Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

Published by UMG Press | Universitas Muhammadiyah Gresik, 2022-04-25 09:46:16

Description: Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

Search

Read the Text Version

40 oleh kemampuan Negara tersebut dalam menjual apa yang diinginkan konsumen bukan menjual apa yang dihasilkan. 3. Keunggulan daya saing, ditentukan oleh kemampuan mendayagunakan keunggulan komparatif yang dimiliki mulai dari hulu (up-stream industry) hingga ke hilir (down- stream industry), dalam menghasilkan suatu produk yang sesuai dengan preferensi konsumen, artinya pendayagunaan keunggulan sisi penawaran ditujukan untuk memenuhi preferensi konsumen. Kuncoro (2004) mengatakan bahwa daya saing suatu negara dicapai lewat akumulasi daya saing stratejik setiap perusahaan dalam perkonomian global. Perbaikan daya saing memungkinkan penduduk suatu negara meningkatkan taraf hidup penduduknya. Untuk membangun daya saing yang sustainable, dengan sinergi aspek resources base yang dimiliki, bangunan daya saing daerah dapat menjadi kokoh dan memiliki kesinambungan yang utuh, hal tersebut harus dipadukan dengan komitmen stakeholder, kompetensi yang dimiliki, konektivitas dan konsep yang mendukung terangkatnya daya saing ekspor non-migas daerah. Membangun kompetensi lokal yang berdaya saing tinggi jangan hanya melihat pada kemampuan sumber daya alamnya saja; tapi harus mengacu pada sinergi kemampuan resources base yang dimiliki yaitu : tangibles, intangibles, dan human resources (SDM). Saragih (2001), mengatakan terdapat alasan yang kuat mengapa daya saing agribisnis harus tetap ditingkatkan secara terus menerus, diantaranya adalah: Pertama, konsumen produk agribisnis yang kita hadapi adalah manusia yang selalu ingin melampaui status masa kini (status present) sehingga selalu Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

41 menuntut lebih (demanding demand) dan tidak pernah puas (monotinic). Agribisnis yang tidak mampu memenuhi preserensi konsumen yang berkembang akan kehilangan daya saingnya. Kedua, keunggulan komparatif yang menjadi landasan keunggulan daya saing, baik teknologi maupun faktor endowment, dapat saja hilang. Porter (1993) mengatakan persaingan adalah inti dari keberhasilan atau kegagalan perusahaan. Persaingan akan mampu menyebabkan ketepatan aktifitas perusahaan sehingga mampu meningkatkan kinerja perusahaan, kondisi aktivitas itu berupa adanya inovasi, budaya kohesif, atau pelaksanaan yang baik sesui dengn perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan strategi bersaing adalah proses mencari posisi bersaing yang menguntungkan di dalam suatu industri yang merupakan dasar untuk mampu bersaing. Strategi bersaing bertujuan menegakkan posisi yang menguntungkan dan dapat mengkoptimalkan kekuatan yang dimiliki dan memanfatkan peluang untuk mampu memenangkan persaingan. Keunggulan bersaing pada dasarnya berkembang dari nilai potensi sebagai kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan dalam menciptakan produk yang mampu memberikan kepuasan bagi konsumen. Sedangkan nilai adalah apa yang pembeli bersedia bayar, dan nilai yang unggul berasal dari tawaran harga yang lebih rendah daripada pesaing untuk manfaat yang sepadan atau memberikan manfaat unik yang lebih daripada mengimbangi harga yang lebih tinggi. Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

42 3.4. Upaya Meningkatkan Daya Saing Sektor Perkebunan Upaya meningkatkan peran produksi dan ekspor sektor perkebunan, perlu adanya upaya pengembangan produk-produk unggulan yang mampu bersaing di pasar, baik pasar domestik maupun pasar internasional baik yang mempunyai keunggulan kompetitif mupun keunggulan komparatif. Pengembangan produk unggulan dapat dilakukan melalui proses keterkaitan yang membentuk suatu sistem agribisnis dari sistem pra produksi, produksi, pengolahan dan pemasaran (Kartasasmita, 1996) Perkembangan persaingan global yang berjalan cepat maka peningkatan sektor perkebunan perlu didukung sebuah kebijakan besar yang mengatasnamakan konsep pembangunan perkebunan secara simultan yang dapat diarahkan pada tiga kelompok antara lain : 1. Program yang ditujukan untuk memperbaiki alokasi sumber daya sehingga produktifitas tanah meningkat, antara lain berupa penyediaan kredit produksi konservasi tanah, pengelolaan hutan, pembangunan irigasi, pewilayahan pedesaan dan program perencanaan tata guna lahan perkebunan. 2. Kebijakan harga hasil produk perkebunan, antara lain berupa penetapan harga produk oleh pemerintah dalam upaya mendukunh program pengendalian produksi, surplus produk, ekspor dan lain-lain. 3. Program-program yang dipersiapkan untuk memperbaiki distribusi pendapatan, seperti pemberian tanah secara gratis kepada petani, pengembangan koperasi kepada petani, pelayanan jasa konsultasi dan supervise kredit, program Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

43 perbaikan pengolahan tanah serta penyediaan dana untuk pemilikan dan perluasan rehabilitasi tanah pertanian. Sementara itu dalam rangka meningkatkan daya saing produk-produk perkebunan menurut Wibowo (2000), meliputi tujuh hal penting yang perlu diperhatikan : 1. Kualitas produk. Perlu terus dikembangkan standar mutu hasil-hasil perkebunan baik yang menyangkut bahan mentah maupun hasil olahannya. Meskipun tingkat proteksi dalam bentuk non tarif, terutama yang terbentuk quantitative retriction measure akan berkurang, akan tetapi proteksi dalam bentuk persyaratan teknis nampaknya masih akan mewarnai perdagangan hasil perkebunan pada masa yang akan datang. Keadaan ini terbentuk dengan adanya tuntutan konsumen akan mutu yang semakin meningkat dengan semakin meningkatnya taraf hidup penduduk dunia, bahkan di Negara-negara maju masyarakat akan menuntut adanya jaminan mutu sejak awal proses produksi hingga ke tangan konsumen 2. Kontinuitas Jaminan kontinuitas suplai merupakan salah satu persyaratan mutlak bagi kelangsungan perdagangan. Kelangsungan perdagangan Kelangsungan suplai ini akan semakin mempengaruhi pemeliharaan pangsa pasar yang ada. 3. Waktu dan penganganan pengiriman Ketepatan waktu dan penganangan pengiriman (on time delivery) baik pemasaran lokal maupun ekspor produk Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

44 perkebunan. Masalah ketepatan waktu ini penting untuk produk dalam menjaga kualitas. 4. Teknologi Dalam sistem agribisnis, peran teknologi hampir selalu dibutuhkan dalam setiap subsistemnya, mulai dri pengadaan saran produksi, proses usahatani, agroindustri maupun dalam pemsaran hsilnya. Penyediaan informasi berbagai alternatif teknologi baru yang kompatibel merupakan kebutuhan dalm pengembangan agribisnis secara menyeluruh. 5. Sumberdaya manusia Pada sektor perkebunan secara keseluruhan dilakukan oleh petani sebagai pelaku utama mencakup seluruh kegiatan subsektor. Kualitas sumberdaya manusia perkebunan yang relative rendah menjadi salah satu penyebab rendahnya produktifitas. 6. Negara pesaing Indonesia Sebagai negara pengekspor perkebunan, Indonesia memiliki banyak pesaing yang secara tradisional menghasilkan produk-produk yang sama dengan produk-produk Indonesia yang pada umumnya berupa produk pertanian tropis. 7. Insentif investasi Investasi pemerintah di sektor perkebunan dapat berupa investasi langsung, seperti pencetakan sawah, pembangunan gudang penyimpanan, pengadaan saran produksi, pembuatan bengkel alat dan mesin pertanian; maupun yang tidak berkaitan dengan kegiatan produktif langsung, seperti pengeluaran untuk pembinaan sumberdaya manusia Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

45 (penyuluhan, pendidikan, pelatihan), penelitian dan investasi barang serta pemasaran hasil perkebunan. Berkaitan dengan upaya peningkatan daya saing komoditas perkebunan di pasar regional Yudohusodo (2009), menyatakan bahwa negara-negara lain sudah lama menikmati previlage. Dari pemerintah, baik untuk menghadapi pasar bebas maupun untuk melindungi produksi perkebunan agar kesejahteraan bisa dinikmati. Proteksi-proteksi untuk komoditas perkebunan memang sampai sejauh ini diperlukan untuk perlindungan produksi perkebunan Indonesia. Untuk mengantisipsi hal tersebut perlu ditetapkannya tarif bea masuk (pajak impor) yang wajar bagi sejumlah komoditas luar yang memang dibutuhkan tetapi tidak mampu dipenuhi dari hasil produksi perkebunan Indonesia. Sebaliknya, bila para petani Indonesia mampu memasok kebutuhan dalam negeri maka tarif masuk komoditas dari luar harus ditinggalkan. Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

46 Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

47 BAB 4 POTENSI TEMBAKAU JAWA TIMUR Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan yang masih memiliki peranan sangat strategis mulai dari tingkat petani maupun nasional. Kondisi tersebut terlihat dari eksistensi pemberdayaan komoditas tembakau yang mampu melibatkan jutaan penduduk untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan dari kegiatan usaha mulai hulu sampai hilir dari kegiatan agribisnis tembakau dan sekaligus sebagai komoditas perdagangan yang menjadi sumber devisa dan sumber penerimaan pajak yang sangat potensial dan memberikan sumbangan yang besar di Indonesia. Kegiatan usahatani tembakau dari aspek pendapatan dari mampu memberikan kontribusi lebih dari 50% dari keseluruhan pendapatan yang diterima keluarga petani. Bahkan untuk beberapa wilayah marjinal dengan kondisi iklim, tingkat kesuburan lahan dan topografinya hanya cocok untuk ditanami tembakau sehingga tanaman tembakau merupakan andalan dan itu terdapat di kabupaten Bojonegoro, Lamongan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep . Dampak adanya usahatani tembakau adalah berkembangnya industri rokok yang mampu memberikan dampak Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

48 pada penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja tersebut, meliputi kegiatan di tingkat budidaya sampai pemasaran rokok ke konsumen yang berarti kegiatan usahatani tembakau mampu memberikan dampak yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja. Di sisi lain, kontribusi sebagai sumber penghasilan pajak secara tidak langsung dapat ditunjukkan dari cukai pabrik rokok. Tren penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) selalu meningkat setiap tahun. Kenaikan penerimaan CHT disebabkan adanya relaksasi pelunasan cukai hasil tembakau dan keberhasilan Penertiban Cukai Berisiko Tinggi (PCBT) melalui pemberantasan pita cukai rokok ilegal. Pada 2018, penerimaan CHT sebesar Rp 152,9 triliun atau berkontribusi sebesar 95,8% dari total pendapatan cukai yang sebesar Rp 159,6 triliun. Angka penerimaan CHT pada 2018 meningkat 3,5% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 147,7 triliun. Pada 2019, diproyeksikan penerimaan CHT meningkat 3,9% menjadi Rp 158,9 triliun. Berdasarkan aspek sosial dan ekonomi di atas, eksistensi pengembangan komoditas tembakau Jawa Timur tetap akan dilestarikan. Berdasarkan kondisi agroekologinya, di propinsi Jawa Timur memang merupakan wilayah yang cocok untuk pertanaman tebu yang tersebar di 20 kabupaten/kota dan beragam varietas. Adapun perkembangan jumlah luas areal lahan yang diusahakan untuk budidaya tembakau di tingkat Nasional dan provinsi Jawa Timur yang dapat dilihat pada tabel berikut : Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

49 Tabel 4. Luas Areal Tanam Tembakau dan Pertumbuhannya Tingkat Nasional dan Jawa Timur, Tahun 2015-2019 Nasional JAWA TIMUR TAHUN Luas Tanam Luas Tanam Pertumbuhan (Ha) (Ha) (%) 2015 211.105 108.524 - 2016 157.966 64.143 - 25,17 2017 203.926 100.750 29,09 2018 205.031 105.429 0,54 2019 206.672 105.595 0,80 Rata-rata 196.940 96.888 1,32 Sumber : Data Diolah, Tahun 2019 Tabel 4. menunjukkan bahwa luas areal tanam tembakau tingkat nasional maupun provinsi jawa Timur dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu tahun 2015 – 2019 mengalami pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 1,32. Perkembangan luas areal tanaman tembakau tiap tahunnya mengalami fluktuasi salah satunya dipengaruhi oleh tataniaga tembakau yang tidak menentu, kebijakan pemerintah yang kurang memberikan dukungan terhadap perkembangan industri rokok yang merupakan pasar utama dari produksi petani, anomali iklim yang memberikan kegagalan dalam kegiatan usahatani tembakau. Trend perkembangan luas areal tanam tembakau tingkat nasional maupun provinsi jawa Timur dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu tahun 2015 – 2019 dapat digambarkan sebagai berikut : Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

50 Gambar 12. Trend Perkembangan Luas Areal Tanam Tembakau Tingkat Nasional dan Jawa Timur, Tahun 2015-2019 Gambar 12. menunjukkan bahwa perkembangan luas areal tanaman tembakau tingkat Nasional dan Jawa Timur mempunyai kecenderungan meningkat dengan nilai pengganda untuk tingkat Nasional sebesar 3.819,9 artinya bahwa luas areal tanaman tembakau tingkat Nasional pada tahun berikutnya akan digandakan peningkatannya sebesar 3.819,9 Ha, sedangkan nilai pengganda untuk tingkat Jawa Timur sebesar 3.542,8 artinya bahwa luas areal tanaman tembakau tingkat Jawa Timur pada tahun berikutnya akan digandakan peningkatannya masing-masing sebesar 3.542,8 Ha Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

51 Sedangkan perkembangan dan pertumbuhan jumlah produksi tembakau di tingkat Nasional dan provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5. Produksi Tembakau dan Pertumbuhannya Tingkat Nasional dan Jawa Timur, Tahun 2015- 2019 Nasional JAWA TIMUR TAHUN Luas Luas Tanam Pertumbuhan Tanam (Ha) (Ha) (%) 2015 195.806 99.743 2016 128.745 42.191 -34,25 2017 183.160 79.442 42,27 2018 183.326 84.015 0,09 2019 186.407 85.053 1,68 Rata-rata 175.489 78.089 2,45 Sumber : Data Diolah, Tahun 2019 Kondisi produksi tingkat nasional maupun provinsi jawa Timur dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu tahun 2015 – 2019 mengalami pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 2,45%. Tabel 5. Menunjukkan perkembangan produksi tembakau cenderung berfluktuasi. Penurunan produksi tembakau bisa disebabkan karena adanya perubahan kondisi cuaca dan bencana alam seperti curah hujan yang tinggi serta disinyalir disebabkan oleh produktifitas tenaga kerja, kondisi tersebut disebabkan oleh motivasi petani tembakau yang mulai menuru berkenaan dengan stabilitas harga terutama adanya dampak kenaikan cukai yang sudah relatif tinggi Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

52 Adapun trend perkembangan produksi tembakau tingkat nasional maupun provinsi jawa Timur dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu tahun 2015 – 2019 dapat digambarkan sebagai berikut : ` Gambar 13. Trend Perkembangan Produksi Tembakau Tingkat Nasional dan Jawa Timur, Tahun 2015-2019 Gambar 13. menunjukkan bahwa perkembangan produksi tembakau tingkat Nasional dan Jawa Timur mempunyai kecenderungan meningkat dengan nilai pengganda untuk tingkat Nasional sebesar 3.578,3 artinya bahwa produksi tembakau tingkat Nasional pada tahun berikutnya akan digandakan peningkatannya sebesar 3.578,3 Ha, sedangkan nilai pengganda untuk tingkat Jawa Timur sebesar 1.244,4 artinya bahwa produksi tembakau Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

53 tingkat Jawa Timur pada tahun berikutnya akan digandakan peningkatannya masing-masing sebesar 1.244,4 to Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

54 Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

55 BAB 5 DAYA SAING TEMBAKAU JAWA TIMUR Program pengembangan suatu komoditas tergantung kepada kesesuaian kondisi spesifik wilayah. Namun pada beberapa komoditas misalnya tembakau, tanaman ini mempunyai persyaratan tumbuh yang hampir sama dengan beberapa komoditas lainnya seperti padi, palawija, dan beberapa jenis sayuran. Dengan demikian terjadi persaingan penggunaan lahan antar komoditi. Berdasarkan analisis usahatani beberapa komoditas yang memerlukan persyaratan tumbuh yang sama, ternyata komoditas bawang merah memberikan pendapatan yang tertinggi menyusul cabe, padi, palawija dan hortikultura. Pengembangan tembakau ditinjau dari sudut pendapatan usahatani bersaing dengan komoditi jagung, kacang tanah, bawang merah dan cabe. Pendapatan usahatani tembakau lebih rendah dibanding dengan bawang merah dan cabe. Apalagi umur tanaman tembakau lebih lama dibanding ketiga komoditi yang disebut terakhir.salah satu faktor yang mendorong petani mengembangkan tembakau karena adanya kepastian pasar. Para petani tembakau pada umumnya sudah bermitra dengan industri rokok atau perusahaan eksportir tembakau, sehingga petani termotivasi untuk mengembangkan tembakau secara turun temurun. Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

56 Pada daerah-daerah tertentu seperti di Bondowoso, Situbondo, Lumajang, Sampang, Pamekasan, Sumenep, Bojonegoro, dan daerah lainnya, sudah melekat sebagai daerah tembakau dan telah merupakan sumber pendapatan masyarakat sejak lama, sehingga masyarakat telah menyatu dengan bisnis tembakau. 5.1. Keunggulan Komparatif Usahatani Tembakau Jawa Timur Konsep daya saing berpijak dari konsep keunggulan komparatif yang pertama kali dikenal dengan model Ricardian, yang lebih dikenal dengan hukum keunggulan komparatif (The Law of Comparative Advantage) dari Ricardo. Teori keunggulan komparatif Ricardo disempurnakan oleh G. Haberler yang menafsirkan bahwa labor of value hanya digunakanuntuk barang antara, sehingga menurut G. Haberler teori biaya imbangan (theory opportunity cost) dipandang lebih relevan. Selanjutnya, teori Heckscher Ohlin tentang pola perdagangan menyatakan bahwa komoditas-komoditas yang dalam produksinya memerlukan faktor produksi (yang melimpah) dan faktor produksi (yang langka) di ekspor untuk ditukar dengan barang-barang yang membutuhkan faktor produksi dalam proporsi yang sebaliknya. Jadi secara tidak langsung faktor produksi yang melimpah di ekspor dan faktor yang langka di impor (Ohlin, 1933). Menurut Simatupang (1991), keunggulan komparatif merupakan ukuran keunggulan potensial (daya saing) yang akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dikatakan juga memiliki efisiensi secara ekonomi. Keunggulan Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

57 komparatif bersifat dinamis mengikuti perkembangan kondisi ekonomi dunia, lingkungan domestik dan teknologi. Keunggulan komparatif adalah suatu ukuran relatif yang menunjukkan potensi keunggulan komoditas dalam perdagangan di pasar bebas (bersaing sempurna). Dalam konteks tersebut maka faktor-faktor utama yang perlu ditelaah lebih lanjut adalah: 1. Apakah tembakau mempunyai keunggulan komparatif; 2. Apakah keunggulan komparatif (potensial) dari komoditas tersebut di pasar juga unggul (memiliki keunggulan kompetitif); 3. Apakah memiliki prospek keberlanjutan yang memadai; 4. Bagaimana kekuatan dan kelemahan yang ada dalam sistem komoditas tersebut dalam kaitannya dengan peluang dan ancaman yang dihadapi; dan 5. Kebijakan apa yang harus ditempuh agar keunggulan komparatif tersebut terwujud dalam keunggulan kompetitif dan berkelanjutan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa usahatani tembakau baik tembakau asepan dan tembakau rajangan menunjukkan bahwa komoditas tembakau mempunyai keunggulan komparatif, yang ditunjukkan oleh besaran nilai koefisien DRC < 1. Hasil analisis untuk komoditas tembakau di Jawa Timur diperoleh nilai koefisian DRC 0,57. Jika dibandingkan dengan komoditas kompetitor utama yaitu komoditas jagung diperoleh nilai koefisien DRC antara 0,32 - 0,54. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa bahwa bagi Jawa Timur untuk menghasilkan satu-satuan output tembakau pada harga sosial diperlukan korbanan biaya sumberdaya domestik pada harga sosial lebih kecil Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

58 dari satu. Atau dengan kata lain untuk menghasilkan satu-satuan devisa harus mengorbankan biaya imbangan sumberdaya domestik yang lebih kecil. Dengan hasil tersebut bagi Jawa Timur secara ekonomi akan lebih menguntungkan meningkatkan produksi tembakau dalam negeri dibandingkan mengimpor dari luar negeri. Hasil ini merupakan salah satu faktor penjelas makin berkembangnya industri pengolahan tembakau dan pabrik rokok dalam negeri meskipun terdapat kebijakan pemerintah yang sifatnya distortif terhadap peningkatan efisiensi dan daya saing pada sistem komoditas tersebut. Nilai DRC akan lebih tinggi jika perhitungan DRC menggunakan harga jual produksi pada tingkat harga ekspor, yang berarti bahwa nilai tambah sosialnya akan semakin lebih besar jika dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk biaya tenaga kerja dan modal investasi. Biaya tenaga kerja merupakan salah satu dari modal yang harus dikeluarkan oleh petani dan termasuk dalam modal tidak tetap dalam pelaksanaannya selalu membengkak dari biaya yang sudah direncanakan. Sedangkan sifat dari modal tidak tetap antara lain : 1. Modal mempunyai sifat produktif, yaitu meningkatkan kapasitas usaha yang produktif. 2. Modal mempunyai sifat prospektif, yaitu meningkatkan produktivitas usaha kemudian hari. Sifat ini terwujud apabila sebagian pendapatan yang diterima hari ini dapat disisihkan. Sedangkan pada kegiatan produksi tembakau di Jawa Timur mempunyai tingkat penggunaan tenaga kerja yang efisien hal ini dikarenakan tenaga kerja yang digunakan menggunakan Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

59 tenaga kerja dalam keluarga yang sudah berpengalaman serta sehingga dapat meningkatkan nilai efisiensi usaha produksi usahatani tembakau. Keunggulan komparatif dari kegiatan usahatani tembakau di Jawa Timur akan lebih nampak lagi kalau ditinjau dari : 1. Tersedianya tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar dengan upah yang relatif rendah. 2. Masih tersedianya lahan perkebunan yang cukup luas untuk usahatani tembakau (Propinsi Jawa Timur salah satu sentra produksi tembakau di Indonesia). Akan tetapi kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa meskipun usahatani usahatani yang dilakukan petani mempunyai nilai komparatif yang tinggi akan tetapi dalam persaingan tembakau dari luar propinsi seperti dari Jawa Barat khususnya dari kabupaten temanggung dan dari Nusa Tenggara Barat apalagi dengan tembakau impor yang memiliki saya saing tinggi, hal ini dikarenakan tembakau merupakan komoditas politik sehingga dalam mengatasi tersebut kedepanya diperlukan bantuan kebijakan pemerintah dalam mengembangan usahatani tembakau. 5.2. Keunggulan Kompetitif Sudaryanto dan Simatupang (1993) mengemukakan bahwa konsep yang lebih cocok untuk mengukur kelayakan finansial adalah keunggulan kompetitif atau sering disebut “revealed competitive advantage” yang merupakan pengukur daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian aktual. Keunggulan kompetitif suatu produk dapat dianalisis dengan Koefisien Biaya Sumberdaya Domestik atau Private Cost Ratio (PCR). Nilai PCR menunjukkan kemampuan sistim komoditi Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

60 membiayai faktor domestik pada harga privat. Kriteria pengambilan keputusaan yaitu apabila nilai PCR < 1, berarti sistem komoditi tersebut mampu membiayai faktor domestiknya pada harga privat dan kemampuan itu meningkat dan sebaliknya. Hasil analisis menunjukkan bahwa untuk komoditas komoditas tembakau diperoleh nilai koefisien PCR 0,62. Sebagai pembanding hasil analisis untuk usahatani komoditas jagung di madura dan bondowoso diperoleh nilai PCR antara 0,66 dan 0,83. Nilai koefisien PCR untuk komoditas tembakau < 1, menunjukkan pengusahaan usahatani tembakau di Jawa Timur baik menunjukkan usahatani tembakau mempunyai keunggulan kompetitif yang tinggi. Artinya untuk menghasilkan satu-satuan nilai tambah output pada harga privat hanya diperlukan kurang dari satu-satuan biaya sumberdaya domestik. Dapat juga mengandung makna untuk menghemat satu-satuan devisa pada harga privat hanya diperlukan korbanan kurang dari satu-satuan biaya sumberdaya domestik. Berdasarkan kajian di lapang dan studi pustaka menunjukkan keunggulan kompetitif komoditas tembakau disebabkan kesesuaian agroklimat, teknologi budidaya dan pengolahan sudah dikuasai dengan baik. Hanya permasalahan pokok yang sering dihadapi petani tembakau adalah faktor eksternal di luar kontrol mereka, seperti fluktuasi harga di pasar dunia dan fluktuasi nilai tukar. Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

61 Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

62 BAB 6 KONDISI DAN PERSEPSI PETANI TEMBAKAU JAWA TIMUR 6.1 Existing Petani Tembakau Jawa Timur Petani tembakau didaerah penelitian didominasi dengan kelompok yang sudah memiliki pengalaman lebih dari 15 tahun. Hal ini berarti mereka sudah memiliki pengalaman yang banyak dalam bidang pertembakauan baik berkaitan dengan melakukan perencanaan atau persiapan untuk memulai pada musim tanam, melakukan pengelolaannya, proses pemanenan, tahapan yang harus dilakukan setelah dipanen, sampai pada siapa saja dan apa yang harus dilakukan dalam proses tata niaga tembakau yang akan dilalui. Meski kondisinya tidak selalu sama, ketika mereka menjadi petani tembakau dilatarbelakangi tiga hal yang paling utama yaitu: 1. Tradisi keluarga atau pekerjaan yang diwariskan. Pekerjaan yang hampir tidak pernah berubah dengan menggunakan pola yang sama sejak nenek moyang. Dari hasil wawancara yang diperoleh yang pernah mencoba usaha lain atau menanam komoditas lain tetapi hasilnya kurang memuaskan sehingga kembali lagi pada tradisi yang sudah dilakukan; Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

63 2. Tradisi masyarakat setempat. Pekerjaan sebagai petani tembakau merupakan hal yang dianggap paling lazim untuk dilakukan. Hal ini ini disebabkan karena hampir semua penduduk di dusun atau kampungnya menanam tembakau. Petani yang berlatar belakang pada kategori ini merasa sulit untuk berbeda dengan lingkungan sekitar, karena merasa akan mendapatkan banyak kendala. Misalnya: dalam mengolah dan menjual hasilnya harus melakukan sendiri atau membuat jaringan yang tidak pasti. Selama ini hasil panen tembakau sudah memiliki jaringan yang pasti. Dan ketika menanam komoditas yang sama dengan lingkungan maka kendala tersebut dapat diminimalisir.; 3. Kehendak diri sendiri Dengan tingkat pendidikan dan keterampilan yang terbatas mereka memilih untuk menjadi petani tembakau. Karena selama ini mereka menganggap bahwa untuk menjadi petani tembakau tersebut tidak memerlukan tingkat pendidikan maupun keterampilan yang tinggi. Indikator existing petani tembakau lainnya adalah dari aspek ekonomi. Para petani tembakau memperoleh penghasilan dari hasil pertaniannya di bawah Rp. 5.000.000 per panen. Penghasilan yang diperoleh ini digunakan untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan anggota keluarga yang harus ditanggung (3 - 4 orang) sampai pada masa panen berikutnya. Penghasilan yang dimaksud disini adalah penghasilan bersih yang diperoleh dari hasil menanam tembakau. Pendapatan merupakan jumlah nominal yang diperoleh petani dari budidaya tembakau (rupiah per hektar). Dinyatakan dalam rupiah dari selisih Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

64 antara penerimaan dan biaya produksi yang dikeluarkan oleh responden untuk budidaya tembakau pada satu musim tanam terakhir. Banyak di antara mereka yang tidak memiliki pekerjaan lain sebagai sampingan rutin sehingga tidak memiliki penghasilan tambahan yang berarti. Dan seadainya ada tambahan hanya kurang dari Rp.1.000.000/ bulan. Namun diantara mereka ada yang juga memiliki penghasilan tambahan di atas Rp. 1.000.000. 6.2 Persepsi Petani tentang Tata Niaga Tembakau Persepsi merupakan proses kognitif yang dialami setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Persepsi tersebut merupakan penafsiran yang unik terhadap situasi yang dihadapi dan dialaminya, bukan pencatatan yang benar terhadap situasi (Walgito, 1993). Menurut Bernardt, persepsi adalah pengetahuan mengenai sesuatu objek dalam kaitannya dengan usaha-usaha penyesuaian dengan apa yang akan dimaksudkan, sedangkan menurut Karn, persepsi merupakan kesadaran yang terpilih dan terorganisasi terhadap rangsangan yang muncul dari luar sesuai dengan apa yang sedang dibahas atau dipikirkan (Sarwono, 1991). Adapun persepsi petani yang dibahas dalam laporan ini adalah persepsi yang diarahkan mengenai kondisi pemasaran tembakau di jawa timur yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Penentuan kualitas dan harga dalam tata niaga tembakau Berdasarkan pengalaman para petani tembakau selama ini bahwa penentuan kualitas tembakau yang mereka produksi bukan sepenuhnya menjadi haknya. Meskipun mereka sudah berusaha untuk memilih bibit, menanam – mengelola Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

65 - memanen hasil, sampai pada mengolah hasil panenan dengan cara yang terbaik yang bisa mereka lakukan namun dalam proses transaksi dengan pihak lain penentuan jenis kualitas tembakau bukan sepenuhnya menjadi haknya. Penentuan jenis kualitas tembakau akan sangat tergantung dengan konsep yang dimiliki atau keputusan dari juragan, atau pengepul, atau grader sebagai wakil dari pabrikan. Misalnya: berdasarkan pengalaman, pengetahuan dan prosesnya petani menganggap bahwa tembakau yang diproduksinya adalah berkualitas baik (F) namun bisa jadi akan berubah pada anggapan setingkat juragan atau pengepul dan grader. Tembakaunya tersebut dianggap pada kategori E atau D dengan mengemukakan alasan-alasan klasik. Berdasarkan hasil angket yang disampaikan bahwa pengalaman mereka dalam penentuan kualitas tidak selalu tepat bahkan bisa jadi tidak pernah tepat. Penentuan kualitas tembakau di semua lokasi sentra produksi di Jawa Timur bersifat manual dan visual/organoleptik sangat tergantung kebutuhan pabrik rokok. Standar kualitasnya meliputi: a. Warna tembakau kering : hitam, coklat, merah bata, hijau, kuning kehijauan. Kecerahan warna ada 3 yaitu kusam, pucat, dan cerah; b. Pegangan/body dinilai kurang (tidak elastis/ kasar), sedang (sedikit elastis), cukup (agak elastis), dan baik (elastis); c. Aroma dinilai jelek (tidak harum dan tidak aromatis), kurang (sedikit harum, sedikit aromatis), sedang Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

66 (harum sedikit aromatis), cukup (harum agak aromatis) dan baik (harum aromatis); d. Tingkat kekeringan dinilai kurang, sedang, cukup, dan baik. Tata niaga tembakau memiliki sifat fancy product artinya mutu menentukan harga. Kondisi tersebut berarti sekalipun produktivitas meningkat, namun apabila mutunya rendah, tidak akan memberikan manfaat yang memadai. Pemerintah daerah setempat menyatakan bahwa pasar tembakau tersebut merupakan pasar abnormal, tidak seperti pasar pada umumnya Mekanisme pasar yang menganut hukum supply and demand tidak berlaku. Sistem yang berlaku adalah oligopsoni. Hal ini terjadi karena penjual jauh lebih banyak daripada pembelinya (pabrik rokok). Selain itu, umumnya yang berlaku untuk perdagangan komoditas hasil pertanian atau perkebunan apapun akan berbatas waktu yang tidak lama. Untuk musim perdagangan tembakau biasannya hanya akan jatuh pada rentang bulan Agustus sampai September. Pada pihak petani, begitu panen tidak ada harapan selain harus terbeli pabrik rokok. Mereka tidak mungkin menyimpan untuk musim perdagangan berikutnya, karena butuh peralatan yang tidak mungkin mereka jangkau. Hal inilah yang dapat menyebabkan posisi tawar petani terhadap produk tembakaunya lemah. Petani tidak bisa menentukan sendiri harga tembakau yang diproduksinya. Dalam penentuan kualitas maupun harga dalam tata niaga tembakau yang terjadi sampai saat ini belum memiliki standar atau peraturan khusus dari pemerintah daerah yang Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

67 bisa digunakan sebagai pedoman bagi semua pemangku kepentingan agar dapat berjalan secara pasti dan tidak merugikan pihak manapun. 2. Transaksi dan pihak yang terlibat dalam tata niaga tembakau Sistem transaksi yang terjadi antara penjual dan pembeli adalah dengan membawa contoh/sampel kemudian setelah ada penentuan harga yang disepakati penjual akan membawa semuanya kepada petani. Namun ada bertransaksi langsung dengan membawa tembakau secara keseluruhan kepada pembeli dengan seluruh biaya yang muncul akibat transaksi tersebut dibebankan kepada penjual, dan lainnya. Cara pembayarannyapun menyesuaikan ada yang menggunakan pembayaran dimuka, pembayaran uang muka (DP) selanjutnya pelunasannya setelah tembakau diterimakan secara keseluruhan dan pembayaran langsung ada barang langsung dengan harga yang disepakati. Dalam tata niaga tembakau di Jawa Timur sistem membangun mekanisme bahwa petani tidak dapat berhubungan atau menjual langsung ke pabrikan, dengan kata lain harus melalui perantara terlebih dahulu. Perantara yang dimaksud adalah pengepul, tengkulak, pengrajang, juragan dan pedagang. Macam-macam mekanisme tata niaga berdasarkan banyaknya perantara yang terlibat adalah: a. Petani – pengepul daun – perajang – pengepul – juragan – grader b. Petani –perajang – pengepul – juragan – grader c. Petani – tengkulak – juragan – grader d. Petani – tengkulak – grader Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

68 e. Petani – pedangang – grader Pihak lain yang terlibat dalam tata niaga tembakau adalah grader. Grader adalah orang yang ditunjuk langsung berdasarkan kepercayaan (trust) dari pabrikan yang ada di daerah. Memiliki peran sebagai penanggung jawab atas kualitas tembakau yang akan masuk ke pabrik agar sesuai dengan kebutuhan. Mereka akan memeriksa tembakau yang masuk secara manual dan organoleptik. Sehingga kondisi fisik dan psikhis yang baik akan menjadi modal yang sangat penting dalam menjalankan perannya. Peran yang lain adalah menentukan kategori kualitas dan harga tembakau yang masuk melalui perantara. Setiap pabrikan memiliki antara 5 - 10 grader. Dalam menjalankan tugas mereka akan berhubungan langsung dengan perantara baik secara eksklusif (membangun jaringan dengan orang-orang yang memiliki kartu anggota) atau tidak. Pabrikan akan membeli tembakau dari masyarakat sesuai dengan kebutuhan Peran pemerintah dalam tata niaga tembakau dianggap belum sepenuhnya bisa dirasakan oleh masyarakat petani. Hal ini dibuktikan dengan pemerintah belum dapat berintervensi dalam proses tata niaga tembakau yang terjadi di pasar baik dalam penentuan harga, kualitas maupun mengurangi kiprah para tengkulak-tengkulak atau oknum yang berderet-deret dan tidak diharapkan oleh para petani. Peran pemerintah saat ini adalah sebagai fasilitator, memberikan informasi kepada masyarakat melalui para kelompok tani tentang kuota yang ditentukan oleh pabrikan Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

69 pada awal musim tanam dan menghimbau kepada masyarakat untuk menanam tembakau sesuai dengan kebutuhan pasar dan menjaga kualitas. Selain itu juga menghimbau kepada para pabrikan untuk dapat membeli tembakau dari masyarakat dengan harga yang pantas dengan tujuan agar kesejahteraan petani dapat lebih terjamin baik. Peran pemerintah sebagai mediator, jika terjadi permasalahan antara pabrikan dengan petani, misal: ketika pabrikan sudah menutup penerimaan pasokan tembakau dari petani sedangkan masih ada tembakau yang belum dijual/terjual dikarenakan masa panen yang tidak sama maka pemerintah akan meminta kepada pabrikan agar dapat membeli tembakau tersebut. Selanjutnya pabrikan akan membuka diri secara khusus kepada petani-petani tersebut. Namun pemerintah daerah tetap tidak dapat menjamin bahwa pabrikan akan membeli dengan harga yang sama dengan waktu sebelum tutup. Dari berbagai pengalaman yang dimiliki para petani terkait tata niaga tembakau di Jawa Timur, secara tegas mereka menganggap masih belum baik dan berharap ada perubahan yang yang lebih berpihak pada kesejahteraan petani. Peran aktif dari berbagai pemangku kepentingan yang melindungi petani sangatlah dibutuhkan Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

70 Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

71 BAB 7 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN KAWASAN TEMBAKAU JAWA TIMUR Provinsi Jawa Timur memiliki potensi yang sangat besar untuk pengembangan sektor pertanian saat ini. Pertanian masih menjadi leading sector bagi perekonomian Jawa Timur di era digital seperti saat ini, salah satunya adalah tembakau. Tembakau merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan strategis dalam perekjonomian nasional, yakni merupakan sumber pendapatan negara melalui devisa negara, cukai, pajak, serta sumber pendapatan petani, dan juga berperan menciptakan lapangan kerja. Berdasarkan data Badan pusat Statistik (BPS) dari tahun 2010-2016, terdapat empat daerah dengan produksi tembakau cukup besar di Jawa Timur yakni Jember, Probolinggo, Situbondo dan Bojonegoro, dimana menyumbang sebesar 2,01% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur pada 2016 dengan nilai tambah bruto sebesar Rp. 27,321 miliar. Ditinjau dari aspek komersial, komoditas tembakau merupakan bahan baku industri dalam negeri sehingga keberadaannya perlu dipertahankan kontinyuitasnya dan lebih Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

72 ditingkatkan. Tembakau sendiri merupakan produk yang sangat sensitif terhadap cara budidaya, lokasi tanam, musim/cuaca, dan cara pengolahan. Komoditas tembakau dan produk olahan tembakau mepunyai nilai ekonomi yang tinggi, dimana merupakan sumber pendapatan yang tinggi baik bagi masyarakat dan pemerintah. Dalam industri hasil tembakau, tembakau merupakan bahan baku utama sehingga pasokan bahan baku tembakau harus tetap terjaga untuk keberlakutan industri. Standarisasi produk harus diterapkan baik untuk tembakau maupun produk olahan tembakau, dimana hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas tembakau dan tingkat kepuasan konsumen. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi tembakau di Jawa Timur berfluktuasi dari tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan tembakau merupakan salah satu komoditas pertanian yang sensitif dengan cara budidaya yang dilakukan, musim/cuaca, lokasi tanam dan cara pengolahan. Industri hasil tembakau mempunyai peran besar terhadap penerimaan negara yaitu melalui pajak dan cukai, penerimaan, penyerapan tenaga kerja, dan perlindungan terhadap petani tembakau serta efek pengganda lainnya. Industri hasil tembakau merupakan industri padat karya yang mempunyai keterkaitan dari semua aktivitas yang terjadi yaitu berupa pengadaan bahan baku, khususnya tembakau dan cengkeh dan Industri lainnya yang memberikan sumbangan besar terhadap pengurangan tingkat pengangguran dan peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat yang berhubungan dengan tembakau yaitu berupa industri penyerap tenaga kerja yang potensial. Permasalahan utama dari industri pertembakauan adalah belum terwujudnya iklim kompetisi yang sehat dalam sistem Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

73 pemasaran dan perdagangan yaitu harga di tingkat konsumen yang terdistorsi, pasokan tembakau jumlahnya tidak memenuhi kebutuhan dan mutunya rendah. Masing-masing permasalahan menjadikan penampilan (performance) industri hasil tembakau saat ini masih belum optimal. Pada abad ke-21 ini, terdapat sejumlah tekanan (Pressure) yang memberikan sebuah ancaman bagi keberlangsungan seluruh bisnis atau industri, termasuk industri pengolahan tembakau. Sejumlah faktor melatarbelakangi munculnya tekanan tersebut, terutama disebabkan oleh perkembangan teknologi. Sebuah industri harus mampu melakukan sebuah inovasi atau terobosan terbaru dalam mempertahankan eksistensi dan keberlangsungan operasional sebuah indsutri. Di satu sisi, tantangan tersebut dapat dilihat sebagai peningkatan risiko. Di sisi lain, tantangan-tantangan yang sama dapat dilihat sebagai peluang bagi sebuah organisasi untuk terlibat dalam inovasi yang berorientasi pada keberlanjutan. Dalam memperhatikan keberlanjutan jangka panjang dari industri hasil tembakau, pemerintah sendiri telah membuat sebuah roadmap atau kerangka rinci yang terkait dengan perencanaan dan optimalisasi industri hasil tembakau ke depan. Berdasarkan roadmap yang telah disusun, visi industri hasil tembakauadalah terciptanya sebuah industri yang berorientasi pada aspek kesehatan masyarakat, di samping penyerapan tenaga kerja dan pendapatan negara. Industri hasil tembakau disusun guna meningkatkan daya saing dan menerapkan standarisasi baik dari kualitas produk yang dihasilkan maupun input atau bahan baku yang digunakan. Dalam mencapai tujuan industri hasil tembakau yang berkelanjutan, diperlukan sebuah model bisnis yang dapat mengintegrasikan Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

74 proses penciptaan nilai ekonomi, lingkungan dan sosial ke dalam satu tujuan inti bisnis mereka. Lebih rinci faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kawasan Tembakau di Jawa Timur dapat diuraikan sebagai berikut : 7.1. Analisis Faktor Internal Pada analisis faktor-faktor internal ini terdiri dari dua bagian yaitu kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) yang ada pada internal pengembangan kawasan perkebunan tembakau berbasis varietas lokal petani di Jawa Timur dengan uraian sebagai berikut : 1. Kekuatan (strengths) a. Jumlah Petani Banyak Petani merupakan pelaku agiribisnis memegang peranan yang penting dalam upaya pengembangan, sedangkan jumlah petani merupakan cerminan banyaknya minat dari petani untuk melakukan kegiatan usaha usahatani tembakau karena nilai ekonomi yang dapat dirasakannya sebagai salah satu sumber pendapatan keluarga dari usahatani. Petani yang melakukan usahatani tembakau di propinsi Jawa Timur selain karena sebagai usaha yang menjanjikan terhadap perolehan keuntungan juga akibat bahwa adanya budaya turun menurun dalam melakukan kegiatan usahatani tembakau. Semakin banyak jumlah petani yang melakukan usahatani tembakau akan berpengaruh terhadap jumlah produksi yang dihasilkan. Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

75 Jawa Timur memiliki lahan tanam tembakau terluas di Indonesia dan memberikan sumbangan produksi tembakau nasional sebesar 51%. Kondisi tersebut merupakan kekuatan yang dimiliki Jawa Timur dalam upaya pengembangan kawasan perkebunan tembakau berbasis korporasi petani yang mampu memberikan angin segar dalam keberlanjutan usahatani tembakau. b. Budaya Tanam Tembakau Budaya tanam tembakau merupakan budaya yang sudah mendarah daging bagi petani di beberapa potensi sentra tembakau di Jawa Timur secara umum. Mereka belum merasa bangga jika tidak sukses menanam tembakau. Bahkan untuk beberapa daerah seperti Bondowoso, Situbondo, Jember, Lumajang dan Madura ada semacam keyakinan yang ditanam dalam jiwa seorang petani tembakau adalah “kalau tidak tanam tembakau tidak laki-laki”. Untuk itu militansi petani tembakau tidak perlu diragukan lagi. Kondisi tersebut sudah terjadi diawal penentuan lokasi perkebunan tembakau pada zaman penjajahan Belanda dan saat ini Provinsi Jawa Timur merupakan sentra perkebunan tembakau nasional yang terbesar dan mampu memberikan kontribusi terhadap negara cukup besar. Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

76 Gambar 14. Militansi Petani dalam Kegiatan Usahatani Tembakau c. Peran Asosiasi petani Tembakau Indonesia (APTI) Dalam perannya sebagai pelindung petani, terdapat tiga tugas pokok dan misi yang diemban APTI. Pertama, menerjemahkan program pengembangan tembakau agar bisa diberikan petani dan petani mampu mengerti tentang program dari pemerintah. Tugas kedua adalah menjembatani pasar dalam hal ini antara petani dengan industri pengolahan tembakau dan tugas terakhirnya adalah berkaitan dengan regulasi. Hal ini merupakan kekuatan yang diharapkan memberikan peranannya dalam peningkatan pengembangan tembakau di Jawa Timur. Upaya-upaya yang telah dilakukan adalah menggerakan massa dari unsur petani tembakau ketika harga tembakau turun dalam upaya menyuarakan suara petani tembakau agar mampu didengar dan diperhatikan oleh pemerintah, mengupayakan pendampingan untuk petani, mengajukan proposal Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

77 untuk sosialisasi, mendampingi grader di perusahaan agar tidak ada unsur semena-mena dari industri pengolahan tembakau khususnya industri rokok, mensosialisasikan untuk mengikuti mitra. Dalam peningkatan peranannya, APTI mengadakan pertemuan rutin dengan anggotanya dengan sistem rolling untuk setiap bulannya. Saat ini APTI tidak memiliki dana dan belum bisa mengajukan Dana Bagi Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) sendiri kepada pemerintah yang diharapkan kedepannya mempunyai hak untuk mendapatkan dana dari DBH-CHT dalam meningkatkan perannnya untuk kesejahteraan kelompok petani tembakau. d. Produk Indikasi Geografis Sebagai produk dengan mutu yang khas, selama ini belum disadari bahwa tembakau dapat dikategorikan sebagai produk dengan Indikasi Geografis. Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek, produk dengan indikasi geografis dapat diusulkan oleh Pemerintah Daerah untuk mendapat Hak Perlindungan Produk Indikasi Geografis. Apabila produknya dapat dilindungi, maka daerah pengembangannya juga dapat diusulkan oleh pemerintah setempat untuk dilindungi sebagai Wilayah dengan Indikasi Geografis. e. Efek pengganda Sesuatu yang tidak dimiliki oleh komoditas lain adalah efek pengganda (multiplier effect). Agribisnis tembakau mampu mendorong tumbuhnya bisnis lain, Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

78 misalnya industri keranjang untuk kemasan tembakau, widig untuk menjemur tembakau rajangan, kerajinan tikar, perdagangan di sekitar industri pengolahan tembakau dan rokok, perdagangan rokok dari yang besar hingga pengecer. Selain itu bisnis angkutan menjadi sangat meningkat, demikian juga perekonomian dan perputaran uang di daerah meningkat dengan pesat. Gambar 15. Industri Keranjang Untuk Kemasan Tembakau dan Widig Untuk Menjemur Tembakau Rajangan Berkembang Mengikuti Perkembangan Kegiatan Usahatani Tembakau 2. Kelemahan (weaknesses) a. Lemahnya Permodalan Petani Lemahnya permodalan petani, sudah merupakan ciri- ciri umum dari petani yang ada di Indonesia. Usahatani tembakau sangat membutuhkan permodalan usaha yang cukup besar pada sehingga upaya pengembangan usaha yang lebih besar sangat sulit dilakukan sehingga Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

79 banyak petani tembakau di Jawa timur terjerat oleh rentenir. Selain itu lemahnya permodalan petani dalam kegiatan usatani tembakau tampak terlihat dalam kepemilikan lahan dari petani di jawa Timur rata-rata hanya 0,3 ha. Kondisi tersebut merupakan kelemahan dalam upaya pengembangan kawasan perkebunan tembakau berbasis korporasi petani. b. Kesadaran Dalam Penerapan teknologi yang benar Petani menggunakan pupuk kimia dengan dosis berlebihan yang berdampak pada ketidaksuburan tanah. Selain itu pola tanam petani tidak memberikan waktu jeda bagi tanah untuk mengembalikan kesuburannya. Penanggulangan terhadap hama dan penyakit juga tidak dilakukan dengan bijaksana. Hama yang paling banyak menyerang tembakau adalah ulat sedangkan cara termurah dan efektif adalah dengan mencari satu per satu ulat tersebut dan dimusnahkan, akan tetapi petani enggan untuk melakukannya karena dianggapnya tidaklah efisien terhadap waktu dan petani lebih memilih jalan dengan penggunaan pestisida kimia. Disisi lain penggunaan pestisida kimia secara terus menerus dapat mengakibatkan kebalnya hama tersebut dan memusnahkan predator alaminya. Cara yang efektif dalam menanggulangi penyakit adalah dengan mencabut tembakau yang berpenyakit tersebut agar tidak menular pada tembakau lainnya, akan tetapi masih saja ada petani yang tidak mencabut Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

80 tembakaunya tersebut karena dinggapnya tidak akan berpengaruh terhadap produksi malah membuang tenaga. Kondisi tersebut secara tidak langsung akan mampu menurunkan produksi dan juga kualitas produksi. Dari kondisi tersebut nampak bahwa kesadaran dalam penerapan teknologi yang benar masih sangat rendah sehingga perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah dan juga APTI untuk mampu merubah pola pikir petani untuk bisa berubah menjadi lebih baik. c. Kandungan bahan organik tanah yang sangat rendah Saat ini bahan organik di lahan di Jawa Timur sangat rendah yaitu sebesar 2%. Agar tanaman dapat tumbuh baik maka petani harus menambahkan pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi sebanyak 20 - 30 ton/ha/tahun. Kebutuhan pupuk kandang yang selalu bertambah menyebabkan pengadaannya sulit dan harganya semakin mahal. Kebutuhan pupuk kandang untuk setiap hektar mencapai Rp. 7,5 juta, menyebabkan total biaya usahatani tembakau sangat mahal, setiap hektar mencapai sekitar Rp 15 juta. Hal tersebut sangat berat karena petani tembakau masih sulit dan terbatas dalam mengakses sumber-sumber permodalan. d. Biaya produksi relatif tinggi Biaya produksi usahatani tembakau relatif besar, kondisi tersebut tidak terlepas kandungan organik tanahnya yang rendah sehinggga untuk menghasilkan produktivitas tinggi membutuhkan tambahan pupuk Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

81 organik dalam hal ini pupuk kandang yang cukup besar. Kemungkinan-kemungkinan tambahan biaya yang harus dikeluarkan oleh petani dalam proses produksi terutama pada proses pemeliharaan yaitu biaya pengairan sangatlah besar sehingga secara keseluruhan biaya produksi yang harus dikeluarkan petani terlalu besar dan ini merupakan kelemahan pengembangan kawasan perkebunan tembakau berbasis korporasi petani di Jawa Timur Biaya produksi tanaman tembakau yang terbesar adalah pada pengeluaran biaya tenaga kerja yang cukup besar yaitu mulai pemeliharaan (pengairan) dan pemanenan akan tetapi kesemuanya tidak terasa akibat dikerjakan sendiri oleh petani dan keluarganya. Selain itu eksistensi pengembangan komoditas tembakau dihadapkan pada masalah biaya produksi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Besarnya kenaikan biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani tembakau di Jawa Timur mempunyai kecenderungan yang meningkat dengan rata-rata peningkatan pertahun sebedar 5 sampai 15 persen. Kondisi tersebut disebabkan oleh kenaikan harga pupuk dan obat-obatan serta upah tenaga kerja. Faktor pemicu lain adalah kebijakan pemerintah mengenai keputusan peningkatan harga pupuk dan pemberlakuan Upah Minimun Regional (UMR). Komoditas tembakau merupakan produk mempunyai sifat tradeable goods, yang berarti biaya produksi Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

82 merupakan salah satu faktor penentu kemampuan bersaing di pasar global, semakin tingginya beban biaya produksi yang harus dikeluarkan kemungkinan besar akan mempengaruhi kemampuan bersaingnya di pasar. Dihadapkan pada semakin tingginya biaya produksi, maka dari sisi supply (pasar input) permasalahan penting yang relevan untuk dikaji adalah apakah komoditas tembakau Jawa Timur masih memiliki potensi pasar yang prospektif. Tembakau Jawa Timur hanya memiliki potensi pasar yang prospektif jika memiliki kemampuan bersaing di pasar global, yang diidikasikan oleh keunggulan komparatif (comparative advantage) dan keunggulan kompetitif (compatitive advantage). e. Teknologi Budidaya Masih Tradisonal Penggunaan teknologi pada usahatani tembakau di Jawa Timur sangat menentukan pada kualitas dan produksi yang dihasilkan, teknologi produksi yang terkait dengan usahatani tembakau adalah pemilihan kualitas dalam hal kemurnian bibit yang akan digunakan tidak terlalu diperhatikan. Rendahnya kesadaran petani tersebut akan mampu mempengaruhi kualitas produksi yang akan berdampak pada rendahnya harga jual. Selain itu juga penggunaan pupuk tidak memperhatikan kaidah pemupukan yang benar sehingga produksi yang dihasilkan mengandung chlor tinggi. Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

83 f. Produktivitas rendah Produktivitas tembakau Jawa Timur tergolong rendah, sekitar 300 - 400 kg/ha rajangan. Jika harga tembakau rajangan rata-rata Rp.50.000 rupiah /kg, maka keuntungan yang diperoleh petani Rp. 2.500.000,- sampai Rp.5.000.000,- Pendapatan tersebut akan sangat berkurang bila harga tembakau rajangan maupun produktivitas tembakau lebih rendah dari angka tersebut di atas. Kondisi tersebut seringkali menyebabkan produksi tembakau Jawa Timur berfluktuasi. Keberhasilan pada suatu musim akan diikuti dengan meningkatnya areal dan produksi tembakau pada musim berikutnya. Sebaliknya bila gagal maka pada tahun berikutnya areal dan produksi akan berkurang. g. Pencampuran tembakau/pemalsuan tembakau Kemurnian varietas akan memperngaruhi rasa dan akan memiliki peran sangat penting dalam racikan rokok kretek. Di Jawa Timur khususnya yang memiliki harga jual tinggi seperti di Madura, mendorong terjadinya migrasi tembakau dari luar untuk masuk kemadura. Pada umumnya pedagang dan pengrajin tembakau membawa daun tembakau dari daerah luar madura. Pada saat perajangan tembakau tersebut dicampur dengan tembakau Madura. Kondisi tersebut yang akan mampu mengurangi kualitas dan berdampak terhadap harga jual dan yang lebih besar lagi adanya hancurnya sebuah kepercayaan pembeli terhahap produksi yang dihasilkan dari daerah Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

84 penghasil tembakau. Kondisi tersebut merupakan kelemahan dalam upaya pengembangan kawasan perkebunan tembakau berbasis korporasi petani. h. Hama penyakit Hama penyakit yang dialami tembakau berubah-ubah, diantaranya: Mozaik ketimu (Cucumber Mozaic Virus), TLCV, Virus mozaik (Tobacco Virus Mozaic, (TVM)), Lasioderma, kutu daun dan Begonomovirus. Untuk hama penyakit Begonomovirus yang menyherang tanaman tembakau sampai saat ini belum ada solusi dalam penanggulangannya. Berkembangnya Begonomovirus bisa disebabkan oleh penggunaan lahan yang terus menerus dan penggunaan pupuk yang berlebihan. Sedangkan penyebab penyakit keriting kebanyakan dialami tembakau yang ditanam berdekatan dengan cabai yang kondisi tersebut banyak sekali terjadi dilapangan dan tidak dapat dihindari karena petani menganggapnya bahwa dengan tumpang sari akan mampu memberikan peningkatan pendapatan dan mengurangi tingkat resiko kegagalan usaha. i. Bahan asing (foreign matter) Suyanto dan Tirtosastro (2006) juga menyatakan bahwa banyak bahan-bahan asing (foreign matter) yang sengaja ditambahkan ke dalam tembakau rajangan yang dihasilkan. Tindakan demikian merupakan pemalsuan yang tidak diinginkan oleh konsumen. Tercampurnya benda asing ini berpengaruh Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

85 terhadap kualitas rokok, baik fisik maupun mutu dan aromanya. Dalam prosesing seringkali petani menambahkan gula atau bahan lain, di antaranya pewarna. Hal tersebut sangat menurunkan mutu spesifik dan aroma tembakau sehingga mempengaruhi grader dalam menentukan tingkatan mutu yang sebenarnya. Dalam penyimpanan di pabrik, campuran gula ini akan menyebabkan tembakau mengeras dan berjamur. Gula yang mengeras seringkali juga menyebabkan kerusakan pada mesin pengolah rokok sehingga sangat merugikan pabrik rokok. Benda asing lain yang sering tercampur dalam tembakau rajangan, adalah serpihan tikar yang ikut terajang atau hancur, pelepah pisang, bambu/kayu, plastik, karet, bulu ayam, kertas dan lain-lain. Beberapa material seperti tikar dan tali sulit dipisahkan dari tembakau rajangan karena ukuran dan warnanya mirip tembakau rajangan dan jumlahnya banyak 7.2. Analisis Faktor Eksternal Pada analisis faktor-faktor internal ini terdiri dari dua bagian yaitu peluang (Opportunities) dan kelemahan (Threats) yang ada pada eksternal pengembangan kawasan perkebunan tembakau berbasis korporasi petani di Jawa Timur dengan uraian sebagai berikut : 1. Peluang (Opportunities) a. Nilai kompetitif tembakau Jawa Timur Tembakau dari beberapa daerah sentra produksi di Jawa Timur sangat kompetitif karena bernilai Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

86 ekonomis tinggi. Pada musim kemarau hanya tembakau yang dapat hidup dan berproduksi serta menghasilkan mutu tinggi. Sebaliknya tanaman lain sulit hidup sehingga tidak layak ditanam di lahan tegal yang kering. Selain itu tembakau memiliki mutu yang khas dan pada waktu lalu sulit disubstitusi dengan tembakau jenis lain. b. Permintaan pasar Permintaan pasar tembakau masih sangat tinggi, baik untuk industri rokok. Jumlah produksi rokok setiap tahunnya selalu meningkat. Arifin (2013) menyebutkan bahwa konsumsi rokok menunjukkan angka pertumbuhan pada periode 1987 sampai 2008, baik rokok kretek filter, rokok kretek tanpa filter,maupun rokok putih. Konsumsi rata-rata rokok kretek filter sebesar 191.39 batang/ kapita; rokok kretek tanpa filter 14.70 batang/kapita; dan rokok putih 26.87 batang/kapita. Masing-masing tumbuh sebesar 1.97, 1.21, dan 108%/tahun. c. Perkembangan teknologi informasi Perkembangan teknologi informasi memberikan peluang yang besar dalam pengembangan agribisnis tembakau. Perkembangan teknolgi seperti handphone dapat mempercepat informasi. Begitu juga dengan internet dapat digunakan untuk menggali informasi. Namun masih banyak petani yang tidak menggunakan teknologi tersebut karena sebagian besar petani mempunyai tingkat pendidikan yang rendah. Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

87 d. Dukungan Pemerintah dalam Pembinaan Pembinaan kelompok tani diarahkan pada penerapan sistem agribisnis, peningkatan peranan yaitu peran serta petani dan anggota masyarakat pedesaan, peran serta petani dan anggota masyarakat pedesaan lainnya, dengan cara menumbuh kembangkan kerja sama antar petani dan pihak lainnya yang terkait untuk mengembangkan kegiatan usaha taninya. Selain itu pembinaan kelompok tani diharapkan dapat memecahkan masalah usaha tani anggotanya secara lebih efektif, membantu menggali potensi, dan memudahkan dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumber daya lainnya (Permentan No. 273 Tahun 2007). Pembinaan dapat dilakukan melalui penyuluhan oleh petugas penyuluh lapang (PPL) mengenai cara bercocok tanam tembakau yang benar dan permintaan pasar. Penyuluhan dilakukan saat musim tanam akan dimulai di setiap kelompok-kelompok tani. Pemberian informasi ini bertujuan agar tidak melebihi produksi yang dapat berdampak pada rendahnya harga tembakau. e. Tersedianya dana khusus Dengan tersedianya dana khusus, peluang untuk menerapkan teknologi pengembangan tembakau semakin besar. Namun demikian untuk perlu keterlibatan pemerintah daerah, industri rokok dan kelembagaan petani secara terpadu. Keterlibatan pemerintah daerah dapat berupa penetapan zonasi Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

88 wilayah agribisnis tembakau, atau penetapan peraturan daerah tentang agribisnis tembakau dari hulu sampai hilir.. Ketersediaan dana khusus tersebut berasal dari DBH- CHT yang sejak tahun 2008 pemerintah mengeluarkan kebijakan sebagian dana cukai rokok dialokasikan untuk daerah produsen rokok dan tanaman tembakau. Antara lain untuk pembinaan tanaman tembakau. Besar DBH-CHT ini adalah 2% dari total cukai. Provinsi Jawa Timur mendapat alokasi DBH-CHT terus meningkat sejak tahun 2008 seiring peningkatan cukai yang dihasilkan. Dana tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan on-farm, off-farm dan pembinaan SDM petani tembakau maupun untuk petugas pembina. Syarat untuk memperoleh DBH-CHT adalah dengan menyerahkan proposal yang berisi alasan atau program kerja yang terkait dengan pengembangan dan dampak dari tembakau. Cara untuk mendapatkan bantuan maupun subsidi adalah dengan kelompok tani menyerahkan proposal Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) kepada Dinas Perkebunan dan Kehutanan. RDKK berisi mengenai kebutuhan pupuk subsisi yang disesuaikan dengan luasan area dari kelompok tani tersebut dan pengajuan bantuan sarana prasarana lainnya seperti cultivator, gudang pengeringan dan traktor. Namun tidak semua bantuan tersebut dapat terealisasi. Semua keputusan berdasarkan hasil penilaian dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan. Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur

89 2. Ancaman (Threats) a. Isu lingkungan Isu tentang lingkungan hidup saat ini menjadi bagian kebijakan dan program pemerintah. Pemerintah telah mengeluarkan Undang - undang nomor 4 tahun 1982 tentang “Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup” disusul dengan Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 1986 yang mulai berlaku pada 5 Juni 1987. Sejalan dengan itu, pada 7 Juli 2000 pertemuan produsen cerutu dunia di London menghasilkan kesepakatan mengenai „Social Responsibilty on Tobacco Production‟ (SRTP). Dalam SRTP para produsen tembakau harus memenuhi syarat, yaitu: (1) menjaga kelestarian sumber daya alam dan air; (2) mengendalikan hama dan penyakit melalui pendekatan konsep Pengelolaan Hama Terpadu. Dalam pedoman agribisnis Coresta tahun 2005 juga dicanangkan Konsep “Good Agricultural Practices (GAP)”, yaitu untuk menghasilkan produk pertanian berkualitas harus tetap memperhatikan kelestarian lingkungan yang meliputi tanah, air, serta kehidupan tanaman dan hewan. Setiap institusi yang terkait dengan bidang industri pertanian harus mempunyai kepedulian dan perhatian terhadap perlindungan sumber daya alam. Selain itu Regulasi pemerintah yang tertuang dalam PP No 109 Tahun 2012 yang berisi tentang pengamanan bahan yang mengandung zat aditif berupa tembakau bagi kesehatan.. Adapun yang dijelaskan dalam Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Tembakau Provinsi Jawa Timur


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook