(1) Membangun Konteks Membangun konteks, yaitu melalui kegiatan mengamati teks dalam konteksnya dan menanya tentang berbagai hal yang berkaitan dengan teks yang diamatinya. Pada langkah membangun konteks peserta didik dapat didorong untuk memahami nilai spiritual, nilai budaya, tujuan yang melatari bangun teks. Dalam proses ini peserta didik mengeksplorasi kandungan teks serta nilai-nilai yang tersirat di dalamnya. Di samping itu, peserta didik dapat mengungkap laporan hasil pengamatan untuk bahan tindak lanjut dalam kegiatan belajar. (2) Membentuk Model (Pemodelan) Pemodelan, yaitu melalui kegiatan mencoba dan menalar merumuskan model strukur fonologi, gramatikal, leksikal, dan makna teks dibacanya. Dalam langkah ini peserta didik didorong untuk meningkatkan rasa ingin tahu dengan memperhatikan simbol, bunyi , tata bahasa ,dan makna. Melalui analisis fakta dan data pada teks yang dipelajarinya peserta didik memperoleh model imbuhan, struktur imkata, frase, klausa, kalimat, maupun paragraf. Semua kegiatan tersebut peserta didik pelajari pada konteks pemakaiannya. Pada tahapan ini peserta didik dapat mengeksplorasi jenis teks yang dipelajarinya serta mengenali ciri-cirinya. Proses aktivitas pengenalan bukan sebagai tujuan akhir pembelajaran, melainkan sebagai awal kegiatan untuk mengembangkan daya cipta. (3) Membangun Teks Bersama-sama Membangun teks bersama/berkelompok, yaitu menyusun teks bersama masih dalam kegiatan mencoba, menalar, dan mencipta secara kolaboratif yang dilanjutkan dengan menyaji. Peserta menggunakan hasil mengeksplorasi model- 37
model teks untuk membangun teks dengan cara berkolaborasi dalam kelompok. Melalui kegiatan ini diharapkan semua peserta didik dapat memperoleh pengalaman mencipta teks sebagai dasar untuk mengembangkan kompetensi individu. (4) Mengembangkan Teks Secara Mandiri Mengembangkan teks secara mandiri, yaitu dengan titik tekan pada peserta didik dapat menunjukkan kompetensinya secara individual dalam mencipta. Oleh karena itu, dimensi kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia wajib memenuhi empat langkah dasar, enam langkah mengembangkan keterampilan beraktivitas secara saintifik, dua model kegiatan koloboratif dan individual, dan berdimensi beraktivitas dan berkarya. f. Langkah- langkah Pembelajaran dengan CIRC Langkah- langkah pembelajaran CIRC adalah sebagai berikut : (1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara heterogen; (2) Guru memberikan wacana/ kliping sesuai dengan topik pembelajaran; (3) Siswa bekerjasama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas; (4) Mempresentasikan /membacakan hasil kelompok; (5) Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama; (6) Penutup. Dari keenam langkah tersebut, dirinci menjadi 3 fase yaitu : (1) Fase Pertama : Pengenalan Konsep; (2) Fase Kedua : Eksplorasi dan Aplikasi; dan (3) Fase Ketiga: Publikasi. 38
Pada tahap pengenalan konsep guru mulai mengenalkan tentang suatu konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan ini bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, atau media lainnya. Fase eksplorasi dan aplikasi memberikan peluang kepada siswa untuk mengungkap pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru , dan menjelaskan fenomena yang mereka alami dengan bimbingan guru minimal. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha melakukan pengujian dan berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya. Tujuan fase ini untuk membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta menerapkan konsepsi awal siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan memulai hal yang konkrit. Selama proses ini, siswa belajar melalui tindakan- tindakan mereka sendiri dan reaksi-reaksi dalam situasi baru yang masih berhubungan . Selain itu, kegiatan ini juga untuk menggiring siswa merancang eksperimen, demonstrasi untuk menyajikannya. Sedangkan pada fase publikasi, siswa diharapkan mampu mengkomunikasikan temuan- temuan, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas. Penemuan ini dapat bersifat sebagai sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan hasil pengamatannya. Siswa dapat memberikan pembuktian terkaan gagasan- gagasan barunya untuk diketahui oleh teman- teman sekelasnya. Siswa siap menerima kritikan, saran atau sebaliknya saling memperkuat argumen. 6. Hakikat Pengembangan Model Pembelajaran GBC berbasis CIRC a. Pengertian Model Pembelajaran GBC berbasis CIRC 39
Model pembelajaran Genre Based Instruction adalah model pembelajaran berbasis teks yang terdiri dari 4 langkah, yaitu : (1) Building Knowledge of the Field (BKoF) atau membangun pengetahuan tentang teks yang akan dipelajari ; (2) Modelling of the Text (MoT) yaitu pemodelan atau dekonstruksi ; (3) Join Construction of the Text (JCoT) adalah konstruksi siswa yang dibantu guru dalam berbagai tugas dan latihan hingga menyusun teks sasaran ; (4) Independent Construction of The Text (ICoT) yang merupakan tugas dan latihan teks sasaran oleh siswa secara mandiri. Sedangkan CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) merupakan model pembelajaran kooperatif/ terpadu yang merupakan integrasi dari membaca dan menulis. Model pembelajaran ini terdiri dari 6 langkah, yaitu : (1) membentuk kelompok; (2)guru memberikan berbagai wacana/ kliping sesuai dengan topik pembelajaran; (3) siswa bekerjasama untuk menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping; (4) Mempresentasikan hasil kerja kelompok; (5) guru dan siswa membuat kesimpulan; (6) penutup. Model Pembelajaran GBC berbasis CIRC merupakan pengembangan kedua model pembelajaran tersebut. GBC sudah dilaksanakan di Indonesia sejak Kurikulum 2006 untuk mata pelajaran Bahasa Inggris. GBC lebih cocok digunakan untuk pembelajaran menulis (Anderson, 1998: vi), begitu juga dengan CIRC. Oleh karena itu, penulis memadukan kedua model pembelajaran tersebut menjadi sintaks pembelajaran yang baru. Penulis memadukan kedua model pembelajaran ini dengan asumsi bahwa ketika seorang guru membelajarkan keterampilan menulis, tidak bisa berdiri sendiri sebagai keterampilan menulis. 40
Pembelajaran keterampilan menulis terintegrasi dengan keterampilan berbicara, menyimak, dan yang paling banyak dengan keterampilan membaca. b. Langkah- langkah Model Pembelajaran GBC berbasis CIRC Secara rinci, langkah- langkah model pembelajaran GBC berbasis CIRC adalah sebagai berikut : (1) Membangun konteks Langkah pertama dari GBC adalah BKoF adalah penentuan dan membangun pengetahuan tentang teks yang akan dipelajari; sedangkan langkah pertama CIRC adalah guru membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen. Langkah pertama GBC sama dengan fase pertama dalam CIRC yaitu pengenalan konsep. Pada dasarnya, langkah pertama dari kedua model pembelajaran tersebut sama yaitu menggali pengetahuan siswa terkait dengan materi yang akan dipelajari baik dari pengetahuan awalnya maupun pemberian pengetahuan baru terkait dengan materi. Kegiatan ini masih dilaksanakan secara klasikal. (2) Pemodelan dan Eksplorasi Langkah kedua dari GBC adalah MoT, yaitu siswa diberi banyak contoh tentang materi yang akan ditulis. Sedangkan langkah kedua dari CIRC guru memberikan wacana/kliping yang sesuai dengan topik pembelajaran. MoT dalam GBC memberikan banyak contoh teks untuk dipahami siswa secara mandiri. Kegiatan ini dilakukan secara klasikal. Kenyataan di lapangan siswa mengalami kesulitan ketika harus mengambil kesimpulan sendiri pada tahap ini. Oleh karena itu, diperlukan langkah pertama CIRC yaitu pembagian kelompok dan fase kedua 41
CIRC berupa eksplorasi dan aplikasi ; sehingga pada saat siswa memastikan pengetahuannya tentang materi baru tersebut masih dengan bimbingan guru dan bekerja dalam kelompok. Setelah tahap eksplorasi, siswa bisa menyampaikan hasil pengetahuan atau pengamatannya tentang konsep dari materi baru yang sedang dipelajari. Setelah itu, siswa bisa mengambil kesimpulan dari pengetahuan atau pengamatannya tersebut, baik secara lisan maupun tulisan. Guru mengecek kemampuan siswa dari hasil kerja eksplorasi kelompoknya , sebelum menuju tahap berikutnya. (3) JCoT dan Aplikasi Langkah ketiga dari GBC adalah JCoT dimana siswa mulai menulis teks yang sudah dipelajari pada langkah pertama dan kedua. Untuk memupuk rasa percaya diri siswa masih menulis dalam kelompok; maksudnya dalam satu kelompok diberi topik yang sama. Pada tahap ini siswa menerapkan pengetahuan dan pengamatannya dari hasil pekerjaaan sebelumnya. Guru masih membimbing, walaupun sudah secara minimal. (4) Publikasi Pada langkah ini, siswa mempresentasikan hasil tulisan kelompoknya. Langkah ini merupakan penerapan langkah ke-4 dan fase ketiga CIRC. Pada kegiatan ini guru dan siswa membuat kesimpulan bersama-sama. (5) ICoT Langkah terakhir adalah siswa mampu memproduksi tulisannya sendiri sesuai dengan tahapan-tahapan yang sudah dilaluinya. 42
B. Penelitian yang Relevan Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang keterampilan menulis, strategi dan efektivitas metode pengajarannya dalam rangka mendorong kemampuan siswa lebih baik. Berikut dikemukakan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan yang akan dikaji tentang pembelajaran menulis teks eksposisi. Pertama, Asep Samsudin (2012) meneliti tentang peningkatan kemampuan menulis eksposisi berita dan menulis eksposisi ilustrasi siswa kelas V melalui model pembelajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis. Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan menulis eksposisi berita dan eksposisi ilustrasi pada siswa Sekolah Dasar kelas V melalui model pembelajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis. Hasil penelitian eksperimen kuasi menunjukkan bahwa kemampuan siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis terdapat peningkatan kemampuan setelah penerapan model pembealajran kooepratif terpadu membaca dan menulis, terdapat perbedaan peningkatan kemampuan menulis eksposisi berita dan eksposisi ilustrasi siswa yang mengikuti pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis lebih meningkat secara signifikan daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional, dan pendapat siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis berada pada interval dengan kategori setuju. Keberhasilan menulis eksposisi berita dan menulis eksposisi ilustrasi siswa tidak terlepas dari kemampuan guru mengembangkan model pembelajaran kooperatif. Oleh karena itu, model pembelajaran kooperatif 43
terpadu membaca dan menulis dapat dijadikan alternatif model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis eksposisi berita dan ilustrasi. Kedua, hasil penelitian Mezri Helti,dkk (2014) tentang peningkatan keterampilan menulis karangan eksposisi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC siswa kelas XI SMK karya Padang Panjang. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan proses peningkatan keterampilan menulis esai eksposisi dan meningkatkan keterampilan menulis esai eksposisi menggunakan model pembelajaran kooperatif CIRC pada siswa kelas XI TKR 1 siswa SMK Karya Padang Panjang. Hasil penelitian ini menemukan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif CIRC mampu meningkatkan hasil belajar menulis keterampilan eksposisi siswa. Peningkatan tersebut dapat dilihat pada proses pembelajaran dan hasil penulisan esai eksposisi. Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa: (1) penggunaan model pembelajaran kooperatif CIRC dapat meningkatkan proses pembelajaran, baik aktivitas guru maupun siswa, dan (2) meningkatkan hasil belajar siswa dalam eksposisi penulisan esai. Ketiga, hasil penelitian Oktavia (2015) tentang peningkatan keterampilan menulis teks eksposisi melalui model investigasi kelompok dengan media berita dalam surat kabar pada siswa kelas X-4 TKJ SMK NU Ungaran Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2014/2015. Menurut Oktavia, menulis teks eksposisi merupakan keterampilan yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia untuk menyampaikan informasi sejelas-jelasnya, menambah wawasan, 44
dan pengetahuan. Pembelajaran melalui model investigasi kelompok dengan media berita dalam surat kabar merupakan upaya untuk meningkatkan keterampilan menulis teks eksposisi siswa kelas X-4 TKJ SMK NU Ungaran. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa menulis teks eksposisi siswa kelas X-4 TKJ SMK NU Ungaran mengalami peningkatan setelah mengikuti pembelajaran melalui model investigasi kelompok dengan media berita dalam surat kabar. Selain itu perilaku siswa juga mengalami peningkatan menjadi lebih baik atau positif. Dari hasil penelitian tersebut, Oktaviani menyarankan untuk guru mata pelajaran bahasa Indonesia hendaknya menggunakan model investigasi kelompok dengan media berita dalam surat kabar sebagai salah satu alternatif karena terbukti dapat meningkatkan pembelajaran menulis teks eksposisi dan penerapan model investigasi kelompok dengan media berita dalam surat kabar diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi peneliti lain dalam rangka melakukan penelitian yang serupa. Keempat, Satini (2016:448-462) meneliti tentang kemampuan menulis karangan eksposisi dengan menggunakan teknik mind map siswa kelas X SMA Negeri 14 Padang. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hal-hal berikut. Pertama, kurangnya minat siswa dalam menulis. Kedua, sulitnya menentukan tema dan diksi yang tepat dalam menulis sebuah karangan, walaupun latihan mengarang sudah sering mereka kerjakan.Ketiga, guru belum menggunakan teknik pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan dalam pembelajaran menulis karangan eksposisi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 14 Padang dalam menulis karangan 45
eksposisi dengan menggunakan teknik mind map. Jenis penelitian ini ialah kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian ini diperoleh gambaran rata-rata kemampuan menulis karangan eksposisi melalui teknik mind map terjadi peningkatan. Peningkatannya dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil kemampuan menulis karangan eksposisi siswa meningkat. Kelima, Sri Wahyuni (2015 : 58-65 ) membuat penelitian tentang pembelajaran menulis teks eksposisi dengan model pembelajaran berbasis masalah di SMP. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan proses dan hasil pembelajaran menulis teks eksposisi dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Penelitian didesain dengan penelitian tindakan kelas. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data proses pelaksanaan berupa pengamatan, catatan lapangan, dan dokumentasi, serta data hasil evaluasi yang mencakup hasil tes menulis teks eksposisi dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Data bersumber dari siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sabbangparu Kabupaten Wajo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keterampilan menulis teks eksposisi mengalami peningkatan yang signifikan. Keenam, Pratama dkk (2016) membuat pengembangan bahan ajar menulis teks eksposisi bermuatan cinta lingkungan dengan strategi pemodelan untuk siswa kelas VII SMP . Tujuan penelitian dan pengembangan ini adalah menghasilkan bahan ajar bermuatan cinta lingkungan untuk siswa SMP kelas VII yang layak dari segi isi, penyajian, bahasa, dan kegrafikaan. Model penelitian dan pengembangan dalam tulisan ini mengadaptasi Four-D Model milik Thiagarajan, Semmel, & Semmel (1974). Sesuai namanya, Four-D Model memiliki empat 46
tahap, yaitu Define (penetapan), Design (Perancangan), Develop (Pengembangan), dan Disseminate (penyebarluasan). Model ini dipilih karena memiliki langkah-langkah dan yang dirancang khusus untuk mengembangkan perangkat pembelajaran. Berdasarkan hasil uji keterbacaan, uji validasi, dan uji coba, bahan ajar ini layak untuk diimplementasikan. Ketujuh, Thahir (2017) efektivitas model pembelajaran berbasis proyek dalam pembelajaran menulis teks eksposisi peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Sungguminasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji proses dan hasil penerapan model pembelajaran berbasis proyek dalam pembelajaran menulis teks eksposisi peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Sungguminasa. Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen dengan desain true eksperimen. Instrumen berupa rancangan penelitian dan pedoman menulis teks eksposisi. Teknik pengumpulan data yaitu teknik tes tertulis. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis proyek efektif diterapkan dalam pembelajaran menulis teks eksposisi peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Sungguminasa. Kedelapan, Arianti (2017:194-202) meneliti tentang peningkatan keterampilan menulis karangan eksposisi melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) siswa kelas X Akuntansi SMK Terpadu Ismailiyah Rambah Hilir Kabupaten Rokan Hulu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: 1) peningkatan proses pembelajaran keterampilan menulis karangan eksposisi pada siswa, 2) peningkatan hasil keterampilan 47
menulis karangan eksposisi melalui pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement Division) siswa kelas X Akuntansi SMK Terpadu Ismailiyah Rambah Hilir. Sumber data diperoleh secara kualitatif dari lembar observasi, catatan lapangan, dan kuisioner; secara kuantitatif diperoleh dari tes unjuk kerja menulis karangan eksposisi siswa yang berjumlah 25 orang. Ditemukan peningkatan dalam proses pembelajaran berupa peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran menulis karangan eksposisi melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siklus I dan II. Terjadi peningkatan hasil keterampilan menulis karangan eksposisi siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siklus I dan II dinilai berdasarkan indikator penilaian perumusan judul, pemaparan, kesatupaduan, keterpautan, ketegasan, dan peggunaan EYD. Dari beberapa penelitian - penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam menulis teks eksposisi , baik dari tingkat SD, SMP maupun SMA/SMK. Guru belum menemukan metode yang tepat dalam membelajarkan keterampilan menulis teks eksposisi. Oleh karena itu, dengan Penelitian Tindakan Kelas guru menggunakan model- model pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Dibandingkan dengan kedelapan penelitian tersebut, peneliti tidak menggunakan PTK, tetapi R&D. Peneliti mengembangkan model pembelajaran berbasis teks dimodifikasi dengan CIRC dengan asumsi bahwa model pembelajaran ini bisa digunakan dan efektif untuk mengajarkan keterampilan menulis teks eksposisi. 48
C. Kerangka Pikir Penelitian ini berawal dari perubahan paradigma pembelajaran bahasa Indonesia pada kurikulum 2013. Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013 menerapkan pembelajaran berbasis teks yang didasarkan pada prinsip: bahasa dipandang sebagai teks, pemilihan bentuk kebahasaan untuk mengungkapkan makna, bahasa bersifat fungsional, dan bahasa merupakan sarana pembentukan kemampuan berpikir. Bahasa Indonesia dipandang sebagai wahana untuk mengekspresikan pemikiran, baik secara lisan maupun tulisan. Pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks di SMP/MTs kelas 8 (delapan) salah satunya adalah tentang teks eksposisi. Pada kompetensi dasar 3.5 Mengidentifikasi informasi teks eksposisi berupa artikel ilmiah popular dari koran/majalah yang didengar dan dibaca; 3.6 Mengidentifikasi struktur, unsur kebahasaan, dan aspek lisan dalam teks eksposisi artikel ilmiah popular (lingkungan hidup, kondisi sosial, dan/atau keragaman budaya,dll) yang diperdengarkan atau dibaca; 4.5 Menyimpulkan isi teks eksposisi (artikel ilmiah popular dari koran/majalah) yang didengar dan dibaca; serta 4.6 menyajikan gagasan dan pendapat ke dalam bentuk teks eksposisi artikel ilmiah popular (lingkungan hidup, kondisi sosial, dan/atau keragaman budaya,dll) secara lisan dan tertulis dengan memperhatikan struktur, unsur kebahasaan, dan aspek lisan. Dari kompetensi dasar tersebut tujuan pembelajarannya adalah siswa dapat : (1) mengidentifikasi informasi teks eksposisi berupa artikel ilmiah popular dari koran/majalah yang didengar dan dibaca dengan benar; (2) menelaah 49
hubungan struktur, unsur kebahasaan, dan aspek lisan dalam ketepatan teks eksposisi artikel ilmiah popular (lingkungan hidup, kondisi sosial, dan/atau keragaman budaya,dll) yang diperdengarkan atau dibaca; (3) menyimpulkan isi teks eksposisi (artikel ilmiah popular dari koran/majalah) yang didengar dan dibaca dengan lengkap ; dan (4) menyajikan gagasan dan pendapat ke dalam bentuk teks eksposisi artikel ilmiah popular (lingkungan hidup, kondisi sosial, dan/atau keragaman budaya,dll) secara lisan dan tertulis dengan memperhatikan struktur, unsur kebahasaan, dan aspek lisan secara efektif (Kemendikbud, 2017:xxv). Pada buku siswa, kegiatan yang pembelajaran hanya ada untuk mencapai tujuan pembelajaran 1 sampai 3. Sedangkan tujuan pembelajaran keempat baru berupa langkah- langkah penyajian dan kegiatan penyuntingan. Sedangkan tuntutan kurikulum menghendaki siswa mampu menulis teks eksposisi secara mandiri. Penelitian ini berupa pengembangan model pembelajaran menulis teks eksposisi untuk siswa kelas 8 SMP/MTs. Ilustrasi dalam penelitian ini tampak pada gambar 2.1 berikut ini. 50
Potensi dan Masalah Guru memiliki Siswa menemui Guru menemui Model metode yang kesulitan dalam kesulitan dalam pembelajaran berbeda-beda menulis teks mengajar menulis yang dalam eksposisi teks eksposisi digunakan guru membelajarkan kurang tepat. menulis Mengumpulkan Informasi Temuan Penelitian Pembelajaran Model GBC dan Berbasis Teks Pembelajaran CIRC Rancangan Pengembangan Model Pembelajaran Menulis Teks Eksposisi di SMP/MTs Expert Judgement Revisi Produk Pengembangan Model Pembelajaran Menulis Teks Eksposisi untuk Siswa Kelas 8 SMP/MTs Gambar 2. 1 Alur Kerangka Pikir Pengembangan Model Pembelajaran Menulis Teks Eksposisi Siswa Kelas 8 SMP/MTs Pembelajaran teks eksposisi dalam Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach) meliputi tahap 5M yaitu, mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Buku siswa 51
sudah memfasilitasi kelima langkah tersebut, hanya saja berdasarkan wawancara awal dengan 15 orang guru Bahasa Indonesia SMP di Kabupaten Banyumas, guru dan siswa mengalami kendala dalam pembelajaran menulis teks eksposisi antara lain : (1) guru belum memahami pembelajaran berbasis teks dan implementasinya dalam kegiatan pembelajaran khususnya pembelajaran teks eksposisi: (2) siswa hanya mengetahui ciri-ciri dan struktur teks eksposisi; (3) guru belum menemukan model pembelajaran yang tepat untuk membelajarkan menulis teks eksposisi; (4) siswa belum dapat menulis teks eksposisi secara mandiri. Menurut hasil wawancara, dari keempat kendala tersebut bisa dilihat dari : (1) rendahnya kemampuan menulis teks eksposisi siswa SMP /MTs; (2) siswa menemui kesulitan dalam menulis teks eksposisi; (3) guru menemui kesulitan dalam mengajar menulis teks eksposisi; dan (4) model pembelajaran yang digunakan guru kurang tepat. D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan permasalahan dan pembahasan teori, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Pengembangan model pembelajaran menulis eksposisi berbasis teks dengan modifikasi model CIRC sesuai dengan kebutuhan siswa dan guru. 2. Model pembelajaran menulis eksposisi yang dikembangkan memenuhi kriteria kelayakan berdasarkan penilaian validator. 3. Model pembelajaran yang dikembangkan untuk pengajaran keterampilan menulis eksposisi di SMP /MTs efektif digunakan. 52
4. Respon guru dan siswa terhadap model pembelajaran yang dikembangkan positif. 53
BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian pengembangan atau Research and Development (R&D). Prosedur penelitian mengacu dari 10 langkah metode penelitian Borg dan Gall. Dalam model pengembangan, Borg and Gall memuat panduan sistematika langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti agar produk yang dirancangnya mempunyai standar kelayakan. Dengan demikian, yang diperlukan dalam pengembangan ini adalah rujukan tentang prosedur produk yang akan dikembangkan. Riset dan pengembangan bidang pendidikan (R&D) adalah suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan mengesahkan produk bidang pendidikan. Langkah-langkah dalam proses ini pada umumnya dikenal sebagai siklus R& D, yang terdiri dari: pengkajian terhadap hasil-hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan validitas komponen-komponen pada produk yang akan dikembangkan, mengembangkannya menjadi sebuah produk, pengujian terhadap produk yang dirancang, dan peninjauan ulang dan mengoreksi produk tersebut berdasarkan hasil uji coba. Hal itu sebagai indikasi bahwa produk temuan dari kegiatan pengembangan yang dilakukan mempunyai obyektivitas. Dalam teknologi pembelajaran, deskripsi tentang prosedur dan langkah- langkah penelitian pengembangan sudah banyak dikembangkan. Borg & Gall (1983) menyatakan bahwa prosedur penelitian pengembangan pada dasarnya terdiri dari dua tujuan utama, yaitu: (1) mengembangkan produk, dan (2) menguji keefektifan produk dalam mencapai tujuan. 54
Tujuan pertama disebut sebagai fungsi pengemban sedangkan tujuan kedua disebut sebagai validasi. Dengan demikkian, konsep penelitian pengembangan lebih tepat diartikan sebagai upaya pengembangan yang sekaligus disertai dengan upaya validasinya. Borg dan Gall (1983: 775) mengajukan serangkaian tahap yang harus ditempuh dalam pendekatan ini, yaitu “research and information collecting, planning, develop preliminary form of product, preliminary field testing, main product revision, main field testing, operational product revision, operational field testing, final product revision, and dissemination and implementation”. Rangkaian tahap-tahap yang harus ditempuh dalam pendekatan ini dikenal sebagai langkah-langkah penelitian pengembangan (R& D) menurut Borg dan Hall (1983:775) meliputi : (1) Penelitian dan Pengumpulan Data (Research and Information Collecting) ; (2) Perencanaan (Planning); (3) Pengembangan Produk Awal (develop preliminary form of product); (4) Uji Coba Produk Awal / Uji Coba Terbatas (Preliminary Field Testing); (5) Penyempurnaan Produk Awal (Main Product Revision); (6) Uji Coba Lapangan Lebih Luas (Main Field Testing); (7) Penyempurnaan Produk Hasil Uji Lapangan Lebih Luas (Operational Product Revision) ; (8) Uji Coba Produk Akhir (Operational Field Testing); (9) Revisi atau Penyempurnaan Produk Akhir (Final Product Revision ); dan (10). Diseminasi dan Implementasi (Dissemination and Implementation). 55
Secara konseptual, pendekatan penelitian dan pengembangan tersebut mencakup 10 langkah umum, sebagaimana diuraikan Borg & Gall (1983:775), seperti gambar di bawah ini: Research and Planning Develop preliminary information preliminary field testing collecting form of product operational field operational main field main product testing product testing revision revision final product revision Dissemination and implementation Gambar 3. 1 Skema prosedur pengembangan hasil adaptasi dari prosedur pengembangan Borg & Gall ( 1983:775) Uraian model pengembangan Borg dan Gall, dijelaskan sebagai berikut. 1. Research and Information Collecting Pada tahap ini, paling tidak ada 2 hal yang harus dilakukan yaitu studi literatur dan studi lapangan. Pada studi literatur, digunakan untuk menemukan konsep-konsep atau landasan-landasan teoritis yang memperkuat suatu produk. Melalui studi literatur dikaji pula ruang lingkup suatu produk, keluasaan penggunaan, kondisi pendukung, dll. Melalui studi literatur diketahui pula langkah-langkah yang paling tepat untuk mengembangkan produk. Studi literatur juga akan meberikan gambaran hasil-hasil penelitian terdahulu yang 56
bisa sebagai bahan perbandingan untuk mengembangkan suatu produk tertentu. Selain studi literatur, perlu juga dilakukan studi lapangan atau dengan kata lain disebut sebagai pengukuran kebutuhan dan penelitian dalam skala kecil (Sukmadinata: 2005). Dalam mengembangkan suatu produk, sebaiknya didasarkan atas pengukuran kebutuhan (need assessment). 2. Planning Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan, maka dibuat perencanaan / rancangan produk yang antara lain mencakup : a) tujuan dari penggunaan produk; b) siapa pengguna dari produk tersebut; c) deskripsi dari komponen-komponen produk dan penggunaannya. 3. Develop Preliminary Form of Product Pengembangan produk awal merupakan draft kasar dari produk yang akan dibuat.Meskipun demikian, draft produk tersebut harus disusun selengkap dan sesempurna mungkin. Draft atau produk awal dikembangkan oleh peneliti bekerja sama atau meminta bantuan para ahli dan atau praktisi yang sesuai dengan bidang keahliannya (uji coba di belakang meja/ desk try out atau desk evaluation).Pada tahap ini sering juga disebut dengan tahap validasi ahli. Uji coba atau evaluasi oleh ahli bersifat perkiraan atau judgment, berdasarkan analisis dan pertimbangan logika dari para peneliti dan ahli. Uji coba lapangan akan mendapatkan kelayakan secara mikro, kasus demi kasus untuk kemudian ditarik kesimpulan secara umum atau digeneralisasi. 4. Preliminary Field Testing 57
Setelah uji coba diatas meja, maka dilakukan uji coba lapangan di sekolah ataupun di laboratorium. Menurut Borg and Hall (1989), uji coba lapangan produk awal disarankan dilakukan pada 1 sampai 3 sekolah dengan jumlah responden antara 10 sampai 30 orang. Selama pelaksanaan uji coba di lapangan, peneliti mengadakan pengamatan secara intensif dan mencatat hal-hal penting yang dilakukan oleh responden yang akan dijadikan bahan untuk penyempurnaan produk awal tersebut. 5. Main Product Revision Penyempurnaan produk awal akan dilakukan setelah dilakukan uji coba lapangan secara terbatas. Pada tahap penyempurnaan produk awal ini, lebih banyak dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Evaluasi yang dilakukan lebih pada evaluasi terhadap proses, sehingga perbaikan yang dilakukan bersifat perbaikan internal. 6. Main Field Testing Meskipun sudah diperoleh produk yang lebih sempurna, tetapi uji coba dan penyempurnaan produk masih perlu dilakukan sekali lagi. Hal ini dilakukan agar produk yang dikembangkan memenuhi standar tertentu. Oleh karena itu target populasinyapun harus disesuaikan. Uji coba dan penyempurnaan pada tahap produk awal masih difokuskan kepada pengembangan dan penyempurnaan materi produk, belum memperhatikan kelayakan dalam konteks populasi. Kelayakan populasi dilakukan dalam uji coba dan penyempurnaan produk yang telah disempurnakan. Dalam tahap ini, uji coba dan penyempurnaan dilakukan dalam jumlah sampel yang lebih besar. Borg dan Gall (1989), menyarankan 58
dalam tahap ini digunakan sampel sekolah 5 sampai dengan 15 sekolah, dengan sampel subjek antara 30 sampai 100 orang (Ini bersifat relatif, tergantung jumlah-kategori-dan karakteristik populasi). Langkah-langkah uji coba produk yang telah disempurnakan sama persis dengan uji coba produk awal, hanya jumlah sampelnya saja yang berbeda. 7. Operational Product Revision Penyempurnaan produk dari hasil uji lapangan lebih luas ini akan lebih memantapkan produk yang kita kembangkan, karena pada tahap uji coba lapangan sebelumnya dilaksanakan dengan adanya kelompok kontrol. Desain yang digunakan adalah pretest dan posttest. Selain perbaikan yang bersifat internal. Penyempurnaan produk ini didasarkan pada evaluasi hasil sehingga pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. 8. Operational Field Testing Pengujian produk akhir, dimaksudkan untuk menguji apakah suatu produk pendidikan layak dan memiliki keunggulan dalam tataran praktek. Dalam pengujian ini tujuannya bukan lagi menyempurnakan produk, karena produk diasumsikan sudah sempurna. Pengujian produk akhir, dapat dilakukan pada sekolah yang sama dengan pada tahap ujicoba kedua ataupun berbeda dengan jumlah sampel yang sama. Dalam pengujian produk akhir, sebaiknya digunakan kelompok kontrol. Pengujian dilaksanakan dalam bentuk desain eksperimen. Model desain yang digunakan adalah “The Randomized Pretest- Postest Control Group Design” atau minimal “The Matching Only Pretests- Posttest Control Group Design”. Desain pertama merupakan desain eksperimen 59
murni, karena kedua kelompok eksperimen dirandom atau disamakan. Desain kedua termasuk eksperimen kuasi, sebab kedua kelompok eksperimen hanya dipasangkan. 9. Final Product Revision Penyempurnaan produk akhir dipandang perlu untuk lebih akuratnya produk yang dikembangkan. Pada tahap ini sudah didapatkan suatu produk yang tingkat efektivitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Hasil penyempurnaan produk akhir memiliki nilai “generalisasi” yang dapat diandalkan. 10. Dissemination and Implementation Setelah dihasilkan suatu produk final yang sudah teruji keampuhannya, langkah selanjutnya adalah desiminasi, implementasi, dan institusionalisasi. Desiminasi dari suatu produk, yang dikembangkan akan membutuhkan sosialisasi yang cukup panjang dan lama. Biasanya proses desiminasi dan implementasi akan berhadapan dengan berbagai masalah kebijakan, legalitas, pendanaan, dll. Untuk penelitian ini, peneliti mengadopsi 10 langkah penelitian pengembangan Sugiyono (2011 : 408-427) , yaitu : (1) Potensi dan Masalah; (2) Mengumpulkan Informasi; (3) Desain Produk; (4) Validasi Desain; (5) Perbaikan Desain; (6) Uji Coba Produk; (7) Revisi Produk ; (8) Ujicoba Pemakaian; (9) Revisi Produk Lanjut ;dan (10) Pembuatan Produk Masal. Kesepuluh langkah tersebut bisa dilihat dari gambar 3.2 berikut ini 60
Potensi dan Mengumpulkan Desain Validasi Masalah Informasi Produk Desain Ujicoba Revisi Produk Uji Coba Perbaikan Pemakaian Produk Desain Revisi Produk Pembuatan Lanjut Produk Masal Gambar 3. 2 Langkah Metode Penelitian Secara ringkas langkah - langkah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Potensi dan Masalah Penelitian selalu bermula dari adanya potensi atau masalah. Potensi merupakan segala sesuatu yang jika didayagunakan akan mempunyai nilai tambah. Masalah juga dapat diubah menjadi sebagai potensi, apabila peneliti bisa mendayagunakan masalah tersebut. Masalah akan terjadi bila ada penyimpangan, antara yang diharapkan dengan yang keadaan terjadi. Masalah ini bisa diatasi melalui R & D yaitu dengan cara menelitinya, sehingga bisa ditemukan suatu model, sistem atau pola penanganan terpadu yang efektif yang bisa dipakai untuk mengatasi masalah tersebut. Potensi dan masalah yang dikemukakan dalam suatu penelitian haruslah ditunjukkan dengan data yang empirik. Data tentang potensi dan masalah tidak harus dicari sendiri, akan tetapi bisa juga berdasarkan laporan penelitian orang lain maupun dari dokumentasi 61
laporan kegiatan yang berasal dari perorangan atau instansi tertentu yang masih up to date. 2. Mengumpulkan Informasi Sesudah potensi dan masalah bisa ditunjukkan secara faktual dan up to date, langkah berikutnya adalah mengumpulkan berbagai informasi dan studi literatur yang bisa dipakai sebagai bahan guna merencanakan membuat produk tertentu yang diharapkan bisa mengatasi masalah tersebut. Studi ini ditujukan guna menemukan konsep - konsep maupun landasan -landasan teoretis yang bisa memperkuat suatu produk, khususnya yang berhubungan dengan produk pendidikan, misal produk yang berbentuk program, model, sistem, software, pendekatan, dan sebagainya. Di lain pihak melalui studi literatur ini akan mengkaji ruang lingkup suatu produk, keluasan penggunaan, kondisi - kondisi pendukung supaya produk bisa dipakai atau diimplementasikan secara optimal, serta keterbatasan dan keunggulan nya. Studi literatur juga dibutuhkan guna mengetahui langkah -langkah yang paling tepat dalam mengembangkan produk tersebut. 3. Desain Produk Produk yang dihasilkan dari suatu penelitian R & D ini ada banyak sekali jenisnynya. Untuk menghasilkan sistem kerja baru, maka haruslah dibuat rancangan kerja baru berdasarkan penilaian terhadap sistem kerja lama, sehingga bisa ditemukan kelemahan- kelemahan terhadap sistem tersebut. Disamping itu, perlu dilakukan penelitian terhadap unit lain yang dipandang sistem kerjanya baik. Selain itu, harus dilakukan pengkajian terhadap referensi mutakhir yang 62
berkaitan dengan sistem kerja yang modern beserta indikator sistem kerja yang bagus. Hasil akhir dari kegiatan ini biasanya berupa desain produk baru yang telah lengkap dengan spesifikasinya. Desain ini masih bersifat hipotetik, karena efektivitasnya masih belum terbukti, dan baru bisa diketahui setelah melewati pengujian - pengujian. Desain produk haruslah diwujudkan kedalam bentuk gambar atau bagan, sehingga bisa dipakai sebagai pegangan guna menilai dan membuatnya, serta akan memudahkan pihak lain untuk lebih memahaminya. 4. Validasi Desain Validasi desain adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan untuk menilai apakah rancangan produk, dalam hal ini sistem kerja baru secara rasional akan lebih efektif dari yang lama atau tidak. Dikatakan secara rasional, karena validasi pada tahap ini masih bersifat penilaian berdasarkan pemikiran rasional, belum berdasarkan pada fakta lapangan. Validasi produk bisa dijalankan dengan cara menghadirkan beberapa tenaga ahli atau pakar yang sudah berpengalaman memberikan penilaian terhadap produk baru yang dirancang tersebut. Setiap pakar diminta untuk memberikan nilai desain baru tersebut, sehingga langkah selanjutnya bisa diketahui kekuatan dan kelemahannya. Validasi desain bisa dijalankan pada sebuah forum diskusi. Sebelum berdiskusi, peneliti mempresentasikan proses penelitian sampai ditemukan desain tersebut, beserta dengan keunggulannya. 5. Perbaikan Desain Sesudah desain produk jadi, divalidasi melalui diskusi bersama para pakar dan para ahli lainnya. Maka akan bisa diketahui kelemahan- 63
kelemahannya. Kelemahan tersebut kemudian dicoba untuk dikurangi dengan jalan memperbaiki desain tersebut. Yang bertugas memperbaiki desain adalah peneliti yang akan menghasilkan produk tersebut. 6. Uji coba Produk Desain produk yang sudah dibuat tidak dapat langsung diujicobakan terlebih dahulu. Akan tetapi haruslah dibuat terlebih dahulu, hingga menghasilkan produk, dan produk itulah yang diujicobakan. Pengujian bisa dilaksankan melalui ekperimen, yaitu membandingkan efektivitas dan efesiensi sistem kerja yang lama dengan sistem kerja yang baru. 7. Revisi Produk Pengujian produk terhadap sampel yang terbatas tersebut dapat menunjukkan bahwa kinerja sistem kerja baru ternyata yang lebih baik bila dibandingkan dengan sistem yang lama. Perbedaan yang sangat signifikan, sehingga sistem kerja baru tersebut bisa diterapkan atau diberlakukan. 8. Ujicoba Pemakaian Setelah pengujian terhadap produk yang dihasilkan sukses, dan mungkin ada revisi yang tidak begitu penting, maka langkah berikutnya yaitu produk yang berupa sistem kerja baru tersebut diberlakukan atau diterapkan pada kondisi nyata untuk ruang lingkup yang luas. Dalam pengoperasian sistem kerja baru tersebut, tetap harus dinilai hambatan atau kekurangan yang muncul guna dilakukan perbaikan yang lebih lanjut. 9. Revisi Produk 64
Revisi produk ini dilaksanakan, bila dalam perbaikan pada yang kondisi nyata terdapat kelebihan dan kekurangan. Dalam uji pemakaian produk, sebaiknya pembuat produk selaku peneliti selalu mengevaluasi bagaimana kinerja dari produknya dalam hal ini yaitu sistem kerja. 10. Pembuatan Produk Masal Pada tahap pembuatan produk masal ini dilaksanakan bila produk yang telah diujicobakan dinyatakan efektif serta layak untuk diproduksi secara masal. Sebagai contoh pembuatan mesin yang dapat mengubah sampah menjadi bahan yang bermanfaat, hendak diproduksi masal bila berdasarkan studi kelayakan baik dari aspek ekonomi, teknologi, dan lingkungan memenuhi. Jadi untuk memproduksi suatu produk, pengusaha dan peneliti harus saling bekerja sama. 10 langkah tesebut dirujuk dari “The Major Steps in the R & D Cycle Borg and Gall.” Pengadaptasiannya diwujudkan dalam bentuk perencanaan teknis sasaran dan jenis kegiatan yang akan dilakukan dalam tiap tahapnya. Sukmadinata (2010) menjelaskan bahwa jika kesepuluh langkah penelitian dan pengembangan diikuti dengan benar, maka akan dapat menghasilkan suatu produk pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan. Langkah-langkah tersebut bukanlah hal baku yang harus diikuti, langkah yang diambil bisa disesuaikan dengan kebutuhan peneliti. Oleh karena itu,dari sepuluh langkah Sugiyono tersebut, peneliti hanya melakukan langkah pertama sampai kelima, yang meliputi potensi dan masalah, mengumpulkan informasi, desain produk, validasi desain, dan perbaikan desain. Hal ini penulis lakukan karena keterbatasan waktu. Pada penelitian dan pengembangan ini akan menghasilkan 65
suatu produk berupa model pembelajaran menulis teks eksposisi bagi siswa SMP/MTs kelas VIII. Secara rinci tahapan penelitian yang dilakukan akan dijelaskan sebagai berikut : A. Tahap Potensi dan Masalah Penelitian dapat berangkat dari adanya potensi dan masalah. Potensi adalah segala sesuatu yang bila didayagunakan akan memiliki nilai tambah. Masalah adalah penyimpangan antara yang diharapkan dengan yang terjadi (Sugiyono, 2015 : 409-410). Masalah juga dapat dijadikan potensi jika kita dapat mendayagunakannya. Metode penelitian yang digunakan untuk tahap ini adalah constant comparative methods. Tujuan tahap potensi dan masalah ini adalah untuk : (1) mengetahui hasil karangan siswa berupa teks eksposisi yang sudah ada selama ini; (2) menganalisis kebutuhan terhadap model pembelajaran menulis teks eksposisi yang akan dikembangkan; (3) evaluasi model pembelajaran yang digunakan guru dalam pembelajaran menuis teks eksposisi selama ini ; dan (4) deskripsi temuan kebutuhan model pembelajaran menulis teks eksposisi. Potensi yang penulis temui dari hasil wawancara, guru memiliki metode yang berbeda-beda dalam membelajarkan menulis.Dari 15 orang guru Bahasa Indonesia yang penulis wawancarai, mereka adalah guru- guru yang kreatif. Mereka memiliki metode yang berbeda- beda ketika membelajarkan keterampilan menulis, khususnya menulis teks eksposisi. Sedangkan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini, ditunjukkan dengan data empirik, Selain dari hasil wawancara dan angket, data tersebutjuga diperoleh dari laporan penelitian 66
yang relevan . Adapun inti masalah penelitian ini adalah siswa menemui kesulitan dalam menulis teks eksposisi dan guru menemui kesulitan dalam mengajar menulis teks eksposisi.Hal ini diduga, model pembelajaran yang digunakan guru kurang tepat.Masalah tersebut menjadi potensi untuk mengembangkan model pembelajaran menulis teks eksposisi. Informasi pokok yang perlu dicari dalam tahap ini adalah untuk mengetahui pentingnya pengembangan model pembelajaran menulis teks eksposisi tersebut. Penjelasan mengenai pelaksanaan tahap ini diuraikan sebagai berikut : 1. Strategi Penelitian Untuk menggali informasi secara luas, komprehensif, dan mendalam berkenaan dengan hasil karangan siswa dan model pembelajaran yang digunakan guru dalam pembelajaran menulis teks eksposisi selama ini, peneliti menggunakan strategi penelitian deskriptif eksplanatif.Tujuan umum dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran menulis teks eksposisi di SMP. Sedangkan tujuan khususnya , peneliti bisa menggali dan memperoleh potensi dan masalah yang mendalam tentang hal- hal sebagai berikut. Pengalaman guru terkait dengan model pembelajaran menulis teks eksposisi yang pernah digunakan: a. Kondisi nyata di sekolah tentang hasil penerapan model pembelajaran yang sudah ada selama ini; b. Mengetahui model pembelajaran yang perlu dikembangkan berdasarkan asumsi guru; 67
c. Kondisi nyata tentang kebutuhan guru terkait dengan model pembelajaran ‘ khususnya ateri menulis teks eksposisi di SMP/MTs. 2. Sumber Data Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Informan Informan dalam penelitian ini terdiri atas : (1) guru SMP mata pelajaran Bahasa Indonesia di wilayah kabupaten Banyumas; (2) siswa kelas 8 SMP di wilayah kabupaten Banyumas; dan (3) dua orang pakar untuk menilai keefektifan model pembelajaran yang selama ini diterapkan maupun model pembelajaran yang akan dikembangkan. b. Aktivitas Aktivitas yang dimaksud di sini adalah keadaan di sekolah ketika proses pembelajaran menulis teks eksposisi berlangsung. Aktivitas yang diamati adalah aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran menulis teks eksposisi. c. Tes; berupa hasil karangan siswa. B. Tahap Mengumpulkan Informasi Pada tahap ini, peneliti membagi kegiatan berupa pengumpulan informasi dan penentuan tempat dan waktu penelitian. Pengumpulan informasi dimulai dari analisis kurikulum dan mencari referensi kajian teori tentang model pembelajaran , serta membaca penelitian- penelitian sejenis yang relevan. Di samping itu, peneliti menggunakan teknik pengumpulam data mengacu pada konsep Cohen, et al., (2007:271) tentang langkah- langkah pengumpulan data, yaitu: 68
1. Wawancara Peneliti melakukan wawancara mendalam (in-depth interview) dengan responden guru tentang berbagai hal yang berkaitan dengan model pembelajaran. Wawancara dengan guru juga telah dilakukan untuk memperoleh informasi permasalahan atau tantangan dalam kegiatan menulis khususnya pada materi menulis teks eksposisi. 2. Observasi Observasi dilakukan secara terencana dan terkontrol (structured or controlled observation). Peneliti melakukan observasi awal di kelas peneliti sendiri, yaitu kelas 8C SMP N 3 Karanglewas. Peneliti mengobservasi kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti, dibantu oleh sesama guru Bahasa Indonesia. Selama observasi, peneliti mencatat semua aktivitas guru dan siswa selama kegiatan pembelajaran. Kegiatan observasi ini dilengkapi dengan lembar observasi yang sudah disiapkan oleh peneliti. 3. Tes hasil karangan siswa berupa teks eksposisi. Tempat penelitian bertempat di SMP wilayah kabupaten Banyumas.Ada 72 SMP negeri dan 86 SMP swasta di kabupaten Banyumas, sehingga semua SMP negeri maupun swasta berjumlah 158 SMP yang dibagi ke dalam 7 Sub Rayon berdasarkan kedekatan lokasinya. Peneliti memilih SMP di Sub Rayon 2 untuk mengambil data tahap awal, karena peneliti berada di wilayah Sub Rayon 2 dan dari 15 SMP yang ada di wilayah tersebut memiliki keberagaman. 15 SMP tersebut terdiri dari 9 SMP negeri dan 6 SMP swasta .Sub Rayon 2 meliputi SMP 69
di 3 wilayah kecamatan, yaitu kecamatan Karanglewas, Kedungbanteng, dan Baturaden. Waktu penelitian selama kurang lebih enam bulan, dari bulan Juli 2018 sampai dengan Januari 2019.Peneliti mengambil waktu ini karena materi teks eksposisi ada di semester 1 dan 2 untuk kelas 8.Pada semester ganjil, peneliti mengambil data awal sedangkan semester genap untuk menerapkan prototype model pembelajaran yang dikembangkan. C. Tahap Pengembangan Model Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap pengembangan model adalah (1) menganalisis RPP untuk membelajarkan menulis teks eksposisi; (2) menerapkan model pembelajaran menulis teks eksposisi dengan Genre Based Construction; (3) menganalisis hasil belajar siswa dengan model pembelajaran CBC berupa hasil karangan siswa; (4) menerapkan model pembelajaran menulis teks eksposisi dengan CIRC ;(5) menganalisis hasil belajar siswa dengan model pembelajaran CIRC berupa hasil karangan siswa;dan (6) tahapan penyusunanmodel pembelajaran menulis teks eksposisi yang telah dikembangkan; yaitupengembangan model pembelajaran GBC berbasis CIRC bagi siswa SMP/MTs kelas VIII. Langkah- langkah tersebut akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Analisis RPP untuk membelajarkan menulis teks eksposisi. Dari data awal yang peneliti temukan di RPP guru Bahasa Indonesia di SR 2 khususnya materi teks eksposisi, mereka menggunakan RPP produk hasil pelatihan kurikulum 2013 dari pemerintah ataupun download dari internet 70
sehingga dari 15 orang guru tersebut belum ada yang mengembangkan RPP nya sendiri berdasarkan KI dan KD. RPP tersebut sudah memenuhi validitas RPP untuk kurikulum 2013, sayangnya belum dikembangkan sendiri oleh guru yang bersangkutan. Yang terjadi di sekolah adalah RPP hanya sebagai syarat administrasi saja, bukan rancangan pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh guru di dalam kelasnya. Padahal ketika pemebelajaran di kelanya, guru memiliki kreatifitas yang berbeda – beda dalam membelajarkan menulis teks eksposisi. Hal ini terjadi karena beberapa hal. Salah satunya adalah guru tidak memahami tentang model pembelajaran yang dia gunakan di kelasnya, padahal sudah melakukannya. 2. Menerapkan model pembelajaran menulis teks eksposisi dengan Genre Based Construction. Dari hasil analisis RPP pada langkah sebelumnya ditemukan bahwa RPP yang beredar dan dipakai sebagai administrasi oleh guru adalah RPP dengan Genre Based Construction.Oleh karena itu, peneliti menggunakan RPP tersebut untuk diterapkan di kelas peneliti. Peneliti menerapkan RPP dengan model pembelajaran Genre Based Construction di kelas dari awal sampai evaluasi berupa hasil karangan siswa. 3. Analisis hasil belajar siswa dengan model pembelajaran CBC berupa hasil karangan siswa. Peneliti menganalisis hasil karangan siswa dari hasil pembelajaran dengan Genre Based Construction dengan menggunakan rubrik penilaian menulis teks eksposisi .Aspek penilaiannya meliputi isi, struktur, sistematika, EYD, dan 71
pengembangan bahasa.Rubrik penilaian ini diadaptasi dari Heaton, Coffin, Johnson dan Nurgiantoro. Rubrik ini bisa dilihat pada lampiran. 4. Menerapkan model pembelajaran menulis teks eksposisi dengan CIRC. Peneliti melakukan hal sama seperti pada tahap ke-2, hanya dalam hal ini peneliti menerapkan RPP dengan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composistion (CIRC) di kelas dari awal sampai evaluasi berupa hasil karangan siswa. 5. Analisis hasil belajar siswa dengan model pembelajaran CIRC berupa hasil karangan siswa. Pada tahap ini, peneliti melakukan hal yang sama seperti pada tahap ke 3, yaitu peneliti menganalisis hasil karangan siswa dari hasil pembelajaran dengan CIRC dengan menggunakan rubrik penilaian menulis teks eksposisi. 6. Tahap penyusunan model pembelajaran menulis teks eksposisi yang telah dikembangkan; yaitu pengembangan model pembelajaran GBC berbasis CIRC bagi siswa SMP/MTs kelas VIII. Berdasarkan hasil karangan siswa dan analisis kebutuhan serta deskripsi tentang model pembelajaran menulis teks eksposisi yang sudah ada selama ini menunjukkan kondisi yang belum optimal. Oleh karena itu perlu dirumuskan prototype model pembelajaran menulis teks eksposisi GBC berbasis CIRC bagi siswa SMP/MTs kelas VIII. Dasar pembuatan prototype ini adalah model – model teoretis pembelajaran menulis teks eksposisi di SMP dan kondisi nyata di sekolah.Untuk 72
itu, peneliti menyiapkan komponen – komponen model pembelajaran menulis teks eksposisi di SMP sesuai dengan kebutuhan guru dan siswa. Komponen-komponen tersebut terdiri dari syntax, social system, principles of reaction, support system, serta instructional objective dan nurturant effect (Joyce & Weil dalam Penulisyani 2014: 50-52). Langkah-langkah yang ditempuh pada tahap ini adalah sebagai berikut: a. Mengujicobakan prototype model pembelajaran menulis teks eksposisi di SMP tempat peneliti bertugas. b. Mengidentifikasi kekurangan yang ditemui pada praktik penerapan prototype model pembelajaran dari aspek komponen-komponen model pembelajaran dan keberterimaan dari guru dan siswa. c. Melaksanakan revisi terhadap komponen-komponen yang masih kurang sempurna dalam prototype model pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.Pelaksanaan ketiga langkah di atas dilakukan dengan teknik Focus Group Discusion (FGD) yang melibatkan peneliti sendiri, pakar model pembelajaran bahasa Indonesia, dan guru Bahasa Indonesia SMP. D. Tahap Validasi Setelah pengembangan model pembelajaran GBC berbasis CIRC disusun, selanjutnya dinilai oleh ahli berdasarkan instrumen validasi berupa lembar validasi dengan menggunakan angka skor penilaian, kolom saran, dan saran untuk bahan perbaikan. Pakar dalam penelitian ini adalah ahli model pembelajaran Bahasa Indonesia.Pada tahap ini, dua orang pakar dilibatkan sebagai assessor 73
(penilai) kualitas model pembelajaran berdasarkan komponen- komponen yang dikembangkan dan kriteris teoretis yang telah ditetapkan. Para pakar tidak dilibatkan dalam pengamatan langsung di sekolah untuk efisiensi .Para pakar dilibatkan setelah peneliti menemukan berbagai kelemahan. E. Tahap Perbaikan Tahap perbaikan dilakukan berdasarkan saran para ahli.Berdasarkan hasil revisi tersebut kemudian disusunkembali prototipe pengembangan model pembelajaran GBC berbasis CIRC bagi siswa SMP/MTs kelas VIII. Secara ringkas, tahapan penelitian tersebut divisualisasikan dalam bagan 3.1. pada halaman berikut ini. 74
Tahap I Tahap II Potensi dan Masalah 1. Siswa menemui kesulitan dalam Pengumpulan Informasi menulis teks eksposisi 2. Guru menemui kesulitan dalam 1. Analisis kurikulum mengajar menulis teks eksposisi 3. Model pembelajaran yang 2. Telaah pustaka dan penelitian digunakan guru kurang tepat sejenis yang relevan 3. Observasi kebutuhan pengembangan model pembelajaran menulis teks eksposisi bagi siswa SMP/MTs kelas VIII. Tahap IV Tahap III Validasi Desain Desain Produk 1. Pengajuanprototipe model pembelajaran menulis teks Merancang dan menyusun model eksposisi untuk siswa pembelajaran menulis teks eksposisi SMP/MTs kelas VIII. untuk siswa SMP/MTs kelas VIII 2. Penilaian prototipe oleh ahli Tahap V Revisi Desain Proses mengoreksidan memperbaiki kesalahan setelah validasi produk dan prototipe. PRODUK PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MENULIS TEKS EKSPOSISI UNTUK SISWA SMP/MTs KELAS VIII Gambar 3. 3 Langkah-langkah Penelitian dan Pengembangan 75
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini disampaikan hasil penelitian dan pembahasan terkait dengan pengembangan model GBC dalam pengajaran menulis teks eksposisi menggunakan model CIRC. Pembahasan akan berfokus pada desain pengembangan, kelayakan produk, dan respon guru terhadap model pembelajaran yang dikembangkan. Pada desain pengembangan ada empat tahapan yang telah dilalui oleh peneliti untuk menghasilkan pengembangan ini. Keempat tahap tersebut mengacu pada teori Sugiyono (2015) yang secara rinci akan dijelaskan sebagai berikut. A. Potensi dan Masalah Tahap potensi dan masalah menurut Sugiyono (2015:409) adalah tahap mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam pembelajaran menulis teks eskposisi dengan model GBC. Wawancara dilakukan terhadap 15 orang guru Bahasa Indonesia . Dari 15 orang guru tersebut, baru 3 orang guru atau 20% jumlah responden yang memahami tentang pembelajaran berbasis teks.4 guru atau 26,7% sudah mengetahui tetapi belum memahami, 2 guru atau 13,3 % asal menjawab, dan 6 guru atau 40% mengaku baru mendengar tentang itu.Dari data di atas diketahui bahwa ternyata banyak guru yang belum mengetahui apalagi memahami tentang pembelajaran berbasis teks Hal ini menjadi masalah karena bagaimana guru bisa membelajarkan dengan baik apabila dia sendiri tidak tahu apa yang harus dia belajarkan kepada 63
siswanya. Data hasil wawancara tersebut bisa dilihat pada gambar 4.1 berikut ini. 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Memahami (20%) Mengetahui (26,7%) Tidak Tahu (53,3%) Gambar 4. 1 Diagram Pemahaman Guru tentang Pendekatan Berbasis Teks Di samping itu, guru juga mengalami kesulitan dalam pembelajaran menulis teks eksposisi. Tidak semua model pembelajaran yang ada tepat digunakan di kelas dan tidak semua model pembelajaran yang ada efektif untuk diterapkan di kelas.Kondisi siswa dan kelas serta kemampuan guru dalam mengimplementasikan model pembelajaran tersebut menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penerapan model pembelajaran oleh guru di kelas.Walaupun 15 orang guru yang peneliti wawancara hanya 7 orang yang mengetahui tentang pembelajaran berbasis teks, ke 15 guru tersebut mempunyai kreatifitas dalam membelajarkan menulis teks eksposisi.Hal ini menjadi potensi bagi peneliti untuk menggali informasi lebih jauh tentang membelajarkan menulis teks eksposisi. 64
Secara ringkas hasil wawancarapenggunaan metode pada pembelajaran menulis teks eksposisi bisa dilihat pada gambar 4.2. 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Gambar 4. 2 Diagram Hasil Wawancara Penggunaan Metode pada Pembelajaran Menulis Teks Eksposisi Hasil wawancara dengan guru ternyata hampir sama dengan hasil wawancara siswa. Siswa mengalami kesulitan ketika harus menghasilkan produk menulis, khususnya menulis teks eksposisi.Dari 31 responden siswa,8 orang siswa atau 25,5% dari jumlah responden mengalami kesulitan pada kosa kata, 10 siswa atau 32,3 % mengalami kesulitan pada EBI, 12 siswa atau 41,9% kurang berminat pada pelajaran Bahasa Indonesia, 13 siswa atau 48,4% mengalami kesulitan dalam penggunaan bahasa dan 20 siswa atau 64,5 % kesulitan dalam mengembangkan ide. Data tersebut bisa dilihat pada gambar 4.3 berikut ini. 65
70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Ide (20 Kosa kata (8 Minat (12 Penggunaan EBI (10 orang = orang = orang = Bahasa (13 orang = 64,5%) 25,8%) 41,9%) orang = 32,3%) 48,4%) Gambar 4. 3 Diagram Kesulitan Siswa dalam Menulis Teks Eksposisi Dari permasalahan yang teridentifikasi maka kebutuhan untuk mengembangkan model pembelajaran terutama untuk menulis karangan eksposisi menjadi penting.Terkait dengan hal itu, diputuskan unyuk menggunakan modifikasi model pembelajaran CIRC dengan GBC untuk memudahkan pengajaran.Dipilihnya model CIRC karena model pembelajaran ini dibuat khusus untuk pembelajaran bahasa. Hal ini sesuai dengan namanya yang merupakan program komprehensif untuk mengadakan membaca dan menulis pada kelas Sekolah Dasar disamping sekolah yang lebih tinggi ( Slavin dalam Hera, 2015 : l16). Oleh karena bersifat integratif, maka dalam aplikasinya selalu mengaitkan kedua jenis keterampilan tersebut.Hal ini juga didukung hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran ini efektif untuk mengajarkan menulis karangan eksposisi.Hasil – hasil penelitian di atas, menguatkan bahwa model pembelajaran CIRC dapat meningkatkan efektifitas pembelajaran menulis. Dengan demikian keputusan 66
untuk menggunakan model CIRC sebagai modifikator model GBC dianggap cukup potensial. B. Mengumpulkan Informasi Pada tahap potensi dan masalah, peneliti menemukan empat hal sebagai dasar penelitian yaitu : (1) Guru memiliki metode yang berbeda-beda dalam membelajarkan menulis; (2) Siswa menemui kesulitan dalam menulis teks eksposisi; (3) Guru menemui kesulitan dalam mengajar menulis teks eksposis; dan (4) Model pembelajaran yang digunakan guru kurang tepat. Temuan pada tahap mengumpulkan informasi ini sebagai dasar peneliti untuk memantapkan ke langkah berikutnya, yaitu desain produk. Pada tahap ini peneliti melakukan tiga hal, yaitu : (1) Kajian pustaka ; (2) Observasi Kelas; dan (3) Analisis Kebutuhan Guru dan Siswa. Berikut akan diuraikan ketiga hal tersebut sebagai berikut . 1. Kajian Pustaka Untuk memperkuat landasan teori yang akan peneliti lakukan, peneliti mencari referensi dan mengkaji buku- buku dan hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan . Di samping itu, peneliti juga mengakses sumber – sumber yang berasal dari internet. Adapun buku- buku, hasil penelitian, maupun sumber lain yang peneliti jadikan referensi bisa dilihat pada daftar pustaka. 2. Observasi Kelas Selain melakukan observasi di kelasnya sendiri, peneliti juga melakukan observasi di beberapa sekolah lain, untuk mengambil data empiris 67
terkait dengan penelitian ini. Dari hasil observasi kelas yang dilanjutkan dengan wawancara setelahnya, peneliti merangkum hasil observasi dan wawancara terkait dengan model pembelajaran untuk menulis teks eksposisi. Fakta terinci dijelaskan sebagai berikut : a. Metode Ceramah Dari 15 orang guru bahasa Indonesia, 9 orang guru atau 60% menggunakan metode ceramah. Alasan mereka menggunakan metode ini secara umum adalah mereka lebih mudah dalam menyampaikan informasi, khususnya cara menulis teks eksposisi. Pernyataan yang dikutip dari guru yang berkode D1/B/W sebagai berikut “Saya menggunakan metode ceramah karena saya tidak mungkin mengajar tanpa menjelaskan. Paling tidak untuk kegiatan apersepsi, di saat saya harus mengingatkan kembali kepada siswa tentang pelajaran sebelumnya.Siswa saya tidak paham kalau belum dijelaskan terlebih dahulu.Saya menggunakan metode ceramah ini untuk memudahkan saya dalam mengelola kelas juga.” Dari kutipan di atas, guru tersebut menggunakan metode ceramah pada kegiatan awal pembelajaran, yaitu pada saat apersepsi, di mana guru tersebut dalam mengawali pelajaran, mengingatkan materi sebelumnya dan apa yang akan dilakukan pada pembelajaran kali ini dirasa perlu untuk menjelaskan. Hampir sama dengan guru sebelumnya, guru dengan kode D4/B/W menyampaikan sebagai berikut : “Dalam pembelajaran menulis teks eksposisi ,anak akan lebih paham apabila saya menjelaskan terlebih dahulu. Saya sudah terbiasa dengan mentode ceramah ini. Dan terus terang saya tidak paham ada metode pembelajaran yang lain. Kalau toh ada, 68
kembalinya juga akan kembali ke metode ceramah alias konvensional.” Berdasarkan kutipan tersebut, guru berkode D4/B/W berasumsi bahwa apapun pembelajarannya, beliau lebih mantap untuk menggunakan metode ceramah. Berbeda dengan kedua guru di atas, guru dengan kode D12/B/W, D13/B/W, dan D14/B/W menyatakan bahwa dalam membelajarkan menulis teks eksposisi, metode ceramah hanya digunakan untuk mengantarkan siswa menuju ke metode berikutnya, yaitu metode diskusi atau tugas. Guru – guru tersebut menyatakan bahwa tidak mungkin guru melepaskan diri dari metode ceramah, minimal untuk menjelaskan langkah diskusi ataupun tugas yang akan dilaksanakan. Dari 9 orang guru yang memilih metode ceramah dalam membelajarkan menulis teks eksposisi diperoleh data bahwa 6 orang guru menggunakan metode ceramah ini untuk menjelaskan materi, sedangkan 3 orang guru memerlukan metode ceramah hanya sebagai jembatan untuk menerangkan langkah kerja yang harus dilakukan siswa. b. Metode Tanya Jawab Penerapan metode tanya jawab pada pembelajaran menulis teks eksposisi dilakukan oleh 5 orang atau 33%. Guru berkode D2/B/W, D4/B/W, D8/B/W, dan D15/B/W menyatakan bahwa ketika melakukan metode ceramah, tidak mungkin untuk melepaskan dari metode tanya jawab. Karena dari hasil metode ceramah, guru mengecek pemahaman siswa melalui kegiatan tanya 69
jawab. Sehingga menurut keempat guru tersebut, antara metode ceramah dan metode tanya jawab merupakan satu kesatuan. Berbeda dengan pendapat diatas, guru berkode D7/B/W menyatakan : “Saya menggunakan metode tanya jawab hanya untuk mengetahui sejauh mana siswa menguasai materi tentang menulis eksposisi, dengan itu saya bisa menyiapkan apa yang harus saya berikan pada siswa.” Guru tersebut menerapkan metode tanya jawab untuk mengetahui penguasaan materi siswa berkaitan dengan menulis teks eksposisi yang sudah diketahui ataupun dikuasai siswa. Hal ini dilakukan untuk mengetahui hal apa yang harus diberikan kepada siswa. Agak berbeda dengan pendapat guru tersebut, guru berkode D15/B/W berpendapat : “ Saya menggunakan metode tanya jawab ketika kegiatan menanya pada langkah metode saintifik. Pada kegiatan menanya, para siswa bisa saling menanya dan menjawab, baik dengan siswa dalam satu kelompok, siswa dari kelompok lain maupun pertanyaan yang dilontarkan kepada guru selaku fasilitator.” Guru berkode D15/B/W dalam pembelajaran menulis teks eksposisi menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan saintifik. Metode tanya jawab digunakan ketika kegiatan menanya pada salah satu langkah model pembelajaran saintifik. Menurut data di atas, metode tanya jawab digunakan sebagai satu kesatuan dengan metode ceramah, untuk mengambil data awal dari pengetahuan yang sudah dikuasai siswa, dan terintegrasi pada kegiatan menanya di langkah pembelajaran saintifik. c. Metode Diskusi 70
Metode diskusi digunakan dalam pembelajaran menulis teks eksposisi.Ada 6 orang atau 40% guru melakukan metode diskusi tersebut.Pada umumnya, Dari 6 guru tersebut, 5 orang guru berkode D1/B/W, D3/B/W,D6, D11/B/W,dan D14/B/W menggunakan metode diskusi karena dengan pembelajaran berbasis saintifik, mengharuskan siswa bekerja dalam kelompok. Ketika siswa bekerja dalam kelompoknya, mereka memerlukan diskusi. Berbeda dengan kelima guru tersebut, guru berkode D8/B/W menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi dalam pembelajaran menulis teks eksposisi : “ Saya terbiasa menggunakan metode ceramah dan tanya jawab untuk menjelaskan materi. Setelah itu siswa berdiskusi untuk menulis teks eksposisi. Saya sendiri terus terang masih bingung metode apa yang harus saya gunakan dalam mengajarkan menulis teks eksposisi. Buktinya hasil dari tulisan siswa tidak sesuai yang saya harapkan. Mereka hanya menyalin teks yang sudah ada , bukan memproduksi atau mengarang dengan kalimatnya sendiri.” Dari data tersebut di atas, metode diskusi dilaksanakan sebagai bagian dari langkah pembelajaran saintifik. Metode diskusi juga digunakan karena guru merasa bingung menrapkan metode apa yang tepat untuk menulis teks eksposisi. d. Metode Tugas Metode tugas hanya dilakukan oleh 3 orang atau 20% dari 15 guru responden. Guru dengan kode D5/B/W, D12/B/W, dan D13/B/W menerapkan metode tugas untuk mengetahui penguasaan siswa setelah diberikan materi. Guru berkode D12/B/W dan D13/B/W menjelaskan materi dengan menggunakan metode ceramah. Setelah mendapatkan penjelasan dari guru, untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi yang sudah dijelaskan guru 71
memberikan tugas menulis kepada siswa.Tugas ini dikerjakan oleh siswa di rumah. “ Tugas ini dilakukan karena keterbatasan waktu di sekolah. Hanya kelemahannya bisa terjadi, siswa tidak mengerjakan sendiri. Buktinya, siswa hanya menyalin atau mendownload dari internet, atau dibuatkan oleh orang lain. “ Sedangkan guru dengan kode D5/B/W menerapkan metode tugas untuk mengambil data awal atau semacam pre test untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan awal siswa terhadap materi yang akan diajarkan. Menurut data yang diperoleh, metode tugas dipilih guru untuk mengatasi keterbatasan waktu, mengecek pengetahuan awal siswa, dan untuk mengetahui penguasaan materi oleh siswa setelah diberikan materi oleh guru. e. Genre Based Construction Selain metode konvensional, yaitu metode ceramah dan tanya jawab,metode tugas, dan metode diskusi; ada 3 orang atau 20% yang sudah menerapkan Genre Based Construction atau pembelajaran berbasis teks untuk mengajarkan menulis. Guru dengan kode D9/B/W dan D10/B/W menerapkan pembelajaran berbasis teks karena mengikuti alur RPP yang dibuatnya. RPP tersebut dibuat berdasarkan Buku Siswa yang merupakan buku paket wajib kurikulum 2013. Sedangkan guru dengan kode D7/B/W menyampaikan bahwa beliau menggunakan metode tanya jawab terlebih dahulu, sebelum menerapkan pembelajaran berbasis teks. “Saya biasanya banyak bertanya kepada siswa untuk menggali pengetahuan awal siswa. Setelah itu, saya langsung membangun 72
konteks, memberi banyak contoh, dan mulai membuat teks eksposisi secara berkelompok. Setelah itu, baru siswa membuat teks secara individu.” Agak berbeda dengan pernyataan di atas, guru dengan kode D10/B/W menyatakan : “Dalam pembelajaran menulis dengan berbasis teks, saya mengelompokkan siswa dengan tema yang sudah ditentukan.Saya memandu siswa dengan pertanyaan - pertanyaan yang berkaitan tema untuk menyusun kerangka. Setelah kerangka tersebut sudah fix, baru dikembangkan. Setelah jadi, baru dikomunikasikan untuk ditelaah struktur dan unsur kebahasaannya. Melalui diskusi dan perbaikan , baru anak menulis teks sendiri.” Dari pernyataan tersebut diperoleh data bahwa guru menerapkan pembelajaran berbasis teks karena mengikuti alur Buku Siswa yang sudah berdasarkan pembelajaran berbasis teks. f. Metode Saintifik Metode saintifik diterapkan oleh 8 orang atau 53,3% dari 15 orang guru responden. Mereka menggunakan metode saintifik ini dengan alasan bahwa pembelajaran ini merupakan ruh dari Kurikulum 2013; bahwa pembelajaran dalam Kurikulum 2013 harus menggunakan pendekatan saintifik. Guru dengan kode D1/B/W dan D14/B/W memilih menggunakan metode ceramah, saintifik, dan diskusi. Pernyataannya sebagai berikut : “Saya menggunakan metode ceramah untuk mengarahkan dan membekali anak menuju materi yang akan dipelajari.Setelah itu, saya menerapkan metode saintifik, sesuai dengan RPP yang saya buat.Sedangkan diskusi merupakan bagian yang tidak terpisahkan pada saintifik, ketika siswa bekerja dalam kelompok.” 73
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127