1. PENDAHULUAN Fenomena pemekaran daerah belakangan ini sangat masif dilakukan dan dibicarakan,termasuk usulan pemekaran Kota Meulaboh menjadi daerah sendiri terpisah dari KabupatenAceh Barat. Pemekaran kota Meulaboh menurut banyak kalangan terutama bagi pendukungpemekaran bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnyakesejahteraan masyarakat. Dasar pertimbangan pembentukan daerah adalah berdasarkanpertimbangan kamampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlahpenduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain. Kota Meulaboh yang sudah berhasil menjadiDaerah Otonom Baru diharapkan dapat mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatsetempat menurut prakarsa sendiri. Pemekaran daerah merupakan wujud dari keinginan masyarakat di suatu daerah untuktumbuh dan berkembang dari segi ekonomi, politik, sosial, budaya dan keamanan, dalamdimensi geografis. Tingkat perkembangan wilayah dapat dilihat dari rasio luas wilayahterbangun (built-up area) terhadap total luas wilayah. Semakin besar rasionya, maka semakintinggi tingkat perkembangan wilayahnya. Kota Meulaboh semakin luas built-up areanya saat inisehingga dapat diartikan semakin tinggi pula aktivitas ekonomi masyarakatnya. Kondisi tersebutdapat dilihat dari semakin rapatnya jaringan jalan, semakin meluasnya wilayah perkantoran danperdagangan, semakin menyebarnya wilayah pemukiman dengan kepadatan penduduk yangtinggi dan tingginya peluang kerja. Kegiatan ekonomi yang semakin meningkat mulai dari pusat-pusat perbelanjaan yangcenderung berkembang mengakibatkan tumbuhnya kota kota satelit sebagai lokasi pemukimanbaru. Oleh karena sebuah pemukiman kota baru atau kota satelit membutuhkan luas tanah yangbesar dan di dalam wilayah kota sendiri ketersediaan tanah semakin terbatas dan cenderungsangat mahal, maka lokasi kota kota baru tersebut akan menyebar di luar wilayah kota asalnya.Proses inilah yang kemudian menyebabkan wilayah administratif tetangganya memperolehmanfaat dengan semakin berkembangnya daerah perbatasannya. Sebuah daerah yang sudahlayak menjadi daerah otonom karena memiliki potensi ekonomi yang memenuhi syarat bagikehidupan warganya untuk dapat tumbuh dan berkembang tanpa menimbulkan beban keuangannegara, wilayah tersebut akan berkembang sesuai mekanisme pasar. Tujuan pemekaran daerah adalah untuk : 1) meningkatkan pelayanan dan kesejahterankepada masyarakat, 2) memperkokoh basis ekonomi rakyat, 3) mengatur perimbangan keuangandaerah dan pusat, 4) membuka peluang dan lapangan pekerjaan dan 5) memberikan peluangdaerah mendapatkan investor secara langsung. Pemekaran daerah meliputi pembentukan,penghapusan dan penggabungan daerah atau wilayah harus diarahkan untuk meningkatkankesejahteraan masyarakat, melalui 1) peningkatan pelayanan kepada masyarakat, 2) percepatanpertumbuhan kehidupan demokrasi, 3) percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomiandaerah, 4) percepatan pengelolaan potensi daerah, dan 5) peningkatan keamanan dan ketertiban. Dalam PP Nomor 129 Tahun 2000 syarat untuk dilakukan pemekaran daerah meliputi (i)kemampuan ekonomi; (ii) potensi daerah; (iii) sosial budaya; (iv) sosial politik; (v) jumlahpenduduk; (vi) luas daerah dan (vii) pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranyaotonomi daerah. Kota Meulaboh diusulkan untuk menjadi daerah yang otonom sebagai wujuddari aspirasi masyarakat kota yang menginginkan Meulaboh menjadi kota otonom sehinggamampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Di sisi lain, pembentukan Kota Meulabohjuga merupakan bagian dari proses penataan daerah atau teritorial reform/administrativereform. Jurnal Public Policy l 160
2. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif menurut Creswell (2007) yangmenjelaskan bagaimana peluang dan tantangan pemekaran Kota Meulaboh. Tujuan daripemekaran daerah adalah untuk meningkat pembangunan yang tujuan akhirnya untukmensejahterakan rakyat. Namun demikian, pemkran suatu daerah tidak hanya berimplikasipositif tetapi banyak juga hal negatif . Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus yangbersifat intrinsic case study yang bertujuan untuk mengetahui lebih mendalam tentang dampakpeluang dan tantangan pemekaran Kota Meulaboh. Penelitian ini akan dilakukan di Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh untuk melihatbagaimana peluang dan tantangan pemekaran Kota Meulaboh. Dalam rangka pengumpulan data maka peneliti melakukan pengamatan terlibat dengan caramelakukan interaksi dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat selaku Daerah otonom indukpemekaran kota Meulaboh sehingga dapat diketahui peluang dan tantangan pemekaran kotameulaboh . Selanjutnya peneliti juga akan melakukan observasi. Berikut ini merupakan beberapa langkah pengumpulan data yang dilakukan:Desk Study Langkah ini diambil untuk membantu peneliti dalam menemukan, merumuskan, danmemetakan peluang dan tantangan pemekaran kota meulaboh dan dapat membantu penelitidalam merangkai realitas yang terjadi dengan menggunakan data-data pendukung yang ada.Dengan demikian, maka data dari desk study merupakan data sekunder yang diperoleh daribuku, media massa, laporan penelitian, jurnal, majalah, dan sebagainya.Field Study Langkah selanjutnya dalam pencarian data adalah field study untuk menemukan dataprimer yang dibutuhkan.Melalui field study, peneliti berinteraksi langsung dengan pemerintahdaerah Aceh Barat dan mencari informasi terkait proses pembentukan kota meulaboh. Tujuandari field study adalah agar peneliti dapat melihat realitas yang terjadi dengan lebih jelas. Haltersebut tentu hanya dapat diketahui setelah peneliti melakukan pengamatan atau observasilangsung. Partisipan observation merupakan jenis pengamatan yang melibatkan peneliti dalam kegiatanorang yang menjadi sasaran penelitian tanpa mengakibatkan perubahan pada kegiatan atauaktivitas orang atau informan yang bersangkutan. Dengan kata lain, peneliti mengikuti kegiataninforman dalam waktu tertentu, mendengarkan apa yang dikatakan, mempertanyakan informasiyang menarik, dan mempelajari dokumen yang dimiliki. Tujuan dari pengamatan terlibat iniadalah agar peneliti dapat mencermati bagaimana peluang dan tantangan pemekaran kotameulaboh.3. PEMBAHASANFenomena Pemekaran Daerah di Indonesia Pemekaran daerah menghasilkan tren baru dalam struktur kewilayahan di Indonesia.Perkembangan jumlah kabupaten/kota dan propinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah. Hingga tahun 2004, terjadi penambahan pemerintah propinsi dari 26 menjadi 33 (26,9%) dan pemerintah kabupaten/kota dari 303 menjadi 440 (45,2%). Pada tahun 2005 pemerintahpusat untuk sementara waktu menangguhkan pemekaran daerah, namun hingga akhir tahun2006 gejolak usulan pemekaran daerah terus berlanjut. Terdapat usulan pembentukan 114kabupaten/kota serta 21 propinsi. Kebijakan penangguhan sementara pemekaran daerah selama2005-2006 sulit bertahan mengingat hingga saat ini belum ada dasar yang kuat. Jurnal Public Policy l 161
Gambar 1 : Jumlah Kabupaten/Kota dan Propinsi Sejak 1999-2006 Dari beberapa kajian tentang pemekaran daerah diketahui bahwa terdapat beberapa alasanyang menjadi dasar pengajuan usulan. Alasan tersebut akan dijabarkan secara rinci sebagaiberikut.Alasan Pemekaran Daerah Timpangnya Pemerataan Dan Keadilan. Alasan mengapa harus dilakukan pemekaran adalahmasyarakat merasakan adanya ketimpangan pemerataan dan keadilan antara satu wilayahdengan wilayah lainnya. Dalam kajian Bappenas bekerjasama dengan UNDP (2008) disebutkanbahwa alasan pemekaran yaitu untuk memberi kesempatan pada daerah untuk melakukanpemerataan pembangunan seperti memperbaiki pemerataan fasilitas di bidang pendidikan,menyediakan lebih banyak tenaga pendidik yang memadai juga mendorong pemerataanpelayanan kesehatan di daerah. Pemekaran daerah juga sering dijadikan alasan untukmendapatkan keadilan terutama dalam hal pengisian jabatan publik, lapangan pekerjaan, danpeluang usaha. Kondisi Geografis Yang Luas Dan Pelayanan Masyarakat Yang Tidak Efektif Dan Efisien.Kondisi geografis yang luas juga menjadi alasan pemekaran, wilayah yang memiliki wilayahyang luas dapat menyebabkan tingginya biaya dan usaha yang harus dikeluarkan olehpemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga pelayanankepada masyarakat menjadi tidak efektif dan efisien. Perbedaan Civil Society Yang Berkembang Di Masyarakat. Alasan selanjutnya adalahperbedaan kultural atau budaya (etnis), dimana pemekaran daerah terjadi karena dianggap adaperbedaan budaya antara daerah yang bersangkutan dengan daerah induknya atau karena adanyaperbedaan basis identitas dalam civil society. Alasan perbedaan identitas (etnis, asal muasalketurunan) juga muncul menjadi salah satu alasan pemekaran. Menurut Cheeman danRondinelli (1983) salah satu rasionalitas desentralisasi adalah dalam pembuatan keputusan danalokasi sumber-sumber yang terwakili oleh bermacam-macam kelompok politik, agama, etnis,dan suku. Iming-iming insentif fiskal. Adanya iming-iming insentif fiskal yang akan didapatkan setelahpemekaran adalah alasan yang sering digunakan oleh pemegang kekuasaan untuk melakukanpemekaran daerah. Insentif fiskal tersebut antara lain adanya anggaran tersendiri daripemerintah pusat yang terpisah dari pemerintah daerah induk. Sebagaimana diketahui daerahyang dimekarkan akan mendapatkan anggaran dari daerah induk selama 3 tahun dan Jurnal Public Policy l 162
mendapatkan dana dari pemerintah pusat (DAU dan DAK). Hal ini juga dikemukakan olehTaufiq C. Dawood (2007) dimana salah satu alasan mengapa pemekaran dilakukan adalahdesentralisasi memberikan dana yang lebih besar untuk dapat dikelola oleh setiap pemerintahdaerah (khususnya Dana Alokasi Umum). Pemekaran membuka peluang terjadinya bureaucratic and political rent-seeking, yaknikesempatan untuk memperoleh keuntungan dana, baik dari pemerintah pusat maupun daripenerimaan daerah sendiri. Dari sudut pandang berbeda, pemekaran daerah juga membukapeluang adanya tuntutan untuk menunjukkan kemampuan menggali potensi wilayah, makabanyak daerah menetapkan berbagai pungutan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah(PAD). Hal ini menyebabkan terjadinya suatu perekonomian daerah berbiaya tinggi. Lebih jauhlagi timbul pula tuduhan bahwa pemekaran daerah merupakan bisnis kelompok elit di daerahyang sekedar menginginkan jabatan dan posisi. Status Kekuasaan. Alasan lain dilakukannya pemekaran adalah keinginan elite politik untukmemperoleh status kekuasaan baru atas daerah yang dipimpinnya. Untuk melaksanakankegiatan pemerintahan di daerah otonomi baru hasil pemekaran daerah maka dibentuk aparatpemerintah daerah baru, hal ini mendorong para calon pemegang kekuasaan di daerah otonomibaru untuk mempercepat pelaksanaan pemekaran daerah. Semangat otonomi daerah telahmeningkatkan wewenang pemerintah daerah untuk mengangkat dan memberhentikan pejabatdaerah tanpa perlu memperoleh persetujuan pemerintah di atasnya. Pemekaran wilayah jugamerupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalammemperpendek rentang kendali pemerintah sehingga meningkatkan efektivitas penyelenggaraanpemerintah dan pengelolaan pembangunan (Effendy : 2008).Dasar Hukum Pemekaran Wilayah Dalam UU nomor 32 tahun 2004, diatur ketentuan mengenai pembentukan daerah ,dalamBAB II tentang pembentukan dan Kawasan Khusus. Dalam Undang Undang tersebut adaketentuan bahwa pembentukan suatu daerah harus ditetapkan dengan Undang Undangtersendiri, yang tercantum dalam pasal 4 ayat 1 dan 2 yang sama menyebutkan sebagai berikut,“Undang Undang pembentukan Daerah sebagaimana di maksud dalam ayat 1 antara lainmencakup nama, cakupan wilayah, batas, ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusanpemerintahan, menunjukkan pejabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihankepegawaian, pendanaan, peralatan, dokumen serta perangkat daerah. Legalisasi pemekaran wilayah dicantumkan dalam pasal yang sama ayat 3 yang menyatakanbahwa,”pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerahyang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih”, dan ayat 4menyebutkan “pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimanadimaksud pada ayat 3 dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraanpemerintahan”. Pembentukan daerah otonomi baru juga harus memenuhi persyaratan administratif,, tehnisdan fisik kewilayahan. Untuk pembentukan Kabupaen/kota harus mendapat persetujuan DPRDKabupaten/Kota dan Bupati/walikota bersangkutan, Persetujuan DPRD Provinsi dan Gubernur,serta rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri. Kemudian didukung syarat tehnis sepertikemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah,pertahanan, keamanan. Kemudian syarat fisik wilayah yang dimaksud meliputi 5 kecamatanuntuk pembentukan kabupaten, 4 kecamatan untuk pembentukan kota, dan lima kabupatenuntuk pembentukan Provinsi. Jurnal Public Policy l 163
Profil Kota Meulaboh Luas wilayah Kabupaten Aceh Barat adalah 2.927,95 km² yang terdiri atas 12 Kecamatandan jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Barat adalah sebesar 172.896 Jiwa dengan kepadatanpenduduk sebesar 59 jiwa/km2. Kota Meulaboh sebagai ibu kota Kabupaten Aceh Barat terletak245 km tenggara Kota Banda Aceh Pekerjaan sebagian besar penduduknya mencerminkankehidupan perkotaan, yakni perdagangan dan jasa. Gambar 3 : Peta Kabupaten Aceh BaratPeluang Pemekaran Kota Meulaboh1. Pemekaran Kota Meulaboh dapat berdampak secara sosio kultural. Artinya ialah, pemekaran daerah mempunyai dampak positif seperti memperoleh pengakuan sosial, politik dan kultural terhadap masyarakat daerah. Selain itu, pemekaran daerah menciptakan kepuasan masyarakat, dukungan daerah terhadap pemerintah nasional, serta menjadi alat untuk mencegah dan cara manajemen konflik antar kelompok atau golongan dalam masyarakat.2. Dari dimensi pelayanan publik, pemekaran daerah memperpendek jarak geografis antara pemukiman penduduk dengan sentra pelayanan, terutama ibukota pemerintahan daerah. Pemekaran juga mempersempit rentang kendali antara pemerintah daerah dengan unit pemerintahan di bawahnya. Pemekaran juga memungkinkan untuk menghadirkan jenis-jenis pelayanan baru, seperti pelayanan listrik, telepon, serta fasilitas urban lainnya, terutama di wilayah ibukota daerah pemekaran.3. Pasca terbentuknya Kota Meulaboh sebagai daerah otonomi baru maka akan membuka peluang yang besar bagi akselerasi pembangunan ekonomi di wilayah tersebut dengan pemerintahan sendiri. Bukan hanya infrastruktur pemerintahan yang terbangun, tetapi juga infrastruktur fisik yang menyertainya, seperti infrastruktur jalan, transportasi, komunikasi dan sejenisnya. Selain itu, pemekaran tetap menguntungkan karena akan memperoleh alokasi DAU dalam posisinya sebagai daerah otonom baru.4. Pembentukan Kota Meulaboh merupakan isu politik nasional yang penting. Bagi masyarakat kota, pemekaran daerah otonom bisa memperbaiki penangan politik nasional di daerah melalui peningkatan dukungan terhadap pemerintah nasional dan menghadirkan pemerintah pada level yang lebih bawah. Jurnal Public Policy l 164
Tantangan Pemekaran Kota Meulaboh1. Pemekaran Kota Meulaboh dikhawatirkan akan memicu timbulnya konflik antar- masyarakat, antar-pemerintah daerah yang pada gilirannya juga menimbulkan masalah konflik horisontal dalam masyarakat. Sengketa antara pemerintah daerah induk (dalam hal ini Kabupaten Aceh Barat) dengan pemerintah daerah pemekaran (Kota Meulaboh) terkait hal pengalihan aset dan batas wilayah juga dikhawatirkan menimbulkan ketegangan di dalam masyarakat.2. Pemekaran Kota Meulaboh juga menimbulkan implikasi negatif bagi pelayanan publik terutama pada skala nasional terutama terkait dengan alokasi anggaran untuk pelayanan publik yang semakin berkurang. Hal ini disebabkan adanya kebutuhan belanja aparat dan infrastruktur pemerintahan lainnya yang bertambah dalam jumlah yang signifikan sejalan dengan pembentukan DPRD dan birokrasi di daerah otonomi baru yaitu Kota Meulaboh.3. Pemekaran berdampak terhadap pembangunan ekonomi. Namun, hal ini harus dibayar dengan ongkos yang mahal terutama anggaran yang dikeluarkan untuk membiayai pemerintahan daerah, seperti belanja pegawai dan belanja operasional pemerintahan daerah lainnya.4. Dalam hal pertahanan, keamanan, dan integrasi nasional. Maka, kehadiran pemerintahan daerah otonomi baru seperti Kota Meulaboh ini harus dibayar dengan ongkos ekonomi yang mahal, terutama dalam bentuk belanja aparat dan operasional lainnya. Selain itu, seringkali ongkos politiknya juga bisa sangat mahal, apabila pengelolaan politik selama proses dan pasca pemekaran tidak bisa dilakukan dengan baik. Sebagaimana terbukti pada beberapa daerah hasil pemekaran, ketidakmampuan untuk membangun inklusifitas politik antar kelompok dalam masyarakat mengakibatkan munculnya tuntutan untuk memekarkan lagi daerah yang baru saja mekar. Untuk mempersiapkan upaya pemekaran ini, pemekaran unit pemerintahan terbawah, seperti desa untuk pemekaran kabupaten dan pemekaran kabupaten untuk mempersiapkan pemekaran provinsi merupakan masalah baru yang perlu untuk diperhatikan terutama terkait perpecahan di masyarakat.4. SIMPULAN Pemekaran wilayah adalah sebuah upaya untuk pengembangan demokrasi lokal melaluipembagian kekuasaan pada tingkat yang lebih kecil. Pembentukan Kota Meulaboh juga dapatdilihat sebagai pembalikan konsentrasi kekuasaan pemerintahan kepada pemerintah denganwilayah administratif yang lebih kecil yaitu sebuah kota. Hal tersebut untuk memudahkandelegasi kekuasaan atau fungsi kepada jenjang-jenjang yang lebih rendah dalam suatu hierarkiteritorial, dimana jenjang tersebut adalah satu dari unit-unit pemerintahan di dalam suatu negara.Penataan daerah mencakup pemekaran, penggabungan, dan penghapusan daerah yang sudahada. Dan dalam konteks Kabupaten Aceh Barat, maka Kota Meulaboh yang sebelumnya adalahkota administratif bagi Kabupaten Aceh Barat berubah menjadi Kota Meulaboh yang otonomdan mandiri dalam hal pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Hasil evaluasi dari para pakar menunjukkan bahwa Kota Meulaboh sangat urgen untukdibentuk mengingat Kota Meulaboh adalah kota yang sudah lama berdiri di wilayah barat-selatan Aceh namun hingga kini belum mampu berkembang secara maksimal. Padahal KotaMeulaboh adalah kota perdagangan di mana arus ekonomi sangat kencang berlangsung di kotaini. Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat baik di bidang pendidikan, kesehatan, dan lainsebagainya belum maksimal karena Kabupaten Aceh Barat memiliki wilayah geografis yangluas karena terdiri atas 12 Kecamatan. Dengan adanya pembentukan Kota Meulaboh makadiharapkan akan terciptanya lapangan-lapangan pekerjaan yang baru dan iklim investasisemakin membaik bagi terbukanya peluang usaha. Para pendukung fragmentasi daerah atau pemekaran melihat bahwa fragmentasi daerah akanmembuat kualitas governance menjadi lebih baik karena mampu mendekatkan institusi Jurnal Public Policy l 165
pemerintah, proses pembuatan kebijakan, dan para penjabat dengan masyarakat. Dalam bahasayang berbeda pembentukan Kota Meulaboh menjadikan warga kota menjadi lebih mudah untukberpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan. Selain itu, akuntabilitas dari pemerintah KotaMeulaboh ke depan akan semakin terbuka, efektif, dan efisien karena semakin rendahnya biayatransaksi, biaya internalisasi, dan koordinasi antar wilayah.5. REFERENSIFitriani, Fitria, Hofman Bert and Kai Kaser. 2005. Unity in Diversity? The Creation of New Local Government in a Decentralising Indonesia. Bulletin of Indonesia StudiesGujarati, Damodar N. 1995. Basic Econometrics. Third Edition, McGraw-Hill Inc, SingaporeIda, Laode. 2005. Permasalahan Pemekaran Daerah di Indonesia. Media Indonesia, JakartaIsnaeni, D. R. 2012. Dampak Pemekaran Daerah terhadap Pengembangan Wilayah Kabupaten Bandung Barat. Bandung : Perencanaan Wilayah dan Kota ITBKuncoro, M. 2003. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : UPP AMP YKPNKuncoro, Mudrajad. 2003. Otonomi dan Pembangunan Daerah, PT Gramedia Pustaka Utama : JakartaPeraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan Dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan Dan Penggabungan DaerahPeraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah.Ratnawati, Tri. Pemekaran Daerah. Tambunan, T. 2003. Perekonomian Indonesia, Beberapa Masalah Penting. Jakarta : Ghalia IndonesiaRobert Endi (Ed.) .2004. Kompilasi Undang-Undang Otonomi Daerah & Sekilas Proses Kelahirannya (1903-2004), Institute for Local Development dan Yayasan TIFA, JakartaUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan DaerahUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan DaerahUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan PublikWidodo, T. 2006. Perencanaan Pembangunan : Aplikasi Komputer (Era Otonomi Daerah). Yogyakarta : UPP STIM YKPNWijaya. 2014. Otonomi Daerah Dan Daerah Otonomi. Jakarta : Penerbit Rajawali Pers Jurnal Public Policy l 166
ADA APA DENGAN JILBAB? (SEBUAH PRAKTIK HEGEMONI MONOKULTURALISME DALAM INSTITUSI KEPOLISIAN) Vellayati Hajad Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Teuku Umar AbstractThis article discusses the issue of the monocultural and hegemony that occur in police forces,especially police women in Indonesia. Monokulturalisme related to the concept of culturalunification (homogentitas). In monokulturalisme, a sign of the assimilation process is a mixtureof two or more cultures to form a new culture. As an ideology, monokulturalisme in somecountries serve as the basic of government policies and strategies concerning culture andsystem state.Keyword: Identity, Hegemony, Monokulturalisme Jurnal Public Policy l 167
1. PENDAHULUAN Polisi wanita merupakan bagian integral dari kepolisian Republik Indonesia. Polisi wanitayang selanjutnya akan disingkat dengan polwan memiliki tugas untuk memelihara keamanan,ketertiban nasional, penegak hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanankepada masyarakat. Semboyan yang dimiliki oleh polwan adalah Esthi Bhakti Warapsari yangberarti bakti putri-putri pilihan menuju cita-cita luhur. Pelayanan prima dari anggota polwan untuk seluruh masyarakat tanpa membedakan agama.Sedangkan di saat bersamaan pakaian dipandang banyak kalangan dapat menunjukkan identitasdan berpengaruh terhadap pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Wacana polwanberjilbab beberapa waktu belakangan ini pada akhirnya mendatangkan respon positif dan negatifdari berbagai pihak khususnya anggota polwan sendiri. Wacana publik tentang penggunaanjilbab berputar-putar pada pertanyaan “apakah jilbab simbol kesalehan atau penegasan terhadapidentitas islam? Pada tahap ini jilbab masuk dalam tahap kontestasi pencarian makna. Jilbab ternyata tidak dapat dilihat sebagai selembar kain penutup kepala sebagaimana maknaasalnya. Selembar kain yang bagi perempuan lain dapat digunakan atau tidak digunakantergantung pada keinginan si perempuan menjadi sama sekali berbeda apabila perempuantersebut berada dalam institusi yang memiliki aturan baku dalam cara dan model berpakaian.Meskipun saat ini, penggunaan jilbab di kalangan militer seperti pada polisi perempuan telahdisetujui namun sebelumnya terlah terjadi banyak perdebatan terkait persoalan selembar kainini. Ada berbagai kepentingan yang bermain dalam regulasi penggunaan seragam di dalaminstitusi kepolisian. Menggunakan jilbab atau tidak menggunakan jilbab bukan sekedarpersoalan agama, lebih jauh dari itu, ada persoalan eksistensi diri, penguatan identitas, danproses panjang pencarian makna personal yang ditunjukkan dari penggunaan seragam besertaseluruh atributnya. Dalam kajian ini, kita dapat menyebutnya sebagai praktek kuasa. Terdapatarena pertarungan bagi dominasi dan hegemoni kekuasaan dalam setiap aturan, kebijakan, danregulasi di dalam sebuah institusi termasuk institusi kepolisian. Penggunaan jilbab di kalangan polwan pada masanya dapat dilihat sebagai praktek kuasayang dijalankan oleh institusi. Dimana sebagai sebuah struktur institusi kepolisian berhak untukmenciptakan aturan yang mengikat anggota-anggotanya yang merupakan agen untuk mematuhisemua aturan yang diberikan. Dominasi atas nama menjaga kultur institusi ini telah berjalanpuluhan tahun, sama tuanya dengan negara Indonesia dan dijaga melalui sanksi atau teguranbagi agen yang berani melawan struktur. Menurut Crawley pakaian adalah ekspresi yang paling khas dalam bentuk material dariberbagai tingkatan kehidupan sosial. Sehingga pada akhirnya jilbab menjadi sebentuk eksistensisosial dan individu di dalam komunitasnya (El Guindi : 2003). Penampilan fisik seseorangdipengaruhi oleh nilai-nilai agama, kebiasaan, lingkungan, kenyamanan, dan bertujuan sebagaipencitraan. Seorang wanita beragama islam atau sering disebut sebagai muslimah memakaijilbab sebagai manifestasi ajaran islam dan sering dipandang oleh orang lain sebagai sebuahsimbol agama. George Hebert Mead memandang interaksi simbol berisi isyarat verbal dan non-verbal yangdimaknai berdasarkan kesepakatan bersama semua pihak yang terlibat. Seragam anggotapolwan beserta semua atributnya merupakan isyarat non verbal yang dibentuk oleh kesepakatanbersama pada akhirnya akan mengantarkan isyarat kepada orang lain yang pada akhirnyamendatangkan respon positif dan negatif dari berbagai pihak dan berpengaruh terhadap kinerjadan pelayanan polwan dalam fungsinya sebagai pelayan masyarakat. Pada awalnya penggunaan jilbab dipandang akan mempengaruhi profesionalitas polwandalam menjalankan fungsi pelayanan kepada masyarakat oleh karena itu penggunaannyadilarang. Hal ini sesuai dengan pandangan Mead bahwa seragam polwan terutama jilbab sudahdimaknai sebagai sebuah simbol agama tertentu, dan penggunanya dianggap akan tidak netral Jurnal Public Policy l 168
dan berpihak pada agama yang dimaksud, yaitu Islam terutama ketika sedang bertugas di dalammasyarakat yang memiliki konflik dan berbeda agama. Penggunaan jilbab di kalangan polwan menimbulkan banyak perdebatan. Penggunaan jilbaboleh polwan dipandang akan memberikan isyarat “keberpihakan” polwan terhadap golonganatau kelompok agama tertentu. Isyarat ini pada akhirnya akan menghalangi polwan untukmemberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Padahal, pada dasarnya polwandituntut untuk “netral”. Netralitas posisi polwan ini adalah representasi negara yang netral dantidak memihak. Sehingga polwan yang bergabung dalam kesatuan harus mematuhi berbagaiperaturan yang telah disepakati terutama terkait penggunaan seragam dinas kepolisian ketikabertugas. Adapun hal yang menarik adalah pernah terjadi fenomena polwan dilarang untuk berjilbab dibeberapa daerah di Indonesia dan di sisi berbeda malah mewajibkan polwan berjilbab di Aceh.Pertanyaan besarnya adalah mengapa hal tersebut dapat terjadi? Ada hal besar apa yangmelatarbelakangi fenomena tersebut? Sehingga hal ini menjadi menarik untuk didiskusikankembali meskipun saat ini polwan telah diperbolehkan untuk berjilbab.2. METODOLOGI PENELITIAN Studi Ini menggunakan metode penelitan kualitatif dengan dengan pendekatan studi kasuspada polisi wanita. Metode studi kasus adalah sebuah metode pengumpulan informasi secarasistematis terhadap orang tertentu, pengaturan sosial, suatu peristiwa, atau memfokuskanperhatian pada kelompok sehingga memungkinkan peneliti untuk memahami masalah secaraefektif terutama terkait cara beroperasi atau cara berfungsi (Berg : 2001). Lebih lanjut, studikasus dapat digunakan untuk mengetahui dan memahami bagaimana penggunaan jilbab menjadisesuatu yang menarik diamatai karena jilbab tidak sekedar menjadi selembar kain penutupkepala, namun lebih dari itu penggunaan jilbab dapat dilihat sebagai praktek permainan kuasaatas hegemoni multikulturalisme. Metode studi kasus yang digunakan menggunakan sejumlah langkah pengumpulan data daristudi lapangan dan pustaka. Proses analisis data mengikuti Craswell (2007) yaitu mengorgnisirinformasi, membaca keseluruhan informasi yang diperoleh, dan memberi kode untukmemudahkan analisis, membuat uraian terperinci mengenai kasus, menetapkan bentuk bentukhegemoni yang terjadi dalam perdebatan penggunaan jilbab di kalangan polisi wanita. Setelah data dan informasi terkumpul maka selanjutnya dilakukan interpretasi atas data danfenomena yang terjadi yaitu telah terjadi kebijakan pelarangan dan kebijakan mengharuskanpolisi wanita berjilbab di dalam tubuh institusi kepolisian. Dengan melakukan interpretasi makatujuan dari penelitian dapat tercapai.3. PEMBAHASANPolisi Wanita Indonesia Dalam Perspektif Sejarah Polisi Wanita di Indonesia sudah ada di Indonesia sejak tahun 1948. Sebelum masakemerdekaan atau tepatnya pada masa penjajahan Belanda apabila terjadi tindak kejahatan danpelakunya adalah wanita atau anak-anak maka para pejabat kepolisian akan meminta bantuankepada istri-istrinya untuk melakukan pemeriksaan dan penggeledahan. Namun demikian,setelah Indonesia merdeka, banyak wanita dari berbagai kelompok dan komunitas mengajukanpermohonan kepada pemerintah dan kepolisian negara untuk mengikutsertakan wanita dalampendidikan kepolisian guna menangani masalah kejahatan yang melibatkan anak-anak danwanita. Polwan lahir di Indonesia pada tanggal 1 September 1948 di Bukit Tinggi Sumatera Baratketika pemerintah sedang menghadapi Agresi Militer II. Pemerintah Indonesia saat itumenunjuk SPN (Sekolah Polisi Negara) Bukit Tinggi untuk membuka Pendidikan InspekturPolisi bagi kaum wanita. Namun demikian, pendidikan polwan ini pada akhirnya sempat Jurnal Public Policy l 169
terhenti karena Agresi Militer Belanda. Diawal pembentukannya pada tahun 1948 dalamsusunan organisasi Polri memang belum terlihat pembinaan polwan secara khusus. Kini, untukwadah pembinaan Polwan berada di bagian Polisi wanita yang bernaung dibawah DirekturPersonil Polri dan Biropers untuk tingkat daerah. Sejarah baru Polwan sebenarnya dimulai saat Jendral Anton Soedjarwo menjabat sebagaiKapolri dan Kapolda Jawa Timur dijabat oleh Mayjen Soedarmadji. Kedua pejabat Polri itumengambil langkah berani dengan menempatkan beberapa orang Polwan pilihan untukmenempati jabatan strategis, sejak saat itu Polwan bukan hanya di percaya sebagai pemegangbidang tugas pembinaan tetapi juga memegang komando bidang operasional di lapangan.Bersamaan dengan itu sejumlah polwan berpangkat perwira menengah dipercaya mengembantugas kekaryaan fungsi sosial politik di lembaga legislatif. Polwan saat ini telah berusia 68 tahun, di usianya yang hampir sama dengan usia negaraIndonesia, polwan sebagai bagian dari institusi kepolisian perlu melakukan berbagai perbaikandan inovasi dari sisi kinerja dan layanan kepada masyarakat dan hal tersebut ditunjukkan darisemakin terbukanya kepolisian terhadap aspirasi anggotanya terutama dalam penggunaanseragam dan atribut seperti jilbab bagi polwan.Seragam dalam Frame Birokrasi Monokulturalisme Kymlicka di dalam bukunya yang berjudul Kewargaan Multikultural (2015) mengatakanbahwa konsep monokulturalisme berangkat dari asumsi bahwa perbedaan hanya akanmenimbulkan perpecahan dan konflik. Oleh karena itu, perbedaan harus dihilangkan dengancara menutup peluang bagi terbentuknya perbedaan yaitu dengan melakukan penyeragaman didalam sebuah komunitas atau kelompok dan apabila di kemudian hari muncul perlawanan darisekelompok kecil individu di dalam komunitas atau kelompok maka solusi yang paling idealadalah dengan cara mengeluarkan mereka dari dalam komunitas. Hal itu harus dilakukan demimenjaga keutuhan komunitas. Monokulturalisme berasal dari kata mono yaitu satu/seragam/tunggal dan cultural yangberarti budaya atau kebudayaan, dan isme yaitu paham. Secara etimologi monokulturalismeberarti paham budaya tunggal sehingga pada satu wilayah geografis tertentu hanya ada satubudaya yang dianut. Hal ini juga bermakna bahwa ingin menegasikan atau tidak mengakuiadanya keberagaman dan menginginkan keseragaman dan homogenitas ditandai dengan adanyaproses asimilasi beberapa budaya ke dalam satu budaya. Polwan hadir di tengah masyarakat Indonesia sejak puluhan tahun yang lalu. Namundemikian, isu mengenai penggunaan jilbab bagi polwan baru menjadi perdebatan yang hangatketika pemberlakuan otonomi khusus di Aceh pada tahun 2004. Otonomi khusus yang berlakudi Aceh berdampak pada “mewajibkan” polwan untuk menggunakan jilbab sebagai bagian dariseragam kedinasan terutama ketika polwan melakukan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu,isu penggunaan jilbab juga kembali muncul ke permukaan ketika Soekarwo sebagai gubernurJawa Timur pada tahun 2009 menghimbau polwan yang beragama islam untuk menggunakanjilbab sebagai refleksi bagi Provinsi Jawa Timur sebagai daerah santri. Persoalan penggunaan jilbab di kalangan polwan semakin memanas ketika akhirnya munculakun-akun dan pemberitaan di media sosial yang pada intinya memberikan dukungan bagipolwan yang ingin menggunakan jilbab. Melihat realitas pelarangan penggunaan jilbab bagipolwan maka kita melihatnya sebagai suatu bentuk monokulturalisme yang dipaksakan secarahalus. Monokulturalisme ini diwujudkan dengan adanya keinginan untuk menyeragamkanentitas yang berbeda-beda dalam satu wujud yang serupa. Sedangkan, Indonesia merupakannegara dengan identitas masyarakat yang plural sehingga pelarangan penggunaan jilbab bagipolwan dapat dipandang sebagai bagian dari cara untuk membelenggu individumengekspresikan identitas. Institusi kepolisian berusaha mewujudkan diri sebagai institusi yang Jurnal Public Policy l 170
netral dengan tidak memperlihatkan keberpihakan dan sebisa mungkin mewujudkan stabilitassistem. Mengacu pada definisi birokrasi milik Weber, organisasi Kepolisian merupakan bentukinstitusi pemerintahan yang tidak jauh berbeda dengan institusi pemerintahan lainnya. Di dalambirokrasi secara umum, individu pejabat secara personal bebas namun di saat bersamaan jugadibatasi oleh jabatannya manakala ia menjalankan tugas-tugas dalam jabatannya. Demikianhalnya pada institusi Kepolisian, setiap aparat penegak hukum memiliki kebebasan sebagaiindividu, tetapi tetap memiliki keterikatan ketika berada dalam korps kesatuannya atau ketikamenjalankan tugas. Jabatan-jabatan dalam institusi Kepolisian disusun secara hierarkis dari tingkat atas kebawah tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam hierarki itu secara spesifik berbeda satusama lainnya, karakter ini juga sama dengan birokrasi pada umumnya. Jika pada birokrasilainnya setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya, pada institusiKepolisian pun demikiaan adanya. Pasca reformasi, tepatnya pada tanggal 1 April 1999Kepolisian Republik Indonesia berdiri sendiri sebagai institusi negara yang berperan sebagaipenegak hukum, pembina ketertiban masyarakat, pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat(Pasal 13 UU No.2 Tahun 2002). Dengan demikian, dalam monokulturalisme birokrasi, kebijakan pelarangan dan izinpenggunaan jilbab bagi polwan menunjukkan adanya peleburan identitas yang disatukan dalaminstitusi organisasi formal. Dengan bahasa sederhana, pelarangan penggunaan jilbab ketika ituadalah tuntutan dari “keseragaman” sebuah institusi terjadi sebuah dominasi untukmempertahankan kultur yang sudah dijaga selama puluhan tahun. Dengan demikian, institusikepolisian menganggap penyeragaman adalah jalan bagi profesionalisme.Bentuk Kebijakan Jilbab: Hegemoni Sekuler Atas Perbedaan Teori hegemoni dalam jagad teori ilmu politik secara eksplisit diperkenalkan oleh AntonioGramsci sebagai penjelasan atas teori kelas Marxisme. Dalam teori kelas Marxis, disebutkanbahwa formasi masyarakat kapitalis itu terdiri dari dua kelas, yaitu kelas memiliki kekuasaan“dominasi” dan kelas “sub-ordinasi” (Arif Budiman : 1996). Kelas yang dianggap memiliki kekuasaan “dominasi” adalah kelas borjuis atau pemilik alatproduksi. Sedangkan kelas yang dianggap “sub-ordinasi” adalah kelas proletar atau buruh.Eksistensi kelas borjuis Menurut faham marxisme dianggap mengeksploitasi kelas proletardimana mereka bekerja untuk kelas borjuis sehingga kepemilikan modal dikuasai oleh kelasborjuis, sedangkan kelas proletar selamanya akan menjadi kelas buruh. Untuk memutus adanyadominasi kelas borjuis terhadap kelas proletar, maka dibutuhkan gerakan perlawanan fisikmelalui revolusi sehingga menghasilkan formasi masyarakat tanpa kelas. Teori ini cukup berhasil mempengaruhi gerakan revolusi kaum buruh di Eropa Timur sepertiUni Soviet. Meskipun begitu, gerakan perlawanan kaum buruh terhadap kaum borjuis di EropaBarat seperti Inggris cenderung gagal. Kegagalan inilah yang menjadi titik tolak teori hegemoniGramsci dalam menjelaskan kegagalan revolusi kaum buruh di Inggris disebebkan karenaadanya hegemoni kapitalisme melalui suprastrktur ideologi di dalam kepemimpinan masyarakatsipil (Nezar Patria: 1999). Konsepsi tentang hegemoni Gramsci merupakan sebuah kekuasaan dominasi antara satukelompok yang “berkuasa” dengan kelompok yang “dikuasai”. Dalam menjelaskan kekuasaandominasi, Gramsci membedakan dominasi menjadi dua bentuk, yaitu dominasi langsung dandominasi secara tidak langsung. Dominasi langsung diekspresikan melalui negara danpemerintahan yuridis yang sifat mengikat dan memaksa. Sedangkan dominasi tidak langsungdiekspresikan melalui kepemimpinan moral di masyarakat sipil. Kedua saluran dominasitersebut dibingkai dalam satu konsepsi tentang negara, yaitu apa yang disebut oleh Gramscisebagai “negara integral” . Jurnal Public Policy l 171
Konsep negara integral dapat dibedakan dengan konsep totalitarianisme, karena dalamnegara integral terdapat “kesukarelaan” yang tentunya tidak ada dalam konsep totalitarianisme.Di dalam konsep negara integral, diasumsikan adanya sebuah kesepakatan yang didasarkan atasseperangkat gagasan dan nilai, suatu falsafah bersama yang dimiliki oleh sebagian besar orangberdasarkan persetujuan yang aktif dan diberikan secara bebas (Robert Bocock: 2007). Meskipun demikian, konsepsi negara hegemoni Gramsci dengan teori dominasi dapatdijadikan sebagai instrumen dalam membaca dominasi kelompok sekuler atas kelompok agamadalam aparatur negara. Konsepsi tentang negara sekuler sebenarnya telah inheren di dalamkonsep negara modern di mana agama bukan lagi menjadi persoalan publik yang menjadiurusan negara, melainkan agama adalah persoalan privat yang menjadi urusan individu.Penerapan negara sekuler menjadi beragam tergantung sejauh mana pengaruh ideologi“sekularisme” berkembang di dalam suatu negara. Dalam paham sekularisme, seseorang melihatagama sebagai sesuatu yang asing, dan Tuhan dianggap sebagai pengahalang dan dianggapbertentangan dengan sains. (Pardoyo: 1993). Negara sekuler menurut Gramsci dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu hegemoni total (integral),hegemoni yang merosot (decadent) dan hegemoni yang minimum (Patria: 1999). Pertama,hegemoni total (integral) ditandai dengan afiliasi masa yang mendekati totalitas. Masyarakatmenunjukkan tingkat kesatuan moral dan intelektual yang kokoh. Ini tampak dalam hubunganorganisasi antara pemerintah dan yang diperintah. Hubungan tersebut tidak diliputi dengankontradiksi dan antagonisme baik secara sosial maupun etis. Kedua, hegemoni yang merosot(decadent) ditandai dengan adanya tatntangan berat terhadap dominasi ekonomi borjuis.Meskipun sistem yang ada telah mencapai kebutuhan, namun mentalitas massa tidak selarasdengan pemikiran yang dominan dari subjek hegemoni. Ketiga, hegemoni minimum (minimalhegemony) merupakan bentuk hegemoni yang paling rendah dibanding dua bentuk sebelumnya. Dominasi kekuasaan ini termanifestasi menjadi dua bentuk yaitu dominasi secara langsungmaupun dominasi tidak langsung. Dominasi secara langsung diwujudakan melalui adanyaperaturan yang menimbulkan ambiguisitas bagi individu anggota Polwan. Anggota Polwandiikat dengan beragam peraturan yang membatasi gerak langkahnya untuk menunjukkanidentitas dirinya yang sebenarnya. Peraturan mengenai pelarangan penggunaan jilbab inisebenarnya sudah dimulai ketika seseorang itu berkeinginan untuk menjadi bagian dalamkesatuan Bayangkari, berawal dari proses rekruitmen ini calon taruni (calon anggota Polwan)sudah mengetahui konsekuensi yang akan diterima ketika akan menjadi bagian dari institusiPolri, sehingga bila tidak berkenan bisa mudur dari awal. Dominasi ini kemudian diperkuatdengan tidak adanya aturan khusus bagi Polwan yang berkeinginan berjilbab, selainSkep/702/IX/2005. Sedangkan dominasi tidak langsung diekspresikan melalui kepemimpinan moral dimasyarakat sipil. Polwan merupakan bagian dari Kesatuan Kepolisian yang selalu diharapkanmenjadi pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat. Untuk mewujudkan itu, sosok polwanselalu dikonstruksikan sebagai sosok perempuan yang tegas, menonjolkan maskulinitas, denganciri fisik berambut pendek, tinggi, dan sebagainya.Dengan kontruksi seperti ini Polwandiharapkan mampu menyampaiakan pesan-pesan moral, sebagai sosok pemimpin yang disiplindan penuh integritas. Konstruksi identitas inilah yang sekiranya menjadi identitas tunggal yangdipaksakan kepada semua jajaran anggota polwan. Peraturan itu secara umum membedakan adanya seragam umum dan seragam khusus bagipolisi. Seragam umum tersebut antara lain : pakaian dinas upacara (PDU), pakaian dinas harian(PDH), pakaian dinas lapangan (PDL), pakaian dinas parade (PDP) serta pakaian dinas sipilharian (PDSH). Adapun seragam Polri yang bersifat khusus antara lain: pakaian dinas samapta,pakaian dinas lalu lintas, pakaian dinas pariwisata, pakaian dinas resers, pakaian dinas intelkam,pakaian dinas brimob, pakaian dinas pol air, pakaian Dinas Pol udara, pakaian dinas satwa,pakaian dinas satpamkol, pakaian dinas satuan musik, pakaian dinas provos, pakaian dinas Jurnal Public Policy l 172
provos, pakaian dinas gadik, pakaian dinas peliputan, pakaian dinas pramugari dan pakaiandinas forensik.4. SIMPULAN Penggunaan identitas agama seperti penggunaan jilbab dalam lembaga kepolisian khususnyabagi polwan menimbulkan berbagai perdebatan yang alot dan panjang. Karena pada dasarnyatidak terdapat aturan yang tegas dalam pelarangan menggunakan jilbab namun di sisi lain dalamkorps Kepolisian terrdapat aturan baku tentang seragam dalam kesatuan yang bertujuan untukmenciptakan ketertiban dan keseragaman di dalam organisasi. Meskipun saat ini polwan telahdiperbolehkan untuk menggunakan jilbab ketika bertugas di lapangan, banyak kalangan masihmemandang bahwa penggunaan jilbab ini menghambat pelayanan yang diberikan polwankepada masyarakat. Penggunaan jilbab bagi polwan sejatinya telah terlebih dahulu diberlakukan bagi polwanyang bertugas di Provinsi Aceh. Penggunaan jilbab bagi polwan di Aceh menguikuti peraturansetempat yaitu syariat islam yang berlaku. Otonomi khusus dan pemberlakuan syariat islammengharuskan polwan yang beragama islam untuk menggunakan jilbab ketika bertugas. Aturanjilbab bagi polwan di Aceh pada dasarnya bukan berasal dari aturan internal kepolisian,melainkan mengikuti aturan yang dibuat oleh Pemerintah Provinsi Aceh. Jika ingin menelaah dengan seksama, pelarangan maupun izin untuk menggunakan jilbabbagi polwan yang merupakan bagian dari korps Kepolisian dapat dipandang sebagai penguatanmonokulturalisme. Dalam konsep monokulturalisme negara menciptakan penyeragamanmelalui hegemoni dalam berbagai berbagai peraturan yang dibuatnya. Perdebatan mengenaijilbab dapat dilihat sebagai tarik-ulur kepentingan negaara yang ingin memisahkan kepentinganagama dari kepentingan negara. Negara dalam hal ini direpresentasikan oleh polwan adalahorganisasi yang netral yang tidak boleh menunjukkan identitas personal di hadapan publik danpenyeragaman dalam konteks monokulturalisme adalah sesuatu yang harus ditaati.5. REFERENSIBocock, Robert. 2007. Pengentar Komprehensif Untuk Memahami Hegemoni. Yogyakarta: Jala SutraEl Guindi, Fadwa. 2003. Veil: Modesty, Privacy, and Resistance. Jakarta: SerambiHargens, Boni. 2006. Demokrasi Radikal: Memahami Paradox Demokrasi Modern Dalam Perspektif Postmarxis-Ostmodernis Ernesto Laclau Dan Chantal Moufee. LKiS: YogyakartaKymlicka, Will. 2015. Kewargaan Multikultural. Jakarta: LP3ESPardoyo. 1993. Sekularisasi dalam Polemik. Jakarta: Pustaka Utama GrafitiPatria, Nezar. 2009. Antonio Gramsci: Negara dan Hegemoni, Yogyakarta : Pustaka PelajarSuseno, Nuri. 2013. Kewarganegaraan, Tafsir Tradisi dan Isu-isu Kontemporer. Departemen Ilmu Politik: FISIP UISyaiful, Nilam Hamiddani. 2013. Merebut Kewarganegaraan Inklusif. Yogyakarta: JPPThoha, Miftah. 2014. Birokrasi dan Dinamika Kekuasaan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Jurnal Public Policy l 173
OMBUDSMAN: SUATU KAJIAN ANALISIS Yeni Sri Lestari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Teuku Umar [email protected] AbstractThis article analyzes the history and role of the Ombudsman in improving the quality of publicservice delivery by government officials of a country. The establishment of the Ombudsman isan important step that is done to balance the performance of the apparatus of government inproviding public services and justice to the people. This study is important as a reference manycountries are working to improve the quality of public services personnel administration.Therefore, the discussion in this article is what is meant by the Ombudsman? How Ombudsmanformed? The second is how the performance of the Ombudsman? And how is the impact of theOmbudsman? This study found that the background of the establishment of Ombudsman firstappeared in Sweden is based on the Swedish government's efforts to create a balance of publicservices by government officials and the general public to the demands of globalization anddemocracy today. At the end of the study it was found that by taking a study on the Ombudsmanparliamentary in New Zealand and the United Kingdom found that the practice of the concept ofOmbudsman institutions have a positive impact to the management of the public service, it thenbecomes the impetus for other countries to participate in establishing the Ombudsman.Keywords: Ombudsman, New Zealand, United Kingdom Jurnal Public Policy l 174
1. PENDAHULUAN Kajian mengenai lembaga Ombudsman merupakan salah satu kajian penting dalam sistempelayanan publik negara pada masa kini. Kehadiran lembaga Ombudsman telah melahirkansistem penyelenggaraan pelayanan publik yang sangat berkesan positif bagi keseimbanganpelayanan yang diberikan oleh aparatur pemerintahan kepada masyarakat banyak. Sejarah telahmembuktikan kehadiran Ombudsman menciptakan keberhasilan sistem pelayanan publik yangbaik di beberapa negara, hal ini dapat dilihat dari semakin banyak negara yang mendirikanOmbudsman sebagai salah satu lembaga kekuasaan negara, Swedia pada tahun 1809 yangkemudian diikuti oleh negara Scandinavia lainnya, New Zealand pada tahun 1962, UnitedKingdom pada tahun 1967, dan Australia pada tahun 1971. Terdapat beberapa faktor yang mendorong berdirinya lembaga Ombudsman di beberapanegara,salah satunya adalah dorongan dari semakin mapannya sistem demokrasi disebagianbesar negara.Perkembangan demokrasi telah membawa perubahan yang cukup besar bagiketerbukaan dan kebebasan masyarakat. Keterbukaan dalam pelbagai aspek kehidupan terutamapendidikan telah menciptakan perkembangan pola pikir masyarakat untuk lebih aktif dalammengusung tema-tema hak dan kebaikan yang dituntut dari lembaga/institusi/organisasi negara. Sistem pendidikan yang semakin dan terus maju serta dorongan akan penguasaan ilmupengetahuan telah merubah pola pikir masyarakat ketahapan yang lebih kritis. Hal ini dapatdilihat dari kekritisan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan hak ataupun kebijakanyang ditetapkan oleh negara akan ditentang apabila tidak sesuai dengan keadaan dan kondisimasyarakat. Masyarakat sekarang ini mampu untuk menuntut pelbagai hal mengenai hak yang dahulunyadianggap tidak dapat diperdebatkan dengan penyelenggara kebijakan publik namun sekarangmenjadi hal yang biasa diperdebatkan. Hal ini dikarenakan pemikiran masyarakat yang mulaiterbuka, matang dan lebih berwawasan dalam menilai setiap aturan dan tindakan, sehinggamasyarakat memiliki kesadaran untuk membela kepentingannya, terutama kepentingan yangmenyangkut kehidupan masyarakat banyak. Negara sebagai penyelenggara pelayanan publik harus mampu memberikan pelayanan yangbaik dan maksimal kepada seluruh lapisan masyarakat. Sistem pelayanan yang diberikanbukanlah sistem pelayanan yang hanya mementingkan segolongan orang atau sekumpulankelompok saja, namun harus mempertimbangkan kebaikan bersama. Sistem demokrasi yang memberikan kebebasan yang sangat luas juga kepada aparatur negaraseringkali menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan. Penyalahgunaan kekuasaan yang kerapterjadi di kalangan aparatur negara ialah praktik maladministrasi dan korupsi. Walaupunsebagian besar negara memiliki aturan hukum yang jelas terkait sistem pelayanan dan korupsinamun masih terdapat praktik-praktik curang yang terjadi dalam sistem pelayanan publik. Keadaan seperti itu telah mendorong untuk dibentuknya sebuah lembaga negara yang dapatmengontrol kinerja aparatur negara dalam memberikan pelayanan publik secara maksimal danberkesan kepada masyarakat. Oleh karena itu, terbentuklah Ombudsman sebagai lembagaindependen negara yang bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hakmasyarakat yang berkaitan dengan pelbagai macam bentuk pelayanan publik dan perlakuan dariaparatur negara yang tidak sesuai dengan kewajiban hukumnya.2. METODOLOGI PENELITIAN Penulisan ini akan membahas mengenai sejarah dan konsep mengenai Ombudsman. Kajianpermasalahan ini melingkupi penyelenggaraan Ombudsman di New Zealand dan UnitedKingdom. penulisan ini menggunakan tehnik pengumpulan data penelitian kepustakaan danpendapat yaitu pengumpulan data dilakukan melalui data-data yang diperoleh dari pengumpulansumber-sumber bacaan yang meliputi buku, jurnal, dan surat kabar. Jurnal Public Policy l 175
Variabel penelitian dalam penulisan ini ialah Ombudsman dan kajian analisis. Ombudsmanialah sebuah lembaga negara yang berfungsi sebagai lembaga pengaduan masyarakat terhadapsistem pelayanan oleh pegawai pemerintahan, kajian analisis ialah pembahasan sebuah masalahmenggunakan pengamatan sehingga mampu menguraikan permasalahan secara tepat. Olehkarena itu, tehnik analisis yang digunakan ialah analisis kualitatif, yaitu penelitian inimenganalisis permasalahan dan menguraikan pembahasan menggunakan kata-kata ataudeskriptif.3. PEMBAHASANOmbudsman: Sejarah dan Konsep Ombudsman pertama kali lahir dan di kenal di Stockholm, Swedia pada tahun 1809 sebagaisosok orang yang memiliki tugas untuk melindungi kepentingan individu dari pelanggaranpelaksanaan pelayanan publik oleh aparatur negara. Ombudsman di Swedia dikenal dengannama Justitieombudsman (ombudsman for justice/ombudsman untukkeadilan) atau procuratorfor civil affairs (orang yang mendapat kewenangan untuk mengurus kepentingan orang lain(prokurator) untuk urusan sipil), sedangkan secarabahasa ombudsman berarti perwakilan/agen. Lembaga Ombudsman Swedia merupakan salah satu perangkat kontrol yang memiliki peranpenting dalam mewujudkan keadilan dalam pelaksanaan pelayanan publik (terutama wibawa)dan sistem pengadilan oleh para aparatur negara. Dapat dikatakan bahwa Ombudsman berdiridilatarbelakangi adanya keinginan untuk menciptakan keadilan yang sama rata bagi masyarakatuntuk memperoleh kesamaan perlakuan dalam pelayanan publik oleh lembaga-lembaga negaramaupun keadilan dalam sistem peradilan negara. Ombudsman pada awalnya dipimpin oleh tiga orang justies Ombudsman yang dilantik olehRiksdag atau parlemen Swedia. Ombudsman memiliki peran dan tugas untuk memperhatikanjalannya hukum dan perundang-undangan yang mengadili aparatur pemerintahan yangmelakukan kesalahan, sehingga dapat dikatakan bahwa tugas pokok Ombudsman ialah untukmemastikan bahwa setiap orang yang memiliki kekuasaan menggunannya dengan semestinya,yaitu tidak berlawanan dengan hak dan kepentinganmasyarakat banyak. Prinsip kebebasan dalam sistem demokrasi di Swedia telah membawa pelbagai keleluasaanbagi setiap individu dalam bertindak, tidak terkecuali aparatur negara. Kebebasan yang dimilikioleh setiap orang, dalam hal ini aparatur pemerintah seringkali menimbulkan sikap yangsemena-mena terhadap masyarakat sebagai objek yang harus mereka layani, hal ini timbulsebagai akibat dari beranekaragamnya sifat individu yang dapat menyebabkan perbedaan sifatdan karakter yang terkadang memunculkan pertentangan/konflik antara aparatur pemerintahan(yang melayani) dengan masyarakat (yang dilayani). Interaksi yang terjadi antara pemberi layanan (aparatur pemerintah) dengan yang dilayani(masyarakat) dapat terjadi dalam pelbagai bentuk seperti interaksi yang baik, ramah, tamah dansopan ataupun interaksi yang kurang berkesan dan berkenan, hal ini dapat membentuk rasakepuasan ataupun ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik. Pada satu sisi,aparatur pemerintah seringkali merasa memiliki kekuasaan dan wewenang yang besar dalamsebuah lembaga yang terkadang menyebabkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan danmaladministrasi, di sisi lain, masyarakat sebagai objek pelayanan publik dari aparaturpemerintah kerap merasakan ketidakpuasan atau diskriminasi dalam memperoleh pelayanan danperadilan. Usaha melindungi dan membantu masyarakat untuk mendapatkan sistem pelayanan danperadilan yang adil maka dirumuskanlah sebuah solusi yang dapat menjadi alternatif bagipemecahan persoalan tersebut. Oleh karena itu, untuk mendampingi dan menampung pelbagaikeluhan dari masyarakat awam terhadap kinerja pelayanan aparatur pemerintahan,didirikannyalah sebuah lembaga yang efektif untuk mengontrol kinerja aparatur pemerintahan Jurnal Public Policy l 176
yang bersifat independen. Berdasarkan saran dan masukan dari masyarakat Swedia, makawujudlah lembaga Ombudsman di Swedia pada tahun 1809. Sebelum Ombudsman resmi terbentuk di Swedia, parlemen Swedia telah membentuklembaga the king‟s highest Ombudsman yang dikenal dengan nama chancellor of justice, yangmerupakan Ombudsman kerajaan (executive Ombudsman). Kemudian Ombudsman kerajaanterus berkembang hingga menjadi Ombudsman parlemen Swedia (Swedish‟s ParliamentaryOmbudsman) yang dilegalkan dalam konstitusi negara Swedia. Ombudsman Swedia, merupakan lembaga pengawasan yang dibentuk oleh parlemen tetapibersifat independen dalam melaksanakan tugasnya, yaitu menerima dan menyelidiki keluhanmasyarakat terkait penyelenggaraan pelayanan dan peradilan negara.Peran utama OmbudsmanSwedia ialah untuk melindungi hak warga negara Swedia dari pelbagai pelanggaran yangdilakukan oleh apartur pemerintahan dan aparat penegak hukum. Keberhasilan lembaga Ombudsman di Swedia dalam menciptakan keseimbangan danharmoni sosial diantara masyarakat dengan aparatur pemerintah dalam urusan pelayanan publiktersebar dan meluas kepelbagai penjuru dunia terutama setelah Perang Dunia Kedua (Rowat,1968:85). Oleh karena itu, Ombudsman Swedia telah dijadikan sebagai model lembaga yangefektif untuk mengontrol sistem pelayanan publik dari aparatur pemerintah kepada masyarakatoleh negara-negara lain, meliputi negara Scandinavia, Uni Eropa, Afrika Selatan, Asia,Australia, Pasifik, Karibia, Amerika Latin dan banyak lagi (Gregory & Giddings, 1997:99).Berdasarkan hal tersebut, dapat dipastikan bahwa kesuksekan yang dicapai oleh Swedia dalammeningkatkan kualitas sistem pelayanan publiknya akan dapat dirasakan juga oleh negaralainnya yang turut mendirikan Ombudsman sebagai sebuah lembaga alternatif yang bertujuanuntuk mengontrol kinerja aparatur pemerintah. Amerika Serikat dalam maturation issues for the Ombudsman menguraikan bahwa meskipunkritikan terhadap kinerja pemerintah selalu meningkat di seluruh dunia, kehadiran Ombudsmantelah memberikan cahaya keyakinan kepada masyarakat luas terhadap sistem pelayanan publik(Gerald Caiden, 1988: 112). Hal ini dikarenakan, sifat independen yang dimiliki olehOmbudsman memberikan kepercayaan kepada masyarakat terhadap kinerja Ombudsman dalammenanggapi pelbagai keluhan yang disampaikan oleh masyarakat terkait pelayanan olehaparatur pemerintah, sehingga Ombudsman tidak saja berkedudukan di tingkat pusat, melainkandaerah bahkan hingga ke tingkatan yang lebih kecil (national, state, regional or municipallevev). Ombudsman kini ada disebahagian besar negara-negara di dunia, meskipun pada beberapanegara tidak digunakan nama yang sama, terdapat perbedaan dari penggunaan bahasa, bidangkuasa yang berbeda antar negara, namun memiliki fungsi dan konsep yang sama. Hal ini dapatdilihat dari beberapa lembaga Ombudsman yang memiliki nama lain dibeberapa negarasepertipublic protector in South Africa, Protecteur du Citoyen in Quebec, Volksanwaltschaft inAutria, Public Complaints Commision in Nigeria, Difensore Civico in Italy, Wafaqi Mohtasib inPakistan, Lok Ayukta in India, dll (Antonius Sujata, 2003:3). Kini, meskipun Ombudsman sudah ada sejak 200 tahun lalu namun, Ombudsman telahmenjadi kajian penting dan populer sejak 50 tahun belakangan ini, terutama paska Perang DuniaKedua. Hal ini terjadi akibat mulai munculnya kesadaran dan perhatian terhadap persoalan HakAsasi Manusia (HAM), kemajuan pendidikan dan pengetahuan publik yang cukup pesat. Terbentuknya Ombudsman di pelbagai negara juga turut menandai perkembangan prosesdemokrasi di negara tersebut dan melahirkan sebuah sistem kekuasaan baru terutama dalambidang pengawasan selain kekuasaan dalam konsep trias politica. Pengakuan terhadapkeberadaan Ombudsman juga turut dilegalkan dalam kegiatan the international commission ofjurist dan PBB yang mendukung pembentukan Ombudsman di sebuah negara, hal inididasarkan kepada pertimbangan perlunya Ombudsman untuk membantu menangani persoalan-persoalan birokrasi yang semakin kompleks. Jurnal Public Policy l 177
Seiring perkembangan dan penyebarluasan konsep Ombudsman, banyak sarjana yang mulaimemberikan definisi mengenai konsep Ombudsman secara lebih relevan dengan keadaan saatini. Dalam Encyclopaedia Britannica tahun 1972, mengartikan Ombudsman sebagai “is alegislative commissioner for the investigation of citizens‟ complaints of bureaucratic abuse”(Larry B. Hill, 1974: 1076-1077). Lebih lanjut, Hill turut mendefinisikan Ombudsman secara lebih spesifik sebagai “they areincludes the fact that the office can use its „extensive powers of investigation in performing apost decision administrative audit‟, that the findings are reported publicly but it cannot changeadministrative decisions”(Larry B. Hill, 1970: 12). Owen mendefinisikan Ombudsman sebagai “suatu lembaga kuasa yang diberikan melaluilembaga pemerintah atau badan peradilan atau parlemen yang menerima pengaduan darimasyarakat yang kurang puas terhadap lembaga negara, aparatur negara atau kinerjanya”(Owen, 1990: 5). Sedangkan dalam The International Bar Association mengartikan Ombudsman sebagai “anoffice provided by the constitution or by action of the legislature or parliament and headed byindependent, high-level public official who is responsible to the legislature or parliament, whoreceives complaints from aggrieved persons against government agencies, officials andemployees or who acts on his own motion, and who has the power to investigate, recommendcorrective action and issue reports” (Haller, 1998: 22). Heede juga turut mendefinisikan Ombudsman sebagai “A reliable person who for thepurposes of legal protection of individuals as well as parliamentary control supervises almostall administrative bodies and civil servants. He cannot correct their decisions, but-based onsubmitted complaints or on own initiatives – he may criticize them” (Heede, 2000: 18). Konsep utama Ombudsman ialah menyediakan perlindungan bagi setiap masyarakat yangdicapai melalui pemberian peluang kepada masyarakat untuk menyuarakan kritikan atasketidakpuasan serta kesempatan untuk menyelesaikan persoalan tersebut sebelum diajukankedalam sistem peradilan yang rumit, proses yang lama serta biaya yang mahal. KehadiranOmbudsman menawarkan konsep yang meringankan beban masyarakat yang memilikiperselisihan atas masalah pelayanan publik atau hukum yang melibatkan aparatur pemerintah. Ombudsman juga menawarkan konsep pelayanan yang formal, murah, efektif, fleksibel, danusaha membentuk kebijakan/aturan baru yang independen. Hal ini memberikan kepercayaanmasyarakat terhadap Ombudsman sebagai lembaga yang ideal untuk memperjuangkan hakmasyarakat memperoleh keadilan dalam pelayanan birokrasi dalam pelbagai macam bentukketidakpuasan, diskrimimasi maupun kritikan lainnya. Wujudnya konsep Ombudsman menekankan kepastian bahwa seluruh aparatur pemerintahmenjalankan tugas dan kewenangannya dengan adil, jujur dan bertanggung jawab. Hal demikanmerupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh Ombudsman, sehingga Ombudsman menjadisebuah lembaga perwakilan rakyat yang memiliki ciri dan peran khusus untuk melindungi HAMdan meningkatkan kualitas sistem pelayanan publik yang berbeda dengan lembaga negaralainnya, oleh sebab itu, kajian akan konsep Ombudsman terus berkembang dan diminati olehbanyak negara. Didapati perbedaan bahasa (nama), bidang kuasa dan fungsi yang berlainan mengenaiOmbudsman di beberapa negara, namun pada dasarnya, ciri-ciri Ombudsman ialah sama.Ombudsman memiliki ciri yang meliputi kebebasan, bidang kuasa yang luas, direct access, danmekanisme yang tepat dalam penanganan masalah (Scott, 1994: 541). Ciri-ciri Ombudsman dibeberapa negara tidaklah berbeda jauh dari apa yang disebutkan oleh Scott. Ombudsman sebagai sebuah lembaga negara memiliki tujuan untuk memberikanperlindungan terhadap HAM, di mana Ombudsman memiliki hak untuk menyelidiki, hakmerumuskan solusi terhadap kasus yang telah diselidiki tetapi tidak memiliki hak untukmembuat keputusan terhadap legally binding force (Scott, 1994: 541). Hak luas yang dimiliki Jurnal Public Policy l 178
Ombudsman untuk menindaklanjuti keluhan atau kritikan yang diberikan oleh masyarakatdiproses melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut meliputi pelaporan atau aduan, penyelidikan, setelah prosespenyelidikanmaka Ombudsman berhak memberikan masukan berupa saran kepadalembaga/aparatur negara yang bersangkutan untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalammenindaklanjuti adanya unsur penyalahgunaan kuasa yang terjadi. Namun, hak Ombudsmandibatasi hingga pemberian saran kepada lembaga/aparatur negara yang berkaitan saja,sedangkan untuk membuat keputusan yang mengikat kuasa legal ialah dikembalikan kepadakewenangan lembaga negara tersebut. Keanggotaan Ombudsman tidak khusus dan tetap, melainkan dapat dipegang oleh satuorang atau sekelompok orang dan tidak bias gender, sehingga laki-laki maupun perempuanmemiliki hak untuk bergabung dalam Ombudsman. Keanggotaan Ombudsman memilikikualifikasi pengalaman, wibawa, keahlian dalam bidang tertentu yang dipilih berdasarkanstandar yang sesuai untuk menangani persoalan ketidakpuasan ataupun kritikan masyarakatterhadap keputusan birokrasi. Ombudsman juga merupakan lembaga netral dan menjadipenengah antara pemerintah dengan masyarakat serta tidak berunsur kepartaian (Lundvik, 1968:58). Di beberapa negara seperti United Kingdom dan New Zealand, Ombudsman dipegang olehsatu kuasa yang ditunjuk berdasarkan hasil keputusan parlemen. Ciri Ombudsman seperti yang diuraikan di atas, menegaskan akan keefektifan dankeefesienan lembaga tersebut dalam membantu masyarakat mendapatkan haknya. Ombudsmansangat membantu masyarakat awam terutama masyarakat kecil yang ingin mendapatkan hakyang sama dalam perlakukan pelayanan maupun peradilan. Dalam proses penyelidikan dari awal hingga akhir, pelayanan yang diberikan olehOmbudsman tidak dikenakan pemungutan biaya apapun kepada masyarakat, serta aduan akanlebih cepat diproses dibandingkan melalui prosedur hukum yang cenderung memakan waktulama dan biaya yang mahal. Ciri khas Ombudsman tersebut, telah menarik perhatian masyarakatumum dari pelbagai kalangan untuk menjadikan Ombudsman sebagai pilihan utama ketikaberhadapan dengan ketidakpuasan pelayanan publik oleh aparatur pemerintah, selain karenaOmbudsman juga merupakan lembaga yang netral atau tidak bias. Ombudsman secara universalnya memiliki karakteristik yang meliputi; (1) lembagapengawas eksternal terhadap pelayanan publik oleh pemerintah; (2) independen; (3)rekomendasinya bersifat legally binding; (4) ruang lingkupnya berada pada hukum publik(hukum administrasi negara); (5) mempunyai subpoena power; dan (6) bertugas mengeliminirtindakan maladministrasi dan praktek koruptif (Antonius Sujata, 2003:2). Karakteristikuniversal Ombudsman merupakan acuan bagi penyelenggaraan konsep Ombudsman di beberapanegara yang juga mendirikan Ombudsman walaupun dengan nama dan bidang kuasa yangberlainan antara satu negara dengan negara lainnya. Ombudsman sebagai perangkat yang memiliki sifat akuntabilitas antara individu danaparatur negara juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan saran kepada pemerintahdalam menyelesaikan permasalahan. Oleh karena itu, terdapat 6 objektif utama Ombudsman,yaitu (1) untuk kesalahan individu yang benar; (2) untuk membuat birokrasi lebihberperikemanusiaan; (3) untuk mengurangi pemisahan yang kerap terjadi dari pemerintahan; (4)untuk menghindari penyalahgunaan dengan bertindak sebagai pemerhati birokrasi; (5) untukmempertahankan bahwa aparatur pemerintah sudah berlaku tidak adil; dan (6) untukmemperkenalkan reformasi pelayanan publik (Owen, 1990). Ombudsman merupakan lembaga negara yang memiliki fungsi tersendiri. Sebagai salah satulembaga kekuasaan negara yang memiliki payung hukum dan ciri khasnya, Ombudsmanberfungsi untuk menyelidiki dan mengintrogasi aduan-aduan masyarakat tentang kinerjaaparatur pemerintah mengenai kesalahan dan ketidakadilan pemerintahan serta menjaga hak-hakrakyat dari penyelewengan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah (Seneviratne, 2002: 32). Jurnal Public Policy l 179
Meskipun Ombudsman merupakan lembaga negara baik yang bertanggung jawab kepadaeksekutif ataupun legislatif namun, Ombudsman tetap bekerja independen dalam menyelesaikanpersoalan-persoalan terkait aduan masyarakat tanpa adanya campur tangan maupunpertimbangan yang condong kepada pemerintah atau partai politik. Dalam proses peradilan, Ombudsman tidak akan melibatkan pengacara karena fungsiOmbudsman dalam sebuah negara umumnya ialah seperi complaint‟s lawyer yang menegaskanbahwa Ombudsman memang murni lembaga independen yang tidak terlibat atau bergantungdengan badan-badan pemerintahan lainnya (Gregory & Giddings, 1997: 107). Selain itu,Ombudsman juga memiliki fungsi dalam access to departemental files, yaitu memiliki kuasauntuk menyimak dan memeriksa pelbagai dokumen yang berkaitan dengan aduan yang diterimamengenai sebuah lembaga/aparatur pemerintah. Fungsi Ombudsman dijelaskan lebih rinci oleh Ramanathan (2000). Ramanathanmenegaskan adanya tiga fungsi utama dari sebuah lembaga Ombudsman, yaitu pertamamengendalikan dan menyelidiki ketidakpuasan individu atau rakyat terhadap sistemadministrasi pemerintahan, kedua memperbaiki sistem administrasi atau mengubah pandanganumum terhadap pemerintahan, ketiga membantu dalam tugas pembimbingan badan hukum,terutama laporan khusus dan laporan Ombudsman dapat dijadikan acuan dalam menjalankanfungsi-fungsi badan peradilan (Ramanathan, 2000: 145-146). Perkembangan keberhasilan lembaga Ombudsman telah menciptakan pelbagai macam jenisOmbudsman dalam satu negara. Seperti Ombudsman berparlemen yang menyelidiki aduanmengenai tindakan pemerintahan lembaga-lembaga negara yang dilakukan oleh masyarakatterutama ketika masyarakat menjadi pemilih dalam proses pemilihan umum, Ombudsmanberhukum/komisioner yang bertanggung jawab menyelidiki aduan tentang lembaga-lembagatertentu atau pelayanan profesional, Ombudsman berasaskan industri yang menyelidiki aduanterhadap pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan yang menyediakan pelbagai macampelayanan umum dan beberapa jenis Ombudsman lainnya. Ombudsman berparlemen merupakan salah satu jenis Ombudsman yang populer terdapat dinegara commonwealthdan Skandinavia. Untuk mendapati analisis yang lebih mendalammengenai sistem Ombudsman berparlemen, maka New Zealand dan United Kingdommerupakan dua contoh negara yang tepat untuk dikaji lebih lanjut. Kajian ini mengambil NewZealand dan United Kingdom sebagai unit kajian didasari pertimbangan bahwa Ombudsmanberparlemen di New Zealand dan United Kingdom merupakan salah satu Ombudsman terbaikyang bukan berasal dari wilayah negara Skandinavia namun berhasil menciptakan iklim positifterhadap perkembangan dan kesuksesan lembaga tersebut di negaranya.Ombudsman di New Zealand Ombudsman New Zealand merupakan Ombudsman keempat yang dibentuk setelahsebelumnya terdapat di negara Swedia, Finlandia dan Denmark, sehingga Ombudsman NewZealand adalah Ombudsman pertama yang terbentuk diluar wilayah Skandinavia. Secara resmi,Ombudsman New Zealand disahkan pada tahun 1962 melalui Undang-undang Komisi Parlemen(Ombudsman) tahun 1962. Bidang kuasa Ombudsman New Zealand pada awalnya dibatasi hanya untuk menyelidikiaduan yang meliputi lembaga dan organisasi pusat saja, kemudian pada 1968 kuasaOmbudsman diperluas meliputi bidang pendidikan dan lembaga kesehatan. Hingga 1975,Ombudsman melalui Undang-undang (UU) Ombudsman Tahun 1975 mulai memperjelas danmempertegas kedudukan Ombudsman serta lingkup penyelidikannya meluas hinggakepemerintahan dan lembaga-lembaga daerah. Sepak terjang Ombudsman New Zealand semakin luas dan besar serta mempengaruhi setiaplini bidang pemerintahan. Juli 1983 melalui UU Informasi Resmi Tahun 1982 telah ditetapkan,di mana dalam salah satu pasal menyatakan bahwa Ombudsman diberikan fungsi untuk Jurnal Public Policy l 180
menyelidiki dan mengkaji kembali aduan mengenai keputusan yang dibuat oleh Minister of theCrown dan lembaga-lembaga pemerintahan pusat untuk membuat permintaan informasi.Ketentuan yang terdapat dalam UU tersebut, memberikan hak kepada Ombudsman untuk dapatmengakses dokumen-dokumen pemerintahan yang berkaitan dengan aduan yang diterima olehOmbudsman, hal ini menjadi dobrakan yang besar dalam sejarah Ombudsman New Zealand. Selain kuasa untuk mengakses dokumen resmi pemerintahan pusat, dalam meningkatkankualitas sistem pelayanan publik di seluruh lapisan birokrasi, maka ditetapkanlah LocalGovernment Official Information and Meetings Act 1987 yang disahkan pada Maret 1988. UUtersebut merupakan UU yang memberikan kuasa kepada Ombudsman untuk mendapatkaninformasidari lembaga-lembaga daerah yang berkaitan dalam proses penyelidikan aduan darimasyarakat. Upaya peningkatan kualitas pelayanan publik di New Zealand terus ditingkatkan melaluiProtected Disclosures Act 2000 yang disahkan pada Januari 2001. UU ini dikenal sebagai UU“whistle-blower” di mana, melalui UU ini Ombudsman diberikan tanggung jawab untukmemberikan masukan dan saran serta panduan kepada pelapor (pembuat aduan) atau yangsedang mempertimbangkan untuk memberikan laporan mengenai ekspos kemungkinan telahterjadi penyimpangan yang serius di tempat kerja meraka (pegawai pemerintahan maupunswasta). Bidang kuasa Ombudsman dalam mengontrol sistem pelayanan publik terus diperluas,melalui National Preventive Mechanism (NPM) di bawah Crimes of Torture Act (COTA) 1989di mana COTA berwenang terhadap Optional Protocol to the Convention Against Torture(OPCAT) serta pelbagai bentuk kekejaman lain yang tidak berlandasakan perikemanusiaan.Melalui UU tersebut, Ombudsman diberikan wewenang untuk memantau kondisi tahanan dipenjara, tahanan di pusat imigrasi, kesehatan dan penjara bagi tersangka yang cacat, rumahperlindungan anak-anak serta lembaga rehabilitasi kemasyarakatan lainnya untuk dipantau danmembuat laporan/saran untuk terus memperbaiki sistem pelayanan di lembaga-lembagatersebut. Proses pembuatan aduan Gambar 1. cara-cara melakukan aduan ke Ombudsman New ZealandONLINE EMAIL/FAX SURAT Pembuatan aduan dapat dilakukan dalam pelbagai cara, seperti yang disebutkan pada tabel diatas. Untuk melengkapi proses aduan, pelapor harus menyertakan identitas lengkap, alamat poslengkap, informasi tentang aduan, langkah-langkah yang telah ditempuh sebelumnya untukmenyelesaikan perselisihan/persoalan tersebut, hasil yang diinginkan serta bukti dokumen yangberkaitan. Setelah berkas-berkas lengkap maka pelapor dapat memproses lebih lanjut dengancara mengirimkan berkas tersebut ke web online/email/fax/surat pos resmi kantor OmbudsmanNew Zealand. Kelengkapan dokumen pengaduan akan langsung diproses oleh Ombudsman, adapun prosesyang dilakukan oleh Ombudsman dalam menyelesaikan aduan ialah; (1) Ombudsman akanmenerima aduan dan menginformasikannya kepada pelapor; (2) Ombudsman akan memberikanpenilaian terhadap isi aduan & menyarankan tindakan selanjutnya (diproses/ditolak), apabilaOmbudsman menolak aduan, maka akan disertai dengan penjelasan dan menyarankan kepadalembaga lain yang lebih berwenang; (3) melakukan penyelidikan tahap awal (tidak resmi) untukmempercepat penyelesaian masalah, apabila masalah dapat diselesaikan pada tahap awal, maka Jurnal Public Policy l 181
penyelidikan resmi tidak perlu dilakukan; (4) apabila aduan merupakan masalah serius, makaOmbudsman akan memutuskan untuk melakukan penyelidikan ke lembaga terkait untukmemperoleh penjelasan dari lembaga tersebut (penyelidikan resmi); (5) setelah penyelidikan,maka Ombudsman akan membuat keputusan sementara baik pelapor atau terlapor yang berlakutidak adil/menyalahgunakan kekuasaan, dan kedua belah pihak diberikan kesempatan untukmemberikan komentar sebelum keputusan akhir dibuat; (6) apabila perlu, maka Ombudsmandapat memberikan masukan dan saran kepada lembaga terkait (tidak ada unsur pemaksaanpenerimaan saran); dan (7) apabila lembaga terkait merubah keputusannya atau menawarkanpeninjauan kembali untuk menyelesaikan persolan tersebut secara personal maka Ombudsmantidak perlu campur tangan lagi. Salah satu contoh penyelesaian aduan oleh Ombudsman New Zealand ialah terkait kasusDistrict Health Board (DHB). Seorang pasien yang merupakan imigran legal pada awalnya,telah berubah statusnya kepada imigran ilegal dikarenakan ia telah keluar dari New Zealanduntuk melanjutkan studi di negara lain. Ketika ia kembali ke New Zealand untuk melakukanoperasi maka status VISA yang ia peroleh ialah Visa pengunjung. Setelah operasi selesai dijalankan, ia menerima bon tagihan pembayaran sebesar $100.000,hal ini terjadi akibat pemeriksaan status kelayakan pasien untuk didanai oleh dana publikdiperiksa oleh DHB setelah operasi dilakukan. Hal ini menimbulkan perselisihan antara pasiendan DHB, karena sepengetahuan pasien, biaya operasi yang ia lakukan akan ditanggung olehdana publik namun, sedangkan pihak DHB baru memeriksa kelayakan pasien tersebut setelahoperasi selesai. Aduan yang diterima oleh Ombudsman ialah kekecewaan yang dialami oleh pasien karenalayak tidak layaknya ia menerima biaya dari dana publik diketahui setelah ia melakukan operasi.Sedangkan pihak DHB menyatakan bahwa perubahan statuslegal/ilegal dan layak tidaklayaknya penerimaan biaya kesehatan dari dana publik sepenuhnya adalah tanggung jawabpasien. Untuk menyelesaikan perselisihan ini, Ombudsman memberikan saran bahwa sebaiknyapemeriksaan kelayakan pasien merupakan tanggung jawab bagi kedua belah pihak yaitu DHBdan pasien itu sendiri, oleh karena itu, DHB juga harus menyeleksi formulir kelayakan pasienuntuk mendapatkan informasi yang jelas dan pasti mengenai status pasien dan pasien harusmelaporkan kepada DHB terkait status terbarunya ketika ingin mendapatkan pembiayaankesehatan dari dana publik. Kinerja Ombudsman dalam menyelesaikan persoalan-persoalan pelayanan publik telahmemberikan dampak positif bagi terselenggaranya sistem pelayanan publik yang berkualitas diNew Zealand. Ombudsman terus meningkatkan kualitas kerjanya melalui pembentukan strukturaliran kerja baru, prosedur bantuan awal, proses penyelesaian awal serta memberikan pelayananyang strategis untuk memastikan setiap lembaga negara memiliki struktur pelayanan yangefektif dan efesien. Peningkatan jumlah aduan yang mencapai 29% pada tahun 2012/2013 menunjukkansemakin besarnya kepercayaan masyarakat terhadap Ombudsman New Zealand, hal ini jugadibarengi dengan peningkatan hasil kerja sebesar 30% dalam menyelesaikan pelbagai aduanmasyarakat, masa penyelesaian 93% kasus aduan dalam waktu 6 bulan turut menggambarkanpencapaian gemilang dari Ombudsman New Zealand dalam meningkatkan dan memperbaikikualitas pelayanan publik oleh aparatur pemerintahan.Ombudsman di United Kingdom Ombudsman di United Kingdom di kenal dengan nama Parliamentary Commissioner foAdministration atau Parliamentary Ombudsman, Ombudsaman United Kingdom berdiriberdasarkan ketentuan dari Parliamentary Commission Act 1967. Latar belakang lahirnyaOmbudsman di United Kingdom adalah untuk memenuhi tuntutan masyarakat luas terhadap Jurnal Public Policy l 182
perbaikan kualitas pelayanan publik serta dipengaruhi keberhasilan negara-negara Skandinaviamelakukan reformasi birokrasi melalui lembaga Ombudsman. Tidak jauh berbeda dengan Ombudsman lain di beberapa negara, Ombudsman UnitedKingdom dipimpin oleh seorang Commissioner yang dilantik oleh Crown dan menjabat selamalima tahun dan boleh dipilih kembali. Batasan umur bagi commissioner ialah 65 tahun namun,commissioner juga dapat diberhentikan apabila mengalami gangguan kesehatan ataudiberhentikan atas kebijakan parlemen. Awal pembentukannya, Ombudsman United Kingdom memiliki bidang kuasa yang sangatterbatas, yaitu hanya untuk menyelidiki aduan dari masyarakat yang mengalami ketidakadilankarena praktek maladministrasi seperti korupsi, diskriminasi, menyalahi aturan, bias, tidakmendapat pelayanan yang baik, dll yang dilakukan oleh aparatur pemerintah. Selain itu,Ombudsman hanya dapat menyelidiki lembaga-lembaga pemerintahan dan organisasipemerintahan yang memiliki dampak langsung kepada masyarakat (Yardley, 1997: 98). Outputdari penyelidikan yang dilakukan oleh Ombudsman United Kingdom berupa keputusan untukmembayar denda, permintaan maaf dan pemberian masukan kepada lembaga/aparatur terkait. Tahun 1975, melalui UU Ombudsman Tahun 1968 telah dilakukan amandemen menjadi UUOmbudsman Tahun 1975, di mana melalui amandemen ini bidang kuasa penyelidikanOmbudsman diperluas hingga ke pemerintahan daerah serta struktur Ombudsman dipimpinlebih dari satu orang dan seorang dilantik sebagai ketua Ombudsman. Berdasarkan UU tersebut,maka kedudukan Ombudsman semakin kuat serta memiliki hierarki lembaga yang strategiskarena terdiri dari kelompok pakar dalam pelbagai bidang keahlian. Juli 1983, disahkannya Official Information Act 1983 telah memberikan kewenangan kepadaOmbudsman untuk menyelidiki dan memeriksa keputusan mengenai permintaan untukmendapatkan informasi/data resmi dari lembaga pemerintahan termasuk kementerian-kementerian negara, state own enterprise, lembaga pendidikan dan kesehatan. Melalui undang-undang ini, keterbukaan informasi/data dari lembaga-lembaga penting negara menggambarkansemakin tingginya usaha pemerintah United Kingdom untuk menerapkan sistem transparansidalam pelbagai bidang. Selanjutnya, Ombudsman di United Kingdom terus berkembangmengikuti perkembangan pola pikir masyarakat yang semakin maju. Perkembangan pola pikir masyarakat yang semakin kritis menjadi dasar bagi perluasanbidang kekuasaan Ombudsman di United Kingdom. Hal ini dapat terlihat dari semakinbanyaknya bermunculan pelbagai macam lembaga Ombudsman yang khusus menyelidikibidang-bidang tertentu, sepertiHealth Ombudsman (1973), Insurance Ombudsman (1981),Banking Ombudsman (1986),Pensions Ombudsman (1990), Legal Services Ombudsman (1990),Prison & Probations Ombudsman (1994), Building Societies Ombudsman (1994), FuneralOmbudsman (1994), Independent Housing Ombudsman (1996), Corporate Estate AgentsOmbudsman (1997), dan Local Government Ombudsman (2006). Selain memiliki kuasa dalam bidang tertentu, Ombudsman United Kingdom juga memilikibatasan atau larangan untuk menyelidiki beberapa bidang, yaitu personal (private individuals)termasuk pengacara yang mewakili individu atau perusahaan, lembaga non-pemerintahan,keputusan peradilan, banding statutory ke peradilan terhadap suatu kasus, perilaku dan tindakanpolisi, ketentuan dan syarat pelayanan yang diselenggarakan oleh angkatan bersenjata, tindakandan keputusan oleh trustee berdasarkan Trustee Act 1956, keputusan menteri dan keputusanpemerintah daerah (Ombudsman memiliki hak untuk menyelidiki kementerian dan pemerintahdaerah, namun tidak dapat mengubah atau mengintervensi keputusan lembaga tersebut). Kinerja Ombudsman di United Kingdom terus menuai pujian dari pelbagai pihak. Pada tahun1998 dan 1999, Ombudsman telah berhasil menyelesaikan aduan terhadap kebijakan kesehatangratis yang menimpa pasien, di mana terdapat salah satu pasien lanjut usia yang harusmembayar 47,000 pound untuk biaya perobatan padahal berdasarkan kebijakan negara, biayaperawatan dan pengobatan bagi orang lanjut usia adalah gratis. Selain itu, dalam masa satu Jurnal Public Policy l 183
tahun Ombudsman menerima hampir 900 aduan tentang maladministrasi, penyalahgunaankuasa ataupun pelayanan yang kurang memuaskan (Jain, 1996: 174), hal ini menggambarkanbesarnya kepercayaan publik terhadap lembaga Ombudsman di United Kingdom. Lembaga Ombudsman di United Kingdom berperan besar dalam menyelesaikan pelbagaipermasalahan yang melibatkan sistem pelayanan publik oleh aparatur pemerintahan, hal inimenggambarkan besarnya tingkat akuntabilitas dan transparansi yang diupayakan olehpemerintah United Kingdom. Pelayanan publik merupakan sistem utama yang sangat pentingdalam mewujudkan good governance. Teguhnya pengamalan akan prinsip-prinsip goodgovernance dalam setiap pribadi aparatur negara akan menjadikan mereka sebagai pribadi yanglebih profesional.Oleh sebab itu, Ombudsman dalam hal ini hadir untuk mengontrol perilakuatau tindakan dari para aparatur pemerintah sehingga mereka tetap menjalankan tugasnya dalamkoridor penegakan prinsip-prinsip good governance.4. SIMPULAN Ombudsman merupakan salah satu lembaga kekuasaan negara yang bertujuan untukmelindungi hak dan kepentingan masyarakat umum dari perlakuan yang tidak adil dalam sistempelayanan publik dan peradilan. Keberhasilan Ombudsman Swedia telah mengantarkanperubahan sistem pelayanan publik secara global, hal ini dikarenakan konsep Ombudsmanmulai diterapkan pada banyak negara. Kehadiran Ombudsman telah menciptakan perubahan sistem birokrasi yang lebih demokratisdan lebih berkualitas. Perlindungan terhadap hak masyarakat serta kendali terhadap kinerjaaparatur pemerintah yang dilakukan oleh Ombudsman menciptakan keseimbangan dalam sistembirokrasi negara. Tuntutan untuk terus melakukan reformasi birokrasi yang lebih baik terwujuddengan adanya peran besar Ombudsman. Keberhasilan Ombudsman yang telah lama wujud di negara-negara Skandinavia ternyatadapat dicapai juga oleh negara diluar wilayah Skandinavia, dalam hal ini ialah New Zealand danUnited Kingdom. Keberhasilan New Zealand dan United Kingdom dalam meningkatkankredibilitas Ombudsman negaranya merupakan contoh nyata bahwa konsep Ombudsman dapatditerapkan di mana saja, dalam sistem apapun, oleh siapapun namun tetap untuk kepentingandan melindungi hak-hak warga negara.5. REFERENSIAbraham, A. 2005. Redress in the round: remedying maladministration in central and local government. 5th. Report Session 2005-2006.Antonius Sujata. 2003. Seminar dan lokakarya Pembentukan Lembaga Ombudsman Daerah. Yogyakarta.Barron, A. And Scott, J. 1992. The Citizen‟s Charter Programme. London: Modern Law.Caiden, Gerald E. 1983. International Handbook of the Ombudsman. Vol 1. Greenwood Press.Cowan, J. 2001. The role of the Ombudsman in the risk management process. British Journal of Clinical Governance 6(3): 221-244.Gregory, R & Giddings, P. 1997. New challenges for a successful institution: the Ombudsman and the New Managerialism. Dalam Victor O. Ayeni. The Ombudsman around The World: essential elements, evolution and contemporary issues. London: Commonwealth Secretariat: 78-97.Haller, W. 1998. The place of the Ombudsman in the world community. London: Butterworths Lexis Nexis.Heede, K. 2000. European Ombudsman: redress and control at Union level. London: Butterworths Lexis Nexis.Hill, Larry B. 1970. A Behavioral Analysis of the New Zealand Ombudsman. Thesis. Jurnal Public Policy l 184
Hill, Larry B. 1974. Institutionalization, the Ombudsman, and Bureaucracy. American Political Science Association Vol. 68 (1075-1085).Jain, M. P. 1980. Administrative Law in Malaysia and Singapore. Singapore: Malayan Law Journal.Lundvik U. 1968. Comment on the Ombudsman on Civil Affair. Dalam Donald C. Rowat (pnyt). The Ombudsman Citizen‟s Defender. Northmapton: John Dickens & Co.Nothey, J. F. 1968. New Zealand‟s Parliamentary Commissioner in the Ombudsman Citizen‟s Defender. Northmapton: John Dickens & Co.Owen, S. 1990. The Expanding Role of the Ombudsmanin the Administrative State. University of Toronto Law Journal. 40:3, 670-86.Ramanathan, K. 2002. Konsep Asas Pentadbiran Awam. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.Rowat, D. C. 1968. The Ombudsman Citizen‟s Defender. Northampton: John Dickens & Co.Scott, I. 1994. Reforming the Commissioner for Administrative Complaints Office in Hong Kong. London: Butterworth.Seneviratne, M. 1994. Ombudsman in the Public Services and Administrative Justice. Oxford: Oxford University Press.Yardley, D. 1997. Ombudsman in United Kingdom. Journal of Malaysian and Comparative Law 32(3): 35-67. Jurnal Public Policy l 185
PERBANDINGAN MANAJEMEN SEKTOR PEMERINTAH DENGAN SEKTOR SWASTA Zuhrizal Fadhly Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Teuku Umar Email: [email protected] AbstractPublic sector service management model has some characteristics that are different from theprivate sector. The private sector is based on the choice of the individual in the market.Organizations in the private sector are required to be able to meet the tastes and individualselection decisions to meet each individual customer. Such a state is different from whathappened in the public sector. The public sector is not based on individual choice in the marketbut a collective choice in government. Public sector organizations based on the demands ofsociety is collective.Keywords : Comparative Management With the Government Sector Private Sector Jurnal Public Policy l 186
1. PENDAHULUAN Lingkungan keorganisasian modern dewasa ini menjadi kompleks. Faktor ekonomi,teknologi, sosial, manusia dan politik merupakan sebuah kelompok dinamis pengaruh dankendala atas organisasi dan manajemennya. Pada masa lampau manajemen telah memusatkanperhatian pada kepemimpinan partisipatif guna mendorong kreativitas dan inovasi, atau padateknik-teknik perencanaan proyek dan pengawasan. Ketidakpastian dan perubahan perlu dianggap sebagai peluang untuk menciptakan nilaisecara lebih efektif di dalam sebuah lingkungan dinamis, dan bukan sebagai sumber timbulnyanonkonformitas dan ketegangan. Dewasa ini bagian lebih besar dari sumber daya suatuorganisasi perlu dikerahkan dalam bidang manajemen informasi disbanding dengan situasi masalampau. Komputer memberikan potensi luas untuk mencapai efisiensi dalam pemrosesaninformasi dan untuk memperbaiki efektivitas performa manajemen. Akan tetapi, komputer jugadapat memungkinkan timbulnya ketidakefisienan dan ketidakefektivan apabila hal tersebut tidakdiimplementasikan atau dimanfaatkan dengan cara tepat. Persaingan akan otoritas antara garis dan staf dan antara kelompok staf makin meningkat,dan dapat menyebabkan timbulnya friksi didalam organisasi yang mengalaminya. Memangharus diakui bahwa konsep staf merupakan pendekatan structural yang bermanfaat untukmemanfaatkan pengetahuan terspesialisasi secara lebih efektif. Akan tetapi, apbila spesialisasiterlalu dilebih-lebihkan, dapat menyebabkan timbulnya dampak yang tidak diinginkan sebagaiakibat dari sikap tidak kooperatif, dan nonintegratif para anggota organisasi yang bersangkutan. Evolusi pemikiran manajemen lebih banyak dicirikan oleh penambahan dan substitusi daripada integrasi perkembangan baru. Kita telah melihat gambaran bahwa ilmu manajemencenderung bersifat “terorientasi pada teknik”, sedangkan ilmu tentang perilaku cenderung“terorientasi pada manusia”, dan berakibat pada munculnya sebuah disiplin manajemen denganciri yang berbeda. Dalam memandang gerakan yang agak siklis antara spesialisasi dan integrasi,makin terlihat bahwa problem-problem spesialisasi cenderung melampaui manfaat yangdiberikan sehingga menimbulkan kebutuhan untuk memandang kembali pekerjaan seorangmanajer dalam bentuk dan cara yang bersifat lebih terintegrasi dan lebih holistik. Problem ini semua membuat aspek kepemimpinan nasional dan daerah serta hubungantimbal balik diantara keduanya harus berlangsung secara efektif, profesional dan harmonis. DiNegara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia, sangat memerlukan adanya kemantapanmanajemen organisasi dan administrasi yang dalam banyak hal ditentukan oleh peran birokrasipemerintahan terutamanya dalam hal intervensi dalam pembuatan perencanaan dan pelaksanaanpembangunan, akibat karena mekanisme pasar belum bisa berfungsi secara optimal untukmemenuhi harapan masyarakat secara keseluruhan sebagai suatu konsekuensi basik ekonomidan sektor swasta yang masih lemah. Rekrutmen elit politik pemerintahan dan aparat pelaksanadalam pembuatan rancangan dan pelaksanaan pembangunan harus mampu memenuhi harapanpara konstituennya. Karena itu kepemimpinan dan pendistribusian kekuasaan haruslah berjalanefektif. Modal yang tak kalah pentingnya yang harus dimiliki oleh suatu rezim kepemimpinanadalah prinsip dan komitmen pemimpin. Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia sejak dari dahulu sampai sekarang dan masa yangakan datang yang selalu menjadi kata kunci adalah sejauhmana prinsip dan komitmen inimengkristal dan menjadi nilai kepribadian para elit dan segenap aparatur negara bukan hanyasegelintir pemimpin elit saja. Konsistensi diri, integritas dan kreasi intelektual para elitpenyelenggara negara dalam implementasi regulasi dan kebijakan untuk menangani faktor-faktor atau problem internal dan eksternal dalam pengelolaan negara menjadi faktor penentukeberhasilan yang diharapkan oleh segenap lapisan masyarakat. Jurnal Public Policy l 187
Beberapa Pengetian manajemen menurut para ahli:1. Definisi manajemen yg dikemukakan oleh (Daft, 2003) “Management is the attainment of organizational goals in an effective and efficient manner through planning organizing leading and controlling organizational resources”. Yang mempunyai arti bahwa manajemen merupakan pencapaian tujuan organisasi dgn cara yg efektif dan efisien lewat perencanaan pengorganisasian pengarahan dan pengawasan sumberdaya organisasi.2. Lewis dkk.(2004:5) mendefinisikan manajemen sebagai: “the process of administering and coordinating resources effectively and efficiently in an effort to achieve the goals of the organization.” Pendapat tersebut kurang lebih mempunyai arti bahwa manajemen merupakan proses mengelola dan mengkoordinasi sumber daya-sumber daya secara efektif dan efisien sebagai usaha utk mencapai tujuan organisasi.3. (Plunket dkk, 2005) mendefinisikan manajemen sebagai “One or more managers individually and collectively setting and achieving goals by exercising related functions (planning organizing staffing leading and controlling) and coordinating various resources (information materials money and people)”. Pendapat tersebut kurang lbh mempunyai arti bahwa manajemen merupakan satu atau lbh manajer yg secara individu maupun bersama- sama menyusun dan mencapai tujuan organisasi dgn melakukan fungsi-fungsi terkait (perencanaan pengorgnisasian penyusunan staf pengarahan dan pengawasan) dan mengkoordinasi berbagai sumber daya (informasi material uang dan orang).4. Definisi Manajemen (Stoner) \"Proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan terhadap usaha-usaha para anggota organisasi dengan menggunakan sumber daya organisasi lainnya, agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan\".5. Definisi Manajemen (Koonentz & Donnel ) Menitikberatkan pada pemenfaatan orang-orang dalam mencapai tujuan. Agar tujuan dapat dicapai orang-orang tersebut harus mempunyai tugas, tanggung jawab dn wewenang yang jelas (job description).6. Pengertian Manajemen Menurut Mary Parker Follet \"Manajemen adalah suatu seni, karena untuk melakukan suatu pekerjaan melalui orang lain dibutuhkan keterampilan khusus\". Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalamproses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untukmencapai tujuan. Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialisPerancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsimanajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan.Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi empat, yaitu:1. Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.2. Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus diambil. Jurnal Public Policy l 188
3. Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha.4. Pengawasan (Controlling) sering juga disebut pengendalian adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud dengan tujuan yang telah digariskan semula.2. METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah penelitian kualitatif denganpendekatan deskriptif.3. PEMBAHASANPerbandingan Manajemen Sektor Publik Dengan Sektor Swasta Salah satu perbedaan manajemen pada sektor publik dan sektor swasta yang dapatdiidentifikasi dengan jelas adalah pada manajemen pelayanannya. Dalam bukunya Managementin the Public Domain, Public Money and Management, (Stewart & Ranson, 1988), secaraumum menggambarkan perbedaan manajemen pelayanan pada sektor publik dan manajemenpelayanan sektor swasta. Model manajemen pelayanan sektor publik memiliki beberapa karakteristik yang berbedadengan sektor swasta, yaitu: pertama, sektor swasta lebih mendasarkan pada pilihan individu(individual choice) dalam pasar. Organisasi di sektor swasta dituntut untuk dapat memenuhiselera dan pilihan individual untuk memenuhi keputusan tiap-tiap individu pelanggan. Keadaanseperti itu berbeda dengan yang terjadi pada sektor publik. Sektor publik tidak mendasarkanpada pilihan individual dalam pasar akan tetapi pilihan kolektif dalam pemerintahan. Organisasisektor publik mendasarkan pada tuntutan masyarakat yang sifatnya kolektif (massa). Untukmemenuhi tuntutan individual tentu berbeda dengan pemenuhan tuntutan kolektif. Oleh karenaitu, manajemen pelayanan yang digunakan tentunya juga berbeda. Kedua, karakteristik sektor swasta adalah dipengaruhi hukum permintaan dan penawaran(supply and demand). Permintaan dan penawaran tersebut akan berdampak pada harga suatuproduk barang atau jasa. Sementara itu, penggerak sektor publik adalah karena kebutuhansumber daya. Adanya kebutuhan masyarakat terhadap sumber daya, seperti air bersih, listrik,keamanan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya menjadi alasan utama bagi sektor publikuntuk menyediakannya. Dalam hal penyediaan produk barang atau jasa pelayanan publiktersebut, sektor publik tidak bisa sepenuhnya menggunakan prinsip mekanisme pasar. Dalamsistem pasar, harga ditentukan sepenuhnya oleh penawaran dan permintaan, namun di sektorpublik harga pelayanan publik tidak bisa ditentukan murni berdasarkan harga pasar. Oleh karenaitu, manajemen pelayanan kepada publik di sektor publik dan sektor swasta tentu berbeda. Ketiga, manajemen di sektor swasta bersifat tertutup terhadap akses publik, sedangkansektor publik bersifat terbuka untuk masyarakat terutama yang terkait dengan manajemenpelayanan. Dalam organisasi sektor publik, informasi harus diberikan kepada publik seluasmungkin untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas publik sehingga pelayanan yangdiberikan dapat diterima seluruh masyarakat secara menyeluruh. Sementara itu, di sektor swastainformasi yang disampaikan kepada publik relatif terbatas. Informasi yang disampaikan terbataspada laporan keuangan, sedangkan anggaran dan rencana strategis perusahaan merupakanbagian dari rahasia perusahaan sehingga tidak disampaikan ke publik. Keempat, sektor swasta berorientasi pada keadilan pasar (equity of market). Keadilan pasarberarti adanya kesempatan yang sama untuk masuk pasar. Sektor swasta berkepentingan untukmenghilangkan hambatan dalam memasuki pasar (barrier to entry). Keadilan pasar akan terjadiapabila terdapat kompetisi yang adil dalam pasar sempurna, yaitu dengan tidak adanya Jurnal Public Policy l 189
monopoli atau monopsoni. Sementara itu, orientasi sektor publik adalah menciptakan keadilankebutuhan (equity of need). Manajemen pelayanan sektor publik berkepentingan untukmenciptakan adanya kesempatan yang sama bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhanhidupnya, misalnya kebutuhan terhadap kesehatan, pendidikan, dan sarana-sarana umumlainnya. Kelima, tujuan manajemen pelayanan sektor swasta adalah untuk mencari kepuasanpelanggan (selera pasar), sedangkan sektor publik bertujuan untuk menciptakan keadilan dankesejahteraan sosial. Sektor publik dihadapkan pada permasalahan keadilan distribusikesejahteraan sosial, sedangkan sektor swasta tidak dibebani tanggung jawab untuk malakukankeadilan distributif seperti itu. Keenam, organisasi sektor swasta memiliki konsepsi bahwa pelanggan adalah raja.Pelanggan merupakan penguasa tertinggi. Sementara itu, dalam organisasi sektor publikkekuasaan tertinggi adalah masyarakat. Dalam hal tertentu masyarakat merupakan pelanggan,akan tetapi dalam keadaan tertentu juga masyarakat bukan menjadi pelanggan. Sebagai contoh,masyarakat yang membeli jasa listrik dari PT. PLN adalah pelanggan PT. PLN, sedangkan yangtidak berlangganan listrik bukanlah pelanggan PT. PLN. Akan tetapi, pemerintah tidak bisahanya memperhatikan masyarakat yang sudah berlangganan listrik saja, karena pada dasarnyasetiap masyarakat berhak memperolah fasilitas listrik. Berdasarkan hal ini, maka manajemenpelayanan yang diterapkan di sektor publik dan sektor swasta tentu akan berbeda. Ketujuh, persaingan dalam sektor swasta merupakan instrumen pasar, sedangkan dalamsektor publik yang merupakan instrumen pemerintahan adalah tindakan kolektif. Keadaan inilahyang menyebabkan sektor publik tidak bisa menjadi murni pasar, akan tetapi bersifat setengahpasar (quasi competition). Organisasi sektor publik tidak bisa sepenuhnya mengikuti mekanismepasar bebas. Tindakan kolektif dari masyarakat bisa membatasi tindakan pemerintah. Dalamsistem pemerintahan, sangat sulit bagi pemerintah untuk memenuhi keinginan dan kepuasantiap-tiap orang dan yang mungkin dilakukan adalah pemenuhan keinginan kolektif. Selain tujuh karakteristik yang diungkapkan oleh Stewart & Ranson di atas, masih terdapatkarakteristik unik lainnya, antara lain pelayanan pada sektor publik tidak menjadikan labasebagai tujuan utamanya dan keputusan dalam manajemen sektor publik dapat bersifatmemaksa. Hal ini berbeda dengan sektor swasta yang tidak bisa memaksa pelanggannya.Masyarakat bisa dipaksa untuk mematuhi aturan atau keputusan pemerintah, misalnya tentangpenetapan tarif pajak dan harga pelayanan tertentu. Kekuatan sektor swasta adalah kekuatan pasar, sehingga kekuatan pasar yang akanmemaksa orang membeli atau keluar dari pasar. Sektor swasta bisa membebankan harga yangberbeda untuk pelanggan yang berbeda dan hal ini tidak akan mengundang protes berupademonstrasi. Akan tetapi, jika pemerintah sebagai organisasi penyedia layanan publikmenaikkan harga pelayanan publik, misalnya harga BBM, tarif dasar listrik dan telepon, tarifPDAM, maka hal tersebut akan mengundang reaksi yang hebat dari masyarakat. Hal sepertiinilah yang sulit terjadi pada organisasi sektor swasta. Antara manajemen publik dan manajemen swasta ada beberapa persamaan. Tetapidisamping persamaan-persamaan yang ada, diantara manajemen publik dan manajemen swastaada juga perbedaan yang cukup besar. Perbedaan dalam konteks, orientasi nilai, sasaranpelayanan. Persamaan-persamaan antara sektor publik dan sektor swasta adalah pada peran dan fungsimanajemen. Sementara itu perbedaannya cukup besar, antara lain sistem nilai dan landasanideologinya berbeda. Dunia bisnis merupakan produk dari ideologi kapitalistik: yang mengurussoal : pemasukan, biaya, keuntungan, dan pengembangan investasi. Sedangkan manjemenpublik, yang terkait erat dengan adminsitrasi publik, landasan ideologinya muncul darikonstitusi, seperti: kedaulatan rakyat, pembagian wewenang, hak-hak asasi, pluralisme, Jurnal Public Policy l 190
keuntungan publik, barang-barang publik (public goods), kebebasan mengakses informasi,perwakilan (representativeness), persamaan kesempatan, dan persaan dalam perlakuan. Menurut Allison,(1986) dalam artikelnya pernah menuliskan beberapa perbedaan antaramanajemen swasta dan manajemen publik. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain:1. Perspektif waktu Manajer publik mempunyai perspektif waktu yang lebih pendek sesuai kepentingan dan kalender politik dibanding manajer swasta. Manajer swasta bisa dikatakan punya waktu yang hampir tidak terbatas. Pembatasan waktu bagi manajer swasta dibatasi oleh kemampuannya sendiri, bisa kemampuan keuangan maupun kemampuan keahlian. Tetapi kalau manajer publik tergantung prestasi, peta politik, dan waktu rotasi jabatan.2. Lama waktu pelayanan Lamanya pelayanan yang diberikan oleh manajer yang ditunjuk secara politis relatif singkat. Sementara itu manajer swasta cenderung memiliki masa kerja yang relatif lebih lama.3. Standar ukuran keberhasilan Standar dan ukuran keberhasilan dari manajemen publik lebih kabur atau sulit disepakati dibanding standar atau ukuran untuk menilai keberhasilan manajemen swasta. Misalnya: laba perusahaan, perluasan produksi dan sebagainya, Kalau ukuran keberhasilan pelayanan Dinas Kesehatan apa saja.4. Personalia Dalam birokrasi publik selain pegawai yang diangkat melalui prosedur, seleksi pegawai ada juga pejabat negara yang diangkat secara politis. Akibatnya penegendalian pegawai dan penempatan pegawai sesuai profesionalismenya relatif lebih sukar. Di organisasi swasta kelompok terakhir ini tidak ada. Di swasta mengendalikan pegawai lebih mudah. Misalnya : untuk memecat pegawai, memindah pegawai, dan sebagainya.5. Tekanan pelayanan Tekanan pelayanan di organisasi swasta cenderung menenkankan aspek pencapaian efisiensi organisasi, yang diwakili penghitungan untung rugi. Sementara itu organisasi publik lebih menekankan pada perataan atau keadilan. Sehingga pencapaian sasaran ini menjadi sulit diukur.6. Prosesnya Proses organisasi publik dalam arti sepak terjang pelaksanaan pekerjaan di organisasi publik lebih sering menjadi sorotan publik dibanding organisasi swasta. Dengan kata lain sifat manajemen publik lebih terbuka terhadap sorotan masyarakat dibanding manajemen swasta.7. Peran media masa Manajer publik lebih sering menghadapi pers dibanding manajer swasta. Keputusan- ke[utusan manajer publik sering telah dikupas oleh pers. Sebaliknya bagi manajer swasta lebih jarang terjadi hal yang demikian.8. Tekanan dalam pengambilan keputusan Bagi manajer publik lebih sulit untuk mencari kompromi terhadap tekanan yang datang dari berbagai arah dan lebih sulit menciptakan koalisi dengan orang dalam atau orang luar supaya dapat mengambil keputusan yang baik bagi kelangsungannya. Kontradiksi- kontradiksi dalam pengambilan keputusan seperti itu lebih jarang dihadapi di manajer swasta, sehingga arus keputusan lebih tegas mengalir dari atasan kepada bawahan.9. Kebebasan menentukan langkah Manajer publik sering menjadi obyek sorotan lembaga legislatif maupun yudikatif . Karena itu mengurangi kebebasan manajer publik dalam menentukan langkah-langkahnya. Hal yang seperti itu kurang terjadi di manajer swasta.10. Kejelasan misi Misi organisasi publik seringkali tidak sejelas organisasi swasta. Misi organisasi publik misalnya menciptakan masyarkat yang sejahtera, jelas lebih kabur dan lebih sulit diukur Jurnal Public Policy l 191
hasilnya dibanding organisasi swasta yaitu mencari keuntungan, pemasaran yang baik, dan kelangsungan organisasi.Menurut Ring dan Perry ada 4 poin utama perbedaan sektor publik dan sektor privat:1. Sektor publik memiliki kerentanan terhadap konflik tujuan dan sasaran dalam mengimplementasikan kebijakan lebih tinggi daripada sektor swasta.2. Sektor publik lebih terbuka terhadap lingkungan luarnya daripada sektor swasta.3. Sektor publik melayani stakeholders yang lebih beragam / berbeda-beda sehingga lebih sulit untuk suatau isu dan strategi yang digunakan untuk mencapainya daripada sektor swasta.4. Sektor publik lebih memiliki keterbatasan waktu, yang dibatasi oleh periode suksesi pimpinan eksekutif, dan perubahan komposisi lembaga pembuat kebijakan.5. Sektor publik dibayangi oleh koalisi yang rentan antara kelompok politik, sehingga penetapan isu strategisnya lebih cenderung berkaitan dengan usaha mengamankan koalisi tersebut.6. Sektor publi lebih rentan terhadap intervensi atau pengaruh dari berbagai kelompok kepentingan dalam emngambil suatu kebijakan, sehingga sringkali mengganggu rasionalitas dan efektifitas suatu kebijakan yang diambil.Persamaan Sektor Publik Dan Sektor Privat1. Keduanya merupakan bagian yang integral dari sistem ekonomi negara, dan sumber daya yang sama untuk mencapai tujuan organisasi;2. Keduanya menghadapi masalah yang sama, yaitu kelangkaan sumber daya (scarcity of resources), sehingga harus menggunakannya secara ekonomis, efisien dan efektif;3. Pengendalian manajemen yang sama, perencanaan, pengendalian pertanggungjawaban;4. Menghasilkan produk yang sama, transportasi, pendidikan, kesehatan, dan jenis pelayanan lainnya;5. Keduanya terikat pada ketentuan perundang-undangan dan hukum yang disyaratkan.Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain untuk mengambil langkah-langkah dan tindakan menuju suatu sasaran bersama. Karena itu kepemimpinan adalah kegiatanmempengaruhi orang lain agar mau bekerja untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Salam,2007:93). Menurut Kartini Kartono (2002), pemimpin adalah seorang pribadi yang memilikikecakapan dan kelebihan-kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan di satu bidangsehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitastertentu demi pencapaian tujuan atau beberapa tujuan. Jadi pemimpin adalah orang yang memiliki satu atau beberapa kelebihan sebagaipredisposisi (bakat yang dibawa sejak lahir) dan merupakan kebutuhan dari suatu situasi atauzaman sehingga orang itu mempunyai kekuatan dan kewibawaan untuk mengarahkan danmembimbing bawahan. Pemimpin juga mendapat pengakuan dan dukungan dari bawahan danmau menggerakkan ke arah tujuan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut ada empat unsur dalam kepemimpinan antara lain : (WilsonBangun, 2012)a. Kumpulan orang, dalam suatu organisasi terdapat kumpulan orang yang menjadi pengikut untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Para pengikut tersebut akan menerima pengarahan dan perintah dari pemimpin. Tanpa adanya kelompok sebagai pengikut dalam organisasi, maka kepemimpinan tidak akan terwujud. Demikian juga, wewenang seorang pemimpin ditentukan oleh kepatuhan para pengikut untuk melaksanakan arahan dan perintah pemimpin. Semakain dilaksanakan arahan dan perintah dengan baik oleh para Jurnal Public Policy l 192
pengikut maka semakin besar wewenang pemimpin untuk mengatur para pengikutnya agar melaksanakan tugasnya.b. Kekuasaan, pada unsur ini ada kekuasaan yang dimiliki pemimpin untuk mengarahkan dan mengatur para pengikut untuk melaksanakan tugasnya. Kekuasaan merupakan kekuatan yang dimiliki seorang pemimpin untuk mempengaruhi para pengikutnya untuk melaksanakan tugasnya.dalam organisasi, para pengikut atau anggota organisasi juga mempunyai kekuasaan, tetapi kekuasaan yang mereka miliki masih terbatas. Kekuasaan yang dimiliki pemimpin lebih besar dari kekuasaan yang dimiliki para anggota organisasi. Ada lima dasar kekuasaan yang dimiliki pemimpin antara lain : kekuasaan menghargai, kekuasaan memaksa, kekuasaan sah, kekuasaan rujukan dan kekuasaan keahlian. Semakin banyak sumber kekuasaan yang dimiliki pemimpin, maka semakin besar potensinya menjadi pemimpin yang efektif.c. Mempengaruhi, unsur ketiga dari kepemimpinan adalah kemampuan pemimpin dalam menggunakan berbagai bentuk kekuasaan yang dimilikinya untuk mempengaruhi para anggota organisasi agar mau melaksanakan tugasnya. Pada unsur ini sangat dibutuhkan bagaimana keahlian pemimpin untuk mempengaruhi anggota organisasi. Para pemimpin memiliki kualitas daya tarik yang menimbulkan kesetiaan, pengabdian dan keinginan yang kuat dari para anggota organisasi untuk melakukan hal-hal yang diinginkan pemimpin.d. Nilai, unsur keempat dari kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggunakan tiga unsur sebelumnya dan mengakui bahwa kemampuan berkaitan dengan nilai. Dalam menjalankan roda organisasi, pasti memerlukan seorang pemimpin yang memilikisejumlah kemampuan tertentu. Demikian juga dalam pelaksanaan manajemen pemerintahandiperlukan seorang pemimpin yang memiliki :1. Kemampuan manajerial, yaitu kemampuan untuk memanfaatkan dan menggerakkan sumber daya agar dapat diarahkan bagi tercapainya tujuan melalui kegiatan orang lain.2. Kemampuan leadership, yaitu kemapuan untuk memimpin, mempengaruhi, mengarahkan orang (SDM) agar timbul pengakuan, kepatuhan, ketaatan serta memiliki kemampuan, kesadaran untuk melakukan kegiatan bagi tercpainya tujuan tertentu. Adapun gaya kepemimpinan otoriter memiliki ciri-ciri :a. Semua determinasi dan kebijaksanaan dilakukan presiden.b. Teknik dan langkah aktivitas ditentukan oleh pimpinan sehingga selanjutnya senantiasa tidak pasti.c. Pimpinan mendikte tugas pekerjaan.d. Penghargaan atau pujian cenderung pribadi.Ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis adalah sebagai berikut :a. Semua policy merupakan bahan pembahasan kelompok dan keputusan kelompok dirangsang atau dibantu oleh pimpinan.b. Perspektif aktivitas dicapai selama diskusi berlangsung dilukiskan langkah umum kearah tujuan pokok. Bila diperlukan advice teknik, maka pimpinan menyarankan lebih dari alternative yang dapat dipilih.c. Para anggota bebas untuk bekerja dengan siapa yang dikehendaki, pembagian tugas diserahkan kepada kelompok.Sedangkan ciri-ciri gaya kepemimpinan laize faire adalah :a. Kebebasan lengkap untuk kelompok atau individu dalam mengambil keputusan, dan meminimumkan partisipasi pemimpin.b. Macam-macam bahan disediakan oleh pimpinan yang dengan jelas pimpinan menyatakan bahwa dia akan menyediakan keterangan bila ada permintaan, dia tidak ambil bagian dalam diskusi. Jurnal Public Policy l 193
c. Pimpinan tidak berpartisipasi sama sekali.d. Penilaian diserahkan pada anggota, pimpinan tidak terlibat. Dalam praktik kehidupan sehari-hari dilingkungan pemerintahan, perusahaan maupunlingkungan masyarakat, kemapuan manajerial, kemampuan leadership dan kewibawaan danlegitimasi seorang pemimpin ini seringkali membawa kepada dikotomi konsep pemimpinformal dan pemimpin informal. Padahal pada praktiknya, overlapping dapat saja terjadi. Padalingkungan tertentu seseorang dianggap sebagai pemimpin formal, dilingkungan lain orang itumenjadi pemimpin informal.Karakteristik Kepemimpinan Pemimpin memiliki sejumlah kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan bawahannya.Namun demikian kelebihan-kelebihan seseorang belum tentu dapat mendorong sebuahkepemimpinan yang efektif. Hal ini tergantung kepada karakteristik kepemimpinan yangbersangkutan. Adapun karakteristik kepemimpinan yang efektif timbul karena didorong oleh :a. Motivasi dan bakat seseorang yang menimbulkan kepemimpinan seperti : 1) Penuh inisiatif, energik, dan ambisi 2) Tekun dan proaktif dalam mengejar sasaran 3) Mempunyai keinginan memimpin tetapi tidak mengharapkan kekuasaan 4) Jujur, memiliki integritas tinggi dan dapat dipercaya 5) Memiliki rasa percaya diri yang tinggi dalam memikul tanggung jawab 6) Kreatif 7) Fleksibelb. Memiliki pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang menimbulkan kepemimpinan seperti : 1) Memiliki pengetahuan yang luas baik intern organisasi maupun ekstern 2) Memiliki keahlian dalam hubungan antara manusia, membangun jaringan komunikasi, memecahkan masalah, mengambil keputusan dan menetapkan sasaran 3) Memiliki kemampuan kognitif terutama kemampuan mengolah informasi, serta memadukan dan menarik kesimpulan yang logisc. Memiliki visi yang jelas karena visi merupakan komponen vital yang menjadi daya dorong bagi pimpinan dalam hal : 1) Menetapkan apa yang harus dikerjakan agar visi dapat terwujud 2) Mengartikulasikan visi tersebut dengan ringkas 3) Memformulasikan visi strategis 4) Mengembangkan komitmen diantara pengikut dengan cara yang jelas 5) Mengimplementasikan visi serta berusaha merealisasikannya.4. SIMPULAN1. Kepemimpinan dapat diartikan dengan manajemen. Manajemen menggerakkan segenap sumber daya organisasi sedemikian rupa secara harmonis dalam mencapai tujuan organisasi. Karena itu manajemen mengisyaratkan adanya unsur kepemimpinan, pengambilan keputusan, hubungan antarmanusia, dan manusianya itu sendiri.2. Perencanaan adalah penentuan terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan. Bagaimanakah suatu rencana dikatakan baik? Perencanaan yang baik memuat unsur-unsur pertanyaan seperti what, why, where, when, who, dan how, yang biasa disebut dengan “kunci 5W dan 1H”.3. Untuk menghasilkan kualitas kerja yang optimal, salah satu indikatornya akan dipengaruhi oleh sikap dan perilaku manajemen eksekutif. Sepak terjang manajemen eksekutif aktivitasnya akan berpengaruh dalam proses implementasi kebijakan, maka manajemen eksekutif harus mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan kebutuhan Jurnal Public Policy l 194
organisasi dan lingkungan yang senantiasa selalu berubah. Manajemen eksekutif dalam melaksanakan aktivitas dan fungsinya senantiasa berkoordinasi dengan lainnya, tidak berdiri sendiri apalagi sampai lepas satu sama lainnya, akan tetapi saling berkaitan.5. REFERENSIKartini, kartono, 2002, Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta : Rajawali.Koontz, Harold, & Donnel, 2004, Essensials of Management, edisi 2, New York : McGraw-Hill Book Company.Mardiasmo, 2002, Akuntansi Sektor Publik, Yogyakarta : AndiSalam, Dharma Setyawan. 2002. Manajemen Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Djambatan.Stewart & Ranson (1988), Management in the Public Domain, Public Money and Management.Stoner, James AF, 2002, Management, terjemahan Intermedia, New York : Prentice Hall.Tjahya Supriatna, Arjono Sukiasa, 2010, Manajemen Kepemimpinan dan Sumber Daya Aparatur, Bandung : Indra Prahasta. Jurnal Public Policy l 195
ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PRAKTIK GOOD GOVERNANCE PEMERINTAH DAERAH Aduwina Pakeh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Uiversitas Teuku Umar [email protected] AbstractOne of the aspects that central among the implementation of regional autonomy are related tosegregation and amalgamation areas that aims to strengthen the relationship betweengovernment of regions and people in order growth democratic life. The practice of goodgovernance the government the regions is an effort to strengthen democracy. It means, goodgovernance good from the perspective of the community meaningful receive public serviceslocal governments quality .One segregation of the region is segregation of aceh barat into threeareas , namely Simeulue, Nagan Raya and Aceh Jaya in 2002. At the time conflict aceh stirsthat it demands the community not covered by local government services closest to the districwas segregated .In addition happened euphoria the act of regional autonomy. This study aimsto analyze perceptions of Simeulue, Nagan Raya and Aceh Jaya to regional governmentperformance in providing basic service after segregation of areas and whether there aredifferences between third the government the area. Survey used technique the random samplesof 150 derived from three the district segregation.Of respondents about 150 terambil 58respondents ( 38.7 % ) of the Nagan Raya, 42 respondents ( 28.0 % ) of the Seumeulu and about50 respondents ( 33.3 % ) of the Aceh Jaya.Using analysis of variance ( ANOVA ) show servicesare equal treatment, there is no difference perception excessive rata-rata worth 2.1.This meanspublic perceptions in local government services in those areas part aceh barat biasa-biasacourseKeywords: Regional Autonomy, Segregation of the Region, Public Services, the Public Perception Jurnal Public Policy l 196
1. PENDAHULUAN Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, berdasarkan Undang-undang Nomor7 (Drt) Tahun 1956 tentang pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-kabupaten dalamlingkungan Propinsi Sumatera Utara, wilayah Aceh Barat dimekarkan mejadi 2 (dua) Kabupatenyaitu Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Aceh Selatan. Kabupaten Aceh Barat denganIbukota Meulaboh terdiri dari tiga wilayah yaitu Meulaboh, Calang dan Simeulue, denganjumlah kecamatan sebanyak 19 (sembilan belas) Kecamatan yaitu Kaway XVI, Johan Pahlwan,Seunagan, Kuala, Beutong, Darul Makmur, Samatiga, Woyla, Sungai Mas, Teunom, KruengSabee, Setia Bakti, Sampoi Niet, Jaya, Simeulue Timur, Simeulue Tengah, Simeulue Barat,Teupah Selatan dan Salang. Sedangkan Kabupaten Aceh Selatan meliputi wilayah TapakTuan, Bakongan dan Singkil dengan ibukotanya Tapak Tuan. Aceh Barat secara sah berstatussebagai kabupaten melalui Undang-Undang ini. Pada Tahun 1996, Kabupaten Aceh Barat dimekarkan lagi menjadi 2 (dua) kabupaten, yaituKabupaten Aceh Barat meliputi kecamatan Kaway XVI, Johan Pahlwan, Seunagan, Kuala,Beutong, Darul Makmur, Samatiga, Woyla, Sungai Mas, Teunom, Krueng Sabee, Setia Bakti,Sampoi Niet dan Jaya dengan ibukota Meulaboh dan Kabupaten Adminstratif Simeuluemeliputi kecamatan Simeulue Timur, Simeulue Tengah, Simeulue Barat, Teupah Selatan danSalang dengan ibukotanya Sinabang. Kemudian pada tahun 2000 berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 5, Kabupaten Aceh Baratdimekarkan dengan menambah 6 (enam) kecamatan baru yaitu Kecamatan Panga, AronganLambalek, Bubon, Pantee Ceureumen, Meureubo dan Seunagan Timur. Dengan pemekaran iniKabupaten Aceh Barat memiliki 20 (dua puluh) Kecamatan, 7 (tujuh) Kelurahan dan 207 Desa. Ketika otonomi daerah dicanangkan lewat UU No 4 Tahun 2002, bumi Teuku Umaryang luasnya 10.097.04 Km² atau 1.010.466 Ha ini pun dimekarkan menjadi tiga Kabupaten,yaitu Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Barat. Tahun 2016,isu pemekaran kabupaten Aceh Barat kembali mencuat hangat, iaitu rencana pemekaran ibukota kabupaten Aceh Barat iaitu Meulaboh sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB) KotaMeulaboh. Wacana itu sudah masuk ke tahap penggodokan di kementerian dalam NegeriRepublik Indonesia. Pemerintahan yang demokratis perlu menunjukkan bahwa masyarakat dapatmenerima pelayanan publik yang diberikan dan menilai kinerjanya dengan baik(Northover 2005; Schneider and Teske 1992). Tingkat penerimaan masyarakat yang baik akanmemberikan pengaruh terhadap apakah pimpinan daerah dapat dipercayai untuk mengelolapemerintahan. Oleh karena itu menurut Yaghi (2008), tingkat penerimaan masyarakat adalahpenting bagi upaya mempertahankan kinerja yang baik dan upaya memperbaiki kinerja yangburuk; dan inilah makna tata kelola kepemerintahan yang baik. Penelitian penilaian kepuasanpelayanan publik dan good governance terhadap Pemerintah Daerah, menurut Yaghi (2008)lebih penting dibandingkan penilaian terhadap sistem pemerintah yang lebih tinggi. Haldisebabkan empat hal yaitu (1) kedekatan tempat tinggal warga dengan pelayanan publikpemerintah daerah, (2) hubungan emosional warga terhadap pegawai dan pimpinanpemerintah daerah, (3) akses warga terhadap pelayanan publik dan (4) terdapat warga yangberperan ganda sebagai warga sekaligus pegawai pemerintah daerah. Good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik didefinisikan sebagai bagianadministrasi pemerintah yang dijalankan secara demokrasi (Hatisman and Cousinea 2001;Imhanlahimi 2006; UN 2007). Definisi mencakup bahwa pengambilan keputusan danpelaksanaan kebijakan adalah bagian dari tata kelola pemerintahan. Oleh karena itu, menurutYaghi (2008), good governance atau tata kelola pemerintah yang baik berkaitan dengankeputusan harian sebagai bagian pelaksanaan keputusan yang menghasilkan pelayanan publikyang dapat dievaluasi oleh yang lain. Untuk itu, praktek good governance harus memberikankepuasan terhadap delapan criteria yang dikenal dengan (1) akuntabilitas, (2) transparansi, (3) Jurnal Public Policy l 197
daya tanggap, (4) partisipasi, (5) taat terhadap aturan, (6) efektifitas dan efisiensi, (7)persamaan hak dan kewajiban dan (8) membangun konsensus antar pihak. Good governance bertujuan untuk memastikan bahwa pemerintah daerah menyediakantingkat acceptable Pelayanan publik kepada masyarakat untuk mempertahankan integritaspemerintahan yang demokratis. Untuk menguji apakah warga yang tinggal di wilayahyang berbeda dapat mempersepsikan good governance dengan kebiasaan atau tata cara yangsama atau apakah pemerintah lokal mempraktekkan good governance secara berbeda,maka penelitian ini untuk menguji penilaian masyarakat Simeulue, Nagan, dan Aceh Jayaterhadap kinerja pemerintah daerah setempat. Penelitian ini bermaksud untuk meningkatkan pemahaman teori dan praktek terhadap idegood governance di masing-masing daerah pemekaran. Asumsinya adalah bahwa semuaPemerintah Daerah diharapkan menyediakan pelayanan publik dan menjalankan pemerintahandan dengan cara itu dapat memuaskan masyarakat. Oleh karena itu, pertanyaan besarnyaadalah jika menggunakan kriteria yang sama untuk menilai pelaksanaan pemerintah dalamgood governance, akankah masyarakat Simeulue, Nagan Raya dan Aceh Jaya menilaipemerintah daerah sama atau berbeda?2. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakna metode kuantitatif dengan menggunakan survey sebagai teknikpengambilan sampel secara acak terhadap 150 yang berasal dari tiga wilayah kabupatenpemekaran iaitu Simeulue, Nagan Raya dan Aceh Jaya. Dari 150 responden terambilsebanyak 58 responden (38.7%) dari area Nagan Raya, 42 responden (28.0%) dari areaSeumeulu dan sebanyak 50 responden (33.3%) dari area Aceh Jaya. Analisis statistik yangdigunakan adalah Analysis of Variance (ANOVA) satu jalur. Analisis ini digunakanuntuk menguji tingkat perbedaan pemahaman (in means) between responses pada sampelwarga dari ketiga wilayah (untuk menjawab pertanyaan penelitian dan menguji hipotesis).Survey menggunakan kuesioner terstruktur pertanyaan tertutup dengan menggunakan skalalikert dengan pilihan (1) Buruk, (2) Ragu-Ragu, (3) Tidak ada pendapat, (4) Biasa-Biasa sajadan (5) Baik. Kuesioner terdiri dari tiga kategori pertanyaan evaluasi yaitu (1) penilaiankepuasan warga terhadap pelayanan publik oleh Pemda secara umum, (2) penilaian kepuasanwarga terhadap 15 atribut pelayanan publik Pemda dan (3) penilaian kepuasan warga terhadap11 kriteria good governance yang dilakukan oleh Pemda.3. PEMBAHASAN Sebagian besar masyarakat di setiap daerah (Nagan Raya, Seumeulu dan Aceh Jaya)menilai tata kelola pemerintah dan pelayanan publik sebagian besar biasa-biasa saja (56,7%).Penilaian baik (26%) di seluruh daerah berturut-turut diperlihatkan pada atribut pelayananpublik (1) pengurusan KTP, KK dan Akte Lahir, (2) Penerapan Syariat Islam dan (3) Kesehatan.Selain itu, terdapat beberapa variabel good governance yang harus diperbaiki yaitu (1)Kesiapsiagaan/Kecepatan. Pelayanan Pemda dalam menangani Keluhan Masyarakat, (2)Masalah Transparansi Pengelolaan Anggaran dan (3) Realisasi Visi dan Misi atau JanjiPimpinan Daerah saat Kampanye. Pilkada. Hal itu dianggap sebagian besar masyarakat di tigadaerah masih lemah dan perlu diperbaiki. Hal ini diperlihatkan pada Tabel 1. Variabel Buruk Ragu- Tidak ada Biasa-biasa ragu pendapat saja Baik Rata-rata 3.3%Kepuasan keseluruhan 12.0% 2.0% 56.7% 26.0% 3.81 1.3%Pengurusan KK,KTP dan Akte 6.7% 0.7% 40.0% 51.3% 4.28Lahir Jurnal Public Policy l 198
Kesehatan 10.7% 7.3% 2.0% 44.7% 35.3% 3.87 10.7% 13.3% 34.7% 34.0% 3.77Pendidikan 7.3% 8.7% 7.3% 39.3% 11.3% 2.87 8.7%Penanggulangan Sampah 33.3% 8.7% 11.3% 2.99 11.3%Kebersihan Jalan dan Sanitasi 5.3% 32.7% 18.7%(Selokan, Parit, Got) Perkotaan 31.3% 10.7%Penanggulangan Bencana 20.7% 4.7% 32.0% 20.7% 3.22Alam 15.3% 12.0% 12.7% 48.0% 12.7% 3.29 8.7% 11.3%Pelayanan Pemerintah 16.0% 13.3%terhadap Korban Konflik 10.0% 8.7% 16.0% 16.7%Kondisi Pembangunan 22.7% 15.3% 20.0% 43.3% 20.0% 3.29Infrastruktur (Jalan dan 10.0%Jembatan) 20.0% 8.0% 12.7% 7.3% 9.3%Kondisi Pembangunan Sarana 8.7% 16.0% 32.7% 23.3% 3.26Irigasi Pertanian 12.7% 5.3% 52.0% 20.7% 3.58Penerapan dan Penegakan 10.0%Syariat IslamPerencanaan Pembangunan 40.0% 22.7% 3.52Partisipatif di setiap level(Gampong, Kecamatan dankabupatenPeran Pemerintah dalam 19.3% 32.7% 21.3% 3.21Melindungi HutanPelayanaan PLN terhadappelanggan 15.3% 38.7% 29.3% 3.59 34.7% 15.3% 3.06Pelayanaan PDAM terhadap 3.03pelanggan 26.0%Peran Pemerintah dalam 32.0% 12.7%menanggulangi korban KDRT 19.3%Pemerintah merespons atau 22.0% 38.7% 16.7% 3.15peka terhadap keluhan 17.3%masyarakat 48.7% 14.7% 3.33Pemerintah menginformasikandan mensosialisasikankebijakan kepada masyarakatPemerintah bersikap adil dan 16.7% 38.7% 12.0% 2.91merata dalam memberikanpelayanan kepada masyarakat 27.3% Jurnal Public Policy l 199
Pemerintah bertindak cepat 24.7% 8.7% 36.7% 8.7% 2.87dalam menindak lanjuti 21.3% 20.0% 15.3%keluhan masyarakat 28.7% 10.7% 2.79Pemerintah melibatkan peranserta masyarakat dalammembahas isu-isu kebijakan 25.3%Pemerintah bersikaptransparansi/terbuka dalam 42.0% 12.0% 10.0% 28.7% 7.3% 2.47 18.0% 22.7%pengelolaan anggaran 13.3% 18.0% 10.7% 6.7%Pemerintah mengalokasi 11.3% 14.0% 14.7% 10.7%anggaran daerah secara 30.7% 9.3% 2.93proporsional (antara belanja 19.3%pegawaiPemerintah membuka akses 39.3% 21.3% 3.53 42.0% 18.0% 3.22kepada masyarakat terhadap 8.0% 28.0% 10.0% 2.63pelayanan publikPandangan sekilas terhadap 22.7%Pemerintah DaerahRealisasi visi dan misi 36.7% 35.3% 16.7% 3.09pimpinan daerah (terkait janji 22.7%pada masa kampanye)Keterlibatan perempuan didalam pengambilan keputusanpublik pada setiap levelTabel 1. : Tabel Statistik Deskriptif PenelitianTingkat Penilaian Secara Umum Secara umum, Hasil Anova menunjukkan hasil yang hampir signifikan pada alpha =0.05, tetapi jika dinaikan sedikit dengan alpha sebesar 0.052, maka sudah dapat dipastikan hasilAnova signifikan. Ini menunjukkan bahwa minimal ada satu pasangan area tentang tingkatkepuasaan warga pada kinerja pemerintahan secara umum berbeda, terlihat pada tabel (2) hasilAnova. ANOVA Kepuasan keseluruhan Sum of Squares df Mean Square F Sig. 2 .051 Between Groups 8.685 147 4.342 3.038 149 Within Groups 210.088 1.429 Total 218.773Tabel 2. : Tabel ANOVA terhadap penilaian pelayanan publik secara umum Hasil uji beda nyata berdasarkan tabel 3. menunjukkan tingkat kepuasaan warga padakinerja pemerintahan secara umum di Nagan Raya dan Aceh Jaya berbeda nyata,sedangkan pasangan lainnya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (Nagan Raya vsSeumeulu, Seumeulu vs Aceh Jaya), dengan Aceh Jaya yang mempunyai grad rata-rata tingkat Jurnal Public Policy l 200
kepuasan paling tinggi dan Nagan Raya mempunyai grad rata-rata tingkat kepuasan palingrendah (lihat pada tabel 4.) Multiple ComparisonsDependent Variable: Kepuasan keseluruhanLSD Mean 95% Confidence Interval Difference Lower Bound Upper Bound (I-J)N(I)agaarenaR(aJy) aareaSeumeulu -.41133 .S2t4d2. 2E2rror .S0i9g2. -.8900 .0673Aceh Jaya -.54276* .23070 .020 -.9987 -.0868Seumeulu Nagan .41133 .24222 .092 -.0673 .8900Raya -.13143 .25022 .600 -.6259 .3631Aceh Jaya NaganRaya .54276* .23070 .020 .0868 .9987Seumeulu .13143 .25022 .600 -.3631 .6259*. The mean difference is significant at the .05 level.Tabel 3. : Tabel hasil uji beda nyata terhadap penilaian pelayanan publik secara umum area Seumeulu Aceh Jaya Nagan Raya Mean Mean Mean 3.93 4.06 Kepuasan keseluruhan 3.52Tabel 4. : Tabel rataan kepuasan terhadap penilaian pelayanan publik secara umumTingkat Penilaian Atribut Pelayanan Publik Berdasarkan hasil uji Anova pada Tabel 5. menunjukkan tingkat penghantaranpelayanan publik di setiap wilayah tidak berbeda nyata atau sama di bawah tingkat signifikansi> 0.05. Hal ini diperkuat dengan hasil rataan pada Tabel 6. bahwa nilai rataan hampir sama disetiap wilayah. ANNOVA tingkat penghantaran pelayanan Sum of Squares df Mean Square F Sig. .220Between Groups 1.609 2 .805 1.530Within Groups 77.286 147 .526Total 78.896 149Tabel 5. : Tabel ANOVA terhadap penilaian pelayanan publik Jurnal Public Policy l 201
area Nagan Raya Seumeulu Aceh Jaya Mean Mean Mean tingkat penghantaran pelayanan 3.37 3.54 3.28Tabel 6. : Tabel rataan kepuasan terhadap penilaian pelayanan publikTingkat Penilaian Good GovernanceBerdasarkan hasil uji Anova pada Tabel 7. menunjukkan tingkat penghantaran pelayananpublik di setiap wilayah tidak berbeda nyata atau sama di bawah tingkat signifikansi > 0.05.Hal ini diperkuat dengan hasil rataan pada Tabel 8. bahwa nilai rataan hampir sama di setiapwilayah ANOVA kinerja adminitrasi pemerintahan local Sum of Squares df Mean Square F Sig. .303Between Groups 1.539 2 .770 1.203Within Groups 94.082 147 .640Total 95.621 149Tabel 7. : Tabel ANOVA terhadap penilaian good governance area Seumeulu Aceh Jaya Nagan Raya Mean Mean Mean kinerja adminitrasi 2.91 3.14 pemerintahan local 2.93Tabel 8. : Tabel rataan kepuasan terhadap penilaian good governanceTingkat Penilaian Masing-Masing Atribut Pelayanan Publik Berdasarkan hasil uji Anova menunjukkan terdapat tiga atribut pelayanan publik yaitu(1) Penanggulangan Sampah, (2) Kebersihan Jalan dan Sanitasi Perkotaan (selokan, parit dangot), dan (3) Pelayanan PDAM terhadap pelanggan yang berbeda nyata. Hal ini diperlihatkanoleh Tabel 9. ANOVA Sum of df Mean F Sig. Squares 2 Square 8.944 0.000 Between Groups 147 36.60 149 18.297Penanggulangan sampah Within Groups 2 300.74 147 2.046 337.33 Total 15.86 346.12Kebersihan Jalan dan Between Groups 7.929 3.367 0.037 2.355Sanitasi (Selokan, Parit, Got) Within Groups Jurnal Public Policy l 202
Perkotaan Total 361.97 149 11.65 5.964 0.003 Between Groups 23.30 2 1.953Pelayanaan PDAM terhadap Within Groups 287.16pelanggan 310.46 147 Total 149Tabel 9. : Tabel ANOVA terhadap penilaian tiga atribut pelayanan publik Selanjutnya tingkat kepuasan masyarakat tentang masalah penanggulangan sampahmenunjukkan perbedaan antar wilayah diantaranya adalah Nagan Raya dengan Seumeulu,Seumeulu dan Aceh Jaya. Selain itu tingkat kepuasan terhadap kebersihan jalan dan sanitasiperkotaan, Seumeulu dan Aceh Jaya menunjukkan perbedaan yang signifikan. PelayananPDAM terhadap pelanggan dapat dirasakan berbeda tingkat kepuasannya yaitu di Nagan Rayadan Seumeulu, Aceh Jaya dan Seumeulu. Hal ini diperlihatkan oleh Tabel 10.Dependent Variable (I) area Mean Sig. (J) area Difference (I- Std. Error J) Seumeulu -0.970 0.290 0.0010 Nagan Raya 0.232 0.276 0.4012 Aceh JayaPenanggulangan sampah Nagan Raya 0.970 0.290 0.0010 Seumeulu 1.203 0.299 0.0001 -0.232 0.276 0.4012 Aceh Jaya -1.203 0.299 0.0001 -0.487 0.311 0.1195 Nagan Raya 0.346 0.296 0.2452 Aceh Jaya 0.487 0.311 0.1195 0.832 0.321 0.0105 Seumeulu -0.346 0.296 0.2452 -0.832 0.321 0.0105 Seumeulu Nagan Raya Aceh JayaKebersihan Jalan dan Nagan RayaSanitasi (Selokan, Parit, Seumeulu Aceh JayaGot) Perkotaan Nagan Raya Aceh Jaya Seumeulu Seumeulu -0.846 0.283 0.0033 Nagan Raya 0.065 0.270 0.8104 Aceh JayaPelayanaan PDAM Seumeulu Nagan Raya 0.846 0.283 0.0033 0.910 0.293 0.0022terhadap pelanggan Aceh Jaya Nagan Raya -0.065 0.270 0.8104 Aceh Jaya -0.910 0.293 0.0022 SeumeuluTabel 10. : Tabel perbedaan tingkat kepuasan antar daerah pada tiga atribut pelayanan publik Jurnal Public Policy l 203
Tingkat kepuasan terhadap ketiga atribut yaitu Masalah Penanggulangan Sampah,Kebersihan Jalan dan Sanitasi dan Pelayanan PDAM terhadap Pelanggan menunjukkanketiga atribut unggul di daerah Seumeulu dan paling rendah di Aceh Jaya, dan hal inimenunjukkan adanya tingkat perbedaan antar daerah (Tabel 11). area Nagan Raya Seumeulu Aceh Jaya Mean Mean Mean Penanggulangan sampah 2.67 3.64 2.44 Kebersihan Jalan dan Sanitasi (Selokan, 2.97 3.45 2.62 Parit, Got) Perkotaan Pelayanaan PDAM terhadap pelanggan 2.84 3.69 2.78Tabel 11. : Tabel keunggulan tingkat kepuasan pada tiga atribut pelayanan public Berdasarkan nilai skor rataan dengan menggunakan rentang kriteria diketahui bahwaatribut (1) Penanggulanagn Sampah, (2) Kebersihan Jalan dan Sanitasi Perkotaan dan (3)Pelayanan PDAM terhadap pelanggan di Nagan Raya dan Aceh Jaya dinilai biasa sajasedangkan di Seumeulu sudah cukup baik. Hal diperlihatkan oleh Tabel 12. Nagan Raya Seumeulu Aceh JayaPeubah Rata- rata Kesimpulan Rata-rata Kesimpulan Rata-rata KesimpulanPenanggulangansampah 2.67 Biasa saja 3.64 Cukup puas 2.44 Biasa sajaKebersihan Jalan Biasa saja 3.45 Cukup puas 2.62 Biasa sajadan Sanitasi Biasa saja 3.69 Cukup puas 2.78 Biasa saja(Selokan, Parit, Got)2.97PerkotaanPelayanaan PDAMterhadap pelanggan 2.84Tabel 12. : Tabel nilai skor penilaian tiga atribut pelayanan publik berdasarkan rentang kriteria Hubungan Daerah Dengan Penilaian Secara Umum, Penilaian Atribut PelayananPublik Dan Penilaian Good Governance. Pengolahan data crosstab menunjukkan adanyahubungan yang signifikan antara daerah dengan tingkat penilaian secara umum. Hal ini dapatdilihat pada Tabel. 13. Jurnal Public Policy l 204
Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. Pearson Chi-Square 20.087 8 (2-sided) Likelihood Ratio a 8 .010 Linear-by-Linear 19.842 .011 Association 1 N of Valid Cases 5.512 .019 a. cells (40.0%) ha1v5e0expected count less than The minimum expected count is .84.Tabel 13. : Tabel crosstab hubungan antara daerah dengan tingkat penilaian secara umumSIMPULAN Tingkat kepuasaan warga pada kinerja pemerintahan secara umum pada ketiga wilayahtidak sama atau berbeda nyata. Wilayah yang berbeda yaitu Nagan Raya dan Aceh Jaya.Sedangkan Kepuasan warga terhadap atribut pelayanan publik dan praktek good governance diketiga wilayah sama atau tidak berbeda nyata. Dilihat dari masing-masing atribut pelayanan public, terdapat tiga atribut yang berbedasignifikan di setiap wilayah dengan tingkat kepuasan di Aceh Jaya paling rendah Ketiga atributtersebut adalah (1) Penanggulangan Sampah, (2) Kebersihan Jalan dan Sanitasi (Selokan, Paritdan Got) Perkotaan dan Pelayanaan PDAM terhadap Pelanggan. Secara umum hal-halyang perlu diperhatikan sebagai masukan untuk semua Pemerintah Daerah berkaitandengan praktek good governance adalah (1) masalah keluhan masyarakat yang seharusnyacepat ditanggapi, (2) transparansi pengelolaan anggaran dan (3) realisasi janji pemimpin.Pembangunan yang melibatkan partisipatif masyarakat rata-rata setiap daerah belum mengarahmenunjukkan kinerja yang baik.REFERENSIAnonym. 2007. Aceh Barat dalam Angka. Biro Pusat Statistik Aceh Barat. Meulaboh.Hartono, Yudi. 2005. Sejarah Pemekaran Aceh Barat. Makalah pada Seminar Analisis Sosialdi Aceh. Jogyakarta.Northover, Patricia. 2005. „Small States and “Good Governance” for Sustainable“Development”: Introduction’, Social and Economic Studies, 54 (4): 2–13.Schneider, Mark and Paul Teske. 1992. „Toward a Theory of the Political Entrepreneur:Evidence from Local Government‟, American Political Science Review.Yaghi, Abdulfattah. 2008. “Good Governance Practices by Local Administration inJordan and USA”. International Journal of Rural Management, 4 (1&2): 47-65.Hatisman, John and Kan Cousinea. 2001. „Municipal Customers Satisfaction Study‟.Associationof Municipal Managers, Clerks And Treasures of Ontario, 1–2.Imhanlahimi, Joseph E. 2006. „Public Administration in India: 21st Century Challenges forGood Governance‟, Social and Economic Studies, 55 (3): 212–17.UN Economic and Social Council. 2002. Enhancing the Capacityof Public Administration to Implement the United Nations Millennium Declaration. NewYork City, Committee of Experts on Public Administration,First session. http://unpan1.un.org/intradoc/groups/public/documents/UN/UNPAN003535.pdf (Akses pada 2 November 2015). Jurnal Public Policy l 205
TATA CARA PENULISAN JURNAL PUBLIC POLICY JURUSANADMINISTRASI NEGARA, FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR1. PEDOMAN UMUM a. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dengan huruf Time New Roman font 11. Panjang naskah sekitar 8–15 halaman dan diketik 1 spasi. b. Seting halaman adalah 1 kolom c. Ukuran kertas adalah A4 dengan lebar batas-batas tepi (margin) adalah 3,5 cm untuk batas atas dan bawah, sedang kanan dan kiri adalah 3,0 cm. d. Sumber rujukan jurnal minimal 40% dari keseluruhan naskah.2. SISTIMATIKA PENULISAN a. Bagian awal : judul, nama penulis, abstraksi. b. Bagian utama : Berisi pendahuluan, Kajian literature dan pengembangan hipotesis (jika ada), cara/metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, dan kesimpulan dan saran (jika ada). c. Bagian akhir : Bagian akhir : ucapan terima kasih (jika ada), keterangan simbol (jika ada), dan daftar pustaka.3. JUDUL DAN NAMA PENULIS a. Judul dicetak dengan huruf besar/kapital, dicetak tebal (bold) dengan jenis huruf Times New Roman font 12, spasi tunggal dengan jumlah kata maksimum 15. b. Nama penulis ditulis di bawah judul tanpa gelar, tidak boleh disingkat, diawali dengan huruf kapital, tanpa diawali dengan kata ”oleh”, urutan penulis adalah penulis pertama diikuti oleh penulis kedua, ketiga dan seterusnya. c. Nama perguruan tinggi dan alamat surel (email) semua penulis ditulis di bawah nama penulis dengan huruf Times New Roman font 10.4. ABSTRACT a. Abstract ditulis dalam bahasa Inggris, berisi tentang inti permasalahan/latar belakang penelitian, cara penelitian/pemecahan masalah, dan hasil yang diperoleh. Kata abstract dicetak tebal (bold). b. Jumlah kata dalam abstract tidak lebih dari 250 kata dan diketik 1 spasi. c. Jenis huruf abstract adalah Times New Roman font 11, disajikan dengan rata kiri dan rata kanan, disajikan dalam satu paragraph, dan ditulis tanpa menjorok (indent) pada awal kalimat. d. Abstract dilengkapi dengan Keywords yang terdiri atas 3-5 kata yang menjadi inti dari uraian abstraksi. Kata Keywords dicetak tebal (bold).5. ATURAN UMUM PENULISAN NASKAH a. Setiap sub judul ditulis dengan huruf Times New Roman font 11 dan dicetak tebal (bold). b. Alinea baru ditulis menjorok dengan indent-first line 0,75 cm, antar alinea tidak diberi spasi. c. Kata asing ditulis dengan huruf miring. d. Semua bilangan ditulis dengan angka, kecuali pada awal kalimat dan bilangan bulat yang kurang dari sepuluh harus dieja. e. Tabel dan gambar harus diberi keterangan yang jelas, dan diberi nomor urut. Jurnal Public Policy l 196
6. REFERENSI Penulisan pustaka menggunakan sistem Harvard Referencing Standard. Semua yang tertera dalam daftar pustaka harus dirujuk di dalam naskah. Kemutakhiran referensi sangat diutamakan. 1. Penulis 1, Penulis 2 dst. (Nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul Buku cetak miring. Edisi, Penerbit. Tempat Publikasi. Contoh: O’Brien, J.A. dan. J.M. Marakas. 2011. Management Information Systems. Edisi 10. McGraw-Hill. New York-USA. 2. Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya, (Nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul artikel. Nama Jurnal Cetak Miring. Vol. Nomor. Rentang Halaman. Contoh: Cartlidge, J. 2012. Crossing boundaries: Using fact and fiction in adult learning. The Journal of Artistic and Creative Education. 6 (1): 94-111. 3. Penulis 1, Penulis 2 dst, (Nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul artikel. Nama Konferensi. Tanggal, Bulan dan Tahun, Kota, Negara. Halaman. Contoh: Michael, R. 2011. Integrating innovation into enterprise architecture management. Proceeding on Tenth International Conference on Wirt-schafts Informatik. 16-18 February 2011, Zurich, Swis. Hal. 776-786. 4. Penulis (Nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul. Skripsi, Tesis, atau Disertasi. Universitas. Contoh: Soegandhi. 2009. Aplikasi model kebangkrutan pada perusahaan daerah di Jawa Timur. Tesis. Fakultas Ekonomi Universitas Joyonegoro, Surabaya. 5. Penulis. Tahun. Judul. Alamat Uniform Resources Locator (URL). Tanggal Diakses. Contoh: Ahmed, S. dan A. Zlate. Capital flows to emerging market economies: A brave new world?. http://www.federalreserve.gov/pubs/ifdp/2013/1081/ifdp1081.pdf. Diakses tanggal 18 Juni 2013. Jurnal Public Policy l 197
Jurnal Public Policy (JPP) adalah jurnal ilmiah di bidangilmu sosial dan politik yang diterbitkan oleh Jurusan IlmuAdministrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik(FISIPOL) Universitas Teuku Umar (UTU). Penerbitan JPPbertujuan untuk memfasilitasi interaksi, diskusi, advokasi danpemutakhiran gagasan dari para ilmuan sosial dan politik. JPPjuga bertujuan menyuguhkan kekayaan wawasan daninterpretasi fenomena sosial politik baik yang terjadi diIndonesia maupun di luar negeri, namun dapat memberikaninspirasi dan pembelajaran bagi perkembangan studi diIndonesia. JPP terbit dua kali dalam setahun, yaitu setiap akhirsemester. Para penulis yang menuangkan gagasan dan ide yangkomperhensif pada setiap edisi adalah para akademisi yangmenaruh perhatian pada isu sosial dan politik. JPP tidakmembatasi diri dengan hanya menyajikan naskah dariakademisi FISIPOL UTU saja, namun JPP membukamemberikan peluang kepada akademisi dari Nasional maupunInternasional. [email protected] Jurnal Public Policy l 198
Search