Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Jurnal Public Policy Vol.2 No.2 Oktober 2016

Jurnal Public Policy Vol.2 No.2 Oktober 2016

Published by Irwandi Aw, 2017-02-28 09:55:14

Description: Jurnal Public Policy

Search

Read the Text Version

Volume 2, No. 2, Oktober 2016 Jurnal Public Policy l i

DEWAN REDAKSI JURNAL PUBLIC POLICY Penanggung Jawab Teuku Ahmad Yani, SH., M.Hum Redaktur Nellis Mardhiah, S.Sos., M.Sc Editor Alimas Jonsa, S.Sos., M.Si Ikhsan, S.IP., M.IP Saiful Asra, M.Soc.Sc Aduwina, S.Sos., M.Sc Nodi Marefanda, M.A.P Desain Grafis Apri Rotin Djusfi, S.H., M.H Irwandi, S.Sos.I Sekretariat Sri Wahyu Handayani, S.AP., M.Si Ferawilyanti, A.Md Mitra BestariProf. Dr. Hj. Mas Roro Lilik Ekowanti, MS (HANG TUAH) Surabaya Prof. Dr. Hj. Sedarmayanti, M.Pd, Apu (STIA LAN) Bandung Dr. Falih Suaedi, MM (UNAIR) Surabaya Dr. Hendro Wardhono, M.Si (UNITOMO) Surabaya Dr. Drs. Ardiyan Septawan, M.Si (UNSRI) Palembang Alamat Penyunting Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Teuku Umar Jurusan Ilmu Administrasi Negara Alue Peunyareng- Meulaboh 23615 Website: http//www.utu.ac.id Email : [email protected] Jurnal Public Policy l ii

DAFTAR ISI ii iiiDewan Redaksi Jurnal Public Policy .............................................................. ivDaftar Isi ........................................................................................................Pengantar Redaksi ..........................................................................................PENGADMINISTRASIAN PENYERTAAN MODAL DAERAH KEPADA 114-120PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM SEBAGAI TANGGUNGJAWAB DALAM MENSEJAHTARAKAN RAKYATTeuku Ahmad Yani - Universitas Teuku Umar...........................................PENGARUH VARIABEL, TANGIBLE, REALIBILITY, RESPONSIVENESS, 121-134ASSURANCE, DAN EMPATHY TERHADAP KINERJA PELAYANANSKrOi MWPaLhAyuINHDanIdKaAyaNnTiO- RUnBiPveJSrsSitUasRTAeBuAkuYAUmar .....................................KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATENACEH JAYA DALAMPENGELOLAAN TAMBANG EMAS RAKYATDI GUNONG UJEUNAminah - Universitas Teuku Umar .............................................................. 135-142KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PENGELOLAAN TEMPAT 143-151PEMEROSESAN AKHIR SAMPAH REGIONAL DI KAWASANBANJAR BAKULA PROVINSI KALIMANTAN SELATANIrawanto - STIA Bina Banua Banjarmasin ................................................KEDUDUKAN DAN FUNGSI KOMISI PERLINDUNGAN ANAKINDONESIA DALAM MELINDUNGI HAK-HAK ANAKApri Rotin Djusfi - Universitas Teuku Umar .............................................. 152-158PEMEKARAN DAERAH: PELUANG DAN TANTANGAN BAGIPEMEKARAN KOTA MEULABOHIkhsan - Universitas Teuku Umar ................................................................ 159-166ADA APA DENGAN JILBAB? (SEBUAH PRAKTIK HEGEMONIMONOKULTURALISME DALAM INSTITUSI KEPOLISIAN)Vellayati Hajad - Universitas Teuku Umar ................................................ 167-173OMBUDSMAN: SUATU KAJIAN ANALISISYeni Sri Lestari - Universitas Teuku Umar .................................................. 174-185PERBANDINGAN MANAJEMEN SEKTOR PEMERINTAHDENGAN SEKTOR SWASTAZuhrizal Fadhly - Universitas Teuku Umar ............................................... 186-195ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PRAKTIKGOOD GOVERNANCE PEMERINTAH DAERAHAduwina Pakeh - Universitas Teuku Umar ................................................ 196-205Jurnal Public Policy l iii

Pengantar Redaksi Pada kesempatan kali ini kami selaku redaksi Jurnal Public Policymempersembahkan sebuah karya dalam bentuk jurnal berbasis catatan-catatan yang dibuat oleh akademisi. Jurnal Public Policy menjadi sebuah bentuk apresiasi kami dalammeningkatkan wawasan dan pengetahuan bagi pembaca. Melalui jurnal ini kamiberharap dapat mengambil peranan dalam upaya peningkatan minat membaca. Selainitu kami berharap agar hasil karya tulisan dari akademisi dapat dimuat pada edisi-edisiberikutnya. Terbitnya Jurnal Volume 2, No. 2, Oktober 2016 ini menjadi jawaban atas rasalelah yang dirasakan yang berubah menjadi rasa kepuasan yang mendalam bagi kami.Akhirnya, kerja keras kami dapat terwujud melalui terbitnya Jurnal Public Policy. Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak terkait yang membantuterbitnya Jurnal Public Policy edisi pertama. Kami sangat mengharapkan kritik dansaran dari pembaca terhadap Jurnal Public Policy sebagai perbaikan edisi-edisiberikutnya. Kritik dan saran yang sifatnya membangun dari anda sangat kami harapkandemi tercapainya kesempurnaan jurnal ini pada edisi mendatang.Salam Redaksi Jurnal Public Policy l iv

PENGADMINISTRASIAN PENYERTAAN MODAL DAERAH KEPADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM SEBAGAI TANGGUNG JAWAB DALAM MENSEJAHTARAKAN RAKYAT Teuku Ahmad Yani Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Uiversitas Teuku Umar AbstractThe state of pancasila as a welfare state put the state to participate berpatisipasi in the serviceof drinking water for its citizens .The existence of capital participation by an area on regionalwater company was owed juridical who must be done. Capital participation need orderlyadminstrasi in rangkan upholds accountability in financial administration the state, especiallyregional financial.Keywords: Equity, Regions, Local Drinking Water Company Jurnal Public Policy l 114

1. PENDAHULUAN Negara Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945(UUD) adalah negara hukum. Oleh karena itu setiap tindakan negara harus sesuaidengan aturan hukum. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang PembentukanPerundang-Undangan menegaskan bahwa aturan hukum itu memiliki jenjang, dimanaUUD memiliki kedudukan yang lebih tinggi, sehingga harus menjadi rujukan bagiperaturan perundang-undangan lainnya. Menurut Latif (2012), Sebagai negara hukum, maka setiap kegiatan negara yangdiatur dengan peraturan perundang-undangan harus ditujukan kepada upayapeningkatan kesejahteraan rakyat. Negara hukum Indonesia tidak sama dengan negarahukum pada negara-negara yang lain, karena negara hukum Indonesia memiliki karaktersendiri sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila (Asshiddiqie, 2014). Negara hukum Pancasila juga disebut sebagai negara hukum kesejahteraan, hal inikarena tujuan negara Indonesia adalah memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyatIndonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD, demikian pula dalam silakelima dari Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Berkenaan dengan itu, Jimly Asshiddiqy menegaskan bahwa UUD tidak hanyaberfungsi sebagai konstitusi politik, melainkan juga sebagai konstitusi ekonomi.Persoalan perekonomian di dalam UUD diatur dalam satu bab dengan kesejahteraan.Kesejahteraan menjadi tujuan dari kegiatan perekonomian di Indonesia (Ali, 2011). Berdasarkan UUD, kegiatan perekonomian di Indonesia tidak hanyadiselenggarakan oleh pribadi dan badan hukum swasta saja, melainkan jugadiselenggarakan oleh negara dan daerah (Swasono, 1993). Konsepsi seperti ini diaturdalam Pasal 33 ayat (2) yang menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang pentingbagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.Demikian pula, dalam ayat (3) ditegaskan pula, bahwa bumi dan air dan kekayaan alamyang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Secara struktural, ketentuan tersebut mempertegaskan bahwa kegiatanperekonomian yang terkait dengan kebutuhan masyarakat yang fundamental danstrategis tidak diserahkan kepada swasta, melainkan tetap menjadi kewajibanpemerintah, baik itu pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintahkabupaten/kota. Salah satu kebutuhan yang fundamental bagi masyarakat yang masihdipertahankan untuk dikelola sepenuhnya oleh pemerintah sebagai kewajibankonstitusional adalah pelayanan air minum. Dalam hal ini, dikelola oleh PemerintahProvinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota dengan membentuk Perusahaan Daerah AirMinum. Pemerintah daerah bertindak sebagai pemilik modal terhadap PDAM tersebut.Konsekwensinya, pemerintah daerah wajib menyertakan modal pada perusahaantersebut, baik dalam bentuk uang maupun barang sebagaimana diatur dalam peraturanperundang-undangan. Penyertaan modal ini harus mengindahkan ketentuan yang berlaku. Perundang-undangan telah mengatur tentang tata cara penyertaan modal itu, dalam rangka untukmenghindari terjadinya kerugian daerah akibat penyertaan modal itu. Di sisi lain,penyertaan modal daerah kepada PDAM sering dipersoalkan dari segi bisnis, karena Jurnal Public Policy l 115

banyak PDAM tidak memberikan pemasukan bagi pendapatan asli daerah, dan bahkanbanyak PDAM yang merugi.2. METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah penelitian normatif, halini karena kajian dari tulisan ini tidaklah mengkaji praktek pengadminsitrasian sebagaiperilaku dari masyarakat. Penelitian ini hanya mengkaji teori-teori dan praktekpengadministrasian negara yang terdapat dalam bentuk dokumentasi hukum. Olehkarena itu, penelitian ini disebut pula kajian kepustakaan, karena bahan-bahan yangdigunakan kajian ini secara ringkas adalah kajian literatur dan kajian dokumentasihukum, yaitu peraturan perundang-undangan, baik tingkat nasional maupun daerah.3. PEMBAHASANPenyediaan Air Minum oleh PDAM Sebagai Pelayanan Publik Air minum merupakan kebutuhan utama bagi manusia, tanpa air minum yangbersih, dapat menyebabkan timbul berbagai penyakit. Air minum yang bersih dan sehatserta aman untuk dikonsumsi telah menjadi isu daerah, nasional dan bahkaninternasional. Oleh karena itu, tidak heran Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui WorldHealth Organization (WHO) dan Unicef telah melakukan berbagai kegiatan yangberkenaan dengan ketersedian air bersih ini. Kesulitan terhadap air bersih masih menjadi persoalan sehari-hari, karena masihbanyak penduduk yang belum mendapatkan air bersih sebagaimana diharapkan.Pelayanan air minum oleh PDAM masih terbatas pada wilayah perkotaan saja, danbahkan pada wilayah perkotaanpun belum sepenuhnya dapat dijangkau oleh PDAM.Walaupun pelayanan penyediaan air minum oleh PDAM telah menjangkau rumah-rumah masyarakat, namun air sering kali tidak mengalir, bahkan hanya menjadi simbolsaja dari kehadiran PDAM. Dengan demikian, masyarakat desa masih sangat sedikit dapat terlayani olehPDAM. Bagi masyarakat yang tidak terjangkau oleh PDAM, maka ketersedian airberasal dari sumur, sungai, ataupun mengebor tanah atau yang sering disebut sumur bor.Ketika musim kemarau tiba, maka sumur dan sungai mengering, ini telah menimbulkanbanyak masalah bagi masyarakat. oleh karena itu, banyak pemberitaan yangmenyebutkan bahwa masyarakat terpaksa harus rela antri panjang dan memakan waktuberjam-jamuntuk mendapatkan air bersih yang disuplai dengan mobil tangki olehpemerintah daerah atau bahkan ada yang terpaksa harus mencari sumber air meskipunjarak tempuh yang sangat jauh. Untuk itu, maka keberadaan PDAM tetap harus eksisdalam kerangka mensejahterakan rakyat. Masyarakat yang memiliki penghasilan yang cukup permasalahan air minum, tetapsaja jadi masalah. Meskipun sudah tersedia air minum kemasan namun harganya jugamasih mahal, selain ditemukan permasalahan lain, misalnya banyak air minum kemasanyang tidak memenuhi syarata kesehatan. Di negara-negara maju, ketersediaan air minum tidak lagi menjadi permasalahan,karena air bersih sudah tersedia dengan cukup. Bahkan pemerintah telah menyediakanair minum yang dapat langsung didapatkan dari kran air di setiap sudut kota. Tidakjauh dari negara kita, negara tetangga misalnya Singapore. Di negara ini di setiap sudut Jurnal Public Policy l 116

kota, terutama ditempat publik, dengan begitu mudah dapat diperoleh kran air minumyang sehat untuk langsung diminum.Pembentukan Perusahaan Daerah Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah di Indonesia dalamprakteknya dilaksanakan dalam tiga model, yaitu pertama, sendiri oleh pemerintahdaerah melalui lembaga-lembaga daerah yang disebut dengan Satuan Kerja PerangkatDaerah (SKPD), kedua, dikotrakkan kepada pihak swasta untuk melaksanakannyaberdasarkan perjanjian pembrongan (sistem proyek), dan yang ketiga, adalahdiselenggarakan oleh perusahaan daerah. Kewajiban penyedian air minum oleh daerah kepada rakyatnya dipilih pola yangketiga, yaitu membentuk PDAM sebagai lembaga pelaksananya. Daerah membentukPDAM berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Undang-undang tentangPerusahaan Daerah, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962, namun undang-undang ini telah dicabut dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 TentangPemerintahan Daerah (UU Pemda). Ketentuan Pasal 189 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentangPemerintahan Aceh, juga mengatur tentang penyertaan modal daerah, dimanaditegaskan bahwa daerah dapat melakukan penyertaan modal/kerja sama pada/denganBadan Usaha Milik Negara/Daerah dan/atau badan usaha milik swasta atas dasar prinsipsaling menguntungkan. Demikian pula, dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang KeuanganNegara. Ketentuan Pasal 41 ayat (5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentangKeuangan Negara, menegaskan bahwa penyertaan modal pemerintah daerah padaperusahaan daerah ditetapkan dengan peraturan daerah. Sebagaimana pelaksanaanundang-undang ini, ketentuan Pasal 75 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005tentang Pengelolaan Keuangan Daerah juga secara tegas menyatakan bahwa penyertaanmodal pemerintah daerah dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakandalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentangpenyertaan modal daerah yang berkenaan. Berikutnya, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.Menurut undang-undang ini, perusahaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah disebut dengan PerusahaanUmum Daerah (PERUMDA). Ketentuan Pasal 332 UU Pemda menegaskan bahwasumber modal PERUMDA terdiri atas:a. penyertaan modal Daerah;b. pinjaman;c. hibah; dand. sumber modal lainnya. Penyertaan modal Daerah dapat dilakukan untuk penambahan modal PERUMDA.Penyertaan modal Daerah dapat berupa uang dan barang milik Daerah. Ketikapenyertaan modal dilakukan dalam bentuk barang, maka barang milik Daerah dinilaisesuai nilai riil pada saat barang milik Daerah akan dijadikan penyertaan modal. Menurut UU Pemda, Perusahaan Daerah ini disebut dengan Perusahaan UmumDaerah (PERUMDA). Perusahaan ini modalnya secara keseluruhan adalah milik Jurnal Public Policy l 117

daerah, tidak dibenarkan pemerintah pusat atau pihak swasta menjadi bagian darikepemilikannya. Pembentukan PERUMDA ini memerlukan tertib administrasinya, dimanapembentukannya harus dengan Peraturan Daerah dari daerah yang menjadi pemiliknya.Oleh karena itu, pembentukan PERUMDA harus melibatkan Dewan Perwakilan RakyatDaerah yang bersangkutan. Pelibatan ini menjadi kewajiban perundang-undangan sebagaimana dimaksudkandalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Perundang-undangan. Undang-undang ini menegaskan bahwa sebuah Perda dibentuk ataspersetujuan bersama antara Bupati/Walikota dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sebagai badan hukum, PERUMDA harus memiliki struktur organisasi. Secarateoritis, sebuah badan hukum harus memenuhi empat syarat, yaitu:1. Kekayaan yang terpisah dengan kekayaan pemiliknya;2. Mempunyai tujuan tertentu;3. Mempunyai kepentingan tertentu; dan4. Adanya organisasi yang teratur. Struktur organisasi wajib ada dalam PERUMDA sebagai badan hukum. Strukturorganisasi PERUMDA terdiri Gubernur/Bupati/Walikota sebagai pemilik, direksi dandewan pengawas. Jumlah jajaran direksi dan pengawas itu, berdasarkan peraturanMenteri Dalam Negeri ditentukan berdasarkan jumlah pelanggan dari PDAM yangbersangkutan. Keberadaan struktur organisasi tersebut adalah untuk menjalankan fungsi dariadministrasi negara terhadap lembaga daerah. Kegiatan sehari-hari dari PDAMdijalankan oleh jajaran direksi, sedangkan dewan pengawas berfungsi melakukanpengawasan atas kinerja PDAM sekaligus memberikan nasihat dan masukan kepadadireksi dalam menjalankan adminsitrasi PDAM. Dewan pengawas tidak dibenarkanuntuk ikut campur dalam pengurusan PDAM. Hasil dari pengawasan, dewan pengawaswajib memberikan laporan kepada Kepala Daerah untuk ditindaklanjuti.Pengadminstrasian Penyertaan Modal Perusahaan Daerah Air Mimun juga sebagai badan hukum yaang dimiliki,memberikan kewajiban bagi daerah untuk menyertakan modal ke PDAM. Adanyapenyertaan modal ini adalah sebagai konsekuensi dari ciri-ciri badan hukum yangmemiliki kekayaan sendiri, terpisah dengan kekayaan pemilik (Admosudirjo, 1994). Penyertaan modal ini merupakan pemisahan dari kekayaan daerah untukditempatkan menjadi kekayaan dari PDAM.Kekayaan daerah yang dipisahkan tersebutdapat berupa uang dan/atau barang. Oleh karena itu, penyertaan modal itu menurutperaturan perundang-undangan, dapat dalam bentuk uang dan/atau barang. Penyertaan modal oleh pemerintah daerah ke dalam perusahaan daerah adalah suatuinvestasi, dimana menurut Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 2004Tentang Perbendaharaan Negara yang menyebutkan pemerintah daerah dapatmelakukan investasi jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial,dan/atau manfaat lainnya. Penyertaan modal pemerintah daerah pada perusahaannegara/daerah/swasta, menurut ayat (5) pasal ini ditetapkan dengan peraturan daerah. Menurut Pasal 28 ayat (3) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah ditegaskan penyertaan modal ini sebagai Jurnal Public Policy l 118

pembiayaan dari pemerintah daerah. Oleh karena itu penyertaan modal oleh pemerintahdaerah kepada PDAM, menurut Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Dalam NegeriNomor 48 Tahun 2016 disebutkan sebagai salah satu bentuk investasi dari pemerintahdaerah. Secara legal formal, penyertaan modal harus diawali dengan suatu studi kelayakaninvestasi terhadap rencana penyertaan modal. Apabila menurut studi ini, investasi itumenguntungkan, maka dilanjutkan dengan pembentukan peraturan daerah tentangpenyertaan modal kepada perusahaan yang dituju, dan berikutnya menempatkanpembiayaan ini dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah. Namun untuk kasustertentu studi kelayakan dapat tidak dilakukan (Permen Dalam Negeri No. 48 Tahun2016), apabila penyertaan modal itu merupakan perintah dari perundang-undangandalam rangka melaksanakan tugas negara guna mensejahterakan rakyat. Untuk melaksanakan pelayanan air minum, PDAM selain bersumber padapenyertaan modal, juga mendapatkan dana pinjaman dari Pemerintah Pusat melaluiKementrian Keuangan Republik Indonesia. Contohnya adalah pemerintah pusat telahmemberikan pinjaman kepada 107 PDAM diseluruh Indonesia sebesar Rp. 3,9 triliun. Pinjaman tersebut dilakukan oleh Pemerintah Pusat dalam rangka penyehatankeuangan dari PDAM di seluruh Indonesia, yang karena berbagai faktor membutuhkanbantuan untuk perbaikan insfrastruktur dari pelayanan air minum. Pola ini diambil,karena Pemerintah Pusat dilarang untuk menjadi bagian dari kepemilikan PDAM. Halini dilakukan, karena menurut Pasal 234 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014tentang Pemerintahan Daerah, maka pemerintah pusat tidak boleh melakukanpenyertaan modal pada perusahaan daerah. Pinjaman Rp. 3,9 triliun tersebut, dalam tahun anggaran 2016 ini tidak lagi dicatatoleh pemerintah pusat sebagai pinjaman, melainkan dana sebesar itu telah dicatatsebagai hibah kepada Pemerintah Daerah sebagai pemilik dari PDAM yang diberikanpinjaman. Secara teoritis, berdasarkan kesepakatan dari kreditur dan debitur dapat dirubahmenjadi penyertaan modal. Namun karena adanya larangan kepemilikan PDAM olehpemerintah pusat, maka pinjaman modal itu dialihkan menjadi hibah kepada pemerintahdaerah. Perubahan pencatatan itu dilakukan berdasarkan surat dari Kementrian KeuanganNomor S-36/MK.7/2016 tanggal 23 Agustus 2016 perihal penetapan pemberian hibahdaerah dalam bentuk non kas kepada pemerintah daerah dalam rangka penyelesaianpiutang negara pada PDAM.Dana sebesar pinjman pemerintah pusat tetap berada padaPDAM, dengan merubah menjadi penyertaan modal dari pemerintah daerah darisebesar dana hibah pemerintah pusat. Perubahan skema pinjaman dari Pemerintah pusat,dilakukan untuk menyehatkan keuangan PDAM di seluruh Indonesia. Hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerahdengan tujuan penyertaanmodal ini berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 48 Tahun 2016tentang Pedoman Penerimaan Hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah,dan Penyertaan Modal, Pemerintah Daerah Kepada Perusahaan Daerah Air Minum,Dalam Rangka Penyelesaian Hutang Perusahaan Daerah Air Minum kepada PemerintahPusat Secara Non Kas. Penyertaan modal skema ini menjadi menarik, karena penyertaan modal ini tidakdisertai dengan penyerahan kekayaan daerah dalam bentuk kas kepada PDAM, Jurnal Public Policy l 119

melainkan dalam bentuk non kas. Sehingga sacara sepintas, akan disebut sebagaipenyertaan modal secara fiktif. Pemahaman seperti ini adalah salah, karena padadasarnya kekayaan dalam bentuk kas sudah diterima oleh PDAM jauh sebelumpenyertaan modal itu, yaitu secara kas dihitung ketika pinjaman dari pemerintah pusatitu diterima. Dengan demikian, hibah dari pemerintah pusat dari pemerintah pusat kepadapemerintah daerah juga dalam bentuk non kas. Hibah non kas yang diterima olehPemerintah Daerah sebagai pemilik PDAM, berdasarkan Pasal 5 Peraturan MenteriDalam Negeri tersebut, harus dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan BelanjaDaerah yang bersangkutan untuk tahun anggaran 2016 atau perubahannya. Berdasarkan ketentuan penyertaan modal daerah harus dengan peraturan daerah,maka bagi daerah yang menjadi pemilik PDAM tersebut, harus mengundangkanPeraturan Daerah masing-masing. Apabila PERDA ini tidak ada, maka konsekuensinyahibah itu tidak jadi diberikan oleh Pemerintah Pusat, dan sebaliknya Pemerintah Pusatmasih mencatat dana yang diterima oleh PDAM sebagai piutangnya padaPDAM. Secara tertib adminstrasi keuangan daerah, berdasarkan perda penyertaan modaltersebut, maka nilai penyertaan modal non kas ini harus dicantumkan dalam APBKtahun berjalan. Hal ini untuk menjaga akuntabilitas dari penggunaan anggaran daerah.4. SIMPULAN Penyertaan modal oleh pemerintah daerah dalam perusahaan daerah adalahkonsekwensi dari kewajiban konstitusional.Bagi rakyat, air minum merupakankebutuhan pokok rakyat yang harus tetap menjadi cabang produksi penting yang harusdikelola negara. Penyertaan modal daerah tidak hanya melihat pada keuntungan daerah,melainkan lebih dari itu, yaitu untuk pelayanan publik. Sebagai tertib adminstrasikeuntungan negara, maka penyertaan modal harus dilakukan menurut kaedah-kaedahtertentu. adanya tertib administrasi ini akan dapat menghindari penyertaan modal yangdapat merugikan keuangan negara, dalam hal ini keuangan daerah.5. REFERENSIChidir, Ali. 2011. Badan Hukum, Alumni, Bandung.Hamud M. Balfas. 2006. Hukum Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Tatanusa.Asshiddiqie, Jimly. 2010. Konstitusi Ekonomi. Jakarta: Kompas Penerbit Buku.Juraid, Abdul L. 2012. Manusia, Filsafat dan Sejarah. Jakarta: Bumi Aksara.Kaelan. 2013. Negara Kebangsaan Pancasila. Paradigma, Yogyakarta.Satrio, J. 1999. Hukum Pribadi, Bagian I Persoon Alamiah, Bandung: Citra Aditya Bakti.Sri Edi Swasono. 1993. Demokrasi Ekonomi: Keterkaitan Usaha Partisipatif vs Konsentrasi Ekonomi, Pancasila sebagai ideology dalam berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara, Karya Anda,Surabaya. Jurnal Public Policy l 120

PENGARUH VARIABEL, TANGIBLE, REALIBILITY, RESPONSIVENESS, ASSURANCE, DAN EMPATHY TERHADAP KINERJA PELAYANAN KOMPLAIN DI KANTOR BPJS SURABAYA Sri Wahyu Handayani Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Uiversitas Teuku Umar AbstractHow is the development of government service functions aperture for almost decades of reformera. In line with the service of issuing guidelines ordinance public service, namely the minister'sdecision No. 81 / KEP.M.PAN.1993 on guidelines for the procedure of public services. Theseguidelines are a general reference for the central and local government agencies, including theState Owned Enterprises or Regional (Badan Usaha Milik Negara atau Daerah), includes:tangiblel, reability, Responsiveness, Assurance, Empathy on the performance of servicecomplaint at the office of the Social Security Agency Surabaya. Techniques used in this researchis using multiple linear regression, questionnaire with sample are 100 respondents. The resultsof the research value of regression in get Y = 0.403+ 0.082X1 + 0.083X2 + 0.153X3 + 0.091X4+ 0.136X5 shows that from the five variables have positive relationship and the direction of theservice performance. Hypothesis testing results shows that F count (655 709) ≥ F tables (2 653)so, Ha is accepted. Results of testing the value of t count tanggiblel (X1) = 0.751, value tcalculate Reability (X2) = 3,751, Value t responsiveness (X3) = 10.272, value t calculateAssurance (X4) = 1.822, value t calculate Empaty (X5) = 2,653 and T tables 1, 5710 so, Ha isreceived. Responsiviness was obtained from the testing has a dominant influence on theperformance of services for the coefficient of determination r2 partial responsiviness variablesof greater than on other independent variables.Keywords: Tangible, Reability, Responsivinees, Assurance, Empathy, BPJS. Jurnal Public Policy l 121

1. PENDAHULUAN Menurut Undang -Undang No. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik disebutkan bahwapelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhanpelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan pendudukatas barang, jasa dan/atau pelayanan publik. Dimana ruang lingkup dari pelayanan publik itusendiri adalah berupa pelayanan barang barang publik dan jasa publik serta pelayananadministratif yang diatur dalam peraturan perundangan-undangan, meliputi tempat tinggal,komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankkan,perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor strategis lainnya. Kebijakan mengenai otonomi daerah ini dirasa mampu untuk dijadikan upaya strategis padapencapaian sasaran, sebagai berikut: Pertama, peningkatan pelayanan publik dan pengembangankreativitas masyarakat serta aparatur pemerintah daerah. Kedua, kesetaran (perimbangan)hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahandan pembangunan dan ketiga, untuk menjamin peningkatan rasa kebanggaan, demokratisasi,dan kesejahteraan rakyat. Adanya kebijakan otonomi daerah memunculkan konsekuensi danfenomena menarik yakni terkait upaya-upaya daerah untuk mendapatkan tambahan pendapatanasli daerah (PAD) yang signifikan, dengan mengedepankan inovasi baru tanpa harus bergantungpada kebijakan klasik yang monoton dan kurang inovatif yaitu. Lebih lanjut dengan adanyaotonomi daerah usaha bagi pemda untuk membiayai program-program pembagunan yang telahmereka rencanakan, yang kini tidak dapat sepenuhnya bergantung pada pemerintah pusat,adalah sebuah ironi jika pemerintah daerah menurut hal mengelolah wilayah seluas-luasnyatanpa tahu bagaimana menghasilkannya dan mengelola sumber keuangan daerah. Di erareformasi ini tuntutan masyarakat akan perbaikan kinerja birokrasi telah menjadi wacana publik.Dalam konteks demikian, birokrasi perlu merevitalisasi diri untuk dapat menghasilkanpelayanan publik yang demokratis, efisien, responsif dan transparan. Apabila birokrasi tidakdapat memberikan pelayanan publik yang berkualitas, maka birokrasi dinilai telah gagal dalammengemban misinya yaitu memberikan pelayanan kepada publik. Pelayanan publik merupakan istilah yang menggambarkan bentuk dan jenis pelayananpemerintah kepada rakyat atas kepentingan umum sesuai dengan kepentingan pokok dan tatacara yang telah ditetapkan. Implementasi pelayanan publik (public service) merupakan sebuahperwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat disamping sebagai abdi negara.Oleh karena itu, kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum (publicservice) sangatstategis karena akan sangat menentukan sejauh mana pemerintah mampu memberikanpelayanan bagi masyarakat. Pada dasarnya tujuan utama pelayanan publik memenuhi kebutuhan warga pengguna agardapat memperoleh pelayanan yang diinginkan dan memuaskan. Karena itu penyedia layananharus mampu mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan warga pengguna. Kemudianmemberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan warga tersebut.Pemerintahwajib melindungi setiap warga negaranya untuk memastikan bahwa mereka telah mendapatpelayanan publik yang berkualitas, prosedur yang jelas, waktu ringkas, dan biaya pantas terusmeningkat dari waktu ke waktu. Tuntutan ini berkembang seiring dengan berkembangnyakesadaran bahwa warga negara memiliki hak untuk dilayani, dan kewajiban pemerintah untukmemberikan pelayanan. Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, peluang untukmengembangkan pelayanan publik yang accessible dan tepat sasaran perlu mendapatkanperhatian yang serius. Langkah ini diambil untuk menangkap filosofi otonomi daerah yang salahsatunya adalah mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Penerapan otonomi daerah ini masih sebatas sebagai upaya untuk meningkatkan PendapatanAsli Daerah. Komitmen untuk memperbaiki kondisi masyarakat lokal secara nyata dan sistemikmelalui perbaikan kinerja organisasi dan layanan publik relative masih rendah tidak sedikit faktayang diaplikasikan media menunjukkan bahwa kualitas layanan publik belum mengalami Jurnal Public Policy l 122

peningkatan yang signifikan dengan peningkatan belanja daerah, peningkatan beban masyarakatyang berupa kenaikan pajak dan biaya layanan. Realitas, hal tersebut menunjukkan, bahwapelayanan publik sebagai bagian yang sangat penting dari peran Negara dalam tatanandemokrasi belum dapat dioptimalkan. Padahal layanan publik menjadi indikator utama sejauhmana suatu pemerintah telah menjalankan mandat yang diberikan rakyat kepada penyelenggaranegara. Layanan publik merupakan suatu arena interaksi yang menjadi yaitu antara pemberi danpenilaian layanan dan ini merupakan bagian yang penting dari proses membangun partisipasidan akuntabilitas publik. Pemerintah daerah sebagai penyedia layanan publik senantiasa dituntut kemampuannyameningkatkan kualitas layanan, maupun menetapkan standar layanan yang berdimensi menjagakualitas hidup, melindungi keselamatan dan kesejahteraan rakyat. Kualitas layanan jugadimaksudkan agar semua masyarakat dapat menikmati layanan, sehingga menjaga kualitaspelayanan publik juga menjamin hak-hak asasi warga negara. Konsep layanan prima menjadi model yang diterapkan guna meningkatkan kualitaspelayanan publik. Orientasi dari layanan prima adalah kepuasan masyarakat pengguna layanan.Membangun pelayanan prima harus dimulai dari mewujudkan atau meningkatkanprofesionalisme SDM untuk dapat memberikan pelayanan yang baik, mendekati atau melebihistandart pelayanan yang ada. Tidak dapat dipungkiri pelayanan publik yang diberikan olehpemerintah akhir-akhir ini semakin menunjukkan perubahan kearah perbaikan. Hal iniditunjukkan oleh semakin banyaknya format-format baru dalam pelayanan publik. Karena itu,pemerintah perlu mengatur hubungan antara warga negara sebagai konsumen pelayanan publikdengan birokrasi sebagai penyelenggara pelayanan publik. Pemerintah wajib melindungi konsumen pelayanan publik untuk memperoleh hak-haknya.Salah satu bentuk dari perlindungan tersebut adalah dengan memberi ruang dan perhatian padakonsumen untuk menyampaikan komplainnya. Khususnya untuk konsumen miskin. Komplaindari konsumen merupakan bentuk respon dari konsumen atas pelayanan yang diterimanya. Pada kenyataannya sampai saat ini masih terlalu banyak komplain yang terlontar berkaitandengan kualitas pelayanan publik yang ada. Minimnya fasilitas yang tersedia, terbatasnyapilihan yang ditawarkan, arogansi dari pelayanan publik, lemahnya posisi tawar masyarakatkarena rendanya daya beli, membuat kualitas pelayanan publik di negeri ini masihmemperihatinkan. Memang tidak semua pelayanan publik terlalu buruk, karena fasilitaspelayanan publik yang berkualitas dengan para aparatnya yang ramah dan responsif dapatdinikmati oleh beberapa piha yang memiliki kelebihan dalam hal finansial. Sehingga pelayananpublik tersebut jarang dinikmati oleh kelompok masyarakat miskin yang juga memiliki hakuntuk mendapatkan pelayanan terbaik sebagai warga negara. Respon pengguna jasa atas pelayanan publik, khususnya yang berbentuk pengaduan, perlumendapat perhatian yang lebih besar lagi. Adanya sebuah mekanisme penyampaian yang baikakan menjadikan pengaduan dari pengguna jasa akan berkontribusi positif, baik terhadappemenuhan hak pengguna jasa maupun untuk mengembangkan sistem pelayanan publik itusendiri. Pengelolaan respon pengguna jasa akan memudahkan pemerintah untuk menyediakansitem pelayanan publik secara lebih efektif, efisien dan tepat sasaran. Di Indonesia penaganan komplain (complain) pengguna jasa belum menjadi agenda pentingbagi para penyelenggara pelayanan publik. Hal yang relatif berbeda terjadi di sektor privat.Beberapa bank swasta sudah mengembangkan mekanisme komplain untuk merespon komplainmaupun pengaduan dari konsumennya. Hal ini tampaknya penyelenggara pelayanan publikmasih \"terperangkap\" pada pola berpikir sesuai dengan karakteristik pelayanan publik itusendiri dimana para birokrasi merasa tidak tergantung pada konsumen, karena itu komplain danmasukan tidak menjadi prioritas sehingga respon terhadap publik juga rendah. Akibatnya adalahtidak adanya mekanisme yang mengatur cara konsumen untuk mengajukan komplain dan tidakada sistem untuk menangani komplain tersebut. Jurnal Public Policy l 123

Di beberapa Negara lain baik Negara maju (seperti banyak Negara di Eropa Selandia Barudan sebagainya) maupun Negara berkembang (seperti India), mekanisme pengelolaan komplainterhadap pelayanan publik telah dikembangkan untuk mengakomodasi partisipasi masyarakatdalam layanan publik. Mekanisme komplain tersebut seringkali menjadi bagian dari citizen'ssharter on public service. Selama ini penyelenggara pelayanan publik baru sekedar menyediakan saluran pengajuankomplain atau pengaduan. Komplain biasanya ditangani oleh satu bagian khusus yangmenangani komplain pada suatu institusi. Bagian pengaduan ini bertugas menyampaikanpengaduan masyarakat tersebut pada bagian teknis lainnya untuk mendapatkan respon ataupenyelesaian. Sifat pengaduan yang diperkenankan biasanya adalah pengaduan teknis sepertikomplain atas kualitas pelayanan publik yang diterimanya. Penaganan komplain yang tersediaumumnya belum mampu mendukung terjadinya pengajuan komplain yang efektif, mudah danmurah dari konsumen pelayanan publik.Beberapa hal yang ditemukan berdasarkan pengamatan adalah:1. Kewenagan bagian pengaduan hanya menerima pangaduan semata2. Lemahnya mekanisme di internal institusi publik mencegah adanya pungutan dalam pengaduan konsumen.3. Institusi pelayanan publik biasanya tidak bersifat proaktif dalam mendorong atau memberdayakan masyarakat untuk memberi respon.4. Transparansi dalam penanganan komplain yang tersedia masih sangat terbatas. Tidak cukup tersedia informasi mengenai prodedur pengaduan, pihak yang bertanggungjawab atas permasalahan yang dihadapi dan proses penyelesaiannya.5. Jika masyarakat atau konsumen tidak puas terhadap penyelenggara pelayanan publik atas pelayanan yang dilakukannya, masyarakat tidak dapat melakukan apa-apa.6. Institusi pelayanan publik belum banyak yang mengakui hak partisipasi dari masyarakat atau konsumen. Masyarakat belum terlibat dalam proses pengawasan dan pengusulan pelayanan publik.7. Kurang sikap budaya komudatif, apesiatif dan responsif para aparat penyelenggara pelayanan publik terhadap masyarakat yang mengajukan komplain.8. Perlunya lembaga semacam ombudsman mandiri dan independen untuk mengelola setiap komplain agar masyarakat dapat mengajukan komplain secara efektif, mudah dan murah. Dengan adannya mekanisme komplain yang partisipatif pada suatu pelayanan publik,respon (khususnya yang berhujud komplain) dari pengguna layanan bisa dikelolah dengan baikdan transparan oleh institusi penyelenggara pelayanan publik karena mekanisme komplain jugamerupakan sarana partisipasi publik, dimana pengguna layanan atau masyarakat dapat terlibatdalam proses pembuatan keputusan, pengawasan dan evaluasi dalam penyelenggaraanpelayanan publik. Sesungguhnya telah cukup banyak langkah kebijakan pemerintah untukmeningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tugas pokok dan fungsinyamasing-masing. Ketentuan bahwa birokrasi mempuyai kewajiban melayani masyarakat menjaditerbalik sehingga bukan lagi birokrasi yang melayani masyarakat, tetapi justru masyarakat yangmelayani birokrasi. Kelambanan pelayanan publik tidak hanya disebabkan Jaminan Kesehatan Nasional semakin besar dengan dikeluarkannya Undang-UndangNomor 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang akan mulai sejaktanggal 1 januari Tahun 2014. BPJS merupakan badan hukum dengan tujuan yaitu mewujudkanterselenggaranya pemberian jaminan utuk terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagisetiap Peserta atau anggota keluarganya. Dalam penyelenggaraannya BPJS ini terbagi menjadidua yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerja. BPJS Kesehatan akan menyelenggarakanprogram jaminan kesehatan dimana program ini akan segera dimulai pada tahun 2014. Jurnal Public Policy l 124

2. METODOLOGI PENELITIAN Dalam rangka mempermudah dalam pemahaman pada penelitian ini dan agar pola pikirdalam analisis dan pembahasannya dapat terfokus berdasarkan kajian teoritis, maka perluadanya kerangka konseptual. Adapun kerangka konseptual dapat dilihat dalam gambar 1 sebagaiberikut. Gambar 1 Kerangka Konseptual Kinerja Pelayanan 1. Tangible (X1) Pelayanan Komplain (Y) 2. Realibility (X2) 3. Responsiveness (X3) 4. Assurance (X4) 5. Empathy (X5)Mekanisme komplain dalam meningkatkan layanan telah diberikan, dengan acuan yangdigunakan untuk Pmareansudreafminaisni,kaZnei4tdh.iaAmmsesanulsridaankncueBal(eiXtra4rsy), layanan adalah kerangka berpikir yangdirumuskan oleh dengan dimensi kualitas layanan sebagaibtaenrgikguatp:aKn e(mRaemsppounasnivdeannesks)e,nyJaatmaai5nn.aEn(Tma(pSnagetchibuylre(iX)ty,5)K), eEmmapmaptiua(-Emujpiahnat(y)R. eDliaarbiiliktye)li,mKaecdeipmaetanns-itersebut peneliti akan mengukur pengaruh mekanisme komplain terhadap peningkatanpelayanan publik di Kantor Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Surabaya.Pelayan publik atau pelayanan umum dapat didefinikan sebagai segala bentuk jasapelayanan baik dalam bentu barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjaditanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di pusat, di daerah, dan lingkunganBadan Usaha Milik Negara/Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakatmaupun dalam rangka pelasanaan ketentuan peraturan perundandang-undangan, dikemukakanoleh ratminto dan Winarsih (2007:5).Menurut Kristiadi (1999:27) kebijakan pelayanan umum yang baik terdiri dari: Pelayananyang mencakup indikator-indikator pelayanan yang cepat dan tepat, pelayanan lansung bagipelayanan yang sifatnya sesaat, memiliki pedoman informasi pelayanan yang transparan,menempatkan petugas yang profesional, ada kepastian biaya, menerapkan pola pelayananterpadu (satu atap) dan melakukan survei atas layanan yang diberikan.Program pelayanan kepada pelanggan dengan bertitik tolak dari konsep kepedulian kepadakonsumen terus berkembang hingga menjadi suatu alat utama dalam melakukan strategipemasaran. Kepedulian kepada pelanggan dalam manajemen modern telah dikembangkanmenjadi suatu pola pelayanan terbaik yang disebut sebagai pelayanan prima. pelayanan primayang dikemukakan oleh Barata (2003:27) adalah \"kepedulian kepada pelanggan denganmemberikan layanan terbaik untuk memfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan danmewujdkan kepuasannya, agar mereka selalu loyal kepada organisasi atau perusahaan\".Jika keberhasilan suatu pelayanan prima tergantung kepada penyelarasan, kemampuan,sikap, penampilan, perhatian, tindakan dan tanggung jawab dalam pelaksanaannya. Selanjutnyamenurut Johns (2003:450) mengatakan bahwa kunci untuk menciptakan rasa senang pelangganmasyarakat pelayanan yang diberikan berada satu langkah dari yang diharapkan pelanggan,yaitu dengan cara: Jurnal Public Policy l 125

1. Meningkatkan standar lebih dari apa yang saat ini diharapkan oleh para pelanggan anda, sehingga mereka sungguh-sungguh menjadi puas dari pada sekedar puas.2. Memperkenalkan bentuk-bentuk baru costomer service sebelum adanya harapan pelanggan, melalui suatu proses yang dikenal secara luas sebagai pemasaran jasa. Pelayanan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan orang lain(konsumen, pelanggan, tamu, pasien, penumpang dan lain-lain) pada tingkat pemuasannyahanya dapat dirasakan oleh orang yang melayani dan yang dilayani. Menurut Monier(2000:125), mendefiniskan pelayanan: sebagai suatu proses pemenuhan kebutuhan kebutuhanmelalui aktivitas orang lain. Lebih lanjut dikatakan bahwa pelayanan umum adalah kegiatanyang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang dengan landasan faktor material, melaluisistem prosedur, dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lainsesuai haknya. Menurut Ndraha (2003:75) \"Pelayanan dalam administrasi adalah pelayanandalam arti kegiatan, apapu isinya. Oleh karena itu administrasi terdapat dalam bentuk atau corakNegara apa saja, baik totaliter, otoriter, maupun demokratik\". Juga menyatakan bahwa konseppelayanan meliputi proses, output (produk) dan outcome (manfaat). Menilai kualitas pelayanan publik bukanlah kegiatan yang sangat mudah khususnyapemberian pelayanan publik yang bersifat jasa maupun administratif, namun terlepas daripersoalan tersebut masalah mengenai kualitas pelayanan publik pada saat ini menjadi pusatperhatian di berbagai Negara demokratis khususnya Indonesia karena pemberian pelayananpublik pada saat ini menjadi tolak ukur suatu Negara dikatakan gagal atau baik, untuk mengukurkualitas pelayanan publik adakalanya peneliti memaparkan penjelasan mengenai pengertiankualitas pelayanan dari berbagai pakar. Sedangkan ditambah oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam (Samosir, 2005:28)\"kualitas pelayanan adalah perbandingan yang diharapkan konsumen dengan pelayanan yangditerimanya\". Dari pengertian dari berbagai pakar tersebut dapat dipahami bahwa masyarakatdalam memberikan penilaian terhadap kualitas pelayanan berdasarkan perbandinganpengalaman yang pernah dirasakan dengan apa yang diharapkan atas pelayanan tersebut. Sepertiyang dijelaskan sebelumnya bahwa di dalam suatu organisasi, konsep kualitas pelayananmenjadi ukuran keberhasilan organisasi, keberhasilan organisasi yang dimaksud baik itu padaorganisasi bisnis maupun juga pada organisasi yang bertugas untuk menyediakan pelayananpublik. Namun dari pengamatan peneliti bahwa prinsip dan standar pelayanan publik yangdigariskan oleh pemerintah sangat sulit dioperasionalisasikan untuk mengukur kualitaspelayanan publik, karena pada dasarnya dalam penelitian kuantitatif dibutuhkan konsep yangjelas sebagai dasar peneliti untuk melakukan penelitian agar dapat menggambarkan keterukuranyang lebih nyata sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan. Dalam mengukur kualitaspelayanan publik, peneliti menggunakan teori yang dikemukakan oleh parasuraman, et al,1990Kotler. Dalam mengukur sejauh mana kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah.Dalam mengevaluasi kualitas pelayanan tidak hanya ditentukan oleh pemerintah saja namunjuga ditentukan oleh masyarakat, hal ini seperti yang dijelaskan oleh Barata (2003:36) bahwaberbicara mengenai kualitas pelayanan, ukuranya bukan hanya ditentukan oleh pihak yangmelayani saja tapi lebih banyak dilayani, karena merekalah yang menikmati layanan sehinggadapat mengukur kualitas pelayanan berdasarkan harapan-harapan mereka dalam memenuhikepuasannya. Kualitas atau mutu dalam industri jasa pelayanan adalah suatu penyajian produk atau jasasesuai ukuran yang berlaku di tempat produk tersebut diadakan dan penyampaiannya setidaknyasama dengan yang diinginkan dan diharapkan oleh konsumen (Endar Sugiarton, 2005:175). Jurnal Public Policy l 126

3. PEMBAHASAN Tugas pokok Pemerintah pada hakekatnya adalah memberikan pelayanan kepadamasyarakat. Demikian juga dengan Pemerintahan di Kantor Badan Penyelenggaraan JaminanSosial (BPJS) yang merupakan ujung tombak pertama dalam pemberian pelayanan kepadamasyarakat. Dalam melayani masyarakat, pemerintah di Kantor Badan PenyelenggaraanJaminan Sosial (BPJS) juga tidak terlepas dari permasalahan yang berkenaan dengan kondisipelayanan yang relatif belum memuaskan. Hal ini terutama berkaitan dengan baik buruknyasumberdaya aparatur pemerintah yang profesional. Pemerintah di Kantor Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) sebagai unitPemerintahan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat juga dituntut untuk dapat bekerjasecara profesional di dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat maupun di dalammenjalankan kegiatan rutinnya sehari-hari. Kantor Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Surabaya merupakan bagian dariPemerintah kota madya Surabaya yang terletak di Jl. Raya Dharmahusada Indah No 2 Surabaya. Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja singkat 6 (enam) bulan di indonesia, yangtelah membayar iuran, meliputi:1. Penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (PBI): fakir miskin dan orang tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.2. Bukan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (Non PBI), terdiri dari: Pekerja penerima upah dan anggota keluarga a. Pegawai Negeri Sipil b. Anggota TNI c. Anggota Polri d. Pejabat Negara e. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri f. Pegawai Swasta g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a s/F yang menerima upah. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluargganya a. Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima upah Bukan Pekerja dan anggota keluargga a. Investor b. Pemberi kerja c. Penerima Pensiun, terdiri dari - Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun - Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun - Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun - Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun - Penerima pensiun lain - Veteran - Perintis Kemerdekaan - Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan - Bukan pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang mampu membayar iuran.Anggota Keluarga yang Ditanggung BPJS1. Pekerja Penerima Upah: a. Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung, anak tiri dan/anak angkat), sebayak-banyaknya 5 (lima) orang. b. Anak kandung, anak perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, dengan kriteria: Jurnal Public Policy l 127

o Tidak atau belum pernah menikah atau mempuyai penghasilan sendiri o Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal2. Pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja: Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan (tidak terbatas)3. Peserta dapat mengikut sertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua4. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi kerabat lain seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll.Hak dan Kewajiban Peserta BPJS1. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan2. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku3. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan4. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke kantor BPJS kesehatanKewajiban Peserta1. Mendaftarkan dirinya sebagai peserta membayar iuran yang besarnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku2. Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I3. Menjaga kartu peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak4. Mentaati Semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.Fasilitas Kesehatan Bagi PesertaFasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan terjadi dari:1. Fasilitas kesehatan tingkat pertama: a. Pusat kesehatan masyarakat (pukesmas) non perawatan dan pukesmas perawatan (puskesmas dengan tempat tidur). b. Fasilitas kesehatan milik tentara nasional indonesia (TNI) - TNI Angkatan darat: poliklinik kesehatan dan pos kesehatan. - TNI Angkatan laut: balai kesehatan A dan D, balai pengobatan A, B, dan C, lembaga kesehatan kelautan dan lembaga kedokteran. - TNI Angkatan Udara: seksi kesehatan TNI AU, lembaga kesehatan penerbangan dan antariska (leksepra) dan lembaga kesehatan gigi dan mulut (lakesgilut). c. Fasilitas kesehatan milik polisi republik indonesia (POLRI), terdiri dari poliklinik indik POLRI, poliklinik umum POLRI, poliklinik lain milik POLRI dan tempat perawatan sementara (TPS) POLRI.2. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut: a. Rumah sakit, terdiri dari RS umum (RSU), RS umum pemerintah pusat (RSUP), RS umum TNI, RS umum Bhayangkara (POLRI), RS umum swasta, RS khusus, RS khusus jantung (kardiovaskular), Rs khusus kanker (onkologi), RS khusu paru, RS khusus mata, RS khusus bersalin, RS khusus kusta, RS khusus jiwa, RS khusus lain yang telah terakreditas, RS bergerak dan RS lapangan. b. Balai kesehatan, terdiri dari: balai kesehatan paru masyarakat, balai kesehatan mata masyarakat, balai ibu dan anak dan balai kesehatan jiwa. Jurnal Public Policy l 128

3. Fasilitas kesehatan penunjang yang tidak bekerjasama secara lansung dengan BPJS kesehatan namun merupakan jaringan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan, meliputi: a. laboratorium kesehatan b. opotek c. unit trasfusi d. optikPelayanan Kesehatan yang Dijamin1. Pelayanan kesehatan tingkat pertamameliputi pelayanan kesehatan non spesialistik yang mencakup: a. Administrasi pelayanan b. Pelayanan promotif dan preventif c. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai f. Tranfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis g. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat petama h. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap yang meliputi: a. Administrasi pelayanan b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis c. Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medis d. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai e. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis f. Rehabilitasi medis g. Pelayanan darah h. Pelayanan kedokteran forensik klinik i. Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal setelah rawat inap di fasilitasi kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan, berupa pemulangan jenazah tidak termasuk peti mati dan mobil jenazah j. Perawatan inap non intensif k. Perawatan inap diruang intensif3. Persalinan yang ditanggung BPJS kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun tingkat lanjutan adalah persalinan sampai dengan anak ketiga, tanpa melihat anak hidup atau meninggal4. Ambulan hanya diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan satu ke fasilitas kesehatan lainnya, dengan tujuan menyelamatkan nyawa pasien.Alur Pelayanan Kesehatan 1. Identitas peserta 2. Fasilitas kesehatan primer pelayanan: RJTP 3. Surat rujukan dan Indentitas peserta 4. Rujukan balik 5. Fasilitas kesehatan sekunder/tersier pelayanan a. RJTL b. RITL Jurnal Public Policy l 129

6. Emergency/gawat darurat.Tata Cara Mendapatkan Pelayanan Kesehatan1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama a. Setiap peserta harus terdaftar pada satu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang telah bekerja sama dengan BPJS kesehatan b. Peserta memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar c. Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat inap difasilitas kesehatan tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan a. Peserta datang ke BPJS center Rumah Sakit dengan menunjukkan kartu peserta dan menyerahkan surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama atau surat perintah kontrol pasca rawat inap. b. Peserta menerima surat eligibilits peserta (SEP) untuk mendapatkan pelayanan lanjutan c. Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat inap di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan sesuai dengan indikasi medis3. Pelayanan Kegawat Darurat (Emergency) a. Pelayanan gawat darurat adalah pelayanan kesehatan yang harus diberikan secepatnya untuk mencegah kematian, keparahan dan atau kecacatan, sesuai dengan kemampuan fasilitas kesehatan b. Peserta yang memerlukan pelayanan gawar darurat dapat lansung memperoleh pelayanan disetiap fasilitas kesehatan, kriteria kegawatdarurat sesuai dengan ketentuan yang berlaku c. Peserta yang menerima pelayanan kesehatan di fasilitasi kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS kesehatan, akan segera dirujuk kesehatan setelah keandalan gawat daruratnya teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan d. Biaya akibat pelayanan kegawatdarurat ditangihkan lansung oleh fasilitas kesehatan kepada BPJS kesehatan.Analisa dan hasil penelitianSetelah dilakukan penyebaran kuisioner secara quota sampling terhadap 100 respondenyang melakukan pengurusan kartu BPJS yang ditunjuk sebagai responden, maka dapatdikemukakan beberapa indentitas mengenai jenis kelamin, tingkat pendidikan responden yangdisajikan pada tabel 1. berikut ini: Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis KelaminNo. Jenis Kelamin Frekuensi (Orang) Prosentase (%)1 Laki-laki 402 Perempuan 60Total 100Sumber: Data diolah penulisDari tabel 1 menunjukkan bahwa dari 100 responden yang melakukan pengurusan kartuBPJS yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 40 orang atau (40%) dan berjenis kelaminperempuan sebanyak 60 orang atau (60%). Maka dapat disimpulakan bahwa yang melakukankepengurusan Kartu BPJS di Kantor Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Surabaya lebihbanyak berjenis kelamin perempuan. Jurnal Public Policy l 130

Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan PendidikanNo. Pendidikan Frekuensi (Orang) Prosentase (%)1 SD 5 5%2 SMP 21 21%3 SMA 46 46%4 Diploma 12 12%5 S1 13 13%6 S2 3 3%Total 100 100Sumber: Data diolah penulisDari tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 100 responden yang dijadikan sampel yangberpendidikan SD sebanyak 5 orang atau (5%), berpendidikan SMP sebanyak 21 orang atau(21%), berpendidikan SMA sebanyak 46 orang atau (46%) berpendidikan diploma sebanyak 12orang atau (12%) dan yang berpendidikan S1 sebanyak 13 orang atau (13%) sedangkan yangberpendidikan S2 sebanyak 3 orang atau (3%). Maka dapat disimpulkan bahwa yang melakukanpengurusan Kartu BPJS di Kantor Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Surabaya lebihbanyak berpendidikan SMA sebanyak 46 orang atau (46%).Hasil Variabel Penelitian Diskripsi variabel-variabel ini menerangkan tentang jawaban responden terhadap kuisioneryang disebarkan untuk mengukur darijawaban responden tersebut digunakan ukuran ordinal.Selanjutnya ukuran ordinal dapat dikerjakan melalui penyusunan dengan menggunakan skalalikert. Skala likert tersebut digunakan pada setiap item dan diberikan pilihan jawaban denganmenggunakan ukuran sangat setuju sampai dengan yang sangat kurang setuju pernyataan. Hasilpenelitian ini diperoleh dari hasil penyebaran koesiner dengan jumlah responden sebanyak 100peserta. Koesionel terdiri dari 5 Variabel bebas yaitu, Tangible (X1), Reability (X2),Responsiveness (X3), Assurance (X4), Empathy (X5). Sedangkan yang menjadi variabelterikatnya adalah Pelayanan (Y). Hasil selengkapnya dari jawaban responden atas kuesioneryang diberikan. Pelayanan seringkali memberikan penilaian kepada masyarakat terhadap instansiPemerintahan yang bergerak dibidang pelayanan publik. Banyak penilaian negatif terhadapkualitas pelayanan yang diterima. Untuk menjaga agar instansi tetap memiliki citra baik dalampandangan masyarakat maka perlu dilakukan peningkatan dalam pelayanan. Dalam Peningkatanpelayanan pada masyarakat, instalasi pelayanan harus mempuyai standar pelayanan yangdipergunakan sebagai tolak ukur atau pedoman dalam hal penyelenggaraan pelayanan. Dalampembuatan sebuah standar pelayanan, tidak hanya mencantumkan standar-standar pelayanantetapi juga harus ada kompensasi terhadap pelayanan yang tidak sesuai dengan standarpelayanan yang telah ditetapkan. Selain itu instansi pelayan publik harus mempuyai unit aduandan informasi yang berfungsi sebagai sarana yang mamfasilitasi masyarakat untukmemyampaikan segala bentuk saranan ataupun pengaduan yang terkait dengan pelayanan.Semenjak dikeluarkan surat Keputusan Menpan No. 63/2003 setiap instansi pemerintahan yangbergerak dibidang pelayanan publik berupaya memberikan pelayanan yang jauh lebih baik darisebelum dimana pelayanan tersebut cepat, mudah dan memuaskan. Tujuan pelayanan publikadalah memberi pelayanan yang baik dan sesuai dengan keinginan masyarakat atau pelangganpada umumnya. Untuk memenuhi hal ini, diperlukan peningkatan pelayanan yang ada sesuaidengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Salah satu ukuran keberhasilan dalam menyajikanpelayanan yang baik sangat tergantung pada tingkat pelayanan kepada pelanggan ataumasyarakat yang dilayani. Tingkat pelayanan yang baik kepada masyarakat dicapai apabilaterdapat kesesuaian antara apa yang diharapkan oleh masyarakat dengan kenyataan yang Jurnal Public Policy l 131

didapat, dalam artian bila kebutuhan, keinginan dan harapan masyarakat dapat dipenuhi, makamasyarakat akan merasa puas dan terlayani dengan baik.(Lukman, 2004:119). Berdasarkan hasil pengujian kinerja pelayanan menunjukkan bahwa variabel tangible,reability, responsiveness, assurance, empthy berpengaruh secara simultan maupun parsiarterhadap kepuasan masyarakat di kantor Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Surabaya.1. Dari pegujian variabel tangible menunjukan ada pengaruh terhadap kinerja pelayanan komplain di Kantor Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Surabaya. Hal ini didukung hasil penelitian felix Kasim (2009) peran Asuransi Kesehatan menjadi penting karena telah tumbuh permintaan terhadap pelayanan kesehatan suatu jenis produk asuransi yang secara khusus menjamin biaya kesehatan para anggota asuransi tersebut jika mereka jatuh sakit atau mengalami kecelakaan.Untuk itu diadakan penelitian tinjauan tata laksana pelayanan kesehatan melalui sistem asuransi kesehatan BPJS atau ASKES. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keandalan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain-lain), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan karyawan. Dari penelitian masih adanya masyarakat yang mengalami ketidak puasan karena banyaknya persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi yaitu seperti KTP elektronik, kartu keluarga yang terbaru terlebih dahulu, sehingga banyak masyarakat menunda dalam kepengurusan asuransi kesehatan BPJS.2. Terhadap variabel reability menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pelayanan komplain di Kantor Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Surabaya. Kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tampa kesehatan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi. Sesuai dengan keputusan Menpan Nomor 81/KEP/M.PAN/71993. Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun penerima pelayanan umum berdasarkan bukti-bukti penerimaan permohonan atau kelengkapannya, sebagai alat untuk memastikan pemprosesan pelayanan umum. Bahwa masyarakat perlu adanya peningkatan kinerja dalam pemenuhan kebutuhan pelayanan publik tidak bisa dilakukan dengan pendekatan bisnis, tetapi pendekatan yang paling tepat adalah sicial approach, karena masyarakat yang paling tahu kinerja dan kualitas pelayanan yang diinginkannya.3. Penguji variabel responsiveness menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan masyarakat di Kantor Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Surabaya. Kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsit) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persebsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. dengan cepat merespon keluhan yang di alami oleh pelanggannya maka akan terasa puas terhadap birokrasi. Hasil penelitian didukung oleh Yuristi Winda Bata (2013) Semakin meningkatkannya tuntutan masyarakat akan kinerja pelayanan fungsi pelayanan perlu ditingkatkan untuk memberi kepuasan terhadap pelanggan.4. Pengujian pada variabel Assurance menunjukkan adanya pengaruh terhadap signifikan terhadap kinerja pelayanan komplain di Kantor Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Surabaya. yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Tersdiri beberapa komponen antara lain komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi dan sopan santun. Hal ini didukung dengan penelitian oleh Tendis Fatrisia (2013) agar proses pemberian pelayanan yang berkualitas terus dilakukan dan ditingkatkan demi mencapai kualitas pelayanan prima. Sehingga masyarakat terutama pengguna asuransi kesehatan merasa pelayanan yang diberikan sangat memuaskan dan tidak ada kesan buruk dari segi pelayanan terutama pada masyarakat asuransi kesehatan. Jurnal Public Policy l 132

5. Pengujian pada variabel Emphty menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pelayanan komplain di Kantor Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Surabaya. Yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan. Hal ini didukung dengan penelitian oleh Yuristi Winda Bata (2013). Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan kesehatan, maka fungsi pelayanan perlu ditingkatkan untuk memberi kepuasan masyarakat. Kualitas pelayanan merupakan suatu bentuk penilaian konsumen terhadap tingkat pelayanan yang diterima dengan tingkat layanan yang diharapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antar kinerja pelayanan kesehatan dengan kepuasan pasien pengguna jasa sosial pada pelayanan yang mengajukan keluhan yang berkaitan dengan kehandalan pelayanan, jaminan pelayanan, bukti lansung pelayanan, perhatian petugas dan daya tanggap pelayanan yang di berikan kepada masyarakat.4. SIMPULAN DAN SARANA. Simpulan1. Hasil pengujian secara bersama-sama menunjukkan bahwa tangible, reability, responsiveness, assurance, dan empathy berpengaruh secara bersama-sama terhadap kinerja pelayanan komplain di Kantor Badan Penyelengaraan Jaminan Sosial, hal ini ditunjukkan bahwa nilai signifikansi < 0.05.2. Pengaruh variabel tangible, reability, responsiveness, assurance, dan empathy berpengaruh secara bersama-sama terhadap kinerja pelayan komplain di Kantor Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial, hal ini ditunjukkan bahwa nilai signifikansi < 0.05 (5%).3. Pengujian koefisien kolerasi menunjukkan keterbukaan mempuyai pengaruh dominan erhadap kinerja pelayanan komplain di Kantor Badan Penyelengaraan Jaminan Sosial Surabaya, hal ini dapat dilihat koefisiensi determinasi parsial r2 variabel.B. Saran Ada beberapa saran yang peneliti sampaikan agar kinerja pelayanan yang sudah tertata iniminimal bias dipertahankan anatar lain:1. Segala pelanggaran harus ditindak sesuai dengan aturan yang berlaku; baik petugas maupun masyarakat yang melakukan KKN.2. Peningkatan fasilitas penunjang dalam pelayanan masyarakat berupa peningkatan tempat duduk dan ruangan yang nyaman untuk masyarakat dalam pengurusan komplan.3. Hendaknya susunan dan jumlah unit dalam struktural organisasi BPJS yang ada ditentukan setelah melalui analisa tugas dan beban kerja yang harus dilaksanakan oleh BPJS dengan memperhatikan kemampuan sumberdaya yang memiliki serta kebutuhan dan pertimbangan lain seperti kondisi geografis.4. Saran (komputer) untuk memberikan pelanan prima, sebagian besar peralatan komputer sudah tua dan sering eror sehingga layanan sering terganggu. Oleh karena itu, perlu penggantian/peremajaan komputer yang representatif untuk mendukung kelancaran operasional penggu jasa BPJS.5. BPJS harus lebih meningkatkan sumberdaya manusianya agar kinerja yang diharapkan oleh masyarakat lebih efektif.5. REFERENSIBarata, A. A. 2003. Dasar-Dasar Pelayanan Prima. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.Irwan, Hadi. 2002. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Jurnal Public Policy l 133

Felix Kasim, Widya Sofyanto, Yuristi Winda Bata, Tendis Fatrisia, Nurdam Buhaerah. 2009. Jurnal Penelitian Tinjauan Tata Laksana Pelayanan Kesehatan Melalui SistemAsuransi Kesehatan di RSUD Wz. Johanes Kupang.Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara. 2003. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, (2003) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/3003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Jakarta.Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis, Bandung: Alfabeta.Sinambela. 2006. Reformasi Pelayanan Publik. Teori Kebijakan, Dan Implementasi. Jakarta: Bumi Aksara.Singarimbun, Masri & Anastasia Diana. 1998. Quality Manajemen, Yogyakarta: Andi Offset.Tjiptono, Fandy. 2007. Manajemen Pemasaran Jasa, Yogyakarta: Andi offset.Zeithaml, Valarie A, Leonard L. Berry & A. Parasurama. April 1996. \" The Behavioral Consequences of Service Quality\", Jounal of Marketing. Vol 60, page 31-46.Zeithaml, Valarie A. & Mary Jo Bitner. Bitner.1996. Service Marketing, Mcgraw-Hill International Edition.Santoso, Singgih 2005. Statistik Deskriptif: Konsep dan Aplikasi dengan Microsoft Excel dan SPSS, Jogyakarta : Andi Offset. Jurnal Public Policy l 134

KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATENACEH JAYA DALAM PENGELOLAAN TAMBANG EMAS RAKYATDI GUNONG UJEUN Aminah Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Teuku Umar [email protected] AbstractThis research aims to explain about the policy taken by the government of Aceh Jaya in themanagement of the people of the gold mine. The data that is required in writing is obtainedthrough library research and field. Library research done with how to read text books,legislation, and other reading material related to this research. While field research done byinterviewing informants. The results of the study showed that the policy of the government ofAceh Jaya in gold mining management people in Gunong Ujeun has not satisfied. This isbecause there are still many cases of illegal mining and still many communities miners do notknow about: Perbup that has been set by the government. The district government of Aceh Jayashould work more maximum in preparing gold mine people to improve PAD.Keywords: Policy, The Management of Natural Resources and Mining Gold People Jurnal Public Policy l 135

1. PENDAHULUAN Kabupaten Aceh Jaya adalah salah satu kabupaten di provinsi Aceh, Indonesia. KabupatenAceh Jaya dibentuk sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Barat pada tanggal 22 Juli2002. Kabupaten Aceh Jaya memiliki kekayaan alam yang beraneka ragam salah satu kekayaanalam yang dimiliki Kabupaten Aceh Jaya yaitu emas. Gunung Ujeun adalah salah satu lokasitambang emas yang dikelola oleh masyarakat Kabupaten Aceh Jaya. Letaknya diapit oleh duaKecamatanyaitu Kecamatan Krueng Sabee (Desa Panggong) dan Kecamatan Panga (Desa BateeMeutudong). Saat ini ada 1.200 hektar lahan yang sudahdieksploitasi untuk pertambangan emasrakyat. Warga yang datang dari sejumlah daerah membuat lubang-lubang hingga kedalamanpuluhan meter untuk mencari emas yang terkandung di dalam bebatuan. Lokasi penambanganemas ini berjarak sekitar 30 kilometer dari pusat Kecamatan Krueng Sabee (Atjehpost.com,diunduh 28/08/ 2016). Sebelum berlakunya otonomi daerah, pejabat yang berwenang memberikan izin kuasapertambangan adalah Pemerintah Pusat, yang di wakili oleh Menteri Energi dan Sumber DayaMineral. Dengan berlakunya otonomi daerah, kewenangan dalam pemberian izin tidak hanyamenjadi kewenangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral semata-mata, tetapi kini telahmenjadi kewenangan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota (Salim HS, 2006). Pejabat yangberwenang menerbitkan kuasa pertambangan adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral,Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Hal ini sesuaiUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, Pasal156 yang berbunyi “Pemerintah Aceh dan Pemerintahan Kabupaten/Kota mengelola sumberdaya alam di Aceh baik di darat maupun di laut wilayah Aceh sesuaikewenangannya.Bupati/Walikota berwenang menerbitkan surat keputusan kuasa pertambangan,menandatangani kontrak karya, dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan emas apabilawilayah kuasa pertambangan, kontrak karya, dan perjanjian karya pengusahaan pertambanganemas terletak dalam wilayah Kabupaten/Kota dan di wilayah laut sampai 4 mil laut (Salim HS,2006: 3-4). Sumber daya alam yang banyak terdapat di Kabupaten Aceh Jaya berupa kekayaan tambang,yaitu tambang emas menyebabkan banyak masyarakat baik dari kalangan masyarakatKabupaten Aceh Jaya maupun masyarakat luar yang datang dari Kabupaten/Kota lainnyamelakukan penambangan secara illegal di wilayah Gunong Ujeun, namun sampai saat iniPemerintah Kabupaten Aceh Jaya belum mampu untuk menangani kasus tersebut. Permasalahanlain yang terjadi di lapangan yaitu sampai ini pertambangan emas Kabupaten Aceh Jayabelummampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Aceh Jaya. Bahkan pada tahun 2010Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya belum menerima satu sen pun dana dari lokasi tambang emastersebut yang masuk menjadi PAD Aceh Jaya. Hal ini disebabkan karena para penambang emastidak memiliki izin resmi. Terkait hal tersebut Ketua DPRK Aceh Jaya, Tgk Hasan Ahmaddalam sebuah surat kabar menyatakan bahwa saat ini Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya belumberani mengambil retribusi terhadap pertambangan emas karena belum ada aturan yangmengatur tentang itu. Jika pemerintah Kabupaten Aceh Jaya telah mengeluarkan peraturan ataukebijakan terhadap lokasi tambang emas tersebut baru Pemerintah bisa mengambil retribusiuntuk selanjutnya dijadikan sebagai sumber PAD Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya gunamembangun daerah (Aceh Jaya Post, 2010). Wakil Ketua DPRK Aceh Jaya, Suhelmi juga menyatakan tambang emas yang ada diKabupaten Aceh Jaya tiada meski ada dan membenarkan bahwa selama ini belum adasumbangan PAD dari tambang-tambang yang beroperasi di Kabupaten Aceh Jaya. Hal initerbukti dari belum adanya izin yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya terhadappertambangan tersebut. Jika para penambang sudah memiliki izin atau kebijakan sudahdikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten Aceh Jaya tentu Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya bisamendapatkan PAD dari tambang tersebut (Buletin Parlementaria Aceh Jaya, 2011). Miris Jurnal Public Policy l 136

memang, jika dilihat dari sumber daya alam yang ada di Kabupaten Aceh Jayaseharusnyapemerintah Kabupaten Aceh Jaya mampu mengontrol praktek-praktek eksploitasi yang illegalyang terjadi di Gunong Ujeun dan mampu meningkatkan PAD Aceh Jaya dengan baik. Akantetapi pada kenyataanya yang terjadi di lapangan dapat dilihat bahwa pemerintah KabupatenAceh Jaya sampai saat ini belum mampu mengontrol prktek-praktek eksploitasi yang illegalyang terjadi di Gunong Ujeun dan PAD Aceh Jaya semakin menurun dan bahkan tidak ada satusen pun dari pertambangan emas yang masuk menjadi PAD Aceh Jaya. Berdasarkan permasalahan diatas, tulisan ini mencoba untuk menganalisis apa yang menjadipenyebab pemerintah kabupaten Aceh Jaya tidak mendapatkan PAD dari hasil tambang GunongUjeun. Untuk dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang ini, maka tulisan ini akanmenjelaskantentang bagaimana kebijakan Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya dalam pengelolaanpertambangan emas rakyat.2. METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode penelitian kualitatifdengan pendekatan studi kasus. Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah kabupatenAceh Jaya, Provinsi Aceh, dengan pertimbangan bahwa, lokasi tersebut merupakan salah satutempat yang memiliki kekayaan tambang berupa pertambangan emas yang harga jualnya tinggiserta dijadikan sebagai wilayah pertambangan rakyat yang dieksploitasi secara besar-besaransejak tahun 2008 serta pemerintah daerah tidak menerima PAD dari hasil tambang emas rakyattersebut. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui kepustakaan dan lapangan. Kepustakaandengan membaca buku teks dan bahan bacaan lainnya yang berkaitan dengan tema penelitiansedangkan lapangan dengan mewawancarai para informan. Yang menjadi informan dalampenelitian ini adalah Kasie Pengusahaan Pertambangan Mineral Batubara dan Panas BumiDinas Pertambangan dan Energi Aceh, Kepala Bidang Pertambangan, Energi, dan Sumber DayaMineral Kabupaten Aceh Jaya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) AcehJaya, Anggota DPRK Aceh Jaya Komisi Cbidang Pertambangan, Pihak Kecamatan KruengSabee, pihak kecamatan Panga, Kepala Desa (Geuchik) Gampong Batee Meutudong, KepalaDesa (Geuchik) Gampong Panggong, Anggota Koperasi pertambangan rakyat, Masyarakatpenambang perseorangan, Ketua Koperasi Pertambangan Rakyat Peusahoe Rakan di KecamatanKrueng Sabee, Ketua Koperasi Pertambangan Rakyat Aceh Sumatra di Kecamatan Panga.Sedangkan teknik analisis data yaitu Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh datayang tersedia dari berbagai sumber, setelah menelaah langkah berikutnya yaitu mereduksi datadengan melakukan abstraksi atau membuat rangkuman inti. Tahap ketiga yaitu menyusun data-data tersebut dalam satuan-satuan dan tahap akhir dari analisis data ialah melakukanpemeriksaan keabsahan data (Moleong, 2012).3. PEMBAHASAN Emas yang terdapat di wilayah Gunong Ujeun kabupaten Aceh Jaya memiliki banyakmanfaat, terutama bagi masyarakat yang melakukan penambangan, hal ini menyebabkanpengekploitasi tambang emas tersebut secara besar-besaran semakin lama semakin marakterjadi. Banyak masyarakat dari sejumlah daerah datang ke lokasi Gunong Ujeun untuk bekerjasebagai para penambang terutama dari wilayah pulau Jawa dan kabupaten/kota lainnya baikyang bergabung dengan koperasi yang ada di kecamatan Panga dan Kecamatan Krueng Sabeemaupun bekerja secara individu (tidak bergabung dengan Koperasi).Meskipun Aceh Jayamemiliki kekayaan alam yang beraneka ragam seperti emas yang harga jualnya sangat tingginamun sampai saat ini pemerintah kabupaten Aceh Jaya belum menerima pendapatan aslidaerah dari hasil tambang emas tersebut. Jurnal Public Policy l 137

Pemerintah kabupaten Aceh Jaya memiliki kewajiban untuk membuat peraturan ataukebijakan yang mengatur tentang pertambangan emas yang ada di wilayah kabupaten AcehJaya mulai dari merumuskan, menetapkan dan mengimplementasikan kebijakan tersebut agarpemerintah Aceh Jaya menerima pendapatan asli daerah dari hasil tambang emas yang ada diGunong Ujeun. Terkait hal tersebut pemerintah kabupaten Aceh Jaya telah mengeluarkanPeraturan Bupati (Perbup) Aceh Jaya Nomor 21 Tahun 2011 tentang Penataan PertambanganRakyat. Dalam Perbup tersebut telah banyak aturan-aturan yang harus diikuti oleh para pelakuatau masyarakat yang melakukan penambangan emas rakyat di Gunong Ujeun. Salah satu pointyang sangat penting dalam Perbup tersebut adalah mengenai hak dan kewajiban yaitu setiaporang perseorangan, kelompok masyarakat atau Koperasi mempunyai hak dan dapatmengajukan permohonan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) pada lokasi baru apabila telahmemenuhi kewajiban sesuai dengan aturan yang berlaku. Selain itu, dalam Perbup tersebut jugamenjelaskan tentang distribusi yang harus dibayarkan oleh pihak orang perseorangan, kelompokatau Koperasi. “membayar sumbangan pihak ketiga sesuai dengan aturan perundang-undanganyang berlaku”. Selanjutnya orang perseorangan juga harus menyampaikan laporan bulanan,triwulan dan tahunan tentang perkembangan kegiatan pertambangan rakyat dan kegiatan lainnyayang berkaitan dengan pertambangan kepada Bupati Aceh Jaya melalui bidang pertambangan. Namun,meskipun pemerintah kabupaten Aceh Jaya telah menetapkan berbagai peraturan danpersyaratan secara detail terhadap para masyarakat yang melakukan penambangan emas rakyatdi Gunong Ujeun, kebijakan tersebut tetap tidak dapat berjalan dengan baik apabila pihakpemerintah Kabupaten Aceh Jaya kurang melakukan sosialisasi terhadap perbup atau kebijakanyang telah ditetapkan. Seperti yang dijelaskan oleh (Khairil Basyar, Kasie PengusahaanPertambangan Mineral Batubaradan Panas Bumi Dinas Pertambangan dan Energi Aceh,wawancara,30Maret 2016)“pihak pemerintah Kabupaten Aceh Jaya kurang melakukansosialisasi kepada masyarakat, sehingga sebagian masyarakat yang melakukan penambanganemas tidak mengetahui akan adanya perbup yang telah ditetapkan”. Selain itu, pemerintah Kabupaten Aceh Jaya dalam melakukan pengelolaan pertambanganemas di Gunong Ujeun juga harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan, baik dari jajaranpemerintah kabupaten Aceh Jaya sendiri maupun dari masyarakat penambangan emas rakyat.Dalam hal ini Bupati beserta jajarannya melakukan pengelolaan tambang emas dengan baikseperti mengesahkan Qanun dan Perbup terkait penataan pertambangan, mensosialisasikan sertamengimplementasikan aturan-aturan yang telah dibentuk.Sehingga dengan adanya langkah-langkah penataan pertambangan emas rakyat, lokasi pertambangan emas rakyat akan lebihtertata secara rapi dan pemerintah juga akan mendapatkan PAD dari hasil tambang tersebut. Penambangan yang dilakukan oleh masyarakat di lokasi tambang emas Gunong Ujeun masihbersifat ilegal.Hal ini disebabkan karena masih terkendala dengan kawasan atau wilayah hutanproduksi. Adapun peta pertambangan emas rakyat di wilayah Gunong Ujeun dapat dilihat padagambar dibawah ini: Gambar 1. Peta Wilayah Pertambangan Emas Rakyat Jurnal Public Policy l 138

Peta diatas menunjukkan bahwa hampir seluruh area wilayah pertambangan yangmendapatkan rekomendasi dari Gubernur Aceh pada tahun 2010 merupakan wilayah hutanproduksi, yang hingga saat ini belum mendapatkan izin dari pihak Dinas Kehutanan KabupatenAceh Jaya dan dari Menteri Kehutanan Republik Indonesia untuk dijadikan wilayah tersebutsebagai wilayah pertambangan rakyat.Saat ini pihak Dinas Kehutanan Kabupaten Aceh Jayamasih menunggu perijinan dari pihak pusat dan wilayah tersebut masih dalam prosespembebasan kawasan.Terkait hal tersebut, Irwansyah (Kabid Pertambangan ESDM DinasPekerjaan Umum Kabupaten Aceh Jaya, wawancara, 10Maret 2016) menjelaskan bahwa“penambangan yang dilakukan oleh masyarakat di lokasi tambang emas Gunong Ujeun masihbersifat ilegal karena masih terkendala dengan kawasan hutan produksi. Yang berhakmemberikan izin usaha untuk melakukan pertambangan adalah kami (Pertambangan ESDMDinas Pekerjaan Umum Kabupaten Aceh Jaya) tapi untuk urusan pembebasan lahan harusmendapatkan izin pembebasan dari Menteri Kehutanan Republik Indonesia dan hingga saat inimasih dalam proses pembebasan kawasan tersebut”. Berbeda dengan pihak Dinas dan Kabid ESDM, pihak Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten(DPRK) Aceh Jaya dalam pengelolaan pertambangan emas rakyat di Gunong Ujeun kecamatanKrueng Sabee hingga saat ini terus mencari solusi dan sedang menunggu pengesahan Qanunprovinsi tentang pertambangan energi dan sumber daya mineral sehingga dapat merancangQanun kabupaten yang berkaitan dengan pertambangan emas rakyat. Namun sampai saat iniDPRK Aceh Jaya belum bisa merancang Qanun tersebut disebabkan belum adanya QanunProvinsi. Karena jika Qanun Provinsi belum disahkan maka Qanun kabupaten tidak dapatdirancang karena ditakutkan akan bertentangan dengan aturan yang ditetapkan oleh provinsi.Selain itu pemerintah Kabupaten Aceh Jaya akan mengfungsikan WPR. Ketika masyarakatsudah bisa mengambil hasil dari pertambangan emas, tentu pemerintah Kabupaten Aceh Jayajuga dapat mengambil retribusi dari setiap warga penambang yang nantinya akan menjadi PADbagi Kabupaten Aceh Jaya(Hasan Ahmad, Ketua DPRK Aceh Jaya, wawancara, 03 Desember2013). DPRK Aceh Jaya sebagai lembaga perwakilan rakyat seharusnya dapat mengupayakanterbentuknya suatu peraturan atau Qanun yang tegas dan mengikat bagi setiap individu ataukelompok koperasi penambangan emas yang bekerja di wilayah Gunong Ujeun, dalam hal iniperaturan yang ditetapkan dapat memuat ketentuan yang tegas dan mengikat mengenaipersyaratan, larangan dan sanksi bagi setiap individu atau koperasi yang hendak melakukanpenambangan emas, sehingga kegiatan penambangan emas di wilayah pertambangan tersebutdapat berjalan sesuai dengan prosedur dan pemerintah kabupaten Aceh Jaya dapat mengutippajak atau iuran wajib dari setiap para penambang untuk meningkatkan pendapatan asli daerahkabupaten Aceh Jaya(Ibnu Sakdan, Anggota DPRK Aceh Jaya Komisi C Bidang Pertambangan,wawancara,10April 2016). Alasan para pernambang emas tidak memberikan iuran kepada pihak pemerintah karenamasyarakan melakukan penambangan emas rakyat tersebut atas inisiatifnya sendiri, seperti yangdijelaskan oleh Jullasmi(Anggota Koperasi dari Pertambangan Rakyat Peusahoe Rakan,wawancara, 12April 2016) “mereka membangun jalan menuju lokasi tambang emas dari modalmasyarakat tanpa adanya ikut campur atau mendapatkan bantuan dari pemerintah kabupaten.Oleh karena itu pemerintah kabupaten Aceh Jaya tidak dapat mengambil iuran dari masyarakatkarena belum ada peraturan yang jelas”. Salah satu bentuk kebijakan pemerintah Aceh Jaya yang sudah dapat dijalankan di kabupatenAceh Jaya tekait tambang emas rakyat yaitu pemerintah menghimbau kepada seluruhmasyarakat penambang emas Gunong Ujeun kecamatan Krueng Sabee supaya bergabungdengan koperasi-koperasi baik masyarakat lokal (asli) kabupaten Aceh Jaya maupun masyarakatyang datang dari kabupaten/kota lain atau tenaga kerja luar. Masyarakat yang datang darikabupaten/kota lain atau tenaga kerja luar yang melakukan penambangan di wilayah Gunong Jurnal Public Policy l 139

Ujeun kecamatan Krueng Sabee harus bergabung dengan koperasi yang telah dibentuk di duakecamatan yaitu kecamatan Krueng Sabee dan kecamatan Panga yang didalamnya sudahterbentuk sebanyak 19 koperasi pertambangan rakyat yaitu 11 Koperasi Pertambangan Rakyatdi kecamatan Krueng Sabee dan 8 Koperasi Pertambangan Rakyat di kecamatan Panga. Denganadanya koperasi pertambangan rakyat, masyarakat dapat bekerja secara legal tanpa adanyagangguan serta dapat memudahkan transportasi masyarakat jika terjadi hal-hal yang tidakdiinginkan. Dari pihak kecamatan, baik kecamatan Panga maupun kecamatan Krueng Sabee tidakmembuat suatu kebijakan ataupun himbauan kepada masyarakat penambang. Pihak kecamatanhanya memberikan rekomendasi kepada masyarakat yang ingin bergabung dengan koperasi-koperasi yang telah dibentuk. Sebagai pelayan masyarakat ditingkat kecamatan, pihakpemerintah kecamatan Panga dan Krueng Sabee meneruskan apapun yang telah ditetapkan olehpihak pemerintah Kabupaten Aceh Jaya. Selain memberikan rekomendasi kepada masyarakatpihak kecamatan juga pernah melakukan survey secara langsung ke lokasi penambangan emasdi Gunong Ujeun. Terutama pada saat musibah longsor yang terjadi pada beberapa waktu laluyang mengakibatkan tewasnya beberapa orang masyarakat penambang. Lain halnya di Gampong Panggong, pihak aparatur gampong telah sepakat untukmembentuk peraturan atau Qanun Gampong. Dalam Qanun Gampong tersebut memuat aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh para penambang. Salah satu point dari Qanun Gampongtersebut adalah “bagi setiap para penambang yang membawa turun batu galian emas wajibmemberikan kepada pihak gampong Panggong sebanyak 1 tempurung (bruek). Namun sampaisaat ini peraturan tersebut sudah tidak diberlakukan lagi karena wilayah tersebut dinyatakanilegal oleh pemerintah” (Tgk. Yusman, Geuchik Gampong Panggong kecamatan Krueng Sabee,wawancara, 12 Maret 2016). Meskipun pihak gampong telah menetapkan Qanun, namun Qanuntersebut hanya dapat dijalankan selama 2 tahun, dan sampai saat ini penambangan emas tersebutterus dilakukan oleh masyarakat yang datang dari sejumlah daerah dengan melakukanpenambangan secara ilegal tanpa adanya suatu bentuk teguran dari pihak manapun. Sedangkandi Gampong Batee Meutudong tidak membuat peraturan (Qanun) Gampong apapun terkaittambang emas di Gunong Ujeun. Sebahagian besar masyarakat kabupaten Aceh Jaya juga sangat mendukung kebijakanpemerintah kabupaten Aceh Jaya dalam membentuk koperasi-koperasi pertambangan emasrakyat, seperti yang diungkapkan oleh beberapa masyarakat yang bergabung dengan koperasi,yaitu:“Kami sangat mendukung kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten AcehJaya karena sebahagian besar masyarakat yang melakukan penambangan di Gunong Ujeun maubergabung di koperasi-koperasi pertambangan rakyat yang telah dibentuk baik masyarakatpribumi maupun masyarakat pendatang dari sejumlah daerah lainnya. (Jullasmi,AnggotaKoperasi dari Pertambangan Rakyat Peusahoe Rakan, wawancara,10April 2016). Sebahagian masyarakat penambang kabupaten Aceh Jaya juga ada yang tidak mendukungkebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Bentuk masyarakat yang tidak mendukungyaitu masyarakat tidak mau bergabung dengan koperasi-koperasi. Hal ini disebabkan karenakurangnya pemahaman masyarakat tentang guna mereka ikut bergabung dengan koperasisehingga mereka lebih memilih untuk melakukan penambangan secara tradisional atau secaraindividu di lokasi pertambangan. seperti yang diucapkan oleh beberapa masyarakat yang tidakbergabung dengan koperasi yaitu: “Pemerintah Aceh Jaya kurang melakukan sosialisasi kepadakami. Alasan kami lebih memilih untuk tidak ikut bargabung dengan koperasi pertambanganrakyat karena jika kami ikut bergabung dengan koperasi kami dituntut membayar iuran-iurankepada setiap koperasi yang akan kami ikuti” (Syarifuddin, Masyarakat Penambangan emas,wawancara,10 April 2016)). Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya setelah mengeluarkan PerbupAceh Jaya Nomor 21 Tahun 2011 tentang Penataan Pertambangan Rakyat seharusnyamelakukan sosialisasi dan memberikan pemahaman kepada seluruh masyarakat penambang Jurnal Public Policy l 140

emas rakyat tentang isi Perbup tersebut karena dengan adanya sosialisasi masyarakat lebihmengerti tentang apa saja peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Jika Pemerintahkurang melakukan pengelolaan dan pengawasan terhadap pertambangan emas rakyat tersebut,Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya harus siap untuk kehilangan aset daerah secara sia-sia tanpaadanya manfaat yang dirasakan oleh seluruh masyarakat Kabupaten Aceh Jaya.4. SIMPULAN Kebijakan Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya dalam pengelolaan pertambangan emas rakyatyaitu Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya telah mengeluarkan suatu Perbup yang mengaturtentang pengelolaan pertambangan emas rakyat. Salah satu butir isi dari Perbup tersebut adalahmasyarakat penambangan emas dari dua Kecamatan yaitu Kecamatan Krueng Sabee danKecamatan Panga dapat membentuk Koperasi Pertambangan Rakyat namun PemerintahKabupaten Aceh Jaya kurang melakukan sosialisasi terhadap Perbup tersebut sehingga banyakmasyarakat yang tidak mengetahui bahwa pemerintah telah mengeluarkan peraturan yangmengatur tentang pertambangan emas rakyat. Selain itu DPRK Aceh Jaya sedang menunggupengesahan Qanun Provinsi yang mengatur tentang Pertambangan dan energi sumber dayamineral sehingga Qanun kabupaten Aceh Jaya belum dapat dibentuk karena ditakutkan akanbertentangan dengan Qanun provinsi. Untuk meningkatkan PAD, Kabupaten Aceh Jaya harusmelakukan berbagai penataan terhadap pertambangan emas rakyat Di Gunong Ujeun terutamaharus mengimplementasikan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintahKabupaten Aceh Jaya.5. REFERENSIAG, Subarsono. 2006. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.AG, Subarsono. 2007. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi keuangan daerah. Edisi Revisi. Jakarta: Salemba Empat.Bastian, Indra. 2002.Sistem Akuntansi Sektor Publik. Buku 1 Jakarta: Salemba Empat.Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar,-Dasar Ilmu Politik. Gramedia: Pustaka UtamaHalim Abdul. 2004. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat.HS, Salim. 2006. Hukum Pertambangan di Indonesia. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.Moleong. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. RemajaRosdakarya. 2007.Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Bandung: PT. Remaja.Rosdakarya. 2012.Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja.Yani, Ahmad. 2002.Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indone. Jakarta: Raja Grafindo Persada.Zainal, Said Abidin. 2004. Kebijakan Publik. Jakarta: Yayasan Pancur Siwah.Aceh Jaya Post. Edisi VI Tahun 2010Buletin Parlementaria Aceh Jaya Edisi III tahun 2011Darmansyah Muda. Bertaruh Nasib Di Tambang Emas Gunung Ujeuen. Atjeh Post. Oktober. 2012. di akses pada hari Senin, 3 Oktober 2016 Jam 20:01 WIB di http://Atjehpost.Com/Read/2012/10/18/24674/83/3/Bertaruh-Nasib- Di-Tambang-Emas-Gunung-Ujeuen.Kabupaten Aceh Jaya. Selamat Datang di Website Aceh Jaya, di akses pada hari Senin, 3 Oktober 2016 Jam 20:10 WIB di http://www.acehjayakab.go.id.Undang-Undang Dasar 1945Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan DaerahUndang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah Jurnal Public Policy l 141

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya, Dan Kabupaten Aceh Tamiang, Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan DaerahUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan AcehQanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pertambangan Umum, Minyak dan Gas Alam.Peraturan Bupati Aceh Jaya Nomor 21 Tahun 2011 tentang Penataan Pertambangan Rakyat Jurnal Public Policy l 142

KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PENGELOLAAN TEMPAT PEMEROSESAN AKHIR SAMPAH REGIONAL DI KAWASAN BANJAR BAKULA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Irawanto STIA Bina Banua Banjarmasin [email protected] AbstractCooperation between regions be crucial at the moment, having no the isolated and needsindependently. The relationship between the government especially in the metropolitan havespecific characteristics dynamic and develop to governance in its own, especially in themanagement of the regional pemerosesan garbage (tpa regional) in urban areas banjar bakula,south kalimantan. A policy of development program or project that involves many regions needto the arrangement institutional of government good involved so the program the cooperation itis efficiently and effectively, but in their implementation many obstacles related to therelationship between the government will be reference in have a partnership between regionsKeywords: Metropolitan Area, Cooperation Between The Regions. Banjar Bakula, South Kalimantan. Jurnal Public Policy l 143

1. PENDAHULUANDi era Desentralisasi dan otonomi daerah saat ini kerjasama antar daerah merupakan kuncikeberhasilan pembangunan, karena kerjasama menjadi jembatan yang dapat mengubah potensikonflik kepentingan antar daerah menjadi sebuah potensi pembangunan yang sangatmenguntungkan (Tarigan, 2009:1). Kerjasama antar daerah merupakan langkah sinergi dilingkungan pemerintahan dalam peningkatan pembangunan dan model ini menjadi suatuterobosan di berbagai belahan dunia, sebagaimana diungkap oleh Hulst et al., (2009), iamengatakan kerjasama antar-kota adalah fenomena yang terjadi di negara-negara Eropa Baratsaat ini. Hal ini juga dikatakan oleh Muttalib (1982), sebagai bagian dari suatu negara,pemerintah lokal menjadi patner pemerintah dalam pembangunan nasional.Kota Banjarmasin dengan empat kabupaten/kota lainnya (Kota Banjarbaru, KabupatenBanjar, Kabupaten Barito Kuala dan Kabupaten Tanah laut) termasuk kawasan Perkotaan dandaerah ini dinamakan kawasan metropolitan Banjar Bakula. Kawasan metropolitan BanjarBakula ini memiliki jumlah penduduk sejumlah 1.980.206 jiwa atau 52,25% dari jumlahpenduduk di 13 kabupaten/kota di Kalsel (BPS Kalsel 2012), dan wilayah ini lebih majudibanding dengan daerah-daerah lainnya di Kalimantan Selatan.Masalah sampah menjadi issu yang semakin mendesak untuk ditangani di kawasan ini.Pertumbuhan penduduk dan aktivitas sosial ekonomi di kawasan ini mempunyai korelasi positifterhadap peningkatan jumlah dan jenis sampah. Kondisi ini tentu akan mengancam ekosistemwilayah. Dalam Statistik Persampahan 2008 yang di laporkan Kementerian Negara LingkunganHidup menunjukkan bahwa total timbunan sampah di Indonesia sebesar 38,5 juta ton/tahundengan komposisi 58 % sampah dapur, 14 % plastik, 9 % kertas dan 19 % sampah lainnya. Daritotal sampah tersebut, sekitar 14,1 juta ton atau 36 % merupakan sampah di kota besar danmetropolitan. (London, 2013:4)Untuk mengatasi masalah sampah di kawasan Banjar Bakula dibutuhkan bentuk manajemendengan pendekatan pemerintahan. Salah satu pendekatan pemerintahan untuk wilayahmetropolitan adalah kerjasama intermunicipal (IMC). \"IMC telah dibahas untuk waktu yanglama sebagai salah satu solusi untuk perbaikan tata kelola metropolitan\" Ostrom 1991; Barlow1991; Norris, Phares, dan Zimmerman 2007 Swianiewicz. (2011).Pemerintah juga telah mengeluarkan Undang Undang RI No. 18/2008 tentang PengelolaanSampah yang mengamanatkan adanya kerjasama dan kemitraan antar pemerintah daerah, badanusaha dan masyarakat dalam melakukan pengelolaan sampah. Sebagaimana yang diungkapkanoleh Kurtz (2006).\"kerjasama antar pemerintah adalah masa depan untuk sukses di pemerintahdaerahsecara keseluruhan yang terkait dengan faktor ekonomi dan efektivitas .Langkah penyelesaian masalah sampah dikawasan ini telah diupayakan oleh Pemerintahterlihat dari hasil penilaian yang dilakukan oleh Kementrian Pekerjaan Umum, DirektoratJenderal Cipta Karya, dan PT Arkonin Engineering Manggala Pratama, Tahun 2010, terhadaptiga TPA yang ada di Kabupaten Banjar, Kota Banjarbaru dan Banjarmasin, maka TPA HutanPanjang yang ada di Kota Banjarbaru, mendapat nilai tertinggi untuk dijadikan TPA Regionalnamun dengan syarat TPA Hutan Panjang harus menambah luas lahan. Tabel berikut inimenggambarkan kemampuan penanganan sampah di tiga TPATabel : Kemampuan Penanganan Sampah di Tiga daerah di kawasan Banjar BakulaNo Indikator Banjarmasin Banjarbaru Banjar1 Jumlah penduduk (Jiwa) 705.575 184.487 222.6942 Jumlah Penduduk terlayani (Jiwa) 317.509 110.692 122.4813 Jml Penduduk terlayani dalam % 45 % 60 % 55 %4 Jlh timbulan Sampah (M3/hari) 1.940 461 5575 Jlh Sampah terlayani (M3/hari) 837 277 3066 Luas Wilayah (Km2) 72,67 328,83 4710,97Sumber : Master Plan TPA Regional Kota Banjarmasin, Kabupaten Banjar 2010 Jurnal Public Policy l 144

Kerjasama antar daerah dalam penanganan dan pengelolaan sampah di kawasan BanjarBakula menjadi persoalan yang mendesak. Dalam Penyelesaian masalah bersama tersebut sudahbarang tentu harus dilakukan dengan prinsip saling menguntungkan.Atas dasar uraianpermasalahan yang dipaparkan maka problem statement penelitian ini adalah Bagaimanakerjasama antar daerah dalam pengelolaan sampah di Kawasan Metropolitan Banjar Bakula.Adapun yang menjadi research questions sebagai berikut : 1) Bagaimana hubungan antarsusunan pemerintah dalam pengelolaan Tempat Pemerosesan Akhir Sampah Regional. 2)Bagaimana model hubungan antar daerah dalam melakukan kerjasama dalam pengelolaan TPARegionalKonsep Hubungan antar Susunan Pemerintahan Dalam kerjasama antar daerah tidak terlepas sebenarnya bagaimana hubungan antar susunanpemerintahan. Wright (1982) membagi membagi model hubungan pemerintahan dalam 3 (tiga)model, yaitu :1) Coordinate Authority Model.Model ini dicirikan dengan hubungan antarpemerintah, dengan batas-batas yang tegas antara pemerintah pusat dengan pemerintahprovinsi. Pemerintah kabupaten/kota sangat tergantung pada pemerintah provinsi yang otonom.2) Inclusive Authority Model, Model ini dicirikan dengan kekuatan yang proporsional antaratingkat pemerintahan dan diantara tingkat pemerintahan tersebut terjadi saling menghormati.Hubungan yang terjadi dimana pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota, menjadi\"pelayan\" pemerintah pusat. 3) Overlapping Authority Model.Pada model ini, terdapat proses\"tawar menawar\" antara pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi dan pemerintahkabupaten/kota. Pemerintah pusat menawarkan suatu program kepada pemerintah provinsi danpemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota dapatmenerimanya dengan memenuhi persyaratan yang diterapkan pemerintah pusat. Dalammelaksanakan pembangunan, suatu wilayah pemerintah daerah akan berpengaruh terhadappemerintah daerah lainnya. Dalam melaksanakan pembangunan, suatu wilayah pemerintah daerah akan berpengaruhterhadap pemerintah daerah lainnya. Oleh karena itu, hubungan antar pemerintah akan terjadidalam proses pembangunan tesebut. Deil Wright (1978) mengungkapkan bahwa untukmencapai hubungan antar pemerintah perlu diperhatikan lima unsur khusus. Secara lebih rinci,dalam jurnal lainnya Deil S. Wright (1974) juga menjelaskan sub unsur yang membangunkelima unsur khusus yang mempengaruhi hubungan antar daerah tersebut. Secara ringkas antaralain: multiple entities, interaction of officials, communiation, all Public official dan policyemphasis2. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini berlangsung selama 6 bulan di kawasan metropolitan Banjar Bakula.Penelitian ini dilakukan secara kualitatif. Untuk mendapatkan data primer dilakukan denganwawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus. Sumber datanya adalah pejabat pemerintahyang terkait dengan kerja sama pengelolaan TPA Regional: Dinas kebersihan dan pertamanankabupaten/kota, Bappeda kabupaten/kota, Direktorat Pengembangan Penyehatan LingkunganPemukiman, dan Badan Koordinasi Kerjasama Pembangunan Kawasan Perkotaan MetropolitanBanjar Bakula. Selanjutnya data sekunder yang diperoleh dari lokus kawasan Banjar Bakuladigunakan untuk mendukung temuan.3. PEMBAHASAN Hubungan antar susunan pemerintah dalam pengelolaan Tempat Pemerosesan AkhirSampah Regional. Jurnal Public Policy l 145

Pertama, Multiple Entities (National, Provincial and Municipalities). Peran pemerintah pusat dalam kebijakan pembangunan terlihat dari adanya Undang-undang(UU) Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, RencanaPembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019, dan juga programMasterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) khususnya diKalimantan Selatan. Terkait kerja sama pembangunan TPA Regional di kawasan Metropolitan Banjar Bakulapemerintah pusat tidak terjun pada tataran operasional baik dalam penyusunan regulasi maupunmemfasilitasi kerjasama pembangunan dan pengelolaan TPA Regional. Sedangkan pada tingkatprovinsi, peran pemerintahan sangat signifikan karena telahmelakukan studi kelayakan dalampenentuan tempat yang strategis bagi penyediaan TPA Regional dikawasan ini.Hasil studikelayakan menetapkan Kota Banjarbaru menjadi pilihan yang ideal karena telah memenuhipersyaratan bagi TPA regional. Sedangkan peran pemerintah kabupaten/kota sebatas menyetujuidan memfasilitasi perencanaan yang telah dibuat oleh pemerintah provinsi.Kedua, Interaction of Officials Interaksi aparat publik dalam hubungan kerjasama antar daerah menjadi penting, karenaakan menentukan keberlangsungan dari suatu kerjasama tersebut. Interaksi tersebut dilihat dariempat sub unsur yaitu, perilaku, kepercayaan, persepsi dan preferensi dari aparatur yang terlibat.Adapun gambaran keempat sub unsur tersebut sebagai berikut:a. Asfek perilaku, ruang lingkup pekerjaan pemerintah pusat sangat luas, sehingga pemerintah pusat melihat permasalah daerah secara umum dan kecendrungan perilakunyakurang responsif. Prilaku aparatur pemerintah provinsi cenderung lebih responsif karena permasalah pembangunan yang yang terjadi bersifat lintas yurisdiksi kabupaten/kota dan menjadi kewenangannya. Sementara perilaku pemerintah kabupaten/kota cenderung kurang responsif dan pasif, hal ini disebabkan adanya perbedaan tingkat kepentingan diantara pemerintah kabupaten/kota dalam pembangunan TPA Regional dan perbedaan pemahaman tentang arti pentingya keberadaan TPA Regional tersebut.b. Asfek kepercayaan, Kepercayaan yang rendah ditunjukkan pemerintah pusat kepada daerah karena pemerintah pusat melihat sikap daerah cenderung pasif dan kurang memiliki inisiatif. Sedangkan kepercayaan Pemerintah Provinsi cenderung kurang terhadap pemerintah pusat karena kehadiran intervensi pemerintah pusat akan dirasakan menggangu kewenangan provinsi. Intervensi pusat lebih kepada sisi pembiayaan maupun pembinaan teknis bukan pada kewenangan kebijakan. Kepercayaan Provinsi terhadap Pemerintah Kabupaten/kota sangat rendah, dikarenakan pemerintah kabupaten/kota dalam menghadapi berbagai permasalah sering secara langsung berhubungan dengan pemerintah pusat yang seharusnya dapat melakukan koordinasi melalui pemerintah Provinsi. Disisi yang lain kepercayaan kabupaten/kota terhadap pemerintah provinsi kurang baik terlihat dari anggapan mereka yang menganggap bahwa provinsi belum mampu mewakili kepentingan mereka.c. Asfek persepsi, Pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi melihat kerjasama antar daerah sebagai solusi untuk mengurangi beban daerah dan menjadi solusi atas permasalahan sampah di kawasan ini. Kota Banjarmasin melihat kerjasama pengelolaan TPA Regional ini sangat membantu, karena kondisi tanahnya yang berawa yang tidak ideal bagi pengelolaan sampah dengan baik. Bagi Pemerintah kabupaten Banjar keberadaan TPA Regional tidak mempengaruhi mereka, karena mereka telah memilik tempat pemerosesan akhir sampah yang baik. Sedangkan Pemerintah Kota Banjarbaru menganggap kerjasama ini akan menambah beban mereka terkait dengan dampak “bau” dan kerusakan jalan bagi kota ini.d. Asfek preferensi kebijakan. Pemerintah pusat melihat isu pembangunan TPA Regional di kawasan Metropolitan Banjar Bakula secara umum yang terlihat dari dikeluarkannya UU RI No: 18 tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Dalam prakteknya implementasi UU ini Jurnal Public Policy l 146

belum berjalan dengan baik. Pada level provinsi, kerjasama dalam pembangunan dan pengelolaan TPA Regional belum menjadi prioritas, karena terjadinya penolakan oleh Kota Banjarbaru setelah disepakati terkait TPA Regional. Dan selama ini Pemerintah Kota Banjarbaru tidak memperoleh bantuan alokasi dana terkait pengelolaan sampah baik dari Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Provinsi.Di level Kota Banjarbaru preferensi kebijakan terhadap kerjasama antar daerah dalam pembangunan TPA Regional masih lemah, hal ini terlihat dari sikap pemerintah daerah cenderung inferior dan tidak responsif menyikapi hal tersebut dan bahkan menolak TPA Regional di kota ini.Ketiga, Communication (Continous and Cumulative) Komunikasi antar pejabat daerah dalam kerjasama adalah sangat penting. Interaksi yangdilakukan antar para pejabat daerah secara teratur menunjukkan terjadinya komunikasi yangberlanjut. Hal ini dapat dilihat dari: kontak dari hari ke hari, hubungan kerja yang berjalan danpola kumulatif yang terbangun. Komunikasi rutin antar susunan tingkat pemerintah dalam mewujudkan TPA Regional diKawasan Metropolitan Banjar Bakula relatif jarang dilakukan, selain tidak adanya jadwal yangdibuat juga keterbatasan dana operasional sehingga pembahasan terhadap pembuatan danpengelolaan TPA Regional menjadi terhambat. Tidak fokusnya pembahasan yang dilakukanserta bedanya peserta forum komunikasi juga menghambat pembangunan TPA Regional. Hubungan kerja antar pemerintah belum ada hanya sebataspada Memorandum ofUnderstanding (MoU) yang menetapkan Kota Banjarbaru menjadi tempat TPA Regional diKawasan Metropolitan Banjarbakula. Pola kumulatif yang dilakukan pemerintah provinsiKalimantan Selatan dengan pemerintah kabupaten/kota di kawasan metropolitan Banjar Bakulabelum mendapatkan hasil yang baik.Keempat, All Public Officials (Administrators) Pengaruh parlemen/legislative baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota dalamproses kerja sama antar daerah memiliki peran yang strategis. Hal ini terjadi karena dalamsistem pemerintahan di Indonesia fungsi anggaran dan regulasi menjadi kewenangan dari pihaklegislatif. Di tingkat pusat, keaktifan anggota legislatif pada dasarnya terkait dengan aspirasiyang mereka wakili dan kebutuhan untuk peningkatan elektabilitas. Anggota legeslatif terkaitdengan tugas dan fungsinya seringkali membawa isu ke tingkat pusat dan memperjuangkannyapada proses penganggaran, isu tersebut ditangani pemerintah dengan sumber dana dariAnggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Perjuangan dari anggota legislatif ini dapatmerubah perencanaan anggaran yang telah dilakukan oleh pihak eksekutif. Sedangkan peran eksekutif dalam kerjasama antar daerah juga memiliki kendala yang sama.Peran eksekutif di tingkat pusat jelas sangat penting namun selama ini justru belum adakejelasan siapa melakukan apa dan siapa yang mengendalikan pelaksanaan kerjasama dikawasan Metropolitan Banjar Bakula di Provinsi Kalimantan Selatan, khususnya pelaksanaanTPA Regional. Pemahanan Kerjasama antar daerah dan implementasinya di tingkat pusat danprovinsi mempunyai perbedaan sudut pandang terkait siapa yang bertanggung jawab penuhterhadap kerjasama tersebut. Di Kawasan Metropolitan Banjar Bakula pelaksanaanpembangunan TPA Regional di tangani oleh 2 (dua) kementrian yaitu Kementrian PekerjaanUmum dan Kementrian dalam negeri. Di tingkat Provinsi pihak eksekutif belum mampumenggerakkan pemerintah kabupaten/kota untuk fokus dalam kerjasama antar daerah yang lebihefektif untuk menyelesaikan permasalahan TPA Regional. Sementara di tingkat kabupaten/kota,kesulitan eksekutif yang terjadi selama ini adalah perbedaan kepentingan antar kabupaten/kota.Perbedaan pemahaman dan sikap ego pemerintah dapat membawa kendala dalam proseskerjasam antar daerah. Jurnal Public Policy l 147

Kelima, Policy Emphasis Pada poin ini dilihat bagaimana perhatian pemerintah terhadap kebijakan khususnya dari sisifiskal. Dalam hal ini perlu dilihat dampaknya terhadapanggaran khususnya dari: isu keuangan(kemampuan anggaran), dukungan politis, dan dampak pada ruang lingkup kebijakan lainnya. Pada tingkat kebijakan pemerintah pusat terkait kawasan Metropolitan Banjar Bakulabelum ditindaklanjuti dalam kebijakan teknis/operasional termasuk anggaran sebagaikonsekuensi kebijakan tersebut. Hal ini menyebabkan kerjasama pembangunan dan pengelolaanTPA Regional belum berjalan secara optimal karena minimnya dukungan teknis dan dana. Pada level Pemerintah Provinsi alokasi danadalam menyelenggarakan urusannya sudahseharusnya dianggarkan dalam APBN. Namun pada kenyataannya pengalokasian dana untukkerjasama tersebut belum berjalan secara lancar. Aturan main secara teknis lapangan yangseharusnya mengikuti suatu kebijakan yang lebih operasional memang menjadi sorotan daerah.Seharusnya kebijakan teknis yang bersinggungan dengan kepentingan fiskal apalagi sifatnyaantar daerah harus diikuti oleh kebijakan operasional lainnya yang merupakan penjabaran darikebijakan makro.Model hubungan antar daerah dalam melakukan kerjasama Pembangunan TPA Regional di kawasan Metropolitan Banjar Bakula termasuk urusankonkuren yang melibatkan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota mulai dariperencanaan, pembiayaan, pelaksanaan dan pengawasan. Oleh karena itu perlu adanya sinergidalam manajemen antar pemerintah sehingga pelaksanaan pembangunan dapat terlaksanadengan baik. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa dalam pembangunan TPA Regional ini peranProvinsi sangat sentral, namun belum diimbangi dengan kemampuan pendanaan, sertapelaksanaan koordinasi yang baik, sementara pemerintah kota lebih bersifat menunggu dantidak resfonsif. Kondisi ini berdampak kepada realisasi pembangunan TPA Regional menjaditerkendala dan lambat. Berikut ini gambar model hubungan yang terjadi dalam pembangunanTPA Regional di kawasan inia.peran pemerintah Pemerintah Pusat(+)b.interaksi aparat publik Kabupatenc.keberlanjutankomunikasi ISU /Kotad.peran administrator Strategi (++)e.dampak kebijakan s Provinsi Kalsel (+++) Gambar :1 Model Hubungan Antar Pemerintah Saat Ini Gambar (+) menunjukkan bahwa pemerintah pusat dalam hubungan antar susunanpemerintah dinilai masih kurang kuat, padahal masalah TPA Regional,merupakan isu strategisdaerah ini yang harus dicari solusinya. Sedangkan gambar (+++) menunjukkan peran aktif daripihak pemerintah Provinsi dalam hubungan antar susunan pemerintah, sedangkan gambar (++)menunjukkan peran Kabupaten/Kota yang sangat terbatas/belum optimal. Jurnal Public Policy l 148

Ketidak seimbangan peran antar pemerintahan dapat dikurangi dengan kesetaraankewenangan diantara susunan pemerintahan tersebut sehingga beban dari pemerintah provinsidapat dikurangi sehingga keterlambatan dalam implementasi program pembangunan TPARegional tersebut dapat dikurangi. Salah satu dari beberapa misi pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan adalah pembangunanprasarana dan sarana publik, misi pemerintah tersebut tentu tidak terlepas dari isu-isu strategisyang dihadapi daerah ini. Isu strategis tersebut terkait dengan hubungan kerja sama antarpemerintah daerah di kawasan Banjar Bakula. Kawasan Banjar Bakula adalah kawasanstrategis provinsi dan berpotensi menjadi kawasan strategis nasional. Kawasan Banjar Bakulaini juga sudah menjadi kawasan metropolitan, sehingga penataan kawasan ini menjadi begitupenting. Didalam penanganan pembangunan antar daerah kabupaten/kota dalam provinsidilakukan oleh pemerintah Provinsi sebagai mana diatur di dalam UU RI No 23 Tahun 2014pasal 364 ayat 4 Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa apabila adakerja sama wajib antar daerah dalam satu provinsi yang tidak dilaksanakan oleh daerahkabupaten/kota, gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dapat mengambil alihpelaksanaannya. Salah satu isu strategik yang terjadi dikawasan ini adalah tempat pemerosesan akhir sampahregional. Kondisi ini terjadi karena kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin yangmerupakan dua dari lima daerah di kawasan Banjar Bakula yang menghadapi kendala dalampemerosesan akhir sampahnya, Karena isu ini memiliki dampak eksternalitas sehingga harusmelibatkan kabupaten/kota yang ada di kawasan ini. Kerja sama antar pemerintah daerahdikawasan ini menjadi kunci bagi penyelesaian masalah yang dihadapi di kawasan MetropolitanBanjar Bakula. Hubungan didalam pelaksanaan pembangunan yang melibatkan beberapapemerintahan diatur didalam perundang-undangan yang berlaku. Sejalan dengan itu Wright(1982) mengatakan untuk mencapai hubungan antar pemerintah perlu diperhatikan lima unsurkhusus, unsur-unsur tersebut yaitu peran pemerintah, interaksi aparat publik, keberlanjutankomunikasi, peran administrator dan fokus perhatian pada kebijakan. Gambaran berikut menyimpulkan bahwa suatu kerjasama yang terjalin dalam suatu wilayahakan berinteraksi menuju tujuan bersama walaupun, berada didalam yuridiksi yang berbeda.Terpenuhinya unsur unsur yang diungkapkan oleh Wright merupakan “Kunci” bagikeberhasilan hubungan antara pemerintah dalam melakukan kerja sama. Unit pemerintah apasaja yang terlibat didalam kerja sama tersebut, bagaimana interaksi antar pejabat yang terjadi,sampai sejauh mana keteraturan dan keberlanjutan interaksi yang terjadi, dukungan apa yangtelah diberikan oleh administrator dan bagaimana fokus perhatian yang diberikan dari sisi fiskaldalam hubungan tersebut. Peran pemerintah pusat sangat diperlukan didalam pembangunan infrastruktur perkotaanterutama terkait pembangunan TPA Regional di kawasan Banjar Bakula. Pemerintah Pusatsebagai Pembina yang dapat menerbitkan berbagai regulasi berupa penetapan Kawasan BanjarBakula sebagai Kawasan Strategis Nasional, maupun sebagai fasilitator dan koordinatorpembangunan. Keterlibatan ini dapat secara intensif dalam membantu menyelesaikanpermasalahan secara operasional, selain itu juga pemerintah pusat dapat memberikan insentifterhadap kerjasama yang dilakukan antar daerah dan yang memiliki dampak eksternal bagisuatu kawasan.Keaktifan peran pemerintah juga telah disebutkan oleh Dwiyanto (2005:8) yangmenekankan tentang redefinisi peran pemerintah dengan adanya demokratisasi, deregulasi danprivatiasi saat ini. Selain itu juga Osborne dan Gaebler (1992) yang menekankan peran negaralebih sebagai fasilitator atau supervisor dalam penyelenggaraan urusan publik.Kerja sama antar daerah dalam pembangunan TPA Regional merupakan proses hubungan yangsaling menguntungkan dan adanya kesamaan tujuan dari daerah-daerah yang melakukankerjasama tersebut, mereka saling berinteraksi melalui suatu negosiasi dan tentu semua aktivitastersebut didasari oleh adanya rasa saling percaya (Thomson .2007). Jurnal Public Policy l 149

Komunikasi juga menjadi faktor penting dalam melakukan kerjasama seperti yang disebutkan oleh Ansell dan Gash, (2007) Komunikasi tatap muka dalam menghadapi strerotifmasalah adalah cara yang selalu dianjurkan didalam literatur-literatur tentang kerjasama, dialogtatap muka merupakan kondisi yang diperlukan dalam kolaborasi. Oleh karena itu dialoglangsung diperlukan bagi para pemangku kepentingan untuk mengidentifikasi peluang yangsaling menguntungkan. Dialog ini merupakan inti dari proses membangun kepercayaan, salingmenghormati, menciptakan pemahaman bersama dan membangun proses komitmen.Komunikasi yang tidak lancar menjadi penghambat dalam pelaksanaan pembangunan TPARegional ini. Berdasarkan UU no 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ada dua sub unsur yangterkait dalam kerja sama dan merupakan administrator, yaitu pejabat publik yang dipilih(elected officials) baik legislatif maupun eksekutif serta pejabat publik yang ditunjuk (appointedadministrator) baik dari sisi aparat umum maupun aparat dengan fungsi khusus/profesional.Pada dasarnya pejabat publik yang dipilih oleh masyarakat baik di tingkat pusat, provinsimaupun di kabupaten/kota dalam proses kerja sama antar daerah mempunyai peran yang sangatpenting karena pejabat publik tersebut tidak terlepas dari nuansa politik yang berpengaruhterhadap kebijakan yang diambil . Dalam model teori Wright pola hubungan antar pemerintahan ada tiga model yaitucoordinate authority model, inclusive authority model dan overlapping authority model, dalamkonteks kerja sama antar daerah di Kawasan Banjar Bakula model terdekat adalah overlappingauthority model. Dalam model ini menunjukkan masing masing pemerintahan mempunyaibidang/urusan yang menjadi kewenangannya. Kedua masing-masing Pemerintahan memilikiwilayah otonomi atau wilayah yurisdiksi tunggal/independen dan yang ketiga terdapat wilayahtumpang tindih kewenangan yang berkaitan dengan urusan pemerintahan tertentu. Pada wilayahtumpang tindih inilah terjadi tawar-menawar (lobi/negosiasi) kewenangan dalamprogram/proyek). Untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam hubungan antar pemerintah dalampengelolaan Tempat Pemerosesan Akhir sampah (TPA) regional di kawasan ini peranpemerintah yang tidak seimbang perlu dilakuan proses negosiasi diantara pihak-pihak yangterlibat dalam pembangunan TPA Regional ini dapat di lakukan sehingga masalah sampah yangdihadapi oleh kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin khususnya dan kawasan BanjarBakula umumnya dapat terpecahkan. Oleh karena itu negosiasi terkait peran pemerintah,interaksi aparat publik, keberlanjutan komunikasi, peran administrator dan dampak kebijakanyang diperlukan dapat menemukan keseimbangan yang baru dan pembangunan TPA Regionaldapat terwujud.4. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan: 1. Pemerintah provinsi yang mempunyai kewenangan besar adalah aktor yang diharapkan dapat berperan lebih dalam mengatasi permasalan pembangunan TPA Regional dikawasan Banjar Bakula, sehingga hambatan ego kedaerahan yang dihadapi dapat teratasi 2. Kerja sama antar daerah menekankan tentang pentingnya interaksi antar aparatur pemerintah, interaksi tersebut dapat membangun kepercayaan dalam memenuhi kepentingan daerah. Dengan rasa saling percaya akan muncul kesamaan persepsi. Kesamaan persepsi tersebut dapat meningkatkan preferensi terhadap kebijakan yang diambil dalam pembangunan dan pengelolaan TPA Regional. 3. Penelitian ini merekomendasi dalam membangun model kerjasama antar daerah di kawasan Banjar Bakula diperlukan renegosiasi kewenangan antar daerah didalam Jurnal Public Policy l 150

melakukan pembangunan TPA Regional sehingga issu strategis dalam pembangunan dan pengeloaan sampah dapat direalisasikan.5. REFERENSIAnsell, Chris dan Gash, Alison. 2007. Collaborative Governance in Theory and Practice, Journal of Public Administration Research and Theory, JPART 18:543–571, Oxford University Press.Dwiyanto, Agus, 2005, Mewujudkan good governance melalui pelayanan publik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.Hulst R., A. van Montfort, A. Haveri, J. Airaksinen, J. Kelly. 2009. Institutional shifts in intermunicipal service delivery, Public Organization Review 9, 263-285.Kurtz, Thomas S. 2006. Intergovernmental Cooperation Handbook, Governor‟s Center for Local Governments Services, Dep. Of Community and Eco. Development Commonwealth Keystone Building 400 North Street, 4Th, Floor Harrisburg, Pennsylvania, sixth Edition.London, Nigel, 2013, Sebuah Tinjauan Tentang Sektor Manajemen Persampahan Indonesia, Jurnal Prakarsa Infrastruktur Indonesia Edisi 15 Oktober 2013.Muthalib, MA., Mohd. Akbar Ali Khan. 1982, Theory of Local Government, New Delhi: Starling publisher Private LimitedOsborne, David & Gaebler Ted. 1992. Reinventing Government Addison-Wesley Publ. Co., 427 pagesSwianiewics, Pawel. 2011. Working Together: Intermunicipal Cooperation in Five Central Eropean Countries. Open Society Fondation. Budapest.Tarigan, Antonius. 2009. Kerjasama Antar Daerah (KAD) Untuk Peningkatan Penyelenggaraan Pelayanan Publik Dan Daya Saing Wilayah Bulletin Tata Ruang, Maret – April (Edisi Meningkatkan Daya Saing Wilayah).Thomson, Ann Marie and James L. Perry. 2006. Collaboration Processes : Inside the Black Box, paper presented on Public Administration Review; Dec 2006; 66, Academic Research Library pg.20Wright, Deil S. 1982. Understanding Intergovernmental Relations Second Edition. Brooks/Cole Publishing Company. California, pp: 29-40 Jurnal Public Policy l 151

KEDUDUKAN DAN FUNGSI KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DALAM MELINDUNGI HAK-HAK ANAK Apri Rotin Djusfi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Teuku Umar Email: apri.rotin@yahoo com AbstractIndonesian Child Protection Commission is an independent agency, established under theprovisions of the Law on Child Protection. Was formed on June 21, 2004, this agency ismandated by Presidential Decree No. 77 of 2003 and Article 74 paragraph (1) and (2) of Law35 of 2014 on the Amendment of Act No. 23 of 2002 on Child Protection. The problem that isrevealed in this research is how the protection of children is in conformity with the principles ofhuman rights, is child protection in Indonesia is in conformity with the 1945 Constitution andthe laws protecting children and how the role of the Indonesian Child Protection Commission inprotecting the rights of children. The principles of human rights that protects the protection ofchildren one of which is the birth certificate. Indonesian Child Protection Commission‟s role inprotecting the rights of children is as a protection and supervisor of Law 35 of 2014 on theAmendment of Act No. 23 of 2002 in the Child Protection.Keywords : Children Right Protection Law, KPAI, Children's rights Jurnal Public Policy l 152

1. PENDAHULUAN Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkatdan martabat sebagai manusia seutuhnya. Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggungjawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas luasnya untuk tumbuh danberkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perludilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikanjaminan terhadap pemenuhan hak-hak nya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Hal inidisebutkan di dalam Undang-undang 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undangNo. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dansumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber dayamanusia Indonesia yang berkualitas dan mampu memimpin serta memelihara kesatuan danpersatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkanPancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, diperlukan adanya pembinaansecara terus menerus demi kelangsungan hidup pertumbuhan dan perkembangan fisik, mentaldan sosial serta perlindungan dari segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka danbangsa di masa depan. Pasal 1 angka 1 Undang-undang 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-UndangNo. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa anak adalah seseorangyang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.Sebagaimana disebutkan Pasal 1 angka 2 Undang-undang 35 Tahun 2014 Tentang PerubahanAtas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yaitu Perlindungan anakadalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabatkemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Permasalahan kehidupan anak sangatlah kompleks dan rumit, situasi penuh ancaman darikehidupan, serta berbagai bentuk depresi sosio-ekonomi, cultural dan psikologikal, semua faktortersebut sangat mempengaruhi perkembangan pola perilaku dan kematangan mental emosionalseorang anak. Negara Indonesia sebagai Negara anggota PBB yang telah menyatakan diri sebagai Negarapihak Konvensi PBB tentang Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) sejak Agustus1990, dengan demikian menyatakn keterkaitannya untuk menghormati dan menjamin hak anaktanpa diskriminasi dalam wilayah hukum Republik Indonesia. Diperkuat dengan dikeluarkannyaUndang-undang 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 23 Tahun 2002tentang Perlindungan Anak. Namun pada kenyataannya, masih banyak anak yang dilanggarhaknya, dan menjadi korban dari berbagai bentuk tindak kekerasan, eksploitasi, perlakuansalah, diskriminasi bahkan tindakan yang tidak manusiawi terhadap anak, tanpa ia dapatmelindungi dirinya, dan tanpa perlindungan yang memadai dari keluarganya, masyarakat, danpemerintah. Mencermati permasalahan anak yang membutuhkan perhatian yang serius dari semua pihakbaik keluarga, atas prakarsa Departemen Sosial Republik Indonesia, Tokoh Masyarakat,Perguruan Tinggi, Organisasi Non Pemerintah dan Pemerintah, Media Massa, dan kalanganProfesi, serta dukungan UNICEF pada tanggal 26 Oktober 1998, dibentuklah komisiPerlindungan Anak Indonesia, Forum Nasional memberikan mandat kepada KomisiPerlindungan Anak untuk melakukan serangkaian kegiatan perlindungan anak termasukmemperkuat mekanisme nasional untuk mewujudkan situasi dan kondisi yang kondusif bagiperlindungan anak demi masa depan yang lebih baik. Komisi Perlindungan Anak Indonesia dibentuk sebagai lembaga independen yangkedudukannya setingkat dengan Komisi Negara yang dibentuk berdasarkan amanat KeputusanPresiden Republik Indonesia No. 77 Tahun 2003 dan pasal 74 ayat (1) Undang-undang 35 Jurnal Public Policy l 153

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 23 Tahun 2002 TentangPerlindungan Anak dalam rangka untuk meningkatkan evektivitas pengawasan penyelenggaraanpemenuhan hak anak, dengan Undang-undang ini dibentuk Komisi Perlindungan AnakIndonesia. Kemudian pasal 74 ayat (2) Undang-undang 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan AtasUndang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menyebutkan dalam haldiperlukan, pemerintah daerah dapat membentuk Komisi Perlindungan Anak Daerah ataulembaga lainnya yang sejenis untuk mendukung pengawasan penyelenggaraan perlindungananak di daerah. Salah satu bagian agenda Komisi Perlindungan Anak Indonesia melakukan sosialisasiseluruh ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak,mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahandan pemantauan, evaluasi serta pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak,memberikan laporan, saran, masukan serta pertimbangan kepada Presiden. Dengan demikianpenelitian ini akan membahas lebih lanjut mengenai kedudukan dan fungsi KomisiPerlindungan Anak Indonesia dalam melindungi hak-hak anak-anak(KPAI, 2010) Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapatlah diidentifikasikan permasalahansebagai berikut: 1. Apakah perlindungan anak sudah sesuai dengan prinsip-prinsip HAM? 2. Apakah Perlindungan Anak di Indonesia sudah sesuai dengan amanat UUD dan Undang-undang perlindungan anak? 3. Bagaimakah peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam melindungi hak-hak anak? Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah bidang Hukum Tata Negara sehingga merupakansuatu kajian terhadap kedudukan dan fungsi Komisi Perlindungan Anak Indonesia SebagaiLembaga Negara Independen Dalam Melindungi Hak-Hak Anak. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk menjelaskan apakah perlindungan anak sudah sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia. 2. Untuk menjelaskan perlindungan anak di Indonesia sudah sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar dan Undang-undang Perlindungan Anak. 3. Untuk menjelaskan peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam melindungi hak- hak anak.2. METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah yuridis normatif, yakni yangmenekankan pada hukum dan peraturan-peraturan lain yang berlaku dalam bentuk peraturanperundang-undangan. Pendekatan tersebut dimaksudkan untuk menelaah, mengkritisi, sertadiharpakan dapat member solusi, khususnya yang terkait dengan peranan Komisi PerlindunganAnak Indonesia dalam sistem ketatanegaraan Indonesia seperti misalnya Keppres 77/2003 danpasal 74 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undangNomor. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dalam rangka untuk meningkatkanefektifitas penyelenggaraan perlindungan anak Indonesia. Juga beberapa Undang-undanglainnya yang relefan dengan objek yang diteliti. Dalam penelitian tersebut jenis-jenis data dan bahan-bahan hukum yang digunakan, adalah : - Bahan hukum primer Data primer terdiri dari ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini. - Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder terdiri dari buku-buku, surat kabar, majalah, hasil-hasil penelitian, hasil karya ilmiah, jurnal-jurnal, artikel dan internet. Jurnal Public Policy l 154

- Bahan Hukum Tersier Bahan hukum yang diambil peneliti sebagai bahan yang dapat memberikan penjelasan data-data primer dan sekunder, yang terdiri dari kamus hukum dan politik. Teknik penelitian pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (Libraryresearch), yaitu dengan mempelajari buku dan literature yang relevan serta berkenaan denganpenulisan.3. PEMBAHASANPerlindungan Anak Menurut Prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia Mengenai perlindungan anak menurut prinsip-prinsip HAM, Negara Indonesia sebagaiNegara anggota PBB yang telah menyatakan diri sebagai Negara pihak konvensi PBB tentanghak anak sejak Agustus 1990, dengan demikian menyatakan keterikatannya untuk menghormatidan menjamin hak anak tanpa diskriminasi, sesuai dengan prinsip-prinsip HAM dan diperkuatdengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Atas Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia, yang termuat dalam UUD 1945.Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara anak adalah masa depan bangsa dan generasipenerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh danberkembang. Perlindungan anak dalam suatu masyarakat berbangsa dan bernegara merupakan tolak ukurkesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, bangsa dan Negara yang bersangkutan, makamenjadi kewajiban bersama baik pemerintah, masyarakat maupun keluarga untukmengusahakan perlindungan anak demi kepentingan kemanusiaan. Salah satu bentuk perlindungan pemerintah yang mengacu kepada prinsip-prinsip HAMyaitu ketentuan hukum yang berkaitan dengan catatan sipil. Peraturan Menteri Dalam Negeri No28 Tahun 2005 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipildi Daerah, menyebutkan bahwa salah satu diantaranya adalah akte kelahiran. Akibat yangdialami apabila akte kelahiran tidak dimiliki oleh anak yaitu mengalami kegagalan untukmendapatkan sesuatu hanya karena tidak dapat menunjukkan bukti-bukti tentang identitaspribadi seseorang. Kepemilikan akte kelahiran juga merupakan salah satu bukti telah terpenuhinya hak anak.Pasal 28D (4) UUD 1945 mengatakan setiap orang berhak atas status kewarganegaraan,kemudian Hak identitas bagi seorang anak dinyatakan tegas dalam pasal 5 Undang-undang No35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentangPerlindungan Anak. Pasal tersebut menyebutkan bahwa “Setiap anak berhak atas suatu namasebagai identitas diri dan status kewarganegaraan”. Undang-undang No 35 Tahun 2014Tentang Perubahan Atas Undang-undang 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 27Ayat 1 mengatakan identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahiran, selanjutnya Pasal27 Ayat 2 mengatakan identitas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dituangkan dalam aktekelahiran. Untuk menjamin dan mengimplementasikan hak atas identitas, Negara Indonesia kemudianmensahkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam Pasal 3ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan,jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum danperlakuan yang sama di depan hukum”. Kemudian pasal 5 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999menyebutkan bahwa “Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut danmemperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannyadi depan hukum”. Hal mana semakin dipertegas oleh pasal 29 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusiapribadi di mana saja ia berada”. Jurnal Public Policy l 155

Perlindungan hak-hak anak yang diatur dalam undang-undang di atas, merupakan hukumpositif yang harus dilaksanakan dan ditegaskan langsung oleh pemerintah, karena hukum positifharus dirasakan secara langsung hasilnya oleh masyrakat, sebab sifatnya positivisme, yaitu : 1) Hukum adalah perintah 2) Analisis terhadap konsep-konsep hukum adalah usaha yang berharga untuk dilakukan. Analisis yang demikian berbeda dari studi sosiologis dan histori serta berlainan pula dari suatu penilaian teoritis. 3) Keputusan-keputusan dapat dideduksikan secara logis dari peraturan-peraturan yang sudah ada lebih dulu, tanpa perlu menunjuk kepada tujuan-tujuan sosial, kebijakan serta moralitas. 4) Penghukuman secara moral tidak dapat ditegaskan dan dipertahankan oleh penalaran rasional, pembuktian atau pengujian. 5) Hukum sebagaimana diundangkan, ditetapkan harus senantiasa dipisahkan dari hukum yang seharusnya diciptakan, yang diinginkan(Satjipto Rahardjo,1996:h,267). Di dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, sebagaimanadisebutkan dalam Pasal 52 ayat (1) yaitu setiap anak berhak atas perlindungan orang tua,keluarga, masyarakat, dan bangsa. Dalam hal perkawinan melahirkan anak, maka kedudukananak serta bagaimana hubungan antara orang tua dengan anaknya bila dikaitkan dengan Pasal52 ayat (1) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 menurut R.I Suhatini C (1986:47)menyebutkan bahwa demi pertumbuhan anak yang baik, orang tua harus mematuhi kebutuhanjasmani seperti makan, minum dan tidur. Kebutuhan keamanan dan perlindungan, kebutuhanuntuk dicintai oleh orang tuanya, kebutuhan harga diri (adanya penghargaan) dan kebutuhanmenyatakan diri baik secara tertulis maupun lisan. M. Yahya Harahap (1975:123) menyebutkanbahwa yang dimaksud dengan pemeliharaan anak adalah : 1) Tanggung jawab orang tua untuk mengawasi, memberikan pelayanan yang semestinya serta mencukupi kebutuhan hidup anak. 2) Pemeliharaan yang berupa pengawasan, pelayanan serta pencukupan nafkah tersebut adalah bersifat kontinyu (terus-menerus) sampai anak itu dewasa. Indonesia merupakan Negara hukum, yang mana perlindungan anak sudah sesuai denganprinsip-prinsip HAM. Seperti halnya dengan cirri-ciri Negara hukum menurut F.J. Stah, yaituada perlindungan HAM, ada legalitas (dasar hukum yang berlaku), adanya pembagiankekuasaan, dan pengawasan peradilan. Nilai anak yang kemudian dijadikan norma universal adalah bahwa anak juga dilihat sebagaimanusia utuh, yang oleh karenanya memiliki hak asasi yang harus dilindungi. Perlindungananak dengan demikian merupakan bagian dari pelaksanaan hak asasi manusia (Hadi Supeno,2011).Perlindungan Anak Indonesia Sebagai Salah Satu Amanat Undang Udang Dasar danUndang-undang Perlindungan Anak. Perlindungan anak dalam suatu masyarakat berbangsa dan bernegara merupakan tolak ukurkesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, bangsa dan Negara yang bersangkutan, makamenjadi kewajiban bersama baik pemerintah, masyarakat maupun keluarga untukmengusahakan perlindungan anak demi kepentingan kemanusiaan. Seiring dan sejalan dengan tujuan nasional bangsa Indonesia sebagaimana telah digariskandalam alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi : kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenapbangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraanumum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yangberdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaankebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang Jurnal Public Policy l 156

berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada : Ketuhanan yang maha esa, Kemanusian yangadil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmatkebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilansosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Aline keempat pembukaan UUD 1945 ini menjadi awaldiletakkan landasan hukum untuk berpijak mengenai perlindungan. Di dalam seminar tentang perlindungan anak/remaja yang diadakan oleh Pra Yuwana (1997),terdapat dua perumusan tentang perlindungan anak, yaitu : 1) Segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah dan swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan, dan pemenuhan kesejahteraan fisik, mental dan sosial anak remaja yang sesuai dengan kepentingan dan hak asasinya. 2) Segala daya upaya bersama yang dilakukan dengan sadar oleh perorangan, keluarga, masyarakat, badan-badan pemerintah dan swasta untuk pengamanan, pengadaan dan pemenuhan kesejahteraan rohaniah dan jasmaniah anak berusia 0-18 Tahun, tidak dan belum pernah menikah, sesuai dengan hak asasi dan kepentingan agar dapat mengembangkan dirinya seoptimal mungkin. Berdasarkan pengertian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa hukum yang menjamin hak-hak anak dan kewajiban anak adalah hukum adat, hukum perdata, hukum islam, hukum pidana,hukum acara perdata, hukum acara pidana, peraturan lain yang menyangkut anak.Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam Melindungi Hak-Hak Anak Komisi Perlindungan Anak Indonesia merupakan lembaga independen yang kedudukannyasejajar dengan Komisi Negara lainnya. Terbentuknya KPAI memperlihatkan suatu realita bahwapemerintah menaruh perhatian dan berupaya untuk memberikan perlindungan terhadap anakagar anak terhindar dari perbuatan-perbuatan yang merugikan sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002Tentang Perlindungan Anak. Sebagai lembaga independen, KPAI diharapkan mampu secara aktif memperjuangkankepentingan anak. KPAI bertugas melakukan sosialisasi mengenai seluruh ketentuan peraturanperundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data daninformasi, menerima pengaduan masyrakat, melakukan penelahaan, pemantauan, evaluasi danpengawasan terhadap penyelenggaraan kepentingan anak. Selain itu KPAI juga dituntut untuk memberikan laporan, saran, masukan dan pertimbangankepada presiden dalam rangka perlindungan anak. Sejak pendiriaannya, KPAI memperoleh danauntuk menjalankan segala tugas, fungsi dan program-programnya dari APBN dan APBD. Selainitu, sumber dana juga dimungkinkan dari bantuan asing bila memang ada lembaga asing atauorganisasi internasional yang ingin bekerja sama dengan KPAI. Mengenai laporan pertanggungjawaban atas penggunaan dana guna adanya transparansi sertaagar tidak menimbulkan kecurigaan adanya perbuatan korupsi atau kolusi dalam tubuh KPAI.KPAI mencantumkannya dalam rapat dengar pendapat dengan DPR.4. SIMPULAN Dari apa yang telah penulis kemukakan di atas, maka penulis menarik beberapa kesimpulansebagai berikut : 1) Perlindungan anak menurut prinsip-prinsip HAM, Negara Indonesia sebagai Negara anggota PBB yang telah menyatakan diri sebagai Negara pihak konvensi PBB tentang hak anak sejak Agustus 1990, dengan demikian menyatakan keterikatannya untuk menghormati dan menjamin hak anak tanpa diskriminasi, sesuai dengan prinsip- prinsip HAM dan diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Jurnal Public Policy l 157

Anak. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia, yang termuat dalam UUD 1945. 2) Perlindungan anak dalam suatu masyarakat berbangsa dan bernegara merupakan tolak ukur kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, bangsa dan Negara yang bersangkutan, maka menjadi kewajiban bersama baik pemerintah, masyarakat maupun keluarga untuk mengusahakan perlindungan anak demi kepentingan kemanusiaan. 3) Terbentuknya KPAI memperlihatkan suatu realita bahwa pemerintah menaruh perhatian dan berupaya untuk memberikan perlindungan terhadap anak agar anak terhindar dari perbuatan-perbuatan yang merugikan anak.5. REFERENSIAhmad Kamil, Fauzan. 2008. Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.Anonimus. 2009. Undang-undang Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002, New Merah Putih.Hadi Supeno. 2013. perspektif perlindungan anak dan implementasi di Indonesia, www.artikel anak.com, di akses pada hari kamis tanggal 3 maret 2011, pukul 23.15.WIB.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2003 Tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia.Ni’matul Huda. 2010. Hukum Tata Negar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.Qanun Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Perlindungan AnakUndang-Undang Dasar 1945Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan AnakUndang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusiawww. kpai.go.id, di akses terakhir pada hari rabu tanggal 9 Juni 2010, Pukul 23.00 WIB.Yahya Harahap M. 1975. Hukum Perkawinan Nasional, Medan: Tranding Co. Jurnal Public Policy l 158

PEMEKARAN DAERAH: PELUANG DAN TANTANGAN BAGI PEMEKARAN KOTA MEULABOH Ikhsan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Teuku Umar AbstractThe Establishment of the new city has two consequences. Positive consequence of the creationof new district is the best solution for the old and new in infrastructure development. Thenegative consequence occure when the creation of new district is only focus on development ofnew infrastructure for the central office administration and ignore the poverty and welfare asthe main problem of societyKeywords : Decentralization , Expansion , Poverty Jurnal Public Policy l 159


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook