuran panjang dan berat yang sama. Padat tebar benih yangdigunakan dalam penelitian ini sebanyak 30 ekor/wadah.f.Aklimatisasi Aklimatisasi (adaptasi) ini bertujuan agar biota uji mampu menyesuaikan kondisilingkungan awal dengan kondisi lingkungan yang baru. Adaptasi ini dilakukan selama 2 harisebelum penelitian dimulai. Pada masa adaptasi ini biota uji tidak langsung diberikan pakanpellet yang bertujuan untuk pemberokan pada hari kedua baru di berikan pakan dengan caraadlibitum dan frekuensi pemberian 2 kali sehari yaitu pada pukul 08.00 WIB dan 17.00 WIB.g. Pemberian Pakan Selama masa penelitian benih ikan nila di berikan pakan pellet yang sesuai dengan bukaanmulutnya, frekuensi pemberian pakan 2 kali dalam sehari yaitu pada pukul 08:00 WIB danpukul 17:00 WIB dengan metode adlibitum. 76

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-55722.5. Parameter Pengamatana. Pengukuran kualitas air Pengukuran kualitas air dilakukan setiap 10 hari sekali adapun parameter yang diamatiadalah pH, suhu, kekeruhan dan amoniak.b. Pertumbuhan mutlakPertumbuhan merupakan suatu proses perubahan bobot dan ukuran tubuh dalam periodetertentu, parameter pertumbuhan di ukur 10 hari sekali dengan melakukan pengamatanpertambahan bobot dan panjang. Untuk melihat pertumbuhan berat badan benih ikan nila dapatdiketahui menggunakan rumus Effendie (1979): Pengukuran bobot W = Wt – WoKeterangan:W : Pertumbuhan berat rata-rata ikan (gram)Wt : Pertambahan berat rata-rata pada akhir (gram)Wo : Pertambahan berat rata-rata pada awal (gram) Pengukuran panjangUntuk melihat pertambahan panjang badan benih ikan nila dapat diketahui dengan rumusEffendi (1979): L = Lt – LoKeterangan:L : Pertambahan PanjangLt : Pertambahan panjang rata-rata benih pada akhir (cm)Lo : Pertambahan panjang rata-rata benih pada awal (cm)c. Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup diukur pada awal dan akhir penelitian dihitung denganmenggunakan rumus (Effendie, 1979) yaitu: SR : (Nt/No)x100%Keterangan:SR = Kelangsungan hidup ikan (%)Nt = Jumlah ikan hidup disaat akhir penelitian (ekor)No = Jumlah ikan hidup saat awal penelitian (ekor)d. Konversi pakan Konversi pakan (FCR) adalah berat kering makanan yang diberikan dibagi denganpertambahan berat tubuh ikan (Effendie, 2002) dengan rumus sebagai berikut: 77

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572 F FCR = (Wt + D) − WoKeterangan:FCR = Nilai konversi pakanF = Jumlah pakan yang diberikan (gr)Wt = Bobot ikan pada saat akhir (gr)Wo = Bobot ikan pada saat awal (gr)D = Bobot ikan yang mati (gr)e. Laju pertumbuhan tanaman Adapun parameter yang diamati dari pertumbuhan tanaman adalah tinggi tanaman danjumlah daun yang di ukur setiap 10 hari sekali.2.6. Analisis Data Dalam penelitian ini rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)non-Faktorial dengan empat perlakuan tiga ulangan. Menurut Effendi (1979), bahwa modelmatematika dari Rancangan Acak Lengkap (RAL) non Faktorial yang digunakan adalahsebagai berikut: Yij = µ + τi + εijKeterangan:Yij = Pengaruh perlakuan ke-i pada ulangan ke-jµ = Rata-rata pengamatanτ = Perlakuan ke-i yang diujiεij = Galat percobaan dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-ji = Perlakuan (A,B,C,D)j = Ulangan (1,2,3) Data kelangsungan hidup dan pertumbuhan bobot yang diperoleh dalam bentuk tabel,kemudian dianalisis dengn uji F, apabila diantara perlakuan menunjukkan perbedaan yangnyata dimana Fhitung > Ftabel, maka dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil).3. Hasil dan Pembahasan3.1. Kualitas Air Air merupakan media tempat hidup ikan. Apabila air dijaga dan dipelihara dengan baikmaka akan membuat biota yang kita pelihara tumbuh dengan baik dan sempurna. Akuaponikmerupakan salah satu metode kombinasi antara akuakultur dan tanaman air untuk mendaurulang nutrisi atau limbah yang berasal dari media akuakultur sebagai nutisi bagi tanamansehingga memberi keuntungan bagi tanaman untuk mendapatkan unsur hara untuk 78

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572pertumbuhan dan bagi ikan memberi keuntungan pembersihan air. Berdasarkan hasil penelitiandari sistem hidroponik yang sudah dilakukan, maka diperoleh hasil dari pengukuran kualitas airsebagai berikut:a. AmoniakAmoniak diperairan berasal dari sisa feses, metabolisme tubuh dan dari endapan pakanyang berada pada perairan. Kualitas air pada amoniak memiliki pengaruh terhadap kehidupanikan nila dimana konsentrasi amoniak pada media budidaya terjadi fluktuasi dalam 10 harisekali pengukuran. Untuk rata-rata kisaran dan nilai amoniak pada Tabel 2 berikut ini.Tabel 2. Nilai Amoniak pada Media Pemeliharaan Ikan Nila.Perlakuan Kisaran Rata-rata 0,05 mg/lA (Kangkung) 0,00 - 0,16 mg/l 0,06 mg/l 0,44 mg/lB (Sawi) 0,00 - 0,14 mg/l 1,02 mg/lC (Selada) 0,00 - 1,53 mg/lD (Kontrol) 0,00 - 1,78 mg/l Sedangkan untuk grafik hasil pengukuran amoniak setiap sepuluh hari sekali dapat dilihatpada Gambar 2 berikut. 2 1,8 1,6 Kadar Amoniak (mg/l) 1,4 1,2 A (Kangkung) 1 B (Sawi) 0,8 0,6 C (Selada) 0,4 D (Kontrol) 0,2 0 -0,2 0 10 20 30 waktu pengamatan (hari) Gambar 2. Hasil Pengukuran Amoniak. Berdasarkan Tabel 2 dan Gambar 2 dapat dilihat bahwa kadar amoniak pada media sangatberbeda-beda. Pada perlakuan A dan B amoniak meningkat pada hari ke-10 dan menurunsedikit demi sedikit pada hari ke-20 sampai hari ke 30. Ini terjadi karena tanaman kangkungdan sawi masih bertahan hidup dari hari pertama penelitian sampai akhir penelitian walaupunamoniak pada perlakuan B lebih besar sedikit dibandingkan dengan perlakuan A. Nilai amoniakpada perlakuan B dan A karena tanaman kangkung dan sawi memanfaatkan lansung bahan -bahan organik yang di bawa oleh air ke dalam media tumbuhnya. 79

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572Penyerapan bahan organik tersebut diserap oleh akar kangkung dan sawi untuk kehidupandan pertumbuhannya. Pada saat penyerapan bahan organik tersebut kangkung dan sawi sudahbisa mengurangi nilai amoniak di dalam media pemeliharaan ikan. Semakin banyak tanamankangkung dan sawi dalam menyerap bahan-bahan organik maka semakin baik pulapertumbuhannya baik dari jumlah daun maupun dari tingginya. Apabila ini terjadi maka tingkatkesuburan airpun semakin baik karena efek dari tanaman tersebut mampu memberikan nilaikualitas air yang baik dalam media pemeliharaan ikan. Hal ini seperti yang diungkapkan olehDevi et al. (2006) bahwa tanaman air memiliki kemampuan yang baik dalam upaya penurunankonsentrasi NO3 dengan cara menyerap kadar polutan dalam media. Selanjutnya ditambahkanpula oleh Komawaridjaja (2009) yang menyebutkan bahwa guna biofilter sebagai bioremendasiadalah untuk membantu dalam mengurai bahan-bahan organik atau limbah menjadi lebihsederhana sehingga dapat dimanfaatkan kembali oleh makhluk hidup lainnya.Sedangkan pada perlakuan C amoniak juga meningkat pada hari kesepuluh dan menurunkembali pada hari ke-20 tetapi terjadi peningkatan kembali pada hari ke-20 menuju hari ke- 30.Ini terjadi karena tanaman air selada sebagai hidroponik mati pada hari ke 22 sampai hari ke30. Sedangkan pada perlakuan D amoniak tidak terjadi penurunan tetapi selalu meningkat darihari ke-10 sampai hari ke-30. Pada perlakuan D terjadi peningkatan amoniak karena air yangdipakai tidak diganti dan tidak ada tanaman sebagai pengguna unsur hara, sehingga amoniakdan bahan-bahan lainnya tidak termanfaatkan dan terhidrolisis dengan baik. Seperti diketahuibahwa tinggi rendahnya amoniak diperairan dikarenakan oleh sisa feses atau sisa pakan dariikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sumeru dan Ana (2008) yang menyebutkan bahwasumber utama amoniak adalah hasil perombakan bahan organik dan bahan organik yangterbesar dalam usaha budidaya adalah pakan dan feses.b. KekeruhanKekeruhan merupakan banyaknya bahan terlarut dan tersuspensi di perairan. Kekeruhankebiasaan disebabkan oleh partikel-pertikel kecil yang di sebabkan oleh pakan ikan, feses, urindan faktor-faktor lain. Untuk jelasnya nilai kiasaran kekeruhan tiap-tiap perlakuan dapat dilihatpada Tabel 3.Table 3. Nilai Kekeruhan Pada Media Pemeliharaan Ikan Nila.Perlakuan Kisaran Rata-rata 4,67 NTUA (Kangkung) 1,00 - 7,27NTU 4,93 NTUB (Sawi) 1,00 - 6,37 NTU 5,19 NTUC (Selada) 1,00 - 7,55 NTU 5,42 NTUD (Kontrol) 1,00 - 8,87 NTU 80

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572 Sedangkan untuk hasil pengukuran nilai kekeruhan setiap sepuluh hari sekali dapat dilihatpada Gambar 3. 10 9 8Kekeruhan (NTU) 7 6 A (Kangkung) 5 B (Sawi) 4 3 C (Selada) 2 D (Kontrol) 1 0 10 20 30 0 Waktu Pengamatan (hari) Gambar 3. Hasil Pengukuran Kekeruhan . Dari Gambar dapat dilihat bahwa angka kekeruhan antara perlakuan terjadi peningkatandari hari pertama penelitian sampai hari ke-30. Namun peningkatan kekeruhan tersebut tidakmelebihi dari batas hidup ikan nila. Hal ini dikarenakan media biofilter yang digunakan baikdalam menyaring sisa-sisa feses maupun makanan dalam akuarium. Dari gambar juga dapatdijelaskan bahwa antara perlakuan tidak memiliki angka atau nilai kekeruhan yang jauh berbedadimana nilai rata-rata kekeruhan pada akhir penelitian adalah pada perlakuan A denganpenggunaan tanaman kangkung sebesar 7,27 NTU, pada perlakuan B dengan penggunaantanaman sawi 6,37 NTU, pada perlakuan C dengan penggunaan tanaman selada 7,55 NTU danpada perlakuan D tanpa penggunaan tanaman apapun nilai kekruhan berada pada nilai 8,87NTU. Jika dirata-ratakan semua nilai kekeruhan yaitu perlakuan A dengan rata-rata 4,67 NTU,perlakuan B yaitu 4,93 NTU, perlakuan C 5,19 NTU dan perlakuan D 5,42 NTU. Dari nilairata-rata tersebut dapat disimpulkan bahwa kisaran pada media penelitian masih berada padanilai yang baik dimana ikan nila bertahan hidup pada air dengan kekeruhan 5 - 30 NTU.3.2. Pertumbuhan Ikan Nila Pertumbuhan pada ikan dibagi 2 yaitu pertumbuhan berat dan panjang. Adapunpertumbuhan berat diukur berdasarkan berat tubuh dan pertumbuhan panjang diukurberdasarkan panjang tubuh ikan nila.a. Pertumbuhan berat ikan nila 81

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572 Berdasarkan hasil penelitian selama 30 hari mengenai pengunaan tanaman hidroponik didalam media budidaya ikan maka diperoleh hasil rata-rata pertumbuhan berat yaitu seperti padaGambar 4 berikut ini. 12Pertambahan Berat (gr) 10 Ulangan 1 8 Ulangan 2 Ulangan 3 6 4 2 0 B (Sawi) C (Selada) D (Kontrol) A (Kangkung) Perlakuan Gambar 4. Pertumbuhan berat ikan nila Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa pertumbuhan berat paling baik dan bagusyaitu pada perlakuan A dengan rata-rata pertumbuhan pada perlakuan A adalah 9,68 gr,kemudian diikuti pada perlakuan B dengan rata-rata pertumbuhan pada perlakuan B adalah 6,49gr selanjutnya pada perlakuan C dengan rata-rata pertumbuhan pada perlakuan C adalah 5,21gr dan terakhir pada perlakuan D dengan rata-rata pertumbuhan pada perlakuan D adalah 2,99gr. Tinggi rendahnya pertumbuhan ikan sangat tergantung kepada media pemeliharaan,ruang gerak, pakan dan kualitas air. Jadi dapat disimpulkan bahwa tingginya pertumbuhan padaperlakuan A dan B disebabkan karena faktor media hidup ikan baik dan cocok apalagi kadaramoniak pada perlakuan A dan B rendah. Rendahnya kadar amoniak pada perlakuan A dan Bdikarenakan bantuan dari tanaman hidroponik yang memanfaatkan kandungan bahan-bahanorganik dari limbah budidaya hasil penguraian. Akibatnya daya racun dalam media budidayaberkurang. Inilah yang menjadikan pertumbuhannya ikan nila bertambah karena tidak adapengaruh dari kualitas air yang memburuk. Ini jelas berbeda apabila dibandingkan denganperlakuan C dan D yang mana amoniak pada akhir penelitian berada di atas 1 mg/l. Apabilakandungan amoniak berada pada kisaran diatas 1 mg/l akan menyebabkan pertumbuhan ikanterganggu, stres dan lemas. Ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Pescod (1993) bahwa 82

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572kadar amoniak di perairan ataupun media pemeliharaan ikan tidak boleh melebihi 1 mg/l.Apabila melebihi 1 mg/l akan menyebabkan ikan stres dan kematian.Berdasarkan uji anova mengenai efektifitas teknologi akuaponik dengan tanaman yangberbeda memberi pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadap pertumbuhan berat ikan nila(Oreochromis niloticus) dimana Fhitung > Ftabel (Ftabel adalah 7,59 dan Fhitung 140,17).Berdasarkan uji nyata terkecil diperoleh hasil bahwa perlakuan A lebih berpengaruh terhadapperlakuan B, perlakuan B lebih berpengaruh terhadap perlakuan C dan perlakuan C lebihberpengaruh terhadap perlakuan D.b. Pertumbuhan panjang ikan nilaPertumbuhan panjang ikan nila selama 30 hari penelitian mengenai penggunaan tanamanhidronik di dalam media budidaya ikan maka diperoleh hasil rata-rata pertumbuhan panjangyaitu seperti pada Gambar 5. 4,5Pertambahan Panjang (cm) 4 3,5 Ulangan 1 3 Ulangan 2 2,5 Ulangan 3 2 1,5 1 0,5 0 B (Sawi) C (Selada) D (Kontrol) A (Kangkung) Perlakuan Gambar 5. Pertumbuhan Panjang Ikan Nila. Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa pertumbuhan panjang yang paling baik danbagus terdapat pada perlakuan A dimana rata-rata pertumbuhan panjang ikan nila padaperlakuan A adalah 3,65 cm. Kemudian diikuti pada perlakuan B dengan rata-rata pertumbuhanpanjang adalah 2,48 cm, selanjutnya pada perlakuan C dengan rata-rata pertumbuhan panjangadalah 2,17 cm dan terakhir pada perlakuan D dengan rata-rata pertumbuhan panjang ikan nilaadalah 1,14 cm. Alasan tingginya nilai pertumbuhan panjang pada perlakuan A dan B adalah mediasirkulasi dengan penambahan tanaman akuaponik tumbuh dengan baik sehingga parameterkualitas air dalam mediapun baik. Hubungan keduanya yaitu apabila tanaman akuaponiktumbuh dengan baik maka amoniak dan kekeruhan dalam perairan akan menurun apabila kadar 83

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572ini menurun maka tidak akan mengganggu kehidupan ikan. Alasan lain adalah pemanfaatanpakan yang diberikan pada perlakuan A dan B diserap dan dimanfaatkan dengan baik oleh ikan.Hal ini sesuai dengan penyataan Efendie (2003) yang menyebutkan bahwa pertumbuhan ikansangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan, umur dan kualitas air pemeliharan. Berdasarkan uji anova mengenai penggunaan wadah akuaponik dengan jenis tanamanyang berbeda memberi pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadap pertumbuhan panjangikan nila (Oreochromis niloticus) dimana Fhitung > Ftabel (Ftabel adalah 7,59 dan Fhitung 30,53).Berdasarkan uji nyata terkecil diperoleh hasil bahwa A lebih berpengaruh terhadap B, B lebihberpengaruh terhadap C dan C lebih berpengaruh terhadap D.3.3. Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Nila Tingkat kelangsungan hidup merupakan tingkat kelulushidupan benih ikan yangdipelihara selama satu bulan. Tingkat kelangsungan hidup diperoleh dari hasil angka pada awaltebar benih dan pada akhir benih dikalikan 100%. Pada saat penelitian angka kelangsunganhidup benih ikan nila rata-rata dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini.Tingkat Kelangsungan hidup (%) 100 Ulangan 1 90 Ulangan 2 80 Ulangan 3 70 60 B (Sawi) C (Selada) D (Kontrol) 50 Perlakuan 40 30 20 10 0 A (Kangkung) Gambar 6. Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Nila. Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa angka kelangsungan hidup paling tinggi yaitupada perlakuan A dengan rata-rata 96,66% kemudian pada perlakuan B 95,55% selanjutnyadiikuti pada perlakuan C 78,88% dan yang terakhir pada perlakuan D 64,44%. Tingginya angkakelangsungan hidup pada perlakuan A dan B karena tanaman hidroponik kangkung dan sawihidup sebagai biofilter sampai akhir penelitian. Apabila tanaman ini tumbuh dan hidup makakadar amoniak di dalam wadah atau media budaya akan berkurang. 84

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572 Hal ini karena bahan organik tersebut dirombak oleh bakteri dan dimanfaatkan kembalioleh tanaman sebagai unsur hara untuk pertumbuhan. Ini sesuai dengan pernyataan Iskandar(2010) yang menyatakan bahwa bakteri yang tumbuh di wadah filter merupakan organismeperombak. Bakteri akan mengoksidasi bahan organik dan anorganik. Bahan organik akandioksidasi oleh bakteri heterotrof menjadi ammoniak dan karbon selanjutnya ammoniak akandimanfaatkan oleh bakteri nitrosomonas menjadi nitrit, kemudian dioksidasi oleh bakterinitrobacter menjadi nitrat yang tidak berbahaya bagi kelansungan hidup ikan. Hal ini jugaditambahkan oleh Sulstyono et al,(2013) yang menyebutkan bahwa nitrat merupakan bentuknitrogen yang berperan sebagai nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitratberasal dari ammonium yang masuk kedalam wadah pemeliharaan bersama bahan hasilmetabolisme. Pembentukan nitrat tidak lepas dari peranan mikroorganisme seperti bakteriNitrobacter yang berperan mengoksidasi nitrit menjadi nitrat. Sedangkan pada perlakuan C tanaman selada mengalami kematian pada hari ke 21 sampaike hari ke-30, sehingga kadar amoniak mulai meningkat. Apabila kadar ini meningkat makaikan akan mengalami stres dan akhirnya akan mengalami kematian. Meningkatnya kadaramoniak karena tanaman hidroponik mati sehingga penguraian bahan organik dari hasilperombakan kadar amoniak tidak ada yang memanfaatkan sehingga masuk kembali ke dalamwadah pemeliharaan benih. Kadar amoniak rata-rata pada perlakuan C adalah 1,32 mg/L.Sedangkan amoniak dalam perairan masih dikatakan normal dan bisa ditoleri oleh ikan apabilaberada pada kisaran < 1 mg/L (Khairuman dan Amri, 2002). Sedangkan pada perlakuan D angka kelulushidupan benih ikan nila rata-rata yaitu 64,44%apabila dibandingkan maka angka kelulushidupan pada perlakuan D sangat menurundibandingkan pada perlakuan yang lain. Menurunnya angka kelulushidupan pada perlakuan inidikarenakan kualitas air memburuk dari hari ke-10 sampai hari ke-30. Seperti diketahui bahwadalam usaha media budidaya ikan air merupakan faktor utama yang perlu dijaga dan dikontrolapabila nilai kualitas air memburuk maka organisme yang hidup di dalamnya akan tidak stabildan tidak normal kembali. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sitompul et al, (2012) yangmenyebutkan bahwa tinggi rendahnya nilai kelulushidupan sangat dipengaruhi oleh berbagaimacam faktor dan salah satunya faktor yaitu kualitas air, karena air merupakan media utamahidup ikan. Berdasarkan uji Anova mengenai penggunaan wadah akuaponik dengan jenis tanamanyang berbeda memberi pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadap tingkat kelangsungan 85

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572hidup ikan nila ikan nila (Oreochromis niloticus) dimana Fhitung > Ftabel (Ftabel 7,59 dan Fhitung84,26). Berdasarkan uji nyata terkecil diperoleh hasil bahwa perlakuan A lebih berpengaruhterhadap perlakuan B, perlakuan B lebih berpengaruh terhadap perlakuan C dan perlakuan Clebih berpengaruh terhadap perlakuan D.3.4. Konversi Pakan Ikan NilaMenurut Efendie (2003) konversi pakan adalah suatu ukuran yang menyatakan ratiojumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg ikan yang dibudidayakan. Konversipakan tiap-tiap usaha media budidaya harus ditentukan karena konversi pakan harus sesuaidengan penambahan bobot tubuh ikan.Pada penelitian ini nilai konversi pakan rata-rata padaikan nila dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.Tabel 4. Nilai Food Conversi Ratio. Perlakuan Nilai FCR pada Ikan Nila 1,08A (Kangkung) 1,60B (Sawi) 2,01C (Selada) 2,93D (Kontrol)Lebih jelasnya perbedaan nilai FCR atau Food Conversi Ratio dapat dilihat pada Gambar7 berikut. 4,5 4 Nilai Konversi Pakan 3,5 3 Ulangan 1 2,5 Ulangan 2 2 Ulangan 3 1,5 1 0,5 0 B (Sawi) C (Selada) D (Kontrol) A (Kangkung) Perlakuan Gambar 7. Nilai Konversi Pakan. Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa nilai konversi pakan pada penelitian ini sangatbaik dimana nilai konversi pakan pada setiap perlakuan rendah. Untuk rata-rata nilai konversipakan pada perlakuan A adalah 1,08 selanjutnya pada perlakuan B adalah 1,60 dan diikutiperlakuan C dengan rata-rata nilai konversi pakan 1,92 dan terakhir pada perlakuan D denganrata-rata nilai konversi pakan adalah 3,37. Rendahnya nilai konversi pakan dikarenakan pelet 86

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572yang diberikan memiliki nilai kandungan protein yang tinggi yaitu 30% sesuai dengankebutuhan ikan nila. Apabila pakan dimanfaatkan dengan baik maka nilai FCR akan rendah danmemberikan nilai pertumbuhan yang tinggi dan nilai konversi pakan yang baik yaitu beradapada kisaran 1 - 8. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh (Huet 1971) bahwa nilai konversipakan ikan dikatakan baik apabila memiliki nilai berkisar 1–8 dan ikan karnivora memiliki nilaikonversi pakan yang rendah daripada ikan herbivora. Berdasarkan uji anova pada (Lampiran 11) mengenai penggunaan wadah akuaponikdengan jenis tanaman yang berbeda memberi pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadapnilai konversi pakan dimana Fhitung > Ftabel (Ftabel 7,59 dan Fhitung 8,52). Berdasarkan uji nyataterkecil diperoleh hasil bahwa nilai konversi pakan yan paling baik diperoleh pada perlakuan Aselanjutnya B dan C dan terakhir pada perlakuan D.3.5. Pertumbuhan TanamanPertumbuhan tanaman diukur berdasarkan tinggi tanaman dan jumlah daun.Pertumbuhantinggi dan pertambahan daun dihitung selama 10 hari sekali. Untuk jelasnya rata-ratapertumbuhan panjang dan jumlah daun tanaman hidroponik dapat dilihat pada Tabel 5 diberikut ini.Tabel 5. Pertumbuhan Tanaman Akuaponik.Pertumbuhan Perlakuan A(Kangkung) B(Sawi) C(Selada) D(Kontrol) 0Panjang 22,10 17,40 0 0Jumlah daun 8,46 3,7 0 Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa pertumbuhan tanaman pada perlakuan A yaitukangkung dan B tanaman sawi sangat meningkat sampai akhir penelitian. Sedangkan padaperlakuan C tanaman selada menurun sampai angka tidak ada pertumbuhan atau terjadikematian pada akhir penelitian. Tingginya angka pertumbuhan pada perlakuan A dan B karenatanaman kangkung dan sawi mudah hidup dan memiliki kelebihan sebagai tanaman yangmudah hidup pada daerah yang lembab dan dapat memanfaatkan unsur hara dengan optimal(Adiwidjaja et al., 1997). Sedangkan pada perlakuan C tanaman selada tidak cocok ditanam pada mediapemeliharaan ikan dalam penelitian ini. Hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan dalampenelitian ini kurang mendukung untuk perkembangan tanaman selada seperti diketahui bahwatanaman selada sangat rentan terhadap suhu yang tinggi. Pada penelitian ini suhu ruangandiperkirakan 26 - 30 0C. Selada tumbuh baik di dataran tinggi, suhu yang optimal untuk 87

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572tumbuhnya tanaman selada antara 15 - 20 0C dengan pH antara 5 - 6,5 (Haryanto,. 2003).Selanjutnya ditambahkan pula oleh Setiawan (2007) bahwa dalam media tanam selada harusbenar-benar mengontrol tanah dan media hidupnya karena apabila media hidup selada tidakcocok maka selada tumbuh kerdil dan pucat karena kekurangan unsur hara magnesium (Mg)dan besi (Fe). Selain dari faktor suhu, kemungkinan terjadinya kematian pada tanaman seladaadalah dari genangan air pada media tempat tumbuh akar selada. Apabila genangan air terlalulama pada akar tanaman selada akan menyebabkan akar mengalami kekurangan oksigen yangcukup berat. Berdasarkan uji Anova mengenai penggunaan wadah akuaponik dengan jenistanaman yang berbeda memberi pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadap pertumbuhantinggi tanaman dimana Fhitung > Ftabel (138,3 > 7,59).4. Kesimpulan dan Saran4.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan mengenai penggunaan wadahakuaponik dengan jenis tanaman yang berbeda di dalam media hidup ikan nila (Oreochromisniloticus) yaitu sebagai berikut:1. Penggunaan wadah akuaponik dengan jenis tanaman yang berbeda memberi pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai kualitas air, pertumbuhan, kelangsungan hidup dan nilai konversi pakan di dalam media hidup ikan nila (Oreochromis niloticus).2. Parameter kualitas air yang berpengaruh pada penelitian ini adalah kekeruhan dan amoniak sedangkan pH dan suhu tidak berpengaruh.4.2. Saran Perlu dilakukan uji lanjutan yaitu dengan kombinasi dua biofilter yang berbeda terhadappertumbuhan jenis ikan lainnya.Daftar PustakaAdiwidjaja dan Rahmat.1997.PengaruhJenis Dan Dosis Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kangkung Darat (Ipomoeaereptan )Kultivar Sutera Pada Inceptisols Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran Fakultas Pertanian UNPAD.Akbar, R. A. 2003 Efisiensi Nitrifikasi dalam Sistem Biofilter Submerged Bed, Trickling Filter dan Fluidized Bed , Skripsi sarjana Biologi, Institut Teknologi Bandung.Amri, K. dan Khairuman. 2002. Budi Daya Ikan Nila Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta. 145 hal. 88

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572Andrianto, T T. 2005. Pedoman Praktis Budidaya Ikan Nila. Absolut.Yogyakarta.Ashari, S. 1995. Holtikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia (UIPress). JakartaDaelami, D. 2001. Agar Ikan Sehat. Penebar Swadaya: CianjurDarmono. 1991. Budidaya Ikan Nila. Kanisius.Yogyakarta.Devi, P dan Bambang. 2006. Efektifitas biofilter tanaman air terhadap pengolahan limbah budidaya ikan dengan s ystem resirkulasi. Seminar nasional limnology 2006. Widya grahalipi Jakarta.Djarijah, A.S. 1994. Pembenihan Dan Pembesaran Ikan Nila Merah Secara Intensif. Kanisius.Yogyakarta. 87 Hal.Effendie, M.I. 1979. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta.Effendi, H. 2003.TelaahKualitasAir BagiPengelolaanSumber daya dan Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima Penerbit Kanisius. Yogyakarta.Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius Yogyakarta.Forteath, N., Wee, L. and Frith, M. 1993. Water Quality, in P. Hart and O’Sullivan (eds) Recirculation System : Design, Construction and Management, University of Tasmania at Launceston, Australia.: 1-22.Food Agriculture Organization.2007a. http://faostat.fao.org?site/336/default aspx. [24/11/2007].Floyd RF, Watson C, Petty D, Pouder DB. 2009. Amonia in aquaticGrubben, G. J. H and S. Sukprakarn. 1994. Lactuca sativa L., p. 186-190. In: J. S. Siemonsma and K. Piluek (Eds.). Plant Resources of South-East Asia and Vegetables 8.PROSEA Foundation. BogorHardjowigeno, sarwono. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta; PT MEDIYATAMA SARANA PERKASAHaryono, 2003.Sawi Dan Selada. Swadaya. Jakarta.Haryanto, E., 2003. Sawi dan Selada. Penebar Swadaya, Jakarta.Huet, M. 1971. Textbook of Fish Culture. Breeding and Cultivation of Fish Fishing News Book. Ltd. England.Iskandar. 2010. Aplikasi Probiotik Pada Media Pendederan Terhadap Kelangsungan Hidup Dan Pertumbuhan Benih Udang Windu (Penaeusmonodon Fab.). Jurnal Akuakultur Volume 3 Nomor 4 Tahun 2012.Kurniastuty 2004. Hama dan Penyakit Ikan.Balai budidaya Laut Lampung.Lampung.Khairumandan K. Amri.2002. Budidaya Lele Lokal secara Intensif. Agromedia Pustaka. Tangerang.70 hal.Komawaridjaja, W. 2009. Karakteristik dan Pertumbuhan Konsorsium Mikroba Lokal dalam Media mengandung Minyak Bumi. Pusat Teknolog I Lingkungan BPPT. Jakarta.Lesmana, D.S. 2004. Kualitas Air Untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya, Jakarta.Pescod, M.B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream Standard for Tropical Countries. Enironmental Engineering Division. Asian Institute Technology.Bangkok. 59 p.Priyadi, A., Sularto, dan Sudarto. 1995. Penelitian Pemantapan Mutu Benih Ikan Nila Gift Melalui Pemijahan dan Pembenihan dalam Air Resirkulasi. Pros. Sem. Hasil Pen. Perik.Air Tawar 1993/1994. Balitkanwar, Sukamandi. Hal: 173-178.Rahardi, F. 1993. Agibisnis Tanaman Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta.Rukmana, R. 1997. Ikan Nila Budidaya Dan Prospek Agribisnis. Kanisius Yogjakarta. 89

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572Setiawan, L. 2007. Optimasi Konsentrasi Larutan Hara pada Budidaya Selada (Lactuca sativa L. var. Grand Rapids) dengan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST).Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 41 hal.Setiawan, L. 2007. Optimasi Konsentrasi Larutan Hara pada Budidaya Selada (Lactuca sativa L. var. Grand Rapids) dengan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) .Skripsi. Institut Pertanian Bogor. hlm : 5Sitompul ,O.S., Esti, H dan B. Putri. 2012. Kepadatan Azolla Yang Berbeda Terhadap Kualitas Air Dan Pertumbuhan Benih Ikan Lele Dumbo (Clariasgariepinus ) Pada System Tanpa Ganti Air. Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume 1 no 1 Oktober 2012.ISSN :2302-3600.Stickney, R.R. 1979. Principle of Warmwater Aquaculture. John Willey and Sons Inc., New York.Suresh, A. V. and Lin, C. K. 1992, Effect of Stocking Density on Water Quality and Production of Red Tilapia in Recirculated Water System,Aquacultural Engineering,: 1-22.Sumantadinata, K. 1983. Pengembangbiakan Ikan-ikan Peliharaan di Indonesia.Sastra Hudaya.Sucipto, A dan Prihartono, R.Eko. 2005. Pembesaran Nila Merah Bangkok. Penebar Swadaya. Jakarta.Suyanto, R. 2004. Nila.PT. Penebar Swadaya. Jakarta.Sulistyono, F.C., Rusliadidan P, Iskandar.2013. Growth And Survival Rate Of Common Carp (Cyprinuscarpio) With Different Biofilter Combination In Recirculation Aquaponik System. Faculty of Fisheries and Marine Science, Riau University.Sumeru, U.S dan Ana. 2008. Karbondioksida (CO2) dalam Hubungannya dengan Pakan Udang. di download padasitus http:/hobiikan.blogspot.com/2008/09 padatanggal 1 Januari 2008Suparjo, M.N. 2008.DayaDukungLingkunganPerairanTambakDesaMororejoKabupaten Kendal.JurnalSaintek. 4(1) : 50-55.Suriawiria, U. 2003. Mikrobiologi Air. Alumni. Bandung.Tetzlaff, B. L. and Heidinger, R. C. 1990. Basic Principles of Biofiltration and System Design, SIUC Fisheries Bulletin No. 9, SIUC Fisheries and Illinois Aquaculture Center.Ware, G. W and McCollum. 1980. Producing Vegetable Crops. 3rd ed. The Interstate Inc. USA. 607 p. 90

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572KAPANG ENDOFIT LAUT DARI TUMBUHAN PESISIR TERONG PUNGO (Solanum sp.) DAN POTENSINYA SEBAGAI ANTIBAKTERIMARINE ENDOPHYTIC FUNGI FROM COASTAL PLANTS TERONG PUNGO (Solanum sp.) AND THEIR PROSPECT AS ANTIBACTERIAL Nabila Ukhty11 Program Studi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Teuku Umar, Aceh Barat Korespondensi: [email protected] Abstract Endophytic fungi is the one of the types microbes that lives in the plant tissue. The funguscan produce secondary metabolites potential as a source of antimicrobial and anticancer. Theobjectives of this study was to the exploration of new antibacterial compounds derived frommarine endophytic fungi isolated from coastal plant terong pungo (Solanum sp.). Eight isolatesof marine endophytic fungi with different morphology were collected. Endophytic fungus TPL2was the selected isolate based on antagonism test. The growth curve showed the stationaryphase of isolate TPL was on the 9th day to 12th day. Crude extract of endophytic fungi TPL2showed the antibacterial activity against Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis,and Pseudomonas aeruginosa with diameter of inhibition zone 4 mm, 6 mm, and 6 mm,respectively for 2 mg extract/well.Key words: endofit, terong pungso, Solanum sp1. Pendahuluan Kapang endofit adalah mikroorganisme yang menginvasi jaringan tanaman selama siklushidup tanaman tersebut tanpa menyebabkan gejala penyakit. Kapang endofit memiliki perananpenting dalam bidang bioteknologi (Azevedo et al. 2000), menghasilkan keragaman zat aktifyang tinggi dengan potensi aplikasi medis, pertanian, dan industri (Kharwar et al. 2009). Isolasi,budaya, dan karakterisasi beberapa endofitik telah memberikan peran dan kesempatan dalampenemuan antibiotik jenis baru, antimikotik, dan senyawa antikanker (Isabela et al. 2012).Mikroorganisme dari lingkungan laut menjadi salah satu sumber penting penghasil metabolitaktif untuk kepentingan farmasi. Lingkungan laut diakui sebagai sumber potensial terbesar penghasil senyawa bioaktif danpotensinya terus diteliti untuk mendapatkan senyawa kimia baru dengan bioaktivitas (Mathanet al. 2013). Senyawa bioaktif yang diekstrak dari mikroorganisme laut terutama diperoleh darikapang endofit yang diakui sebagai sumber yang kaya akan metabolit sekunder aktif secarafarmakologi (Bharathidasan dan Paneerselvam 2011). Kapang endofit laut telah terbuktimenjadi sumber yang kaya produk biologis alami (Liberra et al. 1995; Pivkin et al. 2006;Samuel et al. 2013), karena kondisi hidup tertentu, seperti salinitas, nutrisi, tekanan yang lebih 91

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572tinggi, variasi suhu, persaingan dengan bakteri, virus dan jamur lain, kapang laut memiliki jalurmetabolik sekunder yang lebih baik dibandingkan dengan kapang terestrial (Samuel et al.2013). Antibiotik merupakan zat biokimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme, salah satunyayaitu kapang endofit, zat tersebut dapat mematikan atau menghambat pertumbuhan mikrobalainnya yang memiliki peran dalam menimbulkan penyakit, sedangkan toksisitasnya bagimanusia relatif kecil. Penggunaan antibiotik secara tepat memberikan manfaat yang sangatbaik, namun bila digunakan secara tidak tepat dan berlebihan dapat menyebabkan munculnyamikroba-mikroba patogen yang kebal terhadap satu atau beberapa jenis antibiotika (Deshpandedan Joshi 2013), sehingga pencarian senyawa antiobiotik jenis baru menjadi hal yang sangatpenting dalam bidang famakologi. Terong pungo (Solanum sp.) merupakan salah satu tumbuhan pesisir di wilayah pesisirProvinsi Aceh. Tumbuhan ini dimanfaatkan oleh masyarakat Aceh sebagai obat tradisionaluntuk mengobati dan menghilangkan rasa sakit pada gigi. Ekstrak kasar etil asetat daun terongpungo telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli danStaphylococcus aureus dan memiliki aktivitas inhibitor topoisomerase-I (Hardjito 2008).Tumbuh-tumbuhan yang telah dimanfaatkan secara traditional ini menjadi pilihan yang efektifuntuk dimanfaatkan sebagai antimikroba alami dengan cara mengisolasi kapang endofit yangterdapat di dalam jaringan tubuhnya. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukaneksplorasi senyawa antibakteri baru yang berasal dari kapang endofit tumbuhan pesisir terongpungo (Solanum sp.).2. Metode Penelitian2.1. Bahan Baku Bahan utama dalam penelitian ini adalah daun terong pungo (Solanum sp.) yang diperolehdari wilayah pesisir Kabupaten Aceh Pidie, Propinsi Aceh. Bahan-bahan kimia yang digunakanyaitu alkohol 70 %, aquades, air laut, Potato Dextrose Agar (PDA), Potato Dextrose Broth(PDB), etil asetat, Blood Agar (BA), Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth (NB), Mueller HintonAgar (MHA), klorampenikol, bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, danPseudomonas aeruginosa. Alat yang digunakan yaitu clean bench (Thermo Scientific 1300 Series A2), oven,autoklaf (Yamato SM52), refrigerator (Gold Star), orbital shaker, spektrofotometer (UV Vis 92

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572UV-2500), inkubator (Thermolyne type 42000), vacuum rotary evaporator (Heidolph VV2000), vortex (Pasolina type NS-8), timbangan digital (Max 410 g and HF400), mikroskop(Cole Parmer), dan peralatan gelas (Iwaki Pyrex).2.2. Prosedur Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan terdiri dari enam tahapan, yaitu isolasi kapang endofit,seleksi kapang endofit (uji antagonisme), karakterisasi makroskopis dan mikroskopis kapangendofit, kultivasi kapang endofit, ekstraksi senyawa aktif dan pengujian aktivitas antibakterimulut.2.2.1 Isolasi Kapang Endofit (Arnold et al. 2003) Permukaan daun disterilisasi dengan alkohol 70 % dan aquades steril masing-masingselama 1 menit. Proses sterilisasi ini dilakukan dalam clean bench. Setelah sterilisasipermukaan, dilakukan inokulasi pada media PDA air laut. Media PDA yang telah diinokulasi,diinkubasi pada suhu 27-29 oC (suhu ruang) selama 2-14 hari. Koloni yang mempunyai bentukyang berbeda dengan koloni lainnya dapat dianggap sebagai isolat yang berbeda, kemudiandilakukan pemisahan atau pemurnian koloni hingga diperoleh isolat tunggal.2.2.2 Uji Antagonisme Kapang Endofit (Sudantha dan Abadi 2007) Uji antagonisme dilakukan dengan cara inokulum dua atau tiga isolat kapang endofitpotensial ditumbuhkan dalam media PDA air laut yang sama yang berdiameter 9 cm. Inokulumkapang endofit berupa potongan biakan kecil berukuran 0.5 cm pada media PDA. Kemudianbiakan tersebut diinkubasikan pada suhu 27-29 oC (suhu ruang). Pengamatan dilakukanterhadap pertumbuhan antar koloni kapang endofit.2.2.3 Karakterisasi kapang endofit (Gandjar et al. 2000) Kapang endofit terpilih dari uji antagonisme yang telah diinkubasi selama 24-48 jampada suhu 27-29 oC (suhu ruang) dikarakterisasi berdasarkan ciri-ciri makroskopis danmikroskopis. Pengamatan ciri-ciri makroskopis (visual) dengan cara langsung melihat bentuk,permukaan, warna dan tepian koloni kapang endofit. Pengamatan ciri-ciri mikroskopisdilakukan dengan menggunakan mikroskop. Pembuatan preparat yaitu kaca objek dan kacapenutup dibersihkan dengan mengunakan alkohol. Miselium diambil sedikit, setelah itu kacapenutup diletakkan secara hati-hati diatas permukaan preparat. Preparat diamati dibawahmikroskop dengan perbesaran 400x, kemudian diamati morfologi kapang secara mikroskopistersebut. 93

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-55722.2.4 Kultivasi Kapang Endofit (Srikandace et al. 2007) Tahapan kultivasi ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan kapang endofit, mulaidari fase lag hingga fase kematian. Kapang endofit terseleksi diinokulasikan ke dalam mediacair PDB air laut sebanyak 250 mL. Selanjutnya diinkubasikan pada suhu ruang menggunakanorbital shaker. Penentuan kurva pertumbuhan kapang dilakukan dengan pengamatan setiap 3hari terhadap pertumbuhan kapang, yaitu dengan menghitung biomassa kering kapang dan pHmedia selama 21 hari (hari ke 0, 3, 6, 9, 12, 15, 18 dan 21).2.2.5 Ekstraksi Senyawa Aktif Kapang Endofit (Nursid et al. 2010) Kapang yang telah dikultur selama 21 hari (hari ke 0, 3, 6, 9, 12, 15, 18 dan 21) kemudiandisaring menggunakan kertas saring. Proses penyaringan ini bertujuan untuk memisahkanmiselium dan media. Media kultur (broth) diekstraksi secara maserasi dengan menggunakanpelarut etil asetat selama 3x24 jam. Hasil ekstraksi dipisahkan menggunakan corong pisah, laluekstrak terpilih dipekatkan dengan menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 45 °C.2.2.6 Pengujian Aktivitas Antibakteri Patogen Mulut Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan secara in vitro terhadap bakteri Streptococcusmutans dan Pseudomonas aeruginosa, yaitu dengan penentuan zona hambat terhadappertumbuhan bakteri. Pengujian dilakukan dengan menggunakan teknik difusi sumur agar(agar well diffusion) modifikasi Holo et al. (1991). Sebelum dilakukan uji aktivitas antibakteri,dilakukan persiapan bakteri uji terlebih dahulu. Bakteri uji ditumbuhkan dalam media NutrientAgar (NA), kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC. Selanjutnya bakteridisuspensikan ke dalam media cair, Nutrient Broth (NB) dan diinkubasi selama 24 jam padasuhu 37 oC. Setelah mencapai OD lebih dari 0,5, sebanyak 20 µL bakteri dimasukkan ke dalammedia MHA, kemudian divortex dan dituang pada cawan petri steril secara aseptis. MediaMHA yang berisi bakteri uji yang telah memadat kemudian dilubangi sebanyak 8 lubang, yakniuntuk kontrol positif, kontrol negatif, dan 3 konsentrasi ekstrak yang dilakukan secara duplo.Ekstrak kapang endofit dimasukkan ke dalam lubang masing-masing sebanyak 0,5, 1 dan 2 mg.Perlakuan kontrol positif yaitu menggunakan antibiotik kloramfenikol. Kontrol negatifmenggunakan pelarut ekstraksi yaitu etil asetat. Kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama24 jam, selanjutnya dilakukan pengukuran zona hambatan yang terbentuk di sekeliling lubangsumur. 94

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-55723. Hasil dan Pembahasan3.1. Isolat Kapang Endofit dari Terong Pungo (Solanum sp.) Tanaman dan mikroorganisme yang hidup di dalam (endofit) ataupun di luar (epifit)jaringan tubuhnya saling berhubungan erat satu dengan yang lain. Mikroorganisme ada yangbersifat menyerang tanaman tersebut dan menyebabkan penyakit, sementara ada pula yangbersifat menguntungkan. Mikroba endofit yang menguntungkan ini biasanya hidup di dalamjaringan tumbuhan yang sehat, karena mampu menghasilkan senyawa yang dapat menghambatatau mematikan mikroba-mikroba yang bersifat patogen. Mikroba endofit dapat diisolasi dariakar, batang dan daun suatu tumbuhan (Strobel et al. 2004). Jumlah total isolat kapang endofityang diperoleh dari daun terong pungo (Solanum sp.) adalah 8 isolat (TPL1, TPL2, TPL3,TPL4, TPL5, TPL6, TPL7, dan TPL8). Masing-masing isolat kapang yang dihasilkan memilikimorfologi yang berbeda. Petrini et al. (1992) telah menginformasikan, kehadiran jenis endofit dihubungkan dengankondisi mikrohabitat tumbuhan inang dan kecocokan genotip antara tumbuhan inang danendofit, sehingga akan berpengaruh terhadap perbedaan dalam komposisi koloni endofit.3.2. Kapang Endofit Terseleksi Uji antagonisme adalah uji yang dilakukan untuk melihat aktivitas atau interaksi langsungsuatu organisme terhadap organisme lain yang ditumbuhkan pada satu media yang sama. Padapenelitian ini dilakukan uji antoganisme dengan metode oposisi langsung. Berdasarkan hasiluji antagonisme pada masing-masing isolat kapang endofit, isolat kapang TPL2 menjadi isolatterpilih. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1. 3 6 2 6 82 3 5 7 1 2 2Gambar 1 Uji antagonisme kapang endofit (1. TPL1, 2. TPL2, 3. TPL3, 4. TPL4, 5. TPL5, 6. TPL6, 7. TPL7, dan 8. TPL8). 95

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-5572 Isolat kapang TPL2 memiliki aktivitas pertumbuhan yang lebih dominan dibandingkandengan isolat lainnya, hal ini dikarenakan isolat tersebut memiliki kemampuan kompetisi ruangyang lebih besar sehingga mampu menghambat pertumbuhan isolat kapang disekitarnya. Mekanisme antagonis pada mikroba dapat terjadi melalui tiga cara yaitu parasitismesecara langsung, antibiosis dengan menghasilkan metabolit sekunder yang bersifat toksin dankompetisi dalam hal ruang dan kebutuhan nutrisi (Pradana et al. 2013). Adanya keberagamantingkat penghambatan terhadap kapang endofit diduga erat kaitannya dengan kemampuan darikapang endofit berkompetisi dengan patogen. Selain itu, kapang endofit memiliki sifat antifungisehingga dapat menghambat pertumbuhan kapang endofit lainnya (Sudantha dan Abadi 2007).Isolat kapang endofit hasil seleksi memiliki aktivitas antifungi yang lebih baik karena dapatmenghambat pertumbuhan fungi atau kapang disekitarnya, sehingga diduga bahwa isolatkapang endofit terpilih memiliki aktivitas antimikroba yang lebih baik pula.3.3. Karakterisasi Isolat Kapang Endofit Karakterisasi dilakukan terhadap isolat kapang endofit TPL2 (kapang terseleksi), yaitudengan pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis. Hasil karakterisasi isolat kapangTPL2 dapat dilihat pada Gambar 2. konidiofor ABGambar 2 Morfologi isolat kapang TPL2 pada media PDA secara makroskopis (A) dan perbesaran 40x10 (B). Isolat kapang TPL2 yang ditumbuhkan pada media PDA air laut membentuk koloniberwarna kuning dan merah muda dengan miselia berwarna putih yang menyebar luas padaseluruh permukaan media (Gambar 2A). Permukaan isolat halus seperti kapas. Pada perbesaran40x10 isolat kapang ini menunjukkan adanya konidiofor yang berbentuk panjang denganbentuk konidia bulat (Gambar 2B). Isolat kapang ini belum teridentifikasi. 96

Jurnal Perikanan Tropis Available online at:Volume 2, Nomor 1, 2015 http://utu.ac.id/index.php/jurnal.htmlISSN: 2355-55723.4. Kurva Pertumbuhan Kapang Endofit Pertumbuhan kapang endofit dipengaruhi beberapa faktor yaitu substrat, kelembaban, suhu,derajat keasaman substrat (pH) dan senyawa-senyawa kimia di lingkungannya. Derajat keasaman (pH)sangat penting pada pertumbuhan kapang, karena enzim-enzim tertentu hanya akan mengurai suatusubstrat sesuai dengan aktivitasnya pada pH tertentu (Gandjar et al. 2006). Menurut Srikandace et al.(2007) pengukuran pH dilakukan untuk mengetahui perubahan suasana pH media yang telahditumbuhi kapang selama proses fermentasi. Perubahan pH pada media fermentasi disebabkanoleh aktivitas metabolisme isolat kapang. Rentang pH optimum pertumbuhan kapang yaitu 4-7. Pertumbuhan isolat TPL2 dilakukan pada media cair yaitu Potato Dextrose Broth (PDB)yang diinkubasi selama 21 hari pada suhu ruang yang kemudian digoyang pada orbital shaker120 rpm. Menurut Hanson (2008) fungsi dari pengocokkan (shaking) ini adalah untukmeningkatkan aerasi dari kultur dan dispersi dari miselia. Pertumbuhan isolat TPL2 dihitungberdasarkan berat kering miselium kapang. Kurva pertumbuhan isolat kapang TPL2 dapatdilihat pada Gambar 3.Gambar 3 Kurva pertumbuhan isolat kapang TPL2 ( bobot biomassa, pH media) (rata- rata±SD; data 2 ulangan). Menurut Carlile et al. (2001) pertumbuhan kapang terdiri dari empat fase, yaitu fase lag(adaptasi), fase log, fase stasioner dan fase kematian. Isolat kapang TPL2 mengalami faselogaritmik atau fase pertumbuhan maksimal pada hari ke 9 inkubasi, dengan bobot biomassa0,81 ± 0,005 g. Selanjutnya memasuki fase stasioner hingga hari ke 12 inkubasi dengan bobotbiomassa 0,825 ± 0,035 g, fase ini terjadi dimulai ketika sel-sel kapang tidak lagi menunjukkanpertambahan jumlah yang signifikan. Penurunan kecepatan tumbuh terjadi karena keterbatasan 97


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook