Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Propsal Tesis S2 UIN Jkt-digabungkan

Propsal Tesis S2 UIN Jkt-digabungkan

Published by Muhammad Rizki Cahaya Putra, S.Pd, 2021-08-28 02:48:52

Description: Propsal Tesis S2 UIN Jkt-digabungkan

Search

Read the Text Version

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB RIYADUSSALIHIN Proposal Tesis Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Proposal Tesis di Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Disusun oleh : Buya Hamka NIM : 16.AQ.1305 JURUSAN MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021

ABSTRAK Buya Hamka (16.AQ.1305). KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB RIYADUSSALIHIN. Proposal Tesis Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep pendidikan akhlak dalam kitab Riyāduşşālihῑn yang ditulis oleh Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An- Nawāwῑ. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode library reserch atau penulisan berdasarkan literature dan metode studi dekomentasi. Studi dokumentasi merupakan kajian yang menitik beratkan pada analisis atau interpretasi bahan tertulis berdasarkan konteks, yaitu menggunakan sumber primer berupa kitab Riyāduşşālihῑn dan buku sekunder yang menjadi pendukung dalam penelitian ini, informasi yang terdapat diperpustakaan dan informasi lainnya, Dalam analisis data menggunakan analisis isi (conten analysis), merupakan cara yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan kandungan isi pesan yang dilakukan dengan objektif dan sistematis agar mendapatkan formulasi yang kongkrit dan memadai sehingga dapat menjadi kesimpulan yang menjawab rumusan masalah. Prosedur penelitiannya yaitu: peneliti mencari kitab Riyāduşşālihῑn yang ditulis oleh Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ kemudian membacanya dan menemukan poin-poin terpenting tentang akhlak, selanjutnya, dan terakhir, peneliti menelaahnya untuk menjawab permasalahan yang dibahas, yakni mengenai konsep pendidikan akhlak terhadap diri sendiri dan akhlak terhadap masyarakat dalam kitab Riyāduşşālihῑn karya Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan. Bagaimana konsep pendidikan akhlak terhadap diri sendiri dan akhlak terhadap masyarakat dalam kitab Riyāduşşālihῑn karya Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ? Melalui analisis induktif dihasilkan beberapa poin. Pertama, Akhlak kepada diri sendiri, dalam pembahasan akhlak kepada diri sendiri penulis membahas akhlak yaitu: Mendidik anak agar tidak bercanda ketika makan dan mengucapkan Basmallah, makan dengan menggunakan tangan kanan, mendidik anak agar dalam pembicaraannya terdapat kebaikan, mendidik anak ketika berpakaian memakai ii

pakaian yang sederhana, mendidik anak ketika tidur dan bangun tidur selalu mengingat Allah, mendidik anak ketika bertemu mengucapkan salam, berprilaku jujur, mendidik anak ketika dipercaya agar bersikap. Kedua, pada penelitian ini, Akhlak dalam bermasyarakat penulis membahas poin-poin akhlak yaitu : Mendidik anak agar menjaga sopan santun dalam perkumpulan, mendidik anak untuk meninggalkan perdebatan yang bersifat Mudharat, ketika memberi teguran berikan teguran yang bersifat motivasi, ketika memberi nasihat ia juga harus melakukannya, ketika bertemu dengan saudara semuslim dengan berwajah ceria dan mengucapkan salam. Banyak pembelajaran yang dapat diambil dari kitab tersebut, terlebih mengenai bagaimana pendidikan akhlak terhadap diri sendiri dan masyarakat, sehingga seseorang memiliki akhlak yang baik atau dapat dikatakan dengan akhlakul karimah. Kitab Riyāduşşālihῑn dapat dijadikan rujukan bagi peserta didik atau pendidik dan umat muslim pada umumnya dalam pendidikan akhlak. Kata kunci : Konsep; Pendidikan; Akhlak, Riyāduşşālihῑn ABSTRACT iii

Buya Hamka (16.AQ.1305). CONCEPTS OF FINAL EDUCATION IN THE BOOK OF RIYADUSSALIHῙN. Propocal Thesis Department of Islamic Education, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. The purpose of this study was to determine the concept of moral education in the book Riyāduşşālihῑn written by Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ. This research is qualitative by using the library research method or writing based on literature and study method of declaration. Documentation study is a study that focuses on the analysis or interpretation of written material based on context, that is using primary sources in the form of the Riyāşşşālihῑn and secondary books that support this research, the information contained in the library and other information, the data analysis uses content analysis (content analysis) ), is a method used to draw conclusions through an effort to find the contents of the message content carried out objectively and systematically in order to get a concrete and adequate formulation so that it can be a conclusion that answers the problem formulation. The procedure of the research is: the researcher looks for the Riyāduşşālihῑn book written by Syāikh Abu Zakariā Muhyudd Ann An-Nawāwῑ then reads it and finds the most important points about morals, then, and finally, the researcher examines them to answer the problems discussed, namely regarding the concept of moral education towards oneself and morality towards the community in the book Riyāduşşālihῑn by Shāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ This research attempts to answer the question. What is the concept of moral education towards oneself and morality for the community in the Riyāduşşālihῑn by Shāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ? Through inductive analysis several points are generated. First, morality to oneself, in discussing morality to myself, the writer discusses morals, namely: Educating children not to joke when eating and saying Basmallah, eating using the right hand, educating children so that in their conversation there is goodness, educating children when dressing in clothes simple, educate children when sleeping and wake up always remembering God, educating children when meeting greeting, behaving honestly, educating children when trusted to behave. Second, in this study, the iv

moral in society the author discusses the moral points, namely: Educating children to maintain courtesy in the gathering, educating children to leave debates that are Mudharat, when giving a reprimand give a warning that is motivational, when giving advice he must also do so, when meeting with Muslim brothers with a cheerful face and saying hello. A lot of learning can be drawn from the book, especially about how moral education is to oneself and the community, so that someone has good morals or can be said with moral mercy. The Book Riyāşşālihῑn can be used as a reference for students or educators and Muslims in general in moral education. Keywords: Concept; Education; Akhlak, Riyāduşşālihῑn KATA PENGANTAR v

Bismillahirrahmaanirrahiim, Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberikan nikmat-Nya yang tidak terhitung banyaknya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Tesis yang berjudul Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Riyāduşşālihῑn yang ditulis oleh Syaikh Imam An – Nawawi . Shalawat beserta salam, penulis curahkan kepada sang kekasih, yaitu Nabi Muhammad SAW, juga kepada para sahabat, keluarga dan seluruh kaum muslimin yang mengikuti ajaran yang dibawanya hingga hari kiamat. Alhamdulillah, berkat rahmat-Nya dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Proposal Tesis ini. Sebagai penulis, tentulah penulis menyadari hadirnya Proposal Tesis ini tidak hanya berasal dari jerih payah sendiri, tapi karena ada bantuan dari berbagai pihak yang senantiasa memberikan bantuan, nasihat dan bimbingannya kepada penulis, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, antara lain: 1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A, selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Sururin, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Drs. Abdul Haris, M.Ag dan Drs. Rusdi Jamil, M.Ag. 4. Dr. Dimyati, M.A, sebagai dosen pembimbing skripsi, yang tidak bosannya memeberikan bimbingan, masukan, arahan dan nasihat dalam penyusunan skripsi ini. 5. Heny Narendrany Hidayati,M.Ag. sebagai dosen Penasehat Akademik, yang selalu memberikan bantuan berupa saran dan masukan selama masa perkuliahan. 6. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiah dan Keguruan yang telah membantu penulis selama penulis menuntut ilmu di kampus UIN syaif Hidayatullah Jakarta. vi

7. Kepada seluruh staff Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang telah memberikan kenyamanan selama periode perkuliahan penulis berlangsung di kampus. 8. Teruntuk kedua orang tua, Bapak Samlani dan Ibu Siti Mardiah yang selalu mendoakan, mensuport dan memberikan yang terbaik untuk penulis sebagai anaknya. Jakarta, 2 Agustus 2021 Penulis, PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN Transliterasi merupakan aspek berbahasa yang ditulis dengan huruf berbahasa Arab yang digunakan dalam penulisan dan penyusunan skripsi. vii

Transliterasi ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Proposal Tesis Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 1. Konsonan Huruf Arab Huruf Latin ‫ا‬ ‫ث‬ A ‫ح‬ Ś ‫خ‬ ḥ ‫ذ‬ Kh ‫ش‬ Ź ‫ص‬ ‫ض‬ Sy ‫ط‬ Ṣ ‫ظ‬ ḍ ‫ع‬ ṭ ‫غ‬ Ť ᾽ ‫ة‬ Ģ H 2. Vokal Tanda Vokal Latin Vocal Tunggul A Tanda Vokal Arab I U َ َ َ 3. Mȃdd (Panjang) Tanda Vokal Latin Ᾱ Tanda Vokal Arab ‫ا‬ viii

‫ي‬Ῑ ‫و‬Ṹ 4. Tȃ’ marbȗtah Tȃ’ marbȗtah hidup transliterasinya adalah /t/. Tȃ’ marbȗtah mati ditransliterasinya adalah /h/. Kalau pada satu kata yang akhirnya katanya adalah Tȃ’ marbȗtah diikuti oleh kata yang digunakan oleh kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu terpisah maka Tȃ’ marbȗtah itu ditransliterasikan dengan /h/. contoh: ‫ = وحدة الوجود‬Wahdat al-wujứd atau Wahdatul wujứd. 5. Syaddah (Tasydḭd) Syaddah/tasydid di transliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah (digandakan). Contoh :rabbanả, al-ḫaqq, ảduwwun. 6. Kata Sandang a. Kata sandang diikuti oleh huruf Syamsiyah ditransliterasikan dengan huruf yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sambung/hubung. Contoh: al - zalzalah (az zalzalah) b. Kata sandang diikuti oleh huruf Qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh: al - syamsu (bukan asy – syamsu), 7. Penulisan Hamzah a. Bila hamzah terletak di awal kita, maka ia tidak dilambangkan dan ia seperti a;if, contoh: akaltu, ȗitya. ix

b. Bila di tengah dan di akhir ditransliterasikan dengan apostrof, contoh: ta’kulȗna atau syai’un. 8. Huruf Kapital Huruf capital dimulai pada awal nama diri, nama tempat, bukan pada kata sandangnya. Contoh: ُ‫ = الُْقْرآن‬al-Qur’an, ُ‫ =الْ َم ِديْنَةُُالْ ُمنَ َّوَرة‬al-Madinatul Munawwarah ُ‫ =الْ َم ْسعُْوِد ْي‬al-Mas’ȗdi. x

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR............................................................................................................. i DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. ................................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah .......................................................................................... 6 C. Pembatasan Masalah ........................................................................................ 6 D. Perumusan Masalah .......................................................................................... 7 E. Tujuan penelitian ............................................................................................... 7 F. Manfaat Penelitian............................................................................................. 7 G. Penelitian Terdahulu BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Akhlak ............................................................................................ 8 B. Pengertian Pendidikan ...................................................................................... 12 C. Ruang Lingkup Akhlak .................................................................................... 15 D. Pendidikan Akhlak Islami ................................................................................. 17 E. Penelitian Relavan ............................................................................................. 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek dan Waktu Penelitian……………………………………………….... 25 B. Metode Penelitian ............................................................................................. 25 C. Fokus Penelitian ............................................................................................... 26 D. Sumber Data .................................................................................................... 26 E. Teknik Analisa Data ......................................................................................... 26 F. Prosedur Penelitian............................................................................................ 27 BAB IV KESIMPULAN A. Kesimpulan ................................................................................................. 43 B. Saran ........................................................................................................... 43 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................43 LAMPIRAN xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang ataupun sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup (bagaimana orang akan menjalani dan memanfaatkan hidup dan kehidupannya), sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun metal dan sosial. Sedangkan pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup atau keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak.1 Pendidikan merupakan sebuah proses yang melibatkan orang dewasa dan peserta didik dalam rangka mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam rangka pelestarian nilai – nilai budaya dan norma yang berkembang dimasyarakat.2 Pendidikan dalam Islam dikenal dengan beberapa istilah, yaitu at - tarbiyah, at-ta’lim dan at-ta’dib. Setiap istilah tersebut memiliki makna tersendiri yang berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan teks dan konteks.3 Pendidikan Islam merupakan pengembangan pemikiran, penataan sosial, prilaku, pengaturan emosional, hubungan peranan manusia dengan dunia ini, serta bagaimana manusia mampu memanfaatkan dunia, sehingga mampu meraih tujuan hidup sekaligus mengupayakan perwujudannya. 1Muhaimin, dan Nur Ali, Paradigma Pendidikan Islam, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2004 ), h. 37 2 Zurinal dan Wahdi Sayuti, ILMU PENDIDIKAN, Pengantar dan Pelaksanaan dasar – dasar Pendidikan,( Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006 ), h. 3 3 Rois Mahfud, Al – Islam Pendidikan Agama Islam, ( Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), h. 143 1

perasaan yang mendorongnya pada prilaku normatif, yang mengacu pada Syari’at Islam yang murni. Prilaku itu adalah penghambaan manusia berdasarkan pemahaman atas tujuan penciptaan manusia itu sendiri, baik yang dilakukan secara individu ataupun kolektif.4 Pada hakikatnya, pendidikan Islam adalah suatu proses yang berlangsung secara kontinu dan berksinambungan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang perlu diemban oleh pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya yang berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis, mulai dari kandungan sampai akhir hayat.5 Ibn Al -Jaualah menjelaskan ( w. 597 H ) bahwa khuluq adalah etika yang dipilih seseorang. Dinamakan Khuluq karena etika bagaikan khalaqah (karakter) pada dirinya. Dengan demikian, khuluq adalah etika yang menjadi pilihan dan diusahakan seseorang.6 Krisis akhlak yang meracuni masyarakat umumnya terlihat pada sikap mereka yang mudah merampas hak orang lain, tidak menghargai dan menghormati, main hakim sendiri, melakukan pelanggaran tanpa merasa bersalah, mudah terpancing emosinya, dan lain sebagainya. Adapun krisis akhlak di kalangan pelajar berkenaan dengan ulah sebagian pelajar yang sukar dikendalikan, nakal, keras kepala, sering membuat keonaran, tawuran, mabuk-mabukan, pesta obat-obat terlarang, dan perilaku kriminal lainnya. Krisis akhlak yang menjadi pangkal penyebab timbulnya krisis dalam berbagai kehidupan bangsa Indonesiasaat ini belum ada tanda-tanda untuk berakhir. Keadaan seperti ini dilukiskan oleh Syekh Al-Nadvi dalam bukunya Madza Khasira Al-Alam Bi Inhitthath Al-Maslimin (Apa yang Diderita Dunia Akibat Kemerosatan Kaum Muslimin, 1983: 131), bagaikan dunia yang baru saja dilanda gempa yang dahsyat. Di sana sini terdapat bangunan yang rata dengan tanah, dinding yang roboh dan retak, tiang yang 4M. Ali Hasan dan Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Islam, ( Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003), h. 69 5 Al – Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, ( Jakarta : PT Ciputat Press, 2005 ), h. 34 6Ibn Al-Jauzi, Zad Al-Masir, (Beirut: Al – Maktab Al – Islamy, 1404) jilid VIII, h. 328 2

bergeser, korban-korban jiwa yang bergelimpangan, dan harta benda yang musnah berserakan. Keadaan seperti inilah yang dihadapi oleh rasaulullah SAW pada awal perjuangannya. Menghadapi fenomena tersebut, tuduhan sering kali diarahkan kepada dunia pendidikan sebagai penyebabnya. Dunia pendidikan benar-benar tercoreng wajahnya dan tampak tidak berdaya untuk mengatasi krisis tersebut. Hal ini bisa dimengerti, karena pendidikan berada pada barisan terdepan dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, dan secara moral memang harus berbuat demikian.7 Adapun pendidikan terjadi dalam bentuk situasi pergaulan, upaya orang dewasa mendidik anak-anak dan anak didik oleh orang dewasa dan situasi anak berinteraksi dengan alam sekitar. Secara potensial situasi pergaulan tempat orang orang dewasa berlaku sebagai teman/sahabat anak, ketika tidak muncul tujuan pendidikan. Situasi pergaulan merupakan deretan pertemuan antara dua orang atau dua pihak manusia yang sederajat atau sekurangnya salah satu pihak memperlakukan pihak lainnya secara sederajat. Situasi pergaulan terdiri dari tiga bagian yaitu dunia bersama, dunia orang dewasa, dan dunia anak yang belum dewasa. Bagian dunia yang bermakna bagi anak adalah kesediaan orang dewasa menjadi teman dalam kemitraan. Tanpa disadari sebenarnya anak dapat merasa nyaman apabila berdekatan dengan orang dewasa yang dikenalnya. Sebaliknya bagian dunia anak yang bermakna bagi orang dewasa adalah keinginan anak untuk bisa mandiri juga seperti orang dewasa. Mereka keduanya dalam komunikasi antarpribadi itu saling memasuki dunia yang lain atas dasar hubungan percaya-mempercayai dalam pergaulan sesama manusia. Namun, situasi pergaulan itu mengandung kemungkinan berubah menjadi situasi pendidikan.8 Pendidikan akhlak itu mesti diutamakan, karena jika mereka dewasa nanti dan pandai, maka mereka akan merasa sombong. Ketika mereka menjadi pemimpin, maka mereka akan menjadi pemimpin tidak memiliki 7https://www.kompasiana.com/renidwilestari18190001/5c83d602bde5750890649af3/pera n pendidikan-dalam-mengatasi-krisis-akhlak, diakses pada 14 November 2019 pukul 09:00 8Waini Rasyidin, Pedagogik Teoritis dan Paktis ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014 ), h. 84 3

etika dalam memimpin masyarakat. Jika mereka jadi dokter, maka dia akan menjadi dokter yang angkuh dan profesi-profesi lainnya. Di sekolah perlu diperbanyak mata pelajaran yang menuntun mereka kepada kelemahlembutan budi pekerti. Anak-anak juga diberikan tugas yang bisa mengarah mereka kepada kesalehan sosial, bukan tugas yang justru membuat mereka egois dan hanya ingin tampil sendiri. Generasi kita perlu dikenalkan dengan kebudayaan kita sendiri di Indonesia yang masih kental dengan budaya ketimuran. Budaya yang berpegang teguh terhadap norma, sikap, dan nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Budaya masyarakat timur yang lain adalah saling menghormati antara satu sama lain, saling tolong menolong bahu membahu, selalu ramah, dan lain-lain. Begitu juga persoalan pendidikan moral siswa, jangan semua diserahkan kepada guru di sekolah, tetapi orang tua juga perlu mengajarkan akhlak yang baik kepada mereka sejak dari rumah. Jika tidak mampu, orang tua juga bisa membawa anaknya ke tempat-tempat pengajian.9 Isi kandungan kitab Riyāduşşālihῑn yang memuat bimbingan yang dapat menata dan menumbuhkan jiwa serta melahirkan satu kekuatan yang besar untuk berhias dengan ibadah yang menjadi tujuan diciptakannya jiwa tersebut dan mengantarnya kepada kebahagiaan dan kebaikan, karena kitab ini umum meliputi Targhib dan Tarhib dan kebutuhan seorang muslim dalam perkara agama, dunia dan akhiratnya.10 Kitab Riyāduşşālihῑn adalah kitab tarbiyah (pembinaan) yang baik yang menyentuh aneka ragam aspek kehidupan individual (pribadi) dan sosial kemasyarakatan dengan uslub (cara pemaparan) yang mudah lagi jelas yang dapat dipahami oleh orang khusus dan awam.11 Pembahasan isi dari kitab Riyāduşşālihῑn ini diawali dengan ‘kitab Ikhlas’. Imam Nawawi membuka dengan manis kitab Riyāduşşālihῑn itu dengan menyertakan ayat-ayat Qur’an yang mendukung pembahasan kitab 9https://www.acehtrend.com/2019/02/16/pendidikan-akhlak-sebagai-solusi-persoalan- pendidikan-di-indonesia, diakses pada 14 November 2019 pukul 13:30 10Berdasarkan diskusi oleh Ustad Agil pada 29 Oktober pukul 20:00 11http://muslim.or.id/hadits/sekilas-tentang-kitab-riyadhus-shalihin.html, Diakses Tanggal. 14 November 2019 pukul 10:00 4

ikhlas tersebut. Hampir seluruh isi kitab ini mengandung ruh akan dorongan menghambakan diri kepada Allah serta ‘memupuk’ amal shalih. Mayoritas isi pada kitab-kitab awal adalah mengenai masalah hati dan kebersihan jiwa. Seperti masalah ikhlas niat, taubat, sabar, shiddiq, murraqabah, yaqin, tawakal, istiqamah, mujahadah, hemat, rajin, zuhud, qana’ah, dermawan, tolong-menolong, nasehat, amar ma’ruf-nahi mungkar, amanat, dan menghindari kezaliman.12 Bila menelaah lebih dalam mengenai kandungan kitab Riyāduşşālihῑn, maka kitab tersebut merupakan sebuah kitab yang syarat dengan pembinaan akhlak seseorang manusia dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak. Merujuk pada kitab-kitab klasik dan buku- buku mengenai pendidikan akhlak, mempunyai banyak corak yang bervarian, sebagai bentuk upaya penanaman akhlak pada peserta didik dengan metode yang beragam. Karena bagi ulama-ulama terdahulu maupun sekarang, kajian mengenai pendidkan akhlak sangatlah penting. Hidup dizaman apapun, peran akhlak sangatlah besar untuk menjadikan hidup seseorang terhindar dari hal-hal menyimpang yang tidak di benarkan dalam agama maupun norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dari latar belakang yang penulis uraikan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang ditulis dalam bentuk skripsi dengan tema : “Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Riyāduşşālihῑn Karya Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawawi B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka identifikasi masalahnya adalah : 1. Minimnya pendidikan akhlak yang ditanamkan oleh guru 2. Masih ada beberapa siswa belum mengetahui tentang akhklak 12http://virouz.wordpress.com/2010/05/15/bedah-kitab-riyadhus-shalihin/, Diakses Tanggal. 14 November 2019 pukul 10:00 5

3. Kurangnya pengetahuan mengenai kitab Riyāduşşālihῑn karya Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ 4. Belum banyak masyarakat mengetahui pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab Riyāduşşālihῑn karya Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An- Nawāwῑ C. Pembatasan Masalah Dari identifikasi masalah yang telah dipaparkan, peneliti membatasi masalah guna mempermudah penelitian. Pembatasan masalah dimaksudkan agar penelitian menjadi lebih jelas dan terarah. Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada: Pendidikan akhlak terhadap diri sendiri dan akhlak dalam bermasyarakat yang terdapat dalam Kitab Riyāduşşālihῑn karya Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ D. Perumusan Masalah Berawal dari latar belakang masalah di atas maka penulis dapat mengemukakan masalah sebagai berikut: Bagaimana konsep pendidikan akhlak terhadap diri sendiri dan akhlak dalam bermasyarakat menurut Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ dalam kitab Riyāduşşālihῑn E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulis dalam penelitian ini adalah untuk menjelaskan konsep pendidikan akhlak terhadap diri sendiri dan akhlak dalam bermasyarakat menurut Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ dalam kitab Riyāduşşālihῑn F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penulisan ini, diharapkan dapat memberikan masukan dan manfaat sebagai berikut: 6

1. Menambah pengetahuan mengenai konsep pendidikan akhlak terhadap diri sendiri dan akhlak dalam bermasyarakat yang terkandung pada kitab Riyāduşşālihῑn karya Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ 2. Dapat dijadikan landasan dalam menerapkan konsep pendidikan akhlak di kehidupan sehari-hari yang berdasarkan pada kitab Riyāduşşālihῑn karya Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ 3. Menjadi peluang rujukan bagi para praktisi pendidikan dalam penanaman pendidikan akhlak terhadap diri sendiri dan akhlak bermasyarakat yang terkandung pada kitab Riyāduşşālihῑn karya Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Akhlak Secara bahasa, pengertian Akhlak diambil dari bahasa arab yang berarti perangai, tabiat, adat (diambil dari kata dasar khuluqun ), kejadian, buatan, ciptaan (diambil dari kata dasar kholaqun ). Adapun pengertian akhlak secara terminologis, para ulama telah banyak mendefinisikan, diantaranya Ibn Miskawaih dalam bukunya Tahzib al-Akhlaq, beliau mendefinisikan akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa terlebih dahulu melalui pemikiran dan pertimbangan. Selanjutnya Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya ‘Ulumuddin menyatakan bahwa akhlak adalah gambaran tingkah laku dalam jiwa yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.13 Akhlak berasal dari bahasa Arab, khilqun yang berarti kejadian, perangai, tabiat atau karakter. Sedangkan dalam pengertian istilah, akhlak adalah sifat melekat pada diri seseorang dan menjadi identitasnya. Selain itu, akhlak dapat pula diartikan sebagai sifat yang telah dibiasakan, ditabiatkan, didarah dagingkan, sehingga menjadi kebiasaan dan mudah dilaksanakan, dapat dilihat indikatornya, dan dapat dirasakan manfaatnya. Akhlak terkait dengan memberikan penilaian terhadap sesuatu perbuatan dan menyatakan baik dan buruk. Hal ini berbeda dengan penilaian dalam ilmu dan hukum yang terkait dengan benar dan salah; dan berbeda pula dengan penilaian estetika atau seni yang terkait dengan indah atau tidak indah. Perpaduan antara penilaian akhlak atau agama (baik dan buruk ), penilain ilmu atau hukum (benar atau salah ), serta penilaian seni ( indah tidak indah) itulah yang selanjutnya disebut dengan fitrah yang setiap manusia diberikannya.14 13 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam (Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim), ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011 ), h. 151 14Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, ( Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012), h. 208 8

Al-Ghazalimendefinisikan akhlak sebagai berikut ‫فا لخلق عبارة عن هيئة في النفس راسخة عنها نصدر الافعال بسهولة ويسر من غير‬ ‫حاجة الى فكر وروية‬ “Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatandengan mudah dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.15 Menurut Imam al-Jurjani: “Akhlak adalah bangunan jiwa yang bersumber darinya perilaku spontan tanpa didahului pemikiran, berupa perilaku baik (akhlak yang baik) ataupun perilaku buruk (akhlak yang buruk)”. Imam al-Jurjani cenderung mengartikan akhlak sebagai kekokohanjiwa yang ada di dalam diri manusia, yang mendorong manusia berbuat baik atau buruk.16 Sedangkan akhlak menurut Ahmad Amin sebagai berikut: “Akhlak ialah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setengah manusia kepada lainnya menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat”.17 Sedangkan Abuddin Nata merujuk kepada pengertian akhlak oleh imam Ibn Miskawaih, akhlak adalah “perbuatan yang dilakukan dengan mendalam dan tanpa pemikiran, namun perbuatan itu telah mendarah daging dan melekat dalam jiwa, sehingga saat melakukan perbuatan tidak lagi memerlukan pertimbangan dan pemikiran.”18 15Al-Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali,Ihya’ ‘Ulumuddin,(Kairo:Dar al-Hadis, t.th), h. 70. 16Lanny Octavia, dkk, Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren, (Jakarta: Renebook, 2014), h. 11. 11Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 3. 18 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 5. 9

Syaikh Makarim Asy – Syirazi berkata : ‫الأخلأق مجموعات الكلمات المعنوية والسجايا الباطنية للإنسان‬ Artinya : “ Akhlak adala sekumpulan keutamaan maknawi dan tabiat batini manusia”19 Al -Faidh Al -Kasyani berkata : ‫الخلق هو عبارة عن هيئة قائمة في النفس تصدر منها الأفعال بسهولة من دون الحاجة‬ ‫الي تدبر وتفكر‬ Artinya: “ Akhlak adalah ungkapan untuk menunjukkan kondisi yang manndiri dalam jiwa, yang darinya muncul perbuatan – perbuatan dengan mudah tanpa didahului perenungan dan pemikiran” .20 Perbuatan atau sikap dapat dikategorikan akhlak apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa pada saat melakukan suatu perbuatan yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur, mabuk, atau gila. Ketiga, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan luar. Keempat, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main, berpuran-pura atau karena bersandiwara.21 Akhlak memiliki wilayah garapan yang berhubungan dengan perilaku manusia dari sisi baik dan buruk sebagaimana halnya etika dan 19Rosihin Anwar, Akhlak Tasawuf, ( Pustaka Setia: Bandung , 2008 ), h. 14 20Ibid , h. 15 21Muhammad Alim,Op.Cit, h. 151- 152 10

moral. Akhlak merupakan seperangkat nilai keagamaan yang berus direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan keharusan, siap pakai, dan bersumber dari wahyu ilahi.22 Akhlak memiliki cakupan makna yang lebih luas dari etika dan moral. Karena bersumber dari ajaran wahyu dan sabda Nabi Saw. dan bersifat universal. Sedangkan etika dan moral lahir dari pemikiran manusia, oleh karenanya bersifat statis, temporal dan dinamis. Menurut Quraish Shihab, akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika, akhlak lebih luas lagi, serta mencakup pula beberapa hal yang tidak merupakan sifat lahiriah.23 Akhlak dalam sunnah sebagaimana di jelaskan oleh Jalaluddin Rakhmat, bahwasannya dalam misi kenabian, nabi Muhammad Saw. pernah ditanya mengenai apa agama itu? Lalu nabi Muhammad Saw. menjawab, kalau agama itu adalah akhlak yang baik. Karena akhlak itu yang akan membawa ia kepada jalan keselamatan. Selain itu akhlak juga sebagai ukuran keimanan, akhlak yang baik meningkatkan derajat, dan akhlak yang buruk menghapuskan amal.24 Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa akhlak adalah kehendak dan tindakan yang sudah menyatu dengan pribadi seseorang dalam kehidupannya sehingga sulit untuk dipisahkan. Karena kehendak dan tindakan itu sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan, maka seseorang dapat mewujudkan kehendak dan tindakannya itu dengan mudah, tidak banyak memerlukan banyak pertimbangan dan pemikiran.Oleh sebab itu tidak salah apabila akhlak sering diterjemahkan dengan kepribadian lantaran kehendak dan tindakannya itu sudah menjadi bagian dari pribadinya Akhlak mengandung empat unsur yaitu (1) adanya tindakan baik dan buruk, (2) adanya kemampuan melaksanakan, (3) adanya pengetahuan tentang perbuatan yang baik dan yang buruk, dan (4) 22 Rois Mahfud, Op.Cit., h. 96-97. 23 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran, (Bandung: Mizan, 2007), Cet. ke-1, h. 347. 24Jalaluddin Rakhmat, Dahulukan Akhlak di atas Fiqih, (Bandung: Mizan Pustaka,2007), Cet. ke-1, h. 147-151. 11

adanya kecenderungan jiwa terhadap salah satu perbuatan yang baik atau yang buruk.25 Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana mnusia melihat atau merasakan diri sendiri berhadapan dengan baik dan buruk. Disitulah yang membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh atau tidak boleh dilakukan, meskipun dia bisa melakukan. Itulah hal yang khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada hal yang baik dan buruk atau patut atau tidak patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya sendiri, hanya manusia lah sebagai subjek yang menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatan itu, sebelum, selama, dan sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sebagai subjek yang mengalami perbuatannya, dia bisa dimintai pertanggung jawaban atas perbuatan itu.26 B. Pengertian Pendidikan Manusia yang beradab setidak- tidaknya memiliki common sense tentang pendidikan bahwa pendidikan memliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan manusia dalam seluruh aspek kepribadian dan kehidupannya.27 Pendidikan memiliki kekuatan (pengaruh) yang dinamis dalam kehidupan manusia di masa depan. Pendidikan dapat mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya secara optimal, yaitu pengembangan potensi individu yang setinggi- tingginya dalam aspek fisik, intelektual, emosional, sosial dan spiritual, sesuai dengan tahap perkembangan serta karakteristik lingkungan fisik dan lingkungan sosiobudaya di mana dia hidup. Pendidikan merupakan suatu fenomena manusia yang sangat kompleks. Karena sifatnya kompleks itu maka pendidikan dapat dilihat dan dijelaskan dari berbagai sudut pandang.28 25Nasirudin, Pendidikan Tasawuf…, h. 32 - 33 26 Khozin, Khazanah ( Pendidikan Agama Islam), ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 129 27Agus Taufik, dkk, Pendidikan Anak di SD, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2009), h. 1.2 28Ibid., h. 1.2 12

Dalam pengertian yang sederhana dan umum makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi- potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan niillai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma tersebut serta mewariskan kepada generasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan. Karenanya bagaimanapun peradaban suatu masyarakat, didalamnya berlangsung dan terjadi suatu proses pendidikan sebagai usaha manusia untuk melestarikan hidupnya. Atau dengan kata lain bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai suatu hasil peradaban bangsa itu sendiri ( nilai norma dan masyarakat) yang berfungsi sebagai filsafat pendidikannya atau sebagai cita-cita pernyataan tujuan pendidikannya. Sekaligus juga menunjukkan suatu bagaimana warga negara bangsanya berfikir dan berprilaku secara turun-temurun hingga kepada generasi berikutnya yang dalam perrkembangannya akan sampai pada tingkat peradaban yang maju atau meningkatnya nilai-nilai kehidupan dan pembinaan kehidupan yang lebih sempurna.29 Secara bahasa, definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dengan pelatihan.30 Pendidikan merupakan kegiatan yang kompleks, dan meliputi berbagai komponen yang berkaitan dengan erat satu sama lain. Pendidikan adalah gejala semesta (fenomena universal) dan berlangsung sepanjang hayat manusia, dimanapun manusia berada. Pendidikan sebagai usaha sadar bagi pengembangan manusia dan masyarakat, berusaha kearah yang lebih sistematik, maka pasti mendasarkan pada landasan pemikiran tertentu.31 Berbagai komponen dalam sistem pendidikan baik secara mikro maupun dalam kajian mikro perlu dikenali secara mendalam sehingga komponen- komponen tersebut dapat difungsikan dan dikembangkan guna 29Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997), cet 1, h. 2 30Sumitro, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: FIP – UNY, 1985), h. 15 31Dinn Wahyudin, Pengantar Pendidikan, (Jakarta; Universitas Terbuka, 2008), h. 51 13

mengoptimalkan garapan pendidikan tersebut ke arah tujuan pendidikan yang ditetapkan.32 Pengertian pendidikan menurut para ahli: a. Menurut John Dewey dalam bukunya Democracy and Education (1950; 89-90) pendidikan adalah rekonstruksi atau reorganisasi pengalam yang menambah makna dan menambah kemampuan untuk mengarahkan pengalaman selanjutnya. b. Menurut John S. Brubacher dalam bukunya Modern Philosophies adalah proses dalam makna potensi- potensi, kemampuan, kapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan, disempurnakan dengan sedemikian rupa dan digunakan oleh manusia untukmenolong orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai tujuan- tujuan yang ditetapkan. c. Menurut Carter V. Good dalam Dictionary of Education (1945:145) pendidikan adalah keseluruhan dimana proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk- bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai positif dalam masyarakat dimana dia hidup. d. Menurut Ki Hajar Dewantara (1977: 20) yang dinamakan pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak- anak. Adapun maksud pendidikan yaitu menuntut segala kepuasan kodrat yang ada pada anak- anak itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagian yang setinggi- tigginya. e. Menurut Driyarkarya (1980: 78), intisara atau eidos dan pendidikan ialah pe-manusia-an manusia-muda. Pengangkatan manusia muda ke taraf insani, itulah yang menjelma dalam semua perbuatan mendidik, yang jumlah dan macamnya tak terhitung.33 Demikian arti pendidikan yang dikemukakan oleh sejumlah ahli, yang tercantum dalam ajaran pendidikan dengan pengertian ilmiah kita dapat mennganilis, membandingkan, mengabstraksikan sifat- sifat dan 32Ibid, h. 3.13 33Sumitro,Op.Cit., h. 17 14

akhirnya menggabungkan sifat- sifat itu sampai pada suatu perumusan unsur- unsur yang secara esensial yang tercakup di dalamnya adalah sebagai berikut : 1. Dalam pendidikan terkandung pembinaan, pengembangan, atau potensi- potensi yang perlu dikembangkan. 2. Dalam pendidikan secara implisit terjalin hubungan antara dua pihak, yaitu pihak pendidik dan pihak peserta didik yang di dalam hubungan itu berlainan kedudukan dan peranan setiap pihak. Akan tetapi sama dalam hal dayanya yaitu saling mempengaruhi, guna terlaksananya proses pendidikan. 3. Pendidikan adalah proses sepanjang hayat dan perwujudan pembentukan secara utuh dalam arti mengemban segenap potensi dalam rangka pemenuhan semua komitmen manusia sebagai individu, sebagai makhluk sosial, dan sebagai makhluk Tuhan.34 C. Ruang Lingkup Akhlak Akhlak dalam Islam juga mempunyai ruang lingkup diantara nya yaitu : 1. Akhlak Terhadap Allah Swt Lingkup akhlak terhadap Allah Swt antara lain : a. Beribadah kepada Allah SWT. Hubungan manusia dengan Allah SWT diwujudkan dalam bentuk ritualitas peribadatan seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Beribadah kepada Allah SWT harus dilakukan dengan niat semata – mata karena Allah SWT, tidak menduakan-Nya baik dalam hati, melalui perkataan dan perbuatan. b. Mencintai Allah SWT diatas segalanya. Mencintai Allah SWT melebihi cintanya kepada apa dan siapa pun dengan jalan melaksanakan segala perintah dan menjauhi semua laranganNya, mengharapkan ridha-Nya, mensyukuri nikmat dan karunia-Nya, menerima dengan ikhlas semua qadha dan qadarNya setelah berikhtiar. 34Ibid, h. 18 15

c. Berzikir kepada Allah SWT. Mengingat Allah SWT dalam berbagai situasi ( lapang, sempit, senang, susah ) merupakan salah satu wujud akhlak manusia kepada- Nya. d. Berdoa, tawaddu’ dan tawakkal. Berdoa atau memohon kepada Allah SWT sesuai dengan hajat yang harus dilakukan dengan cara yang sebaik mungkin, penuh keikhlasan, penuh keyakinan bahwa doanya akan dikabulkan oleh Allah SWT. 35 2. Akhlak Terhadap Makhluk Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al – Qur’an berkaitan dengan perlakuan terhadap manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan melakukan hal – hal negative seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar. Melainkan juga kepada menyakiti hati dengan menceritakan aib seseorang dibelakangnya, tidak peduli aib itu benar atau salah.36 Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, manusia perlu berinteraksi dengan sesamanya dengan akhlak yang baik. Diantara akhlak terhadap sesama itu ialah: a. Akhlak terhadap Rasulullah SAW. Mencintai Rasulullah SAW secara tulus dengan mengikuti semua sunahnya. Menjadikannya sebagai panutan,suri tauladan dalam hidup dan kehidupan dan menjalani apa yang disuruh dan meninggalkan segala apa yang dilarang b. Akhlak terhadap orang tua. Mencintai mereka melebihi cintanya kepada kerabat lainya. Menyayangi mereka dengan kasih saying yang tulus. Berbicara secara ramah, dengan kata – kata yang lemah lembut. Menndoakan mereka untuk keselamatan dan ampunan kendatipun mereka telah meninggal dunia c. Akhlak terhadap diri sendiri. Memelihara kesucian diri, menutup aurat, adil, jujur dalam perkataan dan perbuatan, ikhlas, sabar, pemaaf, rendah hati, dan menjauhi sifat dengki dan dendam. 35Abdul Majid, Pendidikan Karakter Perpespektif Islam, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cet ke 2, 2012), h. 99 - 100 36 Muhammad Alim, Op.Cit, h. 155 16

d. Akhlak terhadap keluarga, karib, dan kerabat. Saling membina rasa cinta kasih dan saying, mencintai dan membenci karena Allah SWT e. Akhlak terhadap tetangga. Saling mengunjungi, membantu saat senang maupun susah, dan saling menghormati f. Akhlak terhadap masyarakat. Memuliakan tamu, menghormati nilai dan norma yang berlaku, menaati keputusan/ peraturan yang diambiil, bermusyawarah dalam segala hal. g. Akhlak terhadap lingkungan hidup.memelihara kelestarian lingkungan, memanfaatkan dan menjaga alam terutama hewani, nabati, fauna dan flora, yang kesemuanya diciptakan oleh ALLAH SWT untuk kepentingan manusia dan makhluk – makhluk lainnya.37 3. Akhlak Terhadap Alam Islam sebagai agama rahmat bagi seluruh alam hanya dapat diwujudkan jika manusia secara sadar mengetahui, memahami, dan melaksanakan misinya sebagai khalifah-Nya yang bertugas untuk memakmurkan bumi dan segala isinya, menjalin relasi yang baik dengan sesame manusia dan dengan-Nya ( vertical dan horizontal).38 Pada dasarnya yang diajarkan Al-qu’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Ke khalifahan menuntut adanya interaksi manusia dengan sesamanya dan terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptanya.39 Menurut Mahmud Yunus tujuanpendidikan akhlak adalah membentuk putra-putri yang berakhlak mulia,berbudi luhur, bercita-cita tinggi, berkemauankeras, beradab, sopan santun,baik tingkah lakunya, manis tutur bahasanya, jujur dalam segala perbuatan, suci murni hatinya.40 Menurut Barwamie Umarie tujuan pendidikan akhlak adalah supaya dapat terbiasa melakukan yang baik, indah, mulia, terpuji serta 37Rois Mahfud, Op.cit, h. 100-101 38Ibid, h. 102 39 Muhammad Alim, Op.cit., h. 158 40 Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendiidkan dan Pengajaran, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1990), h. 22 17

menghindariyang buruk, jelek, hina, tercela, sedangkan menurut Anwar Masy’ari akhlak bertujuan untuk mengetahui perbedaan perangai manusia yang baik dan yang jahat, agar manusia memegang teguh perangai-perangai yang jelek, sehingga terciptalah tata tertib dalam pergaulan masyarakat, tidak saling membenci dengan yang lain, tidak ada curiga –mencurigai, tidak ada persengketaan antara hamba Allah SWT.41 D. Pendidikan Akhlak Islami Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada term al-tarbiyah, al-ta’dib, danal-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut term yang popular digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah term al- tarbiyah. Sedangkan term al-ta’dib dan al-ta’lim jarang sekali digunakan. Padahal kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan Islam.42 Apabila at -Tarbiyah, diidentikan dengan kata ar-rabb, Fahrur Rozi berpendapat bahwa ar-rabb merupakan fonem yang seakan dengan at- tarbiyah yang berarti at-tanmiyah, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Ibn Abdillah Muhammad bin Ahmad Al -Anshari Al-Qurtubi mengartikan ar-rabb pemilik, yang maha memperbaiki, yang maha mengatur, yang maha menambah, yang maha menunaikan.43 Pendidikan Islam merupakan yang secara khas memiliki ciri Islami, berbeda dengan konsep pendidikan lain yang kajiannya lebih memfokuskan pada pemberdayaan umat berdasarkan Alqur’an dan hadist. Artinya, kajian pendidikan Islam bukan sekedar menyangkut aspek normatif ajaran Islam, tetapi juga terapannya dalam materi, instuisi, budaya, nilai dan dampaknya terhadap pemberdayaan umat. Oleh karena itu, pemahaman tentang materi, institusi, kultur, dan sistem pendidikan merupakan satui kesatuan holistik, bukan persial, dalam mengembangkan sumber daya manusia yang beriman, berislam dan berihsan. 44 41 Anwar Masy’ari, Akhlak al-Qur’an, (Jakarta: Kalam Mulia, 1990), h. 23. 42 Al -Rasyidin dan Samsul Nizar,Op.cit., h. 25 43 Tatang, Ilmu Pendidikan, ( Bandung: Pustaka Setia, 2012), h. 15 44Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Imprint Bumi Aksara, 2013 ), h. 25-26 18

Muhammad SA. Ibrahimi (Bangladesh) menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah “ Islamic education in true sense of the lern, is a system of education which enable a man to lead his life according to the islamic ideology, so that he may easily mould his life in accordance with tenets of Islam”. ( Pendidikan dalam pandangan yang sebenarnya adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan Ideologi Islam, sehingga dengan mudah ia dapat mmembentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam ). Dalam pengertian ini dinyatakan bahwa pendidikan Islam merupakan suatu sistem, yang didalamnya terdapat beberapa komponen yang saling berkaitan. Mislanya, kesatuan sistem akidah,syariah, dan akhlak, yang meliputi kognitif, afektif, dan psikomotorik, yang mana keberartian satu komponen sangat tergantung dengan keberartian komponen lain. Pendidikan Islam juga dilandaskan atas ideologi Islam, sehingga proses pendidikan Islam tidak bertentangan dengan norma dan nilai dasar ajaran Islam.45 Menurut Omar Muhammad al-Toumi al-Syaibani Pendidikan Islam yakni: “ Proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas dan sebagai profesi-profesi asasi dalam masyarakat. Pengertian ini lebih menekankan pada perubahan tingkah laku, dari yang buruk menuju ke yang baik, dari minimal menuju yang maksimal, dari yang potensial mennuju menjadi aktual, dari yang pasif menuju yang aktif. Cara mengubah tingkah laku itu melalui proses pengajaran, perubahan tingkah laku ini tidak saja berhenti pada level individu (etika personal) yang menghasilkan kesalehan individual, tapi juga mencakup level masyarakat (etika sosial), sehingga menghasilkan kesalehan sosial.46 Muhammad Fadhil al-Jamil berpendapat bahwa: “Upaya mengembangkan, mendorong, serta mengajak manusia untuk lenih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, 45Arifin HM, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 3-4 46 Omar Muhammad al-Toumi, Falsafah Pendidikan Islam,Terj Hasan Langgulung (Jakarta:Bulan Bintang,1979), h. 399 19

sehingga terbentuk pribadi yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan. Pengertian ini memiliki tiga unsur pokok dalam pendidikan Islam : (1) akivitas pendidikan adalah mengembangkan, mendorong, dan mengajak peserta didik untuk lebih maju dari kehidupan sebelumnya. Peserta didik yang tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman apa-apa dibekali dan dipersiapkan dengan seperangkat pengetahuan, agar ia mampu merespons dengan baik (2) upaya dalam pendidikan didasarkan atas nilai- nilai akhlak yang luhur dan mulia. Peningkatan pengetahuan dan pengalaman harus dibarengi dengan peningkatan kualitas akhlak (3) upaya pendidikan melibatkan seluruh potensi manusia, baik potensi kognitif (akal), afektif (perasaan/sikap), dan psikomotorik (perbuatan).47 Sementara itu, menurut seorang pakar pendidikan Islam kontemporer Said Ismail Aly, mendefinisikan pendidikan Islam yakni: “ Pendidikan Islam adalah suatu sistem yang lengkap dengan sistematika yang epistemik yang terdiri atas teori, praktik, metode, nilai, dan pengorganisasian yang saling berhubungan melalui kerja sama yang harmonis dalam konsepsi tenntang Allah, alam semesta, manusia, dan masyarakat. Sementara itu tujuan pendidikan Islam adalah merealisasikan pengabdian kepada Allah dengan (cara) menumbuh kembangkan manusia dengan sifatnya sebagai makhluk individu dan sosial dari berbagai sisi yang beraneka ragam sesuai dengan tujuan universal syariat guna kebaikan manusia didunia dan akhirat.48 Harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat berkembang sejalan dengan apresiasi ( cita – cita ) untuk maju, sejahtera dan bahagia mrnurut konsep pandangan hidup mereka.49 Pada hakikatnya, pendidikan Islam adalah suatu proses yang berlangsung secara kontinu dan berksinambungan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang perlu diemban oleh pendidikan Islam adalah 47Muhammad Fadhil al-Jamali, Falsafah Pendidikan dalam Al-Qur’an,( Surabaya:: Bina Ilmu, 1986), h. 6 48Ibid, h. 28 49Fuad Ihsan, Op.Cit, h. 1 20

pendidikan manusia seutuhnya yang berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis, mulai dari kandungan sampai akhir hayat.50 Jika Akhlak dikaitkan dengan Islam, maka akan berbentuk Akhlak Islami. Secara sederhana, Akhlak Islami diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran agama Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada dibelakang kata akhlak dalam menempati posisi sifat. Dengan demikian, akhlak islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging, dan sumbernya berdasarkan pada ajaran Islam. Dilihat dari segi sifatnya yang universal, maka akhlak islami juga universal.51 Pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendididkan Islam, dan Islam telah menyimppulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Mencapai sesuatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Tapi ini tidak berarti bahwa kita tidak mementingkan pendidikan jasmani atau akal atau ilmu ataupun segi - segi praktis lainnya tetapi artinya ialah bahwa kita memperhatikan segi-segi pendidikan akhlak seperti juga segi-segi lainnya itu. Anak-anak membutuhkan kekuatan dalam jasmani, akal, ilmu dan anak-anak membutuhkan pula pendidikan budi pekerti ( akhlak), perasaan, kemauan, cita rasa, dan kepribadian.52 Para ahli pendidikan islam telah sepakat bahwa maksud dari pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan dengan segala macam ilmu yang belum mereka ketahui, tetapi maksudnya ialah mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan jiwa fadhilah ( keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur. Maka tujuan pokok dan terutama dari pendidikan islam adalah 50 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Op. Cit, h. 34 51Khozin, Khazanah Op.cit., h. 130 52 Athiyah al-Abrasyi, Dasar – dasar Pokok Pendidikan Islam Tarjamahan At- tarbiyatul al-Islamiy, ( Jakarta: Repalita,1969 ), h. 15 21

mendidik budi pekerti ( akhlak ) dan pendidikan jiwa. Semua mata pelajaran haruslah mengandung pelajaran-pelajaran akhlak, setiap guru haruslah memperhatikan pendidikan akhlak, setiap guru didik haruslah memikirkan akhlak keagamaan sebelum yang lain-lainnya, karena akhlak keagamaan adalah akhlak tertinggi, sedangkan akhlak yang mulia itu adalah tiang dari pendidikan islam. Al –Ghazali berpendapat: Tujuan dari pendidikan ialah “Mendekatkan diri kepada Allah, bukan pangkat dan bermegah-megah dan janganlah hendaknya seseorang pelajar itu belajar untuk mencari panngkat, harta, menipu orang-orang bodoh atau bermegah-megahan dengan kawan-kawan, jadi pendidikan Islam itu tidak keluar dari pendidikan akhlak.”53 Secara normatif tujuan pendidikan Islam adalah membina manusia secara pribadi dan secara kelompok sehinggga dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah. Tugas ini merupakan tugas manusia sebagai khalifah yang tidak dinilai berhasil apabila materi penugasan tidak dilaksanakan atau apabila kaitan antara penerimaan tugas dengan lingkungannya tidak diperrhatikan. Atas dasar itu, maka sistem dan tujuan pendidikan tidak dapat ditransfer dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Ini harus timbul dari dalam masyarakat itu sendiri. Tujuan yang ingin dicapai adalah membina manusia agar mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba dan wakil Allah. Adapun manusia yang dibina adalah makhluk yang memiliki unsur – unsur material ( tafsiran ) dan immmateerial (akal dan jiwa). Pembinaan akal menghasilkan ilmu dan pembinaan jasmaniyyah menghasilkan keterampilan. Dengan mengggabungkan unsur- unsur tersebut, terciptalah maakhluk dwidimensi dalam satu keseimbangan, dunia dan akhirat, ilmu dan iman. Itu sebabnya dalam pendidikan Islam dikenal sebagai adab ad-din dan adab ad-dunya.54 Tujuan pokok dari pendidikan Islam ialah agar agar manusia hidup dalam kesucian, penuh dengan keikhlasan, ataub dengan satu kata dapat kita simpulkan hidup dengan “fadhilah” . Suatu kesimpulan ialah bahwa ahli – 53Ibid, h. 15 54Sri Minarti Op,Cit., h. 39 22

ahli pendidik Islam sependapat tentang pemanfaatan faktor yang efektif dalam pendidikan akhlak, memanfaatkan pembawaan yang ada pada anak- anak dalam pembentukkan adat –kebiasaan yang baik, baik dari segi moral perasaan, mental dan kesehataan, memanfaatkan cara pendidikan akhlak secara langsung dan secara tidak langsung. Suatu yang patut dicatat ialah bahwa ulama dan ahli-ahli pendidikan Islam lebih cenderung menggunakan cara pendidikan langsung seperti nasihat-nasihat, petunjuk-petunjuk, penghafalan sajak-sajak, lebih sering dari cara lainnya. Tidak seorangpun dapat membantah betapa manfaatnya menggunakan pembawaan, inspirasi, pimpinan yang baik, saling bercerita, persaingan yang sportif dan pembentkkan adat kebiasaan yang baik sejak diwaktu kecil. Dalam hal ini ternyata mereka telah banyak berhasil, khususnya dalam pembentukkan/pendidikan akhlak yang tinggi.55 E. PENELITIAN RELAVAN Dalam suatu penelitian, diperlukan penelitian yang relavan yang dapat mendukung serta memperkuat akan pentingnya penelitian ini dilakukan. Penulis telah menelaah beberapa kajian hasil penelitian sebagai berikut : 1. Skripsi “ KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT AL- GHAZALI DALAM KITAB AYYUHAL-WALAD ” oleh Moh Nawawi mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Sunan Kali Jaga Jogjakarta, dalam skripsi ini membahas tentang Biografi Imam Al – Ghazali dan Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Ayyuhal-Walad. 2. Skripsi “ KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT KH HASYIM ASY’ARI DALAM KITAB ADAB AL-ALIM WA AL- MUTTA’ALIM ” oleh Muhammad Ichsan Nawawi Sahal mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Raden Intan Lamping, dalam skripsi ini membahas biografi dan riwayat hidup KH Hasyim Asy’ari 55Athiyah al-Abrasy, Op.Cit., h. 111 23

serta deskripsi tentang pemikiran beliau mengenai Konsep AKhlak dalam Kitab Adab Al -Alim wa Muta’alim. 3. Skripsi “ KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AYYUHA AL-WALAD KARYA IMAM AL-GHAZALI ” oleh Putik Nur Rohmawati mahasiswi jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN SALATIGA, dalam skripsi ini membahas tentang Biografi Imam Al- Ghazali, pemikiran beliau tentang pendidikan akhlak, serta konsep Pendidikan Akhlak menurutnya dalam kitab Ayyuhal – walad. 4. Skripsi “ KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB WASHOYA AL-ABA’LIL ABNAA’ KARYA MUHAMMAD SYAKIR AL – ISKANDARI ” oleh Muhammad Sulkhan mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Ilam IAIN SALATIGA, dalam skriipsi ini membahas tentang Biografi Muhammad Syakir Al-Iskandari, serta konsep Pendidikan Akhlak dan Ruang Lingkupnya dalam kitab Washoya Al – Aba’lil Abnaa’ 5. Skripsi “ KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB ADAB AD-DUNYA WA AD-DIN KARANGAN IMAM HASAN ALI BIN MUHAMMAD BIN HABIB AL-BASHARI AL-MAWARDI ” oleh Ahmad Kharirunni’am Bin Nurhamim mashasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Maulana Malik Ibrahim, dalam skripsi ini membahas tentang konsep Akhlak, biografi Syaik Abu Hasan Al-Mawardi dan hasil penelitian dalam Kitab Adam Ad-dunya Wa ad-din tentang Konsep Akhlak 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang berjudul “Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Riyāduşālihin” ini dilaksanakan di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terutama pada perpustakaan utamanya dan tempat lainnya yang mendukung seperti rumah, kosan dan kafe-kafe kopi sederhana, rincian waktu pengerjaannya sebagai berikut: bulan Sepetmber setelah mendapatkan dosen pembimbing, penulis sudah memulai untuk mengumpulkan data dari sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari buku-buku yang ada diperpustakaan tarbiyah maupun perpustakaan utama kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, internet, serta sumber lainnya yang mendukung penelitian. Penelahan skripsi ini terus berlangsung dengan arahan dosen pembimbing hingga selesai. B. Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.56 Dalam skripsi ini penulis menggunakan metode deskriprif analisis yang menggunakan tehnik analisis kajian melalui studi kepustakaan (Library Research). Karena penelitian ini merupakan library research, maka sumber data pada penelitian ini adalah literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.57 Sumber data yang dimaksud bisa berupa bahan-bahan pustaka seperti buku, dokumen, arsip, majalah, koran, jurnal ilmiah, dan sebagainya 56Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Cet. 8, h. 36. 57Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008),Cet ke-2, h. 1-2. 25

C. Fokus Penelitian Menurut Margono, pembatasan penelitian dalam penelitian kualitatif yaitu berdasarkan fokus. Fokus berarti penentuan keluasan (scope) dari permasalahan dan batas penelitian.58 Dengan melihat pendapat Sugiyono, maka penulis mencantumkan apa yang ada dalam batasan masalah menjadi fokus penelitian dalam penulisan ini, yaitu mengenai Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Riyāduşşālihin.Jadi, dalam penelitian ini penulis bermaksud mengkaji tentang Pendidikan Akhlak yang terdapat dalam kitab Riyāduşşālihin D. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas sumber data primer dan sumber data sekunder. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini ialah al-Qur’an al-Karim dan Kitab Riyāduşşālihin. Sedangkan sumber data sekunder atau sumber data pendukungnya ialah buku-buku yang berkaitan dengan masalah penelitian, jurnal-jurnal terkait, serta buku-buku tentang pendidikan akhlak E. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan proses sistematis pencarian dan pengaturan transkripsi wawancara, catatan lapangan, dan materi-materi yang lain yang telah terkumpul untuk meningkatkan pemahaman peneliti mengenai materi- materi tersebut dan untuk memungkinkan peneliti menyajikan apa yang sudah ditemukannya kepada orang lain.59 Dalam mengolah data diperlukan ketelitian dan kecermatan tersendiri. Juga dala dalam setiap pemrosesan data pasti terdapat prosedur reduksi yaitu penyederhanaan data. Setelah itu dapat di tafsirkan dan selanjutnya di tarik kesimpulan.60 58 Margono, Op.Cit., h. 40. 59 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011), Cet. ke-2, h. 85. 60 Suwartono, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian, Edisi 1, (Yogyakarta: Andi Offset, 2014), hlm. 80. 26

Terhadap data kualitatif dalam hal ini dilakukan terhadap data yang berupa informasi, uraian dalam bentuk bahasa prosa kemudian dikaitkan dengan data lainnya untuk mendapatkan kejelasan terhadap suatu kebenaran atau sebaliknya, sehingga memperoleh gambaran baru ataupun menguatkan suatu gambaran yang sudah ada atau sebaliknya.61 Adapun langka-langkahnya sebagai berikut: 1. Mencari Sumber data 2. Lalu pengumpulan data 3. Selanjtnya data ditelaah, dipelajarim, dan dibaca. 4. Dan data di satukan 5. Terakhir, interpretasi data. F. Prosedur Penelitian 1. Peneliti mencari kitab Riyāduşālihin karya Syāikh Abu Zakaria Muhyuddin An-Nawāwi 2. Kemudian membacanya dan menemukan poin-poin terpenting dalam kitab kitab Riyāduşālihin karya Syāikh Abu Zakaria Muhyuddin An-Nawāwi 3. Selanjutnya, peneliti mengumpulkan sumber bacaan yang mendukung mengenai akhlak terhadap diri sendiri dan akhlak dalam bermasyarakat , yang nantinya akan dikaitkan dengan kitab kitab Riyāduşālihin karya Syāikh Abu Zakaria Muhyuddin An-Nawāwi 4. Terakhir, peneliti menelaahnya. Untuk menjawab permasalahan yang dibahas oleh penelitian 61 Joko Subagyo Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), Cet. ke-4,h. 106. 27

DAFTAR PUSTAKA Nur Ali dan Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2004 Wahdi Sayuti dan Zurinal. ILMU PENDIDIKAN, Pengantar dan Pelaksanaan dasar – dasar Pendidikan. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006 Mahfud, Rois Al – Islam Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011 Mukti Ali dan M. Ali Hasan. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003 Samsul Nizar dan Al-Rasyidin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : PT Ciputat Press, 2005 Al-Utsaimin, Syarah Syaikh Muhammad Shalih. Riyadushalihin.Saudi: Mamlakah Al-‘Arabi, Juz 1, 1969 Zad Al-Masir, Ibn Al-Jauzi. Beirut: Al – Maktab Al – Islamy, 1404 https://www.kompasiana.com/renidwilestari18190001/5c83d602bde5750890649 af3/peran pendidikan-dalam-mengatasi-krisis-akhlak, diakses pada 14 November 2019 pukul 09:00 Rasyidin,Waini . Pedagogik Teoritis dan Paktis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014 https://www.acehtrend.com/2019/02/16/pendidikan-akhlak-sebagai-solusi- persoalan-pendidikan-di-indonesia, diakses pada 14 November 2019 pukul 13:30 70

http://muslim.or.id/hadits/sekilas-tentang-kitab-riyadhus-shalihin.html, Diakses Tanggal. 14 November 2019 pukul 10:00 http://virouz.wordpress.com/2010/05/15/bedah-kitab-riyadhus-shalihin/, Diakses Tanggal. 14 November 2019 pukul 10:00 Alim,MuhammadPendidikan Agama Islam (Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim). Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011 Nata, Abuddin.Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 201 Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996 Muhammad al-Ghazali,Al-Imam Abu Hamid Muhammad Ihya’ ‘Ulumuddin. Kairo:Dar al-Hadis, t.th Octavia,Lanny dkk, Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren, (Jakarta: Renebook, 2014) Amin Ahmad, Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang, 1975 Anwar, Rosihin. Akhlak Tasawuf. Pustaka Setia: Bandung , 2008 Shihab,M. Quraish. Wawasan al-Quran. Bandung: Mizan, 2007, Cet. ke-1. Tafsir Al-Misbah. Ciputat: Lentera Hati, 2017 Rakhmat,Jalaluddin. Dahulukan Akhlak di atas Fiqih, (Bandung: Mizan Pustaka,2007), Cet. ke-1 Khozin, Khazanah. ( Pendidikan Agama Islam). Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013 Taufik,Agus dkk. Pendidikan Anak di SD. Jakarta : Universitas Terbuka, 2009 Ihsan,Fuad. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997, cet 1 Sumitro. Pengantar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: FIP – UNY, 1985 Wahyudin. Dinn Pengantar Pendidikan. Jakarta; Universitas Terbuka, 2008 Majid, Abdul. Pendidikan Karakter Perpespektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cet ke 2, 2012 Yunus, Mahmud. Pokok-pokok Pendiidkan dan Pengajaran. Jakarta: Hida Karya Agung, 1990 Masy’ari,Anwar. Akhlak al-Qur’an. Jakarta: Kalam Mulia, 1990 Tatang. Ilmu Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2012 Minarti, Sri. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Imprint Bumi Aksara, 2013 HM, Arifin. Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum. Jakarta: Bumi Aksara, 1991 71

al-Toumi,Omar Muhammad. Falsafah Pendidikan Islam,Terj Hasan Langgulung Jakarta:Bulan Bintang,1979 al-Jamali, Muhammad Fadhil. Falsafah Pendidikan dalam Al-Qur’an. Surabaya:: Bina Ilmu, 1986 al-Abrasyi, Athiyah. Dasar – dasar Pokok Pendidikan Islam Tarjamahan At- tarbiyatul al-Islamiy. Jakarta: Repalita,1969 Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 8, 2010 Zed,Mestika Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data,Jakarta: RajaGrafindo Persada, Cet. ke-2, 2011 72






Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook